Ceritasilat Novel Online

Pendekar Sakti Suling Pualam 24


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 24


Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung   "Bun Yang,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Menurut kakek, engkau harus berangkat ke Tayli."   "Kakek...."   Tio Bun Yang mengerutkan kening.   "Kalau engkau tidak ke sana, Kakek khawatir Bu Ceng Sianli akan bertindak sewenang-wenang di sana."   Lim Peng Hang menatapnya.   "Mengenai soal Nio, biar kami yang menunggunya."   "Kakek, itu...."   Kelihatannya Tio Bun Yang masih berkeberatan meninggalkan markas pusat Kay Pang, sebab ia harus menunggu Goat Nio.   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang tersenyum.   "Selelah engkau bertemu Tayli Lo Ceng mungkin engkau bisa minta petunjuk kepadanya mengenai Goat Nio, bukan?"   "Betul,"   Sahut Lam Kiong Soat Lan.   "Aku yakin guru tahu mengenai Goat Nio, dan pasti mwmberi petunjuk kepadamu."   Tio Bun Yang berpikir, lama sekali barulah ia mengangguk.   "Baiklah. Aku akan ikut kalian ke Tayli."   "Terimakasih!"   Ucap Toan Beng Kiat dan Lam Peng Soat Lan serentak.   Sementara Bokyong Sian Hoa diam saja.   Namun begitu Toab Beng Kiat muncul di situ, sepasang matanya terus melirik ke arah pemuda itu.   Kelihatannya gadis itu sangat tertarik padanya Maka ketika Tio Hun Yang mengatakan ikut meieka ke Tayli, ia pun segera menyelak.   "Kakak Bun Yang, aku juga ikut ah!"   "Apa?"   Tio Bun Yang terbelalak.   "Engkau ingin ikut ke Tayli?"   "Ya."   Bokyong Sian Hoa mengangguk sambi tersenyum.   "Boleh kan?"   "Itu...."   Tio Bun Yang tampak ragu.   "Maaf!"   Ucap Toan Beng Kiat dengan wajah ceria.   "Bolehkah aku tahu siapa Nona?"   "Namaku Bokyong Sian Hoa,"   Sahut gadis itu dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Bolehkah aku ikut ke Tayli?"   "Tentu boleh, tapi...."   Toan Beng Kiat menatapnya.   "orang tuamu memperbolehkan apa tidak?! "Aku sudah tidak punya orang tua."   Bokyong Sian Hoa menundukkan kepala.   "Aku pernah tinggal di Pulau Hong Hoang To!"   "Oh?"   Toan Beng Kiat tampak tercengang "Nona punya hubungan apa dengan Paman Cie Hiong?"   "Almarhum ibuku adalah teman baiknya. Maka aku...."   "Beng Kiat!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Dia mantan Putri Manchuria, ayahnya bernama Patoho."   "Apa?"   Toan Beng Kiat terperanjat.   "Raja Manchuria itu?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Kami tahu...."   Toan Beng Kiat manggut-manggut.   "Patoho adalah raja Manchuria yang baik, tapi sudah meninggal karena dibunuh adiknya."   "Kok engkau tahu?"   Bokyong Sian Hoa bingung. "Sebelum meninggal, ayahmu pernah berkun-jung ke Tayli menemui kakekku."   Toan Beng Kiat memberitahukan.   "Kakekku adalah Toan Hong Ya!"   "Oooh!"   Wajah Bokyong Sian Hoa berseri.   "Kalau begitu, Toan Wie Kie adalah ayahmu!"   "Betul."   Toan Beng Kiat tercengang.   "Kok engkau tahu?"   "Ayahku pernah memberitahukan kepadaku mengenai kalian, tidak disangka kita malah bertemu di sini,"   Ujar Bokyong Sian Hoa sambil tersenyum.   "Nah!"   Sela Lie Ai Ling.   "Itu namanya berjodoh."   "Ai Ling!"   Wajah Bokyong Sian Hoa langsung memerah.   "Engkau kok usil sih?"   "Hi hi hi!"   Lie Ai Ling tertawa geli.   "Aku tahu, engkau sangat tertarik kepada Toan Beng Kiat, bukan?"   "Engkau...."   Bokyong Sian Hoa membanting-banting kaki.   "Engkau jahat!"   Lam Kiong Soat Lan tersenyum, kemudian memandang Lie Ai Ling seraya bertanya.   "Ai Ling, bagaimana keadaan Kam Hay Thian dan Lu Hui San?"   "Mereka...."   Lie Ai Ling menggeleng-gelengkan kepala.   "Kenapa mereka?"   Lam Kiong Soat Lan tersentak.   "Apakah telah terjadi sesuatu atas diri mereka?"   "Lu Thay Kam mati di tangan Kam Hay Thiana setelah itu Kam Hay Thian dan Lu Hui San menghilang entah ke mana..."   Jawab Lie Ai Lini sekaligus menutur tentang kejadian itu.   "Aaah...!"   Lam Kiong Soat Lan menghela nafas panjang.   "Sungguh kasihan Lu Hui San! entah bagaimana keadaannya? Aku khawatir dia akan menjadi gila." "Benar."   Tio Bun Yang manggut-manggut "Aku pun mengkhawatirkan itu."   "Beng Kiat,"   Tanya Lim Peng Hang mendadak.   "Kapan kalian akan berangkat?"   "Sekarang,"   Jawab Toan Beng Kiat.   "Apa?"   Lim Peng Hang terbelalak.   "Kenapa begitu cepat? Apakah tidak boleh menunggu bel berapa hari?"   "Memang tidak boleh, sebab guru berpesan kepada kami harus segera pulang ke Tayli."   "Beng Kiat!"   Gouw Han Tiong menatapnya.   "Kalau begitu, lebih baik kalian berangkat esok saja."   "Ya, Kakek."   Toan Beng Kiat tidak berani membantah.   "Kakek,"   Ujar Tio Bun Yang berpesan kepada Lim Peng Hang.   "Kalau Goat Nio ke mari, suruh dia menungguku di sini, jangan menyusul ke Tayli! Aku khawatir akan selisih jalan lagi."   "Jangan khawatir!"   Lim Peng Hang tersenyum.   "Kakek pasti menyuruhnya menunggu di sini. Namun engkau jangan lamalama di Tayli!"   "Ya, Kakek."   Tio Bun Yang mengangguk.   Beberapa hari kemudian setelah Tio Bun Yang, Bokyong Sian Hoa, Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan berangkat ke Tayli, justru muncul Ngo Tok Kauwcu-Phang Ling Cu di markas pusat Kay Pang.   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menyambut kedatangannya dengan penuh keheranan, namun dengan ramah mempersilakannya duduk.   "Ling Cu, silakan duduk!" "Terimakasih!"   Ucap Ngo Tok Kauwcu sambil duduk, kemudian memandang Lie Ai Ling.   "Engkau berada di sini. Oh ya, di mana Kam Hay Thian dan Lu Hui San?"   "Mereka...."   Lie Ai Ling menggeleng-gelengkan kepala, lalu menutur tentang itu dan bertanya.   "Engkau belum tahu Lu Thay Kam sudah mati?"   "Sudah tahu, tapi tidak begitu jelas tentang kejadian itu,"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Jawab Ngo Tok Kauwcu sambil menghela nafas panjang.   "Ternyata begitu!"   "Ling Cu!"   Lim Peng Hang memandangnya seraya bertanya.   "Engkau ke mari tentunya ada suatu penting, bukan?"   "Betul."   Ngo Tok Kauwcu mengangguk.   "Aku ingin menemui Adik Bun Yang. Dia di mana?"   "Dia sudah berangkat ke Tayli beberapa hari yang lalu."   Lim Peng Hang memberitahukan tentang munculnya Bu Ceng Sianli di Tayli.   "Oooh!"   Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut.   "Aku juga pernah mendengar tentang sepak terjang Bu Ceng Sianli itu. Banyak penjahat yang mati di tangannya. Tapi dia pun membunuh kaum pesilat golongan putih, termasuk beberapa murid partai Butong."   "Kami sudah tahu itu,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Oh ya, engkau ke mari tentunya ingin menyampaikan sesuatu, bukan?"   "Ya."   Ngo Tok Kauwcu mengangguk.   "Aku ingin menyampaikan kabar berita tentang Siang Koan Goat Nio."   "Hah? Apa?"   Lim Peng Hang tersentak, begitu pula yang lain.   "Engkau tahu tentang kabar beritanya?"   "Ya."   Ngo Tok Kauwcu mengangguk.   "Beberapa bulan yang lalu, Goat Nio ditangkap oleh pihak Seng Hwee Kauw. Pat Pie Lo Koay yang mengirim berita itu kepadaku." "Pihak Seng Hwee Kauw menangkap Siang Koan Goat Nio?"   Betapa terkejutnya Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.   "Engkau tahu bagaimana keadaannya di sana?"   "Dia baik-baik saja. Tapi disekap di dalam ruang batu."   "Ling Cu!"   Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.   "Kenapa sekarang engkau baru ke mari memberitahukan?"   "Maaf! Karena aku masih harus mengatur sesuatu, begitu pula Pat Pie Lo Koay,"   Ujar Ngo Tok Kauwcu memberitahukan.   "Itu demi keselamatan Siang Koan Goat Nio."   "Oooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggut, lalu memandang Gouw Han Tiong seraya bertanya.   "Bagaimana menurutmu?"   "Cukup memusingkan,"   Sahut Gouw Han Tiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Sebab Tio Bun Yang tidak berada di sini, kita tidak boleh sembarangan mengambil suatu keputusan."   "Tapi...."   Lim Peng Hang menghela nafas panjang.   "Bukankah itu akan membahayakan diri Goat Nio?"   "Tidak,"   Ujar Ngo Tok Kauwcu.   "Karena Goat Nio cuma dijadikan sandera saja."   "Ling Cu!"   Lim Peng Hang menatapnya.   "Menurutmu kita harus bagaimana?"   "Menunggu,"   Sahut Ngo Tok Kauwcu singkat.   "Maksudmu menunggu Bun Yang pulang?"   Tanya Gouw Han Tiong.   "Menunggu utusan Seng Hwee Kauw ke mari, sekaligus menunggu Adik Bun Yang pulang,"   Jawab Ngo Tok Kauwcu sungguh-sungguh.   "Pihak Seng Hwee Kauw akan mengutus seseorang ke mari?"   Tanya Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening. "Ya."   Ngo Tok Kauwcu mengangguk.   "Itu sudah dalam rencana Seng Hwee Sin Kun."   "Tapi Goat Nio akan selamat di sana?"   Tanya Lim Peng Hang penuh perhatian, namun bernada cemas.   "Jangan khawatir, Goat Nio tidak akan terjadi apa-apa di sana!"   Jawab Ngo Tok Kauwcu, kemudian memandang Yatsumi seraya bertanya.   "Nona ini cantik sekali, tapi dandanannya agak aneh."   "Kakak Ling Cu!"   Lie Ai Ling memperkenalkan.   "Dia bernama Yatsumi, gadis dari Jepang."   "Oooh!"   Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut.   "Ternyata pesilat wanita dari Jepang!"   "Kakak Ling Cu!"   Yatsumi tersenyum.   "Paman Cie Hiong adalah teman baik ibuku...."   Yatsumi memberitahukan tentang itu, dan Ngo Tok Kauwcu mendengar dengan penuh perhatian.   "Oooh!"   Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut lagi.   "Ternyata begitu, bahkan engkau pernah tinggal di Pulau Hong Hoang To!"   "Paman Cie Hiong mengajarku ilmu silat. Tidak lama lagi aku akan pulang ke Jepang, aku harus membalas dendam."   Yatsumi memberitahukan.   "Aku harus membunuh ketua ninja itu."   "Ngmmm!"   Ngo Tok Kauwcu mengangguk.   "Tapi engkau harus berhati-hati menghadapi nin-ja, sebab kaum ninja memiliki ilmu aneh."   "Paman Cie Hiong sudah memberi petunjuk kepadaku, bagaimana cara menghadapi kaum ninja,"   Ujar Yatsumi dan menambahkan.   "Aku sangat berterimakasih pada Paman Cie Hiong."   Ngo Tok Kauwcu tersenyum, kemudian memandang Lim Peng Hang seraya berkata dengan wajah serius.   "Lim Pangcu pernah dengar tentang sekelompok orang aneh di rimba persilatan?"   "Sekelompok orang aneh? Maksudmu?"   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "Ketika aku ke mari, aku mendengar suara siulan aneh yang menyeramkan, lalu muncul belasan orang berpakaian serba putih menunggang kuda, mereka memakai kedok setan."   "Engkau melihat mereka?"   Tanya Lim Peng Mang terkejut.   "Ya."   Ngo Tok Kauwcu mengangguk.   "Ketika aku mendengar suara siulan aneh yang menyeramkan itu, aku segera bersembunyi di balik pohon Lim Pangcu tahu tentang mereka?"   "Kalau tidak salah, mereka para anggota Kui Bin Pang (Perkumpulan Muka Setan),"   Jawab Lira Peng Hang memberitahukan.   "Oh?"   Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening..   "Aku tidak pernah mendengar tentang Kui Bin Pang itu."   "Aaaah...!"   Lim Peng Hang menghela nafas panjang.   "Sudah hampir seratus tahun Kui Bin Pang itu lenyap, namun kini muncul kembali Entah apa yang akan terjadi?" -ooo0dw0ooo- Bagian ke empat puiuh tujuh Orang Tua pincang Tio Bun Yang, Bokyong Sian Hoa, Toan Beni Kiat dan Lam Kiong Soat Lan sudah tiba di Tayli Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan lang sung mengajak mereka berdua ke ruang istirahat menemui Tayli Lo Ceng. Begitu sampai di ruang itu, mereka berempatpun segera bersujud di hadapan padri tua itu, yang duduk bersila.   "Omitohud!"   Ucap Tayli Lo Ceng dengan wajah berseri.   "Syukurlah kalian sudah pulang!"   "Guru..."   Panggil Toan Beng Kiat.   "Kami telah berhasil mengajak Bun Yang ke mari."   "Bagus!"   Tayli Lo Ceng menatap Tio Bun Yang.   "Omitohud! Memang hanya engkau yang dapat menundukkan Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui itu."   "Lo Ceng...."   Tio Bun Yang menggelengkan kepala.   "Itu belum tentu."   "Omitohud! Percayalah!"   Tayli Lo Ceng ter-i.enyum.   "Kalian duduklah!"   Mereka berempat lalu duduk. Tayli Lo Ceng terus menatap Tio Bun Yang dengan seksama, leinudian ucapnya sambil manggut-manggut.   "Engkau akan mengalami berbagai percobaan, maka engkau harus tabah menghadapinya."   "Ya, Lo Ceng."   Tio Bun Yang mengangguk."   Oh ya, aku ingin mohon petunjuk."   "Mengenai apa?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Sian Koan Goat Nio."   "Omitohud!"   Tayli Lo Ceng tersenyum.   "Engkau tidak usah khawatir, dia dalam keadaan baik-baik saja."   "Lo Ceng,"   Tanya Tio Bun Yang cepat.   "Dia berada di mana?"   "Setelah engkau pulang ke markas pusat Kay Pang, engkau pasti mengetahuinya,"   Sahut Tayli Lo Ceng.   "Omitohud!" "Terimakasih atas petunjuk Lo Ceng!"   Ucap Tio Bun Yang.   "Omitohud!"   Mendadak Tayli Lo Ceng memandang Bokyong Sian Hoa.   "Engkau memana sudah ditakdirkan ke mari, bahwa engkau dari Beng Kiat pun sudah saling tertarik dalam hati! Bagus! Bagus!"   "Lo Ceng...."   Wajah Bokyong Sian Hoa kemerah-merahan.   "Nanti kalau Bun Yang pulang ke Tionggoan, engkau tetap di sini saja!"   Pesan Tayli Lo Cengl "Lo Ceng, aku...."   Bokyong Sian Hoa menungdukkan kepala.   "Sian Hoa!"   Lam Kiong Soat Lan langsung memegang tangannya.   "Engkau tinggal di sini ya. Jadi aku punya kawan."   "Ng!"   Bokyong Sian Hoa mengangguk.   "Guru,"   Tanya Toan Beng Kiat.   "Bagaimana keadaan ayahku?"   "Masih lumpuh,"   Sahut Tayli Lo Ceng.   "Hanya Bu Ceng Sianli yang dapat menyembuhkannya.'! "Bagaimana keadaan luka guru?"   Tanya Toan Beng Kiat lagi dengan penuh perhatian.   "Sudah membaik."   Jawab Tayli Lo Ceng sambil menghela nafas panjang.   "Dua bulan kemudian guru baru bisa pulih."   "Lo Ceng...."   Tio Bun Yang menatapnya.   "Bolehkah aku periksa sejenak luka Lo Ceng?"   "Omitohud! Silakan!"   Sahut Tayli Lo Ceng. Tio Bun Yang segera memeriksa luka di dada Tayli Lo Ceng, lama sekali lalu menggeleng-gelengkan kepala.   "Tak disangka sama sekali Bu Ceng Sianli memiliki lweekang yang begitu dahsyat!"   Ujarnya sungguh-sungguh.   "Padahal Lo Ceng memiliki Hud Bun Pan Yok Sin Kang, namun serangan lwee-kangnya mampu menerobos pertahanan lweekang Lo Ceng."   "Omitohud!"   Tayli Lo Ceng menghela nafas panjang.   "Dia menyerangku dengan ilmu Hian Goan Ci."   "Lo Ceng...."   Tio Bun Yang duduk di belakang Tayli Lo Ceng.   "Maaf, aku akan mencoba mengobati Lo Ceng!"   "Terimakasih!"   Ucap Tayli Lo Ceng.   Tio Bun Yang menempelkan sepasang telapak tangannya di punggung Tayli Lo Ceng, lalu mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin Kang, sekaligus disalurkan ke dalam tubuh padri tua itu.   Seketika Tayli Lo Ceng merasa ada aliran hangat menerobos ke dalam tubuhnya.   Maka ia segera mengerahkan Hud Bun Pan Yok Sin Kang untuk menerima aliran hangat itu.   Berselang beberapa saat kemudian, tampak uap putih mengepul di atas ubun-ubun Tayli Lo Ceng.   Sepeminuman teh kemudian, uap putih itu menerobos ke dalam ubun-ubun padri tua itu.   Di saat bersamaan, Tio Bun Yang menarik kembali lweekangnya, lalu menghela nafas dalam-dalami sekaligus menurunkan sepasang telapak tangannya.   "Omitohud!"   Ucap Tayli Lo Ceng.   "Terima-kasih, engkau telah menyembuhkan lukaku! Tak disangka lweekangmu begitu hebat!"   "Terimakasih kembali, Lo Ceng!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Omitohud! Kalian boleh ke ruang tengah sekarang. Bu Ceng Sianli dan Toan Hong Ya berada di situ,"   Ujar Tayli Lo Ceng.   "Ya."   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan mengangguk.   Kemudian mereka berdua mengajak Tio Bun Yang dan Bokyong Sian Hoa kd ruang tengah.   Tampak Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui sedang duduk di kursi kebesaran sambil menikmati berbagai macam buah-buahan, sedangkan Toan Hona Ya duduk di kursi biasa dengan wajah murung.   Akan tetapi, ketika melihat Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan seorang pemuda serta seorang gadis muncul, berserilah wajahnya.   "Kakek!"   Panggil Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.   "Kalian sudah pulang?"   Sahut Toan Hong Ya sambil tersenyum. Sementara Bu Ceng Sianli tidak begitu memperhatikan mereka, sebab sedang sibuk menikmati buah-buahan.   "Kakak Siao Cui!"   Panggil Tio Bun Yang. Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui tampak tersentak kaget ketika mendengar suara itu, dan langsung menolehkan kepalanya ke arah Tio Bun Yang.   "Eeeeh?"   Wanita itu terbelalak dan mulutnya ternganga lebar.   "Engkau adalah adik kecil?"   "Betul."   Tio Bun Yang mengangguk sambil tersenyum.   "Kok Kakak duduk di kursi itu?"   "Hi hi hi!"   Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui tertawa cekikikan.   "Adik kecil, tentunya engkau belum tahu, kini akulah yang berkuasa di istana ini."   "Aku sudah tahu,"   Sahut Tio Bun Yang dan menambahkan.   "Maka aku ke mari menemuimu."   "Oh, ya?"   Tu Siao Cui menatapnya dalam-dalam.   "Engkau kenal Tayli Lo Ceng, Toan Hong Ya dan lainnya?"   "Kenal."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Oooh!"   Tu Siao Cui manggut-manggut sambil tersenyum.   "Engkau kebetulan ke mari atau sengaja ke mari?" "Beng Kiat dan Soat Lan yang mengajakku ke mari."   "Mereka...."   Tu Siao Cui tertegun.   "Mereka ke Tionggoan menjemputmu ke mari?"   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Bukan main!"   Tui Siao Cui tertawa, lalu memandang Bokyong Sian Hoa seraya bertanya.   "Gadis itu kekasihmu?"   "Bukan."   Tio Bun Yang menggelengkan kepala.   "Kalau bukan, kenapa dia juga ikut ke mari?"   Tanya Tu Siao Cui heran.   "Bu Ceng Sianli,"   Sahut Bokyong Sian Hoa.   "Memangnya aku tidak boleh ikut ke mari?"   "Kok galak amat."   Bu Ceng Sianli tertawa.   "Engkau ikut ke mari pasti punya maksud tertentu, bukan?"   "Itu urusanku, engkau tidak berhak tahu."   Bokyong Sian Hoa melotot sambil mendengus dingin.   "Hmm...!"   "Sian Hoa,"   Tegur Tio Bun Yang.   "Jangan kurang ajar."   "Tapi dia...."   Bokyong Sian Hoa cemberut.   "Sian Hoa!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Anak gadis haruslah sabar, lemah-lembut dan sopan-santun. Jangan berlaku kurang ajar!"   "Betul."   Tu Siao Cui tertawa cekikikan.   "Engkau memang adikku yang baik, adil, bijaksana dan baik hati! Hi hi hi...!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kakak!"   Tio Bun Yang memandangnya.   "Kalau aku mengatakan sesuatu, maukah Kakak menurutinya?"   "Aku harus tahu dulu apa yang engkau katakan, maka aku tidak mau berjanji mengikat diriku sendiri,"   Sahut Tu Siao Cui sambil tertawa.   "Namun aku sudah dapat menerka apa yang akan engkau katakan."   Tio Bun Yang tersenyum.   "Syukurlah kalau begitu! Terus terang, tidak baik engkau berbuat sewenang-wenang di sini."   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa.   "Aku ingin lahu bagaimana enaknya jadi orang berkuasa di sini. Memang enak sekali. Mau apa cukup turunkan perintah saja. Hi hi hi!"   "Kakak!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Kini sudah saatnya Kakak turun dari kursi kebesaran itu."   "Kenapa?"   "Karena aku tidak mau melihat Kakak berundak sewenangwenang. Oleh karena itu, aku harap Kakak...."   "Oooh, begitu!"   Tu Siao Cui tertawa lagi.   "bagaimana kalau aku tidak mau?"   "Aku... aku...."   Tio Bun Yang tergagap.   "Engkau ingin bertanding denganku?"   Tanya Tiu Siao Cui sambil menatapnya.   "Aku tidak berani bertanding dengan Kakak, Cuma aku sangat menghargai Kakak."   "Oh, ya? Kalau begitu bersediakah engkau berlutut di hadapanku?"   Tanya Tu Siao Cui mendadak.   "Kalau aku berlutut di hadapanmu, maka engkau akan menyembuhkan Paman Wie Kie dan Paman Bie Liong?"   "Bahkan aku pun akan meninggalkan istana ini.   "Baik."   Tio Bun Yang langsung menjatuhkan diri di hadapan Tu Siao Cui.   "Kakak, terimalah sujudku!"   "Eh? Adik kecil...."   Tu Siao Cui tertegun. Ia memandang Tio Bun Yang dengan mata terbelalak.   "Kenapa engkau mau berlutut di hadapanku? Apakah karena engkau ingin membela mereka?" "Aku telah menganggapmu sebagai Kakak, tentunya pantas bagiku bersujud memberi hormat kepadamu. Aku yakin, engkau tidak akan mengecewakanku,"   Sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum lembut.   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa cekikikan dan tampak gembira sekali.   "Tidak disangka sama sekali, di saat aku berusia delapan puluh lebih, justru punya adik yang begitu cerdik! Hi hi hi! Bangunlah!"   "Terimakasih, Kak!"   Ucap Tio Bun Yang sambil bangkit berdiri.   "Adik!"   Tu Siao Cui meloncat turun.   "Nah bukankah aku sudah turun dari kursi kebesaran ini?"   "Kakak...."   Wajah Tio Bun Yang berseri.   "Oh ya, Kakak masih harus menyembuhkan...."   "Aku tahu."   Tu Siao Cui manggut-manggut sambil memandang Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan.   "Cepat papah mereka ke mari aku akan menyembuhkan mereka!"   "Ya!"   Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan mengangguk, lalu segera berlari ke luar. Tak seberapa lama kemudian, mereka berdua sudah kembali. Yang memapah Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong adalah Gouw Sian Eng dan Toan Pit Lian.   "Baringkan mereka di lantai!"   Ujar Tu Siao Cui. Gouw Sian Eng segera membaringkan Toan Wie Kie di lantai, dan Toan Pit Lian segera membaringkan Lam Kiong Bie Liong di lantai pula.   "Kalian minggir!"   Ujar Tu Siao Cui sambil mengerahkan Hian Goan Sin Kangnya.   Gouw Sian Eng dan Toan Pit Lian langsung menyingkir.   Di saat itulah Tu Siao Cui menggerakkan jari tangannya ke arah Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong.   Tampak cahaya putih berkelebat ke arah tubuh mereka, tak lama kemudian, barulah Tu Siao Cui menghentikan gerak-kannya.   Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong menarik nafas dalam-dalam.   Tubuh mereka tampak bergerak lalu bangkit berdiri.   Betapa gembiranya Gouw Sian Eng dan Toan Pit Lian mereka langsung mendekati Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong dengan wajah berseri-seri.   "Kakak Kie, engkau sudah sembuh?"   Tanya Gouw Sian Eng dengan air mata berderai saking gembira.   "Aku sudah sembuh,"   Jawab Toan Wie Kie.   "Kakak Liong, bagaimana keadaanmu?"   Tanya Toan Pit Lian lembut.   "Aku sudah sembuh,"   Jawab Lam Kiong Bie Liong.   "Hi hi hi!"   Tu Siao Cui tertawa cekikikan.   "Adik, mereka sudah sembuh, maka aku harus segera meninggalkan istana ini."   "Kakak...."   "Adik!"   Tu Siao Cui tertawa nyaring.   "Aku senang sekali, sampai jumpa!"   "Kakak!"   Seru Tio Bun Yang memanggilnya. Akan tetapi, Tu Siao Cui sudah melesat pergi sayup-sayup masih terdengar suara sahutannya.   "Adik, kelak kita akan berjumpa kembali...."   "Kakak...."   Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Omitohud...."   Mendadak muncul Tayli Lo Ceng sambil tersenyum.   "Syukurlah dia akan me nuju ke jalan yang benar."   "Guru, kenapa baru sekarang guru muncul?"   Tanya Lam Kiong Soat Lan sambil mengerutka kening. "Kalau aku muncul sebelum Bu Ceng Sian pergi, dia pasti marah-marah lagi,"   Sahut Tayli Lo Ceng sambil tertawa.   "Bahkan mungkin dia tidak akan pergi. Maka aku sengaja muncul setelah di pergi."   "Oooh!"   Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut.   "Omitohud...."   Tayli Lo Ceng menatap Tio Bun Yang dalamdalam.   "Kelak engkau pula yang harus menyelamatkan rimba persilatan."   "Lo Ceng...."   Tio Bun Yang tertegun.   "Bun Yang, engkau harus segera pulang ke Tionggoan."   Ujar Tayli Lo Ceng.   "Jangan lama-lama di sini, sebab masih ada urusan yang harus engkau selesaikan di Tionggoan."   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Terima-kasih atas petunjuk Lo Ceng!"   "Omitohud!"   Ucap Tayli Lo Ceng.   "Sampai jumpa!"   "Guru! Guru...!"   Seru Toan Beng Kiat dan Lam Kiong Soat Lan memanggilnya, namun padri itu itu sudah melesat pergi.   "Toan Hong Ya!"   Terdengar suara seruan Tayli Lo Ceng.   "Toan Beng Kiat dan Bokyong Sian Hoa berjodoh, mereka ditakdirkan menjadi Suami isteri."   "Terimakasih, Lo Ceng!"   Sahut Toan Hong Ya. Sedangkan Toan Beng Kiat dan Bokyong Sian Hoa saling memandang, kemudian mereka tersenyum sambil menundukkan kepala.   "Bun Yang, terimakasih!"   Ucap Toan Hong Ya sambil memandangnya.   "Kapan engkau akan kembali ke Tionggoan? "Sekarang,"   Jawab Tio Bun Yang.   "Apa?"   Toan Hong Ya terbelalak.   "Sekarang?" "Sesuai dengan pesan Lo Ceng, aku harus segera kembali ke Tionggoan, karena masih ada urusan yang harus kuselesaikan di sana."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Aku harus menunggJ Goat Nio di markas pusat Kay Pang."   "Goat Nio?"   Toan Hong Ya tampak tercengang.   "Kakek, Goat Nio adalah kekasihnya...."   Toan Beng Kiat memberitahukan tentang itu.   "Oooh!"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Toan Hong Ya manggut-manggut.   "Bun Yang."   Ujar Toan Wie Kie sambil memandangnya kagum.   "Sebetulnya kami ingin menahanmu tinggal di sini beberapa hari, namun engkau masih punya urusan di Tionggoan. Sungj guh sayang sekali! Tolong sampaikan salam rindu ku kepada ayahmu!"   "Kalau aku ke Pulau Hong Hoang To, pasti kusampaikan,"   Ujar Tio Bun Yang sekaligus beri pamit.   "Maaf, aku mohon diri!"   "Kakak Bun Yang, kapan engkau ke mari?"   Tanya Bokyong Sian Hoa.   "Entahlah,"   Jawab Tio Bun Yang.   "Tapi bukankah engkau boleh ke Tionggoan bersama Beng Kiat?"   "Betul."   Bokyong Sian Hoa tertawa gembira.   "Nanti kami akan menyusulmu ke Tionggoan."   "Toan Hong Ya, paman-paman!"   Tio Bun Yang memberi hormat . Sampai Jumpa "   Tio Bun Yang melesat pergi, Toan Hoang Ya menghela nafas panjang seraya bergumam.   "Dia memang luar biasa."   "Sayang sekali...."   Gouw Sian Eng menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku tidak punya kesempatan bercakap cakap dengan dia! Dia begitu cepat kembali ke Tionggoan...." "Ibu, dia memang harus buru-buru pulang ke nana, sebab harus menunggu Goat Nio!"   Toan Glcng Kiat memberitahukan.   "Oooh!"   Gouw Sian Eng manggut-manggut.   "Ternyata begitu...." -ooo0dw0ooo- Setelah memasuki daerah Tionggoan, kening Tio Bun Yang berkerut-kerut. Ternyata ia mendengar suara langkah mengikutinya. Walau begitu, ia tetap melanjutkan perjalanannya menuju markas pusat Kay Pang. Akan tetapi suara langkah itu terus mengikutinya. Mendadak Tio Bun Yang bersalto ke belakang secepat kilat. Dilihatnya seorang tua pincang sedang menguntitnya. Karena Tio Bun Yang bersalto begitu cepat, orang tua pincang itu tidak sempat bersembunyi.   "Ha ha ha!"   Orang tua pincang itu tertawa gelak.   "Anak muda, sungguh cepat gerakanmu!"   "Lo cianpwee!"   Tio Bun Yang tertegun.   "Kenapa lo cianpwee terus mengikuti langkahku?"   "Eh?"   Orang tua pincang melotot.   "Siapa yang mengikutimu? Memangnya aku tidak boleh melewati jalan ini?"   "Lo cianpwee...."   Tio Bun Yang melongo.   "Memang boleh, tapi...."   "Anak muda!"   Orang tua pincang melotot lagi.   "Sudahlah! Jangan ganggu aku!"   "Baik!"   Tio Bun Yang mengangguk. Ia tahu bahwa dirinya sedang berhadapan dengan orang tua aneh yang berkepandaian tinggi, oleh karena itu timbullah niatnya untuk menguji ginkang orang tua pincang itu.   "Permisi!"   Tio Bun Yang melesat pergi menggunakan ginkang. Dugaannya memang tidak meleset, sebab orang tua pincang itu mengikutinya menggunakan ginkang pula. Akan tetapi, makin lama orang tua pincang itu makin tertinggal jauh.   "Anak muda! Berhenti! Berhenti..."   Teriaknya! Tio Bun Yang segera berhenti sekaligus membalikkan badannya sambil tersenyum, lalu beri tanya.   "Kenapa lo cianpwee menyuruhku berhenti?"   "Anak muda!"   Orang tua pincang itu memandangnya kagum.   "Engkau memang hebat, bukankah engkau Giok Siauw Sin Hiap-Tio Bun Yang?"   "Betul."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Maaf, bolehkah aku tahu siapa lo cianpwee?"   "Engkau tidak usah tahu siapa aku. Yang jelas aku orang tua pincang yang tak berguna,"   Sahutnya dan menambahkan.   "Anak muda, mari kita duduk di bawah pohon untuk mengobrol sebentar!"   "Maaf, lo cianpwee! Aku sedang memburu waktu...."   "Anak muda!"   Orang tua pincang tertawa.   "Takkan lari waktu diburu, yang penting selamat."   "Tapi...."   "Ayohlah!"   Desak orang tua pincang.   "Mari kila mengobrol di bawah pohon!"   "Baiklah."   Tio Bun Yang mengangguk. Mereka berdua lalu berjalan menuju sebuah pohon lalu duduk di bawahnya. Orang tua pincang terus memandang Tio Bun Yang dengan mata tak berkedip.   "Anak muda, kepandaianmu sungguh tinggi. Aku kagum padamu,"   Ujarnya sambil menghela nafas panjang.   "Padahal engkau masih sedemikian muda, tapi kepandaianmu sungguh di luar dugaan "   "Lo cianpwee terlampau memuji."   Tio Bun N ang merendah diri.   "Sesungguhnya kepandaian lu cianpwee jauh lebih tinggi."   "Ha ha ha!"   Orang tua pincang tertawa gelak.   "Engkau tidak menyombongkan diri, tapi malah mau merendahkan diri. Sungguh luar biasa!"   "Lo cianpwee...."   "Aku tahu, engkau sedang memburu waktu.' Orang tua pincang tersenyum.   "Namun engkau harus tahu satu hal yang teramat penting."   "Oh?"   Tio Bun Yang menatapnya.   "Mengenai hal apa?"   "Mungkin engkau tidak tahu bahwa sebetul nya aku berasal dari gurun Sih Ih."   Orang tua pincang memberitahukan.   "Belasan tahun lalu, aku memasuki daerah Tionggoan ini. Kebetulan aku melihat seorang anak kecil berbakat, maka kuangkat dia sebagai murid, kemudian kubawa ke gurun Sih Ih."   Tio Bun Yang mendengar penuturan orang tua itu dengan penuh perhatian dan orang tua itu melanjutkan penuturannya.   "Beberapa bulan lalu, aku memasuki daerah Tionggoan lagi karena suatu urusan. Aku pun mencari muridku itu, bahkan juga menyelidiki asal-usulmu."   "Oh?"   Tio Bun Yang mengerutkan kening "Kenapa lo cianpwee menyelidiki asal-usulku?"   "Sebab menyangkut suatu hal, lagi pula engkau kau adalah teman baik muridku, bahkan juga pernah menyelamatkan nyawa ayahnya."   Orarg tua pincang memberitahukan.   "Siapa murid lo cianpwee itu?" "Sie Keng Hauw, putra Sie Kuang Han."   "Oh, dia!"   Wajah Tio Bun Yang berseri.   "Ternyata lo cianpwee adalah gurunya! Sekarang dia berada di markas pusat Kay Pang, sudah punya kekasih...."   "Aku sudah tahu, kekasihnya adalah anak bibimu,"   Ujar orang tua pincang.   "Tapi muridku sama sekali tidak tahu aku berada di Tionggoan."   "Lo cianpwee, bagaimana kalau kita bersama pergi ke markas pusat Kay Pang?"   Orang tua pincang menggeleng kepala, kemudian berkata sambil menghela nafas panjang.   "Muridku itu pun tidak tahu asal-usulku. Kalau dia tahu, justru akan membahayakan dirinya."   "Kenapa begitu?"   "Inilah yang akan kututurkan padamu,"   Sahut tuang tua pincang serius.   "Penuturanku justru berkaitan pula dengan Hong Hoang To."   "Apa?"   Tio Bun Yang tersentak.   "Lo cianpwee tahu tentang Pulau Hong Hoang To?"   "Tahu."   Orang tua pincang mengangguk.   "Maka aku harus menuturkannya. Oh ya, beberapa bulan fni, apakah engkau pernah melihat sekelompok tiang berpakaian serba putih, memakai kedok setan dan menunggang kuda sambil mengeluarkan suara siulan aneh yang menyeramkan?"   "Aku tidak pernah melihat mereka, tapi... kekasih Sie Keng Hauw pernah melihat mereka."   Tio Bun Yang memberitahukan.   "Oh?"   Kening orang tua pincang itu berkerut-kerut, kemudian menghela nafas panjang.   "Aaah! Entah siapa ketua baru itu...." "Lo cianpwee tidak tahu?"   "Sama sekali tidak tahu. Kini Kui Bin Pang itu belum bergerak, karena belum menemukan tetuanya."   Orang tua pincang memberitahukan "Namun belum lama ini, dua pelindung sudah! pergi menemui ketua baru itu."   "Kalau begitu apa hubungannya dengan pihak Pulau Hong Hoang To?"   Tanya Tio Bun Yang.m "Kira-kira hampir seratus tahun lalu, ketua Kui Bin Pang memasuki Tionggoan seorang diri,"   Tutur orang tua pincang.   "Pada waktu itu, di rimba persilatan Tionggoan justru muncul seorang pendekar yang memiliki Hong Hoang Leng (Tanda Perintah Burung Phoenix)! Pendekar itu tahu tentang ketua Kui Bin Pang memasuki daerah Tionggoan."   "Oh?"   Tio Bun Yang tertarik.   "Nama pendekar itu?"   "Tio Po Thian."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tio Po Thian?"   Tio Bun Yang tertegun "Dia... dia adalah kakekku."   "Benar."   Orang tua pincang manggut-manggut.   "Maka tadi kubilang ada kaitannya dengan Hong Hoang To."   "Kemudian bagaimana?"   Tanya Tio Bun Yang semakin tertarik.   "Tio Po Thian dan ketua Kui Bin Pang bertemu di suatu tempat, setelah itu tiada kabar beritanya lagi mengenai mereka."   Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan.   "Kini setelah ketua baru itu muncul, barulah aku tahu bahwa ketua lama itu terpukul oleh Tio Po Thian hingga jatuh ke dalam jurang."   "Oh?"   Tio Bun Yang mengerutkan kening.   "Kakekku juga terluka?"   "Cuma terluka ringan,"   Sahut orang tua pincang menambahkan.   "Ketua baru Kui Bin Pang sedang mengumpulkan para anggota, namun mereka masih belum menemukan tetuanya."   "Lo cianpwee, kenapa kakekku bertarung dengan ketua Kui Bin Pang itu?"   Tanya Tio Bun Yang ingin mengetahuinya.   "Memang sungguh di luar dugaan."   Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala.   "Ternyata kakekmu tahu tujuan ketua Kui Bin Pang memasuki Tionggoan, maka mencegahnya di tempat itu."   "Apa tujuan ketua Kui Bin Pang ke Tiong-l-oan?"   "Ingin menyelidiki situasi rimba persilatan Tioggoan, setelah itu dia akan menyerbu tujuh Partai besar di Tionggoan. Ketua Kui Bin Pang ingin menguasai rimba persilatan Tionggoan!"   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Ternyata begitu, lalu bagaimana?"   "Berhubung ketua Kui Bin Pang tiada kabar beritanya, maka tetua dan dua pelindung Kui Bin Pang pun berunding, dan bersepakat membubarkan perkumpulan itu."   "Kenapa harus dibubarkan?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Sebab...."   Orang tua pincang menghela nafas panjang."....   Kui Bin Pang tergolong perkumpulan sesat dan jahat, namun cuma bergerak di sekitar gurun Sih Ih sampai di Giok Bun Kwan (Kota Perbatasan).   Oleh karena itu, Kui Bin Pang bermaksud mengembangkan sayapnya ke Tionggoan."   "Ternyata begitu!"   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Tapi sungguh di luar dugaan, kini malah muncul seorang ketua Kui Bin Pang baru."   "Yaaah!"   Orang tua pincang menghela nafas.   "Sepertinya sudah ditakdirkan, karena orang itu yang menemukan mayat ketua lama berikut buku catatan ilmu silat dan lain sebagainya. Oleh karena itu, para anggota pun tahu bahwa Tio Po Thian majikan Pulau Hong Hoang To yang memukul jatuh ketua lama itu ke dalam jurang, maka, mereka bertekad membalas dendam."   "Oh?"   Tio Bun Yang mengerutkan kening dan bertanya.   "Bagaimana kepandaian ketua lama itu?"   "Sangat tinggi sekali, sebab ketua lama itu memiliki Pek Kut Im Sat Kang (Tenaga Hawa Dingin Beracun)"   Orang tua pincang memberi tahukan.   "Siapa yang terkena Pek Kut Im Sat Kang (Ilmu Pukulan Hawa Dingin Beracun), pasti mati menggigil kedinginan karena terkena racun."   "Kalau begitu, Pek Kut Im Sat Kang sama seperti Pak Kek Sin Kang?"   Tanya Tio Bun Yang.   "Agak berbeda,"   Sahut orang tua pincang menjelaskan.   "Sebab Pek Kut Im Sat Kang mengandung racun, sedangkan Pak Kek Sin Kang tidak. Lagi pula Pek Kut Im Sat Kang jauh lebih lihay dan hebat dibandingkan dengan Pak Kek Sin Kang."   "Kakekku mampu memukul ketua lama itu ke dalam jurang, itu pertanda kepandaian kakekku lebih tinggi, bukan?"   "Betul."   Orang tua pincang manggut-manggut. Tapi ada satu hal yang sangat membingungkan."   "Hal apa?"   "Aku dengar, kepandaian ketua baru itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ketua lama. Aku... aku sungguh tidak habis berpikir tentang itu "   "Mungkin... ketua baru itu juga mempelajari ilmu silat tinggi lain,"   Ujar Tio Bun Yang.   "Maka kepandaiannya jauh lebih tinggi dari ketua lama." 'Memang mungkin."   Orang tua pincang manggut-manggut lagi dan memberitahukan.   "Ketua baru itu pun telah memiliki ilmu sesat."   "Ilmu sesat yang bagaimana?" "Ilmu sesat itu dapat mengendalikan pikiran orang. maka siapa pun yang terkena ilmu sesat tersebut, pasti akan menuruti semua perintahnya."   "Oh? Kalau begitu, para anggota Kui Bin Pang pasti sudah terkena ilmu sesatnya?"   "Justru tidak."   "Kok tidak?"   "Karena para anggota telah bersumpah setia, jadi tidak perlu dipengaruhi dengan ilmu sesat itu. Sebab kalau ada anggota yang tidak setia, pasti dihukum mati."   "Kalau begitu... mungkinkah Kui Bin Pang akan menyerbu ke Pulau Hong Hoang To?"   "Untuk sementara ini tidak, sebab mereka belum menemukan tetua Kui Bin Pang. Lagi pula Kui Bin Pang belum berani bertindak begitu sebelum menguasai rimba persilatan Tionggoan."   "Jadi Kui Bin Pang berniat menguasai rimba persilatan Tionggoan?"   Tanya Tio Bun Yang terkejut.   "Ya."   Orang tua pincang menghela nafas panjang.   "Ketua lama pun berniat begitu, tapi tidak terlaksana karena terhalang oleh Tio Po Thian, majikan Pulau Hong Hoang To. Kini...."   "Maksud lo cianpwee kini tiada seorang pun yang dapat menghalanginya?"   "Ya. Sebab...."   Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala.   "Kepandaian ketua baru itu sangat tinggi sekali. Terus terang, Tio Tay Se tidak mampu menandinginya."   "Lo cianpwee kenal pamanku?"   "Tidak kenal, namun belum lama ini aku telah menyelidikinya, maka tahu tentang dirinya." "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut, kemudian memandang orang tua pincang itu seraya bertanya.   "Lo cianpwee kok tahu jelas sekali piengenai seluk-beluk Kui Bin Pang?"   "Anak muda!"   Orang tua pincang menatapnya tajam.   "Aku akan memberitahukan mengenai identitas diriku, namun engkau tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun, termasuk muridku itu. tipi engkau boleh memberitahukan pada Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan para penghuni Hong Hoang To."   "Lo cianpwee...."   Tio Bun Yang tampak kebingungan.   "Aku tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun, termasuk Sie Keng Hauw tapi boleh memberitahukan kepada kakekku, Kakek Gouw dan para penghuni Pulau Hong Hoang To, aku... aku jadi bingung...."   "Maksudku engkau tidak boleh memberitahukan kepada orang lain maupun teman-temanmu. Hanya boleh memberitahukan kepada tingkatan tua saja."   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut mengerti.   "Baiklah! Aku berjanji, lo cianpwee."   "Anak muda..."   Ujar orang tua pincang dengan suara rendah.   "Tetua Kui Bin Pang itu adalah ayahku."   "Haaah?"   Tio Bun Yang terperangah.   "Maka aku tahu jelas sekali tentang perkumpulan itu, namun...."   Orang tua pincang menggeleng-gelengkan kepala.   "...aku sudah tidak mau bergabung dengan Kui Bin Pang, karena Kui Bin Pang bertujuan jahat."   "Lo cianpwee...."   Tio Bun Yang memandangnya.   "Bagaimana seandainya pihak Kui Bin Pang berhasil menemukan lo cianpwee?"   "Ha ha ha!"   Orang tua pincang tertawa gelak.   "Tidak mungkin, sebab aku cukup cerdik." "Maksud lo cianpwee?"   "Ketua baru itu tidak kenal aku. Meskipun dia mengenali ilmu silatku, tetapi, aku telah mengubah semua gerakan ilmu silatku."   "Oooh!"   Tio Bun Yang tersenyum.   "Jadi Sie Keng Hauw juga mempelajari ilmu silat lo cianpwee yang telah diubah itu?"   "Ya."   Orang tua pincang mengangguk.   "Kok lo cianpwee bisa berpikir sampai kesitu?"   "Sebelum ayahku meninggal sudah menceritakan tentang Kui Bin Pang dan ketua lama itu Bahkan ayahku pun khawatir kelak akan muncul ketua Kui Bin Pang. Oleh karena itu, setelah ayahku meninggal, aku mulai mengubah semua ilmu silat ayahku itu."   "Lo cianpwee sungguh cerdas!"   Ujar Tio Bu Yang sambil tersenyum.   "Oh ya, bagaimana kepandaian lo cianpwee dibandingkan dengan ketua baru itu?"   "Cuma bisa bertahan sekitar tiga puluh jurus,"   Sahut orang tua pincang dan menggeleng-gelengkan kepala.   "Kok lo cianpwee tahu?"   "Aku pernah membuntuti para anggota Kui Bin Pang, sampai disuatu tempat aku menyaksikan ketua baru itu sedang mempertunjukkan kepandaiannya."   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggul seraya bertanya.   "kalau begitu, siapa yang mampu menandingi kepandaian ketua Kui Bin Pang itu?"   "Mungkin engkau, anak muda."   Orang tua pincang menatapnya.   "Aku?"   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tio Bun Yang tertegun.   "Kepandaianku..." "Anak muda!"   Orang tua pincang tersenyum.   "Jangan merendah lagi, aku sudah tahu jelas tenung kepandaianmu."   "Lo cianpwee...."   "Oleh karena itu..."   Tambah orang tua pincang. 'Aku memang sengaja menemuimu. Mengenai Kui lim Pang, engkau harus berunding dengan ayahmu dan para tingkatan tua lainnya."   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk.   "Oh ya, engkau harus ingat!"   Pesan orang tua pincang.   "Jangan beritahukan kepada Sie Keng Hauw tentang diriku!"   "Ya, lo cianpwee."   Tio Bun Yang mengangguk lagi.   "Baiklah."   Orang tua pincang menepuk bahu Tio Bun Yang seraya berkata.   "Anak muda, semoga kita berjumpa lagi kelak!"   "Lo cianpwee...."   "Sampai jumpa, anak muda!"   Ucap orang tu pincang dan sekaligus melesat pergi.   Kening Tio Bun Yang berkerut-kerut.   Ia masih belum bertemu Siang Koan Goat Nio, ini sudah sangat memusingkannya, kini malah timbul urusan tersebut.   Tio Bun Yang menghela nafa panjang, lalu melesat pergi.   -oo0dw0oo- Bagian ke empat puluh delapan Pembicaraan serius di Markas Pusat Kay Pai Tio Bun Yang terus melanjutkan perjalanan menuju markas pusat Kay Pang.   Ketika ia berada jalan yang sepi, mendadak terdengar suara siulan aneh yang menyeramkan serta suara derap kaki kuda.   Segeralah ia meloncat ke balik pohon, mudian mengintip dengan penuh perhatian.   Tampak belasan penunggang kuda berpakaian serba putih melewati jalan itu, semuanya memakai kedok setan.   Tentunya Tio Bun Yang tahu, mereka adalah para anggota Kui Bin Pang.   Ia tidak menguntit mereka, karena sedang memburu waktu menuju markas pusat Kay Pang.   Setelah para anggota Kui Bin Pang itu lewat, berselang sesaat barulah Tio Bun Yang melesat pergi melanjutkan perjalanan.   Beberapa hari kemudian, sampailah ia di markas pusat Kay Pang.   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong menghela nafas lega.   "Kakek!"   Panggil Tio Bun Yang dan tercengang ketika melihat Ngo Tok Kauwcu Phang Ling Cu berada di situ.   "Kakak Ling Cu...."   "Adik Bun Yang!"   Ngo Tok Kauwcu tersenyum.   "Bun Yang,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Duduklah dulu baru mengobrol, memang banyak yang harus dibicarakan."   "Ya."   Tio Bun Yang duduk.   "Kakak Bun Yang,"   Tanya Lie Ai Ling.   "Kok Sian Hoa tidak ikut kembali, apakah telah terjadi sesuatu atas dirinya?"   "Memang telah terjadi suatu yang baik atas dirinya,"   Sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum. Ternyata dia dan Toan Beng Kiat telah saling mencinta, maka dia pun betah tinggal di Tayli."   "Oooh!"   Lie Ai Ling manggut-manggut sambil tertawa.   "Syukurlah kalau begitu!"   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya! "Bagaimana urusan di Tayli itu? Apakah sudah beres?" "Sudah beres."   Tio Bun Yang mengangguk "Bun Yang!"   Gouw Han Tiong menatapnya seraya bertanya.   "Bagaimana cara engkau memberesi urusan itu?"   "Tidak begitu sulit,"   Jawab Tio Bun Yan sambil tersenyum.   "Karena Bu Ceng Sianli-Tui Siao Cui menuruti usulku, dia menyembuhkan Paman Wie Kie dan Paman Bie Liong, lalu pergi"   "Syukurlah!"   Ucap Gouw Han Tiong dan berlega hati.   "Oh ya, bagaimana luka Tayli Lo Ceng?"   "Sudah sembuh."   "Bagaimana keadaan Sian Eng?"   "Bibi Sian Eng baik-baik saja. Tapi aku tidak bercakapcakap dengan mereka, karena Tayli Ceng menyuruhku cepatcepat pulang."   "Oooh!"   Lim Peng Hang manggut-manggu kemudian wajahnya berubah serius.   "Bun Yan sudah ada kabar beritanya tentang Goat Nio.' "Oh! Dia berada di mana?"   Tanya Tio Bun Yang girang tapi juga tegang.   "Dia... dia bera di mana? Apa yang telah terjadi atas dirinya?"   "Adik Bun Yang, tenanglah!"   Sahut Ngo Tc Kauwcu.   "Siang Koan Goat Nio ditangkap.."   "Apa?"   Cemaslah Tio Bun Yang.   "Siapa yang menangkapnya?"   "Pihak Seng Hwee Sin Kun,"   Jawab Ngo Tok Kauwcu dan menambahkan.   "Tapi engkau tidak usah cemas, Goat Nio dalam keadaan baik-baik saja."   "Kakak Ling Cu!"   Tanya Tio Bun Yang.   "Engkau tahu dari mana?" "Aku memperoleh kabar berita itu dari Pat Pie Lo Koay..."   Jawab Ngo Tok Kauwcu dan sekaligus menutur.   "...maka engkau tidak usah cemas."   "Oooh!"   Tio Bun Yang menarik nafas lega, kemudian memandang Lim Peng Hang seraya bertanya.   "Kakek, apa rencana kita?"   "Menunggu,"   Sahut Lim Peng Hang singkat.   "Menunggu apa?"   Tio Bun Yang bingung.   "Apakah kita harus membiarkan Goat Nio terus menderita di sana?"   "Adik Bun Yang!"   Ngo Tok Kauwcu tersenyum.   "Engkau harus sabar, sebab tidak lama lagi. Seng Hwee Sin Kun pasti mengutus orang ke mari."   "Tapi Goat Nio...."   Tio Bun Yang sangat mencemaskan gadis pujaan hatinya itu.   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya lembut, sekaligus menghiburnya.   "Engkau tenang saja, Goat Nio tidak akan terjadi apa-apa."   "Adik Bun Yang, aku berani jamin, Goat Nio pasti selamat."   Ujar Ngo Tok Kauwcu sungguh-sugguh.   "Yaaah...!"   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku sama sekali tak menyangka kalau Seng Hwee Sin Kun begitu licik dan pengecut, kenapa dia menangkap Goat Nio?"   "Untuk dijadikan sandera,"   Sahut Ngo Tok Kauwcu.   "Aaah!"   Keluh Tio Bun Yang sambil menghela nafas panjang, kemudian mendadak sepasang matanya berapi-api.   "Kalau Seng Hwee Sin Kun berani mencelakai Goat Nio, aku pasti tidak akan mengampuninya!"   "Adik Bun Yang, kita memang tidak boleh mengampuni Seng Hwee Sin Kun,"   Ujar Ngok Tok Kauwcu.   "Kita harus membasminya sekaligus memusnahkan markas Seng Hwee Kauw." "Ya."   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Kakak Bun Yang...."   Mendadak Yatsumi menatapnya seraya berkata.   "Kini engkau sudah kembali, maka... aku pun ingin pulang ke Jepang."   "Engkau ingin pulang ke Jepang?"   Tanya Tii Bun Yang.   "Yatsumi, bukankah lebih baik engkau tinggal di sini beberapa hari lagi?"   "Aku... aku harus segera membalas dendarr. tidak bisa terus tinggal di sini,"   Sahut Yatsumi.   "Yatsumi!"   Sela Lie Ai Ling.   "Jangan cepai cepat pulang ke Jepang, lihat beberapa hari lagil "Tapi...."   Yatsumi tampak berpikir, lama sekali barulah mengangguk.   "Baiklah."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Bun Yang, lebih baik sekarang engkau beristirahatlah,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Nanti malam kita baru bercakap-cakap lagi."   "Ya, Kakek."   Tio Bun Yang berjalan menuju kamarnya, pikirannya justru menerawang.   -ooo0dw0ooo- Malam harinya, Tio Bun Yang datang di ruang lengah menemui Lim Peng Hang dan Gouw Han liong.   Kebetulan cuma mereka berdua yang berada di ruang tengah itu, sedangkan yang lain sudah lulur.   "Kakek..."   Panggilnya.   "Duduklah, Bun Yang!"   Sahut Lim Peng Hang sambil tersenyum lembut.   "Engkau sudah tidak merasa lelah?"   "Ng!"   Tio Bun Yang mengangguk sambil duduk.   "Kakek...."   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya, 'Engkau ingin menyampaikan sesuatu pada kami?" "Ya."   Wajah Tio Bun Yang tampak serius.   "Mengenai apa?"   Tanya Lim Peng Hang dan yakin pasti sesuatu yang penting, sebab wajah Tio Bun Yang tampak begitu serius.   "Kui Bin Pang."   "Apa?"   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tersentak.   "Engkau bertemu para anggota perkumpulan itu?"   "Kakek, aku bertemu seorang tua pincang."! Tio Bun Yang memberitahukan.   "Orang tua itulah yang menceritakan kepadaku tentang Kui Bin Pang."   "Siapa orang tua itu?"   Tanya Lim Peng Hangafl "Kakek dan Kakek Gouw harus berjanji, tidakl akan memberitahukan kepada orang lain!"   Tegas Tio Bun Yang.   "Sebab menyangkut keselamatan!! orang tua itu dan muridnya."   Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling memandang, kemudian keduanya mengangguk.   "Baik, kami berjanji,"   Ujar Lim Peng Hang.   "Orang tua itu ternyata guru Sie Keng Hauw."   Tio Bun Yang memberitahukan dengan suara rendah.   "Juga anak Tetua Kui Bin Pang."   "Haaah?"   Bukan main terkejutnya Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.   "Kalau begitu...."   "Memang sungguh di luar dugaan, Kui Bin Pang punya dendam pada kakek tua, majikan lama Pulau Hong Hoang To."   "Maksudmu Tio Po Thian?"   Lim Peng Hang terbelalak.   "Ya."   Tio Bun Yang mengangguk dan menutur semua yang didengarnya dari orang tua pincang. "Jadi ketua baru itu berniat menguasai rimba persilatan, bahkan juga ingin membalas dendam terhadap pihak pulau Hong Hoang To?"   Tanya Gouw Han Tiong dengan kening berkerut-kerut.   "Ya."   Tio Bun Yang manggut-manggut, kemudian menghela nafas panjang.   "Urusan dengan Seng Hwee Kauw belum beres, kini malah timbul urusan lain!"   "Bun Yang,"   Tanya Lim Peng Hang.   "Orang tua pincang itu memberitahukan kepandaian ketua baru Kui Bin Pang itu kepadamu?"   "Ya. Menurut orang tua pincang itu, kepandaian ketua baru Kui Bin Pang sangat tinggi sekali. Dia memiliki Pek Kut Im Sat Kang (Tenaga Hawa Dingin Beracun), yang sangat lihay dan hebat!"   "Aaaah...!"   Lim Peng Hang menghela nafas panjang.   "Sungguh di luar dugaan! Lalu kita harus bagaimana? Haruskah kita ke pulau Hong Hoang Po memberitahukan kepada Tio Tay Seng?"   "Kita sedang menghadapi Seng Hwee Kauw, bagaimana mungkin berangkat ke pulau Hong Hoang To?"   Sahut Gouw Han Tiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Menurut orang tua pincang itu, sementara ini Kui Bin Pang belum bisa bergerak, karena belum menemukan tetuanya. Jadi kita tidak usah memikirkan tentang itu, lebih baik kita curahkan perhatian pada Seng Hwee Kauw saja."   "Ngmm!"   Lim Peng Hang manggut-manggut dan menambahkan.   "Setelah urusan ini selesai, barulah kita ke pulau Hong Hoang To."   "Memang harus begitu."   Gouw Han Tiong mengangguk.   "Sekarang sudah larut malam, lebih baik engkau pergi tidur." "Ya."   Tio Bun Yang meninggalkan ruang tengah itu, namun tidak menuju kemarnya, melainkan ke halaman belakang. Tio Bun Yang melihat sosok bayangan di bawah pohon. Ia tertegun dan segera mendekat sosok bayangan itu yang ternyata Yatsumi.   "Eh?"   Tio Bun Yang tercengang.   "Yatsumi kenapa engkau duduk di sini?"   "Aku...."   Gadis Jepang itu menundukkan ke pala.   "Aku teringat pada almarhum dan almarhumah...."   "Sudahlah, jangan dipikirkan!"   Ujar Tio Bui Yang sambil duduk di sisinya.   "Kini kepandaianmi sudah tinggi, engkau bisa membalas dendam."   "Memang, tapi...."   "Masih ada masalah lain?"   "Aaaah...!"   Yatsumi menghela nafas panjang kemudian memandang jauh ke depan.   "Terus terang, aku mencintai seorang pemuda."   "Oh?"   Tio Bun Yang menatap dalam-dalarr "Siapa pemuda itu? Apakah dia orang Han?"   "Dia juga orang Jepang, tapi...."   "Kenapa?"   "Dia putra seorang pembesar di Jepang, tentunya orang tuanya tidak akan merestui hubunga kami."   "Pemuda itu mencintaimu?"   "Kami... kami sudah saling mencinta. Ketika aku mau berangkat ke Tionggoan ini, aku pun memberitahukan kepadanya. Dia berjanji menantiku dengan setia." "Kalau begitu, engkau tidak perlu gelisah."   Lio Bun Yang tersenyum.   "Kalian berdua sudah .saling.mencinta, jadi... tidak ada urusan dengan orang tuanya. Ya, kan?"   "Tapi...."   Yatsumi menggeleng-gelengkan kepala.   "Menurut adat kami, anak pembesar tidak boleh menikah dengan orang biasa."   "Oh?"   Tio Bun Yang menghela nafas panjang. 'Tidak disangka adat Jepang lebih kolot dibandingkan dengan adat Han!"   "Oleh karena itu, aku...."   "Yatsumi,"   Ujar Tio Bun Yang memberi usul.   "Setelah dendammu itu terbalas, engkau boleh mengajak pemuda itu ke Tionggoan. Aku yakin orang tua pemuda itu tidak akan menyusul sampai ke mari."   "Aaaah...!"   Yatsumi menghela nafas panjang.   "Kalau kami berbuat begitu, sama juga menghina dan mempermalukan Bangsa Jepang."   "Lalu... kalian berdua harus bagaimana?"   "Entahlah."   Yatsumi menggelengkan kepala.   "Aku... aku pusing sekali."   "Oh ya, engkau pernah bertemu orang tua pemuda itu?"   Tanya Tio Bun Yang mendadak.   "Tidak."   "Begini...."   Tio Bun Yang menyarankan.   "... engkau harus memberanikan diri menemui orang tua pemuda itu, aku yakin orang tua pemuda itu pasti merestui kalian."   "Itu... itu bagaimana mungkin?"   "Engkau harus yakin dan percaya diri."   "Betul."   Tiba-tiba terdengar suara sahutan, muncullah Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw sambil tertawa-tawa. "Eh?"   Tio Bun Yang terbelalak.   "Kalian berdua kok belum tidur?"   "Terus terang,"   Sahut Sie Keng Hauw sambil tersenyum.   "Dari tadi kami berdua bersembunyi di balik pohon. Ketika kami ingin keluar menemui Yatsumi, engkau justru ke mari."   "Oooh!"   Tio Bun Yang manggut-manggut.   "Tentunya kalian berdua mendengar pembicaraan kami.' "Ya."   Lie Ai Ling mengangguk.   "Memang tepat saranmu, begitu pula apa yang kau katakan barusan, Yatsumi harus yakin dan percaya diri."   "Tapi...."   Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Yatsumi menggeleng-gelengkan kepala.   "Orang tua pemuda itu adalah pembesar."   "Percayalah!"   Ujar Tio Bun Yang.   "Pembesar itu pasti juga menghendaki menantu baik. Sedangkan engkau adalah gadis yang lemah lembutJ cantik jelita dan sopan santun. Maka aku yakin orang tua pemuda itu pasti merestuinya."   "Benar,"   Sela Lie Ai Ling sambil tertawa "Yatsumi, engkau harus percaya itu."   "Ya."   Yatsumi mengangguk.   "Terimakasih atas dukungan kalian, terimakasih."   "Tidak usah mengucapkan terimakasih,"   Sahut Iie Ai Ling sungguh-sungguh.   "Kita semua adalah kawan baik, jadi harus tolong-menolong dan bantu membantu dalam hal apa pun."   "Terimakasih,"   Ucap Yatsumi lagi.   "Kalau be-ptu, aku mengambil keputusan pulang esok."   "Apa?"   Lie Ai Ling terbelalak.   "Kok begitu cepat engkau mengambil keputusan, pikir-pikir dulu!"   "Ai Ling!"   Yatsumi tampak serius.   "Aku harus membunuh ketua ninja lalu pergi menemui pemuda itu." "Baiklah."   Lie Ai Ling manggut-manggut.   "Mudah-mudahan engkau berhasil!"   "Terimakasih,"   Ucap Yatsumi sambil membungkukkan badannya.   "Terimakasih atas perhatian kalian."   Pagi harinya, ketika Yatsumi sudah bersiap uap meninggalkan markas pusat Kay Pang, di saat bersamaan justru muncul seorang pengemis tua menghadap Lim Peng Hang.   "Lapor pada Pangcu! Kami melihat beberapa anggota Seng Hwee Kauw mengantar seorang! berpakaian serba hitam ke Gunung Hek Ciok San."   "Siapa orang berpakaian serba hitam itu?"   Tanya Lim Peng Hang heran.   "Maaf Pangcu, kami tidak mengetahuinya,"   Jawab pengemis tua itu.   "Kakek pengemis,"   Tanya Yatsumi mendadak.   "Muka orang itu juga ditutup dengan kain hitam?"   "Betul."   "Haaah...!"   Yatsumi tersentak.   "Kalau begitu, dia pasti Takara Nichiba, ketua ninja itu."   "Oh?"   Lim Peng Hang mengerutkan kening.   "Berarti dia memburumu sampai ke Tionggoan."   "Ada baiknya juga,"   Ujar Gouw Han Tiong "Jadi Yatsumi tidak usah pulang ke Jepang."   "Kakek...."   Tio Bun Yang menggeleng-geleng' kan kepala.   "Aku justru merasa heran, kenapi ketua ninja itu ke markas Seng Hwee Kauw?"   "Mungkin ingin bergabung dengan Seng Hwee Kauw,"   Jawab Lim Peng Hang dan menambahkan "Oleh karena itu, kita pun harus bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan." "Aku yang menghadapi ketua ninja itu!"   Ujar Yatsumi dengan mata berapi-api.   "Dia membunuh kedua orang tuaku, aku pun harus membunuh nya!"   "Aaaah...!"   Mendadak Tio Bun Yang menghela nafas panjang.   "Dalam rimba persilatan penuh diliputi dendam dan kebencian, sedangkan di istana diliputi pergolakan politik. Akhirnya... rakyat jelata yang menderita."   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya.   "Engkau...."   "Kakek!"   Tio Bun Yang tersenyum getir.   "Kalau aku sudah berkumpul kembali dengan Goat Nio, alangkah baiknya kami hidup tenang di pulau liong Hoang To."   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menghela nafas.   "Apakah Pulau Hong Hoang To akan aman?"   "Kakek...."   Tio Bun Yang menundukkan kepala.   "Dulu ayahmu juga berkata begitu, tapi akhirnya toh dia juga yang menyelamatkan rimba peralatan. Kini kelihatannya engkau harus mengikuti jijak ayahmu,"   Ujar Gouw Han Tiong.   "Karena kipandaianmu paling tinggi di antara kita semua."   "Yaaah!"   Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.   "Sesungguhnya aku sudah jenuh akan urusan rimba persilatan, rasanya ingin hidup tenang di suatu tempat."   "Bun Yang!"   Lim Peng Hang menatapnya.   "Masih banyak urusan yang harus kau selesaikan, maka engkau harus bersemangat."   "Bersemangat?"   Tio Bun Yang tersenyum geli.   "Kini Goat Nio dikurung di markas Seng Hwee Kauw, bagaimana mungkin aku bersemangat?"   "Adik Bun Yang!"   Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening.   "Kalau engkau tidak bersemangat, bagaimana mungkin dapat menolong Goal Nio?" "Kakak Bun Yang,"   Sela Lie Ai Ling.   "Bia bagaimana pun engkau harus bersemangat. Kalau tidak, Goat Nio yang akan celaka."   "Goat Nio...."   Tio Bun Yang tampak tesentak.   "Benar. Aku memang harus bersemangat "Nah, begitu!"   Lie Ai Ling tertawa gembira kemudian memandang Yatsumi seraya berkata "Sekarang engkau sudah tahu ketua ninja itu ke markas Seng Hwee Kauw, lalu apa rencanamu!"   "Aku harus ke markas Seng Hwee Kauw mencari ketua ninja itu,"   Sahut Yatsumi.   "Aku harus membunuhnya."   "Kalau engkau ke markas Seng Hwee Kauw justru engkau yang akan terbunuh di sana,"   Sahut Ngo Tok Kauwcu.   "Engkau tidak boleh ke sana.   "Apakah aku harus diam saja?"   Tanya Yatsumi sambil mengerutkan kening.   "Kita semua memang harus diam untuk menanti,"   Sahut Ngo Tok Kauwcu dan menambahkan "Percayalah! Tidak lama lagi Seng Hwee Sin Ku pasti mengutus orang ke mari."   "Itu tidak akan meleset?"   Yatsumi tampak ragu.   "Aku berani menjamin tidak akan meleset"   Ngo Tok Kauwcu tersenyum.   "Percayalah!"   "Aku percaya,"   Ujar Lim Peng Hang dan melanjutkan.   "Seng Hwee Sin Kun pasti berunding dengan ketua ninja itu, lalu mengutus orang ke mari."   "Benar."   Gouw Han Tiong manggut-manggut.   "Oleh karena itu, kita harus sabar menunggu."   "Baik."   Yatsumi mengangguk.   "Aku menurut saja." -ooo0dw0ooo      Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com   / Bagian ke empat puluh sembilan Utusan Seng Hwee Sin Kun Di markas Seng Hwee Kauw, terdengar suara tawa gembira.    Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Pendekar Patung Emas Karya Qing Hong Badik Buntung Karya Gkh

Cari Blog Ini