Ceritasilat Novel Online

Raja Silat 48


Raja Silat Karya Chin Hung Bagian 48


Raja Silat Karya dari Chin Hung   Hal ini sudah tentu membuat pemuda tersebut jadi tidak sabaran legi.   "Kalau memang kau orang tua tidak suka menerima tongkatmu kembali, cayhepun tak bisa berbuat apa apa kecuali mengembalikan benda ini ke tempat semula,"   Katanya sambil tertawa. Selesai berkata tangannya lantas diayunkan ke samping.   "Braaak!"   Dengan menimbulkan suara bentrokan tajam, tongkat tersebut segera menerjang ke arah dinding tembok dengan kecepatan penuh.   Tetapi...sewaktu semua orang mengamati lebih teliti lagi mereka bersama-sama menjerit tertahan.   Kiranya tongkat tembaga tersebut pada saat ini sudah menembusi tembok dan entah jatuh ke tempat mana, kecuali sebuah lubang sebesar mangkuk tak kelihatan apa-apa lagi.   Melihat kejadian itu Tong Koay Shu benar-benar merasa terkejut bercampur gusar, dengan cepat ia meloncat ke depan.   "Cucu kura-kura, siapa kau?"   Teriaknya keras. Pundak Liem Tou sedikit bergerak, tahu-tahu ia sudah berkelebat ke depan memerseni beberapa tabokan ke atas pipi si orang tua tersebut.   "Eeei... bajingan tua, kalau bicara harap sedikit tahu kesopanan,"   Tegurnya dingin.   Dengan amat gusar si kakek longkat tembaga melototkan matanya bulat-bulat, telapak kanannya dengan disertai tenaga dalam penuh segera membabat ke atas tubuh Liem Tou.   Liem Tou mengerti tenaga dalam yang ia miliki amat sempurna, iapun tidak berani berlaku gegabah.   Tidak malu si kakek tongkat tembaga disebut orang sebagai manusia simpanan hwesio tujuh jari "Chiet Ci Tauw Tuo"   Tempo dulu, otaknya benar-benar sangat cerdik.   Sewaktu telapak kanannya melancarkan serangan tadi, telagak kirinya pada saat yang bersamaan mengirim pula sebuah pukulan yang maha dahsyat bagaikan mengamuknya ombak besar di tengah samudra menghajar kedelapan orang lelaki kasar tersebut.   Melihat datangnya angin pukulan yang demikian dahsyatnya, kedelapan orang itu jadi kelabakan setengah mati.   Tak terhindar lagi mereka berdelapan sama-sama kena disapu oleh datangnya angin pukulan itu sehingga pada berjatuhan ke lantai.   Tetapi si kakek tongkat tembaga sendiri pun kena dipukul sempoyongan oleh datangnya angin pukulan dari Liem Ton yang menyambar lewat dari samping.   Kendati tidak sampai jatuh terjengkang di atas tanah, tetapi pada saat ini sepasang matanya melotot semakin bulat.   "Anak kura kura, siapakah sebetulnya kau orang??"   Teriaknya gusar.   Perlahan-lahan Liem Tou menyapu sekejap ke arah kedelapan orang lelaki kasar dari partai Kiem Tien Pay, sewaktu dilihat nya walaupun mereka pada jatuh terjengkang di atas lantai tetapi tidak sampai menderita luka parah, hati pun jadi lega.   "Ooouw ...jika aku sebutkan namaku, mungkin saking takutnya kau bakal terkencing-kencing !"   Serunya sambil tertawa.   "Siapa kau ???"   Teriak si kakek tongkat tembaga lagi semakin gusar.   "Coba kau sebutkan siapakah yang paling dibenci oleh Sin Beng Kauwcu kalian???"   Bukannya menjawab, pemuda itu sebaliknya malah bertanya.   "Liem Tou!"   "Dan siapa pula yang paling ia takuti?"   "Liem Tou! ... Eeeei ... tidak .... tidak ! Sin Beng Kauwcu kami tidak akan takut terhadap siapa pun."   Kembali Liem Tou tertawa, sinar matanya perlahan-lahan dialihkan ke atas wajah si orang tua itu.   "Apakah saat ini kau masih belum tahu siapakah aku?"   "Aaach. ..! Liem Tou!"   Mendadak sikakek tongkat tembaga berteriak keras, sepasang matanya terbelalak lebar-lebar.   Begitu seruan tersebut meluncur keluar dari ujung bibir, tubuhnya sudah berkelebat keluar dari ujung bibir, tubuhnya sudah berkelebat keluar dengan menerobosi jendela.   Sudah tentu Liem Tou tidak akan membiarkan dia orang melarikan diri dari tempat tersebut, karena jika ia berbuat demikian bukan saja usahanya akan gagal bahkan keselamatan dari si gadis cantik pengangon kambing pun akan menemui bahaya.   "Kau hendak pergi kemana?"   Bentaknya nyaring.   Bayangan hijau berkelebat, pemuda tersebut segera meloncat keluar dari ruangan mengadakan pengejaran ke arah luar.   Ketika itu si kakek tongkat tembaga sudah melayang turun ke atas jalan raya dan siap-siap melarikan diri dari sana.   Di tengah udara Liem Tou segera salurkan hawa murninya ke seluruh badan, sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke depan, segulung hawa pukulan yang amat dahsyat dengan cepat menghantam kepala orang tua itu bahkan tanah seluas tiga kaki hampir boleh dikata sudah terkurung di bawah tekanan hawa pukulannya.   Orang-orang yang berlalu-lalang di tengah jalanan, ketika secara mendadak melihat dari tengah langit melayang turun dua sosok bayangan manusia, saking kagetnya mereka jadi menjerit-jerit dan lari serabutan sehingga hanya didalam sekejap mata suasana di tengah jalanan jadi sunyi senyap.   Si kakek tongkat tembaga yang melihat Liem Tou mengikuti dirinya menubruk datang, melihat pula situasi di sekeliling tempat ini, ia lantas tahu sekalipun menghindar ke samping pun tak akan berhasil meloloskan diri dari sambaran angin pukulan itu.   Akal cerdik kembali berkelebat di dalam benaknya, sambil menggertak gigi mendadak ia meloncat naik ke atas atap rumah di hadapannya.   Didalam anggapannya jikalau Liem Tou ingin mengejar dirinya ia pun harus melayang dulu ke atas jalanan untuk tukar napas kemudian baru mengejar naik ke atas atap, menanti saat itu ia sudah berada d tempat yang sangat jauh.   Melihat kejadian itu Liem Tou segera tertawa dingin tiada hentinya, walaupun si kakek tongkat tembaga sudah meninggalkan permukaan tanah tetapi angin pukulannya belum buyar bahkan sudah ditambah lagi dengan dua bagian tenaga lweekangnya.   Suara bentrokan keras bergema memenuh angkasa, meminjam tenaga pantulan itulah Liem Tou kembali enjotkan badannya mencelat ke tengah udara dan berhasil berada di atas atap rumah seberang selangkah sebelum Siorang tua itu sampai.   Sekali lagi Liem Tou mendorong telapak tangannya ke depan, suara jeritan kesakitan segera berkumandang memecahkan kesunyian, tubuh orang tua itu kontan jatuh rubuh ke atas tanah Suatu ingatan berkelebat di dalam benak pemuda tersebut, ia tahu orang ini bersifat licik dan banyak akal karena takut ia pura pura terluka, tubuhuya segera bersalto di tengah udara dengan kepala di depan kaki di belakang kembali ia menubruk ke bawah.   Dugaannya sedikit pun tidak salah, sewaktu Liem Tou menubruk ke bawah dengan membawa angin pukulan yang sangat keras itulah mendadak si kakek tongkat tembaga meloncat bangun, kuda-kudanya diperkuat sambil menggertak gigi ia kumpulkan seluruh tenaga Iweekang yang dimiliki agaknya ia ada maksud hendak menerima datangnya pukulan dari pemuda itu dengan keras lawan keras.   Walaupun Liem Tau tidak berani bertindak gegabah, tetapi dia orang mana jeri terhadap dirinya, tenaga saktinya segera disalurkan keluar kemudian dihantamkan ke arah bawah.   Pada saat yang bersamaan pula si kakek tongkat tembaga itu pun mendorong sepasang telapak tangannya ke atas mengirim segulung hawa pukulan yang dingin lunak dan maha dahsyat menyambut datangnya serangan musuh.   Melihat kejadian itu, diam-diam Liem Tou merasa agak terperanjat.   Tetapi saat ini hawa napsu membunuh sudah meliputi seluruh tubuhnva, sudah tentu pemuda ini tidak suka melepaskan musuhnya dengan begitu saja.   Hanya di dalam sekejap mata dua gulung angin pukulan sudah saling terbentur satu sama lainnya.   Liem Tou rugi karena badannya masih berada di tengah udara dan sepasang kaki nya tidak menempel tanah, tetapi pikiran cerdik dengan cepat berkelebat dalam be naknya.   Menggunakan kesempatan sewaktu terjadi bertrokan itulah angin pukulannya mendadak meluncur ke samping sedang badanpun ikut melayang turun ke bawah.   Dengan ilmu meringankan tubuhnya yang benar benar terlalu tinggi, badannya sedikit berputar saja tahu-tahu ia sudah berada kurang lebih tiga depa di depan tubuh si kakek tongkat tembaga tersebut.   Sekali lagi ia mengirim satu pukulan gencar ke depan ...   "Braaak ..."   Di tengah suara getaran yang amat keras, untuk mendengus berat pun tidak sempat, tubuh si kakek tongkat tembaga itu sudah mencelat tiga kaki ke belakang dan rubuh di tengah jalanan dengan kepala hancur berantakan selembar nyawa pun ikut melayang menuju keakherat.   Liem Tou melirik sekejap ke arah mayatnya, setelah menghembuskan napas berat kembali ia melayang naik ke atas rumah makan tersebut.   Kepada kedelapan orang lelaki dari partai Kiem Tien Pay segera bentaknya keras.   "Ayoh kalian cepat kembali ke posnya masing masing untuk bertugas, jikalau sam pai ada seorang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw saja yang lolos... Hmmm ! Aku mau lihat kalian masih bisa hidup atau tidak!"   Setelah itu ia lantas menoleh dan berteriak keras.   "Eeeei pelayan, kenapa sayur tidak kau hidangkan ?"   Setelah bersantap kenyang kau membawa pula rangsum kering, ia lantas membereskan rekeningnya, meninggalkan kota Swie Kiang cian melanjutkan perjalanan menuju ke daerah Tzuan Ciat dengan mengambil jalan kecil.   Dengan melakukan perjalanan siang malam, akhirnya setelah lewat tiga hari tiga malam lamanya sampailah pemuda ini di daerah pegunungan Ciong Lay san, tetapi dimanakah letak lembah Boe Beng Kok itu?? Walaupun ia sudah mencari berita dimana mana tetapi tak berhasil juga memperoleh sedikit kabar beritapun.   "Jika ingin menemukan lembah Boe Beng Kok, aku harus mencari seseorang sebagai penunjuk jalan,"   Pikirnya dalam hati.   "Kalau tidak, sekalipun aku mencari selama setahunan tak bakal bisa ketemu."   Akhirnya Liem Tou mulai mencari cabang-cabang perkumpulan Sin Beng Kauw yang ada di sekitar daerah pegunungan Ciong Lay San.   Tetapi sungguh ajaib sekali, di sekitar daerah pegunungan tersebut ternyata sama sekali tak dijumpai sebuah kantor cabang pun.   Hal ini tak bisa salahkan mereka.   Buat apa perkumpulan Sin Beng Kauw mendirikan sebuah kantor cabangnya daerah yang sunyi dan sama sekali tak didiami manusia ini ? ? Siang itu setelah ia berlari kesana berlari ke sini di sekitar pegunungan Ciong Lay san untuk mencari Lembah Boe Beng Kok, badannya terasa agak capai, ia lantas beristirahat di bawah sebuah pohon di punggung gunung, sinar matanya memandang ke tempat kejauhan di antara rentetan pegunungan yang jauh menjulang ke tengah angkasa.   Tak terasa lagi pemuda itu menghela napas panjang, gumamnya.   "Heeei ... kelihatannya aku harus kembali dulu ke semua kota besar untuk menangkap seorang anggota Sin Beng Kauw sebagai pentunjuk jalan !"   Setelah beristirahat selama sepertanak nasi lamanya, ia baru bangun berdiri siap-siap meninggalkan tempat itu.   Mendadak sinar matanya dapat menangkap seekor burung merpati sedang terbang mendekat dari tempat kejauhan, agaknya burung merpati tersebut sudah lelah dan tak bisa terbang lagi, terbukti mendadak ia menutup kembali sayapnya dan hinggap di atas sebuah pohon, kurang lebih seratus kaki dari dirinya berada.   Diam diam Liem Tou merasakan hatinya rada bergerak pikirnya "Perkumpulan Sin Beng Kauw sudah merupakan sebuah perkumpulan yang sangat besar didalam dunia Kang Ouw, kantor kantor cabangnya tersebar di mana-mana sedang markas besarnya justru terletak di tengah sebuah pegunungan yang demikian sunyi, jika dari masing masing cabang hendak memberikan laporannya kemarkas besar apakah mereka harus mengandalkan tenaga manusia belaka?? Bukankah jika mereka melakukan tindakan semacam ini hanya buang waktu dan tenaga saja? Bila aku adalah seorang Kauw cu maka cara yang baik ada lah menggunakan burung merpati untuk kirim berita, bukankah hal sangat bagus sekali?"   Berpikir sampai di situ, dengan cepat tubuhnya melayang turun dari tebing dan mendekati pohon tersebut dengan langkah yang sangat berhati-hati.   Tanpa menimbulkan sedikit suara ia segera menyelinap ke bawah pohon, sewaktu ia mendongakkan kepalanya maka terlihatlah di atas kaki burung merpati tersebut terikat secarik kertas surat.   Hatinya jadi amat girang, tubuhnya laksana sambaran petir dengan cepat meloncat naik ke atas diiringi tangannya menyambar menangkap burung tersebut.   "Lembah Boe Beng Kok..! Lembah Boe Beng Kok! Sekalipun lebih rahasiapun pasti berhasil aku temukan!"   Gumamnya girang.   Ia lantas meloncat turun dari atas pohon dan lepaskan kertas surat tersebut untuk diperiksa isinya.   Tetapi sebentar kemudian ia sudah dibuat berdiri melengak.   Kiranya surat tersebut dikirim dari negri Tayli yang isinya antara lain melaporkan kekalahan anggota perkumpulan Sin Beng Kauw di pantai Sah Kiem Than serta munculnya Liem Tou di dalam dunia kangouw.   Selesai membaca surat tersebut Liem Tou lantas tertawa sendiri.   "Sudah terlambat ....! terlambat"   Sekalipun Sun Cie Sie mengetahui urusan ini pun sudah terlambat!"   Gumamnya. Surat ini kontan dirobek-robek hingga hancur lalu dicarinya empat lembar daun pohon yang kemudian diukir dengan kata- kata "Liem Tou berkunjung datang"   Empat kata, setelah itu diikatkan kembali ke atas kaki burung merpati itu.   Bobot dari keempat lembar daun tersebut jauh melebihi berat dari kertas surat semula sudah tentu dengan kejadian ini maka kecepatan terbang dari burung merpati itu pun menjadi akan jauh berkurang dengan demikian dari atas daratan ia dapat mengintil kencang.   Dengan berbuat demikian apakah tidak mungkin akhirnya tiba juga di lembah Boe Beng Koh? "Burung merpati yang bagus, terima kasih, terima kasih!"   Seru Liem Tou sambil membelai burung merpatinya dengan perlahan.   "Jikalau bukan ada kau, aku tak akan menemukan kembali lembah Boe Beng Kok tersebut."   Tangannya lantas diayunkan melepaskan kembali burung merpati itu ke tengah udara, menanti burung tersebut mulai melayang ke arah depan Liem Tou yang ada di daratan pun dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya melakukan pengejaran.   Demikianlah burung merpati itu lantas terbang melalui dataran-dataran tinggi yang curam dan sangat berbahaya, sedang Liem Tou yang harus mengikuti terus dari darat lama kelamaan kepayahan juga kendati ilmu meringankan tubuhnya sangat lihay dan tenaga lweekangnya telah mencapai taraf kesempurnaan.   Sekalipun begitu, ia tidak berani berhenti untuk beristirahat, dengan kencangnya pemuda ini berlari dan mengejar terus tiada hentinya.   Setelah dikejarnya beberapa saat, mendadak ia merasa keadaan rada kurang beres, sehingga tak kuasa lagi pemuda tersebut sudah berdiri tertegun.   Kiranya burung merpati itu hanya mengelilingi pegunungan itu saja setelah itu melayang kembali ketempat semula.   Hal ini sudah tentu membuat Liem Tou jadi amat gemas.   "Kurangajar, kurangajar! Binatang berbulu itupun berani mencari gara-gara dan menggoda aku orang!?"   Teriaknya mendongkol.   Tanpa ia rasa langkahnya pada saat ini sama sekali sudah berhenti, sedang sepasang matanya memperhatikan burung merpati tersebut dengan pandangan mata yang amat tajam.   Tampaklah burung tersebut setelah mengelilingi tiga kali pegunungan-pegunungan tersebut akhirnya menutup kembali sayapnya dan meluncur masuk ke balik sebuah bukit dan tidak kelihatan lagi.   Melihat kejadian itu Liem Tou berpikir keras, mendadak ia tertawa terbahak-babak menabok kepalanya sendiri.   "Eeii... kenapa aku begitu goblok?"   Makinya kepada diri sendiri.   "Jelas burung merpati itu sebelum melayang turun ke tempat tujuannya ia harus terbang mengelilingi sekitar tempat itu... bagaimana mungkin aku menuduh dirinya sengaja sedang mempermainkan diriku?"   Tubuhnya dengan cepat berkelebat melewati dua buah bukit menuju ke arah bukit ketiga.   Dari atas bukit terakhir inilah pemuda tersebut berhasil menemukan sebuah lembah buntu di bawah tebing.   Sekelilingnya merupakan batu-batu tebing-tebing yang curam, satu-satunya jalan untuk menghubungkan tempat luar dengan lembah tersebut hanya ada di sebelah depan atau mulut lembah sedang sebuah sungai mengalir dari lembah menuju kearah luar.   Saat ini suasana di dalam lembah Boe Beng Kok tersebut amat gaduh, suara lengkingan yang memekikkan telinga berkumandang tiada hentinya di tengah angkasa, bayangan manusia pun berkelebat tiada hentinya ke sana kemari, sedang orang-orang itu rata-rata memakai baju warna hitam semua, tak terlibat seorang pun yang memakai baju dengan warna lain.   Liem Tou yang melihat kejadian itu sudah tentu mengerti apa sebabnya mereka menunjukkan sikap yang demikian tergesa-gesa tidak lain tentu mereka sudah menerima surat yang dibawa oleh burung merpati tersebut dan tahu kalau Liem Tou sebentar lagi akan tiba, maka mereka ribut melakukan persiapan-persiapan.   Diam-diam Liem Tou merasa kegelian, pikirnya dalam hati.   "Mmm! perduli kalian hendak mengatur penjagaan yang bagaimana kuatpun, apakah dikira bisa, menghalangi maksudku???"   Pikirannya kembali berputar.   "Kini jejakku sudah diketahui oleh mereka kenapa aku tidak tantang mereka secara terang terangan pula??"   Berpikir akan hal itu, hawa murninya segera disalurkan keluar, pertama-tama ia bersuit panjang terlebih dahulu setelah itu baru tertawa terbahak-bahak tiada hentinya.   "Di bawah sana apakah markas besar perkumpulan Sin Beng Kauw??"   Teriaknya keras.   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Suaranya nyaring dan tajam, sekalipun orang yang berada sepuluh lie dari sini pun dapat mendengar dengan sangat jelas.   Tetapi dari balik lembah tidak kedengaran suara jawaban Hanya saja suara yang semula amat gaduh secara mendadak sirap sama sekali, orang orang perkumpulan Sin Beng Kauw yang ada di dalam lembah pun semakin lama semakin berkurang, lalu di dalam sekejap mata tak kelihatan seorang pun.   "Orang yang berada di atas puncak apakah Liem Tou ??"   Ketika itulah dari dalam lembah terdengar suara seseorang menegur.   "Kami orang orang perkumpulan Sin Beng Kauw menyambut kedatanganmu!"   "Haaa.. haaa...apakah Sin Beng Kauwcu kalian ada??? Aku ingin menemui Kauwcu kalian! Liem Tou tertawa tergelak dengan suara yang amat nyaring. Dari dalam lembah Boe Beng Kok pun segera berkumandang pula suara keras, tertawa yang keras.   "KauwCu kami tak ada disini. apalagi kau ingin mengandalkan apa untuk menemui KauwCu kami? Jika ada urusan, aku Pauw Siauw Ling pun bisa mengambil keputusan!"   "Ooow. .kiranya kau!"   Liem Tou mendengar orang itu bukan lain adalah Pouw Siauw Leng, suara tertawanya semakin keras lagi.   "Jikalau bukannya perkataan moay moaymu, sejak dulu kau sudah menemui ajal di tanganku, kau masih punya maka untuk menemui diriku?? Ayah cepat panggil KauwCu kalian keluar!"   Dari dalam lembah tampaklah bayangan hitam berkelebat, secara mendadak dari sebuah bangunan yang sangat besar muncul keluar Pouw Siauw Ling, tampaklah seluruh tubuhnya memakai jubah warna hitam dan berdiri dengan sangat angker di depan lembah.   Diikuti dari belakangnya muncul empat orang anggota perkumpulannya Sin Beng-Kauw yang memakai baju warna hitam pula, mereka langsung berdiri di belakang Pouw Siauw Ling.   Liem Tou melirik sekejap kearah mereka, sedang dalam hati lantas mulai berpikir.   "Hmm! Sekarang kau boleh gagah-gagahan dulu, lain kali pasti aku akan memberi hukuman kepadamu!"   Pouw Siauw Ling yang ada di bawah puncak kembali berteriak.   "Beritahu padamu, KauwCu kami tak ada di dalam lembah. Asalkan kau punya nyali, ayoh turun kemari!"   Hati Liem Tou agak bergerak, selagi hendak meloncat turun mendadak...   "Liem Tou, tunggu sebentar!"   Dari belakang tubihnya berkumandang datang suara bentakan lirih dari seorang gadis.   Liem Tou sama sekali tidak menyangka kalau di belakang tubuhnya bisa muncul seseorang tanpa ia rasakan, diam-diam hatinya merasa amat terperanjat.   Dengan cepat tubuhnya berputar ke belakang, tampaklah kurang lebih tiga kaki di belakang tubuhnya berdiri seorang nona berdandankan gadis desa yang usianya baru dua puluh tahunan.   Walaupun wajahnya amat murung tetapi tak dapat menutupi kecantikan wajahnya yang tiada taranya itu.   Dengan tajam Liem Tou mengamati gadis itu lama sekali, tetapi sejenak kemudian ia sudah berseru tertahan dengan hati kegirangan.   "Aaakh ... ! Bukankah kau Cing moay?"   Teriaknya cepat.   "Bagaimana kaupun bisa sampai disini ??"      Jilid 48 Teringat peristiwa setahun yang lalu sewaktu masih berada di dalam perkampungan Ie Hee San Cung di gunung Ha Mo san, jikalau bukan gadis ini yang telah turun tangan menghadang diri Boen Ing mungkin pada waktu itu sukar baginya untuk meloloskan diri dari kematian.   Tak terasa lagi ia sudah menaruh perasaan sangat terima kasih terhadap gadis ini, kakinya sedikit menutul permukaan tanah dengan cepat badannya lantas berkelebat ke depan bermaksud hendak menangkap tangannya yang halus.   Siapa sangka air muka Siauw Giok Cing mendadak berubah hebat.   "Liem Tou! kau ingin berbuat apa???"   Bentaknya keras.   "Kau benar-benar tidak tahu malu???"   Mendengar teguran tersebut Liem Tou segera merasakan hatinya berdesir, seketika itu juga wajahnya berubah jadi merah jengah.   "Cing moay ! Berkat pertolonganmu sewaktu berada di gunung Cing Shia, aku merasa sangat berterima kasih terhadap dirimu,"   Sahutnya gelagapan.   "Sudah ....sudahlah ! Buat apa kita ungkap kembali peristiwa yang telah terjadi pada masa yang lalu?? Kini Hujienmu dikurung dalam air terjun beracun "Hwee Puh Tok Cian", kau Cepat-cepatlah pergi menolong dirinya lepas dari mara bahaya, kalau tidak kemungkinan sekali ia akan menemui ajalnya saking murung dan tersiksanya!"   "Apa itu air terjun beracun ? Dimana letaknya?"   Seru Liem Tou dengan hati tergetar sangat keras. Tak terasa lagi Siauw Giok Cing menghela napas panjang.   "Setelah Hudjien mu kena ditawan ke dalam lembah oleh Boe Beng Kok su sebenarnya ia ada maksud melepaskan kembali ia pergi. Tetapi sewaktu ia menerima berita yang mengatakan kau telah ditolong pergi oleh kerbaumu, karena takut mendatangkan bencana di kemudian hari maka ia lantas punahkan maksud hatinya ini dan ingin menggunakan perempuan tersebut sebagai orang tanggungan untuk memaksa dirimu. Oleh karena itulah akhirnya ia mengurung Hujinmu di dalam Air Terjun Beracun. Siapa sangka Pouw siangcu ternyata adalah seorang setan perempuan yang terkutuk, selama satu tahun ini entah ia sudah menggunakan berapa ribu macam siasat untuk mencapai maksud hatinya itu."   Mendengar perkataan tersebut air muka Liem Tou berubah hebat, sinar matanya berkilat.   "Sekarang dia bagaimana??? Apakah Wan moay sudah menjadi mangsanya???"   "Hmm! kalau ia sudah jadi mangsa kebinatangan Pouw siangcu, hari ini sekali hantam...."   Giok Cing berkata perlahan sambil melirik sekejap ke arah pemuda tersebut. Liem Tou tidak mengerti maksudnya, tetapi Siauw Giok Cing pun tidak memberikan penjelasan. Setelah menggelengkan kepalanya kembali sambungnya lebih lanjut;   "Di dalam markas besar perkumpulan Sin Beng Kauw, di mana-mana sudah dipasangi alat rahasia hawa beracun serta kabut beracun, jika kau berani mendatangi pada pagi hari tanggung akan menemui suatu bencana yang tiada taranya. Menurut penglihatanku jauh lebih baik kita menunggu dulu sampai malam hari telah tiba dan mereka tidak melihat posisimu saat itulah kau baru berusaha untuk memasuki lembah tersebut nanti malam aku akan pimpin kau pergi menemui Wan moay!"   "Apa? sebelum Wan moay berhasil tolong keluar apakah setiap saat bisa ditemui???"   "Soal ini kau tidak usah mengurus, mari ikutilah diriku!"   Siauw Giok Cing tertawa.   "Bagaimanapun jikalau kau mendatangi lembah Boe Beng Kok pada pagi hari tak akan mendapatkan keuntungan apa pun!"   Sekali lagi Liem Tou melirik sekejap ke arah lembah Boe Beng Kok.   Ketika itu Pouw Siauw Ling sekalian sudah berlalu dari sana dengan demikian suasana di dalam lembah pun kosong.   Buru-buru ia putar badan dan berlalu mengikuti dari belakang Siauw Giok Cing.   Agaknya terhadap sekitar jalan pegunungan ini Siauw Giok Cing sangat mengenalnya, setelah turun dari gunung dan berputar beberapa kali sampailah mereka di sebuah jalan besar.   Kemudian sesudah berjalan lagi tak jauh di depan mereka muncul beberapa rumah penduduk.   "Aku tinggal di dalam rumah sebelah sana!"   Kata Siauw Giok Cing sambil menuding ke arah depan.   Sembari berkata ia percepat langkah kakinya menuju ke depan, saat ini kecepatannya boleh dikata sudah bagaikan sambaran petir, dengan pandangan mata manusia biasa jangan harap bisa melihat jelas bayangan tubuhnya.   Hanya di dalam beberapa kali loncatan saja ia sudah berada diantara beberapa rumah tersebut.   Liem Tou yang telah mengetahui ia tinggal di sana, langkah kakinya malah diperlambat, dari atas pohon ia patahkan dulu sebatang tangkai kayu sebagai tongkat penggebuk anjing kemudian selangkah demi selangkah melanjutkan kembali perjalanannya ke depan.   Sewaktu a hampir tiba di depan rumah-rumah itulah, mendadak dari dalam rumah tersebut meloncat keluar segerombolan anggota perkumpulan Sin Beng Kauw.   Sewaktu mereka melihat Liem Tou munculkan dirinya dari atas gunung, beberapa orang itu jadi keheranan, mereka bersama-sama ngerubung ke arah depan.   "Hey pengemis busuk, kau datang dari mana?"   Bentaknya keras.   Liem Tou sama sekali tidak ambil gubris terhadap bentakan mereka, tetapi pada saat itulah mendadak terdengar kembali suara ketukan yang nyaring berkumandang datang.   Beberapa orang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw itu sewaktu mendengar suara tersebut, terdengarlah salah seorang di antara mereka berteriak keras.   "Aaakh ... bajingan kaki kayu sudah datang kembali, apakah malam ini adalah saatnya untuk bergebrak melawan Pouw Siangcu ??"   "Siapa yang bilang bukan?"   Sahut salah seorang lainnya.   "Malam ini Pouw SiangCu bakal kelelahan sambil kehabisan tenaga."   Liem Tou yang mendengar perkataan tersebut setelah dipikir sebentar ia lantas mengerti yang dimaksudkan sebagai bajingan kaki kayu oleh anggota perkumpulan Sin Beng Kauw tentu Oei Poh adanya, diam-diam pikirnya dalam hati.   "Oei Poh memang ada alasan untuk mencari setori dengan diri Pouw Siauw Ling, entah janji pertempuran mereka akan diadakan dimana? bila ada kesempatan aku akan pergi menonton jalannya pertempuran tersebut, aku pikir mereka pasti akan bergebrak dengan seru dan menarik". Ketika itu para anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang mendengar munculnya suara derapan kaki kayu di atas tanah, segera pada melepaskan Liem Tou begitu saja dan balik mengurung dimana berasalnya suara tersebut. Liem Tou pun tidak ingin menggubris mereka lagi. Selangkah demi selangkah ia melanjutkan kembali langkahnya menuju ke depan. Kiranya deretan rumah-rumah itu bukan lain adalah rumah- rumah makan yang jelas khusus didirikan untuk melayani orang-orang anggota perkumpulan Sin Beng Kauw. Sejak semula Liem Tou telah menemukan Oei Poh berjalan masuk ke dalam salah satu rumah makan tersebut, diam-diam pikirnya dalam hati.   "Rumah itu adalah tempat kediaman dari Cing moay, apakah diantara mereka berdua sudah ada perjanjian sebelumnya ?"   Pada saat ini Liem Tou tidak ingin banyak ribut dengan Oei Poh lagi, ia anggap urusannya dengan pemuda tersebut telah selesai dan tiada hutang lagi di antara mereka.   Satu pikiran berkelebat di dalam benaknya, dengan cepat diambilnya segenggam pasir lalu diusapkan ke atas wajah sendiri, dengan demikian siapa pun jangan harap bisa mengenali wajah aslinya kembali.   Setelah seluruh persiapan selesai dengan langkah lebar ia baru berjalan masuk ke dalam rumah makan tersebut.   Ketika itu Oei Poh sedang duduk dengan terpesona di dalam rumah makan tersebut, wajahnya kelihatan jauh lebih tua-an.   Tetapi bayangan dari Siauw Giok Cing sama sekali tidak kelihatan.   Tidak lama kemudian sang pelayan sudah menghidangkan sayur serta arak dihadapannya, Oei Poh dengan gerak-gerik yang tidak ganti segera menyambar teko araknya kemudian di dalam setegukan menghabiskan seluruh isi arak tersebut.   Demikianlah berturut-turut ia menghabiskan tiga teko arak dalam sekejap mata setelah itu baru menghembuskan napas panjang.   Liem Tou yang melihat kejadian itu dalam hati diam-diam merasa keheranan.   Teringat tempo dulu sewaktu berada di kota Hong Kiat keresidenan Tzan Tiong ia pun pernah bersikap seperti ini, tetapi tempo dulu dikarenakan kematian suhunya sehingga ia jadi berubah seperti itu.   Tetapi kini iapun mengulangi kembali sikapnya tersebut, apakah di dalam hatinya pun timbul suatu persoalan yang membuat hatinya jadi murung? Liem Tou segera berjalan masuk ke dalam kedai ini dan mencari satu tempat duduk, sang pelayan yang melihat secara mendadak muncul seorang pengemis berjalan masuk ke dalam kedai, air mukanya lantas berubah tetapi sebelum dia orang menunjukkan suatu reaksi dari dalam sakunya Liem Toi sudah mengambil keluar setahil perak dan diletakkannya di atas meja.   Liem Tou yang melihat keadaan dari Oei Poh, semakin memandang hatinya semakin merasa kasihan, mendadak teringat olehnya kalau dia masih menyimpan tiga laksa tahil perak.   Dalam hati lantas berpikir.   "Jikalau aku bisa serahkan ketiga laksa tahil perak tersebut kepadanya mungkin ia bisa membangun kembali kejayaan dari Perusahaan ekspedisi Cing Piauw kiok". Karena dalam hati ada maksud membantu diri Oei Poh maka Liem Tou pun segera bangun berdiri dan berjalan mendekati ke arahnya.   "Looheng! Sungguh hebat kekuatan minum arakmu !"   Tegurnya sambil tertawa.   "Hampir boleh dikata menandingi kekuatanku !"   Oei Poh membalikkan matanya, ia mendengus dan tetap bungkam dalam seribu bahasa.   "Jikalau Loo heng ada kegembiraan, aku si pengemis cilik suka beradu kekuatan minum dengan Loo heng, bagaimana??"   "Pergi!"   Di atas wajah Oei Poh kelihatan mulai diliputi hawa kegusaran.   "Siapa yang punya kegembiraan untuk beradu kekuatan minum arak dengan kau si pengemis cilik?"   "Eeei...eeei.. kenapa Loo heng harus marah-marah?"   Kembali Liem Lou berseru dengan wajah menggoda.   "Walaupun aku cuma seorang pengemis tetapi aku tak akan mencari keuntungan dari pertandingan ini. Looheng tidak usah kuatir! Uang arak aku yang bayar. Terus terang saja aku katakan, sekalipun uang sebesar tiga laksa tahil perakpun aku masih bisa membayarnya. Aakh! benar, bagaimana kalau kita menggunakan uang sebesar tiga laksa tahil perak sebagai barang taruhan?? Oei Poh semakin gusar lagi dibuatnya "Kau Pengemis gila. Ayoh cepat pergi dari sini,"   Bentaknya keras.   Telapak kirinya segera diayunkan ke depan, segulung hawa pukulan yang tak berwujud dengan membawa satu bagian tenaga segera melayang ke arah tubuh Liem Tou.   Di dalam pemikirannya, tenaga sebesar satu bagian sudah cukup melemparkan badan si pengemis cilik itu sejauh satu kaki.   Siapa sangka Liem Tou masih tetap berdiri tak bergerak, bahkan seperti tidak merasa saja.   Ia tetap tertawa hahaha hihahihi.   Melihat kejadian itu Oei Poh jadi melengak, mendadak dengan mengerahkan lima bagian tenaga dalamnya sang tangan kanan laksana sambaran kilat dihajarkan lagi ke depan.   Liem Tou tersenyum, telapak kirinya segera dikebaskan dan dengan sangat tepat berhasil mencengkeram urat nadi Oei Poh.   "Loo heng. kenapa kau harus marah-marah begitu??"   Godanya sambil tertawa keras.   "Jikalau bukannya aku si pengemis cilik pernah belajar ilmu silat selama beberapa tahun, kemungkinan sekali barusan aku orang sudah modar kena kau hantam!"   "Eeei. kau adalah anggota perkumpulan Sin Beng Kauw yang sengaja datang mengacau diriku??"   Teriak Oei Poh sambil tarik kembali tangan kanannya dan melototi diri pemuda tersebut dengan penuh kegusaran.   "Jikalau begitu kau memang sudah bosan hidup!"   "Waah... waah ... tidak ada urusan semacam ini. Anggota perkumpulan Sin Beng Kauw sudah dikutuki setiap orang dan harus dibasmi habis, bagaimana mungkin aku adalah anggota perkumpulan Sin Beng Kauw? Tetapi aku lihat agaknya looheng ada sedikit ganjalan dengan pihak perkumpulan Sin Beng Kauw, bukan begitu?? "Hah! Soal ini lebih baik kau si pengemis tidak usah turut campur,"   Dengus Oei Poh dengan gemas. Kembali Liem Tou mengalihkan bahan pembicaraannya dalam soal uang tiga laksa tahil perak.   "Kau berani bertaruh dengan diriku? tiga laksa tahil perak sudah cukup untuk membangun kembali kejayaan perusahaan Cing Liong Piauw kiok, kenapa kau tak suka?"   Oei Poh yang mendengar perkataan tersebut mendadak air mukanya berubah hebat dengan cepat ia meloncat bangun.   "Aku tak percaya kalau kau bukan orangnya Pouw Siauw Ling!"   Teriaknya keras.   Mendadak sepasang telapak tangannya didorong bersama- sama ke depan.   Telapak sebelah kiri langsung menerjang ke depan sedang telapak kanannya mengirim satu pukulan berputar Sian Hong Ciang Hoat.   Dua gulung angin pukulan yang satu lurus yang lain berbelok pada saat yang bersamaan bersama-sama menyerang ke depan.   Liem Tou memang pernah mendapatkan kerugian di dalam ilmu pukulan Sian Hong Ciang Hoat ini apalagi kehidupannya selama beberapa hari di dalam lembah mati hidup dan mulut Siauw Giok Cing telah mengetahui jalannya ilmu pukulan tersebut dengan hapal.   Melihat dua gulung angin pukulan dari Oei Poh hampir tiba di depan badannya, mendadak badannya berputar menghindarkan diri ke samping.   Untuk beberapa saat Oei Poh tak dapat menarik kembali serangannya, dua gulung angin pukulannya segera bertumbukan menjadi satu membuat badannya jadi tergetar dan mundur ke belakang dengan sempoyongan.   "Haaa.... haaa. .haaa. kau tidak bakal berhasil menghantam diriku,"   Liem Tou yang ada di samping segera tertawa terbahak-bahak.   "Apa kau anggap ilmu Sian Hong Ciang yang kau dapatkan dengan jalan mencuri itu bisa memukul diriku??"   Oei Poh tak bisa membendung hawa gusar di hatinya lagi, kaki kayunya diketuk-ketukkan ke atas tanah.   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Kau pengemis edan yang dipelihara anjing, hari ini akan kujagal dirimu!"   Makinya sambil mencak-mencak.   Liem Tou sama sekali tidak menyangka kalau sifat Oei Poh bisa berubah sedemikian kasar, buas dan berangasannya, mendengar makian yang sangat kotor itu hawa amarahnya timbul juga.   Sepasang alisnya dikerutkan rapat-rapat badannya dengan menggunakan kecepatan bagaikan petir meloncat ke hadapan Oe Poh, tubuhnya kemudian langsung memerseni dirinya dengan beberapa kali tabokan.   "Mulut anjingmu harus sedikit hati-hati kalau memaki. Aku lihat kau cuma menghilangkan muka suhumu saja!"   Bentaknya berat.   Sejak keluar dari lembah Mati Hidup, tenaga dalam Oei Poh sudah memperoleh kemajuan yang amat pesat, ditambah pula ia berhasil mempelajari jurus-jurus rahasia aliran Heng san Pay yang telah punah, boleh dikata saat itu dirinya sudah termasuk seorang jagoan kelas satu, sudah tentu pula selamanya belum pernah mendapatkan kerugian seperti ini hari.   Dan ia tidak pernah menyangka kalau si pengemis cilik yang berada di hadapannya dengan begitu mudah berhasil menghajar pipinya.   Ketika itu dari perasaan terperanjat ia jadi gusar, sambil menjerit keras tubuhnya laksana seekor burung elang segera meloncat ke tengah udara lalu melancarkan serangan dengan menggunakan ilmu sakti "Leng Gong Sam Cie"   Dari partai Heng san Pay.   Ilmu ini adalah suatu ilmu sakti ciptaan Oei Poh serta Siauw Giok Cing sepeninggalnya Liem Tou dari dalam lembah.   Melihat Oei poh menggunakan ilmu sakti itu, diam-diam Liem Tou merasakan hatinya bergetar keras hawa lweekangnya buru buru disalurkan mengelilingi seluruh tubuh sedang sepasang matanya dengan tajam memperhatikan terus gerak-geriknya, ia tidak berani berlaku gegabah.   Tanpa terasa suasana di dalam rumah makan itu pun berubah jadi amat tegang.   Ketika Oey Poh sedang berputar di tengah udara siap-siap menubruk ke arah Liem Tou itulah, mendadak dari dalam rumah makan tersebut keluar suara bentakan yang amat nyaring.   "Oei heng, sudah kau taruh kemanakah sepasang matamu??? Ayoh cepat berhenti, kau bukan lawannya!"   Mengikuti suara bentakan tersebut sesosok bayangan manusia berkelebat keluar, dia bukan lain adalah Siauw Giok Cing adanya.   Liem Tou yang melihat asal-usulnya kena dipecahkan oleh Siauw Giok Cing dengan wajah berubah merah padam ia tertawa terbahak-bahak.   "Oei heng, Harap kau suka memaafkan kelancanganku, siauwte tiada maksud mencari onar dengan diri Oei heng!"   Serunya.   Dengan wajah berubah jadi merah padam membesi Oei Poh melayang turun ke atas permukaan tanah, seluruh tubuhnya gemetar keras, mendadak ia meloncat keluar dari ruangan tersebut dan di dalam sekejap mata sudah lenyap tak berbekas.   Melihat kejadian itu Siauw Giok Cing merasa hatinya sangat cemas, buru-buru ia enjotkan badannya mengejar dari belakang, Tetapi ketika itu bayangan dari Oei Poh sudah lenyap tak kelihatan lagi.   "Liem Tou! Kau sudah mencelakai dirinya!"   Teriaknya kemudian sambil putar kembali ke dalam rumah makan tersebut.   "Kapan aku sudah mencelakai dirinya???"   Liem Tou agak melengak juga mendengar teguran tersebut.   "Kau tidak paham, kau tidak paham? kau benar-benar sudah mencelakai dirinya,"   Teriak Siauw Giok Cing kembali sambil mendepakkan kakinya ke atas tanah. Liem Tou yang mendengar omongan tersebut jadi semakin kebingungan lagi dan akhirnya ia jadi mendongkol.   "Apa maksud perkataanmu itu???"   Tanyanya cepat.   "Jika aku ingin mencelakai dirinya, sejak tadi ia sudah menggeletak di atas tanah menjadi sesosok mayat!"   Perlahan-lahan Siauw Giok Cing menghela napas panjang.   "Heeei ...mungkin kau dapat melihat bahwa pada saat ini bukan sifatnya sudah berubah sangat berangasan dan kasar?? kau tahu karena apa sifatnya jadi berubah??"   "Tidak akan lebih ia sedang murung karena tak dapat mengalahkan diri Pouw Siauw Ling!"   "Bukan! yang penting bukan karena persoalan ini,"   Buru buru Siauw Giok Cing menggeleng.   "Dendam berdarah suhunya sudah ditebus dengan kematian ayah Pouw Siauw Ling, si Ang In Sin Pian, ia boleh tidak usah mencari balas dengan Pouw Siauw Ling lagi. Ia tiada alasan yang kuat untuk harus membinasakan diri Pouw Siauw Ling!"   Sepasang mata Liem Tou dengan tajam memandang wajah Siauw Giok Cing tak berkedip.   "Lalu dikarenakan apa??"   Akhirnya ia mendesak.   "Karena cinta, cintanya sudah berkobar-kobar sukar dibendung,"   Sahut gadis itu malu-malu. Air mukanya berubah jadi merah padam.   "Karena cinta??? ia sudah cinta siapa?? dan apa sangkut pautnya dengan diriku??"   Liem Tou betul betul merasa tidak mengerti.   "Mencintai diriku. Aku tidak setuju! Dia menganggap kaulah satu-satunya penghalang!"   Kembali Liem Tou dibuat tidak mengerti.   "Ia suka dengan siapa sukalah dengan orang itu, kenapa aku harus menghalang-halangi niatnya??"   Siauw Giok Cing gelengkan kepala lantas tertawa dingin.   "Liem Tou! Itulah sebabnya aku memberi keterangan kepadamupun kau tak bakal mengerti?"   Berbicara sampai di situ mendadak air mukanya berubah memberat, sambungnya.   "Lim Tou, terus terang aku beritahu ke padamu! Jikalau sampai Oei Poh menemui suatu cedera, aku akan minta pertanggungan jawabmu..."   Ketika itu senja sudah mendekat, Liem Tou pun bersantap di dalam rumah makan itu sambil menanti lagi beberapa saat lamanya.   Menanti malam hari sudah tiba, Siauw Giok Cing lantas bertukar pakaian dengan memakai baju warna hijaunya, bersama sama dengan Liem Tou meninggalkan rumah makan tersebut menuju ke arah gunung.   Siauw Giok Cing ada di depan dan Liem Tou ada di belakang ilmu meringankan tubuh mereka berdua sama-sama sudah mencapai taraf kesempurnaan, hanya di dalam sekejap mata mereka sudah berada di tengah pegunungan yang tinggi dan curam itu dengan selamat.   Malam itu sangat gelap, sedikit angin pun tidak terasa.   Liem Tou dengan mengikuti dari belakang tubuh Siauw Giok Cing berjalan menuju ke tengah pegunungan Ciong Lay san yang sunyi, setelah putar sana belok kemari menghabiskan beberapa waktu akhirnya terdengarlah suara deruan air berkumandang masuk ke dalam telinga.   "Sttt ..hati-hatilah bertindak,"   Tiba-tiba Siauw Giok Cing memberi tanda dengan suara yang lirih.   "Di daerah sekitar sini banyak terdapat peronda dari perkumpulan Sin Beng Kauw. Kau sudah dengar belum suara percikan air? Nah ... itulah dia air Terjun Reracun, di tengah deburan air tersebut pada sumbernya mereka sudah menaruh sejumlah racun obat yang sangat ganas, bahkan racun tersebut merupakan suatu obat beracun yang sangat keras."   "Hmm! Sudah hampir sampai? Untuk bertemu muka dengan Wan moay apakah harus melewati dulu Air Terjun Beracun itu??"   Dengus Liem Tou dingin.   "Ehmm ..memang sudah hampir sampai. Kita sih tidak perlu melewati Air Terjun beracun itu."   Larinya mendadak diperkencang, dan berkelebat menuju ke arah puncak gunung di hadapannya yang amat tinggi sekali itu.   Liem Tou dengan kencang mengejar terus dari arah belakang.   Seperminuman teh kemudian sampailah sudah mereka di atas puncak gunung itu, di tengah kegelapan dengan tiada ragu sama sekali Siauw Giok Cing berkelebat melewati puncak gunung itu kemudian dengan terburu-buru berlari turun lagi dari puncak.   Setelah tiba di bawah puncak ia langsung berbelok memasuki sebuah lembah yang amat sempit kurang lebih sepanjang satu lie.   Ketika itulah Siauw Giok Cing baru memperlambat langkah kakinya.   "Sekalipun anggota perkumpulan Sin Beng Kauw sendiripun tak bakal tahu tempat ini !"   Katanya sambil menoleh.   "Apakah tempat ini bisa menembus sampai di depan air terjun beracun itu??"   Tanya sang pemuda rada curiga.   "Tidak dapat, antara tempat ini dengan air terjun beracun itu dihadangi dengan sebuah dinding gunung yang tebal."   Mendengar perkataan tersebut Liem Tou segera merasakan kepalanya seperti disiram dengan sebaskom air dingin hatinya terasa rada berdesir.   "Kalau begitu aku tak bisa bertemu muka dengan Wan moay"?"   Serunya tak tertahan.   Siauw Giok Cing sama sekali tidak menjawab, ia tetap melanjutkan perjalanannya di tengah lorong lembah yang sempit lagi gelap itu.   Beberapa saat kemudian akhirnya sampailah mereka didasar lembah tersebut, di sana tanah amat gundul dan licin, kecuali jamur yang tumbuh di sekeliling tebing batu tak kelihatan tumbuhan lainnya lagi.   Melihat keadaan di sekitar sana tak kuasa lagi Liem Tou melirik sekejap ke arah gadis tersebut, tetapi belum sempat ia mengucapkan sesuatu Siauw Giok Cing sudah tertawa lebih dulu.   Ia berjalan mendekati dinding batu tersebut kemudian dengan sangat berhati-hati menyingkirkan dulu beberapa buah jamur yarg tumbuh di sekitar sana setelah itu ia baru berseru perlahan.   "Wan moay! Wan moay!"   Liem Tou yang melihat ia berbuat demikian, dalam hati lantas merasakan sesuatu, hatipun tanpa terasa sudah ikut merasa tegang.   Tanpa banyak cakap lagi ia lantas berkelebat maju ke depan: ketika itulah dari balik gua sudah terdengar suara sahutan dari si gadis cantik pengangon kambing.   "Enci Cing, kau sudah datang!"   Serunya perlahan "Kenapa kau sudah begitu lama tidak datang?? Siauw moay benar benar merasa amat, murung setengah mati!"   "Aku tahu! Tetapi selama beberapa hari ini aku betul betul ada urusan, harap kau suka memaafkan."   "Aaaakh"   Urusan apa? Kau sudah memperoleh kabar tentang engkoh Liem?"   Mendadak Siauw Giok Cing tertawa cekikikan.   "Belum!"   Sahutnya cepat.   "Cuma aku sudah bertemu muka dengan seorang pengemis busuk yang wajahnya mirip dengan Liem Tou si bangsat cilik itu!"   Ketika itu Liem Tou tak bisa menahan diri lagi dengan cepat ia menarik tangan Siauw Giok Cing dan didorongnya ke belakang.   Siapa sangka pada saat itulah mendadak Siauw Giok Cing si gadis berbaju hijau itu sudah berteriak "Aaakh...! Pengemis busuk itu sudah datang.   Wan moay! kau jangan percaya omongannya!"   "Wan moay! Wan moay! Aku adalah Liem Tou, kau dengar suaraku tidak?? Aku sengaja datang hendak menolong dirimu""   Teriaknya terburu-buru ke arah sebuah lubang sebesar uang logam di atas dinding batu tersebut. Lama sekali dari balik gua tidak kedengaran sedikit suarapun.   "Wan moay! Wan moay! kau tidak percaya??"   Terburu-buru kembali Liem Tou berteriak.   "Aku adalah Liem Tou, aku benar- benar Liem Tou. Wan moay! Aku adalah Liem Tou yang sungguh-sungguh."   Sembari berteriak Liem Tou tak dapat menguasahi kekecutan di hatinya lagi, air mata mendadak mengucur keluar membasahi pipinya.   Mendadak dari balik gua pun kedengaran suara si gadis cantik pengangon kambing sedang menangis terisak, suara tangis yang begitu sedih, dan begitu mengenaskan.   Liem Tou yang mendengar suara tangisan itupun segera merasakan hatinya amat terharu.   "Wan moay! kesemuanya ini akulah yang tidak baik sehingga mencelakai dirimu dan membuat kau harus tersiksa, aku tentu akan meratakan seluruh perkumpulan Sin Beng Kauw ini!"   Sampai pada saat itulah, suara si gadis cantik pengangon kambing baru berkumandang keluar.   "Engkoh Liem! agaknya aku sedang bermimpi. Benarkah kau orang? Mereka bersikap sangat baik terhadap diriku, cuma Pouw Siauw Ling si bangsat itu tak boleh dibiarkan hidup lebih lanjut. Bagaimana dengan enci Ie? Ooouw ... Tia ... Tia ..."   Mengungkap soal Lie Loo jie, ia tak dapat melanjutkan kembali kata-katanya. Mendengar diungkapnya kembali persoalan tersebut dari dasar hati Liem Tou muncullah perasaan dendamnya, air mata bercucuran membasahi seluruh wajahnya.   "Wan moay! Aku tentu akan meratakan seluruh perkumpulan Sin Beng Kauw ini dengan tanah dan membinasakan seluruh bajingan itu kemudian pergi mencari balas terhadap diri Ke Hong si bangsat tua itu !"   Teriaknya dengan nada penuh kebencian.   "Wan moay! Kau jangan menangis. Aku beritahu suatu kabar gembira untukmu Enci Ie sudah tertolong keluar!"   "Ooouw ... terima kasih atas kemurahan Thian! Kalau begitu sangat bagus sekali. Engkoh Liem! Tempat ini sangat berbahaya kau harus berhati-hati, jangan terlalu menempuh bahaya."   "Aku tidak takut, sekalipun gunung golok rimba pedang, sarang naga gua macan pun tak akan bisa menahan terjanganku...."   "Engkoh Liem! kau jangan begitu,"   Seru si gadis cantik pengangon kambing lagi sambil menangis tersedu-sedu.   "Asalkan Enci Ie sudah tertolong hatiku pun sudah lega, kau jangan terlalu memikirkan diriku..."   "Wan moay kenapa kau mengucapkan kata-kata seperti itu??"   Mendadak Lim Tou mempertinggi suaranya.   "Kau sudah pandang aku Liem Tou seperti manusia macam apa?? Wan moay, kau tunggu saja! Tidak sampai kentongan kedua aku tentu sudah datang kembali!"   "Sungguh?? tetapi kau harus baik-baik, menjaga dirimu sendiri, jikalau menemui kesulitan ingatlah, jangan terlalu terburu-buru, jika kau berbuat demikian maka hal ini akan mendatangkan ketidakberuntungan buat diriku, sudah tahu??"   "Perduli bagaimana pun aku harus menolongi kau lolos dari kurungan. Wan moay, kau baik-baiklah berjaga diri, aku akan pergi."   "Engkoh Liem! Kau harus berhati-hati,"   Dari balik gua masih kedengaran suara si gadis cantik pengangon kambing berseru memberi peringatan. Dengan kuatkan hatinya Liem Tou lantas mundur dua langkah ke belakang.   "Wan moay! Kita akan pergi, dan dengan cepat akan pergi menolong dirimu,"   Kini Siauw Giok Cing yang gantian berseru.   Dari balik gua hanya kedengaran suara tangis dari si gadis cantik pengangon.   Siauw G;ok Cing menutup kembali lubang tersebut dengan jamur, setelah itu mereka berdua tanpa mengucapkan sepatah kat apun mengundurkan diri dari selat yang sempit tersebut.   Akhirnya setelah keluar dari tempat itu, dengan alis yang dikerutkan Liem Tou mendongakkan kepalanya memeriksa keadaan cuaca, lalu dengan nada yang tegas, ujarnya.   "Wan moay. Aku pergi dulu! Selama setahun ini aku tak bisa menjaga keselamatanmu, hal ini membuat aku Liem Tou merasa amat malu! Kali ini aku akan pergi menantang orang- orang perkumpulan Sin Beng Kauw kemudian membasmi mereka sampai punah."   Raja Silat Karya Chin Hung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aaakh ... tak bisa jadi!"   Mendadak Siauw Giok Cing menyela dengan sepasang mata memancarkan cahaya tajam.   "Terhadap jalanan di sekitar lembah Boe Beng Kok ini kau tidak hapal. Lebih baik aku yang pimpin jalan buat dirimu!"   Liem Tou yang merasa perkataan sama sekali tidak salah, tidak membantah lagi lantas mengikuti dari belakang tubuh Siauw Giok Cing yang lari menuju ke arah gunung semula.   "Eeei ... kau sudah salah jalan!"   Tiba-tiba terdengar gadis itu berteriak.   "Di sini ada sebuah jalanan kecil yang jauh lebih mudah dilalui untuk tiba di lembah Boe Beng Kok!"   Terpaksa Liem Tou yang sudah lari jauh balik kembali ke tempat semula, matanya dengan gemas melirik sekejap ke arah gadis tersebut.   Siauw Giok Cing sendiripun mengerti bila pada saat ini Liem Tou kepingin sekali tiba di dalam lembah Boe Beng kok secepat mungkin untuk menolong diri si gadis cantik pengangon kambing.   Ia tertawa pahit, kemudian dengan memimpin diri pemuda tersebut segera berlari menuju ke arah sebelah kanan.   Setelah mengitari sebuah ujung gunung terdengarlah Siauw Giok Cing berbisik dengan suara yang lirih.   "Jalan rahasia di tengah lembah Boe Beng Kok ini dibuat dengan tenaga manusia dan ditinggalkan sebagai jalan mundur anggota perkumpulan Sin Beng Kauw jika menemui bahaya. Seringkali tempat itu dijaga ketat oleh tiga orang Siangcu. Jika kita melancarkan serangan secara mendadak kemungkinan sekali kita masih bisa menembusi tempat tersebut!"   "Lebih baik kita jangan lewat tempat itu. Kita tutup mati dulu jalan rahasia tersebut!"   Mendadak Liem Tou berkata setelah berpikir sejenak.   "Kau sungguh-sungguh ada maksud hendak melakukan pembasmian secara besar besaran??"   Tanya Siauw Giok Cing agak melengak. Perlahan lahan Liem Tou menggeleng.   "Belum tentu!"   Beberapa saat kemudian Siauw Giok Cing telah membawa Liem Tou menuju ke atas sebuah bukit, mendadak ia berhenti dan menuding ke arah bawah bukit tersebut.   "Di bawah sanalah jalan rahasia tersebut!"   Bisiknya dengan suara yang amat lirih.   "Hati-hatilah terhadap penjaga sekitar tempat itu, mereka bekerja dari dua bagian yang saling berlawanan, dua orang ada di sebelah luar dan seorang ada di sebelah dalam. Jika kau berhasil menawan dua orang yang ada di dalam lorong untuk melarikan diri, dari hal ini berarti pula terhadap masuknya kita ke dalam lembah Boe Beng Kok akan menemui rintangan. Coba kau lihat bagaimana baiknya??"   "Seorangpun jangan sampai dibiarkan lolos. Pada waktu yang bersamaan kita berdua sama-sama turun tangan terhadap kedua orang yang berjaga di luar jalan rahasia tersebut Aku pikir untuk bereskan mereka tak akan membutuhkan waktu yang cukup banyak. Menanti orang yang ada di dalam jalan rahasia tersebut merasa, untuk meloloskan diripun sudah tidak keburu lagi!"   Sembari berkata dengan pandangan mata yang amat tajam ia memandang keadaan di bawah bukit tersebut.   Terasalah di balik rerumputan yang amat tebal dan lebat di bawah bukit sama sekali tidak kelihatan sesosok bayangan manusia pun.   Tak terasa diam-diam pikirnya.   "Jikalau Siangcu penjaga jalan rahasia ini bersembunyi dan tak bergerak di antara rerumputan yang tebal itu, kita tidak akan berhasil menemukan tempat persembunyiannya. Lalu, secara bagaimana bisa menangkap mereka??"   Selagi ia dibuat kebingungan setengah mati itulah, mendadak terdengar Siauw Giok Cing kembali berbisik lirih.   "Mulut lorong jalan rahasia ini terletak di hadapan rerumputan tebal di bawah bukit tersebut. Sekarang aku hendak menggunakan siasat melempar batu bertanya jalan untuk memancing dulu munculnya orang yang berjaga didalam lorong rahasia tersebut. Setelah itu kau dari sebelah kiri dan aku dari sebelah kanan bersama-sama turun tangan, siapa yang turun tangan terlebih dahulu harus berebut masuk ke dalam jalan rahasia tersebut menangkap sang penjaga yang ketiga."   Liem Tou segera mengangguk menyetujui usul itu, hawa murninya lantas disalurkan mengelilingi seluruh tubuh dan siap melancarkan serangan. Dan pada saat itu pula Siauw Giok Cing sudah memungut sebuah batu lalu disambitkan ke tengah antara rerumputan.   "Sreeet...!"   Dengan sangat tepat batu itu terjatuh di antara rerumputan, tetapi keadaan di sekitar sana masih tetap tenang-tenang saja sedikit pun tidak kedengaran suara.   Selagi Siauw Giok Cing serta Liem Tou saling pandang dengan perasaan keheranan itulah mendadak dari balik rerumputan yang tebal secara samar-samar kedengaran suara orang yang sedang bercakap-cakap.   "Eeeei..coba kau dengar suara apa itu??"   "Buat apa kita ambil gubris terhadap urusan itu7? kita jangan bergerak!"   "Bukankah sikapmu ini sedikit terlalu berhati-hati??"   "Aku rasa berhati-hati jauh lebih baik daripada harus bertindak secara gegabah!"   Sejenak kemudian dari antara rerumputan muncullah separuh badan manusia yang dengan cepat menyapu dan memeriksa sekejap keadaan di sekeliling tempat itu.   Buru-buru Liem Tou serta Siauw Giok Cing berjongkok, menanti orang itu bersembunyi kembali, pemuda tersebut baru berbisik.   "Apakah mulut jalan rahasia itu terletak di sekitar orang itu...??"   Siauw Giok Cing mengangguk.   Setelah mengambil keputusan di dalam hatinya mendadak Liem Tou meloncat bangun dengan lweekangnya melindungi seluruh tubuh, badannya bagaikan sambaran petir segera melayang dan menerjang ke arah rerumputan tersebut.   Di tengah udara sepasang telapak tangannya bersama- sama didorong ke depan mengirim satu pukulan, hanya di dalam sekejap saja angin itu pun yang membawa hawa dahsyat sudah mengurung tanah seluas tiga kaki lebih.   Pada saat itulah dari antara rerumputan secara tiba-tiba muncul dua orang sosok manusia yang segera meloncat ke kiri dan ke kanan untuk menghindar.   Liem Tou mendengus dingin, diam-diam hawa pukulannya ditambahi lagi dengan dua bagian tenaga.   "Kalian masih ingin lari??"   Bentaknya dingin.   Salah seorang di antara mereka segera mendengus berat dan rubuh tak berkutik lagi di antara rerumputan, dan pada saat yang bersamaan pula bayangan hijau tampak berkelebat lewat, salah seorang lainnya belum sempat mendengus berat, ia pun sudah kena dihantam mati oleh Siauw Giok Cing.   Yang penting pada saat ini adalah orang yang berada di dalam jalan rahasia tersebut, Liem Tou tidak berani buang waktu lagi, baru saja badannya melayang turun di antara rerumputan sepasang telapaknya kembali mengirim satu pukulan dahsyat membuka rerumputan yang tebal.   Ketika ia mengamati lebih teliti lagi maka terlihatlah tidak jauh di sekitar sana muncul sebuah gua yang luasnya ada beberapa depa.    Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo Sepasang Garuda Putih Karya Kho Ping Hoo Sepasang Rajah Naga Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini