Ceritasilat Novel Online

Pedang Karat Pena Beraksara 24


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 24


Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D   Pengalaman yang dimiliki Wi Tiong hong sekarang sudah amat luas, pengetahuannya tentang dunia persilatan juga sudah maju pesat, sekilas pandangan saja dia sudah melihat kalau kakek itu mengenakan selembar kulit manusia.   Dari gerak-gerik maupun tingkah lakunya itu, deruan cepat anak muda itu mengambil kesimpulan kalau kakek yang dihadapinya sekarang sudah jelas bukan orang dari golongan lurus, diam-diam ia segera meningkatkan kewaspadaannya.   Ketika kakek berjubah hijau tua itu menyaksikap Wi Tiong-hong hanya berdiri saja dalam ruangan rumah, dia mengira pemuda itu tak dapat melihat jelas keadaan didalam karena silau, maka sambil tertawa dalam tegurnya: "Saudara cilik, silahkan duduk, disisi sebelah kananmu terdapat sebuah kursi bambu."   Wi Tiong-hong segera menjura, katanya.   "Terima kasih banyak atas undangan lotiang, bolehkah aku tahu siapa nama lotiang dan ada urusan apa mengundang kehadiranku kemari?"   Sejak perjumpaan pertama kali gtadi, sepasang imata si kakek bherjubah hijau tua itu tak pernah terlepas dari wajah Wi Tiong-hong mendengar pertanyaan tersebut, ia segera tertawa terbahak bahak.   "Haah...   haah...   haah...   sudah banyak tahun lohu tak pernah melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, harap saudara cilik memanggilku dengan sebutan lotiang saja" "Ada urusan apa lotiang mengundang kehadiranku ke sini ? Harap kau sudi menjelaskan kepadaku" "Lohu memang ada suatu persoalan yang hendak dibicarakan denganmu, saudara cilik, siIahkan duduk lebih dulu sebelum pembicaraan mau dimulai...   "   Wi Tiong hong menurut dan segera duduk dikursi yang berada di hadapannya.   Setelah mengawasi si anak muda itu beberapa saat, pelan-pelan kakek berbaju hijau tua itu berkata: "Saudara cilik, kaukah yang bernama Wi Tiong hong ?" "Benar, aku bernama Wi Tiong hong" "Wi Tiong..   Hong !"   Kakek berjubah hijau tua itu tertawa terkekeh-kekeh dengan suara yang aneh sekali, berapa saat kemudian ia baru berkata lagi: "Saudara cilik, pikirku kau bukan she Wi?"   Wi Tiong hong merasa amat terperanjat, dengan cepat ia teringan kembali akan sepatah kata yang tercantum dalam surat yang ditinggalkan paman tanpa nama padanya tempo hari: "Kau bukan dari Marga Wi, tapi sekarang kau harus tetap mempergunakan nama Wi Tiong hong sebagai pengganti namamu."   Setiap tulisan yang ditinggalkan paman tanpa nama didalam suratnya.   boleh dibilang telah hapal diluar kepala, sekarang kakek itu mengatakan pula bahwa dia bukanlah she Wi, bukankah hal ini menunjukkan kalau dia memang bukan she Wi? Tapi darimana dia bisa tahu akan hal ini..? Tapi pengalaman yang dimiliki Wi Tiong-hong kini sudah cukup luas, oleh sejak awal dia sudah merasa kalau orang ini bukan berasal dari golongan lurus, maka sesudah tertegun sejenak, katanya sembari menjura: "Lotiang, atas dasar apa kau berkata demikian?"   Mencorong sinar tajam yang menggidikkan hati dari balik mata kakek berjubah hijau tua itu, dengan cepat dia mengerling sekejap ke-arah Wi Tiong hong, kemudian katanya seraya tertawa terbahak bahak:w "Raut wajah sayudara cilik menxgingatkan lohu dengan seorang sahabat karibku..."   Sekali lagi Wi Tiong hong merasakan hatinya tergerak, katanya hambar: "Bukan hanya seorang saja yang berwajah mirip didunia ini, mungkin lo tiang telah salah melihat orang?" "Tentu saja lohu tak akan menganggap saudara cilik sebagai sahabat lohu haa...   haah...   haaa sahabat lohu itu paling tidak sudah berusia empat puluh lima tahunan saat ini, maksud lohu kemungkinan besar saudara cilik adalah putra dari sahabat lohu itu sebab..."   Ketika berbicara sampai di situ, mendadak ia menutup mulut dan tak melanjutkan kata-katanya lagi.   Wi Tiong hong segera berkata: "Mengapa lotiang tidak melanjutkan perkataanmu itu?" "Sebab sahabat lohu itu sudah hampir lima belas tahun lamanya tak pernah berhubungan dengan putra kandungnya itu."   Ketika ucapan "lima belas tahun"   Tersebut menyusup ke dalam telinga Wi Tiong hong, hampir saja dia melompat saking kagetnya.   Dia jadi teringat pula dengan tulisan paman tanpa nama didalam suratnya dulu: "Selama lima belas tahun ini, kau selalu menganggapku sebagai ayahmu, namun dalam kenyataannya aku bukan ayah kandungmu, kalau dihitung-hitung, kau seharusnya memanggil paman kepadaku..."   Lima belas tahun, mungkinkah yang dia kakek berjubah hijau tua itu maksudkan adalah dirinya sendiri ? Tidak tidak benar, menurut dia, sahabatnya sudah lima belas tahun tak pernah berhubungan dengan putra kandungnya, itu berarti sahabat lamanya belum mati.   Padahal ayah sendiri sudah mati di tangan musuh besarnya pada limabelas tahun berselang...   ini menurut tulisan dari paman tanpa nama dalam suratnya.   Sementara dia masih termenung, terasa olehnya kakek berjubah hijau tua itu sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam, maka ujarnya kemudian sambil menyangkal kepalanya.   "Mendiang ayahku sudah lama berpisah denganku..." "Menurut apa yang lohu ketahui, sahabat karib lohu itu pernah memiliki sebutir mutiara, mutiara tersebut berada didalam saku saudara cilik sekarang..."   Mendengar sampai disitu, Wi Tiong hong segera berpikir: "Yang dimaksudkan sebagai mutiara mestika tersebut pastilah mutiara Im kiam cu menurut Ban kiam hweecu, mutiara Im kiam cu berada disakuku, kemudian si kakek Ou dari Lam hay bun juga berkata demikian.   Kalau dibilang Lou bun si berada disaku ku memang benar, tapi bagaimana dengan mutiara Im kiam cu tersebut ?"   Berpikir sampai disitu, maka tanyanya sambil tertawa dingin: "Apakab lotiang maksudkan mutiara Im-kiam cu?"   Kakek berjubah hijau tua itu seperti merasa tercengang dan diluar dugaan oleh pertanyaan lawan secara terang-terangan itu, setelah tertegun sejenak, katanya sambil tertawa seram: "Benar memang mutiara itu yang lohu maksudkan."   Sekarang Wi Tiong hong baru mengerti, meskipun kakek tersebut tidak muncul dalam kuil tersebut, kemungkinan besar dia telah bersembunyi disekitar ruangan tersebut dan menyadap pembicaraan antara Ban kiam hweecu dan kakek Ou dari Lam hay bun, sehingga dianggapnya ia benar-benar memiliki mutiara Ing kiam cu tersebut.   Mungkin dikarenakan alasan itulah, maka dia sengaja mengirim orang untuk memancing datang kesitu.   Dari sini, dapat disimpulkan pula kalau dia sengaja mencatut nama ayahnya dengan tujuan untuk mengincar mutiara Ing kiam cu tersebut.   Berpikir sampai disitu.   tanpa terasa lagi ia tertawa nyaring, katanya kemudian: "Kalau Lou bun si yang menggetarkan dunia persilatan mah benar-benar berada disakuku, sayang sekali dalam sakuku tidak terdapat mutiara Ing kiam cu tersebut."   Kakek berjubah hijau tua itu turut tertawa terbahak-bahak. "Haah... haah... haaah... apakah saudara cilik menganggap lohu sedang mengincar mutiara lng kiam cu milikmu itu ?" "Memangnya bukan ?"   Berkilat sepasang mata kakek berjubah hijau tua itu, serunya setelah tertawa seram: "Betul, lohu hanya ingin membuktikan apakah saudara cilik benar-benar merupakan putera sahabat karibku Hong Thian jin atau bukan, selain itu, aku tidak mempunyai maksud tujuan lain." "Hong Thian-jin ?"   Wi Tiong hogng termenung saimbil bepikir sehjenak.   "aku tidak kenal dengan orang itu."   Sekali lagi kakek berjubah hijau tua itu menatap wajah Wi Tiong hong lekat-lekat, kemudian tanyanya lagi dengan suara menyeramkan "Kalau begitu, tentunya saudara cilik pernah mendengar orang membicarakan tentang Sian soat Kiam-kek ( jago pedang dari Sian saat ) Ciang Lam-san bukan ?" "Sian-soat kiam-kek Ciang Lam-san ?"   Wi Tiong hong jadi teringat bagaimana Ban kiam hweecu pun pernah mengira dirinya sebagai anak murid Sian-soat kiamkek, dengan cepat dia menggeleng kembali: "Aku pernah mendengar Ban kiam hwee-cu menyinggung tentang nama Sian soat kiam kek, tapi sebelum itu belum pernah kudengar tentang nama tersebut, bersediakah lotiang untuk menjelaskan lebih jauh...?"   Dengan sorot mata yang tajam kakek berjubah hijau itu menatap wajah Wi Tiong hong lekat-lekat, dia menjadi agak tercengang sewaktu dilihatnya pemuda itu seperti tidak berbohong.   Selang berapa saat kemudian dia baru berkata lagi: "Ciang Lam san berasal dari partai Bu tong, kalau dihitung masih termasuk paman gurunya ketua Bu tong pay saat ini Thian Yan cu.   Tetapi kemudian dia bergabung dengan Ban kiam bun dan menjadi salah satu diantara delapan pelindung hukum perguruan tersebut"   Wi Tiong hong segera berpikir kembali.   "Dari delapan pelindung hukum Ban kiam-bun yang pernah kuketahui hingga kini diantaranya terdapat It teng taysu, lo pangcu dari Thi pit pang Tau pek li serta Thian sao tiau siu, nampaknya orang-oranng yang tergabung dalam delapan pelindung hukum tersebut rata rata merupakan manusia pilihan"   Sementara itu kakek berjubah hijau tua itu sudah melanjutkan kembali kata-katanya: "Ban kiam hwee cu waktu itu mendapat kabar yang mengatakan bahwa di Lam hay bun terdapat sebutir mutiara Ing kiam cu yang bisa dipergunakan untuk mematahkan jurus pedang, konon benda mana merupakan satu-satunya benda yang bisa menandingi Bin-kiam bun, maka dia lantas mengutus jago-jago lihay nya untuk melakukan serbuan ke Lam-hay, tentu saja tujuan yang terutama adalah untuk merebut mutiara mestika itu." "Siapa sangka, ilmu silat yang dimiliki orang orang Lam-hay bun amat lihay, jago tangguhpun banyak sukar dihitung, dalam pertarungan mana kedua belah pihak sama sama jatuh korban yang parah, konon dari kawanang jago yang menyierbu ke Lam hayh, kecuali Ban kiam hwee cu sendiri, hanya berapa orang saja dari kawanan jago lihay yang dibawanya berhasil mundur dengan selamat."   Wi Tiong hong manggut-manggut. "Yaa, tentang soal itu memang pernah kudengar"   Kakek berjubah hijau itu tidak menggubris ucapannya, kembali dia berkata lebih jauh: "Beratus orang jago lihay yang dibawa Ban kiam hwee cu, akhirnya tumpas dalam pertarungan mana, mutiara Ing kiam cu juga gagal didapatkan, sejak menderita pukulan berat itu, Ban kiam bun ikut lenyap pula dari peredaran dunia persilatan hampir puluhan tahun lamanya."   Setelah berhenti sejenak.   dia berkata lebih jauh: "Dari delapan orang jago lihay yang berhasil kabur dari pengepungan di Lam hay, akhirnya merekapun menyebarkan diri ke mana-mana, menurut berita, sewaktu melakukan penyerbuan ke Lam hay bun tempo hari, Ciang-Lam San san berhasil merampas sebuah kertas berisi ilmu pedang yang tidak utuh, sejak itu dia mengasingkan diri di bukit Sian Soat nia.   "Sejak itulah orang menyebutnya sebagai Sian soat kiam kek, sedangkan ilmn silat andalannya adalah Pek lek sam ceng (tiga getaran geledek) yang khusus untuk menggetarkan senjata tajam lain, konon ke tiga jurus ilmu pedang tersebut berasal dari lembaran kitab pusaka yang sudah tak lengkap lagi itu!"   Tergerak hati Wi Tiong hong setelah mendengar perkataan itu, pikirnya kemudian: "SeteIah Ban kiam hweecu menyakinkan jurus it goan hu si.   Pau im cu yang dan Sam hoa ki teng yang kumainkan, dia lantas menganggap jurus-jurus tersebut sebagai Kam- sam ceng dari Sian soat kiam kek, mungkin ilmu tersebutlah yang dimaksudkan olehnya sekarang sebagai Pak lek sam ceng?"   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berpikir lebih jauh: "Ooooh"   Rupanya Sian soat kiam kek bermula dari Bu tong pay, kalau begitu adakah sesuatu hubungan antara ketiga jurus ilmu pedangku itu dengan dirinya?"   Sementara dia termenung, terdengar kakek berjubah hijau itu sudah tertawa terbahak-bahak.   "Haaahh...   haaahh...   haaah...   dengan susah payah Ban kiam hweecu mengirim orang- orangnya untuk menyerbu Lam hay bun, akhirnya dia tidak berhasil mendapatkan mutiara lng kiam cu tersebut, coba kau tebak, akhirnya mutiara tersebut terjatuh ditangan siapa ?"   Tanpa berpikir panjang Wi Tiong hong segera berkata: "Kalau didengar dari nada pembicaraan lo tiang, mungkinkah ia adalah Sian soat kiamkek?"   Kakek berbaju hwijau tua itu seygera manggut-maxnggut.   "Benar, peristiwa ini baru diketahui puluhan tahun kemudian, saat ita Sian soat kiamkek sudah mati, dan orang persilatan baru tahu kalau mutiara Ing kiam cu tersebut sebenarnya terjatuh di tangannya."   Wi Tiong hong hanya mendengarkan dengan tenang, tak sepatah katapun yang diucapkan.   Dengan tajam kakek berjubah hijau itu mengawasi sekejap wajah Wi Tiong hong, kemudian setelah tertawa seram katanya: "Setelah Sian soat kiam kek meninggal dunia, tentu saja mutiara Ing kiam cu tersebut terjatuh ke tangan Hong Thian-jin, anak muridnya, peristiwa itu terjadi lima belas tahun berselang dan kini mutiara Ing-kiam cu tersebut muncul pula disaku saudara cilik, kebetulan sekali paras muka saudara cilikpun mirip sekali dengan raut wajah Hong Thian jin."   Sesudah mendengar uraian tersebut, lambat laun Wi Tiong hong mulai mempercayai perkataannya, diam-diam ia berpikir: "Jangan-jangan Hong Thian jin benar-benar adalah ayah kandungku ?"   Berpikir demikian, dia lantas mendongakkan kembali seraya berkata: "Tapi didalam sakuku benar-benar tidak terdapat mutiara Ing kiam cu tersebut."   Kakek berbaju hijau itu segera mengalihkan sorot matanya ke atas tangan kiri pemuda itu, lalu katanya sambil tertawa seram: "Saudara cilik, kau mengenakan apa pada jari tengah tangan kirimu itu?" "Oooh, benda itu adalah cincin Ji gi huan !"   Kakek berbaju hijau itu segera tertawa terbahak-bahak.   "Haaah...   haaah...   haahh...   Ji gi-huan merupakan senjata rahasia dari Bu-tong pay aku yakin hal ini tak salah, tapi mengapakah diatas cincin yang melingkari jari tangan kirimu itu terdapat sebutir mutiara besi sebesar kacang kedelai?" "Yaa cincin ditangan kananku juga terdapat mutiara besinya"   Bantah pemuda itu cepat.   Kakek berjubah hijau itu kembali tertawa aneh.   "Mutiara Ing kiam cu terletak pada cincin yang melingkar jari tangan kirimu, sedangkan mutiara besi yang berada cincin ditangan kananmu hanya sebagai tipuan belaka.   Tentunya kau mengerti akan perkataan lohu bukan?"   Sekarang Wi Tiong hong semakin mempercayai perkataan orang itu, namun dia hanya membungkam saja sambil termenung.   Bab-50 Kembali kakek berjubah hijau itu berkata: "Saudara cilik, apakah kau masih belum percaya kalau kau adalah putra sahabat karibku itu?" "Tentang soal ini..." "Saudara cilik tak usah merasa kesulitan"   Tukas kakek berjubah hijau itu sambil tertawa licik.   "lohu masih mempunyai sebuah cara untuk membuktikan hal ini." "Silahkan kau utarakan." "Sudah lohu katakan tadi, Sian soat kiam khek mempunyai tiga jurus ilmu pedang yang disebut Pek lek sam ceng, tentunya kau mampu mempergunakan jurus pedang tersebut bukan?" "Aku hanya bisa memainkan ilmu pedang Ji gi kiam kek, tidak kuketahui tentang Pek lek sam ceng, namun didalam ilmu pedang Ji gi kiam kek memang terdapat jurus serangan yang khusus dipakai untuk menggetar lepas senjata orang, apakah jurus serangan tersebut mengandung ilmu Pek lek sam ceng atau tidak, soal tersebut tidak kuketahui dengan jelas."   Sepasang mata si kakek berbaju hijau yang licik hanya mengawasi Wi Tiong-hong selama ini tanpa berkedip, menanti pemuda tersebut menyelesaikan kata-katanya ia baru berkata sambil tersenyum: "Soal itu mah gampang, lohu akan mencoba beberapa gebrakan denganmu, asal kau gunakan ilmu mana.   maku lohu akan segera dapat mengenalinya..."   Berbicara sampai disitu, pelan-pelan dia beranjak dari tempat duduknya, kemudian berkata lagi: "Ayo berangkat, mari kita mencoba diluar ruangan !"   Baru saja ucapan tersebut diutarakan dan Wi Tiong hong belum sempat menjawab, tampak bayangan manusia berkelebat lewat segulung asap ringan, entah dengan gerakan apakah dia berkelebat, tahu-tahu saja sudah menyambar melalui sisi Wi Tiong hong dan tak nampak lagi bayangan hidungnya.   Diam-diam Wi Tiong hong merasa terkejut atas kejadian tersebut, segera pikirnya: "Sungguh cepat gerakakan tubuh orang ini, hampir saja aku tak sempat untuk melihat jelas, ditinjau dari hal ini bisa dibuktikan kalau tenaga dalamnya telah mencapai puncak kesempurnaan..."   Buru-buru dia membalikkan kepalanya tampak Kakek berjubah hijau itu sudah berdiri tiga kaki diluar pintu sambil berkata: "Saudara cilik, cepatlah ikut keluar !"   Wi Tiong hong segera turut berjalan keluar dari gubuk tersebut, ditengah remang- remangnya cuaca tampaklah di kiri kanan rumah gubuk itu berdiri empat orang kakek berjenggot putih yang berjubah hijau, dibelakang setiap kakek berjubah hijau itu, masing masing berdiri dua orang kakek berjubah abu-abu yang berdiri dengan sepasang tangan diluruskan ke bawah.   Wi Tiong hong merasa keheranan sekali, karena ke empat orang kakek berjenggot putih berjubah hijau itu baik wajah maupun bentuknya hampir serupa semua sehingga sulit baginya untuk membedakan manakah kakek berjubah hijau yang menyuruhnya keluar tadi.   Walaupun ke empat orang kakek berjenggot putih berjubah hijau serta ke delapan kakek berjubah abu-abu itu hanya berdiri tak berkutik disitu dengan wajah yang sangat serius, namun Wi Tiong hong yang menyaksikan kejadian tersebut mau tak mau harus meningkatkan kewaspadaannya.   Sebenarnya apa maksud dan tujuan kakek berbaju hijau itu terhadap dirinya ? Salah seorang diantara ke empat kakek ber jubah hijau itu segera tersenyum, ujarnya sambil mengangkat kepalan.   "Saudara cilik.   silahkan loloskan senjatamu!" "Lotiang, apakah kau mengajakku bertarung hanya dikarenakan ingin membuktikan bahwa aku pandai ilmu Pek lek-sam kiam atau tidak?"   Tanya Wi Tiong hong agak ragu. "Yaa, memang begitulah."   Sahut kakek berjubah hijau itu sambil manggut-manggut. "Kalau memang begitu, buat apa lotiang mesti turun tangan sendiri ? Asal kumainkan sekali dihadapan lotiang, bukankah hal mana sudah lebih dari cukup ?" "Tidak salah"   Kata kakek berjubah hijau itu sambil menggeleng.   "keampuhan dari Pek lek-sam ceng terletak didalam hal menggetar, tanpa terjun sendiri ke arena, kalau hanya menonton saja mah tak mungkin bisa dirasakan." "Oooh, rupanya begitu, lotiang suruh aku meloloskan pedang, apakah lotiang sendiri tidak meloloskan senjata ?" "Tentu saja lohu akan menggunakan senjata"   Selesai berkata, tangan kanannya segera di getarkan dan dari pinggangnya meloloskan se buah ikat pinggangnya.   Tapi didalam getaran itulah, ikat pinggang tersebut telah digetarkan sehingga tegak lurus seperti sebatang pit, katanya kemudian sambil mengangkat kepala: "Lohu akan mempergunakan ikat pinggang ini untuk bertarung bertarung beberapa gebrakan dengan saudara cilik." 000 OO 000 TENTU SAJA Wi Tiong-hong tahu, tanpa ditunjang oleh tenaga dalam yang sudah mencapai puncak kesempurnaan mustahil ikat pinggang yang lemas tersebut bisa digetarkan hingga keras bagaikan sebuah ruyung tembaga: Maka dia pun tidak banyak berbicara lagi, setelah mundur selangkah, dari sakunya dia cabut keluar pedang Jit-siu-kiam.   Dengan sorot mata tajam kakek berbaju hijau itu mengawasi pedang karat Wi Tiong- yang sama sekali tak bersinar itu.   Kemudian setelah memandang tangan pemuda itu lekat-lekat, dia mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.   "Haaah, haaah, haaah, pedang bagus ! pedang bagus !"   Serunya sambil manggut- manggut.   Wi Tiong hong merasakan gelak tertawa tersebut amat keras dan nyaring sehingga menggetarkan sukma orang, tanpa disadari timbul perasaan seram didalam hati kecilnya.   "Saudara cilik, berhati-hatilah, lohu akan segera turun tangan !"   Seru kakek berjubah hijau itu tiba-tiba.   Dengan langkah lebar dia maju ke depan, ikat pinggangnya diputar di tengah udara sehingga menimbulkan desingan angin serangan yang tajam, kemudian segera munculIah selapis bayangan hitam yang mengurung seluruh tubuh anak muda tersebut."   Dengan perawakan tubuh yang tinggi besar, meski getaran ikat pinggang itu dilakukan dengan suatu gerakan yang lamban, namun dalam kenyataannya menimbulkan kekuatan yang luar biasa.   Wi Tiong hong semakin terkesiap lagi setelah menyaksikan permainan ikat pinggang lawan bisa menimbulkan kekuatan yang begitu dahsyat, dengan cepat tangan kirinya membuat gerakan aneh, menyusul kemudian tubuh berikut pedangnya meluncur ke muka, begitu lolos dari sambaran lawan, dengan jurus Thian lo tiap bo (ajaran langit diamalkan) dia melancarkan serangan balasan.   "Jurus serangan ini merupakan jurus pedang dari Bu tong kiam hoat..!"   Bentak kakek berjubah hijau itu dengan suara dalam.   Tangan kanannya segera diputar, mendadak permainan ikat pinggang tersebut berubah, dalam waktu singkat kedahsyatannya terasa berlipat ganda, tampaknya bayangan ikat pinggang bermunculan dari empat arah delapan penjuru dan menggulung bersama-sama ke depan.   Ditengah lapisan bayangan ikat pinggang yang tebal, terdengar kakek berjubah hijau itu membentak dengan suara yang dingin dan berat: "Spudara cilik, mengapa tidak kau gunakan ke tiga jurus ilmu pedang tersebut ?"   Waktu itu, Wi Tiong hong sedang merasakan kepayahan untuk membendung datangnya lapisan bayangan ikat pinggang yang begitu berlapis-lapis, mendengar bentakan mana, dia merasakan semangatnya berkobar kembali, dengan cepat dia mundur setengah langkah, pedangnya diputar kencang dan melancarkan serangan dahsyat.   Dia sendiripun ingin cepat-cepat membuktikan apakah ke tiga jurus ilmu pedang penggetar senjata lawan yang terdapat dalam ilmu pedang Ji gi kiam-hoat tersebut benar-benar adalah Pek lek-sam ciang seperti apa yang di katakan kakek tersebut.   Seandainya benar, itu berarti teka-teki sekitar asal-usulnya akan segera terungkap.   Berpikir sampai disitu, secara beruntun dia segera mengeluarkan jurus It goen hu si, Pau-im hu yang dan Sam hoa ki teng.   Ke tiga jurus pedang tersebut dilancarkan secara berantai, tampak bayangan padang segulung demi segulung memancar keluar dari ujung pedangnya dan segera menyambar ke-arah bayangan ikat pinggang yang sedang menyelimuti seluruh angkasa.   Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Seharusnya bentrokan antara pedang dengan ikat pinggang tersebut tidak akan menimbul suara apa-apa, namun sewaktu pedang W Tiong hong saling membentur dengan ikat pinggang lawan, ternyata berkumandanglah tiga kali suara benturan yang amat nyaring.   "Traang! Traang!"   Tentu saja ikat pinggang tak bakal menimbulkan suara, suara tersebut ditimbulkan karena pedang itu memperoleh sentilan keras yang menimbulkan suara getaran.   Namun didalam tiga kali bentrokan mana.   dalam perasaan Wi Tiong hong, senjata yang berada ditangan lawannya justru seakan-akan tidak mirip dengan ikat pinggang.   Bagaikan membentur diatas sebuah senjata baja yang mempunyai daya tahan kuat, separuh badannya bergetar keras sampai kesemutan, pergelangan tangan kanannya yang menggenggam pedangpun hampir saja menjadi lumpuh, tak bisa dikuasai lagi, tubuhnya terdorong mundur sejauh tiga langkah lebih.   Yang lebih aneh lagi adalah pedang karat yang berada ditangannya ini, Jit siu kiam yang termashur karena ketajamannya itu ternyata tak mampu mengapa-apakan sebuah ikat pinggang.   Bayangan ikat pinggang yang menyelimuti seluruh angkasa itu tahu-tahu menjadi sirap dan lenyap.   Tampak kakek berjubah hijau itu memutar sepasang tangannya lalu mengikat kembali ikat pinggangnya diatas pinggangnya, kemudian sambil memandang ke arah Wi Tiong bong dengan sorot mata yang membesi dia tertawa terkekeh-kekeh, katanya: "Kau masih muda, namun memiliki kepandaian yang luar biasa.   sungguh merupakan suatu peristiwa yang tidak gampang."   Buru-buru Wi Tiong hong segera menarik kembali pedangnya, setelah itu tanyanya: "Lotiang, apakah berhasil kau ketahui apakah ilmu yang kugunakan itu adalah pek-lek-sam kiam ?"   Hilang lenyap senyuman yang menghias wajah kakek berjubah hijau itu, katanya dengan suara menyeramkan: "Sulit untuk dibicarakan !" "Kalau begitu bukan ?"   Seru Wi Tiong hong agak kecewa.   Dengan senyum tak senyum kakek berbaju hijau itu berkata lagi: "Belum tentu demikian, bila ditinjau dari gerakan pedang yang saudara cilik gunakan, nyata kalau bukan ilmu Pek lek sam ceng, tapi kalau dilihat dari tenaga dalam yang dipancarkan dibai k pedang tersebut, jelas merupakan simhoat dari ilmu Pek lek sam ceng."   Berbicara sampai disini, mendadak ia berhenti sejenak sambil mengawasi Wi Tiong hong dengan tenang, agaknya dia sedang menantikan reaksinya..   Ketika Wi Tiong hong mendengar kakek berjubah hijau itu pun tak mampu memastikan tentu saja dia mengira hal ini sebagai kenyataan.   Sementara itu kakek berjubah hijau tersebut telah berkata lebih jauh setelah berhenti sejenak.   "Namun menurut dugaan lohu, orang yang mewariskan ketiga jurus ilmu pedang itu kepada saudara cilik sudah pasti memahami sekali ilmu pedang Bu tong pay, setelah melalui pemikiran yang cermat, rupanya dia memang sengaja hendak merahasiakan indentitas ilmu pedang yang sebenarnya, entah siapakah yang mewariskan ilmu pedang tersebut kepada saudara cilik?"   Wi Tiong hoig hendak menjawab kalau orang itu adalah paman tanpa nama yang telah memelihara sejak dari kecil dulu, tapi tiba tiba saja tergerak hatinya, dia teringat kembali dengan peringatan yang berulang kali gdisinggung pamain tanpa nama ithu dalam suratnya.   Di dalam surat mana diperingatkan bila ada orang menanyakan tentang asal usul perguruannya, maka dunia persilatan amat berbahaya dan licik, asal usul yang sesungguhnya tak boleh disiarkan kepada orang lain secara sembarangan.   Tindak tanduk kakek berjubah hijau yang sangat aneh itu segera menimbulkan kewaspadaan, ucapan yang sudah berada diujung bibir nya terasa ditelan kombali, katanya kemudian dengan cepat: "Guruku adalah Thian Goan cu, tentu saja ilmu pedangku juga kupelajari dari guruku itu"   Sebagai seorang jago kawakan yang sudah berpengalaman dalam dunia persilatan tentu saja tindak sang pemuda yang membuka mulutnya ingin berbicara yang kemudian diurungkan itu tak dapat mengelabuhi sepasang mata kakek berjubah hijau tersebut, setelah tertawa seram gumamnya: "Dulu, Sian-soat-kiam kek Ciang Lam sam juga berasal dari perguruan Bu tong pay, tentu saja anak muridnya pandai pula mempergunakan pedang Bu tong pay !"   Walaupun ucapan mana hanya di utarakan secara bergumam belaka, namun secara diam-diam seperti hendak menegur Wi Tiong hong bahwa apa yang diucapkan olehnya bukan kata kata yang jujur.   Mendadak sepasang matanya berkilat tajam, ditatapnya Wi Tiong-hong dengan sorot mara setajam sembilu, kemudian dia berkata dengan nada yang tenang: "Lohu hanya kangen dengan sahabat lamaku dan sama sekali tidak mempunyai maksud-maksud tertentu.   baiklah, soal ini saudara cilik boleh terangkan nanti saja, setelah kau memahami asal usul lohu yang sebenarnya."   Dibongkar kebohongannya, kontan saja paras muka Wi Tiong hong berubah menjadi merah padam. Kembali kakek berjubah hijau itu berkata.   "Thian goan cu berasal dari Siu lo, dia merupakan seorang dedengkot dari golongan lurus dan sesat, saudara cilik sebagai anak murid Thian Goan cu, tentunya menguasai ilmu golok Siu lo to bukan?" "Ooh, rupanya dia tak percaya kalau aku adalah anak murid Thian Goan cu maka sengaja menanyakan soal ilmu silat dari Siu lo bun kepadaku..."   Demikian pikir Wi tiong hong. Dia lantas menjura sambil menyahut.   "Tenaga dalam yang kumiliki terbatas sekali bisanya sih bisa, cuma kurang sempurna." "Tak menjadi soal coba gunakanlah agar lohu saksikan....." "Apa yang harus kulakukan sehingga lotiang dapat mencobanya?"   Kakek berjubah hijau itu tertawa seram.   "Dahulu lohu sudah pernah berjumpa beberapa kali dengan Thian Goan cu, konon ilmu Siu lo to merupakan ilmu khikang yang dipancarkan seperti babatan golok yang mampu untuk membobolkan serangan pukulan orang, tentu saja lohu harus melancarkan serangan untuk membuktikannya sendiri."   Berbicara sampai disini, pelan-pelan dia mengangkat tangan kanannya kedepan kemudian membentak: "Saudara cilik, apakah kau sudah mempersiapkan diri baik baik...?"   Wi Tiong hong tahu, setelah dia mengucapkan perkataan tersebut berarti dia harus menyambut pukulan itu dengan kekerasan, terpaksa segenap tenaga dalamnya dihimpun, telapak tangan kanannya di silangkan di depan dada, lalu berkata dengan serius: "Aku akan menuruti perintah saja, nah, bersiap siaplah secara baik-baik." "Baik..."   Seru kakek berjubah hijau itu dengan suara dalam.   Telapak tangannya yang sudah terangkat itu pelan-pelan di ayunkan kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.   Jarak antara Wt Tiong hong dengannya sekarang paling tidak mencapai satu kaki lebih, begitu serangan lawan dilontarkan, dia segera merasakan datangnya segulung angin pukulan yang meluncur ke arah depan tubuhnya.   Tenaga pukulan tersebut sangat kuat bagaikan bukit dan menyelimuti daerah seluas tujuh delapan depa lebih.   Wi Tiong-hong tak berani berayal lagi, telapak tangan kanannya yang disilangkan di depan dada segera diayunkan pula ke depan melepaskan sebuah bacokan kilat.   Tampaknya tenaga dalam yang dimiliki kakek berjubah hijau itu sudah mencapai tingkatan mengerahkan dan menarik serangan sekehendak hatinya sendiri.   Begitu angin pukulan dilepaskan segera meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa namun ketika baru saja mencapai di hadapan Wi Tiong-hong, mendadak gerak serangan tersebut melamban dan pelan-pelan mendorong ke muka.   Sebaliknya serangan yang dilancarkan Wi Tiong hong dibacokkan secara langsung, tentu saja gerakannya cepat sekali, kedua gulung angin pukulan itu langsung bersentuhan satu sama lainnya hanya empat depa dihadapan Wi Tiong hong.   Bentrokan mana segera menimbulkan suara desingan yang amat nyaring...   "Cri ng !"   Kemuwdian disusul beyrubah menjadi dxesingan yang memanjang..."   Enam tujuh depa disekeliling kakek beriubah hijau itu segera diliputi dergan angin pukulan yang menderu-deru, seperti memotong kertas saja, semuanya kena dibabat oleh desingan angin pukulan Wi Tiong hong yang tajam itu.   Angin golok menembus langsung ke dalam dan akhirnya...   "Blaamm !"   Persis menghajar dada kakek berjubah hijau itu.   Jubah hijau yang dikenakan kakek itu menggelembung besar dan bergoyang kencang mesti tidak terhembus angin, serunya sambil tertawa terbahak-bahak: "Lohu yang menggunakan tenaga sebesar tiga bagianpun tak mampu untuk menahan seranganmu, ilmu Siu lo-to memang benar-benar luar biasa sekali..."   Wi Tiong hong merasa amat terperanjat ketika dilihatnya serangan tersebut bersarang telak diatas dada lawan, dengan wajah memerah katanya kemudian: "Aaaah, rupanya aku telah salah turun tangan, apakah telah melukai lotiang ?"   Sekilas rasa bangga menghiasi wajah kakek berjubah hijau itu, ujarnya sambil tertawa: "Aaaah, kalau hanya Siu lo to mah belum dapat melukai lohu..."   Sembari berkata mendadak tubuhnya mendesak maju ke depan, sepasang matanya memancarkan cahaya hijau, serunya sambil tertawa seram: "Saudara cilik, rupanya kau adalah ahli waris dari Pit Ki beng..."   Tangan kirinya segera diayunkan kemuka dan menyambar bahu Wi Tiong hong dengan kecepatan tinggi.   Betapa terkejutnya Wi Tiong hong menyaksikan serbuan lawan, apalagi setelah di ihatnya paras muka kakek berjubah hijau itu menyeringai seram dan seakan-akan tidak mengandung maksud baik.   Tubuhnya mundur ke belakang dengan cepat, mendengar nama "Pit Ki beng"   Hatinya merasa terkejut sekali. "Jangan-jangan orang itu mempunyai dendam kesumat dengan paman tanpa nama ?"   Demikian ia berpikir. Lolos dari cengkeraman lawan, dia segera berteriak keras: "Lotiang, mau apa kau ?"   Gagal dengan cengkeramannya yang pertama, sebenarnya kakek berjubah hijau itu berniat untuk mengejar lebih jauh, mendadak berkilat sepasang matanya seperti telah menemukan sesuatu, sambil menghentikan langkahnya dia tertawa terbahak-bahak.   "Haah...   haah...   haah...   lohu hanya berniat untuk mencoba reaksi dari saudara cilik saja !"   Belum habis berkata, seseorang telah menyambung sambil mendengus "Hmm, belum tentu !"   Sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa, baru saja ucapan tersehut diutarakan, bayangan manusia tadi sudah melesat lewat dari sisi tubuh Wi Tiong hong.   Baru saja orang itu muncul, dari sisi kiri telah muncul kembali dua sosok bayangan manusia yang meluncur datang.   Menyusul kemunculan orang itu, terdengar seseorang berseru sambil tertawa nyaring.   "Saudara Wi, Kam Liu cu telah datang!"   Yang datang lebih duluan itu tertawa mengejek: "Hmm... tidak terhitung lambat kedatangan dari kalian dua bersaudara !"   Salah seorang diantara dua orang yang datang belakangan segera mendengus lalu mengejek pula dengan suara dingin tapi merdu: "Kau pun tidak lebih cepat banyak !"   Wi Tiong-hong berpaling ke arah di mana munculnya bayangan manusia tersebut, ternyata yang datang lebih duluan adalah si kakek berbaju coklat itu, kakek Ou yang berilmu tinggi dari Lam hay bun, dia melayang turun disebelah kanannya.   Dua orang yang datang belakangan adalah Kam Liu cu serta Liu Leng poo, mereka melayang turun di sisi kirinya.   Jelas ke tiga orang itu datang untuk memberi bantuan kepadanya Tajam amat sepasang mata kakek berjubah hijau itu, sekilas pandangan saja dia dapat melihat kalau kakek Ou serta Kam Liu cu sekalian yang berada di arena memiliki tenaga dalam tidak berada di bawah sendiri, kenyataan mana membuat hatinya amat terkesiap.   SESUDAH tertawa seram, tegurnya.   "saudara cilik, siapakah ketiga orang ini?"   Tidak sampai Wi Tiong-hong menjawab, Kakek Ou sudah menyela sambil tertawa seram.   "Sobat, lebih baik kau menyebugtkan dulu asal iusulmu sendiri h!" "Hmmmm...   sudah banyak tahun lohu tak pernah berkelana dalam dunia persilatan sekalipun kuutarakan juga belum tentu sobat ketahui.."   Mendadak mencorong sinar tajam dari balik mata kakek Ou, katanya sambil tertawa terbahak-bahak: "Haaahh...   haaaah...   haaahh...   bagus sekali kalau begitu, lohu pun sudah banyak tahun tak pernah berkelana dalam dunia persilatan, apakah sahabat pernah mendengar nama Kim pit-ciang (Panglima berlengan emas) yang menjaga pintu langit selatan ? Nah itulah lohu."   Panglima berlengan emas Ou Huan yang bertugas menjaga pintu langit selatan adalah petugas yang menjaga jalan utama menuju ke Lam-hay, sejak Lam-hay-bun menderita serbuan dari Ban kiam hwee dan menderita korban amat banyak, pihak Lam hay.^un kuatir kalau partai lain dilain dunia persilatan memanfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan serbuan lagi, maka dijalan utama menuju ke Lam hay tersebut diberi petugas yang berfungsi untuk menahan serangan.   Waktu itu, tidak sedikit jagoan kenamaan dari dunia persilatan yang menderita kekalahan diujung telapak tangannya, karena kelihayan l mu silatnya maka dia disebut orang sebagai panglima berlengan emas...   Begitu mendengar nama panglima berlengan emas dari pintu langit selatam kakek berbaju hijau itu berkerut kening, namun tidak menunjukkan perubahan apa-apa diatas wajahnya yang menyeramkan, serunya kemudian dengan tertawa seram: "Ooh, rupanya Ou lotoa, siapa pula kedua orang ini ?"   Kam Liu cu segera tertawa bergelak. "Hiaah, haah, haaah, Kam Liu cu dan Liu Leng-poo dari Thian sat bun, sudah pernah mendengar namaku ?"   Jawab Kam Liu cu Kakek berjubah hijau itu segera berpikir: "Thian Sat nio merupakan tokoh persilatan yang paling sukar dihadapi dalam dunia persilatan dewasa ini, heran, mengapa orang Lam hay bun bisa muncul bersama dengan orang-orang dari Thian sat bun ?"   Katanya kemudian Berpikir sampai disitu, dia tertawa seram, lalu sambil berpaling ke arah Wi Tiong hong kemudian tanyanya dengan tenang.   "Saudata cilik apakah mereka datang karena mutiara Ing-kiam-cu serta Lou bunsi itu?" "Hmm! Kau sendiri baru datang untuk mendapatkan mutara Ing kiam cu serta Lou bun si tersebut!"   Bersamaan dengan berkumandangngya suara ejekani merdu itu, darhi balik hutan disebelah kiri berjalan keluar seorang gadis berbaju hijau yang bermata amat jeli.   Sambil berjalan mendekat, kembali gadis itu berkata "Empek Ou, siapa sih orang ini? Dia menghadang jalan pergi Wi sauhiap, sudah jelas tidak bermaksud baik, buat apa kau mesti banyak berbicara dengan manusia semacam ini? Dibelakang gadis berbaju hijau itu mengikuti empat orang lelaki berbaju coklat, kening mereka rata-rata pada menonjol amat tinggi, sudah jelas kepandaian silat yanng dimiliki orang-orang itu lihay sekali.   Berkilat sepasang mata kakek berjubah hijau i u, serunya kemudian sambil tertawa terbahak-bahak: "Haaahh...   haaaah...   haaaah...   lohu adalah sahabat ayahnya, masa aku akan mengincar benda miliknya? kalau toh kalian mencurigai lohu sebagai manusia bermaksud jelek, baiklah, lebih baik lohu akan mohon diri lebih dulu, dengan begitu tentunya kalian boleh berlega hati bukan?"   Begitu selesai berkata, tanpa menunggu jawaban dari semua orang lagi, dia mengulapkan badan dan berlalu dari situ.   Disaat dia beranjak pergi dari situ itulah mendadak Wi Tiong hong mendengar serentetan suara yang lembut berkumandang disisi telinganya.   "Saudara cilik, ayahmu masih hidup didunia ini.   lohu tentu akan mengirim orang untuk memberi kabar padamu."   Wi Tiong hong merasakan hatinya bergetar keras, buru-buru dia mengangkat kepala sambil berseru. "Lotiang, harap tunggu sebentar!"   Tapi ditengah gelapnya suasana, bayangan tubuh dari sikakek berjubah hijau itu sudah lenyap tak berbekas.   Bahkan empat orang kakek berjubah hijau dan delapan kakek berjubah abu-abu yang berdiri luar rumah gubuk pun, kini lenyap tak berbekas.   Sekalipun Wi Tiong hong tidak tabu apakah ayahnya benar-benar masih hidup didunia ini, namun hatinya gelisah juga setelah mendengar kabar tersebut.   Baru saja ia akan melakukan pengejaran, Kam Liucu segera menariknya sambil menegur.   "Saudara Wi.   apa gunanya kau menyusulnya?" "Tadi, dia bilang ayahku masih hidup didunia ini, maka aku hendak menanyakan persoalan ini hingga jelas."   Dengan lemah gemulai Su Siau hui berjalan mendekat pula, kemudian tanyanya sambil tesenyum. "Wi sauhiap, apakah kau kenal dengannya." "Tidak aku tidak kenal."   Pemuda itu menggeleng. Kam Liu cu segera tertawa tergelak. "Haaah... haaah... haaaah... bila saudara Wi-tidak kenal dengan orangnya, ini berarti apa yang dia katakanpun tak boleh dipercaya dengan begitu saja." "Betul"   Sambung Su Siau hui lagi.   "orang itu berwajah licik dan tipu muslihatnya. manusia semacam ini sudah pasti bukan orang baik-baik."   Setelah berpaling kembali dia menambahkan: "Empek Ou, tahukah kau tentang asal usul dari orang itu?"   Kim pit ciang Ou Han menggelengkan kepalanya berulang kali. "Orang ini belum pernah kujumpai didalam dunia persilatan."   Sahutnya cepat. "Betul."   Kata Kam Liu cu pula.   "akupun belum pernah berjumpa dengan orang ini." "Menurut dugaan siaumoay, besar kemungkinan kalau orang ini berasal dari selat Tok seh sia"   Timbrung Liu Leng poo tiba-tiba. Wi Tiong hong termenung beberapa saat lamanya, setelah itu katanya lagi: "Tapi kalau didengar dari apa yang dia katakan, rasanya ada juga bagian-bagian yang dapat dipercaya."   Liu Leng po mendengus dingin. "Tentu saja Thian yu telah menceritakan keadaanmu yang sebenarnya kepadanya, untuk mengarang sebuah cerita, memangnya kau anggap susah ?"   Su Siau hui memandang sekejap kearah Wi Tiong-hong, kemudian bertanya: "Wi sauhiap, sebenarnya kau hendak kemana ?"   OoooOoooO SETELAH mendengar perkataan dari kakek berjubah hijau itu.   hasrat Wi Tiong hong untuk menemukan paman tanpa namanya semakin besar, mendengar pertanyaan teriebut dia lantas menyahut.   "Hingga kini, asal usulku masih belum jelas maka aku ingin mencari seorang pamanku untuk menanyakan tentang masalah ini.   Terima kasih banyak atas bantuan dari nona Su, Ou lotiang, saudara Kam dan nona, kebaikan kalian pasti akan selalu kuingat di dalam hati, baiklah untuk sementara waktu aku ingin mohon diri lebih dulu."   Selesai berkata, dia lantas menjura kepada semua orang, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari sana.   Memandang bayangan punggung sang pemuda yang menjauh, Su Siau-hui nampak amat murung, serunya kemudian sambil mendepak-depakkan kakinya ke atas tanah.   "Empek Ou, mari kitapun pergi !"   Selesai berkata dia beranjak pergi lebih dulu menuju ke hutan pohon liu itu.   Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Angin malam berhembus lewat mengibarkan ujung gaunnya, tapi dia berjalan terus dengan kepala tertunduk, dari sikap mau pun gerak-geriknya bisa diketahui kalau dia sedang diliputi rasa sedih dan murung amat tebal.   Kakek Ou segera membungkukkan badan dan mengikuti dibelakangnya, sementara ke empat orang lelaki berbaju coklat itu mengikuti dibelakang kakek Ou, mereka semua membungkam dalam seribu bahasa, siapa pun tidak mengucapkan sepatah katapun Tak selang berapa saat kemudian, beberapa orang itupun sudah pergi jauh.   Memandang bayangan punggung orang-orang itu, Liu Leng-poo menghela napas panjang, gumamnya kemudian: "Aai, sam moay telah bertemu dengan musuh tangguh !"   Mendengar ucapan mana, Kam Liu cu segera tertawa. "Jika persoalan semacam ini yang dihadapi, jangan harap orang lain bisa membantunya lagi"   Dia berkata. Liu Leng poo kembali mendengus. "Hmm, tindakan suhu menyuruh sam moay mengikuti Thian ti tiau sia benar-benar merupakan suatu tindakan yang keliru besar l"   Setelah berpamitan dengan So Siau hui dan Kam Liu cu sekalian, Wi Tiong hong melanjutkan perjalanannya dengan cepat, dalam waktu singkat dia sudah menempuh perjalanan sejauh enam tujuh li.   Mendadak kepalanya terasa pusing sekali, menyusul kemudian badannya jadi lemah dan robohlah tubuhnya ke atas tanah.   Baru saja Wi Tiong hong roboh gke tanah, dari ibelakang tubuhnhya segera muncul belasan sosok bayangan hitam yang meluncur mendekati dengan kecepatan luar biasa.   Bayangan hitam yang melayang turun disamping tubuh Wi Tiong hong itu berjumlah enam belas orang, mereka adalah lelaki berbaju ringkas berwarna hijau yang menggembol pedang semua.   Begitu mencapai permukaan tanah, serentak orang-orang itu menyebarkan diri disekeliling pemuda tersebut dan berdiri dengan tangan memegang pada gagang senjata.   Salah satu diantaranya segera berjongkok disamping Wi Tiong hong dan meneliti dengan seksama, beberapa saat kemudian ia lalu menghembuskan napas panjang, bangkit berdiri disitu dengan tangan diluruskan ke bawah, seakan-akan sedang menantikan kedatangan dari seseorang...   Tak selang berapa saat kemudian muncul kembali seorang sastrawan berpedang yang mengenakan jubah berwarna hijau.   dengan langkah kaki yang enteng dan cepat dia bergerak mendekat.   Ternyata orang itu tak lain adalah congkoan pasukan pedang berpita hijau dari perkumpulan Ban-kiam-hwee.   Pau kiam suseng (sastrawan membawa pedang) Buyung Siu adanya.   Enam belas orang jago pedang berpita hijau itu serentak membungkukkan badan memberi hormat.   Buyung Siu memandang sekejap sekeliling tempat itu kemudian tegurnya: "Apakah Wi sauhiap telah menderita suatu luka parah ?"   Jago pedang yang berdiri disisi Wi Tiong hong itu segera membungkukkan badannya, kemudian menjawab sambil tertawa: "Diatas badan Wi sauhiap tidak dijumpai cedera atau luka apapun, tampaknya dia keracunan kini kesadarannya telah hilang dan berada dalam keadaan pingsan." "Mungkinkah keracunan ?"   Seru Buyung Siu dengan kening berkerut. Dia lantas mengangkat kepalanya sambil mengulapkan tangan, kembali serunya: "Cepat kalian gotong dia menuju ke dalam hutan sana untuk diberi pertolongan seperlunya." "Baik !"   Jawab ke enam belas orang jago pedang itu bersama-sama.   Dengan cepat muncul dua orang untuk menggotong tubuh Wi Tiong hong dan mengundurkan diri kedalam sebuah hutan disisi jalan.   Pau-kiam suseng Buyung Siu sendiri segera duduk diatas batu didepan hutan dengan senyum dikulum sementara sepasang matanya yang tajam bagaikan sembilu dengan sengaja tak sengaja memandang sekejap ke sekelilingg tempat itu.   Piada waktu itu chuaca sudah gelap, suasana diluar kota amat hening, sejauh mata memandang hanya bukit menjulang nun di kejauhan sana.   Dengan sikap yang amat tenang Buyung Siu mendongakkan kepalanya, kemudian berkata: "Sobat, jejakmu sudah ketahuan, aku pikir kaupun tak usah sembunyikan diri lebih jauh !" "Haah...   haaah...   haaaah..."   Gelak tertawa panjang yang bernada parau tiba-tiba berkumandang dari atas sebuah pohon, lebih kurang tiga kaki dihadapan sana, menyusul gelak tertawa itu nampak sesosok bayangan manusia melayang turun dengan kecepatan luar biasa.   Begitu orang itu mencapai diatas tanah, menyusul kemudian muncul pula empat sosok bayangan hitam kecil berlompatan turun dari dua batang pohon lainnya.   Buyung Siu segera bangkit berdiri, katanya sembari menjura: "Siaute mengira siapa yang datang, rupanya saudara Seh yang menguntilku disepanjang jalan.   ehmm.   ...   aku lihat kalian memang benar-benar tahu seni..."   Rupanya orang yang baru saja melayang turun dari atas pohon itu adalah Hek sat seng kun Seh Thian-yu.   Dibelakangnya sekarang berdiri empat orang tosu kecil berbaju hitam yang membawa senjata kebutan.   Seh Thian-yu tertawa seram, katanya kemudian: "Buyung loko, entah darimana datangnya ucapan seperti itu ? Yang menguntil siaute sepanjang jalan sesungguhnya diriku atau Bu-yung loko sendiri ?"   Buyung Siu kembali tersenyum. "Bukankah siaute sedang duduk disini ? Sebaliknya Saudara Seh begitu datang lantas menyembunyikan diri diatas pohon, bagaimana mungkin bisa dikatakan kalau siaute yang sedang menguntit saudara Sah?"   Sah Thian yu tertawa terkekeh-kekeh.   "Heeehh...   heeehh...   heeeh...   congkoan dari pasukan pedang berpita hijau memang hebat sekali, tak nyana kalau siaute bisa termakan siasat memancing harimau turun gunungmu sehingga terpancing pergi dan akhirnya datang terlambat, didalam hal ini mau tak mau aku memang harus mengagumi atas kecerdasan dari Buyung loko."   Buyung Siu nampak tertegun, serunya dengan cepat: "Saudara Sah, apa maksud dari perkataanmu itu?"   Sah Thian yu tertawa terbahak-bahak.   "Haaahh...   haaawhh...   haaah...   ydidepan mata orxang pinter, lebih baik tak usah berlaga pilon bukankah Buyung loko telah menitahkan kepada anak buah mu untuk menyamar sebagai Wi Tiong hong dan memancing beberapa orang murid bodohku menuju kejalan lain? Memang nya ucapanku ini keliru?" "Saudara Sah salah paham, sejak kapan sih anak buah siaute menyaru sebagai Wi sauhiap?" "Tentu saja bukan menyaru."   Kata Sah Thian yu sambil tertawa seram, mencorong sinar tajam dari balik matanya.   "mereka memang cuma memakai pakaian yang sama dengan perawakan yang sama pula, didalam suasana gelap seperti ini, dandanan macam begitu sudah lebih dari cukup."   Buyung Siu tertawa hambar, katanya kemudian dengan wajah bersungguh-sungguh: "Saudara Sah, kau telah apakan anak buahku?" "Apa yang bisa dilakukan murid-murid bodohku terhadap jago pedang berpita hijau dari Ban kiam hwee ? Setelah menyadari kalau mereka salah mengejar mengejar orang, tentu saja urusan disudahi dengan begitu saja..."   Kembali Buyung Siu tertawa dingin.   "Akhirnya saudara Sah mengakui juga kalau sekarang menguntit diriku hingga kemari."   Ejeknya. Sah Thian yu tertawa. "Ya, aku memang sedang menguntit Wi Tiong hong, buat apa siaute mesti berbohong ?"   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia bertanya: "Apakah Buyung loko dengan membawa para jago pedang berpita hijau pun bukan lagi menguntil Wi Tiong hong juga ?" "Tentu saja begitu"   Berkilat sepasang mata Sah Thian yu, katanya lagi dengan cepat: "Tadi, Buyung loko telah menggunakan sedikit siasat untuk memancing siaute mengambil jalan yang sama, tampaknya kalian telah berhasil menyusulnya bukan?" "Yaa, memang telah berhasil kami susul."   Buyung Siu mengangguk. "Dimana orangnya sekarang?"   Buru-buru Sah Thian yu bertanya. Buyung Siu tersenyum. "Terus terang saja kuberitahukan kepada Sah, dia telah berhasil ditangkap oleh anak buah siaute."   Baru saja berbicara sampai disitu, tampak seorang jago pedang berpita hijau muncul dari dalam hutan dengan langkah tergesa-gesa, setelah memberi hormat kepada Buyung Siu serunya: "Lapor Congkoan."   Mendadak dia berhenti berbicara, rupanya sorot matanya telah menangkap kehadiran Sah Thian yu sekalian disitu, maka buru-buru dia menutup mulut. "Ada urusan apa ? Katakan saja secara berterus terang"   Perintah Buyung Siu dengan wajah tenang. "Benda tersebut tidak berada dalam sakunya."   Ucap jago pedang berpita hijau itu dengan suara lirih. Buyung Siu nampak tertegun. "Aaaah, masa bisa begitu? Sudah kau geledah dengan seksama?" "Yaa, hamba telah menggeledahnya dengan seksama !" "Waaah, aneh kalau begitu !"   Seru Buyung Siu setelah termenung sejenak.   Berbicara sampai disana, tangan kanannya segera diulapkan pelan.   Jago pedang berpita hijau itu segera membungkukkan badan memberi hormat, kemudian mengundurkan diri dari situ.   Sah Thian yu berdiri satu kaki dihadapannya, dengan sepasang mata yang tajam dia mengawasi terus tubuh jago pedang berpita hijau itu lekat-lekat, dengan tenaga dalamnya yang sempurna, kendatipun nada suara dari jago pedang berpita hijau itu amat rendah, ia masih dapat mendengar dengan jelas.   Diam-diam ia mendengus dingin, katanya.   "Keparat sialan, berada di hadapanku pun kau juga ingin bermain gila..."   Namun paras mukanya sama sekali tidak berubah, bahkan berlagak seolah-olah tidak mendengar.   Menanti si jago pedang berpita hijau itu sudah mengundurkan diri, ia baru mengangkat kepalanya sembari menegur: "Tentunya saudara Buyung sudah tahu bukan apa maksud tujuanku datang kemari ?" "Tentu saja siaute mengerti."   Jawab Buyung Siu hambar. "Asal saudara Buyung sudah tahu, ini memang lebih baik, haha, siaute mendapat perintah untuk melaksanakan tugas ini dan kamgi di perintahkain untuk berusahha sampai dapat."   Buyung Siu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa tertawa terbahak-bahak. "Haah... haah... haah... ucapanmu memang betul, dan kebetulan juga siaute pun sedang melaksanakan tugas dengan catatan harus berusaha sampai dapat? "Saudara Buyung"   Seru Sah Thian-yu kemudian dengan gusar.   "seharusnya kau tahu bukan, bahwa orang she Wi itu terkena bubuk tujuh bintang Jit seng hiang kami ? Kalau tidak, bagaimana mungkin kalian bisa membekuknya secara mudah ?" "Tapi orangnya sudah berada ditangan siaute sekarang." "Heeh... heeh... heeheh... setelah kudengar cara saudara Buyung berbicara, tampaknya kau sudah tidak memperdulikan hubungan antara dua keluarga lagi ?"   Sah Thian yu tertawa seram. "Bila saudara Sah ingin berkata demikian, siaute pun tak bisa berbuat apa-apa." "Apakah Buyung lote menganggap sudah pasti dapat mengungguli siaute ?" "Siaute hanya melaksanakan tugas atas perintah"   Kata Buyung Siu dengan hambar, "soal menang atau kalah adalah masalah lain, jadi andaikata saudara Sah ingin merampas orang dari tangan kami, aku pikir hal tersebut bakau suatu pekerjaan yang gampang." "Bagus sekali kalau begitu mari kita menunggang keledai sambil membaca buku, lihat saja akhirnya nanti!"   Tiba-tiba Buyung Siu menggerakan tangan kanannya, dengan senyum tak senyum ia berseru.   "Daripada harus menunggu sampai akhirnya nanti, lebih baik kalau dibereskan sekarang juga, silahkan saudara Sah meloloskan senjatamu." "llmu pedang Buyung lote amat lihay, siaute menyadari kalau bukan tandinganmu."   Seru Sah Thian yu cepat sambil menjura berulang kali. "Kalau begitu saudara Sah ingin menggunakan racun?"   Kembali Sah Thian yu menjura berulang kali.   "Seandainya siaute menggunakan racun, mungkin saudara Buyung..."   Buyung Siu segera berkerut kening, kemudian tertawa terbahak-bahak. "Haah.. haa... haa... apakah siaute sudah berhasil kalian bekuk sedari tadi? Hmm, saudara Sah, silahkan saja turun tangan!"   Sah Thian yu menggoyangkan tangannya berulang kali.   "Harap Buyung loko jangan gusar dulu, sesungguhnya dalam peristiwa hari ini, yang memegang peranan sesungguhnya adalah orang lain, siaute tak lebih hanya bertindak sebagai perantara saja untuk menjaga hubungan harmonis antara selat Tok seh shia dengan Ban-kiam hwee, itulah sebabnya aku mengajak Buyung-loko untuk berbicara dengan cara yang baik dan damai." "Kalau begitu, saudara Sah tak usah berbicara lagi."   Untuk kesekian kalinya Sah Thian yu menjura, kemudian berseru: "Untuk sementara siaute akan mohon diri lebih dulu, harap Buyung loko sudi berpikir tiga kali sebelum bertindak."   Selesai berkata lalu dia melompat mundur ke belakang. Buyung Siu segera membentak keras: "Sah Thian-yu, kau mempunyai siasat busuk apa? Keluarkan saja semua, aku orang she Buyung yakin masih mampu untuk menerimanya."   Cepat sekali Sah Thian yu berlalu dari sana, sambil mundur dia tertawa terbahak- bahak-katanya: "Buyung loko, kalian sudah terkepung rapat!"   Buyung Siu adalah seorang jago kawakan yang sudah berpengalaman, dari bayangan hitam diempat penjuru dia sudah tahu kalau disitu sudah ada pasukan lawan, kehadiran orang-orang itu tentu saja tak akan mengelabuhi ketajaman mata dan pendengarannya.    Sakit Hati Seorang Wanita Karya Kho Ping Hoo Pendekar Dari Hoasan Karya Kho Ping Hoo Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini