Pendekar Sakti Suling Pualam 34
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 34
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya dari Chin Yung Sahut Tio Bun Yang den girang. "Kakak Siao Cui...." "Ha ha ha!" Kwee Teng An tertawa gelak "Tio Bun Yang, engkau memang hebat karena suara sulingmu mampu meledakkan Genta Maut! Tapi engkau akan menderita sekali!" "Oh?" Tio Bun Yang mengerutkan kening, ketika ia baru mau maju justru Bu Ceng Sianli mencegahnya. "Adik, biarlah aku yang menghadapinya! Dia berani menghinaku, maka aku harus mengajarnya!" "Sungguh tak disangka!" Kwee Teng An memandang Tio Bun Yang. "Engkau punya seorang kakak perempuan yang begitu cantik! Ha ha ha! aku sudah jatuh cinta kepadanya!" "Diam!" Bentak Bu Ceng Sianli. "Bersiap-siplah! Aku akan menyerangmu!" "Yaah!" Kwee Teng An menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa kita harus bertarung? Bukankah lebih baik kita bersenang-senang di tempat tidur?" "Binataang!" Bentak Bu Ceng Sianli gusar, lalu menyerangnya dengan sengit. "Ha ha ha!" Kwee Teng An tertawa gelak sambil berkelit, kemudian balas menyerang. Bu Ceng Sianli terkejut karena tidak menyangka pemuda itu berkepandaian begitu tinggi. Demikian pula Kwee Teng An, ia pun tidak penyangka wanita cantik itu berkepandaian tinggi "Berisi juga engkau!" Ujar Bu Ceng Sianli. "Tentu," Sahut Kwee Teng An. "Engkau pun berisi, terutama badanmu dan...." Kwee Teng An tidak melanjutkan ucapannya. Kwee Teng An terpental ke belakang berapa langkah, begitu pula Bu Ceng Sianli, namun tiada seorang pun yang terluka. Kira-kira dua puluh jurus kemudian, mendadak Bu ceng Sianli menghentikan serangannya "Ha ha ha!" Kwee Teng An tertawa. "Nona sungguh hebat Ilmu Jari Saktimu! Dadaku nyaris berlubang." "Sambut lagi seranganku!" Bentak Bu Ceng sianli dan menyerangnya. Kali ini ia mengeluarkan jurus Cian Ci Keng Thian (Ribuan Jari Mengejutkan Langit). Tampak bayanganbayangan jarinya berkelebatan mengarah kepada Kwee Ceng An. Pemuda itu tertawa panjang dan tiba-tiba badannya berputar-putar sekaligus sepasang lengannya, Ia menangkis dengan salah satu jurus Pek Kut Im Sat Ciang. Blaaaam...!! Terdengar suara lagi suara benturan yang memekakkan telinga. Kwee Teng An terpental beberapa depa, Bu Ceng Sianli pun terpental dengan wajah pucat pasi. "Kakak Siao Cui!" Seru Tio Bun Yang sambil melesat ke arahnya. "Bagaimana? Engkau terluka?" Bu Ceng Sianli menggelengkan kepala, dan segera mengatur pernafasannya. Sedangkan Kwee Ceng An terus memandang mereka, kemudian tertawa gelak seraya berkata lantang. "Ha ha ha! Nona Tu, engkau memang hebat! Ilmu jarimu mampu melubangi pakaianku! Tapi aku belum mengerahkan seluruh lweekang karena aku tidak berniat melukaimu! Ha ha Kelak kita akan berjumpa lagi!" Mendadak Kwee Teng An melesat pergi seraya berseru. "Tio Yang, kini engkau pasti tersiksa sekali hati Ha ha ha...!" Tio Bun Yang mengerutkan kening, Ia ti mengejar pemuda itu, karena khawatir Bu G Sianli terluka. Oleh karena itu, ia cepat-cepat memeriksa Bu Ceng Sianli dan seusai memeriksa wanita itu, ia menarik nafas lega. "Untung kakak tidak luka! Ilmu pukulan sungguh beracun! Kalau kakak tidak memiliki lweekang tinggi, tentu sudah celaka oleh beracun itu!" "Aaah...!" Bu Ceng Sianli menghela nafas panjang. "Aku tak menyangka sama sekali. Kalau pemuda itu berkepandaian begitu tinggi! Kalau aku tidak memiliki Hian Goang Sin Kang, aku pasti sudah celaka di tangannya!" Di saat mereka bercakap-cakap, tiba-tiba terdengar suara seruan yang penuh kegembiraan "Bun Yang! Bun Yang...!" Ternyata Yo Suan Hiang yang berseru sambil menghampirinya. "Bibi! Bibi!" Sahut Tio Bun Yang girang. "Bun Yang!" Yo Suan Hiang menatapnya kemudian membelainya. "Engkau sudah bertambah besar dan ganteng, tapi... kenapa agak kurus ?" "Bibi...." Tio Bun Yang tersenyum getir. "Oh ya!" Yo Suan Hiang memberi hormat kepada Bu Ceng Sianli. "Terimakasih atas tertolong Adik! Kalau Adik tidak muncul, kami semua pasti sudah mati di tangan orang itu!" "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan. "Kakak!" Tio Bun Yang memperkenalkan mereka. "Ini bibiku." "Adik!" Bu Ceng Sianli tertawa lagi. "Dia bibi asli atau cuma bibi-bibian?" "Ayahnya adalah kakak angkatku, maka Bun Yang harus memanggilku bibi," Sahut Yo Suan Hiang dan menambahkan. "Engkau pun harus memanggilku bibi!" . "Oh ya?" Bu Ceng Sianli tertawa nyaring, namamu?" "Yo Suan Hiang!" "Aku akan memanggil namamu saja." "Apa?" Yo Suan Hiang terbelalak dan membatin. "Sungguh kurang ajar wanita muda ini!" "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli menatapnya. "Engkau mencaciku kurang ajar dalam hati! Ya, kan?" Katanya. "Itu...." Yo Suang Hiang tersentak. "Bibi, Kakak Siao Cui...." Tio Bun Yang ingin memberitahukan tentang Bu Ceng Sianli, namun Yo Suan Hiang sudah memotongnya. "Tidak apa-apa! Tidak apa-apa." Yo Suan Hiang tersenyum. "Mari kita pergi menemui Lie Tsu Seng!" "Baik." Tio Bun Yang mengangguk Mereka semua menuju tenda di mana Lie Tsu Seng berdiri di situ. Ia pun sudah melihat kejadian tadi "Paman! Paman!" Panggil Tio Bun Yang girang. "Bun Yang!" Lie Tsu Seng memegang bahunya. "Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana Engkau baik-baik saja selama ini?" "Aku baik-baik saja, Paman." Sahut Tio Bun Yang. "Syukurlah!" Ucap Lie Tsu Seng, kemudian memandang Bu Ceng Sianli sambil memberi hormat. "Lihiap (Pendekar Wanita), terimakasih atas pertolonganmu!" "Ngmmm!" Bu Ceng Sianli manggut-manggui dengan penuh perhatian lalu menatapnya dengan penuh perhatian "Engkau memang gagah dan berwibawa, namun kalau engkau berhasil menjadi kaisar kelak, janganlah cuma tahu bersenang-senang dengan wanita cantik, harus memperhatikan nasib rakyat, jangan hanya mementingkan diri sendiri!" "Tentu, tentu." Lie Tsu Seng tertawa gelak Sikap Bu Ceng Sianli yang agak kurang ajar itu tidak membuatnya gusar maupun tersinggung, na mun membuat Yo Suan Hiang mengerutkan kening. Kemudian Lie Tsu Seng mempersilakan duduk. "Silakan duduk!" "Terimakasih!" Ucap Tio Bun Yang sambil duduk. Bu Ceng Sianli juga duduk dan kemudian berkata kepada Tio Bun Yang. "Adik, tak disangka kita bertemu di markas Lie Tsu Seng ini!" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Memang sungguh di luar dugaan!" "Bun Yang !" Yo Suan Hiang memandangnya. "Kok engkau kemari bersama Giok Lan?" "Bibi!" Tan Giok Lan segera menutur tentang kejadian itu. "Oooh!" Yo Suan Hiang manggut-manggut. "kalau Bun Yang tidak muncul, kalian semua pasti celaka!" "Ya!" Tan Giok Lan mengangguk. "Bun Yang!" Lie Tsu Seng memandangnya "Engkau bertambah ganteng tapi kenapa badanmu agak kurus?" "Paman aku ..." Tio Bun Yang mengelengkan kepala "Bun Yang,.." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Yo Suan Hiang tersentak "Apa yang telah terjadi tuturkanlah pada kami,.." "Aku...." Tio Bun Yang menutur semua kejadian itu Yo Suan Hiang dan Lie Tsu Seng mendengarkan dengan penuh perhatian kemudian mereka. menggeleng-gelengkan kepala "Jadi hingga saat ini engkau belum bertemu Goat Nio?" Tanya Yo Suan Hiang dengan kening berkerut-kerut. "Belum," Sahut Tio Bun Yang sambil menghela nafas panjang. "Aaaah...." Lie Tsu Seng menggeleng-gelengkan kepala. "Dinasti Beng makin bobrok, sedangkan rimba persilatan justru makin kacau-balau!" "Lie Tsu Seng," Tanya Bu Ceng Sianli mendadak. "Betulkah kalian telah berhasil merebut beberapa kota penting?" "Betul." Lie Tsu Seng mengangguk. Air mukanya tampak agak berubah, karena Bu Ceng Sianli memanggil namanya langsung. "Bu Ceng Sianli!" Yo Suan Hiang memandangnya dengan kening berkerut. Ia ingin menegurnya tapi merasa tidak enak, sebab wanita muda itu telah menyelamatkan mereka semua "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan "Suan Hiang, engkau ingin menegur aku karena menurutmu aku sangat kurang ajar, bukan? Nah, perlukah aku minta maaf?" "Itu...." Apa yang diucapkan Bu Ceng Sianli sungguh membuat Yo Suan Hiang serba salah, namun bersamaan dengan itu Lie Tsu Seng tertawa gelak. "Ha ha ha! Itu tidak perlu. Aku sama sekati tidak mempermasalahkan itu," Ujar Lie Tsu Seng sungguh-sungguh. "Bagus! Bagus! Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli terawa nyaring. "Lie Tsu Seng, engkau betul-betul berjiwa besar. Tidak sia-sia aku menyelamatkanmu. Hi hi hi!" "Terimakasih,.terimakasih!" Ucap Lie Tsu Seng. Sementara Yo Suan Hiang terus memandang Tio Bun Yang, kelihatannya menghendakinya menutur tentang Bu Ceng Sianli. "Bibi...." Tio Bun Yang tersenyum. "Kenapa kau terus memandangku?" "Bun Yang, bibi justru merasa heran," Sahut Yo Suan Hiang. "Nona Tu baru berusia dua puluhan, tapi kenapa engkau memanggilnya kakak?" "Maksud bibi aku harus memanggilnya adik?" Tanya Tio Bun Yang sambil tertawa geli. "Seharusnya begitu." Yo Suan Hiang manggut-manggut. "Bibi, sebetulnya aku malah harus memanggilnya nenek tua." Ujar Tio Bun Yang. "Eh?" Yo Suan Hiang terbelalak. "Sekian lama tidak bertemu, bibi tidak menyangka engkau suka bergurau." "Aku tidak bergurau, Bibi," Sahut Tio Bun Yang. "Kalau menurut usia dan aturan, aku memang harus memanggilnya nenek tua. Mungkin Bibi dan Paman Lie pun harus memanggilnya nenek." "Apa?" Yo Suan Hiang melotot. "Bun Yang, kau...." "Bun Yang!" Lie Tsu Seng menatapnya heran "Aku yakin engkau tidak bergurau, tapi... jelaskanlah'" "Sesungguhnya kakak Siao Cui sudah berusia hampir sembilan puluh." Tio Bun Yang memberitahukan. "Maka dia tidak salah memanggil nama Bibi dan nama Paman." "Haaah...?" Mulut Lie Tsu Seng terngangalebar, kemudian menatap Tio Bun Yang sambil mengerutkan kening. "Engkau... engkau sudah tidak waras ya?" "Paman!" Tio Bun Yang tersenyum. "Kita melihat kakak Siao Cui berusia dua puluhan, tapi usianya memang sudah hampir sembilan puluh Itu karena kakak Siao Cui mengalami suatu kemujizatan alam." "Oh?" Yo Suan Hiang masih kurang percaya "Bibi!" Tio Bun Yang tersenyum lagi. "Semula aku pun seperti Bibi, sama sekali tidak percaya Tapi kemudian barulah aku percaya, karena ada buktinya " "Bukan main!" Lie Tsu Seng menggeleng-gelengkan kepala. "Tu lihiap, bolehkah engkau menceritakan tentang kemujizatan itu?" "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikikan kemudian barulah menutur tentang apa yang dialaminya Yo Suan Hiang dan Lie Tsu Seng mendengarkan dengan mulut ternganga lebar saking takjubnya. Apa yang dituturkan Bu Ceng Sianli mirip suatu dongeng, namun justru nyata. "Itu sungguh merupakan kemujizatan alam!" Ujar Yo Suan Hiang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau begitu, aku yang harus mohon maaf kepada lo cianpwee." "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa geli. "Jangan Memanggilku lo cianpwee, sebab akan membuat sekujur badanku jadi merinding. Engkau cukup memanggilku kakak saja." "Kakak!" Panggil Yo Suan Hiang girang. "Ohya, kepandaian kakak tinggi sekali. Kami semua berhutang budi kepada kakak." "Jangan berkata begitu!" Bu Ceng Sianli tersenyum. "Itu memang kebetulan sekali. Aku sedang menyelidiki seseorang, tanpa sengaja aku tiba di ibu kota dan melihat seseorang melakukan perjalanan tergesa-gesa. Itu menimbulkan kecurigaanku, maka aku terus menguntitnya. Akhirnya di tempat ini, aku melihat dia membunuh para pejuang yang menjaga di luar. Segeralah aku memunculkan diri dan melawannya, tapi tak di sangka kepandainnya begitu tinggi." "Kalau aku tidak memiliki suling pusaka, tentu tidak bisa membuat genta itu pecah," Ujar Tio Bun Yang. "Entah genta apa itu? Begitu hebat!". "Itu adalah Genta Maut." Bu Ceng Sianli memberitahukan. "Guruku pernah menceritakan Genta Maut itu, justru tidak disangka pemuda itu memiliki benda tersebut." "Ilmu pukulannya sungguh ganas dan beracun!" Tio Bun Yang memberitahukan. "Kelihatannya dia masih belum mengerahkan seluruh lwekangnya. Aku sangat heran kenapa dia tidak mengerahkan seluruh Iweekangnya untuk melukai kakak?" "Hi hi hi!" Bu Ceng Sianli tertawa cekikik; "Itu karena dia telah jatuh cinta kepadaku. Apabila dia mengerahkan seluruh Iweekangnya, akupun akan mengerahkan Hian Goang Sin Kang sampai pada puncaknya." "Oooh!" Tio Bun Yang mengangguk. "Kakak tahu ilmu pukulan apa itu?" Tanyanya. "Sepasang telapak tangannya mengeluarkan uap, mirip...." Bu Ceng Sianli terus berpikir, kemudian baru melanjutkan ucapannya. "Itu mirip pukulan Pek Kut Im Sat Ciang." "Apa?" Tio Bun Yang nyaris meloncat bangun saking terkejut. "Itu adalah ilmu pukulan Pek Im Sat Ciang?" "Kalau tidak salah, sebab aku pernah mendengar tentang ilmu pukulan itu dari guruku Mendadak wajah Bu Ceng Sianli berubah hebat "Pemuda itu...." "Dia ketua Kui Bin Pang!" Seru Tio Bun Yang tak tertahan. "Tidak salah." Sahut Bu Ceng Sianli. "Hanya ketua Kui Bin Pang yang mahir ilmu pukulan tersebut." "Kakak tahu nama pemuda itu?" Tanya Tio u n Yang. "Dia bernama Kwee Teng An." Bu Ceng Sianli Memberitahukan.. "Aku mendengar namanya dipanggil seseorang." "Kwee Teng An! Kwee Teng An...." Gumam Tio Bun Yang "Dia...." Mendadak Tio Bun Yang melesat pergi tanpa pamit lagi. Itu sungguh mengejutkan semua orang. "Bun Yang!" Teriak Yo Suan Hiang memangnya. "Adik!" Seru Bu Ceng Sianli. "Adik...!" Namun pemuda itu sudah tidak kelihatan, ternyata ia melesat pergi menggunakan ginkang. "Heran?" Gumam Yo Suan Hiang tidak mengerti. "Kenapa mendadak dia melesat pergi?" "Aku yakin dia pasti pergi mencari pemuda tadi" Sahut Bu Ceng Sianli. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sebab Goat Nio berada di tangan Ketua Kui Bin Pang itu." "Apa?" Yo Suan Hiang terkejut bukan main. "Pemuda itu adalah ketua Kui Bin Pang?" "Menurutku memang tidak salah," Sahut Bu rng Sianli. "Sebab dia tadi menangkis seranganku dengan ilmu Pek Kut Im Sat Ciang." "Kalau begitu...." Kening Yo Suan Hiang berkerut. "Goat Nio masih berada di tangannya." "Maka Bun Yang segera melesat pergi. Dia pasti pergi mencari pemuda itu." Ujar Bu Ceng Sianli dan berpamit. "Maaf, aku harus segera pergi menyusul Bun Yang." Bu Ceng Sianli melesat pergi. Lie Tsu Sen dan Yo Suan Hiang dan lainnya hanya duduk mematung di tempat, kemudian mereka saling memandang dan menghela nafas panjang. "Aaah...," Ujar Lie Tsu Seng. "Aku telah berhutang budi kepada Tu lihiap! Dia menyelamatkan nyawaku!" -oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh delapan Kim Coa Long Kun (Pendekar Pedang Ular Emas) Tio Bun Yang melakukan perjalanan siang malam ke ibu kota. Ternyata ia mengetahui tentang Kwi Teng An dari Ma Giok Ceng. Ketika mendengi nama pemuda itu, maka ia langsung meleset pergi sebab Bu Ceng Sianli juga mengatakan bahwa Kwee Teng An adalah ketua Kui Bin Pang. Sesampainya di ibu kota, tidak sulit mencari rumah Menteri Ma, Ia langsung ke rumah tersebut, tetapi para pengawal di situ jelas menghadangnya. "Aku ingin menemui Menteri Ma," Ujar Tio m Yang. "Siapa engkau dan ada urusan apa mau menemui Menteri .Ma?" Tanya salah seorang pengawal. "Engkau tidak usah tahu!" Bentak Tio Bun Yang. "Eh?" Pengawal itu melotot. "Engkau berani mengacau di rumah Menteri Ma?" "Cepat antar aku ke dalam!" Tio Bun Yang menatap para pengawal itu. "Aku mau menemui menteri Ma!" "Tidak bisa!" Pengawal itu menggelengkan kepala. "Kepala pengawal tidak ada, maka engkau tidak boleh sembarangan masuk!" "Maksudmu Kwee Teng An?" Tanya Tio Bun Yang. "Engkau kenal dia?" Pengawal itu balik bertanya dengan heran. "Aku memang kenal dia!" Sahut Tio Bun Yang berdusta, pada hal ia tidak mengenalnya. "Itu...." Pengawal itu tampak ragu mempersilahkan Tio Bun Yang masuk. "Kami...." Di saat itulah Tio Bun Yang menerobos masuk menggunakan Kiu Kiong San Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat) dan seketika juga ia menghilang dari pandangan para pengawal. "Hah?" Para pengawal terbelalak.. "Ke mana pemuda itu? Kenapa bisa menghilang mendadak?" "Dia... dia...." Salah seorang pengawal menengok ke sana ke mari. "Hah? Itu...." Pengawal itu melihat sosok bayangan berkelebat memasuki rumah Menteri Ma, begitu juga yang lainnya. "Mari kita kejar dia!" Terdengar suara seruan "Celaka!" Keluh seorang pengawal dengan wajah pucat pias. "Pemuda itu telah menerobos ke dalam, kita semua pasti dihukum!" "Ayoh, mari kita ke dalam!" Seru seorang pengawal. Mereka segera berlari-lari ke dalam, sementara Tio Bun Yang sudah berada di dalam rumah itu. "Menteri Ma? Menteri Ma...!" Teriaknya. "Ada apa?" Menteri Ma muncul dari kamarnya. Ketika melihat Tio Bun Yang, tertegunlah menteri itu. "Siapa engkau? Sungguh berani engkau memasuki rumahku!" "Menteri Ma!" Tio Bun Yang menatapnya "Di mana Kwee Teng An? Di mana Kwee Teng An?" Tanyanya. "Kwee Teng An?" Menteri Ma mengerutkan kening. "Anak muda, engkau punya hubungan apa dengannya?" "Jangan bertanya! Cepat katakan di mana dia!" Bentak Tio Bun Yang sambil melangkah maju. "Engkau..., engkau mau apa?" Menteri Ma ketakutan dan langsung berteriak-teriak. "Pengawal...Pengawal...!" Seketika muncullah para pengawal, yang langsung menyerang Tio Bun Yang dengan berbagai macam senjata. Tio Bun Yang cuma mengibaskan lengan bajunya, seketika beberapa pengawal terpental, lalu jatuh terbanting tak bangun lagi. "Bunuh dia!" Teriak menteri Ma. "Cepat bunuh dia" Para pengawal saling memandang, kemudian mereka mulai menyerang Tio Bun Yang lagi. serperti barusan, Tio Bun Yang tetap mengibaskan lengan bajunya terus, sehingga membuat para pengawal itu terpental ke sana ke mari. Setelah itu Tio Bun Yang mengarah memandang Menteri "Cepat katakan, di mana Kwee Teng An?" "Dia..., dia tidak ada di sini," Sahut Menteri Ma dengan tubuh menggigil. "Dia... pergi." "Dia pergi ke mana?" "Dia..., dia...." "Kapan dia pergi?" "Beberapa hari yang lalu." Menteri Ma memberitahukan. "Hingga kini dia masih belum pulang." "Betulkah dia belum pulang?" "Betul." Menteri Ma mengangguk. "Aku tidak bohong...." "Hm!" Dengus Tio Bun Yang dingin. "Menteri Ma mengutusnya pergi memenggal kepala Lie Tsu Seng, kan?" "Itu..., itu...." Wajah menteri Ma berubah pucat. "Aku...." "Dia tidak berhasil memenggal kepala Lie Tsu Seng, sebab di saat itu muncul seorang pendekar wanita, kemudian aku pun tiba di sana," Ujar Bun Yang melanjutkan. "Maka dia tidak berhasil memenggal kepala Lie Tsu Seng, sebaliknya malah kabur." "Oh?" Menteri Ma tampak kecewa sekali "Tahukah siauhiap dia ke mana?" Tanyanya "Aku justru ke mari mencarinya." "Kenapa engkau menduganya kabur mari?" "Dia kepala pengawal di sini, tentunya kembali ke sini." "Engkau...." Menteri Ma menatapnya heran "Dari mana engkau bisa tahu dia kepala pengawal di sini?" "Aku mendengar dari Giok Ceng." Tio Bun Yang memberitahukan sambil memandangnya "Ma Giok Ceng adalah putrimu, kan?" "Be..., betul." Menteri Ma mengangguk tampak terkejut. "Engkau kok tahu itu?" "Aku bertemu Giok Ceng." "Siauhiap," Bisik Menteri Ma. "Mari ikut aku ke ruang tengah, kita bicara di sana saja!" Menteri Ma melangkah ke ruang tengah. Tio Bun Yang terpaksa mengikutinya karena masih ingin bertanya tentang Kwee Teng An. "Silakan duduk!" Ucap Menteri Ma setelah duduk. "Terimakasih!" Tio Bun Yang duduk. "Siauhiap!" Menteri Ma menatapnya dalam-dalam. Entah apa sebabnya ia terkesan baik terhadap Tio Bun Yang. "Di mana engkau bertemu anakku?" Tio Bun Yang memberitahukan, dan Menterii Ma manggutmanggut sambil menarik nafas panjang "Terimakasih, siauhiap!" Ucap Menteri Ma. "Engkau telah menyelamatkan putriku. Oh ya, bolehkah aku tahu siapa engkau?" "Namaku Tio Bun Yang." "Ngmm!" Menteri Ma manggut-manggut. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tio siauhiap, bolehkah aku tahu di mana putriku sekarang." "Maaf! Aku tidak bisa memberitahukan. Yang jelas dia berada di tempat yang aman." "Siauw hiap...." Menteri Ma menghela nafas panjang. "Hingga kini aku justru masih bingung, kenapa putriku pergi meninggalkan rumah." "Ada dua sebab yang membuatnya minggat," Seru Tio Bun Yang. "Dia telah memberitahukan padaku." "Dua sebab?" Menteri Ma mengerutkan kening. "Siauhiap, beritahukanlah kepadaku aku mengetahuinya!" "Pertama...." Tio Bun Yang memberitahukan "Menteri Ma sering memfitnah menteri lain jenderal yang setia, sehingga mereka dihukum mati oleh kaisar. Kedua dikarenakan menteri ingin menjodohkannya kepada Kwee Teng An maka dia langsung minggat." "Aaaah...!" Menteri Ma menghela nafas panjang. "Padahal aku tidak bermaksud menjodohkannya kepada Kwee Teng An. Dia..., dia telah salah paham." "Giok Ceng bilang ayahnya sangat menyukai Kwee Teng An...." "Dia betul-betul telah salah paham," Potong menteri Ma. "Sesungguhnya aku Cuma...." "Memperalat Kwee Teng An, bukan?" "Yaah!" Menteri Ma menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tahu pemuda itu berhati licik, bahkan sangat berambisi pula. Kalau aku kurang berhati-hati, nyawaku pasti melayang di tangannya." "Kalau sudah tahu itu, kenapa menteri Ma masih mau mengangkatnya sebagai kepala pengawal di sini?" "Siauhiap...." Menteri Ma menghela nafas panjang. "Kepala pengawal lama ingin pulang ke kampung halamannya, maka aku terpaksa mencari penggantinya." "Maksud Menteri Ma adalah guru Giok Ceng?" "Ya." Menteri Ma mengangguk, kemudian tersenyum seraya berkata. "Bun Yang, aku harap engkau jangan memanggilku Menteri Ma, lebih baik engkau memanggilku paman, sebab engkau adalah teman putriku." "Baik, Paman." Tio Bun Yang mengangguk. "Oh ya!" Menteri Ma menatapnya seraya bertanya. "Kenapa engkau ingin menemui Kwee Teng An?" "Ingin menanyakan sesuatu kepadanya," Sahut Tio Bun Yang dan menambahkan. "Dia adalah penjahat besar, maka Paman harus berhati-hati terhadapnya." "Ya." Menteri Ma manggut-manggut. "Bun Yang...." "Ada apa, Paman?" Tanya Tio Bun yang. "Terus terang, aku..., aku rindu sekali kepada Giok Ceng," Jawab Menteri Ma sungguh sungguh. "Maka aku mohon engkau sudi membujuknya pulang! Dia... adalah putriku satunya." "Kalau Kwee Teng An masih berada di sini, aku yakin Giok Ceng tidak akan pulang." "Bun Yang, Kwee Teng An tidak akan ke mari lagi," Ujar Menteri Ma memberitahukan. "Lho? Kenapa?" Air muka Tio Bun yang berubah. "Kenapa dia tidak akan ke mari lagi?" "Dia telah berjanji, apabila tidak berhasil memenggal kepala Lie Tsu Seng, dia tidak akan kemari lagi." "Aaakh...!" Keluh Tio Bun Yang dengan wajah murung. "Kalau begitu, aku harus ke mana men carinya?" "Bun Yang!" Wajah Menteri Ma tampak serius. "Bagaimana kalau kita saling membantu?" "Saling membantu?" Tio Bun Yang tertegun "Bagaimana caranya saling membantu?" "Engkau pergi membujuk putriku pulang, sedangkan aku akan menahan Kwee Teng An disini jika dia ke mari. Bagaimana?" "Itu...." Tio Bun Yang berpikir lama sekali dan akhirnya mengangguk. "Baik, aku setuju." "Kapan engkau berangkat?" Tanya Menteri Ma dengan wajah berseri. "Sekarang," Sahut Tio Bun Yang singkat "Bagus! Bagus! Ha ha ha!" Menteri Ma tertawa gembira. "Bun Yang, mudah-mudahan engkau membujuk Giok Ceng pulang!" "Mudah-mudahan, Paman!" Tio Bun Yang manggutmanggut, lalu berpamit. Menteri Ma mengantarnya sampai di halaman. Begitu sampai di halaman, mendadak Tio Bun Yang melesat pergi menggunakan ginkang. Dalam waktu sekejap, pemuda itu sudah hilang dari pandangan Menteri Ma. "Sungguh hebat kepandaiannya!" Gumamnya "Dia adalah pemuda baik. Seandainya dia mecintai Giok Ceng, aku pasti merestuinya. Mudah-mudahan dia berhasil membujuk Giok Ceng pulang" -oo0dw0oo- Tio Bun Yang terus melakukan perjalanan ke markas Ngo Tok Kauw di Kota Kang Shi. Dua hari kemudian, ketika ia memasuki sebuah lembah, mendadak terdengar suara pertarungan. Sebetulnya Tio Bun Yang memburu waktu kemarkas Ngo Tok Kauw, namun karena ingin tahu apa yang terjadi, maka ia melesat ke tempat pertarungan itu. Tampak seorang pemuda berusia dua puluh limaan sedang bertarung melawan beberapa orang, belasan orang lainnya sudah tergeletak tak bernyawa. Ketika melihat beberapa orang itu, tersentaklah hati Tio Bun Yang, ternyata mereka adalah It Hian Tojin ketua partai Butong, Wie Thian Cinjin ketua partai Kun Lun dan Ceng Sim suthay ketua partai Go Bie. Itu sungguh membuat Tio Bun Yang tidak habis pikir, kenapa ketua-ketua partai itu mengeroyok pemuda itu? Karena itu Tio Bun Yang memandang pemuda itu dengan penuh perhatian. Sebuah pedang berkelebatan di tangan pemud itu, bahkan memancarkan cahaya keemas-emas Tio Bun Yang terbelalak menyaksikan pedang itu, karena pedang itu berbentuk seperti ular. Tiba-tiba Tio Bun Yang mengerutkan kening karena ketiga ketua partai itu mulai terdesak Bun Yang yakin, beberapa jurus lagi ketiga ketua partai itu pasti akan dilukai pemuda tersebut. Justru karena itu, ia berteriak sambil melesat arah mereka yang sedang bertarung. "Berhenti!" Betapa terkejutnya ketiga ketua partai itu begitu pula pemuda tersebut. Mereka segera berhenti bertarung sekaligus memandang. Di saat bersamaan, Tio Bun Yang melayang turun ditengah-tengah mereka. "Hah?" Ketiga ketua partai itu terbelalak namun kemudian wajah mereka tampak berseri "Bun Yang!" "Para ketua, apa kabar?" Tanya Tio Bun Yang "Baik-baik saja?" "Bun Yang!" It Hian Tojin tertawa gembira "Kami baik-baik saja!" "Bun Yang!" Wie Hian Cinjin memandangnya seraya berkata. "Kami berhutang budi lagi kepadamu. Kalau tiada rumput Tanduk Naga itu kami masih gila." "Yang berjasa adalah Hui Khong Taysu," Ujar Tio Bun Yang merendah. "Sebab Hui Khong taysu yang mengantar rumput Tanduk Naga itu." "Hmm!" Pemuda itu mendadak mendengus kngin. "Kalian sudah usai berbasa-basi? Kalau sudah, mari lanjutkan pertarungan ini!" "Maaf Saudara!" Sahut Tio Bun Yang. "Kenapa kalian bertarung? Sudahlah! Jangan dilanjutkan lagi!" "Hm!" Dengus pemuda itu lagi sambil menatap Tio Bun Yang dengan dingin. "Ketua Butong!" Tanya Tio Bun Yang. "Kenapa ketua bertarung dengan orang itu?" "Dia telah membunuh para murid kami, maka kami turun tangan terhadapnya," Jawab It Hian cijin dan menambahkan. "Dia adalah penjahat yang harus dibasmi." "Maaf!" Ucap Tio Bun Yang dan bertanya. "apakah ketua tahu sebab musababnya, kenapa orang itu membunuh para murid kalian?" "Kami..." It Hian Tojin tergagap-gagap. "Kami baru bertanya kepadanya, namun dia tidak mau memberitahukan, sehingga terjadilah pertarungan ini" "Para ketua..." Ujar Tio Bun Yang. "Urusan ini serahkan padaku saja, biar aku menyelesaikannya! Bagaimana?" Ketiga ketua partai itu saling memandang, mereka bertiga tahu bahwa bila pertarungan itu lanjutkan, mereka bertigalah yang akan celaka. "Baiklah." It Hian Tojin manggut-manggut. "Kami serahkan urusan ini kepadamu, terimakasih Bun Yang!" Tio Bun Yang tersenyum, sedangkan ketiga ketua partai itu segera menyuruh murid-murid menggotong mayat-mayat yang tergeletak itu, dan meninggalkan tempat tersebut. Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Engkau memang cerdik," Ujar pemuda itu dingin. "Engkau tahu mereka tidak sanggup melawanku, maka menyuruh mereka pergi secara halus." "Saudara!" Tio Bun Yang tersenyum. "Sudahlah! Kenapa harus memperpanjang urusan ini ? Aku lihat kepandaianmu sangat tinggi, boleh aku tahu siapa engkau?" "Terus terang," Sahut pemuda itu. "Kalau tidak merasa suka kepadamu, bagaimana mungkin aku membiarkan mereka pergi begitu saja?" "Oh?" Tio Bun Yang menatapnya. "Terima kasih!" "Mereka bertiga merupakan ketua partai besar, tapi justru tiada kewibawaannya." "Maksudmu?" "Aku tidak mau mengatakan, itu demi nama baik perguruan mereka. Tapi mereka malah menyerangku." "Saudara?" Tanya Tio Bun Yang. "Betulkah sebelumnya engkau telah membunuh murid-mu mereka?" "Betul." "Kenapa engkau membunuh murid-murid mereka ?" Pemuda itu diam, tak menyahut. "Saudara," Desak Tio Bun Yang. "Beritahukanlah! Sebab aku akan menjernihkan urusan ini kepada ketua-ketua itu." "Sebulan lalu, aku memergoki murid-murid partai Butong, Kun Lun dan Go Bie melakukan perbuatan terkutuk." "Mereka melakukan perbuatan apa?" "Memperkosa di sebuah desa." "Haaah?" Betapa terkejutnya Tio Bun Yang. "Me... mereka memperkosa di sebuah desa?" "Ya." Pemuda itu mengangguk. "Karena itu, aku membunuh mereka semua. Aku paling benci lelaki yang melakukan perbuatan itu." "Kalau begitu, kenapa engkau tidak mau menjelaskan kepada ketua-ketua itu?" Tanya Tio Bun Yang sambil memandangnya. "Percuma." Pemuda itu menggelengkan kepala. "Sebab ketiga ketua itu tidak akan percaya." "Engkau bisa membuktikan itu?" "Tentu." "Kenapa engkau tidak mau membuktikan kepada ketiga ketua itu, agar tidak terjadi pertumpahan darah ini?" "Ketiga ketua itu pasti tidak akan percaya, lagi pula aku... demi nama baik ketiga ketua itu. Tapi sebaliknya mereka bertiga malah salam paham kepadaku, itu sungguh mengesalkan." "Baiklah." Tio Bun Yang manggut-manggut "Apabila aku sempat, aku pasti pergi menemui ketiga ketua itu untuk menjernihkan urusan ini" "Saudara...." Pemuda itu menatapnya tajam "Sebetulnya tidak perlu, itu cuma akan menyita waktumu saja." "Tidak apa-apa." Tio Bun Yang tersenyum getir. "Itu agar tidak terjadi pertarungan lagi." "Saudara!" Pemuda itu menatapnya sabil tersenyum. "Engkau bernama Bun Yang, apa julukanmu adalah Giok Siauw Sin Hiap?" "Betul." Tio Bun Yang mengangguk dan bertanya. "Bolehkah aku tahu nama dan julukan mu?" "Aku adalah Kim Coa Long Kun (Pendekar Pedang Ular Mas)." Pemuda itu memberitahukan "Kim Coa Long Kun..." Gumam Tio Bun Yang. Ia tidak pernah mendengarnya. "Apakah engkau baru berkecimpung di rimba persilatan?" "Ya." Kim Coa Long Kun mengangguk. "Oh, Mari kita duduk di bawah pohon, aku merasa cocok denganmu. Kita... mengobrol sebentar," "Baik." Tio Bun Yang tersenyum. Mereka berdua duduk di bawah pohon, kemudian Kim Coa Long Kun menghela nafas panjang. "Dalam rimba persilatan memang penuh dengan berbagai kelicikan, kejahatan dan kekejaman," Ujarnya sambil menggeleng-gelengkaan kepala. "Bahkan sering terjadi pertumpahan darah, seperti halnya tadi. Aaaaaah...!" "Saudara..." Tio Bun Yang menatapnya tajam, Wajahmu penuh diliputi hawa membunuh, sebetulnya apa gerangan yang telah terjadi atas dirimu?" "Hmm!" Mendadak Kim Coa Long Kun mendengus dingin. "Itu dikarenakan perbuatan kaum Rimba persilatan." "Oh? Bolehkah engkau menceritakannya?" "Aku berasal dari keluarga baik-baik..." Tutur Kim Coa Long Kun sambil memandang jauh ke lipan. "Punya orang tua dan kakak perempuan, aku sangat disayang dan dimanja. Akan tetapi, pada suatu malam...." "Apa yang terjadi?" "Malam itu...." Lanjut Kim Coa Long Kun sambil berkertak gigi. Wajahnya pun berubah kehijau-hijauan. "Malam itu terjadi hujan gerimis. aku sedang belajar menulis di dalam kamar, mendadak muncul lima orang bertopeng, yang ternyata perampok. Kedua orang tuaku dan kakak perempuanku keluar dari kamar...." "Kemudian bagaimana?" "Kelima bertopeng itu langsung membunuh kedua orang tuaku." Kim Coa Long Kun memberiahukan sambil mengepal tinju. "Setelah memebunuh kedua orang tuaku, mereka berlima memperkosa kakak perempuanku itu." "Haaah...!" Mulut Tio Bun Yang ternganga lebar saking terkejut. "Sungguh biadab mereka" "Aku menyaksikan semua itu dengan mata kepala sendiri, karena aku mengintip dari kamar" Ujar Kim Coa Long Kun dengan wajah dingin sekali. "Untung kelima perampok itu tidak memasuki kamarku, maka aku lolos dari kematian" "Saudara...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Aku belajar ilmu silat selama belasan tahun tujuanku untuk membalas dendam." Ujar Kim Long Koan, yang wajahnya makin dingin. "Aku harus membunuh kelima perampok itu. Aku harus bunuh mereka...." "Apakah engkau berhasil membunuh mereka?" "Aku tidak mengenali wajah mereka karena mereka memakai topeng. Namun aku akan terus menyelidiki mereka. Aku... aku harus membunuh mereka!" "Saudara...." Tio Bun Yang memegang tangan nya sambil menatapnya dengan penuh rasa simpati. "Engkau harus tenang!" "Setelah berhasil menguasai ilmu silat tingkat tinggi, aku akan berkecimpung dalam rimba persilatan dan mulai membunuh para penjahat." "Oooh!" Tio Bun Yang menganguk. "Aku tidak punya sanak famili maupun teman aku hidup seorang diri ditemani Pedang Emasku ini." Kim Coa Long Kun memberitahukan. "Apabila Pedang Ular Emasku keluar dari sarungnya, maka aku harus membunuh orang." "Oh?" Terbelalak Tio Bun Yang. "Tadi...." "Engkau lihat kan tadi? Pedang Ular Emasku ini belum keluar dari sarungnya, ketiga ketua itu masih bernasib mujur." "Oh?" Tio Bun Yang tertegun. "Pedang Ular Emas itu tergolong pedang yang haus darah?" "Ya." Kim Coa Long Kun mengangguk, kemudian menatapnya tajam seraya berkata. "Kudengar engkau berkepandaian tinggi sekali, oleh karena itu aku ingin bertanding denganmu." "Saudara...." "Engkau jangan menolak!" "Tapi...." "Ayolah!" Desak Kim Coa Long Kun. "Mari lah bertarung sebentar, jangan mengecewakan aku" "Saudara...." Tio Bun Yang mengerutkan keningnya. "Untuk apa kita bertanding ?" Kim Coa Long Kun tidak menyahut. Ia langsung bangkit berdiri, lalu menatap Tio Bun Yang higan dingin sekali. "Kalau engkau tidak mau bertanding denganku maka aku akan pergi membunuh ketiga ketua itu" "Saudara...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang dan bangkit berdiri seraya berkata. "Baik. Kita akan bertanding dengan tangan kosong atau dengan senjata?" "Aku akan menggunakan pedangku," Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sahut Kim Coa Long Kun. "Engkau pun harus menggunakan senjata!" "Ya." Tio Bun Yang mengeluarkan suling "Inilah senjataku." "Giok Siauw!" Kim Coa Long Kun manggut manggut. "Pantaslah engkau memperoleh julukan Giok Siauw Sin Hiap!" "Saudara!" Tio Bun Yang menatapnya"kita sudah berkenalan, lagi pula tiada permusuhan antara kita, jadi... kita tidak perlu saling melukai" "Ha ha ha!" Kim Coa Long Kun tertawa. "Kita bertanding cuma ingin mencoba kepandaian. Tentunya tidak perlu saling melukai" "Oooh!" Tio Bun Yang menarik nafas lega. "Saudara!" Kim Coa Long Kun menatapnya "Bersiapsiaplah, aku akan mulai menyerangmu" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Hati-hati!" Seru Kim Coa Long Kun sambil menyerang. Tio Bun Yang segera berkelit. Kim Coa Kun menyerangnya lagi, sedangkan Tio Bun Yang tetap berkelit menggunakan Kiu Kiong San Pou (Ilmu Langkah Kilat). Itu membuat Kim Coa Long Kun selalu menyerang tempat kosong, sehingga ia tampak panasaran dan mendadak menghentikan serangannya. Kim Coa Long Kun berdiri tegak, pedangnya diluruskan ke samping dan keningnya berkerut-kerut. Ternyata ia mulai mengerahkan lweekangnya, karena ingin menyerang Tio Bun Yang dengan Kim Coa Kiam Hoat (Ilmu Pedang Ular Emas). Tio Bun Yang tidak berani main-main. Ia pun segera mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sinkang. Berselang sesaat, tiba-tiba Kim Coa Long Kun memekik keras sambil menyerang Tio Bun Yang. Pedang Ular Emasnya berkelebatan dan memancarkan cahaya keemas-emasan mengarah kepada Tio Bun Yang. Tio Bun Yang bersiul panjang laIu mendadak badannya berputar-putar ke atas dan sulingnya itu bergerak-gerak Tranng! Terdengar suara benturan, kim Coa Long Kun termundur-mundur berapa langkah, begitu pula Tio Bun Yang. Mereka saling memandang, sejurus kemudian barulah Kim Coa Long Kun menyerang lagi. Tio Bun Yang mengayunkan sulingnya, makin lama makin cepat, sehingga hanya tampak bayangan bayangan sulingnya. Ternyata Tio Bun Yang mengeluarkan Cit Loan Kiam Hoat, menggunakan jurus Kiam In Ap San (Bayangan Pedang menekan Gunung) menangkis serangan Kim Coa kun. Trangggg!! Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga Kim Coa Long Kun terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, sedangkan Tio Bun Yang berdiri tak bergeming dari tempat. Setelah berdiri tegak, barulah Kim Coa Lo Kun menatapnya dengan dingin sekali, kemudian mengangkat pedangnya sekaligus menghunusnya perlahan-lahan. Akan tetapi, tiba-tiba ia menghela nafas panjang seraya berkata. "Sudahlah! Kalaupun aku mencabut pedangku, belum tentu dapat mengalahkanmu. Lagi pula kita sudah menjadi kawan, kenapa harus bertanding hingga saling melukai?" "Saudara!" Tio Bun Yang berlega hati. "Kau memang sudah menjadi kawan, aku..aku girang...sekali." "Sama." Kim Coa Long Kun tersenyum "Akupun senang sekali berkawan denganmu, usiaku lebih besar, maka engkau harus memanggilku kakak!" "Kakak!" Panggil Tio Bun Yang. "Adik!" Sahut Kim Coa Long Kun. Mereka saling memandang, kemudian tertawa gembira. "Kakak.... "Ha ha ha!" Kim Coa Long Kun masih tertawa "Sungguh menyenangkan, tak disangka kita bertemu di sini dan menjadi kawan baik! Ha ha ha" "Kakak," Ujar Tio Bun Yang berjanji. "Aku membantu kakak menyelidiki kelima perampok itu." "Terimakasih, Adik!" Ucap Kim Coa Long Kun "oh ya bolehkah aku tahu asal usulmu?" "Tentu boleh." Tio Bun Yang segera menutur tentang asalusulnya dan lain sebagainya. "Ooh!" Kim Coa Long Kun manggut-manggut, kemudian nafas panjang seraya berkata . "Jadi hingga saat ini engkau belum bertemu Goat Nio ?" "Belum." Tio Bun Yang menggelengkan kepala dengan wajah murung. "Hmm!" Dengus Kim Coa Long Kun. "Kalau aku bertemu pemuda bernama Kwee Teng An aku pasti membunuhnya!" "Kakak...." "Jangan khawatir! Sebelum membunuhnya, pasti bertanya kepadanya tentang Goat Nio." "Terimakasih, Kakak!" "Adik!" Kim Coa Long Kun menatapnya. "Kita paksa berpisah di sini, sebab aku harus menyelidiki kelima perampok itu, sedangkan engkau harus pergi ke markas Ngo Tok Kauw." "Kakak...." Tio Bun Yang merasa berat berpisah dengan Kim Coa Long Kun. "Adik!" Kim Coa Long Kun tersenyum. "Sampai jumpa!" "Kakak...!" Teriak Tio Bun Yang memanggilnya. Namun Kim Coa Long Kun telah melesat pergi. Tio Bun Yang termangu-mangu di tempat, lama sekali barulah ia meninggalkan tempat itu. -oo0w0oo- Bagian ke enam puluh sembilan Kenangan masa lalu Tio Bun Yang telah tiba di kota Kang Shi, langsung ke markas Ngo Tok Kauw. Kedatangan sangat mencengangkan Ngo Tok Kauwcu dan Giok Ceng, namun juga membuat mereka gembira "Adik Bun Yang..." Panggil Ngo Tok Kauwcu "Kakak Bun Yang...." Wajah Ma Giok Ceng berseri-seri. "Kakak Ling Cu!" Sahut Tio Bun Yang sambil memandang mereka. "Adik Giok Ceng..." "Adik Bun Yang, duduklah!" Ucap Ngo Tok Kauwcu sambil tersenyum. Tio Bun Yang duduk, Ngo Tok Kauwcu menatapnya seraya bertanya. "Bagaimana? Engkau sudah berhasil mencari Goat Nio?" Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Belum," Sahutnya sambil menatap Ma Giok Ceng. "Aku ke mari karena ada sedikit urusan dengan Adik Giok Ceng." "Ada urusan apa?" Gadis itu tertegun. "Kwee Teng An ternyata ketua Kui Bin Pang." Tio Bun Yang memberitahukan. "Ayahmu mengutuskannya untuk membunuh Lie Tsu Seng, namun muncul Bu Ceng Sianli, maka Lie Tsu Seng dan lainnya selamat. Kemudian aku pun muncul sana. Aku menyaksikan pertarungan Kwee Teng An dengan Bu Ceng Sianli, akhirnya pemuda itu kabur." "Oh?" Ma Giok Ceng terbelalak. "Dia pasti ke rumah." "Setelah dia kabur, Bu Ceng Sianli mengatakan bahwa dia adalah ketua Kui Bin Pang," Ujar Tio Bun Yang. "Kenapa Bu Ceng Sianli mengatakan begitu?" Tanya Ngo Tok Kauwcu heran. "Itu berdasarkan ilmu pukulannya." Tio Bun Yang memberitahukan. "Bu Ceng Sianli menduga ilmu pukulan itu adalah Pek Kut Im Sat Ciang, yang hanya dimiliki oleh ketua Kui Bin Pang." "Oooh!" Ngo Tok Kauwcu manggut-manggut. "Maka engkau segera mengejarnya?" "Ya." Sahut Tio Bun Yang melanjutkan. "Aku pernah mendengar tentang Kwee Teng An dari adik Giok Ceng, karena itu aku langsung berangkat ke rumah menteri Ma." "Engkau bertemu ayahku?" Tanya Ma Giok Ceng terkejut. "Ya." Tio Bun Yang mengangguk "Engkau...." Wajah gadis itu berubah pucat "Engkau... engkau mencelakai ayahku?" "Aku sudah tahu bahwa Menteri Ma adalah ayahmu, bagaimana mungkin aku mencelakai nya?" Tio Bun Yang tersenyum getir dan menambahkan. "Kwee Teng An tidak kembali ke sana. Ayahmu dan aku pun sepakat untuk saling membantu" "Saling membantu?" Ma Giok Ceng tertegun "Saling membantu dalam hal apa?" "Aku ke mari membujukmu pulang, sedangkan ayahmu akan menahan Kwee Teng An, apbila dia kembali ke sana." Tio Bun Yang membentahukan secara jujur. "Kakak Bun Yang."tegas Ma Giok Ceng"Aku tidak mau pulang, pokoknya aku tidak mau pulang" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Adik Giok Ceng!" Tio Bun Yang menatapnya. "Ayahmu sangat rindu kepadamu, maka engkau harus pulang." "Tidak. Aku tidak mau pulang. Kalau aku bertemu pemuda itu, ayahku pasti menjodohkan ku kepadanya." Ujar Ma Giok Ceng "Adik Giok Ceng...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Yang mengatakan itu siapa?" "Itu... itu...." Ma Giok Ceng tergagap. "Itu cuma dugaan saja." "Nah, Itu berarti belum tentu ayahmu akan berbuat begitukan?" Ujar Tio Bun Yang "Sesungguhnya.. ayahmu sangat menyayangimu. Kesalahannya hanya ingin memperalat Kwee Teng An saja" "Kakak Bun Yang.." Ma Giok cng menundukkan kepala "Adik Giok Ceng..." Ujar Ngo Tok Kauwcu tersenyum ,.Engkau arus menuruti perkataan Bun Yang, jangan membuatnya kecewa!" "Tapi..tapi..." Sahut Ma Giok Ceng "Aku tidak mau bertemu Kwee Ten An Aku merasa seram padanya sebab kadangkadang sepasang matanya menyorotkan sinar aneh" "Jangan khawatir" Ujar Tio Bun Yang berjanji "Aku pasti melindungimu percayalah!" "Baiklah" Ma Giok Ceng mengangguk "Aku ikut engkau pulang" "Terimakasih, Adik Giok Ceng!" Ucap Tio Bun Yang girang "Lho?" Ma Giok Ceng tertawa geli. "Kenapa engkau mengucapkan terimakasih kepadaku?" "Engkau bersedia ikut aku puIang berarti aku tidak mengecewakan harapan ayahmu." Tio Bun Yang memberitahukan. "Kakak Bun Yang" Ma Giok Ceng menghela nafas panjang "Padahal hatimu sedang resah masih bisa memikirkan kepentingan orang lain" "Itu pun karena ayahmu bersedia membantuku," Sahut Tio Bun Yang. "Ayohlah! Mari pulang sekarang!" Ma Giok Ceng mengangguk. Mereka berdiri lalu berpamit kepada Ngo Tok Kauwcu yang baik hati itu. "Adik Bun Yang," Ujar Ngo Tok Kauwcu "Apabila engkau sempat, kunjungilah aku!" "Ya." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Adik Giok Ceng," Pesan Ngo Tok Kauwcu "Nasihatilah ayahmu agar tidak melakukan kejahatan lagi" "Ya. Kakak Ling Cu." Ma Giok Ceng menangguk. "Aku pasti menasihati ayah...." -oo0dw0oo- Betapa gembiranya menteri Ma ketika melihat Tio Bun Yang datang bersama Ma Giok Ceng putrinya. "Anakku...." "Ayah...." Ma Giok Ceng mendekap di dada menteri Ma. "Ayah...." "Nak!" Menteri Ma membelainya. "Syukurlah engkau sudah pulang, ayah... ayah rindu sekali kepadamu" "Ayah...." Ma Giok Ceng terisak-isak. "Jangan menangis, sayang!" Ucap menteri Ma sambil tersenyum. "Mulai sekarang, engkau tidak boleh meninggalkan ayah lagi." "Tapi ayah pun harus berjanji." "Berjanji apa?" "Tidak boleh melakukan kejahatan lagi dan tidak boleh menjodohkanku kepada Kwee Teng An." "Baik, Ayah berjanji!" "Paman?" Tanya Tio Bun Yang mendadak. "Apakah Kwee Teng An sudah berada di sini?" "Dia sama sekali belum ke mari," Sahut Menteri Ma. "Mungkin dia tidak kemari lagi." "Aaaah...!" Keluh Tio Bun Yang. "Kalau begitu, aku harus ke mana mencarinya?" "Kakak Bun Yang," Ujar Ma Giok Ceng menahannya. "Mungkin dia takut kepadamu, maka tidak begitu cepat ke mari. Oleh karena itu. alangkah baiknya engkau tinggal di sini dulu." "Tapi...." Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Bun Yang!" Menteri Ma tertawa gembira. "Apa yang dikatakan putriku memang masuk akal, lebih baik engkau tinggal di sini dulu. Siapa tahu Kwee Teng An akan muncul." Menteri Ma berkata demikian, tidak lain hanya bermaksud menahannya, karena ia memang, sangat menyukainya. "Tapi... bukankah aku akan mengganggu Paman dan Adik Giok Ceng?" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Kakak Bun Yang!" Ma Giok Ceng tersenyum "Kenapa engkau menjadi sungkan?" "Aku...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Aku sangat mencemaskan Goat Nio, Kwee Teng An entah menyekapnya di mana?" "Jangan cemas, Kakak Bun Yang!" Ma Giok Ceng menatapnya lembut. "Mudah-mudahan engkau akan berkumpul kembali dengan Goat Nio" "Terimakasih!" Ucap Tio Bun Yang. Tio Bun Yang tinggal di rumah menteri itu sungguh menggembirakan Ma Giok Ceng sehingga wajah gadis itu selalu tampak cerah ceria. Namun wajah Tio Bun Yang malah semakin murung, karena Kwee Teng An belum muncul "Kakak Bun Yang," Ujar Ma Giok Ceng ketika mereka berdua berada di taman bunga. "Bagai mana kalau engkau mengajarku ilmu pedang tingkat tinggi, jadi aku bisa menjaga diri?" "Adik Giok Ceng...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Aku sedang gelisah " "Kakak Bun Yang...." Ma Giok Ceng memandangnya penuh harap. Tio Bun Yang berpikir sejenak, kemudian Mengangguk. "Baiklah. Mulai sekarang aku akan mengajarmu Lui Tian Kiam Hoat (Ilmu Pedang Petir Kilat), yaitu ilmu pedang andalan It Sim Sin Ni, nenekku." "Terimakasih, Kakak Bun Yang!" Ucap Ma Giok Ceng girang. "Terimakasih...." "Adik Giok Ceng!" Tio Bun Yang menatapnya sambil berkata sungguh-sungguh. "Engkau harus belajar dengan giat, sebab ilmu pedang Lui Tian kiam Hoat sangat lihay dan dahsyat. Setelah menguasai ilmu pedang itu, engkau bisa melindungi ayahmu, jadi ayahmu tidak usah mencari kepala pengawal lagi." "Hi hi hi!" Ma Giok Ceng tertawa geli. "Aku yang akan menjadi kepala pengawal!" "Memang harus begitu." Tio Bun Yang manggut-manggut dan mulai mengajar gadis itu ilmu pedang Lui Tian Kiam Hoat. Setelah Ma Giok Ceng berhasil menguasai ilmu pedang tersebut, Tio Bun Yang mengajarnya Lui Tian Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pusing Tujuh Keliling), ciptaan ayahnya. "Waduuuh!" Keluh Ma Giok Ceng. "Kenapa jadi pusing menyaksikan engkau memainkan ilmu pedang itu?" "Adik Giok Ceng," Sahut Tio Bun Yang serius. "Ini adalah ilmu pedang Cit Loan Kiam Hoat yang sangat dahsyat. Engkau harus belajar dengan giat karena tidak gampang mempelajari ilmu pedang ini" "Ya!" Ma Giok Ceng memandangnya. "Ya." Ma Giok Ceng mengangguk. "Ilmu pedang ini ciptaan ayahku." Tio Bun Yang memberitahukan sekaligus berpesan. "Kalau tidak dalam bahaya, janganlah engkau mengeluarkan ilmu pedang ini." "Ya." Ma Giok Ceng mengangguk. Tio Bun Yang mulai mengajar gadis itu Loan Kiam Hoat dan disaat itulah muncul Menteri Ma sambil tertawa-tawa. "Ayah!"!" Panggil Ma Giok Ceng. "Paman!" Panggil Tio Bun Yang sambil memberi hormat. "Ha ha ha!" Menteri Ma terus tertawa, kelihatannya gembira sekali. "Bagus! Bagus! ayah tidak usah mencari kepala pengawal cukup engkau saja." "Betul, Ayah!" Ma Giok Ceng mengangguk "Aku bisa melindungi Ayah, percayalah!" Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Tentu Ayah percaya." Menteri Ma tersenyum. "Siapa yang mengajarmu? Ya, kan?" "Ayah...." Wajah Ma Giok Ceng memerah "Ha ha ha!" Menteri Ma tertawa gelak. "Ayolah! Kalian teruskan saja! Ayah mau ke dalam Menteri Ma berjalan ke dalam rumah. Tio Bun Yang memandang punggungnya sambil mengnafas panjang."Sebetulnya tidak jahat, hanya saja...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala dan melannjutkan. "Terlampau berambisi. Adik Giok ceng...." "Engkau harus berusaha membujuk ayahmu agar mau mengundurkan diri. Kalau tidak, aku khawatir...." "Ayahku akan mati dibunuh kan?" "Kira-kira begitulah." "Baik. Aku akan berusaha membujuknya agar mengundurkan diri dari jabatannya. Ayahku sudah mulai tua, maka sudah waktunya hidup tenang." Tak terasa sudah sebulan Tio Bun Yang tinggal di rumah menteri Ma, namun Kwee Teng An masih belum muncul. Itu membuat hati Tio Bun Yang makin kacau. Sedangkan Ma Giok Ceng telah berhasil menguasai ilmu pedang Cit Loan Kiam Hoat. Memang harus diakui, gadis itu sungguh cerdas sekali. "Aaaah...!" Keluh Tio Bun Yang ketika duduk dekat taman bunga. "Kakak Bun Yang!" Ma Giok Ceng mendekatinya. "Kenapa engkau melamun di sini?" "Aku...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Sudah sebulan aku tinggal di sini, tapi Kwee Teng An masih belum muncul. Mungkin dia tidak kembali ke sini." "Kakak Bun Yang," Ujar Ma Giok Ceng lembut. "Engkau harus sabar, coba tunggu beberapa hari lagi!" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk Ia menunggu lagi beberapa hari, namun Kwee Teng An, yang ditunggutunggunya tetap tidak muncul, sehingga membuatnya yakin bahwa Kwee Teng An tidak akan kembali ke rumah menteri Ma, maka hari ini juga ia berpamit "Paman, aku...." "Bun Yang!" Menteri Ma menatapnya, kemudian menghela nafas panjang. "Aku tahu, engkau mau pergi, bukan?" "Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Aku mang mau mohon pamit." "Kakak Bun Yang...." Wajah Ma Giok Ce langsung berubah murung. "Engkau... engkau sudah mau pergi?" "Ya. Aku harus pergi mencari Kwee Te An," Ujar Tio Bun Yang. "Sudah sebulan lebih aku tinggal di sini, tapi dia tidak muncul. berarti dia tidak akan ke mari lagi." "Kakak Bun Yang...." Air mata Ma Giok Ceng mulai meleleh. "Kapan engkau akan ke mari lagi" "Apabila ada kesempatan, aku pasti ke mari menengokmu," Sahut Tio Bun Yang sambil ter senyum. "Kini kepandaianmu sudah tinggi, mampu menjaga diri dan melindungi ayahmu." "Kakak Bun Yang...." Ma Giok Ceng menatapnya dengan mata sayu. "Aku...." "Adik Giok Ceng!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Aku tidak bisa terus tinggal di sini. Aku harus, pergi mencari Kwee Teng An, sebab dia yang menculik Goat Nio." "Kakak Bun Yang, engkau sungguh setia. Alangkah senangnya kalau aku jadi Siang Koan Goat Nio." "Adik Giok Ceng!" Tio Bun Yang menatapnya lembut. "Aku telah menganggapmu sebagai adikku sendiri...." "Tentu berbeda," Potong Ma Giok Ceng. "Aaaah! Aku adalah Ma Giok Ceng, bukan Siang Koan Goat Nio! Maka... engkau pasti menganggap diriku sebagai bayangan lewat saja!" "Adik Giok Ceng, engkau jangan berkata begitu!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala. "Baiklah. Aku... mohon diri! Sampai jumpa" Tio Bun Yang melangkah pergi. Begitu sampai di luar ia langsung melesat pergi menggunakan ginkang. "Kakak Bun Yang! Kakak Bun Yang...!" Teriak Ma Giok Ceng memanggilnya dengan air mata berderai-derai. "Aaaah...!" Menteri Ma menghela nafas panjang, kemudian mendekati putrinya seraya berkata. "Nak, dia pasti ke mari lagi kelak." "Ayah...." Ma Giok Ceng mendekap di dada Menteri Ma. "Dia... dia tidak akan ke mari lagi Dia... dia...." "Nak!" Menteri Ma terus menghibur putrinya "Percayalah! Dia pasti ke mari kelak." "Aaah...!" Keluh Ma Giok Ceng. "Kakak Bun Yang! Kakak Bun Yang...!" -oo0dw0oo Tiraikasih Websitehttp.//kangzusi.com / Di halaman rumah di pulau Hong Hoang tampak beberapa orang sedang duduk-duduk sambil bercakap-cakap. Mereka adalah Sie Keng Hauw, Lie Ai Ling, Kam Hay Thian dan Lu Hui San. "Aaaah...!" Mendadak Kam Hay Thian menghela nafas panjang. "Entah bagaimana Bun Yang apakah dia sudah berjumpa dengan Goat Nio" "Aku yakin dia belum berjumpa Goat Nio" Sahut Lu Hui San sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau dia sudah berjumpa dengan Goat Nio, mereka berdua pasti pulang ke mari." "Kita berada di pulau ini, sama sekali tidak tahu bagaimana kabarnya," Ujar Sie Keng Hauw dan menambahkan. "Kita pun tidak tahu bagai mana keadaan Yo Kiam Heng dan Kwan Tian Him, juga tidak tahu apakah Toan Beng Kiat dan lainnya sudah tiba di Tayli atau belum." "Toan Beng Kiat dan lainnya pasti sudah tiba di Tayli," Sahut Lie Ai Ling, kemudian keningnya berkerut. "Yang mencemaskan adalah Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him. Sebab mereka berdua kembali ke markas Kui Bin Pang, apabila ketua Kui Bin Pang mencurigai mereka...." "Mereka berdua pasti celaka," Sambung Sie Keng Hauw. "Aaah! Kita tidak bisa membantu apa-apa!" "Yaah!" Lie Ai Ling tersenyum. "Entah kapan kita akan diperbolehkan ke Tionggoan?" "Kalau Bun Yang dan Goat Nio tidak pulang kemari, jangan harap kita bisa ke Tionggoan," Ujar Kam Hay Thian. "Bagaimana kalau kita berunding dengan paman Cie Hiong dan kedua orang tuaku?" Usul Lie Ai Ling. "Percuma." Sie Keng Hauw menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak mungkin kita diijinkan pergi ke Tionggoan." "Lalu kita harus bagaimana?" Tanya Lie Ai Ling kesal. "Omitohud!" Terdengar suara sahutan halus, lebih baik kalian jangan meninggalkan pulau " "Siapa?" Lie Ai Ling menengok ke sana kemari. "Omitohud...." Tampak sosok bayangan melayang turun di hadapan mereka, yang ternyata Tayli Lo Ceng. "Hah? Padri tua...." Mereka berempat segera bersujud di hadapan Tayli Lo Ceng. "Omitohud!" Ucap padri tua itu sambil tersenyum. "Bangunlah!" Mereka berempat lalu bangun. Di saat bersamaan muncullah Sam Gan Sin Kay, Kim Sia Suseng dan Kou Hun Bijin. "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa geli "Padri tua, angin apa yang meniupmu kemari''' "Tentunya bukan angin topan," Sahut Tap Lo Ceng sambil tersenyum. "Aku ke mari atas kemauanku sendiri, tidak tertiup maupun terdorong oleh angin apa pun lho!" "Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan "Kepala gundul! Kepalamu makin mengkilap ajal' "Omitohud!" Sahut Tayli Lo Ceng. "Tentunya tidak akan lebih mengkilap dibandingkan dengan wajahmu." Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa lagi. "Tumben, kepala gundul mau bergurau hari ini. Jangan-jangan langit sudah hampir runtuh!" "Jangan khawatir!" Tayli Lo Ceng tersenyum "Selagi Kou Hun Bijin masih hidup di kolong langit, langit tidak akan runtuh." "Kalau begitu, engkau anggap diriku ini"Kepala gundul lah tiang yang menahan langit, agar tidak runtuh ?" Tanya Kou Hun Bijin sambil melotot. "Omitohud!" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Kira-kira begitulah." "Dasar kepala gundul!" Caci Kou Hun Bijin. "Setiap kali kemari pasti cari gara-gara." "Omitohud!" Ucap Tayli Lo Ceng. "Aku kemari tidak bermaksud cari gara-gara, melainkan hanya mengunjungi kalian." "Oh, ya?" Kou Hun Bijin tertawa nyaring. "Tayli Lo Ceng mengunjungi kami? Sungguh luar biasa!" "Padri tua," Ujar Sam Gan Sin Kay. "Mari kita ke dalam bercakap-cakap, jangan membuang-buang waktu di sini!" "Omitohud!" Tayli Lo Ceng mengangguk. Mereka melangkah ke dalam. Tio Tay Seng, Tio Cie Hiong dan lainnya menyambut kedatangan Tayli Lo Ceng dengan penuh kegembiraan. "Ha ha ha!" Tio Tay Seng tertawa gelak "Selamat datang, Lo Ceng!" "Omitohud!" Sahut Tayli Lo Ceng. "Terima kasih atas penyambutan kalian, aku gembira sekali" "Lo Ceng!" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im memberi hormat. "Ha ha ha!" Tayli Lo Ceng tertawa. "Kalian berdua semakin mesra saja!" "Idiiih!" Seru Kou Hun Bijin. "Kepala gundul tahu mesra lho! Sungguh luar biasa!" "Omitohud!" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Lo Ceng!" Kim Siauw Suseng menatapnya "Kedatangan Lo Ceng kali ini...." "Sudah kukatakan tadi, aku ke mari hanya mengunjungi kalian," Ujar Tayli Lo Ceng. "Sama sekali tiada urusan lain." "Lo Ceng, bagaimana kabarnya rimba persilatan?" Tanya Kim Siauw Suseng "Biasa-biasa saja," Jawab Tayli Lo Ceng. "Habis gelap pasti terbit terang. Begitulah." "Kalau begitu...." Kim Siauw Suseng menghela nafas panjang. "Bun Yang masih belum berkumpul dengan putri kami?" "Jangan khawatir!" Ujar Tayli Lo Ceng. "Putri kalian pasti akan berkumpul kembali dengan Bun Yang." "Terimakasih, Lo Ceng!" Ucap Kim Siauw Suseng. "Omitohud!" Ucap Tayli Lo Ceng dan bertanya. "Bagaimana keadaan kalian selama ini baik-baik saja?" "Baik-baik saja," Jawab Tio Tay Seng. "Tapi..." "Omitohud!" Tayli Lo Ceng menatapnya. "Telah terjadi sesuatu di sini?" "Ya." Tio Tay Seng menutur tentang kejadian penyerbuan pihak Kui Bin Pang. Tayli Lo Ceng mendengarkan dengan penuh perhatian. Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo Bangau Sakti Karya Chin Tung Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo