Nurseta Satria Karang Tirta 14
Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo Bagian 14
Orang ke tiga juga seorang warok muda berusia sekitar dua puluh delapan tahun, juga bertubuh tinggi besar dan dia menggunakan sabuk kolor merah yang besar dan kuat karena kolor itu merupakan senjata ampuhnya. Dia ini bernama Ki Wirobandrek, adik dari Wirobento.
Ketika Drohawisa yang terluka memberitahu sahabat dan juga gurunya, Ki Wirobento, warok ini menjadi marah akan tetapi juga terkejut bukan main mendengar bahwa yang melukai Drohawisa adalah Puspa Dewi! Wirobento dan Wirobandrek merasa jerih menghadapi Puspa Dewi sendiri, maka mereka lalu melapor dan minta bantuan Warok Surogeni.
Ki Warok Surogeni tentu saja sudah mendengar nama Puspa Dewi sebagai seorang yang dimusuhi Kadipaten Wengker. Akan tetapi dia belum pernah bertemu dan belum tahu akan kesaktian gadis itu. Biarpun dia mendengar bahwa Puspa Dewi seorang gadis yang sakti mandraguna, namun dia memandang remeh. Sampai di mana sih kehebatan seorang gadis muda? Juga dia mendengar bahwa Puspa Dewi cantik jelita seperti bidadari kahyangan! Maka dia lalu cepat mengajak Wirobento dan Wirobandrek untuk mengikuti Drohawisa sebagai penunjuk jalan, pergi mencari Puspa Dewi di rumah Garino.
Demikianlah, pagi itu mereka bertiga yang mengikuti Drohawisa sebagai penunjuk jalan telah memasuki pekarangan dan tiga orang itu sudah berlompatan turun dari atas kuda dan Drohawisa segera berseru.
"Itulah ia Puspa Dewi!"
Puspa Dewi menghadapi tiga orang itu dengan sikap tenang. Kalau mungkin, ia tidak ingin membuat keributan dan bertanding dengan orang-orang Wengker karena kedatangannya adalah untuk mencari Niken Harni. Ia tidak mempunyai urusan dengan tiga orang ini.
"Benar, aku adalah Puspa Dewi. Andika siapakah dan ada keperluan apa mencari aku di sini?"
Ki Surogeni memandang kagum dan tangan kirinya meraba kumisnya yang tebal.
"Heh, Puspa Dewi. Tentu Andika ini Sekar Kedaton Wura-wuri yang dikabarkan berkhianat itu! Ketahuilah, aku adalah Ki Surogeni, Ayah kandung Dewi Mayangsari, permaisuri Wengker. Dua orang ini pembantuku Wirobento dan Wirobandrek. Kami mendengar bahwa Andika telah melukai anak buah kami Drohawisa, karena itu kami datang menemuimu!"
"Ah, kiranya Andika adalah Ki Surogeni, Ayah dari Dewi Mayangsari! Aku memang memberi hajaran kepada Drohawisa karena dia mengganggu seorang wanita. Aku tidak percaya bahwa sebagai Ayah permaisuri Wengker Andika akan membela seorang penjahat yang menjadi perusak pagar ayu, Ki Surogeni!"
Ki Surogeni menggulung ujung kumisnya dengan ibu jari dan telunjuk kirinya sambil mengerling ke arah Drohawisa yang masih duduk di atas kudanya dengan wajah pucat mendengar ucapan Puspa Dewi tadi.
"Hemrn, kami akan melakukan tlndakan kepada anak buah kami kalau dia bersalah, Puspa Dewi. Akan tetapi, engkau telah melanggar wilayah kami, memasuki daerah Wengker tanpa ijin."
(Lanjut ke Jilid 16)
Nurseta Satria Karang Tirta (seri ke 02 - Serial Keris Pusaka Sang Megatantra)
Karya": Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 16
"Ki Surogeni, aku memasuki daerah Wengker bukan dengan niat bermusuhan. Aku ke sini untuk mencari Adikku yang bernama Niken Harni. Kebetulan sekali Andika datang. Andika tentu mengetahui di mana adanya Adikku Niken Harni, maka katakanlah kepadaku, di mana ia?"
Tentu saja Ki Surogeni telah mendengar bahwa Niken Harni menjadi tamu di Istana Kadipaten Wengker, walaupun dia tidak tahu bahwa gadis itu kini telah dibawa pergi Nini Bumigarbo.
"Hemm, kiranya Andika mencari Niken Harni? Gadis itu kini menjadi tamu Istana Kadipaten. Akan tetapi karena Andika memasuki wilayah kami tanpa ijin, bahkan begitu dating membuat ribut dalam perkara orang Wengker yang sebenarnya Andika tidak mempunyai hak untuk mencampuri, maka menyerahlah Andika untuk kami tangkap dan kami hadapkan kepada Sang Adipati Wengkerl"
"Hemm, aku telah sejak kecil mengenal Linggajaya yang kini menjadi Adipati Wengker. Aku mau kalian antar menghadap dia, akan tetapi sebagai tamu yang hendak mencari Adikku, bukan sebagai tawanan!"
"Puspa Dewi! Andika memandang rendah kepadaku! Aku tidak ingin mempergunakan kekerasan, maka menyerahlah untuk menjadi tangkapanku dan kuhadapkan Sang Adipati."
"Ki Surogeni, sekali lagi kutegaskan. Aku tidak mencari permusuhan, akan tetapi aku juga tidak mau diperhina dan dijadikan tawanan. Baik secara halus maupun kasar, aku tidak mau dijadikan tawanan. Aku akan menghadap Sang Adipati sebagai seorang tamu! Terserah kalau Andika hendak menggunakan cara halus maupun kasar!"
"Andika menantang? Wirobento dan Wirobandrek, kalian tangkap gadis sombong ini!"
Andaikata mereka berdua tidak disertai Warok Surogeni, Wirobento dan Wirobandrek tidak akan berani menyerang Puspa Dewi karena mereka sudah mendengar akan kesaktian gadis itu yang kabarnya memiliki ketangguhan yang setingkat dengan Adipati Linggawijaya sendiri. Akan tetapi karena ada Warok Surogeni di situ, mereka menjadi berani dan mendengar atasan mereka mengeluarkan perintah itu, mereka berdua dengan sikap gagah lalu menerjang maju, menyerang Puspa Dewi dari kanan kiri.
Puspa Dewi tidak ingin memberi hati. begitu dua orang itu menyerangnya dari kanan kiri, ia sudah mendahului gerakan mereka. Tubuhnya melesat ke depan menyambut kedua orang itu dengan tendangan beruntun ke kanan kiri dengan kedua kakinya.
"Wuut... suuuttt... desss! Desss!"
Dua orang jagoan Wengker itu terlempar dan jatuh berguling-guling terkena sambaran kedua kaki Puspa Dewi yang cepat dan mengandung kekuatan dahsyat itu. Mereka terbanting dan merasa pening, juga dada mereka sesak karena tendangan tadi mengenai dada mereka. Puspa Dewi menendang sambil melompat tinggi, kedua kakinya menendang ke kanan kiri dan gerakan ini cepat bukan main sehingga tidak dapat diikuti dengan pandang mata.
Melihat ini, Ki Surogeni menjadi terkejut juga. Dia tahu bahwa memang tingkat kepandaian dua orang anak buahnya itu belum berapa tinggi, akan tetapi kalau dibandingkan dengan para perajurit biasa, mereka berdua itu sudah termasuk jagoan yang cukup digdaya dan tangguh. Masa, dalam segebrakan saja mereka berdua sudah dapat dirobohkan oleh gadis itu, hal ini membuktikan bahwa gadis itu memang memiliki kesaktian yang luar biasa. Bagaimanapun juga, dia masih memandang rendah. Gadis itu tampak sakti sekali karena dua orang anak buahnya itu yang lemah dan bodoh. Maka dia lalu melangkah maju menghampiri Puspa Dewi dan tersenyum, masih memandang rendah.
"Puspa Dewi, jangan mengira bahwa karena sudah mampu mengalahkan Wirobento dan Wirobandrek, engkau akan dapat merajalela di Kadipaten Wengker. Hanya karena merasa malu melawan seorang gadis muda, maka aku tadi menyuruh dua orang anak buahku itu maju melawanmu. Nah, sekarang aku sendiri maju dan Ingin aku melihat sampai di mana tingginya kesaktianmu."
"Ki Surogeni, sekali lagi aku tegaskan bahwa sungguh aku tidak bermaksud mencari permusuhan di Wengker. Aku hanya ingin mencari Adikku Niken Harni. Marilah, kalau Andika hendak mengajak aku pergi menghadap Adipati Linggawijaya, karena memang aku Ingin bertemu dengan dia untuk mencari Adikku. Akan tetapi aku hanya mau pergi sebagai seorang tamu, bukan sebagai seorang tawanan."
"Hemm, Puspa Dewi. Sudah lama aku mendengar bahwa Andika seorang gadis yang digdaya dan angkuh. Keangkuhanmu sudah kulihat sekarang, akan tetapi kesaktianmu belum. Sekarang mari kita bertanding mengukur keampuhan aji masing-masing. Kalau Andika mampu mengalahkan aku, barulah aku akan mengiringimu sebagai seorang tamu Kadipaten Wengker. Sebaliknya kalau Andika kalah, Andika akan menjadi tawananku."
Puspa Dewi mengerutkan alisnya. Bagaimanapun juga, seandainya Niken Harni benar-benar berada di Kadipaten Wengker, tentu ia harus siap menghadapi tantangan kekerasan dari Adipati Linggawijaya. Mereka tentu tidak akan mudah begitu saja melepaskan Niken Harni. Maka, tantangan ayah dari Permaisuri Wengker ini harus diterimanya untuk memperlihatkan mereka bahwa ia bersungguh-sungguh ingin membebaskan adik kandungnya itu, dan bahwa ia siap menentang dengan kekerasan kalau Kadipaten Wengker menolak untuk menyerahkan Niken Harni kepadanya. Keterangan Ki Surogeni bahwa adiknya itu menjadi tamu di Wengker, membuat ia curiga dan khawatir. Niken Harni memasuki Wengker untuk menyelamatkan Nyi Lasmi yang diculik anak buah Ki Suramenggala yang kini kabarnya telah diangkat menjadi seorang Tumenggung di Wengker. Maka, kiranya tidak mungkin kalau Niken Harni diterima sebagal tamu dan diperlakukan dengan baik. Apalagi mengingat bahwa watak Niken Harni amat berani dan galak. Besar kemungkinan adiknya itu menjadi tawanan. Maka ia harus siap melawan dan kalau memang benar kekhawatirannya bahwa Niken Harni tertawan, ia akan menggunakan kekerasan untuk membebaskannya.
Ia tahu bahwa ia berada di guha harimau, berada di Kerajaan Wengker di mana terdapat banyak orang sakti mandraguna dan terdapat banyak sekali Pasukan. Tak mungkin ia seorang diri akan mampu melawan mereka semua. Namun, demi keselamatan Niken Harni, ia siap menghadapi bahaya bagi dirinya sendiri.
"Baik, tantanganmu kuterima, Ki Surogeni! Aku percaya bahwa ayah seorang permaisuri tidak akan bertindak curang dan melanggar janji. Kalau aku dapat mengalahkan Andika, aku akan berkunjung ke istana Kerajaan Wengker sebagai seorang tamu dan Andika mengantarku."
Diam-diam warok besar itu merasa kagum juga. Gadis ini sungguh memiliki keberanian luar biasa. Seorang diri berani memasuki daerah yang mungkin memusuhinya! Jarang ada orang, bahkan seorang senopati sekalipun mungkin tidak ada, yang berani begitu nekat memasuki daerah lawan seorarig diri saja, menghadapi kemungkinan dikeroyok puluhan ribu orang pasukan Sudah lama dia yang berusia lima puluh tahun hidup menduda. Kalau saja dia dapat memiliki gadis seperti Ini menjadi isterinya, wah, alangkah senangnya! Harta dan kedudukan dia sudah tidak butuh lagi karena dia tidak kekurangan harta benda, dan dia adalah ayah mertua Sang Adipati Wengker, berarti kedudukannya sudah tinggi dan dihormati seluruh orang Wengker. Akan tetapi sisihan atau teman hidup yang akan memuaskan hatinya dia belum punya.
Dia dapat setiap saat bersenang-senang dengan wanita yang dipilihnya, namun belum pernah ada seorang wanita secantik Puspa Dewi. Isterinya dulu, ibu kandung Dewi Mayangsari, juga seorang wanita cantik, akan tetapi isterinya itu telah meninggal dunia karena sakit. Tentu saja dia tidak sungguh-sungguh ketika berjanji bahwa dia akan menghadapkan gadis ini sebagai tawanan ke Kadipaten Wengker. Baru saja dia mendengar bahwa Niken Harni menjadi tamu kadipaten itu
dan pada saat ini, baik Sang Adipati Linggawijaya maupun Dewi Mayangsari, tidak berada di istana mereka. Adipati LinggaVijaya pergi ke Parang Siluman dan Kerajaan Siluman Laut Kidul untuk mengajak kedua kadipaten itu untuk bekerja sama meruntuhkan Kahuripan. Adapun Dewi Mayangsari juga pergi ke Kerajaan Wura-wuri dengan maksud yang sama.
Empat kerajaan kecil itu hendak mengadakan persekutuan lagi untuk mengulang usaha mereka yang dulu gagal, yaitu membunuh Sang Prabu Erlangga dan Kl Patih Narotama, menghancurkan Kerajaan Kahuripan yang menjadi musuh bebuyutan mereka.
"Puspa Dewi, sebaliknya Andika tentu tidak akan mengingkari janji bahwa kalau Andika kalah, Andika menjadi tawanan dan akan kubawa ke kadipaten."
"Baik, aku telah siap, Ki Surogeni!"
Kata Puspa Dewi dan gadis ini berdiri tenang dan santai di depan calon lawannya, dalam jarak sekitar tiga tombak.
"Puspa Dewi, sambut ini !"
Warok Ki Surogeni mengangkat kedua tangannya yang membentuk cakar harimau, seluruh tubuhnya tergetar dan bergoyang-goyang, mulutnya meringis dan bibir atasnya bergerak-gerak, lalu terdengar gerengan yang amat dahsyat dan menggetarkan. Tiga ekor kuda tunggangan mereka meringkik ketakutan, mengangkat kaki depan ke atas lalu melarikan diri keluar dari pekarangan.
Bahkan kuda yang ditunggangi Drohawisa juga meringkik ketakutan. Sia-sia saja tangan kiri Drohawisa berusaha menenangkan kuda dengan menarik kendali. Bahkan kuda itu ikut melompat-lompat melarikan diri sehingga tubuh Drohawisa yang masih lemah itu terlempar dari punggung kuda dan terbanting jatuh ke atas tanah! Itulah Aji Sanghara Macan, yaitu serangan melalui suara yang amat kuat dan mengandung getaran bergelombang yang dapat melumpuhkan lawan, seperti auman harimau yang dapat melumpuhkan korban yang menjadi calon mangsanya.
Akan tetapi getaran suara yang dahsyat Itu seolah tidak terasa oleh Puspa Dewi, padahal la yang dlserang secara langsung. Serangan Itu bagaikan gelombang samudera yang menghantam batu karang, setelah gelombang itu lewat, batu karang masih berdiri tegak. Atau seperti angin badai menerjang bukit karang. Angin lewat, bukit karang tetap tak terpengaruh. Melihat serangannya dengan Aji Sanghara Macan itu sama sekali tidak mempengaruhi lawan, Ki Surogeni merasa penasaran. Kini dia melompat ke depan dan berseru nyaring,
"Sambut seranganku!"
Dia sudah menerjang dengan tamparan telapak tangan kirinya, disusul pukulan ke arah perut. Tamparan tangan kiri itu menyambar ke arah kepala Puspa Dewi. Gadis ini dengan tenang namun lincah sekali mengelak sehingga dua pukulan lawan itu luput. Puspa Dewi membalas dengan dua kali tendangan, namun Ki Surogeni juga dapat menangkis dua tendangan ini lalu menyerang lagi semakin ganas. Terjadilah pertandingan yang seru. Akan tetapi. Puspa Dewi yang pernah menerima gemblengan Sang Bhagawan Satyadharma, kini memiliki tingkat kepandaian yang tinggi. Kalau ia menghendaki, ia akan mampu mengalahkan KI Surogeni dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu dengan menggunakan aji yang paling ampuh. Namun, ia tidak ingin membunuh orang, apalagi lawannya ini adalah ayah Dewi Mayangsari permaisuri Wengker. Maka, Puspa Dewi membatasi tenaganya sehingga pertandingan itu berlangsung seru.
Akan tetapi diam-diam Ki Surogeni terkejut bukan main dan mulai merasa gentar. Semua serangannya tidak mampu menyentuh ujung baju gadis itu dan setiap serangan gadis itu tak dapat dia elakkan dan terpaksa dia tangkis. Akan tetapi setiap kali lengannya beradu dengan tangan gadis itu ketika dia menangkis, dia merasa lengannya tergetar hebat yang menjalar ke seluruh tubuhnya!
Sebenarnya, Ki Surogeni kini maklum bahwa nama besar Puspa Dewi sebagai seorang gadis yang sakti mandraguna, bukan nama kosong belaka. Akan tetapi untuk mengaku bahwa dia kalah atau takut, dia merasa malu. Dia adalah seorang jagoan warok yang terkenal di Wengker. Masa dia harus mengaku kalah terhadap seorang gadis muda belia ini? Karena merasa bahwa dalam adu ilmu silat dia akhirnya tentu kalah karena selain kalah kuat tenaga saktinya, juga gerakannya kalah cepat dan lincah, maka tiba-tiba Ki Surogeni melompat ke belakang dan menggunakan aji pukulan mautnya.
"Aji Bala Latul!"
Ketika kedua tangannya yang terbuka itu mendorong ke arah Puspa Dewi, ada uap panas sekali menyambar ke arah Puspa Dewi.
Melihat aji pukulan yang ampuh ini, Puspa Dewi menyambut dengan dorongan kedua tangannya pula, akan tetapi ia membatasi tenaganya karena maklum bahwa kalau terlalu kuat ia menyambut pukulan maut Ki Surogeni itu dapat membalik dan mungkin membunuhnya.
"Wuuuuttt.... byarrr....!!"
Tubuh Kl Surogeni terdorong ke belakang sampai dia terhuyung-huyung. Pukulannya memballk dan dia merasa dadanya panas dan sesak, wajahnya pucat dan setelah dapat berdiri tegak dia memejamkan mata dan menarik napas panjang-panjang untuk melindungi dadanya. Kemudian dia membuka matanya memandang kepada Puspa Dewi yang masih berdiri santai dan tersenyum kepadanya.
"Bagaimana, Ki Surogeni? Apakah Andika sekarang mau mengantar aku sebagai tamu yang berkunjung ke Kadipaten Wengker?"
TENTU saja Ki Surogeni tidak dapat menolak dan mengingkari janji. Pula, ini merupakan kesempatan baik baginya untuk membalas kekalahannya. Puterinya, Dewi Mayangsari, sedang tidak berada di istana. Demikian pula Adipati Linggawijaya, mantunya. Akan tetapi di sana terdapat para senopati yang memiliki kepandaian tinggi, terutama sekali Resi Bajrasakti, guru dari Adipati Linggawijaya. Kalau sudah berada di kadipaten dan berhadapan dengan Resi Bajrasakti, maka Sang Resi tentu akan dapat bertindak dan membereskan gadis yang berbahaya ini!
"Andika memang sakti mandraguna dan pantas menjadi tamu Istana Wengker, Puspa Dewi. Mari, kuantar Andika ke sana."
Ki Surogeni memberikan kuda yang tadi ditunggangi Drohawisa kepada Puspa Dewi, lalu bersama Wirobento dan Wirobandrek dia mengantar Puspa Dewi menuju ke Kadipaten Wengker. Drohawisa yang ditinggalkan menyumpah-nyumpah, akan tetapi setelah tiga orang atasan itu pergi jauh. Terpaksa dia terpincang-pincang berjalan kaki sambil menahan rasa nyeri pada tangan kanan dan kaki kirinya yang buntung.
Dengan sikap tenang dan angkuh, Puspa Dewi tampak gagah ketika ia memasuki istana Kadipaten Wengker bersama Kl Surogeni. Tentu saja sebelum Puspa Dewi diajak memasuki istana Wengker, lebih dulu Wirobento dan Wirobandrek cepat melaporkan tentang kedatangan Puspa Dewi itu kepada Resi Bajrasakti dan Ki Tumenggung Suramenggala.
Para perajurit pengawal yang berjaga di Istana itu berdiri tegak dalam keadaan siap. Akan tetapi mata mereka memandang penuh kagum dan gentar terhadap gadis cantik jelita yang melangkah tenang di samping Ki Surogeni, memasuki ruangan tamu di sebelah pendapa istana Kadipaten Wengker. Banyaknya perajurlt pengawal yang berada di sekitar istana, memenuhi halaman istana yang luas dan berjaga di sepanjang lorong sampai ke pendapa, sama sekali tidak membuat Puspa Dewi merasa gentar. Sebagai seorang yang pernah menjadi Sekar Kedaton Kerajaan Wura-wuri, Puspa Dewi tentu saja tidak merasa asing dengan kemewahan yang terdapat di istana Wengker itu. Akan tetapi ia pun tahu bahwa banyaknya perajurit pengawal di luar dan dalam istana itu tidaklah wajar. Ia menduga bahwa pihak istana berada dalam keadaan siap siaga dan bahwa istana itu setidaknya bagian pendapa dan ruang tamunya, telah dikepung pasukan! Pasti Wiro-bento dan Wirobandrek yang telah memberi laporan dan Linggawijaya yang sekarang menjadi Adipati Linggawijaya itu lelah membuat persiapan!
Namun hal ini tidak mambuat hati Puspa Dewi menjadi jerih. Ketika Puspa Dewi dan Ki Surogeni memasuki ruangan tamu yang luas dan mewah itu, di situ telah menunggu Resi Bajrasakti dan Ki Tumenggung Suramenggala. Tentu saja Puspa Dewi mengenal baik dua orang laki-laki tua ini. Ki Suramenggala adalah bekas Lurah Dusun Karang Tirta, bahkan pernah menjadi ayah tirinya karena ibunya menjadi selir bekas lurah ini. Mengingat bahwa ibu kandungnya baru-baru ini diculik oleh orang-orang Ki Suramenggala, sepasang mata gadis itu memandang kepada Ki Suramenggala dengan kilatan marah. Ki Suramenggala diam-diam bergidik ngeri dan tak dapat bertahan lama beradu pandang, segera ia menundukkan pandang matanya. Kemudian Puspa Dewi menatap wajah Resi Bajarasakti. Tentu saja ia pun mengenal baik pertapa sesat ini. Kurang lebih tujuh tahun yang lalu, ia pernah diculik dan dilarikan Resi Bajrasakti ini. Akan tetapi kemudian ia terjatuh ke tangan Nyi Dewi Durgakumala, dan sebaliknya Linggawijaya yang diculik Nyi Dewi Durgakumala terjatuh ke tangan Sang Resi Bajrasakti. Kemudian ia menjadi murid Nyi Dewi Durgakumala sedangkan Linggajaya menjadi murid Resi Bajrasakti. Maka ia pun memandang kepada resi itu dengan mata mencorong. Dulu ia masih gadis remaja ketika diculik Resi Bajrasakti dan nyaris menjadi korban kekejian pendeta sesat ini. Akan tetapi Resi Bajrasakti tersenyum dan berkata,
"Selamat datang di Istana Wengker, Ni Puspa Dewi. Silakan duduk!"
Akan tetapi Puspa Dewi tetap berdiri dan ia berkata dengan sikap angkuh dan tegas.
"Aku datang berkunjung untuk bertemu dan bicara dengan Adipati Wengker, bukan dengan sembarang orang!"
Tumenggung Suramenggala bangkit berdiri dan berkata dengan wajah tersenyum cerah.
"Wahai, Anakku Puspa Dewi yang manis dan gagah perkasa. Apakah engkau tidak mengenal lagi aku, Tumenggung Suramenggala, Ayah tirimu yang menyayangmu?"
Puspa Dewi memandang ke arah bekas ayah tirinya itu dengan pandang mata tajam menusuk.
"Ki Suramenggala, tidak perlu Andika banyak cakap lagi! Kalau saja aku belum menemukan kembali Ibuku dalam keadaan selamat, sekarang juga aku pasti sudah turun tangan menghajar Andika!"
Mendengar ucapan Ini, Suramenggala menjadi pucat dan tidak mengeluarkan kata-kata lagi. Kini Resi Bajrasakti tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Puspa Dewi, kalau Andika hendak bertemu dengan Kanjeng Adipati Llnggawljaya, keinginanmu itu sia-sia karena beliau sedang tidak berada di Istana."
Mendengar ucapan Resi Bajrasakti yang nadanya sungguh-sungguh itu, Puspa Dewi menduga bahwa kakek itu tidak berbohong.
"Kalau begitu, biarkan aku bertemu dan bicara dengan isterinya, Dewi Mayangsaril"
"Sayang sekali, juga .beliau sedang bepergian, tidak berada di istana."
Jawab Resi Bajrasakti.
"Akan tetapi, ketahuilah, Puspa Dewi, kalau Andika memang ada kepentingan, Andika dapat membicarakan dengan kami bertiga. Aku adalah wakil Kanjeng Adipati dalam urusan pemerintahan Wengker. Ki Tumenggung Sura-menggala ini adalah Ayahanda Kanjeng Adipati sehingga beliau dapat mewakili puteranya. Adapun Ki Surogeni ini adaiah Ayahanda Permaisuri Dewi Mayangsari sehingga beliau dapat mewakili puterinya. Nah, kalau kedatanganmu ini membawa urusan penting, kami bertiga dapat mewakili Kanjeng Adipati Llnggawijaya yang Andika tahu juga adalah muridku. Katakanlah, apa yang Andika kehendaki, Puspa Dewi?"
"Hemm, aku tidak mempunyai kepentingan pribadi dengan Andika, Resi Bajrasakti, atau dengan Ki Suramenggaia ataupun Ki Surogeni. Aku hanya Ingin mencari Adikku Niken Harni karena aku tahu bahwa ia memasuki Wengker dan menurut keterangan Ki Surogeni, ia berada di Istana Wengker. Sekarang, kalian katakan di mana Adikku itu. Aku datang tidak dengan niat bermusuhan. Akan tetapi kalau kalian tidak menyerahkan Adikku, atau kalau kalian mengganggu Adikku, aku tidak akan berhenti sebelum membuat Wengker menjadi karang abang (lautan api)l"
Ucapan Puspa Dewi dikeluarkan dengan suara lembut, namun terdengar kering dan mengerikan. Tiga orang tua itu merasakan betapa dalam suara itu terkandung ancaman-ancaman yang sungguh-sungguh, bukan sekadar gertakan.
"Heh, tenanglah, Puspa Dewi. Sebenarnya, mengingat bahwa Andika adalah murid Nyi Dewi Durgakumala yang kini menjadi Permaisuri Wura-wuri dan Andika dianggap sebagai puterinya dan menjadi Sekar Kedaton Wura-wuri, Andika bukanlah orang luar dan di antara kita ada hubungan. Wurawuri selalu bersahabat dengan Wengker. Karena itu, marilah kita bicara seperti sahabat dan duduklah, Puspa Dewi."
"Hemm, aku tidak ada urusan dengan Wengker maupun Wura-wuri, Resi Bajrasakti. Katakan saja di mana adanya Niken Harni."
"Hemm, kalau Andika tidak mau menganggap kami sebagai kawan, lalu apa artinya Andika bertanya kepada kami? Kalaupun kami menjawabnya, kalau Andika menganggap kami sebagai musuh, Andika bagaimana dapat percaya keterangan kami? Ingat, terhadap musuh orang dapat saja berbohong, sebaliknya terhadap teman tentu orang tidak akan berbohong."
"Sesukamu akan menganggap aku kawan atau lawan, Resi Bajrasakti. Akan tetapi, mengingat bahwa Andika menjadi seorang yang berkedudukan tinggi dan berkuasa di Wengker, dan Andika berada di sarang sendiri sehingga tidak mendapat tekanan dariku, maka mustahil kalau Andika mau merendahkan diri menjadi seorang pengecut yang berbohong. Aku percaya Andika akan bicara sejujurnya tentang adikku Niken Harni."
Wajah Resi Bajrasakti berubah merah, matanya melotot dan dia marah sekali. Memang tidak ada alasan baginya untuk berbohong karena dia tidak takut kepada Puspa Dewi, bahkan dapat dibilang bahwa saat itu dia yang menguasai keadaan dan dapat menangkap bahkan membunuh gadis itu kalau dia kehendaki. Dia marah mendengar Puspa Dewi bersikap demikian berani dan penuh tantangan.
"Huh, aku pun tidak sudi berbohong kepadamu karena aku tidak takut untuk bicara terus terang. Nah, dengarlah, Puspa Dewi. Niken Harni memang pernah menjadi tamu di Istana Wengker, akan tetapi beberapa hari yang lalu ia dibawa pergi oleh Nini Bumigarbo! Nah, percaya atau tidak, terserah!"
Sepasang mata Puspa Dewi mencorong dan seolah hendak menembus mata Resi Bajrasakti untuk menjenguk isi hatinya. Ia berkata,
"Aku percaya kepada Andika, Resi Bajrasakti. Mengapa Nini Bumigarbo membawa pergi Niken Harni, dan ke mana Adikku dibawa pergi?"
"Hoa-ha-ha-ha!"
Resi Bajrasakti tertawa bergelak.
"Apakah Andika belum mendengar tentang watak aneh luar biasa dari Nini Bumigarbo, Puspa Dewi? Siapa yang dapat mengetahui apa yang akan dilakukannya dan mengapa ia melakukan sesuatu? Ia datang dan membawa pergi Niken Harni, siapa yang dapat melarang dan siapa pula yang dapat bertanya? La datang dan pergi begitu saja. Yang kami ketahui hanyalah bahwa Niken Harni dibawa pergi Nini Bumigarbo. Kalau Andika ingin mengetahui sebabnya, carilah Nini Bumigarbo dan tanyalah sendiri kepadanya!"
Puspa Dewi mengerutkan alisnya. Tentu saja ia sudah mendengar akan nama besar Nini Bumigarbo, seorang datuk wanita yang dikabarkan orang sebagai manusia setengah dewa atau setengah iblis yang memiliki kesaktian yang luar biasa. Bahkan ketika ia digembleng Sang Maha Resi Satyadharma, pertapa itu pernah berkata kepadanya bahwa di antara para tokoh sakti pada waktu itu, kiranya yang dapat dianggap paling tinggi ilmu kepandaiannya adalah Sang Bhagawan Ekadenta dan Nini Bumigarbo! Akan tetapi sungguh aneh sekali, mengapa Nini Bumigarbo membawa pergi Niken Harni? Resi Bajrasakti benar ketika berkata bahwa tidak ada yang tahu apa yang dilakukan nenek aneh itu dan mengapa ia melakukannya.
"Hemm, baiklah. Aku percaya keterangan Andika bahwa Adikku itu telah dibawa pergi Nini Bumigarbo, Resi Bajrasakti. Aku akan mencarinya. Akan tetapi, aku teringat bahwa kabarnya Dewi Mayangsari adalah murid Nini Bumigarbo. Tentu ia tahu mengapa dan ke mana Niken Harni dibawa pergi Nini Bumigarbo."
"Agaknya Andika belum tahu benar siapa Nini Bumigarbo. Bahkan kepada muridnya sendiri pun ia tidak pernah memberitahu. Sepengetahuanku, Kanjeng Puteri Dewi Mayangsari juga tidak tahu ke mana Niken Harni dibawa Nini Bumigarbo."
"Sudahlah, aku tidak ingin merepotkanmu lebih jauh. Aku pamit pergi dan terima kasih atas keteranganmu, Resi Bajrasakti!"
Setelah berkata demikian, Puspa Dewi memutar tubuh dan melangkah keluar dari ruangan tamu.
"Puspa Dewi, engkau sudah berani memasuki Wengker, tidak boleh pergi begitu saja! Engkau harus tunggu pulangnya Adipati Linggawijaya dan isteri nya"
Kata Ki Suramenggala.
Akan tetapi Puspa Dewi tidak mempedulikan ucapan bekas ayah tirinya itu dan melangkah keluar. Akan tetapi setibanya di pendapa istana, ia melihat ratusan orang perajurit sudah siap siaga dengan senjata tombak, golok, atau pedang di tangan, menutup semua jalan keluar. Bahkan di sana, di halaman yang merupakan alun-alun, masih terdapat sedikitnya seribu orang perjurit.
"Ha-ha-ha-ha!"
Resi Bajrasakti tertawa-tawa dan muncul dari dalam ruangan tamu bersama Ki Surogeni dan Tumenggung Suramenggala. Mereka bertiga tertawa-tawa.
"Puspa Dewi, Andika tidak boleh pergi sebelum Sang Adipati dan istennya pulang! Andaikata Andika bersayap sekalipun, tidak mungkin Andika dapat terbang lolos dari Wengker, haha-ha!"
"Untuk keluar dari Wengker, aku tidak perlu terbang, Resi Bajrasakti! Haiiitttt....!"
Tiba-tiba Puspa Dewi mengeluarkan pekik melengking.
Itulah Aji Jerit Guruh Bairawa dan ia sudah mencabut pedangnya Kyai Candrasa Langking dan memutarnya dengan cepat sambil menerjang ke arah Resi Bajrasakti dan Ki Surogeni. Pedangnya lenyap berubah menjadi sinar hitam bergulung-gulung dibarengi angin dahsyat menyambar-nyambar dan didorong pula oleh getaran pekik yang amat hebat itu. Resi Bajrasakti cepat melompat ke belakang dan melindungi dirinya dengan pengerahan tenaga sakti sambil mencabut dan memutar cambuknya yang bergagang gading. Juga Ki Surageni yang sudah merasakan kehebatan gadis itu, cepat melompat ke belakang sambil mencabut kerisnya. Akan tetapi ternyata serangan dahsyat dari Puspa Dewi itu hanya gertakan belaka karena tahu-tahu ia sudah menggunakan tangan kirinya untuk menghantam tengkuk Ki Suramenggala yang sama sekali tidak menduganya karena tadi dia tidak diserang.
"Plakk!"
Tubuh Ki Suramenggala seketika menjadi lemas setengah lumpuh dan dia sama sekail tidak berdaya ketika tangan kiri Puspa Dewi mencengkeram baju tumenggung yang mewah dan tebal itu pada punggungnya. Sambil menempelkan pedang di leher bekas ayah tlrlnya itu Puspa Dewi menghardik.
"Resi Bajrasakti! Kalau Andika tidak memerintahkan semua perajurit agar mundur dan tidak boleh mengganggu kepergianku, aku akan memenggal leher Ki Suramenggala ini lebih dulu sebelum aku mengamuk dan menjadikan tempat ini sebagai banjir darah!"
Tentu saja Ki Suramenggala menjadi terkejut dan ketakutan. Sedikit saja pedang yang menempel di kulit lehernya itu digoreskan, nyawanya tidak akan tertolong lagi dan dia akan mati seperti ayam disembelih. Saking takutnya, tubuhnya yang setengah lumpuh itu menggigil.
"Puspa Dewi... ingat... aku adalah ayahmu... ampunilah aku, jangan bunuh aku, Puspa Dewi...."
Puspa Dewi tidak menjawab, akan tetapi tangan kirinya semakin kuat mencengkeram punggung baju Itu sehingga kini leher baju itu mencekik leher Ki Suramenggala sehingga dia menjadi semakin ketakutan.
Resi Bajrasakti dan Ki Surogeni terkejut dan saling pandang. Mereka berdua maklum sepenuhnya bahwa tidak mungkin mereka membiarkan gadis itu membunuh Ki Suramenggala. Kalau tumenggung itu tewas, tentu Adipati Linggawijaya akan marah sekali dan menyalahkan mereka. Gadis itu bukan hanya menggertak kosong. Sekali pedangnya bergerak, Ki Suramenggala tentu tewas dan kalaupun akhirnya mereka mampu membunuh gadis itu dengan keroyokan ribuan pasukan, yang sudah pasti gadis itu tidak akan roboh sebelum ia membunuh banyak sekali orang. Gertakannya merupakan ancaman yang mengerikan. Akan benar-benar terjadi banjir darah di Wengker kalau mereka tidak menuruti kehendaknya.
"Resi Bajrasakti, bagaimana tanggapanmu? Jangan membuat aku kehilangan kesabaran!"
Bentak Puspa Dewi sambil mendorong Ki Suramenggala keluar dari pendapa.
Para perajurit yang berada paling depan di pendapa itu hanya mengacung-acungkan senjata mereka, akan tetapi tentu saja mereka tidak berani menyerang, pertama karena meiihat Ki Tumenggung Suramenggala dijadikan sandera, kedua karena mereka tidak mendapat perintah dari Resi Bajrasakti.
Resi Bajrasakti merasa ngeri sendiri membayangkan ada perajurit yang menyerang Puspa Dewi dan menyebabkan gadis itu membunuh Tumenggung Suramenggala dan mengamuk. Dia lalu berseru nyaring sehingga terdengar oleh semua perajurit, juga oleh mereka yang berkumpul di alun-alun halaman istana.
"Haiiii Para perajurit dan para perwira! Dengar perintah kami! Jangan halangi Puspa Dewi keluar dari kota raja!"
Setelah berteriak demikian Resi Bajrasakti berkata kepada Puspa Dewi.
"Nah, Puspa Dewi, Andika boleh pergi, akan tetapi Andika harus memegang janji dan membebaskan Ki Tumenggung Suramenggala."
"Resi Bajrasakti, aku bukan orang yang suka melanggar janji. Biarpun Ki Suramenggala pantas dihukum atas kejahatannya terhadap Ibuku, namun aku akan membebaskannya kalau aku sudah terlepas dari kepungan pasukanmu."
Setelah berkata demikian, dengan sikap tenang namun waspada, Puspa Dewi mendorong Ki Suramenggala dan melangkah keluar dari pendapa istana, kemudian terus menyeberangi alun-alun di antara deretan perajurit yang berkumpul di kanan kiri. Para perajurit itu hanya dapat memandang dengan kagum akan tetapi tidak ada yang berani bergerak. Juga ketika Puspa Dewi yang menodong Ki Suramenggala itu keluar dari pintu gerbang kota kadipaten, tidak ada seorang pun berani menghalanginya. Sebetulnya banyak para perwira dan senopati merasa penasaran karena mereka merasa yakin bahwa apabila mereka diperbolehkan dan maju menyerbu, mustahil gadis itu mampu lolos dari pengeroyokan ratusan, bahkan ribuan orang perajurit! Akan tetapi, tentu saja mereka tidak berani melanggar perintah Resi Bajrasakti tadi. Juga mereka semua merasa ngeri, kalau sampai Ki Suramenggala tewas dan mereka dipersalahkan sebagai penyebabnya, tentu Sang Adipati akan marah sekali dan menghukum mereka. Maka, biarpun di situ berkumpul banyak sekail perajurit, tak seorang pun berani bergerak menghalangi gadis yang keluar dari kota Kadipaten Wengker itu.
Setelah tiba di luar kota dan tidak ada lagi perajurit berjaga, Puspa Dewi melepaskan Ki Suramenggala dan berkata.
"Ki Suramenggala, kalau Andika berani lagi mengganggu Ibuku, aku tidak akan mengampunimu!"
Setelah berkata demikian, Puspa Dewi melompat jauh dan berlari cepat meninggalkan Ki Suramenggala yang kini dapat bernapas lega. Dia terbebas dari ancaman maut, akan tetapi juga dia merasa kehilangan muka karena tadinya Ki Tumenggung Suramenggala dikenal selain sebagai ayah kandung Sang Adipati Wengker, juga sebagai seorang yang sakti! Maka, dia tidak kembali ke istana, melainkan diam-diam pulang ke rumahnya sendiri.
Pada awal kisah ini, Empu Bharada dalam samadhinya menerima wangsit (penglihatan batin) betapa hawa angkara murka dan nafsu-nafsu daya rendah menimbulkan kegelapan menyelimuti Kahuripan. Penglihatan batin ini dia artikan sebagai malapetaka yang mengancam Kahuripan, membuat hati sang pertapa yang arif bijaksana ini khawatir sungguhpun dia menyerahkan segalanya kepada Kekuasaan Sang Hyang Widhi dan merasa yakin bahwa Yang Maha Kuasa pasti akan menolong dan membebaskan Kahuripan dari kehancuran akibat serangan bencana itu.
Apa yang dikhawatirkan Sang Empu Bharada akhirnya terjadi juga. Adipati Wengker, Linggawijaya dan isterinya, Dewi Mayangsari, pergi untuk membujuk kerajaan-kerajaan kecil lainnya untuk sekali lagi berusaha menghancurkan Kahuripan, musuh bebuyutan mereka.
Adipati Linggawijaya pergi berkunjung ke Kerajaan Parang Siluman dan diterima dengan gembira Ratu Parang-Siluman, yaitu Nyi Durgamala yang biarpun usianya sudah lebih dari empat puluh tahun, namun masih tampak cantik seperti kedua orang anak perempuannya, yaitu Lasmini, bekas selir Ki Patih Narotama yang berusia dua puluh empat tahun dan Mandari, bekas selir Sang Prabu Erlangga yang berusia dua puluh dua tahun.
Tentu saja uluran tangan Adipati Wengker untuk bekerja sama menghancurkan Kahuripan itu diterima baik oleh tiga orang wanita cantik yang menjadi penguasa di Kerajaan Parang Siluman itu. Kahuripan atau lebih tepat lagi, Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama merupakan musuh-musuh besar mereka. Dalam kisah Sang Megatantra diceritakan betapa Lasmini dan Mandari yang ketika itu masih gadis menjadi selir Ki Patih Narotama dan Sang Prabu Erlangga.
Kalau Raja dan Patih Kahuripan itu mengambil mereka sebagai selir karena kecantik-jelitaan yang luar biasa dari kakak-beradik ini dan juga karena Sang Prabu Erlangga berniat mengakhiri permusuhan itu dengan jalan pernikahan, sebaliknya dua orang kakak-beradik itu mau menjadi selir mereka dengan maksud untuk menghancurkan Raja dan Patih itu dari dalam! Memang kedua orang gadis itu kemudian jatuh cinta kepada suami mereka, namun mereka tetap melaksanakan cita-cita mereka menghancurkan Kahuripan. Namun usaha yang didukung kerajaan-kerajaan lain itu ternyata gagal dan mereka berdua bahkan diusir dari Kahuripan.
Nurseta Satria Karang Tirta Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentu saja Lasmini dan Mandari yang memiliki kesaktian itu menjadi sakit hati, dan mendendam kepada Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama. Hanya saja, mereka tidak mampu berbuat sesuatu karena Raja dan Patih Kahuripan itu sakti mandraguna, memiliki banyak senopati yang sakti, didukung pula oleh para satria yang setia kepada Kahuripan, serta memiliki pasukan yang kuat. Maka, ketika Linggawijaya, Adipati Wengker datang berkunjung dan menawarkan kerjasama, mereka menyambutnya dengan gembira. Timbul pula harapan baru dalam hati mereka untuk dapat membalas dendam dan menghancurkan Kahuripan, apalagi kini mereka menganggap Kerajaan Wengker menjadi kuat setelah adipatinya baru, yaitu Linggawijaya yang dulu pernah pula mengadakan hubungan gelap dengan Lasminil Hal ini diceritakan dalam kisah Sang Megatantra. Baik Lasmini maupun Mandari sudah tahu akan kesaktian Linggawijaya yang dulu bernama Linggajaya, murid Resi Bajrasakti itu.
Sejak diusir dari Kahuripan, Lasmini dan Mandari kembali ke Parang Siluman dan membantu Ratu Durgamala, ibu mereka yang janda, mengurus Kerajaan Parang Siluman. Dua orang puteri itu setelan diusir dari Kahuripan, menuruti watak mereka yang cabul seperti ibu mereka. Mereka adalah hamba-hamba dari nafsu mereka sendiri, dan setelah berpisah dari Sang Prabu Erlangga dan Ki Patih Narotama yang menjadi suami mereka, kakak beradik ini tidak tahan untuk hidup sendiri tanpa pria. Mulailah mereka mengumbar nafsu, mencari dan berganti-ganti kekasih karena mereka memang pembosan. Ibu mereka, Ratu Durgamala, membiarkan saja kelakuan dua orang pulennya karena ia sendiripun berwatak seperti itu. Berpisah dari suaminyat yang kini menjadi Bhagawan Kundolomuko, Ratu Durgamala juga berganti-ganti kekasih, pemuda-pemuda tampan. Bahkan ibu dan dua orang puterinya itu kini menjadi penyembah-penyembah Bathari Durga, agama yang dipimpin oleh bekas suami ratu itu sendiri, yaitu Bhagawan Kundolomuko. Mereka juga menambah ilmu mereka dengan Ilmu sihir yang menjadi keistimewaan Bhagawan Kundolomuko sebagai penyembah Bathari Durga.
Pada waktu itu, Kerajaan Parang Siluman yang sebetulnya wilayahnya lebih kecil dibandingkan Wengker atau Wura-wuri, merupakan kerajaan kecil atau kadipaten yang kuat karena memiliki banyak orang yang sakti mandraguna. Ratu Durgamala sendiri adalah seorang janda cantik yang sakti. Kedua orang puterinya, Lasmini dan Mandari, juga memiliki tingkat kepandaian yang bahkan lebih tinggi dibandingkan tingkat ibu mereka. Masih ada lagi bekas suami Sang Ratu, yaitu Bhagawan Kundolomuko yang kini menjadi Ketua Agama Durgadharma di kerajaan itu. Juga masih diperkuat oleh Ki Nagakumala, yaitu kakak kandung Ratu Durgamala yang juga memberi gemblengan kesaktian kepada Lasmini dan Mandari, dua orang keponakannya. Ki Nagakumala ini adalah bekas suami Ratu Mayang Gupita dari Kerajaan Siluman Laut Kidul. Maka, biarpun Kerajaan Parang Siluman tidak berapa besar, pasukannya yang tidak besar jumlahnya itu amat kuat karena para perajuritnya membentuk pasukan-pasukan siluman yang pandai menyerang dengan ilmu sihir dan tenung.
Demikianlah sepintas keadaan Kerajaan Parang Siluman dengan para tokohnya yang sejak turun-temurun menjadi musuh keturunan Mataram yang sekarang menjadi Kerajaan Kahuripan. Maka, kunjungan Adipati Linggawijaya dari Kerajaan Wengker tentu saja disambut gembira oleh para pimpinan Parang Siluman, terutama sekali Ratu Durgamala dan kedua orang puterinya, Lasmini dan Mandari. Mereka menyambut adipati muda yang tampan itu dengan pesta. Kebetulan sekali pada malamnya adalah malam bulan purnama dan seperti biasa, pada bulan purnama diadakan upacara pemujaan Bathari Durga.
Sambil berpesta, Adipati Linggawijaya disuguhi tari-tarian yang menggairahkan, bahkan dalam kesempatan itu, Puteri Lasmini dan Mandari yang cantik molek itu memamerkan kepandaian mereka menari. Dengan pakaian indah namun menggairahkan karena pakaian tembus pandang itu membuat tubuh mereka yang menggairahkan, dengan lekuk-lengkung sempurna itu tampak jelas. Apalagi tariari yang dilakukan dengan tubuh yang lentur dan indah itu menggeliat-geliat bagaikan ular kepanasan, membuat Linggawijaya yang menonton menjadi terangsang. Ditambah lagi dengan minuman keras yang memabokkan.
Akan tetapi, dia tidak mempunyai pilihan lain karena sejak dia datang, Ratu Durgamala sudah mengambil keputusan untuk tidak menyia-nyiakan kehadiran adipati yang gagah dan tampan ini untuk diajak bersenang-senang setelah ada persetujuan bekerjasama menghancurkan Kahuripan. Sehabis pesta malam itu, Ratu Durgamala menyekap Linggawijaya dalam kamarnya. Lasmini dan Mandari tentu saja harus mengalah terhadap ibunya dan mereka mencari pasangan lain terdiri dari para pemuda yang selalu siap untuk melayani mereka.
Sampai tiga hari tiga maiam Adipati Linggawijaya tinggal di Istana Parang Siluman. Selain setiap hari bersenang-senang dengan Ratu Durgamala dan kedua orang puterinya, Linggawijaya juga mengadakan perundingan untuk mengadakan pertemuan besar antara semua kadipaten atau kerajaan kecil yang menentang Kahuripan. Setelah itu, dia lalu melanjutkan perjalanannya ke Kadipaten Siluman Laut Kidul.
Dibandingkan tiga buah kerajaan lain, yaitu Kerajaan Wengker, Kerajaan Wura wuri, dan Kerajaan Parang Siluman, maka kerajaan di tepi laut yang disebut Kerajaan Siluman Laut Kidul dapat dibilang kecil. Daerahnya tidak luas, hanya sepanjang pantai sampai ke pegunungan, memanjang dari barat ke timur, di sebelah timur Kerajaan Parang Siluman. Namun, kerajaan ini dipimpin keluarga seperguruan yang sakti mandraguna.
Ratu Mayang Gupita yang menjadi penguasa di Kerajaan Siluman Laut Kidul terkenal sekali dan disegani para pimpinan kerajaan lain. Ia seorang wanita berusia sekitar lima puluh dua tahun, dapat disebut seorang raseksi (raksasa wanita) karena tubuhnya tinggi besar dengan perut gendut. Wajahnya menyeramkan, berbentuk serba bulat dan besar, baik itu matanya, hidungnya, telinganya atau mulutnya. Bahkan di kedua sudut bibirnya tampak taring menonjol. Wanita tua dan jelek rupanya ini mewah sekali. Tubuhnya mengenakan pakaian yang serba indah dan perhiasan emas permata memenuhi kaki tangan dan lehernya. Juga lagaknya genit seperti seorang perawan manja. Akan tetapi ia sakti mandraguna, juga terkenal kejam terhadap musuh-musuhnya.
Ratu Mayang Gupita telah janda, bercerai dari suaminya yang bukan lain adalah Ki Nagakumala, kakak Ratu Durgamala dari Parang Siluman yang juga menjadi guru Puteri Lasmini dan Mandari. Biarpun kini Ki Nagakumala berada di Parang Siluman dan membantu adiknya, namun hubungannya dengan bekas isterinya, masih tetap baik karena keduanya mempunyai musuh yang sama, yaitu Kerajaan Kahuripan.
Ratu Kerajaan Siluman Laut Kidul ini tidak mempunyai anak, dan sesungguhnya sejak muda ia tidak begitu suka kepada pria, karena tidak pernah ada pria mengaguminya. Pernikahannya dahulu dengan Ki Nagakumala juga hanya untuk menyatukan kedua kerajaan agar kedudukan mereka kuat. Akan tetapi karena ratu raseksi yang biarpun pesolek dan genit ini tidak suka kepada pria, maka pemihakan itu akhirnya gagal dan ia bercerai dari suaminya yang lebih suka bermesraan dengan wanita lain daripada dengan isterinya yang berwajah menyeramkan itu.
Ratu Mayang Gupita memerintahkan Kerajaan Siluman Laut Kidul dengan tangan besi. Ia dibantu tiga orang yang juga sakti mandraguna dan bersama Sang Ratu, mereka merupakan keluarga seperguruan yang kesemuanya selain ahli ilmu kanuragan, juga pandai ilmu sihir. Yang pertama adalah paman guru dari Sang Ratu bernama Bhagawan Kalamisani. Kakek ini berusia enam puluh lima tahun dan menjadi guru sihir Ratu Mayang Gupita. Tubuhnya kurus kecil dan bongkok, mirip Sang Bhagawan Durna dari kisah wayang Maha Bharata. Akan tetapi kakek ini merupakan lawan yang amat berbahaya karena memiliki bermacam-macam ilmu sihir yang dahsyat.
Orang ke dua adalah Ki Naga jaya yang berusia empat puluh lima tahun, bertubuh kecil kurus. Dia adalah adik seperguruan Ratu Mayang Gupita, ahli bersilat dengan senjata ruyung dan juga pandai bermain sihir. Orang ke tiga adalah Ki Nagarodra, adik dari Nagajaya, berusia empat puluh tahun dan tubuhnya tinggi besar. Senjatanya sebuah klewang (golok) dan seperti kakaknya, dia pun ahli sihir dan menjadi adik seperguruan Sang Ratu.
Demikianlah, empat orang anggauta keluarga seperguruan ini yang menjadi pemimpin di Kerajaan Siluman Laut Kidul. Tentu saja masih banyak terdapat para senopati dan perwira yang memimpin pasukan kerajaan itu. Biarpun jumlah pasukan Kerajaan Siluman Laut Kidul tidak besar, hanya kurang lebih lima ribu orang saja, namun pasukan ini dapat membentuk barisan yang mengandung daya sihir sehingga dapat melawan musuh yang jumlahnya lebih besar daripada jumlah mereka.
Di dalam Kisah Sang Megatantra, Kerajaan Siluman Laut Kidul juga ikut bersekutu dengan tiga kerajaan lain. Namun gerakan mereka yang sekongkol dengan pemberontak di Kahuripan telah mengalami kegagalan. Hal ini menambah perasaan dendam dan benci dalam hati para pimpinan Kerajaan Siluman Laut Kidul kepada Kahuripan.
Karena itu, ketika Adipati Linggawijaya dari Wengker datang berkunjung, tentu saja Ratu Mayang Gupita dan tiga orang pembantunya menyambut dengan gembira. Mereka lalu mengadakan pesta penyambutan yang meriah untuk menghormati Adipati Linggawijaya. Setelah berpesta pora, disuguhi tarian menggairahkan dari penari-penari wanita muda belia yang cantik-cantik, mereka lalu mengadakan perundingan di dalam ruangan tertutup. Di sini, Adipati Linggawijaya dan empat orang penguasa Kerajaan Siluman Laut Kidul itu membuat rencana untuk bersama-sama menghancurkan Kerajaan Kahuripan. Seperti yang telah dia rundingkan dan setujui dengan Kerajaan Parang Siluman, Adipati Linggawijaya menyampaikan undangan agar Ratu Mayang Gupita menghadiri rapat besar yang akan diadakan di Kerajaan Wengker pada malam bulan purnama siddhi.
Rapat itu akan dihadiri oleh Kerajaan Wengker sebagai tuan rumah, Kerajaan Wura-wuri, Parang Siluman, dan Siluman Laut Kidul. Juga akan hadir penguasa daerah-daerah kecil yang secara terang-terangan atau diam-diam menentang kekuasaan Kerajaan Kahuripan. Setelah mengadakan perundingan yang memuaskan kedua pihak, Adipati Linggawijaya bermalam di Kerajaan Siluman Laut Kidul dan pada keesokan harinya dia kembali ke Kerajaan Wengker, dikawal dua losin perajurit yang selalu mengawalnya dalam perjalanannya mengunjungi Parang Siluman dan Siluman Laut Kidul.
Pada waktu yang bersamaan, Dewi Mayangsari yang juga dikawal dua losin perajurit pilihan, melakukan kunjungan ke Kerajaan Wura-wuri di daerah timur. Perjalanan yang dilakukan Dewi Mayangsari ini lebih jauh daripada perjalanan yang dilakukan suaminya, Adipati Linggawijaya yang mengunjungi dua kerajaan lain. Bahkan perjalanan Dewi Mayangsari ini cukup berbahaya karena ia harus melewati daerah kekuasaan Kerajaan Kahuripan.
Kedatangan Dewi Mayangsari sebagai Permaisuri Kerajaan Wengker diterima dengan senang oleh Adipati Bhismaprabhawa dan permaisurinya, yaitu Nyi Dewi Durgakumala. Karena Kerajaan Wengker dianggap sebagai kawan lama dan sekutu Wura-wuri dalam perjuangan mereka menentang Kerajaan Kahuripan, maka kunjungan Dewi Mayangsari disambut dengan hormat dan dengan pesta besar. Adipati Bhismaprabhawa, didampingi isterinya, Nyi Dewi Durgakumala, dan empat orang senopatinya, yaitu Kala Muka, Kala Manik, Kala Teja yang dikenal sebagai Tri Kala (Tiga Kala), dan Ki Gandarwo, senopati muda tampan gagah yang menjadi kekasih gelap Nyi Dewi Durgakumala, mengelu-elukan tamu mereka yang dihormati itu.
Ketika Dewi Mayangsari menyampaikan niat ia dan suaminya untuk mengadakan rapat pertemuan dengan semua kadipaten yang menentang Kahuripan dan memperbarui persekutuan dan usaha mereka, Adipati Bhismaprabhawa dan Nyi Dewi Durgakumala menyambut gembira. Mereka lalu mengambil keputusan untuk mengadakan rapat besar itu pada malam bulan purnama siddhi di Wengker. Setelah perundingan itu diterima dan disetujui kedua belah pihak, mereka lalu bicara tentang Nyi Lasmi yang gagal dibawa ke Wura-wuri.
"Sungguh sayang sekali pengiriman kami, yaitu Nyi Lasmi, ke Wura-wuri digagalkan Ki Patih Narotama! Kami tahu bahwa Nyi Lasmi merupakan orang penting bagi Wura-wuri, karena dengan wanita itu sebagai sandera, tentu akan mudah menundukkan Puspa Dewi."
Kata Dewi Mayangsari.
"Hemm, memang menggemaskan sekali Puspa Dewi itu. Bocah yang tidak mengenal budi! Sejak kecil kudidik dan kusayang sebagai anakku sendiri, kuangkat ia menjadi Sekar Kedaton di kerajaan ini, ternyata ia malah berkhianat sehingga usaha kita merobohkan Kahuripan gagal Memang, kalau Nyi Lasmi berada di tangan kami, kami akan dapat memaksa anak kurang ajar itu untuk kembali ke sini."
"Kembali Ki Patih Narotama yang menggagalkan usaha kita. Karena itu, sekali ini kita harus benar-benar berusaha sekuat tenaga untuk menghancurkan Kahuripan."
Kata Dewi Mayangsari.
"Ki Patih Narotama itu memang jahat sekali, akan tetapi harus diakui bahwa dia sakti mandraguna. Maka, dalam rapat besar nanti kita harus dapat mencari siasat yang paling baik dan ampuh untuk menghancurkan Narotama dan Erlanggal"
Kata Nyi Dewi Durgakumala dengan gemas.
"Kalau kita hanya mengandalkan kekuatan melawan mereka berdua, tentu kita akar gagal. Kita menyusun dan menyatukan semua kekuatan kita, lalu membuat rencana siasat yang baik, baru kita dapat berhasil dengan gebrakan-gebrakan yang mengejutkan."
Setelah mengadakan perundingan yang kesemuanya ditujukan untuk menghancurkan Kahuripan, Dewi Mayangsari lalu mengajak pasukan pengawalnya pulang ke Kerajaan Wengker. Setibanya di Wengker, ia melihat suaminya, Adipati Linggawijaya sudah pulang. Mereka lalu membuat persiapan untuk mengadakan pertemuan dan rapat besar di antara para pemerintah daerah yang sehaluan.
Malapetaka itu datang bagaikan mendung hitam tebal di musim kemarau. Datang pada malam terang bulan. Tadinya, bulan bersinar penuh dan tiba-tiba saja, menjelang tengah malam, muncul awan mendung yang demikian tebalnya sehingga cuaca di kota raja Kahuripan menjadi hitam pekat dan gelap gulita.
Sesuatu yang luar biasa terjadi. Ketika mendung mulai menyembunyikan bulan dan bintang di baliknya, malam hitam mulai merayap, angin semilir dan semua orang yang belum tidur tiba-tiba merasa gelisah. Bulu tengkuk mereka meremang dan ada perasaan ngeri menyerang perasaan hati mereka. Angin lembut yang meniup atap rumah-rumah dan pohon-pohonan menimbulkan suara berkelisik dan berbisikbisik seperti para lelembut keluar berkeliaran dan saling bicara dalam bahasa yang seperti mendesis-desis. Dan, tanpa mereka rasakan, orang-orang yang belum tidur itu tahu-tahu telah tertidur pulas. Tidur yang tidak wajar karena mereka yang sedang duduk, tertidur begitu saja sambil duduk. Bahkan para perajurit yang melakukan tugas jaga, semua tertidur pulas. Yang berjaga sambil duduk, bahkan yang berdiri pun kini tertidur sambil bersandar kepada dinding gardu penjagaan.
Tidak terkecuali, di dalam Istana Kerajaan Kahuripan, suasana menjadi sunyi sekali karena semua orang tertidur pulas. Bukan hanya para dayang dan abdi, bahkan para perajurit pengawal, semuanya tertidur. Ada beberapa orang perwira pasukan pengawal yang memiliki aji kanuragan, tiba-tiba menyadari bahwa mereka terserang semacam hawa yang amat kuat pengaruhnya, yang membuat tubuh mereka menjadi lemas dan mata mereka tiba-tiba mengantuk sekali. Mereka segera menyadari bahwa ada kekuatan sihir Aji Panyirepan tengah menyerang mereka. Cepat mereka mengerahkan tenaga batin mereka untuk menolak serangan ini. Akan tetapi, kekuatan serangan Aji Panyirepan itu kuat bukan main dan datangnya bergelombang sehingga usaha mereka untuk bertahan gagal. Semua pertahanan mereka bobol dan mereka pun jatuh tertidur pulas seperti yang lain.
Dua orang yang sakti di kota raja Kahuripan itu, yaitu Sang Prabu Erlangga sendiri dan Ki Patih Narotama, juga tidur pulas. Andaikata penyerangan Aji Panyirepan itu datang pada saat mereka berdua belum tidur, tentu mereka akan mampu menolaknya. Akan tetapi karena tidak menduga akan datangnya serangan Ini, mereka telah tidur pulas ketika gelombang Aji Panyirepan itu datang menyerang seluruh kota raja Kahuripan sehingga raja dan patihnya yang sakti ini pun tidak mengetahui apa yang terjadi. Mereka tidur pulas seperti biasa.
Gedung pusaka kerajaan berada di sebelah kiri Istana Kahuripan. Gedung pusaka ini menyimpan pusaka-pusaka yang dikeramatkan, pusaka-pusaka peninggalan Kerajaan Syailendra dan Kerajaan Mataram yang kemudian menurunkan Kerajaan Kahuripan. Karena gedung pusaka ini merupakan tempat yang amat penting, maka selalu dijaga oleh pasukan pilihan terdiri dari tiga losin perajurit dipimpin oleh dua orang perwira tinggi yang memiliki kesaktian. Para perajurit itu selalu berjaga secara bergantian di sekeliling gedung pusaka itu sehingga tidak memungkinkan pencuri dapat memasuki gedung.
Pada malam yang penuh rahasia itu, malam bulan purnama tanpa bulan, tiga losin perajurit itu pun tidak dapat terhindar dari gelombang pengaruh Aji Panyirepan itu. Karena mereka merupakan perajurit pilihan, maka mereka pun merasakan adanya pengaruh kuat yang menyerang mereka. Mereka mencoba untuk bertahan akan tetapi tidak lama mereka dapat melawan pengaruh itu. Mereka segera tidur dan biarpun perlawanan membuat mereka gelisah dan bergerak dalam tidur, namun akhirnya mereka pulas juga. Dua orang perwira tinggi yang bertugas memimpin penjagaan malam itu, juga memiliki aji kesaktian. Mereka juga terserang gelombang itu dan bersikeras menahan diri dan melawan. Mereka bangkit berdiri, terhuyung dan mengerahkan seluruh kekuatan batin mereka untuk melawan rasa kantuk yang amat menekan mereka.
"Ha-ha-hal"
Tiba-tiba di depan mereka tampak seorang raksasa berusia sekitar enam puluh tahun, gagah perkasa bermuka merah berpakaian indah, tangan kiri memegang sebatang gendewa (busur) besar dan di punggungnya tergantung belasan batang anak panah dalam sebuah bumbung. Kakek ini bukan lain adalah Dibya Krendasakti, penguasa Pulau Nusa Barung. Dia sedang melaksanakan tugas yang dia janjikan kepada Nini Bumigarbo untuk mencuri Cupu Manik Maya, sebuah di antara pusaka-pusaka Kerajaan Kahuripan.
Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Harta Karun Jenghis Khan Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis Pencabut Nyawa Karya Kho Ping Hoo