Ceritasilat Novel Online

Bayangan Bidadari 18


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 18



Demikianlah, tiga orang Tosu itu, Wu Wi Thaisu wakil Go-Bi-Pai dan Im Yang Siang To-jin, dua orang wakil Ketua Kun-Lun-Pai berangkat menuju ke Siauw-Lim-Pai. Setelah tiba di Siauw-Lim-Pai, mereka bertiga diterima sendiri oleh Bu Kek Tianglo yang didampingi oleh Ceng Seng Tiga orang Tosu itu bukan hanya menceritakan tentang terbunuhnya sepuluh orang murid Kun-Lun-Pai dan seorang murid Go-Bi-Pai yang dilakukan seorang Hwesio dengan menggunakan ilmu-ilmu Siauw-Lim-Pai, akan tetapi mereka bertiga juga mendengar dari Ceng Seng Hwesio bahwa Bu-Tong-Pai juga kematian sembilan orang murid yang kabarnya juga terbunuh seorang yang hanya tampak bayangannya sebagai seorang Hwesio dengan menggunakan ilmu-ilmu Siauw-Lim-Pai. Tentu saja mereka bertiga menjadi sama terkejutnya dengan dua orang pimpinan Siauw-Lim-Pai itu.

   "Omitohud! Keadaannya menjadi semakin gawat sekarang. Bukan hanya murid Bu-Tong-Pai menjadi korban, akan tetapi juga murid Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai. Dan pembunuhnya sama, tidak tampak jelas mukanya, akan tetapi bayangannya seperti seorang Hwesio dan dia menggunakan ilmu-ilmu tingkat tinggi dari Siauw-Lim-Pai! Jelas ini merupakan suatu usaha licik untuk mengadu domba agar Siauw-Lim-Pai dimusuhi tiga partai persilatan besar lainnya! Ada orang yang melakukan fitnah terhadap Siauw-Lim-Pai!"

   Kata Bu Kek Tianglo.

   "Nanti dulu, Lo-Cianpwe, belum tentu kalau orang luar yang melakukan ini. Apakah tidak mungkin ada murid Siauw-Lim-Pai yang telah menyeleweng dan tersesat?"

   "Omitohud! Pinceng kira tidak ada murid kami yang tersesat, karena kami selalu mengawasi mereka."

   Bantah Ceng Seng Hwesio mewakili Suhunya. Yang Sim To-jin tersenyum mengejek, akan tetapi Im Sim To-jin diam saja. Wu Wi Thaisu yang membantah.

   "Yang berada di sini memang dapat engkau awasi, akan tetapi bagaimana dengan murid yang telah tamat dan berada jauh dari sini, Ceng Seng Hwesio? Apakah pimpinan Siauw-Lim-Pai juga dapat mengawasi sepak terjang mereka?"

   "Hemm, tentu saja tidak dapat, Toyu (sahabat). Akan tetapi kami berani menjamin bahwa murid kami tidak akan berani menyeleweng karena sudah mendapat gemblengan yang ketat ketika belajar di sini."

   Kata Ceng Seng Hwesio.

   "He-heh, Ceng Seng Hwesio, apakah pimpinan Siauw-Lim-Pai mengetahui apa yang dilakukan oleh Ong Tiang Houw?"

   Kata Yang Sim To-jin dengan suara mengejek.

   "Omitohud! Ong Tiang Houw bukan murid perguruan Siauw-Lim-Pai."

   Bantah Ceng Seng Hwesio.

   "Dia memang murid Bu Sek Tianglo, dan Bu Sek Tianglo adalah Suheng dari Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo, Ketua Siauw-Lim-Pai! Berarti dia masih sealiran dan menguasai ilmu-ilmu dari Siauw-Lim-Pai."

   "Andaikata hal itu dibenarkan, tetap saja tidak berarti dia seorang yang tersesat! Nama besar Ong Tiang Houw sebagai pemimpin Kai-Sin-Tin menentang bangsawan dan hartawan yang sewenang-wenang dan membela kepentingan rakyat miskin membuktikan bahwa dia berjiwa pendekar."

   Kata Ceng Seng Hwesio dan kelihatan bangga. Siapa tidak mengenal nama besar Ong Tiang Houw? Kalau dia dianggap sebagai murid Siauw-Lim-Pai, hal itu malah membanggakan bagi dia.

   "Ceng Seng Hwesio dan Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo, apakah para pimpinan Siauw-Lim-Pai tahu bagaimana keadaan Ong Tiang Houw sekarang dan apa yang telah dia lakukan sekitar dua tahun yang lalu?"

   Kini Im Sim To-jin membantu saudaranya. Ceng Seng Hwesio menggelengkan kepalanya dan memandang kepada Gurunya karena dia memang sudah lama sekali tidak pernah mendengar tentang Ong Tiang Houw sejak Kai-Sin-Tin tidak melakukan kegiatan lagi dan kabarnya sudah dibubarkan.

   "Omitohud...!"

   Bu Kek Tianglo berkata lirih.

   "Karena Ong Tiang Houw bukan murid di Siauw-Lim-Pai ini, maka kami tidak tahu bagaimana keadaannya, hanya Pinceng yakin sepak terjangnya tetap melalui jalan kebenaran. Bahkan kedua orang puteranya, Ong Teng San dan Ong Lian Hong, menjadi murid-murid kami terbaik di sini."

   "Kalau begitu dengarlah, hai para pimpinan Siauw-Lim-Pai. Dua tahun lebih yang lalu, murid dari Hek Moli yang menjadi musuh kita bersama, dan Bhutan Koai-jin yang kaki tangannya Lo-Cianpwe buntungi dengan bantuan dari Kun-Lun-Pai, Go-Bi-Pai dan Bu-Tong-Pai, murid mereka yang bernama Kwee In Hong Si Iblis Betina itu mengamuk dan membunuh Sun Sim San Lojin, Kim Sim San Lojin, dan Cu Sim San Lojin, murid-murid Kun-Lun-Pai!"

   Kata Yang Sim To-jin.

   "Omitohud!"

   Bu Kek Tianglo memotong.

   "Gadis yang liar itu memang sulit diatur, keganasannya melebihi Hek Moli. la juga pernah membikin kacau di sini, karena itu, tidak sangat mengejutkan kalau ia melakukan pembunuhan di mana-mana."

   "Bukan itu saja, Lo-Cianpwe. Setelah ia membunuh ketiga San Lojin dari perguruan kami, Kwee In Hong dihadapi oleh Suhu Pek Ciang San-Lojin dan ia pasti akan dapat ditangkap atau dibinasakan kalau saja tidak muncul Ong Tiang Houw yang membela dan membawanya lari!"

   Bu Kek Tianglo dan Ceng Seng Hwesio saling pandang dengan mata terbelalak.

   "Ong Tiang Houw?"

   Kata Ceng Seng Hwesio.

   "Benar, dia Ong Tiang Houw, walaupun ketika itu telah menjadi seperti orang gila dan menyebut Kwee In Hong sebagai isterinya dan dia sendiri disebut Bu Jin Ai oleh gadis iblis itu. Karena Susiok-Couw (Kakek Paman Guru) Siang Te. Lokai mengenalnya sebagai murid Lo-Cianpwe Bu Sek Tianglo, terpaksa Suhu melepaskan mereka dan mereka berdua lalu pergi entah ke mana."

   "Omitohud...! Dan pada saat itu, Pinto mengutus Ong Teng San untuk membayangi Adik tirinya itu agar di luaran jangan melakukan kejahatan seperti Hek Moli."

   Kata Bu Kek Tianglo lirih, seperti bicara kepada diri sendiri.

   "Adik tiri...?"

   Wu Wi Thaisu bertanya heran. Terpaksa Bu Kek Tianglo mengangguk-angguk.

   "Ya, Kwee In Hong itu adalah saudara tiri dari Ong Teng San dan Ong Lian Hong."

   "Bagus sekali!"

   Seru Yang Sim To-jin.

   "Sekarang jelaslah sudah, Suheng!"

   Dia menoleh kepada Im Sim To-jin.

   "Mereka telah berkumpul menjadi satu! Ayahnya seorang ahli ilmu silat tingkat Siauw-Lim-Pai yang telah menjadi gila, lalu kedua anaknya yang juga murid-murid pilihan Siauw-Lim-Pai, dan Si Iblis Betina yang menjadi saudara tiri yang amat membenci Empat Partai Persilatan Besar! Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo, tak dapat diragukan lagi, pasti keluarga setan itu yang melakukan pembunuhan-pembunuhan ini!"

   "Pinto kira sangkaan itu benar sekali, Lo-Cianpwe!"

   Wu Wi Thaisu juga berkata penuh semangat.

   "Siauw-Lim-Pai harus menangkap mereka untuk diajukan ke pengadilan bersama!"

   "Wu Wi Thaisu!"

   Bentak Ceng Seng Hwesio.

   "Tidak ada yang bisa memaksa dan mengharuskan Siauw-Lim-Pai melakukan sesuatu!"

   "Hemm, begitukah? Setelah ada dugaan bahwa pelakunya murid-murid Siauw-Lim-Pai, langsung engkau hendak membela mereka? Lo-Cianpwe Bu Kek Tianglo, sebagai wakil Go-Bi-Pai, Pinto menuntut agar Siauw-Lim-Pai dapat mempertanggung-jawabkan perbuatan murid-muridnya itu."

   Kata Wu Wi Thaisu.

   "Benar! Kami berdua juga menuntut agar Siauw-Lim-Pai bertanggung jawab, menangkap pembunuh itu, baik dia murid Siauw-Lim-Pai atau bukan karena pembunuh itu meninggalkan ciri-ciri Siauw-Lim-Pai. Kalau Siauw-Lim-Pai tidak segera bertindak, para pimpinan perguruan kami akan datang dan membuat perhitungan!"

   Kata Yang Sim To-jin dengan suara dan sikap kasar karena marah.

   "Omitohud, Pinceng harap para Toyu dapat bersabar. Kemarahan tidak akan membantu memecahkan persoalan, bahkan akan menggelapkan hati dan pikiran. Pinceng memahami kecurigaan kalian, dan kami tentu akan menyelidiki keadaan Kwee In Hong, Ong Tiang Houw, dan Ong Teng San. Percayalah, kami tidak akan melindungi orang yang bersalah, walaupun orang itu murid atau bahkan diri kami sendiri. Menjunjung kebenaran dan keadilan adalah pedoman hidup yang lebih kami pentingkan daripada diri kami sendiri. Sekarang harap Sam-wi (Kalian bertiga) pulang dan sampaikan kepada Pek Eng Thaisu Ketua Go-Bi-Pai dan kepada Pek Ciang San-Lojin Ketua Kun-Lun-Pai bahwa kami para pimpinan Siauw-Lim-Pai akan berusaha sekuat tenaga untuk menangkap pelaku pembunuhan itu."

   "Sampai kapan?"

   Tanya Wu Wi Thaisu.

   "Ya, kapan batas waktunya? Kalau terlalu lama, semua anggauta Kun-Lun-Pai akan kehilangan kesabaran!"

   Kata pula Yang Sim To-jin.

   "Omitohud! Pinceng sudah mengabarkan kepada Tiong Li Seng-jin Ketua Bu-Tong-Pai agar bersabar sampai pada hari ulang tahun Siauw-Lim-Pai yang akan terjadi sekitar dua setengah bulan yang akan datang. Karena itu, sampaikan kepada kedua Ketua kalian bahwa kalau sampai pada hari ulang tahun kami, belum juga pembunuh itu dapat kami temukan, mereka boleh datang ke sini untuk membuat perhitungan. Kami siap untuk mempertanggung-jawabkannya demi menjaga nama baik dan kehormatan Siauw-Lim-Pai."

   Wu Wi Thaisu dan Im Yang Siang To-jin terpaksa menerima janji ini dan mereka meninggalkan Siauw-Lim-Pai dengan wajah tidak puas karena mereka harus menunggu dua setengah bulan untuk menentukan apakah pembunuh itu dapat tertangkap, ataukah mereka akan melampiaskan penasaran dan sakit hati mereka kepada Siauw-Lim-Pai!

   Sebagai wakil dari perguruan masing-masing, mereka lalu melakukan perjalanan pulang sambil berusaha untuk melakukan penyelidikan, kalau-kalau mereka akan dapat menangkap pembunuh itu. Peristiwa pembunuhan berturut-turut itu menggegerkan dunia kang-ouw. Sebentar saja semua tokoh persilatan di dunia kang-ouw (daerah sungai-telaga, atau dunia persilatan) mendengar tentang peristiwa itu. Memang amat menggegerkan dan menarik, akan tetapi juga penuh rahasia. Belum pernah terjadi hal seperti itu. Seorang pembunuh yang sama sekali tidak dikenal, bahkan tidak diketahui siapa orangnya karena tidak ada yang dapat melihat wajahnya. Semua pembunuhan itu dilakukan dalam keadaan cuaca remang-remang sehingga selain wajahnya tidak tampak, juga jubahnya yang besar dan longgar menyembunyikan keadaan tubuhnya.

   Tidak ada yang tahu apakah pembunuh itu pria atau wanita, tua atau muda, bahkan gemuk atau kurus. Yang diketahui hanya bahwa kepalanya gundul dan dia membunuh dengan ilmu-ilmunya yang ampuh dari Siauw-Lim-Pai! Semua orang bertanya-tanya menduga-duga siapa gerangan pembunuh rahasia itu dan mengapa dia melakukan pembunuhan-pembunuhan pada murid-murid Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai, dan mungkin para pembaca juga bertanya dan menduga-duga. Adakah di antara para pembaca yang dapat ikut membantu mereka yang kini sedang sibuk menyelidiki dan mencari pembunuh misterius itu?

   Gadis berusia sekitar delapan belas tahun itu cantik jelita dan tampak gagah perkasa ketika menunggang seekor kuda besar di dalam hutan itu. Kulitnya sedang, tidak terlalu putih juga tidak terlalu gelap. Kecoklatan muda dan halus mulus. Wajah yang lembut itu manis sekali ketika di atas kudanya ia dengan mata waspada memandang ke sekeliling, busur dan anak panah siap di kedua tangannya.

   Pakaiannya dari sutera merah muda yang halus walaupun potongannya sederhana sehingga memudahkan ia bergerak. Rambutnya yang hitam digelung ke atas, diikat kain sutera merah dan dihias sebuah burung merak dari emas permata. Di punggungnya tergantung sebatang pedang. Gadis itu adalah Ouw Swi Lan. Kecantikan wajahnya yang dibentuk mata, mulut dan hidung itu adalah kecantikan wanita Han, akan tetapi kedua pipinya yang agak menonjol di bawah sudut kedua matanya, dan kulitnya yang agak gelap itu menunjukkan bahwa ada darah Mongol dalam dirinya. Dan memang sesungguhnya, Ouw Swi Lan adalah seorang gadis cantik berdarah campuran. Ayahnya adalah Jenderal Ouw Gu Cin yang nama aselinya Ogucin, seorang suku bangsa Mongol aseli.

   Akan tetapi Nyonya Ouw, Ibunya adalah seorang wanita peranakan Han/Mongol sehingga dalam darah Ouw Swi Lan mengalir darah Han dan darah Mongol sehingga ia memiliki kecantikan yang aneh dan tidak biasa namun amat menarik dan menyenangkan. Sebagai puteri Jenderal Ouw yang memiliki ilmu perang dan ilmu silat/gulat tinggi, tentu saja sejak kecil Ouw Swi Lan juga mendapat gemblengan ilmu bela diri yang cukup tinggi. Maka tidak anehlah kalau hari ini, sejak pagi tadi, gadis puteri bangsawan Mongol ini pergi seorang diri berburu binatang dalam hutan, tanpa pengawal seorang pun. Wajah yang cantik itu kemerahan karena sampai matahari naik tinggi, ia belum mendapatkan binatang yang diburunya. Beberapa ekor kelinci yang dilihatnya ia diamkan saja karena pagi ini ia hendak mencari buruan pesanan Ibunya, yaitu seekor kijang.

   Ibunya tadi berpesan agar puterinya hanya membunuh seekor kijang karena Ibunya ingin sekali makan masakan daging kijang. Akan tetapi sial baginya, sejak pagi ia tidak melihat kijang seekor pun. Padahal biasanya di hutan itu terdapat banyak kijang. Tiba-tiba kudanya meringkik dan mengangkat ke atas kedua kaki depannya. Hidungnya mendengus-dengus dan tampak ketakutan sekali. Karena kuda itu mendadak menjadi binal dan agaknya ketakutan sehingga membahayakan dirinya yang dapat saja terpental jatuh, Ouw Swi Lan melompat turun dari atas pelana kudanya. Begitu gadis itu melompat turun, kuda itu pun melompat dan kabur membawa perlengkapan bekal yang berada di punggungnya.

   "Hei...!"

   Ouw Swi Lan berseru jengkel. Akan tetapi suara gerengan yang tiba-tiba terdengar di belakangnya membuat ia terkejut dan cepat membalikkan badannya. Seekor harimau besar telah berdiri di depannya, memperlihatkan taring, mendesis dan menggereng, kedua kaki depan mencakar-cakar tanah.

   Gadis itu gagah perkasa, namun saat itu wajahnya berubah agak pucat dan jantungnya berdebar keras. Bagaimanapun juga, belum pernah ia berhadapan seperti itu dengan seekor harimau yang agaknya telah bertekad untuk membuat ia menjadi santapannya pada siang hari itu! Jarak antara mereka hanya kurang lebih tiga tombak dan Swi Lan sudah sering mendengar cerita bahwa seekor harimau, apalagi yang sebesar itu, dengan mudah akan dapat melompati jarak itu dan menerkamnya. Dan sekali dua kaki depan yang berkuku tajam runcing melengkung dan amat kuat itu mencengkeram tubuhnya, tak mungkin ia dapat melepaskan diri lagi. Kuku-kuku mengerikan, itu akan mencabik-cabik dagingnya, dan taring-taring yang mengkilap runcing itu akan meremukkan tulangnya dengan sekali gigit!

   Akan tetapi sejak kecil Swi Lan sudah digembleng sehingga ia memiliki keberanian yang luar biasa. Hanya sebentar ia panik. la sudah dapat menenangkan perasaannya dan kedua tangannya bergerak, siap memasang anak panah di busurnya. Pada saat itu, harimau itu mengaum, tubuhnya merendah dan tiba-tiba tubuh yang besar dan berat penuh otot itu sudah melompat ke atas, kedua cakar sudah siap menerkam daging lunak gadis itu! Swi Lan maklum bahwa melarikan diri dari harimau ini tidak mungkin lagi. Sialnya, ia berada di tempat yang tidak ada pohonnya yang tinggi, hanya semak-semak dan pohon kecil. Kalau ada pohon besar dan tinggi di dekatnya, tentu sejak tadi ia sudah melompat naik, bebas dari jangkauan harimau itu. Mengelak dan lari pun tidak ada gunanya. Harimau memiliki gerakan yang amat tangkas dan larinya lebih cepat dari seekor kuda.

   Maka ia pun menjadi nekat. Ia harus melawan dan harus mampu membunuh binatang ini! Melihat harimau itu melompat tinggi, cepat sekali Swi Lan lari meluncur ke depan di bawah tubuh harimau itu! Harimau itu turun ke atas tanah, menggereng marah dan membalik untuk menghadapi calon korbannya yang secara licik telah menerobos ke arah berlawanan melalui bawah tubuhnya dan kini binatang itu siap untuk menerkam lagi. Akan tetapi Swi Lan juga sudah siap dengan anak panah telah terpasang di busurnya. Begitu ia melihat harimau itu mengambil ancang-ancang untuk menubruknya, ia melepaskan anak panahnya. Ia menduga bahwa kepala binatang itu mungkin terlalu kuat dan keras bagi anak panah-nya, maka ia menujukan anak panahnya ke arah leher harimau itu.

   "Wirrrr... cepp!!"

   Anak panah itu menancap di perut harimau sampai setengahnya lebih. Ketika panah dilepas, harimau itu melompat untuk menerkam, maka anak panah itu tidak mengenai leher melainkan menancap di perut. Akan tetapi agaknya harimau itu tidak merasakan hal ini. Terkamannya masih terus dan Swi Lan terpaksa melempar diri ke kanan dan bergulingan di atas rumput. Ketika ia melompat bangun, ia telah memegang pedang yang telah di cabut dari punggungnya. Harimau itu ternyata kuat sekali.

   Anak panah yang menancap dalam perutnya itu tidak merobohkannya. Dia hanya menggereng dan mencoba untuk mencakar-cakar dengan kaki depannya dan kaki belakangnya seolah hendak mencabut anak panah itu, lalu menggoyang-goyangkan badannya. Man tetapi anak panah itu tentu saja tidak dapat tercabut. Dia marah sekali, memandang kepada Swi Lan dengan mata merah dan mulut membusa, lalu dia menerjang dengan tubrukan yang amat kuat. Swi Lan cukup cerdik. la maklum bahwa tidak mungkin menang melawan binatang yang amat berat dan kuat itu kalau mengadu kekuatan. Maka ia pun cepat mengelak dengan loncatan ke kanan. Ketika harimau itu memutar tubuhnya ke kiri, pedang di tangan Swi Lan berkelebat.

   "Singg... crottt...!"

   Ujung pedang membabat leher, akan tetapi karena harimau itu menggunakan kaki depan kiri untuk menangkis, maka babatan itu hanya mendatangkan luka yang tidak berbahaya, hanya merobek kulit di dekat leher. Harimau itu semakin marah dan mengamuk kalang-kabut.

   Dia mencakar, menubruk dengan gerakan cepat. Namun gerakan Swi Lan lebih cepat lagi. Gadis itu mengelak dari semua serangan dan setiap mendapat kesempatan, pedangnya menyambar, membacok, menusuk sehingga tubuh harimau itu, terutama di bagian leher, penuh luka dan berdarah-darah! Harimau itu mengamuk terus dan memang dia kuat sekali. Swi Lan sudah mulai berkeringat dan merasa penasaran juga. Sudah belasan kali pedangnya mengenai sasaran, tusukan dan bacokannya membuat binatang itu mandi darah, akan tetapi harimau itu masih saja mengamuk, tidak mau menerima kalah atau melarikan diri. Apakah hal ini terjadi karena binatang itu bodoh, ataukah karena angkuh dan tidak mau mengaku kalah? Swi Lan menjadi penasaran dan ketika harimau itu luput menubruk, dari samping ia menusukkan pedangnya ke arah dada.

   "Blesss...!"

   Pedang itu memasuki dada dan ketika ia cepat mencabut, darah mengucur keluar. Akan tetapi harimau itu masih menggereng, membalik dan hendak menyerang lagi. Akan tetapi tiba-tiba dia tersungkur, terjerembab dan keempat kakinya meregang, lalu terdiam. Mati dengan mata terbuka. Darah masih menetes-netes dari luka-lukanya, terutama luka terakhir di dada. Tusukan itu agaknya menembus jantung. Swi Lan menjatuhkan diri duduk di atas rumput, mengeluarkan saputangan dan menyeka keringatnya sambil memandang ke arah bangkai harimau. Ada sinar kekaguman terpancar di kedua matanya yang indah.

   "Pantas dia disebut Raja Hutan."

   Bisiknya.

   "Begitu jantan, begitu gagah perkasa, pantang menyerah dan melawan sampai titik darah penghabisan."

   Binatang yang memiliki watak seorang pendekar sejati! Sayang dia harus mati di tanganku, demikian ia berpikir. Kemudian ia terkejut karena teringat bahwa kudanya sudah kabur ketakutan! la harus pulang berjalan kaki tanpa membawa kijang yang diinginkan dan dinanti-nanti Ibunya!

   "Sialan!"

   Swi Lan bangkit berdiri sambil membersihkan pedangnya, digosok-gosoknya di rerumputan sehingga bersih dari darah.

   Tiba-tiba ia mendengar gerakan banyak orang. la cepat menggerakkan bola matanya memandang ke sekeliling dengan penuh perhatian dan kewaspadaan. Tak lama kemudian bermunculanlah mereka! Semua laki-laki berusia antara tiga puluh sampai empat puluh tahun, bertubuh tinggi besar dan berwajah kasar bengis. Pakaian mereka menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang merasa dirinya jagoan yang sudah biasa melakukan kejahatan apa saja demi memaksakan kehendak mereka. Kini mereka memandang kepada Swi Lan dengan mulut menyeringai dan Pandang mata seolah hendak menelan gadis itu bulat-bulat. Akan tetapi Swi Lan tidak merasa takut, bahkan tidak mempedulikan mereka yang jumlahnya belasan orang itu.

   la lebih memperhatikan seorangKakek yang usianya sekitar lima puluh tahun yang berdiri paling depan.Kakek itu tidak memiliki wajah bengis seperti anak buahnya, juga pakaiannya pantas dan terbuat dari bahan yang mahal. Sepatunya mengkilap dan di punggungnya tergantung sepasang golok besar. Kumis dan jenggotnya terawat baik, rambutnya diikat kain biru danKakek itu memiliki sepasang mata yang tajam dan penuh wibawa. Swi Lan mengenalKakek itu. Dia adalah Toat-Beng Siang-To (Sepasang Golok Pencabut Nyawa) Ciu Kak Le, seorang tokoh sesat dunia kang-ouw yang tadinya bekerja membantu Ayahnya. Ayahnya, Jenderal Ouw memang mempunyai banyak pembantu dari para jagoan bangsa Han, dan di antaranya adalah Ciu Kak Le ini. Akan tetapi, sebulan yang lalu tokoh ini diusir pergi oleh Ayahnya, dan menurut Ayahnya, orang ini melakukan beberapa pelanggaran.

   "Paman Ciu Kak Le, mau apa engkau dengan belasan orang liar ini?"

   Swi Lan menegur, sedikit pun tidak merasa takut karena ia yakin bahwa orang-orang ini pasti tidak berani mengganggunya. Siapa yang berani mengganggu puteri Jenderal Ouw? Toat-Beng Siang-To Ciu Kak Le melirik ke arah bangkai harimau itu dan dia lalu berkata,

   "Hebat, Nona Ouw, engkau memang lihai dapat membunuh harimau itu. Akan tetapi, engkau tidak akan mampu lobos dariku. Engkau akan menjadi tawananku, biar Ayahmu tahu rasa dan menyadari bahwa dia keliru besar mengesampingkan aku dan memilih Empat Datuk Besar itu!"

   "Apa? Engkau berani hendak menawanku? Apakah engkau hendak menjadi pemberontak? Ayahku dan pasukan Kerajaan akan membinasakan kamu dan gerombolanmu!"

   "Heh-heh-heh, aku tidak takut. Jenderal Ouw tidak akan berani melakukan apa-apa terhadap aku selama engkau menjadi tawananku. Dia akan ketakutan, Ouw Swi Lan, dia takut, he-he-he!"

   Sepasang mata indah gadis itu mencorong karena ia marah sekali mendengar ucapan Ciu Kak Le.

   "Akan tetapi aku tidak takut padamu, Ciu Kak Le! Sama sekali tidak takut dan engkau akan kubunuh seperti harimau itu!"

   "Benarkah? Ha-ha-ha-ha! Anak-anak, siapkan jala-jala itu!"

   Setelah berkata demikian, Toat-Beng Siang-To Ciu Kak Le mencabut sepasang goloknya dan sambil mengeluarkan suara bentakan nyaring dia menyerang Ouw Swi Lan. Sepasang golok yang besar, berat dan mengkilap itu diputar-putar, membentuk dua gulungan sinar dan menyambar ke arah Swi Lan. Gadis itu sudah maklum bahwa lawannya ini seorang Datuk sesat yang memiliki ilmu silat golok yang tangguh, maka ia pun sudah cepat mencabut pedangnya. Dengan tenaga kuat Ciu Kak Le mulai menyerang, goloknya menyambar dari kanan kiri, berkelebatan seolah dua ekor naga mengamuk. Dia menggunakan jurus Siang-Liong Jio-Cu (Sepasang Naga Berebut Mustika). Sepasang golok itu menyerang dari dua arah berlawanan dan menyambar-nyambar dahsyat.

   Ouw Swi Lan tidak menjadi gentar. la cepat memutar pedangnya dan mainkan jurus Pek-Kong Koan-Jit (Pelangi Putih Tutup Matahari) sehingga pedangnya membentuk gulungan sinar putih melingkar-lingkar dan biarpun sepasang golok lawan berusaha untuk menyerangnya, selalu sepasang golok itu terpental bertemu dengan sinar pedang yang seolah menjadi perisai yang amat kuat. Setelah gerakan sepasang golok melemah, Swi Lan membalas dengan serangan kilat. Ia menggunakan jurus Hui-In Ci-Tian (Awan Terbang Keluarkan Kilat) dan dari gulungan sinar putih itu mencuat sinar yang menuju ke arah Ciu Kak Le! Laki-laki tinggi besar ini terkejut bukan main. Dia juga sudah tahu bahwa puteri Jenderal Ouw ini memiliki ilmu silat tinggi karena digembleng oleh Jenderal Ouw sendiri, akan tetapi dia tidak menyangka akan sehebat itu.

   Serangan itu cepat bukan main sehingga kalau Ciu Kak Le tidak cepat-cepat membuang diri ke belakang, akan sulitlah baginya untuk terhindar dari serangan yang dahsyat itu. Dia membuang diri ke belakang sampai jatuk telentang di atas tanah. Akan tetapi begitu tubuhnya menyentuh tanah, dia terus bergulingan dan kedua goloknya itu kini menyambar-nyambar ke arah kaki dan tubuh bawah Swi Lan ketika dia bergulingan itu. Swi Lan terkejut. Ia tahu bahwa itulah ilmu golok Te-Tong Siang-To (Sepasang Golok Bergulingan di Atas Tanah) dan amat berbahaya. Biarpun tingkat kepandaian gadis itu sesungguhnya masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaian lawannya, akan tetapi serangan dengan jurus bergulingan itu membuat ia benar-benar terdesak.

   Ia harus berloncatan menghindarkan kedua kakinya dan tubuh bagian bawah terancam sepasang golok dan ia amat sukar untuk balas menyerang lawan yang bergulingan itu. Tiba-tiba Ciu Kak Le memberi aba-aba dan belasan orang anak buah itu segera menggerakkan jala-jala yang berada di tangan mereka, melemparkan jala-jala itu ke arah Swi Lan! Gadis itu menjadi bingung. Karena seluruh perhatiannya tertuju ke bawah dari mana serangan sepasang golok itu mengancamnya secara bertubi-tubi, maka Swi Lan terkejut ketika ada bayangan hitam menyambar dari atas. Ia memutar pedangnya ke atas dan dapat mencabik-cabik tiga helai jala, akan tetapi beberapa helai jala telah menangkap dan menyelimuti tubuhnya. Ia meronta-ronta, akan tetapi jala-jala itu semakin kuat mengikat dirinya sehingga ia seperti seekor ikan dalam jala, hanya mampu meronta, namun tidak mampu melakukan perlawanan lagi.

   "He-he-he, puteri Ouw Goanswe (Jenderal Ouw) telah tertangkap seperti seekor ikan yang cantik!"

   Kata Ciu Kak Le dan semua anak buahnya tertawa.

   "Jangan ada yang berani mengganggunya. Ia milikku, menjadi sanderaku yang manis!"

   Kata Toat-Beng Siang-To sambil menghampiri gadis yang sudah tidak berdaya itu.

   "Jahanam pengecut curang!"

   Ouw Swi Lan memaki.

   "Lepaskan aku dan mari kita bertanding sampai mati!"

   "He-he-he, aku tidak dapat kau tipu, Nona!"

   Ciu Kak Le tertawa gembira. Tiba-tiba terdengar suara tawa dan muncullah seorang pemuda tampan tak jauh dari situ.

   "Ha-ha-ha! sungguh lucu melihat belasan orang laki-laki dewasa yang tampak gagah dan kuat mengeroyok seorang gadis muda remaja! Sungguh pengecut dan licik, rendah melebihi binatang tikus-tikus pecomberan!"

   Ouw Swi Lan yang melihat dari dalam jala tidak mengenal pemuda itu. Dia bukan lain adalah Si Han Lin, pemuda yang pernah berkunjung ke Siauw-Lim-Pai kemudian menghilang lagi sebelum dapat menghadap Bu Kek Tianglo, Ketua Siauw-Lim-Pai! Belasan orang kasar itu marah sekali melihat munculnya pemuda yang mengeluarkan ucapan menghina dan menyebut mereka seperti tikus comberan. Mereka lalu mencabut golok, sebagian memegang sisa jala untuk menangkap atau membunuh pemuda itu. Mereka menghampiri dan mengepung pemuda itu.

   "Ha-ha, kalian tikus-tikus busuk berani hendak mengganggu aku? Awas, aku adalah kucing sakti yang akan mencakar mampus kalian semua!"

   Si Han Lin membuat gerakan seperti seekor kucing mencakar-cakar dan mengeluarkan bunyi "meong-meong"

   Dengan sikap lucu mengejek. Tentu saja belasan orang itu menjadi semakin marah dan mereka lalu menerjang pemuda yang sudah mereka kepung itu.

   Akan tetapi setelah banyak golok dan jala menyerang, tiba-tiba pemuda itu bergerak, kaki tangannya menyambar-nyambar. Jala robek dan golok terlempar, disusul teriakan kesakitan dan Para pengeroyok itu berpelantingan! Mereka terkejut dan menjadi semakin marah, akan tetapi juga gentar sehingga ragu-ragu untuk menyerang lagi, apalagi mereka semua menderita nyeri, ada yang mukanya biru, kepalanya benjol, tulang retak atau otot terkilir! Toat-Beng Siang-To Ciu Kak Le terkejut bukan main. Baru dia menyadari bahwa pemuda itu lihai sekali. Padahal, menghadapi gadis puteri Jenderal Ouw itu saja sudah berat dan berbahaya. Kalau sampai pemuda itu dapat membebaskan Ouw Swi Lan, pasti celakalah dia. Maka cepat dia menempelkan sepasang goloknya bersilang di dekat leher gadis itu sambil membentak.

   "Bocah kurang ajar! Hentikan perlawananmu atau akan kupenggal leher gadis ini!"

   Han Lin berhenti bergerak dan memandang ke arah gadis dalam jala yang lehernya ditempeli dua batang golok itu. Dia maklum bahwa tak mungkin menolong gadis itu. Sedikit saja orang tinggi besar itu menggerakkan goloknya, gadis itu pasti akan tewas. Dia pun menjadi ragu.

   "Jangan pedulikan dia! Serang terus dan bunuh gerombolan penjahat ini!"

   Ouw Swi Lan berteriak dari dalam jala.

   "Aku tidak takut mati!"

   Han Lin memandang kagum. Seorang gadis yang hebat, pikirnya. Sayang kalau sampai tewas.

   "Hemm, lalu apa kehendakmu?"

   Tanya Han Lin kepada Ciu Kak Le.

   "Menyerahlah untuk kami ikat kedua tanganmu atau kami akan bunuh dulu Ouw Siocia (Nona Ouw) ini!"

   "Hemm, aku pun dapat membunuh engkau dan semua anak buahmu ini."

   Kata Han Lin tenang.

   "Kalau kami semua terbunuh berikut puteri Jenderal Ouw ini, pasti engkau yang dianggap pembunuh kami semua dan engkau akan menjadi buronan pemerintah, dikejar laksaan tentara. Jenderal Ouw pasti tidak akan tinggal diam dan semua kesalahannya ditimpakan padamu!"

   Han Lin kembali memandang kepada Ouw Swi Lan dengan penuh perhatian. Puteri Jenderal Ouw? Jenderal Ouw Gu Cin yang amat terkenal itu?

   "Baiklah, aku menyerah, akan tetapi engkau harus berjanji tidak akan membunuh Nona itu."

   
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tentu saja, kalau engkau menyerah dan tidak melawan, kami tidak akan membunuhnya."

   Han Lin kembali memandang ke arah gadis itu, lalu dia menghela napas panjang dan berkata.

   "Baiklah, aku menyerah."

   Ciu Kak Le menjadi girang sekali.

   "Cepat ikat kedua tangannya!"

   Beberapa orang anak buahnya yang tadinya merasa takut kepada pemuda itu, lalu maju dan menggunakan tali jala yang amat kuat untuk mengikat kedua pergelangan tangan Han Lin di sebelah belakang tubuhnya.

   "Ikat yang kuat, jangan sampai dia dapat melepaskan diri!"

   Kembali Ciu Kak Le berseru. Sepuluh orang anak buah yang tadinya ketakutan dan kesakitan itu, kini tertawa-tawa.

   "Jangan khawatir, Twako, seekor gajah pun tidak akan dapat melepaskan dari ikatan kami ini, ha-ha-ha-ha!"

   "Sekarang bebaskan Nona itu seperti sudah kujanjikan!"

   Kata Han Lin kepada Ciu Kak Le.

   "Bebaskan? Ha-ha-ha, siapa bilang aku berjanji akan membebaskannya? Aku hanya berjanji tidak akan membunuhnya dan memang aku tidak akan membunuhnya! Sayang kalau ia dibunuh. Engkaulah yang akan kubunuh! Ha-ha-ha!"

   Sambil berkata demikian, Toat-Beng Siang-To Ciu Kak Le meninggalkan Swi Lan yang masih terikat jala, menghampiri Han Lin yang sudah terikat ke belakang kedua tangannya.

   "Manusia tolol! Kau percaya omongan iblis jahanam pengecut itu!"

   Swi Lan memaki dengan gemas melihat kebodohan pemuda yang hendak menolongnya. Akan tetapi di batik kegemasannya, ia pun diam-diam merasa terharu dan berterima kasih sekali. Pemuda yang tidak dikenalnya itu rela membiarkan dirinya dibelenggu dan terancam maut hanya untuk menyelamatkan nyawanya, seorang gadis yang sama sekali tidak dikenalnya! Kini Ciu Kak Le sudah menghampiri Han Lin dengan sikap mengancam. Sepuluh orang anak buahnya juga sudah memungut kembali senjata mereka dan kini dengan wajah bengis mereka mengacung-acungkan senjata mereka seolah hendak berlumba untuk membacokkan golok mereka kepada pemuda itu! Melihat ini, Ouw Swi Lan berteriak.

   "Ciu Kak Le, tunggu dulu! Jangan kau bunuh pemuda itu. Aku berjanji akan minta kepada Ayahku agar memenuhi semua permintaanmu! Engkau boleh minta pangkat, harta atau apa saja!"

   "Ha-ha-ha! bagaimana aku bisa percaya padamu, Nona Ouw?"

   Ciu Kak Le tertawa mengejek.

   "Aku bukan manusia licik curang macam kamu! Aku Ouw Swi Lan, puteri Jenderal Ouw Gu Cin, tidak sudi mengingkari janjiku sendiri. Aku bersumpah!"

   Swi Lan berteriak.

   "Baiklah, Nona. Hal itu kita bicarakan nanti, yaitu mengenai pembebasan dirimu. Akan tetapi bocah lancang ini harus kubunuh!"

   Setelah berkata demikian, Ciu Kak Le menggerakkan sepasang goloknya, siap untuk membunuh pemuda yang kedua tangannya sudah diikat ke belakang itu.

   "Tunggu dulu!"

   Kembali Swi Lan menjerit sehingga Ciu Kak Le menahan serangannya.

   "Pemuda, siapakah namamu? Aku akan berterima kasih sekali kepadamu atas budi pengorbananmu. Namamu tidak akan pernah kulupakan dan aku akan bersembahyang untukmu..."

   Suara gadis itu menjadi sumbang dan gemetar karena ia menangis pada akhir kalimatnya.

   "Nona Ouw, namaku Si Han Lin. Jangan sembahyangi aku dulu karena aku belum ingin mati. Lihat ini...!"

   Han Lin membuat gerakan pada kedua pangkal lengannya dan dalam beberapa detik saja dia sudah dapat melepaskan kedua tangannya dari ikatan yang amat kuat! Padahal ikatan itu dilakukan dengan tali jala istimewa yang bukan saja kuat dan ulet, akan tetapi juga dapat lentur sehingga tidak mungkin dipatahkan atau dibikin putus.

   Ternyata pemuda itu telah menggunakan ilmu Jiu-Kut-Kang (Melemaskan Tulang) sehingga kedua lengannya bagaikan belut saja, dapat lolos dari ikatan yang kuat itu. Jiu-Kut-Kang adalah sebuah ilmu tingkat tinggi dari Siauw-Lim-Pai! Bukan main kagetnya Ciu Kak Le dan anak buahnya melihat betapa pemuda itu telah dapat meloloskan diri dari ikatan secara aneh dan tidak mereka mengerti. Seperti diberi komando, Cu Kak Le dan sepuluh orang anak buahnya menyerang pemuda itu dengan golok mereka! Akan tetapi Han Lin bergerak cepat seperti kilat menyambar-nyambar. Pertama dia menyambut bacokan golok kedua tangan Ciu Kak Le. Dengan tangan kosong, begitu saja dia menyambut dan menangkap sepasang golok itu, lalu secepat kilat dia mendorong sehingga sepasang golok itu membalik.

   "Crapp...!"

   Sepasang golok itu menancap di tubuh Ciu Kak Le sendiri, sebatang membacok dada, yang kedua membacok leher! Tubuh kepala gerombolan ini terjengkang mandi darah dan dia tewas seketika. Kini Si Han Lin menggerakkan tubuh menyambar-nyambar dan sepuluh orang anak buah gerombolan itu berpelantingan, terkena tendangan atau pukulan dan mereka tewas semua! Han Lin menewaskan sebelas orang itu tanpa menggunakan senjata dan tidak ada setetes darah musuh mengenai tubuhnya. Dia lalu menghampiri Swi Lan dan dengan kedua tangannya dia membuka Iibatan jala-jala itu sehingga Swi Lan dapat terbebas. Gadis itu mengambil pedangnva yang tadi terlepas, lalu menyimpan pedang di sarungnya dan ia berdiri berhadapan dengan Han Lin.

   "Si-Taihiap, sekali lagi terima kasih atas budi pertolonganmu. Aku berhutang nyawa padamu!"

   Kata gadis itu sambil merangkap kedua tangan depan dada sebagai salam penghormatan. Han Lin membalas penghormatan itu.

   "Ouw Siocia (Nona Ouw), tidak perlu berterima kasih. Aku tidak melepas budi, hanya melaksanakan tugas menentang kejahatan. Mereka itu orang-orang jahat, sudah sepantasnya dibasmi."

   Han Lin melihat ke arah bangkai harimau.

   "Hemm, engkaukah yang membunuh harimau itu, Nona?"

   "Benar, Taihiap (Pendekar Besar), aku diserangnya dan terpaksa membela diri. Kudaku kabur karena ketakutan melihat harimau. Setelah aku berhasil membunuh harimau, lalu muncul gerombolan itu dan aku dikeroyok lalu terjebak dan tertangkap dalam jala-jala itu. Mereka sungguh curang!"

   Ouw Swi Lan cemberut, gemas.

   "Kalau mereka tidak menggunakan jala-jala itu, aku tidak akan kalah dan pasti sudah kubunuh mereka semua!"

   "Akan tetapi agaknya kepala gerombolan itu mengenalmu, Nona. Siapakah dia?"

   "Namanya Ciu Kak Le, julukannya Toat-Beng Siang-To. Dulu dia pernah bekerja kepada Ayahku, Jenderal Ouw Gu Cin, akan tetapi dikeluarkan karena melakukan pelanggaran."

   "Mengapa dia menangkapmu, Nona?"

   "Menurut pengakuannya tadi, dia sakit hati kepada Ayahku karena Ayah memecat dia dan memilih Empat Datuk Besar untuk melaksanakan tugas yang penting."

   "Ah, begitukah? Tugas penting apakah itu?"

   "Aku tidak tahu, Taihiap. Itu urusan Ayahku dan aku tidak pernah mencampuri urusan negara. Ah, sayang kudaku kabur, terpaksa aku harus berjalan kaki..."

   "Jangan khawatir, Nona. Tunggu sebentar!"

   Pemuda itu lalu berkelebat lenyap di antara semak-semak dan tak lama kemudian dia muncul lagi menunggang kuda milik Swi Lan yang tadi kabur.

   "Hei! itu kudaku! Bagaimana bisa..."

   "He-he, Nona Ouw, jangan tuduh aku pencuri kuda! Tadi ketika aku berjalan di luar hutan ini, aku melihat kuda ini melarikan diri ketakutan. Aku berhasil menangkap dan menenangkannya, kemudian aku menungganginya dan melacak jejaknya karena aku menduga pasti terjadi sesuatu dengan penunggangnya. Nah, aku menemukan engkau di sini ditawan gerombolan tadi. Kuda ini tadi sengaja kutambatkan agak jauh agar tidak ketakutan. Nah, mari, terimalah kembali kudamu. Sekarang engkau dapat pulang menunggang kuda dan membawa harimau itu yang akan menjadi kebanggaanmu."

   "Tidak, aku tidak mau membawa bangkai harimau itu. Aku memang sedang berburu, akan tetapi yang kuburu hari ini khusus kijang karena Ibuku memesannya. Beliau ingin makan daging kijang. Sialnya, aku sejak pagi tidak bertemu kijang, bahkan bertemu harimau dan gerombolan!"

   Han Lin memandang kagum. Bukan main, pikirnya. Gadis ini selain cantik jelita, puteri bangsawan tinggi, lihai ilmu silatnya dan pemberani tidak takut mati membuktikan sikap watak yang gagah perkasa, kini ditambah lagi dengan cinta dan bakti kepada Ibunya! Tiba-tiba dia teringat akan gerombolan kijang yang dilihatnya pagi tadi.

   "Aku tadi melihat banyak kijang di sana. Hayo kita mencarinya dan menangkap seekor untuk Ibumu!"

   Swi Lan menjadi girang sekali. Wajahnya berseri sehingga tampak semakin cantik.

   "Di mana mereka, Taihiap?"

   "Di sana, mari ikuti aku. Engkau menunggang kuda ini!"

   Kata Han Lin sambil berlari ke arah barat. Swi Lan melompat ke atas punggung kudanya dan mengejar. la tidak lupa untuk mengambil anak panah dan busurnya yang tercecer di atas tanah. Tidak lama mereka berlari. Di tepi sebuah anak sungai tampak belasan ekor kijang sedang makan rumput.

   Telinga dan ekor mereka bergerak-gerak. Han Lin memberi tanda agar gadis itu menghentikan kudanya. Kemudian, Swi Lan menyiapkan busur dan anak panah, lalu berindap-indap, menyusup di antara semak dan pohon, menghampiri ke arah tempat itu. la harus berhati-hati karena pendengaran dan penciuman kijang itu tajam sekali. Begitu mereka mendengar suara mencurigakan dan mencium bau manusia, mereka akan kabur dan tidak mungkin lagi mengejar mereka. Beruntung bagi Swi Lan pada saat itu, angin datang dari arah anak sungai. Setelah mengukur jarak dan merasa cukup dekat, Swi Lan membidikkan anak panahnya ke arah seekor kijang muda yang mulus. Kemudian anak panah dilepaskan, meluncur cepat dan menancap di dada kijang itu. Sasarannya tepat. Anak panah itu mengenai jantung binatang itu sehingga kijang itu roboh, meregang dan mati.

   "Bagus! Ternyata ilmu panahmu juga hebat Nona Ouw!"

   Han Lin memuji. Sejak tadi dia diam saja menonton dan kini dia melompat ke depan lalu lari menghampiri kijang yang menggeletak ditinggal lari kawan-kawannya. Dia memondong bangkai kijang itu dan membawanya kepada Swi Lan, lalu diletakkan melintang di atas punggung kuda, diikat di belakang pelana kuda.

   "Sekarang aku harus pulang, Taihiap. Matahari mulai condong ke barat. Aku mohon padamu, sudilah engkau singgah di rumahku. Aku harus memperkenalkan engkau kepada orang-tuaku. Kalau nanti Ayah mendengar bahwa ada orang yang menyelamatkan nyawaku dan aku tidak membawanya menemui Ayah-Ibu, Ayah akan marah besar kepadaku."

   Han Lin tersenyum dan mengangguk.

   "Baiklah, Nona, walaupun sesungguhnya apa yang kulakukan tadi tidak perlu dibesar-besarkan."

   "Sayang kudanya hanya seekor. Biarlah kita berdua berjalan kaki saja, Si-Taihiap"

   "Tidak, Nona. Engkau tunggangi kuda itu, aku akan mengikuti dari belakang. Akan tetapi bagaimana dengan mayat-mayat itu? Apakah akan dibiarkan membusuk begitu saja?"

   "Tentu saja tidak, Taihiap. Sesampainya di rumah aku akan memerintahkan pasukan untuk mengurus mayat-mayat itu. Maaf, Taihiap, aku menunggang kuda dan engkau berjalan saja."

   "Tidak mengapa. Naiklah dan cepat larikan kuda agar tidak sampai kemalaman di jalan."

   Swi Lian menunggang kudanya dan melarikannya perlahan-lahan karena ia tidak ingin pemuda itu tertinggal jauh. Akan tetapi, dari belakang Han Lin mencambuk kuda itu dengan sehelai ranting sehingga kuda itu melompat dan membalap. Beberapa kali Swi Lan menoleh dan ia melihat betapa pemuda itu tetap berada di dekat ekor kudanya, biarpun kudanya berlari membalap!

   la menjadi semakin kagum. Pemuda itu memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) dan ilmu berlari cepat yang hebat. Timbul keinginannya untuk menguji. la lalu membalapkan kudanya sehingga binatang itu lari dengan cepat sekali. Akan tetapi setelah agak jauh ia menengok dan melihat Han Lin masih tetap berada di dekat ekor kuda, berlari dengan kecepatan yang mengimbangi kecepatan kudanya. Pemuda itu tersenyum kepadanya! Kini Swi Lan yakin bahwa ilmu berlari cepat pemuda ini jauh lebih tinggi daripada tingkatnya sendiri, padahal Ayahnya pernah mengujinya dan tingkatnya sudah hampir menyamai tingkat Ayahnya. Jelas bahwa Ayahnya sendiri pun tidak akan dapat menandingi pemuda ini dalam hal kecepatan berlari! Setelah tiba di pintu gerbang Kotaraja Swi Lan menghentikan kudanya, lalu ia melompat turun.

   "Nona, mengapa berhenti di sini?"

   Tanya Han Lin dan gadis itu memandangnya dengan kagum, melihat betapa pemuda itu bernapas biasa saja, tidak terengah-engah, hanya wajahnya agak merah dan berkeringat sedikit.

   "Maaf, aku membuat engkau berlari cepat sehingga membuatmu kelelahan."

   Katanya. Han Lin tersenyum.

   "Ah, tidak berapa lelah, Nona Ouw. Dan kukira memang kita tadi perlu bercepat-cepat. Lihat, sekarang pun sudah hampir senja. Kalau tidak melakukan perjalanan cepat kita tentu akan kemalaman di jalan."

   "Engkau benar, Taihiap. Mari kita ke rumah kami."

   "Mengapa tidak kau tunggangi kudamu, Nona?"

   "Kita jalan kaki saja, tidak begitu jauh dari sini."

   "Kalau begitu, biar aku yang tuntun kuda itu."

   Swi Lan menyerahkan kendali kuda dan mereka lalu berjalan memasuki Kotaraja. Beberapa orang perajurit Mongol yang sedang berjaga, sigap memberi hormat kepada Swi Lan dan mereka memandang kepada Han Lin dengan heran. Akan tetapi Swi Lan tidak mempedulikan mereka. Begitu mereka memasuki pekarangan rumah gedung tempat tinggal Jenderal Ouw, beberapa orang perajurit yang berjaga di gardu menyambut. Swi Lan menyerahkan kudanya kepada mereka.

   "Bawa kijang itu ke dapur dan urus kudaku seperti biasa."

   Perintahnya kepada para perajurit yang tampaknya senang sekali dapat melayani puteri komandan mereka itu. Swi Lan lalu mengajak Han Lin berjalan menuju ke pendapa gedung itu. Mula-mula para pembantu yang menyambut dengan hormat. Setelah mendengar bahwa Ayah-Ibunya berada di ruangan dalam, Swi Lan lalu menarik tangan Han Lin, diajaknya masuk gedung yang besar dan mewah itu. Para pembantu wanita menyembunyikan senyum ketika melihat ulah nona mereka itu.

   "Ayah! Ibu...!"

   Gadis itu berseru ketika melihat Ayah dan Ibunya duduk di ruangan keluarga dengan santai. Dua orang itu menengok dan bangkit berdiri.

   "Swi Lan, darimana engkau, begini lambat baru pulang?"

   Ibunya, wanita cantik yang lembut itu, bertanya.

   "Dan siapa pemuda ini?"

   Tanya pula Jenderal Ouw Gu Cin yang berusia lima puluh tahun dan bertubuh tinggi besar itu.

   "Ayah, Ibu, dia ini adalah Pendekar Si Han Lin. Dia tadi telah menolongku, menyelamatkan nyawaku yang nyaris celaka di tangan gerombolan orang jahat!"

   Mendengar ini, Nyonya Ouw terkejut dan merangkul puterinya.

   "Huh, gerombolan mana yang berani mengganggumu? Apa yang telah terjadi? Mari kita duduk di ruangan tamu dan kita bicara!"

   Kata Jenderal Ouw.

   "Maaf, Ayah. Mendengar Ayah-Ibu berada di sini, maka aku tadi mengajak Si-Taihiap langsung ke sini, bukan ke ruangan tamu."

   Mereka lalu mengajak Han Lin pindah ke ruangan tamu yang merupakan ruangan yang luas dan biarpun tidak semewah ruangan dalam, namun cukup menyenangkan untuk tempat bercakap-cakap.

   "Duduklah, Si Han Lin."

   Kata Jenderal Ouw dengan suaranya yang besar sambil menatap wajah Han Lin dengan sepasang matanya yang lebar. Han Lin sebelum duduk memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan ke depan dada, agak membungkuk kepada suami-isteri itu dan berkata dengan lembut.

   "Harap Taijin (Paduka) dan Hujin (Nyonya) memaafkan kalau saya mengganggu."

   "Ah, jangan sungkan, orang muda. Engkau telah menolong puteri kami, sudah sepatutnya kami terima sebagai seorang tamu terhormat. Duduklah!"

   Dan setelah Han Lin mengambil tempat duduk, Jenderal Ouw berkata kepada puterinya.

   "Swi Lan, sekarang ceritakan dengan jelas apa yang telah terjadi."

   Sambil duduk dekat Ibunya dan masih terus dirangkul nyonya itu, Swi Lan mulai bercerita.

   "Aku berburu ke hutan sebelah barat Kotaraja seperti biasa. Agaknya aku sedang sial. Sejak pagi sampai siang aku tidak menemukan kijang, padahal aku tidak mau menangkap binatang lain. Aku ingin memenuhi pesan Ibu untuk mendapatkan kijang. Tiba-tiba seekor harimau yang besar muncul dan kudaku meringkik lalu kabur ketakutan. Aku terpaksa melompat turun dan harimau itu menyerangku!"

   "Ih, engkau memang bandel, Swi Lan. Selalu menolak kalau akan dikawal."

   Tegur Ibunya.

   "Harimau itu kuat sekali. Akan tetapi setelah melukainya belasan kali dengan pedangku, akhirnya ia mati. Selagi aku mengaso, tiba-tiba muncul sebelas orang. Mereka itu ternyata Toat-Beng Siang-To Ciu Kak Le dan sepuluh orang anak buahnya. Dia bilang merasa sakit hati karena Ayah memecatnya dan memilih Empat Datuk Besar daripada memilih dia. Lalu dia dan anak buahnya menyerang saya."

   "Keparat busuk Si Ciu Kak Le!"

   Jenderal Ouw membentak marah.

   "Di mana dia sekarang, akan kuhancurkan kepalanya!"

   "Tenang, Ayah. Dia sudah mati di tangan Si-Taihiap."

   Jenderal yang tadinya sudah bangkit itu duduk kembali.

   "Oh, begitukah? Lanjutkan ceritamu."

   "Sebetulnya aku pasti dapat membunuh mereka semua kalau saja mereka tidak menggunakan cara yang curang ketika mengeroyokku, Ayah. Mereka menggunakan jala-jala yang menyerang dari atas sedangkan jahanam Ciu itu menyerang dengan goloknya dari bawah secara bergulingan. Akhirnya aku tertawan olehnya. Kemudian muncul Si-Taihiap dan dia merobohkan dan menewaskan jahanam itu bersama sepuluh orang anak buahnya."

   "Bagus! Masih begini muda engkau sudah memiliki kepandaian tinggi, Si Han Lin!"

   Jenderal Ouw memuji.

   "Ayah, dia membunuh mereka semua hanya dengan tangan kosong saja. Dia memang lihai bukan main. Ketika pulang, aku membalapkan kudaku dan Si-Taihiap yang lari di belakang kuda tidak pernah ketinggalan."

   Jenderal Ouw memandang kepada Si Han Lin dengan penuh perhatian dan mengangguk-angguk.

   "Hebat! Si Han Lin, engkau murid perguruan silat manakah? Dari Siauw-Lim-Pai, Bu-Tong-Pai, Go-Bi-Pai, atau Kun-Lun-Pai? Yang kuketahui, dari empat perguruan besar itu saja dapat muncul seorang murid yang lihai."

   Si Han Lin menggelengkan kepalanya.

   "Bukan dari perguruan-perguruan itu, Taijin. Guru saya adalah seorang Pertapa yang tidak mau menyebutkan namanya dan beliau bertapa di Pegunungan Himalaya."

   "Swi Lan, bajumu kotor dan lihat rambutmu itu, penuh debu! Mari engkau mandi dulu dan bertukar pakaian, biar Si-Taihiap bicara dengan Ayahmu."

   Swi Lan tersenyum, bangkit berdiri dan berkata kepada Han Lin.

   "Si-Taihiap, engkau juga sebaiknya mandi dan bertukar pakaian. Engkau tentu lelah dan perlu mengaso."

   "Terima kasih, Nona Ouw. Aku akan segera melanjutkan perjalananku."

   "Tidak, Si Han Lin. Engkau tamu kehormatan kami, engkau telah menyelamatkan puteri kami, maka malam ini engkau harus bermalam di sini dan tinggal di sini beberapa lama. Aku ingin mengajak engkau bercakap-cakap. Swi Lan, Ibumu benar. Mandilah dulu dan keluarlah bersama Ibumu, biarkan aku bercakap-cakap dengan Si Han Lin. Jangan lupa, suruh pelayan membereskan kamar tamu untuk tamu kita, dan suruh menyiapkan makan malam yang enak."

   "Jangan khawatir, Ayah. Aku tadi mendapatkan seekor kijang muda. yang gemuk!"

   Swi Lan tersenyum manis dan bersama Ibunya meninggalkan Jenderal Ouw dan Han Lin. Setelah dua orang wanita itu pergi, Jenderal Ouw bercakap-cakap dengan Si Han Lin.

   "Si Han Lin, aku senang mendengar bahwa engkau bukan murid dari perguruan-perguruan besar yang kusebutkan tadi. Karena partai-partai persilatan itu bersikap memusuhi Kerajaan Goan yang jaya! Kuharap saja engkau bukan berada di pihak yang memusuhi pemerintah kami dan hendak memberontak, Si Han Lin."

   Pandang mata Jenderal Ouw memandang penuh selidik.

   Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Ah, selama ini saya berada di Himalaya dan tidak tahu menahu persoalan politik, Taijin. Guru saya hanya menekankan agar saya menentang orang-orang yang berbuat jahat, tidak peduli bangsa atau golongan apa."

   "Bagus, begitulah pendirian seorang pendekar sejati! Tidak seperti murid-murid empat perguruan besar itu, terutama sekali para murid Siauw-Lim-Pai, mereka itu sombong dan merasa benar dan pandai sendiri!"

   Han Lin teringat akan sikap beberapa orang tokoh Siauw-Lim-Pai yang berwatak keras dan tegas sehingga nyaris tinggi hati atau sombong.

   "Mendengar cerita Nona Ouw Swi Lan tadi, saya mendengar bahwa Ciu Kak Le tadinya bekerja menjadi pembantu Taijin. Dia memberontak kepada Taijin karena Taijin memecatnya dan lebih memilih Empat Datuk Besar daripada dia. Saya pernah mendengar nama besar Empat Datuk Besar, walaupun belum pernah bertemu dengan mereka. Bukankah mereka itu Pak Lo-Kui, Tung Giam-Lo-Ong, Lam Sian, Dan See Te-Tok?"

   "Benar, mereka berempat adalah pembantu-pembantuku, di antara banyak tokoh kang-ouw yang membantu pemerintah untuk membasmi para pemberontak."

   "Jadi Ciu Kak Le merasa iri karena Taijin memberi tugas kepada Empat Datuk Besar. Tugas apakah itu, Taijin, kalau boleh saya mengetahuinya?"

   "Boleh saja karena aku mengharap engkau mau pula membantu kami. Aku akan memberi kedudukan istimewa kepadamu. Mereka berempat bertugas untuk membujuk Empat Partai Besar, yaitu Siauw-Lim-Pai, Bu-Tong-Pai, Kun-Lun-Pai dan Go-Bi-Pai agar mau mendukung dan membantu pemerintah kami, pemerintah Kerajaan Goan."

   "Akan tetapi, bagaimana kalau mereka tidak mau, Taijin?"

   "Sudah kami beri wewenang kepada Empat Datuk Besar untuk menggunakan pasukan dan memukul mereka!"

   Pintu ruangan diketuk dan seorang pelayan masuk dengan sikap hormat, memberitahu kepada Jenderal Ouw bahwa kamar tamu telah dipersiapkan.

   "Baiklah, sekarang engkau lebih baik mandi membersihkan badan dan bertukar pakaian. Aku yakin dalam kamarmu sudah tersedia banyak pakaian yang cocok untukmu. Pakailah dan jangan sungkan, anggap ini sebagai rumahmu sendiri."

   Han Lin bangkit dan mengikuti pelayan wanita itu menuju ke belakang dan akhirnya dia masuk ke dalam sebuah kamar tamu yang mewah. Pelayan mempersilakan dia mandi dalam kamar mandi yang berada tidak jauh dari kamarnya. Ketika dia memeriksa, benar saja dalam sebuah almari terdapat setumpuk pakaian yang ukurannya cocok dengan dirinya. Agaknya memang sengaja dipersiapkan untuknya! Dia menoleh kepada buntalan pakaian yang tadi dibawanya masuk, buntalan pakaian yang terisi beberapa pasang pakaian dari kain kasar. Sedangkan pakaian dalam almari itu dari sutera halus, dan masih baru pula! Setelah mandi bersih dan merasa segar, untuk menghormati tuan rumah, terpaksa Han Lin mengenakan sepasang pakaian yang tersedia dalam almari.

   Dia memilih yang berwarna biru. Baru saja dia selesai berpakaian dengan rapi, daun pintu kamarnya diketuk dari luar. Ketika dia membuka daun pintu, pelayan mengatakan bahwa makan malam telah siap dan dia ditunggu di kamar makan. Han Lin mengikuti pelayan menuju ke ruangan makan di mana terdapat sebuah meja bundar yang penuh masakan yang masih mengepul panas sehingga baru masuk saja bau sedap membuat perutnya terasa lapar sekali! Baru saja dia masuk ruangan makan dan belum mengambil tempat duduk, dari dalam muncul Jenderal Ouw, Nyonya Ouw, dan Ouw Swi Lan. Gadis itu mengenakan pakaian indah berwarna merah muda dan tampak cantik jelita seperti bidadari dalam lukisan! Sejenak Han Lin terpesona dan matanya melekat pada gadis itu. Swi Lan tersenyum manis dan menegur,

   "Si-Taihiap, apakah engkau tidak mengenal aku?"

   "Nona Ouw, engkau... cantik sekali...!"

   Mendengar ini, sepasang pipi halus berbedak tipis itu berubah kemerahan.

   "Ha-ha-ha, dan engkau juga tampak tampan dan gagah, Si Han Lin!"

   Kata Jenderal Ouw.

   "Mari duduk, kita makan bersama!"

   Mereka makan minum, di layani empat orang pelayan wanita yang muda dan cantik lagi cekatan dengan sikap hormat. Masakan-masakan itu memang lezat, terutama sekali beberapa macam masakan daging kijang. Han Lin juga tidak malu-malu lagi dan makan sekenyangnya karena selain perutnya sudah lapar, selamanya belum pernah dia makan masakan-masakan selezat itu! Karena dia memang tidak biasa minum banyak arak, maka setelah selesai makan mukanya menjadi merah dan bicaranya lepas. Agak terlalu banyak arak dia minum atas suguhan Jenderal Ouw. Sehabis makan, Jenderal Ouw mengajak Han Lin melanjutkan percakapan mereka di ruangan dalam, sedangkan Swi Lan memasuki kamarnya, diikuti oleh Ibunya.

   

Pusaka Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Si Bayangan Iblis Karya Kho Ping Hoo Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini