Pendekar Bego 14
Pendekar Bego Karya Can Bagian 14
Pendekar Bego Karya dari Can Tak lama kemudian, dari balik hutan muncul kembali sesosok bayangan manusia dia adalah seorang pemuda setengah umur yang berwajah serius. Dan menyusul kemudian, muncul pula orang manusia berbaju putih. Begitu dua orang manusia berbaju putih itu telah muncul, laki laki setengah umur itu segera berkata. "Eeeh... aneh betul! Suhu dengan membawa sarung naga berusia seribu tahun Cian nian liong siau berangkat kebenteng Khek po kenapa sampai sekarang belum juga kembali? Jangan jangan ia telah ketimpa peristiwa diluar dugaan?" "Sekalipun terjadi peristiwa, apa pula yang bisa kita lakukan?" Sahut perempuan cantik itu dengan suara dingin. "memangnya kita musti menyerbu ke dalam benteng Khek po untuk menolongnya?" Empat orang itu membungkam dan tidak berbicara lagi. Ketika Be Siau soh mendengar keempat orang itu menyinggung soal "Cian nian likong siau" Hatinya segera dicurahkan kembali kebawah sana. Tapi kesempatan orang itu tidak berbicara lagi suasana menjadi sepi dan hening... Sayang Ong It sin tidak memperhatikan kalau dipinggir api unggun dibawah sana telah kedatangan manusia, kalau tidak niscaya ia akan segera mengenali keempat orang itu sebagai Ciang lay su shia (empat sesat dari Ciang lay) yang merupakan anak murid say siu jin mo, otomatis Be Siau soh pun tak perlu berpikir lebih jauh. Dalam pada itu, Ciong lay su shia dengan wajah murung dan perasaan yang berat sedang berjalan mondar mandir tiada hentinya mereka seperti lagi menghadapi suatu urusan yang serius. Lewat sesaat kemudian, lelaki setengah umur itu baru berkata lagi. "Sebenarnya sarung pedang Cian nian liong siau itu menjadi milikku, suhu bersikeras memintanya dengan alasan hendak mencari pedang Hu si ku kiam didalam benteng Khek po, tapi kini malah berikut suhu telah lenyap tak berbekas... aai, benar benar sialan!" Be Siau soh yang mendengar perkataan itu segera merasakan jantungnya berdebar keras, tanpa terasa ia berpaling dan memandang sekejap kearah Ong It sin. Bahwasanya ia menengok sekejap kearah pemuda tersebut, hal mana dikarenakan apa yang dikatakan lelaki setengah umur sekarang jauh berbeda dengan apa yang dilaporkan Ong It sin kepadanya. Menurut lelaki setengah umur ini suhu mereka membawa sarung pedang Cian nian liong siau untuk dipersatukan dengan pedang Hu si ku kiam, padahal ilmu silat yang dimiliki keempat orang ini sudah terhitung hebat, sudah barang tentu suhu mereka jauh lebih lihay lagi. Itu berarti setelah suhu mereka memasuki benteng Khek po, maka pedang dan sarungpun akan bersatu, padahal pedang mustika itu telah berada ditangan Ong It sin. Apalagi anak muda itupun mengakui bahwa pedang dan sarung itu sebetulnya sudah ia miliki, tapi kemudian diserahkan lagi kepada orang lain, dengan wataknya yang jujur, tak mungkin Ong It sin membohonginya, tapi kenyataannya sekarang... Oleh karena persoalan membingungkan, lagipula tak leluasa untuk menanyakan masalah tersebut dalam keadaan begini, maka Be Siau soh memandang sekejap kearah pemuda itu. Apa lacur Ong It sin telah salah mengartikan pandangan itu, ketika sepasang mata mereka bertemu tadi, kontan saja ia terkesima, lalu tertawa bodoh, ia tak ambil peduli denga maksud apa gadis itu sesungguhnya memandang dia. Tentu saja Be Siau soh mengerti apa yang sedang dipikirkan pemuda itu, diam dia mia menyumpah dalam hati kecilnya, kemudian dengan mendongkol melengos ke arah lain. Sementara itu, perempuan berambut panjang yang ada ditepi api unggun itu telah berkata lagi. "Suheng, apakah kau merasa tak senang hati karena suhu telah mengambil barang milikmu?" Paras muka lelaki setengah umur itu segera barubah hebat, kemudian sambil tertawa paksa sahutnya. "Oooh, tentu saja tidak!" Suasana pulih kembali dalam keheningan yang mencekam. Lewat beberapa waktu kemudian, tiba tiba lelaki setengah umur itu berkata lagi. "Kalian bertiga jangan pergi kemana-mana dulu, aku akan pergi ke sekeliling tempat ini untuk jalan jalan sebentar!" Tiga orang itu segera mengangguk, maka sambil bergendong tangan lelaki setengah umur itu berjalan keluar dari hutan. Be Siau soh adalah seorang gadis yang cerdik sebenarnya dia tak ingin mencari urusan dengan empat orang yang berada dihadapannya sekarang, dia hanya berusaha untuk berangkat ke bukit Pak thian san guna menyelesaikan urusan pentingnya. Tapi ketika ia mengetahui kalau empat orang tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan pedang mustika Hu si ku kiam, dan secara kebetulan juga benda itu ada sangkut paut dengannya, maka satu ingatan segera melintas dalam benaknya. Oleh sebab itulah ketika lelaki setengah umur itu berlalu dari hutan dengan sikap santai dan seakan-akan tiada persoalan apa pun, hatinya kembali bergerak, ia tahu biasanya manusia yang bersikap makin santai, itu berarti dia hendak melakukan sesuatu perbuatan diluar pengetahuan rekan-rekannya. Buru-buru ia berbisik kepada Ong It sin. "Eei, kau berdiam saja disini, aku hendak menyusul lelaki setengah umur itu, sebelum aku kembali, walau apapun yang terjadi sembunyi saja terus ditempat ini, mengerti?" Ong It sin hanya memandang terkesima atas gadis itu, apalagi ketika mengendus bau harum semerbak yang keluar dari mulut nona itu, sukmanya serasa hampir melayang meninggalkan raganya. Dalam keadaan demikian, jangankan menuruti ucapan yang dibidikkan kepadanya, mendengarpun tidak. Selesai meninggalkan pesannya, Be Siau soh segera melompat turun keatas tanah dengan gerakan enteng dan menyusul kearah lelaki setengah umur itu. Dalam waktu singkat ia berhasil menemukan kembali jejak lelaki setengah umur yang sedang berjalan, ke tengah hutan sambil bergendong tangan. Sambil berjalan, lelaki itu berpaling kebelakang berulang kali secara mencurigakan, dari sikapnya itu seakan-akan dia kuatir kalau ada orang menguntilnya secara diam diam. Dari tingkah lakunya itu, Be Siau soh semakin yakin kalau orang itu memang hendak melakukan sesuatu perbuatan rahasia, maka ia semakin berhati-hati menguntil di belakangnya. Kurang lebih setengah li kemudian, tiba tiba lelaki setengah umur itu mempercepat larinya dan berkelebat menuju ke depan sana. Buru buru Be Siau soh mengerahkan pula tenaga dalamnya untuk mengejar dari belakang. Dalam waktu singkat, mereka sudah berlarian sejauh tujuh delapan li lebih. Tiba tiba lelaki setengah umur itu berhenti, ia berhenti dengan begitu mendadaknya sehingga hampir saja membuat Be Siau soh terkecoh dan menerjang lebih ke depan, untung dengan cekatan gadis itu dapat mengerem tubuhnya dan menyembunyikan diri. Setelah berhenti, lelaki setengah umur itu kembali celingukan ke sana kemari dengan mencurigakan, kemudian ia baru berbungkuk dan memindahkan sebuah batu besar dari atas tanah. Dibawah batu besar itu ternyata merupakan sebuah liang kecil. Hanya sebentar lelaki setengah umur itu celingukan disekitar liang kecil tersebut, kemudian batu besar itu ditutupkan kembali diatasnya. Semua perbuatannya itu dilakukan lelaki setengah umur itu dengan kecepatan luar biasa, Be Siau soh yang sembunyi agak jauh dari situ tak sempat melihat jelas apa yang telah dilakukan olehnya dengan liang itu, tapi ia yakin bahwa suatu benda pasti telah disembunyikan disana. Demikianlah, setelah memeriksa kembali sekeliling tempat itu dengan seksama, lelaki setengah umur itu menghembuskan napas panjang dan berlalu kembali dari tempat itu. Sebenarnya Be Siau soh ada maksud untuk menyergap orang itu secara tiba tiba dan membunuhnya, tapi ingatan tersebut kemudian diurungkan. Ia merasa andaikata saat ini dia hanya seorang diri, maka sekalipun tidak dapat menangkan lawan, untuk kabur bukanlah suatu pekerjaan yang menyulitkan. Tapi sekarang ia harus membawa serta seorang telur busuk macam Ong It sin. lagi pula telur busuk itu sama sekali tak berilmu, maka dari itulah nona tersebut segera urungkan niatnya untuk melakukan sergapan. Menanti lelaki setengah umur itu sudah pergi jauh, Be Siau soh baru tertegun. "Sialan!" Demikian ia berpikir. "sedari kapan aku mulai memikirkan keselamatan orang lain? kenapa aku selalu saja merisaukan keselamatan jiwa sitolol itu?" Dengan perasaan bimbang Be Siau soh gelengkan kepalanya berulang kali, kemudian pelan pelan berjalan ke depan dan mendekati batu besar tadi Dengan sepenuh tenaga batu besar itu disingkirkan, kemudian liang itu dibersihkan dari tanah dan muncullah sebuah tabung yang terbuat dari bambu. Dengan perasaan heran dan ingin tahu Be Siau soh segera mengambil benda itu untuk diperiksanya, ternyata benda itu sangat berat, setelah diteliti baru diketahui kemudian bahwa benda itu rupanya terbuat dari gading gajah yang dibikin dengan motih bambu. Rupanya gading tersebut telah berusia lama, karena warnanya telah berubah menjadi kuning tua. Pada lapisan yang didepan terlihat ada ukiran tulisan, ketika dihitung ternyata terdiri dari dua belas baris. Kemudian tulisan itupun diteliti dengan seksama, maka terbacalah tulisan itu berbunyi begini. "Hu si dibikin Pat kwa, siapa tahu artinya maka dunia akan menjadi miliknya..." Kemudian dibawah tulisan tersebut tertera pula beberapa huruf. "Kini Yu akan wariskan inti sari dari Hu si pat kwa, barang siapa yang memahamimnya, dia pula yang berjodoh" Dibawah tulisan itu tiada tanda tangan, ia pun tak tahu siapakah yang dimaksudkan "Yu" Tersebut, tapi bisa ditarik kesimpulan bahwa orang itu tentu ada sangkut pautnya dengan pedang Hu si ku kiam tersebut. Buru buru ia memeriksa kalimat yang kedua. Pada bagian ini tertera delapan bilah pedang yang berbentuk sangat pendek, ujung pedang dari kedelapan pedang itu masing masing menunjuk ke arah sebuah lukian Pat kwa. Karena tidak mengetahui apa yang dimaksudkan, Be Siau soh memandang bagian yang kering. Ternyata ini bagian ketiga sama dengan bagian kedua, hanya arah yang ditunjuk ujung pedang dengan lukisan Pat kwa jauh berbeda. Menyusul kemudian bagian-bagian yang lainpun mempunyai lukisan yang hampir sama, kecuali berbeda dalam arah yang ditunjuk. Setelah termenung sejenak, tiba tiba satu ingatan melintas dalam benak Be Siau soh segera pikirnya. "Bila ditinjau dari bentuk ukiran tersebut, sudah pasti hal itu merupakan suatu rangkaian perubahan menurut posisi Pat kwa, kalau dilihat dari ujung pedang yang ditunjuk, maka ini membuktikan kalau petunjuk, maka tersebut merupakan suatu ilmu pedang... yaa, siapa tahu kalau isi gading ini merupakan suatu ilmu yang lihay?" Ketika berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi jantung gadis itu berdebar keras. Pada saat itulah, mendadak ia mendengar suara bentakan keras berkumandang dari arah belakang, menyusul kemudian segulung angin pukulan yang sangat kuat menekan punggungnya. Dengan terkejut Be Siau soh menjejakkan kakinya ketanah dan melompat kedepan. "Blaang!" Diiringi suara nyaring, pohon itu tumbang keatas tanah dengan menerbitkan suara keras. Dengan cekatan Be Siau soh memutar badannya, maka tampaklah lelaki setengah umur tadi telah muncul kembali dihadapannya dengan sinar mata berapi-api dan wajah menyeringai seram. Be Siau soh cukup memahami keadaan yang dihadapinya, iapun tahu bahwa suatu pertarungan sengit tak akan terhindar, diam diam ia mengambil keluar tiga batang jarum kelabang dan digenggamnya erat erat. Setelah itu sambil tertawa manis sapanya. "Hei, sahabat! Kenapa kau musti marah marah kepadaku? Apa si kesalahanku terhadap dirimu??" "Perempuan rendah, benda apa yang kau bawa itu?" Bentak lelaki setengah umur itu dengan gusar. Be Siau soh segera tertawa cekikikan. "Aku sendiripun tdak tahu benda apakah ini sebab akupun tidak mengerti arti dari tulisan ini, kenapa kau tanya-tanya?" Ketika terbuai oleh tertawa cekikikan lawan yang merdu dan mempesona itu, sikap lelaki setengah umur itu menjadi lebih lembut dan lunak, katanya. "Cepat kembalikan benda itu kepadaku!" "Oooh, benda ini milikmu?" Seru Be Siau soh genit, dengan lemah gemulai dia berjalan menghampirinya. "aku tidak tahu seberapa sih berharganya gading rongsokan ini? Kenapa kau musti begitu galak kepadaku? Tidak baik membentak-bentak terhadap kaum perempuan, tahu?" Sambil berkata ia berjalan maju terus hingga tiba kurang lebih enam tujuh depan dihadapan laki-laki tersebut. Agaknya lelaki setengah umur itu sama sekali tidak bersiap sedia, sambil menjulurkan tangannya ia lantas berseru. "Hayo cepat bawa kemari!" "Nih, ambillah kembali" Kata Be Siau soh sambil mengayunkan tangannya ke muka. Bukan gading itu yang dikembalikan sebaliknya ketiga batang jarum kelabang itulah yang disambit ke depan. "Nguung...!" Dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat ketiga batang jarum kelabang itu segera meluncur ke depan dengan membawa desingan angin tajam yang memekikkan telinga. Ketiga batang jarum tersebut disambit persis mengancam tiga jalan darah kematian ditubuh laki laki setengah umur itu. Ketika menangkap suara dengungan tadi lelaki setengah umur itu sudah kaget, apalagi melihat sambaran kilat yang mengancam ketubuhnya, ia lantas sadar bahwa keadaan tidak beres. Dalam keadaan mendadak seperti ini, sulit baginya untuk menghindarkan diri maka tak ampun lagi jalan darah Hoay kai hiat di dada serta jalan darah Tay yang hiat kedua belah jidatnya menjadi kaku ketiga batang jarum kelabang tersebut tahu-tahu sudah merusak dalam-dalam diatas tubuhnya. Sebagaimana diketahui, jarum itu mengandung racun yang jahat sekali, apalagi yang terkena adalah ketiga buah jalan darah kematiannya, maka begitu termakan senjata rahasia tersebut, tubuhnya segera roboh terjengkang dan tewas seketika itu juga. Melihat korbannya telah binasa, Be Siau soh segera menjejakkan kakinya ke tanah dan bergerak dua tiga kaki ke depan sana, ketika yakin kalau disekitar tempat itu tiada orang lain. ia balik kembali ke sisi mayat tersebut dan mencabut kembali ketiga batang jarum kelabangnya, kemudian baru berlalu dari sana. Dalam anggapannya, Ong It sin pasti masih menunggu diatas pohon, maka waktu itu asal ia dapat berhati hati meninggalkan tempat tersebut bersama Ong It sin, maka tabung gadis itupun akan berpindah ke tangannya tanpa diketahui siapapun. Siapa tahu, pada saat itulah Ong It sin telah mengalami kejadian lain... Rupanya waktu itu saking kesemsemnya Ong It sin jadi tidak merasa kalau Be Siau soh telah pergi meninggalkan tempat itu. Menanti ia sadar kembali dan berpaling, hatinya baru terkejut sebab gadis tersebut telah hilang dari sisinya. Dalam keadaan seperti ini, ia tidak ambil peduli lagi keadaan disekelilingnya, langsung saja teriaknya keras- keras. "Nona Be, nona Be..." Bisa dibayangkan, apa reaksi perempuan berambut panjang dan dua orang manusia berbaju putih itu sesudah mendengar teriakan tersebut. Serentak mereka melompat bangun sambil menghardik. "Siapa disitu? Mau apa kau bersembunyi di atas pohon?" Sambil membentak, tiga orang itu masing masing mengayunkan telapak tangannya ke atas. "Weess...!" Sungguh dahsyat tenaga gabungan dari ketiga orang itu, batang pohon yang diduduki Ong It sin itu segera patah menjadi dua dan tak ampun lagi anak muda itu jatuh terjungkal dari atas pohon. Masih untung kaki daan tangannya tak sampai patah, walau demikian saking sakitnya untuk sesaat ia tak mampu berkutik. Lewat sesaat kemudian dbengan susah payah ia baru bisa mendongkolkan lagi kepalanya. Tampak olehnya perempuan berambut panjang dan kedua orang manusia berbaju putih itu telah berdiri mengurung disekelilingnya. Ketegangan yang menyelimuti tigta orang itupun segera mengendor setelah mengetahui siapakah orang yang sedang dihadapinya sekarang. Perempuan berambut panjang itu segqera mendengus, kemudian serunya. "Hmm! Rupanya kamu!" "Heehh... heehh... heehh... siapa bilang bukan aku?" Jawab Ong It sin sambil mementangkan mulutnya dan tertawa bodoh Sambil berkata pelan pelan ia merangkak berusaha untuk bangun. "Hayo cepat berlutut dihadapanku" Bentak perempuan berambut panjang lagi dengan suara dingin. "ada banyak persoalan hendak kuajukan kepadamu..." Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ong It sin menggoyangkan tangannya berulang kali sambil berseru. "Aaa, mana boleh, mana boleh bagitu? Kau itu apaku? Kenapa kau musti berlutut didepanmu? Siapa saja tahu kalau lutut kaum lelaki itu ada emas murninya, mana aku boleh berlutut didepan perempuan bajingan seperti kau..." Belum habis ocehannya itu, perempuan berambut panjang tersebut telah mengebaskan ujung bajunya kebawah. Seketika itu juga Ong It sin merasa sepasang lututnya menjadi sakit sekali bagaikan disayat dengan pisau tajam, karena tak kuat menahan rasa sakit tersebut, kontan saja pemuda itu terjatuh ke tanah dan berlutut dihadapan perempuan tersebut. Ketika badannya sudah berlutut sepasang kakinya menjadi mati rasa seolah-olah kaki tersebut sudah bukan menjadi miliknya lagi, peluh sebesar kacang kedelai bercucuran keluar dengan kerasnya. Hingga detik ini, Ong It sin baru merasa bahwa keadaan sedikit tidak beres, selama ini dia selalu menganggap kepandaian silat yang dimilikinya merupakan kepandaian yang hebat. Betul secara berulang ulang ia menderita kekalahan, tapi orang yang mengalahkan dirinya selama ini adalah orang orang yang belum pernah dijumpai sebelumnya, ia selalu menganggap mereka sebagai jago jago tangguh yang berilmu sangat tinggi, bahkan mungkin jauh lebih hebat dari kepandaian yang dimilikinya sendiri. ooodOwooo Tapi kini orang yang dihadapinya adalah perempuan berambut panjang yang pernah dibekuk oleh pamannya, ilmu silat yang dimiliki orang itu tidak terhitung hebat, namun kenyataannya sekarang ia kena dipaksa berlutut oleh kebutan ujung bajunya, padahal dia adalah seorang jago kelas satu dalam anggapannya... Lantas, apa yang sebetulnya telah terjadi? "Heran, kemana kaburnya ilmu silatku yang lihay itu? Aku kan seorang jago kelas satu?" Demikian ia berpikir. Makin dibayangkan ia merasa semakin sedih, sehingga akhirnya menangislah pemuda itu tersedu sedu. "Hei, kenapa kau menangis?" Bentak dua orang manusia berbaju putih itu sambil menghampirinya, kemudian sekali cengkeraman mereka angkat tubuh pemuda itu ke atas dan membantingnya keras keras. "Hayo cepat jawab mau apa kau berada disini?" Kembali hardiknya. Bantingan yang keras itu segera membuat sepasang lutut Ong It sin sakitnya bukan kepalang tapi ia tidak menggubris rasa sakitnya itu, sebaliknya dengan sedih berteriak teriak. "Oooh... hilang! Hilang! Tiba tiba saja semuanya hilang... uuh... uuh... uuh..." Isak tangisnya kian lama kian bertambah keras sampai air matanya seperti anak sungai. Agak tertegun ketiga orang pengurungnya menghadapi tingkah laku pemuda itu, setelah tertegun sejenak merekapun menegur. "Hei, apanya yang hilang? Apanya yang hilang?" "Kepandaian silatku, sebetulnya kalian bukan tandinganku tapi sekarang ilmu silatku telah lenyap tak berbekas... aku... aku adalah seorang jago kelas satu dalam dunia persilatan, tapi sekarang... tanpa ilmu silat mana aku bisa disebut orang jago?" Ucapan tersebut kontan saja membuat ketiga orang itu menjadi melongo, mereka cuma bisa saling berpandangan penuh tanda tanya. Tapi sesaat kamudian mereka baru teringat kalau pemuda tersebut adalah seorang bego, tentu saja perkataan dari seorang bego tidak bisa dianggap sebagai sungguhan. Maka tergelaklah mereka bertiga hingga terpingkal pingkal. "Wah, ilmu silatmu telah hilang ?" Goda perempuan berambut panjang itu menyengir "coba carilah disekeliling tempat ini, siapa tahu kalau ketinggalan disitu?" Tak terkirakan rasa mendongkol Ong It sin dengan kesal teriaknya keras-keras. "Kalian tahu? Dengan sekali pukulan aku bisa mematahkan sebatang pohon besar... Hmm, coba ilmuku tidak keburu hilang, pasti akan kusuruh kalian keok ditanganku" "Jangan kuatir, jangan kuatir!" Seru perempuan berambut panjang itu lagi. "meski ilmumu telah hilang juga tak mengapa, mari kuajarkan sebuah ilmu baru yang lebih hebat ilmu itu tiada tandingnya lagi dan disebut Kou tau kang (ilmu menyembah)...! Tanggung dengan ilmu menyembah tersebut, kau menyembah orang terus menerus!" Sembari berkata ujung bajunya segera dikebaskan ke muka menghajar jalan darah lemas dipinggangnya. Waktu itu Ong It sin memang sedang berlutut, maka dengan kakunya pinggang otomatis ia membungkukkan badan dan... "Bluuk!" Ia betul betul menyembah dihadapan perempuan tersebut. Kejut dan gusar Ong It sin menyaksikan kejadian tersebut, buru buru ia menegakkan kembali badannya. Tapi baru saja tubuhnya terangkat, pinggangnya kembali menjadi kaku dan... "Bluuk!" Untuk kedua kalinya ia menyembah kepada perempuan tersebut. Sambil menggigit bibir Ong It sin menegakkan tubuhnya kembali, tapi kejadian yang serupa berlangsung berulang ulang... Dalam waktu singkat Ong It sin telah menyembah sebanyak dua tiga puluh kali dihadapan perempuan itu. Kepalanya sudah mulai pusing tujuh keliling, pandangan matanya berkunang kunang, dada terasa sesak dan napasnya ngos-ngosan seperti kerbau, tapi "penyembahan" Masih tetap berlangsung terus. "Haaahhh... haaahhh... haaahhhh... coba kau lihat, ilmu menyembah yang kuajarkan padamu itu termasuk hebat tidak?" Ejek perempuan berambut panjang itu sambil terkekeh kekeh kegirangan. Tapi baru samapi ditengah jalan gelak tertawanya, mendadak ia berhenti dan wajah yang semula berseri seketika berubah menjadi mengerikan sekali, tubuhnya mulai gontai keras penuh penderitaan... Dengan cepat dua orang manusia berbaju putih itu merasakan sesuatu gelagat yang tak baik, serunya berulang kali dengan suara gemetar. "Hei apa yang telah terjadi? Apa yang telah terjadi??" Diiringi rintihan keras yang menggidikkan hati mendadak perempuan berambut panjang itu roboh terjengkang ke atas tanah dan berkelejit sekarat... Dengan kekuatan dua orang manusia berbaju putih itu menyingkir jauh jauh dari situ ternyata mereka tak berani mendekati rekannya untuk melihat dengan jelas apa yang sesungguhnya telah terjadi. Dalam pada itu Ong It sin yang dibikin pusing tujuh keliling oleh tingkah polah perempuan berambut panjang itu merasa mendongkolnya bukan kepalang, tapi setelah mendengar jeritan-jeritan seram dari perempuan itu hatinya menjadi puas sekali. Tak lama kemudian, perempuan berambut panjang itu sudah mulai bergelinding kesana kemari dengan wajah penuh penderitaan. Ong It sin menjadi tak tega oleh keadaan tersebut, segera tegurnya. "Hei, kenapa kau? Apakah kau benar-benar kena dilukai oleh ilmu menyembah yang kau ajarkan kepadaku?" Perkataan itu sebetulnya diucapkan Ong It sin dengan maksud baik, akan tetapi dalam pendengaran kedua orang manusia berbaju putih itu menjadi suatu ejekan yang sengaja sedang menggoda diri mereka. Sambil membentak gusar dua orang jago itu segera melompat kedepan sambil melakukan tubrukan, sepasang telapak tangan mereka diayun bersama untuk menghantam bahu anak muda itu. Desingan angin tajam tiba-tiba berdesir di udara, ketika mereka rasakan pandangan matanya menjadi kabur tahu tahu diatas bahu pemuda itu telah bertambah dengan dua batang senjata rahasia beracun Tok ci li. Kedua batang senjata rahasia Tok ci li tersebut mendarat dengan manisnya diatas bahu Ong It sin tanpa dirasakan oleh pemuda itu sendiri. Tak heran kalau dua orang manusia berbaju putih itu segera menarik kembali serangannya ketika telapak tangan mereka berada dua inci, diatas bahu pemuda tersebut. Karena jika serangan itu diteruskan lebih jauh tak bisa disangkal lagi senjata Tok ci li itu segera akan menusuk tangan mereka. Betapa terkejutnya Ong It sin ketika melihat tibanya tubrukan dari dua orang musuh yang mengancam bahunya tadi tapi ketika dilihatnya dua orang itu mendadak memperlihatkan rasa kaget dan membatalkan kembali serangannya ia lantas salah mengira kalau ilmu silatnya yang hilang secara tiba tiba telah balik kembali. Dalam gembiranya ia tertawa tergelak gelak, lalu serunya. "Lebih baik kalian cepat-cepat pergi dari sini, betul kalian telah mempermainkan aku barusan, tapi sekarang aku tak mau banyak ribut dengan kalian, apalagi setelah ilmu silatku dapat diperoleh kembali, aku tak ingin membunuh kalian diujung telapak tanganku!" Dengan gemas dan penuh rasa mendongkol dua manusia berbaju putih itu melotot sekejap kearah Ong It sin, kemudian setelah mundur beberapa langkah serunya dengan suara dalam. "Siapa yang telah menyergap kami secara licik?" "Huuuss! Kalian jangan sembarangan ngaco belo!" Bentak Ong It sin. "selamanya aku tak pernah main sergap kepada orang lain" "Ciss, kau anggap kami sedang berbicara dengan kalian?" Ejak dua orang manusia berbaju putih itu sinis. "kau itu manusia macam apa?" Kemudian setelah berhenti sebentar, kedua orang itu membentak lagi. "Binatang terkutuk tak tahu malu yang beraninya main sergap, kenapa masih belum juga kau tampilkan diri?" "Jangan berisik" Tiba-tiba dari balik hutan berkumandang suara jawaban yang lembut dan merdu. "si manusia licik yang tak tahu malu telah datang...!" Itulah suara dari Be Siau soh! Dengan lemah gemulai, pelan pelan gadis itu munculkan diri dari balik hutan, dibawah sinar rembulan tampak wajahnya cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, membuat siapapun yang memandang wajahnya jadi terpesona dan hampir saja lupa diri, termasuk pula dua orang manusia berbaju putih itu. Untuk sesaat lamanya, kedua orang manusia berbaju putih itu hanya berdiri termangu mangu sambil mengawasi wajah Be Siau soh tanpa berkedip. Menanti Be Siau soh telah tiba dihadapan mereka berdua, kedua orang manusia berbaju putih itu baru menegur. "Sii... siapa... siapakah kau?" Be Siau soh kembali tersenyum, bukannya menjawab ia malah sebaliknya bertanya. "Bukanlah kalian suheng te semuanya berjumlah empat orang?" "Benar!" Jawab dua orang manusia berbaju putih itu. "kenapa kau menanyakan persoalan ini?" "Tentu saja ada soalnya, berhubung laki laki setengah umur dan perempuan itu sudah mati semua, mati ditanganku, maka aku harus bertanya kepadamu, berapa banyak jumlah saudara kalian" Berdiri semua bulu kuduk dua orang manusia berbaju putih itu, tentu saja mereka paham dengan maksud perkataan itu, dengan bertanyanya jumlah saudara mereka, berarti perempuan itu bermaksud hendak sekalian membunuh mereka semua. Kejut dan gusar kedua orang itu menghadapi kenyataan tersebut, sambil membentak keras secara beruntun dua pukulan dilepaskan. Semenjak tadi Be Siau soh telah membuat persiapan, pergelangan tangannya diputar, kemudian dengan mempergunakan sebuah cincin berduri yang dikenakan pada jari tengahnya, ia sambut datangnya serangan tersebut. 00ooodwooo00 Jilid 13 CINCIN berduri itu mengandung racun yang sangat keji andaikata benturan kekerasan sampai terjadi sehingga kulit tangannya terluka, maka racun itu segera akan merasuk kedalam tubuh akibatnya dua jam kemudian si penderita akan tewas. Diam diam Be Siau soh tertawa geli melihat serangan itu segera akan saling membentur, dalam anggapannya kedua orang itu sedang menghantarkan kematiannya sendiri. Siapa tahu kejadiannya ternyata jauh diluar dugaan, ketika hendak melancarkan serangan tadi dua orang manusia berbaju putih itu tanpa sengaja melihat sekejap kearah perempuan berambut panjang yang telah mati secara mengerikan itu, tiba-tiba saja betul perasaan takut dihati kecil kedua orang itu. Maka sebelumnya benturan kekerasan terjadi, tiba-tiba mereka menarik kembali telapak tangannya, lalu melompat mundur ke belakang. "Selama gunung nan hijau, air tetap mengalir, kita sampai jumpa lagi dikemudian hari!" Serunya keras. Be Siau sih masih ingin menghadiahkan dua batang senjata rahasia lagi kepada mereka, tapi berhubung kepergian kedua orang itu terlampau cepat, maka niat tersebut terpaksa diurungkan. Menanti ia berpaling kembali, tampak olehnya Ong It sin masih berdiri bodoh ditempat semula, buru-buru ia berseru. "Hei, mari kita lanjutkan perjalanan!" Ong It sin belum juga beranjak, malah sambil menuding ke arah perempuan berambut panjang itu katanya. "Kau... kau yang membunuh dirinya?" Be Siau soh menghampiri perempuan berambut panjang itu dan mencabut keluar sebatang duri tajam yang panjang dari tubuhnya, kemudian sahutnya. "Coba kau lihay, ia sudah terkena senjata rahasia beracunku, memangnya kau anggap ia bisa hidup lebih jauh?" Ong It sin menghela napas panjang. "Aaai... aku berani terka, siapa namanya pun belum kau ketahui..." Katanya. "Tentu saja tidak tahu, ada apa?" Ong It sin menghela napas kembali. "Aaai... namanya saja belum tahu, tapi kau elah membunuhnya, apakah kau tidak merasa bahwa perbuatanmu itu terlampau... terlampau..." Ketika Be Siau soh tiba disana tadi, Ong It sin sedang dipermalukan perempuan berambut panjang itu sehingga untuk mendongakkan kepalanya pun tak mampu, jadi kalau sampai Be Siau soh membunuh orang, sesungguhnya hal ini demi keselamatan Ong It sin, tapi kenyataan sekarang pemuda tersebut malah mencela perbuatannya, sungguh hal ini suatu kejadian yang belum pernah dialaminya. Mendongkol bercampur geli Be Siau soh menghadapi kejadian tersebut, katanya. "Terlampau apa aku?" "Terlampau kecil!" "Huuh... lucu benar ucapanmu itu" Kata Be Siau soh sambil berkerut kening. "coba kalau aku datang terlambat, niscaya kau sudah dihajar mampus oleh perempuan itu, masa aku yang menolongmu malah kau tuduh sebagai orang kejam... lucu betul kamu ini!" "Aku... aku sudah terbiasa tapi kau telah membunuhnya... soal ini..." Pada dasarnya Ong It sin memang tak pandai berbicara, apa yang ia pikirkan sekarang adalah perbuatan dari Be Siau soh itu tidak benar, soal bagaimana caranya untuk membeberkan ketidak benarannya itu, ia merasa kesulitan maka dengan wajah merah ia dibuat gelagapan malah. Sebenarnya Be Siau soh sedang melotot ke arah pemuda itu dengan pandangan gusar, tapi melihat sikap sang pemuda yang gelagapan dan makin bicara makin ngawur, lama kelamaan jadi geli juga hingga tanpa sadar gadis itu tertawa cekikikan. Melihat gadis itu tertawa, Ong It sin pun segera ikut tertawa cengar cengir seperti kuda. Sambil tertawa cekikikan, Be Siau soh menuding ke arah pemuda itu sambil berseru. "Tak kusangka kalau dunia ini masih terdapat manusia tolol seperti kau" Selesai mengucapkan kata-kata tersebut, kembali gadis itu tertawa berderai-derai. Tapi sesaat kemudian, ia termenung sebentar sambil menghela napas katanya kembali. "Tidak, aku pikir perkataanmu keliru besar, seharusnya aku musti berkata bahwa tak kusangka kalau didunia ini terdapat manusia sebaik kau..." "Hoore... kau bilang aku... aku adalah orang baik?" Saking gembiranya mendengar ucapan tersebut, Ong It sin segera bersorak sambil menunjuk ke hidung sendiri hingga gepeng. Seingat Ong It sin belum pernah ada orang yang menyebutnya sebagai orang baik selama ini, apa yang didengar olehnya hanya kata-kata makian yang mengatakan dirinya tolol. Sekalipun ada orang yang mengatakan demikian juga, tapi ucapan itu jauh bila dibandingkan kata kata pujian yang diucapkan oleh Be Siau soh, maka tak heran kalau ia merasa kegirangan setengah mati. Sambil manggut manggut kembali Be Siau soh berkata. "Betul, kau memang orang baik!" "Kau sendiripun orang baik... yaa, baik sekali!" Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sambung Ong It sin pula. Tanpa terasa Be Siau soh menggenggam tangan Ong It sin erat erat, katanya. "Perkataanmu itu tidak benar, kau adalah orang baik, sedang aku... aai! Aku hanya seorang manusia yang kejam dibalik senyuman tersembunyi pisau, hatiku busuk sekali..." Setelah menghela napas panjang, ia berkata lebih jauh. "Yaa, aku adalah seorang perempuan jahat yang kejahatannya sukar diukur lagi dengan kata kata..." Semenjak tangannya digenggam oleh Be Siau soh, si anak muda itu sudah merasakan sukmanya secara melayang meninggalkan raganya, untuk sesaat dia tidak memperhatikan dengan jelas apa yang diucapkan gadis itu, dia hanya tahu menyahut belaka. "Yaa memang betul memang betul..." Tapi setelah dipikir kemudian ia merasa jawabannya salah diberikan maka sambil berteriak aneh kembali serunya. "Tidak, tidak benar siapa yang berani mengatakan kau jahat, aku akan beradu jiwa dengannya." Terkekeh Be Siau soh setelah mendengar ucapan itu, tapi suara tertawanya begitu sedih dan kosong. Gadis itu tahu bahwa wataknya tidak jauh berbeda dengan tabiat ibunya, tak nanti ada manusia didunia ini yang akan menganggapnya sebagai orang baik. Tapi sekarang justru muncul seorang manusia macam Ong It sin yang mengatakan dirinya sebagai orang baik, bahkan bersedia adu jiwa kepada orang yang menuduhnya sebagai orang jahat. Bagaimanapun juga ucapan tersebut segera menimbulkan suatu perasaan aneh dalam hatinya perasaan tersebut sukar dilukiskan dengan kata kata ia hanya merasa bahwa pemuda yang jelek lagi bodoh ini seakan akan merupakan orang paling memahami akan perasaan hatinya. "Aaah...! Hal ini mana mungkin bisa terjadi?" Demikian Be Siau soh berpikir. Dia bukannya seorang gadis tanpa angan-angan tentu saja dalam hati kecilnya terdapat pula suatu gambaran terhadap pemuda idaman hatinya sudah barang tentu pemuda itu mana tampan, mana jagoan, punya nama dan kedudukan pula dalam dunia persilatan. Tapi kenyataannya sekarang pemdua yang berada didepan matanya sekarang sudah jelek, tak berilmu, tololnya bukan kepalang. Mungkinkah pemuda semacam ini bisa menempati hatinya? Dengan termangu mangu Be Siau soh mengawasi wajah Ong It sin tanpa berkedip sepatah katapun ia tak berbicara. Melihat sikap nona, cepat cepat Ong It sin menambahkan lagi. "Sungguh aku akan beradu jiwa dengannya?" Pelan pelan Be Siau soh memutar badannya, kemudian bertanya. "Berhargakah bagimu untuk beradu jiwa demi seorang perempuan seperti aku?" "Tentu saja, siapa bilang kau jelek?" Be Siau soh kembali termenung beberapa saat lamanya, setelah itu baru katanya lagi. "Sudahlah, kita jangan membicarakan soal macam itu lagi, mari kita lanjutkan perjalanan, masih banyak perjalanan yang musti kitaa selesaikan." Ia menarik lebngan pemuda itu dan diajaknya lari kembali kedepan. Karena perasaanrnya gundah dan kacau tak karuan, hingga keesokan harinya Be Siau soh tidak mengucapkan sepatah katapun. Menanti sang surya studah mulai terbit dan memancarkan sinarnya menerangi seluruh jagad, Be Siau soh menyaksikan sebuah hutan bunga bwee, yang amat lebat membentang dihadapan mereka. Selama beberapa hari belakarngan ini, tempat tempat yang mereka lalui kebanyakan adalah pegunungan sepi yang masih liar dan tak bermanusia. Maka itu Be Siau soh menjadi sangat keheranan setelah menjumpai hutan bunga bwee. Serta merta gadis itu berhenti berlari, sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Ong It sin yang berada disampingnya telah berseru dengan suara keras. "Aduh mak, sedapnya...!" "Sst! Jangan berisik" Tegur Be Siau soh dengan mata melotot. "kenapa kau berteriak teriak seperti orang gila?" Ong It sin menjadi melongo dan mengerdipkan matanya berulang kali, ia tak tahu di bagian manakah dirinya telah menyalahi Be Siau soh. Sekalipun tidak habis mengerti, diapun tidak berani membantah ataupun mengucapkan sepatah katapun, sebab itulah dengan mulut membungkam dia hanya mengerdipkan matanya berulang kali. Menyaksikan keadaannya itu, Be Siau soh menjadi tak tega katanya. "Kau betul betul tolol, coba bayangkan sepanjang jalan ktia sampai kesini, pernahkah kau bertemu dengan manusia? Sekarang tiba-tiba saja kita jumpai sebuah hutan yang begini luasnya apakah hal ini tidak mencurigakan? Jika kau sampai berkaok kaok macam orang gila, bukankah tindakanmu itu sama artinya dengan memperlihatkan jejak sendiri dihadapan orang?" Tapi Ong It sin masih tidak puas sekalipun tak berani membantah, toh ia menggerutu juga. "Kita kan sedang melakukan perjalanan kita sendiri, asal tidak pernah melakukan pekerjaan yang merugikan orang, kenapa pula musti takut untuk bertemu dengan orang lain?" Be Siau soh tahu bahwa Ong It sin adalah seorang bodoh, sekalipun diberi keterangan yang paling gampangpun dia tak akan tahu, maka dari pada ribut lebih jauh, diapun tidak menggubris pemuda itu lagi. Hanya kemudian katanya pula. "Pokoknya, kau musti mendengarkan perkataan perkataanku lebih berhati hati kan ada baiknya?" Kali ini Ong It sin tidak membantah lagi, dia malah tertawa lebar. Semakin mendekati hutan bunga bwee itu mereka mengendus bau harum yang makin tebal, tampaklah dahan pohon itu berliuk penuh keindahan sekilas pandangan ada yang berbentuk seperti seekor naga. Sejak menjumpai hutan bwee tadi, Be Siau soh telah tahu bahwa itu sangat mencurigakan sesungguhnya ia lebih suka jalan memutar dari pada mencari gara gara... Tapi setelah main mendekati hutan itu, tiba tiba saja ia merasa makin tertarik dengan hutan Bwee itu, terutama sekali dahan dahan pohonnya yang berliuk liuk serta bau harum yang semerbak. Menanti Be Siau soh teringat kembali niatnya semula yang hendak menghindari hutan tersebut, ia beserta Ong It sin telah berada ditengah hutan tersebut. Diam diam gadis itupun berpikir. "Heran, kenapa tidak kujumpai sesuatu yang aneh disini? Jangankan manusia setan pun tak nampak? Jangan jangan dugaanku semula keliru besar?" Karena berpendapat demikian, kewaspadaannya menjadi mengendor, pelan pelan ia meneruskan perjalanannya menembusi hutan itu dan menikmati pemandangan indah di sekitar sana. Pemandangan alam yang indah serta bau harum semerbak yang tersiar disekeliling tempat itu membuat Be Siau soh kembali terbuai dalam lamunan "Betapa syahdunya bila seorang pemuda tampan yang romantis tiba tiba mendampingiku berjalan jalan ditempat ini..." Tapi ketika ia berpaling dan menemukan Ong It sin yang jelek dan ketolol tololan itu pelan pelan Be Siau soh menghela napas panjang. "Sayang seorang pemuda macam babi mendampingiku kini" Demikian ia berpikir lebih jauh, memang beginilah dunia, sering kali yang diinginkan umatnya tak dapat terpenuhi dengan sempurna. Waktu itu Ong It sin sedang mengamati wajah Be Siau soh dengan termangu mangu, tentu saja ia tak tahu apa yang sedang dipikirkan gadis tersebrut. "Semua orang bilang bunga adalah benda yang paling indah didunia ini pemuda itu melamun tapi bila dibandingkan manusia... apalagi gadis cantik disisiku sekarang... ooh, apalah artinya sekuntum bunga?" Tiba tiba suatu helaan napas panjang dari Be Siau soh menyadarkan kembali pemuda itu dari lamunan Ong It sin menjadi gelagapan dan tersadar kembali dari buaian lamunan yang serba indah... Kiranya mereka telah tiba di tengah hutan bunga bwee, disana muncul sebuah tanah lapang yang beberapa kaki luasnya. Perkumpulan tanah lapang itu beralaskan batu hijau yatng berbentuk segi delapan diatas lantai terdapat delapan buah bangku batu. Sebagai seorang yang cerdas dan berpengalaman luas, Be Siau soh segera mengetahui kalau kedelapan buah bangku itu diatur dalam posisi Pat kwa. Disitu tak ada seorang manusiapun, hal ini sudah jelas betul dan tak bakal salah. Be Siau soh segera berhenti, kemudian sambil menarik tangan Ong It sin, ia berkata dengan lembut. "Kami berdua ada urusan hendak menuju ke Pek thian san tanpa sengaja kami melewati tempat ini karena kagum oleh keindahan bunga bwee, kami sudah memasuki hutan ini. Tapi kami tak ingin mengganggu ketenangan saudara, maka atas kelancangan kami ini mohon sudilah dimaafkan!" Be Siau soh tidak ingin mencari urusan, maka sebelum terjadi sesuatu, ia mengucapkan kata kata tersebut lebih dulu, dalam anggapannya walaupun penghuni hutan itu adalah seorang jago persilatan yang aneh, tentu ia tak akan marah oleh kehadirannya yang tanpa sengaja. Begitulah, selesai berseru Be Siau soh segera menarik Ong It sin untuk berlalu dari situ, sekejap kemudian mereka sudah berada di luar hutan tersebut. Setibanya diluar hutan Be Siau soh baru memperlambat langkahnya sambil menghembusktan napas lega. Ong It sin tarik napas panjang, lalu katanya. "Eeeh.. apa apaan kau ini? Bayangan setanpun tidak kita jumpai, masa kita musti lari terbirit birit dari sini?" Be Siau soh berpaling dan melotot sekejap ke arahnya, ia hendak menegur pemuda itu agar jangan bicara sembarangan, tapi ketika berpaling, dijumpainya pemuda itu sedang menyengir dengan wajah yang aneh sekali. oodOwoo Menyaksikan keadaan tersebut, dengan keheranan Be Siau soh segera menegur. "Eeh, kenapa kau?" "Nona Be, kenapa... kenapa kau memukulku?" Rengek Ong It sin. Be Siau soh menjadi amat terperanjat, hampir saja ia melompat keudara saking kagetnya Buru buru ia berkelebat kesamping sejauh lima enam depa dan memeriksa keadaan disekeliling tempat itu. Ternyata hanya Ong It sin seorang yang sedang berdiri termangu disitu, disekelilingnya tak nampak manusia kedua. Tentu saja Be Siau soh tahu kalau ia tak pernah memukul Ong It sin, maka jika pemuda itu mengatakan pernah dihajar orang itu berarti orang tersebut pastilah penghuni dalam hutan itu. Tahu kalau si anak muda tersebut telah menyinggung perasaan orang, buru-buru Be Siau soh berkata lagi dengan suara dalam. "Kau tahu kalau sudah menyinggung perasaan orang? Jangan sembarangan bicara lagi mari kita cepat pergi!" Ong It sin masih juga tak tahu apa gerangan yang telah terjadi, sambil tertawa bodoh katanya. "Tapi... kau... kau tidak akan memukul aku lagi bukan? Padahal, siapa tahu kalau dalam hutan ini memang betul- betul ada setannya yang bertangan lancang?" Be Siau soh makin gelisah, ia hendak mencegah pemuda itu sembarangan bicara, tapi tidak keburu, maka gadis itupun berpikir. "Biar saja ia berkaok kaok, akan kulihat sampai disitu, diam diam ia telah menggenggam dua batang jarum kelabang untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan." Pada saat itulah, tiba-tiba dari balik sebuah batu besar dibelakang Ong It sin, menyambar datang segumpal benda berwarna hitam. Benda itu menyambar tiba dengan membawa deruan angin yang sangat keras, sehingga Ong It sin mendengar pula suara itu dan berpaling. Masih mendingan andaikata ia tak berpaling, begitu ia memutar kepalanya ke belakang, belum lagi melihat jelas benda apakah gumpalan hitam itu, tahu-tahu... "Plak!" Benda itu sudah menempel diatas wajahnya. Seketika itu juga Ong It sin merasakan pandangan matanya jadi gelap, mulutnya terasa getir dan lubang hidungnya tersumbat sehingga tak mampu bernapas lagi. Dengan gelagapan pemuda itu mencakar wajah sendiri dengan panik, sehingga keadaannya mengenaskan sekali. Sementara itu, Be Siau soh sudah melayang naik keatas batu besar itu, dari situ ia saksikan sesosok bayangan hitam sedang meluncur keluar dengan kecepatan luar biasa. Dengan suara keras Be Siau soh segera membentak. "Sobat, tunggu sebentar!" Seraya membentak tangannya diayun ke depan siap melepaskan jarum kelabangnya tapi pikiran lain segera melintas dalam benaknya. "Siapakah diapun tidak kuketahui, mana boleh kugunakan jarum kelabang ini untuk melukainya, kalau bukan orang tersohor masih mendingan, kalau sampai berakibat fatal bukankah aku jadi berabe?" Maka jarum kelabangnya segera digenggam kembali, sementara ujung kakinya menyepak ke depan... "Sreet! Sreet! Sreet!" Ia menimpuk tiga biji batu dengan tendangannya. Gerak tubuh bayangan manusia itu sungguh cepat sekali, tapi timpukan ketiga biji batu itupun tak kalah cepatnya dalam waktu singkat benda tersebut tahu tahu sudah tiba dibelakang tubuhnya. Mendadak bayangan manusia itu berjumpalitan sekali kemudian dengan suatu gerakan yang indah ia telah menyambar ketiga biji batu tadi, tapi dengan demikian iapun berhenti berlari. Dengan cepat Be Siau soh menyusul, sebenarnya ia hendak menegur, tapi setelah melihat bayangan wajah orang itu, ia menjadi tertegun dan berdiri melongo. Ternyata dia adalah seorang pemuda tampan yang berusia tujuh delapan belas tahunan, sedemikian tampannya pemuda itu sehingga Be Siau soh yang memandang sekejap kearahnya pun seketika merasakan mukanya jadi merah padam jantungnya berdebar keras sekali. Seingatnya, ia pernah merasakan juga perasaan seaneh ini yaitu ketika ia berusia lima enam belas tahun, tapi semenjak ia kawin dengan Khek Po Pocu, perasaan tersebut seakan akan terpendam kembali dalam hatinya... Betul ia pernah melakukan perjalan bersama Ong It sin, tapi perasaan aneh tersebut belum pernah ia rasakan kembali, anehnya tiba-tiba saja perasaan tersebut telah muncul kembali setelah bertemu dengan pemuda itu. Dengan termangu ia awasi wajah sang pemuda yang tampan tanpa berkedip, pemuda itupun sedang memandang ke arahnya dengan biji matanya yang tajam untuk sesaat kedua orang itu hanya saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Suasana tersebut baru dipecahkan ketika Ong It sin mulai berteriak teriak sambil membersihkan wajahnya dari "benda" Yang menutupi mukanya itu, kiranya benda itu adalah tanah lumpur yang liat. Oleh usapan usapan Ong It sin yang tak rata itu, wajah anak muda itu kelihatan bertambah jelek hingga menggelikan sekali. Be Siau soh yang menjumpai keadaan itu menjadi tak tahan. Pertama-tama dia yang tertawa tergelak lebih dulu. Menyusul kemudian pemuda tampan itu pun ikut tertawa. Walaupun tertawa tergelak, sinar mata pemuda itu masih saja menatap wajah Be Siau soh, bila dicarikan perbandingannya, maka ia lebih lama memandang kearah gadis itu daripada memandang Ong It sin. Tak usah berpalingpun Be Siau soh merasakan juga akan hal itu, tanpa terasa jantungnya berdetak keras. Tiba-tiba ia merasa dirinya begitu malu malu kucing dihadapan pemuda tampan itu. Betul usianya sekarang baru dua puluh tahun, tapi sudah lama ia bukan seorang gadis lagi, menurut keadaan pada umumnya, ia tidak semestinya merasa malu dihadapan seorang asing. Tapi sekarang, ia sedemikian malunya di hadapan pemuda itu, sehingga walaupun ia berusaha menggunakan gelak tertawanya untuk menutupi rasa malu itupun tidak berhasil mengatasinya. Dengan mata melotot, Ong It sin segera membentak keras. "Hei, apa yang kalian tertawakan? Siapa yang melemparkan lumpur itu ke atas wajahku?" Pemuda tampan itu segera berhenti tertawa, lalu dengan santai jawabnya. "Sobat, menurut pendapatmu siapa yang telah melemparkan lumpur itu ke atas wajahmu?" "Kalau begitu delapan puluh persen pasti kau!" Seru Ong It sin dengan mata melotot. Pemuda tampan itu tertawa. "Tak perlu delapan puluh persen lagi, seratus persen adalah diriku!" Katanya. Dengan pengakuan yang terus terang dari pemuda tampan itu, Ong It sin tak bisa berkata lagi, ia cuma berdiri termangu mangu Akhirnya ia berkata juga. "Kenapa... kenapa kau melempari mukaku dengan lumpur?" "Itu musti bertanya pada dirimu sendiri, sudah terang kau tahu kalau aku berada dalam hutan bwe, kenapa kau bilang setan yang menghuni hutan ini? Bukankah itu berarti kau sedang memakiku? Kenapa aku tak boleh melempari mukamu dengan lumpur?" Pada dasarnya Ong It sin memang seorang yang jujur, setelah mendengar perkataan itu, lalu dibayangkan kembali dan dirasakan kesalahan memang berada dipihaknya, maka diapun tak bisa bicara apa apa lagi. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Sambil tertawa menyengir dan garuk garuk kepalanya, diapun berkata. "Kalau begitu, anggap saja aku yang bersalah, harap kau jangan marah..." "Saudara, Ong toako adalah seorang yang jujur" Buru buru Be Siau soh berharap "kau jangan menyalahkan dirinya..." Betapa gembiranya Ong It sin ketika mendengar Be Siau soh membantunya bicara. Tapi ketika ia mendongakkan kepalanya, dan menjumpai Be Siau soh sedang saling berpandangan dengan pemuda tampan itu, apalagi sikap Be Siau soh yang senyum tak senyum itu menambah aneh, timbullah perasaan tak sedap dalam hati kecil pemuda itu. Ong It sin merasa amat cemburu, belum pernah gadis itu bersikap demikian dihadapannya, tapi sekarang gadis tersebut menunjukkan sikap demikian kepada seorang pemuda lain, hal mana betul betul menimbulkan keresahan dan perasaan yang gundah dalam hatinya. Maka untuk sesaat lamanya ia cuma berdiri saja dengan wajah tertegun... Untuk sesaat ketiga orang itu cuma berdiri termangu belaka, meskipun berbeda perasaan namun tak seorangpun yang berbicara. Entah sudah beberapa waktu lamanya, akhirnya pemuda tampan itu berkata lagi. "Sebetulnya aku tak akan lepaskan dirinya dengan begitu saja, apalagi setelah mengucapkan kata kata yang tak senonoh, tapi kalau toh dia memang kawan seperjalananmu, memandang pada wajah nona, kuanggap selesai persoalan tersebut sampai disini saja..." Betul usia pemuda tampan itu masih muda, ternyata perkataannya membawa suatu kewibawaan yang besar, membuat siapapun merasa bahwa pemuda ini benar benar sudah mencapai kedewasaan. Merah padam selembar wajah Be Siau soh ia sendiripun tak tahu kenapa bisa demikian segera ujarnya. "Kau keliru besar, dia... sobat itu bukan teman perjalananku!" Mendengar ucapan tersebut, Ong It sin menjadi melongo dengan mata terbelalak lebar untuk sesaat ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun. "Tadinya aku juga lagi berpikir, masa nona secantik kau bisa melakukan perjalanan bersama seorang manusia macam siluman babi begitu, lantas siapakah dia?" Sampai detik itu, Ong It sin pun baru bisa melontarkan pula kata-katanya. "Lantas kau... kau anggap aku sebagai apamu?" Pelan pelan Be Siau soh memutar badannya, katanya. "Bukankah kau pernah berkata, sekalipun menjadi budak atau pelayanku juga rela?" Walaupun bodoh, Ong It sin adalah seorang pemuda jujur, tapi dalam keadaan seperti ini ia tak dapat membendung kobaran hawa amarah dalam hatinya, kalau bisa dia ingin melampiaskan semua rasa gusar dan mendongkolnya keluar. Tapi suara Be Siau soh begitu lembut dan merdu merayu, walaupun Ong It sin pingin marah, terasa marahnya tak bisa keluar, maka kembali ia menjadi termangu untuk sesaat lamanya. Beberapa waktu kemudian ia baru menyahut. "Yaa, memang benar!" "Nah, itulah dia, sekarang apa lagi yang ingin kau tanyakan?" "Tapi..." Be Siau soh sama sekali tidak menggubris perkataannya lagi, sambil putar badan kembali ia mengawasi wajah pemuda tampan itu tanpa berkedip. "Nona, bolehkah aku tahu siapa namamu?" Pemuda itu bertanya. "Aku she Be, bernama Siau soh..." "Oooh... kiranya nona Be, aku she Sangkoan bernama Bu cing!" Mendengar nama itu, Be Siau soh tertegun lalu sepasang alis matanya berkenyit. "Wajahnya tampan, sikapnya simpatik kenapa namanya 'Tak berperasaan' Sayang... sayang sekali..." Demikian ia berpikir. Pemuda tampan itu memang cerdik, sekali pun Be Siau soh mengemukakan perasaan itu namun dari kerutan dahinya ia sudah tahu apa yang sedang dipikirkan gadis tersebut. Dengan perasaan apa boleh buat, katanya kemudian sambil tertawa. "Yaa, bagaimana lagi? Meski namaku kurang sedap, jelek-jelek adalah pemberian orang tua, apalagi yang musti dilakukan?" Be Siau soh tertawa cekikikan. "Soal nama sih bukan soal penting" Katanya. "cuma, kalau mendengar namamu itu, aku jadi merasa..." Berbicara sampai disitu tiba-tiba ia berhenti, wajahnya berubah menjadi merah padam karena jengah. Sebenarnya ia hendak berkata begini. "Kalau mendengar namamu itu, aku jadi merasa takut untuk bergaul denganmu, sebab aku jadi membayangkan kau sebagai orang yang tidak berperasaan..." Tapi ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya, cepat ia berpikir. "Dengannya aku baru berjumpa sekali ini, masa begitu buka suara lantas menyinggung soal berperasaan atau tidak, kan malu" Karena itulah tanpa terasa pipinya menjadi merah padam. Sangkoan Bu ciang tertawa ewa, lalu katanya. "Justru yang bernama tak berperasaan (Bu ciang) dia hal yang paling berperasaan, mungkin ayahku memang bermaksud demikian ketika memberi nama kepadaku dulu, haaahh... haaahh... haaahh... kau takut aku tak berperasaan Kaku dan dingin macam patung?" Ditatap begini rupa oleh pemuda tampan itu Be Siau soh menjadi tersipu sipu, perasaannya semakin kalut. "Dia masih begitu muda, kenapa begiu berani bermain gila didepan gadis yang masih asing baginya?" Demikian berpikir. Meskipun demikian sebaliknya ia justru berharap kalau pihak lawan bisa bersikap lebih berani lagi kepadanya semakin bernyali pemuda itu, ia merasa makin terangsang. Ong It sin selama ini hanya berdiri dibelakang Be Siau soh dengan wajah murung, jangankan untuk berkutik, kesempatan untuk berbicara pun tak ada. Tiba-tiba ia berseru. "Kita harus berangkat, apa lagi yang musti kita tunggu?" Be Siau soh hanya mengiyakan seenaknya ia sama sekali tidak memperhatikan ucapan tersebut dengan serius. Sangkoan Bu cing yang ada disisinya lantas berkata. "Nona Be, tadi kau sudah menembusi hutan ini, bila tidak kau sambangi ayahku, dia pasti tak akan senang hati!" Be Siau soh memang berpengetahuan luas tapi sudah sekian lama ia putar otak, tidak juga diketahui siapa orang itu Sangkoan Bu cing, maka ketika mendengar perkataan dari pemuda itu, satu ingatan lantas melintas dalam benaknya. "Aah! Apakah ayahmu adalah Bwe hou kiam khek (jago pedang bunga bwe) Sangkoan Tin yang malang melintang diwilayah Shia kan tanpa tandingan itu?" Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Mestika Golok Naga Karya Kho Ping Hoo Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo