Walet Besi 3
Walet Besi Karya Cu Yi Bagian 3
Walet Besi Karya dari Cu Yi "Kalau kau berpikir seperti itu, kau benar-benar masih kolokan kau sudah mengundangku datang kemari, tentu saja kau akan mengantarkanku pergi. Kalau kau mencelakaiku disini, kau benar-benar picik. Apakah kau akan melakukan hal picik semacam itu padaku?" Muka Thiat-yan menjadi merah. "Maaf !!" Wie Kie-hong berdiri. "sekarang aku akan pergi" "Tunggu sebentar. Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan" "Katakanlah!" "Apakah kau bermaksud membalaskan dendam ayah angkatmu?" "Apa maksudnya membalaskan tangannya yang sudah kau potong?" "Betul" "Ayah angkatku tidak pernah menyuruhku membalas dendam" "Orang yang bersangkutan pun tidak berkata apa- apa. itu menggambarkan hatinya tidak ada rasa sesal. Sebaiknya kau tidak usah ikut campur dalam urusan ini. umurmu masih sangat muda, kalau kau ikut campur kau pun pasti akan ikut terbunuh....pelayan! antar tamu!" Wie Kie-hong berkata dengan nada yang terdengar sangat dingin. "Nona Yan, aku sungguh ingin mengetahui penyebab kematian ayahku, namun aku tidak akan menanyakan padamu. Aku percaya, tidak ada urusan yang bisa selamanya ditutupi" Sewaktu pergi dari tempat itu, dia kembali diantar oleh orang yang sudah menjemputnya tadi. Dan seperti sebelumnya, kepalanya kembali dibungkus dengan kain berwarna hitam. Dia kemudian diturun-kan didepan sebuah jalan besar. Setelah turun, kereta kembali pergi menjauh, tadinya Wie Kie-hong ingin membuntutinya kembali, namun dia tidak berbuat demikian. Thiat-yan tidak mengakalinya dengan tipu daya, dia juga tidak boleh berbuat seperti ini. Tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya, ternyata orang itu adalah Tu Liong. "Tu Toako....?" Tu Liong menatap, setelah itu dia menarik tangannya dan segera pergi. Mereka berdua memasuki sebuah gang kecil yang sepi. Disana barulah Tu Liong mulai berkata. "Apakah kau sudah menemui Thiat-yan?" "Aku sudah menemuinya! Tapi dari mana kau tahu aku menemuinya?" "Sebenarnya dari tadi aku sudah mengikuti-mu. Ada banyak urusan yang jika sekarang diceritakan padamu, mungkin kau tidak akan mengerti...." "Kalau begitu kau pasti sudah tahu dimana tempat tinggal Thiat-yan" "Tentu saja aku tahu" "Dimana?" "Kalau aku katakan, kau pasti akan terkejut. Thiat-yan tinggal tepat disebelah rumah Bu Tiat-cui. Kedua rumah ini hanya dibatasi sebuah tembok" "Hah?" "Kereta kuda itu sudah membawamu berputar-putar beberapa keliling. Setelah itu kereta kembali lagi ke tempat semula. Hanya kau tidak menyadarinya." "Thiat-yan benar-benar sangat cerdik, namun dia tetap sangat sopan. Walaupun tadi percakapan kami berdua tidak ada kecocokan, dia tidak mempersulit aku." "Kalian bercakap-cakap tentang apa?" Wie Kie-hong menceritakan kembali semua percakapan yang dialaminya dengan Thiat-yan. Setelah ini dia juga menceritakan perihal Bu Tiat-cui yang masih hidup Tu Liong mendengarkan semua ini dengan sepenuh hati. setelah itu dia bertanya. "Apakah kau sekarang bermaksud pergi ke stasiun kereta menemui Bu Tiat-cui?" "Betul" "Percuma" "Mengapa?" "Bu Tiat-cui tidak mungkin pergi" Tu Liong terdengar sangat yakin. "Tu Toako! Apakah kau ingin mengatakan bahwa Bu Tiatcui sudah ditangkap oleh Thiat-yan?' "Kie-hong! Aku hanya seorang diri. Dari tadi aku memperhatikan dirimu, otomatis aku tidak memperhatikan Bu Tiat-cui. Apa yang sudah dilakukan nya aku sama sekali tidak tahu. Namun aku sudah membuat sebuah tebakan. Kie-hong! aku senang sekali memecahkan misteri! Karena itu tebakan yang kubuat pada umumnya dapat diandalkan!" "Aku tetap harus pergi kesana" "Dengar kata-kataku! Sebaiknya kau jangan pergi kesana" "Kenapa?" "Kau pikirlah dengan baik. Thiat-yan tinggal disebelah rumahnya. Semua gerak gerik Bu Tiat-cui sudah pasti diketahuinya dengan jelas. Aku tahu alasanmu berkeras untuk menemui Bu Tiat-cui di stasiun kereta. Ini karena dia akan memberikanmu kopor kecil yang sudah kau ceritakan itu. di tempat ramai seperti itu, orang yang membawa sebuah kopor kecil tidak akan menimbulkan kecurigaan orang lain." Wie Kie-hong benar-benar mengagumi kehebatan Tu Liong membuat kesimpulan. "Kalau kopor itu adalah barang yang diincar oleh Thiat-yan, apakah mungkin dia akan membiarkan barang itu jatuh ke tanganmu? Kie-hong! Sebelum misteri kematian orang yang kedua alisnya ditembus jarum panjang itu dipecahkan, sebaiknya kau tidak terlalu dekat dengan Bu Tiat-cui" Wie Kie-hong tidak berkata apa-apa. namun dalam hatinya dia berpikir, 'Tu Toako, kau terlambat mengatakan hal itu padaku. Satu satunya barang bukti sudah diberikan pada Bu Tiat-cui. Kalau aku tidak mendapatkan kopor itu, bukankah aku sudah mengecewakan janjiku pada Gihu (ayah angkat)?' "Aku tahu dalam hatimu kau sedang memikirkan apa." "Oh...?" "Kau sedang berpikir tentang janjimu pada ayah angkatmu. Betul tidak?" "Siapa bilang tidak? Sekali tebak saja semua sudah kau ketahui" "Kalau aku mengatakan sebuah kalimat yang nekat, kau pasti akan kaget" "OH..?" "Leng Taiya menyuruhmu mengambil kopor itu juga sebenarnya adalah sebuah jebakan. Terlebih lagi Bu Tiat-cui sudah membuat janji untuk menemui-mu, aku khawatir ini juga sebuah jebakan." "Tu Toako! Kau sudah membuatku sangat bingung!" "Kau jangan pergi ke stasiun kereta!" "Ada sesuatu yang belum kukatakan padamu, pada waktu itu aku pikir Bu Tiat-cui sudah meninggal, dan kopor kecil itu selamanya tidak akan pernah kudapatkan, aku pikir mengatakan hal ini ataupun tidak, tidak akan membuat banyak perubahan........namun sekarang setelah aku mengetahui lebih banyak, sepertinya keadaan sudah berubah" "Kalau kau mau memberitahukan padaku sekarang, sepertinya masih sempat" "Ayah angkat sudah menitipkan pesan padaku, setelah mendapatkan kopor tersebut aku harus secepatnya naik kereta ke sebelah utara Tai-ouw, dan membuang kopor tersebut ke laut. Selain itu dia juga berpesan agar aku tidak curiga dan membuka kopor untuk melihat apa isinya" "Oh...?" Tu Liong memalingkan pendangan nya, dia kembali memikirkan sesuatu. "Barang yang digunakan sebagai tanda bukti pengambilan kopor sudah kuserahkan pada Bu Tiat-cui. Kalau aku tidak pergi menemui dia, itu benar-benar celaka" "Baiklah! Kau pergilah!" Tu Liong tiba-tiba saja merubah keputusannya. Wie Kie-hong tidak mengerti. "Bagaimana dirimu?" "Aku harus mengurus hal yang lain" "Apakah kita masih bisa bertemu lagi?" "Bukankah kau harus pergi ke sebelah utara Tai-ouw dan membuang kopor itu? kalau menunggu sampai nanti kau kembali, langit pasti sudah menjadi gelap. Mungkin nanti sudah tengah malam" "Tu Toako! Bukankah tadi kau berkata bahwa Bu Tiat-cui tidak mungkin datang?" "Aku pikir dia mungkin datang" "Mengapa kau berubah pikiran?" "Karena aku sudah membuat satu dugaan yang baru....Bu Tiat-cui mungkin akan datang, malah dia akan membawakan kopor yang kau inginkan itu." Setelah berkata demikian, Tu Liong menepuk bahunya, lalu pergi. Sekejap saja Wie Kie-hong merasa curiga. Apakah otak Tu Liong benar-benar sangat pintar sampai bisa menebak semuanya bagaikan seorang dewa? Ataukah ada hal lainnya? "Tuan! Apakah ingin naik kereta?" Ternyata sebuah kereta kuda sudah berada didepan matanya. "Ke stasiun kereta" Wie Kie-hong duduk diatas kereta kuda. Setelah sampai di stasiun kereta, waktu menunjukkan tepat pukul dua belas siang. Wie Kie-hong cepat-cepat turun dari kereta kuda dan berjalan ke pintu masuk. Disana dia melihat Bu Tiat-cui sedang berjalan mendatanginya dari arah yang berlawanan. Tangannya menggenggam sebuah kopor kuning. Walaupun Wie Kie-hong merasa sedikit gugup, namun melihatnya dia merasa sedikit lega. Tugas yang diembannya sebentar lagi akan selesai... Bu Tiat-cui akhirnya berdiri di sisi sebelah kanan Wie Kiehong. Dia lalu memindahkan kopor kuning itu dari tangan kanan ke tangan kirinya. Saat ini Wie Kie-hong hanya tinggal mengulurkan tangannya, mengambil kopor itu dari tangannya. Ini tidak akan membuat orang lain merasa curiga. Tepat pada saat itu, tiba-tiba saja ditengah kerumunan didalam stasiun kereta muncul seseorang. Orang ini berjalan di belakang mereka berdua. Wie Kie-hong tentu saja tidak bisa mencegah hal ini. orang ini berjalan menerobos diantara Wie Kie-hong dan Bu Tiat-cui. Sambil menerobos, dia berhasil merebut kopor kuning yang akan diberikan. Setelah merebut kopornya, dia tidak berlari seperti seorang maling pada umumnya. Dia hanya berjalan dengan kecepatan yang normal keluar stasiun kereta. Dia melakukan semuanya seolah-olah kopor kuning itu adalah miliknya sendiri. Bu Tiat-cui sangat terkejut dan hanya bisa menatap Wie Kie-hong. Wie Kie-hong hanya melihat Bu Tiat-cui sekilas, cepat-cepat berjalan kedepan untuk mengejarnya. Tiba-tiba sebuah tangan yang bertenaga memegang bahu kanannya. "Hei... pelayan... kita sudah sangat lama tidak berjumpa. Apa kabar?" Tubuh Wie Kie-hong berputar dengan cepat, setelah itu dia berkata dengan dingin "Kau salah orang!" "Maaf!" Sambil menyapa, orang yang meme-gang bahu menarik kembali tangannya. Setelah Wie Kie-hong kembali memalingkan kepala untuk mengejar, orang yang merebut kopor sudah pergi entah kemana. Dia sudah tidak terlihat. Jelas ini adalah sebuah tipu muslihat. Pepatah mengatakan "biksunya bisa melarikan diri, namun viharanya tetap berada ditempatnya". Walaupun dia sudah kehilangan orang yang mencuri kopor, namun dia tahu pelakunya pastilah orang suruhan Thiat-yan. Sedangkan sekarang dia sudah tau tempat tinggal Thiat-yan. Tentu saja Wie Kie-hong harus menangkap orang yang sudah salah mengenalnya tadi. Dia segera membalikkan tubuh, Namun ternyata orang ini juga sudah menghilang entah kemana. "Sial!" Wie Kie-hong mendamprat "Kenapa?" "Kau masih bertanya? Kopor itu sudah direbut orang lain!" "Aku pikir orang itu adalah suruhanmu." Sekarang Wie Kie-hong mulai memutar otaknya. Dia bertanya. "Tuan Bu, setelah kau meninggalkan gang San-poa, kau pergi kemana saja?" "Aku langsung pergi mengambil kopor itu" "Apakah kau ditengah jalan diikuti orang lain?" "Aku tidak tahu" "Bagaimana mungkin mereka tahu kita berdua sudah membuat janji bertemu disini?" "Aku....aku tidak tahu" Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Orang yang merebut kopor itu pastilah sudah membuntuti Bu Tiat-cui sepanjang jalan, sampai dia kemari. Kalau begitu, dari awalpun mereka sudah memiliki kesempatan untuk merebut kopor itu, langsung dari tangan Bu Tiat-cui. Mengapa mereka harus menunggu merebutnya di sini? Mengapa harus mengambil resiko merebut kopor itu di depan mukanya? Apakah mungkin ini untuk melepaskan kesalahan dari tangan Bu Tiat-cui? Apakah tipu muslihat ini ada hubungan dengan Bu Tiat-cui? "....sekarang kita harus bagaimana?" Bu Tiat-cui tampak sangat gugup. "Sekarang tuan Bu akan pergi kemana?" "Aku akan pulang kerumahku" "Bukankah kau tadi berkata bahwa sementara waktu kau akan menjauh dari rumah itu?" "Aku tidak punya tempat melarikan diri" "Baiklah, nanti aku akan menghubungimu lagi" Setelah mengatakan ini, Wie Kie-hong segera berjalan pergi, dia tidak ingin menanyai Bu Tiat-cui lebih lanjut. Lagipula dia tidak memiliki alasan untuk menanyainya lebih jauh. Dia juga tidak mungkin mengulur urusan ini lebih lama. Dia harus segera menemui Tu Liong. Dia segera pergi ke kediaman Cu Taiya. Ter-nyata Tu Liong ada dirumah, membuat Wie Kie-hong merasa senang. Melihatnya Tu Liong segera berkata. "Aku tahu kau pasti akan datang. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan padamu" Ternyata barang itu adalah sebuah kopor kuning. Kopor itu sudah terbuka. Didalamnya kosong. "Ini....?" Wie Kie-hong tidak menyangka melihat barang itu disini. "Ini adalah kopor yang akan diberikan oleh Bu Tiat-cui padamu tadi." "Benarkah?" "Untuk apa aku membohongimu? Orang yang sudah merampas kopor dan langsung pergi, dan juga orang yang sudah salah mengenal dirimu, mereka berdua adalah orang yang sudah aku suruh untuk melakukannya." "Barang yang ada didalam kopor itu?" "Kopor itu pada awalnya memang sudah kosong" Tu Liong berkata dengan nada dingin. Wie Kie-hong tidak memiliki alasan untuk tidak mempercayai Tu Toakonya yang sudah dipujanya selama ini. Namun dia lebih tidak memiliki alasan untuk tidak mempercayai ayah angkatnya Leng Souw- hiang.... Tu Liong melihat rasa curiganya, maka berkata. "Didalam hati para generasi tua pastilah tersimpan sebuah rahasia yang tidak bisa diberitahukan pada orang lain. Kita ambil contoh Cu Taiya, dia adalah majikan yang sangat kusanjung. Namun dari awal dia sudah menjelaskan, kalau aku senang bermain tebak tebakan dan memecahkan misteri, aku boleh terus bermain, namun aku tidak boleh menanya-kan apapun padanya....Kiehong, oleh karena itu tadi aku sudah berkata padamu, bahwa perintah Leng Taiya Souw-hiang yang sudah menyuruhmu untuk mengambil kopor pun kemungkinan adalah sebuah jebakan." Wie Kie-hong hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dia benar-benar kebingungan. "Kalau aku tidak merebut kopor ini kedalam tanganku, kau akan bagaimana? Kau pasti sudah naik kereta ke sebelah utara Tai-ouw dan mengerjakan perintah ayah angkatmu dan membuang kopor ini ke laut. Dengan begitu bagian pemecahan teka-teki dari kopor ini akan hilang selamanya." "Tu Toako, tapi sebelumnya kau melarangku untuk pergi ke stasiun kereta...." "Tujuannya juga tidak jauh berbeda. Aku bermaksud mengambil kopor ini kedalam tanganku. Kau tidak mungkin akan mengingkari janjimu pada ayah angkatmu. Aku sedikitpun tidak meragukan hal ini...." "Tidak, Tu Toako, ini bukanlah hal yang baik untuk dilakukan...." "Kie-hong... kau benar-benar seorang laki-laki sejati. Sebagai seorang laki-laki sejati, apakah kau tidak ingin mengetahui duduk perkara yang sebenarnya?" "Tapi...." "Sekarang coba kita lihat dari sudut pandang yang lain. Kalau misalnya Bu Tiat-cui sudah menukarkan kopor ini dengan yang lain, lalu kau membuang kopor ini begitu saja kelaut dan merasa bahwa kau sudah menyelesaikan tugas, Leng Taiya juga menyangka kalau kau sudah menyelesaikan tugas dan membuatnya merasa tenang sesisa hidupnya. Namun bagaimana sebenarnya?" Penjelasan yang dikemukakan oleh Tu Liong terdengar sangat keras, namun sangat masuk akal. Wie Kie-hong kehabisan kata-kata. Dalam hatinya dia tetap terus mengagumi kemampuan Tu Liong dalam membuat kesimpulan. Namun bagaimanapun juga dalam hatinya dia merasa khawatir. "Aku sudah membuat janji dengan tuan besar Tan. Nanti kita berdua akan pergi mengunjunginya. Walaupun kedua kupingnya sudah dipotong Thiat-yan, namun itu tidak akan merintanginya untuk bicara." "Apakah yang kau maksud dengan tuan besar Tan adalah Tan Po-hai?" "Betul" "Tu Toako ingin menanyakan apa padanya?" "Masalah yang berkenaan dengan kejadian pada waktu itu dimana lima orang tua turun tangan dan mencelakai Tiat Liong-san. Untuk satu hal ini, Cu Taiya sudah mengakuinya sendiri dihadapanku. Namun tetap saja aku merasa urusan ini tidak sederhana seperti yang aku bayangkan. Kalau sederhana, dimana serunya memecahkan sebuah misteri?" "Kalau kau hanya memikirkan mendapat kesenangan dengan memecahkan sebuah misteri, aku tidak akan melayanimu lagi." "Eh?" Tu Liong sangat kaget mendengar kata-kata ini. dia menatap Wie Kie-hong. Didalam benaknya mengatakan, selama ini Wie Kie-hong adalah seorang yang sangat penurut. "Tu Toako, ini bukanlah sebuah permainan. Ini adalah urusan yang menyangkut hidup dan mati. Sekarang ini urusan sudah ada didepan mata. Sudah dua orang yang mati dan tiga orang yang terluka. Kalau menuruti omongan Cu Taiya, dia belum dibunuh karena Thiat-yan sedang mencari sebuah barang. Kalau begitu suatu saat nanti pastilah akan ada orang yang mati atau terluka lagi. Tu Toako, tanggung jawab yang kita pikul sangat besar." "Kie-hong...." Tu Liong menepuk bahu Wie Kie-hong katanya. "aku benar-benar tidak menyangka kau akan berkata serius seperti itu....tenang saja, aku tidak sedang bermain sebuah permainan. Setidaknya aku juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi Cu Taiya agar tidak terluka. Jangan lupa kita berdua sedang berburu. Yang sedang kita buru bukanlah Thiat-yan atau orang apapun, namun yang kita buru adalah kejadian yang sebenarnya. Diantara kelima orang tersebut, hanya ada satu orang yang benar-benar mengetahui kejadian sesungguhnya." 0-0-0 BAB 4 Kasih Sayang Thiat-yan duduk menopang wajahnya. Jelas terlihat dia sedang murung karena sebuah masalah. Kusir kuda separuh baya berpakaian rapi yang sudah mengantarnya ke kediaman keluarga Leng sedang berdiri didepannya. Raut mukanya juga sangat tidak enak dilihat, namun yang berbeda adalah bahwa dia terlihat sedikit khawatir. Kedua orang ini terdiam sangat lama. Situasi terasa sangat canggung. "Nona?" Pada akhirnya pria separuh baya itu mulai membuka mulut dan memulai percakapan. "apakah kau sedang marah padaku? Apakah kau sedang menyalahkanku karena tadi aku sudah salah bicara?" "Paman Boh..." Thiat-yan terus menopang wajahnya, namun nada suaranya terdengar lemah lembut. "kau lebih tua dariku, mana mungkin aku berani marah padamu? Aku hanya merasa bahwa kau tidak mengerti isi hatiku." "Nona, semenjak ayahmu meninggal, kau selalu memanggilku dengan sebutan paman. Tentu saja aku harus mengerahkan semua kemampuanku untuk melindungimu dari bahaya apapun. Sewaktu kau lengah, aku juga akan segera merespon dan menyadarkanmu. Sekarang kau sedang murung, aku pun harus berkata sesuatu. Kau tadi sudah melepaskan Wie Kie-hong, itu adalah sebuah tindakan yang gegabah. Benar-benar tidak masuk akal." "Bukankah tadi aku sudah mengatakan padamu? Paman Bohbenar-benar tidak mengerti isi hatiku" "Nona, saat ini kita berdua berada dekat dengan ibu kota, sama dengan berada di dalam kandang macan. Kita tidak boleh bertindak gegabah." "Kalau begitu kau sudah salah lebih jauh lagi. Apakah kau pikir kalau aku punya perasaan istimewa terhadap Wie Kiehong? Tidak mungkin....sama sekali tidak mungkin. Hatiku sudah lama menjadi dingin.... kalau dinilai dari sifatku, aku tidak mungkin akan langsung jatuh cinta dengan seorang lakilaki pada pandangan pertama. "Kalau begitu aku tidak tahu ada urusan apa lagi yang membuatmu murung seperti itu" "Mengenai ayah kandung Wie Kie-hong yang bernama Wie Ceng, kau sudah mengetahui keadaannya sangat baik. Sewaktu ayahnya masih hidup di dunia, kau juga pernah menyebutnya sebagai seorang laki-laki tangguh." "Tidak salah. Wie Ceng bisa disebut seorang laki-laki tangguh. Namun dia tidak cukup baik menjadi laki-laki sejati. Nona, dia adalah laki-laki tangguh yang ceroboh atau laki-laki tangguh yang bodoh" "Paman Boh berkata seperti ini, apakah menurutmu ini adil baginya?" "Nona, aku Boh Tan-ping tidak pernah berurusan ataupun bermusuhan dengan Wie Ceng. Untuk apa aku menjelekjelekkan dirinya? Orang semacam itu bodoh sekali mau menjadi pesuruh Leng Souw-hiang. Kalau bukan laki-laki tangguh yang ceroboh atau laki-laki tangguh yang bodoh, julukan apa yang lebih pantas untuk diberikan padanya?" "Aku harus membantah ucapanmu yang terakhir ini. Wie Ceng berasal dari keluarga perampok. Dia meninggalkan hidupnya dari merampok dan membunuh orang. Dia lari ke tempat Leng Taiya dan menjadi seorang pengawal. Menjadi seorang pengawal yang dipercaya adalah suatu hal yang sangat sulit didapatkan. Apa yang bisa dilakukannya? Leng Souw-hiang adalah orang kepercayaan raja Su-cen. Lagi pula diatas kepalanya tidak terukirkan kata "Penjahat". Rasanya tidak salah kalau dia melayaninya." "Aih, nona, aku sudah tidak mampu memberi nasihat padamu." "Kita tidak sedang berdebat, tapi sedang mencoba meluruskan perkara ini sampai jelas, kalau kau berkata seperti itu, aku tidak berani melanjutkan." "Baiklah!" Boh Tan-ping kembali berusaha berkompromi dengan Thiat-yan. Dia jelas terlihat sangat menyayangi dirinya. "Aku mendengarkanmu" "Menurut kabar, kudengar, Leng Souw-hiang sudah beberapa kali mencoba mencarikan jodoh untuk dinikahkan dengan Wie Kie-hong. Namun dia selalu menolaknya. Alasannya adalah....sebelum penyebab kematian ayahnya diketahuinya, dia tidak akan pernah menikah dan berkeluarga. Dari sana dapat terlihat dia adalah seorang anak yang tahu balas budi." "Mmmm, untuk yang satu ini aku setuju dengan pendapat nona." "Pada saat yang sama juga bisa terlihat bahwa didalam hati Wie Kie-hong, dia lebih menghargai ayah kandung yang sudah melahirkannya daripada ayah angkat yang sudah membesarkan dan mendidiknya sampai sekarang." Boh Tan-ping tidak berkata apa-apa. Seolah-olah dia sangsi kata-katanya. "Paman Boh, dari sini kita bisa mengambil kesimpulan, Wie Kie-hong seharusnya menuruti permintaan ayah angkatnya dan segera menikah. Tapi dia malah menolak permintaan Leng Souw-hiang, karena penolakannya, sedikit banyak pasti akan membuat Leng Souw-hiang tidak senang. Wie Kie-hong pintar, apakah dia tidak berpikir sampai sejauh ini? rasanya tidak mungkin" "Mmmm..." Boh Tan-ping hanya mengangguk-anggukkan kepala. "Terhadap seorang pemuda yang patut di-hargai seperti ini, apakah kita masih harus melukainya? Bukankah seharusnya kita menghormati dan membantunya?" "Kalau memang kau ada pemikiran semacam ini, mengapa kau tidak langsung memberitahukan penyebab kematian ayahnya sewaktu ada kesempatan tadi?" "Sekarang ini dia tidak mungkin akan percaya pada katakataku..." "Nona, nanti pun dia tidak mungkin berubah dan percaya padamu" "Paman Boh terlalu cepat membuat kesim-pulan. Kalau kita bisa membangun kepercayaan didalam hatinya, dia tidak punya alasan..." "Nona, umurmu masih terlalu muda. Berapa banyak kau mengerti tentang sifat manusia sebenar-nya? Orang yang dari kecilnya tumbuh didalam sebuah sangkar macan, dan setelah besar bisakah seseorang sudah membuatnya sadar bahwa dia adalah seorang manusia dan bukan seekor macan? Namun bagaimana pun juga dia tetap akan membenci orang yang berburu macan. Wie Kie-hong tumbuh besar di sisi Leng Souw-hiang. Dia tidak mungkin merubah pandangannya dan tiba-tiba saja menolong dirimu." "Sebenarnya aku tidak butuh bantuannya. Asalkan dia tidak menghalangi pekerjaanku, sudah cukup, aku berlaku seperti ini, bukannya takut padanya, namun aku tidak ingin dia terluka. dia pasti akan mengerti maksudku." "Ah...!" Boh Tan-ping menghembuskan nafas panjang. Setelah itu dia hanya terdiam. Dia jelas tidak ingin meneruskan perdebatannya. "Paman Boh, aku sudah menimbang nimbang. apa akibatnya kalau kita membiarkan dia begitu saja? sekarang ini dia tidak mengetahui apa-apa, kalaupun misalnya dia benarbenar mengerti semuanya, apakah dia akan membuka mulut? Kalau memang itu terjadi, apakah kita masih bisa memberikan surat peringatan untuk membuatnya tutup mulut? Paman Boh, sebenar-nya aku berencana untuk melakukan sesuatu, aku yakin kau pasti akan setuju rencanaku." Boh Tan-ping terdiam dan tampak semakin murung. Setelah beberapa lama Thiat-yan berkata lagi. "Paman Boh, apakah kau marah padaku?" "Tidak... aku bukan orang yang semacam itu, tiba-tiba aku sadar, sepertinya urusan ini menjadi semakin rumit saja. Dan lagi aku merasa kalau kita terlalu cepat bertindak." "Aku sama sekali tidak berpikir seperti itu. dari sudut pandangku, tujuan kita hanya satu" "Siapa?" "Cu Siau-thian!" "Nona, orang yang sudah mencelakai ayahmu, waktu itu bukanlah dirinya." "Itu adalah kabar yang sudah kita dengar sebelumnya, namun bagaimanakah kenyataannya? Siapa yang benar-benar mengetahui bahwa dia adalah dalang dibalik pembunuhan ayahku. Paman Boh, aku merasa dia adalah satu satunya target yang kita sekarang, karena diantara kelima orang tersebut, hanya dia yang berasal dari kalangan persilatan. Dia juga memiliki ilmu silat tinggi. Dia sangat sulit dihadapi." "Dan masih ada lagi, seorang pemuda tangguh yang melindunginya" "Betul" "Nona, kau sudah membuat kesalahan yang sangatbesar..." "Oh...?" Thiat-yan membelalakkan sepasang matanya. Walaupun dia selalu keras kepala, dan tidak gampang mengalah, namun menghadapi Boh Tan-ping dia bisa menyabarkan diri dan menaruh kepercayaan besar padanya. "Nona Yan, kali ini kepergian kita ke kota, apakah untuk melampiaskan kemarahan saja?" "Tentu saja tidak" "Kalau begitu tolong anda beri penjelasan, urusan penting apa lagi yang masih harus kita kerjakan?" "Kita harus tahu kejadian yang sebenarnya. Apa alasannya, waktu itu ayahku dikeroyok oleh kelima orang tersebut bersama-sama" "Betul. Itu adalah salah satu tujuan kita datang ke kota. Oleh karena itu target kita selanjutnya adalah mencari orang yang benar-benar tahu kejadian yang sebenarnya. Tidak masalah orang ini bisa ilmu silat ataupun tidak." "Mendengar perkataanmu, tampaknya jarang orang tahu kejadian ketika ayahku dikeroyok" "Betul" Boh Tan-ping berkata tanpa ragu-ragu. "aku sudah meluangkan waktu bertahun tahun untuk mencari tahu, diantara mereka semua hanya ada satu orang yang benarbenar tahu kejadian yang sebenarnya" "Siapakah orang ini?" "Aku juga tidak tahu... aku hanya tahu, kecuali orang itu, tidak ada orang lain lagi yang tahu" Thiat-yan tampak murung dan terdiam. Dia terus-menerus menatap Boh Tan-ping dengan tatapan curiga dan kaget, dia merasa aneh, mengapa Boh Tan-ping tidak pernah memberitahukan tentang hal ini padanya. Tapi akhirnya dia tetap tidak mendesak Boh Tan-ping. Setelah sangat lama, Thiat-yan akhirnya berkata. "Sekarang kita seperti sedang berjalan dalam kabutyang tebal. Entah kita harus mulai dari mana" "Tan Po-hai" Boh Tan-ping berkata dengan keras. 0-0-0 Tan Po-hai tampak berumur sekitar empat puluh tahun lebih, namun tidak sampai lima puluh tahun. Kuliy eajah yang berada diantara kedua alisnya sangat lebar, siapapun bisa tahu bahwa dia adalah seorang yang menikmati hidup, kedua kupingnya masih terluka, namun dia tetap bermain alat musiknya. Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lagu yang dimainkannya adalah lagu yang sangat terkenal. Dia pun sedang memainkan alat musiknya dengan tenang. Permainan alat musiknya benar-benar tidak jelek. Petikan senar biolanya sangat bertenaga. Jari jemari yang menekannekan senar pun bergerak lincah dan sangat cepat. Lagu yang dibawakannya benar benar sangat enak didengar, orang yang mendengarnya pasti akan tertegun karena kagum. Namun meskipun demikian, Tu Liong dan Wie Kie-hong sama sekali tidak menikmati lagu yang sedang dibawakan. Bukan berarti mereka tidak mengerti arti lagu itu, namun karena mereka berdua sedang memikirkan sebuah masalah lain didalam hati masing-masing, walaupun demikian, mereka terus menunggu Tan Po-hai selesai bermain dengan sabar. "Baiklah!" Akhirnya Tan Po-hai selesai memainkan lagu terakhir, lalu memasukkan alat musik kedalam sarung yang dibawanya. "Paman Tan" Tu Liong bertepuk tangan perlahan. "benarbenar sangat bagus. Aku tidak sedang menyanjung dirimu, namun permainanmu memang sangat bagus, pantas mendapat predikat nomor satu di kolong langit" "Aku tidak berani menyandang gelar pemain musik nomor satu di kolong langit" Kata Tan Po-hai dengan nada datar. Dia menyimpan alat musiknya dengan baik, setelah itu dia bertanya. "ada urusan apa kalian berdua datang kemari?" Wie Kie-hong berkata. "Kami datang kemari untuk menengok anda" "Menurutku, orang yang tidak memiliki telinga tidak enak dilihat..." "Paman Tan, tampaknya anda tidak merasa dendam." Tu Liong benar-benar mengerti cara mengambil kesempatan. Dia tidak membuang-buang waktu. "Merasa dendam?" Tan Po-hai mengangkat bahu dan menunjukkan telapak tangannya, dia lalu berkata "apa yang sudah kita tabur, itu yang harus kita tuai.... Kie-hong, bagaimana kabar Leng Taiya? Apakah dia masih baik baik saja?" "Masih baik-baik. Umurnya sudah tua, dan baru mendapatkan musibah yang sangat besar. Namun dia sangat tabah, tidak sedikitpun masalah yang tidak bisa diatasinya, orang tua ini masih bisa bertahan terus" "Hui Ci-hong sudah meninggal, aku benar benar memuji kebesaran hati Leng Taiya setelah mendengar berita ini. kau berkata seperti ini, hatiku menjadi tenang." "Paman Tan!" Tu Liong berkata dengan nada berat "sepertinya kau juga sudah tahu, kali ini pelakunya belum sampai mendatangi Cu Taiya. Namun cepat atau lambat dia pasti akan datang, menurut paman dia sudah melukai empat orang, mengapa masih belum turun tangan pada Cu Taiya?" "Aku pikir.....dia pasti sedang menunggu" "Menunggu apa?" "Menunggu kesempatan tentunya. Cu Taiya adalah seorang pendekar yang mahir ilmu silat, pelakunya tidak berani bertindak gegabah?" "Maksud paman, pelakunya masih takut pada Cu Taiya?" "Tentu saja" "Paman..." Melihat Tan Po-hai menjawab semua pertanyaannya tanpa sedikitpun merasa ragu ragu. Maka Tu Liong terus mengajukan pertanyaan padanya. "menurut kesimpulanku, pelakunya ingin membalas dendam. Bagaimana menurut paman?" "Tidak salah" "Kalau begitu, seharusnya kita mencari tahu hutang apa yang telah dibuat sebelumnya... Pertama-tama kita bicarakan diri paman. Apakah paman memiliki dendam dengan Tiat Liong-san?" "Tidak ada" "Apakah ada hubungan saling merugikan?" "Tidak ada" "Kalau begitu, apakah pada saat Tiat Liong-san dicelakai, paman ikut ambil bagian?" "Ada" "Kalau begitu aku tidak mengerti. Kalau memang Tiat Liong-san tidak memiliki dendam ataupun merugikan, mengapa paman mencelakai-nya?" "Tu Liong" Kata Tan Po-hai penuh perasaan. "apa tujuanmu menanyakan semua ini?" "Aku ingin melindungi majikanku agar tidak dicelakai. Karena itu aku harus bertanya dan mengerti keadaan yang sebenarnya terjadi. Aku berharap semua yang paman ketahui bisa diceritakan pada kami" "Tu Liong, kalau diceritakan juga kau pasti tidak akan percaya, pada waktu itu kami berlima melukai Tiat Liong-san, aku pun tidak tahu mengapa kami melakukannya." "Diantara kalian berempat, sebenarnya siapa yang memiliki permusuhan dengan Tiat Liong-san?" "Tidak tahu" "Oh? Kalau begitu siapa yang mengajukan usul mencelakai Tiat Liong-san?" "Cu Taiya" "Apakah kalian tidak bertanya padanya apa alasannya?" Tan Po-hai kembali mengangkat bahu dan membukakan telapak tangannya, dari raut wajahnya terlihat jelas kalau dia sudah pasrah. "Tu Liong, sebaiknya kau juga ikut berpikir. Cu Taiya adalah seorang pendekar yang ternama di kalangan persilatan. Hui Taiya memiliki banyak kekayaan dan kekuasaan yang tidak kalah besarnya. Leng Taiya sangat terkenal dikalangan pemerintahan. Dia memiliki hubungan yang sangat luas. Oey Souw memiliki banyak prajurit bawahan, mereka semua tidak ragu-ragu membunuh jika diperintahkan, aku bisa bergaul bersama beberapa orang besar ini, karena mereka menyukai sifatku....Tu Liong, ketika mereka berpikir ingin mencelakai seseorang, apakah aku masih bisa bertanya pada mereka apa alasan mereka melakukan itu?" Tu Liong dan Wie Kie-hong saling bertukar pandang, lalu melanjutkan pertanyaannya "Pada waktu itu bagaimana mereka mencelakai Tiat Liong-san?" "Mereka menuduh....mengatakan bahwa dia berkomplot membelot pemerintahan" "Apakah ada bukti?" "Tentu saja ada. Namun bukti itu dibuat-buat, tidak sebenarnya terjadi." "Apakah paman bisa menceritakan pada kami lebih jelas lagi?" "Surat tuduhannya ditulis oleh Leng Taiya. Aku dan Hui Taiya adalah saksi. Oey Souw menyuruh tentaranya pergi menangkap dia. Hui Ci-hong mengaku melihat dengan mata kepalanya bahwa Tiat Liong-san telah membunuh seorang prajurit pemerintahan. Aku mengaku pernah mendengar dia didepan umum berpidato ingin menggulingkan pemerintahan.... Oey Souw melempar sepatah kata yang terukur di papan yang bertulisan "bunuh", lalu keputusan dibuat dengan memenggal kepala Tiat Liong-san. Hukuman penggal kepala dilakukan pada pagi buta hari berikutnya" "Oh, kalau begitu aku mengerti." Tiba-tiba Tu Liong seperti mendapat pencerahan. "Leng Taiya menulis surat yang menyesatkan, oleh karena itu tangan yang digunakannya untuk menulis dipotong. Hui Taiya berkata kalau dia melihat dengan mata kepalanya kalau Tiat Liong-san sudah membunuh seorang prajurit, oleh karena itu kedua matanya dicongkel, paman Tan mengaku mendengar Tiat Liong-san ingin membelot, oleh karena itu kedua daun telinganya dipotong.... Oey Souw sudah meninggal, oleh karena itu anaknya yang menebus dosanya, dia mendapat luka di dekat mulutnya........cara Thiat-yan membalas dendam benar-benar bagus. Namun dia belum turun tangan pada Cu Taiya" "Tu Liong, mungkin Thiat-yan tidak tahu kalau Cu Taiya adalah orang yang sudah mengusulkan untuk mencelakai Tiat Liong-san." Dari tadi Wie Kie-hong tidak berkata apa-apa, sekarang tiba-tiba saja dia ikut berbicara. "Tu Toako, yang dikatakan oleh paman Tan tidak salah. Mungkin saja nona Yan tidak mengetahui bahwa Cu Taiya adalah orang yang sudah mengusulkan untuk melukai ayah kandungnya." "Tidak!" Kata kata Tu Liong terdengar sangat yakin. "dia pasti sudah tahu" "Bagaimana dia bisa tahu?" Tan Po-hai balik bertanya. "Tiat Liong-san memiliki kakak dan adik, juga memiliki banyak teman yang sangat akrab. Apakah semua orang disekelilingnya tidak akan bertanya-tanya dan mencari tahu kejadian yang sebenarnya terjadi? Tuan dengan Hui Taiya memberikan kesaksian di depan pengadilan, semua orang pasti akan mengetahui nya. Tapi Leng Taiya sudah menulis surat yang menyesatkan, seharusnya hal ini tidak mungkin tidak diketahui oleh orang lain. nona Yan juga tentu mengetahui tentang hal ini. kalau dia mengetahui hal ini, mana mungkin dia tidak mengetahui hal yang lain? "Tapi mengapa sampai sekarang dia belum turun tangan membunuh Cu Taiya?" "Cu Taiya memiliki ilmu silat yang tinggi, dia tidak akan mudah dihadapi, tidak seperti kalian ini. lagipula Cu Taiya adalah dalang dari semua urusan ini. nona Thiat-yan pasti akan menghukumnya dengan cara yang paling kejam" "Tu Liong, kalau menurut logika, seharusnya nona Thiatyan membunuh Cu Taiya dulu. Dengan begitu dia akan mendapatkan hasil yang lebih memuaskan. Namun sekarang ini dia turun tangan dan melukai kami kaki tangannya, bukankah ini namanya memukul rumput dan mengagetkan ular, dengan begini semua orang akan memperkuat penjagaan terhadap Cu Taiya" Tu Liong tampak sangat bingung. Dia berkata. "Sebenarnya ini sebuah hal yang aneh. Dibalik semuanya tentu terdapat sebuah cerita, namun bagaimanapun juga aku tidak dapat memikirkan apa kira-kira ceritanya" Wie Kie-hong kembali ikut bicara. "Kalau menurut pandanganku, sepertinya Thiat- yan sengaja ingin menakut-nakuti Cu Taiya...." "Mengapa?" Tu Liong dan Tan Po-hai bertanya bersamaan. "Tentu saja dia memiliki tujuan. Setidaknya kita sudah mengetahui tentang satu hal, dia ingin mendapatkan barang yang disimpan di dalam kopor kulit." Tan Po-hai menatap mereka kebingungan. Jelas jelas terlihat kalau dia sama sekali tidak mengetahui tentang kopor kulit ini. Tapi Tu Liong tidak ingin membahas masalah kopor kulit itu dengan Tan Po-hai. Oleh karena itu dia cepat cepat memalingkan muka dan mengalihkan topik pembicaraan. "Paman Tan, mengenai masalah Hui Taiya, apakah anda memiliki pandangan sendiri?" "Tampaknya dia tidak dapat menahan rasa sakitnya. Kedua mata yang sudah dicokel keluar, rasanya pasti jauh lebih sakit dibandingkan dengan kedua daun telinga yang dipotong." "Aku menduga kalau dia bunuh diri karena dia takut Thiatyan akan terus melanjutkan balas dendamnya" Tu Liong mengatakan ini dengan perlahan-lahan. Dia terus memperhatikan reaksi Tan Po-hai terhadap komentarnya. Lalu dia melanjutkan kata-katanya. "Mungkin juga ini adalah permulaan balas dendam bagi Thiat-yan....paman Tan....bagaimana menurutmu?" "Tidak...." Tan Po-hai berkata dengan penuh keyakinan. "sekarang dosaku sudah impas. Thiat-yan sudah berkata padaku sewaktu dia turun tangan melukaiku, bahwa semua ini sudah berlalu. Asalkan aku tidak mencari dirinya, dia juga tidak mungkin mencari diriku. Oleh karena itu aku sangat lega .... aku sudah bermimpi buruk selama bertahun-tahun, akhirnya aku bisa bangun dan kembali sadar." Dari kata kata Tan Po-hai dapat diambil kesimpulan, bukan saja dia tidak menyimpan dendam terhadap Thiat-yan, malah dia merasa bersyukur karena semua hutang masa lalunya sudah terbayar lunas. Wie Kie-hong menoleh pada Tu Liong, namun Tu Liong tidak berkata apa apa lagi. kedua orang ini lalu pamit pulang. Setelah keluar dari pintu, sambil terus berjalan Wie Kiehong berkata pada Tu Liong. "Tu Toako, sekarang kau sudah salah jalan" "Salah?" "Iya, salah, diantara mereka berlima, Tan Po-hai paling tidak memiliki kekuatan apa-apa. kita tidak mungkin mendapat banyak informasi darinya" "Kie-hong, aku punya sebuah firasat lagi .... Ugh, aku selalu berkata tentang firasat ...., aku rasa diantara mereka semua, Tan Po-hai lah satu-satunya orang yang paling mungkin membocorkan rahasia" "Betul, tampaknya dia tidak bisa menyimpan rahasia. Sayang sekali dia juga tidak banyak tahu tentang semua urusan ini..." "Sekarang bagaimana ya...?" Tu Liong seperti bertanya pada dirinya sendiri. "Tu Toako, bukankah kau sudah berpesan agar aku selalu mengikuti petunjukmu?" "Baiklah... kalau begitu kita berdua berbagi tugas. Sekarang kau pulang dan beritahukan pada Leng Taiya tentang kopor kulit yang kosong.." "Dia sudah berpesan padaku berkali-kali agar tidak penasaran, membuka kopor dan melihat isinya. Bagaimana mungkin aku memberitahukan hal ini padanya?" "Kie-hong, kadang-kadang dalam hidup seseorang harus berkata bohong demi kebaikan. Kau katakan saja bahwa ada seseorang yang menjambret kopor itu, dan lalu ketika sedang berebut, tanpa sengaja kopor itu terbuka, dan kau baru menyadari bahwa didalam kopor tidak terdapat apapun." Wie Kie-hong tidak berkata apa apa. "........Kau kerjakanlah sesuai dengan petunjukku. Aku yakin Leng Taiya pasti akan bereaksi terhadap ceritamu. Mungkin saja reaksi dia akan memberikan sebuah petunjuk baru bagi kita...." "Kalau dia menanyakan tentang kopor kulit itu, bagaimana aku menjawabnya?" "Kau katakan saja bahwa kopor itu sudah dibawa lari oleh seesorang yang tidak dikenal." "Tu Toako, aku tidak pernah berbohong, dan aku pun tidak mungkin berbohong." "Segala sesuatunya pasti harus dipelajari, dan harus dicoba....baiklah, itulah keputusan yang sudah kubuat....dua jam dari sekarang kita akan bertemu di taman umum Bei Hai. Kita tidak pergi sebelum bertemu" "Kemana kau akan pergi?" "Aku akan mencari Bu Tiat-cui" Kebetulan sekali waktu yang bersamaan sebuah kereta kuda melintas didepan mereka. Tu Liong lalu berjalan menaiki kereta dan duduk disana. 0-0-0 Setelah beberapa lama, kereta kuda tiba di gang San-poa tempat kediaman peramal Bu Tiat-cui, Tu Liong tidak menyangka pemiliknya akan berada ditempat, ternyata Bu Tiat-cui sedang duduk di ruang samping menunggu tamu. "Apakah tuan ingin diramal? Apa ingin tahu masa lalu tuan? Atau tuan ingin tahu tentang karakter tuan dari wajah?" Bu Tiat-cui menyapa. "Tuan Bu! Tadi pagi aku sudah mengutus seseorang datang kemari untuk membawakan tanggal kelahiranku. Aku berharap engkau dapat meramalkan berdasarkan tanggal itu. Namun sampai sekarang orang itu belum kembali dan melapor padaku. Tolong bantu mencari tahu, dimana sekarang dia?" "Oh....Baiklah... berapa umurnya?" "Empat puluh tahun lebih." Walet Besi Karya Cu Yi di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Mohon maaf! Aku belum pernah melihat tamu itu sebelumnya...." "Tapi...." "Tamu yang terhormat! Bukannya aku ingin mempromosikan pekerjaanku, aku akan membantumu mencarinya dengan bantuan kartu. Bagaimana?" "Apakah akurat?" "Akurat atau tidak kita akan tahu setelah meramal." Bu Tiat-cui tidak pernah berkata diluar perkara ini. "Baiklah kalau begitu boleh coba" Bu Tiat-cui mengeluarkan sebuah kotak yang terbuat dari kayu. Didalamnya terdapat banyak gulungan kertas, ini adalah kartu yang akan digunakan untuk meramal. Dia lalu menyuruh Tu Liong untuk mengambil satu. Tu Liong memilih sebuah gulungan kertas secara acak. Setelah dibuka ternyata bertuliskan sebuah huruf mandarin 'Ci'yang berarti senja. Melihat gulungan ini, kedua alis Bu Tiat-cui mengerut. Tu Liong tidak percaya tentang ramal meramal, apalagi meramal hanya dari sebuah huruf yang tertulis diatas kertas, dengan begitu dia juga tidak akan percaya ramalan yang akan dibuat oleh Bu Tiat-cui. Oleh karena itu dengan santai dia bertanya. "Tuan Bu! Melihat alismu yang mengkerut, apakah ini sebuah alamat yang buruk?" "Mmm! Sangat tidak baik....sangat tidak baik... ...."jawabnya. "Oh! Mengapa kau berkata seperti itu?" "Matahari senja tenggelam disebelah barat. Setelah itu bumi diselimuti kegelapan." Bu Tiat-cui sambil berbicara sambil mengambil sebuah kuas dan diatas kertas yang bertuliskan tersebut mencoret sesuatu. "Lihatlah. Huruf ditambah sebuah garis yang berarti satu, akan berubah menjadi huruf yang berarti jahat. Orang ini sudah terlepas hubungan dengan dirimu. Ini berarti urusan sudah berubah. Huruf (Pian) berarti perubahan. Kau mencari orang, jadi orang tersebut menghilang, jika huruf [Jin] yang berarti manusia yang ada disana dihilangkan, itu akan membuat huruf [Cit] yang berarti tujuh... setelah itu huruf digabungkan dengan huruf akan membuat sebuah huruf (Si) yang berarti kematian. Tamu yang terhormat, orang yang kau tanyakan sudah meninggal." Sebenarnya Tu Liong memang sudah tahu bahwa orang yang ditanyakan olehnya sudah meninggal. Sebuah jarum baja sudah menancap diantara kedua alisnya, mana mungkin orang itu tidak meninggal? Namun ramalan yang dibuat oleh Bu Tiatcui benar benar sangat akurat. Entah bagaimana rupa Tu Liong ketika mendengar semua penjelasan yang didengarnya tadi. Lagipula dia sendiri yang asal memilih gulungan kertas yang dipakai tadi. "Tuan! Mohon maaf, aku benar-benar tidak menyangka ramalan yang ku buat adalah sebuah berita yang sangat buruk. Aku tidak ingin menerima pembayaran dari mu sebagai ungkapan bela sungkawa." Berdasarkan cerita Wie Kie-hong, Bu Tiat-cui sama sekali tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang mati didalam kamarnya. Apakah dia benar-benar tidak tahu? "Ramalanmu sungguh tepat!" Tu Liong berkata padanya dengan nada dingin. "Hei... Hei... Semua ramalan yang kubuat selama ini biasanya selalu tepat." "Sebenarnya kau dari awal pun sudah tahu orang itu sudah mati." "Oh...? Dari awal aku sudah tahu? Tidak mungkin!" "Karena orang ini sudah mati didalam kamar ini" "Tuan!" Mendadak Bu Tiat-cui berdiri, sikap-nya berubah menjadi sangat tegas. "tadi ada seseorang yang memberitahuku bahwa ada seseorang yang dibunuh disini. Tapi aku tidak melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Tuan! Kau juga tidak melihatnya dengan mata kepalamu sendiri. Apa yang kau dengar, belum tentu kenyataan, namun apa yang sudah kau lihat, itu barulah bisa kau percaya." "Bu Tiat-cui!" Seru Tu Liong dengan kecut "kau tidak usah macam-macam, melihat keadaan, aku tahu kau bukan orang sembarangan........bibirmu keras seperti kulit tanduk, kau katakan! bagaimana orang itu matinya?" "Ini sebuah hal yang aneh! Bagaimana orang itu dibunuh? bagaimana aku bisa mengetahui hal ini?" "Aku kataan sekali lagi. Kau pasti tahu karena orang itu mati disini!" "Tuan! Bu Tiat-cui sama sekali tidak pernah berbuat salah padamu! Untuk apa kau tiba-tiba datang menudingku seperti ini?" "Bukankah kau mengatakan kalau kau bisa meramal, melihat karakter seseorang dari raut wajah, kau bisa meramal baik dan buruk, meramal masa lalu? Kalau begitu mengapa kau tidak mencoba meramal, mengapa aku bisa datang kemari dan menudingmu seperti ini?" "Jangan melotot seperti itu! Aku bisa meramal orang lain dengan tepat, namun aku tidak bisa meramal diriku sendiri. Kalau aku bisa meramal diri sendiri, untuk apa aku mencari hidup dengan meramal?" "Bu Tiat-cui! Sedikit banyak kau pasti sudah mengetahui kalau aku bukanlah orang yang senang berbasa-basi. Terlebih lagi seharusnya kau sudah tahu. aku datang kemari, aku tidak akan pergi dengan mudah hanya karena ditakut-takuti olehmu....! Aku ingin bertanya sebuah pertanyaan padamu. Tolong jawab dengan jujur!... "Pertanyaan apa?" "Siapa yang sudah menyetir gerak gerikmu dan bersembunyi dibelakangmu? Aku hanya ingin tahu siapa orang ini. kau lihatlah aku bukanlah seorang yang senang mendapat hasil yang kecil. Aku tidak ingin mencari penakut yang melarikan diri. Aku ingin mencari juragan besar! Juragan besar yang ada dibelakangmu!" "Tuan yang terhomat ini... !" Bu Tiat-cui tidak menjadi panik sedikitpun. Semua kata-kata meluncur dari mulutnya dengan sangat teratur. "apapun kata-katamu itu semuanya tidak ada gunanya, aku sudah tinggal di dalam kota ini selama puluhan tahun, orang yang sudah kukenal pun tidak sedikit. Siapa yang berani berkata kalau aku adalah seorang pengecut yang senang melarikan diri? Kalau kau tidak percaya, silahkan bertanya pada orang-orang. Pada waktu itu raja Su-cen juga sudah pernah datang kemari mencariku untuk menghitung dirinya dan meramal masa depannya." Setelah mendengar sepatah kata "raja Su-cen", emosi Tu Liong kembali mereda. Sekarang nada bicaranya sudah kembali seperti biasa. Dia kembali ramah tamah, karena topiknya pasti akan beralih pada Leng Souw-hiang. "Apa anda mengenal Leng Taiya?" "Kepala bagian kepercayaan raja Su-cen. Siapa yang tidak mengenalnya?" "Menurut kabar yang beredar, Leng Taiya sudah menitipkan sebuah kopor kulit padamu untuk dijaga. Bagaimana hal ini bisa terjadi?" "Aku tidak akan menutup-nutupi padamu. Hari ini sudah ada setidaknya tiga sampai lima orang yang datang kemari bertanya seperti itu. Namun bagaimanapun juga jawabanku tetap satu....itu tidak pernah terjadi" "Benarkah tidak pernah terjadi?" "Tidak pernah" Bu Tiat-cui benar-benar seorang yang bermulut besi (Tiat Cui) setelah berkata, dia tidak pernah sekalipun merubahnya. "Ada seseorang yang melihatmu datang ke stasiun kereta dan menukarkan sebuah kopor kulit berwarna kuning dengan seseorang yang masih muda." "Kapan hal ini terjadi?" "Belum lama" "Bohong! Sedari pagi ini aku pergi keluar berjalan-jalan seperti biasa. Setelah kembali aku tidak pergi keluar lagi. Orang yang sudah mengatakan itu padamu, kalau bukan seorang pembohong, dia pastilah seorang buta!" Pada awalnya Tu Liong berharap untuk mendapatkan informasi yang lain dari dirinya, namun tidak disangka semua kata-kata yang diucapkan oleh Bu Tiat-cui benar-benar sangat bersih. Tidak terlihat kejanggalan sedikitpun. Apakah Thiat-yan sudah datang kemari dan mencuri dengar? Dan apakah Bu Tiat-cui menjawab semua pertanyaannya dengan cara yang sama seperti dirinya? Apakah Thiat-yan akan percaya dan segera pergi. Sepertinya hal ini sangat tidak mungkin "Tuan! silahkan pulang! Aku berani menga-takan kalau kau ingin mencari sebuah berita, kau sudah menggonggong pada pohon yang salah. Kau sudah bertanya pada orang yang salah" Tu Liong kecewa, otaknya yang cemerlang pun seolah-olah berhenti berputar. Tiba-tiba saja dari luar terdengar suara orang. "Apakah ada orang didalam?" "Siapa?" Bu Tiat-cui cepat-cepat pergi ke pintu dan menyibakkan tirai. "Kami datang kemari untuk diramal" Orang yang datang ada dua, semuanya masih sangat muda. Melihat dari penampilannya, dan dari cara mereka berjalan, langsung dapat diketahui kalau mereka berdua menguasai ilmu silat, hal ini tidak dapat lolos pandangan Tu Liong. Bu Tiat-cui sama sekali tidak mencurigai maksud kedatangan kedua orang ini. dia langsung pergi mengambil kotak kayu yang berisi gulungan kertas dan menyerahkannya pada kedua orang itu. Dengan sangat sopan santun dia berkata. "Silahkan ambil salah satu gulungan kertas ini sesuka hati anda" Salah satu diantara mereka mengulurkan tangan dan mengambil sebuah gulungan. Bu Tiat-cui membukan gulungan kertas dan melihat tulisan didalamnya. Sebuah kata P (kau) yang berarti mulut. Orang yang satunya sepertinya menaruh minat pada pernak-pernik yang ada ditempat Bu Tiat-cui. Dia melihatlihat, dan meraba-raba semuanya. Terakhir dia mengambil sebuah mistar tembaga dari meja tempat Tu Liong duduk. Bu Tiat-cui sama sekali tidak menaruh kecurigaan apa pun terhadap mereka. Dia bertanya. "Tuan inginbertanya tentang apa?" "Mencari seseorang" "Oh?" Sekali lagi Bu Tiat-cui mengambil kuas dan mencoret-coret pada sebuah lembar kertas yang masih kosong. Pertama-tama dia menggambar sebuah huruf P (kau). Setelah itu dia menggoreskan dua buah garis. Sekarang huruf Pberubah menjadi huruf Jl(Ci). Huruf ini berarti "hanya". Setelah menggambar, dia kembali berkata pada kedua pemuda itu. "Ramalanku dapat diandalkan, biasanya selalu akurat., karena kalian datang berdua, dibawah huruf (kau) aku menggambar dua buah garis. Huruf P berubah menjadi il(ci) yang berarti hanya. Itu berarti kalian berdua datang kemari mencari orang yang sama....tuan yang ini memegang mistar tembaga di tangannya, karena itu kita akan menambahkan sebuah huruf K.[cek] yang berarti "mistar (penggaris)", dan tulisan kita berubah menjadi FH ....Hmmm... orang ini berada ditempat yang sangat dekat!" "Apa artinya?" "Orang ini ada di bawah kaki langit, tapi sangat dekat didepan mata..." Tiba-tiba saja Bu Tiat-cui tersentak kaget dan langsung terdiam. Sepertinya dia baru menyadari bahwa ramalannya sekali lagi adalah sebuah ramalan yang tidak baik, karena didepan matanya masih ada orang ketiga. Dari awal Tu Liong mengawasi semua dengan tatapan mata dingin, saat ini Tu Liong pun menyadari ada sesuatu yang kurang baik. Pemuda yang memegang mistar tembaga tertawa terkekeh-kekeh dan berkata. "Bu Tiat-cui! Semua orang berkata bahwa ramalanmu sangat tepat, ternyata memang yang diomongkan orang orang tidak salah....kami berdua memang datang kemari mencari teman yang berada didalam ruangan ini" Jawaban ini memang sudah diduga oleh Tu Liong sebelumnya, hanya saja dia tidak menyangka kedua orang ini harus menemui Bu Tiat-cui untuk diramal. Ini membuat keadaan berubah menjadi sedikit lebih rumit. Apakah ramalan Bu Tiat-cui benar-benar sangat akurat? Ataukah kedua orang ini memang pada dasarnya sudah bekerja sama dengan Bu Tiat-cui untuk membuat sebuah ramalan? Apakah mereka sengaja membuat sandiwara? Walaupun sedang menghadapi dua orang lawan yang kuat, Tu Liong masih belum bisa melepaskan ketertarikan untuk memecahkan sebuah misteri. "Tu Liong!" Orang yang membawa mistar tembaga berkata dengan nada dingin "kami benar-benar tidak menyangka bisa bertemu denganmu disini. Bagaimana kalau kita bertiga pergi berjalan-jalan sebentar?" "Mengapa aku harus ikut kalian?" Tatapan mata Tu Liong sama sekali tidak berpindah dari muka Bu Tiat-cui. Tampaknya dia ingin menggunakan kesempatan ini untuk melihat pendirian lawannya. Bu Tiat-cui tampak sangat kaget. Raut muka seperti ini tidak mungkin dipalsukan. "Sahabat!" Orang yang membawa mistar tembaga berkata pada temannya. "sepertinya sahabat mongol ini tidak ingin bekerja sama. Sebaiknya apa yang harus kita lakukan?" Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Pendekar Pemabuk Karya Kho Ping Hoo