Ceritasilat Novel Online

Sepasang Pendekar Perbatasan 5


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung Bagian 5


Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya dari Chin Yung   Wanyen Hong berhenti sebentar untuk menahan jantungnya yang berdebar keras.   "Namun demikian aku tak sudi mengakui anak itu sebagai anakku sendiri! Apakah kau ada suatu usul yang baik untuk menyelesaikan persoalan yang sulit ini?" "Kongcu tak usah bersedih,"   Jawab Han Ay Peng segera, "tunggulah saja sampai anak itu dilahirkan. Nanti baru kita pikirkan bagaimana baiknya untuk diatur."   Tak lama kemudian Wanyen Hong melahirkan seorang puteri! Hay An Peng menyuruh isterinya untuk menyusuinya dan diperlakukan seperti anak-kandungnya sendiri.   Pada suatu hari, sebagaimana biasanya, Hay An Peng pergi untuk berburu burung.   Tatkala ia kembali dari hutan, dilihatnya seorang berpakaian hitam bersembunyi dibalik pagar perkarangan rumahnya.   Baru saja ia ingin berteriak, atau orang itu sudah menyelinap kebelakang pohon dan lekas2 ia susul, tapi orang itu sudah menghilang.   Malam hari itu juga diceritakannya kepada Wanyen Hong perihal orang yang berpakaian hitam tersebut.   "Kongcu, menurut pandanganku orang itu mencurigakan sekali.   Kemungkinan besar dia bermaksud untuk mengetahui jejak Kongcu.   Jikalau pada hari biasa Kongcu berada disini, aku tidak merasa kuatir.   Tapi sekali Kongcu harus tidur yang memakan waktu satu bulan lamanya, dan musuh datang tepat pada waktu itu, bukankah itu berbahaya?" Mereka berunding untuk bagaimana sebaiknya menjaga keamanan.   Hay An Feng teringat bahwa didalam hutan An-Liu Wi terdapat sebuah kota tua yang sudah lama, tidak dikunjungi orang.   Tempat itu baik seka!i untuk, dipergunakan sebagai persembunyian.   Mendengar keterangan itu, Wanyen Hong tertarik hatinya lalu menyuruh membuat persiapan dan mengatur segala sesuatu yang perlu.   Alkisah maka bersemayamlah puteri negeri Kim di Kota Hitam.   Begitulah tanpa terasa, setahun lewat Wanyen Hong tinggal didalam Kota Hitam Hek Sia sambil meyakinkan ilmu silatnya secara tekun.   Pada suatu hari tatkala ia sedang membersihkan ruangan, terlihat olehnya dari salah sebuah kamar yang gelap terpancar cahaya putih.   Dengan heran dihampirinya kamar itu dan setelah dibukanya, ternyata adalah tempat menyimpan barang-pusaka.   Pada dinding tergantung sebuar cermin yang terbuat dari tembaga dan di-tengah2nya tersisip sebutir mutiara sebesar biji lengkeng.   Cahaya putih datangnya dari butir permata itu! Tentunya benda itu adalah semacam mustika yang tiada taranya dikolong langit.   Kemudian diberitahukannya hal penemuan itu kepada Hay An Peng.   Pada cermin itu terdapat ukiran huruf2 sebagai berikut .   Tanghay Ya Kong Cu Teng Hong San Bu Pek Kiam Tin Sun Yang artinya adalah "Mutiara dari Lautan Timur yang dapat memancarkan sinar diwaktu malam, dapat menentramkan taufan dan membuyarkan kabut, minghindarkan pedang dan menaklukan yang sesat." "Ini adalah suatu rejeki yang besar bagi Kongcu!"   Ujar Hay An Peng dengan girangnya.   "Mudah2an dalam waktu singkat Kongcu sudah dapat membunuh musuh!"   Mendengar ucapan Hay An Peng itu, Wanyen Hong menqucurkan airmata ia pula.   "Hingga kini aku masih belum dapat mengetahui siapakah gerangan musuhku itu. Sedangkan anakku kini sudah berusia lima belas tahun. Apabila rahasia ini sampai bocor, Iblis itu pasti datang mencari aku."   Hay An Peng dapat menangkap maksud perkataan sang putri, bahwa Wanyen Hong sebenarnya merasa kuatir ia dan isterinya akan membocorkan rahasianya.   Tapi Hay An Peng menentramkan hati sang puteri dan malam itu juga isterinya diberitahukan agar menutup rahasia dengan baik2.   Mengengar sang suami memberi penjelasan padanya, maka sang isteri yang berbudi luhur itu menjawab .   "Alkisah dijaman dahulu, tatkala Thay Cun Tan menugaskan kepada Keng Kho untuk membunuh Cin Ung (Raja negara Cin), ia merasa kuatir rahasianya akan dibocorkan oleh Chan Kong.   Sebaliknya demi untuk menunjukkan kesetiaannya, Chan Kong sampai membunuh diri! Kini aku sudah berusia limapuluh tahun, apa sayangnya untuk mati?"   Selesai berkata, mendadak dicabutnya pisau pendek yang terselip dipinggangnya lalu ditublaskannya kedalam perutnya! Tepat dihadapan sang suami! Gerakan Hay An Peng untuk merebut pisau terlambat sedetik.   Menyaksikan tindakan isterinya yang agung itu, Hay An Peng terharu bukan kepalang.   Maka iapun minum obat beracun hingga menjadi gagu.   Kemudian ia menulis surat tanda kesetiaannya atas nama isteri dan ia sendiri, terhadap puteri raja Kim itu.   Dalam surat itu diterangkan bahwa adapun ia sendiri belum membunuh diri adaIah semata-mata karena anak dari Wanyen Hong masih harus dibesarkan.   Sebagai gantinya ia telah mencacadkan dirinya, hingga menjadi gagu.   Selanjutnya puterinya sendiri Tai-tai akan dijadikan sebagai pelayan untuk anak sang puteri.   Tapi anak sang puteri itu dianggap sebagai anak Hay An Peng, dengan diberi nama Hay Yan.   Maka dengan cara demikian rahasia dapat disimpan untuk selama-lamanya.   Demi diketahuinya bahwa suami-isteri Hay telah mengorbankan diri untuk keselamatannya, Wanyen Hong kesima sekali hingga gemetar sekujur tubuhnya.   Tak dapat kiranya menyampaikan rasa terima kasihnya dengan ucapan2 kata saja.   Begitulah pada hari2 berikutnya, Wanyen Hong mendidik dan melatih Tai-tai bersama puterinya sendiri, Hay yan.   Siang bertemu malam, malam bertemu siang.   Kedua anak itu digembleng ilmu silat dengan sungguh2.   Adapun yang diajarkannya adalah ilmu dari kaum Tiang Pek Bu-pay yang aseli dan hebat.   Desa Hay-Kee-Chun letaknya hanya kurang lebih duapuluh li dari rimba Ang-Liu-Wi.   Tiap kali Wanyen Hong harus tidur, maka dititahkannya Hay Yan untuk menjaga istana kuno yang terpendam itu sampai ia mendusin lagi sebulan kemudian.   Tanpa terasakan lagi, tahun berganti tahun sedangkan kedua gadis itu sudah mulai dewasa.   Tai-tai semenjak kecilnya memang sudah kelihatan ketololannya, tapi ia polos dan jujur.   Diketahuinya bahwa ayahnya telah dengan sengaja menjadikannya seorang pelayan demi untuk keselamat sang puteri negara Kim.   Ditambah itu pula, Tai-tai membuat dirinya lebih tolol, agar tidak sampai ketahuan rahasia yang tersembunyi.   Tujuhbelas tahun telah lewat tanpa terjadinya sesuatu yang mengerikan.   Wanyen Hong yang sebegitu lama belum juga berhasil menemukan musuhnya, lambat-laun sifatnya berubah menjadi kejam.   Kebenciannya berpindah terhadap kaum laki2! Dianggapnya semua laki2 berhati binatang, jahat.   Perusak wanita.   Lebih-lebih terhadap orang2 kang-ouw.   Maka terpengaruh oleh pikiran gila itu, akhir2 ia menjadi seperti seorang yang tidak beres.   Hatinya kejam! Ia tak segan2 untuk menurunkan tangan jahat.   Banyak pendekar yang telah binasa diujung pedangnya.   Demikian pula dengan anaknya Hay Yan! Tidak bedanya mewarisi sifat ibunya yang telengas.   tidaklah heran apabila orang2 disekitar perbatasan Giok-bun-koan memberi Wanyen Hong julukan dengan nama Hek Sia Mo-lie atau Wanita lblis dari Kota Hitam! Wanyen Hong sering termenung.   Walaupun ia mempunyai negara, tapi ia tak dapat kembali.   Sebaliknya ia bersembunyi di istana tua dengan dikawani binatang rase dan sebagainya.   Didalam rimba ia tak dapat bergaul sebagaimana seorang bergaul dalam masyarakat.   Bila diingat lebih mendalam adapun sebab mulanya tak lain adalah bahwa ia telah diutus ke Monggolia untuk perdamaian.   Dan hawa amarahnya berbalik kepada bangsa Monggol.   Sebab itulah tiap kali ia bertemu dengan seorang Boe-su Monggol, maka takkan luputlah orang itu dari kematian.   Ia telah membuat sebuah kedok yang dipakainya tiap kali ia keluar mencari mangsa.   la menyamar dengan pakaian hitam menyeramkan.   Waktu ia harus tidur, disuruhnya Tai-tai untuk menjagainya, sedangkan Hay Yan menggantikan dirinya pergi berkelana untuk membunuh.   Dengan mengenakan kain tutup muka dari sutera dan dipinggangnya tersisip pedang, Hay Yan agak berlainan rupanya dengan Hek Sia Mo-lie.   Ia lebih muda.   Orang yang melihatnya mengira bahwa ia itu tidak lain daripada puteri Hek Sia Mo-lie, maka ia dijuluki dengan nama Wie Mo Yauw-li .....   Begitulah akhir kata Im Hian Hong Kie-su menguraikan secara panjang lebar tentang peristiwa puteri Wanyen Hong.   Yalut Sang dan Pato mendengarkannya dengan terheran-heran.   "Kiranya gadis yang kujumpai itu adalah Hay Yan, anak perempuan dari Wanyen Hong! Celaka! Kalau begitu, saudaraku Gokhiol jiwanya terancam!" "Pangeran Pato"   Sahut Im Hian Hong Kie-su "rasa cinta persaudaraanmu sungguh patut dipuji! Menurut dugaanku sibaju hitam telah memperalat Gokhiol untuk melawan Wanyen Hong!" "Kalau begitu"   Jawab Pato dengan suara terkejut, "biarlah aku sekarang pergi ke Ang-Liu-Wi untuk menolong Gokhiol!"   Yalut Sang buru2 menyela.   "Pato! Goan-swee hanya menitahkan kepadaku untuk membawamu bertemu dengan Kie-su.   Bila kau ingin pergi ke Ang-Liu-Wi, bukankah sama halnya mengantarkan seekor anak domba kesarang macan? Jika terjadi sesuatu atas dirimu, bagaimana aku dapat berhadapan muka lagi dengan ayahmu?" "Tidak!"   Jawab Pato dengan suara yang nyaring, sebagaimana suhu ketahui, sebelum meninggalkan Holim aku telah berjanji kepada ayah bahwa aku akan membekuk musuh Gokhiol itu.   Dan apabila aku belum berhasil aku telah mengatakan kepada ayah, bahwa ia tak usah menganggap aku sebagai puteranya lagi! Selain itu pedang Ang-liong-kiam yang telah dirampas dari tangan Gokhiol, akan kurebut kembali dari tangan musuh!"   Sejenak Pato berhenti sambil menarik napas dan meneruskan dengan suara yang bersemangat .   "Suhu, ayahku adalah ibarat sebagai seekor singa, jantan dari Mongolia! Maka perbuatanku untuk menolong Gokhiol bagaimana ia dapat menyalahkan kepadamu?"   Mendengar ucapan sipangeran, mau tidak mau Im Hian Hong Kie-su yang, didalam hati kecilnya membenci bangsa Mongol berbalik merasa simpati terhadap Pato. "Lauwte, perkenankanlah muridmu untuk pergi mencari pengalaman sedikit didunia kang-ouw!"   Ujarnya. Yalut Sang menggelengkan kepalanya. "Kie-su, kau lupa bahwa Pato adalah cucu dari Jenghiz Khan. Kelak iapun mungkin mendapat warisan untuk menaiki takhta Kerajaan Monggolia, mana boleh...."   Belum selesai Yalut Sang berkata, Im Hiaan Hong Kie-su telah memotongnya dengan tersenyum kecil ia berkata .   "Lauwte, kau tak dapat menjejaki perasaan muridmu.   Inilah ketika yang baik untuknya dan kelak apabila ia naik takhta, maka ia sudah menjadi seorang ksatria yang bepengalaman luas? Aku situa, meskipun tak pandai, sudi mengikutinya dari belakang untuk melindunginya setiap waktu dia mengalami bahaya.   Perkenankanlah ia pergi!"   Pato merasa gembira sekali mendengar kesediaan Si penunggu Puncak Gunung Maut untuk membantu secara diam2.   Buru2 ia berlutut dihadapan Im Hiann Hong Kie-su untuk menunjukkan rasa hotmatnya.   Terpaksa Yalut Sang mengucapkan terima kasih.   "Jikalau kie-su bersedia mengikuti murtdku serta membantunya, maka Aku tidak berkeberatan."   Datuk dunia rimba-hijau itu tersenyum. "Kau tak usah mengucap terima kasih. Memang sudah nasibnya bahwa aku situa bangka turun gunung! untuk memenuhi permintaan Tiang Pek Lo-ni. Sekarang aku ada permohonan terhadapmu sebelum menemukan Wanyen Hong"   Kedua orang itu serentak mendiawab .   "Katakanlah? Kami pasti akan menyetujuinya." "Baiklah,"   Jawab pendekar besar itu.   "Lohu masih ada suatu rahasia yang belum diceritakan. Baiklah kututurkan dahulu disini secara singkat."   Segelas air diteguk oleh Im Hian Hong Kie-su, lalu bercerita .   "Adapun laki2 berkedok hitam yang telah mencemarkan. Wanyen Hong Kong-cu, bukan hanya sang korban yang belum berhasil mencari tahu siapakah orang itu. Bahkan Sin-Ciang Taysu serta muridnya Liu Bie selama tujuhbelas tahun ini belum juga dapat membongkar rahasia manusia rendah itu!" "Siapa dia dan apa partainya, kita dalam keadaan gelap! Sungguh perbuatan kegilaan yang tidak mengenal rasa malu, sehingga hebat sekali bencana yang akan menimpa perguruannya. Setelah orang itu mendapatkan obat pengubah rupa, maka sukar sekali untuk kita ketahui bentuk muka aslinya. Tiap kali ia merubah mukanya, bahkan akhir2 ini ia telah mengubah mukanya sedemikian rupa sehingga mirip sekali dengan wajahku! Bedebah!"   Pato tertawa.   "Namun demikian masih ada jalan.   Petunjuk pertama ialah bahwa orang itu kehilangan sebuah telunjuk tangan kanannya.   Dan kedua, orang ini pasti terus menerus akan memperalat Gokhiol.   Ketika di Ban-Coa-Kok, ia telah menolong Pato dan Gokhiol serta pada waktu itu ia mengetahui pedang Ang-liong-kiam serta hal ikhwalnya.   Maka timbullah akal bulusnya dan menurut dugaanku kini ia berpura-pura menyimpan pedang pusaka tersebut."   Pato, yang sifatnya sangat berangasan, tanpa menunggu orang habis bercerita lantas memotong .   "Pedang Ang-liong-kiam hanya pedang peninggalkan mendiang ayah Gokhiol, Tio Hoan. Maka apa gunanya, bukankah pedang yang lebih bagus masih banyak terdapat dikolong langit ini? Dan apa yang membuat dia tertarik merampasnya?" "Kau dibesarkan di Monggolia,"   Jawab Im Hian Hong Kie-su tersenyum.   "suhumupun bukan orang asli dari Tiong-goan, hingga dengan sendirinya iapun belum mengetahui tentang hal ikhwal Ang-liong-kiam. Baiklah, kuceritakan agar menjadi jelas bagi kalian!" "Menurut catatan dari kitab2 pedang, dahulu kala dijaman Sam Kok, Co Coh memperoleh dua bilah pedang mustika. Adapun yang satu disebut dengan nama Ie-thian-kiam dan satunya lagi Ang-liong-kiam. Co Coh sebenarnya lebih suka pada pedang le-thian-kiam, sebab dahulu pemiliknya Wan Sut yang memperolehnya sebagai pusaka turun temurun dari leluhurnya. Keluarga Wan sudah tujuh turunan menjabat sebagai pegawai tinggi dikerajaan Han. Maka dengan sendirinya pedang simpanannya itu tiada bandingannya dikolong langit. Sebab itulah Co Coh menganggap pedang Ie-Thian-kiam sebagai benda kesayangannya, setiap pergi tak lupa dibawanya. Pada waktu itu Co Coh mengadakan perjamuan malam di Cek Pek dengan membuat sajak. Pedang Ie-thian-kiam tak lupa tergantung pada pinggangnya. Apa lacur Yang Ciu Cek-su Lauw Hok telah berani menyebtkan kata2 yang menghina Co Coh dalam sajaknya. Saking gusarnya Co Coh menghunus pedang Ie-thian-kiam dan membunuh Lauw Hok."   Setelah hilang rasa arak yang membuat ia lupa daratan, Co Coh pura2 merasa menyesal. Pedang Ie-thian-kiam disimpannya dan sebagai gantinya disarungkan-nya pedang "Ang-liong-kiam."   Tatkala Co Coh memimpin pasukannya untuk memukul daerah See-Liang, ia terkalahkan oleh Ma Jiauw.   Diantara keributan, buru2 Co Coh mencukur habis jenggotnya serta pakaian luarnya dilemparkannya kedalam kali.   Lalu ia menyusup diantara rombongan orang banyak dan meloloskan diri! Berbarengan itu pula pedang Ang-liong-kiam hilang pula didaerah barat laut.   Setelah peristiwa tersebut.   Pedang-Naga-Merah ber-ulang kali pindah tangan dan akhirn}a jatuh ditangan Tio Hoan.   Karena riwayatnya yang hebat inilah, membuat orang yang menyamar sebagai diriku tertarik pada senjata itu!"   Yalut Sang dan Pato mendengarkan dengan rasa kagum cerita Im Hian Hong Kie-su, yang meskipun mengasingkan diri dari kalangan kang ouw, tapi pengetahuannya sangat luas. "Jika bukan kie-su yang menceritakan perilhal Ang- liong-kiam,"   Kata Pato.   "aku kira Gokhiol sendiripun belum mengetahui tentang pedang peninggalan mendiang ayahnya itu. Tadi cianpwee mengatakan bahwa ada suatu permintaan yang ingin cianpwee kemukakan. Silahkan cianpwee menebutkannya." "Siapa suruh kau memotong pembicaraanku,". jawab Im Hian Hong Kie-su sambil tertawa.   Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Beginilah! Nanti, apabila kau berjumpa dengan Gokhiol, kau sekali-kali jangan menceritakan tentang masih hidupnya Wanyen Hong kongcu. Kau harus pegang teguh rahasia ini! Juga kau tak boleh memberitahukan bahwa sibaju hitam itu bukannya Im Hian Hong Kie-su. Sebab apabila rahasia ini sampai di ketahuinya, maka saudaramu Gokhiol takkan nanti menemukan musuh besar mendiang ayahnya!"   Yalut Sang belum dapat menangkap maksud orang, iapun hanya mendengarkan dengan mulut ternganga. Demikian pula Pato yang serentak mengajukan pertaniaan . "Maafkan aku, Kie-su cianpwee. Aku belum dapat menangkap arti maksud perkataanmu."   Im Hiam Hoing Kie-su tersenyum.   "Tadi telah kujelaskan kepada kalian, bahwa sibaju hitam yang menyamar sebagai aku bermaksud mempergunakan Gokhiol? Nah, kita harus membiarkan orang itu melakukan akal bulusnya! Biarkanlah dia mempergunakan Gokhiol sebagai umpannya dan kelak dirinya sendiri akan masuk perangkap! apabila Gokhiol dikasi tahu terlebih dahulu, bukankah hal itu sama juga seperti kita menggeprak rumput untuk mengusir sang ular ?"   Kedua orang itu kini mengerti maksud Sipenunggu Puncak Gunung Maut. "Kami berdua akan memperhatikan permohonan kie-su serta mentaatinya dengan sungguh2! Kini Pato kuserahkan ketangan kie-su dan kuharap kau melindunginya dengan baik2"   Yalut Sang memohon diri sambil memberikan hormatnya kepada Im Hian Hong Kie-su.   Setelah itu iapun meninggalkan pegunungan Siauw Pa San dengan terlebih dahulu memberikan beberapa pesanan kepada muridnya.   la pulang kembali ke Holim untuk melaporkan hal ikhwal Pato kepada Jendral Tuli.   ---oo0dw0oo--- Berikutnya kisah ini akan terbagi menjadi dua bagian.   Adapun cerita yang pertama mengisahkan Gokhiol yang sedang terkurung dibawah tanah didalam sebuah lubang gelap.   Hanya dengan melihat dari antara celah2 tutupan diatas ia dapat membedakan hari siang dan malam.   Apabila sinar2 lenyap, tahulah ia, bahwa hari telah malam dan iapun beristirahat dengan merebahkan did.   Apabila dahaga, ditadahnyalah air yang mengalir turun dari atas batu gunung untuk kemudian dihirupnya dengan lahap sekali.   Demikianlah tanpa dirasakan lagi hari berganti hari telah dilewatkannya didalam goa itu.   Empat hari telah lalu.   Sementara itu perut pemuda kita mulai terasa keroncongan.   la berpikir dalam hati, andaikata tidak mati karena terkurung dibawah tanah, ia mungkin akan mati juga karena kelaparan.   Tatkala itu badannya sudah letih sekali, dan remang2 matanya mengawasi kearah tutupan diatasnya.   Tiba2 terdengar suara gedebrukan! Menyusul mana cahaya menyorot kedalam goa! Gokhiol menjadi silau matanya melihat sinar matahari yang terang-benderang itu.   Ia menengadah keatas dan melihat tubuh seseorang, manusia! Cilaka! Kini Hek Sia Mo-lie datang menghabiskan nyawanya! Mendadak dari atas meluncur seutas tali yang diturunkan cepat kepadanya, sedangkan diujung tali terkait sebuah rantang.   Baru saja rantang itu menyentuh tanah, maka disentaklah dari atas sehingga rantang terlepas dari kaitan.   Dan tali meluncur pula keatas.   Tak beberapa lama kemudian terdengar suara orang berkata .   "Kongcu, sekarang ini kau merasa dahaga dan lapar, bukan? Silahkan! kau ambil makanan dan minuman yang terdapat dalam rantang. Siociaku telah menitahkan aku untuk mengantantarkan kepadamu. Dan nanti ia akan datang sendiri kemari untuk menjumpai kau. Hi-hi-hi !"   Dialah Tai-tai! Belum selesai Gokhiol tertepas dari keheranannya atau tiba2 sudah terdengar pula suara menggelegar, tanda batu penutup lobang telah didorong kembali ketempatnya semula.   Gokhiol membuka rantang itu.   didalamnya terdapat sepiring daging masak, kue mantouw, sebotol susu kuda dan air didalam sebuah kantong kulit.   Tanpa memikirkan sesuatu pula pemuda kita menyerbu hidangan itu dengan lahapnya.   Ia tak sempat lagi memikirkan apakah makanan itu beracun atau tidak.   Semua makanan habis disikatnya, sedangkan susu sebotolpun habis pula diminumnya! Kini semangat pemuda kita mulai bangkit kembali! Setelah selesai makan, Gokhiol mulai berpikir bagaimana Tai-tai sampai dapat mengunjungi Kota Hitam ini? Sedangkan yang dimaksud dengan Siocianya tentunya tidak lain daripada Hay Yan.   Tapi bukankah yang mengurungnya di dalam tanah ini adalah Hay Yan sendiri? Ah, tak salah lagi! Kini baru ia mengingatnya, Hay Yan adalah...   Wie Mo Yauw-lie! Hay Yan adalah bagaikan seorang iblis, bagaimana mungkin ia berperikamanusiaan untuk membawakannya makanan? Tentu ada maksud yang kurang baik yang terkandung dalam hati si ular cantik itu.   Berpikir sampai disitu, Gokhiol memejamkan matanya sambil menantikan bahaya datang! Demikianlah pikirannya melayang-layang membayangkan wajah sigadis yang cantik rupawan.   Tapi sebaliknya setelah peristiwa terakhir dimana sang gadis berpura-pura tidak mengenalnya, tatkala ia untuk kedua kalinya datang ke Hay-Kee-Cun, hatinya menjadi benci sekali! "Apa perlunya aku memikirkan gadis yang tak berperikemanusiaan itu!"   Demikian ia menggerutu seorang diri.   Tanpa terasa lagi ia mulai melengat-lenggut.   Gokhiol tidur dengan nyenyaknya.   Baru pada tengah malam ia mendusin, tatkala badannya ada yang goyang- goyangkan.   dengan perlahan.   "Tio Kongcu, bangunlah! Aku kemari untuk menengoki kau.   Tentunya kau merasa benci sekali terhadapku, bukan?"   Terdengar suara yang merdu...   Gokhiol mengendus wewangian yang menembusi lubang hidungnya.   Dibukanya kedua matanya dengan pelahan- lahan dan pertama-tama yang nampak olehnya adalah sebuah lampu terletak diatas tanah.   Dan dihadapannya seorang gadis cantik-jelita tengah mengawasinya dengan pandangan mata yang redup2 alang.   Gadis itu tak lain adalah Hay Yan! Kali ini sicantik mengenakan pakaian seperti pertama, kali ia berjumpa dengannya di Hay-Kee-Cun.   Sambil tersenyum simpul gadis itu mengawasi pemuda kita dengan kemalu-maluan.   Dan sikap kemalu-maluan itulah yang membuat sigadis makin manis dipandang.   Pemuda kita masih tak percaya akan apa yang tengah dihadapinya.   Dikucak-kucaknya matanya sambil berpikir apakah ia bukannya sedang bermimpi? Dan setelah itu matanya terbelalak.   Tidak salah, apa yang berpeta dihadapannya adalah benar2! Dengan perasaan terkejut bercampur girang, pemuda kita memandang gadis yang berdiri dihadapannya itu.   Tapi tak lama kemudian hatinya menjadi mendongkol dan timbul rasa bencinya.   Lekas2 ia bangkit dengan gusarnya sambil berteriak "kiranya kaulah Wie Mo Yauw-lie! Aku telah membuka kedokmu yang palsu itu! Sekarang aku sudah ditanganmu, apalagi yang kau tunggu? Mari kita bertempur sampai mati.   Kau tak usah ber-pura2 lagi!"   Melihat kegusaran sipemuda, hati Hay Yan terasa pedih sekali.   la menahan airmatanya yang sudah bergelantungan dibawah matanya.   "Tio Kongcu, aku tak menyalahi kau membenci diriku ini.   Karena itulah setelah merasa menyesal, pada malam ini aku menemui kau.   Sudikah kau menaruh sedikit kepercayaan terhadapku dan juga aku memohon maaf se- besar2nya atas perbuatanku yang kurang sopan ini."   Mendengar kata2 sigads yang tak juntrungan itu, Gokhiol tersenyum getir.   "Huh! Kau kira aku ini seorang anak kecil?! Kau telah menotok jalan-darahku dan kau telah menjebloskan aku ketempat gelap.   Apakah itu perbuatan yang sopan?" Wajah Hay Yan berubah pucat dan dengan suara gemetar ia menjawab .   "Perbuatanku itu bukanlah atas kehendak hatiku. Aku sungguh tak dapat berbuat lain. Namun demikian, kuharap kau dapat memahami rasa pedih hatiku..."   Baru saja Hay Yan berkata sampai disitu atau terdengar suara cemas yang datang dari atas goa. "Siocia! Lekaslah meninggalkan tempat ini!"   Itulah suara Tai-tai ! Hay Yan mengawasi pemuda kita dengan terharu, matanya agak basah. "Aku harus meninggalkan kau sekarang. Lewat dua hari apabila tidak ada aral melintang, aku akan kembali menjenguk kau."   Dengan hati berat Hay Yan meninggalkan sipemuda, untuk kemudian melompat tinggi menjambret tambang yang telah diturunkan dari atas.   Menyusul itu ia menghilang dan lubang tertutup kembali ...   ---oo0dw0oo--- GOKHIOL menengadah keatas sambil terbengong- bengong.   Diudara masih mengambang wewangian sigadis.   Lentera yang terletak diatas tanah masih menyala-nyala dan disampingnya menggeletak sebuah bungkusan kecil.   Pemuda kita rnengambilnya, dan berdebarlah hatinya.   Bungkusan itu adalah saputangan sigadis yang didalamrya tersimpan dua buah Toh yang merah dan harum.   Pemuda kita meneliti saputangan tersebut yang tersulam dengan tangan, sedangkan diatasnya terlukis sepasang burung Hong yang sedang terbang.   Gokhiol berdiri bengong.   "Kalau bukannya ada barang ini, niscaya kejadian tadi akan kusangka sebagai impian belaka!"   Pikirnya seorang diri.   Hari2 berikutnya dilewatkan dengan tidak terjadi suatu apa2, tapi kini tiap harinya ia dikirimkan makanan oleh Tai-tai.   Beberapa kali Gokhiol berteriak kepada Tai-tai mengajukan pertanyaan.   Tapi sipelayan tolol itu buru2 menutup kembali lobang goa.   Makanan yang diturunkan kedalam goa adalah dengan pertolongan seutas tali yang tipis, sehingga sukar bagi pemuda kita untuk menggunakannya.   Iapun menyabarkan diri untuk menantikan kedatangan Hay Yan pula.   Dengan cepat dua bulan telah lewat.   Pada suatu malam Gokhiol mendengar suara batu diatas kepalanya digeser perlahan-lahan.   Pasir halus berjatuhan dari atas mengenai pakaiannya.   Tiba2 tutupan lubang diatasnya terbuka lebar! Pemuda kita buru2 bangkit berdiri.   Terasa diatas kepalanya desiran angin menyusul mana sebuah bayangan orang meloncat kebawah! Pemuda kita kira orang itu tidak lain adalah Hay Yan, tapi setelah dekat, segera dikenalinya bahwa itulah saudara-angkatnya Pato! Ia berdiri menjublak bahna tercengangnya.   "Gokhiol, aku datang untuk menolong kau,"   Bisik Pato, Pemuda kita merasa heran bercampur girang.   Mereka saling berpelukan saking terharunya.   "Gokhiol, marilah kita lekas kabur.   Disini berbahaya sekali!" "Adikku, bagaimana kau bisa menemukan aku?" "Nanti kuceritakan padamu, Gokhiol.   Malam ini Hek Sia Mo-lie sedang pergi keluar.   maka barulah aku dapat melepaskan dirimu.   Sekarang marilah kita tinggalkan tempat ini!"   Gokhiol menengok keatas.   Lubang, mulut diatas kira2 tujuh delapan tombak tingginya.   Baru ia ingin bertanya bagaimana caranya mereka, harus naik keatas, atau Pato merogoh keluar sesuatu dari dalam kantongnya.   Itulah sepasang sepatu dengan solnya setengah kaki tebalnya.   Tiba2 tutupan lubang diatasnya terbuka lebar! Pemuda kita buru2 bangkit berdiri.   Terasa diatas kepalanya desiran angin menyusul mana sebuah bayangan orang meloncat kebawah! "Lekaslah kau pakai!"   Pato memberikan sepasang sepatu aneh itu kepadanya.   Gokhiol menjejakkan kedua kakinya.   Pada detik menyusul bayangan orang membumbung keatas.   Setiba dimulut goa buru2 kedua pangeran itu menjambret pinggiran lubang seraya berjumpalitan keluar.   Gokhiol mendapatkan dirinya tengah berada disuatu bukit dibelakang Kota Hitam.   Ketika itu bulan sedang bersinar amat cemerlangnya.   Langit tampak bersih, sedangkan bintang2 hanya sedikit tersebar disana sini.   Benteng tua keiihatan seperti bayangan yang suram menyeramkan.   Tiba2 dari kejauhan tampak berkelebat.   sebuah bayangan putih, yang bergerak bagaikan anak panah melesat dari busurnya.   Makin lama bayangan itu makin mendekati kedua pemuda kita! "Celaka Hek Sia Mo-lie datang!"   Cepat2 Pato menarik Gokhiol menyusup dibalik pohon didalam rimba yang lebat.   "Dibawah sinar rembulan, mereka melihat searang gadis dengan mukanya ditutupi dengan kain sutera halus, berlari mendatang kearah lubang goa.   Segera Gokhiol mengenali gadis itu, yang bukan lain dari Hay Yan! Hatinya mulai berdenyutan.   Pemuda kita merasa heran, apakah yang telah terjadi atas dirinya.   Apakah ia cinta kepada gadis ini ataukah ia ....   benci ? Hay Yan tak mengetahui bahwa Gokhiol dan Pato sedang bersembunyi didalam rimba.   Sepasang matanya bersinar mengawasi goa yang sudah kosong.   Kelihatannya ia kaget sekali.   Terdengar sayup2 suara sigadis berkata seorang diri dengan cemas.   "Kemana gerangan perginya Tio Kongcu? Ah, rupanya sudah ada orang yang menolongnya keluar' Mendadak Hay Yan mencabut pedannnya dan berlari masuk kedalam rimba yang lebat! Baru saja ia masuk, atau tiba2 dilihatnya sebuah bayanqan manusia melompat turun dari atas pohon.   Pakaiannya hitam! "Setan, kecil! Mau apa lagi kau kemari?! Gokhiol sudah jauh melarikan diri.   Apakah kau kali ini ingin mangantarkan jiwamu?"   Hay Yan mundur beberapa tindak, kemudian diperhatikannya orang itu dengan waspada. Tak lama kemudian dikenalinya orang itu, tak lain dari ... sibaju hitam. "Iblis!"   Berseru Hay Yan dengan gusar.   Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "kemana kau bawa pergi Tio Kongcu?"   Sambil tersenyum mengejek sibaju -hitam menjawab . "Aku hanya kenal Gokhiol. Siapa yang kau maksudkan dengan Tio Kongcu?"   Mendengar jawaban orang yang bernada ejekan, hati Hay Yan menjadi meluap. Ia membentak .   "Hai, Iblis! Malam itu kau beruntung sekali dapat meloloskan diri dari tanganku dengan menerobos pintu. Jangan kira kali ini kau dapat terlepas dari tanganku pula. Lekaslah beritahu kemana kau larikan Tio Kongcu! Bila tak kau serahkan, lihatlah pedangku!"   Belum habis berbicara, Hay Yan membacokkan pedangnya kearah musuhnya.   Namun demikian, dengan suatu gerakan yang manis sekali sibaju hitam lompat menyingkir, sehingga terpisah dua tombak jauhnya.   "Ha-ha-ha! Malam ini lebih baik kau simpan saja Pedangmu."   Tanpa menggubris ejekan musuh.   Hay Yan berseru nyaring dan ujung pedangnya menyambar turun, kini Iebih hebat! Asap putih mulai mengepul dipinggiran pedang.   Sibaju hitam lompat kesana kemari, mengelakkan tikaman2 pedang yang amat ganas.   Sebaliknya sebentar- bentar iapun mengebut dengan lengan bajunya kearah muka sigadis.   Daun2 dan ranting2 kecil berjatuhan disekitar tempat kedua jago silat itu sedang bertempur.   Yang lebih hebat lagi adalah begitu sibaju hitam mengebutkan lengan bajunya, atau sinar api menyambar kearah muka Hay Yan.   Tapi dengan tenang semua serangan sibaju hitam itu dapat dipunahkan oleh sigadis Wie Mo Yauw-lie.   Gokhiol, yang tengah asyiknya menonton perkelahian yang hebat dan seru itu, lapat2 masih dapat mendengar suara ditelinganya.   "Pato, lekas kalian berdua melarikan diri! Aku akan menyusul belakangan."   Kiranya suara itu disalurkan melalui tenaga-dalam yaag tinggi sekali ketelinga putera2 Jendral Tuli.   Pato segera menarik lengan Gokhiol dan diajaknya berlari meninggalkan tempat itu.   Ditengah jalan Gokhiol masih sempat bertanya kepada saudara angkatnya .   "Adikku, apa kau juga mengenal Im Hian Hong kie-su" "Pst! Jangan berisik! Nanti saja kalau kita sudah jauh, baru akan kuterangkan kepadamu,"   Jawab Pato seraya percepat larinya.   Kiranya sebelum Pato tiba dibenteng Hek Sia untuk menolong Gokhiol, segala rencana telah diatur terlebih dahulu oleh Im Hian Hong Kie-su.   Adapun Im Hian Hong Kie-su telah menyanggupi permohonan dari sahabatnya Tiang Pek Loni guna mencari musuh yang telah mencemarkan Wanyen Hong, puteri dari kerajaan Kim.   Terlebih dahulu ia datang menolong Gokhiol.   Dan maksudnya ialah tak lain agar pemuda kita dapat digunakan sebagai umpan uncuk memancing keluar sibaju hitam yang tak mau memperlihatkan siapa sebenanya dia itu.   Barusan Im Hian Hong Kie-su telah sengaja memancing keluar Hay Yan meninggalkan rimba.   Setelah mengetahui bahwa Gokhiol dan Pato berada dalam keadaan yang aman, iapun melarikan diri...   Sayang! Hay Yan tak mengetahui bahwa lawannya itu Im Hian Hong Kie-Su yang asli, yang sejati.   Sebaliknya dikiranya adalah si iblis baju hitam! Angin malam menampar-nampar muka si gadis yang berdiri sendirian dengan pedang Mophwee-kiam ditangan....   Gokhiol mengikuti Pato keluar dari rimba Ang-Liu-Wi.   Begitu sampai diluar atau nampak olehnya dua ckor kuda.   Serera.   kedua pemuda itu menaiki masing2 seekor kuda dan kemudian melarikannya bagaikan terbang dimalam hari meninggalkan Kota Hitm.   Ketika melewati Hay-Kee-Chun, Gokhiol merasa hatinya tak keruan, berat sekali untuk meninggalkan tempat itu.   "Hay Yan amat aneh kelakuannya.   Aku dikurungnya dibawah tanah, tapi setiap hari tak lupa dihantarkannya aku makanan.   Maka sudah jelas hahwa ia tidak mempunyai maksud untuk membunuh aku."   Kuda mereka sudah lama melewati Hay-Kee-Chun, namun pikiran Gokhiol masih tak terlepas dari kenangan yang baru saja dialaminya, peristiwa dengan si jelita Hay Yan.   lapun terus melamun.   "Waktu ia mengunjungi aku pada malam hari, ia menyatakan rasa penyesalannya.   Rupanya ada sesuatu yang sukar untuk di utarakan kepadaku.   Apakah Hay Yan dikuasai oleh Hek Sia Mo-lie, hingga ia tak bebas dalam tindak-tanduknya?"   Sambil melamun memikirkan nasib gadis idamannya, tangan Gokhiol per-lahan2 masuk kedalam saku celana.   Dikeluarkannya sehelai sapu tangan yang bersulam, yang telah ditinggalkan oleh Hay Yan.   Kemudian diciumnya saputangan yang harum baunya itu dengan penuh kasih sayang.   Ia menarik napas panjang seraya berkata seorang diri .   "Jika kelak aku dapat berjumpa pula dengannya, pasti aku akan....."   Tiba2 Pato menoleh kebelakang dan tangannya mengeprak kuda Gokhiol seraya berseru .   "Apa yang tengah kau pikirkan, Gokhiol? Satu rintasan lagi kita akan keluar dari daerah gurun pasir ini. Hayo, lekaslah larikan kudamu!"   Seketika itu juga semangat pemuda kita bangun pula.   Sambil berteriak dikempitnya pinggang kudanya dan bagaikan mengendarai angin, ia menyusul Pato.   Diufuk timur tampak cahaya merah.   Fajar telah menyingsing.   Mereka tiba pada sebuah pos perjalanan ditapal batas gurun pasir.   Merekapun turun dari kuda untuk beristirahat.   Setelah mengambil tempat duduk dibawah atap rumah.   Pato mulai berkata .   "Gokhiol, adapun orang yang berpakaian hitam tadi adalah lm Hian Hong Kie-su. Tadi malam ia telah mengantar aku ke Hek Sia untuk menolong kau keluar dari kurungan dibawah tanah itu."   Gokhiol sangat terharu mengingat akan jasa adik angkatnya yang telah dua kali menolong jiwanya.   "Adikku, tak kusangka Im Hian Hong Kie-su datang bersamamu!.   Baiklah akan kuberitahukan juga kepadamu, bahwa akupun sudah kenal tokoh rimba persilatan yang tinggi ilmunya itu.   Entah cara bagaimana kau sampai dapat bertemu dengannya?"   Mendengar pertanyaan Gokhiol ini mau tak mau Pato harus memutar otak bagaimana sebaiknya harus menjawabnya, agar rahasianya tidak sampai bocor.   "Kalau harus kuceritakan perihal lni, maka peristiwanya amat panjang.   Semenjak kita berpisah dilembah Ban-Coa-Kok waktu itu, lama juga aku tidak mendengar kabar berita tentang dirimu.   Sedangkan ibumu setiap hari bertambah kuatir akan keselamatanmu.   Pada suatu hari diberikannya kepadaku sepucuk surat dan minta agar aku pergi kegunung Jie-Liong-San untuk menemui lm Hian Hong Kie-Su yang merupakan sahabat karib mendiang ayahmu." "Lalu bagaimana?"   Tanya pemuda kita.   "Dan kemungkinan besar Im Hian Hong Kie-su dapat mengetahui dimana kau berada.   Setelah susah-payah, tibalah aku dipuncak gunung Ji-Long-San," "Oh, kiranya beliau adalah sahabat karib dari mendiang ayahku! Tidaklah heran apabila ia setiap kali secara diam2 menolong aku.   Sebagai mana kau ketahui aku bertemu dengannya digurun pasir.   Disana ia memberi beberapa patunjuk kepadaku untuk mencari seorang tokoh aneh dikolong langit ini yang bernama Wan Hwi To-tiang."   Pato mendengarkan penuturan Gokhiol dengan hati2 namun ia tak mau menyingkap rahasia bahwa sebaju hitam yang dimaksud Gokhiol itu bukanlah Im Hian Hong Kie-su yang sejati. "Gi-koko,"   Ujar Pato.   "itulah suatu kesempatan bagus untuk membalas sakit hatimu. Wan Hwi To-tiang kepandaiannya tersohor sangat hebat sekali, tidak ada keduanya dikolong langit ini. Apabila ia menerima kau sebagai muridnya, itu menandakan jodohmu bagus. Biarlah nanti apabila aku kembali ke Ho-lim, akan kulaporkan kepada ayah dan ibundamu agar mereka tidak merasa kuatir lagi. Sebaliknya kau akan menuntut ilmu yang tinggi sekali dengan pikiran yang tenteram."   Pemuda kita merasa lega hatinya dan gembira. Katanya kepada Pato . "Aku harap kau memelihara dan merawat ibuku baik2. Kelak apabila aku berhasil menemukan Wan Hwi To - tiang, pasti aku akan mernberitahukannya kepadamu."   Kedua pemuda itu memesan minuman arak dan masakan daging.   "Gi-koko, berhubung dengan perpisahan kita ini, marilah kita mengangkat carngkir dan keringkan minuman arak ini! Setelah itu aku ada sebuah permohonan yang kuharap kau sudi melakukannya.   Adapun hal itu erat sekali hubunganya dengan keselamatan jiwamu sendiri.   Harap kan sudi memperhatikannya!"   Gokhiol menyambuti tawaran arak adiknya yang lalu diminunnya habis sekaligus dalam satu tegukan saja, Setelah itu dipersilahkannya Pato menguraikan permohonannya.   "Jika nanti kau benar2 telah dapat bertemu dengan Wan Hwi To-tiang, janganlah sekali2 kan beritahukan kepadanya persoalan pelepasan-dirimu olehku dan Im Hian Hong Kiesu.   Katakan saja bahwa Wie Mo Yauw-lie yang telah melepaskan kau, tanpa kau ketahui sebabnya.   Apabila kau membocorkan rahasia tersebut, pasti kau akan binasa!" "Apakah sebabnya?"   Tanya GokhioI dengan berani. "Sebaiknya soal ini untuk sementara tak kujelaskan dahulu. Aku hanya minta agar kau menutup mulut. Lagipula kelak kau akan mengetahui sendiri jawabannya,"   Jawab Pato dengan sungguh2.   Gokhiol mengangkat bahunya, tapi ia berjanji akan menepatinya.   "Nah, sudah saatnya aku harus kembali ke Ho-lim.   Sebagai kata perpisahan, aku mendoakan agar cita2 mu menuntut balas tercapai.   Tapi janganlah lupa memberi kabar kepadaku."   Kedua saudara itu saling berpelukan dan masingg2 merasa berat untuk berpisahan.   Kemudian Pato mencemplak kudanya dan meninggaIkan tempat itu, menuju istana Ho-lim.   Teringat akan Gokhiol, bahwa sibaju hitam pada waktu itu telah mengatakan kepadanya agar terlebih dahulu ia harus berkunjung kegunung Hwa-San sambil berpesiar.   Dengan harapan disana akan dapat bersua dengan tokoh persilatan aneh bernama Wan Hwi Sian, maka segera pada waktu itu juga pemuda kita mulai berangkat.   ---oo0dw0oo--- Dengan cepatnya dua bulan telah lewat, sedangkan Gokhiol masih menjelajahi tanah pegunungan Hwa-San dan gunung Bu-Tong San.   Disamping menikmati pemandangan yang indah, ia mmperhatikan tiap orang dijumpai, adakah diantara mereka yang...   mengenakan gelas emas putih pada leherrnya.   Setelah sekian lamanya belum berhasil menemukan Dewa Kera Terbang, lambat laun ia menjadi ragu2.   Pikirnya dengan cara begini, sampai kapan ia dapat menuntut ilmu? Pada suatu hari Gokhiol melewati jalanan yang disebut Kian Kok Canto, karena dipinggir jalan itu terdapat jurang yang sangat curam, sedang disebelahnya lagi merupakan tebing gunung yang tinggi tegak menjulang keangkasa.   Jalan Kian Kok Canto itu sangat sempit sekali dan hanya dapat dilewati dua orang saja.   Tiba2 terdengar olehnya suara tok-tok-tok berulang kali, yang datangnya dari kejauhan, maikin lama makin keras, Nadanya bagaikan seorang pedagang bakmi mengetok tabung bambunya, tok ...   tok...   tok ...   Gokhiol mengawasi jalan dimukanya yang sangat ber- liku2 itu, tapi tak terlihat olehnya satu bayangan mahluk pun.   Sesaat kemudian terdengar pula suara tadi, kini semakin keras! Suara itu terdengar dari atas tebing! Gokhiol mendongak keatas, maka tampak olehnia sebuah bayangan orang! Pemuda kita terperanjat tidak terkira.   Tampak orang itu berjalan seperti terbang pada tebing gunung! Dandanannya sebagai seorang imam aliran agama Too-kauw.   Topinya kerucut yang pinggirannya bersayap bagaikan bentuk pyramid dan warna pakaiannya hijau mengkeredep.   Perawakatnya kurus dan yang lebih ganjil ialah bentuk mukanya, yang berjenggot kambing sedang diatas nya melintir dua garis kumis panjang yang bergulai kebawah sampai lima enam dim.   Dahinya bulat bagaikan ditempel obat koyo.   Kedua kaki imam itu bagaikan melekat pada dinding tebing dan ketika berjalan tak ubah bagaikag seekor kera saja rupanya.   Ditangannya ia memegang sebuah tongkat dari kayu yang panjangnya kira2 satu kaki.   Alat itu sebentar-bentar dipukulkannya menotok dinding tebing gunung, sehinga menerbitkan suara tok-tok-tok.   Adapun bekas dinding yang kena diketok itu meninggalkan lubang sebesar mangkok nasi dalamnya, dan itulah yang membuat si imam bergerak maju.   Pemuda kita membelalak matanya.   Dalam sekejap mata saja imam itu lewat diatas kepalanya, dan lenyap dari pemandangannya! "Too-su ini benar2 berkepandaian tinggi,"   Pikir pemuda penuh kagum.   "sayang karena bergerak demikian cepat bagaikan terbang, sehingga aku tak dapat menegurnya untuk menanyakan kepadanya apakah ia bukannya Wan Hwi To-tiang."   Tapi diluar dugaannya, tengah ia masih melamun, suara tok-tak-tok terdengar pula dari sebelah belakang! Buru2 ia menengok kebelakang dan nampak olehnya bahwa imam, itu telah muncul pula pada dinding tebing guuung yang tegak lurus itu.   Baru saja suara itu terdengar..   beberapa kali atau imam itu sudah berada dekat diatas kepalanya! Bukan kepalang.   terkejut hati pemuda kita, sudah jelas orang itu tadi berjalan kearah depan, tapi kini bagaimana ia begitu cepatnya sudah bisa kembali, bahkan dari belakangnya?" "Harap To-tiang berhenti sebentar!"   Teriak Gokhiol. "Aku ingin bertanya tentang seseorang."   Tapi baru sadia ia berteriak atau imam itu sudah jauh berlalu dari situ! Batu2 jatuh kejalan Canto dan lobang2 bekas totokan tertinggal bagaikan gumpalan bundar.   Gokhiol sudah tidak melihat bayangan imam to-su lagi, maka ia mengoceh sendirian .   "Apakah imam to-su itu akan kembali pula? Apabila ia sekali lagi lewat disini, aku akan memanggilnya saja dengan nama Wan Hwi Sian! Aku ingin tahu bagaimsna reaksinya nanti!" Tiba2 terdengar olehnya suara orang berkata dari belakangnya .   "Aku sudah kembali! Apakah kau belum tahu?"   Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Gokhiol berdiri terpaku saking terkejutnya.   Perlahan-lahan ia membalikkan badannya dan tampak olehnya imam itu sudah berdiri dilbelakangnya! Pemuda kita terlongo-Iongo mengawasi orang aneh itu.   Pada saat itulah si imam melihat gelang emas putih dileher Gokhiol, dan ...   berubahlah airmukanya! "Anak muda, siapa namamu? Apakah kau telah disuruh situa bangka Im Hian Hong untuk datang kemari?"   Kini pemuda kita yakin bahwa imam yang luar biasa itu, adalah pasti tidak lain daripada Wan Hwi Sian Totiang.   Buru2 ia menjura amat girangnya.   "Tidaklah salah terkaan, To-tiang.   Tee-cu bernama Gokhiol yang telah disuruh oleh Im Hian Hong Cianpwee untuk mencari jejak perjalanan To-tiang yang ribuan lie jauhnya.   Bahwa hari ini teecu beruntung sekali teIah dapat bertemu dengan To-tiang."   Wan Hwi Sian memandang pemuda kita dari atas sampai bawah. "Im Hian Hong ini ada2 saja. Mengapa ia memaksa kepadaku untuk menerima kau sebagai murid?"   Buru2 Gokhiol menyahut.   "To-tiang, dengarlah penuturan teecu ini.   Teecu mempunyai beban kewajiban untuk menuntut balas sakit hati mendiang ayah.   Karena kepandaian teecu masih rendah sekali, maka teecu bersama ini mohon belas kasihan To-tiang.   Jika sampai juga permohonan teecu ditolak, maka teecupun tak ada muka lagi untuk kembali pulang" "Hm,"   Jawab Wan Hwi Sian dengan suara dihidung, "selama ini aku tak mempunyai niat untuk menerima murid. Jika kau tidak ada muka untuk pulang, baiklah kau mati saja disini!"   Gokhiol berpikir, mengapa baru sekali saja bertemu siimam telah menyuruh ia mati saja? Tentu ia ingin tahu apakah aku akan mentaati perkataannya.   Maka ia berkata .   "Bila To-tiang lebih suka teecu mati daripada menjadi murid, baiklah sekarang juga teecu akan membunuh diri dihadapan To-tiang!"   Mengadu untung, Gokhiol menerjunkan dirinya kedalam jurang yang dalam! Angin mendesir ditelinganya ketika tubuhnya jatuh pesat kebawah.   Pemuda kita memejamkan kedua matanya menantikan saat ajalnya! Tak lama tiba2 terasa gelang dilehernya ada yang membetot.   Tubuhnya berhenti jatuh kebawah, sedangkan telinganya tak mendengar desiran angin pula.   Beberapa saat kemudian kakinya merasa menginjak tanah pula! "Anak yang baik.   Aku takkan membiarkan kau mati!", demikian suara Wan Hwi Sian sayup2 terdengar ditelinganya.   Dan ketika Gokhiol membuka kedua matanya, Wan Hwi Sian berdiri disisinya.   Ketika ia mengawasi keadaan disekitarnya, ternyata mereka sudah berada dibawah jurang! Pemuda kita melihat ditangan sitosu ada gelang emas putih yang tadmya terikat diIehernya.   Pemuda kita meraba lehernya.   Benar saja! Gelangnya sudah pindah ketangan orang! Gelang itupun masih utuh kelihatannya, tidak cacad sedikitpun.   Teringatlah Gokhiol akan perkataan Im Hian Hong Kie- su yang mengatakan, apabila gelang masih tetap utuh setelah dibuka oleh Wan Hwi Sian dari lehernya, maka tasu itu akan menerimanya sebagai muridnya! Segera pemuda kita menjatuhkan diri berlutut dihadapan siimam seraya menyoja sebanyak tiga kali.   Wan Hwi Sian tersenyum simpul .   "Tunggu dulu! Jika ingin menjadi muridku, terlebih dahulu kau harus memenuhi ketiga syarat yang aku ajukan ini. Dan syarat2 ini tidak semudah seperti yang akan kau duga dan lagi aku sangat menyangsikannya apabila kau dapat menyanggupinya."   Gokhiol lantas menyahut. "Apapun juga yang suhu ajukan, meskipun sukar umpama kata harus memindahkan gunung sekalipun, tak akan teecu menolaknya! Maka silahkan suhu menitahkannya."   Kumis Dewa Kera Terbang yang panjang ber-gerak2 keatas, tanda puas akan jawaban itu.   "Benar2kah kau berani terjun kedalam air yang mendidih apabila aku menitahkan kepadamu? Kau tidak takut?" "Bagus! Bagus sekali semangatmu.   Dengarlah baik2 sekarang.   Aku hendak mengajarkan suatu ilmu yang tiada bandingannya dibawah langit ini.   Dan kau harus melatihnya dengan rajin mengikuti cara2nya dengan sungguh2.   Pasti selama dua tahun lamanya kau akan menjadi pendekar yang menggetarkan dunia Kang-ouw."   Wan Hwi Sian berhenti sejenak sambil mengawasi sipemuda dengan dalam, lalu dilanjutkannya .   "Namun demikian, sebelum kita mulai kau terlebih dahulu harus menjalankan tiga syarat. Syarat pertama, kau harus menghilangkan seluruh kepandaianmu yang kau miliki dan mulai belajar pula dari pertama dengan dasar2nya...."   Belum selesai Wan Hwi Sian berbicara, Gokhiol sudah mendahuluinya .   "Ilmu yang teecu miliki tak akan menjadi soal untuk dilenyapkan sampai ke-akar2nya. Sekarang yang syarat yang ke dua? Karena keyakinan sipemuda, mau tak mau Wan Hwi Sian mengerutkan alis matanya. "Ah kau terburu nafsu! sedangkan perkataanku belum selesai. Sebab setelah seluruh kepandaianmu lenyap, maka kau akan merasakan penderitaan yang sangat hebat! Hampir seperti orang yang dalam keadaan mati, mendapatkan hidup kembali. Apakah kau berani?" "Teecu tidak tahut,"   Yawab Gokhiol sambil menggertakkan giginya.   Wan Hwi Sian mengangguk-anggukkan kepalanya.   "Baiklah, yang kedua ialah kau harus mentaati segala perintahku! Apa saja yang kuminta, kau harus melaksanakannya tanpa memberi alasan! Bila kau berani melanggar dan membangkang, maka hukumannya keras sekali.   Dan apabila terjadi, kau tak boleh mengeluh ataupun menyalahkan aku.   Baiklah hal ini kau renungkan dulu baik2, setelah masak kau pikirkan, barulah kau berikan keputusanmu kepadaku!"   Tatkala itu hati Gokhiol sudah percaya penuh terhadap Wan Hwi Sian dan memujanya setinggi langit! Iapun beranggapan sebagai seorang murid terhadap suhunya, maka sudah menjadi kewajibannya mentaati segala peraturan apa saja yang diberikan.   Terdengar pula Dewa Kera Terbang berkata .   "Umpama kata saja aku menyuruh kau membunuh seseorang, tak perduli siapa gerangan orang itu, kau harus memenuhinya! Mengertikan apa yang kumaksud?"   Gokhiol berfikir dalam hatinya .   "Baiklah aku menyetujuinya terlebih dahulu, kelak baru akan kupikirkan dengan tenang."   Maka iapun menjawab .   "Yah!, teecu takkan ber-pikir2 Iagi Walaupun suhu menyuruh teecu matipun, aku takkan menolaknya. Apa lagi yang harus dibicarakan?"   Wan Hwi Sian tersenyum. "Baiklah,"   Sekarang syarat yang ketiga. Dalam masa dua tahun ini, kecuali aku sendiri kau tak boleh bertemu dengan lain orang." "Itupun memang sudah seharusnya,"   Jawab Gokhiol dengan serentak. "Baiklah,"   Wan Hwi Sian berkata.   "sekarang kau adalah muridku. Marilah ikut aku pulang."   Wan Hwi Sian mengambil jalan diantara bukit2 yang tinggi, sedangkan Gokhiol mengikutnya dari belakang.   Mereka berjalan sampai jauh malam.   Dari kejauhan yang kelihatan hanya puncak gunung yang keputih2an diselubungi salju dan tebing2 gunung yang terjal.   Tak lama kemudian sampailah mereka pada puncak gunung dan tampak dibawah puncak itu sebuah sungai es yang mengalir sepanjang ribuan lie, bergemerlapan disinari Rembulan.   Lapisan es yang membeku diatas aliran air rupanya tidak melumer sepanjang tahun.   Sungguh suatu pemandangan alam yang menakjubkan! Wan Hwi Sian memecahkan kesunyian dan katanya .   "Tempat kediamanku terletak diujung sungai es itu.   Kita masih harus menempuh jalan selama dua jam, barulah sampai disana." "Apa halangannya untuk berjalan.   Janganlah suhu menghiraukan untuk berjalan selama dua jam lagi.   Sehari lagipun teecu akan menuruti suhu,"   Ujar Gokhiol. Tapi baru saja ia selesai berkata atau ia menjadi heran. Sebab dihadapannya jalanan terputus, yang terbentang dibawah adalah sebuah jurang! "Suhu, kita sudah berada dipuncak gunung, sedangkan didepan kita tidak ada jalan lagi."   Sambil menuding kebawah Wan Hwi Sian berseru . "Terjunlah kebawah!"   Berbareng itu ditariklah tangan Gokhiol oleh Dawa Kera Terbang dan ber-sama2 mereka terjun kedalam jurang yang curam! Tampak dua titik bayangan terapung! diangkasa me-layang2 kebawah, dan tatkala kaki mereka hampir menyentuh tanah, Wan Hwi Sian mengayunkan tubuhnya bersama tubuh sipemuda mengikuti aliran sungai es! Bagaikan anak panah terlepas dari busurnya kedua orang itu melesat diatas permukaan sungai yang telah menjadi es.   Terdengar ditelinga pemuda kita deru angin yang keras dan tahu2 dirasakannya tubuhnya tertumbuk pada sebuah dinding tebing.   Tapi buru2 Wan Hwi Sian menariknya dengan sebat, dan mereka menikung kesamping dengan pesatnya.   Bukan kepalang rasa terkejutnya Gokhiol! Peluh dingin mengucur diseluruh badannya.   Sungai es mengkilap bagaikan cermin, memanjang dan licin sekali.   Sebab itu sekali orang meluncur diatasnya, maka sukar sekali untuk berhenti.   Entah berapa Iama merela "terbang"   Diatas es, melewati tikungan2 yang tajam.   Tanpa tertahan lagi Gokhiol merasa pening dan matanya menjadi berkunang-kunang.   Kiranya sungai es itu berakhir pada sebuah jurang gunung dimana kedua belah sisinya merupakan lamping yang sangat berbahaya.   Lamping itu menegak lurus bagaikan dinding tembok, terdiri dari es menjulang keangkasa.   Terdengarlah Wan Hwi Sian berseru .   "Kita sudah sampai !"   Tubuh Gokhiol terguling-guling dan ia dapatkan dirinya sudah jatuh kebawah lamping gunung.   Kiranya muara sungai berada diantara tebing batu dan merupakan sumber air terjun.   Sepanjang tahun es itu tidak mencair, maka muara itu seperti bukit es yang miring letaknya.   "Rupanya aku tadi terguling jatuh dari bukit es itu,"   Pilkir Gokhiol seorang diri.   Pemuda kita mengawasi lebih jauh keadaan sekitar tempat itu dan tampak diihadapannya terbentang sebuah bangunan ibadah kaum Too-kauw.   Besar dan mentereng sekali bentuk kuil itu dan ketika Gokhiol menghampiri lebih dekat, maka kelihatnya pada gerbang pintu tertera tulisan.   "LENG WAN KOAN"   Atau Rumah lbadah Kera Sakti.   Lebih tepat dikatakan kuil itu didirikan me!ekat pada dinding tehing yang curam, sebab bagian belakang bangunan itu tembus kedalam goa gunung yang lalu buntu.   Sedangkan jalan tembusan tidak ada, yang terdapat hanya secbuah panggung batu yang tingginya belasan tombak.   Wan Hwi Sian mengajak Gokhiol masuk kedalam rumah ibadah itu, lalu ia menuding pada sebuah patung yang berjanggut merah, yang berdiri diatas meja sambil berseru .   "Muridku, patung ini ialah Couw-su-kongmu (datuk guru)! Lekaslah bersujud dihadapannya !"   Gokhiol melihat pada kepala patung itu terdapat sebuah topi Peng-Thian-Koan, sedangkan pakaiannya adalah dari kaum Sui-Hwee To-Bauw.   Yang mengherankan adalah muka patung itu! Tak ubahnya seperti manusia hidup saja! Itulah patung Hwee Liong Cinjin! Segera pemuda kita berlutut dihadapannya sambil mengguk beberapa kali, dengan hikmatnya.   Wan Hwi Sian membawanya kedalam sebuah kamar dan disuruhnya pemuda kita untuk tidur.   Pintupun ditutup dengan suara keras.   Gokhiol melihat keadaan dalam kamar itu.   Seluruh dinding terbuat dari batu dan diatas terdapat sebuah lobang angin.   Besar lubang itu hanya sampai kepala orang saja.   Gokhiol memanjat keatas dan melongok keluar.   Tampak dimukanya gunung yang tinggi puncaknya.   Sedangkan dibawahnya terbentang lautan es yang meluas tiada terlihat batasnya.   Melihai pemandangan yang dahsyat itu, hati sipemuda merasa kecil.   Akhirnya ia turun dan merebahkan diri diatas pembaringan.   Menjelang fajar, Gokhiol samar2 mendengar orang berbisik memanggilnya.   "Tio Kongcu! Tio Kongcu!"   Dalam keadaan setengah mimpi ia melihat Hay Yan sedang mendekatinya. Pakaian sigadis serba-putih dan ditangannya tergenggam Mo-hwee-kiam. "Apakah kau ingin menangkap aku lagi?"   Demikian Gokhiol berteriak dengan suara gusar.   "Kongcu, bangunlah!" Pemuda kita terkejut dan bangun sebab dahinya kena sesuatu.   Tatkala dibukanya matanya lebar2, ia mendapatkan dirinya masih tetap rebah dalam pembaringan didalam kamar.   Dari lubang angin sinar yang lemah menerobos masuk kedalam kamar.   Rupanya fajar akan segera menyingsing.   DiIihatnya sesosok tubuh manusia tengah bergantungan terbalik dan berbisik dengan pelahan .   "Kongcu, aku menengokmu!"   Gokhiol tercengang.   Suara itu suara perempuan! Nampaklah kepala perempuan itu yang bundar dengan dua kepang terbalik kebawah.    Pendekar Bunga Karya Chin Yung Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini