Ceritasilat Novel Online

Kisah Tiga Naga Sakti 34


Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo Bagian 34



Atau "putera Tuhan"

   Sehingga apapun yang dikehendakinya adalah benar dan harus terlaksana. Oleh karena itu, dalam mengejar kesenangan dan kenikmatan hidupnya, seorang Kaisar tidak mengenal batas lagi. Demikian pula dalam mengejar kesenangan menurutkan dorongan nafsu berahinya, seorang Kaisar boleh berbuat sesuka hatinya tanpa ada yang berani menentangnya, bahkan setiap perbuatannya dianggap benar belaka.

   Seperti hampir kebanyakan para raja di jaman dahulu, Kaisar Su Tiong juga merupakan seorang pria yang lemah terhadap kekuasaan nafsu berahinya. Hal ini merupakan kelemahan hampir setiap orang pria yang telah memperoleh kedudukan dan kekuasaan tinggi. Di dalam istana itu penuh dengan selir-selir Kaisar yang muda-muda dan cantik-cantik, bahkan tiap bulan pasti ditambah jumlahnya karena Kaisar Su Tiong ingin mendapatkan seorang gadis baru yang masih perawan setiap bulannya, sedikitnya dua atau tiga orang.

   Karena inilah, maka dalam waktu beberapa tahun saja haremnya penuh dengan selir selir yang muda. Celakanya, Kaisar itu adalah seorang pria pembosan sehingga seorang selir baru yang sudah didekatinya selama beberapa minggu saja sudah menimbulkan bosan kepadanya dan untuk menjaga agar haremnya tidak terlalu penuh, banyak selir-selir lama yang dikeluarkan dari situ, dihadiahkan kepada para pengawalnya yang dianggap berjasa! Dan begitu yang lama dikeluarkan, selalu ada yang baru dimasukkan.

   Biarpun hidupnya siang malam dikelilingi wanita-wanita muda yang cantik cantik, yang akan melakukan apa saja yang dikehendakinya, namun seperti biasa pada setiap manusia, apabila nafsu ditaati, maka nafsu tidak menjadi reda. Nafsu sifatnya mirip api. makin diberi umpan, makin berkobar dan membesar, makin menuntut umpan yang lebih banyak lagi! Demikian pula dengan nafsu berahi. Makin dituruti, makin menuntut yang lebih sering dan lebih banyak. Kaisar Su Tiong agaknya tidak pernah mengenal puas dan cukup. Adanya selir yang demikian banyaknya masih belum membuat dia jinak, bahkan dia makin menjadi beringas setiap kali dia melihat seorang gadis baru yang belum pernah melayaninya untuk memuaskan nafsunya.

   Dapat dibayangkan bagaimana keadaan pemerintahan di jaman dahulu kalau kaisar-kaisarnya seperti Kaisar Su Tiong itu hidupnya. Siang malam yang memenuhi benaknya hanyalah kenikmatan-kenikmatan jasmani yang dikejar-kejarnya selalu. Urusan pemerintahan tentu saja lalu terjatuh ke dalam genggaman tangan para pembesar yang berkuasa dan Kaisar hidup sebagai boneka belaka.

   Yang lebih menghidupkan kehausan Kaisar akan nafsu berahinya ini, atau yang lebih mengobarkan api berahi dalam dirinya adalah sikap para wanita itu sendiri. Pada jaman itu hampir setiap orang wanita mendambakan perhatian Kaisar! Kalau sampai terpilih olehi Kaisar, apa lagi sampai dipanggil untuk melayani Kaisar di atas pembaringan, baru dipilih sebagai dayang saja sudah merupakan suatu kehormatan besar yang amat didambakan oleh setiap orang wanita! Karena, dipilih ke dalam istana berarti kemuliaan, kehormatan, dan kemewahan! Apa lagi yang dibutuhkan oleh seorang wanita kalau sudah memperoleh kebormatan dan kemewahan? Demikianlah pendapat umum di jaman itu.

   Maka, setiap orang wanita yang memperoleh kesempatan mendekati Kaisar, yaitu para dayang, para puteri pembesar, bahkan para isteri pembesar, selalu berusaha untuk menarik perhatian Kaisar, karena biarpun isteri seorang pembesar kalau sampai berhasil menarik perhatian Kaisar, apa lagi sampai berhasil dipanggil ke dalam kamarnya, akan berarti kemuliaan, bukan hanya untuk si wanita, bahkan untuk keluarganya, karena sang suami tentu akan memperoleh kenaikan pangkat! Hal ini tentu saja membuat Kaisar makin gila dalam mengejar wanita cantik!

   Akan tetapi, demikian banyaknya wanita muda dan cantik merubung diri Kaisar sehingga kalau tidak cantik benar-benar, tentu saja akan sukar untuk menarik perhatian Kaisar Su Tiong. inilah sebabnya rrengapa Su Hong, gadis yang menjadi kaki tangan Can Hun Sek itu, selalu gagal untuk menarik perhatian Kaisar dan dia boleh merasa beruntung sudah diangkat menjadi pelayan dalam sehingga boleh memasuki kamar Kaisar setiap kali Kaisar membutuhkan sesuatu, bersama dengan para dayang lain. Padahal Su Hong juga merupakan seorang gadis yang cukup cantik!

   Pilihan kaisar malah terjatuh kepada Ci Siang Bwee, seorang dayang muda yang juga baru saja dijadikan pelayan dalam. Dayang ini adalah seorang dayang yang dihaturkan oleh Thio thaikam sendiri untuk Kaisar, dalam usaha pembesar gendut itu untuk selalu mencari muka dan menyenangkan hati junjungannya.

   Berbeda dengan setiap orang dayang yang berada di dalam istana itu. dan mendatangkan keheranan kepada semua wanita di situ, begitu Siang Bwee mendengar bahwa dia terpilih oleh Kaisar, dia terus menangis dengan sedihnya. Dia menyesali nasibnya yang sial. karena dia menarik perhatian Kaisar tanpa disengajanya. Ketika itu, bersama Su Hong dan beberapa orang dayang lainnya, dia melayani Kaisar dan para selir Kaisar yang bersenang-senang di dalam taman. Pada waktu itu Kaisar yang merasa bingung untuk memilih siapa di antara para selirnya yang malam itu harus melayaninya karena semua selirnya cantik-cantik belaka dan semuanya bergairah untuk dipilih, memperoleh suatu permainan baru.

   "Kalian duduk berkeliling membentuk sebuah lingkaran dan aku akan memilih seorang di antara kalian dengan mata tertutup."

   Kata Kaisar yang pandai mencari permainan baru untuk memuaskan nafsu nafsunya itu.

   Sambil tertawa cekikikan, dua puluh lebih selir muda yang pada waktu itu bergilir untuk melayani Kaisar, lalu memilih tempat duduk di dalam taman itu, ada yang duduk di atas rumput di atas bangku, atau di atas akar pohon, membentuk lingkaran dan Kaisar berada di tengah-tengah mereka. Lalu Kaisar menyuruh seorang dayang untuk menutupi mata Kaisar dengan mengikatkan saputangan sutera. Setelah itu, sambil tertawa-tawa Kaisar lalu bergerak perlahan-lahan, maju dengan kedua tangannya terpentang, meraba-raba ke depan, mencari-cari. Sekali ini dia ingin memilih calon teman tidur semalam itu tidak mengandalkan dua matanya, melainkan mengandalkan jari-jari tangannya. Dengan jantung berdebar tegang oleh permainan baru itu, para selir menanti-nanti dan mengharapkan akan terpilih oleh tangan Kaisar yang meraba-raba itu. Kaisar meraba sana-sini, kalau dapat memegang orang selir, jari-jari tangannya meraba-raba, kemudian melepaskannya lagi dan mencari yang lain.

   Karena kedua matanya tertutup, Kaisar tidak tahu bahwa dia telah keluar dari lingkaran para selirnya itu! Seperti biasa, dalam selagala hal, tidak ada seorangpun berani menegur atau menyalahkannya dan kini Kaisar meraba-raba di luar lingkaran dan kebetulan sekali dia meraba tubuh Ci Siang Bwee, seorang di antara para dayang yang berlutut di luar lingkaran siap melayani segala perintah Kaisar dan para selir. Di dalam rombongan para selir yang berpakaian indah-indah dengan wajah dirias sedemikian rupa, para dayang yang cantik ini kelihatan tidak bersinar. Akan tetapi kini Kaisar meraba dengan mata tertutup dan ketika pundaknya kena terpegang, Siang Bwee sudah menggigil dan berlutut dengan mata terpejam. Apa lagi bersuara, bahkan bernapas pun dia tidak berani! Jantungnya berdebar kencang apa lagi ketika jari-jari tangan Kaisar itu dengan nakalnya meraba-raba sesukanya, membuat Siang Bwee menggeliat dan merintih lirih.

   "Ah, engkau..."..! Engkau pilihanku.....!"

   Kaisar berseru dan membuka saputangan yang. menutup mukanya. Agak terheran dan terkejut ketika Kaisar melihat bahwa yang dirangkulnya adalah seorang dayang! Akan tetapi jari-jari tangannya telah menemukan janji-janji yang menggairahkan hatinya, maka dengan halus dia lalu memegang dagu Siang Bwee dan mengangkat muka yang berbentuk bulat telur itu agar menengadah. Kaisar tersentuh perasaan hatinya ketika melihat seraut wajah yang amat cantik manis, sederhana, dengar sepasang alis aseli yang hitam kecil, sepasanng mata jeli tanpa bulu mata palsu, melainkan bulu mata aseli yang hitam panjang, hidung kecil mancung, sepasang mulut yang menggairahkan, dan kulit muka yang kemerahan tanpa yanci, dan dua titik air mata seperti dua butir mutiara di atas pipi. Kaisar menunduk dan mencium mulut itu. Tubuh Siang Bwee menggelepar, dadanya terisak, dan Kaisar tersenyum. Belum pernah dia mendapatkan seorang gadis seperti ini! Dia merasa seperti memegang seekor kelinci putih yang ketakutan.

   "Engkau kupilih, malam nanti engkau layani aku,"

   Katanya lirih. Siang Bwee hanya berlutut dan menundukkan mukanya yang pucat, tanpa berani berkutik atau bersuara.

   "Siapa namamu?"

   Hampir tidak terdengar suara gadis itu yang gemetar.

   "Ci""

   Siang Bwee"""

   Kaisar lalu bertepuk tangan memanggil para dayang, memerintahkan para dayang membawa pergi Siang Bwee dan melapor kepada para thaikam penjaga agar "mempersiapkan"

   Siang Bwee untuk melayaninya malam nanti. Kemudian, setelah sambil tertawa dia melihat gadis itu dituntun pergi, Kaisar melanjutkan: permainannya dengan para selir yang diam-diam kecewa karena mereka tidak terpilih. Akan tetapi, seperti biasa, mereka tidak berani menyatakan perasaan mereka. Mereka itu hanya alat, mereka itu seperti benda benda yang hanya boleh menurut, tidak boleh menuntut!

   Di antara para dayang yang menuntun pergi Siang Bwee terdapat Su Hong. Diam-diam gadis inipun merasa iri hati terhadap "nasib baik"

   Dari rekannya itu. Akan tetapi pada saat itu dia mempunyai kesibukan lain yang sejak tadi membuat Su Hong kelihatan tegang dan khawatir.

   Malam itu adalah malam yang dipilih oleh ketuanya, yaitu Can Hun Sek, untuk turun tangan menyerbu ke dalam istana! Untuk keperluan ini, siang tadi Can Hun Sek sudah datang berkunjung sebagai kakak kandungnya, kemudian Can Hun Sek menyelinap dan bersembunyi, sedangkan belasan orang anak buahnya yang terpilih, yaitu para tokoh Hek-san-pang, sudah siap di luar tembok, tinggal menanti isyarat dari Su Hong yang akan membiarkan mereka masuk dan menjadi petunjuk jalan bagi mereka! Peristiwa ini cukup menegangkan hatinya maka dia tidak begitu memikirkan tentang "nasib baik"

   Yang jatuh kepangkuan rekannya itu, dan setelah dia selesa menyerahkan pilihan Kaisar itu kepada dari thaikam yang bertugas untuk itu, dia lalu bergegas menyelinap pergi untuk menemui ketuanya di tempat persembunyiannya, mengatur siasat bersama Can Hun Sek untuk penyerbuan yang akan dilakukan malam itu.

   Senja hari itu, seorang pengawal yang meronda di bagian dalam dari para istana itu tiba tiba berhenti karena mendengar suara tangis wanita yang lirih, namun tidak terlepas dari pendengarannya yang amat tajam. Pengawal bu mengerutkan alisnya, merasa bimbang apakah termasuk kewajibannya untuk menyelidiki seorang wanita yang menangis di senja hari itu! Maklumlah, pengawal itu bukan lain adalah Tan Sian Lun yang masih baru dalam pekerjaannya ini. Dia ditugaskan oleh kepala pengawal untuk menjaga keamanan di sebeIah dalam istana, akan tetapi dia tidak tahu sampai mana batas dari penjagaannya itu dan apakah tangis wanita ini perlu diselidikinya ataukah tidak! Tangis itu terdengar dari bagian di luar harem, yaitu tempat terlarang bagi para pengawal, maka dia lalu memberanikan hatinya karena dia tidak tega mendiamkan suara tangis itu tanpa menyelidikinya dan kalau perlu menolongnya.

   Dengan kepandaiannya yang tinggi, mudah saja bagi Sian Lun untuk mendekati kamar itu dan mengintai ke dalam tanpa didengar atau dilihat oleh siapapun. Dan dia menjadi terheran-heran ketika melihat ke dalam ruangan itu. Dia melihat dua orang thaikam gendut sedang menyisiri dan meminyaki rambut seorang gadis yang hanya memakai pakaian dalam dari sutera indah yang amat tipis, gadis itu duduk di atas bangku dekat bak mandi dan agaknya baru saja dia mandi atau dimandikan oleh dua orang thaikam itu karena kulit lehernya dan sebagian rambutnya masih nampak basah. Bau harum semerbak memenuhi kamar itu bahkan tercium oleh Sian Lun yang mengintai di luar. Gadis itulah yang mengeluarkan suara tangis tadi. Dan kini dia hanya terisak lirih, agaknya menahan tangisnya karena takut, dan dua orang thaikam yang sedang meminyaki dan menyisir rambutnya itu mengeluarkan kata-kata yang nadanya menghibur dan juga mengancam.

   "Bodoh, mengapa menangis? Lain orang gadis biasanya tersenyum-senyum dan berseri wajahnya, riang gembira karena dipilih olehi sri baginda!"

   "Sudah, hentikan tangismu. Kalau sribaginda melihat engkau menangis, tentu beliau akan marah dan engkau akan dihukum berat!"

   Sian Lun memandang dengan jantung berdebar. Dia sudah mendengar berita selentingan! tentang kebiasaan Kaisar memilih gadis-gadis cantik untuk menjadi selir barunya yang amat banyak.

   Agaknya gadis ini merupakan pilihan baru, pikirnya dan dia memperhatikan gadis itu. Rambut yang disisir itu amat hitam, halus dan banyak, juga panjang sekali. Wajah itu agak pucat, namun jelas nampak cantik dan manis sekali. Dan tubuh yang membayang dari sutera tipis itu amat indah. Sian Lun tidak berani mengintai lebih lama lagi. Gadis itu tidak membutuhkan pertolongan. Benarkah? Dia ragu-ragu. Pertolongan apa yang dapat diberikan kepada seorang gadis yang dipilih menjadi selir Kaisar? Dan mungkin benar ucapan thaikam itu. Bodoh kalau gadis itu menolak dan bersedih. Bukankah menjadi selir Kaisar merupakan penghormatan terbesar bagi seorang wanita di jaman itu?

   Sian Lun melanjutkan perondaannya. Akan tetapi entah mengapa, wajah pucat dari gadis itu selalu terbayang olehnya dan hatinya diliputi perasaan iba. Dia berusaha mengusir perasaan ini dan menekankan kepada hatinya bahwa itu bukan urusannya, akan tetapi tetap saja ada sesuatu yang mendorongnya untuk memperhatikan bagaimana nasib gadis itu selanjutnya. Dorongan inilah yang membuat Sian Lun tidak mau meninggalkan tempat itu, yaitu di sekitar dinding tinggi di mana harem dan tempat Kaisar beradu berada di baliknya. Dinding pemisah itu merupakan batas bagi seorang pengawal seperti dia, dan yang boleh memasuki tempat itu hanyalah para dayang dan para thai-kam saja.

   Sian Lun berjalan-jalan di sekitar tempat itu dan wajah gadis itu selalu terbayang olehnya. Dia membayangkan yang bukan-bukan. Membayangkan betapa gadis itu diperkosa oleh Kaisar! Betapa gadis itu menjerit dan menangis tanpa ada yang berani menolongnya! Hatinya merasa amat tidak enak dan gelisah merasa tidak berdaya dan mulailah Sian Lun meragukan tindakannya. Benarkah kalau dia menjadi pengawal di tempat itu, melihat kesewenang-wenangan tanpa berdaya sedikitpurj juga? Di istana ternyata bukan tempat tinggal orang-orang baik. Baru melihat gadis yang menangis sedih karena "bernasib haik"

   Diterima sebagai selir Kaisar itu saja sudah merupakan kenyataan yang menyolok betapa di tempat indah dan megah ini terjadi kejahatan dan pemerkosaan yang tidak dianggap jahat lagi karena keadaan.

   Apakah bedanya perkosaan yang dilakukan seorang Kaisar dan seorang jai-hoa cat (penjahat pemerkosa wanita)? Bedanya hanyalah bahwa kalau Kaisar mengandalkan pengaruh kekuasaannya, maka seorang pemerkosa wanita mengandalkan kekuatannya! Korbannya sama. seorang wanita lemah yang tidak berdaya! Akan tetapi, apa yang dapat dilakukannya di tempat ini? Kalau dia berada di luar dan ada seorang penjahat mempergunakan kekuatannya memperkosa wanita, dia dapat turun tangan menghajar penjahat itu dan mencegah terjadinya kelaknatan itu. Akan tetapi di sini, dia malah harus menjaga keamanan pria yang memperkosa wanita itu, karena pria itu kebetulan menjadi Kaisar! Kenyataan ini mendatangkan kepahitan hebat dalam hati Sian Lun yang menjadi bingung sendiri!

   Ah, pendekar macam apakah dia ini? Dia menyumpah diri sendiri. Makin dipikir makin kecut rasa hatinya. Boleh jadi umum memandang dia sebagai seorang pengawal Kaisar yang pongah dan terhormat, akan tetapi wanita tadi akan tetap memandangnya sebagai begundal yang rendah dan kejam, kaki tangan seorang pemerkosa yang tak mengenal prikemanusiaan. Alangkah rendahnya!

   Tiba-tiba Sian Lun menyelinap ke dalam bayangan gelap. Dia melihat berkelebatnya bayangan orang. Terkejutlah dia karena dia melihat banyak sekali bayangan berkelebat meloncati dinding yang menjadi batas daerah terlarang itu! Celaka, pikirnya. Hal itu jelas tidak wajar sama sekali. Tidak mungkin mereka itu para pengawal, karena sudah terdapat larangan bagi para pengawal untuk memasuki daerah itu apa lagi dengan cara meloncati dinding tembok seperti kelakuan maling-maling itu. Maling? Tiba-tiba dia tertegun dan cepat kedua kakinya menggenjot dan tubuhnya sudah melayang dengan cepat, mengejar bayangan-bayangan yang mencurigakan itu. Dia tidak perduli lagi apakah dia melanggar daerah terlarang, karena tugasnya adalah menjaga keselamatan Kaisar dan gerakan bayangan bayangan itu sungguh amat mencurigakan hatinya.

   Cepat bagaikan seekor burung rajawali terbang, tubuh Sian Lun sudah melayang naik ke atas dinding untuk mengejar bayangan-bayangan tadi. Dia sudah diberi tahu tentang letak bangunan-bangunan di seluruh istana dan dia tahu di mana adanya kamar Kaisar kalau beliau sedang bersenang-senang dengan para selirnya. Maka ke tempat itulah dia menuju.

   Tiba tiba terdengar bentakan-bentakan dan disusul dengan suara beradunya senjata-senjata tajam. Ternyata bayangan-bayangan orang yang menyerbu itu telah disambut oleh para thaikam pengawal. Hanya thaikam-thaikam saja yang boleh menjaga di sebelah dalam ini dan di antara para thaikam memang ada yang memiliki ilmu silat yang cukup tangguh Akan tetapi, agaknya para penyerbu iiu terdiri dari orang orang yang lihai karena segera terdengar teriakan teriakan kesakitan dan para thaikan itu roboh mandi darah.

   "Keparat, berani kalian mengacau di sini?"

   Sian Lun membentak ketika melihat mereka merobohkan lima orang thaikam. Dengan cepat dia sudah menerjang, dan biarpun para penyerbu itu menyambut terjangannya dengan pedang namun gerakan Sian Lun terlampau cepat dan hawa pukulan tangannya saja sudah cukup membuat mereka terpelanting, disusul tamparan dan tendangan sehingga dalam sekejap mata saja tiga orang anggauta penyerbu itu roboh dan pingsan!

   Melihat munculnya seorang pengawal yang demikian tangguhnya, seorang thaikam pengawal menjadi girang dan cepat berkata.

   "Cepat, harap lindungi sri baginda!"

   Mendengar teriakan ini, Sian Lun berlari menuju ke kamar Kaisar. Dia melihat tiga bayangan orang juga berlari ke arah kamar itu dan begitu tiba di dekat kamar, dia sudah mendengar isak tangis seperti senja tadi, isak tangis gadis berwajah pucat itu. Tanpa memperdulikan apa-apa lagi, karena yang dituju hanya menyelamatkan Kaisar, Sian Lun mendahului tiga bayangan itu dan langsung meloncat menerjang jendela kamar itu.

   "Brakkkk"".!"

   Jendela itu jebol dan Sian Lun sudah berada di dalam kamar.

   Kaisar sedang merangkul dan menciumi Siang Bwee yang menangis lirih. Mendengar suara pecahnya jendela disusul masuknya seorang pengawal, Kaisar terkejut bukan main. Sebelum Kaisar sempat menegur, Sian Lun sudah berkata.

   "Cepat sri baginda, harap menyingkir dan bersembunyi!"

   Kaisar segera dapat memaklumi keadaan, maka dalam keadaan setengah telanjang, Kaisar meloncat dan sebentar kemudian lenyap melalui sebuah pintu rahasia di balik almari. Siang Bwee cepat membungkus tubuhnya dengan selimut, mukanya pucat dan matanya memandang terbelalak kepada Sian Lun yang berdiri tegak menghadap ke arah jendela yang dijebolnya tadi.

   "Serbuuuu""..!"

   Terdengar teriakan dan muncullah tiga orang laki-laki berloncatan dengan sigapnya melalui jendela itu sambil memutar pedang mereka yang berobah menjadi gulungan sinar menyilaukan mata. Dan di belakang mereka muncul pula seorang laki-laki yang memegang sebuah kipas hitam yang besar dan panjang! Orang ini bukan lain adalah Cai Hun Sek, ditemani oleh tiga orang tokoh Hek-san-pang yang memegang pedang di tangan kiri. Melihat betapa empat orang itu semua memegang sebatang kipas hitam, Sian Lun merasa heran, akan tetapi dia tidak sempat bicara lagi karena tiga orang berpedang itu sudah menerjangnya dengan serangan kilat. Tiga batang pedang menyambar diikuti kebutan kipas yang mendatangkan angin kuat!

   Ketika Can Hun Sek tadi mendengar teriakan Sian Lun yang mendahului masuk kamar Kaisar dia terkejut dan marah, lalu bersama tiga orang temannya mengejar. Akan tetapi setelah masuk kamar itu, dia tidak lagi melihat Kaisar hanya seorang wanita cantik yang berselimut dan kini mendekap selimut yang menyelubungi tubuhnya dan mendekam di sudut dengan muka pucat. Can Hun Sek membiarkan tiga orang kawannya mengeroyok pemuda berpakaian pengawal yang bertangan kosong itu sedangkan dia sendiri cepat mencari-cari Kaisar.

   Namun percuma. Dia tidak dapat menemukan Kaisar, bahkan tidak menemukan pintu lain kecuali pintu depan dan jendela. Ketua Hek-san-pang ini terkejut dan heran bukan main. Dia tidak melihat Kaisar keluar, dan dia tadi merasa yakin bahwa Kaisar berada di dalam kamar ini! Tentu ada pintu rahasia, pikirnya, dan hal ini memang sudah diberitahukan oleh Su Hong, akan tetapi gadis yang menjadi dayang itu sendiri tidak tahu di mana adanya pintu rahasia itu karena yang mengetahuinya hanyalah Kaisar sendiri! Pintu rahasia itu menembus ke dalam kamar Kaisar di istana, kamar besar di sebelah dalam, bukan di bagian harem lagi.

   Selagi dia membongkar-bongkar meja kursi dan lemari untuk mencari kamar di balik pintu rahasia itu, terdengar suara hiruk-pikuk dari para pengawal di luar, dan ketika dia melihat ke arah tiga orang kawannya, dengan kaget dia melihat tiga orang kawannya itu terdesak hebat oleh si pengawal muda bahkan seorang di antara mereka telah terluka dan terhuyung. Celaka, pikirnya. Can Hun Sek yang cerdik segera melihat wanita yang masih mendekam di sudut. Tentu selir tersayang dari Kaisar, pikirnya. Dapat dipergunakannya sebagai sandera untuk meloloskan diri! Maka tanpa banyak cakap lagi, dia lalu menyambar pinggang wanita itu dan membawanya lari keiuar! Siang Bwee menjerit, akan tetapi segera bungkam karena ditotok dan dipanggul lalu dibawa meloncat keluar melalui

   jendela yang jebol tadi.

   Melihat ini, Sian Lun menjadi marah. Dia mengeluarkan bentakan nyaring, tubuhnya bergerak cepat dan dua orang pengeroyoknya berteriak, pedang mereka terpental, kipas mereka pecah dan mereka sendiri roboh terjengkang seperti teman mereka yang pertama. Akan tetapi dari ujung atau gagang kipas mereka berhamburan jarum-jarum hitam yang hampir saja mengenai tubuh Sian Lun kalau pemuda ini tidak cepat melempar tubuhnya ke belakang sambil bergulingan.

   Sementara-itu, Can Hun Sek yang merasa gagal usahanya itu cepat lari keluar dan lima orang pengawal yang menghadangnya menjadi bingung dan tidak berani menyerang karena melihat penjahat itu memanggul tubuh seorang wanita. Wanita yang keluar dari kamar Kaisar itu sudah pasti adalah selir Kaisar yang terkasih, maka tentu saja mereka tidak berani melukai tubuh selir Kaisar. Kesempatan ini dipergunakan oleh Can Hun Sek untuk menekan alat pada gagang kipasnya Sinar hitam menyambar-nyambar dan lima orang pengawal itu berteriak dan roboh terguling, terkena serangan gelap dari jarum-jarum beracun yang keluar dari gagang kipas hitam! Can Hun Sek cepat meloncat dan lari sambil memanggul tubuh Ci Siang Bwee.

   "Pangcu, cepat ke sini""l"

   Terdengar bisikan Su Hong yang sudah mencegat dan di bawah petunjuk dayang ini, akhirnya Can Hun Sek dapat melarikan diri melalui sebuah pintu tembusan yang biasanya dipergunakan oleh para thaikam atau dayang yang keluar masuk daerah terlarang itu. Sambil memanggul tubuh Siang Bwee yang hanya terbungkus selimut, Hun Sek cepat menyelinap melalui pintu kecil di taman itu dan hendak melarikan diri.

   "Pangcu, tunggu saya""..!"

   Su Hong berseru dan lari mengejar.

   "Mereka tentu tahu kalau saya ikut main dalam peristiwa ini dan saya akan dihukum berat....., tunggu dan bawa saya, pangcu"..!"

   Sebagai anggauta Htk-san-pang, sedikit banyak gadis ini mengerti ilmu silat dan diapun dapat berlari cepat, sungguhpun tentu saja dibandingkan dengan ketuanya itu dia kalah jauh.

   Akan tetapi tiba-tiba Can Hun Sek membalik, tangannya yang memegang kipas hitam bergerak dan sinar hitam menyambar ke arah Su Hong. Gadis ini terkejut bukan main, tahu apa artinya sinar hitam itu namun tidak sempat mengelak dan dia menjerit dengan nyaring sekali, lalu tubuhnya terjengkang dan tewas, beberapa batang jarum beracun bersarang di tenggorokannya! Can Hun Sek membunuhnya karena kalau gadis itu ikut, tentu dia tidak dapat melarikan diri dengan leluasa dan cepat maka jalan paling baik baginya adalah membunuh anak buahnya sendiri yang mencintanya itu.

   Akan tetapi justeru perbuatannya inilah yang mendatangkan bencana baginya. Tadinya Sia Lun sudah kehilangan jejaknya. Pemuda ini tidak tahu harus mengejar ke mana, karena memang dia tidak hafal akan keadaan di dalam daerah terlarang ini, tidak tahu akan adanya pintu kecil rahasia di dalam taman itu. Selagi dia kebingungan dan melangkah mencari-cari dan tanpa diketahuinya dia malah menjauhi buronannya, tiba tiba dia mendengar jerit melengking dari Su Hong itu. Maka cepat dia

   (Lanjut ke Jilid 35)

   Kisah Tiga Naga Sakti (Cerita Lepas)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 35

   meloncat dan lari mengejar ke arah suara jeritan wanita itu yang disangkanya tentu jeritan selir Kaisar yang dilarikan penjahat tadi.

   Setelah dia tiba di pintu kecil tersembunyi di dalam taman itu, dia melihat tubah seorang wanita muda menggeletak tak bernyawa lagi. Dia cepat memeriksa dan melihat bahwa wanita itu adalah seorang gadis yang cantik, berpakaian dayang. Maka teringatlah dia akan teriakan seorang thaikam tadi bahwa pemimpin para penyerbu itu adalah kakak dari dayang Su Hong. Inikah dayang Su Hong? Akan tetapi dia tidak sempat menyelidiki hal itu, melainkan cepat meloncat keluar dari pintu kecil itu dan terus lakukan pengejaran. Akhirnya, setelah dia berloncatan ke atas genteng rumah-rumah penduduk kota raja, dia melihat bayangan orang yang dikejarnya. Dia segera mengenal bayangan itu memanggul tubuh seorang lain. Cepat dia mengejar dan bayangan itu telah riba di dekat dinding kota raja yang tinggi. Dia berpikir bahwa tidak mungkin bayangan itu akan dapat meloncati dinding yang sedemikian tingginya, maka Sian Lun mempercepat larinya, terus mengejar.

   Akan tetapi, terkejutlah dia ketika dia melihat bahwa penjahat itu sudah tiba di dinding dan melihat bayangan itu merayap naik melalui seutas tali yang agaknya memang sudah di persiapkan terlebih dulu di tempat itu. Tcmpat yang sunyi dan jauh dari pintu gerbang, jauh dari para penjaga tembok benteng itu! Dengan cepatnya bayangan yang memanggul gadis istana itu memanjat ke atas dan ketika Sian Lun akhirnya tiba di bawah dinding, penjahat itu telah berada di atas!

   Dinding itu memang terlampau tinggi untuk diloncati, maka Sian Lun cepat menyambar tali yang tadi dipergunakan oleh penjahat itu untuk melarikan diri dan diapun segera memanjat dengan tali itu ke atas. Tiba tiba terdengar suara ketawa dan tali yang dipergunakan untuk memanjat itu putus, diputus dari atas oleh Hun Sek sambil tertawa. Pada saat itu, Sian Lun baru tiba di tengah-tengah dinding yang tinggi itu! Akan tetapi pemuda sakti ini tidak menjadi bingung. Begitu merasa betapa tali itu terlepas, secepat kilat dia menggunakan kedua telapak tangannya untuk menempel pada dinding! Kemudian, dengan pengerahan tenaga sinkangnya, dia merayap di dinding itu seperti seekor cecak, perlahan-lahan terus naik ke atas!

   Akan tetapi hambatan ini memberi kesempatan kepada ketua Hek-san pang itu untuk loncat turun dari atas dinding dan melarikan diri. Para penjaga melihatnya dan melakukan pengejaran, namun tidak ada seorangpun penjaga yang mampu menandingi kecepatan lari ketua Hek san-pang itu.

   Setelah Sian Lun berhasil mencapai puncak tembok, dia melihat di bawah sinar bintang yang remang-remang bayangan para penjaga yang melakukan pengejaran. Dia cepat meloncat turun dan mengerahkan kepandaiannya berlari cepat, mengejar. Sebentar saja dia sudah dapat menyusul para penjaga yang ketinggalan jauh. Melihat bahwa yang mengejar adalah seorang yang berpakaian pengawal istana, para penjaga cepat menunjukkan ke mana larinya penjahat itu. Sian Lun terus mengejar dan para penjaga itu akhirnya menghentikan pengejaran mereka karena sebentar saja mereka sudah kehilangan bayangan dua orang yang berkejaran itu.

   "Pembunuh keji, engkau hendak lari ke mana?"

   Sian Lun membentak ketika akhirnya dia dapat menyusul buronannya di luar sebuah hutan yang sunyi di lereng bukit. Sejak tadi Can Hun Sek sudah merasa khawatir sekali melibat betapa pengawal muda yang lihai itu terus mengejarnya dan biarpun dia sudah mengerahkan seluruh kepandaiannya berlari cepat, tetap saja pengejarnya makin lama makin dekat di belakangnya. Mendengar bentakan ini, dia tiba-tiba menghentikan larinya, membalik dan kipasnya ditodongkan. Sinar hitam menyambar ke arah Sian Lun. Akan tetapi Sian Lun sudah mengenal serangan senjata gelap ini dan dengan mudah dia menyampok sinar hitam itu dengan lengan bajunya sambil mengerahkan tenaga saktinya. Jarum-jarum hitam itu runtuh ke atas dan Sian Lun tetap menerjang ke depan dengan sikap mengancam.

   "Tahan! Atau"". kubunuh wanita ini!"

   Can Hun Sek berteriak sambil mengancamkan kipasnya ke tengkuk Siang Bwee yang dipondongnya. Sian Lun terkejut dan memandang kepada wajah gadis yang kini berada dalam pondongan Hun Sek, menjadi perisai bagi tubuh penjahat itu. Wajah yang pucat, sepasang mata yang terbelalak lebar penuh rasa takut, akan tetapi melihat keadaan yang lemas itu tahulah Sian Lun bahwa gadis itu tertotok. Gadis yang pernah dilihatnya menangis ketika disisiri rambutnya oleh dua orang thaikam.

   Akan tetapi tentu saja bagi Sian Lun yang terpenting adalah menangkap penjahat yang berusaha membunuh kaisar itu, maka dia tetap melangkah maju.

   "Tidak ada artinya engkau membunuhnya, tetap saja engkau takkan terlepas dari tanganku!"

   Tentu saja Hek san pangcu itu menjadi terkejut dan juga kecewa. Tadinya dia mengira bahwa gadis yang telah diculiknya itu akan menjadi sandera yang amat berharga dan dapat menolong dirinya dalam melarikan diri, seorang puteri yang penting, atau selir kaisar yang terkasih sehingga orang akan mau melepasnya untuk mendapatkan kembali puteri atau selir itu. Akan tetapi siapa sangka, agaknya pengawal yang amat lihai itu tidak mengambil pusing apakah dia akan membunuh wanita itu ataukah tidak! Celaka, pikirnya, susah-susah dia culik! Tadinya, melihat kecantikan dara itu, dia memiliki dua niat. Pertama, menjadikan gadis itu semacam sandera yang dapat dipergunakannya kalau ada bahaya mengancamnya, ke dua kalau sampai dia berhasil lari bersama gadis itu, tentu dia akan memperoleh seorang gadis cantik yang akan menyenangkan hatinya! Akan tetapi kiranya semua itu hanya mimpi kosong belaka dan gadis ini agaknya tidak berguna sama sekali!

   "Sialan!"

   Dia berseru marah dan melemparkan tubuh gadis itu ke samping, kemudian dia meloncat ke belakang dan jarum-jarum hitam dari kipasnya meluncur ke arah gadis itu. Inilah satu-satunya jalan baginya untuk memancing pengawal lihai itu dan dia berhasil!

   Melihat gadis itu dilemparkan ke bawah kemudian diserang dengan jarum-jarum yang amat berbahaya itu, Sian Lun terkejut bukan main. Tentu saja sebagai seorang pendekar yang selalu siap untuk melindungi fihak lemah yang terancam bahaya, dia tidak mungkin membiarkan gadis itu terancam bahaya tanpa turun tangan.

   Melihat sinar hitam menyambar ke arah gadis itu, dia cepat menubruk ke depan, menghadang antara gadis itu dan sinar hitam yang menyambarnya, sambil mengebutkan tangan kirinya ke arah jarum-jarum yang meluncur datang. Jarum-jarum itu terpukul angin dan runtuh, akan tetapi kesempatan itu dipergunakan oleh Hun Sek untuk melarikan diri secepat mungkin.

   Gadis itu terlempar dan selimut yang membungkus tubuhnya itu terbuka tanpa dia mampu membetulkan kembali karena kaki tangannya tidak dapat digerakkan. Maka dia menjadi bingung, malu dan hanya dapat mengeluh, akan tetapi biarpun dia tertotok, tak mampu bergerak atau berteriak, Siang Bwee tahu betul bahwa dia diselamatkan oleh pengawal muda yang gagah perkasa itu.

   Setelah melihat bahwa gadis yang mengeluh itu tidak terluka, Sian Lun cepat membuka totokannya sehingga Siang Bwee mampu bergerak dan cepat-cepat membetulkan selimut yang terbuka itu dan Sian Lun sudah melompat pergi menghilang ke dalam gelap untuk melakukan pengejaran. Akan tetapi, dia telah mempergunakan waktu terlampau banyak untuk menyelamatkan Siang Bwee tadi dan kini bayangan buronan itu sudah tidak nampak lagi, sudah ditelan

   oleh kegelapan yang pekat dari. hutan di depan itu.

   Sian Lun masih mencoba untuk mencari-cari di dalam hutan gelap itu namun hasilnya sia-sia dan akhirnya terpaksa dia kembali ke tempat di mana Siang Bwee tadi ditinggalkannya. Dia melihat gadis itu masih mendekam dan menangis tersedu-sedu. Gadis itu ketakutan bukan main, tidak tahu harus pergi ke mana dan tidak tahu pula berada di mana. Dia sama sekali tidak berdaya, dan tempat itu demikian gelap dan sunyi maka dia hanya dapat menangis.

   "Nona"".."

   Siang Bwee terkejut, mengangkat mukanya yang tadi menunduk dan ternyata pemuda yang menolongnya tadi telah berada di depannya. Bukan main girang rasa hatinya dan Siang Bwee cepat menjatuhkan diri berlutut di depan Sian Lun.

   "Terima kasih atas pertolonganmu, taihiap"".."

   "Ahh, harap nona jangan merendahkan diri seperti itu,"

   Sian Lun cepat berkata sambil memegang kedua lengan itu dan menariknya bangkit berdiri.

   "Saya hanya seorang pengawal biasa, dan nona adalah sedang"".."

   Dia hendak mengatakan selir sri baginda akan tetapi teringat betapa gadis ini menangis ketika dia hendak dijadikan selir kaisar, dia ragu-ragu.

   "Dan aku hanya seorang wanita lemah yang telah kauselamatkan nyawanya, taihiap"

   "Sudahlah, itu sudah merupakan tugasku, nona. Mari kuantar nona kembali istana."

   Siang Bwee menunduk dan memejamkan mata, lalu menggeleng kepala.

   Sian Lun menjadi tidak sabar.

   "Mari nona"".." "Tidak"".. tidak"". jangan bawa aku kembali"".."

   Pada saat itu datang sepasukan pengawal dan melihat betapa Sian Lun telah menyelamatkan selir kaisar, mereka merasa gembira dan kagum sekali. Beramai-ramai Siang Bwee lalu dikawal kembali ke istana. Siang Bwee tidak dapat membantah lagi dan hanya dapat menangis. Diam-diam Sian Lun yang mengikuti di belakangnya merasa kasihan kepada gadis ini, akan tetapi bagaimana dia mampu menolongnya? Diapun tahu bahwa gadis ini tidak suka menjadi selir kaisar, bahwa gadis itu terpaksa dan seperti diperkosa, dan bahwa menurut watak pendekar, dia sudah seharusnya mencegah terjadinya perkosaan atau paksaan itu. Akan tetapi betapa mungkin? Yang melakukannya adalah kaisar, dan dia telah menjadi pengawal kaisar!

   Ketika rombongan pengawal bersama Siang Bwee tiba kembali di istana, ternyata berita tentang tertolongnya selir baru kaisar itu telah didengar oleh istana dan yang menyambut mereka adalah kaisar sendiri bersama Thio thai-kam yang telah mendengar tentang kerusuhan itu dan sudah cepat-cepat datang ke istana. Pembesar gendut ini sudah mendengar betapa pengawal muda yang baru saja diterimanya dan diangkatnya menjadi anggauta pasukan pengawal itu ternyata telah berhasil menyelamatkan kaisar dan kini malah datang setelah berhasil menolong pula selir yang diculik penjahat! Tentu saja dia merasa bangga bukan main, apa lagi ketika kaisar memuji-muji pemuda pengawal itu di depannya. Semua pengawal berikut Siang Bwee menjatuhkan diri berlutut ketika mereka melihat kaisar berada di dalam ruangan itu menyambut mereka. Kaisar tersenyum dan memandag kepada Sian Lun.

   "Siapa namanya?"

   Tanyanya kepada Thio thaikam.

   "Namanya Tan Sian Lun, sri baginda,"

   Jawab pembesar kebiri gendut itu sambil menjura.

   "Sian Lun, kau majulah,"

   Kaisar berkata dan Sian Lun terkejut, lalu merangkak maju dan berlutut dengan penuh hormat, mukanya menunduk.

   "Angkat mukamu, kami ingin melihat wajahmu". Terpaksa Sian Lun mengangkat mukanya dan dia menatap wajah kaisar yang tersenyum ramah, wajah yang membayangkan pengaruh dan kekuasaan. Dia merasa jerih dan menunduk kembali.

   "Ha ha, memang engkau tampan dan gagah, Sian Lun. Kami girang sekali bahwa engkau telah memperlihatkan kebaktianmu, telah menyelamatkan kami dan berhasil pula merampas kembali Siang Bwee yang diculik penjahat."

   Kaisar mengerling ke arah Siang Bwee yang kini telah memakai pakaian, diberi oleh para pengawal tadi untuk menutupi tubuhnya yang tadinya hanya tertutup selimut.

   "Maka sekarang katakanlah, apakah yang engkau kehendaki sebagai hadiahmu? Kami akan memenuhi semua permintaanmu!"

   Semua orang merasa terkejut dan merasa iri terhadap Sian Lun. Kalau pada saat itu pemuda ini menyatakan minta apapun, kiranya permintaan itu akan terpenuhi dan hal ini bukan merupakan kelakar belaka. Andaikata dia minta harta yang amat besar, atau kedudukan yang amat tinggi, kiranya akan dilaksanakan oleh kaisar yang sedang amat gembira dan berterima kasih itu. Keadaan menjadi hening, semua telinga menanti jawaban pemuda itu dengan hati tegang berdebar.!

   "Sri baginda, semua yang hamba lakukan sudah menjadi tugas kewajiban hamba, oleh karena itu hamba tidak mengharapkan hadiah apapun, dan beribu terima kasih hamba haturkan atau kebijaksanaan paduka."

   Semua mata kini memandang kepada Sian Lun dengan. terbelalak, karena jawaban ini sungguh amat mengejutkan hati mereka. Sian Lun melihat ini dan diapun menjadi gugup. Dia khawatir kalau-kalau dia salah bicara, ketika melihat ke arah Siang Bwee, dia melihat pula gadis itu memandang kepadanya dengan sinar mata seperti orang memohon, maka dia teringat dan cepat-cepat dia bergerak menghormat ke arah kaisar dan melanjutkan kata-katanya tadi.

   "Atas berkah Thian dan kemuliaan paduka, hamba telah berhasil menyelamatkan nona ini..."", dan hamba mengembalikannya kepada paduka"".."

   Dia meragu, khawatir salah bicara.

   "Taihiap"". taihiap telah menyelamatkan aku dari malapetaka, jangan kepalang menolongku, taihiap"""

   Bawa aku pergi dari sini"""!"

   Ucapan Siang Bwee ini mengejutkan semua orang pula, dan yang lebih terkejut adalah Sian Lun, yang cepat membantah.

   
Kisah Tiga Naga Sakti Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Nona"".ini"". ini"".jangan berkata begitu"".."

   Keadaan menjadi gaduh karena semua ponggawa dan pengawal yang hadir saling pandang dan saling berbisik bisik, sedangkan kaisar sendiri setelah memandang terbelalak lalu tertawa dan bicara lirih dengan Thio-thaikam yang agaknya mengusulkan sesuatu kepada kaisar.

   "Bagus!"

   Tiba-tiba kaisar berkata dengan suara nyaring dan agaknya nampak gembira sekali.

   "Engkau telah menentukan pilihanmu, Sian Lun. Engkau akan kami angkat menjadi panglima yang memimpin pasukan untuk membasmi para pemberontak, mengepalai selaksa perajurit, dan selain itu, kami akan menghadiahkan Siang Bwee kepadamu!"

   Sian Lun terkejut bukan main mendengar kalimat terakhir itu dan cepat dia hendak membantah. Melihat ini, Thio-thaikam cepat berkata dengan suara setengah berbisik, dan terdengar khawatir.

   "Tan-taihiap, cepat mengaturkan terima kasih atas kemurahan sri baginda"

   Sian Lun sadar bahwa menolak pemberian kaisar dapat dianggap menghina, maka dia lalu memberi hormat dan berbisik.

   "Beribu terima kasih hamba haturkan kepada paduka

   sri baginda yang mulia""."

   Kaisar masih tertawa, lalu berkata lagi "Akan tetapi, sebelum itu, engkau harus memperlihatkan kesetiaanmu dan membuat jasa. lagi, yaitu dengan mengejar dan membasmi gerombolan yang tadi berani mengacau di istana. Setelah engkau berhasil, baru engkau akan menerima hadiahmu."

   Setelah berkata demikian, kaisar lalu melambaikan tangan dan membalikkan tubuh, masuk kembali ke dalam istana diantarkan oleh para ponggawa dan pengawalnya. Beberapa orang thaikam lalu menggandeng kedua lengan Siang Bwee, setengah memaksanya masuk ke dalam. Gadis itu meronta sedikit, menoleh dan memandang kepada Sian Lun yang masih berlutut dan pemuda ini tidak berani mengangkat muka.

   Sebuah tangan menyentuh pundaknya dan ternyata itu adalah Thio-thaikam.

   "Taihiap engkau beruntung sekali. Pangkatmu tinggi dan gadis itu manis""""

   Melihat di situ tidak ada orang lagi, Sian Lun bangkit berdiri dan sambil mengerutkan alisnya dia berkata.

   "Akan tetapi, taijin, saya tidak ingin menerima wanita, saya tidak ingin beristeri sekarang ini."

   "Hemm, tidak perlu menjadi isterimu, taihiap, sebagai seorang panglima, apa salahnya mempunyai selir? Ha-ha-ha, tidak perlu engkau malu-malu."

   Wajah Sian Lun menjadi merah sekali, dalam hati dia sama sekali tidak setuju, akan tetapi tidak berani menyatakan dengan mulut, maka dia lalu berkata.

   "Thio-taijin, saya hendak berangkat sekarang juga mengejar penjahat itu."

   "Nanti dulu, taihiap. Tidak akan begitu mudah kalau engkau tergesa-gesa. Sebaliknya, engkau membawa pasukan yang sudah tahu akan gerombolan Hek-san-pang itu."

   "Hek-san-pang?"

   Sian Lun teringat akan kipas-kipas hitam yang dipergunakan oleh para penjahat.

   Thio-thaikam mengangguk.

   "Marilah ikut bersamaku dan kita bicarakan tentang cara membasmi gerombolan itu seperti yang diperintahkan kaisar. Engkau tentu tidak ingin gagal, bukan?"

   Karena Sian Lun memang tidak tahu ke mana dia harus mencari gerombolan itu, dan agaknya pembesar ini mengerti betul dan mengenal gerombolan Kipas Hitam yang telah berani mencoba membunuh kaisar, maka dia mengangguk dan mengikuti Thio-thaikam menuju ke gedung pembesar itu yang berada di kompleks istana karena Thio-thaikam adalah pembesar yang mengepalai semua thaikam istana.

   Dan memang benar dugaannya, Thio-thaikam dan beberapa orang perwira telah mengenal gerombolan itu dan Sian Lun mendapat banyak keterangan tentang Hek-san-pang. Hek-san-pang adalah perkumpulan yang bersarang di Ma-kun-san, memiliki kekuatan kurang lebih seratus orang dan amat ditakuti di daerahnya sehingga pembesar setempatpun tidak berani mengganggunya. Setelah menerima petunjuk-petunjuk dan keterangan akhirnya berangkatlah Sian Lun membawa seratus orang perajurit. Dia tidak mau membawa lebih banyak pasukan ketika mendengar bahwa gerombolan itu hanya berkekuatan kurang lebih seratus orang.

   Ekspidisi pasukan yang hendak membasmi gerombolan Hek-san-pang itu sengaja oleh Sian Lun dilakukan dengan diam-diam tanpa memberi kabar atau mengirim kurir terlebih dulu ke kota-kota di depan. Dia tidak ingin kalau fihak gerombolan mengetahui terlebih dulu.

   Betapapun juga, begitu tiba di sarangnya, Can Hun Sek cepat mengumpulkan semua anak buahnya dan bersiap-siap. Dia tahu bahwa dia telah melakukan suatu hal yang amat berbahaya dan setelah usahanya membunuh kaisar gagal, tentu akan datang pembalasan dari fihak kota raja. Dia bahkan berhasil membujuk supeknya, yaitu pamannya sendiri, Can An, tokoh Hek-san-pang tua yang kini tidak lagi mencampur urusan dunia, untuk membantu dan

   melindunginya! Can An mencela keponakannya.

   "Engkau terlalu ceroboh,"

   Tegurnya.

   "Bagaimana engkau berani mencoba untuk membunuh kaisar? Dan setelah usahamu gagal, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan diri hanya lari dari sini."

   "Tidak, supek. Kami akan melawan dan harap supek membantu dan melindungi kami."

   Can An menarik napas panjang.

   "Orang setua aku ini sudah tidak takut menghadapi kematian, akan tetapi Hek-san-pang yang kami bina dengan susah payah dan kini akan melihat kehancurannya, sungguh membuat hati merasa gelisah dan berduka. Aku tidak takut menghadapi lawan, Hun Sek. Akan tetapi, melawan pasukan pemerintah sama dengan bunuh diri."

   Can Hun Sek yang amat membenci pemerintah, terutama setelah kegagalannya itu mengerutkan alisnya.

   "Kalau supek tidak berani, supek boleh pergi menyelamatkan diri, akan tetapi aku Can Hun Sek akan berjuang sampai mati!"

   Dia menepuk dadanya.

   Kakek pendek yang mukanya putih itu memandang dengan mata terbelalak dan mukanya berobah merah.

   "Sungguh engkau telah merendahkan supekmu, Hun Sek!"

   Akan tetapi ketua Hek-san-pang itu tidak memperdulikannya lagi karena dia sudah yakin bahwa supeknya tentu akan mau membantunya. Dia sudah berhasil membakar hati supeknya. Orang yang cerdik ini tahu betapa supeknya memiliki keangkuhan besar dan kalau dibakar hatinya tentu akan mau membantunya melawan musuh.

   Beberapa hari kemudian, lewat tengah hari, tibalah pasukan yang dipimpin oleh Sian Lun di sarang Hek-san-pang. Mereka ini tidak sempat mengurung atau mengancam, karena begitu mereka tiba, fihak Hek-san-pang telah menyambut dengan hangat, dengan serbuan sambil berteriak-teriak

   seperti serigala-serigala yang buas!

   Can Hun Sek sendiri bersama Can An sudah maju menghadapi Sian Lun yang oleh Tbio-thaikam telah diberi pakaian panglima yang gagah, dengan sebatang pedang panglima tergantung di pinggangnya. Melihat serbuan fihak Hek-san-pang, Sian Lun lalu mengeluarkan aba-aba untuk menyambut dan terjadilah perang kecil yang amat seru dan hebat di lereng Bukit Ma-kun san. Melihat dua orang tua dan muda dengan kipas hitam lebar itu menghadapinya, Sian Lun bersikap tenang dan membentak.

   "Pemberontak laknat! Lebih baik kalian menyerah dan menjadi tangkapan kami untuk kami bawa ke kota raja dari pada kalian mengalami kehancuran!"

   "Penjilat kaisar lalim!"

   Can Hun Sek menudingkan kipas hitamnya dengan sikap menghina.

   "Kami adalah orang-orang gagah yang siap berjuang sampai titik darah terakhir, tidak sudi tunduk kepada anjing penjilat macam engkau!"

   Setelah berkata demikian, Can Hun Sek sudah menyerang dengan nekat. Melihat ini, Can An terpaksa maju pula menggerakkan kipasnya, membantu keponakannya menghadapi panglima yang telah dikenal oleh Hun Sek sebagai pengawal lihai yang menggagalkan usahanya membunuh kaisar.

   Sian Lun menjadi marah mendengar makian itu. Dia melihat gerakan mereka dan tahu bahwa baginya, tingkat kepandaian mereka itu tidaklah terlalu membahayakan, maka diapun menyambut serangan mereka tanpa mencabut pedang! Dengan mudah dia mengelak dari sambaran dua kipas hitam yang bertubi-tubi melakukan totokan-totokan itu. Setelah dia memperhatikan cara penyerangan lawan, dia mulai membalas dengan tamparan-tamparan tangannya yang mengandung sinkang kuat sekali sehingga setiap kali dua orang lawannya itu menangkis, kipas mereka terpental dan tubuh mereka terhuyung. Bukan main kagetnya hati Can An melihat kelihaian panglima muda ini. Dia tahu bahwa dia dan keponakannya sama sekali bukanlah tandingan panglima ini maka dia lalu berseru.

   "Hun Sek, kau larilah, biar aku menghadangnya!"

   Akan tetapi, Sian Lun justeru mendesak Hun Sek karena dia mengenal orang ini sebagai penjahat yang melarikan Siang Bwee dan yang berusaha membunuh kaisar, sehingga tidak ada kesempatan sama sekali bagi Hun Sek untuk melarikan diri! Dengan nekat Can An yang berusaha menyelamatkan keponakannya itu menyerang dan menubruk dari belakang, kipasnya digoyang dan segulung asap hitam menyambar ke arah Sian Lun! Pemuda ini, terkejut, maklum bahwa itu adalah asap beracun, maka cepat dia menggunakan khikang dan meniup ke arah asap yang membuyar dan tertiup membalik.

   Pada saat itu Can Hun Sek juga menyerangnya dengan jatum-jarum hitam yang menyambar keluar dari kipasnya. Dalam keadaan berbahaya ini, Sian Lun menggunakan ujung lengan bajunya mengebut sambil mengerahkan sinkangnya dan terdengar Hun Sek menjerit dan roboh karena di antara jarum-jarum hitamnya yang membalik secepat kilat oleh kebutan ujung lengan baju Sian Lun tadi telah memasuki matanya! Tubuhnya berkelojotan karena jarum itu menusuk sedemikian kuatnya sehingga menembus mata dan memasuki otak membuat dia tewas tak lama kemudian.

   "Berani kau membunuh pangcu kami!"

   Bentak Can An yang menyerang lagi dengan nekat. Sian Lun menyambutnya dengan sebuah tendangan yang mengenai dadanya. Tubuh kakek kate ini terlempar menimpa beberapa orang perajurit pemerintah yang segera menggerakkan senjata mereka dan tewaslah Can An dengan tubuh penuh luka luka. Tewasnya dua orang ini membuat para anak buah Hek san pang menjadi gentar dan panik sehingga dalam waktu kurang dari satu jam saja mereka telah dapat dirobohkan semua oleh pasukan pemerintah! Mayat mereka malang melintang memenuhi lereng bukit itu. Tidak ada seoranpun anggauta Hek-san-pang yang ikut perang dapat lolos karena fihak pasukan menggunakan anak-anak panah untuk merobohkan mereka yang mencoba untuk melarikan diri!

   Dengan kemenangan besar ini Sian Lun disambut di kota raja dengan senyum lebar oleh Thio-thaikam dan dia lalu diarak memasuki sebuah gedung yang diberikan untuknya oleh kaisar melalui Thio thaikam! Sebuah gedung yang cukup megah, lengkap dengan perabot-perabot rumah yang serba mewah, dan pelayan yang lengkap.

   Sejak saat itu, Tan Sian Lun, pemuda sederhana yang sejak kecil hidup sebagai petani atau nelayan sederhana bersama gurunya, berubah menjadi seorang panglima muda yang terhormat, memiliki gedung yang megah dan mewah, Dan pada sore hari itu, lewat senja, di waktu matahari mulai terbenam di barat, serombongan orang dengan pakaian indah diiringkan tambur dan gembreng mengantar sebuah joli yang dihias rapi memasuki halaman gedung panglimi muda yang baru ini. Sian Lun merasa terkejut dan heran ketika menerima laporan dari pelayannya bahwa rombongan utusan kaisar yang mengantar "nona pengantin"

   Telah tiba! Tergesa-gesa dan dengan hati tegang Sian Lun hendak keluar, akan tetapi seorang pelayannya memberi tahu bahwa selayaknya majikannya itu menanti saja di dalam kamar dan "nona pengantin"

   Akan diantar sampai ke dalam kamarnya!

   Karena belum tahu akan hal-hal seperti itu, Sian Lun menurut dan duduklah dia di dalam kamarnya, kamar yang baru dan cukup mewah. Dia duduk di atas kursi dalam kamar itu dengan hati berdebar tegang. Dia tadinya sudah lupa akan janji kaisar untuk menghadiahkan nona cantik itu kepadanya. Dia sudah bertukar pakaian dan mengenakan pakaian biasa, dan di dalam hatinya yang tegang itu terdapat kebingungan akan tetapi juga keputusan yang akan diambilnya kalau sudah berhadapan dengan wanita itu karena kini dia dapat menduga bahwa wanita yang disebut "nona pengantin"

   Itu dan yang dikirim oleh kaisar, tentu bukan lain adalah selir yang

   ditolongnya dari tangan penculik itu.

   Pintu kamar itu terketuk dari luar. Sian lun adalah seorang pemuda gagah perkasa, namun saat itu dia hampir melonjak kaget mendergar ketukan yang sudah dinanti nantinya itu! "Siapa?"

   "Ciangkun, Thio-taljin telah datang hendak bertemu dengan ciangkun!"

   Terdengar suara pelayan.

   "Silakan beliau masuk!"

   Sian Lun cepat bangkit dan pintu kamar itu terbuka. Masuklah Thio-thaikam yang gendut mengiringkan Ci Siang Bwee dara cantik jelita itu!

   "Wah, kionghi. Tan-ciangkun!"

   Thio-thaikam menyoja ke arah Sian Lun yang cepat membalas.

   "Selamat atas anugerah yang ciangkun terima dari sri baginda, terutama hadiah berupa nona ini. Saya sendiri yang mengantar Siang Bwee yang sudah siap melayani ciangkun, Nah, sekali lagi selamat dan sampai jumpa besok."

   "Tapi"". Thio-taijin apakah tidak duduk dulu? silakan"" "

   Sian Lun berkata gugup.

   "Hi hik, mengganggu saja. Terima kasih, saya hendak pergi saja,"

   Kata pembesar gendut itu dengan lagak kegenit-genitan.

   "Siang Bwee, layani Tan ciangkun baik-baik"

   Dia lalu keluar dan daun pintu itu ditutup dari luar.

   Sejenak Sian Lun tertegun, kemudian menoleh dan melihat dara itu masih berdiri di situ seperti patung, tersenyum senyum malu. Kedua kaki Sian Lun terasa lemas dan gemetar, maka dia lalu mundur dan menjatuhkan diri duduk kembali ke kursinya yang tadi. Sejenak hening di kamar itu, Sian Lun duduk seperti patung, dara itu berdiri menunduk seperti patung pula, hanya mulutnya tersenyum malu-malu. Kemudian mata yang jeli itu mengerling dan melihat Sian Lun duduk seperti patung, bengong memandangnya dia lalu membalikkan tubuh menghadap pemuda itu dan melangkah maju sampai dia berdiri dalam jarak dekat dengan Sian Lun.

   "Taihiap .."

   Katanya, suaranya lirih seperi bisikan, bingung dan canggung dan malu-malu matanya bersinar-sinar amat indahnya, bibirnya tersenyum malu-malu dan wajah yang berdagu runcing itu amat manisnya. Dara itu mengenakan pakaian yang amat indah, akan tetapi juga amat tipis setelah jubah luarnya dibuka sebelum memasuki kamar iiu sehingga terbayanglah lekuk lengkung tubuhnya yang padat melakui pakaian sutera tipis itu. Seorang dara yang amat jelita, yang berdiri malu-malu dan tidak tahu agaknya harus berkata apa.

   "Taihiap...."

   Kembali Siang Bwee berbisik, tangan kanannya diangkat ke atas menyentuh muka sendiri dengan gaya malu-malu.

   "Nona. mengapa engkau datang ke sini?"

   Akhirnya Sian Lun dapat juga mengeluarkan suara, suara yang parau dan sumbang.

   Mendengar pertanyaan ini, sepasang mata yang indah itu terbelalak, bulat dan bening, berseri-seri dan akhirnya dara itmenjatuhkan diri berlutut di depan kaki Sian Lun.

   "Mengapa. taihiap? Sri baginda sendiri yang menyerahkan aku kepadamu, dan aku"".. merasa girang sekali, aku merasa bahagia sekali...".ah, betapa baiknya sri baginda, aku merasa berbahagia sekali, taihiap"".."

   

Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Pendekar Budiman Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini