Persekutuan Pedang Sakti 6
Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong Bagian 6
Persekutuan Pedang Sakti Karya dari Qin Hong Pergelangan tangan kanannya diputar dan sebuah serangan maut siap dilancarkan. Mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang berteriak keras. "Pui kongcu, harap tahan dulu ......" Tanpa terasa Wi Tiong hong menghentikan gerak serangannya seraya berpaling. Lagi lagi muncul seorang manusia berbaju hitam yang mengerudungi wajahnya dengan kain hitam, gerakan tubuhnya sangat cepat, dalam waktu singkat telah berada di hadapannya. Diam diam Wi Tiong hong mendengus. "Hmm, kembali komplotannya yg datang!" Belum habis dia berpikir, manusia berbaju hitam yang datang belakangan itu sudah berkata kepada manusia berbaju hitam yang datang lebih duluan itu: "Seng Toa ma, mengapa kau malah bertarung sendiri dengan Pui kongcu ?" Wi Tiong hong tertegun, segera pikirnya. "Ooooh, rupanya manusia berbaju hitam yang sedang bertarung melawanku barusan adalah seorang wanita!" Terdengar manusia berbaju hitam yang pertama itu berkata dengan suara dingin. "Seandainya aku hendak bertarung melawannya, apakah aku tidak menjagalnya sedari tadi ?" "Sekarang kau boleh masuk" Kata manusia baju hitam yang datang belakangan itu kemudian. Manusia berbaju hitam yang pertama tadi tidak berbicara lagi, dia membalikkan badan dan siap masuk kedalam ruangan. "Berhenti", Wi Tiong hong segera membentak. "aku sudah bilang, kalau rumah ini adalah milik keluarga Pui, siapa pun dilarang mengangkatnya". Manusia berbaju hitam yang datang belakangan segera menjura, katanya: "Pui kongcu jangan salah paham, Seng Toa Ma hanya mendapat perintah dari majikanku untuk menjaga bangunan rumah itu serta membersihkan sekitar tempat ini dia sama sekali tidak bermaksud untuk mengangkatnya". "Siapakah majikan kalian?" "Ketika majikan mendengar kedatangan kongcu sengaja aku diutus kemari untuk menyambut kedatanganmu, harap kongcu bersedia mengikuti kami" Pelbagai kecurigaan berkecamuk dalam benak Wi Tiong hong, ia tak tahu berasal dari aliran manakah majikan mereka itu, maka tanyanya kembali dengan suara dalam. "Majikan kalian berada dimana?" "Tidak jauh letaknya dari tempat ini, di bawah gunung sudah kami sediakan kereta untuk kongcu" Wi Tiong hong segera berpikir kembali: "Entah siapa pun majikan mereka, aku harus pergi ke sana untuk melihat sendiri" Maka kepada manusia berbaju hitam yang datang belakangan dia manggut manggut sahutnya: "Baiklah, aku bersedia memenuhi permintaanmu". Sementara pembicaraan berlangsung, manusia berbaju hitam yang datang lebih duluan tadi dalam sekejap mata itupun sudah pergi entah kemana, rupanya disaat dia sedang berbincang bincang dengan manusia berbaju hitam yang datang belakangan tadi, ia telah membalikkan badannya masuk ke dalam ruangan. Maka kembali dia berpikir: "Kalau toh dia cuma mendapat perintah untuk menjaga rumah ini, biarkan saja dia masuk" Dalam pada itu, manusia berbaju hitam yang datang belakangan telah berkata lagi sambil memberi hormat: "Silahkan Pui kongcu" Wi Tiong hong tidak berbicara lagi, dengan langkah lebar dia berjalan menuruni bukit itu, sementara manusia berbaju hitam itu mengikuti dibelakangnya, diapun membungkam diri dalam seribu bahasa ... Tak selang berapa saat kemudian mereka sudah tiba di mulut jalan, tiba tiba manusia berbaju hitam itu berseru: "Pui kongcu, harap berhenti dulu" "Ada apa?" "Aku telah menyiapkan kereta kuda untuk kongcu" Seraya berkata, manusia berbaju hitam itu segera menggapai ke depan. Ketika Wi Tiong hong berpaling, ia saksikan di sisi hutan telah parkir seekor kereta kuda berwarna hitam, sewaktu kereta itu melihat gapaian tangan dari manusia berbaju hitam itu, ia segera menarik tali les kudanya dan menjalankan kereta menghampiri mereka. Begitu tiba didepan kedua orang itu. dia menghentikan kereta, melompat turun dan dengan cepat menggulung tirai kereta tersebut. "Pui kongcu, silahkan naik ke kereta" Kembali manusia berbaju hitam itu mempersilahkan. Wi Tiong hong tidak sungkan sungkan lagi, dia segera melompat naik ke atas kereta, disusul manusia berbaju hitam dibelakangnya, tanpa diperintah si pengemudi kereta itu segera menurunkan tirai dan menguncinya dari luar. Setelah tirai kereta diturunkan. Wi Tiong hong baru mengetahui kalau tirai tersebut terbuat dari kulit yang sangat rapat. tak setitik cahaya pun yang bisa menyelonong masuk. Peristiwa yang pernah dialami anak muda tersebut sudah sangat banyak, pengalaman serta pengetahuan yang dimiliki Wi Tiong hong juga semakin luas, dalam sekilas pandangan saja ia sudah dapat memahami maksud lawan berbuat demikian, tak ingin dirinya mengenali jalanan yang akan dilalui. Biasanya, orang yang gerak geriknya rahasia dan misterius, kebanyakan tidak bermaksud baik. Sekarang dia menggembol pena wasiat Lou bun si, membawa pula mutiara penolak pedang Ing kiam cu, dua macam benda mestika yang bisa membuat mengilernya setiap umat persilatan, ditambah lagi se Jilid kitab pusaka ilmu pedang Ban kiam kui tiong yang tak ternilai harganya. Entah benda yang manapun dari ketiga macam benda mestika tersebut, tentu saja ia tak boleh kehilangan satupun diantaranya. Bisa jadi majikan mereka telah berhasil menyelidiki persoalan ini dengan jelas serta mempunyai niat untuk mengincarnya, maka dia sengaja dipancing kedatangannya agar bisa dikerjai, tanpa terasa Wi Tiong hong meningkatkan kewaspadaannya. Kereta kuda itu mulai melanjutkan perjalanan, roda kereta yang berputar menimbulkan suara yang ramai, Wi Tiong hong yang duduk dalam kereta pada hakekatnya tak bisa membedakan lagi arah mata angin, ia tak tahu mereka hendak membawa dirinya kemana? Suasana dalam ruangan kereta gelap gulita tak nampak kelima jari tangan sendiri, tapi Wi Tiong hong yang bisa melihat dalam kegelapan dapat melihat dengan jelas manusia berbaju hitam itu duduk disudut kiri ruangan sambil terkantuk kantuk. Agaknya orang itu enggan banyak berbicara dengan dirinya, tentu saja dia kuatir kalau kebanyakan bicara dapat membocorkan sesuatu rahasia. Wi Tiong hong juga tidak berbicara, dia tahu sekalipun pertanyaan diajukan juga tak akan berhasil persoalan sesuatu jawaban pun, bagaimanapun jua dia akan segera bertemu dengan majikan mereka, buat apalagi dia mesti banyak berbicara? Kereta bergerak sangat cepat, mereka sudah menempuh perjalanan hampir satu jam lebih. Sekarang kereta mulai oleng bahkan makin lama olengnya semakin menghebat, jelas kereta mereka sudah mulai meninggalkan jalan raya memasuki jalan kecil yang tak rata, bahkan bisa jadi makin kedalam suasananya makin sepi dan memencil. Wi Tiong hong sama sekali tidak mengacuhkan keadaan tersebut. Prinsipnya, setelah sampai di situ, biar harus masuk kesarang naga gua harimau, dia tetap akan memasukinya. Setengah jam kembali sudah lewat, kini jalannya kereta sudah makin stabil dan tenang. Keadaan ini jelas sekali menunjukkan bahwa kereta mereka setelah melewati jalanan sempit yang tak merata, kini mulai melewati jalan yang licin sekali. Atau dengan perkataan lain mereka sudah hampir tiba ditempat tujuan. Benar juga, setelah menempuh perjalanan lagi beberapa saat keretapun berhenti. Agaknya manusia berbaju hitam itu mengira Wi Tiong hong masih mengantuk, segera bisiknya lirih: "Pui kongcu, kita sudah sampai ditempat tujuan" "Sudah sampai ?" "Cuma ada satu hal lagi yang terpaksa harus menyiksa kongcu sebentar" "Soal apa ?"" 'Sudah banyak tahun majikan kami tidak pernah munculkan diri dalam dunia persilatan, dia tak ingin tempat tinggalnya di ketahui orang. Oleh karena itu setiap orang yang ingin masuk kemari, diharuskan menutupi wajahnya dengan kain kerudung hitam" "Maksudmu aku harus mengenakan kain kerudung hitam ?" "Yaa, untuk sementara waktu terpaksa kongcu harus menderita ..." Wi Tiong hong segera berpikir. "Bagaimana pun juga ia telah mengemukakan masalah tersebut secara blak blakan, kecuali aku tidak bermaksud memasuki sarang mereka, kalau tidak, rasanya terpaksa aku mesti menuruti keinginan mereka" Karena perpikir demikian, diapun lantas menjawab: "Baiklah!" Agaknya manusia berbaju hitam itu tidak mengira kalau lawan akan mengabulkan permintaannya secepat itu, dengan gembira dia lantas berkata lagi: "Sungguh tidak kusangka kongcu begitu luwes dan berani, benar benar tidak malu menjadi keturunan dari Pek ih tayhiap." Sembari berkata dia mengeluarkan secarik kain hitam dari sakunya dan segera ditutupkan keatas wajah Wi Tiong hong. Dengan cepat si kusir kereta membuka penutup tirai kereta tersebut serta menyingkapnya. Ketika cahaya matahari memancar masuk Wi Tiong Hong merasakan pandangan matanya menjadi silau, namun berhubung secarik kain hitam menutup wajahnya maka sulit baginya untuk menyaksikan pemandangan alam disekelilingnya. Tatkala dia mengijinkan manusia berbaju hitam itu menutupi matanya, seluruh perhatiannya dipusatkan menjadi satu, jalan darahnya dilindungi hawa murni dan telapak tangan kanannya telah menyiapkan sebuah pukulan, bila pihak lawan berani menotok jalan darahnya. dia akan melepaskan pukulan Siu lo to nya untuk menghabisi jiwanya dalam sekali pukulan. Sementara itu, manusia berbaju hitam itu telah berkata kembali "Sekarang Pui kongcu sudah boleh turun dari kereta mari kubimbing kau turun." "Tidak usah" Sambil berkata dia melompat turun sendiri dari atas kereta. Gerak geriknya amat santai seolah olah matanya sama sekali tak dikerudungi. Manusia berbaju hitam itu tertegun tanpa terasa sorot matanya dialihkan kewajah Wi Tiang hong serta memperhatikan dengan seksama. Ia merasa kain kerudung yang menutupi wajahnya itu cukup rapat dan sama sekali tiada yang mencurigakan. "Sobat, mengapa kau belum berjalan" Tegur Wi Tiong hong tiba tiba. Manusia berbaju hitam itu nampak sedikit ragu, kemudian katanya lagi: "Berjalan dari sini akan kita lalui sebuah jalan kecil. lebih baik kugandeng saja tangan kongcu" "Tidak usah, kau boleh berjalan sendiri didepan" Oleh karena tawarannya ditolak. terpaksa manusia berbaju hitam itu berjalan dimuka, sedang Wi Tiong hong mengikuti di belakangnya. Manusia berbaju hitam itu sengaja mempercepat langkahnya namun dia jumpai Wi Tiong Hong masih mengikuti terus dibelakangnya seperti bayangan badan sedikitpun tidak nampak ketinggalan, hal ini membuatnya diam diam merasa kagum. Mereka berdua berputar putar di dalam hutan sebelum menuju ke depan sebuah gedung. Mendadak manusia berbaju hitam itu menghentikan langkahnya seraya memuji: "Pui kongcu, kepandaianmu untuk membedakan suara benar benar sangat mengagumkan, ilmu meringankan tubuhmu juga; sangat hebat" "Kita sudah sampai ditempat tujuan ?" Tanya Wi Tiong hong "Tunggu saja sampai aku mengajak kongcu masuk ke dalam sebelum akan membukakan kain kerudungmu itu, harap kau suka bersabar sebentar" Tidak menunggu sampai Wi Tiong hong menjawab, dia maju ke depan dan mengetuk pintu beberapa kali. Pintu depan segera terbuka, dan manusia berbaju hitam itupun membalikkan badan sambil berkata: "Pui kongcu, harap mengikuti aku masuk ke dalam" Setelah meraba gagang pedangnya untuk mempersiapkan diri menghadapi segala sesuatu, dengan langkah lebar Wi Tionng Hong masuk ke dalam halaman. Setelah melalui sebuah pelataran yang luas, mereka mulai menaiki tangga batu. Saat itulah terdengar manusia berbaju hitam itu berkata: "Nah, sudah sampai, sekarang aku akan membukakan kain kerudung hitam itu untuk kongcu!" Wi Tiong Hong tidak menunggu sampai dia menyelesaikan perkataannya, kain kerudung hitam itu segera dicopot sendiri, kemudian sorot matanya dialihkan kesekeliling tempat itu, ternyata dia berdiri di tengah sebuah ruangan yang besar. Sambil menyerahkan kain hitam itu ke tangan manusia berbaju hitam tersebut, dia bertanya: "Mana majikan kalian?" "Silahkan kongcu menanti sebentar disini, biar aku segera masuk untuk memberi laporan" Ucap manusia berbaju hitam itu sambil membungkukkan badan memberi hormat. Selesai berkata, bura buru dia berjalan masuk ke ruang belakang. Menggunakan kesempatan tersebut Wi Tiong hong memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia merasa bangunan gedung itu terdiri dari beberapa bilik, meski menempati daerah yang amat luas namun jumlah anggota keluarganya tidak banyak, suasana amat hening dan tak kedengaran sedikit suarapun. Maka diapun berjalan menuju ke depan sebuah bangku dan duduk. Terlihatlah seorang manusia berbaju hitam muncul dari belakangan ruangan sambil menghidangkan air teh. Setelah meletakkan cawan ke atas meja, katanya pelan: "Silahkan Pui kongcu minum teh" Sekalipun wajah orang ini tidak tertutup oleh kain kerudung hitam, namun wajahnya dingin dan kaku, sudah jelas mengenakan selembar topeng kulit manusia. Diam diam Wi Tiong hong mendengus dingin, pikirnya: "Setiap manusia yang berada dalam rumah ini hampir semuanya berlagak sok rahasia dan misterius, agaknya mereka bukan berasal dari aliran baik baik" Atas air teh di atas meja, dia hanya memandang sekejap saja dan sama sekali tidak disentuh Selang beberapa saat kemudian, tampak manusia berbaju hitam itu muncul kembali dalam ruangan dan berkata sambil tertawa: "Tampaknya Pui kongcu sudah lama menunggu, majikan kami mempersilahkan kongcu bertemu diruang belakang" Pelan pelan Wi Tiong hong bangkit berdiri, lalu ujarnya; "Sobat, harap kau membawa jalan !" Sekali lagi manusia berbaju hitam itu memberi hormat: "Harap kongcu mengikuti aku" Dengan mengikuti dibelakangnya, Wi Tiong hong diajak masuk ke ruangan belakang. Manusia berbaju hitam itu segera menyingkir ke samping sambil serunya: "Pui kongcu. silahkan masuk" Sambil membusungkan dada Wi Tiong hong masuk ke ruang tengah, ia jumpai di dalam ruangan terdapat sebuah meja, diatas meja telah disiapkan beberapa macam hidangan lezat serta sepoci arak wangi ... Selain itu tak nampak sesosok bayangan manusia pun disitu, hal mana tentu saja membuatnya ragu. Manusia berbaju hitam itu segera mengikuti Wi Tionp hong masuk pula ke ruang dalam, tapi dengan cepat dia menuju ke belakang penyekat. Tak selang berapa saat kemudian, dari belakang penyekat muncul seorang dayang berbaju hitam yang berusia dua puluh empat lima tahunan, dia memberi hormat kepada Wi Tiong hong sambil ujarnya : "Berhubung kongcu datang dari tempat jauh, apalagi tengah haripun sudah lewat, majikan kami berpendapat kongcu tentu sudah lapar, sengaja majikan menitahkan kepada koki untuk menyiapkan beberapa macam hidangan, silahkan kongcu bersantap dulu" Wi Tiong hong segera mendengar kalau dayang ini tak lain adalah manusia berbaju hitam yang datang bersama samanya tadi ia menjadi tertegun, buru buru serunya kemudian sambil menjura : "Ooah, rupanya tadi nona yang mendampingiku, maaf." Dayang berbaju hitam itu tertawa . "Pui kongcu tak usah sungkan, silahkan bersantap" Wi Tiong hong kembali berpikir: "Majikan tempat ini sangat rahasia, gerak geriknya misterius, aku tak boleh sampai terperangkap oleh siasat mereka." Berpikir sampai disini, diapun berkata: "Majikan kalian mengundang kedatangan ku kemari, aku pikir sudah tentu mempunyai sesuatu maksud tertentu, soal bersantap tak berani kuterima, harap nona mempersilahkan majikan kalian datang menjumpai diriku" "Apakah kongcu curiga kalau di dalam sayur dan arak itu kami campuri racun?" Tanya dayang berbaju hitam itu dengan wajah tak senang hati. "Aku sama sekali tak kenal dengan majikan kalian, mana berani aku punya pikiran demikian?" "Hmm. belum tentu kongcu tak berpikir demikian bukan? " Belum habis dia berkata, tiba tiba terdengar suara langkah kaki manusia Berkumandang datang, lalu muncul seorang kakek berjubah lebar warna hitam dan memelihara jenggot putih sedada, dia muncul dari balik penyekat dengan membawa sebuah tongkat "Hmm, ternyata memang dia!" Diam diam Wi Tiong hong mendengus dingin. Sementara itu. kakek berjenggot putih itu telah manggut manggut ke arah Wi Tiong hong sambil berkata : "Pui kongcu telah datang dari tempat jauh, apalagi tengah hari juga sudah lewat apakah kau memandang pelayanan tuan rumah kurang sesuai?" Wi Tiong hong tertawa dingin, setelah menjura katanya ; "Maksud baikmu biar kuterima di dalam hati saja, Siacu ada urusan, silahkan diutarakan keluar" Kakek berjenggot putih itu tertegun, sepasang matanya yang tajam segera mengawasi wajah Wi Tiong hong lekat lekat setelah tertawa hambar katanya : "Aaah benar. Pui kongcu tentu menganggap aku sebagai Tok seh-siacu?" "Memangnya kau bukan?" Kakek berjenggot putih itu menghela napas panjang, dengan sedih ia berbisik: "Dahulu memang benar" Kalau dahulu benar, apakah sekarang bukan ? Diam diam Wi Tiong hong mendengus. "Hmmmm, sudah jelas kau adalah Tok seh siacu, buat apa mesti berlagak pilon ?" Ketika kakek berjenggot putih tidak mendengar suara jawabannya, ia berkata lagi: "Kongcu pernah bersua dengan Tok seh siacu?" "BENAR, aku pernah bersua dengannya" "Apakah dia juga berdandan seperti aku sekarang?" "Betul !" Jawaban dari Wi Tiong hong digin dan kaku. Kakek berjenggot putih itu menengok sekejap ke arah meja, kemudian bertanya lagi: "Kongcu benar benar tidak lapar?" Sudah hampir setengah harian Wi Tiong hong tidak bersantap, sebetulnya dia sudah merasa lapar sekali, namun setelah mengetahui kalau tuan rumah adalah Tok seh Siacu yang amat mahir dalam penggunaan racun, sudah barang tentu ia tak berani bersantap lagi. Mendengar pertanyaan mana, dia segera menjawab dingin: "Aku tidak lapar, bila kau ada urusan silahkan diutarakan saja." Kakek berjenggot putih itu manggut manggut: " Yaa, aku memang tak dapat salahkan kau, siapakah manusia dalam dunia persilatan yang tidak tahu bahwa Tok seh siacu amat mahir dalam penggunaan racun, sekalipun aku berniat dengan tulus hatipun belum tentu kongcu akan percaya...." Berbicara sampai di sini dia mengangkat kepalanya dan berkata lebih jauh: "Harap kongcu mengikuti aku" Ternyata di belakang ruangan itu masih terdapat ruangan lain, ketika ia selesai berbicara orang itu segera beranjak menuju keruangan tersebut. Wi Tiong hong ikut masuk ke dalam, ruangan tersebut sangat indah dengan dekorasi yang menarik, tampaknya menyerupai sebuah ruang tinggal, dua orang dayang baju hitam yang menyoren pedang berdiri di dalam kamar dengan kesiap siagaan penuh, sewaktu melihat kakek berjenggot putih membawa Wi Tiong hong masuk, serentak mereka memberi hormat. Kakek berjenggot putih itu segera berpaling dan berkata: "Kalian tak usah menanti disini lagi, boleh pergi semua" Dua orang dayang berbaju hitam itu mengiakan dan mengundurkan diri dari ruangan. Kakek berjenggot putih itu sendiri segera duduk pula di sebuah kursi. kemudian sambil menuding kursi di hadapannya dia berkata: "Pui kongcu, silahkan duduk" Wi Tiong,hong tidak sungkan sungkan lagi. ia segera duduk dihadapannya Pelan pelan kakek berjenggot putih itu mengangkat kepalanya dan bertanya dengan lembut: "Apakah kongcu tahu siapakah aku?" Terhadap gerak gerik orang tersebut Wi Tiong hong merasa agak keheranan. sebab kalau didengar dari nada suaranya, sudah jelas dia adalah seorang wanita. Setelah termenung beberapa saat, maka ia berkata kembali: "Saudara, andaikata kau bukan Tok seh siacu yang pernah kujumpai, berarti kau adalah seorang Tok seh siacu yang lain" "Tentu saja aku bukan Tok seh siacu yang pernah kau jumpai itu." Kata si kakek berjenggot putih Wi Tiong hong berpikir kemudian: "Menurut keterangan yang kuperoleh dari Liong Cay thian pada malam itu, Toh seh siacu mempunyai beberapa orang duplikat, mungkin dia adalah seorang duplikatnya, hmm.. Biarpun siapa saja yang menyaru. toh sama sama sekomplotan dengan pihak Tok seh sia .." Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berpikir sampai disitu, tanpa terasa ia mendongakkan kepalanya dan mengamati dengan lebih seksama. Ternyata kakek berjenggot putih itu benar benar hasil penyaruan orang, tampak orang itu pelan pelan mengangkat tangannya serta melepaskan topeng kulit manusia yang dikenakan disamping jenggot yang terurai sepanjang dada itu. Sekarang, anak muda itu bisa melihat dengan lebih jelas lagi, benar juga dia adalah seorang wanita, tapi bukan si nona yg berhasil ditawan lalu dilepaskan kembali pada malam itu. Dia mempunyai selembar wajah yg putih bersih dengan panca indera yang sempurna meski kelihatan cantik sayang ia nampak murung dan sedih, sorot matanya amat sayu seakan akan dia mempunyai suatu masalah yang mengganjal hatinya. Paras mukanya memang terhitung cantik tapi sayang kerutan pada alis matanya tak dapat menutupi penderitaan serta masa remaja nya yang dimakan usia. paling tidak ia telah berusia tiga puluh tahunan. Wi Tiong hong sedikitpun tidak merasa heran atau tertegun karena seorang kakek berjenggot putih telah berubah menjadi seorang nyonya setengah umur, sebab dia sudah mengetahui kalau kalau Tok seh siacu adalah seorang wanita. Apalagi sebelum hal tersebut diapun sudah mempunyai gambaran bahwa Tok seh siacu mempunyai banyak duplikat, jadi lawannya sudah pasti merupakan hasil penyaruan orang. Berbeda sekali dengan nyonya setengah umur itu, ia menjadi tercengang ketika tidak menjumpai rasa heran diwajah Wi Tiong hong, segera tanyanya: "Jadi kau sudah tahu kalau aku adalah orang wanita?" "Tok seh siacu mempunyai banyak duplikat kejadian seperti ini sudah tidak terhitung suatu keanehan lagi" "Bukankah sudah kukatakan, saat ini aku sudah bukan Tok seh siacu lagi?" "Heeehhh ..heeehhh .., heeehhhh . ,setelah nyonya melepaskan topengmu, sudah barang tentu kau sudah bukan Tok seh siacu lagi .." Jengek Wi Tiong hong sambil tertawa dingin. "Kongcu, nampaknya kau masih belum percaya denganku" Nyonya setengah umur itu menghela napas sedih "aaai.. aku sengaja mengundangmu kemari karena aku mempunyai masalah sangat penting hendak dibicarakan denganmu" "Aku telah siap mendengarkan penjelasanmu" "Aku ingin menceritakan sebuah kisah kejadian kepadamu ..." Tiba tiba sepasang matanya dipenuhi oleh air mata, wajahnya kelihatan lebih menderita dan sedih. Tanpa terasa Wi Tiong hong jadi tertegun dibuatnya. Terdengar nyonya setengah umur itu berkata: "Sebelum kukisah cerita tersebut, aku seharusnya menerangkan diriku lebih dulu, selama ini selalu menganggap aku sebagai Tok seh siacu, benar, lima belas tahun berselang aku memang Tok seh siacu, tapi gara gara seseorang aku telah melarikan diri dari selat Tok seh sia." Mendadak Wi Tiong hong merasakan hatinya terperanjat, segera ia bertanya: "Tahukah? kau tentang, sipedang beracun Kok Eng?" "Dia adalah mendiang ayahku." "Jadi kau adalah putri Kok Eng?" Tiba tiba Wi Tiong hong melotot besar dan menegur dengan marah. "Apakah ada yang tidak beres?" "Bajingan tua Kok adalah musuh besar pembunuh ayahku, aku mempunyai dendam sedalam lautan dengannya, sayang sekali ia telah mampus" Berubah hebat paras mukanya nyonya setengah umur itu, dengan cepat dia menyela: "Pui kongcu, siapa yang mengatakan kesemuanya itu kepadamu? Bagaimana mungkin mendiang ayahku bisa berubah menjadi musuh besar pembunuh ayahmu?" "Kau anggap aku tak tahu? Malam tiong ciu lima belas tahun berselang, ayahku telah tewas diujung senjata ular beruas bambu dari bajingan tua Kok!" "Kau keliru besar" Nyonya setengah umur itu menghela napas sedih. "yang dijumpai ayahmu waktu itu pada hekekatnya bukan mendiang ayahku, sebab sebelum malam Tiong ciu, mendiang ayahku sudah mati lebih dulu karena keracunan." Wi Tiong hong merasa kejadian ini sama sekali diluar dugaannya, ia tertegun. Terdengar nyonya setengah umur itu melanjutkan kembali kata katanya: "Sedang ayahmu, sekalipun ia terkena racun ular namun tidak sampai tewas..." Dari pembicaraan Liong Cay thian, Wi Tiong hong memang pernah mendengar kalau ayahnya belum mati, sekarang setelah mendengar nyonya setengah umur itupun mengatakan ayahnya belum mati tanpa terasa dia semakin percaya. "Aaah, tidak! Aku tak boleh percaya dengan perkataannya. dia adalah anggota Tok seh sia, tentu saja apa yang dikatakan tak ubahnya seperti ucapan Liang Cay thian" Demikian ia berpikir kemudian. Sekali lagi nyonya setengah umur itu nampak keheranau setelah menyaksikan sikap tentang anak muda tersebut walaupun telah mrendengar kalau ayahnya tidak mati namun masih tetap sehat walafiat, sambil mengangkat kepala tanyanya kemudian: "Apakah kongcu tidak percaya?" "Perkataan dari hujin, tentu saja kupercayai" Kedengarannya saja perkataanmu itu menarik didengar nyonya setengah umur itu tertawa, "Aku kuatir justru di hati kecilmu belum mau percaya, itulah sebabnya sengaja kuundang kehadiranmu kemari untuk memberitahukan kejadian yang sebenarnya" Setelab berkerut kening dia berkata lebih jauh: "Sejak ayahku kembali dari Lam hay, dia selalu menetap di selat Tok seh sia dengan menyebut dirinya sebagaian Tok seh siacu, entah tahun kapan, tiba tiba saja dalam selat Tok seh sia telah dikunjungi banyak sekali jago persilatan, kawanan jago tersebut rata rata mahir sekali dalam menggunaan racun... " Mendengar kisah itu, Wi Tiong hong segera berpikir "Kebetulan sekali, aku memang sedang pusing lantaran tidak mengetahui keadaan Tok seh sia yang sebenarnya, bila hal itu bisa kuperoleh dari pembicaraannya, hal tersebut tentu saja jauh lebih baik lagi" Tanpa terasa diapun bertanya: "Sebenarnya Tok seh sia itu terletak dimana?" "Bukit Kou lou san! " Namun setelah menyebutkan alamat tersebut. tiba tiba saja saja nyonya setengah umur itu merasa kalau salah berbicara, cepat cepat dia berkata lagi: "Buat apa kau menanyakan soal alamat Tok seh sia? Aaai. .sekalipun kuberitahukan kepadamu. belum tentu kau bisa menemukan letak Tok seh sia tersebut dengan mudah" Wi Tiong hong tidak berbicara, hanya pikirnya: "Agaknya alamat tersebut diucapkan oleh nya tanpa sengaja, hmm! Asal sudah diketahui dimana tempatnya. masa tak bisa dicari sampai ketemu?" Sementara dia masih termenung, terdengar nyonya setelah umur itu berkata lebih jauh: " Oleh karena ayahku enggan diketahui asal usulnya oleh orang lain, maka di hari hari biasa dia selalu berdandan seperti ini, ketika ia menjumpai datangnya banyak orang asing diluar lembah, sebenarnya dia berniat mengusir mereka keluar dari lembah saja, siapa tahu kepandaian silat yang dimiliki orang orang itu sangat lihay. lagi pula rata rata pandai mempergunakan racun. akhirnya banyak sekali diantara mereka yang tewas oleh ilmu jari beracun Thian tok ci ayahku sedang mereka yg belum mati juga berhasil ditawan oleh mendiang ayah ku" "Waktu itu isi lembah hanya kami berdua, ayahku berpendapat dengan kedatangan rombongan pertama jago jago silat itu, tentu akan datang lagi rombongan kedua, maka orang orang yang berhasil ditawan kami tetap tahan disitu, dan dari kejadian ini lah nama Tok seh sia menjadi dikenal orang. Kembali Wi Tiong hong berpikir: "Itulah dia, tak heran kalau Tok seh sia hanya diketahui namanya oleh umat persilatan namun tak seorang manusia pun yang bisa menerangkan keadaan di dalam selat tersebut, rupanya mereka yang pernah memasuki selat Tok-seh sia kalau bukan tewas pasti tertawan" "Aaaah. mau apa orang orang persilatan itu mendatangi selat Tok seh sia?" Dia hanya memikirkan masalah tersebut dalam hati dan sama sekali tidak diutarakan keluar Terdengar nyonya setengah umur itu melanjutkan kembali kata katanya: "Kemudian, jumlah anggota Tok seh sia kian lama kian bertambah banyak, mendiang ayahku menjadi kerepotan setengah mati, terpaksa dia mengumumkan kepada umum bahwa dia telah mengundang seorang rekan lamanya untuk datang memangku jabatan pelindung hukum tertinggi dari Tok seh sia untuk mengurusi segala persoalan tetek bengek yang ada dalam selat." "Padahal dandanan dari mendiang ayah ku ini selalu aku yang kenakan dan aku pula yang menyaru sebagai Tok seh siacu sedangkan dia orang tua bertukar pakaian hijau dan muncul sebagai pelindung hukum paling tinggi" "Ooooh. rupanya begitu" Diam diam Wi Tiong hong mengangguk. Terdengar nyonya setengah umur itu berkisah lebih jauh: "Waktu itu mendiang ayahku pernah berkata: Sepuluh tshun kemudian, Tok seh sia kami pasti bisa berdiri dalam dunia persilatan sebagai suatu kekuatan yg berdiri sendiri dan kemampuan kami pasti bisa menyaingi Ban kiam hwee. Sayang sekali mutiara penolak pedang yang merupakan satu-satunya benda yang bisa melawan Ban kiam hwee tidak diketahui terjatuh ke tangan siapa" Kemudian setelah termenung sebentar, dia berkata kembali: "Musim gugur lima belas tahun berselang, sewaktu mendiang ayahku sedang membuat resep racun. tiba tiba saja beliau tewas akibat keracunan. Pada saat itu Tok jiu thian ong (raja langit bertangan racun) Liong Cay thian telah menjabat sebagai wakil pelindung hukum, otomatis diapun diangkat secara resmi menjadi pelindung hukum tertinggi." "Suatu hari dia berkata kepadaku berita tentang mutiara penolak pedang telah berhasil diketahui olehnya, konon terjatuh ke tangan Pek ih kiam kek Pui Thian jin, murid tertua dari Sian Soat kiam kek. Sian soat kiam kek pernah bersama sama menjadi satu di antara delapan pelindung hukum Ban kiam Hwee, berarti mereka adalah kenalan." "Bukankah hujin pernah berkata, bahwa asal usul kalian tidak pernah diketahui orang?" "Benar, anggota selat memang jarang ada yang mengetahui asal usul dari kami berdua" Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Maka diapun membawa dua orang kepercayaannya buru buru turun gunung." Pelbagai kecurigaan berkecamuk dalam benak Wi Tiong hong, walaupun ia telah mendengar kisah tersebut, namun dapatkah ia percayai perkataan tersebut dengan begitu saja? Maka katanya kemudian dengan suara hambar : "Menurut apa yang kuketahui, orang yg telah muncul di puncak Sian hoa san pada malam Tiong ciu lima belas tahun berselang adalah ayahmu!" Nyonya setengah umur itu manggut mangut. "Semua masalah besar dan kecil dalam Tok seh Sia memang selalu diselesaikan oleh sang pelindung hukum, kedudukan Siacu tak lebih hanya sebuah kedudukan kosong. Waktu itu aku hanya tahu kalau Liong Cay Thian membawa orang turun gunung, tentu saja tujuannya adalah untuk memperoleh mutiara penolak pedang" "Bila kudengar dari pembicaraan nyonya agaknya waktu itu kau sama sekali tak tahu, baru kemudian mengetahuinya, bagaimana mungkin kau bisa tahu ?" "Aku baru tahu setelah Liong Cay thian pulang gunung dengan membawa seseorang" "Siapa yang telah ia bawa pulang ?" Buru buru Wi Tiong hong bertanya dengan perasan bergetar. Nyonya setengah umur itu memandang Wi Tiong hong sekejap, lalu dengan lemas serta tak bertenaga ia menyahut: "Ayahmu!" Wi Tiong hong segera merasakan jantungnya seolah olah akan melompat keluar, dia berteriak: "Jadi ayahku belum mati?" Tapi ia berusaha keras untuk mengendalikan diri, berusaha untuk menenangkan kembali hatinya, diam diam ia memperingatkan diri: "Belum tentu semua perkataannya dapat dipercaya, aku tak boleh tertipu oleh akal muslihatnya" Melihat pemuda itu membungkam diri, Nyonya setengah umur itu melanjutkan kembali kata katanya: "Waktu itu ayahmu berada dalam keadaan tak sadarkan diri karena racun ular telah menyerang ke jantung. Aku masih ingat ketika pertama kali kujumpainya, wajahnya pucat seperti mayat, sepasang matanya terpejam rapat dan tubuhnya sama sskali tak berkutik.." Tiba tiba perkataannya terhenti sampai di tengah jalan, pipinya menjadi semu merah dan sepasang matanya dibasahi oleh air mata. Walaupun Wi Tiong hong tidak mengetahui apakah perkataan itu benar atau tidak namun mendengar ayahnya telah keracunan ular, tak urung kecut juga rasa hatinya, lambat laun sepasang matanya turut menjadi basah. "Aaah tidak mungkin!", satu ingatan tiba tiba melintas dalam benaknya. "Ayah telah tewas karena keracunan, pamanlah yang telah mengubur jenazahnya, tapi...,kalau memang jenazah ayah telah dikubur, mengapa sewaktu kuburannya digali oleh paman bersamaku, tidak ditemukan jenazahnya di situ?" Pelbagai ingatan segera berkecamuk di dalam benaknya, dengan perasaan sedih bercampur gusar dia mengangkat kepalanya dan berseru: "Mendiang ayahku telah terluka oleh senjata ular beruas bambu milik ayahmu dan sudah lama tewas, seorang pamanku yang telah mengubur sendirian, sudah pasti kalian secara diam diam telah mencuri jenasah mendiang ayahku serta mengangkutnya ke selat Tok seb sia." "Ayahmu benar benar belum mati" Nyonya setengah umur itu berkata dengan sungguh hati, "Dengarkan kisahku lebih jauh kongcu, kau pasti akan mengetahui dengan sendirinya, namun aku harus menerangkan pula, meski ayahmu memang benar terluka oleh senjata ular beruas bambu. Namun bukan terluka oleh mendiang ayahku, sebab pada saat peristiwa itu terjadi, ayahku sudah satu bulan lebih meninggal dunia." "Bagaimana aku bisa percaya?" Nyonya setengah umur itu menghela napas sedih: "Bila kongcu sukar dibuat percaya, tentu saja akupun tak bisa berbuat apa apa, tapi kau harus tahu, mendiang ayahku berjulukan si pedang beracun. Selama puluhan tahun belum pernah dia pergunakan senjata yang lain. Sampai saat ini pedang beracun tersebut masih berada ditanganku." "Kedua,mendiang ayahku termasuk pula, satu di antara delapan pelindung hukum Ban kiam hwee, kepandaian silatnya masih seimbang dengan kepandaian silat sucoumu, Sian soat kiam kek, berdasarkan kemampuan yang dimiliki ayahmu waktu itu, mustahil dia bisa mengungguli mendiang ayahku." "Ketiga, senjata ular beruas bambu merupakan senjata andalan yang membuat si Raja langit bertangan racun Liong Cay thian menjadi tersohor, hingga saat ini dia masih mempergunakan senjata tersebut, senjata itu berbentuk cambuk yang mirip ular." "Berdasarkan ketiga hal tersebut diatas, aku rasa kau pasti sudah mengerti bukan perbuatan terkutuk itu hasil perbuatan mendiang ayahku atau bukan?" Wi Tiong hong segera teringat kembali akan pertemuannya dengan Liong Cay thian tempo hari. Memang benar, waktu itu dia membawa semacam senjata ruyung. oleh karena itu dia agak percaya beberapa bagian. Sambil manggut manggut, tatapnya kemudian: "Silahkan hujin melanjutkan kembali kisah ceritamu" Paras muka nyonya setengah umur itu berubah agak memerah setelah menghela napas sedih lagi, dia berkata: "Sekarang aku telah berusia hampir empat puluh tahun, di hadapan kongcu akupun tak perlu merasa malu lagi. Ketika Liong Cay thian berhasil menawan ayahmu dan membawanya kembali ke selat Tok seh sia, meski ayahmu telah diberi obat penawar tapi berhubung sudah terlambat, racun ular itu keburu telah menyusup kedalam isi perutnya, dia tetap berada dalam keadaan yang amat kritis." "Dapat kulihat sepasang matanya terpejam rapat rapat mukanya pucat keabu-abuan, meski demikian ia sama sekali tidak kehilangan kegagahannya sebagai Pek ih kiam kek, tak kuasa lagi timbul perasaan kagum dan sayang dalam hatiku." Bagaimanapun juga, dia telah mengungkapkan perasaan cintanya kepada seorang lelaki dihadapan putra lelaki tersebut ini membuat nyonya tersebut merasa amat canggung untuk melanjutkan kata katanya, maka setelah berbicara sampai ditengah jalan, tanpa terasa ia berhenti kembali. Kemudian setelah tertawa rawan dia berkata pula: "Pada saat itu juga kuperintahkan kepada mereka untuk membawa ayahmu menuju ke rumah kediamanku, banyak obat mustajab penawar racun telah kuberikan, semestinya racun ular yang mengeram dalam tubuhnya telah berhasil dipunahkan, tapi aneh nya ia belum juga sadarkan diri" "Masa racun dari ular beruas bambu itu benar benar tak bisa diobati lagi ?" Tanya Wi Tiong hong penasaran. "Tentu saja ada obatnya, obat penawar itu berada di saku Liong Cay thian, apalagi sewaktu kuberikan obat penawar racun itu kepadanya, kasiatnya masih jauh mengungguli obat penawar racun milik Liong Cay thian. oleh sebab itu tanpa terasa kejadian tersebut menimbulkan kecurigaan dalam hatiku ..." "Sebetulnya apa yang rmenyebabkan hal ini sampai terjadi ..... ?" Tanya Wi Tiong hong. "Iulah dia, untuk menyelidiki sebab musabab sampai terjadinya peristiwanya peristiwa itu, maka akupun mengumpulkan orang orang yang ikut Liong Cay thian turun gunung dan menanyai mereka, pada mulanya, aku hanya ingin mengetahui kisah cerita sampai ayahmu keracunan, tapi begitu orang orang itu berada dalam ruangan tempat tinggalku, disangkanya rahasia mereka sudah ketahuan. sehingga dengan ketakutan mereka menyembah berulang kali. Tentu saja kejadian ini menimbulkan kecurigaanku, aku pun bertanya lebih mendalam lagi, akhirnya baru kuketahui kalau Liong Cay thian telah berhasil menciptakan sejenis racun diantara racun yang lihay sekali" Wi Tiong hong sudah pernah mendengar tentang "racun diantara racun" Dari Sah Thian yu, maka diapun tidak bertanya lebih jauh. Terdengar nyonya setengah umur itu berkata lebih jauh: "Racun diantara racun ini merupakan sejenis racun yang tiada obat bisa menolongnya, racun tersebut merupakan nama dari sejenis racun yang kehebatannya luar biasa, meski dibilang racun tersebut tak mungkin dipunahkan oleh obat apa pun, tak dengan teratai salju kadar racunnya bisa dikurangi sedikit demi sedikit. Berhubung orang yang terkena racun itu pada hakekatnya sama sekali tidak merasakan apa apa, menanti racun tersebut mulai kambuh mereka baru tak sempat lagi untuk menolong diri" "Apakah ayahku juga terkena racun diantara racunnya?" Sekarang dia tidak menyebut lagi dengan istilah "mendiang ayahku", ini menunjukkan kalau dia mulai percaya dengan perkataan dari nyonya setengah umur yang berulang kali menandaskan bahwa "ayahmu beum mati" Nyonya setengah umur itu tidak menjawab pertanyaan itu secara langsung, dia hanya melanjutkan kembali kata katanya: "Selain mengungkapkan tentang racun di antara racun yang berhasil dikuasai Liong Cay thian, orang itupun mengakui juga sebuah intrik busuk yang amat keji, yakni mendiang ayahku telah mati diracuni oleh Liong Cay thian" Mendengar sampai disini, diam diam Wi Tiong hong menghela napas panjang, orang yang mahir dalam ilmu racun akhirnya tewas pula karena keracunan, muugkin itulah yang dikatakan orang kuno sebagai: Barang siapa bermain api akibatnya dia akan terbakar juga. Dalam pada itu, nyonya setengah umur itu telah meneruskan kembali kata katanya: "Ada dua alasan yang menyebabkan Liong Cay thian membunun mendiang ayahku, ke satu, tentu saja dia mengincar seluruh harta kekayaan yang berada dalam selat Tok seh sia. Sebagai seorang wakil pelindung, andaikata mendiang ayahku tewas, secara otomatis dia akan diangkat menjadi pelindung hukum tertinggi dalam selat, berarti pula dia akan memegang pucuk pimpinan dalam Tok seh sia." "Setelah langkah pertama tersebut, berikutnya diapun akan turun targan kepada ku, pada waktu itu diapun akan mempergunakan putrinya Liong Siang kun untuk menggantikan posisiku secara diam diam dengan mengangkatnya sebagai Tok seh siacu" Wi Tiong hong hanya mendengarkan kisah tersebut dengan tenang, ia tidak memberi komentar apa apa. mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa. Nyonya setengah umur itu berkata lagi: "Adapun alasan yang kedua adalah untuk mendapatkan mutiara penolak pedang, pada waktu itu dia sudah memperoleh kabar tentang jejak mutiara penolak pedang tersebut, hanya secara sengaja merahasiakan berita mana, sampai mendiang ayahku telah tewas, dia baru menyamar sebagai mendiang ayah untuk pergi mencari ayahmu. "Dalam anggapannya, bagaimanapun juga mendiang ayahku adalah sahabat lama dari suhu gurumu, dia secara langsung mengemukakan niatnya untuk mendapatkan mutiara penolak pedang tersebut, siapa sangka permintaannya ditolak mentah mentah oleh ayahku, sehingga diapun menantang ayahmu agar bertemu lagi dipuncak bukit Sian Hoa san pada malam Tiong ciu."" Mendengar sampai disitu, Wi Tiong bong segera berpikir: "Tentang kejadian ini, aku memang sudah mendengarnya dari cerita paman..," Terdengar nyonya itu bercerita lagi : "Konon, dalam pertarungan dipuncak Sian hoa san tersebut, pedang ayahmu berhasi membacok kutung ruyung ular milik Liong Cay thian, akan tetapi pergelangan tangannya juga terpagut oleh kepala ularnya, padahal pada saat yang bersamaan Liong Cay thian telah melepaskan racun di antara racunnya...." "Aku tak akan melepaskan bajingan tua itu" Sumpah Wi Tiong hong sambil meng-gigit bibir menahan emosi. Nyonya setengah umur itu menghela nafas panjang : "Konon pada waktu itu muncul pula seorang lain yang menyaru sebagai ayahmu, urusan menjadi terbengkalai justru karena kemunculan orang ini..." Diam diam Wi Tiong hong mendengus, pikirnya : "Dia adalah paman, hmm... buat apa kau bicara tidak karuan? Bagaimana mungkin urusan jadi terbengkalai gara gara paman?" Nyonya setengah umur itu menghela nafas panjang. "Aaai, racun diantara racun merupakan jenis racun tanpa wujud yang besar kecilnya kadar tergantung pada sipelepas racun tersebut. Pada waktu itu Liong Cay thian berniat untuk mendapatkan mutiara penolak pedang, tentu saja kadar racun yang digunakan sangat enteng." "Cukup dengan tiga biji teratai salju, semua kadar racun tersebut dapat dibersihkan dari dalam tubuh, dan sebiji saja sudah dapat menyadarkan kembdli orangnya kendatipun racun ular beruas bambu harus dibebaskan dengan obat penawar racun miliknya, asal waktunya tidak tertunda, keselamatan jiwanya masih tak perlu dikuatir kan" "Jadi maksudmu ayah tak tertolong karena waktu pengobatannya tertunda?" Seru Wi Tiong hong terkejut sambil membelalakkan matanya lebar lebar. Dengan sedih nyonya setengah umur itu mengangguk: "Benar, meskipun ayahmu sudah terkena racun jahat, selama Liong Cay thian berada disisinya, tak mungkin jiwanya akan terancam, siapa tahu pamanmu menjadi panik waktu itu, sebuah pukulan Siu lo to nya menghajar Liong Cay thian sehingga terluka parah. "Andaikata ia tidak merasakan gelagat tak menguntungkan pada waktu itu sehingga melarikan diri, sudah pasti dia akan tewas diujung senjata pamanmu, tapi dengan kaburnya dia, secara otomatis menunda pula saat pengobatan dari ayahmu." Tanpa terasa Wi Tiong hong manggut2, "Sesungguhnya pil penawar racun dari Siu lo bun miiik pamanmu juga terhitung obat mestika yang sangat mustajab kasiatnya" Nyonya setengah umur itu bercerita terus. "cuma saja, ayahmu terkena dua macam racun ketika itu, otomatis tiada kasiatnya sama sekali. mungkin dalam gugup dan paniknya pamanmu lantas mengira ayahmu telah meninggalkan. dimana jenazahnya kemudian dikebumikan." "Liong Cay thian yang. terluka parah, sehabis menelan pil penyambung nyawa untuk mengobati lukanya, dengan membawa dua orang anak buahnya segera menggali keluar tubuh ayahmu serta dicekoki obat penawar racun, sayang keadaan sudah terlambat." "Tujuan Liong Cay thian waktu itu adalah mendapatkan mutiara penolak pedang, sebelum mutiara tersebut berhasil didapatkan tentu saja dia tak akan berpeluk tangan saja, dan ayahmu pun diangkut pulang ke selat Tok seh sia." Wi Tiong hong dapat merasakan bahwas semua kisah cerita itu beraturan dan berhubungan satu sama lainnya jelas bukan hanya cerita bohong belaka, tidak tahan ia segera bertanya: "Kalau begitu ayahku masih berada dalam selat Tok seh sia?" "Hal ini harus kembali lagi pada pokok pembicaraan tadi, tatkala mendengar pengakuan dari anak buah Liong Cay thian tersebut, aku merasa sangat terkejut. Bayangkan saja, seorang gadis berusia dua puluh dua tahun yang belum pernah berkelana dalam dunia persilatan. bagaimana mungkin bisa melawan Liong Cay thian yang licik buas serta banyak tipu mualihatnya itu?" "Sekalipun pada masa hidupnya mendiang ayahku pernah meracuni dia agar dapat mengendalikan ulahnya. namun dengan kelicikan orang tersebut, kalau dia berani meracuni mendiang ayahku sampai mati berarti dia telah berhasil memunahkan racun yang berada dalam tubuhnya." "Betul aku mempunyai beberapa macam ilmu beracun yang cukup lihay, tapi kalau dibandingkan dengan racun diantara racun yang berhasil dibuat olehnya, jelas keadaan kami ibarat rembulan dengan kunang kunang, untung saja sekembalinya ke gunung luka yang dideritanya kambuh kembali sehingga ia tak sempat lagi turun tangan terhadapku." Ketika dilihatnya Wi Tiong hong meski mendengarkan kisahnya namun menunjukkan acuh tak acuh, seakan akan sama sekali tidak terpengaruh oleh ceritanya. tanpa terasa nyonya itu mendengus dingin lanjutnya: "Waktu itu aku segera mengumpulkan beberapa orang dayang kepercayaanku dan merundingkan persoalan ini, akhirnya diputuskan malam itu juga kabur dari Tok seh sia dengan membawa serta ayahmu yg teruka parah..." Ketika bercerita sampai disini, sengaja dia menghentikan katanya secara mendadak. Benar juga. Wi Tiong hong segera tertarik oleh ceritanya itu buru buru dia bertanya: "Kapankah kau meninggalkan Tok seh sia?" "Tentu saja pada lima belas tahun berselang" Wi Tiong hong menjadi sangat curiga dengan jawaban tersebut, bukankah Liong-Cay thian telah memberitahukan kepadanya kalau ayahnya masih berada di Tok seh sia semenjak lima belas tahun berselang? Dari hal tersebut, bisa disimpulkan kalau pembicaraan kedua orang ini beium bisa dipercaya semua. Bila seseorang sudah bercerita bohong kepada orang lain, sekalipun sama sekali tidak menaruh maksud jahat kepadamu, jelas kejadian semacam inipun bukan sesuatu peristiwa yang menguntungkan bagi dirinya Maka dengan suara dingin Wi Tiong hong segera bertanya: "Begaimana dengan ayahku? Sekarang dia berada dimana ?" Persekutuan Pedang Sakti Karya Qin Hong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Merah padam selembar wajah nyonya setengah umur itu, lama kemudian dia baru menjawab dengan suara lirih: "Dia.....dia berada dalam kamar." Diam diam Wi Tiong hong mendengus, mulutnya tetap membungkam dan sama sekali tidak memberi komentar apa apa. Nyonya setengah umur itu memandang sekejap ke arahnya, kemudian berkata lagi: "Itulah sebabnya ketika aku mendengar .Kongcu datang, segera kuutus orang untuk mengundang kedatanganmu, daripada kau percaya begitu saja dengan perkataan orang serta terjebak oleh perangkap mereka" Wi Tiong hong kembali berpikir: "Kau menyuruh aku jangan sampai terjebak oleh perangkap orang apakah aku harus terjebak oleh perangkapmu ?" Segera jawabnya kemudian: "Oooh... aku memang tak pernah percaya dengan perkataan orang begitu saja" "Aku tahu, semenjak kongcu masuk ke dalam gedung ini, kau tak pernah percaya dengan setiap perkataan yang ku betitahukan kepadamu, bukankah demikian?" "Betul hati manusia berbeda, masing masing mempunyai pandangan sendiri, apalagi dunia persilatan memang suatu wadah masyarakat yang sangat berbahaya dengan segala macam tipu muslihat dan kelicikkan kelicikkannya. tentu saja perkataan dari hujin tak bisa kupercayai semua" Nyonya setengah umur itu segera tertawa: "Tak nyana kau sangat jujur dan amat blak blakan didalam pembicaraan!" "Hingga sekarang aku belum dapat membalaskan dendam bagi ayahku bahkan siapakah musuhku juga belum kuketahui secara pasti, apa boleh buat, terpaksa aku harus berbuat demikian." Sebagai pernyataan rasa simpatiknya, nyonya setengah umur itu manggut manggut: "Aaai... soal ini memang tak bisa menyalahkan dirimu..." Berbicara sampai disitu, tiba tiba ia berpaling sambil ujarnya lagi : "Aku mengundangmu kemari tujuannya adalah mengajak kau bertemu dengan ayahmu. kasihan kau telah berpisah dengan ayahmu sejak berusia tiga tahun, selama lima belas tahun ini tak sekalipan kau pernah bersua dengan ayahmu..." Nada suaranva amat lembut dan halus, nada suaranya seperti seorang ibu yang sedang berbicara dengan anaknya. Wi Tiong hong tidak bisa menahan rasa kecut dalam hatinya, hampir saja air matanya jatuh berlinang, namun dengan cepat ia menyadari akan kesilapannya, diam diam dia berpikir . "Pui Wi. wahai Pui Wi," Kau tidak boleh mempercayai perkataannya dengan begitu saja. seseorang yang pembicaraannya semakin menarik, bohongnya juga sering ka1i semakin besar, bila kata kata bohongnya tak bisa menawan hati orang Jain, siapa pula di dunia ini yang mau tertipu ?" Tentu saja nyonya setengah umur itu dapat menyaksikan pula perubahan mimik wajahnya yang sebentar sedih, sebentar kembali menjadi dingin dan hambar kembali. Diam diam ia menghela napas, setelah mengangkat kepalanya dia berkata: "Sekalipun kongcu tak mau percaya, telah sampai disini terlepas apakah ayahmu benar atau gadungan, kau seharusnya naik untuk berjumpa dulu dengannya" Wi Tiong hong jadi tertegun, segera pikirnya: "Benar juga perkataan ini !" Maka setelah menjura dia berkata: "Perkataan hujin memang tepat sekal." Nyonya setengah umur itu segera bangkit berdiri, lalu katanya: "Dia berdiam di atas loteng, mari ikuti lah aku !" "Silahkan hujin" Kata Wi Tiong hong sambil bangkit pula dari tempat duduknya. Tiba tiba nyonya setengah umur itu tertawa pedih, sambil berpaling ujarnya: "Kongcu, harap kau jangan memanggil hujin kepadaku." Wi Tiong hong jadi tertegun. Tetesan air mata nampak mengembang dalam kelopak mata nyonya setengah umur itu, pelan pelan dia membalikkan badan dan berkata lagi sambil sambil menundukkan kepalanya: "Lima belas tahun sudah lewat, masa remajaku juga turut punah dengan begitu saja, tapi sampai sekarang aku belum juga kawin, bila kongcu memanggil hujin kepadaku. apakah ini pantas?" Wi Tiong hong kembali merasakan hati bergetar keras, walaupun perempuan itu tidak menjelaskan. namun secara lamat lamat telah diutarakan keluar, andaikata apa yang dia ucapkan merupakan suatu kenyataan.... "Haaah, kalau didengar dari nada pembicaraannya, jangan jangan selama lima belas tahun ini ayah belum sehat kembali." Begitu ingatan tersebut melintas lewat, tanpa terasa diapun bertanya: "Jangan jangan ayahku...." Sambil berjalan di muka nyonya setengah umur itu mengangguk, sahutnya: "Yaa, benar, selama lima belas tahun terakhir ini ayahmu memang tidak bisa bergerak ataupun berkutik. namun keadaannya sekarang sudah jauh membaik!" Sewaktu mengucapkan kata kata "sudah jauh membaik" Itu nada suaranya kedengaran penuh mengandung rasa girang. Biarpun Wi Tiong hong tidak melihat perubahan paras mukanya namun ia dapat mendengar hal tersebut dan semestinya paras muka perempuan itu tentu berseri. Wi Tiong hong segera merasakan hatinya semakin menegang, ia telah membuktikan kalau dugaannya tidak melesat. maka diapun terpaksa mengikuti dibelakangnya dengan mulut membungkam, karena ia merasa kurang leluasa untuk berbicara dan tidak enak banyak bertanya. Anak tangga yang lebar dilapisi dengan permadani merah ditengahnya, berjalan di atasnya membuat langkah mereka sama sekali tak terdengar. Baru tiba di loteng, dua orang dayang berbaju putib telah munculkan diri menyambut kedatangan mereka, malah bersama sama membungkukkan badan memberi hormat. "Apakah Pui tayhiap telah mendusin ?" Nyonya setengah umur itu bertanya lirih. Dayang yang berada disebelah kiri segera menjawab "Telah mendusin sedari tadi, budak yang membantunya duduk, sekarang dia sedang berlatih pedang!" Sekilas perasaan gembira menghiasi wajah nyonya setengah umur itu, dia manggut manggut dan semakin memperingan langkahnya menuju ke depan sebuah pintu ruangan. Dua orang dayang itu segera menyingkapkan tirai, sedang nyonya setengah umur tadi melangkah masuk ke dalam tanpa sungkan sungkan lagi. Wi Tiong hong mengikuti dibelakangnya, perasaan gundah dan emosi menyelimuti seluruh perasaannya, orang yang berada dalam kamar sekarang mungkin ayah gadungan, tapi mungkin juga ayah kandungannya yang sudah lima belas tahun tak pernah bersua. Sejak kecil dia didik dan dipelibara oleh paman Pit hingga dewasa, kesannya sewaktu kecil sudan amat buram, biar ayah dan berjumpa pun belum tentu akan saling mengenal, lantas bagaimana caranya sekarang untuk mengenali ayahnya ? -ooo0dw0ooo- Jilid 7 MELANGKAH masuk kedalam ruang Wi Tiong hong merasa betapa bersih dan terawatnya ruang kamar itu, empat jendela berderet didepan berhadapan dengan sebuah serambi yang penuh bunga, aneka warna bunga menyiarkan bau semerbak yang memabukkan orang. Ditengah ruangan dekat dinding terdapat sebuah pembaringan, seprei dan bantal semuanya teratur sangat rapi. Disudut kiri ruangan terdapat sebuah meja kaca, diatas meja terletak sebuah harpa musik serta sebuah hiolo kecil yang terbuat dari tembaga, bau dupa yang harum memancar keluar dari hiolo itu. Disisi kanan pembaringan terletak sebuah kursi goyang seosang sastrawan setengah umur berbaju putih sedang duduk disana, Orang itu berusia empat puluh tahunan wajahnya persegi dan berwarna putih kemerah merahan, ia sangat tampan dengan hidung yang mancung dan mata yang besar hanya sayang kurang bergerak agaknya diam sehari hari biasa sehingga tubuhnya agak kegemukan. Waktu itu dia memegang sebilah pedang kayu berwarna perak, mengikuti goyangi kursi goyangnya dia memutar pedang kayu tersebut kian kemari, seperti seorang bocah yang sedang bermain dengan asyik, begitu asyiknya sampai kehadiran dua orang didalam kamarnya pun tidak terlihat sama sekali olehnya. Jelas sudah manusia berbaju putih ini sang ayah yang dimaksudkan nyonya setengah umur itu. Sejak kecil Wi Tiong hong sudah kehilangan ayah, bayangan sang ayah baginya sudah buram dan tidak jelas, apalagi dia memang tidak mau percaya dengan begitu saja terhadap perkataan dari nyonya setengah umur itu kendatipun raut muka orang tersebut memang berapa bagian mirip dengan wajahnya. Pendekar Bunga Merah Karya Kho Ping Hoo Si Rajawali Sakti Karya Kho Ping Hoo Dendam Si Anak Haram Karya Kho Ping Hoo