Pendekar Bego 7
Pendekar Bego Karya Can Bagian 7
Pendekar Bego Karya dari Can Betapa girang Ong It sin setelah mendengar kesanggupan sinenek, pikirnya. "Li ji siok hendak mengajakku menjumpai nenek tapi ia kabur ditengah jalan, padahal aku tak tahu dimanakah nenekku tinggal, ya daripada gelandangan sendiri ditempat seperti ini, lebih baik ikut saja sinenek ini pergi kelembah Ciong cu kok siapa tahu aku betul betul mempelajari ilmu silat yang hebat." Karena merasa senang, kembali ia berkata. "Baik, kalau begitu kau musti ajarkan dulu kepandaianmu untuk menghajar hancur bangku batu tadi." Rupanya Ong It sin merasa amat bangga dan kagum sekali atas kepandaian si nenek dalam ruang batu tadi, maka begitu membua suara dia lantas menuntut ingin mempelajari kepandaian tersebut. Mula mula nenek itu agak tertegun menyusul kemudian sambil tertawa katanya . "oooh... itu soal gampang, hayo ikutilah aku" Nenek itu melangkah kedepan diikuti Ong It sin dengan riang gembira mereka menuju kedepan sebuah pohon yang amat besar. Pohon pek yang besar itu mempunyai luas batang sepelukan orang sekalipun sudah mati tapi masih tetap kuat dan kokoh. Secara beruntun nenek itu melancarkan beberapa buah tepukan keras ketubuh Ong It sin berbareng dengan tepukan tersebut, sianak muda segera merasakan munculnya segulung tenaga yang amat dahsyat menyusup kedalam organ tubuhnya, yang mana membuat ia merasakan badannya kuat dan penuh semangat, tak tahan lagi ia melompat sambil berpikir sekeras-kerasnya . Sementara itu si nenek telah berkata lagi sesudah melancarkan beberapa buah tepukan tadi. "Nah, sekarang cobalah lancarkan serangan keatas pohon besar itu" "Menghantam pohon itu?" Bisik Ong It sin tertegun. "tapi... tapi... pohon itu begitu besar dan kenapa aku musti menghantamnya?" "Pokoknya aku suruh engkau memukulnya, kau harus turuti perkataanku" Hardiksi nenek. "Yaa, kanapa tidak kuturuti saja perkataannya?" Demikian Ong It sin berpikir. "Siapa tahu kalau ucapan si nenek ada benarnya juga ? atau mungkin dengan sebuah pukulanku ini, pohon tersebut bisa kuhantam sampai hancur berkeping keping, Waaah, kalau aku bisa begitu, pasti hebat deh keadaannya" Berpikir sampai disitu, dia lantas merendahkan tubuhnya, lalu dengan gerakan yang kebodoh bodohan telapak tangannya disodok kemuka melepaskan sebuah pukulan. Apa yang kemudian terjadi? Sungguh diluar dugaan Bersamaan dengan gerakan menyodok tersebut, timbullah desingan angin pukulan yang menderu deru, sedemikian dahsyatnya angin pukulan itu membuat tumpukan salju diatas permukaan tanah ikut tergulung semua. Mimpipun Ong It sin tidak menyangka kalau serangannya disertai tenaga penghancur yang begini dahsyatnya, ia menjadi ketakutan sendiri dan mundur beberapa langkah dengan wajah memucat. Sekalipun ia mundur ke belakang akantetapi angin pukulan yang dilancarkan api sudah keburu menggulung ke muka dengan dahsyatnya. "Blaaamm..." Suatu ledakan keras tak bisa dihindari lagi, ketika termakan pukulan tersebut pohon besar itu segera tumbang dan menerbitkan suara keras. Bunga salju beterbangan menyelimuti pemandangan disekelilingnya, sampai lama sekali, keadaan baru bisa pulih kembali seperti sedia kala... Untuk sesaat lamanya Ong It sin cuma bisa berdiri tertegun dengan wajah kebodoh bodohan, ditatapnya sinenek dengan wajah termangun. Si nenek itu sendiri segera menatap pula sambil tertawa terkekeh kekeh. "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... bagaimana Hebat bukan kepandaian silatmu sekarang?" Katanya "Eeh... eeehh... aa..., apakah pukulan tersebut... dihasilkan dari telapak tangan sendiri?" Bisik Ong It sin kemudian dengan suara tergagap. Nenek itu segera tertawa. "Tentu saja dihasilkan oleh telapak tangan sendiri barusan aku telah membantu kau untuk menembusi delapan nadi penting disekujur tubuh mungkin tenaga dalammu sudah memperoleh kemajuan yang pesat, dan kau pantas disebut seorang jago kelas wahid sekolong langit" Sudah cukup lama Ong It sin bercokol dalam perkampungan keluarga Li yang dipimpin si Dewa perak Li Liong, kendatipun ilmu silatnya tak becus, tapi cukup banyak cerita cerita tentang ilmu silat yang pernah didengar olehnya. Diapun pernah mendengar bahwa seseorang jika kedelapan nadi pentingnya sudah berhasil ditembusi, maka ilmu silatnya bisa mencapai puncak kesempurnaan, sebab itulah ia percaya seratus persen sehabis mendengar perkataan dari nenek tersebut. "oooh... terima kasih banyak atas budi kebaikan suhu..." Buru buru katanya. "Eeeh... eehh... aku bukan suhumu" Tampik si nenek dengan cepat. Ong It sin membelalakkan matanya semakin lebarjelas tampak betapa kecepatan pemuda itu. Si nenek kembali berkata sambil tertawa. "Tingkat kehebatan dari tenaga dalammu sudah hampir mencapai taraf kepandaianku sendiri, mana aku pantas menjadi gurumu?" Ketika Ong It sin mendengar perkataan dari nenek itu, disamping merasa agak terkejut, diapun merasa bagaikan melayang layang dalam sorga loka. Dengan suara yang tinggi rendah tak menentu katanya dengan cepat. "Aaah... mana, mana, tentu saja kungfumu jauh lebih hebat dari pada kepandaian silatku" Ternyata ia telah bersikap sungkat sungkan terhadap nenek itu. Tak tahan lagi si nenek segera tertawa terbahak bahak lantaran geli. "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kau tak usah terlalu sungkan sungkan kepadaku kita sekarang sudah hampir seimbang, tentu pula kedudukan kita hampir sederajat... kenapa musti sungkan sungkan terhadap orang yang sama kedudukannya?" Makin diumpak Ong It sin makin senang ia tertawa kebodoh bodohan. "Heehhh... heehhh... heehhh... betul juga perkataan si nenek ini tapi biar kucoba sekali lagi tenaga seranganku ini" Sambil berkata ia lantas bersiap siap untuk melancarkan sebuah pukulan lagi. Tapi sebelum niat tersebut dilantarkan, si nenek telah mencegah niatnya itu. "Jangan, jangan kau coba kepandaianmu secara sembarangan" Katanya. "ingatlah baik-baik, sekarang kau telah menjadi seorang jago nomor wahid dikolong langit, andaikata tidak berada dalam keadaan yang kritis atau terancam jiwamu, jangan sekali kali kau gunakan kepandaianmu secara sembarangan" "Yaa, betul juga perkataanmu" Ong It sin manggut manggut berulang kali. Telapak tangan yang telah dipersiapkan pun segera diturunkan kembali kebawah, selain itu kata kata dari si nenek tadipun diukir dalam dalam di lubuk hatinya ia akan mengingatkan selalu bahwa pukulan mautnya tak boleh digunakan jika jiwanya tidak terancam oleh bahaya, sebab sekarang ia telah menjadi seorang jagoan nomor satu dikolong langit. Pembaca yang budiman, untuk belajar silat maka bukan saja seseorang dibutuhkan ketekunannya untuk berlatih diapun harus mempunyai bakat yang bagus. Seandainya secara kebetulan ia mempunyai bakat bagus, untuk menjadi seorang jago tangguh dalam sepuluh atau setengah bulan bukanlah suatu kejadian yang mustahil. Akan tetapi, untuk menjadi seorang jagoan hanya cukup dalam waktu singkat, hal ini adalah suatu omong kosong. Lantas, apa pula yang terjadi dengan diri Ong It sin tadi? Apa sebabnya dari balik tubuhnya bisa terpancar keluar tenaga pukulan dahsyat itu...? Sebagaimana diketahui, sebelum Ong It sin melancarkan serangannya tadi, si nenek itu telah menepuk beberapa kali disekujur tubuhnya, nah dalam setiap kali tepukan itulah secara diam diam si nenek tersebut telah menyusupkan kekuatan hawa murninya ke dalam tubuh Ong It sin- Dengan kekuatan yang disusupkan ke tubuhnya tadi, maka disaat Ong It sin melancarkan serangannya tadi, maka segenap kekuatan yang terkumpul dalam tubuhnya meluncur keluar bagaikan air bak sudah barang tentu hebatnya bukan kepalang: Tapi menyusul pukulan itu segenap kekuatan yang semula disusupkan ke dalam tubuhnya oleh si nenek pun kandas dan lenyap tak berbekas, andai kata Ong It sin sampai melepaskan pukulannya yang kedua, maka jangankan untuk mematahkan sebatang pohon, untuk mematahkan selembar rumputpun belum tentu mampu. Dengan alasan inilah maka disaat Ong It sin hendak mencoba pukulannya yang kedua buru- buru nenek tersebut menghalangi niatnya itu... Begitulah Ong It sin semakin percaya kalau kepandaian silatnya sudah mencapai puncak kesempurnaan betapa girang hatinya sukar dilukiskan dengan kata- kata sampai- sampai sewaktu berjalanpun dadanya dibusungkan dan kepalanya diangkat tinggi-tinggi. "Apakah sekarang kau bersedia menganggapku sebagai sahabat?" Tanya si nenek kemudian- "Tentu saja tentu saja, sepantasnya kau adalah sahabatku yang paling akrab..." Jawab pemuda itu dengan segera. "Usiaku berlipat lipat kali lebih tua darimu, bagaimana kalau kau sebut aku sebagai si nenek saja" "Bagus sekali si nenek." Saat ini ia merasa betapa menyenangkannya suasana disekeliling tempat itu, sebab bukan saja ia pernah berkenalan dengan Bwe Yau yang begitu menaruh perhatian kepadanya, sekarang diapun mempunyai sahabat si nenek yang telah menjadikan dirinya sebagai seorang jago silat kelas satu dalam dunia persilatan- "Bukankah sedianya kau akan pergi ke lembah Ciong cu kok di bukit Tay soat san" Tanya si nenek kemudian-Dengan cepat Ong It sin gelengkan kepalanya. "Bukan, bukan, Liji siok membawaku kemari untuk menjumpai nenekku" Katanya. "Nenekmu...? Siapa kah nenekmu itu?" Tanya si nenek sudah tertegun sejenak. cepat Ong It sin gelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu, sejak dilahirkan hingga sekarang belum pernah kujumpai dirinya, andaikata Liji siok tidak memberi tahukan hal ini kepadaku, aku benar-benar tidak tahu kalau di dunia ini masih terdapat sanak sedekat itu" "Aaah... betul, jadi orang yang kabur terbirit birit setelah berjumpa dengan diriku tadi adalah Liji siokmu itu?" "Yaa, betul, betul Memang dia" "Lantas siapa ibumu?" Tanya si nenek itu kemudian. "Eeeh... bukankah kau pernah berkata kenal dengan ayahku? masa kaupun tidak tahu siapakah ibuku? Kalau ibuku sudah mati lama sekali, jadi akupun tak bisa membayangkan bagaimanakah raut wajahnya" Setelah berhenti sejenak katanya kembali. "Tapi yang jelas dia adik perempuan dari Si Dewa perak Li Liong yang berdiam dilembah Li hu kok wilayah Kiam bun propinsi suchuan...?" Begitu mendengar keterangan tersebut tiba tiba saja paras muka nenek itu berubah hebat. "Jadi kalau begitu, nenek yang hendak kau jumpai itu adalah ibunya Li Liong..." Berbicara sampai disitu tiba tiba ia berhenti kembali. "Hei, si nenek, apa kah kau kenal dengan dia orang tua?" Buru buru Ong It sin bertanya. Nenek itu segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Kau sendiri saja tidak kenal dengan nenekmu mana mungkin aku bisa kenal?" Sahutnya. Padahal kalau didengarkan dengan seksama jelas kedengaran bahwa perkataan sinenek yang pertama kata katanya yang terakhir bernama saling bertentangan cuma sayang Ong It sin terlalu goblok sehingga penyakit sejelas itupun tidak diketahui olehnya. Bahkan dia malah mengangguk berulang kali. "Yaa, yaa, betul juga perkataan sinenek" Katanya. "Jadi kalau begitu, sesungguhnya kaupun belum mempersiapkan diri untuk berkunjung kelembah Ciong cu kok dibukit Toa soat san ?" Ong It sin segera menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal "Aku... aku... tak pernah berpikir sampai kesitu, mana mungkin mengadakan persiapan segala?? Nenek itu tidak banyak bicara lagi, setelah berpikir sebentar ia menutup kembali kotak kemala itu dan diserahkan kembali kepada Ong It sin- Sungguh terharu perasaan Ong It sin setelah menerima kembali kotak kemala itu, untuk sesaat dia tak tahu apa yang musti diucapkan nenek itu. Sementara dia masih kebingungan, terdengar nenek itu sudah berkata lagi. "sekarang kita boleh berangkat bersama sama menuju kelembah Ciong cu kok mengerti?" Sesungguhnya Ong It sin tidak habis mengerti mengapa nenek itu bersikeras hendak mengajaknya mengunjungi lembah Ciong cu kok bersama sama akan tetapi mengangguk juga setelah mendengar perkataan itu. Kembali nenek itu berkata. "Sekalipun dikatakan berangkat bersama, tapi yang jelas kau berjalan sendiri dan aku berjalan sendiri, kau tak boleh berangkat bersama sama aku aku harap kau bisa memahami akan hal ini" Ong It sin jadi melongo, dipikir ia merasa pikirannya semakin bingung untuk sesaat lamanya dia cuma bisa mengerdipkan matanya sambil garuk garuk kepalanya yang tidak gatal Hampir saja nenek itu melontarkan caci makinya yang paling kotor setelah melihat sikap pemuda itu tapi begitu teringat ia masih membutuhkan tenaga pemuda bodoh itu maka sedapat mungkin nenek itu berusaha agar jangan meninggalkan kesan jelek dihatinya. Maka sambil tertawa paksa katanya. "Apa kah kau masih belum paham dengan perkataanku? Maksudku kau berjalan lebih duluan di depan, sedang aku akan menyusulmu dari belakang mengerti?" Sekarang Ong It sin telah memahami perkataannya, diapun bertanya dengan cepat. "Tapi aku tidak kenal jalan, bagaimana caraku untuk mencapai lembah ciok cu kok tersebut?" "Kau akan berjalan saja terus lurus ke depan" Kata si nenek sambil menunjuk ke depan. "setiap hari aku akan bertemu satu kali denganmu untuk menunjukkan jalan yang mesti ditempuh" "Aneh betul nenek ini" Diam diam Ong It sin berpikir. "kan lebih baik melakukan perjalanan bersama sama dari pada musti bersusah payah begini? Heran, kukoay betul watak nenek ini, entah apa yang dipikirkan?" Akan tetapi berhubung ia merasa berterima kasih sekali kepada si nenek yang telah merubahnya menjadi seorang jagoan kelas wahid dalam dunia persilatan diwaktu singkat, maka pemuda itupun tidak bertanya lebih lanjut... "Baiklah" Katanya kemudian. "akan kuturuti semua perkataan itu, tapi... apa kah kotak kemala ini sudah tidak kau maui lagi?" Nenek itu tersenyum. "Benda itu kan merupakan barang peninggalan dari ayahmu? Kenapa aku musti memintanya darimu jangan sok serius, aku merebutnya tadi darimu hanya bermaksud untuk bergurau saja" Ong It sin semakin gembira, sambil tertawa terkekeh kekeh ia simpan kotak kemala itu kedalam sakunya. "Heeeh... heeeh... heeeh... bagus sekali, bagus sekali, akan berangkat duluan" Katanya. Karena gembiranya, semangatnya berkobar kobar dengan sendirinya ketika ia melangkah dengan langkah lebar, tubuhnya seakan akan terasa lebih enteng dan cepat, pemuda itu lantas mengira kalau tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan pesat Sekaligus ia berjalan sejauh tujuh delapan li, tapi apa yang dilihat melulu lapisan salju yang putih dimana-mana, untung hujan salju telah berhenti. Ong It sin berhenti ditengah padang salju dan melongok sekejap kesekeliling tempat itu, ia sakslkan kecuali dirinya sendiri tak nampak sesosok manusiapun disana. Seandainya kejadian ini berlangsung sehari sebelumnya, pemuda itu pasti akan merasa ketakutan tapi kini dia percaya kalau tenaga dalamnya sudah sempurna, maka terhadap keheningan dan keseraman suasana disitu tidak terlalu ia pikirkan. Lima empat li kembali sudah dilampaui ditengah keheningan yang mencekam seluruh jagad itulah tiba tiba dari kejauhan sana dia mendengar suara gonggongan anjing yang ramai sekali begitu nyaringnya gonggongan kawanan anjing itu sehingga cukup menggetarkan sukma. Ong It sin menjadi terkejut dan hampir saja ia mengambil langkah seribu, untung teringat olehnya akan ilmu silat yang dimilikinya, sambil menepuk dada sendiri segera bisiknya. "Hey, apa yang mesti ditakuti? Jangan lupa, kau adalah jagoan nomor satu dalam dunia persilatan" Berpikir sampai disitu, dia lantas menengok ke belakang, tapi apa yang kemudian terlihat segera mendebarkan jantungnya keras- keras. Seorang gadis berbaju merah dan kuning sedang berlarian mendekat dari tempat kejauhan. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dalam bopongan gadis itu seakan akan membawa suatu benda, menanti Ong It sin menengok untuk kedua kalinya, gadis itu terjatuh berulang kali ditanah. Kurang lebih setengah li dibelakang gadis itu, tampaklah bunga bunga salju beterbangan keangkasa, lamat lamat tampaklah tujuh delapan ekor anjing gembala yang amat besar sedang menarik sebuah kereta salju dan meluncur datang dengan cepatnya. Diantara gonggongan anjing yang memekikkan telinga, kedengaran pula suara bentakan yang nyaring. Terdengar seseorang sedang berteriak dengan suara yang lantang. "Itu dia, perempuan sialan tersebut berada tak jauh didepan sana, hayo cepat dikejar" Menyusul bentakan bentakan manusia, kedengaran pula suara cambuk yang dibunylkan amat nyaring, gonggongan anjingpun berkumandang semakin keras dan ramai. Sekalipun berulang kali gadis itu terjatuh ketanah ternyata gerakan tubuhnya cukup cepat. Bahkan ketika menjumpai Ong It sin berada di sana ia lari menghampirinya. Setelah gadis itu berada dihadapannya, Ong It sin baru dapat melihat jelas bahwa gadis itu ternyata mengenakan seperangkat baju berwarna kuning telur, sedang warna merah yang terlihat dari kejauhan tadi adalah warna darah yang menodai hampir separuh bagian tubuhnya Ketika berada lima enam kaki dihadapan Ong It sin tiba tiba gadis itu (Ada hal hilang) sepasang matanya yang genit, hal ini membuat Ong It sin merasa jantungnya berdebar semakin keras lagi. Sepanjang hidupnya belum pernah Ong It sin mendapat kesempatan untuk mendekati gadis cantik, sekalipun apa yang dia bayangkan belum pernah terbayang olehnya bakal menjumpai lirikan mata seorang gadis secantik dan seindah itu, maka dari itu mukanya menjadi merah padam dan pikirannya menjadi melayang-layang. Buru-buru ia melengos kearah lain, meski sesungguhnya ia kepingin sekali memandang gadis tersebut sekali lagi, tapi hatinya tidak berani untuk melakukan hal ini. Sementara pemuda itu masih berdiri dengan perasaan bimbang terdengarlah suara bunyi cambuk dan gonggongan anjing yang semula ramai kini sudah reda dan tak terdengar lagi. Buru buru ia berpaling dan celingukan keempat penjuru ternyata kereta salju itu telah berhenti dua orang pria bermantel kulit yang berawakan tinggi besar melompat turun dari kereta salju dan berjalan menghampirinya. Dengan sekali lompat Ong It sin menghadang dihadapan kedua orang itu, ia lihat mereka berusia antara empat puluh tahunan, mukanya keren dan cukup gagah. Ketika jalan perginya dihadang kedua orang itu pun berhenti sambil memperhatikan lawannya dengan wajah tercengang, kemudian sambil memberi hormat katanya. "Sahabat silahkan menyingkir ke samping, jangan menghalangi tugas kami" Ong It sin adalah seorang pemuda yang paling suka mencampuri urusan orang lain, tapi dia tak punya akal dan semua perbuatannya hanya dilakukan atas dorongan suara hatinya. Karena itu setelah ditegur lawan, dia menjadi gelagapan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan- Selang sesaat kemudian sambil melototkan matanya ia berseru. "Tugas apa yang hendak kalian lakukan?" Sambil menuding si gadis yang berada diatas salju kata kedua orang laki laki itu. "Perempuan rendah ini telah melarikan sebuah benda milik pocu kami, dan sekarang kami mendapat tugas untuk menangkapnya kembali perempuan rendah ini bukan manusia baik-baik, lebih baik kau tak usah banyak mencampuri urusan orang lain" Seandainya berganti orang lain yang menghadapi kejadian itu paling sedikit ia akan mencari tahu duduknya perkara setelah mendengar penjelasan tersebut. Tapi Ong It sin sudah menganggap dirinya sebagai pendekar besar ksatria budiman, ia enggan bertanya lebih jauh malah tanpa mencari tahu merah atau putihnya persoalan kembali bentaknya. "omong kosong, darimana kalian bisa tahu kalau dia orang baik baik? Hey, kamu berdua dari benteng mana?" Dua orang laki laki itu agak tertegun, kemudian jawabnya. "Sobat seribu li disebelah timur bukit Altai hanya ada sebuah benteng Khekpo memangnya kau anggap kami berasal dari benteng mana?" Dalam anggapan orang itu, Ong It sin pasti akan menunjukkan wajah terkejut setelah mendengar nama benteng mereka. Siapa tahu anak muda itu masih tertegun dengan wajah tidak mengerti. Maka merekapun berkata lagi. "Pernah kau dengar tentang benteng Khekpo?" "Tidak pernah" Jawab pemuda itu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. Dua orang laki laki itu saling berpandangan sekejap. lalu berkata lagi. "Kalau begitu bolehkah aku tahu siapa namamu?" "Aku bernama Ong It sin" Kemudian setelah berhenti sebentar, ia menerangkan lebih jauh. "Aku adalah seorang jagoan tangguh nomer wahid dikolong langit, kalian berdua jangan harap bisa menangkap diriku, lebih baik cepatlah pulang dan laporkan kepada pocu kalian, agar ia jangan mengejar seorang gadis dan bayi lagi" Paras muka dua orang laki laki itu berubah membesi, segera tegurnya pula. "Sobat kau jangan mencampuri urusan ini, dia bukan orang baik baik tahukah kau bahwa gadis ini adalah putrinya Hek wu kong (kelabang hitam) Be Ji nio?" Pada hakekatnya Ong It sin tidak tahu siapakah si kelabang hitam Be Ji Nio itu, sekalipUn banyak juga nama nama jago persilatan yang diketahuinya tapi sebagian besar merupakan jago disekitar Suchuan, tentu saja jago dari wilayah See ih tak ada yang diketahuinya. Sekalipun demikian, diapun dapat merasakan juga bahwa Be Ji Nio bukan orang baik baik, ini terbukti dari julukannya yang menggunakan si kelabang hitam. Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali pemuda itu berkata lagi kepada kedua orang lawannya. "Keliru besar kalau kalian berdua berkata demikian, sekalipun aku tidak kenal manusia macam apakah Be Ji Nio itu, Tapi aku yakin sekalipun Be Ji Nio bukan orang baik baik, tapi sebagai putrinya belum tentu dia juga orang jahat, selain itu..." Pemuda itu masih mencoba berkhotbah lebih jauh, tapi dua orang laki laki itu sudah tidak sabar lagi, mendadak mereka menerjang maju beberapa langkah. Begitu merasakan gelagat tidak menguntungkan, Ong It sin segera membentak keras. "Hey, hey jangan sembarangan maju yaa. Hati hati kalau kusobek perutmu bisa keluar semua isi perutmu" Sambil mengancam, dia lantas merendahkan tubuhnya bersikap seakan akan memasang kuda kuda, kemudian mengayunkan telapak tangannya seperti mau melancarkan serangan- Sesungguhnya gaya si anak muda itu kuda tidak mirip kuda keledai tidak mirip keledai bukan saja tak masuk dalam daftar dan lagi lucu sekali. Namun kedua orang laki laki kekar itu tak berani bertindak gegabah, sebab pertama bentakan dari pemuda itu cukup nyaring, kedua merekapun belum tahu asal usulnya yang sesungguhnya. Betapa bangga dan gembiranya Ong It sin setelah menyaksikan kedua orang laki laki itu tak berani bertindak lebih lanjut kembali bualnya. "Tenaga dalamku sudah mencapai puncak kesempurnaan apa bila tidak berada dalam keadaan terdesak atau berbahaya, tak akan kulantarkan serangan secara gegabah maka dari itu kalian jangan memaksaku untuk turun tangan... coba lihatlah enso itu tubuhnya sudah terluka parah, kenapa kalian masih saja mengejarnya terus menerus?" "Ia menderita luka parah?" Jengek seorang di antara dua laki laki itu sambil tertawa dingin- "Tentu saja, coba kau lihat darah yang menodai tubuhnya masa kalian tidak melihatnya?" Sampai detik ini kedua orang laki laki itu baru sadar bahwa mereka telah berjumpa dengan seorang telur busuk yang goblok. kontan saja mereka membentak marah. "Kontol!!!! Ketahuilah, darah itu bukan darahnya melainkan darah dari tujuh orang saudara kami yang telah dibunuhnya" Sementara Ong It sin masih tertegun, tiba tiba nyonya muda itu membentak keras, tubuhnya melompat keudara bagaikan burung elang terbang ke angkasa, dengan tangan sebelah ia membopong bayi itu, tangan yang lain disebarkan kedepan- Segerombol jarum-jarum emas yang lembut dan bersinar tajam segera berhamburan keempat penjuru Dua orang laki laki itu segera mengebaskan ujung bajunya, angin tajam menderu-deru, sebagian besar jarum lembut yang mengancam tubuh merekapun segera tersapu lenyap diudara. Sekarang mereka tidak mempedulikan Ong It sin lagi begitu lolos dari ancaman, tubuh mereka serentak menerjang kedepan Akan tetapi si bego Ong It sin tidak mau melepaskan kesempatan baiknya untuk menjadi "ksatria budiman" Dengan begitu saja melihat kedua orang laki-laki itu menyerbu ke muka, dia ikut menyerbu pula ke dalam gelanggang. Tentu saja mimpipun ia tak menyangka kalau jarum emas yang dipergunakan nyonya muda itu barusan adalah jarum lembut khusus untuk memecahkan tenaga dalam orang, andaikata hatinya tak keji, tak nanti ia akan mempergunakan senjata terkutuk itu. "Hey kalian tak boleh berkelahi dengan enso itu" Demikian teriaknya keras- keras "jika kalian ngotot terus, jangan salahkan kalau aku segera akan turun tangan" Dalam pada itu nyonya muda itu sudah melompat dua kali kesisi arena, diantarag etaran tangannya tahu-tahu dalam genggaman tangan kanannya telah ditambah dengan sebilah senjata yang aneh sekali bentuknya. Sepintas lalu senjata tersebut mirip dengan sebilah pedang panjang, akan tetapi diujung senjata tersebut dipenuhi jarum jarum yang lembut yang memancarkan sinar keemas emasan- Tentu saja Ong It sin tidak akan tahu kalau senjata tersebut dikenal orang persilatan sebagai "Tek hong chi" Duri lebah beracUn- Dua orang laki-laki kekar yang sedang siap menerjang itu serentak menghentikan tubuhnya setelah menyaksikan nyonya muda itu mengeluarkan senjata andalannya. Untuk sesaat lamanya suasanya menjadi hening, kedua belah pihak sama-sama berdiri saling berpandang tanpa berkutik. Ditengah keheningan itulah, tiba-tiba terdengar suara mendesis yang amat nyaring, menyusul kemudian segulung asap hijau meluncur ke udara dan meledak. Kontan saja paras muka nyonya muda itu berubah hebat, buru- buru teriaknya. "Ksatria budiman, bereskan kedua orang ini dengan cepat, kasihanilah aku dan anakku, kalau tidak kabur sekarang mungkin kami tak bisa lolos lagi dari cengkeraman mereka" Berkobar rasanya darah panas dalam dada Ong It sin, sambil membentak keras telapak tangan kirinya didorong ke muka. Lalu sambil menerjang maju teriaknya. "Enso jangan takut, aku tak akan duduk berpeluk tangan belaka membiarkan kau menjadi manusia bajingan bajingan ini" Didalam anggapannya, begitu serangan tersebut dilancarkan, kedua orang laki laki itu pasti akan melecap bagaikan layang layang putus talinya atau bahkan saking dahsyatnya serangan tersebut si nyonya muda yang berada dibelakang kedua orang laki laki itupun ikut terhajar terluka parah Siapa tahu meskipun pukulan telah dilancarkan namun kedua orang laki laki itu masih tetap tenang tenang saja seakan akan tak pernah terjadi sesuatu apapun bahkan mereka telah menggetarkan lengannya dan masing masing mencabut keluar sebuah ruyung baja beruas sembilan- Sambil menggetarkan ruyungnya, dua orang itu menyerbu lagi ke depan satu dari depan yang lain dari belakang serentak mengepung nyonya muda itu rapat rapat. Nyonya muda itu tampak semakin gelisah kembali teriaknya dengan perasaan cemas. "Ksatria budiman sebentar lagi seorang gembong iblis yang lihay segera akan tiba disini bila kau tidak turun tangan lagi niscaya kami tak dapat meloloskan diri" Sesungguhnya bukan Ong It sin yang enggan turun tangan, tapi pukulannya sama sekali tidak menghasilkan angin pukulan seperti apa yang digembar gemborkan semula, kenyataan ini tentu saja menggelisahkan pula si nyonya muda itu. Sambil menggaruk garuk kepalanya ia mencoba untuk memeriksa sepasang telapak tangannya dengan seksama pikirnya mungkin ada sesuatu yang tidak beres disitu, tapi periksa ia merasa telapak tangannya normal dan sedikitpun tak ada sesuatu yang aneh. Dengan penasaran pemuda itu mengayunkan kembali telapak tangannya melancarkan beberapa puluh kali pukulan tapi sedikitpun tak ada gunanya peluh mulai membasahi pipinya karena cemas. Sementara itu nyonya muda tadi sudah terlibat dalam pertarungan sengit melawan dua orang laki laki itu sepanjang pertempuran berlangsung, dua orang laki laki itu hanya bertahan tanpa melancarkan serangan- Nyonya muda itu semakin gelisah, senjata Duri lebah beracunnya diputar sedemikian rupa menciptakan gulungan gulungan cahaya kuning yang menyilaukan mata, desingan tajam yang menderu deru seakan akan setiap saat mencari mangsa. Sekalipun serangan dari nyonya muda itu cukup dahsyat, akan tetapi pertahanan yang dilakukan dua orang laki laki itu dengan senjata ruyung beruas sembilannya terhitung tangguh pula, ibaratnya dua gulung mega hitam yang menyelimuti angkasa kemanapun nyonya muda itu berusaha untuk melepaskan diri, usahanya selalu gagaL Pertarungan yang melibatkan tiga orang itu berlangsung dengan cepatnya, Ong It sin hanya merasakan awan hitam menggulung kesana kemari diiringi kilatan cahaya emas jangankan mengetahui jurus serangan apa yang dipergunakan ketiga orang itu bagaikan gerakannya tidak tahu. Dia hanya ribut terus dengan telapak tangannya ia sedang ia berusaha untuk menemukan kembali tenaga dalamnya yang hilang. Pada saat itulah tiba tiba dari kejauhan berkumandang suara pekikan nyaring mula mula pekikan tersebut berasal dari tempat yang cukup jauh tapi sekejap kemudian sudah berada dekat sekali dengan serak Menyusul suara pekikan nyaring itu, tiba tiba si anak muda itu merasakan pandangan matanya menjadi silau, diiringi suara bentakan keras bagaikan guntur membelah bumi disiang hari belong sesosok bayangan hijau telah muncul didepan mata. Ong It sin terperanjat sekali menyaksikan kehadiran bayangan tersebut dengan keadaan seseram itu, buru buru diperhatikan orang itu seksama ternyata adalah seorang kakek berbaju hijau yang mempunyai perawakan tinggi besar. orang ini adalah Ik tianglo golongan berbaju hijau dari benteng Khekpo. Begitu munculkan diri, dengan suara nyaring Ik tianglo segera membentak keras. "Tahan" Kebetulan Ong It sin berdiri sangat dekat dengan Ik tianglo ketika mendengar bentakan nyaring itu, seakan-akan ada guntur yang membelah bumi disiang hari belong, pemuda itu merasakan sepasang kakinya menjadi lemas dan.. "Bluuk" Ia jatuh terduduk diatas permukaan salju. Beberapa kali ia mencoba untuk bangkit berdiri tapi setiap kali ia roboh kembali keatas tanah. Gelisah sekali Ong It sin menghadapi kejadian seperti ini pikirnya. "Aku adalah seorang jago lihay nomer satu dalam dunia persilatan, masa kekuatan untuk duduk saja tidak mampu?" Berpikir sampai disitu, sekuat tenaga dia lantas meronta dan merangkak bangun. Tapi pada saat itulah kebetulan sekali Ik tianglo sedang berpaling kearahnya, menyaksikan sinar matanya yang begitu hijau dan tajam, sekali lagi Ong It sin menjerit kaget badan yang baru saja berdiri tegak kembali roboh ketanah dan tak mampu berkutik lagi. Ik tianglo tidak lebih hanya memperhatikan Ong It sin sekejap. kemudian berpaling kearah lain Sementara itu pertarungan antara dua orang laki laki itu melawan si nyonya mudapun telah berhenti. Rambut si nyonya muda itu kalau dua terurai tak karuan, wajahnya pucat pias seperti mayat, jeritnya dengan suara lengking. "Ik tianglo kau berhasil menyusul kami berdua ibu dan anak, apakah yang hendak kau lakukan?" Ik tianglo tidak menjawab, melainkan maju ke depan dan memberi hormat kepada nyonya muda itu sambil katanya. "Menunjuk hormat buat hujin" "ciss, aku sudah meninggalkan benteng Khekpo dengan pocu kalian tentu saja tak ada sangkut pautnya lagi, lebih baik jangan memanggil hujin kepadaku, hujan mau bekuk, mau tangkap lakukanlah dengan segera..." Sementara itu Ong It sin hanya duduk termenung diatas salju sambil memandang orang disekelilingnya dengan rasa bingung dan tidak habis mengerti. Kalau ditinjau dari apa yang diucapkan Ik tianglo tersebut agaknya kedudukan nyonya muda itu adalah nyonya pocu dari benteng Khekpo. Tapi hal ini mana mungkin bisa terjadi? Sebetulnya Ong It sin paling enggan mengakui ketololan sendiri tapi sekarang tak urung pikirnya juga. "Goblok!!! Melantur kemana pikiranmu? Tentu saja dia tak mungkin adalah pocu hujin dari benteng Khekpo" Tapi kenyataannya justru berbalikan dengan apa yang dipikirkan Ong It sin ketika itu. Kembali Ik tianglo membungkukkan badannya memberi hormat sambil berkata. "Hamba tidak berani menyusahkan hujin, ada pun kedatanganku adalah untuk menjemput hujin pulang ke benteng" Ketika mendengar perkataan itu dua orang laki laki bertubuh kekar itu segera memperhatikan wajah penasaran, teriaknya dengan cepat. "Liok tianglo diantara sepuluh orang saudara kami yang melakukan pengejaran, kini tinggal dua orang yang masih hidup bagaimanakah dengan hutang darah ini?" Jangan dilihat sikap Ik tianglo terhadap nyonya muda itu selalu lembut dan menaruh hormat namun sikapnya terhadap dua orang laki laki tersebut ternyata keras dan keren- "Ngaco belo" Dampratnya "perintah ini datang dari pocu sendiri siapa yang berani menentangnya?" "Heeeh... heehhh... heeehhh... akulah yang akan menentangnya" Tiba-tiba nyonya muda itu nyeletuk. Ik tianglo menghela napas panjang. "Aaai... hujin.." Baru dua patah kata, si nyonya muda itu sudah menukas sambil menjerit lengking. "Tapi hamba mendapat perintah dari pocu untuk mengundang hujin pulang ke benteng, apabila hujin bersikeras tak mau pulang..." "Kenapa?" Ejek nyonya muda itu sambil tertawa dingin. "kau hendak membekukan dan menyeretnya pulang bukan? Aku tahu bahwa aku bukan tandinganmu, kaupun mengetahui akan hal ini, kenapa masih belum juga turun tangan..? Apalagi yang kau nantikan?" Ik tianglo segera menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak, bukan begitu, pocu hanya berpesan seandainya kau bersikeras tak mau kembali, maka tolong serahkan kembali benda yang kau bawa kabur itu kepadaku, pocu pun berkata, satu malam menjadi suami istri seratus tahun akan teringat selalu meskipun kau telah pergi, tapi kapan saja kau ingin kembali kepangkuannya, pintu gerbang Khekpo masih terbuka untukmu" Ooodowooo "Huuuh... tak usah banyak bicara lagi" Seru nyonya muda itu sambil tertawa dingin. "jangan harap benda yang berhasil kudapatkan itu kuserahkan kembali kepadamu" Berbicara sampai disini, perasaan murung dan sedih melintas diatas wajahnya, tapi hanya sesaat kemudian telah lenyap kembali menyusul kemudian katanya lebih jauh. "Seharusnya kau tahu kenapa aku bersedia kawin dengan seorang tua bangka semacam dia, aku... aku telah membayar mahal untuk benda tersebut bayangkan sendiri apakah benda yang berhasil kuperoleh dengan susah payah itu akan kuserahkan kepadamu kembali? Aku telah bertekad akan hidup dan mati bersama benda itu, apa bila ia tidak ingin menyaksikan putranya tewas ditanganku lebih baik berilah jalan hidup bagiku" Sambil berkata, senjata anehnya langsung bergerak menyingkap kain yang membungkus tubuh bayi itu kemudian memalangkan senjatanya ditengkuk sang orok. Dengan tersingkapnya kain pembungkus itu maka muncullah seraut wajah sang orok yang masih merah dengan sepasang matanya yang besar, agaknya orok itu baru berusia empat lima bulan diantara perputaran biji mata, tampak otot urat itu sangat menawan hati Disamping wajah orok itu lamat-lamat terlihat sebuah gagang pedang, dari ukir-ukirannya yang indah dapat diketahui bahwa pedang tersebut pastilah sebilah pedang antik yang sudah berusia ratusan tahun. Demikianlah, setelah menyingkap bungkusan itu nyonya muda itu memalangkan pedangnya diwajah si orok yang masih berwarna merah tersebut, ketika orok itu melihat sinar gemerlapan menyilaukan matanya, bayi itu menjejak- jejakkan kakinya sambil tertawa gembira. "Bagaimana?" Tantang nyonya itu sambil tertawa dingin. "kami diperkenankan pergi atau tidak?" Ik tianglo menjadi serba salah, wajahnya tampak jengah dan untuk sesaat tak tahu bagaimana harus menjawab. Ong It sin menjadi berkaok-kaok menyaksikan adegan tersebut, segera teriaknya. "Enso cepat singkirkan senjatamu, jangan sampai melukai bayi tersebut..." Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Akan tetapi, walaupun ia sudah berkaok-kaok sekeras kerasnya, tak seorangpun yang menggubrisnya . Nyonya muda itu berkata lebih lanjut. "Apabila ia tidak mengirim orang untuk mengikuti dibelakangku, tentu saja akupun akan memegang janji, dalam tiga bulan kemudian, apabila aku sudah tiba ditempat tujuan dengan selamat, pasti akan kuutus seseorang untuk menghantar becah itu pulang ke benteng Khek Po" Ik tianglo tertegun, sesaat kemudian katanya. "Lan... lantas bagaimana dengan pedang antik Husi ku kiam (Pedang antik dari kaisar Husi)..." Nyonya muda itu tertawa panjang. "Apa yang kuperbuat selama ini hanya bertujuan untuk mendapatkan pedang antik Husi ku kiam tersebut, apa gunanya kau singgung kembali senjata tersebut??" Ik tianglo menghela nafas panjang. "Aaai... hujin, kau harus bisa berbicara ada buktinya yang nyata..." "Kau jangan kuatir setelah menjadi putranya apakah kau anggap bukan putraku?" Kemudian setelah berhenti sejenak. sambungnya kembali. "cobalah pikirkan sendiri mungkinkah aku akan mencelakai putraku sendiri?" Ik tianglo termenung beberapa saat lamanya tanpa menjawab,jelas ia tak percaya apakah nyonya muda itu benar-benar tak akan mencelakai putranya. Ong It sin yang menyaksikan kejadian itu segera menunjukkan perasaan tak puas buru- buru katanya. "Tentu saja ia tak akan mencelakai putranya sendiri lotiang, manusia macam apa kah enso ini?" Tak seorang manusia yang memperhatikan ucapan Ong It sin itu, jangankan memperhatikan, menolehpun tidak. Lewat beberapa saat kemudian, Ik tianglo baru bertanya. "Siapakah yang hendak kau utus untuk menghantar becah itu kembali ke benteng?" Nyonya muda itu menunjuk kearah Ong It sin seraya berkata. "Dialah orangnya" "Aku?" Gumam Ong It sin dengan wajah tercengang. "Ksatria yang budiman, itu kan cuma urusan yang gampang dan enteng, aku percaya kau pasti akan menyanggupinya" Kata nyonya muda itu sambil tertawa. Ong It sin yang diumpak terus menerus menjadi senang, ia merasa tubuhnya seakan-akan melayang diudara, buru buru katanya. "Tentu saja, tentu saja aku pasti akan menghantar becah itu... sampai... sampai di benteng Khekpo, kalian tak usah kuatir" Ik tianglo lantas berpaling kearah Ong It sin sambil tanyanya. "Siapakah kau? Berasal dari perguruan mana?" "Aku bernama Ong It sin, tidak termasuk perguruan mana- mana tapi aku adalah seorang jago kelas satu didunia, aku mempunyai seorang sahabat karib, dia bernama si nenek, kalau kau bisa menunggu setengah harian lagi, siapa tahu dia akan tiba pula disini" Ketika Ik tianglo mendengar nama "si nenek" Tanpa terasa segera memperdengarkan seruan tertahan, diawasinya Ong It sin dari atas hingga kebawah, kemudian baru katanya. "Sobat, becah itu adalah satu-satunya putra pocu kami, apabila kau bisa menghantarnya sampai dibenteng Khekpo dengan selamat, sudah pasti ada hadiah besar untukmu. Nah, aku titip bocah itu padamu" "Apa lagi yang musti dikatakan? Setelah kusanggupi pekerjaan itu, sudah tentu akan kulaksanakan dengan sebaik baiknya" Ik tianglo tidak banyak bicara lagi, dia lantas memberi tanda kepada kedua orang laki laki itu untuk berlalu dari situ. Meskipun dua orang laki-laki itu menunjukkan sikap keberatan dan marah, akan tetapi mereka tak berani berbicara banyak. setelah melotot sekejap kearah nyonya muda itu mereka putar badan dan segera berlalu dari situ. "Tinggalkan kereta salju itu disini, aku membutuhkannya untuk melanjutkan perjalanan" Perintah nyonya muda itu. Ik tianglo tidak banyak bicara, setelah meninggalkan kereta salju itu, bersama dua orang laki laki anak buahnya dengan cepat berlalu dari sana. Dikala Ik tianglo bertiga sudah berada puluhan kaki jauhnya dari tempat semula nyonya muda itu baru naik ke atas kereta salju, kepada Ong It sin katanya sambil tertawa: 0ooo-d-wooo0 Jilid 7 "KSATRIA budiman, mari kemari, ikutilah diriku" "Aku..." Sebenarnya pemuda itu hendak berkata bahwa ia tak bisa ikut pergi karena harus berangkat ke lembah Ciong Cu kok, tapi begitu menyaksikan senyum manis dan genit dari nyonya muda itu, kata kata selanjutnya tak sanggup diutarakan lagi. Bukan saja ia terbungkam, bahkan tanpa disadari telah maju ke depan dan menuju ke tepi kereta salju. Tiba-tiba ia merasa tangan kirinya menjadi hangat ketika diperiksa ternyata tangan si nyonya yang putih bagaikan salju dan lembut itu sedang menggenggam tangannya. "cepatlah naik," Bisik nyonya itu manja. Sejak kecil sampai dewasa belum pernah Ong It sin bermesrahan dengan seorang gadis. Tapi kini, orang bersikap mesrah kepadanya adalah seorang nyonya muda yang Cantik jelita, hal ini membuat telinganya terasa mendengung keras bagaikan kena aliran listrik bertegangan tinggi, sekujur badannya bergetar keras, bergerak sedikitpun tidak. Nyonya muda itu tertawa terkekeh-kekeh, ditariknya Ong It sin sekuat tenaga hingga anak muda itu tertarik naik ke atas kereta salju. Kasihan Ong It sin yang jejaka ini, ia merasa sukmanya bagaikan sudah melayang meninggalkan raganya. "Ensoo... nyonya kecil... kau... ini... aai sepasang tanganmu sungguh indah sekali" Perkataanya terbata-bata dan tak karuan, setengah harian lamanya ia gelagapan sebelum akhirnya terlontar juga sepatah kata. Nyonya muda itu tertawa, ia menarik kembali tangannya sambil berkata. "Pegangan tali les itu, kedelapan ekor anjing gembala itu dapat menghela kereta salju ini melanjutkan perjalanan ke arah depan..." Ong It sin mengiakan diambilnya tali penghela lalu digetarkan keras-keras, delapan ekor anjing gembala itu menggonggong bersama dan menyerang ke depan. Kereta salju bergerak dengan cepatnya, bunga salju segera beterbangan kemana mana. Sambil menghardikan tali les, Ong It sin melarikan kereta salju itu secepat-cepatnya, ketika fajar hampir menyingsing mereka sudah menempuh perjalanan sejauh tujuh delapan puluh li. "Berhenti dulu..Berhenti dulu" Tiba-tiba nyonya itu berteriak keras. Ong It sin segera menarik tali lesnya dan kereta salju pun segera berhenti. Ketika ia berpaling, tampaknya nyonya muda itu dengan wajah memerah sedang berkata. "Kau... kau jangan memperhatikan aku, bocah ini sudah lapar" "Oooh... lapar? Biar kucarikan makanan untuknya" Kata Ong It sin dengan cepat. Mendengar perkataan itu, si nyonya muda itu tertawa cekikikan. "Hendak kau carikan makanan apa untuknya?" Ia bertanya. Seperti baru sadar, Ong It sin tertawa bodoh. "Oya, bocah itu minum susu, dan susunya sudah menggembul di tubuhmu... heeehhh... heeehhh... heeehhh... Nah, itu dia barangnya" Sambil berkata ditudingnya payudara nyonya muda itu seraya tertawa menyengir. Tapi dengan cepat teringat olehnya bahwa perbuatan semacam ini adalah perbuatan yang kurang sopan, tampangnya yang jelek kontan saja berubah menjadi merah padam bagaikan babi panggang tangannya yang masih menuding payudara si nyonya dipukul keras-keras, kemudian ia melengos dan menjauh dari sana. Walaupun berdiri ditengah salju yang amat dingin, Ong It sin merasa suhu badannya makin meninggi sehingga akhinya peluh sebesar kacang mengucur keluar tiada hentinya dan membasahi jidatnya Selang sesaat kemudian, nyonya muda itu baru berkata. "Ksatria Ong, ke marilah" Bagaikan mendapat perintah, buru-buru Ong It sin menghampirinya dengan munduk-munduk. "Ksatria Ong" Kata nyonya itu kemudian. "aku sangat berterima kasih kepadamu karena kau bersedia membantu diriku" "Sesungguhnya aku... aku tidak membantu apa-apa kepadamu" Kata Ong It sin tergagap "enso aku... sebenarnya aku adalah seorang jago nomer satu di dunia, tapi entah mengapa ternyata tenaga dalamku telah musnah dengan begitu saja" Nyonya muda itu tertawa lebar, tapi iapun tidak membongkar rahasia orang, katanya kemudian. "Kau jangan memanggil enso kepadaku, aku she Be bernama Siau-soh, panggil saja namaku Siau-soh" "Eeeh... eeh... salah, bukan... Siau-soh enso..." Melihat keadaan Ong It sin yang kocak dan ketolol- tololan itu, Be Siau-soh tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terkekeh- kekeh. Sambil tertawa ia serahkan orok itu ke tangan Ong It sin, menanti si anak muda itu sudah menerima bayi tersebut, dia mengambilpula pedang disampingnya sang orok dan meloloskannya . Ternyata pedang itu sudah tak bersarung lagi, bukan saja gagang pedangnya sudah kuno, pedang itupun sudah berkarat, lagipun panjangnya mencapai dua depa, jadi tidak diketahui apakah pedang itu dasarnya memang pendek ataukah sudah patah menjadi dua. Setelah meloloskan pedang itu dan menyembunyikan dalam sakunya, Be Siau-soh memandang bocah itu sekejap. wajahnya kelihatan seperti merasa berat hati untuk berpisah dengannya. Tapi tak lama kemudian, ia sudah mendongakkan kepalanya sambil berkata lagi. "Ksatria Ong, kau adalah seorang yang jujur dapatkah aku mempercayai dirimu?" "Tugas apapun yang hendak kau berikan kepadaku, pasti akan kukerjakan dengan sebaik-baiknya" Janji Ong It sin "Baik, kalau begitu aku akan serahkan bocah ini kepadamu" "Bocah ini... kau serahkan kepadaku" Bisik Ong It sin terperanjat. "tapi... tapi... aku tak bisa merawat bayi" "Tentu saja aku tidak suruh kau merawat bayi ini, didalam oto bayi itu terdapat emas dan perak, berangkatlah kesebelah barat sejauh belasan li maka akan kau temui sebuah kota kecil yang bernama Wa koan yan, tempat itu merupakan tempat paling ramai disekitar seratus li dari tempat ini, gunakanlah uang perak itu untuk membeli sebuah rumah, gajilah seorang mak inang dan rawatlah bayi ini selama tiga bulan, setelah itu tolong hantarlah bayi itu ke benteng Khekpo" Ong It sin mendengarkanperkataan itu dengan termangu, pikirnya kemudian. "Kalau cuma begitu sih gampang" Maka ia bertanya lagi. "Lantas dimanakah letaknya benteng Khekpo?" "Tempat itu terletak tujuh-delapan puluh li di sebelah utara tempat pertemuan kita tadi, meskipun kau belum melihat benteng itu sendiri, tapi aku percaya tentu ada orang yang munculkan diri untuk menanyai dirimu, serahkan bocah ini kepada pocu sendiri, kalau tidak aku kuatir ada orang akan mencelakainya" "Aku tahu, nona... nona Be, kau sendiri akan pergi ke mana?" Buru-buru Ong It sin bertanya. Be Siau-soh menghela napas panjang. "Aaai... Ksatria Ong, untuk sementara waktu aku tak dapat mengatakan hal ini padamu, aku cuma berharap masih bisa bertemu lagi dengan kau..." Tiba-tiba ia merentangkan tangannya lebar-lebar dan memeluk Ong It sin, kemudian sekali melesat tahu-tahu tubuhnya sudah melesat kearah depan sana. Meskipun pelukan itu cuma berlangsung dalam sekejap mata, namun cukup fatal bagi Ong It sin. untuk sesaat lamanya ia berdiri termangu seperti orang yang kehilangan ingatan, setengah jam kemudian kesadarannya baru berangsur-angsur pulih kembali. Menunggu pikiran si anak muda itu sudah sadar kembali bayangan tubuh Be Siau-soh sudah tak kelihatan lagi, tapi Ong It sin merasa seakan-akan masih mengendus bau harum yang menyebar keluar dari tubuh nyonya itu, malah bau harum tersebut seakan akan mengitar terus disekeliling tubuhnya. Kembali ia berdiri termangu-mangu beberapa waktu lamanya, kemudian sambil membopong sang bocah memegang kendali, ia jalankan kereta salju itu menuju kekota Wan koan-yu. Demikianlah, sambil melarikan kereta salju itu menuju kota Wan koan-yu, pikirannya terasa kosong dan hampa, seakan-akan setitik perasaan pun sudah tidak dimilikinya lagi. Padahal, sebagaimana telah diketahui Ong It sin adalah seorang pemuda yang tolol manusia macam itu sesungguhnya tidak mempunyai pikiran apa-apa, otomatis tak mungkin pula baginya timbul perasaan kosong atau hampa semacam itu. Tapi sekarang, memandang tumpukan salju yang menyelimuti permukaan bumi, ia tak bisa membayangkan bagaimanakah perasaannya pada waktu itu, ia merasa kemanapun pandangannya diarahkan, disanalah ia seakan- akan menyaksikan Be Siau-soh sedang tersenyum manis kepadanya. Senyuman itu serasa bikin jantung berdebar keras, membuat ia hampir saja lupa kalau dirinya masih harus berkunjung ke lembah Ciong Cu kok dibukit Toa soat san. Terlebih pelukan Be Siau soh sesaat meninggalkan dirinya, pelukan itu membuat Ong It sin bagaikan kehilangan sukma, ia merasa tubuhnya seperti lagi melayang diantara awan yang tebaL Beberapa kali kemudian, pemuda itu kembali berhenti, selimut yang membungkus tubuh si orok dibukanya. Memandang sang bayi yang berada dalam pelukan, terutama sepasang biji matanya yang besar dan jeli, senyuman manis yang menawan hati, lagi lagi ia merasa seolah olah Be Siau soh berada dihadapannya. Tak tahan lagi, diciumnya pipi si orok itu dengan penuh kasih sayang... Sesungguhnya mencium seorang bayi adalah hal yang lumrah, akan tetapi berhubung dalam hati Ong It sin telah timbul pikiran lain, maka dikala bibirnya menyentuh pipi orok tersebut hampir saja jantungnya serasa melompat keluar dari rongga dadanya. Pemuda itu tak berani melanjutkan niatnya lagi cepat cepat disentaknya tali kendali kereta salju pun melanjutkan kembali perjalanannya meluncur kedepan. Tak lama kemudian tampaklah beberapa buah cerobong asap besar memancarkan asap hitam depannya menyusul kemudian rumah penduduk mulai tampak satuper satu. Ong It sin tahu, tempat itu pastilah kota Wan koan yU yang dimaksudkan, tadi pikirannya masih tetap bimbang dan kosong ia tak tahu sampai kapankah bisa berjumpa lagi dengan Be Siau soh dia pun tak tahu apakah ia mempunyai harapan untuk hidup bersama dengan si ibu dari orok tersebut. Uang emas dan perak yang berada dalam selimut bayi memang cukup banyak jumlahnya, sebagaimana yang dikatakan pepatah, dengan uang banyak apapun yang diinginkan dapat tercapai. Meskipun Ong It sin hanya seorang laki laki bodoh tapi setibanya dalam kota dengan lancar ia telah membeli rumah dan menyewa seorang inang pengasuh. Tiga bulan lewat dengan cepatnya, ternyata ia berhasil merawat bocah itu lebih gemuk lebih putih dan semakin menawan hati. Tiga bulan kemudian, musim dingin sudah lewat dan musim semi pun menjelang tiba. Setelah lapisan salju mencair, udara terasa jauh lebih hangat dan nyaman. Selama tiga bulan belakangan ini, setiap hari Ong It sin selalu berharap ibu dari sang orok bisa datang ke kota Wan koan yu untuk menengok anaknya karena Be Siau soh tahu bahwa dia dengan membawa putranya berdiam disana. Tapi harapan Ong It sin tetap tinggal harapan tiga bulan sudah lewat namun bayangan dari Be Siau soh tak pernah terlihat sebaliknya bayi itu malah bersikap lebih merah dan rapat dengan sianak muda itu. Untuk melepaskan rasa kangennya Ong It sin lebih menyayang bocah itu, sebab baginya bertemu dengan si orok sama halnya dengan bertemu sendiri dengan Be Siau soh. Suatu hari, ketika saat menetapkan di kota Wa koan yau telah genap tiga bulan, dia menyewa sebuah kereta, membawa serta si mak inang dan mengusiri sendiri kereta itu berangkat meninggalkan kota tersebut. Setelah berada diluar kota Wa koan yau, pemuda itu baru teringat bahwa seharusnya ia pergi ke lembah Ciong cu kok, setelah tertunda selama tiga bulan, tentu si nenek telah duluan disana. Setelah si nenek tiba di lembah Ciong cu kok dan tidak menjumpai dirinya berada disitu, mungkinkah dia menjadi naik darah dan marah kepadanya...? Ong It sin melarikan kudanya siang malam terus menerus, dua hari kemudian ia sudah berada dua tiga ratus li jauhnya. Hari ketiga, ketika ia masih melanjutkan perjalanan, tiba tiba dari arah belakang berkumandang suara derap kaki kuda yang sangat ramai, ketika Ong It sin coba berpaling, tampaklah tiga ekor kuda jempolan sedang menyusulnya dengan kecepatan luar biasa. Kemungkinan besar ketiga ekor kuda itu muncul dari persimpangan jalan, bahkan kalau ditinjau dari gerakan mereka, tampaknya tujuan mereka adalah menyusul keretanya. Ong It sin mulai merasakan hatinya berdebar keras ia sadar bahwa sipencari gara gara telah datang. Tapi setelah teringat kembali olehnya bahwa dia adalah seorang jago silat kelas satu dalam dunia persilatan, rasa takut itu segera terusir lenyap. Pendekar Bego Karya Can di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Baru saja ia selesai melamun, ketiga ekor kuda itu bagaikan hembusan angin puyuh telah berada disampingnya, bahkan kemudian berhenti tepat di hadapan keretanya. Ketiga orang laki laki itu memperhatikan Ong It sin sekejap kemudian, setelah bertukar pandangan sekejap mereka bersama-sama melompat turun dari kudanya. "Apakah saudara adalah Ksatria Ong?" Sapanya hampir berbareng. "Aku tidak merasa kenal dengan mereka bertiga kenapa mereka bisa tahu kalau aku dari marga ong? Heran, sungguh mengherankan" Tapi dengan cepat pikirnya lebih jauh. "Aaai... Apa anehnya kejadian ini? Sekarang aku toh jago nomor satu dalam dunia persilatan, tentu saja orang persilatan kenal semua denganku apa anehnya jika ketiga orang ini pun tahu kalau aku dari marga ong?" Berpikir sampai disini, dengan wajah berseri segera berkata. "Benar, aku memang dari marga ong, ada urusan apakah kalian bertiga mencariku?" Setelah mengetahui bahwa orang yang ditemui adalah benar, sikap ketiga orang itu segera berubah menjadi lebih hormat dan sopan. "Kami adalah orang orang dari benteng Khekpo, sudah lama ditugaskan ditempat ini untuk menantikan kedatangan saudara, boleh kami tahu sekarang majikan cilik dari benteng Khekpo berada dimana?" "Majikan cilik kalian berada dalam kereta" Jawab Ong It sin dengan cepat. Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Maling Budiman Pedang Perak Karya Kho Ping Hoo Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo