Pedang Karat Pena Beraksara 23
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 23
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D Buyung Siu yang melancarkan serangkaian serangan dahsyat itu sama sekali tidak memperlihatkan rasa kaget barang sedikitpun meski semua ancamannya kena dihisap sampai membuyar, seakan akan tindakannya itu sudah berada dalam dugaannya. Dengan senyuman dikulum, dia manggut-manggut seperti seseorang yang mengagumi, tubuhnya juga ikut melayang mundur selangkah ke belakang. Bagaimana juga gerak-gerik seorang jago pedang kenamaan memang berbeda dengan kebanyakan orang, coba kalau orang lain yang ilmu pedangnya kena dipangkas, niscaya dari-malu mereka akan naik pitam. Buyung Siu segera melayang kedepan lagi mengikuti gerakan pedang tersebut, kemudian pedangnya diayunkan ke kiri dan kanan bersamaan waktunya, selapis cahaya pedang bagaikan amukan badai dalam sekejap saja telah mengurung seluruh tubuh mereka berdua. Kini, kedua sosok bayangan manusia itu sudah terbungkus oleh selapis kabut berwarna hijau yang tebal, apa yang terlihat pun hanya dua sosok bayangan kabur yang sedang bergerak kian kemari. Setiap orang yang hadir dalam arena dapat merasakan bahwa gerak serangan pedang yang dilancarkan Buyung Siu sekarang, tampaknya jauh lebih hebat daripada serangannya pertama. Lak jiu im eng Thio Man melototkan matanya bulat-bulat, dia merasa amat tegang, kepada kakaknya Thio Kun kay dia berbisik: "Jiko, ilmu pedang apakah?" Bwee hoa kiam Tbio Kun kay menggelengkan kepalanya berulang kali, kemudian bisiknya. "Serangan pedang yang dilancarkan Buyung Siu kelewat cepat, itulah sebabnya muncul bayangan semu seperti ini." "Menurut pendapatmu, mungkinkah dia akan menjumpai ancaman bahaya maut ..?" Yang dimaksudkan "dia" Tentu saja Wi Tiong hong. "Mereka sudah berjanji hanya akan terbatas saling menutul, aku pikir jiwanya tak akan sampai terancam bahaya maut" Sahut Thio Kun kay cepat. Sementara mereka masih berbisik-bisik, tiba-tiba terdengar Buyung Siu berseru: "Wi siauhiap, hati-hati!" Cahagya pedang bayanigan hijau mendahdak lenyap tak berbekas, Buyung Siu juga ikut melejit satu kaki lebih, pedangnya segera di ayunkan dan tampak serentetan cahaya hijau yang memanjang langsung meluncur ke tubuh Wi Tiong hong. Kali ini, bahkan Kam Liu cu pun turut melompat bangun secara tiba-tiba, serunya kaget. "llmu pedang terbang.." Padahal Wi Tiong hong hanya mengandalkan ilmu pedang Ji gi kiam hoat saja untuk bertarung melawan Pau kiam suseng Buyung Siu yang sudah mencapai puncak kesempurnaan dalam ilmu pedang pada hakekatnya keadaan tersebut bagaikan raksasa besar bertemu orang kecil. Namuh ucapan dari Buyung Siu memang amat bisa dipercaya, dia telah berjanji hanya akan saling menutul belaka maka andaikata dia menyaksikan Wi Tiong hong tidak mampu untuk menahan serangannya tersebut maka dia akan segera membuyarkan serangannya sambil menarik kembali pedangnya itu. Wi Tiong hong merasa kagum dan terkejut pikirnya kemudian: "Kalau toh kau bermaksud mengalah, mengapa pula harus bersikeras untuk beradu kekuatan denganku ?" Sementara itu, cahaya pedang yang mengitari disekeliling tubuh Buyung Siu telah membuyar, sepasang bahunya bergerak dan tububnya sudah meluncur satu kaki jauhnya. Wi Tiong hong yang tidak mengetahui sebab musabab orang itu mengundurkan diri, tentu saja hatinya merasa amat keheranan. Disaat dia masih tertegun itulah, tampak serentetan cahaya pedang berwarna hijau dengan membawa sinar yang menyilaukan mata sudah menembusi angkasa dan langsung meluncur ke arahnya. Cahaya pedang belum sampai, segulung hawa dingin telah memancar keluar sehingga membual tubuh orang terasa sakit. Pada saat itulah, mendadak terdengar Buyung Siu berbisik dengan ilmu menyampaikan suara: "Wi sauhiap, cepat gunakan tangan kirimu untuk menghisap kekuatan pedang tersebut !" Semua peristiwa itu berlangsung dalam waktu singkat, baru saja suara bisikan itu berkumandang, cahaya tajam berwarna hijau sudah menyelimuti didepan mata, hawa pedang yang kuat pun mengurung sekeliling tubuh Wi-Tiong hong seluas satu kaki lebih. Pada hakekatnya Wi Tiong hong tidak diberi kesempatan untuk berpikir panjang lagi, terpaksa dia mengayunkan tangan kirinya membuat gerakan aneh dan menyambut datangnya cahaya pedang tarsebutw. Kalau dibicaryakan sesungguhnxya sangat aneh, hawa pedang yang sebenarnya mengembang sampai seluas satu kaki tadi, dibawah hisapan tangan kirinya, tahu-tahu lenyap tak berbekas. Bahkan cahaya kehijau bijauan itupun mendadak lenyap tak berbekas dan muncul sebagai bentuk aslinya yakni sebilah pedang berwarna hijau... Begitu cahaya lenyap, entah sedari kapan tahu-tahu Buyung Siu telah berada tiga depa dihadapan Wi Tiong hong, namun pedangnya yang kena terhisap oleh Wi Tiong hong, sekarang ujung pedang sudah miring ke arah kiri. Miringnya saja masih tak seberapa, terdengar "Sreeet!" Segulung cahaya pedang yang tajam yang kena terhisap kesamping tadi mengikuti arah sasaran ujung pedang ini meluncur ke depan dan menghantam ke arah atap. "Blaammmm !" Suatu benturan dahsyat menggelegar memecahkan keheningan, tiga batang kayu tiang di atas atap rumah tersapu oleh cahaya pedang tersebut dan segera patah menjadi dua bagian, tak ampun lagi seluruh atap roboh ke bawah. Kekuatan kedahsyatan yang terbentang di depan mata itu segera membuat semua orang yang hadir dalam arena merasa terkesiap sekali. Buyung Siu memang tak malu disebut seorang congkoan dari perkumpulan Bankiam hwee, cukup dengan serangan pedangnya ini saja, dalam dunia persilatan sudah jarang sekali ada orang yang sanggup menghadapinya... Tentu saja semua orang lebih terperanjat lagi terhadap kemampuan Wi Tiong hong, pada hal usianya masih muda, namun ilmu silatnya sudah mencapai tingkatan yang begitu hebat, sehingga serangan pedang terbang yang merupakan ilmu pedang paling tinggi dalam dunia persilatan pun berhasil dipatahkan. Buyung Siu segera memutar pedangnya sambil melompat mundur sejauh beberapa depa, kemudian sambil memandang ke arah Ban kiam hweecu dia manggut-manggut. Kemudian serunya sambil tertawa nyaring: "Wi sauhiap memang hebat sekali, siaute mengaku kalah !" Ucapan tersebut ternyata diutarakan oleh congkoan pedang pita hijau dari Ban kiam hwee, Pau-kiam suseng Buyung Siu, sesungguhnya keadaan mana benar-benar mengejutkan hati. Seorang jago kenamaan yang sudah termashur selama banyak tahun ternyata mengaku kaIah didepan kawanan jago lihay dari pelbagai perguruan, tindakan semacam ini benar-benar merupakan sesuatu yang luar biasa. Kalah, tentu saja dia yang menderita kalah. Setiap orang yang hadir dalam arem dapat melihat kalau dia telah mempergunakan tiga macam ilmu pedang yang berbeda, namun semuanya berhasil diatasi dengan ilmu To im ciat yang sinkang yang digunakan Wi Tiong hong. Ilmu To im ciat yang sinkang dari Wi Tiong hong lah yang membuat semua kepandaian saktinya tak berguna, tapi kalau berbicara soal kesempurnaan dalam menggunakan pedang tentu saja Wi Tiong hong sukar untuk melampaui dirinya. Thian Khi cu dari Bu tong pay serta Sip cu taysu dari Siau lim pay sama-sama merasa tercengang dan diluar dugaan. Terutama sekali para jago dari Bu tong pay seperti Keng hian tojin, Thio Kun kay serta Thio Man, hampir semuanya mengulumkan senyuman gembira. Sebab bagaimana pun Wi Tiong hong telah menggunakan ilmu pedang dari Bu tong pay untuk mengungguli Lan Kun pit dan Buyung Siu secara beruntun. Peristiwa itu bagi pihak Bu tong pay boleh dibilang merupakan suatu kejadian yang pantas dicatat sebagai suatu kejadian yang membanggakan. Dari sekian banyak jago silat yang hadir dalam arena, hanya Kam Liu cu seorang yang menyaksikan bagaimana Buyung Siu melemparkan kerlingan mata terhadap Ban kiam Hwee cu dan manggut-manggutkan kepalanya... Dengan kening berkerut dan alis mata berkernyit, dia lantas berpikir: "Tindakan yang dilakukan Congkoan pedang pita hijau Buyung Siu ini sudah pasti mengandung maksud yang dalam." Seperti diketahui tadi Wi Tiong hong berhasil mematahkan serangan pedang lawan karena dia memperoleh petunjuk Buyung Siu dengan ilmu sampaikan suaranya, maka saat mendengar Buyung Siu mengumumkan kekalahan yavg diderita jago pedang tersebut, dia segera mendongakkan kepalanya dengan tertegun. Akhirnya dengan wajah memerah dia masukkan kembali pedangnya kedalam sarung dan berseru sambil menjura: "Berkat sikap Buyung Siu congkgoan yang sedia imengalah, aku bharu dapat mempertahankan diri secara paksa, kalau tidak, sejak tadi aku sudah tidak mampu menahan diri, yang pantas menerima kalah sebenarnya aku." Dengan sinar mata yang tajam, Buyung Siu kembali memandang sekejap kearah kawanan jago yang hadir dalam arena, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak katanya: "Hia, .haa.. haaa... walau pun sudah unggul Wi sauhiap tak sombong, jiwanya besar dan orangnya bijaksana, siaute benar-benar merasa kagum dengan manusia seperti ini. Ya, apa yang diucapkan Wi sauhiap memang benar, berbicara soal ilmu pedang, sekali pun saudara berlatih berapa tahm lagi pun sulit mengungguli aku dalam perubahan jurus serangan, dalam bidang pengalaman dalam bertarung pun siaute jauh lebih unggul "Nimun Wi sauhiap menguasahi penuh ilmu sakti To im ciat yang sinkang, hal mana membuat serangan-serangan pedang siaute hampir semuanya kena dipatahkan dan tak mampu melukai Wi sauhiap, hal ini merupakan kenyataan yang tak terbantahkan, itulah sebabnya dalam hasil pertarungan yang berlangsung sekarang. tentu saja Wi- sauhiap berada dipihak yg unggul" Dengan perasaan tidak tenang Wi Tiong hong segera berkata: "Pujian dari Buyung congkoan benar-benar membuat aku merasa tak punya muka untuk berbicara lagi . ." Belum habis dia berkata, Ban kiam hweecu sudah bangkit berdiri dan menukas: "Apa yang dikatakan Buyung congkoan memang benar dan hal ini merupakan suatu kenyataan, harap saudara Wi jangan merendah lagi." Berbicara sampai disitu, pelan-pelan dia meninggalkan tempat duduknya dan berkata lebih jauh sambil tersenyum: "Saudara, sudah lama aku dengar orang bilang kalau ilmu To yang ciat im sinkang melupakan ilmu rahasia dari Siu lo bun, dan ini dibuktikan sewaktu saudara Wi mematahkan serangan ilmu pedang terbang dari Buyung congkoan, kehebatanmu sungguh membuat pandangan mata kami semakin terbuka dan merasa kagum sekali . ." Setelah berhenti sejenak, pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya ke wajah semua orang yang hadir disana, kemudian katanya lebih jauh: "Perkumpulan kami selalu menggunakan Ban kiam sebagai nama panggilan dan ilmu pedang sebagai tulang punggung, meski tak berani menyebutkan diri sebagai nomor satu di dunia, namun kalau dibandingkan dengan berbagai perguruan dalam dunia persilatan, aku rasa tidak selisih jauh sekali..." Perkataan dari Ban kiam Hwee cgu itu diutarakain cukup sungkanh, namun paras muka Sip cu taysu dari Siau-lim-pay dan Thian Kicu dari Bu tong pay segera menunjukkan perubahan aneh. Hal ini dikarenakan lima Tat mo kiam hoat dari Siau lim-pay dan Ji-gi-kiam-hoat dari Bu tong pay merupakan ilmu pedang kaum lurus dalam dunia persilatan. Maka berdasarkan ucapan dari Ban kiam hwee-cu barusan seolah-olah dia hendak menerangkan kalau ilmu pedangnya jauh berada diatas kelihayan ilmu pedang dua partai tersebut. Betul Sip cu taysu dan Thian Khi cu merupakan orang beribadah yang memiliki imam tebal, toh ucapan mana menimbulkan perasaan tak enak di dalam hati mereka. Namun Ban kiam hweecu sama sekali tidak menggubris mereka, mungkin dia memang sama sekali tidak pandang sebelah mata pun terhadap pihak Siau lim-pay maupun Bu tong pay. Terdengar ia berkata lebih jauh. "Oleh sebab itu aku pun turut terpancing rasa ingin tahu ku untuk bertanding berapa jurus pada dengan saudara Wi, entah bagaimanakah menurut pendapat saudara Wi ?" Wi Tiong-hong jadi terkesiap, diam-diam dia lantas berpikir. "Ban-kiam hweecu menyebut dirinya sebagai Ban kiam ci ong atau raja diraja dari selaksa pedang, itu berarti kesempurnaan ilmu pedangnya masih jauh melampaui kemampuan congkoan dari pedang pita hijau. "Betul kalau ilmu To im ciat yang sin kang yang kuyakini berhasil mematahkan serangan pedang lawan secara berulang-ulang, tapi pihak lawan adalah seorang ketua dari suatu perguruan, bila berhasil mengungguli dia ? Bukankah hal ini menjadi tak enak ?" Berpikir sampai disitu, dengan perasaan bimbang segera ujarnya. "Ilmu pedang yang dimiliki Hwee cu mana mungkin bisa kuhadapi ? Aku tak berani menerima tantanganmu itu." "Saudara Wi, buat apa kau merendah?" Seru Ban kiam hweecu dengan angkuhnya. Selesai berkata, tangan kanannya menggenggam gagang pedang dan pelan-pelan dicabut ke luar. Begitu pedang rersebut lolos dari sarungnya, semua orang baru dapat melihat bahwa pedang yang digunakan oleh Ban kiam hweee cu ini, beiwarna kuning emas cahaya berkilauan yang tajam segera memancar ke empat penjuru. Tampaknya Bankiam hweecu amat menyayangi pedang emasnya itu, ketika diloloskan dari sarungnya, dia lantas membelai batang pedangnya dengan tangan kirinya yang putih. Pelan pelan diaw mengangkat kepyalanya, lalu bexrkata: "Saudara Wi, loloskan pedangnya." Wi Tiong hong mundur selangkah dan menjura berulang kali, serunya: "Harap hweecu sudi memaafkan, aku tak dapat memenuhi keinginanmu itu..." Ban-kiam-hweecu mendengus dingin, pedang emasnya digetarkan sampai mendengung nyaring. kemudian sambil mendongakkan kepala nya dia berkata pelan: "Siaute telah mencabut pedangku, pedang yang sudah diloloskan bagaimana mungkin bisa disimpan kembali ? Tujuan kita toh hanya menjajal kepandaian ? Bila saudara Wi menampik lagi, hal mana sama artinya dengan tidak memberi muka untuk siaute !" Wi Tiong hong menunjukkan sikap keberatan, katanya lagi dengan nada tergagap: "Hwee cu. bila kau berkata demikian maka hal ini sama artinya dengan memojokkan orang dalam kesulitan, Aku tahu kalau ilmu silat yang kumiliki amat cetek, bagaimana mungkin bisa menandingi kehebatan hweecu ? Soal ini..." Berkilat sepatang mata Ban kiam hweecu setelah mendengar ucapan mana, dia tertawa ringan. "Saudara Wi tak usah menampik lagi, bila kau tidak mau meloloskan pedangmu lagi, siaute akan segera melancarkan serangan lebih dahulu!" Karena dipaksa dan dipojokkan berulang kali, akhirnya Wi Tiong hong berpikir: "Aku menampik karena sudah kucoba berulang kali kalau tenaga To im ciat yang sia kang bisa mematahkan serangan pedang, demi menjaga nama baikmu seandainya aku berhasil mengunggulimu. maka aku mengalah terus, hmmm... siapa tahu kau malah mendesakku. berulang kali, memangnya kau anggap aku takut kepadamu?" Setiap anak muda memang selalu dipengaruhi oleh rasa ingin menang, maka setelah berpikir sebentar, dengan kening berkerut dia tertawa nyaring. "Hwee cu, kalau toh kau memaksaku berulang kali, bila aku menampik terus keinginan mu ini, pastilah kau akan menganggap aku sebagai manusia yang berjiwa sempit !" Tergerak wajah Ban kiam hwee cu yang berwarna semu kuning itu. tanyanya kemudian sambil tertawa. "Jadi saudara Wi sudah setuju ?" "Ya. daripada menampik lebih baik menurut perintah aaja, aku akan melayani keinginanmu itu" Selesai berkata, dia lantas menggerakkan pergelangan tangan kanannya dan meloloskan pedang Ji siu kiam tersebut dari dalam sarungnya. "Nah, begitulah baru kegagahan seorang enghiong sejati!" Seru Ban kiam Hwee cu sambil memuji. Wi Tiong hong segera mengambil posisi dan pelan-pelan mengangkat tangan kirinya keatas kemudian sambil mendongakkan kepalanya ia berkata: "Silahkan hwecu melancarkan serangan!" Ban kiam hwecu menggerakan pedang emasnya, sementara sepasang matanya memancarkan sinar tajam yang menggidikkan hati, ditatapnya wajah Wi Tiong hong lekat-lekat, kemudian katanya: "Mungkin pedang emas siaute ini tak akan terpengaruh oleh hisapan tenaga dalam mu, harap saudara Wi suka berhati-hati!" Selesai berkata, pergelangan tangan kanan nya segera diangkat ke atas, dan pedang emas nya tersebut langsung didorong sejajar dengan dadanya. Kam Liu cu yang mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba saja teringat dengan penampilan dari congkoan pedang pita hijau Buyung-Siu tadi, rupanya penampilan tersebut merupakan maksud hati dan Ban kiam hwee cu, kemudian setelah berhasil membuktikan Buyung Siu pun manggut-manggut lagi kearahnya. Dengan cepat dia berpikir: "Jadi nampaknya mereka memang ada maksud untuk mencoba kepandaian silatnya!" Dalam pada itu, Wi Tiong hong sudah memeluk pedangnya didepan dada sambil mengawasi Ban kiam hwee cu lekat-lekat, dia telah bersiap sedia menantikan datangnya serangan pedang dari lawan. Maka disaat dia mendengar kalau pedang emas itu tak akan terpengaruh oleh hisapan ilmu To im ciat yang sinkang, dari hati kecilnya segera muncul perasaan antipatik. Pikirnya. "Pedang pendek beracun dari Lan Kun pit dan pedang dari Buyung Siu pun berhasil kuhisap tanpa menggunakan tenaga besar masa pedang emasmu itu tak akan terpengaruh oleh tenaga hisapanku?" Semula dia bermaksud untuk menahan diri dan berupaya agar tak membuat malunya pihak lawan, sebab bagaimana pun juga orang itu adalah seorang ketua dari Ban Kiam hwee, bahkan dia pun bertekad dalam hati kegcilnya bila keaidaan tak terlalhu memaksa, dia akan berusaha untuk tidak menggunakaa tenaga hisapan pada tangan kirinya. Tetapi setelah mendengar perkataan mana, tanpa terasa timbul ah perasaan ingin mencari menang sendiri di dalam hatinya, pikirnya: "Hmmm, kau mengatakan aku tidak mampu maka aku akan membuktikan kepadamu kalau aku mampu atau tidak mampu untuk menghisap pedangmu itu!" Pada jurus pembukaan Giok cu siu thian dari ilmu pedang Ji gi kiam hoat tersebut, seharusnya gerakan lengan kirinya melakukan serangan lebih dulu kemudian baru di susul dengan gerakan pedang. Tiba-tiba saja satu ingatan melintas dalam benaknya, dia sengaja menggerakkan pedangnya lebih dulu, kemudian tangan kirinya baru melakukan gerakan. Inilah yang dinamakan ada maksud menanam bunga, bunga tak mau tumbuh, tiada maksud menanam pohon liu, pohon itu menganak rimba. Disaat bertarung melawan Lan Kun pit dan Buyung Siu tadi, Wi Tiong hong melakukan gerakannya dengan tiada tujuan, nyatanya semua serangan pedang lawan, ternyata ilmu To im-ciat yang sinkangnya seolah-olah kehilangan kemampuannya. Walau pun gerakan pedang dari Ban kiam-hweecu dilancarkan amat lambat, tapi berhubung daya hisapan dari Wi Tiong hong tidak mendatangkan kemampuan sebagaimana mesti nya. maka kendati pedang nya tak menyerang dengan cepat, toh setitik bayangan emas dengan cepat mendekati juga jalan darah penting di-depan dadanya. Sekarang Wi Tiong hong merasa terkejut, merah padam selembar wajahnya karena jengah, tidak sampai tusukan pedang lawan tiba pada sasarannya, pergelangan tangan kanannya segera digetarkan, pedang Jit sin kiam tersebut langsung dibacokkan ke atas pedang emas Ban kiam hweecu. Cepat cepat Ban kiam hweecn menarik pergelangannya dan tiba tiba mengerutkan kembali ancamannya. "Bagaimana buktinya ?" Dia lantas berseru sambil tertawa ringan. Ucapan yang bernada mencemooh ini dengan cepat mengobarkan hawa amarah didalam dada Wi Tiong hong, dengan cepatnya pedang tersebut ditarik kembali kemudian sambit berputar aatu lingkaran di depan dada, ia mendorong senjatanya ke luar. "Bagus , . ." Bentak Ban kiam hweecu. Dimana pergelangan tangannya dgigetarkan, segeira muncul ah behrkuntum-kuntum bunga emas yang memancar di angkasa. Ditengah berkelebatnya cahaya pedang, tiba-tiba saja tubuhnya berputar kencang, begitu meloloskan diri dari tusukan pedang Wi Tiong hong, sebuah serangan balasan segera dilancarkan. Serangan pedangnya yang semula melakukan tusukan dengan gerakan pelan, dalam waktu singkat telah berubah menjadi cepat sekali. Secara beruntun dia lancarkan lima buah serangan berantai, angin pedang menderu- deru dan seluruh angkasa seraya diliputi kabut yang sangat tebal. Wi Tiong-hong tidak menyangka kalau serangannya yang ke dua ini bisa berubah menjadi begitu cepat, dalam terkesiapnya cepat-cepat dia mundur beberapa langkah ke belakang. Pedangnya kembali diputar kencang, menggunakan jurus ot goan bu si, cepat-cepat dia lepaskan serangan ke muka. "Traaaaaanngg...!" Sepasang pedang saling membentur membuat kuda kuda Wi Tiong hong menjadi tergempur, tak tahan lagi badannya, mundur setengah lang kah ke belakang. Bukannya mundur, Ban kiam hweecu malah mendesak maju ke depan, tiba-tiba dia menerjang ke muka, pedangnya berhenti secara tiba-tiba dan segera tegurnya: "Saudara Wi, siapa gurumu ?" Wi Tiong hong tak mampu untuk menjawab, sebab dia memang tidak mengetahui siapakah nama paman tak bernama yang telah mewariskan ilmu silat kepadanya itu. Sesudan termenung sejenak, akhirnya dia baru menjawab: "Aku memperoleh pelajaran ilmu pedang ini dari Thian goan totiang dari Bu tong pay, cuma diantara kami tiada hubungan sebagai seorang guru dan murid." "Hmm, aku rasa bukan dia ?" Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Jengek Ban kiam hweecu dingin. "Bila hwee-cu tidak percaya, buat apa mesti bertanya lagi ?" Seru Wi Tiong hong dengan gusar. "Sekalipun tidak kau katakan, aku pun tahu..." Pedang emasnya didorong kedepan, tubuh dan pedangnya meluncur bersama melancarkan serangan dahsyat. Kini Wi Thiong hong tak berani bertindak secara gegabah lagi, pedang Jit siu kiamnya digetarkan kedepan dan menyongsong datangnya ancaman lawan. Sebagaimana diketahui dia hanya bisa memainkan ilmu Jit gi kiam hoat melulu, maka- menghadapi serawngan lawan vangy datang secara xbertubi-tubi itu, terpaksa dia harus bergerak mengikuti gerakan pedangnya, sejurus demi sejurus berputar terus tiada hentinya. Sementara itu serangan yang dilancarkan oleh Ban kiam hweecu tersebut kian lama kian bertambah cepat, Wi Tiong hong yang harus mengandalkan ilmu padang Ji gi kiam hoat untuk menghadapi ancaman tersebut, sesungguhnya sulit bagi dia untuk menghadapi-ancaman-ancaman mana. Dalam gerak tangkisan mana, dia merasa dibalik gulungan bayangan pedang lawan terselip desingan angin guntur yang membetot sukma. Tapi kalau dipandang dari luar, serangan itu pun tidak begitu tangguh, hanya sambung menyambung tiada habisnya, hingga sulit bagi orang untuk membendungnya. Diam-diam ia menjadi terkesiap sekali, pikirnya: "Kalau aku harus menghadapi cahaya pedang yang datang secara berantai seperti ini, maka lama kelamaan aku bakal tak mampu untuk menahan diri, lebih baik aku menyerempet bahaya dan memaksakan pertarungan kekerasan saja... Berpikir demikian, dia lantas mengerahkan tenaga dalamnya, lalu diantara getaran pergelangan tangannya, ujung pedang itu berputar dua lingkaran ditengah udara, kemudian sambil membentak keras pedangnya langsung menerobos masuk ke balik cahaya pedang yang berlapis-lapis dari Ban kiam Hweecu tersebut. Inilah jurus Pau im bu yang dari ilmu pedang Ji gi kiam hoat. "Traaang, traaaang..." Di tengah selapis kabut pedang yang menyelimuti angkasa, segera terdengar suara benturan nyaring yang amat memekik telinga. Akibat dari benturan tersebut, Wi Tiong-hong segera tergetar mundur sejauh dua langkah. Tetapi dia maju kembali setelah mundur, begitu mendesak ke hadapan Wi Tiong hong, ujarnya tertawa: "Sudah jelas saudara Wi adalah murid dari Sian soat kiam kek, mengapa kau tak mau mengakuinya?" OoOoo Bab-49 "SIAN soat kiam kek?" Seru Wi Tiong hong keheranan. "aku belum pernah dengar nama Sian soat kiam kek tersebut." "Dari Kan sam ceng yang barusan kau pergunakan, bukankah masih ada satu getaran yang belum kau gunakan?" Pedangnya digetarkan lagi sehingga muncul bunga pedang yang menyelimuti angkasa, dia langsung mengurung seluruh tubuh Wi Tiong-hong... Selama ini, Wi Tiong hong boleh di bilang belum pernah mendengar tentang Kan-sam- ceng, tapi kalau didengar dari nada ucapannya itu, agaknya tadi ia telah mempergunakan dua kali serangan menggetar ? Padahal di dalam melancarkan serangannya tadi, pertama kali dia menggunakan jurus lt goan bu si dan pada kedua kalinya menggunakan jurus Pau im hu yang. Betul kalau memang masih ada satu jurus lagi yang bernama Sam hoa ki teng atau tiga bunga mengumpul dipuncak, jurus itupun merupakan sebuah jurus serangan yang khusus dipakai untuk menggetarkan pedang atau senjata lawan. Ingatan mana melintas dalam benaknya, dia pun tak berani berayal lagi, pergelangan tangannya digetarkan ujung pedang Jit siu kiam sudah berputar tiga lingkaran di tengah udara untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut. "Traaang..." Sewaktu dia memutar senjata untuk ketiga kalinya, mendadak terasa getaran keras menggelegar diudara, kemudian pergelangan tangannya menjadi kaku dan pedangnya terlepas dari genggaman... Dalam terkejutnya, buru-buru dia melompat mundur ke belakang. Di dalam anggapannya, pertarungan itu merupakan suatu pertarungan adu kekuatan, apabila sudah dijanjikan hanya saling menutul dengan terlepasnya senjata tersebut dari cekalannya, sudah sewajarnya Ban kiam-hweecu pun menghentikan serangannya. Siapa tahu ketika ia mendongakkan kepalanya, tampak Ban-kiam hweecu sudah menggetarkan pedang emasnya ditengah udara, kemudian tubuh berikut pedangnya menyerang ma ju ke muka. Pedang emasnya itu menyebar ditengah udara bagaikan beribu-ribu cahaya emas yang ber hamburan di tengah udara. "Pedang yang berada dalam genggaman Wi Tiong hong telah terlepas, sekarang dia berada dalam keadaan tak bersenjata, mimpipun tidak diduga olehnya kalau Ban kiam Hwee cu akan menyusulnya dengan serangan lain yang jauh lebih dahsyat. Tindakan tersebut kontan saja membuat hatinya gusar bercampur terkesiap. Tampak cahaya emas itu meluncur datang dengan amat cepatnya, dia segera mundur berulang kali, sementara tangan kirinya tanpa terasa melakukan gerakan untuk melancarkan hisapan, sementara tangan kanannya berputar membentuk satu lingkaran di depan dadanya daa "weess" Sebuah pukulan telah dilontarkan. Menyaksikan pemuda itu lagi lagi melakukan gerakan menghisap. taapa terasa Ban kiam bwee cu tertawa geli, ejeknya: "Pedang naga mestika ini tak akan mempan untuk di hlsap dengan mutiara penghisap pedang.." Baru saja dia selesai berkata, mendadak terasa ada segulung tenaga pukulan yang sangat dahsyat membacok datang, ternyata tenaga tersebut menghantam kearah pedangnya dan membuat serangan tersebut tahu-tahu terhenti ditengah jalan. Dengan perasaan terkesiap, dia berpekik: "Serangan yang dilancarkan orang ini ternyata mampu menahan serangan pedangku, ilmu pukulan macam apakah ini?" Diam-diam ia menghimpun tenaga murninya, kemudian pedang emas itu melancarkan serangkaian serangan memantul ketengah udara. Sekarang, dia telah menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya keujung pedang. Tampak beribu-ribu buah benang emas mendadak memancarkan angin pedang yang dahsyat seperti anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur kedepan dan menyambar kemana-mana bagaikan hujan badai. Wi Tiong hong mundur terus kebelakang berulang kali, dengan sekuat tenaga, ia melancarkan dua buah bacokan dahsyat untuk membendung serangan lawan, sementara tubuhnya melompat mundur ke belakang. Darimana dia tahu kalau Ban kiam hweecu telah mengerahkan segenap tenaga dalamnya dan menyalurkan keujung pedang tersebut karena angin pukulannya berhasil menahan gerakan pedangnya tadi ? Sekarang, Ban kiam nweecu telah mengeluarkan hawa pedang kiam khi nya ke ujung senjata tersebut, bayangkan saja, bagaimana mungkin Wi Tiong hong bisa membendung serangannya tersebut dengan kekuatan tenaga pukulannya. Tampak beribu benang emas itu meluncar datang dengan cepatnya dan mendesak tiba secara bertubi-tubi, ia menjadi terperanjat sekali, tangan kirinya diputar kencang, kemudian membacok lagi dengan jurus Ngo ting kay san (Ngo ting membuka gunung). Baru saja serangannya dilancarkan terasa desingan angin tajam hampir saja menyentuh telapak tangannya. setiap jalur benar emas itu semuanya terasa tajam bagaikan sayatan pedang, buru buru dia menarik kembali telapak tangan kirinya yang sedang melepaskan serangan tersebut. sementara dia menjadi sangat kaget, beribu benang emas yang membawa kilauan cahaya tajam tersebut sudah meluncur ke hadapan tubuhnya dengan kecepatan luar biasa. Dengan demikian, depan belakang, kiri mau pun kanan tubuh Wi Tiong hong sudah terku rung rapat oleh cahaya pedang lawan. Sementara itu, seluruh perhatian dari kawanan jago yang berkumpul diseluruh arena telah tertarik oleh permainan jurus Ban kiam ki hui (selaksa pedang menghimpun sinar) yang sedang digunakan oleh Ban kiam hweecu tersebut, mereka boleh dibilang terpukau oleh jalur-jalur benang emas yang terpancar dari pedang jagoan tersebut. Wi Tiong hong yang dipaksa mundur berulang kali benar-benar dibuat marah sekali, menyaksikan datangnya cahaya emas yang menyambar ke hadapannya, padahal dia sama sekali tak bersenjata apa-apa, dia menjadi bingung dan tak tahu dengan cara apakah harus menyongsong datangnya ancaman tersebut. Mendadak ia teringat kalau dalam sakunya masih terdapat sebatang pena baja (pena itu merupakan lencana pena baja yang merupakan tanda pengenal dari Thi pit pangcu), dalam keadaan begini tanpa berpikir panjang lagi dia merogoh kedalam sakunya dan mencabut keluar benda mana. Semua peristiwa itu berlangsung dalam sekejap mata, begitu pena tersebut digenggam, dalam benaknya pun terlintas pula jurus Hong-nong sam tian tau (burung hang mengangguk tiga kali) yang dilukis Thi pit pangcu dalam kotak tersebut. Pada saat itu, pada hakekatnya dia tidak mempunyai waktu lagi untuk berpikir panjang, tangan kirinya segera melakukan gerakan aneh sambil maju ke depan, sementara pena baja ditangan kanannya menyongsong datangnya cahaya emas itu dan melancarkan sebuah serangan. Sesungguhnya Ban kiam hwecu sama sekali tidak mempunyai maksud untuk melukai Wi Tiong hong, justru karena pukulan Siu lo ik yang dilepaskan si anak muda tadi terhenti ditengah jalan, maka dalam kejut dan terkesiap dia salurkan segenap hawa murninya ke ujung senjata. Tatkala menyaksikan Wi Tiong hong terdesak mundur berulang kali tadi, dia pun berencana untuk menarik kembali serangannya. Siapa sangka pada saat inilah Wi Tiong hong telah mengayunkan pergelangan tangannya dan tahu-tahu di tangannya telah bertambah dengan sebatang pena baja yang secara beruntun meledakkan tiga titik bayangan pena yang menyilaukan mata. "Tri ing Tri ng... Traang..!" Kalau pada dua dentingan yang pertama berasal dari benturan ujung pena dengan ujung pedang, maka pada benturan yang terakhir itu merupakan benturan nyaring yang memekikkan telinga. "Trang..!" Sekali lagi terdengar suara bunyi nyaring yang memekikkan telinga. Hawa pedang dan cahaya emas segera lenyap tak berbekas, Ban kiam bweecu cepat mundur dua langkah dan menundukkan kepalanya untuk memeriksa senjata sendiri. Tiba-tiba ia menjerit kaget. Ternyata pedang emas mestikanya yang tajam luar biasa itu pedang naga emas, kini sudah terpotong oleh babatan pena Wi Tiong-hong sehingga patah dan tinggal separuh. Peristiwa ini bukan saja membuat Ban kiam kweecu merasa terperanjat sekali, Wi Tiong hong yang berada di hadapannya pun dibuat tertegun sampai berdiri termangu- mangu. Setiap jago yang hadir dalam arena pun merasakan kejadian itu sebagai suatu peristiwa yang sama sekali diluar dugaan, rata-rata mereka menunjukkan rasa kaget dan tercengang yang luar biasa. Ban kiam hweecu membelalakkan matanya lebar-lebar dan mengawasi tangan Wi Tiong hong tanpa berkedip, lewat berapa saat kemudian ia baru berkata dengan nada terkesiap: "Lou bun si ? Benda yang berada ditangan mu itu adalah Lou bun si.?" Dengan cepat Wi Tiong hong menggeleng. "Bukan, pena milikku ini merupakan lencana pena baja, benda pengenal dari ketua Thi pit pang" Sembari berkata, tanpa terasa dia mengangkat tangannya tinggi tinggi. Dengan diangkatnya pena tersebut ke udara maka semua orang dapat menyaksikan dengan lebih jelas lagi, Pada ujung pena baja yang berada ditangan Wi Tiong hong tersebut sudah jelas kena terpapas sebagian oleh ketajaman pedang Kim liong kiam sehingga nampak ujung pena lainnya yang berwarna kehijau hijauan.. Seh Thian yu yang menyaksikan hal tersebut segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahh...haaahb..haaabh... ternyata memang Lou bun si yang asIi!" Wi Tiong hong memeriksa lagi pena bajanya sekejap, kemudian sembari menjura kepada Ban kiam bwecu, dia berkata: "Aku benar-benar tidak mengetahui keadaan yang sesungguhnya, sehingga pedang mestika milik Hwe cu telah rusak." BAN KlAM HWEE CU mengulurkan tangannya yang putih ke depan, kemudian pelan- pelan berkata. "Bawalah kemari, berikan kepadaku untuk kulihat!" Meskipun Wi Tiong hong merasa keberatan dalam hati kecilnya, namun dia toh menurut juga dan memberikan benda tersebut kepada Ban-kiam hweecu. Setelah menerima pena tersebut, sekali lagi Ban kiam Hwee cu memeriksa benda itu dengan seksama, akhirnya sambil mendengus dingin ujarnya dengan cepat: "Lencana pena baja", betul-betul suatu penyaruan yang luar biasa, ternyata pada lapisan luar dari Lou bun si telah dilapisi dengan selapis kulit baja yang mengelabuhi pandangan orang lain..." Berbicara sampai disitu, mendadak dia mengambil kutungan pedangnya lalu ditebaskan ke atas pena baja tersebut. Dengan perasaan terkejut Wi Tiong hong segera menegur: "Hwee cu, apa yang hendak kau lakukan ?" "Aku hendak membersihkan pena tersebut dari lapisan bajanya" Sahut Ban-kiam hwee cu dengan suara dingin. "Tapl pena ini merupakan tanda pengenal dari perkumpulan Thi pit pang yang sudah di turun temurunkan pada anggota perkumpulan nya, sedangkan aku tak lebih hanya menyimpankan benda tersebut bagi mereka untuk sementara waktu..." "Kalau toh di dalam pena baja tersebut disimpan Lou bun si yang asli, apa salahnya jika benda tersebut diperlihatkan kepada semua orang yang hadir..?" Sementara berbicara, tangannya tak pernah berhenti bekerja, jangan dilihat pedang yang di pergunakan hanya sebilah kutungan pedang belaka, namun di dalam kenyataan tajamnya bukan kepalang, hanya di dalam berapa kali sayatan saja, lapisan luar yang membungkus pena baja tersebut telah berhasil disayat habis. Dengan cepat muncul ah sebilah pena kemala yang berwarna kehijauan. Benar juga, benda tersebut adaglah Lou bun-si iyang asli, baikh warna maupun bentuk tidak jauh beda dengan Lou bun si yang palsu. Sambil membuang pedang kutungnya ketanah, dengan tiga jari tangannya Ban kiam- hwee cu memegang pena kemala tersebut, kemudian ujarnya: "Hitung-hitung, tidak sia-sia belaka kalian datang menghadiri suatu pertemuan hari ini, kalau tadi Thio lo-huhoat telah memusnahkan sebatang Lou bun si yang palsu, maka sekarang benda yang asli telah muncul di depan mata. "Dari sini dapat dibuktikan kalau dua buah Lou bun si yang palsu dan sebuah yang asli telah terjatuh semua ke tangan Tou Pek li dimasa lalu, ketika ia menghancurkan sebuah Lou bunsi yang asli pada tiga puluh tahun berselang, rupanya yang asli telah dia lapisi dengan kulit baja yang kemudian dijadikan tanda pengenal dari perkumpulannya." "Kemudian secara sengaja pula dia mengeluarkan Lou bun-si yang palsu ke dalam dunia persilatan hingga menciptakan badai pembunuhan yang amat dahsyat tiga puluh tahun kemudian..." Dengan sorot mata yang licik dan memancarkan sinar serakah, Sen Thian-yu menatap Lou bun si itu lekat-lekat, kemudian katanya: "Atas undangan dari Hwee cu, kami memang datang kemari untuk Lou bun si tersebut sekarang benda tersebut sudah muncul didepan mata, bolehkah siaute ikut meminjam sebentar untuk dinikmati ?" "Pena tersebut bukan milikku, sehingga sulit untuk memenuhi harapanmu tersebut." Sahut Ban-kiam-hwee cu dingin. "bukankah kalian telah menyaksikan dengan cukup jelas, pena yang asli dan pena yang palsu berbentuk persis sama, diatas pena inipun terukir huruf Thian-hee-tit-it, totiang, mungkin yang kau kuatirkan sekarang adalah kepandaian silat yang tersimpan dalam pena tersebut bukan ?" Sambil mengelus jenggotnya Thian yu tertawa seram. "Heeehh... heeehh... heeehhh... menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, dalam Lou bun si tersimpan sebuah jurus ilmu pedang yang sangat hebat, dalam ilmu pedang tersebut terkandung seluruh inti sari ilmu pedang yang berada dikolong langit dewasa ini, apakah Hwee cu tidak ingin menyaksikannya?" Ban kiam hwee cu tertawa dingin, mendadak dia membalik pena kemala tersebut, lalu katanya: "Di balik batang pena tersebut mungkin saja tersimpan kepandaian silat, seandainya ada mungkin sudah diambil orang sedari dulu, yang tertinggal sekarang tak lebih hanya sebuah batang pena kosong bila tidak gpercaya, silahkian kalian memerhiksanya sendiri!" Ketika semua orang mengalihkan perhatiannya kearah batang pena itu, betul juga batang pena itu sudah kosong, tiada sesuatu benda apa pun yang terdapat disana. Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Wi Tiong hong, segera pikirnya: "Yang mereka maksudkan sebagai sebuah jurus ilmu silat itu, jangan-jangan adalah ukiran jurus Hong bong sam tiam tau yang terukir diatas kotak pena tersebut?" Bayangkan saja, pancaran sinar ke emasan yang dipancarkan oleh pedang Ban kiam hweecu tadi begitu dahsyat dengan hawa pedang yang mengerikan mana mungkin jurus serangan biasa dapat dipergunakan untuk memecahkan serangan tersebut ? Bahkan untuk menangkis pun belum tentu akan mampu untuk menangkisnya. Tapi buktinya jurus serangan pedang yang begitu dahsyat pun tanpa disengaja telah berhasil dipecahkan olehnya... Di dalam hal ini, tampaknya Ban kiam hwee cu serta semua yang hadir di sana telah tertarik perhatiannya oleh patahnya pedang Kim liong kiam serta munculnya Lou bun si yang asli tersebut sehingga siapa pun telah melupakan jurus serangan yang telah dipergunakan olehnya tadi... Sementara dia masih termenung, tampak Ban kiam hwee cu telah menyodorkan kembali Lou bun si tersebut di hadapannya sembari berkata. "Lou bun-si merupakan sebuah benda mestika dalam dunia persilatan, saudara Wi harus baik baik menyimpannya !" Wi Tiong hong menerima kembali pena tersebut dan segera dimasukkan kedalam saku, setelah itu katanya hambar: "Pena tersebut merupakan pena baja milik perkumpulan Thi pit pang, aku tak lebih hanya akan menyimpannya untuk sementara waktu." Ban kiam hwee cu tersenyum, katanya lagi dengan suara lembut: "Kecuali Lou bun si, bukankah dalam diri saudara Wi juga terdapat sebutir mutiara Jip kiam cu? sekalipun semua orang tidak menyinggung tentang persoalan tersebut, tapi aku yakin hal ini tak akan bisa mengelabuhi semua orang." "Saudara Wi, apabila kau tak ada urusan penting, siaute ingin mengundangmu untuk mengunjungi Kiam bun san selama beberapa hari, terhadap saudara Wi mungkin merupakan suatu bantuan kecil, entah bagaimanakah pendapat saudara Wi?" Ucapan tersebutw diutarakan denygan suara yang xpelan sekali, sehingga kecuali Wi Tiong hong, boleh dibilang orang lain tak akan bisa mendengarnya. Wi Tiong hong menjadi tertegun, kecuali Lou bun si masih ada sebutir mutiara Ing-ki- amcu ? Sejak kapan dalam sakunya terdapat sebuah mutiara Ing-kiam cu? Sembari menjura dia segera menyahut: "Aku masih ada urusan pentirg lainnya yang harus segera diselesaikan biarlah maksud baik Hwee cu kuterima dalam hati saja:" Berhubung jarak diantara para hadirin dengan kedua orang itu berselisih agak jauh, maka siapa pun tidak mendengar apa gerangan yang mereka bicarakan. Tapi semua orang dapat melihat kalau Wi Tiong hong sedang menjura berulang kali, tentu saja hal ini disebabkan dia sedang meminta maaf kepada Ban kiam Hwee cu karena telah mematahkan pedang mestika orang itu. Dengan tatapan mata yang tajam Ban kiam Hwee cu mengawasi wajah Wi Tiong hong beberapa saat, dia seperti merasa sayang dan kecewa, katanya kemudian: "Kalau toh saudara Wi masih mempunyai urusan penting lainnya, siaute pun tidak akan menahanmu lebih jauh," Sementara itu seorang dayang telah muncul ditengah arena, memungutkan pedang Jik siu kiam milik Wi Tiong hong dari atas tanah dan mempersembahkan kehadapannya. Wi Tiong hong segera menjura sambil menyatakan rasa terima kasihnya, setelah menerima kembali pedangnya lantas dimasukkan kembali kedalim sarung. Mendadak Seh Thian yu bangkit berdiri, kemudian katanya sembari menjura: "Sekarang, Lou bun si yang palsu sudah punah, yang aslipun sudah muncul, aku pikir pertemuan pada hari ini pun sudah berakhir sampai disini, apabila hwee-cu tiada petunjuk yang lain, siaute ingin mohon diri lebih dulu." Ban kiam Hwee cu segera balas memberi hormat, sahutnya sembari tertawa: "Terima kasih banyak atas petunjuk dari Seh too tiang, siaute ucapkan banyak terima kasih pula atas kesudianmu untuk menghadiri pertemuan ini." Dengan sorot mata yang licik dan keji Seh Thian yu memandang sekejap ke arah semua orang, kemudian ujarnya sambil menjura. "Lo heng sekalian, maafkan bila siaute harus berangkat selangkah lebih dulu." Selesai berkata, dengan membawa anggota perguruannya ia lantas beranjak keluar dari ruangan tersebut dengan langkah lebar. Wi Tiong hong sendiri yang memikirkan asal usulnya, diapun ingin buru-buru mengunjungi perguruan Siu lo bun untuk menyelidiki jejak dari pamannya yang tak diketahui namanya untuk ditanya tentang riwayat hidupnya, maka menyaks kan Seh Thian yu beranjak pergi. diapun segera menjura kepada Ban kiam hwe cu sembari berkata: "Sekarang, aku sendiripun masih ada urusan penting yang harus segera diselesaikan, maaf bila akupun harus berangkat selangkah lebih dulu.." Ban kiam hwe cu memandang sekejap ke-sekeliling arena, kemudian katanya. "Kepergian Seh Thian yu secara tergesa-gesa sudah pasti mempunyai maksud dan tujuan yang kurang baik, sepanjang jalan nanti harap saudara Wi sudi bertindak lebih berhati hati lagi." "Terima kasih banyak aias perhatian dari hweecu, aku bukan seorang manusia yang takut urusan!" Su Siau hui segera bangkit berdiri pula, tanyanya sambil menatap wajah pemuda itu lekat-lekat: "Wi sauhiap, kau hendak pergi kemana ?" Wi Tiong hong yacg ditegur dihadapi orang banyak segera merasakan paras mukanya berubah menjadi merah padam karena jengaj, sahutnya cepat-cepat: "Aku masih mempunyai persoalan lain yang harus diselesaikan maka aku ingin melanjutkan perjalanan cepat..." Lak jiu-im eng Thio Man menjadi gelisah sekali setelah menyaksikan kejadian itu, buru- buru buru dia menarik ujung baju kakaknya sembari memberi tanda. Thio Kun kay yang berpengalaman tentu saja memahami maksud hati adiknya ini, buru buru dia pun berseru: "Saudara Wi, bagaimana kalau kita menempuh perjalanan bersama-sama..?" Belum sempat Wi Tiong-hong menjawab, kakek Ou yang berdiri disamping Su Siau hui telah berkata sambil mendengus dalam-dalam. "Siapa membawa mestika dia akan tertimpa bencana, denfifin mengandalkan kemampuan dari kalian beberapa orang, memangnya sanggup untuk menghadapi hadangan dari musuh tangguh ?" Pada dasarnya Ti o Kun kay gadalah seorang ilelaki tinggi hhati, ketika dilihatnya orang itu berbicara kepada mereka, dimana sudah jelas dari sikapnya kalau orang itu tidak memandang sebelah mata pun terhadap kemampuan dari Bu tang pay, kontan saja dia mendengus gusar dan berseru: "Hm, kepada siapa kau sedang berbicara ?" "Lohu sedang berbicara dengan kalian" Sahut kakek Ou dingin. "sekarang, bocah ini membawa mutiara ing kiam cu yang sudah lama di ncar oleh setiap anggota dunia persilatan di samping Lou bun si yang sudah merupakan bencana besar. Kecuali melakukan perjalanan bersama tama toa siocia kami dan lohu yang melindungi keselamatan jiwanya, siapa pula yang mampu melindungi keselamatannya tanpa terjadi suatu peristiwa apapun ?" Kam Liu cu yang mendengar perkataan tersebut segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. "Haah, haah, haah, lotiang, tidakkah kau merasa bahwa ucapanmu itu kelewat sombong sehingga kurang sedap kedengarannya ?" Kakek Ou memandang sekejap ke arah Kam Liu cu berdua, kemudian katanya: "Kalian adalah anggota Thian sat bun, hah haah... haah... masih mendingan juga ucapan tersebut diutarakan oleh guru kalian." Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Liu Leng poo mendengus dingiu, tantangnya dengan suara dingin: "Kau ingin mencoba ?" Menyaksikan semua orang hendak bentrok sendiri gara-gara urusannya, dengan cepat Wi Tiong-hong menjura berulang kali sembari berseru. "Nona So, saudara Kam saudara Thio, harap kalian jangan sampai timbul kesalahan paham gara-gara urusan siaute, terus terang saja kukatakan kepada saudara sekalian, hingga kini asal usul siaute masih merupakan sebuah tanda tanya besar, maka sekarang aku ingin terburu buru mencari pamanku yang telah memelihara siaute selama ini untuk ditanyai asal usulku yang sebenarnya, itulah sebabnya siaute harus berangkat lebih dahulu." Berbicara sampai disitu, dia lantas menjura kepada Thian Khi, Sip-cu taysu Sin ci ki Beng Kian hoo sekalian sembari berseru: "Harap dimaafkan kalau aku terpaksa harus berangkat lebih dahulu." Selesai berkata ia segera membalikan badan lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut. Agaknya dia memang ada maksud untuk menghindari orang-orang tersebut gerakan tubuhnya cepat sekali. Dalam waktu tinggkat bayangan tuibuhnya sudah behrada tujuh delapan kaki dari posisi semula dan bergelak ke depan tanpa berpaling lagi. Dengan kecepatan yang luar biasa Wi Tiong hong bergerak meninggalkan kuil tersebut, dalam-waktu singkat dia sudah berada belasan li jauhnya dari tempat semula. Kini didepannya muncul sebuah persimpangan jalan. Tanpa terasa dia berhenti sejenak untuk menentukan arah tujuannya, baru saja hendak melanjutkan perjalanan.. Meundadak dari balik hutan disisi kiri jalan muncul tiga orang manusia... Orang yang berjalan di barisan terdepan adalah seorang kakek berjenggot putih yang memakai jubah hijau, sedangkan dua orang kakek yang mengikuti di belakangnya adalah dua orang kakek berjubah abu-abu, sepasang tangan mereka lurus ke bawah, agaknya merupakan pengiring dari kakek berjubah hijau tersebut. Kakek berjubah hijau itu muncul dengan wajah penuh senyuman, dengan sorot matanya yang dalam dia mengawasi Wi Tiong-hong beberapa saat lamanya, kemudian berkata sembari menjura: "Yang datang apakah Wi Tiong hong, Wi sauhiap ?" Belum pernah Wi Tiong hong berjumpa dengan kakek berjenggot putih yang memakai- jubah hijau ini, sudah barang tentu dia pun tidak kenal siapa gerangan mereka. Sesudah tertegun beberapa saat, sahutnya sambil menjura: "Aku adalah Wi Tiong hong, entah ada urusan apa lotiang datang mencariku?" "Atasan kami ingin sekali bersua muka dengan Wi sauhiap, oleh sebab itu sengaja mengutus lohu untuk menyambut kedatanganmu disini." "Siapa sih atasanmu itu?" Seru Wi Tiong bong tercengang. "aku sama sekali tidak kenal dengannya, mengapa dia mengutus kau untuk menyambut kedatanganku disini?" "Mungkin atasan kami mengetahui tentang Wi sauhiap, kalau tidak, mustahil dia akan mengutus lohu untuk datang menyambut kedatanganmu.." Mendengar perkataan itu, Wi Tiong hong segera berpikir di dalam hati: "Siapa majikan dari kakek berjubah hijau itu dan dari mana datangnya? Lebib baik aku tanyai dulu sampai jelas sebelum bertindak." Berpikir demikian, dia lantas mendongakkan kepala sambil bertanya: "Siapa sia atasanmu? Dapatkah lotiang memberi petunjuk?" "Atasan kami tawk memesan apa-aypa, sebab itu lxohu pun merasa kurang leluasa untuk sembarangan berbicara." Mendengar itu, Wi Tiong hong segera tertawa dingin. "Heeheehee kalau toh siapa nama atasan lotiang pun tak sudi diberitahu ada urusan apa dia mempunyai sesuatu urusan," "Harap lotiang sudi menyampaikan kepada atasanmu, katakan kalau aku masih ada urusan penting sehingga tak bisa memenuhi undangannya itu..." Seusai berkata, dia lantas menjura dan bersiap-siap meninggalkan tempat itu. Dua orang kakek berbaju abu-abu yang berdiri dibelakang kakek berjubah hijau itu segera berkelebat ke depan menghadang jalan pergi Wi Tiong hong. Diam-diam Wi Tiong hong tertegun lagi di buatnya, dengan cepat dia berpikir: "Gerakan tubuh yang dimiliki kedua orang kakek itu sungguh cepat sekali, tampaknya ilmu silat yang dimiliki tidak lemah !" Berpikir demikian, dengan kening berkerut segera serunya: "Mau apa kalian berdua sekarang ?" "Atasan kami sedang menunggu di depan sana, harap Wi sauhiap sudi mengunjungi sebentar." Sahut kakek berbaju hijau itu tertawa. Wi Tiong hong tertawa dingin. "Yang ingin berjumpa dengan diriku toh atasanmu sedang bersedia atau tidak menjumpai atasanmu adalah urusanku, atas dasar apa kalian bertiga hendak memaksaku dengan kekerasan ?" "Lobu hanya mendapat perintah untuk menyambut kedatangan sauhiap, kami tidak berminat untuk memaksa dengan menggunakan kekerasan?" "Bagus sekali, boleh saja aku kesitu, namun kalian mesti menjelaskan lebih dahulu siapakah atasan kalian itu. ada urusan apa mengundang kedatanganku? setelah itu baru akan kupertimbangkan lagi..." Kakek berjubah abu-abu yang berada di-sebelah kiri itu segera membentak: "Lengcu, orang ini enggan minum arak kehormatan, tampaknya kita harus suguhi arak hukuman!" "Benar" Sambung seorang yang lain. "kita sudah tidak banyak memiliki waktu lagi, bagai mana kalau kita bekuk saja dengan kekerasan?" Nada pembicaraan kedua orang itu dingin, kaku dan sombong. seakan-akan tidak memandang sebelah matapun terhadap lawannya. Wi Tiong-hong dapat mendengar kalau mereka menyebut kakek berjubah hijau itu sebagai "leng cu" Namun dia tidak mengetahui darimana datangnya sang Leng cu tersebut? Selama ini. si kakek berjubah hijau itu hanya tersesyum belaka, sepintas la'u tidak mirip orang jahat, tapi dua orang pengiringnya itu sudah jelas itukan manusia baik- baik. Kakek berjubah hijau itu sama sekali tidak menggubris ucapan kedua orang pengiringnya, dengan kening berkerut katanya lagi: "Wi sauhiap harap kau sudi memaafkan kami, sudah banyak tahun atasan kami tak pernah melakukan perjalanan didunia persilatan, sehingga lohu memang agak kurang leluasa untuk memberitahukan siapa namanya, tapi lohu telah mendengar atasan kami berkata bahwa kepandaian silat sauhiap seperti berasal dari seorang sahabat karibnya, itulah sebabnya dia ingin sekali berjumpa dengan sauhiap." Waktu itu Wi Tiong hong memang sedang risau dan kesal karena tidak mengetahui asal usulnya, mendengar perkataan tersebut, kontan saja semangatnya berkobar kembali, desaknya lebih jauh: "Apa lagi yang dikatakan atasanmu itu?" "Lohu hanya mendengar atasan kami berkata demikian saja, keadaan yang lebih jelas tidak lohu ketahui. paling baik kalan sauhiap menjumpai atasan kami sendiri dan bertanya lebih jelas." Ucapan tersebut memang manjur sekali. "Sekarang, atasanmu berada di mana ?" Wi Tiong hong segera bertanya dengan bernapsu. Kakek berjubah hijau itu segera menuding ke depan sana. "ltu dia, berada didepan sana, tak jauh dari tempat ini !" Sahutnya cepat. "Aku bersedia untuk menjumpai atasanmu itu" "Bagus sekali" Seru kakek berjubah hijau itu sambil tersenyum. "harap Wi sauhiap sudi mengikuti lohu." "Silahkan!" Seru Wi Tiong-hong sambil mengangkat tangannya. Kemudian tanpa banyak berbicara lagi dia berjalan mengikuti dibelakang kakek berjubah hijau itu, sementara ke dua orang kakek berbaju abu abu itu lalu mengikuti pula di belakang. Setelah berjalan kurang lebih gsepertanakan naisi kemudian, sahmpailah mereka disebuah dusun kecil dibawah bukit. Kakek berjubah hijau itu mengajak Wi Tiong hong mendekati sebuah gubuk dekat selokan, kemudian berhenti secara tiba-tiba, Kemudian setelah menjura serunya: "Hamba telah mengundang datang Wi sauhiap" "Silahkan dia masuk!" Suara serak seseorang berkumandang dari dalam rumah gubuk itu. "Baik" Sahut kakek berjubah hijau itu cepat, sambil membalikan badan ia berkata lagi. "Atasan kami mempersilahkan Wi sauhiap untuk masuk!" Wi Tiong hong segera beranjak masuk ke dalam rumah gubuk tersebut. Waktu itu senja sudah menjelang tiba, matahari telah condong ke sebelah barat, suasana diluar ruangan masih tidak seberapa gelap, namun suasana dalam ruangan itu cukup redup. Tampak disisi sebelah kiri dinding terdapat sebuah kursi bambu, seorang kakek berjubah lebar dan berjenggot putih duduk disitu dengan sangat angkernya. Ditengah kegelapan, sepasang mata kakek itu memancarkan sinar tajam yang menggidikkan hati, bagaikan sembilu dia mengawasi wajah Wi Thiong hong lekat-lekat, ternyata ia tidak bangkit berdiri untuk menyambut kedatangannya. Sepasang mata Wi Tiong hong dapat dipakai untuk melihat dalam kegelapan, dalam sekilas pandangan saja dia dapat melihat kalau kakek itu mengenakan jubah panjarg berwarna hijau tua, wajahnya pucat dan daging tubuhnya kaku sehingga sekilas pandangan tidak mirip dengan manusia hidup. Banjir Darah Di Borobudur Karya Kho Ping Hoo Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo