Pedang Karat Pena Beraksara 8
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID Bagian 8
Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya dari Tjan I D Maka begitu dilihatnya pihak lawan menggerakan bahunya sambil menerjang kedepan, serta merta dia berkelit kesamping kiri untuk meloloskan diri. Kemudian tangan kanannya dengan jurus ceng Liong thamjiau (naga hijau mementangkan Cakar) telapak tangannya langsung dihantamkan keatas senjata kipas lawan. "Belum tentu begitu" Sahutnya Cepat. Baru saja perkataan tersebut diutarakan mendadak terdengar..." Sreet!" Segulung desingan angin tajam sudah menyambar lewat dari depan dadanya. Untung saja dia berkelit cukup cepat, kalau tidak andaikata jalan darahnya sampai kena terhajar oleh serangan tersebut, niscaya dia benar- benar akan roboh terkapar ke atas tanah. Terkesiap juga hati Wi Tiong hong menghadapi kelihayan lawannya, dia segera berpikir. "Padahal usia orang ini belum begitu besar, tapi hanya sebuah serangan yang dilancarkan sekenanya saja sudah sanggup memancarkan tenaga sergapan sedemikian dahsyatnya, tak heran kalau ucapannya begitu sombong dan tekebur." Ketika pemuda berbaju biru itu menyaksikan serangan yang dilancarkan sama sekali tak mengenai sasarannya, diapun nampak agak tertegun, tapi kemudian serunya lagi sambil mengejek dingin. "Kau sanggup menghindarkan diri dari serangan kipas perakku tadi, hal ini menunjukkan kepandaianmu lumayan juga, sungguh diluar dugaanku. ." Wi Tiong hong tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh..haaahhh. ..haahhh... sekarang tentunya kau sudah percaya bukan?" "Kau bilang apa ?" "Belum tentu aku yang harus mencari kematian buat diriku sendiri." Pemuda berbaju biru itu tertawa dingin, senjata kipas peraknya digerakkan berulang kali melepaskan tiga buah serangan berantai. Sekalipun dia hanya melepaskan tiga buah serangan belaka, namun diantara bergetarnya ujung kipas, tampak cahaya perak yang menyilaukan mata memancar ke empat penjuru, seakan-akan banyak sekali senjata kipas yang melayang dan menerjang ketubuhnya secara bersama-sama . Dihadapkan oleh selapis bayangan kipas yang begitu tebal, mau tak mau terpaksa Wi Tiong hong harus mundur kebelakang berulang kali, sepasang telapak tangannya diayunkan berulang kali melancarkan lima buah serangan berantai, dengan begitu dia berhasil menahan datangnya ancaman dari lawan. Pemuda berbaju biru itu segera mendengus dingin. "Hmm, rupanya kau adalah anggota Bu-tong pay." Serunya. Mendengar itu, Wi Tiong hong kembali berpikir. "Tampaknya selain ilmu silat yang dimilikipun sangat luas, nyatanya hanya didalam sekali pandangan saja dia sudah dapat mengenali asal mula dari permainan jurus pukulan ini." Sembari mundur berulang kali dari posisi semula, sahutnya dengan segera. "Aku bukan anggota Bu tong-pay." Pemuda berbaju biru itu kembali mendengus dingin. "Hmmm, sekalipun kau anggota Bu tong pay juga bukan berarti bisa menakut-nakuti orang " Jengeknya. Sembari berkata tubuhnya segera mengejar ke depan, kipas peraknya secara beruntung diayunkan ke depan berulang kali... Semua serangan tersebut dilancarkan dengan gerakan yang sangat cepat, sedemikian cepatnya sehingga hampir saja Wi Tiong hong tidak berkemampuan untuk melancarkan serangan balasan. Dalam waktu sangat, seluruh tubuhnya sudah kena dikurung dibalik bayangan senjata kipas si pemuda berbaju biru yang berlapis- lapis bagaikan bukit dan penuh disertai deruan angin tajam itu. Wi Tiong hong baru pertama kali ini terjun ke dalam dunia persilatan, dia belum berpengalaman didalam pertarungan melawan orang lain, dengan cepat dirasakan ujung kipas lawannya mengancam hampir seluruh jalan darah penting yang berada diatas tubuhnya. biarpun dia sudah memainkan ilmu pukulan Ji gi ciang dengan sebaik- baiknya, toh serasa tak sanggup untuk membendung datangnya serangan gencar dan dahsyat dari lawannya. Menyaksikan cahaya kipas yang datang dari empat arah delapan penjuru, diam-diam dia merasa gelisah sekali. Dengan cepat tangan kanannya berputar membentuk satu gerak i ngkaran dengan jurus Khi pit it goan (menghimpun tenaga dalam satu titik), telapak tangannya diluruskan kedepan sejajar dada, lalu pelan pelan membacoknya kedepan disertai ilmu cay im-jiu. Pada hakekatnya dia tidak melihat jelas bayangan kipas dari lawannya, jurus serangan yang dilancarkan itu tak lebih hanya dimaksudkan sebagai perlindungan didalam usahanya untuk mengundurkan diri dari situ. Siapa tahu baru saja telapak tangannya disodorkan kedepan mendadak dia merasakan ada segulung tenaga pukulan yang sangat kuat memancar keluar dari dalam tubuhnya dan tiba-tiba menembusi jari jemari tangannya langsung menghantam kemuka. "Plaaak.." Secara kebetulan pula serangan tersebut dengan tepat menghantam diatas kipas perak yang berada ditangan pemuda berbaju biru itu. Seketika itu juga bayangan kipas yang menyelimuti angkasa secara berlapis-lapis itu lenyap tak berbekas, sedangkan totokan kipas perak lawan yang tertuju kearahnya juga kena tertangkis oleh serangannya sehingga mencelat kesamping kiri. Harus diketahui lapisan bayangan yang dilancarkan oleh pemuda berbaju biru itu sesungguhnya lebih banyak tipuan daripada kenyataan, sebab bagaimanapun juga kipas perak yang dipergunakan untuk melancarkan serangan hanya sebuah tapi berhubung gerakan amat cepat sehingga memberi kesan kepada orang seolah-olah terdapat banyak sekali bayangan kipas yang menyelimuti angkasa. Tapi sekarang, begitu kipas perak yang sebenarnya kena tertahan tenaga serangan yang di lancarkan Wi Tiong hong, otomatis seluruh lapisan bayangan kipas yang terciptakan oleh gerakannya itu menjadi punah tak berbekas. Tanpa terasa Wi Tiong hong sendiripUn menjadi tertegun setelah menyaksiksn kejadian ini, dia masih ingat sewaktu dia melatih ilmu pukulan tersebut tempo hari, diapun merasakan juga keadaan seperti ini ketika dia lancarkan serangan mana disertai ilmu cay-imjiu. Semua peristiwa tersebut berlangsung dalam waktu singkat, walaupun Wi Tiong hong masih kurang pengalaman dalam bertarung dengan orang, bagaimanapun juga dia telah belajar ilmu silat yang maha sakti dibawah pimpinan paman yang tak terkenal. Sebagai seorang yang berlatih didalam ilmu silat, ketajaman mata serta kecepatan bereaksi merupakan suatu ciri yang khas, maka begitu pukulannya menghantam diatas bahu pemuda berbaju biru itu dan menyaksikan bayangan semu lawan lenyap tak berbekas, kipas perak lawan sudah kena tertangkis sehingga mencelat kesebelah kiri. Dengan susah payah dia berhasil mendapatkan peluang yang begitu baik, tentu saja dia tak ingin melepaskannya dengan begitu saja, kelima jari tangan kirinya segera dibalikkan kedepan, kemudian mencengkeram ujung kipas tersebut. Mimpipun pemuda berbaju biru itu tak menyangka kalau serangan lawan bisaberubah menjadi bagitu dahsyat sehingga jurus pek nio lian ong (ratusan burung menghadap raja) yang diandalkan bisakena dipukul miring kesamping. Ia lebih terperanjat lagi setelah menyaksikan cengkeraman lawannya berhasil membetot ujung kipas nya. Perlu diketahui bagi seseorang-yang memiliki ilmu silat yang sangat lihay, secara otomatis dia akan memberi reaksi yang cukup cepat pula dalam menghadapi keadaan, begitu kipas peraknya kena dicengkeram oleh Wi Tiong hong, dia segera mendengus dingin, telapak tangan kirinya bagaikan sebilah golok secepat kilat membabat keluar mengikuti gerakan kipas perak tersebut. Ketika Wi Tiong hong menyaksikan pihak lawan melepaskan bacokan kearahnya, serta merta dia mengayunkan pula telapak tangan kanannya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut. "Plaaak..." Begitu sepasang telapak tangannya saling bertemu terjadilah benturan keras. Kedua belah pihak segera merasakan darah yang berada didalam tubuhnya bergolak keras tak kuasa lagi mereka saling mundur setengah langkah kebeIakang. Akan tetapi tangan mereka yang lain masih tetap saling menggenggam kipas perak tersebut siapapun enggan untuk melepaskan tangannya lebih dulu. Didalam bentrokan tersebut boleh dibilang kekuatan mereka berdua sama sama seimbang, alias setali tiga uang. Dalam hati kecilnya mereka berdua sama mengerti bahwa ilmu silat yang dimiliki lawannya tidak berada di bawah kepandaian sendiri. Selembar wajah pemuda berbaju biru itu, dari pucat berubah menjadi kehijau-hijauan, dia memandang sekejap kearah, Wi Tiong hong sambil diam-diam mengerahkan tenaga dalamnya untuk menghimpun kedalam pergelangan tangan kanannya. Segulung tenaga kekuatan yang amat kuat dengan cepat menerjang keatas melalui kipas perak tersebut. Wi Tiong hong merasakan ujung kipas yang dicengkeramnya itu bergetar keras, tahu- tahu tenaga serangan lawan telah berlipat ganda, tentu saja dia tak mau mengendorkan tangannya dengan begitu saja. Diam2 hawa murninya disalurkan kembali kedepan, kelima jari tangannya yang mencengkeram ujung kipas tersebut kian lama kian bertambah kencang. Masing-masing telah saling mengerahkan tenaga untuk beradu kekuatan, tapi keadaannya masih seimbang, siapapun tak bisa menangkan mereka. Dengan wajah hijau membesi pemuda berbaju biru itu segera berseru dengan suara dingin. "Hmmm, nampaknya ilmu silat yang kau miliki terhitung hebat sekali.. " "Saudara memuji." "Kau belum juga melepaskan tanganmu ?" Bentak pemuda baju biru itu mendadak dengan wajah gusar. Kena dibentak tanpa terasa Wi Tiong hong mengendorkan juga cengkeramannya. ooooOOoooo Bab-17 Dengan cepat pemuda berbaju biru itu mundur sejauh tiga langkah dari posisi semula, sorot matanya memancarkan cahaya dingin, kemudian tegurnya. "Siapa namamu ?" Wi Tiong- hong tidak langsung menjawab, pikirnya dahulu. "orang ini amat dingin dan sombong, secara tiba-tiba menanyakan namaku, tampaknya perselisihan ini sudah pasti akan terikat." Berpikir demikian, dia lantas mendongakkan kepalanya sambil menjawab. "Aku Wi Tiong hong." "Bagus sekali." Sambil tertawa dingin mendadak pemuda berbaju biru itu membalikkan badan, kemudian di dalam beberapa kali lompatan saja dia sudah berlalu dari situ. Diam- diam Wi Tiong hong menggelengkan kepalanya berulang kali, tanpa sebab musabab yang pasti orang itu mengajak berkelahi, perselisihanpun tidak terikat, kalau dipikirkan kembali kejadian ini sungguh suatu kejadian yang sama sekali tak ada harganya. Berpikir sampai disitu, dia bersiap sedia untuk melangkah pergi dari tempat itu. Mendadak terdengar suara dingin berkumandang datang yang mengikuti hembusan angin malam. Sekalipun suara tertawa itu lirih, tapi dapat dibedakan kalau orang itu adalah seorang perempuan, cuma saja suaranya kedengaran agak sedikit dingin menggidikkan. Wi Tiong hong menjadi tertegun sesudah mendengar suara itu, tanpa terasa dia segera berpaling. Dibawah sinar rembulan tampak sesosok bayangan manusia yang ramping berjalan keluar dan balik sebuah pohon besar dan pelan-pelan berjalan mendekat. Bayangan ramping itu makin lama semakin mendekat sehingga akhirnya dapat diketahui kalau dia adalah seorang gadis berbaju hijau yang berambut sepanjang bahu. Dia mempunyai sepasang mata yang bening bagaikan air, sewaktu memandang orang, sikapnya mewujudkan sikap memandang rendah orang. Dia mempunyai selembar bibir yang kecil mungil, sayang ujung bibirnya agak mengkerut kebawah, sehingga sekilas pandangan seperti seseorang yang sedang menjumpai suatu kejadian yang tak menyenangkan hatinya. Paras mukanya boleh dibilang cantik, sekalipun tidak terlalu cantik namun boleh dibilang cukup mengesankan hati orang yang memandangnya. Gadis berbaju hijau itu berjalan mendekat, dengan bentuk dari tubuhnya yang lemah gemulai, tangan kanannya membereskan rambutnya yang kusut terhembus angin, lalu sambil mendongakkan kepalanya dia bertanya. "Apakah kau hendak pergi dengan begini saja???" Suaranya merdu, sikapnya tak terhitung angkuh, tapi suaranya kedengaran dingin, hambar seolah-olah memandang enteng lawan. Diam-diam Wi Tiong hong mengerutkan dahinya, kemudian, berpikir. "Apa yang sebenarnya terjadi malam ini? Mengapa berulang kali aku harus berjumpa dengan orang yang berbicara dengan suara sedingin salju? Ditengah malam buta apa lagi diluar kota yang sunyi, kembali aku bertemu dengan seorang gadis berbaju hijau yang dingin menggidikkan tampaknya diapun bukan orang yang sembarangan." Gadis berbaju hijau itu hanya memandang ke arahnya tanpa berbicara, sampai lama kemudian dia baru menegur lagi dengan suara dingin. "Sudahkah kau dengar apa yang kutanyakan kepadamu itu?" "oooh...,jadi nona sedang mengajakku berbicara?" Dengan gemas nona berbaju hijau itu melotot sekejap ke arahnya, sahutnya cepat. "Kalau tidak sedang mengajakmu berbicara, apakah aku sedang berbicara dengan setan?" Sekali lagi Wi Tiong- hong berpikir. "Sesungguhnya nona ini mempunyai paras muka yang cantik jelita, tapi heran, kenapa berbicaranya begitu kasar dan tak sedap didengar?" Sekalipun berpikir demikian, tapi dia toh menjawab juga. "Aku hendak menuju ke kota Sang siau." "Sekalipun tidak kau ucapkan, aku juga tahu tentu saja orang yang berada disini hendak menuju ke kota Sang siau semua." "Kalau toh kau sudah tahu, kenapa mesti bertanya lagi kepadaku?" Pikir Wi Tiong hong kemudian. Melihat pemuda itu tidak menjawab, gadis berbaju hijau itu berkata lagi. "Aku maksudkan, apakah kau hendak pergi dengan begitu saja?" Wi Tiong hong semakin tertegun setelah mendengar perkataan itu, kembali dia berpikir. "Aah...bagus sekali, tampaknya nona ini pun seperti juga dengan pemuda berbaju biru itu, rupanya diapun bermaksud untuk mengajakku berkelahi." Berpikir demikian, dia lantas menatap wajah lawannya lekat-lekat, setelah itu bertanya. "Jadi maksud nona...?" Berkedip sepasang mata nona berbaju hijau itu, sekarang dia baru sempat melihat jelas wajah pemuda yang berada dihadapinya dia baru tahu kalau pemuda tersebut merupakan seorang pemuda yang amat tampan. Terutama sekali sepasang matanya yang begitu jeli bagaikan bintang timur, dari tatapan matanya yang besar seolah-olah terpancar keluar kekuatan yang membuat pipi sendiri menjadi panas. Diam- diam dia mendesis lirih, mendadak dijumpainya entah sejak kapan kepala tersebut telah ditundukkan rendah-rendah, belum pernah diajumpai keadaan semacam ini sebelumnya. Maka dia segera mendongakkan kepalanya lagi, kemudian dengan suara yang sengaja didinginkan, katanya. "Tadi, bukankah kau telah saling beradu pukulan satu kali dengan dirinya?" "Jadi nona juga telah menyaksikan akan hal ini?" "Hmmm, tentu saja sudah kusaksikan." Nona berbaju hijau itu mendengus dingin, "malah mungkin kau sendiri yang belum melihatnya secara jelas." "Apa maksud ucapan itu ?" Wi Tiong hong menjadi terbelalak dengan mulut melongo, hampir saja dia tak sanggup menjawab pertanyaan tersebut, ketika ia sedang beradu pukulan dengan pemuda berbaju biru itu, mengapa ia tak melihatnya dengan jelas? "Kau anggap aku salah berbicara?" Kembali nona itu menegur. Wi Tiong-hong merasa perutnya lapar sekali, dia segera berpikir. "Aku sudah seharian penuh tidak mengisi perut, lebih baik lanjutkan perjalanan saja dan tak usah ribut lagi dengannya, toh tak ada gunanya hanya berbicara melulu tanpa hasil?" Berpikir demikian dia lantas manggut2, sahutnya. "Apa yang nona katakan memang benar, mereka yang menyaksikan dari samping memang biasanya jauh lebih jelas ..." "Tak usah menonton diri sampingpun, aku dapat mengetahui pula dengan jelas." Makin berbicara, apa yang diucapkan gadis itu semakin aneh lagi. Wi Tiong hong ingin buru-buru melanjutkan perjalanannya, maka cepat-cepat dia menjura seraya berkata. "Benar, benar, aku . ." Tidak menunggu pemuda itu menyelesaikan kata-katanya, gadis berbaju hijau itu telah menukas lagi sambil mencibirkan bibir. "Hmmm, apa yang kau ketahui ?" Tentu saja Wi Tiong hong tidak tahu apa2, dia cuma membungkam belaka. "Aku mengatakan kau sendiri masih belum melihatnya, apakah kau melihatnya ?" Kata si nona lagi. Wi Tiong hong tidak mengerti apa yang di maksudkan si nona itu sebagai belum melihatnya, apa yang belum dilihat ? Menyaksikan si anak muda itu hanya membungkam diri belaka, kembali nona berbaju hijau itu mendengus. "Hmm ... tampangmu adalah tampang orang pintar, sayang justru otakmu bodoh, sudah ku ucapkan maksudku dengan begitu jelas tapi kau masih belum juga mengerti. Hmm... dasar seekor angsa dungu." Tiba-tiba dia tertawa geli sehingga wajahnya yang semula dingin dan kaku bagaikan lapisan salju itu menjadi mencair, senyuman yang kemudian menghiasi wajahnya, nampak manis dan sedap dipandang. Tapi dia hanya tertawa manis sebentar, karena secara tiba-tiba paras mukanya kembali berubah menjadi dingin dan kaku, lanjutnya. "Apakah kau tak bisa memeriksa telapak tanganmu sendiri?" Oleh perkataan yang diucapkan bertubi-tubi itu lama kelamaan Wi Tiong hong menjadi curiga juga, dia segera mengangkat tangan kiri sendiri dan memeriksanya dengan seksama. Sambil mendengus kembali gadis berbaju hijau itu berkata. "Dasar goblok tetap goblok. sewaktu kau beradu pukulan dengangnya apakah telapak tangan itu yang kau pergunakan?" Buru-buru Wi Tiong-hong mengganti tangannya yang lain. Terdengar gadis berbaju hijau itu berkata lagi. "Diatas jarum, waktu itu darah yang meleleh keluar dari situ tentu sudah membeku, tapi masih tersisa setitik darah hitam, bukan begitu?" Setelah mendengar perkataan tersebut, wi Tiong hong segera berhasil juga menemukan titik darah hitam diatas telapak tangan itu, dia tak tahu luka itu kapan timbulnya ? Kembali nona berbaju hijau itu berkata lagi. "Itulah luka yang dihasilkan sewaktu kau beradu pukulan dengannya, tanganmu sudah ditusuk oleh jarum Lan keh tok ciam (jarum racun keluarga Lan)nya..." Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sekarang Wi Tiong hong baru mengerti apa yang telah terjadi, segera pikirnya lagi. "Tak heran kalau pemuda berbaju biru itu segera pergi sambil tertawa dingin setelah beradu pukulan denganku, ternyata dia telah menyembunyikan jarum beracunnya dibalik telapak tangannya." Berpikir sampai disitu, dia lantas bertanya. "Kalau begitu jarum pasti telah diberi racun yang amat keji?" "Buat apa mesti ditanya lagi? Jarum yang di gunakan adalah jarum beracun keluarganya, sekali pun tak bekerja dengan cepat begitu bertemu dengan darah, namun kelihayannya luar biasa, siang tak bertemu malam, malam tak bertemu siang, kecuali obat penawar dari keluarganya, dikolong langit hanya ..." Belum habis nona itu berbicara, dengan wajah penuh dengan kegusaran Wi Tiong hong telah berseru. "Aku tidak mempunyai ikatan dendam ataupun sakit hati dengan dirinya, mengapa dia mencelakai aku secara diam-diam?" "Aaah, mau mencelakai orang, masa harus diberitahu dulu." Dari ucapan si nona tersebut, wi Tiong-hong dapat menarik kesimpulan kalau jarum beracun dari keluarga Lan memang sangat lihay sekali, bahkan setelah mendengar perkataan itu, betul juga secara lamat2 dia merasakan lengan kanannya seakan-akan menjadi kesemutan, segera berpikir lagi. "Mumpung sekarang racunnya belum mulai bekerja, lebih baik aku sekarang berangkat ke kota Sang siau dan mencari tabib untuk menyembuhkan luka beracunku ini." Dia adalah seorang pemuda yang baru terjun ke dalam dunia persilatan, dia tidak tahu kalau senjata beracun dari perguruan perguruan dalam dunia persilatan tak bisa disembuhkan oleh tabib-tabib biasa. Dengan cepat dia menjura kepada nona berbaju hijau itu, lalu ujarnya. "Aku mengucapkan banyak terima karib sekali atas pemberitahuan dari nona, sekarang aku ingin memohon diri lebih dulu." "Tunggu sebentar." Tukas nona berbaju hijau itu dingin. "tahukah kau, apa sebabnya aku memberitahukan hal ini kepadamu ?" "Soal ini aku kurang begitu tahu." Nona berbaju hijau itu segera tersenyum, katanya. "Aku merasa tidak senang menyaksikan sikap sombong dan tekebur dari orang itu, aku pun merasa senang sekali karena kau telah memberi pelajaran kepadanya." "Nona, bila kau tidak ada urusan lain..." "Kau hendak pergi bukan ?" Tukas si nona. "Yaa, setelah mendapat petunjuk dari nona, aku ingin menggunakan kesempatan sebelum racun itu mulai bekerja hendak berangkat ke kota Sang siau untuk memperoleh pengobatan." "Kau kenal dengan beng san gi In ?" Tanya si nona berbaju hijau itu dengan sorot mata berkilat. "Budi kebaikan nona yang bersedia menghadiahkan obat penawar kepadaku sungguh membuat aku merasa berterima kasih sekali, entah..." Sebenarnya dia ingin menanyakan siapa nama orang itu, tapi setelah perkataan tersebut sampai di ujung bibir, dia merasa kurang baik untuk menanyakan nama orang, apalagi di tengah malam buta dan diluar kota yang begini sepi. Akhirnya dengan wajah memerah karena jengah, dia telan kembali kata-kata selanjutnya yang tak sempat diutarakan. "Kau tak usah berterima kasih kepadaku," Ucap nona berbaju hijau itu hambar? "aku sendiripun tidak bermaksud untuk menolongmu, aku hanya ingin agar dia tahu jika jarum beracun dari keluarga Lan bukanlah sesuatu senjata yang cukup untuk membuatnya menjadi sombong." Selesai berkata, dia lantas berlalu dari situ dengan gerakan cepat. Dengan termangu-mangu Wi Tiong hong memegang botol porselen itu sambil mengawasi nona itu berlalu dari sana, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya telah lenyap dibalik kegelapan sana. Mendadak dia teringat akan sesuatu, kalau didengar dari pembicaraan si nona berbaju hijau itu tampaknya dia seperti merasa sangat tidak puas terhadap pemuda berbaju biru itu, tapi agaknya pula diantara mereka berdua sudah saling mengenal cukup rapat. Sekalipun dia merasa rikuh untuk menanyakan nama si gadis itu, tapi dari pembicaraan si nona dia toh berhasil mengetahui juga asal usul dari pemuda berbaju biru itu. Sekarang waktu sudah semakin larut malam dia segera masukkan botol perselen itu kedalam sakunya, kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke kota Sang siau. Ketika tiba dibawah kaki kota, pintu kota sudah lama tertutup, maka diapun mencari suatu tempat yang sepi untuk melompati dinding kota tersebut. Mendadak dia saksikan kurang lebih tujuh delapan kaki disampingnya terdapat juga sesosok bayangan manusia sedang melompati dinding kota dengan kecepatan bagaikan kilat, bayangan tersebut sedang bergerak menuju ke arah sebelah timur. Sungguh hebat sekali ilmu meringankan tubuh orang itu, hanya didalam sekejap mata saja bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas. Diam- diam Wi Tiong hong mengagumi kelihayan orang itu, pikirnya dihati. "Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, cukup dilihat dari kelihayannya dalam ilmu meringankan badan, dapat diketahui kalau kemampuanku masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan orang itu..." Setelah melompat turun dari dinding kota, buru buru dia berjalan menuju ke arah jalan raya. Waktu itu suasana dikota masih ramai, batu saja sampai dirumah penginapan Ka cian terlihat olehnya pelayan rumah penginapan yang dikenalnya telah datang menyambut sam tertawa. "Kek koan, kau baru sampai?" Sapanya. "kamar yang kau tempati tempo hari kebetulan lagi kosong hari ini, silahkan, silahkan." Ia menghantar Wi Tiong hong menuju ke kamarnya, setelah membukakan pintu, kembali katanya: "Tampaknya kau sudah bersantap diluar? Hamba akan sediakan air teh untukmu." "Tunggu dulu. aku belum bersantap. coba suruhlah koki untuk menyiapkan hidangan bagiku." Pelayan itu segera mengiakan sambil mengundurkan diri dari situ. Setelah melakukan perjalanan sekian lama, lengan kanan Wi Tiong hong sudah terasa makin berat sehingga tak sanggup diangkat kembali, kepalanya pun mulai pusing dan berat dia segera tahu kalau racun yang mengeram didalam tububuhnya telah bekerja. Dengan cepat dia mengeluarkan botol porselin hadiah dari nona berbaju hijau itu, mengeluarkan sebutir pil berwarna hitam sebesar kelengkeng, memotong menjadi dua, setengah bagian ditelan, setengah lagi di bubuhkan ke atas mulut luka. Baru saja ia akan menyimpan kembali botol itu, mendadak ia menyaksikan dibagian tengah botol itu terukir sebuah tulisan yang berbentuk persegi panjang, dia amati tulisan itu, dan terbacalah tulisan itu yang berbunyi. "Su si Lian ci" (dibuat oleh Susi). Ketika ujung botol itu diperiksa kembali, disitu ditemukan kembali tulisan "Hui" Yang lembut. Diam-diam sianak muda itu segera berpikir. "Kalau dilihat dari tulisannya yang lembut agaknya seorang gadis, mungkin "Hui" Adalah nama dari nona berbaju hijau itu." Teringat sampai disitu, tanpa terasa didepan matanya terbayang kembali tubuh dari sinona itu, dan ingat pula raut wajahnya yang cantik tapi dingin dan kaku. Tanpa terasa dia mulai mengelus botol porselin tiada hentinya. Menanti diluar pintu kamar berkumandang suara langkah manusia, Wi Tiong hong baru dia sadar dari lamunannya, cepat dia menyimpan kembali botol porselin itu. Selesai santap malam, dia menuruti pesan dari nona berbaju hijau itu untuk menelan dua butir pil lainnya menurut aturan, kemudian baru menyimpan kembali botol porselin itu memadamkan lampu dan tidur. Tidurnya kali ini amat nyenyak, ketika bangun kembali, hari sudah terang benderang. Ketika mencoba untuk menggerakan tangannya, ternyata tangan tersebut bisa digerakkan dengan leluasa tanpa perasaan kaku atau kesemutan, sekali lagi dia mencoba untuk mengatur napas, ternyata tidak ditemukan suatu gejala aneh, tahulah dia bahwa racun keji tersebut telah berhasil dipunahkan. Maka diapun lantas duduk bersila diatas pembaringan sambil mengatur napas. Sudah berapa hari dia tidak melakukan semedhinya, begitu latihan dilakukan segera terasa ada udara panas yang bergerak naik mencapai dua belas Liong lo, lama kelamaan diapun berada dalam keadaan lupa "aku". Ketika sadar kembali, bayangan matahari sudah memenuhi jendela, dia segera mengenakan pakaian dan membuka pintu kamar. Pelayan muncul membawa air untuk cuci muka, katanya sambil tertawa paksa. "Kek koan, nyenyak amat tidurmu, hamba sudah datang berapa kali, tapi melihat pintu kamarmu masih tertutup rapat, hamba tak berani mengganggumu, sekarang sudah mendekati tengah hari." Sambil membersihkan muka, Wi Tiong-hong berkata. "Pelayan, sebentar jika ada seorang Ting-ya mencariku..." Belum habis dia berkata, terdengar dari luar pintu berkumandang suara seruan seseorang yang nyaring. "Pelayan, apakah dikamar kelas satu terdapat seseorang yang bernama Wi-ya..." Tampaknya baru saja membicarakan soal Cho co, si Cho co telah muncul didepan mata. Wi Tiong-hong mengenali suara pembicaraan tersebut suara Ting ci-kang, dia menjadi amat girang sekali, buru-buru ia melemparkan handuk dan memburu ke depan pintu sambil berseru: "Ting toako, siaute berada disini" Ting ci kang muncul dengan wajah berseri-seri, begitu melangkah masuk kedalam kamar segera ujarnya sambil tertawa. "Saudara Wi, aku telah menyusahkan dirimu saja." "Ting toako, cepat duduk dan beristirahat..." Pelayan tanpa diminta telah menghidangkan air teh panas untuk kedua orang tamunya, kemudian baru mengundurkan diri. "Ting toako, sekarang kau baru datang, sungguh membuat siaute merasa cemas sekali," Ujar Wi Tiong hong sepeninggal pelayan tersebut. "Aah, aku tidak apa apa, Kalau siau heng dengar dan pembicaraan mereka, agaknya kau memegang sebuah lencana Siu lo cin leng dan memaksa mereka untuk melepaskan siau heng? Lencana Siu lo cin leng merupakan lencana yang dimiliki siu lo cinkun dimasa lalu, apakah Kam Liu cu dari Thian sat bun yang meminjamkannya kepadamu?" "oooh bukan, benda itu merupakan peninggalan dari paman tak dikenalku, semula siaute sendiripun tidak tahu kalau benda tersebut memiliki kekuasaan sebesar ini, Untung saja Kam Liu cu bersedia memberitahukan hal ini kepadaku, Konon tempo haripun Thian Sat nio mengundurkan diri karena telah menyaksikan lencana Siu lo cin leng ini." Tampaknya Ting ci kang sangat menaruh perhatian terhadap "paman tak diketahui namanya" Yang diucapkan wi Tiong hong tersebut kembali tanyanya. "Tahukah kau, siapakah paman yang tidak kau ketahui namanya itu?" Wi Tiong hong mendongakkan kepalanya lalu menjawab. "Bukankah tempo hari siaute pernah memberitahukan soal ini kepada toako? siaute dibesarkan sampai dewasa oleh orang itu, selama ini siaute selalu menganggapnya sebagai ayah kandungku sendiri, kemudian baru ketahui kalau dia adalah pamanku, hanya dia orang tua tidak bersedia memberitahukan namanya kepada siaute..." Berkerut sepasang mata Ting ci kang sesudah mendengar perkataan itu, dia manggut- manggut. "Aah, ya, betul, siau heng teringat sekarang tempo hari kau memang sudah pernan membicarakan soal ini kepadaku." Berbicara sampai disini, dia berhenti sejenak. kemudian sambungnya lebih jauh, "Saudara Wi, bagaimana ceritanya hingga kau bisa berkenalan dengan Kam Liu cu dari Thian sat bun?" Mendengar pertanyaan Wi Tiong hong segera tertawa. "Kalau dibicarakan sebetulnya hanya merupakan suatu kebetulan saja, waktu itu siaute juga tidak tahu kalau dia adalah Kam Liu cu dari perguruan Thian sat bun, lebih-lebih tak kuduga kalau dia akan menyelamatkan diriku." Secara ringkas dia lantas bercerita bagaimana ketika pagi-pagi dia hendak berangkat keperusahaan An wan piaukiok. ditengah jalan dia menyaksikan ada orang orang sedang mengerumuni seseorang, karena waktunya masih pagi maka diapun ikut melihat keramaian. Ternyata disitu terlihat seorang pengemis bertelanjang dada sedang memberi minum ularnya dengan arak. kemudian pengemis itu meminta ongkos arak kepadanya, dan diberinya puluhan tahil perak. sejak saat itulah merekapun menjadi berkawan. Setelah mendengar kisah tersebut, paras muka Ting ci kang baru berusaha menjadi kendor, lalu menyusul kemudian diapun tertawa terbahak-bahak. "Haah...haah....haah...baru kali ini kudengar kalau ada orang berteman dalam keadaan seperti ini, tampaknya juga hanya saudara Wi saja yang mau tertipu." "Siaute rasa walaupun Kam Liu cu adalah seorang anggota perguruan Thian Sat bun, sesungguhnya dia adalah seorang yang gagah dan berjiwa terbuka, dia terhitung seorang sahabat yang amat setia kawan." Ting ci kang segera manggut-manggut sesudah mendengar perkataan itu. "Apa yang saudara katakan memang benar" Katanya. "aku hanya mengatakan bahwa didalam dunia persilatan banyak sekali penipu yg tujuannya hanya untuk memperoleh uang bagi kepentingan pribadinya, seperti Kam Liu cu yang bersedia datang menolongmu dikala kau sedang mengalami kesulitan, boleh dibilang jarangnya jarang." "Ting toaku, sesungguhnya perkumpulan macam apakah Ban kiam hwee tersebut." Tiba-tiba Wi Tiong hong bertanya. Paras muka Ting ci kang berubah agak aneh sahutnya kemudian dengan hambar. "Soal ini Siuheng sendiri juga kurang jelas." "Kalau kudengar dari pembicaraan Kam Liu cu, agaknya mereka pun sedang mencari Lou bun si tersebut?" Waktu itu Ting ci kang sedang mengangkat Cawan air tehnya siap diteguk. mendengar perkataan itu tanpa terasa dia lantas bertanya. "Apa lagi yang dia katakan?" Tentu saja Wi Tiong hong tak akan memperhatikan perubahan paras muka Ting ci kang, dia hanya menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, dia tidak mengataka apa-apa, aku bertanya kepadanya benda apakah Lou bun si tersebut? Tapi dia enggan memberitahukan kepadaku." Ting ci kang segera mendengus dingin. "justru pihak Thian sat bun memang bermaksud untuk mengincar Lou bun si tersebut, tentu saja mereka enggan menjawab, pertanyaan yang kau ajukan kepadanya." "Ting toako" Ujar Wi Tiong hong keheranan. "tahukah kau benda macam apakah yang bernama Lou bun si tersebut?" Sekulum senyuman segera menghiasi wajah Tin ci kang. "Siau-heng sendiripun pernah mendengar orang berCerita, meski yang kuketahui amat sedikit tapi tidak terhitung terlalu Cermat. Saudara Wi, tentunya kau masih ingat bukan, berapa hari berselang ketika kau kuajak kau pergi ke kuli Sik jin tian, tujuanku tak lain adalah untuk mencari benda itu." "Toako, bukankah kau sedang menyelidiki sebab-sebab kematian yang menimpa orang orang Ban li piaukiok?" Seru Wi Tiong-hong terkejut bercampur keheranan. "Tentu saja hal mana pun merupakan salah satu dari titik terang yang bisa dilaCaki, tapi yang terutama adalah kabar berita tentang Lou bun si tersebut." Ketika berbicara sampai disitu, mendadak sorot matanya dialihkan ke wajah Wi Tiong hong, kemudian tanyanya. "Saudara Wi, masih ingatkah kau apa yang pernah kukatakan kepadamu tempo hari?" Wi Tiong hong menjadi tertegun mendengar pertanyaan itu, dengan mata terbelalak serunya: "Aaah, tidak pernah.. Ting toako pernah membicarakan tentang soal apa?" "coba pikir lagi " Kata Ting ci-kang tersenyum. Wi Tiong-hong mencoba untuk berpikir sebentar, lalu sahutnya. "Aaaah, siaute teringat sekarang." "Nah, kalau begitu coba katakan, apa yang telah kuberitahukan kepadamu " Seru Ting-ci kang dengan mata berkilat. oooOOooo Bab-18 "TEMPO HARI toako berjongkok ditengah semak belukar dan menemukan...." Tidak menanti si anak muda itu menyelesaikan kata-katanya, dengan Cepat Ting ci-kang telah menukas. "Benar, bagaimana dengan dibalik semak belukar." "Toako menemukan segumpal abu tembakau didalam semak belukar tersebut, toako pernah bilang orang itu pasti berusia lima puluh tahunan, bersembunyi dibalik semak belukar dan kemungkinan besar ada sangkut pautnya dengan kematian yang menimpa orang-orang perusahaan pengawalan barang Ban li piaukiok." "Yaaa, benar, benar, memang siaute hanya mengucapkan perkataan ini," Sahut Ting cikang sambil menghembuskan napas panjang. "Kemudian, bukankah kita lantas meninggalkan tempat itu dan berangkat menuju kerumah petani itu?" Ting ci kang manggut2. "Kalau begitu mungkin aku benar-benar tak membicarakan soal apa-apa lagi, aaai ... padahal pelbagai ingatan dan persoalan serasa berkecamuk dalam benakku, aku benar-benar merasa tak tahu harus membicarakan tentang apa." Wi Tiong hong mengetahui kalau toakonya sedang murung dan risau karena tidak berhasil menemukan sesuatu titik terang apapun, maka segera hiburnya. "Toako, sekalipun kau telah memberikan janjimu kepada pihak Bu tong pay, namun aku rasa kaupun tak usah terlalu tergesa-gesa cepat atau lambat persoalan ini pasti akan menjadi terang juga dengan sendirinya ..." Walaupun dimulut dia berkata demikian, hatinya selalu memikirkan tentang masalah "Lo bun si" Tersebut, tak tahan dia lantas bertanya: "Ting toako, kau masih belum menerangkan kepadaku, benda macam apakan yang dinamakan Lou bun si tersebut?" Ting ci kang segera tertawa hambar. "Konon bentuk Lou bun si itu menyerupai sebuah pena kemala." "Pena kemala?" Seru si anak muda itu keheranan. "apa anehnya dengan benda semacam itu?" Ting ci kang memandang sekejap ke arahnya lalu tertawa, katanya kemudian. "Kalau Cuma sebatang pena kumala saja. tentu saja benda tersebut tak bisa disebut benda mestika." "Lantas apakah mempunyai suatu kegunaan yang lain ?" "Tentu saja." Jawab Ting ci-kang sambil mendehem. "menurut berita yang tersiar dalam dunia perailatan, barang siapa berhasil mendapatkan pena kemala tersebut, maka dia akan menjadi seorang jagoan yang tiada tandingannya di dunia ini." Tanpa terasa Wi Tiong-hong menjadi tertarik sekali, dengan mata terbelalak lebar serunya: "Aah, benarkah ada kejadian semacam ini?" "orang pertama yang berhasil menemukan Lou bun si paling awal adalah ayah angkatku Thi pit teng kan kun (pena baja penenang jagad) Tan Pek-li, yaitu pangcu angkatan yang lalu dari perkumpulan Thi pit pang, kejadian ini berlangsung pada tiga puluh tahun berselang, waktu itu dalam dunia persilatan sedang terjadi kekacauan yang amat hebat, orang-orang yang hidup pada jaman itu saling memperebutkan kekuasaan dan kedudukan sehingga banyak pertumpahan darah dan permusuhan yang terjadi pada jaman itu." Sinar matanya dialihkan kelangit langit ruangan seperti lagi mengenang kembali kejadian lampau, kemudian setelah berhenti sejenak katanya lebih lanjut. Pedang Berkarat Pena Beraksara Karya Tjan ID di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Ayah angkatku merasa amat gusar sekali menyaksikan kerakusan orang-orang persilatan waktu itu yang sama-sama mengincar pena wasiat yang berhasil ditemukan olehnya, dalam marahnya pena tersebut segera dihancur lumatkan menjadi bubuk. Baru pada saat itulah semua orang tahu kalau pena Lou bun si yang berhasil diperoleh ayah angkatku itu tak lebih cuma sebatang Lou bun si palsu... Konon Lou bun si semuanya terdiri dari tiga batang, dua palsu dan satu asli, yang didapatkan ayah angkatku tak lebih adalah yang palsu.... Dalam gusarnya ayah angkatku lantas mendirikan perkumpulan Thi pit pang, dia orang tua membangun perkumpulan pena besi itu tak lain ingin memberitahukan kepada semua orang kalau dengan mengandalkan sebatang pena bajapun dia masih bisa malang melintang dalam dunia persilatan tanpa bantuan dari Lou bun si." "Ayah angkat toako ini benar-benar berjiwa gagah dan tak malu disebut sebagai seorang enghiong" Puji wi Tiong hong dengan wajah Serius. "Aaah, saudara Wi terlalu memuji, sewaktu ayah angkatku mendirikan perkumpulan Thi pit pang, diapun menetapkan pula peraturan." "Peraturan apakah itu?" "Setiap anggota perkumpulan Thi pit pang dilarang untuk mengincar Lou bun si lagi untuk selamanya." "Mungkin maksud ayah angkat toako dengan menurunkan peraturan ini adalah dengan harapan agar anggotanya tidak sampai terlibat lagi didalam persoalan perebutan pena tersebut." Berkilat sepasang mata Ting cikang, katanya setelah tertawa terbahak-bahak: "Hahahaha, tapi tiga puluh tahun kemudian, Thi-pit-pang toh terlibat kembali didalam pertikaian ini..." "Kalau begitu benda yang dikawal oleh Ban li piaukiok sebenarnya adalah pena mestika Lou bun si ?" Ting ci kang segera tertawa dingin. "Perusahaan Ban li piaukio pada dasarnya dibuka oleh pihak Bu tong pay, sedangkan kunjiu Siau Beng san tak lebih hanya ditugaskan untuk mengurusinya belaka, kau anggap barang kawalan apa yang mereka bawa kali ini ?" "Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, entah dari mana mereka telah berhasil mendapatkan Lou bun si dan sedang dalam perjalanan menuju ke Bu tong san-Keng-hian, Keng jin jelas merupakan jago jago Bu Tong pay yang khusus dikirim untuk menyambut kedatangan adik seperguruannya." "Tapi, bukankah Ma koan tojin, Thi-lohan serta sinaga tua berekor botak sekalian juga telah terjatuh ketangan pihak Ban kiam hwee? Sudah pasti kedatangan mereka pun di karenakan soal Lou bun si tersebut, sungguh tak ku sangka hanya disebabkan sebatang pena kemala, begitu banyak orang yang berubah matanya karena ingin mendapatkannya?" Ting ci kang hanya mengiakan pelan, sambil bangkit berdiri segera ujarnya. "Saudara Wi, kini waktu sudah menunjukkan tengah hari, mari kita keluar untuk bersantap. siauheng masih ada persoalan yang hendak dirundingkan denganmu." "Ting toako masih ada urusan apa lagi?" Ting ci kang tertawa. "Pada hal juga tak ada apa-apa, mari sambil bersantap kita berbincang-bincang lagi." Setelah keluar dari rumah penginapan itu, mereka berdampingan menelusuri jalan raya. Sepasang mata Ting ci kang tiada hentinya celingukan kesana kemari sambil memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang disepanjang jalan raya itu. Tidak selang berapa saat kemudian, mereka sudah mendekati rumah makan Hweepeng loo, dari kejauhan sana suara teriakan para pelayan dan suara koki mencincang daging sudah kedengaran amat jelas. Sambil berpaling Ting ci kang segera berkata. "Dalam kota Sang siau, rumah makan Hwee Peng lo boleh dibilang rumah makan paling terkenal dan tamu paling banyak. mari kita menuju kesana saja." "Bukankan siautepun berkenalan dengan Ting toako dirumah makan Hwee pang lo juga? Hari ini tentu saja kita harus berkunjung ketempat itu lagi." "ooooh, benar, setelah berada ditempat perkenalan, kita berdua sudah seharusnya minum beberapa cawan arak." Sahut Ting ci kang sambil tertawa. setibanya diatas loteng, betul juga hampir semua tempat telah berisi tamu. Pelayan segera membawa mereka berdua menuju kedepan sebuah meja yang masih kosong. Ting ci kang memperhatikan dulu semua tamu yang berada dalam ruangan itu, kemudian baru duduk. memesan sayur dan arak. Menanti pelayan itu sudah pergi, dia baru berbisik kepada Wi Tiong hong. "Selama beberapa hari belakangan ini, setiap saat kemungkinan besar kita akan bersua dengan umat persilatan di kota Sang siau ini, kalau berbicara harap sedikitlah berhati hati." "Ting toako, kau telah menjumpai siapa ?" "Dalam rumah makan yang begini luas, pelbagai macam manusia berkumpul semua disini aku hanya memperingatkan kepadamu saja." "Akan siaute ingat selalu ?" Mendadak dia berseru tertahan, kemudian katanya lagi. "Aaah, tadi siaute hampir lupa memberitahukan kepada toako, semalam hampir saja aku kena dicelakai orang." "Manusia macam apakah yang hendak mencelakai dirimu ?" Tanya Ting ci kang sambil menatap wajah pemuda itu. Secara ringkas Wi Tiong hong lantas menceritakan pengalamannya sewaktu berjumpa dengan pemuda berbaju biru semalam. Selesai mendengarkan penuturan itu, dengan kening berkerut Ting ci kang segera berkata dingin. "Tampaknya keluarga Lan dari in lam juga telah berdatangan kemari." Kemudian setelah mendongakkan kepalanya dia berkata lagi. "Jarum beracun dari keluarga Lan jahat dan berbahaya sekali, barang siapa terkena serangannya maka tak sampai satu jam seluruh badannya akan menjadi kaku dan akhirnya lumpuh, bahkan Siang tak bertemu malam, malam tak bertemu Siang, orang-orang Thian sat bun mustahil bisa memunahkan racun keji itu. Saudara Wi, mengapa kau bisa selamat tanpa mendapatkan gangguan apa apa?" Mendengar perkataan itu, diam-diam Wi Tiong hong berpikir. "Ternyata jarum beracun dari keluarga Lan betul-betul sedahsyat itu, kalau begitu nona berbaju biru itu memang tidak sengaja membohongi aku" Berpikir sampai disitu, dengan wajah memerah segera sahutnya, "Tak lama setelah pemuda berbaju biru itu pergi, muncul kembali seorang nona berbaju hijau, dia menghadiahkan tiga butir pil kepada siaute, katanya tiga jam kemudian nyawa siaute tak akan berbahaya lagi..." Tapi berhubung diatas botol porselennya terukir nama nona berbaju biru itu, apa lagi dla, masih muda dan malu-malu kucing, maka pemuda tersebut merasa rikuh untuk mengeluarkan botol tersebut dan diperlihatkan kepada Ting toakonya. Ting ci kang kelihatan tertarik sekali akan nona berbaju hijau itu, kembali dia bertanya: "Waktu itu apakah kau, dapat melihat jelas berapa usianya dan bagaimanakah tampang mukanya?" Sekali lagi paras muka Wi Tiong hong berubah menjadi merah padam karena jengah. "Nona itu berbaju hijau, usianya diantara tujuh delapan belas tahunan dan berwajah amat.. .. amat cantik..." Melihat paras muka pemuda itu merah padam sampai ke telinganya, Ting ci kang menjadi amat geli, serunya kemudian. "Apalagi yang dia katakan kepadamu ?" Ditertawakan orang, wi Tiong hong semakin tersipu-sipu dibuatnya, dia tak mampu berbicara lagi, maka sambil menggelengkan kepalanya berulang kali katanya: "Tidak, tidak. nona itu tidak berkata apa- apa lagi, setelah memberi tiga butir pil itu kepadaku, diapun segera berlalu meninggalkan aku?" Sekilas perasaan kaget dan keheranan menghiasi wajah Ting ci kang, setelah termenung sejenak dia berkata lagi. "Siapakah nona berbaju hijau itu? padahal racun jarum dari keluarga Lan hanya bisa di bebaskan oleh obat penawar kasusnya, siapa pula yang bisa memunahkan racun itu?" Sementara pembicaraan berlangsung pelayan telah datang menghidangkan sayur dan arak. maka mereka berduapun tidak banyak berbicara lagi. Wi Tiong-hong mengambil poci arak dan memenuhi cawan Ting ci kang terlebih dulu dan kemudian baru memenuhi cawan sendiri, setelah itu sambil mengangkat cawannya dia berkata. "Tiong toako, siaute menghormati secawan arak untukmu," Ting ci-kang tertawa bergelak. "Haaahh... haaahhh... haaahhh... hari ini sepantasnya kalau siau-heng yang menghormati dirimu lebih dulu." Mereka berdua saling menghormati dan meneguk habis isi cawan masing-masing. "Ting toako." Tanya Wi Tiong hong kemudian. "tadi bukankah kau bilang ada sesuatu persoalan yang hendak dibicarakan kepada siaute ? persoalan apakah itu ?" "Aaah, tidak ada apa-apa, siau-heng bermaksud untuk pulang dan memberesken beberapa persoalan perkumpulanku, maka dari itu aku bermaksud untuk mengajakmu untuk menginap beberapa hari dalam perkumpulanku, aaai., .selanjutnya siau heng pun masih banyak memohon bantuanmu." Wi Tiong hong segera teringat kembali dengan pesan Kam Liu cu sebelum pergi meninggalkannya, agar jangan menceburkan diri di dalam persoalan tersebut. Tapi Ting toako adalah sahabat pertama yg dikenalnya,jadi orang berhati lurus dan gagah apa lagi setelah dia menyatakan sendiri keinginannya untuk memohon bantuan, sudah barang tentu sulit rasanya baginya untuk menampik permohonan tersebut. Berpikir sampai disini, dia lantas mendongakkan kepalanya dan menjawab cepat: "Ting toako, mengapa kau harus berkata begitu, siaute baru terjun kedalam dunia persilatan, dengan toako akupun merasa seperti sahabat lama saja, asal kau membutuhkan bantuan siaute, silahkan saja toako utarakan maksudmu." Perasaan terima kasih segera menghiasi raut wajah Ting ci kang. "Aku orang she Ting merasa beruntung sekali dapat berkenalan dengan seorang teman seperti kau, hal ini Sungguh luar biasa sekali." Selesai berkata ia meneguk habis isi cawannya, lalu berkata lebih lanjut. "Saudara Wi, aku sudah berapa hari datang kemari, sekarang kau perlu buru-buru pulang kerumah, bagaimana kalau kita berangkat selesai bersantap nanti?" Mendadak Wi Tiong hong teringat kembali dengan pesan Tok Hay-ji yang meminta agar menyampaikan kabar, maka dia lantas berseru. "Ting toako, bagaimana kalau besok saja kita baru berangkat ?" "Apakah kau masih ada urusan ?" "Siaute masih harus menyampaikan pesan dari seseorang lebih dulu." "Pesan? Pesan dari siapa ?" Tanya Ting ci kang keheranan. oooooo "PESAN dari Tok Hay-ji" Wi Tiong-hong secara berbisik lirih. "Tok Hay-ji ?" Sekujur tubuh Ting ci kang tergetar keras, sorot matanya memandang wajah Wi Tiong-hong lekat-lekat, kemudian tanyanya dengan Cepat. "Dia minta kepadamu untuk menyampaikan pesan itu kepada siapa ?" "Kepada hongtiang dari kuil Pau in si di pintu kota sebelah selatan..." Ting ci kang semakin tercengang lagi, setelah termenung dan berpikir sebentar kembali dia berkata. "Ketua dari kuil Pau in si adalah murid Siau limpay, masa Tok Hay ji menyuruhmu menyampaikan pesannya pada orang Siau lim si?" Setelah berhenti sejenak, kembali tanyanya. "Apa yang dia sampaikan kepadamu ?" "Dia hanya menyampaikan beberapa patah kata saja." "Perkataan apakah itu ?" Ting ci kang mendesak lebih jauh. Wi Tiong hong segera mencelapkan jari tangannya kedalam cawan arak lalu menulis di atas meja: "Diatas undak undakan pintu kiam bun, dalam gua masuk kayu", Ting ci-kang memperhatikan tulisan itu beberapa saat, membacanya dengan suara lirih, kemudian dengan kening berkerut katanya: "Apakah hanya tulisan itu? Mungkinkah kata-kata itu merupakan suatu sandi rahasia?" "Mungkin saja, karena siaute sendiripun tidak berhasil menebak maksud tulisan tersebut." "Jika setiap orang tak bisa menebaknya, itu berarti tulisan tersebut bukan suatu kata sandi," Kata Ting ci kang sambil tertawa. "Yaa, kalau dibilang memang mirip... misalkan saja tulisan dibawah undak undak pintu Kia in bun.,.sudah jelas yang dimaksudkan adalah penjara bawah tanah dari perkumpulan Ban kiam hwee, tapi apa pula arti kata dari dalam gua masuk kayu? Bagaimana penjelasannya..?" Melihat Ting ci kang membungkam diri sambil termenung, Wi Tiong hong juga membungkam diri sambil termenung. Beberapa saat kemudian, mendadak Ting ci kang mendongakkan kepalanya dan menatap wajah Wi Tiong hong lekat-lekat, kemudian katanya: "Saudara Wi, apakah kau tetap akan menyampaikan pesannya itu sampai ketempat tujuan?" "Tentu saja, mendapat titipan dari orang merupakan kebaktian seseorang terhadap masyarakat, apalagi setelah siaute sanggupi, tentu saja aku harus melaksanakan dengan se-baik2nya." "orang orang dari Tok Seh Sia tiada seorang pun yang tidak beracun..." Dia seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi setelah sampai ditengah jalan tiba-tiba dia merubah kata-katanya. "Apa yang kau ucapkan memang benar, setelah menyanggupi memang sudah sepantasnya kalau kabar tersebut disampaikan ketempat tujuan... tapi yang membuat orang tidak habis mengerti adalah Go beng hoatsu tersebut, sudah jelas dia berasal dari partai Siau lim, mengapa bisa berhubungan dengan orang orang dari selat pasir beracun?" Beberapa kata yang terakhir itu hanya digumamkan seorang diri saja. Untuk sesaat Wi Tiong hong tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu, terpaksa dia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa. Ting ci kang segera mengalihkan kembali sorot matanya kearah si anak muda itu, kemudian bertanya lagi: "Saudara Wi, kau berencana kapan akan pergi ke Kuil Pau in si untuk menyampaikan pesan tersebut ?" "Tok hay-ji pernah mengatakan kalau persoalan ini sangat penting artinya dan menyangkut keselamatan seseorang, dia minta kepada siaute agar menyampaikan kabar tersebut didalam sepuluh hari mendatang, karena itu siaute pikir seusai bersantap nanti aku hendak mengajak toako untuk bersama sama berangkat ke sana." Ting ci kang segera tertawa dingin. "Dia sudah menjadi tawanan orang dipenjara bawah tanah, pesan itu sudah pasti merupakan pesan memohon bantuan yang menyangkut pula dengan keselamatan jiwa seseorang. Kata- kata sandi rahasia itu meski tak bisa kupecahkan artinya, namun kemungkinan besar menyangkut sesuatu rahasia besar, Banyak persaalan dalam dunia persilatan yang tidak ingin diketahui orang luar, apalagi Tok Hay-ji minta kepadamu untuk menyampaikan pesan pentingnya, siau heng rasa kurang baik kalau aku turut serta, Saudara Wi, lebih baik kau berangkat saja lebih dulu, sebentar aku akan menantikan dirimu diluar kuil saja dari pada memancing kecurigaan orang." "Perkataan toako ada benarnya juga, soal ini siaute tak pernah memikirkannya." Maka setelah selesai bersantap. Wi Tiong hong segera bangkit berdiri dan menuruni lo teng tersebut. Memandang hingga bayangan punggung si anak muda itu lenyap dari pandangan mata, Ting ci kang tersenyum, sinar matanya seperti sengaja tak sengaja melirik sekejap kemeja yang berada disebelah kanannya, kemudian ia berdiri, pelan pelan menuju ke meja kasir dari membayar rekeningnya. orang yang duduk dimeja sebelah kanan adalah seorang lelaki yang berdandan sebagai seorang saudagar, belum habis araknya diminum, mendadak dia bangkit berdiri pula, dan buru-buru menuju kemeja kasir untuk membereskan rekeningnya pula. Kedua orang itu hampir pada saat yang bersamaan tiba didepan meja kasir itu. Ting ci kang tidak buka suara, tapi dia berpaling dan berpandangan mata dengan lelaki berdandan saudagar itu, kemudian setelah membayar diapun berlalu. Lelaki berdandan saudagar itu turut membayar rekening dan berlalu pula dari situ. Dirumah makan, membayar rekening pada saat yang bersamaan merupakan suatu kejadian yang lumrah dan tidak menarik perhatian orang, tapi justru pada waktu itu ada orang yang memperhatikannya dengan seksama. Mereka adalah kakak beradik dua orang yang sedang duduk ditepi jendela. Kakak beradik itu seperti orang dusun yang masuk kota untuk menengok famili. Si kakak lelaki berwajah kuning dan berbaju warna biru, dandanannya seperti seorang siucay yang tidak lulus ujian negara. Sedang si adik perempuan berwajah desa dan memakai baju yang amat kasar. Waktu itu si adik sedang makan bakmi dengan menundukkan kepala, mendadak ia berbisik sambil mengerdipkan matanya. "Toako, sudah kau lihat belum ?" Si siucay itu segera menghentikan cawan araknya sambil bertanya. "Melihat apa ?" "Tampaknya Ban Kiam hwee masih belum mau melepaskannya dengan begitu saja." "Tentu saja tak akan melepaskannya dengan begitu saja" Sahut si siucay acuh tak acuh, "Lantas kau...." "Tentu saja tak akan melepaskannya dengan begitu saja." "Lantas kau..." "Kita buka pengawalan saja bagaimana?" Kata si siucay sambil tertawa. "Jadi toako sudah tak mau campur lagi?" Siucay itu berkerut kening, lalu katanya. "Aku sudah berulang kali menasehati dirimu, lebih baik cepat-cepatlah meninggalkan kota Sang siau dan jangan menceburkan diri didalam pertikaian ini." "Tapi, apa yang mereka bicarakan apakah tidak kau dengar semua?" Seru si adik. "Kalau dari jarak sedekat ini masih tak kedengaran, kecuali kalau telinga kita sudah tumbuh diatas batu." "Toako, kalau begitu coba katakan kepadaku, mereka telah pergi ke mana?" "Kuil Pau in si di kota selatan." "Aku pun ingin menengok kesana." "Baik, baik, kalau kau ingin pergi, pergilah sendiri, aku mah takpunya waktu untuk menemanimu." "Baik, aku akan pergi sendiri." "Sam-moay." Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Sang Megatantra Karya Kho Ping Hoo Pendekar Muka Buruk Karya Kho Ping Hoo