Pedang Wucisan 5
Pedang Wucisan Karya Chin Yung Bagian 5
Pedang Wucisan Karya dari Chin Yung Wajahnya sangat pucat sekali. Maksud tujuan Su-to Yan ingin merebut pedang lawan, ternyata tidak berhasil. Genggaman Tong-hong Cie Bun terlalu kuat, hasil dari perebutan senjata secara kilat itu adalah kerugian bagi sang pedang, yang patah menjadi dua ! Timbul perasaan menyesal yang merangsang Su-to Yan. Wajah Tong-hong Cie Bun yang sudah menjadi pucat seperti mayat memandang sangat menyeramkan, dia memandang pedangnya yang putus, tentu saja tidak percaya, bahwa kejadian itu betul-betul telah terjadi. Dia sudah kalah ditangan Ciok Pek Jiak, kini kalah lagi ditangan muridnya, Lebih mengenaskan, lebih memalukan. Tubuhnya melesat, meninggalkan tempat itu. Dari jauh, dia memberikan ancamannya. "Ingat kejadian dihari ini, aku akan menuntut balas." Dikala kata-kata yang terakhir selesai diucapkan, bayangan Tong hong Cie Bun sudah tiada tampak lagi. Cin Bwee dan Sie An memandang sang kawan dengan sinar mata takjub. Su to Yan sedang memikirkan kejadian yang belum lama dialami, bila dikenang kembali, bulu tengkuknya bangun berdiri. Sungguh berbahaya ! Lengah sedikit, jari-jarinya akan terpapas putus oleh tajam pedang Tonghong Cie Bun. Dan dia berhasil inilah kejadian yang belum pernah dibayangkan. Sie An menghampiri kawan itu, dia berkata. "Saudara Su-to, belum pernah aku tunduk kepada orang, Menyaksikan ilmu kepandaianmu, betul-betul aku harus bertekuk lutut. Sungguh ajaib. Dunia adalah kepunyaanmu, siapakah yang menandingi ilmu silat seperti itu?" Cin Bwee segera berteriak. "Kau telah berhasil meyakinkan ilmu Hin ciok-kang !" Ilmu Bambu-bung Han-ciok-kang adalah semacam ilmu yang dapat menerima latihan tenaga orang lain, inipun termasuk salah satu dari sepuluh ilmu silat peninggalannya jaman purba-kala. Su-to Yan menganggukkan kepalanya. Ternyata, sebelum si pendekar Silat Raja Sesat Ciok Pek Jiak menghembuskan napasnya yang terakhir, dia telah menyerahkan semua tenaga dalamnya, dengan menggunakan ilmu Han-ciok-kang, Su-to Yan berhasil mengambil oper semua tenaga sang guru, maka dia dapat mematahkan pedang Tong Cie Bun. Tanpa bantuan Cin Bwee dan Sie An, bila Sute Yan mempunyai keberanian untuk menandingi Tong-hong Cie Bun, bukanlah mustahil, bila si Pendekar pedang kidal dapat dikalahkan olehnya, karena dia telah mewarisi tenaga gurunya, berarti mempunyai gabungan tenaga dua orang. "Su-to toako," Berkata Cin Bwee. "Bersediakah kau memberi pelajaran ilmu itu ? ingin sekali aku dapat meyakinkannya." "Bila mempunyai kesempatan, kepadamu." Su-to Yan memberi janji. tentu akan kuturunkan Sie An berteriak. "Kau ingin menurunkan ilmu itu kepadanya? Celaka ! Siapakah yang dapat menandinginya? Akulah yang paling celaka, tidak berani menggoda kalian lagi." Cin Bwee mendelikkan mata. "Tentu." Ia berkata puas. "Berani kau menggoda aku, akan kuhajar sampai terkuing-kuing ditanah." "Memangnya anjing ?" Sie An mendebat. "Manusia pendek memang banyak akalnya!" Berkata Cin Bwee. Sambil bergurau, mereka meneruskan perjalanan mereka yang telah terganggu. Untuk tiba ditempat lembah Hui-in, mereka harus menjelajahi sepuluh puncak-puncak didaerah pegunungan Bu-san. itulah bukan perjalanan mudah. Mereka telah mengarungi dua puncak lagi, Dikala hendak meninggalkan puncak gunung yang ketiga, dikala melewati suatu lembah mereka menemukan sesuatu yang aneh. Keadaan ditempat itu sangat sepi dan sunyi, tidak terdengar suara kicau burung, tidak terdengar suara blnatang-binatang hutan, seolah-olah melangkahkan kaki kedalam suatu dunia yang kosong. Kabut putih agak lebat. Semacam bau harum bercampuran diantaranya. Su-to Yan, Cin Bwee dan Sie An menghentikan langkah mereka, memandang sekelilingnya, tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Sie An tertawa. "Kukira kabut racun, tahu-tahunya bukan." Dia belum jatuh pingsan. "Berhati-hatilah dengan racun Thian-lam lo-sat." Su-to Yan memberikan peringatan. "Huh!" Cin Bwee menyebirkan bibir. "Berani dia mengganggu ?" Sie An mengemukakan pendapat. "Racun orang lain tidak kutakuti, tapi racun yang manis dari Thian-lam Lo-sat itu sangat menyeramkan." Dikala mengalami keadaan itu, Su-to Yan menduga Jie Ceng Peng menyebarkan racun Thian-lam Lo-Sat. Dan ia berpikir, keadaan ini seperti tidak mungkin, Jie Ceng Peng berkesan baik kepadanya, tentunya tidak mengganggu lagi, dengan alasan apa gadis itu menyerahkan pedang In-liong? Tentu bukan bermaksud jahat, Mereka telah bernapas sekian lama, tidak ada tanda tanda dari bisa racun, tentunya keadaan lembah itu yang memang sepi. Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati kebat~kebit. Sie An mengemukakan pendapat. "Mungkinkah orang-orang dari Thian-lam Lo-Sat?" "Kukira bukan." Berkata Su to Yan. "Huh!" Cin Bwee mengatakan bukan?" Bersungut-sungut. "Dengan alasan apa "Bila hendak melakukan sesuatu yang merugikanku, tentunya tidak menyerahkan pedang In-liong." Berkata Su-to Yan. "Betul." Berteriak Sie An. Mereka telah mendaki puncak yang keempat. Tiba-tiba ... Jauh di atas mereka, terlihat satu bayangan, berdiri di tengah jalan, diam tidak bergerak, seolah-olah patung batu, tapi bukan patung batu, bajunya berkibar-kibar, itulah seorang manusia. Siapakah orang itu. Su-to Yan, Cin Bwee dan Sie An saling pandang. Orang didepan mereka masih tidak bergerak, dia mengenakan pakaian berwarna hitam, memandang ke arah bawah lembah. Su-to Yan dan dua kawan bukanlah manusia-manusia pengecut, mereka melangkahkan terus, naik keatas, menghampiri orang itu. Semakin jelas, orang yang mengenakan pakaian hitam itu mengenakan tutup kerudung muka, juga berwarna hitam, serba hitam, sangat menyeramkan. Su-to Yan bertiga telah berhadap-hadapan. Orang yang berpakaian dan berkerudung hitam melintang ditengah jalan, jalan itu tidak besar, untuk meneruskan perjalanan Su-to Yan harus melewatinya. Sangat bahaya! Mengingat mereka telah berada di puncak itu. Di kanan kiri dan dibelakang mereka adalah lembah. Si Pendekar Pedang Bayangan Sie An segera membentak. "Heii siapa yang menyuruh kau datang di tempat ini?" Orang berkerudung itu membuka suara. "Lucu! Adakah suatu larangan untuk datang di tempat ini?" "Apa maksud kehadiranmu?" Bertanya Sie An lagi. "Apa pula maksud kalian datang di tempat ini?" Balik bertanya orang berkerudung hitam itu. "Kami akan..." Sie An tidak dapat meneruskan kata-katanya, dia sudah jatuh ngeloso. Su-to Yan terkejut. Disaat yang sama, Cin Bwee juga turut jatuh. Orang berkerudung itu, tertawa berkakakan "Roboh... Roboh... Kau juga roboh." Dia menunjuk ke arah Su-to Yan. Dengan tenaga dalam yang luar biasa. Su-to Yan berhasil mempertahankan diri. Orang berkerudung itu terkejut, ia tidak percaya kepada kenyataan itu, mengapa lawan yang satu ini tidak dapat dibius, mungkinkah kebal kepada racun ? Su-to Yan melesat, tangannya dijulurkan, maksudnya hendak meringkus orang ini, hal itu penting, mengingat keadaan Cin Bwee dan Sie An yang belum sadakan diri, dia wajib meminta obat antinya. Orang berbaju hitam tidak tinggal diam, membalikkan badan, melarikan diri! Disaat yang sama, dari semak-semak pohon muncul belasan orang-orang berbaju hitam, semua mengenakan kerudung, mereka mengurung Su-to Yan. "Ssreeet..." Su-to Yan mengeluarkan pedang, Dia siap untuk menghadapi keroyokan orang-orang itu. Tiba-tiba kepalanya menjadi berat, pandangan matanya menjadi suram, dunia dirasakan berputar, dan tanpa berdaya Su-to Yan jatuh, Racun yang disedot tidak sedikit, akhirnya pemuda kitapun jatuh juga. Orang-orang berbaju hitam itu membawa ketiga tawanannya, mereka menuju kesalah satu gua, Dimana terdapat sedang duduk se orang pemuda berbaju hitam, dia tentu adalah pemimpin dari orang-orang tadi. Beberapa saat, Su-to Yan tidak sadakan diri, Dikala ia membuka kedua matanya, keadaannya telah berada dalam ringkusan orang, dia adalah tawanan orang-orang berbaju hitam tadi. Jalan darah Cian-hui, Ca-bun dan Bo-Sok Su-to Yan ditotok orang, tidak dapat berkutik. Seorang pemuda berbaju hitam menantikannya dengan sabar, pemuda inilah yang menjadi pemimpin rombongan. Siapakah orang-orang berbaju hitam ini ? Su-to Yan sedang berpikir-pikir. Mungkinkah golongan Thian-lam Lo Sat ? Menengok kekanan dan kekiri, tidak terlihat kedua kawannya, Entah dimana Sie An dan Cin Bwee ? Su-to Yan tidak tahu. Pemuda berbaju hitam membuka mulut. "Hei, murid Ciok Pek Jiak, siapa namamu?" "Su-to Yan." Berkata pemuda kita dengan gagah. "Kau tahu, mengapa kami menangkap dirimu?" Bertanya lagi pemuda itu. Su-to Yan menggeleng-geleng kepalanya. "tidak tahu." Ia menjawab terus terang. Dengan tenaga dalam Su-to Yan, melepaskan totokan jalan darah yang terkekang agak mudah. Yang penting, orang didepannya tidak boleh tahu. Menyaksikan ketenangan lawannya, pemuda itu berkata. "Hei, begitu tenang sekali kau ? Ketahuilah, jiwamu telah berada ditanganku, mengapa kau tidak memikir kedepan?" Su-to Yan tertawa. "Apa guna memimikirkan keadaan, bila jiwaku telah berada ditanganmu?" Dia tidak menjadi gentar. Pemuda itu menganggukkan kepalanya. "Kau memang jantan sejati," Dia memuji. "tidak tahukah, bahwa aku hendak membunuh mu !" "Alasanmu ?" "Ha, ha ... tidak perlu alasan, Kau sudah jatuh kedalam tanganku, Dan aku hendak membunuh, seharusnya kau meminta pengampunan." "Bila tidak ?" "Ha, ha.,., membunuhmu," Kau nanti lihat bagaimana caranya aku Su-to Yan mementang sepasang matanya lebar-lebar, dia belum tahu, cara bagaimana pemuda itu hendak membunuh dirinya. Orang itu sudah berteriak "Bawa tempat perapian." Dua orang berbaju dan berkerudung hitam menggotong sebuah anglo yang merah membara, api panas memerahkan seluruh anglo itu, tiga batang besi didalam anglo panas juga telah membara. Orang itu membulak balikan besi panas. Kemudian mengulapkan tangan, Dua orang berkerudung hitam yang membawa anglo meninggalkannya. Disana hanya dua orang, Su-to Yan dan orang itu. "Akan kurusak kedua matamu" Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berkata pemuda berbaju hitam. "Kemudian melumerkan kedua kupingnya, setelah itu, sepasang tangan dan sepasang kakimu, Demikian sehingga kau meminta ampun." Mata Su-to Yan membara, seolah-olah hendak mengeluarkan api. Apa dendam orang ini kepada dirinya, mengapa berbuat sekejam itu? "Hei." Dia memanggil "Apakah permusuhan diantara kita berdua? Dengan alasan apa kau hendak menyiksa orang?" "Ha, ha... Siapa yang menyuruh kau menjadi murid Ciok Pek Jiak?" Berkata orang itu. Lagi lagi berhadapan dengan musuh-musuhnya. "Kau bermusuhan dengan guruku?" Bertanya Su-to Yan. "Ng..." "Kukira kau anak buah golongan Thian-lam Lo-sat, ternyata bukan." Berkata Su-to Yan. "Thian-lam Lo-sat? Aku tidak kenal." "Anak buah Thian-lam Lo-sat adalah golongan yang pandai menggunakan racun, dan kalian mahir didalam bidang ini, bagaimana tidak mempunyai hubungan dengan mereka?" "Ha, ha, ha ... Apakah hanya Thian-lam Lo-sat yang pandai menggunakan racun? Ha. ha, ha ... ." "Mengapa kau tertawa" Bertanya Su-to Yan. "Belum dengar nama lembah Cui-goat-kok dari gunung Insan?" "Aaaaa...," Su-to Yan berteriak. Ternyata lawan dari lembah Cutgoat-kok. Lembah Cui goat-hoat-kok mempunyai hubungan baik dengan lebah Maha Bisa. Setelah lembah Maha Bisa hilang kekuasaan, lembah Cui goat-kok telah mewarisi semua ilmu racun-racunnya, kekuatannya tidak berada dibawah Thian-lam Lo-sat. Perbedaan lembah Cui-goat-kok adalah tidak mencampurkan dirinya kedalam rimba persilatan, maka jarang orang yang mengenal tindak tanduk mereka. Pernah juga Thian lam Lo-sat bentrok dengan kekuatan itu, tetapi dengan hasil kekuatan seimbang. Dan hari ini, Su-to Yan berhadapan dengan orang-orang dari lembah Cui-goat-kok. Su-to Yan menarik napas dalam-dalam, dia berkata. "Setahu ingatanku, belum pernah aku bentrok dengan anak buah Cui-goat-kok." "Ha, ha ... pernah dengar nama Cu-kat Sian, tentunya kau tidak lupa kepada nama ayahku itu, bukan? Beliau adalah ayahku!" Berkata sipemuda berbaju hitam. Su-to Yan terkejut Nama Cu-kat Sian adalah nama dari salah seorang musuh gurunya yang terhebat. Setelah mengalami kekalahan dibawah tangan Ciok Pek Jiak, orang yang bernama Cukat Sian itu telah mengasingkan diri. Diduga telah meninggal dunia. Ternyata Cu-kat Sian lari kedalam lembah Cui-goat-kok, dan yang berada dihadapan Su-to Yan sekarang adalah putera Cukat Sian itu. Dia hendak menuntut balas, Pemuda berbaju hitam itu berkata lagi. "Namaku Cu-kat Hong," Dia memperkenalkan diri. "Ada sesuatu yang belum kau ketahui," Berkata pemuda berbaju hitam Cu-kat Hong. "Ayahku telah kalah dibawah tangan gurumu, karena itu, dia menaruh rasa sakit hati, dendamnya tidak dapat terbalas, semakin lama, sakitnya sakitnya semakin keras, akhirnya beliau meninggal dunia." Su-to Yan tertawa. "didalam rimba persilatan setelah mengalami beberapa pertempuran, soal menang dan kalah itu sudah menjadi biasa." Dia berkata. "Seandainya semua orang mempunyai perangai dan ambekan setelah kalah masih menaruh dendam, dan bahkan sampai merongrong jiwanya, wah dunia ini bisa tak habis-habisnya dengan dendam. Setiap orang pasti pernah dikalahkan lawan yang berkepandaian tinggi, diandaikan semua orang mati jengkel, satu persatu membawa dendam kedalam dunia akherat, Apakah ada pendekar-pendekar silat lainnya?" Cu-kat Hong membentak. "Kau telah jatuh ke dalam tanganku, jangan banyak ribut, tidak ada kasihan bagimu, tahu?" Di mulut Su-to Yan mendebat. Diam-diam, dia berusaha melepaskan diri dari kekangan-kekangan totokan lawannya. Kini dia berhasil membebaskan disatu tempat, masih dua tempat lagi. Dia berkata. "Memang.. Aku tidak membutuhkan kasihanmu, yang hendak kuketahui, di manakah kedua kawanku tadi?" Cu-kat Hong berkata. "Mereka tidak mempunyai dendam permusuhan denganku, telah kuperintahkan kepada orang-orangku untuk melepaskannya. Di saat ini, tentunya telah pergi ke lain tempat." Hati Su-to Yan agak terhibur, dia tidak perlu mengkhawatirkan keselamatan kedua kawan itu, Mereka telah bebas diri kekangan musuh. Su-to Yan masih berusaha untuk melepaskan dirinya dari kekangan-kekangan yang ditotokan kepada dua tempat jalan darah lainnya. Dia mendapat tiga totokan, satu sudah bebas, masih ada dua lagi, Dia harus membebaskan kekangan-kekangan ini, sebelum besi yang dipanaskan membara. Cu-kat Hong berkata. "Memohonlah ampun padaku. Mengingat kau sebagai murid Ciok Pek Jiak, setelah meminta ampun, besar kemungkinannya aku membebaskanmu." Su-to Yan tertawa. "Aku jatuh ketangan kalian, karena siasat licik." Dia berkata. "Sudahkah terpikir olehmu, apa akibatnya dari perbuatan tadi? Seluruh rimba persilatan akan menertawakan Cui-goat-kok, huh, menangkap orang dengan menggunakan racun." "Ha ha....ha..., Orang yang menangkap kalian bukan aku." Berkata Cu-kat Hong. Su-to Yan gagal meminta kebebasan. Cu-kat Hong menghampiri tempat perapian disana, besi yang bersetempel Lembah Cui-goat kok telah menjadi panas sekali, merah membara seperti matahari. Cu-kat Hong mengambil besi itu. Sukma Su-to Yan hampir mencelos keluar dari tempatnya, bila sampai terjadi besi berstempel lembah Cui goat-kok mampir di salah satu bagian dari tubuhnya, untuk seumur hidup dia tidak dapat menemui orang seperti itu, pengalaman itu tentu akan tetap terkenang. "Hei, beri kesempatan aku untuk bicara." Su-to Yun berteriak. Cu-kat Hong menurunkan besi panas, dengan tertawa dia berkata. "Bagaimana?.... Bersediakah kau meminta ampun?" "Kau tidak mempunyai perikemanusian."Su-to Yan berteriak. "Ha....ha..." Cukat Hong tertawa. Su-to Yan mempercepat usahanya dan dia berhasil menerobos lain jalan darah yang tersumbat. Dua dari tiga jalan darah yang di sumbat orang telah dibebaskan dari segala macam kekangan dan gangguan. Hanya satu lagi ! Cu-kat Hong mengayun besi panas, dia membentak. "Hayo katakan, segera kau minta ampun!" Su-to Yan belum membuka mulut. Disaat itu tiba-tiba mulut goa, ada berkelebat satu bayangan, mata Su to Yan yang tajam dapat menangkap bentuk tubuh bayangan itu, sangat pendek, sangat gemuk, tentu si Pendekar Pedang Bayangan Sie An, Dia sangat girang. Cu-kat Hong waktu itu sedang membelakangi mulut goa, sehingga dia tidak melihat datangnya bayangan itu. Sie An memasuki goa. Gerakan tubuh Sie An membawa geseran angin, telinga Cu-kat Hong yang tajam dapat menangkap suara itu, dia lantas membalikkan badan. "Hei.,.Kau?" Cu-kat Hong berteriak, Sie An sudah berhadapan dengan Cu-kat Hong. Su to Yan mendapat pertolongan, hatinya menjadi girang, bila Sie An dapat mempertahankan diri dari serangan-serangan Cu-kat Hong, belasan jurus saja, tentu dia sudah dapat membebaskan kekangan totokan orang. Terdengar suara Cu-kat Hong, yang membentak. "Hei, siapa yang menyuruh kau balik kembali ?" Sie An juga tidak kalah suara, dia mengeluarkan suara geraman. "Bebaskan kawanku !" Sie An telah menyerang dengan pedangnya. Cu-kat Hong menggunakan besi panas menangkis datangnya ayunan pedang Sie An. "Traaaannngggg ... ." Pedang Sie An patah ditengah, terbang keluar gua. Wajah si pendekar Pedang Bayangan menjadi pucat. Su-to Yan turut terkejut, hanya satu gebrakan, Sie An kehilangan senjata, kekuatan Cu-kat Hong sungguh luar biasa, Untuk menolong kawan itu. dia berteriak. "Cu-kat Hong, hentikan gerakanmu." Cu-kat Hong hendak meneruskan usahanya, mau membunuh Sie An yang menjadi penghalang dirinya, Mendengar teriakan Su-to Yan, dia membalikkan kepala, dengan kedua alis yang dikerutkan tinggitinggi, ia berkata. "Eh, kau dapat menggunakan cara-cara tertentu memecahkan totokanku ?" Suatu kejadian yang berada diluar perhitungannya. Meninggalkan Sie An yang masih bengong Cu-kat Hong membalikkan badan mendapati Su-to Yan kembali. Besi panas diacung kan kearah pemuda kita. Su-to Yan menunggu datangnya maut. Setapak demi setapak, Cu-kat Hong mendekati pemuda itu. Sie An tertegun untuk sekian saat, dikala ia sadar dari lamunannya, keadaan Su-to Yan sudah sangat bahaya sekali, tanpa pikir panjang gagang pedang dilempar ke arah Cu-kat Hong. Cu-kat Hong liehay, desiran suara itu tidak lepas darinya, dia mengelak, membiarkan benda itu lewat disamping kiri. Cu-kat Hong sangat jengkel, dia mengelaki serangannya. Serangan Sie An tidak mengenai sasaran, tubuhnya yang gemuk bergelinding pergi, mengingat bentuk badannya yang pendek, gerakan tadi sangat mudah dilakukan. Su-to Yan membentak keras, dengan semua tenaga, akhirnya ia bebas dari kekangan totokan orang. Diganggu oleh Sie An, Cu-kat Hong tidak dapat meneruskan usaha. Dari keadaan Su-to Yan yang sudah bersiap-siap bangun, tentu saja tidak akan menguntungkan dirinya, dengan tangan kiri, dia ingin menotok jalan darah murid musuh ayahnya. Su-to Yan masih terlalu lemah, maka dia membuang diri ke arah samping. Cu-kat Hong mengejar maju. Disaat yang sama, karena kelengahan musuhnya, Sie An berhasil memukul tangan pemuda baju hitam itu, besi di tangan Cu-kat Hong diterbang pergikan. Dengan jurus Sin-mo Ju-sian atau iblis Sakti menampilkan diri, Su-to Yan berputar di udara, kemudian merentangkan kedua tangannya, satu diantaranya berhasil menjangkau tangan Cu-kat Hong. Cu-kat Hong rupanya agak lengah, sehingga Su-to Yan berhasil melempar tubuh orang itu. Dikala berdiri lagi, Cu-kat Hong merasa pergelangan tangannya sakit sekali, itulah hasil cengkeraman Su-to Yan, Dia telah dikepung dua jago kelas satu. Tentu tidak ada harapan untuk memenangkan pertandingan itu. Su-to Yan berdiri dengan sikap yang sangat tenang. "Kau telah melepas kedua kawanku, mengingat budi ini, aku tidak mencelakaimu." Berkata Su-to Yan. "Huh," Cu-kat Hong tidak puas. "Tahukah akibat dari kejadian hari ini ? Aku tidak akan melepaskanmu tahu?" "Aku diharuskan membunuhmu?" Berkata Su-to Yan membentak, -ooo0dw0ooo- Jilid 6 MATA CU KAT HONG berkilat-kilat. "Baiklah." Berkata jago ini. "Kau sebagai murid Ciok Pek Jiak tentu mempunyai keberanian untuk berkunjung kelembah Cui-goatkok. Aku menunggu kedatanganmu." Tubuh Cu Kat Hong melesat, meninggalkan tempat itu. Su-to Yan menghampiri Sie An. Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Saudara Sie." Katanya. "untung kau datang, kalau tidak, niscaya aku menderita siksaan-siksaannya." Dia menghaturkan rasa terima kasihnya. Sie An sangat menyayangi pedangnya dikala bertempur Cu-kat Hong, pedang itu telah dipatahkan maka ia harus mencari pedang lain, hal itu sangat melesukan hatinya, Su-to Yan dan Sie An meninggalkan gua yang telah digunakan oleh Cu-kat Hong. Dikala Su-to Yan akan mengajukan pertanyaan kepada Sie An, kemanakah perginya Cin Bwee, didepan mereka telah terbentang secarik sapu putih. Kain putih itu bertulisan demikian bunyinya. "Kawan wanitamu telah kubawa kelembah Cui Goat-kok. Berani kau datang untuk mengambil pulang dirinya ?" Tertanda tangan. Cu kat Hong. Su-to Yan mengerutkan keningnya, bukanlah suatu tugas yang mudah, mengingat kehebatan lembah Cui-goat-kok yang disertai barisan yang bernama Cian-tok Toa-tin, dimana tersebar racunracun terkenal jahatnya, siapa lengah, dia akan terkena racunracun itu. Sie An turut berduka atas kejadian itu, Tugas untuk menyerahkan pedang In-liong tentu kalah penting, bila dibandingkan menolong jiwa Cin Bwee. Yang menjadi pengecualian adalah perbedaan tempat, mengingat dia sudah berada didaerah gunung Bu-san. Su-to Yan mengambil keputusan untuk menemukan le Han Eng, menyerahkan pedang Inliong, setelah itu dia akan menuju lembah Cui-goan-kok, menolong Cin Bwee. Perjalanan dilanjutkan, menuju kearah kelembah Hui-in. Pada saat itu, haripun sudah menjadi malam, gelap mengusir mata hari yang menerjunkan diri dibagian barat. Rembulan timbul remang-remang diantara gumpalan awan-awan, seolah-olah berusaha menyatukan diri diatas permukaan awan-awan itu. Su-to Yan dan Sie An meneruskan perjalanan mereka. Bagaikan dua ekor kera cekatan mereka mendekati sebuah tebing, akhirnya tiba ditempat bekas persemayaman Ie Siauw Hu. tempat yang bernama lembah Hui-in itu. Dikala Ie Siauw Hu masih ada, tokoh-tokoh silat dari golongan sesat maupun dari golongan benar, ada yang menaruh perhatian besar, tidak seorangpun yang berani sembarangan mendatangi tempat ini. Dan bila ingin masuk kedalamnya harus dengan jalan mundur. Su-to Yan dan Sie An tidak berani melupakan peraturan itu, mereka mengendurkan langkah kakinya. Tiba dimulut lembah Hui in, seorang tua telah menghadang kedua pemuda kita. Su-to Yan dan Sie, An menunduk hormat. "Lo-tiang," Berkata Su-to Yan. "dapatkah memberi sedikit petunjuk, bagaimana harus dapat menemui nona le Han Eng?" Orang tua itu menatap kedua tamunya, dengan singkat memberikan jawaban. "Menyesal sekali, nona kami sedang tidak menerima tamu." Su-to Yan tidak cepat putus harapan, dia berkata lagi. "Kami datang dari tempat jauh, dapatkah memberi tahu kepadanya, bahwa Su-to Yan cucu Su to Pek Eng hendak melunasi janji yang dicetuskan pada 40 tahun berselang." Orang tua itu terkejut. "Kau anak dari keluarga Su to tayhiap?" Dia ragu-ragu. Bukan saja orang tua itu yang kaget, Sie An turut terkejut, ternyata kawan yang didampingi olehnya selama beberapa hari itu adalah anak dari keluarga Su to Pek Eng, seorang tokoh akhli pedang yang pernah menguasai rimba persilatan pada 40 tahun yang lalu ? Orang tua itu memandang tamunya untuk sekian lama, kemudian dia berkata . "tidak kusangka, hari ini dapat menjumpai keluarga dari turunan Su-to tayhiap, silahkan masuk, Nona Ie Han Eng berada diatas tebing Ciat-seng-gay." Su to Yan menganggukkan kepala, langkahnya diayun lagi, menuju ke dalam lembah. Sie An tidak leluasa untuk mengikuti jejak kawan itu, ia berkata. "Saudara Su-to, aku menunggu ditempat ini." Su-to Yan memandang kawan itu, dia berpikir sebentar dan akhirnya menyetujui putusan kawan itu. "Baiklah, Setelah menyerahkan pedang-In-liong, segera aku keluar lagi." Dan Su-to Yan meneruskan perjalanan seorang diri. Untuk tiba diatas tebing Ciat-Seng-gay tidak terlalu sulit, memasuki daerah lembah Hui-in, terdapat papan-papan petunjuk jalan yang menyebut nama-nama tempat disekitar tempat itu, Su to Yan mengambil jalan yang menuju kearah tebing Ciat seng gay, bila ada persimpangan jalan, selalu terpasang papan yang bertulisan Ciat seng gay. Seorang gadis berbaju hitam sedang membelakangi jalan naik kearah tempat ini, dia memandang belasan pohon Siong yang menjulang tinggi, dibawah pohon pohon itu terdapat beberapa meja dan bangku yang terbuat dari pada batu, tersorot sinar rembulan, pemandangan diatas tebing agak menjernihkan pikiran. Dikala Su-to Yan tiba diatas tebing itu, sang gadis membalikkan badannya, mereka saling pandang. Su-to Yan maklum bahwa dirinya berhadapan dengan Ie Han Eng, cepat-cepat ia memberi hormat. "Su-to Yan menyampaikan salam kepada nona." Dia berkata. Gadis berbaju hitam adalah Ie Han Eng, dia menatap pemuda di hadapannya. "Saudara bernama Su-to Yan? Bermaksud apakah datang ke tempat ini?" "Su-to Yan datang untuk menempati janji pada 40 tahun yang lalu, menyerahkan pedang In-liong kepada nona." Berkata Su to Yan, dia melepaskan pedang In liong dan diserahkan kepada gadis yang berhak menerimanya. Ie Han Eng tidak segera menyambut pedang itu, dia menatap pemuda dihadapannya, Dengan sinar matanya yang tajam, dibawah sinar rembulan semakin menonjolkan kecantikannya, wajahnya bercahaya, membuat Su-to Yan sangat kesima. Betul-betul membuktikan bahwa Su-to Yan tidak mempunyai maksud jahat, dia berkata. "Bagaimana kau dapat membuktikan, bahwa pedang In-liong betul-betul menjadi hak milikmu?" Su-to Yan tertawa, tubuhnya mundur dua tapak, dengan tangan kiri, dia memegang sarung pedang, tangan kanannya yang merekam gagang menarik keluar pedang Pusaka, Cepat sekali dia memainkan dua gerakan tipu pedang, itulah jurus yang terdapat dari tipu Hauw-tong Pat-kiam atau berarti menyapu delapan penjuru, tipu lihay dari ilmu pedang kakeknya. Su-to Yan terkenal sebagai raja pedang, dan jurus itu dapat membuktikan bahwa pedang bukan didapat dari lain orang, Dia telah mewarisi pedang, juga mewarisi ilmu pedang, Dia telah membuktikan bahwa dirinya ada turunan keluarga Su-to. Memperhatikan permainan pedang sipemuda, Ie Han Eng mengasah otak, akhirnya dia menganggukkan kepala. Su-to Yan sudah menyarungkan pedang In-liong, diserahkan kepada sigadis. le Han Eng menerima pedang itu. Dengan suaranya yang sangat merdu, dia berkata . "Terima kasih." Su-to Yan telah selesai menunaikan tugasnya, dia sedang berhadapan dengan seorang gadis yang terlalu cantik, siapakah yang tidak kenal kepada bidadari dari lembah Hui-in? Kecantikan dan keluwesan le Han Eng telah menimbulkan rasa cemburu semua orang, termasuk Jie Ceng Peng dan Cin Bwee. Terlalu lama di tempat itu berarti mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memelihara benih kasih sayang, besar kemungkinan berakhir dengan suatu kisah cinta. Segera Su-to Yan meminta diri. "Pedang In-liong telah kuserahkan. Mengingat banyak orang yang menghendaki pedang tersebut, kuanjurkan nona berhati-hati menjaganya." Berkata Su-to Yan. "sampai disini pertemuan kita, aku hendak kembali." Kata-kata Su-to Yan yang berada diluar dugaan le Han Eng, dia mengajukan pertanyaan. "Mengapa kau terburu-buru ?" Sinar mata le Han Eng memancakan cahaya bening, Su-to Yan tidak berani menantang sinar cahaya mata itu, dengan menundukkan kepala, sipemuda memberikan jawaban. "Ada seorang kawan telah diculik oleh orang-orang lembah Cuigoat-kok, aku harus segera memberikan pertolongan kepadanya." Su-to Yan tidak menyebut nama Cin Bwee, le Han Eng berkata. "Ada sesuatu yang hendak kuberikan sebagai tanda mata, bersediakah kau turut untuk mengambilnya ?" Su-to Yan berkerut kening sebentar, dan tidak menolak tawaran seorang gadis cantik yang seperti le Han Eng, dia menganggukkan kepalanya. Sang gurupun pernah meninggalkan pesan, dia diwajibkan menerima sesuatu yang akan diserahkan oleh gadis itu. Mendapat kesedian sipemuda yang tidak keberatan untuk menerima hadiahnya, Ie Han Eng meninggalkan tebing Ciat-senggay. Su-to Yan mengikuti dibelakang gadis itu. Disepanjang jalan, mereka tidak mengadakan percakapan lagi. Dibawah sinar bulan purnama, pemandangan lembah Hui-in ada sangat indah, pohon pohon siong yang tinggi berbaris dikedua sisi, cukup menarik dan menawan hati. Langkah le Han Eng yang lemah gemulai menuruni tanggatangga batu, tubuhnya begitu langsing, cukup padat dan berisi, menambah keserasian pemandangan malam itu. Pikiran Su-to Yan jauh terbang kemasa-masa yang akan mendatang, dia senang kepada keindahan ditempat itu, timbul suatu niatannya untuk mencari suatu tempat melewatkan hari tua, seperti keadaan Ie Han Eng, bila dia mendapatkan suatu tempat yang bagus, suatu tempat yang aman, alangkah senangnya hidup tanpa gangguan orang? Hidup tentram disuatu daerah pegunungan yang indah ? Apa lagi didampingi oleh seorang gadis yang lemah gemulai seperti ... Su-to Yan menutup lamunannya itu, dia tidak berani berpikir lebih jauh. Mereka telah tiba dirumah kayu, le Han Eng menyilahkan si pemuda memasuki rumah itu. Su-to Yan menduga rumah itu tempat kediaman sigadis, ternyata dugaannya salah, perabot didalam rumah sangat sederhana, hanya sebuah tempat tidur dan sebuah kursi meja kayu. Ie Han Eng meletakkan pedang In-liong diatas meja, kemudian menuju ketempat pembaringan, dari balik kain penutup tempat tidur itu, dia mengeluarkan sebilah pedang, bentuk dan ukurannya sama dengan pedang In-liong, pedang ini diserahkan pada Su-to Yan dan berkata. "Ayahku memberi pesan untuk menyerahkan pedang ini kepada Su-to kongcu, terimalah sebagai hadiah." Su-to Yan tertegun sebentar, walaupun demikian, dia menerima juga hadiah pemberian itu. "Terima kasih." Dan sipemuda memeriksa pedang yang dihadiahkan kepada dirinya. Kecuali bentuk dan ukuran pedang yang sangat mirip dengan pedang In liong, ukiran kata di gagang pedang dengan huruf-huruf yang indah juga diciptakan oleh satu tangan, ukiran tersebut berbunyi Lay-Hong. Ie Han Eng menghadiahkan pedang Lay-Hong kepada pemuda itu. Su-to Yan sudah selesai memeriksa pedang, yang dihadiahkan kepada dirinya, itulah pedang kembar untuk pedang In-liong. Pasangan pedang In-liong dan Lay-hong tercipta sebagai pedang kembar, tentunya ada sesuatu rahasia yang tersembunyi di balik kembaran sepasang pedang ini, apakah rahasia dari pedang tersebut? Su-to Yan menyorenkan pedang Lay-hong di pinggangnya, dia sedang berpikir. Dengan maksud dan tujuan apa Sang guru memberi tugas kepada dirinya untuk menyerahkan pedang In-liong kepada Ie Han Eng? Tugas telah selesai dan hadiah si gadis juga telah di terima, sekali lagi Su-to Yan mengucapkan selamat berpisah. "Aku meminta diri." Ie Han Eng menganggukkan kepala. "Tentunya kau masih menguatirkan keselamatan kawanmu yang tertahan di dalam lembah Cui-go.it-kok bukan?" Dia berkata. Su-to Yan memberi keterangan. "Dia terseret ke dalam pertikaian ini karena urusanku, sudah menjadi suatu kewajiban untuk menolong kawan dari kesusahan, apalagi mengingat kawan tersebut menderita karena urusan kita, Patutlah rasanya untuk mendapat perhatian khusus." "Berhati-hatilah kepada racun jahat lembah Cui-goat-kok." Le Han Eng berpesan. "Bila ada waktu luang, boleh sering-sering datang lagi kesini." Su-to Yan memberikan janjinya dan lalu berpisah. tidak menceritakan le Han Eng di dalam lembah Hui-In, marilah kita menceritakan perjalanan Su-to Yan. Pemuda itu telah berada di mulut lembah Hui-In, dimana masih menunggu orang tua penjaga lembah dan Sie An. Mereka menyambut munculnya Su-to Yan. "Su-to kongcu tidak hendak bermalam di tempat ini?" "Terima kasih, Aku hendak mengurus perkara lain." Su-to Yan mengerutkan alisnya, mana mungkin bermalam di tempat bersemayam nya seorang gadis. "Bila Su-to kongcu kembali lagi?" Orang tua itu bertanya lagi. Su-to Yan tertegun, Ucapan le Han Eng yang memperbolehkan dirinya datang ke lembah Hui-in di anggap sebagai ucapan biasa dan kini orang tua inipun mengucapkan kata-kata yang sama, entah apa yang diharapkan oleh mereka. "Bila ada waktu, aku akan datang lagi." Berkata Suto Yan. "Kami harapkan kongcu cepat kembali," Berkata orang tua itu. Su-to Yan mengajak Sie An meninggalkan lembah Hui-in, Di tengah jalan, Sie An menarik tangan pemuda itu dan berkata padanya. "tidak kusangka bahwa kau adalah akhli waris seorang raja pedang, pantas berkepandaian sangat tinggi, Kalian keluarga Su-to Yan dan keluarga le adalah turunan pendekar besar, mengapa tidak pernah bercerita?" Su-to Yan tidak menjawab pujian kawan tersebut. "Hei," Sie An berkata lagi. "Bagaimana kecantikan le Han Eng? siapakah yang lebih cantik, bila dibandingkan dengan Cin Bwei atau Jie Ceng Peng?" Su-to Yan berkata. "Belum pernah aku melihat ada gadis secantik le Han Eng." "Ha, ha, ha..." Sie An tertawa. "Jangan-jangan kau terpikat oleh kecantikannya He,.... Bagaimana dengan Cin Bwee? Kau harus maklum kepada sifat tabiat kawan wanitamu itu, dia besar cemburu, bila tidak baik-baik mengenal dirinya, besar kemungkinan timbul perang piring mangkuk." "Jangan kau pikir yang bukan-bukan, kau kira aku Su-to Yan orang apa?" Mereka telah meninggalkan lembah Hui-in, mengarungi puncak puncak di pegunungan Bu-san. Tiba-tiba terlihat pedang yang tergembol di pinggang Su-to Yan, dengan heran Sie An mengajukan pertanyaan. Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Eh, kau bilang menyerahkan pedang In-liong?" Su-to Yan tertawa, dia memberi keterangan. "Jangan salah paham, yang ini bukan pedang In-liong." Mereka sedang melalui suatu jalan yang menanjak, sebelum Suto Yan memberi keterangan yang lebih jelas, tiba tiba delapan bilah kampak tipis telah beterbangan, mengancam Su-to Yan dan Sie An. Kampak-kampak itu adalah ciri ciri dari 12 anak buah Auw-yang le yang paling diagulkan, adanya senjata kampak kampak tipis itu adalah hasil buah tangan dari para Setan Kampak. Dengan tangan bergantian, Su-to Yan berhasil menyampaikan 6 kampak kampak tipis, dan Sie An menjatuhkan dua dari sisanya. Serangan-serangan kampak terbang digagalkan! Didepan Su-to Yan telah muncul beberapa orang, dikanan KongSun Giok dan dikiri Auw-yang le, di belakang mereka berbaris beberapa orang anak buahnya. Untuk menghadapi Su-to Yan, kedua akhli pedang itu menggabung kan diri. Kehadiran mereka sudah berada di dalam perhitungan Su-to Yan dan Sie An, mereka telah siap-siap untuk menghadapi musuh, tentu saja tidak begitu kaget. Pendekar pedang Utara Auw-yang le mengeluarkan suaranya yang tidak sedap. "Ha, ha, semua akhli pedang telah berkumpul menjadi satu." Kong-sun Giok mempunyai perangai yang lebih tajam dari Auwyang le, dia berhadapan dengan Su-to Yan. "Bagaimana saudara Su-to, kau sudah berhasil menjumpai le Han Eng?" Demikian ia mengajukan pertanyaan. Matanya masih berkilat-kilat memandang pedang Lay-hong yang tergantung dipinggang Su-to Yan. Bentuk dan ukuran pedang sepasang pedang kembar In-liong dan Lay-hong tidak mempunyai perbedaan, Kong-sun Giok menyangka bahwa itu adalah pedang Inliong, maka dia telah mengajukan pertanyaan seperti tersebut. Su-to Yan meninggalkan kerlingan matanya, dia berkata. "Pentingkah kejadian itu bagimu? Ada hubungan apa dengan saudara Kong-sun ?" "Penting sekali." Berkata Kong-sun Giok "Sebagai bengcu untuk daerah Kang-lam, aku wajib mengetahui semua kejadian yang terjadi didaerah kekuasaanku, bukan ?" "Suatu hal yang mungkin menjengkelkan kalian." Berkata Su-to Yan. "Pedang In-liong telah kuserahkan kepada yang berkepentingan." "Pedang itu?" Tunjuk Kong-sun Giok pada pedang Su-to Yan. "Ini yang nona Ie Han Eng hadiahkan kepadaku." "He, betul-betul telah kau serahkan pedang In-liong kepada Ie Han Eng?" Auw-yang le turut berteriak. "tidak salah." "Bagus." Berkata Kong-sun Giok. "Ie Siauw Hu pernah berjanji, tidak akan mengajarkan pada siapapun ilmu pedang Maya Nada, juga tidak menurunkan ilmu pedang tersebut kepada semua anak turunannya. Tentunya, ilmu pedang tersebut telah jatuh kedalam tanganmu, bukan ?" "Aku tidak tahu menahu dengan ilmu pedang Maya Nada," Berkata Su-to Yan. "Jangan memutar balikkan takta." Berkata Kong-sun Giok. "Apa tugasmu menjelajahi lembah Hui-in, bila bukan untuk mendapatkan ilmu pedang Maya Nada?" "Aku mendapat tugas dari guruku untuk menyerahkan pedang In-liong kepada nona le Han Eng didalam lembah Hui-in, kecuali itu, tidak ada pesan lain. Belum pernah guruku menyebut nama ilmu pedang Maya Nada, jangan kau memaksakan orang." "Ha, ha... Kau takut kami mengeroyokmu?" Su-to Yan mendelikkan mata. "Siapa yang takut kepada kalian?" Dia membentak. Kong-sun Giok berkata lagi. "Takut kehilangan ilmu pedang itu? Berani kau menyangkal ?" Su-to Yan menepuk dada, dia berkata. "Aku Su-to Yan bersedia menerima tantangan setiap orang yang hendak mencari gara-gara, termasuk juga kalian berdua, jangan membuat cerita burung. Siapa yang lebih dahulu hendak memberi pelajaran kepadaku ?" Kong-sun Giok tertawa berkakakan. "Su-to Yan," Dia menudingkan tangan. "Lupakah akan kejadian disungai Tiang-kang? masih berani menantang !" Su-to Yan tidak menjadi marah, dengan tenang dia berkata. "Kejadian itu telah berlangsung lebih dari satu bulan, mungkinkah tidak ada perubahan?" Kongsun Giok sangat marah. "Bagus." Dia menggeram. "Tentunya kau telah mendapat kemajuan, hendak mengulangi tantangan?" "Mengapa tidak boleh?" "Bagus, Hari ini kau boleh mengulang ketajaman pedangku, kau, Su-to Yan, tidak akan keluar dari daerah Bu-san." Pendekar pedang Bayangan Sie An mendenguskan suaranya yang sangat memandang rendah, dengan suara dingin dia berkata. "Kau mempunyai kepandaian itu?" "Ha, ha, kau kira Kong-sun Giok tidak dapat membunuhnya?" Si Pedang Selatan sudah sesumbar. Su-to Yan masih berada dalam situasi tenang, tidak marah atas cemoohan itu. Sie An telah menyaksikan ilmu kepandaian sang kawan, bila Kong-sun Giok berani mengulangi pertandingan, jago pedang itu akan menderita kerugian dibawah tangan Su-to Yan, penyakit yang dicari sendiri, seolah-olah ular yang mengikuti penggebuk, mana mungkin Kong-sun Giok dapat menandingi Su-to Yan yang gagah perkasa ? "Boleh dicoba dahulu, bukan?" Kemarahan Kongsun Giok tidak tertahan. "Sreeet..." Dia mengeluarkan pedangnya. Pendekar Pedang Selatan Kong Sun Giok jarang menemukan tandingan, apalagi tandingan yang dapat mengalahkan dirinya. Kong sun Giok berkata. "Su to Yan cabut keluar pedangmu." Su-to Yan mengeluarkan suara dari hidung. "Kong-sun Giok, jangan terkebur, Kau kira harus mempergunakan pedang, baru dapat mengalahkan dirimu?" "Bagus." Berkata Kong-sun Giok. "Terimalah seranganku." Kata tadi disertai dengan serangannya, dia menusuk kearah pundak kanan Su-to Yan. Sangat cepat dan tajam. Su-to Yan harus segera tiba dilembah Cui goat-kok, tidak mau terlalu lama melibatkan diri didalam pertempuran itu, tangannya terangkat naik, dengan kelima jarinya, dia mementil pergi datangnya ujung pedang lawan. Melihat keberanian musuh itu, Kong-sun Giok semakin marah, pedang dimainkan demikian rupa sehingga sekaligus mengancam semua jari-jari yang hendak menyentil pedang itu. Su to Yan menarik diri, tentu saja, dia mundur tanpa membelakangi musuhnya. Kong-sun Giok Menyusul larinya musuh itu, pedang masih digerakkan, dengan tipu Ceng hong Kwa-cay atau Biang lalat hijau melintang dilangit, membuntuti setiap gerakan Su-to Yan, Tujuan utama adalah memapas belah pundak lawannya. Su-to Yan tertawa, yang ditakuti adalah ujung pedang tajam, kini Kong-sun Giok menyerang cepat, Menekuk sedikit perutnya, Su-to Yan melepaskan diri dari ancaman pedang itu, kemudian dia berjungkir balik, dan tubuhnya sudah berada diatas udara, bebas dari kekuasaan pedang lawannya, bagai seekor alap-alap yang menerkam mangsanya, dia menukik kebawah. Pundak Kong-sun Giok terluka, baju di bagian itu pecah beterbangan. Dikala Su-to Yan melepaskan diri dari kurungan pedang KongSun Giok, Auw-yang Ie mengeluarkan pedang, maksudnya hendak menolong Kong-Sun Giok, pedang itu ditusukkan ke arah Su-to Yan. Su-to Yan dapat membunuh mati Kong Sun Giok, tapi dia tak mau, hanya melukai pundaknya, dan berjumpalitan sekali lagi, dia menghindari diri dari serangannya Auw-yang Ie. Sie An turut maju, memukul Auwyang Ie. Hanya dua gebrakan, merekapun terpisah kembali. Su-to Yan menyapu kearah semua orang, sinar mata itu sangat tajam. Kong-sun Giok harus menerima kekalahan, dia dikalahkan oleh Su-to Yan, dengan wajah muram dia berkata. "Selama belasan tahun aku berkelana di dalam rimba persilatan,belum pernah menderita kekalahan seperti apa yang hari ini kuderita, Dan mungkin, bila aku kalah dibawah tangan jago ternama, kau tidak akan menyesal, Yang disayangkan aku jatuh dibawah tanganmu." "Pletak..." Dengan mematahkan pedang. menggunakan tenaga dalamnya, dia Memandang Su-to Yan yang sangat dibenci, dia berkata lagi. "Su-to Yan, walau kau melupakan kejadian ini, Aku Kong-sun Giok tidak akan melupakannya, pada suatu hari, aku akan datang kembali menuntut balas atas kekalahan yang telah kuderita." Demikian Kong-sun Giok menutup perkataannya, kemudian dia memutar badan dan pergi meninggalkan tempat itu, tanpa mengucapkan selamat berpisah dengan Auw-yang Ie. Su-to Yan tidak melarang kepergian orang, mengingat dia ada maksud untuk meredakan situasi panas dengan segala golongan, termasuk anak buah si Pedang Selatan Kong-sun Giok. Bukan maksud Su-to Yan untuk menanam bibit permusuhan, dia menempur orang untuk memberi bukti kepada orang bersangkutan tidak boleh menghina setiap insan hidup, walau tidak mempunyai ilmu kepandaian silat. Auw-yang te tidak mempunyai ilmu silat yang lebih tinggi dari Kong-sun Giok, setelah Kong-Sun Giok kalah, dia harus mengikuti jejak akhli pedang itu, memberi hormat kepada Su-to Yan seraya berkata. "Kulihat ilmu kepandaianmu terlalu tinggi, akupun bukan tandinganmu. Selamat tinggal sampai berjumpa dilain hari." Mengajak orang-orangnya, Auw-yang Ie-melenyapkan diri. Su-to Yan bengong menyaksikan kepergian orang-orang itu. "Hei," Sie An menegur kawannya. "Apa yang sedang kau pikiranku? Mengapa melamun seperti seorang yang kehilangan sukma?" "Aku sedang memikirkan mereka." Berkata Su-to Yan memberi jawaban. "Biar saja mereka pergi, Mari kita meneruskan perjalanan!" Berkata Sie An. Mereka meninggalkan lembah Hui-in, keluar dari daerah Bu san. Suatu ketika, mata Sie An terbelalak, dia mengawasi puncak gunung ketiga, dibawah cahaya sinar bulan purnama, disana terlihat asap mengepul tinggi, entah apa yang telah terjadi ditempat itu. "Saudara Su-to," Dia memberi tahu kejadian itu kepada kawannya. "Lihat, kenalkah kepada asap itu ?" Su-to Yan berpaling kearah yang ditunjuk oleh kawannya. "Entahlah." Dia menggelengkan kepala. "Pernah dengar nama Debu Merah Cian-cang-ang-tin ?" Sie An memberi keterangan. "Kukira inilah yang diartikan dengan debu merah itu." Debu Merah Thian-cang-ang-tin adalah tanda-tanda dari partay Thian-san-pay. Kepada musuh mereka diberi keputusan untuk menyingkirkan diri, sebelum bergebrak, bila musuh dapat menjauhkan diri sampai sepuluh lie, maka semua dendam dibebaskan. Su-to Yan sedang berpikir-pikir, apa maksud kunjungan partay Thian-san-pay? Mungkinkah berjuang merebut kitab ilmu pedang Maya Nada ? Suatu kejadian yang sangat lucu, dia tak tahu menahu akan adanya ilmu pedang itu, tapi semua orang mengatakan bahwa ilmu pedang tersebut berada pada dirinya, mereka ingin merebut ilmu pedang yang maha dahsyat tersebut. Yang pasti, ilmu pedang Maya Nada berada didalam tangan si Bidadari dari lembah Hui-in Ie Han Eng. Dan ilmu pedang itu tidak diberikan kepada dirinya. Dia tidak mempunyai hak untuk meminta ilmu tersebut, juga tidak ada niatan untuk mengangkanginya. Mengikuti datangnya gumpalan asap merah, disana telah berlari datang dua bayangan, mereka terdiri dari lelaki yang mempunyai ukuran badan sangat tegap dan kekar, berpakaian serba merah, memandang Su-to Yan dan Sie An, mereka berkata. "Yang mana bernama Su-to Yan ?" Pemuda kita melambungkan dadanya. "Ada apa?" Dia tidak menyangkal dari kenyataan. "Saudara Su-to Yan?" Bertanya lagi kedua orang berbaju merah meminta kepastian. "Betul." Pedang Wucisan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berkata Su-to Yan menganggukkan kepalanya. "Ketua partay kami mengundang saudara ketempat kami." Berkata kedua orang itu. "Dimanakah ketua partay kalian ?" "Mari ikut kami." Kedua orang berbaju merah membalikkan badan mereka meninggalkan tamu yang diundang begitu saja. Su-to Yan dan Sie An saling pandang, Sie An menganggukkan kepala, suatu tanda bersedia untuk menerima undangan itu, dan Su-to Yan berkata. "Mereka mengundang aku, kukira ada baiknya kau menunggu disini." "Boleh juga." Sie An tidak keberatan. Su-to Yan mengikuti kedua bayangan merah itu. Didalam sekejap mata, mereka telah tiba didepan sebuah gua, kedua orang berbaju merah berkata dengan hormat. "Ketua kami berada didalam, silahkan saudara Su-to masuk." Su-to Yan tidak gentar untuk menempuh bahaya itu, apa yang hendak dikatakan oleh ketua Thian-san-pay. Dia harus mendapat penjelasan. Su-to Yan masuk kedalam gua itu. Seorang tua berbaju merah menyambut kedatangannya, sikapnya sangat dingin, adem tidak bersemangat, jenggotnya orang itu cukup panjang, umurnya diduga diatas enam puluhan. Menatap wajah Su to Yan sekian lama, orang tua itu berkata. "Kau yang bernama Su-to Yan?" Pemuda kita memberikan jawaban. "tidak Salah." "Murid Ciok Pek Jiak?" Bertanya lagi orang tua berbaju merah itu. "Betul." "Kau tahu sedang berhadapan dengan siapa?" Orang tua itu menunjuk hidung sendiri. "Boanpwee belum tahu. Bagaimanakah sebutan cianpwee yang mulia ?" Orang tua itu mengeluarkan suara dari hidung. "Huh! Ciok Pek Jiak belum pernah menyebut namaku?" Ciok Pek Jiak termasuk orang biasa. Sebagai seorang manusia tentu mempunyai kealpaan atau sesuatu yang dilupakan, tidak menyebutnya nama orang tua ini bukan berarti memandang rendah, terlalu banyak orang yang terkenal, tidak mungkin menceritakan ciri-ciri semua orang itu. Su to Yan menganggukkan kepalanya. Orang tua berbaju merah itu berkata lagi. "Aku adalah ketua partay Cian san pay? pedang Berapi Su In Seng." "Ternyata Su In Seng cianpwee, boanpwe Su-to Yan menyatakan hormat." Su-to Yan merangkapkan kedua tangannya, Orang yang berada didepan dirinya adalah seorang akhli pedang golongan tua, dia wajib menaruh hormat. "Dimana kini gurumu itu?" Ketua partay Cian San-pay Su In-seng mengajukan pertanyaan. "Beliau sudah tiada." Berkata Su-to Yan. "Hee... Ciok Pek Jiak dikeroyok orang?" Su In Seng terkejut. "tidak." "Mana mungkin dia mati?" Su In Seng tidak percaya. "Bila orang yang seperti gurumu itu sudah mati lebih dahulu, orang-orang yang sebangsaku ini sudah menjadi tulang berulang, hanya kerangkakerangka tengkorak saja." Su-to Yan memberi penjelasan. "Suhu telah melakukan suatu Pemindahan Tenaga, menyalurkan semua tenaga dan kekuatannya yang ada ke dalam tubuhku." Ketua Cian-san-pay Su In Seng tertawa, tiba-tiba ia berjumpalitan memukul ke kanan dan ke kiri, beruntun sampai 18 kali, Dia bersilat seorang diri. Keadaan di dalam gua itu menjadi panas semakin panas, sehingga menyesak jalan pernapasan orang, Su-to Yan terdorong mundur, begitu keras kekuatan yang tidak terlihat itu, hampirhampir dia jatuh jungkir balik. Su-to Yan mengerahkan tenaga dalamnya untuk menahan hawa panas didalam gua, dia sedang mendapat ujian dari orang tua itu. Su In Siang selesai bersilat dengan tangan kosong, dia menarik diri dan berkata. "Bagus." Dari pinggangnya, dia mengeluarkan pedang. "Kini giliran pedang." Dia berkata, segera mengirim satu tusukan, Untuk menghindari diri dari tusukan pedang itu, Su-to Yan mundur ke belakang, sepasang tangannya di miringkan ke samping, inilah tipu terbaik dari Sin mo Cap-pat-sek atau iblis Sakti Bersilat yang bernama Sin-mo Ciok-po atau berati iblis Sakti Mengejar Gelumbang" Keistimewaan dari tipu Sin-mo Ciok-poo atau iblis Sakti Mengejar Gelumbang adalah telapak tangan yang bergetar, terjadi bayanganbayangan yang tidak menetap, seolah-olah ilmu biasa, tapi mengandung perubahan istimewa, di misalkan musuh tidak tahu diri dan masih berani menyerang masuk kedalam posisi pertahanannya, tipu Sin mo Ciok-po dapat diubah menjadi tipu Sin-mo-lay kut atau iblis Sakti Membanting Tulang. Ketua partay Cian-San-pay Su In seng dapat mengenal keistimewaan Sin-mo Ciok po, dia belum mempunyai cara-cara yang terbagus untuk memusnahkannya, jalan satu-satunya adalah menarik pulang pedang yang diangsurkan kedepan. Dengan demikian seolah-olah dia menarik diri dari inisiatif penyerangan. Su-to Yan membuang ilmu pelajaran gurunya, tangan yang di rentangkan berkepal cepat dan menegakkan jari-jarinya, itulah tipu Tiga Belas Jari Menguasai Alat Pie-pa, salah satu dari 10 macam ilmu silat dari jaman purbakala. Su In Seng terkejut, tidak diduga sama sekali, bahwa dia dapat menyaksikan ilmu kepandaian yang sudah lenyap dari permukaan bumi, pedangnya mengancam jari-jari lihay Su-to Yan. Su-to Yan tidak membiarkan jarinya dipapas pedang, diapun menarik pulang serangan tadi, berganti siasat, kali ini dia menggunakan tipu Thian-mo-nie-hun cauw yang berarti cengkeraman iblis dari Langit, juga salah satu dari 10 macam ilmu silat terpendam di jaman purba kala. Su In Seng telah memutar pedang, seolah-olah blaing-blaing cepatnya, membuat suatu payung bayangan, tanpa takut mendapat serangan, dia maju merangsak Su-to Yan. Si pemuda betul betul menemukan tandingan, beberapa macam ilmu silat telah dikeluarkan belum berhasil menekan kakek tua itu, dengan ilmu It-bok Cin-khie yang melindungi diri, dia bersilat cepat, sebentar mengeluarkan tipu Thian-mo-nie-hun-cauw, sebentar dengan ilmu Sin-mo Kiu-sek, sebentar dengan ilmu Pie-pi-sa-chiu. Aneka macam ilmu gabungan itu memberikan pelayanan yang hebat dan dahsyat. Masing-masing mempunyai gerakan yang cepat, masing-masing hendak mengalahkan lawannya, didalam sekejap mata, mereka telah bergerak hampir lima ratus jurus. Su In Seng tidak ada hasrat untuk menghabiskan jiwa Su-to Yan, manakala sipemuda terdesak, dia mengundurkan serangannya, memberi kesempatan untuk Su-to Yan memperbaiki posisinya, maka pertempuran itu berlangsung lama. Tentu saja, untuk mengalahkan Su-to Yan yang kurang pengalaman, Su In Seng dapat menggunakan tipu. Tapi dia tidak mau. maksud tujuannya hanya menguji pemuda itu. Kini, dia sudah puas mengadakan ujian, tiba-tiba mengundurkan diri, menarik pulang semua serangan dan berkata keras. "He, kau tidak hanya berguru kepada Ciok Pek Jiak seorang, bukan?" Su-to Yan memuji kepintaran dan ketajaman mata orang tua ini, apa yang harus dikatakan olehnya? Terdengar suara Su In Seng yang mengoceh panjang. "Ciok Pek Jiak pernah menanam sedikit budi, sedikit banyak, aku kenal kepada tipu pelajaran silatnya, Aku hendak membuktikan dugaan-dugaanku, dan kau benar murid tuan penolongku itu. Sekian lama aku menyelidiki gurumu lainnya, aku gagal, tidak berhasil menyelami gerakan-gerakan silat yang sangat lihay, kau sangat beruntung mendapat didikan luar biasa, sayang terlalu acakacakan, kurang sempurna, belum dapat menggabungkan semua pelajaran-pelajaran yang ada pada dirimu. "Bila tidak, dengan kepandaian kepandaian tersebut, kau dapat merajai rimba persilatan Aku percaya, Ciok Pek Jiak telah memindahkan semua kekuatan dan tenaganya, tapi dia mempunyai kekuatan yang berada diatas orang, kukira tidak akan mati, Dengan alasan apa kau mengatakan sudah tiada? Katakan terus terang, aku adalah kawan dari gurumu, bukan musuh, Kukira dia mendapat budi dari keluarga kakekmu, maka mengerahkan semua tenaga, dan kekuatannya untuk menciptakan seorang pemuda mandraguna karena itulah, tentunya dia kehabisan tenaga, tidak mempunyai kekuatan lagi, kukira dia tidak mau menampilkan diri lagi, mungkin mengganti nama, mungkin pula mengasingkan diri didalam hutan belantara, atau di suatu pegunungan yang tersembunyi dia tidak mau diganggu, maka memberi perintah kepadamu untuk tidak menyebut dirinya, bukan?" "Orang yang tidak mempunyai ilmu kepandaian tidak bedanya dengan orang mati, tidak salah untuk menyebutnya tiada." Berkata Su-to Yan tertawa. Su In Sieng menganggukkan kepala. "Dugaanku tidak salah." Dia berkata. "Di kemudian hari, bila menjumpai gurumu, katakan kepadanya, bahwa aku Su In Seng tidak melupakan budimu, setiap saat dan setiap waktu aku bersedia menyumbangkan tenaga." "Atas nama suhu, sebelumnya boanpwee mengucapkan banyak terima kasih." "Aku belum dapat menduga," Berkata lagi Su In Seng. "Siapakah orang lainnya yang memberikan ilmu-ilmu pelajaran tadi kepadamu?" Su-to Yan ragu-ragu untuk memberi keterangan, dia tertawa beberapa saat, dan apa boleh buat, akhirnya ia membuka mulutnya juga. "Guru kedua bukan tokoh rimba persilatan, secara tidak terduga, beliau menemukan pelajaran-pelajaran ilmu silat dari jaman purbakala. Setelah menurunkan ilmu-ilmu itu, beliaupun meninggal dunia." Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong Tamu Aneh Bingkisan Unik Karya Qing Hong