Ceritasilat Novel Online

Pedang Asmara 22


Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 22



"Demikianlah, Koko. Mereka itu memang orang-orang aneh, sampai mereka sudah tua, tetap saja pertandingan tiga tahun sekali itu dilaksanakan terus! Sudah berganti-ganti mereka itu saling mengalahkan, juga sudah banyak murid yang tewas dalam setiap pertandingan. Sukar dikatakan siapa yang akhirnya menjadi datuk yang nomor satu! Dan setahun lagi, mereka kembali akan mengadakan pertemuan, dan dalam kesempatan itu, masing-masing akan mengeluarkan jago muda, yaitu murid atau anak sendiri, untuk mewakili mereka memperebutkan kemenangan antar murid! Nah, kalau engkau bisa menjadi wakilnya dan merenggut kemenangan untuk ayah, tentu ayah akan sayang sekali kepadamu dan tidak ragu-ragu lagi menerimamu sebagai mantu."

   "Hemmin, hanya itu saja syaratnya?"

   "Tentu saja tidak begitu mudah, kalau mudah namanya tentu bukan watak ayah. Mungkin engkau masih harus menghadapinya sendiri, dapat bertahan terhadap serangan-serangannya."

   San Hong mengerutkan alisnya.

   "Hemmm, mana mungkin?"

   "Mengapa tidak? Engkau masih muda dan ayah sudah tua."

   "Jadi aku harus belajar dulu sampai tua sebelum boleh berharap untuk dapat menjadi suamimu?"

   Siang Bwee tertawa dan mencubit lengan kekasihnya.

   "Hi-hi-hik, kalau engkau belajar sampai tua, aku pun menjadi nenek-nenek ompong yang selalu menunggu pinanganmu! Jangan kau khawatir, Koko. Kalau ayah suka kepadamu, dia akan mengalah. Biarpun demikian, mulai sekarang engkau harus belajar dengan baik. Dan aku akan mengusahakan agar engkau dapat menerima pula ilmu-ilmu dari para datuk lainnya."

   "Hemmm, menurut ceritamu tadi, datuk-datuk yang lain adalah See-thian Mo-ong dan Pak-ong. Bagaimana aku bisa mendapatkan itu dari mereka?"

   "Serahkan saja kepadaku! See Mo dan Pak Ong boleh jadi jahat sekali, paling jahat di antara Empat Datuk Besar. Akan tetapi kalau kita mempergunakan akal, tentu akan berhasil. Tidak selalu kita harus mempergunakan tenaga otot dan kekuatan tubuh, bukan? Kalau tenaga dan kekuatan sudah tidak mampu menolong kita, kita harus mengandalkan kecerdikan akal pikiran."

   "Sesukamulah, Bwee-moi. Aku hanya menurut saja. Sekarang, ke mana kita narus pergi?"

   "Kita sudah berada di kota raja, mencari Pak Ong lebih mudah dan lebih dekat daripada mencari See Mo. Akan tetapi, aku ingin engkau berlatih ilmu-ilmu dari Tung Kiam itu, lebih dahulu, Koko. Tempat ini sepi, lekaslah engkau berlatih. Mari kutemani, aku akan menyerangmu dengan ilmu tongkat Hwe-liong-jio-cu dan ilmu pukulan Hek-in Pay-san. Mari!"

   Gadis itu menariknya berdiri dan Siang Bwee sudah mengambil sebatang tongkat."Baik, Bwee-moi, kau mulailah dengan seranganmu!"

   Kata San Hong sambil siap dengan pedangnya, yaitu Pek-lui-kiam.

   Kalau menghadapi tongkat di tangan Siang Bwee, dia harus mempergunakan pedang. Dengan pedang pun, ketika pertama kali mereka berlatih, dia selalu kewalahan. Ilmu tongkat gadis itu memang hebat bukan main. Akan tetapi setelah dia menerima petunjuk dari Tung Kiam bagaimana harus menghadapi ilmu tongkat itu, dan dari Siang Bwe dia pun menerima petunjuk tentang rahasia dan kehebatan ilmu tongkat Hwe-liong Jio-cu, maka dia mampu menandinginya dan melindungi dirinya dengan pedang. Bahkan dia mampu mencari lowongan pada ilmu tongkat itu untuk membalas.

   "Awas, Koko, sekali ini aku akan menyerang secepatnya!"

   Kata Siang Bwee dan tiba-tiba tubuhnya berkelebat, tongkatnya sudah meluncur dalam serangan yang amat kuat dan cepat.

   Namun San liong sudah siap siaga dan dia sudah tahu ke mana arah serangan tongkat itu. Gerakan tongkat itu memang aneh dan perubahannya tidak tersangka-sangka, namun San Hong sudah mempelajarinya dari Siang Bwee dan mengenal ciri-ciri khas gerakan tongkat itu, maka dia pun cepat menggerakkan pedangnya dan nampak sinar pedang berkilat ketika dia menangkis. Siang Bwee benar-benar membuktikan kata-katanya, ia menyerang bertubi-tubi dengan amat cepatnya. Dengan dahsyat, tongkat di tangannya menyerang dengan jurus-jurus pilihan dan ia bahkan berusaha keras untuk memperoleh kemenangan dalam serangannya.

   Kalau ia tidak yakin bahwa kekasihnya sudah menguasai pertahanan dengan sebaiknya terhadap ilmu tongkatnya ini, tentu dara ini tidak berani menyerang seperti itu. Ilmu tongkat itu terlalu berbahaya untuk main-main. Namun, ia sudah yakin bahwa San Hong akan mampu bertahan. Hal ini perlu dibuktikan sehingga kelak kekasihnya tidak akan mudah dikalahkan oleh ayahnya kalau ayahnya menyerang dengan ilmu tongkat itu.

   Setelah dapat menghalau semua jurus serangan Siang Bwee dengan baik sekali, mulailah San Hong membalas dengan jurus ilmu pedang yang pernah dia pelajari dari Tung Kiam. Walaupun ilmu yang diterimanya dari Tung Kiam hanya selama satu minggu, namun jurus-jurus itu merupakan jurus pilihan yang khusus diciptakan datuk besar itu untuk melawan ilmu tongkat Hwe-liong Jio-cu! Dan Siang Bwee segera merasakan tekanan yang hebat. Terpaksa ia mengerahkan seluruh tenaga dan kecepatan tubuhnya untuk melindungi dirinya dan diam diam ia terkejut. Ilmu yang diajarkan oleh Tung Kiam itu memang dapat menjadi bahaya bagi ayahnya! Hanya dengan pemusatan ilmu tongkat itu menjadi pertahanan sajalah ia mampu menahan semua desakan. Sampai habis jurus-jurus dari Tung Kiam dipergunakan San Hong, ia dapat bertahan dengan selamat walaupun amat terdesak.

   "Cukup, Koko. Sekarang, mari kau hadapi Hek-in Pay-san!"

   Kata gadis itu sambil melempar tongkatnya ke samping. San Hong juga melepaskan pedangnya dan begitu gadis itu menerjangnya dengan pukulan tangan kosong, dia pun mengelak dan segera memainkan ilmu yang dipelajarinya dari Tung Kiam, yang khusus diciptakan untuk menghadapi ilmu pukulan dari Nam Tok itu.

   Hek-in Pay-san merupakan ilmu pukulan yang mengandung tenaga sinkang yang amat hebat, bahkan mengandung hawa beracun sehingga amat berbahaya. Ang Leng Ki dikenal dengan sebutan Nam-san Tok-ong (Raja Racun Gunung Selatan) atau disingkat Nam Tok (Racun Selatan), akan tetapi dia tidak pernah mempergunakan racun secara kasar seperti para tokoh lain yang menggunakan julukan Racun. Bahkan senjatanya berupa tongkat itu tidak diberi racun, bahkan gagangnya terbuat dari emas yang bersih dan terukir indah. Bagi seorang yang setinggi Nam Tok kedudukannya, penggunaan racun secara kasar itu sungguh merendahkan martabatnya!

   Akan tetapi, tidak percuma dia memiliki julukan Raja Racun, karena memang dia ahli mempergunakan. Keahliannya ini sudah sedemikian mendalam sehingga dia mampu mempergunakan hawa beracun dalam pukulannya, seolah-olah racun sudah mengalir di tubuhnya dan setiap saat dapat dia pergunakan tanpa mempergunakan racun dari luar. Demikian pula dengan pukulan Hek-in Pay-san. Pukulan ini sendiri sudah mengandung hawa beracun yang amat berbahaya! Besar kecilnya bahaya dalam pukulan itu tergantung dari besar kecilnya tenaga yang dipergunakan ketika memukul. Biarpun belum sehebat ayahnya, namun Siang Bwee juga sudah mempelajari ilmu ini dari ayahnya, maka serangan-serangannya juga amat kuat dan berbahaya.

   Namun, San Hong yang sudah mengenal pula ilmu pukulan itu, dapat menghindarkan diri dengan baik. Sebetulnya, dengan semua ilmu yang dia pelajari dari Thay-san Ngo-sian, dia pun akan mampu menghadapi ilmu pukulan dari Nam Tok itu. Lima orang gurunya adalah orang-orang yang berilmu tmggi pula, dan penggabungan dari ilmu mereka membuat San Hong telah menjadi seorang pemuda gemblengan yang lihai. Namun, ilmu pukulan Hek-in Pay-san amat rumit dan aneh sehingga kalau dia belum mengenal ilmu itu atas petunjuk Siang Bwee, akan berbahaya pula karena sekali terkena pukulan yang mengandung hawa beracun itu, akan celakalah dia.

   Kini, setelah dia peroleh petunjuk Siang Bwee sehingga mengenal benar ciri-ciri gerakan ilmu pukulan itu, dia dapat menghindarkan diri lebih mudah lagi, bahkan kini dia mulai membalas dengan serangan pukulan yang dia pelajari dari Tung Kiam. Dan Siang Bwee mulai terdesak! "Cukup, Hong-ko.....!"

   Siang Bwee berseru sambil melompat mundur dan San Hong menahan pukulannya. Gadis itu memandang dengan wajah berseri.

   "Ah, tadinya kusangka bahwa engkau tidak sungguh-sungguh berlatih diri selama ini, Hong-ko. Kiranya engkau telah memperoleh kemajuan pesat sekali!"

   "Semua ini berkat kebaikanmu, Bwee-moi. Bagaimana, apakah dengan bekal ilmu ini aku akan dapat bertahan menghadapi ayahmu?"

   "Aih, masih jauh sekali, Koko! Engkau masih harus belajar banyak, dan mari kita lanjutkan perjalanan. Kita cari Pak-ong! Akan tetapi sebelum kita dapat bertemu dengan dia, engkau harus berhati-hati karena ada suatu hal yang membuatku khawatir bukan main."

   "Apakah itu? Apakah karena datuk utara itu jahat sekali dan amat berbahaya?"

   "Kalau menghadapi dia, serahkan saja kepadaku. Akan tetapi yang kukhawatirkan adalah anaknya!"

   "Wah, apakah anaknya itu amat jahat?"

   "Aku tidak tahu benar apakah ia jahat atau tidak, bagaimanapun juga, anak Pak Ong mana tidak jahat? Akan tetapi, ia amat berbahaya."

   "Kaumaksudkan ia amat lihai?"

   "Tentang kelihaiannya, tidak banyak selisihnya dengan kepandaianku walaupun tiga tahun yang lalu aku pernah kewalahan melawannya. Akan tetapi yang kukhawatirkan adalah bahaya karena ia amat cantik! Aku khawatir engkau akan terpikat oleh kecantikannya, Koko."

   "Hushhh, kau kira aku ini laki-laki mata keranjang? Bwee-moi, di dunia ini bagiku hanya ada engkau satu-satunya wanita yang kucinta, dan bagiku tidak mungkin ada wanita yang lebih cantik darimu."

   Siang Bwee kelihatan senang mendengar ini.

   "Koko, aku hanya berkelakar. Tentu saja aku percaya kepadamu dan aku sudah mengenal watakmu, kalau tidak, mana mungkin aku dapat jatuh cinta padamu? Akan tetapi, aku bicara sebenarnya kalau kukatakan bahwa Ji Kui Lan itu amat berbahaya. Selain cantik, juga ia lihai, telah mewarisi ilmu-ilmu ayahnya, dan hatinya kejam. Karena itu, engkau harus berhati-hati berhadapan dengannya."

   "Aku akan berhati-hati, Bwee-moi, jangan khawatir."

   Mereka lalu pergi sambil bergandeng tangan, menuju ke arah utara untuk mencari Pak Ong!

   Tentu saja San Hong hanya dapat percaya secara membuta kepada kekasihnya walaupun diam-diam dia merasa ngeri untuk bertemu dengan datuk besar utara itu yang menurut kekasihnya memiliki kepandaian setingkat Nam Tok akan tetapi jauh lebih kejam lagi! Siangkoan Kun Hok berusia lima puluh lima tahun, namun karena tubuhnya yang tegap dan kokoh kuat, wajahnya yang peramah, dia nampak jauh lebih muda dari usia yang sebenarnya. Siangkoan Kun Hok adalah seorang bekas perwira kerajaan, banyak membuat jasa ketika dia bertugas dalam pasukan karena dia seorang pemberani dan berilmu tinggi.

   Namun, melihat betapa atasannya banyak melakukan korupsi yang sama sekali berlawanan dengan jiwa kepahlawanannya, dia mengundurkan diri dan pulang ke tempat asalnya, yaitu di kota Yu-sian, bersama keluarganya. Di kota ini dia lalu membuka sebuah perguruan silat yang diberi nama Siangkoan Bu-koan, mengajarkan ilmu silat keluarganya kepada murid-murid dengan imbalan uang untuk menyambung biaya kehidupan keluarganya. Namun dia selalu memilih murid, bukan asal dapat membayar saja, karena selain dia hanya mau menurunkan ilmu kepada murid yang berbakat, juga dia tidak ingin ilmunya diterima oleh orang yang berwatak jahat. Biarpun ilmu silat yang dikuasai Siangkoan Kun Hok merupakan ilmu silat keluarga Siangkoan, namun dasarnya adalah Ilmu silat dari Siauw-lim-pai yang bercampur dengan ilmu silat Kun-lun-pai.

   Memang kakek Siangkoan Kun Hok adalah seorang tokoh Siauw-lim-pai, sedangkan nenek buyutnya adalah murid wanita yang pandai dari Kun-lun-pai. Suami isteri inilah yang dalam hal ilmu silat, saling belajar, saling meminta dan memberi, dan keduanya inilah yang telah dapat menggabungkan kedua aliran dan menciptakan ilmu silat yang mereka namakan ilmu silat keluarga Siangkoan! Kokoh kuat merupakan dasar dari Siauw lim-pai, dan gagah dan indah ilmu silat itu seperti ilmu silat dari Kun-lun-pai, Kemudian, ilmu ini pun turun temurun dan akhirnya dikuasai oleh Siangkoan Kun Hok.

   Siangkoan Kun Hok hidup bersama seorang isterinya dan seorang puterinya, yaitu seorang anak perempuan bernama Siangkoan Leng. Siangkoan Kun Hok mengajarkan ilmunya kepada isterinya yang kini juga menjadi seorang ahli yang lihai, dan kepada puterinya yang berusia sembilan belas tahun itu. Seperti juga suaminya, isteri Siangkoan Kun Hok yang berusia empat puluh tahun itu nampak segar dan jauh lebih muda dari usianya, karena tubuhnya yang sehat dan hatinya penuh dengan kebajikan.

   Siangkoan Leng sendiri sejak kecil digembleng oleh ayah ibunya, dan kini ia menjadi seorang gadis berusia sembilan belas tahun yang amat menarik. Wataknya pendiam dan halus, manis budi. Tubuhnya ramping dan mungil, wajahnya manis sekali. Rambutnya yang panjang itu agak ikal, dan di dagu kirinya terdapat sebuah tahi lalat yang membuatnya menjadi semakin manis. Kulitnya putih halus kemerahan.

   Keluarga ini tinggal di tepi jalan raya di kota Yu-sian dan nama mereka terkenal sebagai keluarga yang sopan, baik, dermawan, dan juga disegani. Rumah itu sederhana saja, akan tetapi di bagian belakangnya terdapat lian-bu-thia (ruangan berlatih silat) yang luas, dindingnya terbuka dikelilingi taman yang segar. Di Kinilah para murid berlatih silat. Pada suatu pagi yang cerah, dari dalam lian-bu-thia (ruangan berlatih silat) di rumah keluarga Siangkoan itu sudah terdengar bentakan-bentakan berirama dari belasan orang anak murid yang sedang berlatih silat.

   "Haiiittt-hah, haiiittt-hah, haiiittt..... ciaaattt!"

   Berulang-ulang teriakan berirama ini terdengar sampai keluar rumah. Bagi penduduk kota Yu-sian, teriakan-teriakan di pagi hari itu tidak asing lagi. Mereka tahu bahwa di dalam rumah itu serombongan murid sedang berlatih silat. Dari teriakan-teriakan itupun dapat di ketahui bahwa yang sedang berlatih silat adalah murid murid yang masih remaja.

   Dan memang benar demikian. Mereka iti adalah anak-anak berusia antara sepuluh sampai tiga belas tahun, para pelajar tingkat permulaan. Untuk melatih anak anak yang baru mulai belajar ini, Siang koan Kun Hok menyerahkannya kepada murid-muridnya yang sudah pandai. Murid-murid pertengahan dilatih di bawah bimbingan Siangkoan Leng, puterinya, dan hanya murid-murid tingkat teratas saja dia latih sendiri, dibantu oleh isterinya. Seperti biasa, pagi-pagi sekali murid-murid tingkat terendah ini sudah berlatih, dipimpin oleh seorang murid tingkat tertinggi yang bernama Tang Hu.

   Pemuda berusia dua puluh lima tahun ini bertubuh tinggi kurus dan dia merupakan seorang di antara lima orang murid utama yang tingkatnya hanya berada di bawah tingkat Siangkoan Leng, bahkan Tang Hu ini paling pandai di antara para murid utama. Dia pendiam dan rajin, sikapnya serius dan agak keras ataupun dia juga gagah dan selalu membela kebenaran dan keadilan. Pada waktu itu, Siangkoan Kun Hok, isterinya dan puterinya sedang berada di ruangan belakang, menikmati hidangan makan pagi sebelum mereka memulai dengan pekerjaan hari itu. Baru saja mereka selesai makan pagi,

   tiba-tiba keorang murid kecil memasuki ruangan itu dan memberi hormat kepada Siangkoan Kun Hok.

   "Suhu, di lian-bu-thia muncul seorang tamu tak diundang yang sekarang sedang cekcok dengan Tang-suheng."

   Mendengar laporan ini, Siangkoan Kun Hok mengerutkan alisnya.

   Dengan sikap tenang dia pun bangkit dan berjalan menuju ke lian-bu-thia, diikuti isterinya dan puterinya yang juga merasa tertarik mendengar laporan murid kecil itu. Ketika mereka tiba di pintu lian-bu-thia, mereka mendengar Tang Hu itu sedang berbantahan dengan seorang pemuda lain dan Siangkoan Kun Hok memberi isyarat kepada isteri dan puterinya untuk berhenti di luar pintu dan mendengarkan perbantahan itu.

   "Tidak perlu banyak cakap lagi, aku sedang sibuk!"

   Terdengar Tang Hu berkata dengan nada kesal.

   "Pendeknya, di sini tidak ada aturan seorang yang ingin belajar silat diperbolehkan menguji dulu kepandaian para pengajarnya. Tinggal engkau pilih saja. Kalau memang ingini belajar, narus mendaftarkan, memperkenalkan diri kepada suhu dan mentaati semua peraturan di bu-koan (perguruan silat) ini. Atau kalau engkau tidak suka dan merasa sudah pandai, tidak perlu lagi belajar kepada kami!"

   Tamu yang masih muda itu berkata dengan suara yang halus namun tegas dan mengandung ejekan.

   "Sobat yang baik, membeli barang bagaimana bisa tahu akan mutunya kalau tidak diuji lebih dulu? Betapa banyaknya di dunia ini terdapat perguruan-perguruan silat, akan tetapi ternyata hanya dibuka oleh orang-orang yang mengaku pandai akan tetapi sebetulnya tidak ada artinya dan mereka membuka perguruan silat hanya untuk mengelabui orang dan mencari uang mudah saja. Nah, aku tidak mau kecelik seperti itu.

   Maka, kalau aku tidak diperbolehkan menguji guru dari bu koan ini, yaitu Siangkoan Lo-enghiong (orang tua gagah Siangkoan) sendiri, biarlah aku menguji saja kepandaian muridnya yang terpandai. Kalau memang ilmu silat yang diajarkan di sini hebat seperti yang disohorkan orang, aku mau belajar dan mau membayar berapa saja! Akan tetapi kalau ternyata hanya nama kosong, aku pun tidak akan mengganggu lebih lama lagi."

   "Hemmm, engkau datang ke sini untuk belajar silat ataukah untuk menantang pi-bu (mengadu ilmu silat)? Sudahlah, kalau hendak menantang suhu, tidak ada gunanya. Selain engkau pasti kalah, Juga suhu tidak akan sudi melayani tantangan seorang pemuda sombong. Pergilah, sobat, aku sedang sibuk bekerja melatih adik-adik kecil ini!"

   Kata Tang Hu, suaranya juga sudah keras karena dia kehabisan kesabaran lagi. Pada saat itulah Siangkoan Kun Hok melangkah masuk ke dalam lian-bu-thia. Tadi dia memandang kepada pemuda itu dan mendengarkan ucapannya.

   Seorang pemuda yang usianya sedikit lebih tua daripada Tang Hu, berpakaian mewah dan pesolek seperti putera seorang bangsawan atau seorang hartawan besar. Wajahnya tampan dan sikapnya halus, tubuhnya sedang dengan kulit yang putih. Dia mengenakan pakaian mewah dan sebuah topi bulu yang indah, dengan sabuk emas. Jelas bahwa pemuda ini bukan pemuda kota Yu-sian, dan bukan pemuda biasa. Kata-katanya juga lancar dan halus, bahkan memiliki dasar yang kuat.

   "Tang Hu, apakah yang terjadi? Siapakah, orang muda ini?"

   Kata Siangkoa Kun Hok yang masuk ke lian-bu thia diikuti isterinya dan puterinya. Kok Tay Ki, atau Kok Kongcu, pemuda itu, cepat memandang. Sinar matanya yang tajam mencorong itu sebentar menyapu wajah Siangkoan Kun Hok, lalu isteri guru silat itu, dan paling akhir menatap wajah Siangkoan Leng. Sinar mata kagum muncul dalam pandang matanya, akan tetapi hanya sebentar karena kembali sudah memandang kepada Siangkoan Kun Hok. Sementara itu, melihat gurunya muncul, hati Tang Hu menjadi besar dan dia pun cepat melapor.

   "Suhu, orang sombong ini menantang pibu kepada teecu untuk membuktikan apakah ilmu silat Siangkoan Bu-koan cukup berharga untuk dia pelajari. Tentu saja teecu menolak dan.....

   "

   "Mengapa menolak, Tang Hu? Permintaan orang muda ini cukup pantas. Nah, layanilah dia selama beberapa jurus dan perlihatkan semua jurus pilihan yang pernah kaupelajari di sini."

   Ucapan Siangkoan Kun Hok itu membuktikan betapa tajamnya pandang mata guru silat yang bekas perwira ini.

   Sekali lihat saja dia sudah dapat menduga bahwa pemuda tampan yang datang ini bukan orang sembarangan, bukan pemuda biasa yang ingin belajar silat, melainkan mungkin seorang pemuda yang sudah pandai dan yang hendak menguji kepandaiannya sendiri. Dia pun tertarik dan ingin melihat bagaimana perkembangan selanjutnya, ingin dia mengenal pemuda ini lebih lanjut. Perlu diketahui bahwa sudah sejak satu tahun ini Siangkoan Kun Hok dan isterinya merasa gelisah dan prihatin. Puteri mereka, Siangkoan Leng, sejak usia tujuh belas tahun, sudah menimbulkan keinginan dalam hati mereka untuk melihat puteri dan anak tunggal mereka itu berumah tangga, menikah dan mempunyai keturunan.

   Akan tetapi, Siangkoan Leng yang sudah dilamar banyak pemuda itu selalu menolak, mengatakan bahwa ia belum melihat seorang pemuda yang menarik hatinya, dan belum berniat untuk berumah tangga. Siangkoan Kun Hok dan isterinya mengenal watak anak mereka yang pendiam itu. Tentu Siangkoan Leng mendambakan seorang pemuda yang gagah perkasa dan yang mampu mengalahkan ilmu silatnya sendiri, dan tentu saja yang tampan dan ter-pelajar! Ingat akan hal ini, begitu melihat pemuda yang pada pagi hari itu muncul, entah bagaimana sudah tiba di lian-bu-thia, Siangkoan Kun Hok lalu membuat penilaian.

   Seorang pemuda yang tampan sekali, juga dari ucapannya itu mudah diduga bahwa dia seorang yang cerdik dan agaknya terpelajar, melihat pakaiannya tentu dia berharta. Hanya tinggal melihat bagaimana ilmu kepandaiannya. Siapa tahu, pemuda ini lihai dan mampu menandingi Siangkoan Leng, dan terutama sekali, siapa tahu pemuda ini kemudian suka menjadi jodoh puterinya! Inilah sebab rahasia yang tersembunyi dalam hati Siangkoan Kun Hok dan yang mendorong dia bersikap sabar, bahkan melayani pemuda itu yang ingin menguji kepandaian Tang Hu!

   Tang Hu nampak terheran-heran mendengar perintah suhunya yang menyuruh dia melayani pemuda sombong itu beberapa jurus dengan mempergunakan jurus-jurus pilihan! Akan tetapi, dia pun melihat terbukanya kesempatan untuk memberi sekedar hajaran kepada pemuda ini yang ingin belajar silat saja mesti pakai menguji segala! Apalagi Siangkoan Leng, yang disebutnya sumoi (adik seperguruan) walaupun sumoinya itu lebih lihai dari dia karena dia lebih tua, hadir di situ menyaksikan. Sudah sejak lama diam-diam dia jatuh cinta kepada sumoi-nya ini.

   Tang Hu lalu menyuruh semua adik-adik seperguruan untuk keluar dari lian-bu-thia. Mereka adalah murid-murid baru, tidak semestinya kalau menyaksikan apa yang akan terjadi. Hal ini dibenarkan olen Siangkoan Kun Hok yang menyuruh mereka semua itu pulang dan mengatakan bahwa sore nanti saja diadakan latihan lagi. Murid-murid itu pun berhamburan keluar dari lian-bu-thia. Isteri Siangkoan Kun Hok menutupkan daun pintu lian-bu-thia itu. Hanya jendela-jendelanya saja yang terbuka, jendela yang menembus ke kebun dan taman di belakang dan sebelah kiri.

   Diam-diam Kok Kongcu girang bukan main. Tak disangkanya akan demikian mudahnya baginya untuk mencoba ilmu keluarga Siangkoan yang terkenal itu. Dari Yu-sian Siang-houw dan para tokoh sesat yang semalam menjamunya, dia mendapat keterangan bahwa Siangkoan Kun Hok, isterinya dan puterinya memang amat lihai. Bukan hanya lihai ilmu silatnya saja yang membuat keluarga Ini disegani dan ditakuti, akan tetapi juga terutama sekali karena sebagai seorang bekas perwira di kota raja, Siangkoan Kun Hok mempunyai hubungan yang luas dan erat dengan para pejabat tinggi sehingga dia mempunyai pengaruh besar dan amat dihormati. Kini, setelah melihat Siangkoan Leng, dia menjadi semakin kagum dan girang.

   Gadis itu sungguh manis dan mungil. Akan tetapi bukan wataknya untuk mengagumi wanita secara berterang, maka dia pun bersikap acuh saja, seolah-olah dia sama sekali tidak tertarik. Dia pun maklum bahwa kalau ternyata ilmu silat keluarga ini memang hebat, dia harus mempelajarinya dan untuk keperluan itu, sungguh tidak baik kalau begitu bertemu dia menanam permusuhan atau menimbulkan kebencian kepada mereka. Maka, biarpun kini Tang Hu sudah berdiri di depannya, dia pura-pura belum siap dan dia menjura dengan sikap hormat ke arah Siangkoan Kun Hok, dan berkata dengan lembut.

   "Harap Lo-cian-pwe suka memaafkan saya, akan tetapi benarkah dugaan saya bahwa Lo-cian-pwe yang bernama Siangkoan Kun Hok?"

   Guru silat itu tersenyum dan mengangguk, mengelus jenggotnya yang dipelihara pendek.

   "Benar, orang muda, aku adalah Siangkoan Kun Hok."

   Sekali lagi Kok Kongcu memberi hormat.

   "Ah, kalau begitu harap maafkan saya sekali lagi. Sudah banyak saya mendengar akan nama besar Lo-cian-pwe dan nama besar keluarga Siangkoan dengan ilmu silatnya yang hebat. Saya ingin sekali ikut mempelajari ilmu silat di Siangkoan Bu-koan, akan tetapi agar dapat yakin, saya ingin mencobanya dan membuktikannya sendiri."

   "Baiklah, kami sudah mengerti. Murid kami Tang Hu sudah siap untuk melayanimu, orang muda."

   Kata Siangkoan Kun Hok dengan sikap ramah.

   "Maaf, Lo-cian-pwe,"

   Pemuda tampan itu membantah dengan sikap tetap sopan.

   "Rasanya tidak akan puas hati saya kalau tidak mencoba kehebatan ilmu silat keluarga Siangkoan ini dari Lo-cian-pwe sendiri, agar saya dapat mengenal benar kehebatannya, bukan hanya dari seorang murid. Ucapan ini membuat Tang Hu menjadi merah mukanya karena marah. Dia merasa dipandang rendah. Kalau tidak ada gurunya di situ, tentu dia sudah marah dan menerjang pemuda itu.

   "Jangan khawatir, orang muda. Tang Hu adalah seorang di antara murid utama kami, dia sudah menguasai semua dasar ilmu silat keluarga Siangkoan. Dari dia pun engkau sudah akan melihat bagaimana mutu dari ilmu silat kami."

   Kata Siangkoan Kun Hok yang tidak bicara bohong karena memang Tang Hu merupakan seorang murid kepala dan dalam hal ilmu silat, agaknya hanya sedikit di bawah tingkat Siangkoan Leng saja.

   "Sobat, engkau ini datang hendak memperlihatkan ilmumu ataukah hendak menjual omongan? Engkau belum pantas untuk menguji kepandaian Suhu. Aku pun sudah cukup! Nah, bersiaplah!"

   Tantang Tang Hu kepada pemuda tampan itu.

   

   Kok Kongcu adalah seorang pemuda yang amat tinggi hati, walaupun keangkuhan ini hanya berada di dalam hatinya karena di luarnya dia mampu bersikat ramah dan halus. Ketinggian hatinya bukanlah kosong belaka karena memang jarang di dunia persilatan mendapatkan seorang pemuda yang mampu menandinginya. Tingkat ilmu silatnya sudah sedemikian tingginya sehingga dia merasa dirinya sudah tidak ada lagi tandingannya! Kini, mendengar ucapan Tang Hu, dia tersenyum.

   "Bukan begitu, kawan. Aku hanya merasa sangsi apakah gerakanmu akan tepat sehingga tidak menonjolkan kehebatan ilmu silat keluarga Siangkoan yang amat terkenal itu."

   "Manusia sombong! Katakan saja kalau engkau tidak berani! Kalau berani, bersiaplah!"

   Tang Hun sudah menjadi marah sekali.

   "Kenapa tidak berani? Aku hanya ingin melihat sampai di mana kehebatan ilmu silat keluarga Siangkoan, bukan untuk berkelahi. Nah, aku sudah siap sejak tadi, mulailah!"

   Tang Hu ragu-ragu karena melihat betapa pemuda itu sama sekali tidak memasang kuda-kuda, melainkan berdiri biasa saja, bukan sikap seorang ahli silat. Jangan-jangan pemuda ini sama sekali tidak pandai silat, pikirnya. Kalau begitu, tentu otaknya agak miring, hendak menguji ilmu silat perguruan Siangkoan! Dia orang yang sejak kecil digembleng oleh gurunya menjadi seorang pendekar, tentu saja tidak mau menyerang orang yang sama sekali tidak mengerti ilmu silat.

   Akan tetapi, pendapat Siangkoan Kun Hok lain lagi. Melihat betapa pemuda tampan itu menghadapi Tang Hu tanpa memasang kuda-kuda, hal ini bahkan menimbulkan dugaan keras bahwa pemuda itu sudah memiliki tingkat tinggi sehingga memandang rendah lawan. Biarpun tidak memasang kuda-kuda, namun dia melihat betapa kedua kaki pemuda tampan itu agak berjingkat.

   "Tang Hu, mulailah menyerang dan jangan ragu-ragu!"Dia berseru kepada muridnya. Mendengar ucapan suhunya, barulah Tang Hu berbergerak. Namun, dia tidak bergerak terlalu cepat atau terlalui kuat. Dia khawatir kalau sampai dia merobohkan lawan dengan luka yang berat, tentu suhunya akan marah kepadanya.

   "Lihat seranganku!"

   Bentaknya mendahului serangannya, yaitu pukulan tangan kiri sebagai tonjokan ke arah dada, disusul sambaran tangan kanan dari samping yang menampar ke arah pinggir kepala.

   "Wuuut..... wuuuuuttt.....!"

   Dua serangan itu mengenai angin kosong saja karena dengan amat mudahnya, Kok Kongcu mengelak dengan geseran kaki, nampaknya bukan seperti gerak silat, namun nyatanya, serangan itu luput.

   Tang Hu melanjutkan serangannya, kini tubuhnya agak merendah, kedua tangan menyodok ke arah perut. Ketika lawan mundur mengelak, kakinya menyambar dengan tendangan yang cukup dahsyat. Namun, sekali lagi serangan ini pun hanya mengenai udara hampa saja. Tahu-tahu Kok Kongcu sudah menghindar dengan gerakan biasa, tidak seperti gerakan silat. Siangkoan Kun Hok mengerutkan alisnya. Pemuda itu seorang yang sombong, atau seorang yang memang ahli dan berilmu tinggi!

   "Tang Hun, lakukan serangan yang benar dan perlihatkan kekuatan ilmu silat kita, jangan membikin malu kami!"

   Teriaknya.

   Tang Hun memang menunggu perintan ini. Kini, dia membuang semua kekhawatiran dan dia mengerahkan tenaganya sehingga gerakannya mendatangkan angin, tanda bahwa kaki tangannya terisi tenaga sin-kang yang cukup kuat. Kemudian, mulailah dia menyerang dengan dahsyat, bukan saja menggunakan jurus pilihan, melainkan juga mengerahkan seluruh tenaganya! Namun, tetap saja Kok Kongcu bersikap sembarangan dan biarpun dia tidak melakukan gerak silat, namun semua serangan itu dapat dielakkannya dengan amat mudah! Padahal, Tang Hu menyerang bertubi-tubi dan sebentar saja, belasan jurus lewat dengan cepatnya tanpa sebuah pun pukulan atau tendangan menyentuh ujung baju Kok Kongcu! Sian koan Kun Hok terbelalak kagum!

   Dia tadi melihat betapa serangan muridn itu, cukup baik dan cukup kuat. Akan tetapi, bagaimana mungkin semua serangan itu gagal hanya disambut elakan elakan biasa yang digerakkan bukan dengan ilmu silat? Seolah-olah pemuda itu hanya main-main saja, menggeser kaki ke sana-sini, memutar tubuh dan terhuyung dan akibatnya, semua serangan muridnya gagal. Demikian hebatkah ilmu silat pemuda tampan itu? Kok Kongcu hanya mengelak terus tanpa membalas memang disengaja. Dia datang untuk mempelajari ilmu silat keluarga Siangkoan, maka dia hanya mengelak sambil memperhatikan dan menilai jurus-jurus yang dimainkan Tan Hu. Dan dia mengenal dasar-dasar ilm silat Sieuw-lim-pai dan Kun-lun-pai!

   Maka, dia pun dapat menebak bahwa ilmu silat keluarga Siangkoan ini adalah ilmu silat campuran antara Siauw-lim-pai da Kun-lun-pai. Tang Hu sendiri tadinya merasa penasaran, kemudian terkejut karena betapapun dia mengerahkan tenaga dan kecepatan, namun pukulannya selalu luput! seolah-olah tubuh lawan itu demikian ringannya sehingga sebelum serangannya tiba, tubuh itu sudah terdorong menghindar oleh angin pukulan itu sendiri. Mulailah dia ragu-ragu apakah lawannya itu hanya kebetulan saja, ataukah ilmu silatnya sendiri yang tidak beres, ataukah memang lawan itu berilmu tinggi! Dia merasa penasaran sekali dan membentak.

   "Sobat, kalau engkau memang berkepandaian, balaslah seranganku dan jangan lari-lari menghindar saja!"

   Kembali sebuah serangan Tang Hu datang menyambar.

   Namun, kembali Kok Kongcu menghindar dengan tarikan bagian atas tubuhnya ke belakang lalu kakinya bergeser ke kiri.

   "Aku hanya ingin menguji ilmu, bukan untuk menjatuhkanmu, sobat!"

   Jawab Kok kongcu.

   Tang Hu merasa dipermainkan.

   "Kalau begitu engkau pengecut! Kalau engkau tidak mau membalas, engkau seorang pengecat besar!"

   Baru saja Tang Hu mengeluarkan teriakan ini, tiba-tiba tubuhnya terpelanting dan dia terbanting keras. Dia bahkan tidak melihat jelas bagaimana hal itu dapat terjadi. Akan tetapi Siangkoan Kun Hok dan anak isterinya melihat betapa pemuda tampan itu menggunakan kedua lengan untuk mendorong dari samping dengan gerakan yang tiba-tiba dan kuat bukan main sehingga tubuh Tang Hu terpelanting.

   Melihat ini, keluarga itu terkejut dan diam-diam Siangkoan Leng menjadi marah. Ia menganggap pemuda tampan itu keterlaluan, sombong dan memandang rendah suhengnya. Memandang rendah Tan Hu sama saja dengan memandang rendah ilmu silat keluarga Siangkoan dan tiba tiba sebelum ayah dan ibunya mencegah, ia sudah meloncat ke tengah ruangan itu sambil berseru nyaring.

   "Tang-suheng, kau mundurlah!"

   Melihat sumoinya maju, dan karena dia tahu bahwa sumoinya memang lebih lihai darinya, Tang Hu segera mundur. Kini dara itu berdiri berhadapan dengan Kok Kongcu dan wajahnya menjadi merah kali karena marah.

   Matanya yang indah dan jeli itu mengeluarkan sinar berkilat ketika ia berkata.

   "Tang-suheng agaknya kurang latihan maka kalah olehmu. Sekarang biar aku mewakili keluarga Siangkoan untuk mengadu ilmu. Awas, lihat seranganku. Tanpa memberi kesempatan lagi kepada lawan untuk menjawab ia lalu menyerang dengan dahsyat sekali. Ia menggunakan kedua kakinya menendang susul menyusul dengan gencar dan setiap tendangan selain cepat datangnya, juga mengandung tenaga yang kuat, bertubi-ubi datangnya. Kedua kakinya itu seolah-olah menjadi kitiran angin yang menyambar-nyambar bergantian. Melihat puterinya maju dengan marah itu, nyonya Siangkoan hendak menegur dan mencegah, akan tetapi lengannya disentuh suaminya dan ketika ia menengok, suaminya memberi isyarat dan mengangguk.

   Siangkoan Kun Hok kini tertarik sekali, dan kagum kepada pemuda itu yang biarpun tidak memperlihatkan gerak silat, namun ternyata amat lihainya sehingga mampu mempermainkan Tang Hu seperti itu! Mulai dia, menduga bahwa tentu pemuda ini seorang pendekar yang berkepandaian tinggi dan yang datang ke Siangkoan Gu koan bukan untuk mencari permusuh atau membuat keributan, melainkan karena tertarik akan nama keluarga Siang koan dan ingin menguji! Dan kalau benar dugaannya dan sampai puterinya tidak mampu mengalahkan pemuda itu, alangkah baiknya kalau pemuda itu dapat menjadi jodoh puterinya! Agaknya isterinya dapat menduga akan isi hatinja maka wanita itu pun kini memandang arah pertandingan itu dengan penuh perhatian.

   "Ilmu tendang yang hebat.....!"

   
Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kok Kongcu berseru, bukan memuji kosong belaka, melainkan dia kagum akan ilmu tendangan yang dilakukan gadis itu untuk menyerangnya. Kalau disertai tenaganya maka ilmu tendangan itu akan menjai hebat sekali! Ingin dia dapat mempelajari ilmu tendangan ini, maka ketika gadis itu menyerangnya dengan tendangan bertubi-tubi, dia pun selalu mengelak sambil memperhatikan gerakan itu. Tendangan itu memang indah dan hebat, cepat sekali dan karena dimainkan oleh seorang gadis yang manis, yang bentuk tubuhnya indah, maka selain memperhatikan gerakan itu, juga Kok Kongcu menikmati penglihatan yang mendebarkan hatinya. Gadis ini manis, dan ilmu tendangannya hebat, pikirnya.

   Akan tetapi, pujian itu bagi Siangkoan leng seperti ejekan, maka ia merasa semakin penasaran dan juga marah, la tadi tidak melihat pemuda itu bersilat, gerakannya seperti gerakan biasa yang kebetulan saja dapat mengelakkan semua serangan Tang Hu. Bahkan kini pun, ketika ia menggunakan ilmu tendangan Ngo-heng-twi yang merupakan satu di antara ilmu andalan dari keluarga Siang-Koan, pemuda itu pun mengelak dengan gerakan biasa saja. Namun anehnya, semua tendangan Ngo-heng-twi merupakan satu di antara ilmu yang amat diandalkan oleh keluarganya dan juga tidak mudah mempelajarinya.

   Bahkan para murid tingkat pertama seperti Tang Hu sekalipun, belum dapat menguasainya secara sempurna, tidak sebaik yang telah ia kuasai. Dan pemuda ini menghadap tendangan-tendangannya dengan tenang saja, bahkan masih sempat tersenyum senyum. Sementara itu, Siangkoan Kun Hok kini merasa yakin bahwa pemuda tampan itu memang hebat! Kini dia pun mengerti mengapa pemuda itu tidak pernah membalas, hanya mengelak saja dan tidak menangkis. Tentu pemuda yang aneh itt benar-benar mengagumi ilmu tendangan Ngo-heng-twi dan ingin mempelajarinya maka dia hanya mengelak dan tidak menangkis karena kalau ditangkis, gerakai ilmu tendangan itu tentu akan menjad kacau.

   "Haiiiiittt.....!!"

   Siangkoan Kun Hok terkejut bukai main melihat puterinya kini mempergunakan tendangan yang paling hebat di antara jurus-jurus tendangan Ngo-heng-twi yaitu tendangan dengan kedua kaki yang menggunting dari kanan kiri, dilakukan sambil melompat ke udara. Tendangan terbang ini berbahaya bukan main, sukar untuk dielakkan karena kedua kaki membuat gerakan dari kanan kiri seperti gunting!

   "Bagus sekali!"

   Kok Kongcu memuji dengan kagum dan dia pun tahu bahwa untuk menghadapi serangan tendangan seperti itu, terpaksa dia harus menangkis. Dia tidak menangkis, melainkan kedua tangannya menyambar dan..... kedua kaki itu telah dapat ditangkapnya dan sekali Kok Kongcu membuat gerakan mendorong ke atas, tubuh Siangkoan Leng melayang ke atas! Namun, gadis ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang baik, maka ketika tubuhnya terlempar ke atas, ia tidak menjadi gugup, bahkan ketika tubuhnya meluncur turun, ia membuat kedua kakinya meluncur di bawah dan kedua kaki itu bagaikan dua batang tombak menghujam dari atas ke arah kepala Kok Kongcu!

   Tentu saja serangan ini hebat bukan main dan merupakan serangan maut, membuat Kok Kongcu terkejut juga dan kagum akan tetapi, dia tidak gugup menghadapi ancaman serangan yang tiba-tiba datangnya dari atas itu. Kembali kedua tangannya bergerak cepat dan sebelum kedua kaki itu menginjak kepalanya, kedua tangannya telah menyambut telapak kedua kaki itu dan kini Siangkoan Leng berdiri di atas kedua tangan Kok Kongcu yang berada di dekat pundak! Siangkoan Leng menjadi girang. Pemuda itu menggunakan kedua tangan menyangga tubuunya dan dengan posisinya berada di atas itu, terbukalah kesempatan baginya untuk menyerang tanpa pemuda itu akan mampu mengelak atau menangkis. Ia pun membungkuk dan hendak menampar kepala pemuda itu.

   Akan tetapi tiba-tiba ia tidak tahan untuk tidak tertawa geli dan tubuhnya menggeliat-geliat sehingga ayah ibunya yang menonton, juga Tang Hu, terbelalak heran Mereka tidak tahu betapa gadis itu tiba tiba merasa kedua telapak kakinya seperti digelitik! Dan pada saat ia tertawa dan menggeliat itu, Kok

   (Lanjut ke Jilid 22)

   Pedang Asmara (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 22

   Kongu mendorongkan kedua tangannya. Tak dapat ditahan lagi, tubuh Siangkoan Leng terlempar ke depan dan dengan berpoksai (bersalto) tiga kali, gadis itu dapat tiba di atas tanah dengan kaki lebih dulu, dengan luncuran yang indah. Akan tetapi, wajahnya berubah kemerahan karena ketika kedua kakinya menginjak tanah, ia merasa betapa kedua kakinya itu tidak bersepatu lagi ! Ia mengangkat muka dan melihat betapa kedua sepatunya itu telah "tertinggal"

   Di kedua tangan pemuda tampan itu.

   Kok Kongcu tersenyum mengejek dan sekali menggerakkan tangan, kedua buah sepatu itu melayang dan tiba tepat di depan kedua kaki Siangkoan Leng, membelakangi gadis itu seolah-olah diletakkan oleh seorang pelayan, siap pakai sehingga memudahkan gadis itu untuk mengenakannya kembali. Perbuatan ini saja sudah membuktikan betapa lihainya pemuda itu yang menguasai tenaga lontarannya sedemikian rupa sehingga sepasang sepatu itu seolah tidak dilemparkan, melainkan ditaruh dengan hati hati. Siangkoan Leng menjadi merah padam mukanya. Bermacam perasaan mengaduk hatinya. Ada rasa takjub, kagum, akan tetapi juga penasaran dan hal ini membuatnya malu dan marah.

   Tangannya meraba punggung dan "singgg"

   Nampak sinar berkelebat dan gadis itu sudah mecabut pedangnya.

   "Leng Leng, tahan dulu"

   Tiba-tiba ayahnya berseru dan ketika dia itu menengok, Siangkoan Kun Hok sudah melompat ke depan dan memberi isyarat kepada Siangkoan Leng untuk mundur, gadis itu masih penasaran, akan tetapi tidak membantah, lalu menyarungkan kembali pedangnya dan ia lari ke arah ibunya, duduk di dekat ibunya sambil menundukkan mukanya. Sementara itu, Siangkoan Kun Hok sudah berdiri berhadapan dengan Kok Kongcu yang masih tetap tenang saja. Pemuda yang sudah bertanding berturut-turut ini nampak biasa saja, sama sekali tidak berpeluh dan pernapasannya pun biasa. Hal ini tidak terlepas dari pandang mata Siangkoan Kun Hok dan guru silat ini menjadi semakin kagum. Mereka saling pandang sejenak, kemudian sambil tersenyum guru silat itu berkata.

   "Orang muda, sesungguhnya siapakah engkau? Harap suka memperkenalkan diri siapa namamu dan dari mana asalmu."

   Kok Kongcu memberi hormat sambil tersenyum. Dia telah menemukan sesuatu, yaitu ilmu tendangan itu. Perlu dia mempelajarinya dan menguasainya dengan baik, tentu besar manfaatnya untuk menambah bekalnya menghadapi wakil para datuk besar lawan ayahnya kelak.

   "Maafkan aku, Lo-cian-pwe. Aku hanyalah seorang pemuda kelana yang sudah yatim piatu. Namaku Kok Tay Ki tidak memiliki tempat tinggal tetap."

   Pemuda ini memang amat terkenal julukannya, yaitu Kok Kongcu putera See Mo, akan tetapi nama lengkapnya jarang ada yang mengenalnya. Oleh karena itu. Kok Kongcu tidak ragu-ragu untuk memperkenalkan namanya.

   Akan tetapi dia sengaja mengaku yatim piatu. Karena kalau sampai guru silat ini mengetahui bahwa dia adalah putera See Mo, belum tentu dia mau mengajarkan ilmu ilmunya, selain hal itu akan mendatangkan kecurigaan saja.

   "Kok Tay Ki.....?"

   Siangkoan Kun Hok mengingat-ingat akan tetapi tidak merasa kenal nama itu.

   "Hemmm, sekarang katakanlah terus terang, apa yang mendorongmu berkunjung ke tempat kami?"

   "Sudah kukatakan tadi, Lo-cian-pwe. Saya datang untuk mempelajari ilmu silat karena saya mendengar betapa lihainya ilmu silat keluarga Siangkoan."

   "Hemmm, begitukah? Akan tetapi, orang muda, engkau telah memiliki ilmu kepandaian yang demikian tinggi. Kalau boleh kami mengetahui, siapakah gurumu?"

   Siangkoan Kun Hok merasa curiga juga kalau kalau pemuda ini murid seorang yang pernah menjadi musuhnya.

   "Ah, Lo-cian-pwe, saya hanya mempelajari ilmu silat begitu saja, tidak dari seorang guru tertentu. Saya merantau dan selalu ingin mempelajari suatu ilmu yang baik. Jadi, guru saya banyak sekali akan tetapi saya hanya mempelajari sambil lalu saja."

   Siangkoan Kun Hok mengangguk-angguk. Kalau benar demikian, sungguh luar biasa sekali pemuda ini! "Dan bagaimana pendapatmu dengan ilmu-ilmu kami yang di mainkan oleh Tang Hu dan juga oleh Siangkoan Leng tadi?"

   "Saya amat kagum melihat ilmu tendangan yang dimainkan olen nona itu tadi. Kalau boleh.... saya mohon Lo-cianpwe sudi mengajarkan ilmu itu kepada saya. Saya bersedia membayar berapa saja yang Lo-cian-pwe kehendaki."

   Siangkoan Kun Hok tentu akan tersinggung sekali kalau saja bukan pemuda itu yang mengatakan demikian. Akan tetapi, dia tahu bahwa pemuda itu bukan sengaja hendak menyinggungnya, melainkan bersungguh-sungguh untuk mempelajari ilmu tendangan Ngo-heng-twi.

   "Akan tetapi, orang muda. Tadi Ngo heng twi yang dimainkan anakku ternyata tidak mampu mengalahkanmu. Untuk apa. engkau memmpelajari ilmu tendangan yang tidak mampu menandingimu?"

   "Ilmu tendangan itu hebat, Lo-cianpwe. Sayang nona Siangkoan masih belum menguasainya secara sempurna. Kalau ia sudah menguasainya dengan sempurna, tentu saja akan repot sekali menghadapinya. Saya ingin sekali mempelajari. Namanya Ngo-heng-twi? Sungguh tepat. Kalau saya tidak keliru menilai, tendangan ini diciptakan dengan dasar ilmu tendangan Siauw lim pai dan Kun lun-pai. Benarkah itu, Lo-cian-pwe?"

   Siangkoan Kun Hok terkejut. Pemuda ini benar hebat, penglihatannya demikian tajam dan agaknya dia seorang yang ahli benar tentang ilmu-ilmu silat sehingga nampu mengenal dasar Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai dalam tendangan Ngo-heng-twi tadi!

   "Memang ilmu silat keluarga kami memiliki dasar kedua aliran persilatan itu. Akan tetapi, selain ilmu tendangan Ngo-heng-twi, kami masih mempunyai suatu ilmu yang menjadi andalan kami, yaitu ilmu pedang Ngo-heng-kiamsut. apakah engkau ingin pula mencobanya untuk melihat apakah ilmu pedang kami itu cukup bagus untuk kaupelajari?"

   Dalam pertanyaan ini terkandung tantangan halus yang dapat dirasakan Kok Kongcu. Dia pun tertarik. Siapa tahu, ilmu pedang itu pun berguna baginya, maka dia pun mengangguk.

   "Baik sekali, Lo-cian-pwe. Tadi pun puterimu sudah hendak memperlihatkan ilmu pedang itu, sayang dicegah. Kalau sekarang Lo-cian-pwe sendiri hendak memperlihatkannya, itu tentu lebih baik lagi, dapat membuka kedua mataku."

   Diam-diam Siangkoan Kun Hok merasa girang. Dia memancing dan menantang, dan pemuda ini menyambut. Hal ini lebih meyakinkan hatinya bahwa memang dugaannya tidak keliru. Dia berhadapan dengan seorang pemuda hebat.

   "Bagus, kalau begitu, silakan kau mengeluarkan senjatamu, atau kalau tidak bersenjata, boleh engkau meminjam sebuah di antara senjata kami di sudut sana itu."

   Kok Kongcu memang sengaja tidak membawa senjata. Dia meninggalkan huncwe, suling dan yangkim di dalam kamar hotel. Kini dia menghampiri rak senjata di sudut dan memilih sebatang tombak biasa bergagang bambu yang agaknya biasa dipergunakan oleh murid-murid kecil perguruan itu untuk berlatih silat tombak! Dengan tombak bergagang bambu ini dia menghampiri Siangkoan Kun Hok yang menanti di tengah ruangan. Melihat pemuda itu memegang tombak yang amat sederhana itu, diberi gagang bambu agar cukup ringan untuk para murid kecil, wajah Siangkoan Kun Hok berubah kemerahan. Pedangnya yang ampuh dan ilmu pedang Ngo-heng-kiam-sut hendak dihadapi dengan tombak kanak-kanak itu?

   "Orang muda, harap jangan main-main. Itu adalah tombak untuk kanak-kanak, pilihlah senjata lain. Tombak yang jauh lebih baik juga tersedia di sana, yang bergagang besi."

   Katanya penuh teguran karena pilihan itu dianggap keterlaluan sekali.

   Kok Kongcu mengangkat tombaknya ke atas.

   "Tombak ini baik sekali, Locian-pwe, ringan dan enak dipakai. Aku lebih senang menggunakan ini daripada senjata yang lain itu. Pula, Lo-cian-pwe hendak memperlihatkan Ngo heng kiamsut dari keluarga Siangkoan kepadaku, bukan hendak menyerangku untuk membunuh!"

   Tentu saja Siangkoan Kun Hok tidak dapat membantah dan dia pun lalu memasang kuda-kuda dan berseru.

   "Orang muda, bersiaplah dan sambut seranganku"

   Setelah berkata demikian, pedangnya membuat gerakan melengkung ke atas dan pedang itu menyambar dengan serangan yang dahsyat. Melihat serangan ini, Kok Kongcu menggerakkan tombaknya untuk menangkis. Ketika gagang tombak menyambar dari bawah untuk menangkis, Siangkoan Kun Hok terkejut dan mengurangi tenaganya karena dia tidak ingin membikin putus tombak itu, apalagi sampai melukai Kok Kongcu.

   "Crakkk!"

   Siangkoan Kun Hok terkejut sekali dan karena bukan pedangnya yang membacok gagang tombak, melainkan gagang tombak itu sendiri yang menyambar dan menghantam pedang sehingga gagang tombak itu patah menjadi dua potong!

   "Hemmm.... !"

   Serunya dan dia melangkah ke belakang. Bagaimana pun juga, biar pemuda itu tidak terlalu memandang rendah dan suka memilih pengganti senjata yang lebih kuat.

   "Sudah kukatakan tadi, tombak itu kurang kuat lebih baik engkau mengambil senjata lagi sebagai gantinya."

   Akan tetapi, Kok Kongcu malah melontarkau tombak yang sudah buntung ke arah rak sudut. tombak itu melayang dan meluncur turun, dan dengan tepatnya memasuki lubang pada rak itu, tepat tempatnya semula! Kini yang beradu di tangan Kok Kongcu hanya gagang tombak atau sepotong bambu yang panjangnya sama dengan sulingnya. Memang inilah yang dia kehendaki. Dia sudah terbiasa menggunakan huncwe atau suling sebagai senjata, maka potongan gagang tombak dari bambu ini sungguh merupakan pengganti suling yang tepat sekali.

   "Lo-cian-pwe, saya akan menggunakan gagang tombak ini sebagai senjataku, melayani permainan pedang Lo cianpwe. silakan!"

   Berkata demikian dia menggerakkan tangan kanannya dan potongan bambu itu kini berputar putaran cepat sekali di antara jari-jari tangannya sehingga lenyap bentuk bambunya berubah menjadi sinar yang mengeluarkan suara berdengung-denguug! Siangkoan Kun Hok terbelalak, kini dia tidak merasa dipandang rendah karena dia tahu bahwa lawannya memang berilmu tinggi dan agaknya memang ahli mempergunakan sepotong bambu sebugai senjata. Maka dia pun memutar pedangnya di atas kepala.

   "Kok Tay Ki, jagalah seranganku ini!"

   Teriaknya dengan suara mengandung kegembiraan dan kekaguman, dan guru silat itu lalu menggerakkan pedangnya dengan mantap, cepat dan kuat.

   Kok Kongcu cepat mengelak, namun sinar pedang itu sudah mengejarnya dengan kecepatan yang lebih daripada sambaran pertama. Pemuda itu kagum dan juga gembira. Dia pun mempercepat gerakannya dan sudah berhasil mengelak berturut-turut menghadapi serangan pedang yang bertubi-tubi sampai tujuh kali Serangan yang ke delapan tak mungkin dapat dia elakkan begitu saja, maka sambil bergerak mengelak, bambu di tangannya menyambar ke samping dan ujung bambu itu menotok ke arah pergelengan tangan yang memegang pedang,

   "Hemmm.....!"

   Siangkoan Kun Ho terkejut dan kagum. Nyaris pergelangan tangannya lebih dulu kena ditotok ujung tongkat sebelum pedangnya mendekati lawan. Dia memutar pergelangan tangannya dan pedangnya membuat gerukan berputar.

   "Trangg !"

   Pedangnya menyimpang dan serangannya kembali gagal. Guru silat itu semakin kagum. Kini, serangan ilmu pedangnya yang memang hebat itu membuat Kok Tay Ki tidak berani bersikap sembarangan lagi. Pemuda itu diharuskan membuka kedoknya dan memperlihatkan wajah yang sesungguhnya, seolah-olah demikian. Kini Kok Tay Ki tidak lagi bergerak biasa seperti orang yang tidak mengerti ilmu silat, melainkan kini dia mulai bersilat dengan gerakan aneh. Biarpun demikian, hanya kalau dia sudah terdesak hebat sajalah pemuda itu membalas dengan serangannya yang aneh dan berbahaya.

   Tahu-tahu ujung tongkat pendek itu meluncur dan menotok ke arah jalan darah yang herbahaya. Semua serangan ini dia lakukan hanya untuk menghentikan desakan lawan. Dia lebih banyak mengelak sambil memperhatikan jalannya jurus-jurus serangan lawan dengan penuh perhatian. Dan dia pun mengambil keputusan untuk mempelajari pula Ngo-heng-kiamsut yang di anggapnya cukup dahsyat untuk menjadi ilmunya cukup pantas untuk dipelajarinya.

   Setelah Kok Tay Ki berhasil membendung gelombang serangan pedang dari Siangkoan Kun Hok selama tiga puluh jurus, seperti terbukalah mata tiga orang yang menjadi saksi peristiwa itu. Terutama sekali Siangkoan Leng dan Tang Hu. Mereka berdua harus mengakui bahwa mereka masing-masing tidak akan kuat bertahan kalau harus menghadapi gelombang serangan demikian dahsyatnya dari pelatih mereka. Dan pemuda itu mampu bertahan hanya dengan menggunakan senjata sepotong bambu! Padahal, Siangkoan Kun Hok mempergunakan seluruh jurus pilihan dan tenaga sinkang yang dimilikinya! Juga isteri Siangkoan Kun Hok berkali-kali menarik napas panjang dan mengangguk-angguk.

   "Leng Leng, pemuda itu hebat..... ayahmu masih belum mampu menandinginya....."

   Siangkoan Leng hanya mengangguk, akan tetapi kini wajahnya berubah kemerahan dan ia merasa betapa jantungnya berdebar keras. Hanya ibunya yang pernah mendengar pengakuannya sendiri bahwa ia hanya mau menjadi isteri seorang yang memiliki ilmu silat yang melebihi dirinya. Dan sekarang, pemuda itu sukar hanya lebih pandai daripada dirinya, bahkan lebih lihai daripada ayahnya! Dan pemuda itu, harus diakuinya, amat tampan dan halus sikapnya. Mengingat betapa tadi dua kali kakinya dipegang, bahkan yang kedua kalinya, kedua sepatunya terlepas di tangan pemuda itu, ia merasa semakin malu, akan tetapi juga girang!

   Pertandingan itu berjalan sampai lima puluh jurus. Tiba-tiba Kok Kongcu berseru.

   "Sudah cukup, Locianpwe!"

   Dia meloncat keluar dari kepungan sinar pedang dan berdiri tegak dengan sepotong bambu di tangan.

   Dia nampak masih segar dan sama sekali tidak kelihatan lelah. Ketika tiga orang penonton itu memandang kepada Siangkoan Kun Hok mereka terkejut dan jelaslah bagi mereka bahwa biarpun dalam adu silat itu tidak ada yang kelihatan kalah, namun kelihatan dengan jelas siapa yang lebih unggul. Siangkoan Kun Hok kelihatan letih sekali wajahnya berkeringat dan pernapasannya pun agak memburu. Dia tadi telah mengerahkan seluruh tenaganya. Gerak Kok Kongcu sedemikian cepatnya sehingga dia pun terbawa cepat dan tak pernah mengendurkan tenaganya.

   Ketika dia melihat betapa lawannya itu sama sekali tidak nampak letih, diam-diam guru silat ini menjadi semakin kagum. Pada saat itu pun dia sudah menentukan pilihannya. Kalau pemuda ini belum menikah, dia akan menariknya untuk menjadi mantunya! Sambil menghapus keringatnya setelah menyimpan kembali pedangnya, Siangkoan Kun Hok bertanya.

   "Bagaimana, orang muda, apakah engkau masih beranggapan bahwa ilmu pedang kami pantas untuk kaupelajari?"

   Kok Kongcu sudah melepaskan bambunya dan dia pun cepat memberi hormat sambil berkata.

   "Sungguh ilmu pedang yang amat hebat, Lo-cian-pwe dan kalau Lo-cianpwe memperbolehkan, saya ingin sekali mempelajari ilmu pedang dan ilmu tendangan dari ilmu silat keluarga Siangkoan."

   Mendengar ini, hati Siangkoan Kun Hok girang, akan tetapi dia berpura-pura mencela.

   "Akan tetapi, baik ilmu tendangan maupun ilmu pedang kami tidak mampu mengalahkanmu"

   "Tidak demikian, Lo-cian-pwe. Kalau saja nona Siangkoan sudah dapat menguasai ilmu tendangan itu dengan sempurna, dan kalau Lo-cian-pwe tadi tidak sungkan dan mengalah terhadap saya, tentu saya tidak akan mampu menandinginya. Saya sungguh ingin mempelajari kedua ilmu itu, tentu saja kalau Lo-cianpwe tidak merasa keberatan."

   Siangkoan Kun Hok menghela napas panjang. Dia tahu bahwa pemuda ini hanya merendahkan diri. Dia maklum benar bahwa dia bukanlah lawan pemuda lihai ini dan kalau tadi pemuda ini membalas serangannya, tentu dia sudah roboh.

   "Baik, marilah kita masuk ke ruang dalam. Aku ingin sekali bicara denganmu mengenai hal ini."

   Setelah berkata demikian, Siangkoan Kun Hok memberi isyarat dengan matanya kepada isterinya. Keluarga itu lalu bersama Kok Kongcu memasuki ruangan dalam, sedangkan Ta Hu yang tahu diri, tinggal di lian-bu thia, masih duduk melamun dengan hati risau. Dia merasa betapa dirinya kecil dan tidak berharga kalau dibandingkan dengan pemuda tampan tadi. Baik mengenai ketampanan, atau kemewahan! apalagi kepandaian silat. Dan dia pur tahu diri, merasakan benar bahwa di. tidak pantas mendampingi sumoinya sebagai suami. Yang pantas adalah seorang pemuda seperti Kok Tay Ki tadilah. Dan dia pun merasa berduka.

   

Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Pendekar Lembah Naga Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini