Golok Sakti 18
Golok Sakti Karya Chin Yung Bagian 18
Golok Sakti Karya dari Chin Yung "Hm... kalian kenali aku ini Khoe cong dari Perserikatan Benteng Perkampungan, Lekas keluarkan Ho Tiong Jong, barulah aku dapat mengampuni kalian..." Suara tertawa dan bicaranya Khoe cong, sampai didengar oleh Ie Ya dan Kong Goan Hweslo, duanya sangat kaget. Ie Ya Paling sungkan ketemu Khoe cong justeru yang datang ia sendiri. Khong Goan pikir lima saudaranya yang menjaga kamar pertama bukan rendah-rendah kepandaiannya, akan tetapi mereka kena dijatuhkan demikian mudahnya, tentu kepandaiannya sang tetamu ini ada tinggi dan ia sendiri mungkin tak dapat mengatasinya. Mereka jadi kebingungan, sebab Ho Tiong Jong masih memeriukan waktu delapan jam lagi baru dapat keluar dari kamarnya, Kini gangguan ada dari Perserikatan Benteng Perkampungan yang terkenal banyak orang kuatnya. Tentu Seng Eng bukan hanya mengirim Khoe cong seorang, tapi disusul oleh beberapa orang kuat lainnya yang sukar diusir pergi dari rumah berhala itu. Mereka agaknya putus asa mengingat akan keadaan itu Ho Tiong Jong yang masih dalam gemblengan Tay Hong Hosiang, sedang sihweshio tua sendiri tentunya sudah buang tenaganya dan tak dapat membantu mereka bertempur dengan gerombolan orang jahat itu. Khoe cong yang melihat tiga hweshio di hadapannya tidak mau memberi jalan dan kelihatannya hendak berlaku nekad membela penjagaannya, ia telah membentak keras dengan maksud supaya bentakannya itu kedengaran oleh Ho Tiong Jong. "Kalian lekas minggir, aku akan bikin hancur itu kamar pasti didalamnya ada bersembunyi si maling cilik." "Kau tak perlu nebak-nebak dalam kamar itu siapa didalamnya, kau lewati dahulu kami, barulah ada bicara lagi." Kata Seng Hay tenang bicaranya meskipun barusan dengan angin pukulannya Khoe cong, senjatanya sudah dibikin terpental, ia tampak berani sekali. Khoe cong menjadi tidak sabaran. "Baik." Katanya." Lihat aku menerjang kau." Berbareng ia menerjang dengan ganas. Si muka jelek Khoe cong telah menggunakan pukulan dengan ilmu Telapakan tangan dewa, untuk membukakan tiga hweshio itu. Hebat ia mainkan ilmunya yang sangat di andalkan itu sebab buktinya tiga hweshio itu kewalahan melayaninya. Satu kali Seng- Hay lengah, Khoe cong sudah menerobos dari arah sini dan menerjang ke kamar jagaannya Ie Ya dan Kong Goan hweshio. "celaka," Kata Ie Ya dalam hati. "ini biang keladi sudah menerobos masuk." Ie Ya cepat-cepat menyelinap kebelakang kerai. Khoe cong tampak bengis wajahnya, betul-betul menakuti, ia mengawasi pada Kong Goan hweshio yang berdiri tidak bergerak didepan pintu kamar yang ada Ho Tiong Jong dan gurunya. Kedua tangan dipalangkan didepan dadanya, seakan-akan yang sudah bUip untuk menjaga serangan musuh. Koe cong tertawa bergelak-gelak. Tapi ia tak berani sembarangan menerjang kepada Kong Goan, karena ia menduga Kong Goan ini ilmu silatnya tinggi. Meskipun demikian ia sudah terlanjur masuk kesitu, bagaimana juga ia harus menerjang masuk ke kamar ketiga itu, yang didalamnya pasti ada Ho Tiong Jong. Demikian sewaktu ia mau bergerak. mendadak ia diserang dengan golok oleh hweshio Seng Hay dan Seng Kok. Hatinya sangat mendongkol, kembali ia menggunakan ilmunya "Telapak tangan dewa" Untuk membubarkan mereka. Betul-betul hebat ilmunya itu, sebab hanya beberapa gebrakan saja, senjata dari kedua hweshio itu sudah pada terbang dan nancap dipenglari rumah. Seng Kok dan Seng Hay mundur dan menyender pada dinding dengan mata dibuka lebar lantaran merasa kagum akan ketangkasan sang lawan Tiga hweshio lawannya, dengan menggunakan tangan kosong coba datang mengeroyok pa ia Khoe cong, ternyata mereka jugabukan tandingannya sipocu muda Khoe cong. Hanya dalam beberapa jurus saja mereka juga sudah dapat ditolak mundur. Kong Goan hweshio yeug menyaksikan kekalahan dari saudaranya diam-diam merasa sangat sedih menjadi serba salah, Kalau ia meninggaikan jagaannya dan menandingi ilmu lihay itu, dikuatir pintu yang dijaga-jaganya sangat kuat itu akan bobol oleh serbuan kawannya si tamu lihay. Kalau ia tidak turun tangan, bagaimana nasibnya lima saudaranya ini, entahlah. Mereka kelihatannya bukan tandingan si tamu lihay, sebab dengan hanya bertangan kosong saja, pukulannya sudah dapat menerbangkan dua senjata golok lawan sehingga nancap pada tiang penglari. Ia jadi mengucurkan air mata. Tiba-tiba hatinya dibikin pedih lagi mendengar jeritannya Seng Sin, salah satu saudaranya oleh Khoe cong, ia kena ditendang dan terpental jauh, hingga tulang pahanya patah. "Ha ha ha..." Terdengar Khoe cong ketawa girang. "Kalian mau coba menahan padaku, nah rasakan akibatnya. Ha..ha.." Tertawanya paling belakang belum lampias, sudah berhenti sendirinya, karena ia harus menghindarkan serangan pedang yang dilancarkan dengan tiba-tiba. siapakah orang yang menyerang dengan pedang itu? Kiranya ia bukan hwesio dari gereja disitu, hanya ada seorang berbadan kecil langsing, wajahnya tertutup dengan kedok kain kuning. Matanya bersorot tajam, gerakannya gesit dan serangannya laksana kilat, hingga Khoe cong menjadi gugup ketika ia menghindarkan serangan orang asing itu. Ia tidak mengenali siapa ini lawan berkedok kain kuning ? Saat itu ia sangat gusar, lalu melayani lawannya dengan menggunakan gerak tipu yang dinamai "Burung rajawali manggut tiga kali" Serangannya ang dilakukan susul menyusul tiga kali bukan main hebatnya, akan tetapi semua itu dapat dipunahkan oleh slorang berkedok kain kuning. Khoe cong amat heran, karena serangan berantai itu sebenarnya belum pernah luput, tapi kini ternyata dengan mudah dapat dipunahkan oleh lawan- "Siapa kau?" Bentaknya dengan keras, Tapi sikedok kuning tak menjawab, hanya mainkan terus ilmu goloknya yang banyak perubahannya mencecar pada lawannya. "Kau kenali aku dulu siapa ? Kau berani melawan tuan mudamu, jangan menyesal kalau tuan mudamu marah dan tidak memberikan keampunan padamu..." Bicaranya mendadak berhenti, karena ia sangat kaget ketika satu tusukan pedang kearah tenggorokannya hampir saja tak dapat ia hindarkan- Berkat kegesitannya saja, dengan jalan menjatuhkan diri ke belakang, baru ia dapat menghindari tusukan pedang sikedok kuning. Bukan main gusarnya Khoe cong menghadapi lawan lihay ini. Ilmu "Telapak tangan dewa" Yang sangat diandaikan tak menolong. orang berkedok kain kuning itu makin lama seranganserangannya makin santar saja, hingga Khoe ceng menjadi sangat gugup menangkisnya, serangan yang diarahkan ke tempat yang berbahaya pada tubuhnya membuat Khoe cong menjadi keringat dingin. Seng Kok dan kawannya menyaksikan pertolongan yang tak diduga-duga itu diam-diam merasa banyak bersyukur kepada sang Budha yang dipujanya, karena pikirnya tuan penolong itu sudah didatangkan oleh sang Budha. Mereka dibikin kagum oleh ilmu silatnya orang berkedok kain kuning itu karena tamunya yang lihay luar biasa, sudah dibikin keteter olehnya. Menggunakan kesempatan sitamu lihay sedang bertarung dengan tuan penolongnya, Seng Kok ajak kawannya menolongi pada Seng Sin yang barusan kena ditendang terbang dan tulang pahanya menjadi patah. Mereka gotong sang korban kepinggiran dekat dinding. Kemudian mereka itu padapasang mata lagi, menjaga kemungkinan munculnya kawan dari si tamu itu. Ternyata ini tak di tunggu lama oleh mereka, sebab lantas ada berkelebat masuk ke dalam ruangan itu seorang tinggi besar dengan membawa sepasang gegaman berupa tongkat yang sangat berat sekali. Seng Kok dan kawan kawannya meskipun sudah pada bersenjata lagi, ternyata tak dapat menahan terjangannya ini tamu baru. Kelihatannya ada lebih lihay dari yang sudah, karena saban kali senjatanya menangkis senjata lawan segera juga sudah dapat membikin terpental orang punya senjata. Bukan main kagetnya mereka dan merasa sangat cemas tak dapat mentaati pesan gurunya yang saat itu sedang berada dalam kamar berduaan bersama Ho Tiong Jong dan tak dapat diganggu. "Ho Tiong Jong, pengecut " Teriak orang itu dengan kasar sekali. "Lekas keluar, jangan sembunyikan diri " Hui Seng Kang jalan menghampiri, tapi dicegah oleh seng Kok dan Seng Hai. "Sahabat, tahu aturan sedikit" Bentak Seng Hay. "Kuil ini bukannya kuilmu. boleh punya suka mengumbar adatmu. Masih ada kita berdua disini, jangan kau sembarangan main gila, Nah..." XXX. KUIL KONG BENG SIE DIBAKAR Baru saja menyebut "nah" Atawa tongkatnya si orang kasar berkelebat dimukanya hingga bukan main terkejutnya Seng Hay, Dengan goloknya ia coba menangkis. tapi senjata lawan kelewat berat, hingga ia rasakan tangannya kesemutan dan hampir saja goloknya jatuh di lantai. Seng Kok tampil ke muka, tapi cuma tiga gebrakan saja sudah terpukul sampai sempoyongan, Benar-benar jagoan Hui Seng Kang ini. Melihat demikian mudahnya ia memukul mundur musuhnya, maka hatinya makin besar, ia terus menghampiri kamar yang dikatakan oleh Khoe cong tadi, tapi sebelum ia bergerak, satu tusukan pedang dari samping hampir saja membuat ia lompat mundur. Ternyata yang menyerang tadi adalah si orang berkedok kain kuning. Ia sebenarnya sedang menemani Khoe cong, akan tetapi melihat Hui seng Kang mau menerobos ke dalam kamar yang dijaga oleh Kong Goan, dengan tiba-tiba saja ia menyerang, sehingga si orang kasar menjadi kelabakan. "Kau mau cari mampus" Bentak Hui Seng Kang, sambil mengawasi dengan romai gusar sekali, ia terus menerjang dengan sepasang tongkatnya yang berat. Ternyata menghadapi si orang berkedok kain kuning Hui Seng Kang tidak melempem, serangannya yang bertubi-tubi dan berat, dengan cekatan di tangkis atau dikelit oleh sikedok kuning, betul-betul hebat ilmu silatnya dia. Siapakah dia? Demikian kata Ie Ya dalam hatinya. Ie Ya sudah sejak tadi mengikutijalannya pertandingan, ia sebenarnya kepingin turun tangan, akan tetapi mengingat lukanya masih belum sembuh benar, maka ia tidak berani sembarangan mengeluarkan tenaga-nya, kalau tidak sangat terpaksa, misalnya musuh menyerbu masuk kedalam kamarnya Ho Tiong Jong. Begitu juga dengan keadaannya Kong Goan hweshio. Khoe cong juga sangat penasaran kepada si orang berkedok kain kuning itu, maka melihat Hui Seng Kang bertempur ia juga tidak tinggal diam dan lantas nyerbu mengeroyok pada si kecil langsing. Ternyata kepandaian si kedok kuning tidak sampai disitu saja sebab melihat dirinya dikerubuti oleh dua jagoan dengan lantas ia meroboh ilmu silat pedangnya sekarang tampak pedangnya berkelebatan lebih menakuti lagi, tubuhnya seolaholah dikurung oleh pedangnya yang dimainkan demikian cepatnya. Hui Seng Kang dan Khoe cong sampai tidak punya kesempatan untuk menyerang lawannya yang gesit dan pandai itu. Mereka merasa heran, sampai sebegitu jauh, mereka belum menemukan tandingan yang demikian hebat, tapi jatuhnya sampai juga mereka tak dapat mendesak mundur lawannya. Malah mereka merasa seram sendirinya karena pedang yang dimainkan si kedok kuning bukan hanya mengeluarkan suara mengaung, tapi juga mengandung hawa dingin yang dirasakan nyusup ketulang-tulang. Kong Goan hweshio nampak si kedok kuning penolongnya, dikerubuti demikian rupa, sudah tidak sabaran lagi, maka ia juga lantas keluarpun bentakan dan menyerbu kedalam kalangan pertandingan dengan golok Seng Kok yang ia sambar dari tangan sutenya itu. Ia menempur Hui Seng Kang dengan hebat sekali, ia menggunakan ilmu golok delapan belas jurus keluaran Siauwlimpay yang lihay. "Kurang ajar" Teriak Hui Seng Kang. "Kiranya ilmu golok Tiong Jong itu ada dari siauw lim-pay dan kalian kepala gundul disini yang mengajarnya? Bagus aku akan membasmi kuil ini sehingga tidak ada satu manusia yang terluput dari kematian Ha ha ha..." Hai Seng Kang tertawa kejam, sepasang tongkatnya yang bernama jantung hati dimainkan cepat sekali menangkis dan menyerang lawannya yang menggunakan golok. Si kedok kuning ini hanya melayani Khoe cong seorang yang bersenjata golok rupanya dianggap enteng sekali, karena ilmu pedangnya yang lihay dalam sekejapan saja sudah dapat mendesak Khoe cong keluar dari dalam kamar. Khoe cong merasa sangat malu kena didesak keluar oleh lawannya, ia sejak umur tiga belas tahun sudah terhitung menjadi salah satu jago dari Perserikatan Benteng Perkampungan, Dalam sepuluh tahun ia melatih ilmu silat dengan tekunnya dan merasa dirinya sudah berkepandaian sangat tinggi, tidak sembarang orang berani menempur padanya. Tidak dinyana, kini ia menghadapi lawan yang begitu kecil pengawakannya kena didesak keluar dari kamar. Hatinya menjadi sangat panas. Pikirnya, masa iya aku kalah dengannya? Tabeatnya yang nekad-nekadan seketika itu telah timbul dan lantas mengeluarkan ilmu simpanannya untuk melayani siorang berkedok kain kuning. "orang asing." Terdengar ia berkata pula. "lekas kau beritahukan namamu, supaya tuan mudamu tidak mengotorkan tangannya dengan membunuh segala orang tak ternama. Kalau kau masih membandel, jangan sesalkan aku, Khoe ..." Khoe cong tidak diberi kesempatan untuk melampiaskan omong besarnya, karena sikedok kuning telah menceCer ia dengan ilmu pedang yang lihay dan membuat ia kelab akan untuk mengandalkan diri dari serangan-serangan itu. Kong Goan hweshio tidak tahan melayani senjata Hui Seng Kang yang berat, lagi pula badannya masih belum sembuh benar, ia rasakan tangannya kesemutan kalau senjatanya bentrok dengan senjatanya Hui Seng Kang. Dilain pihak Ie Ya menjadi sangat gelisah. Diam diam ia berdoa, supaya Khoe cong dengan kawannya dapat diusir pergi. Ia mengerti, kalau siorang she Khoe itu mengetahui ia berpihak pada Ho Tiong Jong, ia akan dianggap sebagai penghianat dan bisa mendapat hukuman dari kepala komplotannya, ayahnya Khoe cong sendiri, yalah hukuman beset kulit dan dibelah hati. Suatu hukuman yang mengerikan sekali. Ia terus mengumpat dibelakang kerai, menyaksikan Hui Seng Kang mengamuk^ Tiba-tiba terdengar ia menjerit, karena kerai yang mengalingi dirinya sudah jatuh terpukul oleh Hui Seng Kang. Kini dirinya sudah dilihat oleh si orang she Hui tak dapat ia menyembunyikan diri lagi. "ooo, Li-lo-sat Ie Ya juga ada disini?" Menyindir Hui Seng Kang dengan nada dingin, Kemudian ia tidak menghiraukan lagi si nona, hanya terus berjalan menghampiri pintu kamar dimana Ho Tiong Jong berada dengan Tay Hong Hosiang. Ie Ya dan Kong Goan menjadi ketakutan- Untuk turun tangan mencegah, mereka tidak berdaya, Maka dengan mata terbelalak mereka menyaksikan Hui Seng Kang menggempur pintu dengan dahsyat sekali. Suara bergedubrakan dari pintu yang rubuh digempur terdengar nyaring. Hui Seng Kang tiba tiba dibikin kaget, didepannya sekarang sudah berdiri Ho Tiong Jong, orang yang ia mauin itu. Anak muda itu berdiri tegak dengan gagahnya, hingga ia tanpa disadari telah berseru. "Tiong Jong, apa kau kaget ?" Suaranya halus, menandakan cinta kasihnya yang mesra serta penuh kasih sayang. Halmana tidak terluput dariperhatinnya Hui Seng Kang, siapa segera berkata dengan suara dingin. "^ Ya, lebih baik sekarang kau lari untuk menyelamatkan dirimu, kalau kelak di kemudian hari Perserikatan Benteng Perkampungan tidak dapat mencekuk batang lehermu, benar-benar kau ada satu iblis wanita jempolan- Ha ha ha ha..." Li lo-sat Ie Ya bergemetar tubuhnya, ia ngeri kalau mengingat akan hukuman apa yang ia akan terima karena telah menghianati perserikatan- Tapi ibarat nasi sudah menjadi bubur, rahasianya berpihak pada Ho Tiong Jong sudah diketahui, maka timbullah kenekadannya dan ia menyahut dengan nada dingin. "Aku Ie Ya tidak akan mengedipkan mata menghadapi perbuatannya. Tak usah kau mengancam, orang she Hui" "Ha ha ha ..." Hui Seng Kang tertawa besar "Bagus-bagus, kau ada satu wanita kosen dengan gagah berbicara begitu, Tapi .." "Seng Kang" Golok Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Menyelak Ho Tiong Jong dengan suara membentak. "Kau hanya mencari Ho Tiong Jong tidak berurusan dengan yang lainnya bukan? Nah sekarang kau sudah menghadapi orang yang dicari, kau boleh berbuat sesukamu. Tapi aku mau memperingan kau, kalau mau malam ini tak mampu membunuh aku, maka kau yang akan menjadi setan tak berkepala." Ho Tiong Jong berkata sambil menghunus goloknya Lamtian- to. "Haa ha... bisa omong gede juga, ya?" Menyindir Hui Seng Kang, Sementara berkata demikian, Hui Seng Kang diam-diam ia berpikir, kini ia menghadapi Tiong Jong didepan dan ie Ya dibelakang benar dirinya kejepit, kalau mereka turun tangan berbareng, ia bakal mendapat kerugian- Maka seketika itu timbul akal liciknya dan berkata lagi. "Tiong Jong, disini tempat sempit, Kalau kau satu laki-laki hendak menempur aku, marilah keluar, bagaimana?" "Seng Kang, siapa takuti kau? Hmm, jangan buang tempo terimalah golokmu?" Ho Tiong Jong keluarkan goloknya menyerang, dengan sepasang tongkatnya Hui Seng Kan menangkis tapi tidak urung tubuhnya sempoyongan dan tangannya dirasakan kesemutan-Hatinya menjadijerih seketika. "Ha, ha.... Seng Kang, kau masih bukan tandinganku Lekas kumpulkan kawan-kawanmu untuk mengeroyok aku siorang she Ho" Hui Seng Kang bukan main marahnya mendengar hinaan itu. Ia pusatkan seluruh tenaganya pada sepasang senjata pentungannya, Satu pentungan menangkis goloknya Ho Tiong Jong yang lain nya dengan gerak tipu yang sangat lihay itu. Suara beradunya senjata nyaring sekali. "Tiong Jong," Tiba-tiba Ie Ya berkata. "orang she Hui ini sangat jahat, lebih baik jangan kasih dia lolos ..." Ho Tiong Jong menjawab, hanya ia bersenyum menganggukan kepalanya. Dilain pihak Hui Seng Kang bukan main marahnya. "Budak hina, apa kau kira begitu mudah untuk membuhkan aku? Hm... kau lihat sebentar aku bikin remuk kepalanya Tiong Jong ..." Tapi belum pertanyaan lampias, tangannya tergetar menangkis goloknya Ho Tiong Jong. ia sangat heran senjatanya Ho Tiong Jong tidak begitu berat kelihatannya, akan tetapi di tangkisnya ada demikian beratnya. Ini sebenarnya tidak heran, karena Ho-Tiong Jong menggunakan goloknya dibarengi dengan tenaga dalamnya yang hebat. Hui Seng Kang terus-terusan bergetar, malah satu tongkatnya telah terpapas kutung. Ia semakin jerih menghadapi lawan berat, Karena ini, pembelaannya makin kalut dan satu saat kembali pentungannya kena dipapas kutung. Ia masih memberikan perlawanan dengan nekad, tapi hanya sebentaran saja sebab sebentar kemudian dadanya sudah berada dalam ancaman ujung goloknya si pemuda, Hui Seng Kang tidak berdaya, ia hanya memejamkan matanya untuk memenuhkan keinginannya ie Ya, akan tetapi dipikir sebaliknya jikalau ia membunuh Hui Seng Kang satu orang, akibatnya seluruh hweshio penghuni kuil itu akan di basmi habis-habisan oleh Perserikatan Benteng perkampungan- Mengingat ini, ia urungkan ujung goloknya menusuk pada dadanya si orang she Hui, ia hanya mengancam saja dengan ujung goloknya kearah dada orang. Hui Seng Kang sudah ketakutan setengah mati, pikirnya kali ini melayanglah jiwa nya, Ketika ditunggu-tunggu Ho Tiong Jong masih juga belum turun tangan- Hui Seng Kang berkata. "Tiong Jong, lekas kau turun tangan Apa kau kira aku orang she Hui takut dengan kematian- ." "cres...." Terdengar goloknya Ho Tiong Jong menembusi dadanya, hingga Hui-Seng Kang matanya terbelalak dan dengan badan sempoyongan ia rubuh di lantai mandi darah. Hei, kenapa Ho Tiong Jong membunuh? Bukankah ia tadi sudah menarik niatnya untuk mengambil jiwanya orang she Hui itu? Inilah ada sebabnya pembaca, pada saat Hui Seng Kang menantang ditusuk golok, tiba-tiba Ho Tiong Jong merasakan ada angin pukulan yang luar biasa hebatnya menyerang dari belakangnya, Ia tidak keburu berbalik maka ia segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk disalurkan sebagai yang diarah musuh untuk menangkisnya serangan membokong itu. Meskipun ia dapat memunahkan pukulan dahsyat itu, tapi tidak urung badannya terdorong kedepan, hingga golok yang mengarah Hui Seng Kang kontan telah menembusi dadanya si orang tua she Hui yang apes. Ketika Ho Tiong Jong berbalik, ia kenali orang yang menyerang padanya adalah Hui siauw ceng, ayahnya Hui Seng Kang. "Bagus perbuatanmu." Kata Ho Tiong Jong menyindir. "lantaran gara-gara pukulanmu membokong orang, akibatnya adalah kematian dari anakmu sendiri..." Hui Siauw ceng tanpa menghiraukan kata-katanya Ho Tiong Jong telah lari menubruk anaknya yang menggeletak mandi darah dan sudah tidak bernapas. Hatinya bukan main sedihnya, karena kematian itu disebabkan olehnya sendiri. Setelah mengucurkan air matanya sejenak. lalu timbul amarahnya pada Ho Tiong Jong dan berkata pada si pemuda. "Tiong long, bagaimana juga kematian anakku karena garagara ancaman golokmu. Maka untuk membalas dendam hati anakku yang sudah mati, mari kita bertempur diluar. Mari..." Menantang siorang tua. "Ha ha..." Ho Tiong Jong ketawa dingin. "Kau menantang bertempur dengan aku di luar, apakah kau tidak takut aku melarikan diri?" "Kau jangan mengimpi" Jawab Hui siauw cong dengan suara dingin. "Sekalipun kau mempunyai sayap. tidak nanti dapat keluar dari dalam kuil ini. Aku hendak membesetmu ha ha.." Ia tertawa seram. Ho Tiong Jong tidak menjawab Ia mengerti akan kedukaan hatinya si orang tua dan ingin membalas kematian anaknya, meskipun kematian itu disebabkan oleh kesalahan kepada orang lain, seakan-akan ini ada hiburan untuk kedukaannya. Maka ketika Hui Siauw ceng bertindak keluar, ia juga mengikuti dengan tidak diminta lagi. Periahan-lahan ie Ya terdengar berkata. "Tiong Jong, aku tunggu kau di luar kuil, ya" Ho Tiong Jong hanya anggukan kepalanya, ia tidak menjawab karena kuatir Hui siauw ceng mendapat tahu kalau disitu ada Li lo-sat Ie Ya. Ie Ya pada waktu melihat Hui Siauw ceng datang, telah menyembunyikan dirinya lagi, ia hampir menjerit ketika melihat orang tua itu membokong Ho Tiong Jong, tapi hatinya bukan main lega dan girangnya tatkala menampak Ho Tiong Jong tidak kurang suatu apa, malah Hui Seng Kang yang ia benci telah binasa diujung golok pemuda pujaannya itu. Ketika Ho Tiong Jong sudah sampai dipekarangan luar, ia heran disitu ada Khoe cong sedang bertempur dengan seorang yang berpengawakan kecil yang wajahnya ditutup dengan kain kuning. Ia merasa kagum melihat ilmu pedangnya si kedok kuning yang hebat, hingga musuhnya terdesak mundur. Tapi herannya, setelah ia muncul disitu, dengan tiba-tiba saja si kedok kuning permainan silatnya agak kalut dan barbalik keteter oleh serangan Khoe cong yang hebat. Ho Tiong Jong berpikir. "Aku tidak kenal orang ini, tapi kedatangannya pasti hendak membantu aku, maka nya dia bertempur mati-matian dengan Khoe cong." "Tapi kenapa barusan ilmu silat pedang nya demikian bagus, sekarang berubah menjadi kalut? Betul-betul aneh. Tapi tidak apa, aku harus menolong padanya ..." Sebentar kemudian tubuhnya melesat dan menyelak diantara dua orang yang sedang bertempur, hingga duaduanya tertolak mundur. "Tiong Jong..." Seru Khoe cong heran "Ya, aku Ho Tiong Jong," Jawab sipemuda kemudian ia berpaling kearah si kedok kuning dan berkata. "Saudara, kau mundurlah. Biarlah aku yang menempur kawanan kurcaci ini. Terima kasih atas bantuanmu, lain kali kita ketemu aku akan membalas budimu." Si kedok kuning mundur berdiri disamping menonton Ho Tiong Jong menghadapi bekas lawannya tadi (Khoe cong), ia tak bergerak apa atas perkataannya Ho Tiong Jong. Khoe cong perdengar tertawa menghina. "Segala anak haram berani membentur Siauw- ya (tuan muda), benar-benar tidak tahu diri." Kata-katanya belum lampias atau satu serangan golok yang berat membuat si muka buruk itu gelagapan menangkisnya. ia merasa linu tangannya ketika senjata goloknya membentur golok lawan- Bukan main kagetnya ia tidak mengira sama sekali bahwa Ho Tiong Jong kepandaiannya kini sukar diukur. Dengan kepandaiannya Ho Tiong Jong seperti tempo hari, pikirnya ia boleh menghina seenaknya pada pemuda itu, akan tetapi sekarang setelah mendapat kenyataan kepandaian Ho Tiong Jong lain daripada yang lain, maka tak berani memandang rendah lagi dan terus melayani dengan ilmu-ilmu yang lihay. Hui Siauw ceng yang ditinggalkan musuhnya, tidak tinggal peluk tangan, ia buru dan berteriak-teriak. "Anak bau, kenapa kan meninggalkan aku? Kau jangan mengimpi untuk melarikan diri dari hadapanku " Sementara itu Ho Tiong Jong dan Khoe cong sudah bertempur Hui Siauw ceng, begitu sampai, ia juga lantas menyerbu, ia gunakan senjata pitnya untuk menyerang Ho Tiong Jong. orang muda itu tidakjerih dikerubuti berdua, sambil memainkan ilmu golok keramat-nya, kini ia sudah mahir delapan belas jurus berkat kebaikannya Ie Boen Hoei yang sudah menurunkan enam jurus lagi kepadanya, Ho Tiong Jong dengan tenang-tenang ia melayani musuh kuat itu. si kedok kuning yang berdiri menonton, matanya memancarkan sinar kagum. "Kau lekas pergi, saudara." Kata Tiong Jong tiba-tiba, ketika melihat sikedok kuning tinggal berdiri menonton saja. Si kedok kuning hanya anggukan kepala, tapi tak bergerak dari tempat berdirinya, Hal mana membuat Ho Tiong Jong tak enak hati nya, karena pikirnya ia bertempur tidak leluasa kalau harus melindungi kedok kuning. "Saudara, apa kau masih tak mau menurut permintaanku." Tanya Ho Tiong Jong. Seperti barusan, sikedok kuning hanya anggukan kepala, tubuhnya tidak bergerak barang setindak juga. "Bocah bau," Kata Hui Siauw ceng. "jangan perhatikan orang, perhatikan diri sendiri yang sebentar lagi akan menemui Giam lo ong." Ho Tiong Jong panas hatinya. Tangkisannya dibikin lebih berat lagi, hingga saban-saban menggetarkan tangannya lawan kalau kedua senjata beradu. Hui Siauw ceng mengagumi tenaga dalamnya sianak muda yang hebat. Pikirnya entah dari mana ini pemuda dapatkan pelajarannya? Dalam sedikit waktu saja kepandaiannya sudah melampaui orang-orang yang sudah berlatih puluhan tahun lamanya, sungguh luar biasa. Ia gunakan senjata pitnya lebih cepat dan menyerang bertubi tubi pada Ho Tiong Jong akan tetapi semua itu dapat dikelit dan di-tangkis dengan mudahnya. Si kedok kuning kembali memancarkan sinar kagum dari sepasang matanya yang jernih, ia tidak turun tangan, karena ia sudah tahu bahwa dua lawannya Tiong Jong itu tidak nanti dapat menjatuhkan kepandaiannya si pemuda yang setingkat lebih atas dari mereka. Sementara ia sedang terkagum- kagum oleh ilmu silatnya Ho Tiong Jong, tiba-tiba si pemuda lompat menyambar tubuhnya yang langsing ceking dan dilontarkan sejauh beberapa tumbak. Lontarannya itu seperti dikendalikan saja, karena jatuhnya si orang ber-kedok kain kuning berdiri jejak dan tidak sempoyonganorang berkedok kain kuning itu kelihatan merasa sangat kagum akan berkepandaiannya Ho Tiong Jong, sebaliknya sipemuda agak tertegun karena ketika ia sedang menyambar pinggang si kedok kuning yang langsing liba tiba hidungnya mengendus bau harum yang ia sudah dapatkan. "Apakah..." Tanyanya dalam hatinya sendiri. Khoe cong yang melihat si kedok kuning dilemparkan, pikirnya musuhnya itu akan melarikan diri, maka ia cepat lompat menyusul. Tapi ia kecele, sebab dengan enteng sekali si kedok kuning telah enjot tubuhnya melesat keatas dan menghilang diatas genteng rumah, ia telah mengumpat di tempat gelap dan terus menyaksikan jalannya pertempuran Ho Tiong Jong dengan dua orang lawannya, yang seketika itu telah dimulai lagi. Ho Tiong Jong hatinya repot dengan pertanyaan "apakah dia." Tapi disampingnya, tidak lalai melayani dua musuhnya. Ketika ia hendak merobah serangannya dan membuat dua lawannya kucar-kacir, mendadak ia mendengar dari atas genteng ada suara yang ketawa dingin "Bocah bandel, apakah klau tidak mau lekas menyerah untuk lohu ikat?" Berbareng, orangnya melayang turun dan menyerbu dalam kalangan pertempuran mengerubuti sipemuda. Ternyata ada Lauw Pek cong, kepala dari Lauw ke Chung (Perkampungan Lauw), salah seorang terkuat dari Perserikatan Benteng Perkampungan- Ho Tiong Jong tidak jerih, malah merasa bangga dirinya dikerubuti oleh tiga orang kuat dari Perserikatan Benteng Perkampungan- Semangatnya terbangun dengan mendadak, gerakannya kelihatan lebih gesit dan menyerangnya lebih berbahaya. Pertandingan dikeroyok tiga berjalan sampai tiga puluh jurus, mereka tidak dapat menjatuhkan si pemuda. Tampak jalannya pertandingan tak seimbang sekali. Tiga orang itu lihay kepandaiannya, terutama Hui Siauw ceng jago menotok jalan darah dengan senjata pitnya yang khusus untuk menyerang demikian- Dalam jurus jurus yang dilebatkan, tubuh-nya Ho Tiong Jong bukannya tidak kena disentuh oleh serangan mereka. Sudah beberapa kali senjata pitnya Hui Siauw ceng menotok jalan darahnya, yang penting-penting, akan tetapi heran si pemuda tidak apa-apa, Ho Tiong Jong seolah-olah badannya kebal dengan totokan, juga goloknya Lauw Pek ceng sudah berkali-kali menggores lengannya dan mengeluarkan darah, tapi Ho Tiong Jong tinggal anteng-anteng saja memberikan perlawanannya. semua itu seperti juga sudah dihiraukannya . Tidak heran kalau musuh-musuhnya menjadi kebingungan Ho Tiong Jong kebal sekali terhadap totokan dan senjata tajam, harus dengan cara bagaimana mereka dapat merubuhkannya pemuda kosen ini? Tiba-tiba terdengar Khoe cong berkata. "Anak bau ini rupanya ada pakai baju pelindung badannya, maka nya tidak mempan totokan orang. Baik-baik kita harus menjaga jangan sampai dia dapat meloloskan diri. Dibelakang hari dia dapat membikin sulit Perserikatan kita, kalau malam ini kita beri kebebasan kepadanya." Dua kawannya tidak menjawab, hanya menyerang lebih gencar lagi. Ho Tiong Jong sebenarnya tidak punya maksud untuk melarikan diri, akan tetapi mendengar perkataan Khoe cong tadi, tiba-tiba hatinya dibikin tergerak, pikirnya perlu ia melarikan diri dahulu untuk sementara waktu. Belakangan ia akan menuntut balas kepada mereka satu demi satu sehingga habis. Setelah berpikir demikian maka setelah menangkis senjatanya Hui Siauw ceng, dengan gesit ia menerjang pada Khoe cong, yang ia anggap diantara tiga lawannya itu adalah Khoe cong yang paling lemah. Khoe cong tahu akan maksud Ho Tiong Jong, maka ia teriaki kawannya. "Hei, awas anak bau ini mau meloloskan diri" Berbareng ia menyerang dengan tipu serangan "Hong jauw Si-liu" Atau "Angin menggoyangkan cabang pohon Liu", hebat sekali serangannya, tapi dengan mudah dapat dipunahkan oleh Ho Tiong Jong. Kemudian terdengar anak buahnya itu keluarkan tertawanya yang panjang. Sambil menangkis serangan golok Lauw Pek cong dan berkelit dari totokan senjata pitnya Hui Siaow ceng, ia enjot tubuhnya laksana burung terbang menciok diatas genteng. "Tuan-tuan maafkan, lain kali saja kita ketemu lagi..." Katanya, kemudian putar tubuhnya henda benalu dari situ. Tiga musuhnya dengan penasaran telah menyusul lompat keatas genteng, akan tetapi satu demi satu dipukul jatuh lagi, hingga mereka tidak berdaya. "Dia dapat meloloskan diri " Kata Khoe cong sambil banting-banting kaki. Terdengar Ho Tiong Jong dari atas genteng berkata. "Tuan-tuan, aku Ho Tiong Jong sudah paham siapa lawan atau siapa kawan, nanti ada satu hari aku akan datang kepusat Perserikatan Benteng Perkampungan untuk menguji kepandaian kalian-Jangan cemas, pasti ada satu hari aku akan datang pada kalian-.." Perkataannya ditutup dengan siulan panjang orangnya yang lantas berkelebat meninggalkan tempat itu Meskipun dengan sangat geregetan Khoe cong dan kawan kawannya telah memborbardeer dengan senjata-senjata gelap mereka yang sangat di andalkan, ternyata Ho Tiong Jong sudah menghilang dengan selamat. Khoe cong membanting-banting kaki saking menyesal tak dapat menangkap Ho Tiong Jong, dilain pihak Hui Siauw ceng berCatrukan giginya dan tangannya dikepal-kepal dengan sangat sengit. "Anak haram itu bisa lolos, sungguh sayang sekali, Aku sebenarnya ingin menangkap hidup-hidup, kemudian membelah dadanya dan diambil hatinya untuk menyembahyangi anakku. oh, Seng Kang, kau sudah menjadi korban anak haram itu..." Hui Siauw ceng menangis sambil menghampiri mayat Hui Seng Kang, dimana ia jatuhkan diri memeluk pada tubuh anaknya yang sudah jadi dingin itu. sebenarnya tidak selayaknya ia menyesalkan Ho Tiong Jong dan mengatakan anaknya mati menjadi korbannya Ho Tiong Jong, sebab kematiannya Hui Seng Kang karena gara-garanya yang melakukan serangan membokong, Ho Tiong Jong terdorong kedepan justeru ujung goloknya sedang ditujukan ke-arah dadanya Hui Seng Kang maka enak saja ujung golok yang tajam itu menembusi dadanya si orang kasar. Golok Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mari kita lihat kemana Ho Tiong Jong pergi? Waktu ia lari belum berapa tindak, matanya yang lihai dapat melihat bayangan orang yang kecil langsing berkelebat didepannya. ini tentu si dia, pikirnya dalam hati, maka seketika itu juga Ho Tiong Jong lantas mengejar. orang yang dikejar ternyata sangat gesit dan juga larinya cepat sekali. Karena ketinggalan beberapa tumbak. maka Ho Tiong Jong tak dapat menyandak dengan lantas, Apa mau ketika jaraknya di antara mereka tinggal tidak seberapa dengan mendadak bayangan kecil langsing itu telah nyelusup kedalam rimba dan menghilang Ho Tiong Jong heran, ia celingukan mencarinya, akan tetapi orang yang dikejar tadi tidak kelihatan meskipun hanya bayangannya, ia jadi berdiri bengong. Ketika ia berpaling kebelakang, alangkah kagetnya karena melihat dijurusan kuil Kong-beng sie ada terbit kebakaran besar. Itulah tidak salah lagi, tentu kuil Kong-beng-sie yang terbakar, di bakar oleh itu tiga orang jahat. Demikian pikir Ho Tiong Jong dengan sangat gelisah mengingat akan nasibnya Tay Hong Hosiang, Padri tua itu sudah kehilangan semua tenaganya oleh karena sudah diberikan kepadanya, maka sudah tentu ia tidak bisa menolong dirinya sendiri. Apakah ia dapat ditolong oleh murid-muridnya? Ya, apa murid-muridnya tidak menjadi korban keganasan mereka bertiga? Pertanyaan-pertanyaan itu mengaduk dalam otaknya Ho TiongJosg. ia tak sampai hati, maka ia lantas memutar tubuh hendak kembali kekuil Kong beng-Sie. Selagi ia baru saja jalan beberapa langkah lantas muncul bayangan si kecil langsing, siapa ternyata bukan lain siorang berkedok kain kuning. Ia menghadang di depan Ho Tiong Jong sambil menggoyang-goyangkan tangannya. Inilah ada isyarat supaya Ho Tiong Jong jangan kembali ke kuil, karena ada sangat berbahaya rupanya. Ho Tiong Jong mengerti akan gerakan itu tapi ia masih tetap gelisah dan berkata. "Ya, kalau aku tidak kembali menolong pada Tay Hong Hosiang, membiarkan dia binasa dimakan api, apakah itu bukan tandanya seorang tidak berbudi? Dia telah menolong jiwaku dan mengorbankan tenaganya untuk kepentinganku, bagaimana aku bisa peluk tangan saja menonton kematiannya?" Si kedok kuning menggeleng-gelengkan kepalanya sambil goyangkan tangannya. Ho Tiong Jong sangsi terhadap orang didepannya ini apakah dia Seng giok cin? Dari bau harum tadi, ketika ia menyambar pinggangnya dan dilempar jauh-jauh supaya dapat kesempatan melarikan diri, itulah bau harum yang biasa dipakai oleh si cantik dari Seng keepo, gadis pujaan yang ia tak dapat melupakannya. Matanya Ho Tiong Jong memandang tajam pada sepasang matanya sikedok kuning, yang balas memandang dengan melalui lubang pada bagian mata dari kedoknya, itulah sepasang mata yang tidak asing lagi bagi Ho Tiong Jong. Tapi apa benar seng Giok Cin mungkin ia benar sinona, sebab ia sudah biasa menyaru dalam pakaian lelaki. Tapi, Ho Tiong Jong sangsi, kalau benar Seng Giok Cin, kenapa ia tidak mau bicara ? Bukankah pertemuan itu ada menggembirakan mereka? Kenapa? Apakah Seng giok cin marah kepadanya. Untuk mendapat kepastian, maka ia lalu berkata. "Ya, baikah, aku menurut padamu, tapi aku mau lihat dahulu wajahmu, Nah, bukalah kedokmu." Sikedok kuning menggeleng-gelengkan kepalanya. Penolakan itu memang sudah diduga teriebih dahulu oleh Ho Tiong Jong. Pemuda itu maju menghampiri tapi si kedok kuningpun mundur menjauhi, maka sipemuda hentikan langkahnya. "Saudara, kau telah memberikan bantuan padaku. apakah sebabnya ?" Si kedok kuning tidak menjawab, hanya ia berdiri memandang pada sipemuda. "Apa saudara ini gagu?" Tanya Ho Tiong Jong. Si kedok kuning anggukkan kepalanya. Ho Tiong Jong melengak. Pikirnya. "pantasan dia dari tadi tak bisa bicara, kalau begitu memangnya dia gagu? Tapi pemuda itu sangsi untuk membantah dugaannya sendiri, bahwa orang asing di depannya itu ada si nona pujaannya, Apalagi, karena tiupannya angin malam pada saat itu telah membawa harum yang ia sudah kenal baik menusuk kehidungnya. Akhirnya Ho Tiong Jong bersenyum tawar. Ia merasa sedih, karena gadis pujaannya itu kelihatannya sudah tidak mau kenal lagi kepadanya. itulah mudah dimengerti karena tingkatan giok cin dengan dirinya ada seperti bumi dan langit, mana ia surup menjadi timpalannya? Mengingat akan nasibnya yang malang, Ho Tiong Jong jadi melamun pada kejadian yang lampau, bagaimana baiknya si nona terhadap pada dirinya, bagaimana mesra si cantik menyintai dirinya, Sekarang mungkin ia sudah diusir oleh ayahnya dan teriunta-lunta disebabkan gara-gara dirinya yang dituduh mencuri benda pusaka keluarga Seng, ia saat itu menjadi bengong seketika lamanya. Pikirnya, apakah ia balik kembali ke kuil untuk bertempur? Tapi dipikir sebaliknya ia sendiri melawan tiga jago kenamaan dari Perserikatan Benteng perkampungan ada berat untuk menang, Mungkin mereka kini sudah mendapat bala bantuan lagi, tentu akan lebih berat melawannya. Paling baik ia batalkan niatannya kembali biarlah lain kali, ada satu hari ia dapat mengunjungi jago-jagonya perserikatan Benteng perkampungan ini untuk membuat perhitungan dan disitu barulah mereka akan kenal kelihayan Ho Tiong Jong. siorang berkedok kain kuning melihat Ho Tiong Jong seperti orang linglung, agaknya tidak sabaran dan diam-diam telah meninggalkan si pemuda. Ketika Ho Tiong Jong tersadar dari lamunannya, ia celingukan mencari si kedok kuning, ternyata sudah tidak berada disamping nya lagi Kemana dia ? Terdengar ia menghela napas beberapa kali. Meskipun hatinya tidak niat kembali ke-kuil Kong beng sie, akan tetapi sang kaki tanpa disadari telah membawa dirinya dengan perlahan-lahan kearah kuil. Makin dekat makin berkobarnya api makin besar, hatinya sangat perih, mengingat ia tidak berdaya memberikan pertolongan kepada Tay Hong Hosiang yang telah berkorban tenaganya untuk kepentingan dirinya. Ia berdiri termenung-menung mengawasi lautan api yang memusnahkan kuil Kong beng sie dari sebelah kejauhan air matanya beriinang-linang. ia menyesal saat itu tak dapat membasmi kawanan orang ganas itu, karena kalau ia berlaku nekad, sekali kena dikepung jiwanya sukar tertolong dan kalau ia mati, siapa yang nanti akan membalas Tay Hong Hosiang dengan murid-muridnya yang menjadi korban keganasan kawanan jahat, untuk menbalaskan sakit hatinya. Selagi ia termenung tiba-tiba ada sebuah batu menyambar dari samping atas. Ho Tiong Jong sudah mahir menangkap suara bagaimana kecilpun, maka sambaran batu itu sudah lantas diketahui olehnya, cepat ia berkelit dan tubuhnya berputar kejurusan batu tadi menyambar. Ternyata di atas sebuan pohon tidak jauh daripadanya ada si kedok kuning yang sedang menggapaikan tangannya. Berbareng si kedok kuning sudah melompat turun dari atas pohon, hingga ketika Ho Tiong Jong sampai kesitu ia sudah angkat kaki beberapa tumbak jauhnya. Tangannja terus menggapai lagi, ketika melihat Ho Tiong Jong berdiri menjublek. Sipemuda tergerak hatinya, pikirnya, kalau tidak ada urusan penting niscaya ia si kedok kuning tidak menggapaigapaikan tangannya demikian. Berpikir kesitu, cepat cepat ia gerakkan kakinya menyusul. Dua orang beriumba-lumba lari, Kelihatan keduanya mahir dalam ilmu mengentengi tubuh dan lari cepat maka dalam tempo pendek saja sudah dilebatkan jarak beberapa li. Mereka sampai pada sebuah lapangan yang rata, dimana ada terdapat sebuah telaga yang jernih airnya. Si kedok kuning sudah masuk kedalam rimba, sedang Ho Tiong Jong merandek di-tepinya telaga dan menyaksikan pemandangan disitu, hatinya lantas terkenang kepada masa lampau ketika Seng Giok Cin menyediakan seperangkat baju baru untuknya setelah ia mandi dalam telaga di Seng-kee-po. Nona Seng cantik luar biasa, ia pandai bun dan bu (silat dan sastra), pikirnya bukan timpalannya untuk menjadi kawan hidup, Lebih lagi, si nona ada turunan orang hartawan, sedang ia hanya seorang miskin dan tidak tahu siapa orang tuanya. Ia merasa sedih kalau ia memikirkan nasibnya yang buruk. Tiba-tiba hatinya mendadak terbuka dan bergembira, ketika pikirannya melayang kepada saat-saat ia bersama dengan si nona, berkuda berduaan dan saling peluk dengan mesra. Meski Seng Giok Cin ada anaknya orang hartawan dan kecantikannya dapat menundukkan pemuda yang mana saja, akan tetapi ia tidak angkuh dan sombong terhadap dirinya yang miskin, malah si nona pernah mengatakan bahwa ia belum pernah melayani lelaki dan Ho Tiong Jong yang pertama kalinya dilayani, sedang hatinya pun sangat tunduk kepadanya, ramah tamah dan telaten ketika merawat dirinya sipemuda dalam mabuk dalam sebuah hotel. Melamunkan apa yang sudah lewat, hatinya terus terkenang kepadanya yang baik hati itu. Pikirnya entah kapan ia dapat berjumpa lagi dengan nona Seng?" Saking asyik semangatnya melayang-layang hingga ia tidak merasa kalau si kedok kuning sudah berada disampingnya berdiri mengawasi kepadanya. XXXI PELUKAN YANG HANGAT SI KEDOK KUNING kelihatan seperti yang merasa sangat kasihan kepada Ho Tiong Jong yang berdiri termenungmenung sambil mengawasi kearah telaga. Ia datang lebih dekat dan mengutik lengannya si pemuda, saat itu si pemuda baru ingat dan cepat berbalik, kiranya yang mengutik tangannya adalah si kedok kuning, Ho Tiong Jong tertawa tawar. "Saudara kau mengajak aku kemari ada urusan apa ?" Tanyanya. Si kedok kuning tidak menjawab, hanya tangannya diangkat dan jarinya menunjuk ke sebuah batu besar seakanakan menyuruh si pemuda duduk disitu. Ho Tiong Jong tidak mengerti akan maksudnya, akan tetapi ia tidak banyak menanya, lalu ia menghampiri dan duduk diatas batu yang ditunjuk tadi. Kemudian si kedok kuning menghampiri dan datang dekat padanya. Tangannya segera diulur membukai bajunya si pemuda, memeriksa luka-lukanya di bagian pundak dan dadanya. Ho Tiong Jong seperti yang terkena sihir, diam saja dan biarkan si kedok kuning tangannya memijat-mijat bagian yang terluka untuk menjalankan darah yan membeku. Rasa sakit bukan main, akan tetapi tidak dihiraukan oleh Ho Tiong Jong, matanya terus mengawasi pad si kedok kuing yang seolaholah tidak tahu bahwa dirinya diperhatikan oleh sipemuda didepannya, Ho Tiong Jong pelahan-lahan merasa heran dan aneh juga menghadapi kelakuannya si kedok kuning. Dilihat dari tangannya yang begitu halus dan lemas, putih laksana salju, si kedok kuning ini tentu ada seorang yang menyaru lelaki. Tapi, kenapa dia begitu memperhatikan dirinya? Sementara itu ia lihat si kedok kuning mengeluarkan dari sakunya obat cair, di oleskan pada luka-lukanya, hingga dirasakan sangat perih oleh sipemuda sebentar lagi, setelah tangannya yang halus memijit-mijit lagi, lantas ia mengeluarkan obat bubuk dan di torehkan kebagian yang luka di bahu dan dadanya. obat bubuk. ini begitu diborehkan, dirasakan oleh Ho Tiong Jong sangat adem dan rasa sakitpun telah lenyap pelahan-lahan. sungguh mujarab sekali obat bubuk itu. Sementar merasakan kesegaran dari pengaruhnya itu obat si kedok kuning. diam-diam Ho Tiong Jong hatinya bergoncang keras. pikirnya kalau bukan si "dia" Siapa lagi yang begitu telaten melayani dirinya? Maka ketika kedua tangan yang halus itu hendak merapihkan bajunya sipemuda, Ho Tiong Jong dengan tidak sabaran telah memegangnya dan menatap wajahnya si kedok kuning, ia berontak. matanya balas mengawasi sebentara n, kemudian telah menundukkan kepala. "A... dik Giok. kau..." Terdengar suara Ho Tiong Jong terputus-putus. Si kedok kuning tergetar hatinya. Pelahanlahan ia coba menarik pulang tangannya yang dicekal oleh si pemuda, akan tetapi sudah kasep. karena dengan satu gerakan yang tidak terduga-duga Ho Tiong Jong sudah bikin si kedok kuning jatuh dalam pelukannya. "Adik Giok, hanya kau seorang yang dapat memperlakukan diriku seperti apa yang barusan kau berbuat mengobati lukalukaku? Adik Giok, kau..." Dengan penuh kasih, Ho Tiong Jong dengan pelahan-lahan telah pegang dagunya si kedok kuning yang menutupi wajahnya dilain saat sudah terbuka dan-.. satu wajah yang elok dan menggiurkan tertampak di depannya. "Adik ... Giok..." Ho Tiong Jong berdebar keras hatinya. Debaran itu telah dirasakan oleh si nona yang dipeluk eraterat. Seng Giok Cin tidak berontak. tapi ia tampaknya tidak gembira. Mulutnya yang mungil menyungging senyuman tawar, hingga si pemuda menjadi sangat heran-Pikirnya apakah gadis pintar ini tidak senang berada dalam pelukannya. Maka ia segera melepaskan si nona berkata. "Adik Giok, sukakah kau membalut lukaku dengan kain kuning?" Ia bersenyum dan perkataan itupun banyak main-main saja. Tapi Seng Giok Cin ternyata bersikap sungguh-sungguh. Ia tidak menjawab bicaranya Ho Tiong Jong, akan tetapi ia ambil kain kuning yang dipakai kedok olehnya barusan, lalu disobek dan dipakai membalut luka lengan si pemuda, yang terus dalam bingung menghadapi sikap si cantik, Seng Giok Cin kelihatan bersikap tawar dan dingin, tetapi dalam pekerjaan menolong luka Ho Tiong Jong tampak ada sangat telaten. Ia membalut luka sipemuda dengan penuh perhatian dan hati-hati, hingga Ho Tiong Jong merasa sangat berterima kasih atas pertolongannya. Selama itu ternyata Seng Giok Cin sepatahpun tak mengeluarkan kata-kata dari mulutnya. Kelakuannya yang berubah begitu jauh jika dibandingkan dengan dahulu mereka berada bersama-sama telah membuat Ho Tiong Jong terbenam dalam teka-teki. Sementara si nona bekerja membalut dan kemudian merapihkan lagi, otaknya Ho Tiong Jong terus bekerja, pikirnya, Seng Giok Cin ada satu nona tingkatan atas, paadai silat dan surat, tentu ia merasa menyesal telah bergaul dengannya. Buktinya kini ia bersikap dingin, tak mau membuka suara menanyakan apa-apa sejak mereka berpisahan. Kafau si nona tidak mau menanyakan apa apa, bagaimana ia bisa mulai bicara? Ah, gadis pujaannya sudah mulai dingin hatinya, iapun hatinya akan berubah dingin- Lebih baik ia mengasingkan diri kepuncak gunung dan tak ketemu lagi dengan si nona, yang merasa menyesal mencintai dirinya seorang bodoh dan miskin-Tiba-tiba hatinya merasa sangat perih. "Adik Giok..." Akhirnya ia berkata dengan suara di tenggorokan. "terima kasih atas kebaikanmu. Tapi aku seorang bodoh dan miskin, tidak sepatutunya mena dapat perhatianmu seorang gadis..." Ia hentikan bicaranya sampai disitu, sebenarnya ia bermaksud melanjutkan bicaranya dengan kata-kata yang kaya raya dan pintar. Tidak pantas seorang gadis demikian memperhatikan si bodoh dan miskin yang tidak ada gunanya. Ia tekan kata-katanya demikian yang hendak meluncur dari mulutnya, dikuatir akan melukai hatinya si gadis karena ia belum tahu pasti apa perubahan sikap si nona itu desebabkan ia ada satu pemuda miskin Seng Giok Cin tidak menjawab, hanay sepasang matanya yang jeli mengawasi kepada si pemuda dengan mengembeng air matana, mukanya berubah pucat seketika. Tiba-tiba ia menekap muka dan kemudian putar tubuhnya pergi meninggalkan Ho Tiong Jong, yang jadi melengak tidak tahu apa yang ia harus berbuat. Lantas saja pikiran "diri rendah" Telah menguasai dirinya, ia biarkan si nona berlalu, malah ia jadi sangat mendongkol, karena pikirnya si gadis benar telah tidak memandang mata kepadanya. Ia mengalihkan pandangannya kearah telaga, ia seperti tidak ingin melihat bayangannya si nona. Tapi cintanya yang besar atas dirinya si gadis, tak mengijinkan ia berbuat demikian, sebab dilain saat ia sudah memalingkan pula pandangannya mengikuti bayangan si nona yang berjalan dengan agak limbung kelihatannya. Hatinya merasa pilu ia mengawasi dengan bengong pada bayangan seng Giok Cin. Pikirnya, saat itu adalah pertemuannya yang penghabisan kali dengan si nona, selanjutnya tidak akan berjumpa pula. Sementara Seng Giok cinpun ada pemikiran demikian- Kini ia sudah ketemu Ho Tiong Jong pemuda yang menjadi pujaan kalbunya. Selanjutnya tidak akan berjumpa lagi dengan pemuda itu, yang ia anggap ada seorang yang tak mempunyai rasa cinta yang teguh. Kalau memang ada mempunyai rasa cinta yang murni, tentu tidak akan meninggalkan dirinya mentah-mentah dalam rumah penginapan tempo hari, sehingga dirinya hampir-hampir menjadi korbannya penjahat tukang memetik bunga. Memikir begitu, hatinya sangat gemas pada pemuda cakap ganteng itu, tapi kegemasannya lantas menjadi lumer kalau mengingat akan cinta kasih yang dialamkan selama bergaul dengan sipemuda dalam tempo yang singkat, naik kuda bersama sama dan bergurau dengan penuh rasa kemesraan, hangat dalam pelukannya tak dapat ia melupakannya. Begitu cinta Ho Tiong Jong kepada dirinya, masih dengan tegas ia sudah menyatakan cintanya yang murni berani mengorbankan dirinya untuk kepentingan si nona. Tapi kenapa dia berkelakuan demikian rupa terhadap dirinya? Kenapa ia menotok urat tidurnya dan kemudian meninggalkan dirinya dalam kamar tidak terkunci? Apa maksudnya ? AAAH... salah paham di antara kedua muda mudi itu. Yang satu dianggap dirinya dipandang rendah, yang lain menganggap si pemuda tidak teguh cintanya. Sungguh sulit sekali diperbaikinya, karena kedua pihak tak mau membuka mulut untuk menyatakan rasa penasarannya masing-masing. coba kalau mereka tak sungkan-sungkan menyatakan isi hatinya yang penasaran, sudah tentu salah paham itu tak akan terjadi. sementara berjalan, Seng Giok cin pikirannya sangat kalut, Air matanya terus turun bercucuran, sapu tangan yang dipakai menyeka air mata boleh dikata sudah boleh diperas saking banyaknya air kesedihan- Jalannya yang agak linglung sudah main terabas saja apa yang melintang didepannya, seakan-akan ia jalan tanpa mata, Ho Tiong Jong mengawasi dan kejauhan menjadi sangat heransebelumnya ia dapat menduga-duga sebabnya, tiba-tiba ia dibikin kaget oleh jeritan Seng Giok Cin yang saat itu telah kesandung oleh batu yang menghadang didepannya dan ia sempoyongan jatuh tengkurep. "IHuuusst..." Terdengar Ho Tiong Jong berseru, lantas tubuhnya melesat menghampiri si nona yang jatuh tengkurep. Ia angkat si nona dengan penuh kasih, "Adik Giok. kau kenapa?" Tanyanya halus, Si nona yang menyandarkan kepalanya didada yang kekar lebar dari si anak muda, lalu mendongak dan mengawasi wajah yang tampan didepannya, kedua belah pipinya berlinang-linang dengan air mata. Ho Tiong Jong mengawasi dengan hati heran dan kasihan- "Adik Giok, kau kenapa?" Ia mengulangi pertanyaannya. Seng Giok Cin tidak menjawab, sebaliknya terdengar tangisannya yang sedih sekali sambil menyusupkan kepalanya pada dadanya sipemuda, hingga air mata menembusi dada yang kekar kokoh itu. Ho Tiong Jong menjadi bingung, ia hanya dapat mengusapusap rambutnya sigadis yang hitam jengat dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya memeluk erat pada tubuh yang langsing ceking itu. Tampaknya ia sangat menyinta sekali, kelakuannya seolah olah takut akan terpisah lagi dari pemudi impiannya itu. Kelakuan yang demikian itu justeru membuat Seng Giok Cin merasakan kehangatanya cinta murni pemuda pujaannya, hatinya sangat girang dan pelahan lahan menangisnya yang tadi keras menjadi pelahan dan akhirnya hanya kedengarnya masih terisak-isak. "Adik Giok..." Terdengar Ho Tiong Jong menghibur. "kau jangan menangis, adik Giok, karena air matamu membuat hatiku seperti disayat-sayat dengan pisau yang tajam. Aku cinta padamu dengan setulus hati..." "Engko Jong, apakah kata-katamu ini betul?" Tanya sigadis masih terisak-isak. "Apa kau masih belum percaya hatiku?" "Tapi kenapa kau meninggalkan aku dalam keadaan tertotok dirumah penginapan ?" Ho Tiong Jong melengak. "Itu..itu... itulah..." Kata Ho Tiong Jong gugup. "itu, itu apa? jawab yang tegas, kenapa kau meninggalkan aku?" "Baik, mari kita duduk disana, aku akan menutur..." Kata si pemuda, sambil memimpin si gadis diajak duduk diatasnya sebuah batu besar, dibawah sebuah pohon yang teduh sekali. Ho Tiong Jong sambil masih terus menyekal tangannya si gadis, belum mau bercerita lantas, matanya memandang dengan tidak bosannya pada wajah Seng Giok Cin yang cantik jelita. Seng Giok Cin tersenyum, ia tidak marah sebaliknya malah merasa sangat bangga sang kekasih melepaskan pandangannya begitu rupa atas dirinya tampaknya seperti yang sangat mengagumi sekali kecantikannya. "Engko Jong kenapa kau belum mau cerita?" Ia akhirnya menegur. "oo, ya, ya.... maaf, adik Giok, Aku beriaku kurang sopan barusan memandang wajahmu terus-terusan- Baik, baik, aku akan ceritakan ..." "Tidak apa." Jawab si gadis ketawa manis. "malah aku merasa bangga wajahku yang jelek mendapat perhatianmu." Golok Sakti Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ah, adik Giok... wajahmu sangat cantik, tidak satu saat aku dapat melupakannya, betul." "terima kasih, tapi kenapa kau meninggalkan aku dalam keadaan tertotok?" Memotong si gadis, wajahnya agak guram. "Adik Giok. maafkan, karena kala itu aku tidak ingin kau menyaksikan-..?" "Menyaksikan apa?" "Menyaksikan kematianku..." "Tapi kenyataannya sampai sekarang kau toh belum mati ?" "Ya, aku juga tidak sangka aku bisa panjang umur." "Kau toch kena racunnya Tok-kay. ceng-ciauw dan souw Kie Hin punya jarum hati, bagaimana jiwamu bisa terluput dari kematian?" "Ha ha itulah ada sebabnya, adikku yang manis..." Seng Giok Cin deliki matanya yang jeli, tapi tidak urung mulutnya yang mungil menyungging senyuman mesra. Ho Tiong Jong ketawa gembira. "Adikku, dengarlah engkomu akan ceritakan pengalamannya yang luar biasa." Kata nya dengan jenaka sekali. Seng Giok Cin ketawa gelak ia menekap mulutnya supaya jangan ketawa ngikik. Sejengkal Tanah Percik Darah Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pendekar Kembar Karya Kho Ping Hoo Geger Solo Karya Kho Ping Hoo