Ceritasilat Novel Online

Bayangan Bidadari 6


Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Bagian 6



Sambil berkata demikian, Wu Wi Thaisu mencabut pedangnya.

   Tosu ini hendak berlaku cerdik. Go-Bi-Pai terkenal sekali akan ilmu pedangnya yang lihay, dan selain Wu Wi Thaisu telah menguasai delapan bagian dari Go-bi-kiam-hoat, iapun terkenal sebagai seorang ahli pedang yang mengenal hampir semua ilmu pedang di dunia persilatan. Dengan menantang bermain pedang, tidak saja ia hendak menebus kekalahannya tadi juga ia ingin tahu murid siapa adanya gadis aneh ini. Ia percaya bahwa setelah melihat ilmu pedang gadis ini, ia akan dapat mengetahui dari cabang mana datangnya ilmu kepandaian itu. Boleh jadi ia tidak mengenal ilmu silat tangan kosong, akan tetapi tak mungkin ia tidak mengenal ilmu pedang. Tentu saja In Hong yang cerdik maklum pula akan siasat Tosu tua itu, maka ia tersenyum sambil mencabut pedangnya.

   "Bukan aku yang mendesak, sebaliknya kau sendiri yang berjanji, Totiang. Terima kasih sebelumnya bahwa kau hendak menuruti segala permintaanku, asal saja kau orang tua tidak membohongi aku orang muda."

   Kata-kata ini mengandung sindiran. Tadi Wu Wi Thaisu sudah mengeluarkan kata-kata bahwa kalau gadis ini mampu menandinginya selama dua puluh jurus, ia akan menerima kalah, akan tetapi kemudian ia mengajak bertanding pedang. Hal ini agaknya dipergunakan oleh In Hong untuk menyindir padanya dan menyatakan bahwa dia membohong!

   "Kwee-Lihiap, aku orang tua bangka mana sudi membohongimu? Tadi aku memang sudah mengaku kalah dan tentang Tek Seng Cu, pasti akan kuceritakan, sungguhpun kau akan kalah dalam pertandingan pedang ini. Go-Bi-Pai tidak ada rahasia busuk, mengapa takut menceritakan? Hanya aku masih penasaran dan ingin sekali menerka kau ini murid siapa!"

   "Kalau begitu, lihatlah ilmu pedangku ini, Totiang!"

   Seru In Hong sambil tertawa. Wu Wi Thaisu melihat sinar terang meluncur cepat. Ia tidak mengenal pedang pusaka Liong-gan-kiam, karena setelah mencuri pedang itu dari Istana, Hek Moli tidak pernah mempergunakannya dan memberikan pedang itu kepada In Hong.

   Dengan penuh perhatian Wu Wi Thaisu menghadapi ilmu pedang dari gadis itu yang juga amat ganas, cepat dan kuat sekali gerakannya. In Hong tidak takut bahwa Tosu ini akan mengenal ilmu pedangnya, karena ia tahu bahwa Gurunya, yakni Hek Moli, selalu mempergunakan tongkat sebagai senjata, dan ilmu tongkat dari Gurunya itulah yang digubah menjadi ilmu pedang untuknya. Biarpun gerakan-gerakannya sama, namun ilmu tongkat tak dapat disamakan derigan ilmu pedang dan dengan hati besar gadis ini lalu mengerahkan kepandaiannya untuk mendesak Wu Wi Thaisu. Akan tetapi, ia harus mengakui kelihayan Tosu ini dalam ilmu pedangnya. Ilmu pedang Go-Bi-Pai amat kuat dalam pertahanannya dan pedang di tangan Tosu itu berputar-putar cepat sekali merupakan tembok baja yang kuat dan kokoh melindungi tubuhnya sehingga sukar ditembus oleh pedang di tangan In Hong.

   Makin terkejutlah hati Wu Wi Thaisu. Tidak saja ia belum pernah melihat ilmu pedang yang amat aneh dan kuat ini, juga untuk mengalahkan gadis ini dalam permainan pedang saja, agaknya akan memakan waktu lama sekali baginya. Bukan main indah dan ganasnya ilmu pedang yang dimainkan oleh nona Kwee ini sehingga tubuh nona itu lenyap terbungkus oleh sinar pedang yang berkilauan. Ia sudah mencoba untuk mendobrak dan membalas serangan In Hong, namun sia-sia belaka karena ia kalah cepat. Dan dengan pengerahan tenaga dan pencurahan perhatian untuk mengalahkan ilmu pedang gadis ini, ia makin sukar mengenal ilmu pedang itu. Sepuluh jurus lewat amat cepatnya, dan terdengar Tosu itu berkata dengan suara keras,

   "Kwee-Lihiap, terus terang saja aku belum mengenal ilmu pedangmu. Aku takkan menarik janji, dan kau boleh minta apa saja nanti, akan tetapi teruskan permainanmu sampai sepuluh jurus lagi, kiranya Pinto akan dapat menduga dari siapa kau memperoleh semua ilmu yang aneh ini!"

   In Hong makin gembira. Terdengar ia tertawa nyaring dan kini ilmu pedangnya makin hebat. Sengaja gadis ini mengerahkan tenaga dan mengeluarkan jurus-jurus yang paling lihay dari ilmu pedangnya yang dinamai Toat-beng-kiam-hoat (Ilmu pedang mencabut nyawa) oleh Gurunya!

   Tidak saja ia hendak membikin Tosu itu menduga-duga dengan bingung, akan tetapi juga darah mudanya membuat ia mempunyai keinginan mengalahkan Tosu ini dalam ilmu pedang! Dalam jurus kedua puluh, In Hong mempergunakan ilmu pedangnya dengan gerak tipu yang paling lihay, yakni yang disebut Tho-sim-toat-beng (Mencuri hati mencabut nyawa). Pedangnya berputar dan berkelebatan seperti seekor rajawali hendak menyambar korban, sukar sekali diduga kemana arah yang hendak dilalui, dan tiba-tiba, tanpa terduga-duga, pedang ini menyambar dengan tusukan kilat ke arah hati atau dada kiri lawannya! Wu Wi Thaisu berseru keras dan cepat ia menggerakkan pedang melindungi dada, karena untuk mengelak sudah tidak ada waktu lagi!

   Dua pedang bertemu, menempel keras dan tak dapat dilepaskan lagi. Kalau Wu Wi Thaisu tidak menang dalam tenaga lweekang, tentu ia tak keburu melindungi dadanya dan ujung pedang In Hong hanya terpisah setengah dim saja dari bajunya. Akan tetapi, berkat tenaga lweekangnya yang masih lebih kuat daripada In Hong, ia dapat mendorong gadis itu dan sambil mengerahkan tenaga ia berseru keras. In Hong terhuyung mundur dan terpental seakan-akan tertiup angin badai! Gadis ini pucat, akan tetapi merasa lega bahwa ia tidak terluka. Kiranya Wu Wi Thaisu memang tidak bermaksud buruk dan ia tadi hanya mengerahkan khikang untuk membikin gadis itu terpental. Kalau ia mau mempergunakan lweekang sekuatnya, pasti In Hong akan terluka di dalam tubuhnya.

   "Siancay, siancay..., ilmu pedangmu benar-benar hebat, Kwee-Lihiap,"

   Kata-kata ini memang sejujurnya, karena ia yang sudah memiliki delapan bagian atau hampir seluruhnya dari Go-bi-kiam-hoat, dalam dua puluh jurus tidak dapat mengalahkan ilmu pedang gadis itu, bahkan hampir saja ia menjadi korban. Kemenangannya tadi bukan karena ilmu pedang, melainkan karena ia memiliki tenaga lweekang yang lebih kuat. Maka ia merasa penasaran dan juga kagum sekali, akan tetapi ia sekarang teringat. Yang dapat menghadapi Go-bi-kiam-hoat dari Suhunya yang tua, yakni Tek Eng Thaisu Ketua Go-Bi-Pai, adalah Hek Moli, Iblis Wanita hitam itu. Biarpun Hek Moli mainkan tongkat, namun keganasan dan kecepatannya hampir sama dengan gerakan gadis ini.

   "Kwee-Lihiap, kalau kau bukan murid Hek Moli, aku si tua bangka tidak mampu menerka lagi murid siapakah kau ini."

   In Hong menjura.

   "Wu Wi Thaisu, tebakanmu yang tepat ini menambah kekagumanku atas ilmu pedang Go-bi-kiam-hoat yang benar-benar indah dan luar biasa. Aku terima kalah."

   "Kau pandai bersombong dan pandai merendah. benar-benar kau seperti Gurumu. Eh, sekarang aku harus bayar hutang. Kau hendak bertanya tentang Tek Seng Cu?"

   "Benar, Totiang,"

   In Hong menjadi gembira dan menyimpan Liong-gan-kiam.

   "Dia sudah tewas!"

   In Hong melengak.

   "Jadi subo yang..."

   "Ya benar, mendiang Gurumu yang menewaskannya."

   "Apa katamu, Totiang?"

   In Hong menjerit.

   "Guruku...??"

   "Gurumu juga tewas dalam pertempuran itu."

   Tiba-tiba In Hong mencabut pedangnya dan cepat menusuk dada Wu Wi Thaisu. Tosu ini cepat menangkis dengan pedang yang masih dipegangnya.

   "Sabar, jangan kau tiru keganasan Gurumu itu. Keganasan tanpa perhitungan dan tanpa dipertimbangkan lebih dulu adalah kesesatan dan hanya akan membawa kau ke dalam lembah kehancuran!"

   In Hong sadar kembali. Memang amat tidak baik kalau tiba-tiba menyerang atau membunuh orang tanpa mengetahui persoalannya dengan jelas, hanya timbul dari persangkaan belaka.

   "Guruku tewas? Tentu kalau bukan olehmu, oleh Pek Eng Thaisu, siapa lagi yang dapat menewaskannya? Tek Seng Cu manusia sombong itu? Hah, jangan kau mencoba untuk menyangkal, Wu Wi Thaisu!"

   Dada gadis itu berombak, mukanya merah, sepasang matanya seperti berapi. Wu Wi Thaisu menggeleng kepalanya.

   "Sayang bukan! Kalau aku yang menewaskannya, itu tanda bahwa ilmu silatku mendapat banyak kemajuan. Padahal semenjak aku kalah olehnya di puncak Go-bi dahulu, harus ku akui bahwa ilmu silatku banyak mundur!"

   "Jadi kalau begitu Pek Eng Thaisu yang menewaskan Guruku?"

   "Juga bukan, Kwee-Lihiap. Suhu sudah terlalu tua untuk mengurus segala macam persoalan dunia, mana Suhu mau membunuh orang?"

   "Wu Wi Thaisu, kau tadi sudah berjanji hendak memenuhi semua permintaanku. Apakah sekarang kau hendak memutar balik omongan dan untuk pertanyaan ini saja kau tidak mau mengaku? Siapakah yang telah membunuh Guruku?"

   Pada saat itu, Yo Kang yang semenjak pertandingan pedang tadi hampir tak berani bernapas, buru-buru datang menghampiri mereka.

   "Adikku In Hong, harap kau bersabar dan berlaku tenang. Tidak baik mendesak-desak Wu Wi Lo-Cianpwe."

   In Hong berpaling kepada Yo Kang.

   "Yo-Twako, urusanmu sudah selesai, dan sekarang aku minta supaya kau pulang lebih dulu. Aku ada banyak sekali urusan yang harus kuselesaikan. Harap kau jangan membantah lagi!"

   Di dalam kata-kata ini terkandung suara yang dingin dan ketus sehingga Yo Kang tak berani membantah. Ia hanya menarik napas panjang, lalu berkata,

   "Baiklah, Hong-moy dan tentang mencari Ibumu..."

   Ia berhenti karena teringat bahwa kini tidak ada artinya lagi membantu gadis yang ternyata memiliki kepandaian jauh lebih lihay daripada kepandaiannya sendiri itu.

   "Ah.... orang macam aku ini mempunyai kegunaan apakah? Biarlah, aku hanya akan mencoba mendengar-dengar dimana adanya Ibumu, Hong-moy."

   In Hong terharu juga. Ia tahu akan isihati pemuda ini.

   "Bantuanmu masih amat kuperlukan, Yo-Twako. Nah, selamat berpisah dan mudah-mudahan tak lama lagi kita akan dapat bertemu pula."

   Yo Kang memberi hormat kepada Wu Wi Thaisu, lalu melompat ke atas kudanya dan membalapkan kuda itu pulang ke See-Ciu. Ia benar-benar merasa terpukul dan malu kepada diri sendiri dan semenjak saat itu, ia melempar jauh-jauh julukan Bu-Tong Sin-To dan bahkan tidak mau lagi bicara tentang ilmu silat! Setelah Yo Kang pergi, In Hong berkata lagi kepada Wu Wi Thaisu,

   "Bagaimana, Totiang, apakah kau masih tidak mau menolongku? Ingat janjimu tadi. Pantaskah seorang tokoh kedua dari Go-Bi-Pai menarik kembali janjinya? Ingat, aku tidak akan segan-segan untuk mengabarkan hal ini di dunia kang-ouw!"

   Wu Wi Thaisu kewalahan dan menarik napas panjang dengan sikap duka.

   "Baiklah, Kwee-Lihiap. Ada orangnya yang tahu betul akan hal itu, bahkan yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri ketika Gurumu tewas. Dia itu adalah muridku sendiri yang bernama Wi Tek Tosu, Guru dari Tek Seng Cu. Aah, kami harus menanggung seluruh dosa yang dilakukan oleh Tek Seng Cu. Marilah, mari kita menemui Wi Tek Tosu yang berada di tempat tidak jauh dari sini."

   Setelah berkata demikian, Wu Wi Thaisu menggerakkan kedua kaki dan mengibaskan tangan, maka melesatlah tubuhnya karena ia sudah mempergunakan ilmu lari cepat. In Hong tidak mau tertinggal dan cepat mengejar. Dalam hal ilmu lari cepat, ia tidak kalah lihay oleh Tosu tua dari Go-Bi-Pai ini maka ia dapat mendampinginya. Ternyata Wu Wi Thaisu tidak membawanya pergi jauh, hanya kurang lebih tigapuluh lie dari dusun tadi. Mereka tiba di sebuah dusun yang sunyi di lereng gunung kecil dan Wu Wi Thaisu mengajak In Hong menuju ke sebuah kelenteng bertembok kuning yang berdiri di lereng itu.

   "Disinilah tempat Pinto untuk sementara waktu kalau Pinto turun dari Go-bi-san,"

   Kata Tosu itu setelah mereka berjalan memasuki pekarangan kelenteng.

   "Di dalam sebuah kamar di kelenteng ini kau akan bertemu dengan orang yang telah menyaksikan sendiri bagaimana Gurumu itu tewas. Mari kau ikut Pinto!"

   Hati In Hong berdebar keras. Suhunya sudah tewas dan ia akan bertemu dengan orang yang dapat menceritakannya tentang kematian Gurunya itu. Ia harus membalas dendam dan kalau ia sudah tahu siapa yang membunuh Gurunya, ia takkan berhenti sebelum dapat membalas sakit hati ini. Wu Wi Thaisu berhenti di depan sebuah kamar. Kamar ini kecil saja, paling besar dua meter persegi. Daun pintunya tertutup dan di antara dua daun pintu ditempeli kertas biru yang ada tulisannya, TEMPAT HUKUMAN MURID BERDOSA.

   Kalau pintu itu dibuka, tentu tempelan ini akan rusak dan robek. Di dekat pintu itu terdapat sebuah jendela tak berdaun, atau lebih tepat disebut lubang angin karena tingginya satu kaki dan lebarnya tidak ada satu kaki. Inipun di tengah-tengahnya masih ada sebatang rujinya sehingga tak mungkin orang dapat keluar dari lubang itu tanpa merusaknya. Karena Wu Wi Thaisu mengajak In Hong berhenti di depan lubang itu, tampaklah oleh In Hong seorang Tosu setengah tua duduk bersila menghadapi tembok di dalam kamar itu. Tosu ini duduk bersamadhi di atas sebuah pembaringan kayu yang kasar, tak bergerak seperti sebuah arca. In Hong tidak mengenal Tosu ini dan belum pernah melihatnya, maka ia memandang kepada Wu Wi Thaisu dengan mata bertanya.

   "Dia adalah Wi Tek Tosu, muridku, dan Guru dari Tek Seng Cu,"

   Katanya perlahan, kemudian, melalui lubang itu ia berkata kepada Tosu yang sedang bersamadhi,

   "Wi Tek, nona Kwee In Hong murid Hek Moli sudah datang dan kau harus menceritakan semua peristiwa itu sejelasnya kepada Kwee-Lihiap."

   Tanpa menoleh, Tosu itu berkata,

   "Suhu, Teecu sudah berdosa, sudah melanggar pantangan sucouw, dan Teecu sudah menerima hukuman Suhu, bersedia untuk dikurung disini selama lima tahun. Bahkan Teecu rela andaikata Suhu mengurung Teecu disini sampai mati. Akan tetapi, apa perlunya Teecu bicara dengan murid Hek Moli? Teecu sudah kehilangan tiga orang Sute, sudah kehilangan murid, semua gara-gara Hek Moli, jangan-jangan kalau melihat murid Hek Moli, Teecu akan lupa diri dan melakukan pelanggaran lagi!"

   "Wi Tek, Pinto sudah berjanji kepada Kwee-Lihiap dan Pinto sudah kena dikalahkan dalam pertandingan. Ini sebuah perintahku dan kau tidak boleh melanggar!"

   Wu Wi Thaisu membentak. Wi Tek Tosu memutar tubuhnya dan memandang kepada In Hong. Ia kelihatan heran sekali melihat seorang nona begini muda. Betulkah Suhunya kalah oleh nona ini? Benar-benar luar biasa dan hampir tak mungkin ia percaya. Akan tetapi ia tidak berani membantah kehendak Suhunya, maka dengan muka merengut dan tanpa menatap wajah In Hong, ia lalu menuturkan peristiwa pertempuran dengan Hek Moli secara singkat,

   "Aku dengan tiga orang Suteku, Wi Kong Tosu, Wi Jin Tosu dan Wi Liang Tosu, dan muridku Tek Seng Cu, dibantu pula oleh tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai, Cu Sim San-Lojin, Kim Sim San-Lojin, dan Sun Sim San-Lojin menantang Hek Moli mengadakan pertandingan di puncak O-mei-san. Hek Moli datang dan kami mengeroyoknya. Tiga orang Suteku dan muridku tewas, akan tetapi syukur aku dan tiga San-Lojin dari Kun-Lun-Pai berhasil membikin mampus iblis wanita itu. Nah, kau sudah mendengar penuturanku!"

   Setelah berkata demikian, Wi Tek Tosu memutar tubuhnya kembali, mengha-dapi tembok dan bersamadhi untuk melanjutkan hukumannya! Sepasang alis In Hong berdiri dan sekali gadis ini menggerakkan tangan, terdengar suara keras dan ruji baja dilubang itu telah patah! Ia mencabut pedangnya dan berseru,

   "Bagus, kau seorang di antara pembunuh-pembunuh Guruku, kau harus mampus sekarang juga!"

   Akan tetapi Wu Wi Thaisu cepat menghadang di depan jendela itu dan menggeleng-geleng kepalanya.

   "Kwee-Lihiap, kau benar-benar tidak adil. Coba kau berpikir dengan tenang. Peristiwa permusuhan ini yang menjadi biangkeladi adalah Gurumu sendiri. Kalau Gurumu dahulu tidak naik ke Go-Bi-Pai mengajak pibu, tentu Tek Seng Cu tidak akan buntung tangannya, dan muridku ini bersama saudara-saudaranya tidak akan menaruh hati dendam. Ketua kami sudah melarang dia mencari permusuhan, akan tetapi diam-diam ia tidak dapat memadamkan api dendamnya sehingga ia menantang Hek Moli. Kemudian akibatnya lebih hebat lagi, karena kami kehilangan empat orang murid Go-Bi-Pai. Biarpun Gurumu tewas, akan tetapi empat orang murid kami juga tewas, dan kau lihat buktinya sendiri, Wi Tek Tosu sudah kami hukum untuk lima tahun di kamar ini. Apakah kau masih penasaran? Bukankah kematian Gurumu sudah terbalas lebih dari cukup?"

   "Guruku tewas akibat pengeroyokan yang curang dan licik. Kalau murid-muridmu tidak curang dan mengeroyoknya, mana bisa Guruku tewas? Sungguh tak tahu malu, tujuh orang mengeroyok seorang lawan!"

   In Hong marah sekali, juga berduka mendengar akan nasib Gurunya.

   "Kwee-Lihiap, Gurumu memang berkepandaian tinggi, sehingga Ketua kami barulah dapat mengimbanginya. Biarpun dikeroyok oleh empat orang murid Go-Bi-Pai, mana bisa dia kalah? Buktinya, dibantu oleh tiga tokoh Kun-Lun, masih saja tiga orang murid kami tewas. Pinto sendiri tidak akan menang dari Gurumu, mana bisa orang seperti muridku ini menewaskan Gurumu? Hanya karena ketiga San-Lojin dari Kun-Lun-Pai, maka akhirnya Gurumu tewas. Pihak Go-Bi-Pai sudah menebusnya dengan empat nyawa dan bahkan seorang dihukum lima tahun, ini sudah lebih dari cukup. Sebaliknya, pihak Kun-Lun-Pai, yang tidak kehilangan seorangpun murid, telah menjatuhkan Gurumu. Maka kalau kau merasa penasaran, mengapa mencari disini?"

   Wu Wi Thaisu memang cerdik. Tidak saja kata-katanya memang beralasan, akan tetapi ia sengaja hendak mengadu gadis ini dengan pihak Kun-Lun-Pai. Ia dapat melihat bahwa gadis ini berwatak ganas seperti Hek Moli, dan sukarlah menundukkannya apabila kelak gadis ini menjadi jahat dan ganas. Hanya pihak Kun-Lun-Pai yang memiliki banyak orang berkepandaian tinggi kiranya dapat mengalahkan gadis ini. Gurunya sendiri, Pek Eng Thaisu, tidak mau turun gunung lagi, maka sebaiknya menyuruh gadis ini menyerbu ke Kun-Lun! In Hong dapat menerima alasan ini, maka dengan gemas ia berkata,

   "Kalau aku tidak dapat menewaskan tiga San-Lojin Kun-Lun-Pai yang telah membunuh Guruku, aku bersumpah tidak mau jadi orang lagi!"

   Setelah berkata demikian, In Hong berkata kepada Wi Tek Tosu melalui jendela yang sudah rusak itu,

   "Aku memandang muka Wu Wi Thaisu dan mengampunimu. Akupun menghabiskan permusuhan antara aku dan Go-Bi-Pai. Harap kau suka katakan bagaimana selanjutnya dengan jenazah Guruku."

   Namun Wi Tek Tosu tidak menjawab, diam saja tidak bergerak sedikitpun. Wu Wi Thaisu tidak enak melihat ini, karena ia maklum bahwa betapapun juga di dalam hati Wi Tek Tosu masih terkandung kebencian terhadap Hek Moli.

   "Kwee-Lihiap, muridku sudah bercerita kepadaku bahwa jenazah Gurumu itu dikubur baik-baik oleh pendekar gagah yang bernama Ong Tiang Houw. Kau tentu kenal padanya, bukan?"

   In Hong mencatat nama ini dan merasa berterima kasih sekali.

   "Aku sudah mendengar namabesarnya akan tetapi belum mendapat kehormatan bertemu muka dengan orangnya. Kelak aku akan mencarinya dan menghaturkan terima kasih. Nah, selamat tinggal, Totiang."

   (Lanjut ke Jilid 06)

   Bayangan Bidadari/Sian Li Eng Cu (Cerita Lepas)

   Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 06

   Setelah berkata demikian, In Hong melompat keluar dari kelenteng itu dan pergi dengan cepat sekali. Hatinya penuh kemarahan terhadap Kun-Lun-Pai dan ia mengambil keputusan untuk menunda usahanya mencari Ibunya, dan hendak langsung menyerbu ke Kun-Lun-Pai, membalas dendam Gurunya kepada ketiga Kun-Lun San-Lojin!

   Kun-Lun-Pai atau partai persilatan cabang Kun-Lun adalah sebuah di antara lima partai persilatan terbesar di Tiongkok. Tidak saja terbesar karena banyak memiliki anak murid, akan tetapi juga besar namanya karena anak-anak murid keluaran Kun-Lun-Pai merupakan jago-jago silat dan pendekar-pendekar yang disegani. Pegunungan Kun-Lun-San yang amat besar, seperti halnya pegunungan Go-bi-san, menjadi tempat pelarian para Pertapa. Oleh karena letaknya di Tiongkok Barat, maka selain Pertapa-Pertapa bangsa Tiongkok sendiri, banyak juga bangsa-bangsa lain dari barat yang meyakinkan kehidupan mistik dan memilih jalan menjadi Pertapa, datang ke puncak gunung ini untuk memilih tempat yang permai, indah, bersih dan menenangkan hati.

   Kedatangan para Pertapa dari luar inilah yang menimbulkan pelbagai macam ilmu silat, karena sudah menjadi kelajiman bahwa para perantau dan Pertapa itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Memang ilmu silat tak dapat di-pisah-pisahkan dengan ilmu batin, keduanya merupakan cabang dari satu sumber, sungguhpun ilmu silat diumpamakan kembangnya, ilmu batin adalah tangkainya. Maka tidak heran apabila Kun-Lun-Pai menurunkan banyak murid dengan pelbagai macam kepandaian, ada ahli pedang, ahli golok, ahli tombak, bahkan di antara anak murid yang sudah pandai terdapat pula ahli-ahli silat yang mempergunakan senjata-senjata aneh seperti poan-koan-pit (alat menulis), hud-tim (kebutan Pendeta), ikat pinggang, ujung lengan baju, senjata roda dan lain-lain.

   Memang partai persilatan Kun-Lun-Pai amat kaya dengan perkembangan ilmu silatnya. Kun-Lun-Pai membuka cabang di banyak tempat, akan tetapi pusat atau sumbernya tetap saja di puncak sebuah gunung di pegunungan Kun-Lun-Pai. Di tempat ini didirikan sebuah kelenteng besar dan disinilah tinggalnya Guru-Guru besar dari partai Kun-Lun. Disini pula anak-anak murid yang akan mewakili dan menjadi pengurus cabang digembleng dengan ilmu silat dan ilmu batin. Pada waktu itu, yang menjadi ciang-bun-jin atau Ketua dari Kun-Lun-Pai adalah Pek Ciang San-Lojin, seorangKakek yang usianya sudah hampir tujuhpuluh tahun. Sebetulnya dalam urutan, baik usia maupun tingkat kepandaian, Pek Ciang San-Lojin tak dapat dikatakan paling tinggi. Akan tetapi, pengangkatan ciang-bun-jin oleh Guru besar bukanlah semata-mata berdasarkan usia dan kepandaian, melainkan sifat dan watak calon Ketua itu.

   Pek Ciang San-Lojin mempunyai watak tegas dan kebijaksanaan, maka ia terpilih oleh mendiang Gurunya. Masih ada Sute (adik seperguruan) dan bebe-rapa orang Suheng (kakak seperguruan) yang biarpun memiliki kepandaian yang tidak kalah olehnya, namun hanya menjadi pembantu-pembantu biasa saja, bahkan di antaranya ada yang memilih tugas sebagai tukang masak dan tukang kebun! Akan tetapi oleh karena sifat pekerjaan mereka dan juga watak mereka amat sederhana dan tidak pernah memperlihatkan diri di dunia kangouw, mereka yang tidak menduduki tempat penting ini tentu saja tidak dikenal orang. Yang terkenal di dunia kangouw pada waktu itu, selain Pek Ciang San-Lojin sendiri, adalah Kun-Lun Sam-lojin (Tiga orangtua Kun-Lun), yakni tiga orang murid Pek Ciang San-Lojin, yang bernama Cu Sim San-Lojin, Kim Sim San-Lojin, dan Sun Sim San-Lojin.

   Mereka bertiga ini adalah mereka yang dulu membantu tokoh-tokoh Go-Bi-Pai menewaskan Hek Moli. Mereka juga menduduki tempat penting di Kun-Lun-Pai. Cu Sim San-Lojin yang memiliki kebijaksanaan menjadi wakil dari Pek Ciang San-Lojin dan agaknya dia inilah yang menjadi calon ciang-bun-jin kelak. Kim Sim San-Lojin mendapat tugas sebagai kepala bagian penjaga keamanan karena ia berdisiplin dan keras, maka dahulu belasan tahun yang lalu ketika Hek Moli menyerbu ke Kun-Lun-Pai, dia inilah yang menghadapinya langsung dan akhirnya kena dikalahkan oleh Hek Moli. Sun Sim San-Lojin, murid ketiga dari Pek Ciang San-Lojin, orangnya berbakat mengajar, pandai sekali menerangkan tentang teori persilatan, maka oleh Gurunya ia diangkat menjadi wakilnya dalam memberi pelajaran kepada semua anak murid Kun-Lun-Pai.

   Dahulu ketika Wi Tek Tosu dari Go-Bi-Pai datang minta bantuan untuk mengalahkan Hek Moli, tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai ini hanya mau pergi setelah mendapat perkenan dari Pek Ciang San-Lojin. Wi Tek Tosu secara pandai telah menghasut dan memanaskan hati tokoh-tokoh Kun-Lun-Pai dengan menyatakan bahwa Hek Moli amat ganas dan kejam, merupakan bahaya di dunia kangouw. Pek Ciang San-Lojin memang mempunyai watak yang tegas dan paling benci akan kejahatan. Mendengar penuturan Wi Tek Tosu itu, ia lalu memberi ijin kepada tiga orang muridnya untuk membantu Pendeta Go-bi itu untuk melenyapkan seorang berbahaya dan jahat seperti Hek Moli. Maka, sekembali mereka dari O-mei-san, tiga orang tokoh Kun-Lun ini tidak mengkhawatirkan sesuatu dan menganggap bahwa kematian Hek Moli sudah semestinya sebagai hukuman atas semua kejahatan dan keganasan yang telah dilakukannya.

   Akan tetapi, pada suatu hari, dari bawah gunung yang dijadikan pusat oleh Kun-Lun-Pai itu, berkelebat bayangan yang gesit sekali gerakannya. Bayangan ini bukan lain adalah In Hong yang sengaja datang ke Kun-Lun untuk menuntut balas atas kematian Gurunya. Kun-Lun-Pai bukan partai persilatan yang ternama dan besar kalau gerakan In Hong ini tidak diketahui oleh para penjaga. Sebelum gadis itu tiba di depan kelenteng, Kim Sim San-Lojin sudah siap-sedia menyambut kedatangan orang yang mencurigakan ini! Setelah kelenteng itu kelihatan menjulang tinggi di dekat puncak, In Hong menahan gerakan kakinya dan berjalan biasa menghampiri kelenteng itu. Di depan kelenteng terdapat sebuah pekarangan yang amat lebar. Dari jauh sudah kelihatan para Pendeta sibuk bekerja, ada yang memikul kayu, ada yang berjalan membawa keranjang daun obat,

   Ada pula yang sedang menyapu daun-daun kering membersihkan pekarangan. Kelihatan tenteram dan damai sehingga tak enak jugalah hati In Hong. Namun ia berjalan terus, memasuki pintu gerbang pekarangan yang luas itu. Betapapun juga, Gurunya telah ditewaskan oleh tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai yang tinggal di kelenteng itu dan ia harus menuntut balas! Dengan langkah lebar dan gagah gadis ini maju terus, tidak perdulikan pandangan mata beberapa orang Tosu yang berada di pekarangan itu. Bahkan ia tidak perduli kepada seorang Tosu tua berkepala botak yang menyapu daun-daun kering sambil bernyanyi kecil, diseling ketawa-tawa seperti seorang yang miring otaknya. Ketika ia tiba di tengah pekarangan, seorang Tosu berjenggot panjang hitam menghadangnya. Tosu ini memandang tajam, lalu menjura dan berkata,

   "Nona, kami tidak pernah menerima tamu wanita dan tidak seorangpun wanita diperkenankan memasuki kelenteng. Kalau nona ada keperluan, katakan saja kepada Pinto, nona ini siapa dan ada keperluan apakah datang di tempat ini?"

   Tanpa memberi hormat dan dengan sikap ketus, In Hong menjawab,

   "Namaku Put Hauw Li dan aku datang perlu bertemu dan bicara dengan Pek Ciang San-Lojin."

   Memang gadis ini ingin bertemu dengan Ketua Kun-Lun-Pai untuk menegur tentang pengeroyokan atas diri Gurunya. Betapapun juga, Gurunya pernah menuturkan kepadanya bahwa Kun-Lun-Pai adalah partai persilatan besar dan kuat, maka dalam urusan ini tidak baik bersikap sembrono dan lebih baik kalau langsung berhadapan dengan Ketuanya untuk minta pertanggungan jawabnya.

   "Suhu sedang bersamadhi dan tidak boleh diganggu. Kalau nona ada urusan, harap disampaikan kepada Pinto dan Pinto akan melaporkan ke dalam,"

   Kata pula Kim Sim San-Lojin dengan suara sabar.

   "Tidak bisa disampaikan kepada orang lain. Suruh Pek Ciang San-Lojin keluar menjumpaiku, atau aku akan masuk saja langsung menemuinya."

   Kim Sim San-Lojin mulai marah dan ia memandang kepada gadis itu dengan kening berkerut.

   "Nona, kau dilarang keras memasuki kelenteng. Kalau kau tidak mau menyampaikan kepada Pinto, maaf, harap kau kembali saja. Belum pernah ada wanita diperkenankan memasuki kelenteng, itu aturan kami."

   In Hong tersenyum mengejek.

   "Ketika wanita-gagah Hek Moli datang kesini, apakah dia juga tidak masuk ke dalam?"

   Kim Sim San-Lojin terkejut mendengar ini, akan tetapi ia masih dapat menekan perasaannya dan sebagai seorang Pendeta yang banyak pengalaman dan banyak menghadapi orang-orang bermacam sifat, ia dapat berlaku tenang dan sabar.

   "Biarpun Hek Moli sendiri ketika datang kesini, tidak diperbolehkan masuk ke dalam,"

   Jawabnya. In Hong menjadi naik darah. Ketika tadi mendengar bahwa Tosu ini menyebut Guru kepada Pek Ciang San-Lojin, ia sudah dapat menduga bahwa Tosu ini tentulah seorang di antara Kun-Lun Sam-lojin (TigaKakek Kun-Lun), atau seorang di antara tiga tokoh Kun-Lun yang menewaskan Gurunya. Akan tetapi ia tidak mau turun tangan dulu sebelum bicara dengan Ketua Kun-Lun-Pai.

   "Kalau begitu, biarlah aku sekeluarga mematahkan pantangan itu,"

   Katanya dan secepat kilat tubuhnya berkelebat melewati sebelah Tosu itu, hendak berlari memasuki kelenteng.

   "Perlahan dulu, nona!"

   Kim Sim San-Lojin menggerakkan tangan dan ujung lengan bajunya menyambar dengan totokan ke pundak In Hong untuk mencegah gadis itu melanjutkan niatnya. Tosu itu melihat jelas betapa ujung lengan bajunya mengenai pundak In Hong, akan tetapi bukan main terkejut dan herannya ketika ia melihat gadis itu seakan-akan tidak merasai totokannya dan berlari terus cepat sekali!

   Memang In Hong sengaja tidak mau menangkis atau melayani Tosu ini karena ia bermaksud untuk mencari Pek Ciang San-Lojin sebelum bertanding dengan tokoh-tokoh Kun-Lun. Gadis yang cerdik ini tahu bahwa kalau ia menangkis, tentu ia akan terlibat dalam pertempuran, maka ketika ia merasa datangnya hawa pukulan, ia dapat menahan totokan itu. Cepat ia mengerahkan hawa lweekang yang disalurkan ke pundak menutupi jalan darah dan ia berhasil menolak serangan itu. Kim Sim San-Lojin tadi tidak mengerahkan seluruh tenaganya. Pendeta ini walaupun tahu bahwa gadis yang naik ke gunung dengan mempergunakan ilmu lari cepat yang luar biasa ini tentu memiliki kepandaian, namun ia tidak tega untuk menjatuhkan tangan besi. Dikiranya bahwa totokannya tadi yang disertai tenaga setengah bagian saja sudah cukup untuk menghalanginya masuk kelenteng.

   Tidak tahunya totokannya seakan-akan tidak terasa oleh In Hong! Baru ia maklum bahwa gadis yang demikian mudanya itu ternyata seorang ahli silat yang pandai. Akan tetapi, gadis itu sudah memasuki kelenteng dan Kim Sim San-Lojin tersenyum. Ia tidak mengejar, karena malu baginya kalau berkejar-kejaran dengan seorang demikian muda. Sungguhpun gadis itu agaknya tidak mengandung maksud baik, namun ia tidak khawatir. Di dalam kelenteng masih banyak kawan-kawan yang akan dapat menghalangi gadis itu. Dengan tenang iapun berjalan memasuki kelenteng, sedangkan Tosu-Tosu lain melanjutkan pekerjaan mereka seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu. Tosu tua yang botak dan menyapu daun-daun kering tadi, tertawa-tawa kecil, menghentikan nyanyinya dan berkata-kata seorang-diri,

   "Nona kecil berbakat sekali, sayang terdidik oleh tangan yang ganas..."

   Ia lalu melanjutkan pekerjaannya. Adapun In Hong, ketika tiba di ruangan depan kelenteng itu, terheran-heran melihat kelenteng itu sunyi saja. Yang ada hanya tiga orang Tosu setengah tua yang sedang bersembahyang. Selain ini, tidak ada siapa-siapa lagi dan keadaannya sunyi mengandung rahasia.

   In Hong tidak berani mengganggu Tosu-Tosu yang sedang bersembahyang itu, maka ia lalu berjalan terus masuk ke sebelah dalam. Ternyata di sebelah dalam kelenteng ini amat besar dan luas. Kelihatan bangunan-bangunan kecil di sana sini, lorong-lorong yang lebar sehingga ia menjadi bingung. Ia tidak tahu dimana adanya Pek Ciang San-Lojin, maka ia lalu memasuk lorong sebelah kiri yang menuju ke sebuah ruangan terbuka. Tanpa mengetahui bahwa semua gerak geriknya diikuti oleh banyak pasang mata, In Hong maju terus. Ia memasuki ruangan terbuka yang berada di tengah-tengah. Ruangan ini adalah ruangan tempat belajar atau berlatih ilmu silat yang disebut lian-bu-thia. Lebar sekali tempat ini, karena selain dipergunakan untuk tempat berlatih silat, juga di tempat inilah biasa diadakan pertemuan antara Tosu-Tosu dan anak-anak murid Kun-Lun-Pai yang banyak jumlahnya.

   Di tempat ini, beberapa bulan sekali, ciang-bun-jin dari Kun-Lun-Pai, yakni Pek Ciang San-Lojin, dihadap oleh puluhan orang anggauta Kun-Lun-Pai, memberi pelajaran tentang ilmu batin dan menguraikan ujar-ujar kuno dari kitab-kitab agama To. Ketika In Hong tiba di ruangan ini, keadaan disitu sunyi belaka, akan tetapi tiba-tiba ia mendengar suara di belakangnya. Ketika ia menengok, ia melihat seorang Tosu tua telah duduk di atas bangku bundar, bersila dan memegang sebuah kitab sambil membacanya perlahan-lahan. In Hong terkejut dan kagum. Tadi ketika masuk ia tidak melihatKakek ini, akan tetapi bagaimana tiba-tiba bisa berada disitu? Terang bahwa Tosu ini memiliki ginkang yang sudah tinggi sekali sehingga gerakannya amat ringan dan cepat. Ia mendengar Tosu itu membaca ayat-ayat dari kitab To Tek Keng tentang sifat air menurut pandangan filsafat besar Lo Cu,

   "Tiada kelembutan melampaui air.

   Namun dalam menanggulangi kekerasan

   Tiada kekuatan di dunia dapat melebihinya,

   Karenanya tiada yang dapat menggantikannya.

   Kelemahan mengalahkan kekuatan,

   Kelembutan mengalahkan kekerasan.

   Namun tiada yang dapat mengetahuinya,

   Tiada yang dapat menjalankannya."

   
Bayangan Bidadari Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tosu itu hendak melanjutkan bacaannya yang memang masih ada lanjutannya, akan tetapi ia dipotong oleh In Hong yang bersajak dengan suara keras mengejek,

   "Lidah memang tak bertulang

   Mudah saja setiap orang menggoyang,

   Tapi, biarpun lidah Pendeta Suci

   Mana bisa mencerminkan isi hati?

   Air bersifat lembut, kuat, dan jujur

   Mana sama dengan hati Tosu-Tosu terkebur?

   Kalau tidak dikeroyok Tosu-Tosu ganas

   Tak mungkin wanita gagah Hek Moli tewas!"

   Ketika berguru kepada Hek Moli, In Hong hanya sedikit saja mendapat pelajaran ilmu membaca dan menulis. Akan tetapi Gurunya itu pandai sekali bernyanyi, nyanyian dari Nepal yang dinyanyikan dalam bahasa Han, dan nyanyian ini terisi yang bersajak indah. Oleh karena amat tertarik dan suka sekali akan nyanyian-nyanyian ini, maka In Hong yang berotak cerdas itu pandai membuat sajak. Sekarang mendengar ayat-ayat kitab To Tek Keng yang tidak pernah didengarnya, sekali mendengar saja maklumlah ia bahwa Tosu itu menyindirnya dan memperingatkannya. Akan tetapi, sebagai balasan, sekaligus ia dapat mengucapkan sajak yang membalas sindiran itu, benar-benar gadis ini berotak cerdik sekali. Ketika Tosu itu mendengar sajak ini, ia berdiri dan tersenyum, lalu menjura kepada In Hong.

   "Nona, ketika tadi bertemu dengan Suhengku Kim Sim San-Lojin, kepala penjaga, kau menyebut-nyebut nama Hek Moli. Sekarang, dihadapan Pinto, Sun Sim San-Lojin, kaupun kembali menyebut nama Hek Moli. Kau masih ada hubungan apakah dengan Hek Moli dan apakah kehendakmu datang disini?"

   "Dia adalah Guruku, yang telah kalian bunuh dengan cara amat curang! Mana Pek Ciang San-Lojin? Suruh dia keluar dan mempertanggung jawabkan perbuatan yang amat rendah dan curang daripada murid-muridnya!"

   "Nona, kau mengaku bernama Put Hauw Li (Anak perempuan Tidak Berbakti), sungguh sebuah nama yang tidak harum! Apalagi kalau ditambah dengan sepak terjangmu ini, sungguh sayang sekali Pinto terpaksa menyatakan bahwa masa -depanmu tidak begitu terang. Insaflah bahwa disini bukan tempat dimana kau boleh berbuat sesukamu. Kalau kau ada urusan, boleh katakan di depan Pinto dan akan Pinto pertimbangkan."

   "Tosu bau! Kau kira aku takut padamu? Kalau aku menurutkan hawa nafsu dan tidak mengindahkan Kun-Lun-Pai, apa kau kira aku perlu bertemu dengan ciang-bun-jin dari Kun-Lun-Pai? Tak usah banyak cakap dan jangan mencoba untuk memanaskan hatiku, lekas panggil keluar ciang-bun-jin dari partaimu!"

   "Nona, Pinto disini dan Pinto menjadi wakil ciang-bun-jin Kun-Lun-Pai!"

   Tiba-tiba terdengar suara yang halus dan berpengaruh dan tahu-tahu disebelah kiri telah berdiri seorang Tosu lain yang usianya sebaya dengan pembaca kitab tadi. Kembali In Hong harus mengaku bahwa gerakan Tosu inipun amat ringan dan cepat, maka diam-diam ia berlaku waspada dan insaf bahwa ia berada di tempat yang berbahaya, dimana terdapat banyak sekali lawan yang amat lihay.

   "Nona Put Hauw Li, Pinto Cu Sim San-Lojin mewakili Suhu untuk menanyakan maksud kedatanganmu,"

   Kata pula Tosu ini. In Hong menahan kemarahannya. Sekarang ia sudah melihat tiga orang Tosu yang telah menyebabkan kematian Gurunya, dan sebelum ia menjawab, seorang Tosu berjalan masuk melalui pintu depan dengan tindakan perlahan. Ketika In Hong melirik, ternyata bahwa Tosu ini adalah Kim Sim San-Lojin yang tadi ia jumpai di luar. Sekarang lengkaplah tiga orang Tosu pembunuh Gurunya! Namun, In Hong masih menahan kemarahannya dan tidak akan turun tangan sebelum ia men-dengar jawaban dari Ketua Kun-Lun-Pai, yakni Pek Ciang San-Lojin.

   "Kalian bertigaah yang bersekongkol dengan Pendeta-Pendeta busuk dari Go-bi, yang secara curang telah menewaskan Guruku! Bagaimana aku sudi bercakap-cakap dengan kalian? Lekas minta keluar Gurumu, Pek Ciang San-Lojin, kalau tidak, terpaksa aku akan masuk dan mencarinya sendiri!"

   Sikap In Hong ini membikin marah kepada Cu Sim San-Lojin yang biasanya amat sabar dan ramah.

   "Nona, harap kau jangan keterlaluan, jangan mendesak secara kurangajar. Guruku mana bisa keluar dari tempat samadhi sebelum waktunya, apalagi untuk menemui seorang anak kecil seperti kau? Tidak, nona, lebih baik kau ber-urusan dengan kami saja, dan segala apa akan beres."

   "Kalau aku memaksa masuk, kalian mau apa?"

   "Tak mungkin, kami seluruh anak murid Kun-Lun-Pai takkan membiarkan kau bertindak sewenang-wenang dan sesuka hati disini,"

   Kata Cu Sim San-Lojin dan tiga kali ia bertepuk tangan, maka dari segala jurusan muncullah Tosu-Tosu bermacam bentuk dan usia dan sebentar saja tempat itu telah penuh oleh Tosu yang jumlahnya tidak kurang dari tujuhpuluh orang! In Hong yang berhati keras dan tabah sekali, tidak menjadi gentar, sungguhpun ia tahu bahwa tak mungkin ia dapat menghadapi sekian banyaknya lawan yang rata-rata memiliki kepandaian silat tinggi.

   "Hm, nama besar Kun-Lun-Pai tidak tahunya hanya kesombongan palsu dan kosong belaka. Siapa orangnya di dunia kangouw mau percaya bahwa ratusan orang Tosu Kun-Lun-Pai hendak mengeroyok dan menakut-nakuti seorang gadis yang usianya baru sembilanbelas tahun?"

   Kata-kata ini ia ucapkan dengan suara keras sekali karena ia sengaja mengerahkan sinkangnya dan ia sengaja pula melebih-lebihkan dengan menyebut ratusan orang Tosu, padahal sebenarnya iapun tahu tidak ada begitu banyak. Pada saat itu, terdengar suara halus suara dan lambat seperti suara seorang anak kecil,

   "Ada apakah ribut-ribut ini? Aah, dalam kelenteng pun masih saja Pinto tak dapat mengaso tenteram!"

   Cu Sim San-Lojin dan kedua Sutenya, juga semua Tosu yang berada di lian-bun-thia itu, menjadi kaget sekali mendengar ini. Mereka semua lalu mengundurkan diri, berdiri di pinggiran sambil menundukkan kepala membungkukkan pinggang.

   Beberapa orang Tosu yang tadi berdiri membelakangi sebuah pintu, cepat-cepat pergi dari situ dan segera terbuka sebuah jalan. Didahului oleh suara berketuknya tongkat di lantai, muncullah seorang Tosu yang bertubuh tinggi besar, berwajah angker berpengaruh, usianya enampuluh tahun lebih, jubahnya lebar dan kepalanya memakai topi yang jarang sekali kelihatan dipakai oleh Tosu, sedangkan di punggungnya tergantung sebuah pedang pendek yang sarungnya indah sekali. Setelah tiba disitu, Tosu tua ini menyapu seluruh yang hadir dengan sepasang matanya yang tajam. Tak seorangpun Tosu disitu berani bergerak atau mengangkat kepala. Kemudian pandangan mata Tosu itu melirik ke arah In Hong. Ia nampak tak senang, mengerling tajam ke arah Cu Sim San-Lojin dan berkata, suaranya tidak halus dan lambat lagi, melainkan nyaring dan tajam menusuk,

   "Cu Sim, kau tidak memenuhi tugasmu dengan baik. Bagaimana ada seorang nona dapat memasuki lian-bu-thia?"

   Cu Sim San-Lojin menjadi merah mukanya dan ia memandang kepada In Hong dengan mata marah.

   "Suhu, dengan halus Teecu sekalian sudah mencoba untuk mencegahnya masuk, akan tetapi nona ini berkeras hendak bertemu dengan Suhu. Mohon Suhu sudi memaafkan Teecu sekalian,"

   Katanya dengan nada suara merendah. Mendengar kata-kata Cu Sim San-lojian ini, In Hong tidak ragu-ragu lagi. Inilah orangnya yang menjadi Ketua Kun-Lun-Pai, yang bernama Pek Ciang San-Lojin. In Hong melirik ke arah kedua tangan yang memegang tongkat dan benar saja seperti yang dituturkan oleh Gurunya dahulu, kedua tangan Tosu tua ini putih sekali seakan-akan tidak ada darah pada telapak tangan dan jari-jari itu. Inilah pula mengapa ia bernama Pek Ciang San-Lojin (Kakek Gunung bertangan putih).

   "Apakah kau yang menjadi ciang-bun-jin Kun-Lun-Pai dan bernama Pek Ciang San-Lojin?"

   Tanya In Hong kepada Tosu tua itu. Semua Tosu menjadi marah sekali karena sikap gadis ini benar-benar keterlaluan dan dianggap amat kurangajar. Pek Ciang San-Lojin memutar tubuh menghadapi In Hong, sepasang alisnya yang tebal itu bergerak dan matanya memandang tak senang.

   "Kau siapakah?"

   Bentaknya.

   "Suhu, dia mengaku bernama Put Hauw Li, murid dari iblis wanita Hek Moli,"

   Kata Cu Sim San-Lojin.

   "Pantas, pantas... Orang seperti dia mana bisa mempunyai murid yang tahu aturan? Nona, kau sudah melakukan pelanggaran besar, memaksa masuk ke dalam kelenteng kami. Kau berkeras hendak bertemu dengan Pinto, ada urusan apakah?"

   Melihat sikap Ketua Kun-Lun-Pai yang keras ini, hati In Hong sudah menjadi mendongkol sekali, maka iapun tidak memperlihatkan sikap merendah, suaranya terdengar kering dan ketus ketika menjawab,

   "Totiang, aku datang kesini untuk menuntut agar kau sebagai ciang-bun-jin di Kun-Lun-Pai, mengadili murid-muridmu yang secara curang telah membunuh Guruku Hek Moli. Kalau aku tidak memandang muka perkumpulan dan Ketuanya, apakah aku perlu susah-susah bertemu denganmu? Aku tidak ingin turun tangan sendiri dan menyerahkan hukuman kepada tiga orang muridmu yang curang dan licik itu ke dalam tanganmu sendiri."

   Pek Ciang San-Lojin tiba-tiba berubah air mukanya, tidak keren dan mengeras seperti tadi, kini ia tersenyum, agaknya geli mendengar kata-kata ini.

   "Nona, kalau tidak melihat bahwa kau masih begini muda, masih terhitung anak-anak hijau, tentu ucapanmu ini akan menimbulkan sangkaan bahwa kau sudah gila. Kaupikir kau ini siapakah dapat memerintah Pinto dan kami sekalian anak murid Kun-Lun-Pai untuk berbuat apa yang kau kehendaki? Gurumu Hek Moli bukanlah orang baik-baik, dia yang mencari keributan disini. Kemudian, iapun menyerbu pelbagai partai persilatan dan sudah melukai serta membunuh entah berapa banyak orang. Akhir-akhir ini, dalam sebuah pibu ia tewas, hal sudah sewajarnya. Mengapa kau penasaran?"

   "Akan tetapi Guruku tewas karena keroyokan tiga orang muridmu. Apakah perbuatan ini pantas? Bukankah itu perbuatan yang pengecut sifatnya?"

   Pek Ciang San-Lojin mengerutkan keningnya dan suaranya keren lagi seperti tadi,

   "Hek Moli jahat, jahat dan ganas, mencoba untuk menjatuhkan nama Go-Bi-Pai dan Kun-Lun-Pai dengan mengandalkan kepandaiannya. Biarpun dia berkepandaian tinggi, kalau dia jahat sudah menjadi kewajiban Kun-Lun-Pai untuk membasminya. Di dalam sebuah pibu tanpa perjanjian, seorang menghadapi banyak lawan bukanlah hal aneh. Empat orang Go-Bi-Pai tewas dan sebaliknya Hek Moli juga tewas, apa anehnya dalam sebuah pibu ada akibat terluka ataupun tewas? Sekarang kau sebagai murid Hek Moli, sudah melaku-kan pelanggaran, memasuki kelenteng secara kasar dan seperti orang yang memancing permusuhan. Akan tetapi oleh karena Pinto mempertimbangkan bahwa kau masih muda sekali, biarlah kali ini Pinto memberi ampun dan kau boleh lekas-lekas enyah dari sini!"

   In Hong marah sekali dan ia membanting-banting kakinya dengan gemas sebelum menjawab,

   "Pek Ciang kau terlalu menghina Guruku dan aku sendiri! Kau anggap bahwa Guruku sudah tewas dalam sebuah pibu, baik. Sekarang aku muridnya pun datang untuk menantang pibu kepada kau dan siapa saja tokoh Kun-Lun-Pai, hendak kulihat sampai dimana kepandaiannya maka berlagak sombong. Kalian mau maju seorang lawan seorang boleh, mau maju semua mengeroyokku pun baik, aku menyediakan nyawaku untuk membalas sakit hati Guruku!"

   Setelah berkata demikian, In Hong mencabut pedang Liong-gan-kiam dan bersiap-sedia menghadapi lawan!

   "Perempuan liar, jangan kurangajar!"

   Bentak Sun Sim San-Lojin yang menjadi marah sekali melihat sikap dan mendengar kata-kata In Hong terhadap Suhunya. Ia menyerang dengan hud-timnya dan ujung kebutan itu meluncur ke arah pundak In Hong untuk menotok jalan darah, sedangkan tangan kirinya bergerak hendak merampas pedang. Tosu ini sudah tahu akan kelihayan Hek Moli, akan tetapi terhadap murid Hek Moli, seorang gadis yang masih begitu muda, tentu saja ia memandang ringan. Akan tetapi, dilain saat Tosu ini mencelat mundur dengan muka pucat. Kebutannya telah terbabat putus oleh pedang nona itu dan kalau tadi ia tidak lekas-lekas mempergunakan gerakan Pek-liong-hoan-sin (Naga putih membalikkan tubuh) dan melompat ke belakang, tentu tangan kirinya akan terbabat putus pula! Demikian cepat dan ganasnya gerakan pedang di tangan gadis itu.

   "Begitu sajakah kelihayan Tosu Kun-Lun-Pai?"

   In Hong yang tidak mengejar, tersenyum mengejek dengan sikap menantang.

   "Hayo siapakah lagi yang mau main-main?"

   Cu Sim San-Lojin dan Kim Sim San-Lojin marah sekali dan mereka sudah siap untuk turun tangan dan senjata mereka sudah disiapkan pula. Akan tetapi Pek Ciang San-Lojin berkata,

   "Biar Pinto sendiri memberi hajaran kepada nona yang kejam dan ganas ini!"

   Guru besar ini dari gerakan tadi sudah maklum bahwa ilmu pedang dari In Hong amat ganas dan cepat, dan kiranya kepandaian nona ini sudah mengimbangi kepandaian Hek Moli. Kekalahan Sun Sim San-Lojin dalam segebrakan tadi biarpun terjadi karena Sun Sim San-Lojin kurang berhati-hati dan memandang terlampau rendah kepada lawan, namun sudah merupakan hal yang amat memalukan. Kalau kedua muridnya yang lain maju kemudian kalah oleh nona yang masih ini, bukankah itu akan mencemarkan nama baik Kun-Lun-Pai? Maka, dalam penasaran dan malunya, Pek Ciang San-Lojin sampai melupakan kedudukannya yang tinggi dan mau turun tangan sendiri menghadapi seorang lawan yang patut menjadi murid cucunya. Mendengar ucapan Pek Ciang San-Lojin, In Hong juga berlaku waspada.

   Memang kepandaiannya sudah hampir menyamai kepandaian Gurunya, bahkan dalam kecepatan ia mungkin masih menang, sungguhpun tenaga lweekangnya memang masih jauh daripada memuaskan. Dahulu Gurunya baru roboh setelah dikeroyok tiga oleh Kun-Lun Sam-lojin dengan bantuan Tosu-Tosu Go-Bi-Pai pula, maka sekarang menghadapi tiga orang tokoh Kun-Lun-Pai itu ia tidak takut sama sekali, biarpun andaikata akan dikeroyok tiga. Akan tetapi sekarang Pek Ciang San-Lojin sendiri yang akan maju. Menghadapi-nya dan inilah lain lagi! Sebagai Ketua partai Kun-Lun-Pai, In Hong percaya bahwa kepandaian Tosu tua ini pasti luar biasa sekali, maka ia harus menghadapinya dengan hati-hati. Diam-diam tangan kiri gadis ini merogoh segenggam pasir hitam, senjata rahasianya yang disebut toat-beng-hek-kong (sinar hitam pencabut nyawa)! Pada saat itu terdengar suara,

   "Sreeek... Sreeek... Sreeek...!"

   Dan masuklah seorang Tosu tua sambil menyeret sapunya yang menerbitkan suara itu ke dalam ruangan lian-bu-thia. Dia ini bukan lain adalah Tosu tua tukang menyapu pekarangan depan yang tadi bekerja sambil bernyanyi-nyanyi dan tertawa-tawa seorang diri seperti orang gendeng. Kini, Tosu yang lebih tua dari Pek Ciang San-Lojin ini, yang sudah tujuhpuluh tahun lebih usianya, menghampiri In Hong sambil menyeret sapunya.

   "Tugasku sebagai tukang sapu disini, membersihkan segala kekotoran. Kalau masih ada aku disini, mengapa ciang-bun-jin harus turun tangan sendiri menyapu sehelai daun muda yang melayang turun mengotori ini? Biarkan aku tua bangka mengerjakannya."

   Pek Ciang San-Lojin tadi sudah siap dengan tongkatnya untuk memberi hajaran kepada In Hong. Melihat datangnya Tosu tua ini, ia segera melangkah mundur dan mukanya berobah merah. Baru ia insaf bahwa tadi ia terlalu terburu nafsu dan hampir saja ia merendahkan nama Kun-Lun-Pai. Bagaimana akan kata orang-orang kangouw kalau mereka mendengar betapa untuk mengusir seorang gadis muda yang datang mengacau, ciang-bun-jin dari Kun-Lun-Pai sendiri sampai turun tangan? Hal ini sama saja dengan mengaku kepada dunia bahwa Kun-Lun-Pai sudah kehabisan orang pandai!

   "Susiok (Paman Guru) memperingatkan Teecu dan datang membantu, itulah bagus sekali!"

   Kata Pek Ciang San-Lojin dengan wajah berseri. Tidak saja ia terbebas dari keadaan yang memalukan dan merendahkan kedudukannya, juga kalauKakek tua ini maju, pasti segalanya akan beres. Andaikata Paman Gurunya ini sampai kalah oleh In Hong, maka kiranya tidak ada orang lain disitu yang akan dapat memenangkannya! Tosu tua tukang sapu itu lalu membalikkan tubuh menghadapi In Hong, tersenyum-senyum dan matanya yang sipit itu berkejapan aneh.

   "Kau murid Hek Moli? Mari kuantar kau keluar kembali, tak baik berada disini, di antara puluhan orang pria, sedangkan kau seorang gadis muda. Ha, ha, ha!"

   Kata-kata ini diterima oleh In Hong sebagai penghinaan maka ia menjadi marah sekali.

   "Tosu bau yang berotak miring. Kau juga ingin mampus? Lihat pedang!"

   Seru In Hong marah dan pedangnya cepat sekali menusuk ke arah leher Tosu tua itu. Gerakan serangan ini luar biasa cepatnya sehingga diam-diam Pek Ciang San-Lojin terkejut. Benar-benar seorang gadis yang lihay sekali, pikirnya, dan baiknya yang menghadapinya adalah susioknya. Maka ia tidak merasa khawatir sedikitpun, tahu akan kelihayan susiok itu. Sebaliknya, In Hong terkejut bukan-main ketika tiba-tiba ujung pedangnya itu telah "Ditangkap"

   Oleh sapu. Sapu itu membelit ujung pedangnya dan betapapun ia membetot, tak berhasil ia melepaskan pedang dari libatan ini. Ia tahu bahwa tenaga lweekangnya jauh lebih rendah daripada tenagaKakek aneh ini, maka diam-diam ia merasa gelisah sekali.

   "Lepaskan pedang!"

   Serunya dan kaki kirinya menendang ke arah gagang sapu lawannya. Tosu tua itu menangkis dengan tangan kiri dan begitu kaki itu bertemu dengan lengan siKakek, In Hong terhuyung-hujung dan saat itu dipergunakan oleh Tosu itu untuk menarik sapunya dengan tenaga lweekang yang hebat sekali sehingga In Hong tak dapat menahan dan pedangnya terampas! Bukan main marahnya gadis ini, sedangkan para Tosu disitu tersenyum-senyum girang. Juga Pek Ciang San-Lojin tersenyum girang dan diam-diam memuji kelihayan susioknya yang aneh ini.

   Akan tetapi kegirangan mereka itu terganti dengan kekagetan hebat ketika tiba-tiba tangan kiri In Hong yang marah menyambar dan sinar hitam menyambar ke arah tubuh Tosu tua tadi. Tosu ini nampak terkejut, mengayun sapu dan lengan baju untuk menyampok pasir beracun itu. Akan tetapi, biarpun sebagian besar pasir itu dapat ditangkis, masih ada yang menembus ujung lengan baju dan melukai lengannya. Untuk beberapa detik Tosu tua ini terhuyung-uyung dengan muka pucat! Akan tetapi, dilain saat, Tosu itu mengeluarkan seruan keras, tubuhnya melayang ke arah In Hong dan sapunya menyambar. In Hong mengelak, namun kakinya masih terlibat oleh sapu dan tubuh gadis ini terguling! Dilain saat,Kakek tua ini sudah mengempit tubuhnya dan sambil membawa tubuh gadis itu keluar, ia tertawa-tawa dan berkata,

   "Biar aku melempar keluar daun ini, ha, ha, ha!"

   Semua Tosu menarik napas lega, akan tetapi diam-diam Pek Ciang San-Lojin menjadi gelisah sekali. Ciang-bun-jin dari Kun-Lun-Pai ini maklum bahwa susioknya telah terkena sambaran senjata rahasia yang amat lihay. Ia pernah mendengar bahwa Hek Moli memiliki senjata rahasia toat-beng-hek-kong dan kiranya tadilah senjata rahasia itu, diperlihatkan oleh muridnya dan benar-benar hebat sekali sehingga susioknya yang berilmu tinggi masih terkena juga.

   "Cu Sim, kau lihatlah keadaan susiok-couwmu itu dan kalau ia terluka, lekas memberi laporan agar dapat berusaha mengobatinya!"

   Cu Sim San-Lojin menyatakan baik lalu keluar dari ruangan itu. Tosu-Tosu lain lalu bubaran, melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Memang mereka sudah amat terlatih, cepat berkumpul apabila dibutuhkan dan tenang kembali setelah peristiwa selesai. Betapapun In Hong meronta dan mengerahkan tenaga, ia tidak mampu melepaskan diri dari kempitan lengan Tosu tua itu yang setelah keluar dari kelenteng, berlari cepat sekali sehingga sebentar saja sudah tiba di lereng gunung. Kemudian ia melepaskan nona itu sambil tersenyum dan berkata,

   "Nona, kalau tidak teringat akan mendiang Gurumu, siapa sudi menolongmu dan rela membiarkan lenganku terkena toat-beng-hek-kong?"

   Katanya dan dari dalam saku bajunya ia mengeluarkan sebungkus obat, terus mengobati luka yang diakibatkan oleh pasir-pasir hitam. Melihat obat ini, In Hong terkejut. Itulah obat pemunah pasir hitam yang dibuat oleh Gurunya sendiri, yang juga berada di dalam bungkusan pakaiannya. Darimana Tosu ini mendapatkan obat itu?

   

Kumbang Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini