Ceritasilat Novel Online

Si Bungkuk Pendekar Aneh 6


Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok Bagian 6


Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya dari Boe Beng Giok   "Lalu kemana perginja Sin Khong Toodjin itu, Toa-Hoosiang?"   "Dia pergi ke Hong-yang-hu untuk memperkembangkan lebih djauh agamanja", mendjawab Tju Gwan Hweeshio.   "Djedjak seorang Pertapa sebagai Sin Khong Toodjin benar2 patut mendapat sokongan setiap orang lahir dan bathin!"   "Tetapi mengapa Sin Khong Toodjin tak menghadiri djuga peresmian Gwatim-am sebagai hasil djerih-pajahnja jang diusahakan selama itu?"   "Seharusnja dia berbuat demikian, akan tetapi djiwa jang berlainan dengan kebanjakan kaum Pertapa, Sin Khong Toodjin tidak menghendaki penghargaan untuk djasa2nja! Hal itu menambah pudjaan setiap orang akan kemurnian pendiriannja!"   Tjio Han Hiong mengutjapkan terima kasih akan kebaikan Paderi-kepala jang memberikan keterangan banjak itu, kemudian ia mohon diri.   Pada pendapatnja, berdasar pendjelasan Tju Gwan Hweeshio, Sin Khong Toodjin dan Gwat Im Niekoh adalah kaum Pertapa jang berdjiwa besar, penganut2 Buddha jang patuh dan taat.   Oleh karena itu ia tak ada minat untuk berdiam lebih lama dikota Liok-an, karena kenjataannja tak menemukan apa jang ditjari.   Kemana akan ia melandjutkan penjelidikannja, ia tak tahu.   Tetapi ia telah berkeputusan, takkan kembali ke Thian-tay bila belum menemukan Tong Hong Hweehsio uutuk membalas dendamnja.   132 Keesokan harinja ia meninggalkan Liok-an dan menudju ke Lim-koan.   Didaerah ini ia telah berdiam 6 hari lamanja, tak ada mendengar berita sesuatu tentang Tong Hong Hweeshio.   Keesokan paginja ia berniat meninggalkan kota itu, atau tiba2 ia mendengar berita2 menggemparkan dari Liok-an.   Berita itu mengagetkan, bahwa pada malam pertama peresmian geredja-wanita Gwat-im-am.   di Liok-an telah terdjadi kehilangan seorang anak-gadis remadja dan malam ketiga peristiwa itu terulang pula.   Kehilangan 2 orang gadis dan 2 orang djedjaka itu tidak meninggalkan bekas2 dari terdjadinja peristiwa, tak tahu bagaimana atau kemana mereka menghilang.   Pada mulanja orang menduga, gadis dan pemuda jang hilang dimalam pertama tentunja berhubungan dengan urusan pertjintaan.   Tetapi orang banjak umumnja mengenal baik keadaan mereka sebagai orang2 terpeladjar dan tak ada terdjadi hubungan asmara.   Sampai pada tiga malam berikutnja kembali seorang anak-gadis dan seorang pemuda lenjap dari rumahnja, dengan tak pula diperoleh tanda2 terdjadinja kehilangan.   Satu2nja hal jang dapat dikemukakan jalah, pada malam2 timbulnja peristiwa aneh itu, kira2 lewat pukul 12, ada bertiup angin dingin disertai bau amat busuk, dan sajup2 terdengar bunji raung binatang harimau.   Maka alangkah terkedjutnja Tjio Han Hiong seketika.   Ia teringat akan peranan Tong Hong Hweeshio.   Peristiwa di Liok-an sama dan serupa seperti jang terdjadi di Thian-tay dahulu, maka timbullah persangkaannja mungkin Tong Hong Hweeshio kini berada di Liok-an mengulangi kedjahatannja.   Jang berbeda hanja sekarang bukan anak2-gadis melulu jang didjadikan kurban, tetapi pemuda djuga.   Apa maksudnja pentjulikan pada pemuda2 itu? Adakah sekarang Tong Hong Hweeshio tak hanja membuat sebuah pedang-maut, tetapi sepasang? Tak tenang hati Tjio Han Hiong untuk berdiam lebih lama di Lim-koan.   Ia harus segera kembali ke Liok-an dan bertindak.   Sekali ini ia mesti membasmi Tong Hong Hweeshio sampai di-akar2nja, untuk menjelamatkan nasib gadis2 serta pemuda2 disana.   Disaat itu djuga ia berangkat menudju ke Liok-an dengan menunggang kudanja.   Ia sampai dikala sendja, dan benar sadja, 133 suasana telah berubah banjak sekali.   Penduduk sama gelisah dan ketakutan.   Dan keterangan2 jang dihimpun menundjukkan, bahwa pada malam pertama peresmian geredja Goat-im-am dan malam ketiga berikutnja ada 2 orang gadis dan 2 pemuda hilang dari masing2 rumahnja.   Dalam hal ini alat2 negara telah dikerahkan untuk melakukan pendjagaan ditempat2 jang penting dan menangkap pendjahatnja.   Tetapi Tjio Han Hiong tahu, tindakan pemerintah takkan peroleh hasil.   Ia memulai penjelidikannja dengan tidak menjamar sebagai Too-pek-koayhiap.   Di-rumah2 korban jang kehilangan gadis2 ia dapatkan bekas tapak2 kaki matjan dan pada rumah2 pemudaa jang hilang, tak terdapat tanda apa2, tidak tapak kaki matjan ataupun tanda2 lainnja.   Pikiran Tjio Han Hiong sekarang ditudjukan pada Hong-lian-sie, karena ia menduga, mungkin didalam geredja itu pendjahat gundul Tong Hong memusatkan operasinja seperti dahulu.   Mungkin kini bekerdja-sama dengan Hweeshio2 di sana sekalipun kelihatannja Paderi2 di Hong-lian-sie baik2 semua.   Tetapi usaha Tjio Han Hiong hampa belaka, tak ada suatu tanda paling ketjil pun jang bisa disimpulkan adanja perbuatan djahat.   "Mesti ada pula lain pangkal jang dirahasiakan!"   Demikian terlintas pendapat Tjio Han Hiong.   Lantas ia memulai lagi pengusutannja.   Ia tidak mendjadi putus asa dan semangatnja tak kundjung padam dalam usaha menjelamatkan penduduk.   Namun selama 2 hari tetap ia tak memperoleh hasil jang diharapkan.   Sekarang tiba malam ketiga, dan menurut dugaannja, mungkin malam itu akan timbul lagi pentjulikan sebagai telah terdjadi di Thian-tay.   Maka ia harus mempergunakan siasat seperti dahulu pula, jaitu turun tangan disaat Harimau-iblis bekerdja.   Ketika malam sudah datang, ia sudah menjalin rupa sebagai Loo Too-pek.   Dilihatnja petugas2 negara membuat pengawasan dengan sangat radjin, dan regu2 jang dibentuk agaknja sangat kuat.   Tetapi Tjio Han Hiong sama sekali tidak mau menghubungi pemerintah dalam pekerdjaannja jang ia tahu takkan ada faedahnja.   Ia bekerdja sendiri.   Begitulah ia ber-djaga2, hingga kemudian lewat djam 12 tengah malam.   134 Benar sadja, tak lama kemudian angin bertiup dari djurusan Selatan, makin lama makin santer men-deru2 diiring bau anjir, diantar bunji raung harimau.   Malam jang tadinja sunji sekarang berubah menjeramkan, suasana diliputi bajang2 hantu menakutkan.   Dengan tidak membuang waktu lagi Tjio Han Hiong mentjari sebuah rumah jang tertinggi wuwungannja, kesana ia melompat untuk sambil mengumpat melepaskan pandangan matanja mengikuti arah datangnja angin.   Malam itu sungguh amat gelap, tetapi Tjio Han Hiong memiliki daja-lihat luar biasa tadjamnja.   Dalam djarak djauh, dari semak2 dipinggir kota samar2 ia tampak muntjul bajang2 tak njata, namun makin lama makin djelas, bahwa bajang2 itu adalah 2 sosok tubuh.   Jang satu benar2 seekor harimau berukuran besar, jang lain sesosok tubuh ketjil langsing, mungkin seorang perempuan.   Gerakan mereka sama2 tjepatnja, dengan sang matjan bergerak diatas 2 kaki belakangnja, madju makin dekat kekota.   Tjio Han Hiong segera melompat turun, djalan memutar, dan kini mengambil tempat dibelakang 2 sosok bajangan itu, dengan hati2 sekali ia mengikutinja kemana 2 sosok itu hendak menudju.   Kini terlihat lebih njata lagi, bahwa Matjan-iblis itu adalah Matjan-tutul, sementara kawannja adalah seorang perempuan berbadan sangat ketjil, tetapi djelas kegesitannja.   "Hm, sekarang pendjahat terkutuk itu tak bekerdja sendirian, melainkan berkawan seorang wanita!"   Menggerutu Tjio Han Hiong.   "Tentulah pendjahat-wanita ini jang mentjulik pemuda2. Entahlah pendjahat-wanita dari mana, dan sedang merentjanakan sendjata apa pula dengan kurban2 pemudanja!"   Tjio Han Hiong tak memperdulikan tiup angin jang men-deru2, dengan tjermatnja diikutinja djedjak kedua pendjahat itu, menudju kepinggir kota sebelah Barat, dimana padat dengan rumah2 penduduk.   Petugas2 jang mungkin tadinja ber-djaga2, pada saat itu tempat sudah bergeletakan lupa diri.   Sampai disuatu djalan lorong ketjil pendjahat-wanita itu memisahkan diri, melompat kesuatu wuwungan rumah dengan gerakannja jang ringan sekali menudju ke Utara, kemudian menghilang.   135 Tjio Han Hiong agak ragu2.   Ia ingin mengikuti djedjak pendjahat-wanita itu, tetapi sebaliknja ia chawatir Matjan-tutul nanti merenggut kurbannja.   Dalam waktu jang demikian mendesak tak mengidjinkan ia lambat mengambil ketetapan.   Oleh karena demikian ia segera berkeputusan menjelesaikan dahulu kedjahatan jang ada didepan mata.   Ia ingin tahu tjara bagaimana Matjan-tutul itu bekerdja, maka ia menjembunjikan diri disatu tempat gelap.   Dalam hatinja berpikir, sebagai seorang pendjahat, Tong Hong Hweeshio belum memiliki kemampuan sempurna, misalnja pendengaran tadjam.   Sebab di Thian-tay dahulu pendjahat gundul itu tak mengetahui orang menguntitnja, dan sekarangpun tidak lagi.   Hanja sendjata rahasianja Samsek-hwee sudah mentjapai kehebatan.   Namun tak urung sendjata-maut itu sudah pula dimusnahkan.   Si Matjan-tutul rupanja sudah menentukan rumah dimana ada tjalon kurbannja.   Setelah ditemukan sebuah djendela loteng, dengan pemuda jang berparas tjakap dari masing2 rumahnja.   Dan pada sekali melontjat ia telah melajang keatas, dan kedua kaki-belakang-nja menggantung pada kasau, kaki-depannja bekerdja Akan tetapi sekali ini Tjio Han Hiong tak mau bermurah hati seperti dahulu, ia harus menjelesaikannja seketika itu djuga.   Demikianlah dengan sebuah batu ketjil, Too-pek-koay-hiap menjambut tangan Harimau jang sedang hendak membuka daun djendela, hingga Matjan-palsu itu mendjadi kaget sekali.   Matjan-palsu itu insjaf ada orang jang merintangi pekerdjaannja.   Lalu dengan tjepat ia melajang turun, agaknja ia hendak mentjari tahu, dari mana dan siapa jang berlaku iseng tadi.   "Setelah diubrak-abrik di Thian tay setahun jang lalu, sekarang kau memindahkan pusat kedjahatannja di Liok-an, njatalah kau seorang keraskepala!", tiba2 ia dengar suara orang ber-kata2 kepadanja.   "Kau tak mendjadi kapok dengan rentjana durhakamu, maka sekaranglah kau harus menghadapi malam terachir dari hidupmu jang penuh lumuran darah dan dosa!"   Segera Too-pek-koay-hiap menampilkan diri, maka terperandjatlah Matjan136 tutul itu, hingga langkah kakinja ditarik mundur. Sama sekali ia tidak mengira disini kembali akan menghadapi musuh lamanja itu, si Bungkuk jang tangkas dan perkasa.   "Lagi2 kau, orang she Tjio jang merintanginja!"   Tegur Matjan-tutul, atau sebenarnja Tong Hong Hweeshio.   "Benar2 kau musuh besarku, padahal pekerdjaanku tak ada sangkut-pautnja dengan kau ataupun merugikan kepentinganmu! Mengapa kau selalu mengedjar2 aku?"   "Sebab seorang pendjahat sebagai kau tak perlu diberi hidup lebih lama lagi", djawab Tjio Han Hiong.   "Dahulu aku memberi kelonggaran padamu, karena aku pikir kau akan mendjadi kapok dengan perbuatanmu. Tetapi njatanja tidak! Kau meneruskan rentjana pedang-iblismu dan hendak mengurbankan pula djiwa gadis2 jang tak berdosa! Oleh karena itulah sekarang kau takkan diberi ampun lagi, dan hukuman itu tidak hanja terhadap kedjahatan'mu, djuga terhadap perbuatanmu memusnahkan gubukku di Siang-yang-kok. Pendjahat pengetjut, untuk membalas dendam kau tidak berani berhadapan muka dengan aku hanja membakar pondokku jang tak punja dosa apa2! Nah, sekaranglah pedangku akan mendjadi hakim!"   Kata2nja itu ia barengi dengan serangannja menusuk perut musuh dengan penuh kesengitan.   Dengan tak keburu melepaskan kulit-matjannja, Tong Hong Hweeshio melompat mengelakkan pedang jang datang menusuk seperti kilat, lalu ia mentjabut sendjata piannja dari balik kulit-matjan.   Dengan itu ia balas menjerang.   Begitulah kedua lawan itu berhantam dengan seru, sementara angin berhenti bertiup karena tak dapat dikuasai lagi chasiatnja.   Tong Hong Hweeshio, Si kepala-gundul ini sudah tahu kelihayannja musuhnja ini, iapun telah ketahui bahwa musuhnja sebenarnja adalah seorang muda tampan jang memiliki ilmu silat luar biasa.   Maka ia berkelahi dengan hati2 sekali, ia mainkan sendjatanja terlebih baik dari jang dahulu.   Tiap2 terdjangan musuh ia dapat sambuti se-baik2nja, ia mampu memberikan perlawanan tjukup sengit, hingga pertarungan itu berlangsung seru dan dahsjat.   137 Sekali ini Tjio Han Hiong tak ingin melepaskan musuhnja dengan masih bernjawa, karena ia insjaf selama Hweeshio djahat itu belum mati, maka kedjahatan akan terus meradjalela.   Maka ia menjerang dengan gempurangempuran hebat.   Tong Hong Hweeshio pun merasakan, djauh benar kesengitannja musuh dibanding dengan digua Goe-thauw-nia.   Djusteru ia tidak begitu leluasa dalam gerakannja karena kulit-matjan jang masih melekat dibadannja, hal mana membuat ia mendjadi sangat cbawatir, kalau2 bahaja akan segera mengachiri djiwanja.   Ia mentjoba menggerakkan seluruh kepandaiannja dengan melakukan perlawanan tak kurang serunja, hingga untuk beberapa lama ia masih dapat mempertahankan namanja sebagai Tjabang atas dari Sungai-hitam.   Demikianlah, mereka bergebrak dengan sama sengitnja, hingga berlangsung hampir satu djam lamanja.   Kedua belah pihak mempergunakan siasat2 jang mendjadi kebanggakan masing2.   Tetapi kenjataannja Tjio Han Hiong berada diatas angin.   Hal itu tidak mengherankan, karena disamping memang ia menang setingkat dalam ilmu gisiauw daripada lawannja, kulit-matjan jang berat sangat mengganggu gerakan musuhnja, hingga dalam babak2 selandjutnja kepala-gundul itu tampak ketiada-seimbangannja.   "Pertjuma sadja kau berusaha melawannja, pedangku takkan memberi kelonggaran pula!"   Mengedjek Tjio Han Hiong.   "Kau harus mati ditanganku malam ini. Oleh karena demikian, maka sebaiknja kau menjerah sadja, hingga kau tak mem-buang2 tenaga untuk tjuma2!"   "Tak mungkin Hek-liong-kang Kim Liong akan menjerah ditangan seorang jang tidak ternama sebagai kau!"   Djawab Tong Hong Hweeshio dengan gusarnja.   "Djanganlah kau memandang enteng sekali padaku!"   "Nah, perlihatkanlah seluruh kebisaanmu, Paderi terkutuk!"   Mengedjek pula Tjio Han Hiong.   Benar djuga, Tong Hong Hweeshio mengubah sama sekali gaja-tempurnja.   Tiada satu bagian jang lemah atau berlambat, semuanja dilakukan setjara tjepat dan gesit, baik serangan dengan pian ataupun serangan kaki dan 138 tangannja, tampak benar2 hebat.   Namun demikian, Tjio Han Hiong tak mendjadi gentar sedikit djuga.   Kemampuan berkelahinja masih tinggal utuh dan bersemangat ia sanggup menguasai sikepala-gundul.   Achirnja tenaga Tong Hong Hweeshio tampak mulai berkurang, dajatempurnja tak seulet lawannja jang masih muda dan perkasa.   Kelemahannja segera tampak dari gerak tindakan kakinja jang makin lambat, dan napasnja pun terdengar njata.   Di-saat2 itulah Tjio Han Hiong memperhebat serangan2nja.   Kemudian satu dupakan tak dapat dielakkan lagi, hingga Tong Hong Hweeshio djatuh terguling.   Musuhnja datang menubruk, tetapi ia masih sempat bangkit kembali, dan balas mengemplang dengan piannja.   Untunglah Tjio Han Hiong tjukup awas dan gesit, ditangkisnja kemplangajna musuh dan sebelum pian Tong Hong Hweeshio disusulkan kedua kali, ia sudah menusukkan pedangnja keperut musuh, hingga berteriaklah sikepalagundul dengan hebatnja, dan seketika djuga roboh ketanah.   Tjio Han Hiong dengan penuh kesengitan hendak membatjok pula badan Tong Hong Hweeshio, tetapi musuh itu ternjata sudah tak bergerak.   Mampus! "Hm, kuat benar pendjahat gundul ini! Djika dia tak memakai kulit-matjan, belum tentu malam ini dia dapat dibunuh!"   Kata Tjio Han Hiong puas.   Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tjio Han Hiong ingat pendjahat-wanita jang tentunja sedang hendak merenggut kurbannja, seorang pemuda, entah siapa dan dimana.   Untuk mentjegah hilangnja satu kurban, ia harus bertindak tjepat.   Lantas ia tjoba mentjari djedjaknja pendjahat-wanita jang belum dikenal itu? mentjari dari atas wuwungan rumah2, agar dapat melihat dimana ada gerakan jang mentjurigakan.   Akan tetapi sampai hampir pagi ia tak berhasil dengan usahanja.   Tidak ada suatu gerakan maupun bajangan dapat ditemukan.   Ia jakin, malam itu tentu ada pula seorang pemuda mendjadi kurbannja pendjahat-wanita itu.   Tjio Han Hiong mengambil keputusan untuk bertindak pula esok pagi.   139 Sekarang ia perlu mengurus majat Tong Hong Hweesio.   Beberapa petugas masih didalam lupa-diri akibat pengaruh obat-bius sipendjahat-gundul.   Ia lalu menjadarkan mereka dengan disiramnja dengan air dingin, dua orang dari mereka disuruh mengangkut bangkai Matjan-tutul kekantor kepaladaerah.   Dua orang petugas itu mendjadi terkedjut bukan kepalang.   Mereka tak mengerti mengapa disitu ada bangkai seekor matjan sebesar itu, dan seorang tua bungkuk tak dikenal menghunus pedang.   Too-pek-koay-hiap menerangkan, bahwa Matjan-tutul itu adalah jang telah melarikan dua orang gadis dari masing2 rumahnja, dan bahwa Matjan ganas itu sekarang mati dibawah pedangnja.   "Astaga, djadi binatang inilah pendjahatnja?"   Bertanja mereka tertjengang.   Dan ke-dua2nja bertambah kaget apabila mendengar, bahwa orang tua bungkuk itu jang telah membunuhnja.   Tetapi Loo Too-pek tak mau membuang waktu, dengan segera menjuruh dua petugas itu mengangkat bangkai matjan kekantor Tihu.   Sudah tentu orang banjak mendjadi keheranan mendengar peristiwa itu, dan mereka agaknja tidak pertjaja orang setua itu mempunjai kesanggupan membinasakan seekor matjan jang bukan main besarnja itu.   Tihu sendiri hampir tertawa mendengarnja.   Dengan hati mendongkol Tjio Han Hiong menerangkan, bahwa Matjan-tutul itu bukan matjan sewadjarnja, tetapi seorang manusia-djahat.   Iapun mentjeritakan djuga peristiwa digua Goethauw-nia di Thian-tay setahun jang lalu.   Maka orang bertambah mendjadi takdjub.   "Oh, djika demikian, Loo Enghiong ini sebenarnja Too-pek-koay-hiap?"   Bertanja Tihu menatap bentuk tubuh orang.   "Begitulah kalau orang mau menamakan aku si Bungkuk jang gelo!"   Djawab Tjio Han Hiong sambil menjusuti darah dipedangnja.   "Bagi penduduk Liok-an boleh dikata masih besar rezekinja, sebab baru dua gadis sadja jang mendjadi kurbannja. Tetapi masih ada pula seorang kawannja Tong Hong Hweeshio ini, pendjahat-perempuan, jang djuga telah menggondol dua 140 orang pemuda. Malam ini belum diketahui ada kurban pemuda lagi atau tidak, karena tadi aku tak sempat membuntuti pendjahat wanita itu. Aku akan segera mentjari padanja dan bila mungkin akan dibekuk hidup2. Sekarang tjobalah orang menanggalkan kulit matjan itu agar umum mengetahui matjamnja sigundul itu!"   Tatkala perintah itu dikerdjakan, njata orang mendjadi kaget, karena njatanja majat kepala-gundul itu adalah Sin Khong Toodjin! "Sin Khong Toodjin?"   Bertanja Tjio Han Hiong jang pun keheranan.   Tihu menjatakan, bahwa majat Hweeshio itu benar Sin Khong Toodjin jang melenjapkan diri pada saat peresmian geredja-wanita Goat-im-am.   Tjio Han Hiong mengatakan, dia bukan Sin Khong, tetapi Tong Hong.   Sekarang Too-pek-koay-hiap telah mengerti, bahwa Tong Hong Hweeshio telah mengubah nama pertapaannja mendjadi Sin Khong Toodjin, dan dengan siasat litjinnja berhasil menarik perhatian penduduk Liok-an sebagai Pendeta benar2 Pendeta sutji, hingga sangat dipertjajai dan didewakan.   Lantas Tjio Han Hiong pergi ketempat pondokkannja.   Otaknja bekerdja keras, kemudian ia berkesimpulan, bahwa bukan mustahil kedjahatan Tong Hong Hweeshio dipusatkan di Goat-im-am jang letaknja didaerah terpentjil dan tersembunji, satu hal jang sengadja diperbuat untuk melakukan rentjana pembuatan pedang-iblisnja.   "Dan apabila dia membuat pusat di Goat-im-am, tentunja Goat Im Niekoh pun bukan Paderi-wanita benar2!"   Ia berpikir lebih djauh.   "Sekalipun tak ada sesuatu kesan buruk pada wadjah atau gerak-geriknja, namun soalnja tak mungkin mendjadi keliru, bahwa dia seorang pendjahat-perempuan jang berselimut djubah-sutji dan bekerdja-sama dengan Tong Hong Hweeshio. Pendjahat-wanita semalam nistjaja Goat Im adanja. Dia mentjuliki pemuda2 untuk rentjana sama dengan Tong Hong, ataukah untuk melakukan kemesuman?"   Lalu diniat oleh Tjio Han Hiong untuk pagi-hari itu djuga ia pergi ke Goat-imam membuat penjelidikan.   Sudah ada satu rentjana pasti padanja.   Sekarang ia tak menjamar lagi sebagai Loo Too-pek, tetapi sebagai Tjio Han Hiong jang 141 lembut dan menarik.   Begitulah ia sampai didalam geredja jang masih baru dan indah dikaki bukit.   Ia tidak berani masuk kedalam klenteng-wanita, karena tak lajak, djadi tjukup diserambi depan sadja.   Dengan gajanja jang memikat hati ia me-lihat2 perhiasan dinding, beberapa lukisan2 aneka-warna, dan tulisan2 jang mengandung banjak arti indah2.   Ia berharap ada seorang Niekoh atau muridnja keluar dan menjapa, untuk mempersilahkan berduduk didalam.   Lama harapannja tak terkabulkan, kemudian ia berdjalan2 dengan tindakan2 kaki agak diberatkan disertai batuk2 djuga.   Betul sadja, tak seberapa lama kemudian terdengar langkah kaki lunak dari sebelah dalam, lalu muntjul Niekoh diambang pintu, seorang Paderi-wanita jang masih sangat muda lagi elok rupanja, dengan pakaian djubahnja berwarna kuning-muda mengandung kesutjian, dan seuntai tasbih ditangannja.   Loo Too-pek menoleh dengan tjepat dan............   bertumbuklah empat mata seketika djuga.   Rasa kaget membajang diwadjah Pendeta-wanita itu jang bukan lain Goat Im Niekoh adanja; dengan terkedjut, hingga ia diam menatap wadjahnja pemuda asing jang tjakap ganteng itu.   Djusteru Tjio Han Hiong dengan sengadja tidak memalingkan pandangan matanja.   "Astaga, tjakap nian pemuda tak dikenal ini, seumur hidupku baru pertama kali ini aku melihatnja!"   Demikian terpikir dalam hatinja Goat Im. Tjio Han Hiong lalu mendjura sambil madju beberapa langkah.   "Maafkan kelantjangan seorang pengembara mengindjak lantai geredja jang tak seharusnja kaum pria memasukinja, Suthay!"   Kata pemuda kita dengan gajanja jang di-buat2 dan nada suaranja jang menarik hati.   "Tadinja aku menanti2 ada seorang Niekoh keluar, untuk diminta perkenannja menikmati keindahan lukisan2 didinding jang demikian memikatnja, namun karena kesal menantinja, maka aku djadi lantjang............"   "Oh tidak!"   Demikian djawabnja Goat Im Niekoh, kakinja jang bersepatu ketjil melangkah keluar ambang pintu.   "Goat-im-am tak mengadakan larangan demikian keras, setiap kaum prija dapat hak mengindjak lantai geredja 142 bahkan bersudjud djuga pada Sinbeng2, asalkan dia seorang sopan dan tidak mengandung maksud2 bertentangan dengan hukum2 jang berlaku. Bahkan adakalanja seorang laki2 mendapat atau diberi hak istimewa bila diperlukan. Perkataan terachir itu rupanja dinantikan Tjio Han Hiong, maka tjepat2 ia bertanja:   "Hak istimewa apakah itu, Suthay?"   "Oh............ itu soal nanti!"   Djawab Goat Im tersenjum, hingga tambah menggiurkan.   "Eh............ aku tahu, Kongtju seorang sopan lagi terpeladjar. Rupanja datang dari lain daerah. Djika mataku belum kabur, sekiranja Kongtju peladjar jang gemar ilmu sastera, terutama sjair, bukankah?"   "Sekedar sadja aku tertarik kepada kesusasteraan dan sjair, Suthay, tetapi pengetahuanku tentang itu masih sangat terbatas!"   "Sudikah Kongtju memperkenalkan she dan namanja jang terhormat, dan dari mana asalnja?"   "Aku she Pek bernama Han Hiong, berasal dari Kang-souw".   "Terima kasih! Nama buddhaku disebut Goat Im! Nah, silahkan Pek Kongtju masuk untuk istirahat sebentar, Kongtju tentunja letih. Lebih disukai lagi bila Kongtju suka d juga bersembahjang!"   "Terima kasih, Suthay! Aku tidak berani memberabekan........."   "Tak ada larangan Kongtju bersudjud pada Sinbeng dalam Goat-im-am!"   "Dan itukah jang Suthay katakan hak-istimewa?"   "Bukan! Bukan itu! Masih ada lainnja! Nah marilah Kongtju masuk, dan Kongtju nanti mendapat pendjelasan!"   Tak membuang waktu lagi Tjio Han Hiong berdjalan masuk mengikuti Goat Im, jang membawanja kesebuah kamar, dimana dikatakan kamar-tamu chusus.   Dengan tjermat dan ramahnja tapi menondjol djuga gajamemikatnja, Paderi-wanita itu menjuguhkan air teh diatas medja.   Dan tak diundang pula Goat Im berduduk di-depan tamunja benar, lalu menjatakan, bahwa untuk pertama kali Goat-im-am mendapat kehormatan kundjungan seorana pemuda terpeladjar jang besar minatnja pada sjair2-geredja.   Lantas ia ngobrol djuga soal2 lain jang berhubungan dengan agama jang dipeluknja, 143 keindahannja, hukum2nja dan sebagainja.   Pandai benar ngobrolnja, makin lama makin memikat gaja-suara dan matanja jang indah, disertai senjum2 malahan.   Maka sadar sudah Tjio Han Hiong kepada orang matjam apa ia sedang berhadapan.   Benar Goat Im berwadjah indah dan sutji, dan bagi mata biasa akan menjangka dia seorang pendukung geredja jang benar2 kudus meskipun masih muda sekali umurnja, namun bagi mata seorang Kang-ouw, segala sifat jang ada pada Goat Im tak dapat membohongi kewadjarannja, ialah............   palsu! Maka mulai ia mendapat rabaan, bahwa disinilah ia akan menemukan apa jang ditjari, bahwa disinilah tempat kedjahatan jang sedang dilantjarkan dimana 3 orang pemuda telah hilang ditjulik.   Iapun sudah dapat memastikan, bahwa Goat Im adalah Pendeta-perempuan tjabul.   Akan tetapi, apabila Tjio Han Hiong melihat kedua lengan tangan Goat Im jang lurus dengan urat2nja jang tertampak njata, iapun mengetahui bahwa Goat Im sebenarnja seorang wanita dari kalangan persilatan djuga.   Hal itu membuat ia agak kaget, sebab diluar dugaan, ia menghadapi seorang ahli silat wanita.   Tetapi Too-pek-koay-hiap tak menghiraukan semua itu, sekalipun ia mengerti, bahwa sesuatu kekuatan tak selamanja berada pada tubuh jang kokoh kuat, namun ia tak gentar menghadapi musuh, lebih2 musuh wanita dan tak berkawan.   Ia harus madju terus, dan untuk dapat menggulungnja, maka rentjananja mesti diperdjuangkan sebaik mungkin.   Peranan menimbulkan nafsu Goat Im harus dibawakan setjara teratur.   Begitulah ia sengadja bergaja memikat, selalu menatap wadiah Niekoh itu ,kadang2 dilepaskannja kata2 jang bersifat kelemahan hingga menimbulkan nafsu sang Niekoh untuk menjampaikan maksudnja jang benar.   "Bolehkah aku mengadjukan pertanjaan sesuatu, Suthay?"   "Tiada hukum melarang orang bertanja sesuatu, Kongtju!"   Djawabnja Goat Im.   "Silahkan sebutkan!"   "Apakah nama jang benar Suthay dan asalnja?"   "Namaku asli Kie Poo Tju, asal Kang-say"   "Sedjak kapan Suthay mendjadi Niekoh?" 144 "Empat tahun jang lalu".   "Berapa umurmu sekarang?"   "Baru duapuluh dua!"   "Sebaja dengan aku!"   Masih muda! Mengapa Suthay memasuki bidang hidup kebiaraan jang sepi ini?"   "Karena panggilan bakat!"   Tjio Han Hiong mengatakan, bahwa ia sangat mengagumi djiwa seorang wanita, jang ichlas membuang masa mudanja dan hidup dalam biara. Selama bertjakap ia memperhatikan suasana disekitarnja. Kemudian ia mengalihkan pembitjaraannja, dengan pertanjaan:   "Agaknja didalam geredja tak ada Niekoh lainnja, Suthay?"   "Memang belum ada", sahut Goat Im.   "Belum dapat seseorang Niekoh untuk bantu memadjukan Goat-im-am. Tetapi bila nama geredja ini sudah meluas, diharapkan tak lama lagi ada peminat2 dari daerah lain untuk bersama mengembangkan agama Buddha dalam kalangan wanita di Liok-an".   "Djadi selama ini Suthay berada sendirian disini?"   "Ja".   "Tentunja Suthay lebih banjak mendapatkan sari kebiaraan asli daripada dengan ada teman lain, tidakkah demikian?"   "Bukan demikian. Aku memerlukan seorang teman atau lebih......."   Perkataan itu tak diteruskan, dan Tjio Han Hiong-pun tak menanjakan lebih landjut.   Kemudian ia minta perkenan untuk boleh me-lihat2 isi geredja lebih mendalam.   Ia mengira, Goat Im akan berkeberatan, tetapi sebaliknja dengan manis memberikan perkenannja, malah diantarnja djuga.   Pemandangan atau hiasan didalam geredja bagus2, dan Tjio Han Hiong dengan undjuk sikap terbaik selalu mengadjukan pertanjaan2.   Oleh sang Niekoh ini dilajani dengan sangat tjermatnja.   Dan sesuatu jang sangat terasa oleh Loo Too-pek adalah, selama mengawal, selain selalu diiring tertawa atau senjum, Goat Im tak djarang me-njentuh2 badannja.   Perbuatan itu terang disengadja, satu hal jang melanggar adat kebiaraan.   Tetapi djusteru Tjio Han Hiong sudah tahu, Niekoh sematjam Kie Poo Tju tentu tak berbuat lain daripada begitu.   145 Makin lama makin berani Kie Poo Tju, kegenitannja bertambah menondjol, bukan sadja me-njentuh2, malah sesekali tangan Tjio Han Hiong dipegangnja djuga untuk menundjuk sebuah gambar jang ditanjakan setjara meliat.   Namun segala kegenitan dibiarkan sadja berlangsung.   Achirnja Tjio Han Hiong minta diri untuk pulang kepondok.   "Buat apa pulang kepondok? Bermalam disini sadja, digeredja, tjukup kamar tidur. Dan segala keperluan akan disiapkan se-baik2-nja"   Kata Goat Im tidak malu2 lagi. Mula2 Tjio Han Hiong memperlihatkan keheranannja, sambil mengatakan bahwa tak lajak benar seorang laki2 menginap digeredjaperempuan, sedang mertamu sadja dan mengindjak disebelah dalam, sudah bertentangan dengan hukum.   "Ah, Kongtju ini agaknja masih panatik dengan adat kolot!"   Udjar Goat Im.   "Pendidikan sadja rupanja belum tjukup menjadarkan Kongtju akan kemadjuan masjarakat dan pergaulan. Kini sudah tak ada perbedaan lagi antara kedua djenis kelamin, baik dalam kalangan apapun Paderiwanita boleh bertinggal setempat dengan Hweeshio, sama halnja dengan aku selama berdiam di Hong-lian-sie itu. Begitu pula tak ada hukum melarang Kongtju berada di Goat-im-am maupun untuk bermalam, lebih2 azas kebiaraan adalah memberi bantuan kepada sesamanja, misalnja menumpang hidup sampai beberapa lamanja. Pokoknja ialah, asal tak melanggar susila dan adjaran2 agama. Alangkah senang hatiku, bila Kongtju mengerti uraianku !"   Itulah kesempatan Tjio Han Hiong tunggu2.   Dengan bersikap sebagai seorang jang tak menjadari hal sesuatu, ia menjatakan hendak bermalam djuga di Goat-im-am bila hal demikian tak disalahkan oleh hukum kegeredjaan.   Begitulah Goat Im tundjukkan sebuah kamar tidur untuk tamu mudanja.   Pada mendjelang petang, disebuah medja dalam ruang-makan sudah menanti hidangan sederhana, jaitu bubur dengan sajur-majur belaka.   Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Maklumlah, Kongtju, didalam geredja tak ada hidangan seperti dirumah makan umum, jaitu daging2!"   Udjar Goat Im jang kini sudah 146 berganti djubah berkembang.   "Tetapi ada djuga arak sekedarnja untuk penambah napsu makan!"   "Suthay suka djuga minum arak?"   Bertanja Tjio Han Hiong pura2 bodoh.   "Aku hanja suka dengan arak kelas satu, tapi djarang meminumnja!"   Djawab si Niekoh genit.   Dalam satu hal jang paling dapat dirasakan Tjio Han Hiong adalah djubah Goat Im berbau wangi, hingga Loo Too-pek djadi tertjengang djuga.   Namun ia djadi tambah mengerti akan djiwa si Niekoh jang sebenarnja.   Demikianlah ia makan bubur dan sajur sedikit demi sedikit, djuga minum arak jang disuguhinja.   Ia sebenarnja tidak dojan arak, namun untuk kepentingan tugasnja, ia memaksakan diri meminumnja djuga.   Sekali mengetjap sudah ia merasakan arak itu terlalu keras, dan ia jakin, 2 tjangkir sadja tjukup akan membikin ia lupa daratan.   Berbeda dengan Goat Im, 4 tjangkir belum apa2, pada tjangkir keenam baru kelihatan perubahan, agak sinting, namun belum lupa daratan.   Tjio Han Hiong harus mempergunakan siasat "mabuk".   Tetapi bagaimana? Setiap Goat Im mengadjak minum, mata Niekoh itu selalu menatap padanja tadjam2.   "Ah gampang!"   Pikir Too-pek koay-hiap. Saputangan dapat menolongnja. Begitulah setiap meneguk arak, saputangannja dibuat menutupi mulut, sambil pura2 berbatuk. pada hal arak beralih semua kesaputangannja. Dengan demikian ia "kuat"   Meneguk sampai 3 tjawan, dan sampai pada tjawan keempat, ia sudah mendjadi "sinting". Ia menolak untuk minum lagi.   "Kepalaku sudah berputar, Moay-moay............"   Katanja sengadja tak memanggil Suthay.   "Berat rasanja seperti ditimpah gunung.......... Aduh sakitnja............!"   "Baru empat tjangkir sudah tak berdaja! Ah sajang, tak ada orang menemani lagi aku minum............! "   Katanja jang mengandung kesintingan.   Mulutnja mengutjap demikian, padahal bukan kepalang senang hatinja.   Lalu ia berbangkit mendekati pemuda jang merebahkan kepalanja 147 diatas medja tak berdaja.   Wadjah menarik Tjio Han Hiong membangkitkan terlalu tjepat nafsunja si Niekoh jang lalu mentjiumnja seketika.   Loo Too-pek merasakan ketjupan jang penuh kesengitan, lalu ia mengangkat muka, mengulurkan tangan keleher orang se-olah2 hendak memeluk.   Tetapi bukan pelukan mesra, hanja satu tjekikan, hingga Goat Im Niekoh mendjadi terperandjat dan tjoba memberontak.   Ia hendak berteriak, namun snaranja tak dapat keluar.   Terdengar gelaktertawa Tjio Han Hiong.   "Sudah aku tahu dengan siapa aku berhadapan! Kaulah pendjahatwanita jang berselimut djubah-sutji, pengumbar nafsu! Dengan bekerdja-sama Sin Khong Toodjin jang merentjanakan pedang-iblis hingga mengurbankan djiwa gadis2 tak berdosa seperti terdjadi di Thian-tay, kau mentjulik pemuda2 tjantik untuk maksud kedjimu, untuk melampiaskan nafsu2 binatangmu! Kedjahatan2 jang sedemikian tak dapat dibiarkan meradjalela, oleh karena itulah mendjadi tugasku untuk memusnahkannja. Tetapi kau tahu, Sin Khong Toodjin adalah Tong Hong Hweeshio jang di Thian-tay diubrak-abrik oleh Too-pekkoay-hiap dan semalam telah aku bunuhnja! Sekarang giliranmu!"   Goat Im Niekoh tak berdaja.   Ia tak tahu harus berbuat bagaimana, tjekikan Tjio Han Hiong terlalu keras dan ia merasakan, betapa kuat tangan pemuda itu.   Ia tak mengira pemuda jang menjerupai satu Siutjay sebenarnja seorang ahli silat.   Tjio Han Hiong mengerti, bukan satu tindakan berharga seorang Kangouw membunuh musuh setjara begitu sadja, lebih2 musuh wanita.   Ia harus bertindak setjara djantan dan bidjaksana.   Demikianlah ia memberi kesempatan untuk Goat Im Niekoh melawan, maka dilepaskan tjekikannja.   "Seorang Kang-ouw malu berbuat pengetjut, oleh karena itu sekarang kau mendapat kesempatan untuk mempertundjukkan kemampuanmu!"   Ia berkata, sedikitpun tak gentar.   "Tetapi menurut aku, sebaiknja kau mengakui kesalahan dan dosa2mu, untuk kembali kedjalan jang benar. Mungkin aku dapat mengampuni djiwa-mu!"   Goat Im me raba2 lehernja jang bekas ditjekik, sakitnja bukan 148 kepalang.   Tetapi sekarang ia dapat bernapa2 lebih lega.   Ia insjaf telah berlaku bodoh masuk dalam paras tjakap dan menarik.   Mendengar disebut2nja nama Tong Hong Hweeshio dan peristiwa di Thian-tay, maka mengertilah ia, bahwa pemuda itu djadinja Too-pek-koay-hiap jang terkenal itu.   Dan sekarang ia tahu, Pek Han Hiong seorang djantan asli, seorang Kang-ouw jang berdjiwa tinggi.   Ia merasa sangat malu dan ketjewa, karena dipermainkan orang setjara mentah2.   Lantas timbul kegusarannja.   Penghinaan itu tak dapat ditelan begitu sadja, biarpun ia seharusnja berterima kasih karena kebidjaksanaan orang.   Sebagai seorang jang merasa dirinja sudah memiliki kedudukan baik dalam kalangan Kang-ouw, dan ilmu kepandaiannja pun tidak rendah, ia harus mempertahankan harga-dirinja dan membalas nistaan orang.   "Itu satu dosa besar bukankah?"   Ia bertanja, lagaknja sombong.   "Akan tetapi itu adalah urusanku sendiri. Aku tak ingin dan tak suka orang tjampur-tangan biarpun atas nama keadilan dan kemanusiaan dalam kalangan Kang-ouw. Dan aku sebagai seorang wanita bukan lemah, tak dapat menelan begitu sadja penghinaan-mu! "   "Aku menghargai keberanianmu, Poo Tju!"   Mendjawab Tjio Han Hiong.   "Tetapi apakah benar2 kau tak dapat dikembalikan pada duniamu jang semula, dunia jang bersih?"   "Aku tak butuh nasihatmu!"   Bentak Kie Poo Tju.   "Aku sudah tjukup dewasa!"   Dengan kata2 itu Goat Im tiba2 mengirim satu pukulan kemuka Tjio Han Hiong.   Serangan itu tak di-duga2, dan gerakannja terlalu tjepat.   Tetapi Toopek-koay-hiap bukan seorang jang mudah dapat dirubuhkan.   Sama tjepatnja ia mengetahui pukulan sebelum digerakkan, maka dengan tenang ia menjambut dengan kedua djari tangan menolak tangan haluskeras dari si Niekoh jang mendatang, tepat pada nadinja, hingga seketika djuga Kie Poo Tju mendjerit kesakitan, dan tangannja segera mendjadi lumpuh.   Pukulan itu tak terlalu keras, namun beratnja sangat terasa, membikin Goat Im jakin, musuh muda itu sudah digembleng sempurna.   Namun demikian ia tak mengakui kelemahannja, ia harus 149 menuntut balas.   "Tunggulah sebentar!"   Ia berkata, lalu lari kedalam dan menjambar sebuah pedang.   Dengan sendjata itu ia menjerang tanpa kata2 lagi.   Pedang menudju keulu-hati.   Akan tetapi Tjio Han Hiong sudah ber-siap2, maka begitu lekas udjung sendjata sampai, ia memiringkan sedikit badannja, hingga serangan itu lewat ketempat kosong.   Kini Tjio Han Hiong tahu, pendjahat-wanita gundul ini tak seberapa kemampuannja, djadi ia tak perlu berlaku keras.   Tatkala serangan Goat Im disusulkan pula dengan lebih sengit, Tjio Han Hiong sekali lagi mengelak, dan pedang itu membatjok kursi.   Djusteru dengan tjepat kursi itu ditendang Tjio Han Hiong, maka Goat Im tak kuasa menahan badannja jang terus menudju kemuka, hingga kesempatan itu dipergunakan Loo Too-pek menangkap pinggangnja jang tjeking lalu dikempitnja.   Sang Niekoh tjoba meronta tanpa hasil, malah kempitan makin keras hingga terasa benar sakit di pinggangnja, membikin ia sekarang men-djerit2.   Tjio Han Hiong telah berniat memberi ampun pada Paderi-tjabul jang terkutuk itu, maka dilepaskannja udjung angkin Goat Im untuk mengikat kedua tangannja, hingga tak berdaja.   Dengan air mata bertjutjuran Kie Poo Tju berkata:   "Ampuni aku, Hohan, aku menjesal dan bertobat!"   "Sudah terlambat!"   Djawab Tjio Han Hiong.   "Pengadilan negerilah jang akan mengadili kedosaanmu nanti! Sekarang dimana tiga pemuda jang kau tjulik itu dan kurban2 Tong Hong Hweeshio!"   "Tiga pemuda itu aku taruh dikamar samping kanan geredja,"   Sahut Goat Im.   "Dua pemuda jang pertama dikamar sebelah Barat, jang seorang disebelah Timur. Sementara dua gadis kurban Tong Hong Hweeshio sudah meninggal, majatnja dikamar paling Barat Goat-imam! "   Dengan tidak kuatir Niekoh itu akan dapat merat, Tjio Han Hiong mendatangi kamar2 jang diundjuk.   Ia menemukan dua pemuda jang hilang pada malam pertama, keadaannja lebih pajah dari pada jang hilang semalam, namun kedua-duanja, sebagai kurban nafsu binatang 150 Goat Im, masih ada harapan ditolong.   Sementara dua gadis kurban kebuasan Tong Hong Hweeshio, seperti halnja kurban2 di Thian-tay, ke-dua2nja sudah mendjadi majat , Tjio Han Hiong mengerti, Goat Im tidak melakukan pentjulikan anak2 muda untuk rentjana pembuatan sendjata-maut apapun sebagai dilakukan Tong Hong Hweeshio, tetapi melulu untuk memuaskan nafsu2 binatangnja sebagai wanita-tjabul.   Dalam penjelidikaunja, Too-pek-koay-hiap berhasil mendapatkan tempat pekerdjaan buas sikepala-gundul, jaitu sebuah ruangan agak besar dibelakang geredja, lengkap dengan alat2 seperti didjumpai digua Goe-thauw-nia dahulu.   Maka alat2 itu dihantjurkan seluruhnja.   "Hm, dengan kedok sutjinja Pendeta2-palsu laki2 dan perempuan itu sengadja membangun geredja dikaki bukit hanja untuk maksud2 terkutuknja!"   Dampratnja dengan hati sangat mendongkol.   "Penduduk ditipu dan diperas uangnja untuk pembangunan rumah-sutji, jang sebenarnja untuk maksud2 djahat. Dahulupun aku mendapat kesan tentu ada apa2 jang kurang beres dibalik djubah Goat Im, kenjataannja benar, dia bukan Niekoh sungguh2, tetapi Pendeta-wanita jang sangat berbahaja. Sedangkan Tong Hong dengan memakai nama lain menghilang pada saat peresmian geredja-perempuan, padahal ia bersembunji di Goat-im-am, dan memperalat Kie Poo Tju untuk menjiarkan berita, bahwa dia telah berlalu kedaerah lain urtuk memperkembangkan agamanja. Untunglah hari itu dia tidak melihat aku, hingga dia tak menduga ada maut mengintainja!"   Sekarang Tjio Han Hiong menemui Kie Poo Tju jang masih terikat, jang masih menangis minta diampuni djiwanja.   Tetapi pemuda jang keras hati itu tak menghiraukan, lalu dengan begitu sadja badan Niekoh-palsu itu dikempit dan dibawa lari bagaikan terbang kekantor Tihu.   Waktu itu sudah djauh malam.   Kantor pembesar-daerah sudah ditutup, tetapi sedjumlah pengawal-bersendjata tampak dalam tugasnja.   Mereka mendjadi sangat kaget melihat kedatangan seorang pemuda tak dikenal sambil mengempit seeorang wanita berdjubah dan terikat kedua tangannja, jang mereka kemudian kenali adalah Goat Im Niekoh.   151 "Aku mau mendjumpai Tihu!"   Berkata Tjio Han Hiong.   "Tak peduli, aku harus mendjumpainja malam ini djuga!"   BerSeorang pengawal mengatakan, Tihu masih tidur, kata pula pemuda kita.   "ada urusan sangat penting. Kau tidak lihatkah aku membawa Paderi-wanita dari Goat-im-am ini? Tolong beritahukan padanja!"   "Tetapi mengapakah Goat Im Suthay itu?"   "Djangan tanja, hajo lekas panggil madjikanmu!"   Pengawal tak berani ajal2an lagi melihat kemarahan orang.   Segera dibanguninja Tihu, jang lantas keluar mendapatkan Tjio Han Hiong.   Sudah tentu iapun mendjadi terkedjut melihat Goat Im Niekoh diringkus oleh seorang pemuda tak dikenal.   Dengan tak menunggu pertanjaan Tjio Han Hiong mentjeritakan sebab2nja Goat Im dibekuk.   Ia mengatakan, Goat Im adalah seorang Paderi-perempuan palsu, atau lebih betul pendjahat-wanita jang sangat berbahaja bagi keselamatan anak2 muda tjakap-lemah.   Djuga dituturkan adanja pemuda2 kurbannja jang sekarang ada di Goat-im-am, sedang 2 gadis kurban Tong Hong Hweeshio sudah meninggal.   "Aku harap segera dititahkan beberapa orang untuk mendjemput kurban2 pemuda jang keadaannja sangat mengchawatirkan untuk segera diberikan pertolongan", berkata Tjio Han Hiong lebih djauh.   "Majat kedua gadis supaja diserahkan pada keluarganja, sedang soal2 lain mendjadi tugas negara untuk mengurusnja, terutama Niekoh tjabul itu harus dihukum gantung!"   Tihu menjuruh orang memendjarakan Goat Im, dan ia berdjandji hendak segera bertindak.   Ia menjatakan keheranannja, bagaimana seorang Paderi-wanita jang tampaknja demikian sutji hingga penduduk sangat menaruh penghargaan, sebenarnja adalah seorang wanita terkutuk.   "Sedang peristiwa Sin Khong Toodjin sadja sudah sangat menakdjubkan, tidaklah diduga2 dia sebenarnja Tong Hong Hweeshio jang sangat menggemparkan itu. Sekarang ditambah muntjulnja Goat Im Niekoh jang perbuatannja mesum ini!"   Berkata Tihu itu.   "Untunglah dalam tempo singkat ada orang2 gagah jang dapat menghabiskan djiwa pendjahat-gundul itu dan membekuk hantu wanita penjebar malapetaka 152 ini. Dengan demikian penduduk Liok-an seumumnja berhutang budi sangat besar pada Too-pek koay-hiap dan Siao Hohan! Oh ja, sedjak pagi tadi si Bungkuk tak tampak lagi mata-hidungnja, entah kemana. Dia rupanja tidak mau menondjol2-kan djasanja, tidak mau orang menghargai perbuatannja. Benar2 djarang ditemui seorang seaneh dia!"   Tjio Han Hiong tersenjum.   Kini ia merasa tak punja persoalan lagi, dan segera pikirannja membajang wadjah Pek Giok Im jang telah ditinggalkan hampir satu tahun dan sedang mengandung.   Ia sudah amat rindu, maka serentak djuga ia minta diri.   Kepala daerah itu menahan untuk sementara waktu, untuk diperkenalkan pada rakjat sebagai seorang budiman penghindar malapetaka hingga kebahagiaan masjarakat dapat dipulihkan.   Akan tetapi Tjio Han Hiong hanja mengutjap terima kasih, sambil berkata, tiada perlunja orang mendewa2kan padanja.   Tihu bertanja gugup:   "Djika demikian, tiada djeleknja Siao Enghiong memperkenalkan nama padaku, untuk sekedar ditjatat didalam hati !"   "Tjatatlah namaku dengan empat huruf: Too pek-koay-hiap! djawab Tjio Han Hiong jang didalam kabut-pagi segera melenjapkan diri. Maka makin heranlah Tihu dan orang2 jang ada disitu, karena tak disangka2, pemuda-gagah itu adalah djuga si Bungkuk jang termashur. Dengan demikian mereka pun mengetahui dan mendjadi terang siapa Too-pek-koay-hiap jang sebenarnja, jalah seorang ahli silat muda jang gemar menjamar mendjadi Loo Too-pek, dan namanja jang benar adalah Tjio Han Hiong. Dengan demikian maka di Liok-an timbul rupa2 kegemparan dalam tempo singkat sekali, ialah peristiwa Sin Khong Toodjin dengan rentjana pembuatan pedang-hantunja, Goat Im Niekoh dengan nafsu asmaranja, dan pemuntjulan Tjio Han Hiong sebagai pahlawan Bungkuk Too-pek koay hiap! Sementara itu Tjio Han Hiong telah tiba di Thian-tay dengan sangat tjepat. Kegembiraan jang dibajangkan ternjata mendjadi 2 matjam kebahagiaan, ialah selain isteri dan keluarga dalam selamat, pun djuga sekarang sudah punja Bungkuk-ketjil, seorang anak laki2 berbadan 153 sehat, manis, tetapi kuat tangisnja. Bukan kepalang bangganja Tjio Han Hiong. Setelah mentjeritakan kesan merantaunja selama hampir setahun itu, kemudian bertanjalah ia pada isterinja:   "Bagaimana pada saat2 kau hendak melahirkan, Moay-moay?"   "Takut..........takut melulu aku merasakan, Koko!"   Sahut Pek Giok Im "Mengapa takut? Bukankah ibu selalu mendampingimu?"   Si Bungkuk Pendekar Aneh Karya Boe Beng Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ja, ada ibu selalu memang, tetapi tanpa Koko, terasa benar perbedaannja! Aku tak lebih tabah dengan hanja ditemani ibu!"   Tjio Han Hiong tersenjum. Ia merasa gembira akan pernjataan isterinja, jang menundjukkan besarnja tjintanja pada suami, karena seorang ibu tak lebih besar memberikan ketabahan pada saat2 mendjelang kelahiran seorang anak baji.   "Dan nama apakah sudah diberikan pada anak kita, Moay-moay?"   Bertanja pula Loo Too-pek.   "Belum"   Djawab isterinja "Mengapa belum? Bukankah Gak-hu pantas memberikan nama untuk tjutjunja?"   "Ajah tidak berani! Ajah tidak berhak!"   "Kalau begitu, baiklah aku beri nama Liok Tju!"   "Apa maksud maknanja?"   "Artinja Liok ialah kota Liok-an, dan Tju anak. Aku maksudkan, anak kita dilahirkan selagi aku berdjuang dikota itu, djadi aku maksudkan satu kenangan semasa aku tengah membasmi Hweeshio-hantu dan Niekoh-iblis!"   Pek Giok Im setudju. Selandjutnja mereka lewatkan hari2 dengan bahagia sehingga anaknja mendjadi besar dan diadjarkan ilmu silat untuk kelak melakukan perbuatan2 sebagai pendekar budiman, menjambung tjita2 ajahnja. TAMAT 154        Kilat Pedang Membela Cinta Karya Kho Ping Hoo Pek I Lihiap Karya Kho Ping Hoo Goda Remaja Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini