Pedang Asmara 31
Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 31
"Hemmm, agaknya engkau masih terlalu memandang rendah kepada kami, Citoako! Bagi kami, memenggal leher kaisar tua itu, apa sukarnya? Kita mampu membunuh kaisar malam ini juga, bukan begitu, See Han?"
Kata Kok Kongcu. See Han juga seorang pemuda yang sombong dan tinggi hati, akan tetapi dia lebih tahu akan keadaan istana dibandingkan Kok Kongcu.
Dia tahu bahwa membunuh kaisar bukanlah pekerjaan main main, dan sama sekali tidak mudah, bahkan hampir tidak mungkin. Akan tetapi tentu saja dia merasa malu kalau kalah congkak, maka mendengar ucapan Kok Kongcu, dia mengangguk.
"Ci-toako. Memang tidak mudah menyusup ke istana dan membunuh kaisar, akan tetapi kalau kami berdua yang ber-usana melakukannya, kukira ada kemungkinan berhasil. Setidaknya, kami akan dapat mengacau istana tanpa mendatangkan kecurigaan kepada Toako atau kawan kawan lain. Kami dapat bertindak sebagai seorang pencuri di istana, atau pencuri puteri, heh-heh-heh!"
Kok Kongcu mengenal See Han yangi gila perempuan, maka untuk menarik hati kawan itu, dia berkata.
"Memang kabarnya di istana banyak terdapat puteri yang secantik bidadari. Kalau kita tidak bcrnasil membunuh kaisar, kita dapat menculik dua orang puteri, dengan demikian istana akan geger dan wibawa kaisar akan menurun banyak."
Ci Koan tidak dapat melarang. Dia tahu bahwa biarpun dia yang memimpin jaringan mata-mata di kota raja, akan tetapi kalau dua orang pemuda ini diperbantukan, dia tidak mungkin dapat mengatur kedua orang itu sekehendak hatinya. Mereka terlalu lihai dan kalau dia memaksakan kehendaknya, jangan-jangan mereka malah akan memusuhinya.
Demikianlah, pada malam yang gelap, dingin dan sunyi itu, Kok Kongcu dan See Han mempergunakan ilmu kepandaian mereka, atas petunjuk mata-mata anak buah Ci Koan yang sudah mempelajari keadaan penjagaan di sekitar tembok pagar istana, masuk melalui bagian tembok yang tidak begitu rapat penjagaannya karena di luar tembok itu terdapat sebuah anak sungai yang cukup lebar. Akan tetapi di seberang sungai itu tumbuh sebatang pohon yang besar dan inilah yang dijadikan jembatan oleh Kok Kongcu dan See Han. Menyeberangi anak sungai dengan perahu tidak mungkin karena hal itu pasti akan nampak oleh para penjaga. Juga berenang ke arah tembok amat sukar karena air sungai di bagian itu terlampau deras dan arusnya kuat sekali karena menurun.
Dari atas pohon itu, Kok Kongcu meluncurkan anak panah yang ada kaitannya, dan akhirnya anak panah berkaitan yang dipasangi tali itu berhasil mengait tembok. Sebatang tali yang cukup kuat kini direntang dari tembok ke pohon itu. Dan kini kedua orang pemuda itu, seperti para pemain akrobat yang ulung, menggunakan gin-kang mereka, berlari di atas tambang itu dari pohon menuju ke tembok. Karena malam gelap dan gerakan mereka cepat, maka penyeberangan aneh ini yang sama sekali tidak pernah disangka para penjaga, tidak sampai terlihat siapa pun dan mereka berdua akhirnya dapat melompat ke balik pagar tembok, memasuki lingkungan istana.
Dengan ilmu kepandaian mereka yang tinggi, dua orang muda itu berhasil meloncat ke atas wuwungan istana dan mereka pun mencari-cari di mana tempat tinggal atau lebih tepat lagi, tempat tidur kaisar karena maksud penyusupan mereka ke istana adalah untuk membunuh kaisar! Akan tetapi, setelah berputar-putar sampai lebih dari satu jam di atas wuwungan bangunan istana, dengan bahaya setiap saat akan terlihat para penjaga, belum juga mereka dapat menemukan di mana adanya kamar kaisar! Bahkan dari atas tidak ada sedikit lubang pun yang dapat mereka masuki untuk turun ke bawah, kecuali melalui luar bangunan! Wuwungan di sini tidak sama seperti wuwungan dan genteng rumah-rumah biasa. Tidak mungkin ada penjaga masuk istana melalui genteng yang demikian kuat buatannya dan di bawah genteng masih ada lapisan langit-langit yang kuat pula. Satu-satunya jalan adalah memasuki istana dari bawah, padahal di bawah terdapat banyak penjaga di mana-mana, bahkan selalu ada sepasukan penjaga yang melakukan perondaan.
Sambil mendekam di wuwungan yang paling gelap, keduanya beristirahat, dan berbisik-bisik.
"Wah, ternyata sukar juga mencari kamar kaisar,"
Bisik See Han.
"Bagaimana kalau kita turun dan mencoba memasuki istana dari luar?"
Kok Kongcu mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala.
"Tidak kusangka bangunannya begini kokoh kuat. Tidak mungkin masuk dari atas. Dan kalau masuk melalui bawah, andaikata kita mampu menyelinap melalui pintu atau pagar dan sudah masuk ke dalam, kita pun tidak tahu di mana kamarnya? Padahal bangunan ini begini luas! Dan kalau kita terjebak ke dalam sukar pula untuk lolos. Kurasa kurang menguntungkan kalau masuk dari bawah."
"Dari Ci-toako aku hanya mendapat gambaran yang kasar saja, bahwa di sini merupakan bangunan induk tempat tinggal kaisar. Akan tetapi kamarnya amat banyak dan entah yang mana kamar kaisar! Menurut Ci Toako, bangunan di samping kiri dan kanan adalan tempat tinggal para pangeran, sedangkan bangunan di belakang yang lebih rendah dan banyak tamannya itu adalah istana bagian puteri."
Kok Kongcu menarik napas panjang. Benar juga kata Citoako bahwa membunuh kaisar bukan merupakan hal yang mudah.
"Apakah kita harus pergi lagi dengan tangan kosong?"
"Ah, rugi kalau harus pulang dengan tangan kosong. Mari kita lihat di bagian puteri sana. Siapa tahu di sana terdapat lowongan untuk masuk. Kita dapat mencuri harta pusaka, atau puteri."
See Han menyeringai, gembira membayangkan akan dapat memondong seorang puteri yang cantik jelita seperti bidadari.
Bagi putera Tung Kiam ini, harta benda tidak mempunyai daya tarik lagi karena sejak kecil dia hidup dalam keadaan yang berlebihan dan mewah. Gadis-gadis biasa pun tidak menarik hatinya karena sejak remaja dia sudah kenyang bergaul dengan wanita cantik. Akan tetapi, selama hidupnya belum pernah dia berdekatan dengan seorang puteri istana. Meliha pun belum! Maka tidak mengherankan apabila dia mengusulkan untuk mengunjungi istana bagian puteri yang menurut kabar yang pernah didengarnya, di situlah pusat wanita-wanita yang paling hebat di dunia!
Sebaliknya, biarpun sikapnya selalu angkuh terhadap wanita, namun hati Kok Kongcu tertarik pula untuk mendapatkan seorang puteri istana. Ayahnya See Mo mengatakan bahwa dia kelak harus menikah dengan satu di antara dua orang gadis, yaitu puteri Nam Tok atau puteri Pak Ong. Biarpun di dalam hatinya dia tidak setuju, akan tetapi dia tidak membantah. Dia lebih suka memperisteri seorang puteri istana daripada puteri Nam Tok atau puteri Pak Ong! Kalau dia menikah dengan puteri kaisar, dengan sendirinya derajatnya akan naik tinggi! Karena pikiran begitulah maka dia pun mau saja See Han mengusulkan untuk pergi ke istana bagian puteri di sebelah belakang.
Dan memang cocok seperti keterangan yang mereka dapatkan dan Ci Koan. Ketika tiba di atas wuwungan perumahan yang mungil-mungil dari istana bagian puteri, mereka melihat bahwa penjagaan tidaklah seketat di istana induk tempat tinggal kaisar. Bahkan para perajurit pengawalnya pun terdiri dari thai-kam (laki-laki kebiri) yang sebagian besar berperut gendut. Mereka nampak melakukan penjagaan dengan malas-malasan, tidak seperti para perajurit pengawal yang berada di istana bagian pusat.
Ketika mereka berdua mengintai dari atas wuwungan bangunan terbesar, mereka melihat kesibukan di sebelah barat atau di sekitar taman bunga yang terindah di antara para taman bunga yang banyak terdapat di situ. Taman bunga ini dikelilingi tujuh buah pondok yang indah sekali buatannya, dan di tempat itu agaknya sedang diadakan suatu kesibukan karena nampak banyak petugas thai-kam hilir mudik. Mereka cepat mengintai dan melayang turun, mendengarkan percakapan dua orang perajurit thai-kam yang sedang meninggalkan taman itu sambil membawa keranjang-keranjang kosong.
"Aih, tiap kali ada pesta, kita saja yang payah. Pekerjaan banyak, badan payah, kurang tidur, masih banyak dicela lagi.....,"
Seorang di antara mereka yang perutnya gendut mengomel. Orang ke dua yang kepalanya botak menghela napas panjang.
"Perlu apa mengomel? Sekali ini masih mending. Puteri Siauw Cen ini tidak begitu manja, tidak banyak lagak sehingga pesta ulang tahunnya ini dibandingkan dengan pesta ulang tahun para puteri lain dapat dikatakan sederhana."
"Benar juga, tidak seperti pesta ulang tanun Puteri Siauw Kim dua bulan yang lalu, amat mewahnya" "Tentu saja, ingat ia puteri siapa? ibunya juga....
"
"Sssttt, tahan mulutmu. Kau kepingin mampus?"
Tegur kawannya.
Setelah dua orang perajurit thai-kam itu lewat, Kok Kongcu dan See Han saling pandang. Mereka hanya dapat saling melihat wajah masing-masing seperti bayangan saja namun mereka tahu banwa masing masing tersenyum senang mendengar bahwa ada seorang puteri istana sedang mengadakan pesta. Tentu para puteri itu berkumpul semua di taman itu. Tinggal pilih! Akan tetapi juga sukar karena dengan berkumpulnya demikian banyak wanita, dan sibuknya para petugas, berarti makin sukarnya pula melakukan niat mereka untuk menculik puteri!
Dengan berindap-indap akhirnya mereka dapat mendekati taman dan keduanya, bagaikan dua ekor kera, meloncat dan bersembunyi ke dalam pohon besar yang daunnya lebat. Dari tempat itu mereka dapat melihat semua kegiatan itu. Benar saja, sedikitnya ada dua puluh orang puteri berkumpul mengelilingi meja besar sedang berpesta! Lebih banyak lagi gadis-gadis dayang berdiri dan hilir mudik di sekeliling meja untuk melayani para puteri itu.
Terdengar suara ketawa mereka dan baru mereka berdua tahu bahwa apabila berada di tempat sendiri, para puteri bangsawan itu tiada bedanya dengan gadis-gadis lain, bergurau dan tertawa-tawa, tidak nampak agung dan membuat orang merasa rendah diri dan takut. Diterangi lampu-lampu gantung, di antaranya empat terbesar di empat penjuru, digantungkan di tiang bambu, dapat dilihat betapa wajah mereka itu memang cantik-cantik sehingga sukarlah bagi kedua orang pemuda itu untuk menentukan siapa di antara mereka yang paling cantik.
Untung bagi Kok Kongcu dan See Han bahwa para wanita cantik itu, dari para puterinya, para dayang yang melayani, dan para pelayan yang lebih tua dibantu joleh pelayan-pelayan pria thai-kam yang berada paling luar, membuat. gaduh dengan obrolan dan gurauan mereka sehingga dua orang pemuda itu dapat berbisik-bisik mengatur siasat, tanpa khawatir terdengar orang lain.
Mereka mengatur siasat dan karena keduanya memang cerdik dan licik sekali, maka sebentar saja mereka sudah mengatur rencana siasat yang amat cerdik. Bahkan mereka mengatur siasat secermatnya dan membagi pekerjaan, sampai memperhitungkan jalan keluar kalau dikejar musuh. Setelah rencana mereka matang, kedua orang pemuda itu lalu meloncat turun dari atas pohon dengan gerakan ringan kali, lalu keduanya berpisah, Kok Kongcu menyusup ke kanan dan See Han menyusup ke kiri. Mereka menyusup-nyusup dan menyelinap di antara semak-semak dan tumbuh-tumbuhan bunga di taman itu.
Dua peristiwa itu terjadi dalam waktu yang sama dan memang hal ini sudah diatur. Tiba-tiba saja sebuah di antara pondok-pondok itu, yang pada saat itu kosong karena semua orang berada di taman yang menjadi tempat pesta malam itu, dan tiba-tiba pula empat buah lampu gantung yang paling terang dan tergantung di atas tiang bambu itu padam berturut turut setelah mengeluarkan suara keras karena disambar batu dari bawah. Keadaan menjadi remang-remang dan para wanita itu menjerit-jerit, apalagi setelah melihat adanya kebakaran di pondok paling sudut.
"Kebakaran! Kebakaran!"
Orang-orang berteriak-teriak dan para pengawal thai-kam berlari-larian. Semua orang segera berusaha untuk memadamkan api dan agaknya semua orang lupa akan keanehan pecahnya empat buah lampu gantung itu.
Dalam keadaan remang-remang itu, para puteri menjerit-jerit dan berlari-larian dengan kacau. Dalam keadaan kacau itulah, dua sosok bayangan berkelebat dan dua orang pemuda itu telah berhasil menotok roboh dan memanggul tubuh lemas seorang puteri di pundak masing-masing. Mereka tidak memilih-milih lagi karena suasana kacau dan keadaan remang remang, akan tetapi mereka yakin bahwa yang mereka culik adalah puteri karena tadi mereka telah mengenal pakaian para gadis bangsawan itu. Apalagi mereka tadi melihat bahwa mereka semua adalah gadis-gadis remaja yang amat cantik jelita.
Seperti yang telah mereka rencanakan semula, kini mereka melarikan dua orang puteri itu ke kamar mereka di loteng rumah mata-mata Mongol bernama Ci Koan itu. Di dalam kamarnya di loteng itu, Cu See Han memperlihatkan watak aselinya yang cabul, kejam dan jahat. Segala kebersihan dan kesopanan yang hanya dipakai sebagai kedok saja itu ditanggalkan. Belum pernah selamanya, talam petualangannya dengan wanita, dia mendapatkan seorang puteri dari istana! Maka kini, tanpa membuang waktu lagi, dia pun memperkosa puteri itu dengan rakusnya, seperti seekor anjing kelaparan menemukan seonggok daging segar. Dia tidak mempedulikan ratap dan rintihan gadis itu, sama sekali tidak mengenal kasihan, bahkan ratapan puteri itu memasuki telinganya seperti dendang yang merdu, yang menambah semangat dan gairahnya yang tak kunjung berkurang.
Berbeda sekali dengan Kok Tay Ki. Kok Kongcu ini adalah seorang yang juga amat kejam. Akan tetapi terhadap wanita dia bersikap angkuh. Semua wanita di dunia ini harus tunduk kepadanya, demikian pendiriannya. Dia menganggap diri sendiri yang paling hebat sehingga tidak mungkin wanita tidak suka kepadanya. Dia masih muda, sedang kuat-kuatnya, tampan dan halus, kaya raya, pembawaannya seperti seorang pelajar yang bangsawan saja. Kesombongan ini bukan tak berdasar karena memang dia tampan memang banyak wanita tertarik dan kagum kepadanya.
Tentu saja wanita yang tertarik oleh ketampanan, kehalusan sikap dan kemewahan pakaiannya, wanta yang belum mengenal wataknya! Karena wataknya ini, tidek seperti Cu See Han putera See-thien Mo ong ini tidak langsung memperkosa puteri tawanannya cara kasar begitu saja. Dia bahkan mengajak puteri itu mengintai ke kamar See Han untuk memperlihatkan kepada puteri tawanannya itu bagaimana saudaranya, puteri yang lain, mengalami perkosaan yang amat mengerikan. Cu Han tentu saja tahu bahwa Kok Tay dan tawanannya mengintai, akan tetapi dia tidak peduli, bahkan merasa bangga!
"Nah, dengar dan lihat baik-baik, kalau engkau bersikap manis kepadaku menyerahkan diri dengan sukarela melayaniku dengan penuh cinta, aku tidak akan menyerahkan engkau kepada kawanku yang kelaparan itu"
Tentu saja puteri itu menjadi gemetar ketakutan melihat apa yang diderita oleh saudaranya. Tidak ada pilihan lain baginya. Dari pada terjatuh ke tangan Cu See Han dan mengalami perkosaan keji seperti apa yang dilihatnya itu, lebih ringan penderitaannya kalau ia menyerah dengan sukarela kepada Kok Tay Ki yang bersikap lembut itu. Kalau saja cara pemuda itu menguasai dirinya bukan dengan jalan menculik, agaknya tidak akan sukar baginya untuk mencinta pemuda yang tampan dan halus ini.
Demikianlah, dengan caranya sendiri Kok Kongcu memaksa puteri itu menyerahkan diri kepadanya, melayaninya dengan sikap manis. Bahkan saking takutnya diserahkan kepada Cu See Han, puteri ini terpaksa bersikap seolah-olah ia suka menyerahkan diri kepada Kok Kongcu dan dapat membalas belaian kasih sayangnya. Bagaimanapun caranya, penderitaan kedua orang puteri itu sama. Mereka kehilangan kehormatan, dipermainkan seperti benda mainan saja.
Kalau saja dua orang penculik mereka itu tidak menjaga ketat, dan selalu menotok mereka kalau di tinggalkan, tentu dua orang puteri itu sudah membunuh diri. Selama dua hari dua malam mereka dipermainkan oleh dua orang pemuda yang tak mengenal kepuasan itu, hanya berhenti kalau mereka mandi atau makan.Ci Koan merasa khawatir sekali. Biar pun dia mata-mata Mongol dan dia pun membenci kaisar, namun cara yang di lakukan dua orang pemuda perkasa itu sungguh tidak menyenangkan hatinya. Perbuatan itu dianggapnya terlalu ceroboh, terlalu menuruti kesenangan diri sendiri saja tanpa mempedulikan kepentingan perjuangan. Akan tetapi, rasa tidak senang ini hanya dipendam di dalam hatinya. Dia tidak berani berterang menentang perbuatan Cu See Han dan Kok Taj Ki. Dan kekhawatiran Ci Koan memang beralasan.
Peristiwa di istana itu menimbulkan geger, apalagi setelah diketahui bahwa ada dua orang puteri kaisar yang lenyap diculik orang. Kaisar marah sekali Peristiwa itu merupakan penghinaan bagi keluarga kaisar dan kaisar lalu memanggil Yeliu Cutay yang terkenal cerdik dan sudah banyak jasanya terhadap kaisar itu.
"Kami perintahkan engkau untuk turun tangan sendiri melakukan penyelidikan, pengejaran dan penangkapan terhadap penjahat-penjahat itu, menangkap mereka hidup atau mati."
Perintah Kaisar.
Yeliu Cutay maklum betapa gawatnya keadaan itu, dan betapa marahnya Sribaginda. Dia menyatakan kesanggupannya, kemudian setelah meninggalkan istana, dia mengadakan pertemuan dengan para panglima pasukan penjaga keamanan. Kepada mereka dia menceritakan tentang perintah Sribaginda dan para panglima itu menyatakan kesiapsiagaan mereka untuk membantu Yeliu Cutay yang boleh menggunakan pasukan manapun untuk menyergap penjahat.
"Menurut keterangan para saksi yang hadir pada saat terjadinya peristiwa itu, jelas bahwa mereka yang melakukan pembakaran dan penculikan terhadap dua orang puteri memiliki kepandaian tinggi dan bukan hanya satu orang. Sedikitnya ada dua orang, mengingat bahwa yang diculik ada dua orang puteri pula. Yang penting kita cari sebab dan alasan perbuatan mereka itu agar mudah kita mencari jejaknya."
"Akan tetapi, Yeliu Ciangkun, saya kira sebabnya sudah cukup jelas."
Kata seorang panglima.
"Mereka tentulah dua atau lebih penjahat cabul yang ingin menculik puteri istana!"
Yeliu Cutay menggeleng kepala. Kurasa tidak sesederhana itu! Coba bayangkan secara mendalam. Pria mana yang begitu gila memasuki istana yang terjaga ketat mempertaruhkan nyawanya kalau hanya untuk menculik dua orang gadis istana? Penjahat cabul dapat saja memilih para korbannya di luar istana, yang lebih muda dan juga tidak berbahaya bagi mereka. Tidak, tentu ada alasan yang lebih kuat lagi. Saya lebih condong menduga bahwa orangorang itu adalah golongan musuh yang mungkin tadinya bermaksud membunuh Sribaginda, atau setidaknya sengaja hendak mengacaukan kota raja dengan menculik puteri istana."
"Musuh? Dari utara atau selatan?"
Tanya seorang panglima lain.
"Itulah yang harus kita selidiki. Akan tetapi, orang yang sudah berani mengacau istana, tentu mempunyai petunjuk tentang keadaan istana, dan hal ini tentu mungkin dilakukan oleh orang yang tinggal di kota raja. Saya berpendapat bahwa para penjahat itu masih berada di kota raja, bersembunyi di suatu tempat. Maka, mulai saat ini, perintahkan untuk menjaga ketat semua pintu gerbang kota raja, periksa semua orang yang keluar dari kota raja. Aku sendiri akan memimpin pasukan istimewa untuk melakukan penggeledahan dari rumah ke rumah, dimulai secara serentak kepada rumah-rumah yang dicurigai."
Yeliu Cutay adalah seorang yang cerdik dan banyak pengalaman. Dia mengenal baik keadaan di kota raja dan di mana-mana dia telah menyebar penyelidik sehingga dia tahu siapa-siapa yang patut dicurigai. Toko kelontong milik Ci Koan tidak luput dari incarannya. Dari para penyelidiknya dia tahu bahwa Ci Koan seringkah keluar masuk kota raja, dengan dalih berdagang. Seringkah Ci Koan membawa kereta keluar masuk kota raja, membawa barang dagangan. Menurut perhitungan, yaitu melihat keadaan tokonya yang tidak begitu ramai dikunjungi pembeli, maka agak janggal kalau begitu sering dia berbelanja keluar kota raja. Hal ini mencurigakan, akan tetapi karena belum pernah terbukti Ci Koan melakukan sesuatu yang melanggar hukum, dia pun tidak ditindak, hanya dimasukkan dalam daftar orang-orang yang dicurigai.
Apalagi ketika diketahui bahwa Ci Koan yang kaya dan baru berusia empat puluh tahun itu tidak pernah berkeluarga, dan beberapa orang pembantunya juga bukan penduduk pribumi kota raja, melainkan didatangkan dari luar dan asing bagi penduduk kota raja. Oleh karena itulah, pada hari diadakan penggeledahan secara serentak terhadap orang-orang yang masuk daftar hitam, toko dan rumah Ci Koan mendapat giliran lebih dulu, bahkan Yeliu Cutay sendiri yang memimpin penggeledahan itu.
Tentu saja Ci Koan dan lima orang pembantunya, kesemuanya adalah anggauta organisasi mata-mata yang membantu Mongol, terkejut bukan main ketika pada pagi-pagi sekali itu, Yeliu Cutay diiringkan belasan orang perajurit memasuki tokonya. Bahkan di belakang pasukan yang tinggal di luar dalam keadaan siap siaga, terdapat puluhan orang pasukan lagi.
Ci Koan menyambut dengan sikap hormat, akan tetapi mukanya pucat.
"Apa..... apa yang dapat saya lakukan untuk Ciangkun.....!"
Tanya Ci Koan setelah memberi hormat.
"Kami mendapat tugas untuk melakukan penggeledahan di sini."
Kala Yeli Cutay tegas sambil menatap tajam wajah Ci Koan dengan penuh selidik.
"Tapi..... tapi....."
"Tidak ada tapi! Ini perintah! Pula kalau engkau memang tidak mempunyai kesalahan, kenapa mesti takut?"
Bentak perwira itu dan Ci Koan tidak dapat membantah lagi. Dia lalu memberi komando kepada anak buahnya yang segera melakukan penggeledahan. Yeliu Cutay sendiri dengan lima orang perajurit segera memasuki toko dan terus menuju ke bagian belakang, yang merupakan tempat inggal Ci Koan. Dia melihat betapa rumah itu cukup besar dan ada lotengnya. Ketika Yeliu Cutay mendaki tangga loteng bersama para perajuritnya, tiba-tiba saja dari atas loteng nampak dua sosok bayangan yang menerjang turun!
"Heiii! Berhenti.....!"
Para perajurit berseru, akan tetapi mereka yang menghadang dua sosok bayangan itu jatuh berpelantingan ke kanan kiri.
Yeliu Cutay berteriak memanggil para perajurit lainnya dan sebentar saja, dua puluh orang lebih perajurit berlarian masuk dan dua orang pemuda itu dikepung! Mereka adalah Cu See Han dan Kok Tay Ki yang tadi masih tidur dan terkejut mendengar ribut ribut di bawah. Mereka terbangun dan ketika menjenguk ke bawah dan melihat betapa rumah itu diserbu banyak perajurit, mereka terkejut bukan main. Mereka hanya sempat berpakaian dan menyambar senjata mereka, lalu mereka berlari turun.
"Celaka, kita harus lari!"
Kata Kok Tay Ki kepada Cu See Han, maklum bahwa rahasia Ci Koan agaknya telah diketahui pemerintah. Dan mereka mengamuk ketika ada pasukan mencoba untuk menghalangi mereka melarikan diri. Yeliu Cutay sendiri terkejut melihat kelihaian dua orang pemuda itu. Dia telah mencabut pedangnya dan ikut pula menyerang.
Namun ketika seorang di antara dua pemuda itu menangkis dengan sebatang suling, dia merasakan getaran hebat dan hampir saja pedangnya terlepas dari tangannya, sedangkan tubuhnya terdorong sampai terhuyung. Tahulah dia bahwa dua orang pemuda itu memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka dia pun membunyikan sempritan dan makin banyaklah perajurit memasuki tempat itu.Ci Koan juga maklum bahwa rahasianya tentu akan pecah akibat ulah dua orang pemuda yang telah menculik dan menyembunyikan dua orang puteri istana di loteng rumahnya. Dia maklum bahwa perbuatan itu tentu merupakan dosa yang besar dan dia tidak mungkin dapat melepaskan diri, maka bersama lima orang pembantunya, dia pun mengamuk dan melakukan perlawanan setelah dia melihat dua orang pemuda itu dikeroyok banyak perajurit.
Terjadilah perkelahian yang hebat. Pasukan yang dibawa Yeliu Cutay merupakan pasukan istimewa dan rata-rata para perajurit itu memiliki kepandaian yang cukup tangguh. Maka, biarpun melawan mati-matian dan berhasil merobohkan beberapa orang, akhirnya Ci Koan dan lima orang pembantunya roboh dan tewas di bawah bacokan dan tusukan senjata tajam. Cu See Han dan Kok Tay Ki sendiri mengamuk dan sukarlah merobohkan dua orang muda ini. Sudah belasan orang perajurit tewas di tangan mereka, bahkan Yeliu Cutay sendiri terluka pundaknya. Namun, Yeliu Cutay yang kini merasa bahwa dua orang pemuda inilah yang dicarinya, berulangkali meniup sempritannya dan kini datang balabantuan sehingga rumah itu dikepung oleh tidak kurang dari seratus orang perajurit.
"Jangan sampai mereka lolos!"
Berkali-kali Yeliu Cutay memberi aba-aba dan bersama beberapa orang perwira yang jagoan dia pun mengepung dengan ketat. Kok Tay Ki dan Cu See Han adalah dua. orang putera datuk sesat yang selain berkepandaian tinggi, juga cerdik.
Mereka tidak takut menghadapi pengeroyokan, akan tetapi mereka pun maklum bahwa tidak mungkin mereka melawan seluruh pasukan pemerintah. Akhirnya mereka akan roboh juga. Maka, sebelum balabantuan terus membanjir datang, Kok Tay Ki berseru.
"Mari kita pergi!"
Kok Tay Ki meloncat ke atas, kemudian disusul oleh Cu See Hen dan bagaikan dua ekor burung saja, dua orang pemuda ini telah melayang ke atas genteng.
"Kejar mereka!"
Teriak Yeliu Cutay dengan marah. Dia sendiri bersama belasan orang perwira dan perajurit yang memiliki kemampuan untuk meloncat ke atas genteng, segera melakukan pengejaran. Namun, dua orang pemuda itu terlampau lihai dan sekejap mata saja mereka sudah lenyap entah ke mana. Yeliu Cutay memerintahkan anak buahnya untuk terus mengejar dan mereka menemukan dua orang puteri istana itu dalam keadaan menyedihkan.
Keduanya telah tewas menggantung diri di dalam kamar itu, menggunakan ikat pinggang mereka sendiri bergantungan pada tiang pembaringan! Agaknya, daripada menanggung aib dan malu, dua orang puteri istana itu melakukan bunuh diri, hal yang sebetulnya tentu sudah mereka lakukan sebelumnya kalau saja mereka tidak dibuat tidak berdaya oleh dua orang penculik mereka. Yeliu Cutay segera menyuruh anak buahnya mengurus dua jenazah itu dan dia sendiri cepat membuat laporan kepada kaisar tentang hasil operasinya.
Kaisar menjadi marah sekali mendengar akan nasib dua orang puterinya yang diculik penjahat, diperkosa kemudian membunuh diri.
"Dan engkau tidak mampu menangkap dua orang penjahat itu? Yeliu Cutay, sungguh engkau mengecewakan kami!"
Kata kaisar yang merasa penasaran sekali.
"Mohon ampun, Sribaginda. Hamba telah berusaha sekuat tenaga dan berhasil membunuh Ci Koan dan lima orang anak buahnya yang ternyata merupakan mata-mata orang Mongol, melihat surat-surat yang ada di dalam kamarnya. Dan hamba juga sudah mengerahkan tenaga pasukan mengepung dua orang pemuda itu.
Akan tetapi kepandaian mereka amat tinggi sehingga hamba tidak berhasil, Akan tetapi hamba sudah menyuruh seluruh pasukan untuk melakukan penjagaan ketat dan mencari mereka sampai dapat.""Cepat engkau kerahkan pasukan. Cari sampai dapat dua orang jahanam itu. Jangan lapor ke sini sebelum engkau berhasil membekuk batang leher mereka, hidup atau mati!"Kaisar yang marah-marah itu membentak. Yeliu Cutay memberi hormat lalu mengundurkan diri.Di dalam hatinya dia merasa penasaran sekali.
Kaisar tahunya hanya marah- marah saja, pikirnya. Tidak pandai menghargai jerih payah dan jasa bawahan. Maunya segala terjadi sesuai kehendaknya, tidak mempedulikan betapa besar jerih payah yang dihadapi para pelaksananya. Karena merasa penasaran, dia tidak langsung pulang, melainkan pergi ke kantornya dan memeriksa semua hasil penyitaan dari rumah Ci Koan. Setelah mempelajari semua surat-surat yang disita, dia terkejut sekali menemukan surat-surat yang menyatakan bahwa dua orang pemuda yang lihai itu adalah putera-putera dari See-thian Mo-ong atau See Mo dan Tung-hai Kiam-ong atau Tung Kiam!
Mengertilah dia bahwa dua orang datuk besar golongan sesat itu telah terseret dan terlihat dalam pengkhianatan, membantu orang-orang Mongol yang merupakan musuh besar kerajaan pada waktu itu. Pantas saja mereka begitu lihai, pikirnya. Dari surat-surat itu dia mengetahui bahwa mereka bernama Kok Tay Ki dan Cu See Han, dan bertugas untuk membantu Ci Koan dan mengacaukan kota raja. Dia sudah memerintahkan para penjaga pintu gerbang untuk memperkuat penjagaan, memeriksa dengan teliti semua orang yang keluar masuk, terutama yang keluar, dan melakuku perondaan dengan ketat siang malam.
Malam yang menyeramkan. Hawa udara amat dinginnya walaupun musim salju belum tiba, dingin menyusup dalam tulang. Udara yang dingin membuat orang malas keluar rumah, lebih enak berada di dalam rumah di mana terdapat perapian yang menghangatkan badan. Tanpa baju tebal yang menutup seluruh tubuh, orang tidak akan tahan berdiam di luar terlalu lama.
Malam itu suasana di kota raja sunyi. Namun, karena perintah keras dari Yeliu Cutay melalui para komandan pasukan penjagaan tetap diperketat dan para perajurit yang bertugas jaga, mengenakan baju tebal dan mereka itu tiada hentinya berjalan-jalan dan menghentak-hentakkan kaki atau berlari-lari kecil untuk membuat tubuh mereka tetap hangat. Mereka yang berjaga di gardu penjagaan, membuat api unggun. Langit penuh bintang karena tidak ada sinar bulan yang menyaingi sinar mereka sehingga Nampak indah cemerlang, bagaikan berlian berserakan di atas beludu hitam yang bersih.
Seperti juga para penghuni lain dari rumah-rumah penduduk di kota raja, keluarga Yeliu Cutay juga sudah memasuki kamar tidur semenjak hari mulai gelap tadi. Setelah ditinggalkan anak angkatnya, juga muridnya, yaitu Yeliu Tiong Sin yang kini mengingkarinya dan bahkan menggunakan she (nama keluarga) aselinya, yaitu Bu, Yeliu Cutay merasa amat kecewa. Dia ingin sekali mempunyai anak sebagai pengganti Tiong Sin, maka ia pun mengambil keputusan untuk menikah dan dari pernikahan itu dia mendapatkan dua orang anak, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, yang pada waktu itu masih kecil-kecil berusia empat tahun dan satu tahun.
Sejak sore tadi, Yeliu Cutay sudah memasuki kamar tidur. Dia merasa lelah sekali karena selama dua hari dua malam ini, sejak penyerbuan di rumah Ci Koan boleh dibilang dia hampir tidak pernah mengaso, tidak pernah tidur. Dia sendiri melakukan perondaan untuk memeriksa para perajurit yang berjaga, ikut pula melakukan penyelidikan dan pencarian. Dia merasa yakin bahwa dua orang pemuda yang dicarinya itu tentu masih berada di kota raja. Malam ini, dia tidak tahan lagi dan dia pulang untuk mengaso dan tidur.
Menjelang tengah malam. Sunyi bukan main. Lolong anjing terdengar bagaikan ratapan yang memilukan hati, juga mendatangkan perasaan seram, membuat orang membayangkan hal-hal yang mengerikan. Banyak orang beranggapan, dan ini datang dari dongeng turun-temurun, bahwa anjing memiliki suatu kepekaan yang tidak dimiliki manusia, yaitu bahwa binatang itu dapat "melihat"
Setan!
Lolong anjing yang memilukan itu katanya merupakan tanda bahwa ada mahluk halus yang lewat. Tentu saja bagi mereka yang mempercayai dongeng ini, mendengar lolong anjing di malam buta, menimbulkan suatu keseraman tersendiri, membuat bulu tengkuk meremang karena dia membayangkan bahwa pada saat itu ada sesuatu yang tidak dapat dilihatnya, sesuatu yang biasa disebut setan atau iblis, sedang lewat di dekatnya. Seorang yang benar-benar percaya akan hal itu, tentu akan menggigil ketakutan kalau pada saat itu melihat dua bayangan hitam yang berkelebat cepat sekali di atas wuwungan rumah perwira Yeliu Cutay! Para penjaga yang berjaga di luar sama sekali tidak melihat. Dua sosok bayangan itu memang pentas disebut setan karena gerakan mereka cepat sekali, tidak lumrah manusia biasa.
Dua sosok bayangan itu tentu saja bukan setan. Mereka adalah- Kok Tay Ki dan Cu See Han! Dua orang pemuda ini merasa sakit hati sekali dengan terjadinya peristiwa penyerbuan yang menyebabkan kematian Ci Koan dan lima orang pembantunya. Mereka berdua dapat lolos dan bersembunyi, akan tetapi mereka merasa bersalah. Karena ulah mereka menculik dua orang puteri istana maka terjadi penyerbuan itu. Dan mereka ingin menebus kesalahan itu sehingga mereka tidak segera keluar dari kota raja. Kalau mereka menghendaki, dengan kepandaian mereka yang tinggi, tentu tidak sukar untuk menerobos keluar dari kota raja betapapun ketatnya penjagaan.
Akan tetapi mereka tidak mau keluar dulu. Mereka ingin menebus kesalahan mereka agar tidak dimarahi orang tua mereka dan tidak mengecewakan Jenghis Khan. Mereka ingin membuat kekacauan di kota raja.Selama dua hari mereka hanya bersembunyi, menanti keadaan agar .agak mereda. Dan malam ini mereka mulai bergerak. Pertama-tama mereka harus membuat perhitungan dengan Yeliu Cutay, perwira tinggi yang memimpin penyerbuan.
Dan malam itu mereka keluar dari tempat persembunyian, menempuh udara yang amat dingin dan dengan kepandaian .mereka, para penjaga di luar rumah gedung itu tidak tahu betapa ada bahaya maut mengancam keluarga Yeliu Cuta, di malam itu. Dengan mudah saja mereka membongkar genteng mengintai ke dalam. Setelah mengetahui letak kamar Yeliu Cutay yang tidur bersama isteri dan dua orang anaknya dalam satu kamar, dua orang pemuda itu lalu melayang turun dan membongkar jendela, berhasil memasuki ruangan belakang.
Akan tetapi mereka tidak memperhitungkan bahwa Yeliu Cutay cukup cerdik dan telah menjaga diri dengan pengerahan para perajurit pengawal yang: bukan hanya berjaga di luar, akan tetapi juga di sebelah dalam gedungnya. Maka, begitu dua orang pemuda itu berkelebat memasuki ruangan yang nampaknya sunyi itu, tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan nyaring dan dari tempat-tempat persembunyian mereka muncul lima orang laki-laki yang memegang pedang dan langsung saja lima orang itu menyerang Kok Kongcu dan Cu See Han! Dua orang pemuda ini terkejut, akan tetapi tentu saja terjangan lima orang itu tidak membuat mereka gugup. Dengan mudah mereka mengelak dan Kok Tay Ki mencabut sulingnya, sedangkan Cu See Han sudah mencabut pedangnya. Dan dalam beberapa gebrakan saja, dua di antara lima orang penyerang itu roboh mandi darah.
Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.
"Penjahat dari mana datang mengacau?"
Dan muncullah Yeliu Cutay yang diikuti oleh belasan orang perajurit pengawal. Yeliu Cutay tadi mendengar suara gaduh di ruangan belakang.
Dia lalu memanggil para penjaga di luar dan cepat memasuki ruangan itu. Melihat seorang laki-laki setengah tua yang gagah perkasa, Cu See Han membentak.
"Apakah engkau yang bernama Yeliu Cutay?"
"Benar, siapa kalian?"
Akan tetapi, Cu See Han tidak menjawab melainkan menyerang dengan pedangnya.
"Trang-trang-tranggg.....!"
Tiga kali Yeliu Cutay menangkis dan dia terhuyung ke belakang. Melihat ini, para perajuritnya menolongnya dan mereka serentak menyerang See Han dan Kok Kongcu. Dua orang pemuda ini memutar senjata mengamuk.
"Kau hajar dia, aku akan mencari ke dalam!"
Kata Kok Kongcu kepada temannya. Memang tadi mereka sudah bersepakat untuk membunuh Yeliu Cutay sekeluarga!
Melihat seorang di antara mereka, yang memegang suling, meloncat ke dalam rumah, Yeliu Cutay khawatir sekali dan dia hendak mengejar. Akan tetapi, See Han sudah menghadangnya dan pemuda ini sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya. Biarpun dibantu belasan orang pengawal, tetap saja Yeliu Cutay tidak berhasil meninggalkan See Han yang amat lihai dan yang selalu mencegah dia mengejar pemuda yang ke dua dan yang memegang suling. Bahkan dalam waktu singkat, See Han bukan saja dapat mendesak Yeliu Cutay, bahkan juga merobohkan dua orang pengeroyok lagi.
Sementara itu, Kok Kongcu menerjang ke dalam dan melihat seorang gadis pembantu hendak lari ketakutan, sekali sambar tangan kirinya menjambak rambut wanita itu. Rambut yang panjang itu terlepas dari sanggulnya dan gadis pembantu itu menjerit. Akan tetapi, suling di tangan kanan Kok Kongcu menekan lehernya sehingga ia tercekik dan jeritannya tertelan kembali.
"Cepat katakan, di mana kamar keluarga Yeliu Cutay. Kalau engkau membangkang, akan kubunuh kau!"
Gadis itu ketakutan, mengangguk angguk setelah penekanan pada lehernya dilepas. Dengan rambut masih di jambak dan tubuhnya diseret, gadis pelayan itu lalu menjadi penunjuk jalan, mengantar Kok Kongcu ke kamar Yeliu Cutay. Dan gadis pelayan yang ketakutan setengah mati sampai terkencing-kencing di celana itu, Kok Tay mendengar bahwa keluarga Yeliu Cutay hanya terdiri dari seorang isteri dan dua orang anak yang tidur sekamar. Ketika mereka tiba di depan kamar dua orang penjaga yang bertugas menjaga kamar itu, menyerangnya dengan golok di tangan. Kok Kongcu menggerakkan tangan kirinya menampar kepala gadis itu yang terpelanting dan. tewas seketika. Serangan dua batang golok itu dapat dihindarkannya dengan loncatan ke belakang, kemudian sulingnya diputar cepat dan dalam waktu lima jurus saja, dua orang pengawal itu roboh dan tewas.
"Brakkkkk.. ..!"
Sekali terjang saja, daun pintu kamar itu jebol dan Kok Kongcu melihat seorang wanita dan dua orang anak-anak berada di tempat tidur. Wanita itu pucat terbelalak, merangkul kedua orang anaknya, Kok Kongcu meloncat ke dekat pembaringan.
"Apakah engkau isteri Yeliu Cutay dan kedua orang anak ini anaknya?"
Wanita itu memang Nyonya Yeliu Cutay. Ia tidak tahu siapa pemuda ini dan apa maksudnya menanyakan hal itu.
Ia hanya mengangguk. Anggukan yang mengundang maut karena begitu ia mengangguk, Kok Kongcu menggerakkan sulingnya tiga kali dan ibu dengan dua orang anaknya itu roboh di atas pembaringan, tidak bergerak lagi karena mereka bertiga itu telah tewas seketika. Kok Kongcu meloncat keluar dan dia mengerutkan alisnya ketika melihat betapa See Han masih dikeroyok oleh banyak perajurit, dan Yeliu Cutay sendiri masih belum roboh. Ternyata perwira itupun cukup tangguh. Dan memang, biarpun kepandaiannya kalah jauh dibandingkan putera Tung Kiam itu, namun dengan ilmu pedang Thay-san Kiam-sut, perwira ini masih dapat membela diri dengan baik, apalagi masih banyak anak buahnya yang membantu dan melindunginya.
"Bagianku sudah beres! Engkau masih belum juga dapat merobohkan jahanam ini?"
Teriak Kok Kongcu dan dia pun melompat masuk dan menerjang roboh dua orang pengeroyok, kemudian langsung saja sulingnya diputar menyerang Yeliu Cutay! Dengan munculnya Kok Kongcu tentu saja See Han menjadi semakin ganas. Berturut-turut empat orang pengeroyok roboh oleh pedangnya dan diapun menerjang Yeliu Cutay yang sudah repot menghadapi gelombang serangan suling Kok Kongcu.
Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yeliu Cutay mencoba untuk menangkis sambaran pedang See Han, akan tetapi ketika pedangnya menangkis pedang See Han, ujung suling itu meluncur ke arah tenggorokannya, Yeliu Cutay terkejut dan cepat dia membuang diri ke samping, akan tetapi tetap saja ujung suling mengenai pundaknya. Dia terhuyung, kemudian sebuah tendangan kaki See Han mengenai pahanya dan dia pun terpelanting roboh! See Han dan Kok Kongcu merobohkan empat orang perajurit yang menghalang di depan, kemudian mereka seperti berlumba untuk membunuh perwira yang sudah roboh itu. Mereka memang datang untuk membasmi Yeliu Cutay sekeluarga, untuk membalas dendam atas kematian Ci Koan dan lima orang pembantunya. Suling dan pedang menyambar ke arah Yeliu Cutay yang tidak mampu melindungi dirinya lagi. Tiba-tiba, sinar emas yang amat terang menyambar, dibarengi berkelebatnya bayangan merah.
"Trang.....! Tranggg.....!"
Suling di tangan Kok Kongcu dan pedang di tangan Cu See Han terpental. Tentu saja dua orang pemuda itu terkejut bukan main melihat adanya orang yang menangkis senjata mereka dengan sebuah tongkat emas dengan tenaga yang demikian dahsyatnya sehingga senjata mereka terpental. Ketika mereka mengangkat muka memandang, mereka menjadi lebih kaget lagi.
"Paman Ang Leng Ki.....!" "Paman Nam Tok.....!"
"Hemmm, bagus! Kalian ini dua ekor buaya kecil masih mengenal aku!"
Kata Nam Tok sambil memegang tongkatnya kepala naga yang berlapis emas.
"Tapi..... sejak kapan Paman Nam Tok menjadi pelindung pembesar kerajaan?"
Cu See Han yang berlidah tajam itu menyerang dengan suara mengandung ejekan.
Sepasang mata Nam Tok mencorong marah.
"Sejak Tung Kiam dan See Mo menjadi pengkhianat dan anjing pengekor orang Mongol! Kalian ini tentu tidak jauh bedanya dengan ayah-ayah kalian, patut dihajar!"
Dan kini tongkatnya sudah membentuk lingkaran emas dan menyambar ke arah dua orang pemuda itu. See Han dan Kok Kongcu tentu- saja cepat menghindarkan diri dan mencoba untuk melawan.
Sementara itu, Yeliu Cutay yang mengkhawatirkan keadaan keluarganya, melihat kakek penolongnya itu bertanding melawan dua orang pemuda lihai, segera bangkit dan lari ke dalam. Tak lama kemudian, dia sudah memeluki mayat isteri dan dua orang anaknya dengan hati hancur lebur. Kemudian dia berubah beringas. Dia meloncat turun dari pembaringan, mencabut pedangnya dan berlari keluar, menuju ke belakang di mana tadi terjadi perkelahian. Dia harus membunuh dua orang pemuda itu yang telah membunuh isteri dan dua orang anaknya, atau dia yang terbunuh.
Akan tetapi ketika dia tiba di situ, dia melihat betapa dua orang pemuda itu terhuyung ke belakang oleh kakek jubah merah yang datang menolongnya tadi. Dan sebelum ada yang mampu mencegahnya, dua orang pemuda itu berloncatan ke atas genteng dan menghilang. Kakek jubah merah itu hanya tertawa bergelak, mentertawakan dua orang pemuda yang melarikan diri. Dengan hati sedih Yeliu Cutay lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek, itu.
Dia tadi mendengar bahwa kakek ini berjuluk Nam Tok, julukan seorang datuk sesat yang pernah didengarnya dan dia tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang datuk sesat yang jahat. Baru julukannya saja Nam Tok (Racun Selatan), maka dapat diduga bahwa kakek ini tentulah bukan orang baik-baik. Bagaimanapun juga, tanpa adanya kakek ini tadi, dia tentu sudah tewas di tangan dua orang pemuda yang lihai itu, seperti halnya isterinya dan dua orang anaknya.
"Lo-cian-pwe, saya menghaturkan terima kasih atas pertolongan Lo-cian-pwe....."
Katanya dengan suara pilu karena dia masih membayangkan kematian isteri dan dua orang anaknya, dan terlepasnya dua orang pembunuh itu.
"Sudilah Lo-cian-pwe menolong saya untuk menangkap dua orang pembunuh itu? Mereka telah membunuh isteri dan dua orang anak saya...".
Kakek itu berhenti tertawa dan memandang kepada Yeliu Cutay dengan sinar mata menyelidik.
"Siapakah engkau? Yang mana bernama Yeliu Cutay?"
"Sayalah Yeliu Cutay, Lo-cian-pwe."
"Hemmm.....!"
Nam Tok memandang ke arah pedang di tangan Yeliu Cutay dan sekali tongkatnya bergerak, pedang itu terlepas dari pegangan tangan perwira itu dan melayang ke atas, lalu disambar oleh tangan kiri Nam Tok. Kakek ini menyandarkan tongkatnya di pundak dan dengan kedua tangan dia memeriksa pedang itu, alisnya berkerut dan wajahnya nampak kecewa.
"Hemmm, bukan ini.....!"
Katanya dan sekali kedua tangannya menekuk, pedang itu pun patah dua dan dilemparkannya ke atas lantai.
"Lo-cian-pwe, apa artinya ini.....?"
Yeliu Cutay bertanya dengan kaget dan heran. Tadi kakek ini menyelamatkan nyawanya, sekarang menghinanya dengan mematahkan pedangnya.
"Aku datang bukan untuk menolongmu. Aku datang untuk minta agar engkau menyerahkan Pedang Dewa Hijau atau Pedang Asmara. Cepat serahkan kepadaku atau serahkan nyawamu!"
Yeliu Cutay tersenyum pahit. Tidak salah dugaannya. Kakek ini seorang datuk sesat yang amat jahat. Tentu orang
(Lanjut ke Jilid 31)
Pedang Asmara (Cerita Lepas)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 31
seperti ini tidak mengenal tolong menolong. Yang dikenalnya hanyalah tindakan demi keuntungan diri sendiri.
"Maaf, Lo-cian-pwe, Pedang Asmara sudah lama tidak berada di tangan saya."
Katanya terus terang, perasaannya tertekan sekali karena baru saja dia kematian isteri dan dua anaknya yang dibunuh orang, kini dia diancam dan dihina oleh kakek ini. Nam Tok tahu bahwa Yeliu Cutay tidak berbohong.
Kalau memang orang ini memiliki pedang pusaka, tentu tadi sudah dipergunakan untuk membela diri terhadap serangan putera See Mo dan putera Tung Kiam. Orang ini melindungi diri yang terancam bahaya maut dengan pedang biasa, hal ini berarti bahwa dia memang tidak mempunyai pedang lain yang lebih baik. Bagaimanapun juga, Yeliu Cutay tahu tentang Pedang Asmara.
"Kalau begitu, berada di tangan siapa?"
Bentaknya.
"Sudah lama sekali pedang pusaka milik saya itu dicuri oleh murid saya sendiri yang bernama Bu Tiong Sin, Locian-pwe. Saya sendiri tidak berhasil mencari murid yang murtad itu dan saya tidak tahu dia berada di mana sekarang."
"Yeliu Cutay, aku percaya keteranganmu. Sekarang, ceritakan bagaimana macamnya Bu Tiong Sin, berapa usianya dan apa ciri-cirinya. Aku hendak mencarinya!"
Yeliu Cutay yakin bahwa kalau datuk esat sakti ini yang mencarinya, tentu akan dapat ditemukan dan Pedang Asmara tentu akan terjatuh ke tangan datuk ini. Sama saja, bahkan lebih parah. Akan tetapi, dia mendapatkan akal agar dia tidak terlalu dirugikan.
"Lo-cian-pwe, saya mohon Lo-cian-pwe memberitahu dulu kepada saya siapa adanya dua orang pemuda yang telah membunuh keluarga saya tadi, baru saya akan memberi gambaran tentang Bu Tiong Sin."
"Hemmm? Engkau berani menuntut sesuatu dari Nam Tok? Apakah engkau sudah bosan hidup?"
"Lo-cian pwe, baru saja isteri dan dua orang anak saya dibunuh orang. Hidup pun tidak ada artinya lagi bagi saya. Kalau Lo-cian-pwe membunuh saya, itu berarti saya akan dapat berkumpul dengan orang-orang yang saya cinta. Kalau Lo-cian-pwe tidak mau memberitahu siapa dua orang pemuda tadi, terpaksa saya pun tidak akan dapat memberitahu...."
"Ha-ha-ha, mau apa engkau menanyakan mereka? Mau membalas dendam keji pada mereka atas kematian keluargamu? Mana mungkin? Biar ada seratus orang; sepertimu, belum tentu akan mampu membunuh mereka. Mereka itu adalah! Kok Tay Ki putera See Mo, dan Cu See Han putera Tung Kiam."
"Ahhh.....!"
Yeliu Cutay terkejut bukan main.
"Kiranya mereka? Pantas kalau begitu, tentu ini ada hubungannya dengan pengkhianatan dua orang datuk itu yang membantu orang-orang Mongol"
"Ehhh Apa kau bilang? See Mo dan Tung Kiam....."
"Mereka bersekongkol dengan Jenghis Khan dan mereka akan membantu gerakan pemberontak Mongol itu untuk menguasai Kerajaan Cin. Hal ini diketahui oleh para penyelidik, karena para penyelidik kami yang menyelundup ke utara pernah melihat dua orang datuk itu mengadakan pertemuan dengan Jenghis Khan. Mula-mula See Mo yang bersekongkol dengan Jenghis Khan, kemudian agaknya See Mo dapat membujuk Tung Kiam pula. Dan kini, putera-putera mereka menculik puteri istana, memperkosa dan membunuh mereka. Ketika kami mengadakan penyerbuan ke tempat para mata mata Mongol itu, mereka berdua lolos dan malam ini mereka membunuh keluarga saya."
Nam Tok mengerutkan alisnya. See Mo dan Tung Kiam bersekongkol! Ini berbahaya sekali! Bukan hanya terhadap Kerajaan Cin, juga terhadap kedudukan dia dan Pak Ong. Kalau dalam pertemuan puncak mereka berdua itu bersekongkol, tentu dia dan Pak Ong terancam bahaya.
"Hemmm, aku sendiri yang akan menentang mereka kalau benar mereka itu berkhianat. Sekarang ceritakan bagai mana macamnya Bu Tiong Sin itu!"
Dengan senang hati Yeliu Cutay menceritakan keadaan bekas muridnya dan bahkan anak angkatnya itu. Setelah mendengar jelas, Nam Tok menggerakkar tongkatnya dan hanya nampak berkelebatnya bayangan merah. melayang naik ke atas genteng dan dalam sekejap mata dia pun lenyap. Yeliu Cutay tak dapat berbuat lain kecuali mengurus jenazah isteri dan dua orang anaknya, juga menyuruh para perajurit pengawal untuk merawat perajurit yang luka dan mengurus mereka yang tewas. Sungguh merupakan pertemuan yang amat aneh.
Biasanya, hanya beberapa tahun sekali sesuai perjanjian dua orang kakek ini saling bertemu di puncak Thai san, bersama kakek-kakek yang lain yang kesemuanya berjumlah empat orang. Empat Datuk Besar. Akan tetapi sekali ini, menyimpang dari kebiasaan yang sudah puluhan tahun berjalan, Nam Tok berhadapan dengan Pak Ong, bukan di puncak Thai-san, melainkan di ruangan belakang sebuah rumah di sudut kota Shu-nyi yang terletak di sebelah timur laut Peking. Ketika tadi Nam Tok berkelebat memasuki rumah itu, dia disambut oleh suara ketawa dan ejekan tuan rumah. Mereka berdiri berhadapan saling pandang dengan sinar mata penuh selidik.
"Ha-ha-ha, Nam Tok tua bangka yang tak tahu malu. Belum tiba saatnya kita saling bertemu. Bulan sepuluh masih lama dan di sini bukan puncak Kabut Putih di Thaisan, kenapa engkau tidak tahu malu berani datang menggangguku?"
Demikian sambutan Pak Ong.
"Pak Ong tua bangka tolol!"
Nam Tok balas memaki.
"Kurasa engkau bukan anak kecil lagi. Tentu engkau dapat menduga bahwa kalau sampai aku, Nam Tok, hari ini datang mengunjungi Pak Ong, sudah dapat dipastikan ada urusan yang teramat penting. Akan tetapi engkau menyambutku dengan tawa mengejek. Adakah yang lebih tolol?"
"Duduklah, Nam Tok. Tidak ada orang lain di sini, hanya kita berdua. Duduk dan bicaralah!"
Kata Pak Ong yang tentu saja maklum bahwa rekannya itu tentu membawa berita yang amat penting.
Nam Tok lalu duduk di atas kursi, berhadapan dengan Pak Ong dalam jarak empat meter, dan sejenak mereka saling pandang. Mereka berdua terkenang betapa sudah puluhan kali mereka itu saling mengadu ilmu dan hasilnya selalu sama kuat. Seperti dua orang datuk lain, yaitu See Mo dan Tung Kiam, mereka masin-masing memiliki kelebihan sendiri dan kalau dinilai, maka tingkat mereka memang seimbang.
"Pak Ong, katakan, kenapa engkau meninggalkan utara dan melarikan diri ke tempat ini? Engkau takut kepada Jenghis Khan?"
Dalam pertanyaan ini, terkandung ejekan. Wajah Pak Ong menjadi agak merah dan tubuhnya yang tinggi kurus itu kini duduk tegak di atas kursinya, dadanya diangkat, muka ditegakkan.
"Nam Tok, jangan sembarangan saja mengejek orang. Kalau hanya Jenghis Khan seorang saja, biar ditambah beberapa orang lagi, aku tidak takut melawannya. Akan tetapi kalau Jenghis Khan diikuti oleh ratusan ribu orang pasukan, apakah engkau juga berani menentangnya secara terbuka? Dengarlah dan buka telingamu baik-baik. Aku memang lari dari utara ke sini, akan tetapi bukan lari karena takut kepada Jenghis Khan, melainkan lari karena tidak sudi diperhamba orang Mongol."
Nam Tok memandang dengan wajah berseri.
"Bagus sekali! Jadi sampai sekarang engkau masih berwatak pahlawan yang tidak akan sudi mengkhianati negara dan tanah air, bukan?"
"Nam Tok! Apakah engkau datang hendak menantangku maka berani mengeluarkan ucapan seperti itu?"
Pak Ong bangkit berdiri dan tubuhnya yang tinggi kurus nampak semakin tinggi, tangan kanannya meraba gagang pedangnya. Akan tetapi Nam Tok tetap tersenyum dan tidak bangkit dari duduknya.
"Jangan tergesa-gesa, Sobat. Aku maksudkan bahwa engkau tidak seperti anjing-anjing penjilat See Mo dan Tung Kiam yang tidak malu menjilati telapak kaki Jenghis Khan!"
Pak Ong membelalakkan matanya "Apa kauhilang? See Mo dan Tung Kiam Mereka... mereka....."
"Mereka menjadi antek dari orang Mongol! Mereka hendak menjual negara dan bangsa, hendak membantu Jenghi Khan. Bahkan keduanya bersekongkol dan putera-putera mereka telah mengacau kota raja, menculik dua orang puteri istana yang mereka perkosa dan bunuh."
"Keparat!"
Pak Ong mengerutkan alis nya dan matanya memandang marah "Kalau begitu, di puncak Kabut Putih Thai-san nanti....."
"Itulah maka aku datang menemuimu. Setelah mereka bersekongkol dan menjadi antek orang Mongol, aku yakin bahwa mereka pun akan bersekongkol untuk memperebutkan kekuasaan pada pertemuan puncak nanti. Engkau dan aku tentu akan menghadapi bahaya, kecuali kalau kita berdua juga bersatu untuk menghadapi mereka. Buruk-buruk begini, aku bukan seorang pengkhianat dan akan kubasmi semua pengkhianat dari muka bumi!"
"Bagus! Aku setuju sekali, Nam Tok. Memang, kalau mereka bersekutu, mereka dapat berbahaya sekali, apalagi kalau mereka dibantu oleh orang-orang Mongol yang kabarnya mempunyai banyak jagoan yang lihai. Kalau kita berdua bersatu, biar mereka menggunakan akal apa pun juga, kita berdua pasti akan mampu menandingi dan menumpas mereka!"
"Ha-ha-ha, sudah kuduga. Engkau tentu menerima uluran tanganku."
Nam Tok menahan ucapannya karena pada saat itu mereka berdua mendengar suara kaki melangkah datang ke arah ruangan itu. Mereka berdua menengok dan muncullah dua orang muda di pintu, seorang gadis cantik dan seorang pemuda tampan.
"Ayah.....!"
Kata gadis itu sambil memasuki ruangan. Ketika ia melihat Nam Tok, gadis itu tertegun.
"Ehhh..... kiranya..... paman Nam Tok!"
Gadis itu bukan lain adalah Ji Kui Lan, puteri Pak Ong dan ia segera memberi hormat kepada Nam Tok. Nam Tok mengangguk-angguk dan tersenyum. Cantik sekali gadis puteri Pak Ong ini, pikirnya. Lalu dia melihat pemuda tampan yang datang bersama Ku Lan.
"Kui Lan, engkau sekarang sudah dewasa dan semakin cantik saja. Siapa pemuda itu?"
Pak Ong tersenyum bangga.
"Nam Tok, dia adalah muridku yang baru. Kau-tahu bahwa muridku. hanyalah puteriku sendiri, akan tetapi sekarang aku mempunyai jago muda yang baru, yaitu muridku ini. Tiong Sin, cepat beri hormat kepada pamanmu Nam Tok. Engkau sudah sering mendengar dari aku dan Kui Lan tentang Nam Tok ini, bukan?"
Bu Tiong Sin cepat memberi hormat kepada Nam Tok dan diam-diam dia kagum. Kakek ini sungguh menyeramkan, demikian angkuh dan gagah, pikirnya.
"Lo-cian-pwe, terimalah hormat saya."
Katanya.
"Ha-ha-ha, Tiong Sin. Sebut saja Paman kepada Nam Tok karena dialah sahabat paling baik dariku!"
Kata Pak Ong. Nam Tok memperhatikan Tiong Sin. Pemuda yang bertubuh jangkung dan berwajah tampan, pembawaannya gagah pula.
"Namamu Tiong Sin? Apakah engkau she Bu?"
Mudah saja dia menduga karena selain namanya sama, juga dia telah mengenal wajah dan keadaan Tiong Sin melalui penggambaran Yeliu Cutay.
"Paman telah mengenal saya?"
Naga Sakti Sungai Kuning Karya Kho Ping Hoo Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo