Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Pedang Terbang 12


Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Bagian 12



Kwa Lian memandang kekasihnya.

   "Kenapa, Seng Gun? Orang ini berbahaya sekali, kalau dia bicara dan orang lain mendengarkan omongannya, bisa celaka semua rencana kita."

   "Justeru itu tidak boleh dibunuh. Akan tetapi kalau dia dibuat tidak mampu bicara dan tidak mampu mendengar, tidak mampu melihat, tidak akan ada yang percaya kepadanya."

   "Maksudmu?"

   Kwa Lian memandang, lalu maklum dan iapun menubruk dan merangkul, lalu mencium pemuda itu dengan girang.

   "Ah, engkau memang cerdik bukan main!"

   Seng Gun hanya tertawa ha-ha-he-he, lalu menghampiri Tio Ki Bhok. Pemuda tolol ini agaknya dapat menduga bahaya apa yang mengancam dirinya karena ketika itu dia sudah siuman kembali. Dia menjadi pucat, terbelalak dan meng geleng-geleng kepala. Akan tetapi sekali tangan Seng Gun bergerak, jari-jari tangannya sudah menusuk ke arah teng-gorokan. Hanya terdengar bunyi "krok"

   Dan tulang tenggorokan menjadi remuk, membuat pemuda itu tidak dapat mengelu arkan suara lagi.

   Dia membuka mulut lebar-lebar untuk menjerit, akan tetapi tidak mengeluarkan suara. Seng Gun mengelebatkan golok sambil menangkap lidah Tio Ki Bhok dan l idah itupun putus! Dua kali lagi tangannya bergerak, sekali ke arah mata dan sekali lagi ke arah bawah telinga dan pemuda itu sudah menjadi seorang tapadaksa yang paling tidak berguna di dunia. Dia tidak mampu lagi bicara, tidak dapat mendengarkan dan tidak dapat melihat. Darah membasahi mulut, mata yang berlubang, dan telinga, dan diapun pingsan.

   Pada saat itu, hati Tio Hui Po merasa tidak enak. Tadi dia teringat akan puteranya. Satu-satunya orang di dunia ini yang dekat dengannya, biarpun bodoh. Dia lalu keluar dari kamarnya dan memanggil-manggil. Ketika tiba di dekat kamar Seng Gun, pintu kamar itu terbuka dan Seng Gun muncul. Cepat dia memberi hormat kepada gurunya.

   "Suhu, suhu mencari siapakah?" "Pangcu, kau melihat Tio Ki Bhok?"

   "Sute? Ada teecu melihatnya, suhu. Mari teecu antar, kalau tidak salah dia berada di bangunan bawah tanah."

   "Kenapa berada di sana?!"

   "Entahlah, suhu. Akhir-akhir ini dia sering termenung di ruang tahanan kosong di bawah tanah itu."

   "Aneh...."

   Kata Tio Hui Po akan tetapi dia mengikuti Seng Gun menuju ke bangunan bawah tanah. Bangunan ini berada di belakang, dan biasanya dipergunakan untuk mengeram tawanan yang berbahaya, Akan tetapi sudah lama tidak ada tawanan yang dikeram di tempat itu.

   Mereka menuruni lorong yang menurun ke bawah tanah. Tempat itu menyeramkan, diterangi dengan obor-obor"

   Yang dipasang di dinding, dan dinding batu itu lembab dan dingin. Setelah tiba di ruangan paling dalam, Seng Gun berjalan di belakang membiarkan gurunya berjalan di depan.

   Tio Hui Po melihat puteranya ber ada di ruangan tahanan, bersandar pada dinding dan keadaannya amat menyedihkan. Mukanya penuh darah yang keluar dari hidung mulut mata dan telinga! Dan puteranya itu agaknya pingsan.

   "Ki Bhok!"

   Tio Hui Po masuk ke ruangan itu dan menghampiri puteranya.

   "Klikk!"

   Daun pintu besi ruangan yang luas itu tertutup. Tio Hui Po menengok dan melihat Seng Gun sudah berdiri di dalam bersama seorang wanita yang dikenalnya sebagai Bi-sin-li-ong Kwa Lian, orang termuda dari Bu-tek Ngo Sin-liong, Mereka berdiri sam-bil tersenyum mengejek.

   "Seng Gun, apa artinya ini! Kena pa Ki Bhok menjadi luka begini?"'

   "Tanyakan saja kepadanya sendiri!"

   Kata Seng Gun dengan suara mengejek.

   Tio Hui Po mengguncang pundak puteranya.

   "Ki Bhok, kau kenapa? Siapa yang melukaimu?"

   Pemuda itu menggerakkan tubuhnya, matanya sudah buta, mulutnya tak dapat bicara dan telinganya tuli. Dia hanya bisa menggerakkan telunjuknya, menuding ke arah Seng Gun.

   Tio Hui Po memeriksa keadaan puteranya dan ia mengeluarkan jerit ngeri ketika melihat keadaan puteranya yang sebenarnya. Puteranya lebih baik mati dari pada hidup! Dia meloncat ganas dan memandang kepada Seng Gun dengan mata memancarkan api kemarahan.

   "Seng Gun, apa yang terjadi dengan keponakanku?

   "Ha-ha-ha, keponakan? Tio Hui Po Ki Bhok itu bukan keponakanmu, melain-kan anak gelapmu dengan Ang-lian"pang-cu yang bernama Siang-cu Sian-li...."

   "Tapi ia bibimu?"

   "Bibi kakiku! la mati karena kami yang membunuhnya dan kami sudah mengetahui rahasia busukmu dengannya."

   Tio Hui Po terbelalak, marahnya sudah sampai ke ubun"ubun, akan tetap' diapun penasaran dan ingin tahu.

   "Tapi tapi.... kau menyusup ke Nam-kiang-pang, malah engkau menerima warisan Thian-te To-hoat dan engkau ah, kalau begitu, Ciu Kang Hin juga hanya menjadi korban fitnahmu!"

   "Ha-ha-ha, engkau pintar, akan tetapi terlambat, Tio Hui Po. Sekarang aku yang menjadi ketua Nam-kiang-pang, dan kau boleh tinggal di sini selamanya dengan anakmu, ha-ha!"

   "Tapi... tapi... kenapa? Siapakah sebenarnya engkau?"

   "Ha-ha, sekarang tidak ada persoalan kalau engkau mengenalku, Tio Hui Po. Aku adalah putera An Lu Shan, nama ku An Seng Gun. Aku cucu Kwi-jiauw Lo-mo Tong Lui. Aku ingin mendirikan kembali kejayaan ayahku yang sudah runtuh Dan karena aku membutuhkan nama Nam-kiang-pang maka aku ingin menguasainya Ang-lian-pang kami basmi karena tidak mau tunduk kepada kami. Hoat-kauw adalah sekutu kami. Juga kami akan mempergunakan Nam-kiang-pang untuk membasmi Beng-kauw dan mengadu-domba semua perkumpulan yang tidak mau bekerja sama dengan kami!"

   "Jahanam keparat.....! Kau iblis "

   Tio Hui Po mencabut goloknya dan menyerang bekas murid itu dengan jurus dari Thian-te To-hoat.

   Akan tetapi Seng Gun yang baru saja menamatkan ilmu golok itu, tentu saja mampu menangkis, apa lagi di tangannya terdapat golok pusaka yang turun temurun dimiliki para ketua Nam-kiang-pang. Biarpun demikian, andaikata Seng Gun tidak sudah mempelajari ilmu dari kakeknya, dan di situ tidak terdapat Kwa Lian, belum tentu dia akan berani menandingi gurunya yang sudah banyak pengalaman dan terkenal sebagai seorang gagah di dunia kangouw.

   Tio Hui Po mengamuk dengan golok nya, kini dikeroyok dua oleh Seng Gun dan Bi-sin-liong Kwa Lian. Baru ting-kat kepandaian Kwa Lian saja sudah sebanding dengan tingkatnya, apa lagi di situ ada Seng Gun yang mengenal semua jurus gerakan goloknya, maka setelah mengamuk selama tigapuluh jurus, akhirnya Tio Hui Po terkena sabetan pedang beronce merah dari Bi-sin-liong Kwa Lian.

   Sabetan pedang itu tepat mengenal pergelangan tangan kanannya, membuat lengan itu buntung dan goloknya terlepas! Serangan susulan dari suling dan golok di tangan Seng Gun membuat bekas ketua Nam-kiang-pang ini terjungkal dengan luka di pundak oleh bacokan golok dan tusukan suling perak pada lambungnya. Dia tidak mampu bangkit lagi.

   Seng Gun tertawa.

   "Ha-ha-ha, tinggallah kau di sini menemani putera mu, Tio Hui Po. Jangan khawatir, setiap hari akan kusuruh orang mengantar makanan untukmu!"

   Setelah berkata demi kian dia menggandeng Kwa Lian keluar dari ruangan itu dan menguncikan pintu nya dari luar.

   Dapat dibayangkan hebatnya penderitaan Tio Hui Po, derita yang dialami itu amat berat, bukan hanya derita lahir melainkan derita batin. Nyeri badan dapat ditanggung oleh"

   Laki-laki yang gagah perkasa ini, akan tetapi nyeri di hatinya membuat dia hampir putus asa. Akan tetapi dia mempunyai semangat besar.

   Dia menggunakan tangan kirinya untuk mengobati luka-lukanya, kemudian melihat keadaan puteranya, dia tahu bahwa jalan satu-satunya bagi puteranya hanyalah kematian. Dia menyambar goloknya dengan tangan kiri dan memejamkan mata ketika goloknya me nyambar ke depan dan menembus jantung puteranya. Setelah puteranya roboh tak bernyawa lagi, barulah dia berlutut dan menangis sambil menciumi muka yang masih berlumuran darah itu.

   Dia duduk bersila. Terbayang olehnya semua sikapnya yang keliru selama ini terhadap Ciu Kang Hin. Ah, betapa buta dia! Percaya sepenuhnya kepada Seng Gun dan sebaliknya malah mencurigai Kang Hin! Dia merasa menyesal bukan main. Penyesalan yang selalu kasep datangnya. Penyesalan menyusul setiap kali perbuatan mendatangkan akibat yang buruk. Kalau tidak berakibat buruk, betapapun jeleknya perbuatan itu tidak akan mendatangkan penyesalan. asal tidak ada gunanya, karena sesal hanya menunjukkan kekecewaan dari tidak tercapainya keinginan.

   Penyesalan tidak mendidik dan tidak menyadarkan. Apakah artinya kesadaran setelah perbuatan dilakukan? Perbuatan itu akan terulang kembali dan penyesalannyapun akan terulang kembali. Akan tetapi bagi orang yang waspada akan tindakannya sendiri setiap saat, bagi orang yang selalu bersandar kepada kekuasaan Tuhan, kesadaran akan datang"

   Sebelum dia berbuat, sehingga tidak menimbulkan penyesalan yang sudah terlambat.

   Dan semenjak hari itu, Seng Gun sepenuhnya berkuasa atas Nam-kiang-pang. Dia bahkan membasmi orang-orang yang tidak mau tunduk dan yang masih terus menanyakan tentang Tio Hui -po sehingga akhirnya Nam-kiang-pang tinggal orang-orang yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan Seng Gun. Dan tentu saja hubungan dengan Hoat"kauw menjadi semakin erat, bahkan Hoat-kauw yang tadinya berpusat di Bukit Ayam dekat dusun Li-bun, yang sudah diobrak-abrik pasukan, kini dipindahkan ke Nam-kiang-pang!

   Ciu Kang Hin merasa bagaikan dalam mimpi. Kepalanya berdenyut-denyut nyeri dan panas dan tadi ketika dia roboh, tiba-tiba saja tubuhnya terangkat tanpa dia berdaya untuk melawan, dan tubuh itu diterbangkan orang tanpa dia dapat melihat jelas bagaimana caranya dan siapa orang itu. Dia sudah pingsan dalam pondongan dan tidak tahu bahwa dia di bawa pergi jauh sekali dari tempat itu dan baru orang yang memondongnya berhenti ketika mereka tiba di atas sebuah bukit bambu yang sunyi. Pemondongnya menurunkan tubuhnya di. atas petak rumput yang bersih tebal dan memeriksa dirinya.

   Ketika mendapat kenyataan bahwa ada dua bintik kecil berwarna hitam di dahi pemuda itu, si penolong lalu membungkuk, menggunakan mulutnya untuk mengecup bintik di dahi, menggunakan kekuatan saktinya untuk menyedot. Setelah beberapa lamanya, berhasil juga dia menyedot keluar dua batang jarum hitam halus. Dia masih terus menyedot sampai darah yang keluar dari dahi itu berwarna merah. Lalu dia menggunakan dua telapak tangannya, ditempelkan di dada Kang Hin dan menggunakan sin-kang disalurkan ke dalam dada untuk membantu pemuda itu membersihkan diri nya dari hawa beracun.

   Matahari telah mulai tenggelam ketika akhirnya Kang Hin tersadar. Dia mendapatkan dirinya tergantung di pohon bambu besar, tergantung pada kedua kakinya dengan kepala di bawah! Kang Hin terkejut, masih. nanar sehingga belum ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya. Kepalanya masih pening. Perlahan-lahan dia membuka kedua matanya. Tak salah lagi. Dia di.gantung orang di pohon itu dengan kedua kaki. di atas dan kedua tangannya diikat! Ketika dia melihat ke bawah, dia melihat seorang pemuda duduk dekat api unggun dan sedang makan paha ayam hutan bakar! Lezatnya baunya ayam panggang itu. Biarpun tubuhnya terasa sakit-sakit, mengilar juga Kang Hin mencium bau kesedapan itu.

   Kang Hin seorang pemuda yang cerdik. Biarpun dia masih pening, dia mampu mempergunakan otaknya mempertimbang kan keadaan dan mengambil kesimpulan. Pemuda itu tidak drkenalnya, bukan seorang di antara para pengeroyoknya tadi, pakaian sederhana dan bersih, Tubuhnya tinggi tegap, wajahnya jantan, rahang dan dagunya keras akan tetapi matanya lembut dan kocak, mulutnya selalu terhias senyum. Bukan wajah seorang jahat.

   Dan dia tadi mestinya mati, karena sudah terluka oleh senjata rahasia, dan kenyataan bahwa dia berada di sini, biarpun tergantung tapi belum mati membuktikan bahwa dia tentu sudah ditolong orang. Siapa lagi orangnya kalau bukan pemuda itu? Kalau pemuda itu orang jahat yang memusuhinya, perlu apa bersusah payah lagi? Membunuh dia akan mudah sekali. Tidak, dia bukan orang jahat dan tidak bermaksud membunuhnya. Kang Hin yakin akan hal ini.

   "Sobat, ayammu gurih sekali baunya. Boleh aku minta sedikit?"

   Pemuda itu nampak terkejut.

   "Hen......? Hah.....? Apa...

   "apa kaukata?"

   Dia menoleh ke kanan kiri seperti orang bingung.

   Kini pemuda itu menengadah, lalu bangkit berdiri. Ternyata tubuhnya tegap sekali, dadanya bidang dan matanya mencorong. Pemuda itu adalah Sia Han Lin. Dia sedang menuju ke Bukit Hari-mau untuk menyelidiki Hoat-kauw yang mengadakan pertemuan dan pesta ketika dia lewat di tempat itu dan secara kebetulan sekali melihat Kang Hin terancam maut di tangan tiga orang yang lihai bukan main'.

   Biarpun dia belum mengenal Kang Hin, namun tidak mungkin dia dapat membiarkan saja orang dikeroyok dan dibunuh apa lagi orang yang memiliki kepandaian hebat seperti pemuda itu. Dia menggunakan ilmu sihirnya mendatangkan angin, lalu menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk menyambar dan melarikan tubuh Kang Hin yang setengah pingsan.

   Han Lin memang terkejut bukan main. Tak disangkanya pemuda yang ditolongnya itu akan menegur minta ayam panggang! Betapa lucunya. Dan diapun tertawa. Tadi, setelah menyedot keluar dua batang jarum beracun, dia melihat betapa kuatnya racun itu dan kalau dibiarkan akan dapat mengganggu kewarasan otak pemuda itu.

   Maka, dia lalu menggantung Kang Hin dengan kepala di bawah untuk memberi kesempatan kepada darah di tubuh Kang Hin mengalir seba-nyaknya ke kepala dan darah itu akar dengan sendirinya melawan pengaruh racun yang dapat merusak jaringan otak. Siapa kira, pemuda itu siuman dan minta bagian daging ayam karena lapar! Sesungguhnya seorang pemuda yang menyenangkan, pikir Han Lin, dan jelas bukan orang jahat.

   "Sobat, sayang sekali. Engkau terpaksa berpuasa semalam ini. Tahukah kau, kalau aku memberimu paha ayam ini sama saja aku membunuhmu? Engkau keracunan hebat, dan bergantung terbalik itulah satu-satunya jalan untuk menyembuhkanmu. Engkau tidak boleh banyak bergerak, apa lagi makan. Besok pagi setelah matahari terbit baru engkau boleh turun dan engkau akan sama sekali sembuh. Aku akan membuatkan sarapan yang lezat untukmu. Nah, sekarang kau boleh tidur!"

   Kang Hin tertegun. Ah, jadi Ini kah cara pengobatan itu.

   "Kawan, siapa namamu?"

   "Heii, untuk banyak bicarapun kau dilarang. Tentang nama, besok pagi kita berkenalan juga belum terlambat, bukan? Nah, istirahatlah, bungkus pikiranmu dalam keheningan malam."

   Kang Hin dapat merasakan kesungguhan di balik kata-kata yang seperti kelakar itu, dan diapun mematuhinya. Dia segera menenteramkan hatinya, membenamkan diri dalam keheningan.

   Keruyuk ayam jago membangunkan Kang Hin dari tidurnya. Kepalanya berdenyut-denyut akan tetapi tidak nyeri lagi dan begitu dia sadar hidungnya mencium bau yang amat sedap sehingga dia membuka matanya. Matahari telah mulai nampak cahayanya dan dia melihat pemuda tadi sedang memanggang seekor rusa kecil yang ditusuk dari mulut ke ekornya.

   Panggang rusa itulah agaknya yang mengeluarkan bau sedap tadi, yang membangunkannya bersama keruyuk ayam jantan.

   Han Lin mendongak dan memandang, lalu tertawa.

   "Ha-ha, kiranya engkau sudah bangun. Alangkah tajam ciuman hidungmu!."

   "Dan kau! Alangkah kejamnya hatimu. Orang yang sejahat"jahatnya engkau!"

   Terdengar bentak nyaring dan lembut. Dan bagaikan seekor garuda menyambar, seorang wanita telah menerjang dan menempiling kepala Han Lin.

   "Wan! 'Han Lin menjatuhkan diri dan bergulingan di atas rumput, menghindarkan diri dari serangan itu.

   "Jangan galak-galak, nona."

   Akan tetapi gadis itu yang ternyata seorang gadis cantik jelita, berusia tidak lebih dari sembilanbelas tahun, menjadi penasaran ketika tamparannya tadi luput. la membalik dan kini menyerang lagi dengan tendangan kaki. Han Lin dapat merasakan betapa tendangan itu mengandung tenaga sinkang yang amat dahsyat. Maka, diapun mengerahkan tenaga dalamnya dan menangkis.

   "Dukk!"

   Akibatnya, keduanya terdorong ke belakang dan merasa tubuh mereka tergetar hebat. Keduanya tertegun dan baru maklum bahwa lawan adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi.

   Maka, gadis itu yang bukan lain adalah Yang Mei Li, menjadi penasaran dan mencabut sepasang pedang terbangnya.

   "

   Eh, nanti dulu, aku tidak ingin berkelahi!"

   Kata Han Lin sambil duduk kembali ke depan panggang rusanya Akan tetapi hal ini dianggap sebagai sikap memandang rendah oleh Mei Li, maka ia mengelebatkan pedangnya.

   "Hayo bangkit dan lawanlah, atau aku akan menggunduli kepalamu!"

   Mendengar ini, Han Lin terbelalak. Suasananya saat itu setelah gadis tadi mengeluarkan ancaman, terasa begitu lucu oleh Han Lin sehingga dia tertawa. Mana ada lawan mengancam musuh dengan penggundulan rambut? "Ha-ha, engkau hendak menggunduli rambut-ku? Berapa biayanya? Apakah engkau tu-kang cukur?"

   Sejenak Mei Li terbelalak, lalu mukanya menjadi merah. la menganggap pemuda itu mempermainkannya, maka ia menggerakkan pedangnya yang kiri. Pedang menyambar, Han Lin mengelak, pedang mengejar dan benar-benar mengancam kepalanya. Terpaksa dia berloncatan.

   "Eh! Oh! Nanti dulu, rusa panggang ku ah, wah celaka, bisa hangus.."

   Akan tetapi kini Mei Li sudah marah dan terus mendesak. Karena Mei Li bukan ahli silat biasa, betapapun lihainya tentu saja Han Lin tidak bisa hanya main mengelak saja. Terpaksa dia menyambar tongkat yang tadinya dia letakkan di atas tanah. Akan tetapi dia tidak ingin memamerkan iImu tongkat Lui-tai-hong-tung yang dia pelajari dari Lojin.

   IImu tongkat itu terlalu dahsyat Maka dia lalu menggerakkan tongkatnya memainkan ilmu Hong-in Sing-pang untuk menangkis sepasang pedang yang mengaung-ngaung dan menyambar"nyambar seperti dua ekor burung garuda itu. Namun, semua gerakan tongkatnya itu seperti terkepung dan terdesak oleh sepasang pedang, maka diapun mengubah lagi permainan tongkatnya. Biarpun tahu bahwa lawan amat hebat, dia masih belum mau mengeluarkan Lui-tai-hong-tung, melainkan kini memainkan tongkatnya seperti memainkan pedang saja, dengan ilmu pedang Sian-li Kiam-sut.

   Setelah dia main beberapa jurus, Mei Li meloncat ke belakang dan berseru.

   "Tahan...,..!

   Mei Li memandang heran, akan tetapi Han Lin tidak perduli. Dia segera membuang tongkatnya dan lari menghampiri panggang rusa, memutarnya agar tidak hangus dan tersenyum puas.

   "Dari mana engkau mempelajari Sian-li Kiam sut?"

   Bentak Mei Li sambil memandang tajam.

   Han Lin tersenyum dan menjawab.

   "Nona, apakah nona ini seorang puteri kaisar, atau puteri raja di hutan ini?"

   "Eh! Kenapa?"

   "Nona bersikap seperti puteri yang memerintah, menuntut dan.memeriksa pesakitan. Nona puteri dari mana?"

   Tanya Han Lin sambil tetap melanjutkan pekerjaannya memutar-mutar daging rusa sehingga dapat terpanggang rata. Karena perhatian Han Lin sepenuhnya tertuju kepada. panggang rusa, nau tidak mau Mei Li juga memandang kepada panggung rusa itu dan ia menalan ludah.

   Sungguh pemandangan yang menimbulkan selera! Daging itu meneteskan minyak lemak, dan baunya membuat perutnya mendadak terasa lapar sekali. la merasa betapa sayangnya kalau panggang rusa itu sampai hangus, maka ia menahan diri dan membiarkan pemuda itu menyelesaikan pekerjaannya.

   "Ditanya belum menjawab balas bertanya. Engkau selain kejam juga cerewet, dan pengecut!"

   Han Lin membelalakkan matanya dan tersenyum kepada panggang rusa di depannya.

   "Eh, rusa yang baik, apakah memang wanita cantik itu selalu galak? Nona, kau datang"datang memaki aku sebagai orang yang sekejam-kejamnya, apa sih kesalahanku kepadamu sehingga nona menganggap aku kejam? Apakah karena aku menyembelih dan memanggang rusa ini?"

   "Kau masih pura-pura bertanya?"

   Mei Li menoleh dan memandang kepada Kang Hin yang masih tergantung di pohon dengan kepala di bawah.

   "Kau menyiksa orang seperti itu dan masih bertanya mengapa kau kumaki kejam?"

   Han Lin menoleh dan merasa geli. Kiranya itu yang menyebabkan gadis ini marah-marah dan menyerangnya kalang kabut. Hal ini mendatangkan kesan baik di hatinya. Seorang gadis yang memiliki watak gagah dan suka membela orang yang tertindas, pikirnya. Karena mendapatkan kesan baik, maka timbul ke inginan hatinya untuk menguji kepandaian gadis itu. Kebetulan panggang rusanya juga sudah matang, tinggal makan dan tunggu agak mendingin saja.

   Dia menaruh panggang rusa itu di atas tonggak kayu, kemudian dia mengha dapi Mei Li, memandang penuh perhatian dan mendapat kenyataan bahwa gadis itu memang cantik jelita luar biasa, dan bertanya dengan nada suara menantang.

   "Wahai paduka puteri yang mulia, apakah gerangan dosa hamba maka paduka semarah ini? Datang-datang menyerang hamba, hendak menggunduli kepala hamba. Kalau hamba menggantung orang ini, apa sangkut pautnya dengan paduka?"

   "Kurang ajar! Engkau jahat, engkau perlu dihajar!"

   Dan sekali ini Mei Li marah bukan main dan mencabut sepasang pedang terbangnya. Nampak kilat menyambar ketika dara ini mencabut senjatanya.

   "Hemm, hendak kulihat, aku atau engkau yang perlu dihajar,"

   Kata Han Lin, sengaja untuk membuat gadis itu semakin marah. Dan memang usahanya berhasil. Mei Li menjadi merah mukanya dan berseru melengking nyaring, sambil menggerakkan pedang kirinya.

   "Sambut pedangku!"

   Han Lin tidak berani main-main. Diapun menyambar tongkat wasiatnya yang dia peroleh dari gurunya, menangkis dan balas menyerang. Namun, karena dia tidak bermaksud buruk, dia masih belum mau memainkan Liu-tai-hong-tung melainkan memainkan Sian-li Kiam-sut yang pernah dia pelajari ketika dia masih kecil, dari mendiang ibunya.

   Biarpun Mei Li menjadi semakin heran dan penasaran bagaimana pemuda ini dapat memainkan Sian-li Kiam-sut, ilmu pedang dari ayahnya, namun ia tidak mau bertanya lagi. Ia harus mengalahkan dulu pemuda jahat ini dan nanti belum terlambat untuk memaksanya mengaku dari mana dia mempelajari ilmu pedang itu.

   Akan tetapi, ternyata pemuda itu lihai sekali dan ia bahkan menduga bahwa ayahnya sendiri tidak akan mampu memainkan Sian-li Kiam-sut dengan sebatang tongkat sebaik pemuda itu! Maka, iapun mendesak dan mengerahkan tenaganya untuk meraih kemenangan.

   Sementara itu, sejak tadi Kang Hin hanya menjadi penonton. Girang sekali hatinya melihat gadis perkasa itu membelanya mati-matian, akan tetapi diapun khawatir melihat mereka berkelahi amat seru, makin lama semakin hebat. Seorang di antara mereka dapat saja terluka parah dalam perkelahian seperti itu.

   "Nona, hentikan seranganmu. Dia bukan orang yang jahat, dia malah menolongku!"

   Teriaknya. Setelah dua tiga kali berteriak, barulah Mei Li. menghentikan serangannya dan meloncat ke belakang. Tadi ia sudah mulai mempergunakan ilmu pedang terbangnya sehingga se pasang pedangnya itu bagaikan sepasang garuda menyambar-nyambar membuat Han Lin terkejut dan kagum sekali. Kini, melihat gadis itu melompat mundur, dia pun memuji.

   ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

   
Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
(Maaf ada halaman hilang)

   ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

   benar dengan wajah"

   Ibuku' Kiranya engkau anak bibi Can Kim Hong dan paman Yang Cin Han? Kata orang wajah ibuku sama benar dengan wajah ayahmu!"

   Mei Li terbelalak, mukanya juga berubah pucat, lalu me rah dan seperti didorong oleh sesuatu, entah siapa yang lebih dahulu bergerak, kedua orang muda itu lalu saling tubruk dan saling rangkul. Dan Mei Li menangis saking terharu dan girang. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa ia akan bertemu dengan kakak misannya!

   "Sia Han Lin! Engkau tentu kakak Sia Han Lin! Ah, Lin"koko betapa kami semua memikirkan dan mengkhawa tirkan dirimu!"

   Han Lin dapat' menguasai perasaan hatinya dan dengan lembut dia melepaskan rangkulannya, memegang kedua pundak gadis itu dan mendorongnya ke depan untuk dilihat lebih jelas. Kedua matanya sendiri menjadi basah, akan tetapi mulutnya tersenyum.

   "Terima kasih, adikku Mei Li, terima kasih. Tak kusangka bahwa paman sekeluarga mengkhawatirkan dan memikirkan diriku, dan dipikirkari seorang gadis sehebat engkau sungguh amat menyenangkan hati. Akan tetapi, kebetulan sekali, mari kita bertiga makan bersama. Rusa ini sudah masak benar, masih muda, tentu dagingnya lunak dan gurih."

   "Koko, engkau hebat. Perutku memang lapar sekali."

   "Ha-ha, jadi agaknya engkau membuat ulah dan ribut-ribut tadi untuk merampas daging rusaku, ya?"

   Han Lin mengamangkan telunjuknya sambil tertawa.

   Mei Li yang memang wataknya lincah jenaka, kini tertawa juga mendengar itu.

   "Habis, dari jauh saja panggang rusamu sudah tercium olehku! Cuma aku tadi kaget bukan main dan mengira engkau orang jahat karena engkau membuat saudara Kang Hin tergantung seperti orang disiksa."

   "Saudara Kang Hin! Ah, aku hampir lupa kepadamu. Maafkan, jadi namamu Ciu Kang Hin? Aku pernah mendengar nama itu. Bukankah engkau tokoh besar dari Nam-kiang"pang? Kenapa tadi dikeroyok orang-orang Hoat-kauw?."

   Kang Hin menghela napas panjang. Dia tadi ikut tertegun menyaksikan pertemuan antara kakak dan adik itu, dan ikut merasa terharu karena dia sendiri seorang yatim piatu yang tidak mempunyai keluarga lagi.

   "Ah, saudara Sia Han Lin, panjang ceritanya...."

   Katanya sambil duduk dekat api unggun seperti kedua orang kakak beradik itu.

   "Ya, Lin-ko, ceritanya panjang dan memang nasib yang menimpa diri Ciu koko ini buruk sekali,"

   Kata Mei Li.

   "Agaknya kalian sudah saling mengenal dengan baik,"

   Kata Han Lin.

   "Tidak, koko. Kami baru saja berkenalan, bahkan sebelum berkenalan, kami sudah sempat saling serang dengan hebat. Aku tidak tahu akan keadaan yang sesungguhnya, maka aku menyerangnya dan berusaha untuk membunuhnya."

   "Memang nasibku yang buruk, dan semua ini karena perbuatan Seng Gun yang licik dan melawan nona Yang, bagaimana mungkin aku dapat menang?"

   "Ah, engkau merendahkan diri, twako. Lin-ko, ketahuilah bahwa toako Ciu Kang Hin ini adalah pewaris il-mu Thian-te Sin-to yang terkenal. Dia lihai sekali dan aku bukanlah lawannya.

   "Bagus, kalian berdua saling merendahkan diri, itu menunjukkan watak yang baik. Sekarang marilah kita makan dulu, saudara Kang Hin perlu makan untuk memperkuat tubuhnya yang lemah. Nanti saja kita saling menceritakan pengalaman masing-masing,"

   Kata Han Lin. Dua orang itu tidak membantah dan mereka bertiga segera mulai makan daging rusa yang amat sedap dan gurih, pada hal bumbunya hanya garam dan bawang putih saja.

   Daging itu lunak dan panas, dan Mei Li memuji kepandaian kakaknya memanggang daging rusa. Mereka makan sampai kenyang dan seekor rusa muda itu hampir habis dimakan oleh mereka bertiga. Setelah kenyang dan mereka minum anggur yang disediakan pula oleh Han Lin, mereka lalu pindah duduk ke tempat yang bersih dan bercakap-cakap.

   Mula-mula Kang Hin menceritakan riwayatnya, sebagai seorang yatim piatu menjadi murid Tio Hui Po, ketua Nam kiang-pang yang amat baik kepadanya. Dia menjadi murid kesayangan, murid kepala yang dipercaya dan mewarisi ilmu simpanan Thian-te Sin-to-hoat.

   Akan tetapi, kemudian datang pula Tong Seng Gun yang dapat pula menarik perhatian dan rasa sayang di hati ketua Nam-kiang-pang sehingga Tong Seng Gun menjadi murid ke dua setelah dia yang menerima warisan ilmu Thian-te To-hoat itu. Diceritakan pula tentang sepak terjang Tong Seng Gun yang ternyata palsu, bahkan pemuda itu ternyata adalah tokoh Hoat-kauw yang menyusup ke Nam-kiang-pang. Kini jelas baginya bahwa Seng Gun sengaja hendak mengadu domba antara Nam-kiang-pang dan Beng-kauw juga dengan perkumpulan-perkumpulan persilatan lain.

   "Tidak ada yang mengira bahwa dia adalah seorang palsu yang amat jahat, tentu keadaan Nam-kiang-pang berbahaya sekali. Aku harus memberi ingat kepada suhu!"

   Kata Kang Hin.

   "Jangan tergesa-gesa, Ciu-toako Seng Gun amat licik dan tanpa bukti, mana Sie-pangcu akan percaya kepadamu? Tentu dia lebih percaya kepada Seng Gun."

   "Benar sekali. Orang yang bernama Seng Gun itu berbahaya sekali. Bukan saja dia tokoh Hoat-kauw, akan tetapi agaknya dia bekerja sama dengan orang Mongol untuk membikin kacau dan lemah dunia kangouw agar mereka dapat menguasainya. Aku melihat sendiri betapa dia dan kawan"kawannya hampir saja membunuh Pek Kong Seng-jin dari Kong-thong-pai.

   "Ah, benarkah itu?"

   Kang Hin berseru Kaget sekali.

   "Lin-koko, sekarang tiba giliran mu, ceritakanlah riwayatmu sejak engkau lenyap dari kota raja itu. Ke mana saja engkau pergi? Ayahku khawatir bukan main kalau bicara tentang dirimu. Ceritakan sampai engkau melihat Seng un hendak membunuh Pek Kong Sengjin."

   Han Lin melirik kepada Kang Hin an berkata "Li-moi, akan kuceritakan entang Seng Gun itu, akan tetapi mengenai riwayatku merupakan cerita panjang yang akan kuceritakan kepadamu lain waktu saja."

   Kang Hin maklum bahwa mengena riwayat pribadi pemuda aneh yang menolongnya itu tentu ada rahasia yang hanya boleh diketahui keluarga sendiri maka dia cepat berkata.

   "Saudara Han Lin, tentang riwayatmu, tidak perlu diceritakan. Aku hanya ingin sekali tahu tentang Seng Gun karena dia adalah adik seperguruanku yang ternyata merupakan musuh yang menyusup ke Nam-kiang-pang."

   Han Lin lalu bercerita tentang pengalamannya Betapa secara kebetulan sekali dia melihat Seng Gun dan dua orang sekutunya menyerang Pek Kong Seng-jin tokoh Kong-thong"pai itu dan mendengar percakapan mereka.

   "Seng Gun secara curang telah memukul dan mendorong Pek Kong Seng-jin ke dalam jurang untung secara kebetulan aku berada di sana sehingga berhasil menyelamatkan nyawa tokoh Kong-thong-pai itu. Kemudian aku sempat pula mendengarkan percakapan antara Seng Gun dan dua orang tokoh Hoat-kauw. Ternyata dari percakapan itu bahwa mereka memang sengaja hendak menguasai Nam-kiang-pang dan menggunakan perkumpulan itu untuk mengadu domba antara Beng-kauw dan perkumpulan lain. Agaknya mereka hendak menghancurkan aliran dan perkumpulan lain agar Hoat-kauw menjadi penguasa, dan dalam memusuhi Beng-kauw mereka mempergunakan namamu untuk mengacaukan, saudara Kang Hin."

   Kang Hin mengangguk-angguk, agaknya memang sudah diduganya hal itu, dan tiba-tiba dia mengepal tinju dan bangkit berdiri.

   "Celaka, suhu tentu terancam bahaya. Mereka tentu mengandung niat busuk terhadap suhu, aku harus menolong suhu!"

   "Ciu-toako, aku akan membantumu dan menjadi saksi akan kejahatan Seng Gun!"

   Kata Mei Li.

   "Kalau kau pulang sendiri, tentu gurumu tidak akan percaya karena dia sudah dipengaruhi Seng Gun."

   "Akan tetapi mereka telah melihat engkau membela Beng"kauw, nona, tentu suhu akan lebih marah kepadaku dan kepadamu."

   "Aku tidak perduli, aku tidak takut! Kalau suhumu tidak percaya, dia bodoh!"

   Kang Hin mengerutkan alisnya Baginya, suhunya adalah satu-satunya orang yang ditaati dan dihormatinya, dan biarpun suhunya sudah bersikap tidak adil kepadanya, namun dia yakin bahwa hal.itu dilakukan suhunya karena suhunya sudah dipengaruhi oleh kelicikan Seng Gun.

   "Nona, suhu tidak bodoh, akan tetapi Seng Gun yang terlalu licik dan jahat seperti iblis."

   Melihat Kang Hin tersinggung, Han Lin lalu berkata.

   "Sebetulnya aku hendak pergi ke Bukit Harimau menyelidiki tentang Hoat-kauw yang hendak mengadakan pesta ulang tahun dan mengumpulkan semua aliran dan perkumpulan besar, akan tetapi melihat gawatnya persoalan yang melanda Nam-kiang-pang, juga masih ada waktu untuk kelak pergi ke Bukit Harimau, biarlah aku menemani kalian ke sana.

   Girang bukan main hati Kang Hin mendengar ini karena dia yakin bahwa kalau dua orang muda sakti seperti Mei dan Han Lin membantunya, kiranya gurunya dan Nam-kiang-pang akan dapat diselamatkan dari tangan orang-orang Hoat-kauw.

   "Terima kasih........ terima kasih"

   Hanya itu yang dapat diucapkan berulang kali sambil mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat sehingga mengharukan hati Han Lin dan Mei Li.

   "Aihhhh, Ciu-toako, di antara kita sendiri, kenapa harus bersikap sungkan! Mari kita berangkat!"

   Tiga orang muda itu lalu menggunakan ilmu berlari cepat, melesat di antara pohon"pohon dalam hutan dan Kang Hin menjadi penunjuk jalan.

   Nam-kiang-pang telah dikuasai se penuhnya oleh Seng Gun setelah dia mengeram Tio Hui Po di tempat tahanan bawah tanah. Dia menyingkirkan dan membunuh banyak orang Nam"kiang-pang yang setia kepada ketua Tio, dan hanya anak buah Nam-kiang-pang yang bersedia taat kepadanya saja yang masih dibiarkan hidup. Sebagian besar dari mereka mengaku taat dan taluk karena takut, walau-pun diam-diam di dalam hati mereka menentang ketua baru yang berkhianat itu.

   Para anak buah Nam-kiang-pang yang terpaksa tunduk kepada Seng Gun ada seratus orang banyaknya, sedangkan kini Seng Gun mendatangkan limpaluh orang anggota Hoat"kauw ini, para angauta Nam-kiang-pang semakin tidak berdaya lagi karena tingkat kepandaian orang-orang Hoat"kauw itu rata-rata lebih tinggi dari tingkat kepandaian mereka sehingga andaikata mereka akan melawanpun tidak ada gunanya karena mereka pasti akan kalah. Dan limapuluh orang Hoat-kauw itu bersikap sebagai pimpinan dan memperlakukan orang-orang Nam-kiang-pang sebagai pelayan.

   Hari itu suasana di Nam-kiang-pang sunyi sekali, pada hal semua angauta dikumpulkan di lapangan. Seng Gun dan para tokoh Hoat-kauw kemarin pergi meninggalkan perkampungan itu karena mereka akan pergi ke Bukit Harimau menghadiri perayaan pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw. Nam-kiang"pang kini oleh Seng Gun diserahkan penjagaan dan kekuasaannya kepada limapuluh orang anak buah Hoat-kauw dan seorang tokoh Hoat-kauw bernama Kauw Lo diangkat sebagai pimpinan.

   Kauw Lo ini murid dari Ang-sin-liong Yu Kiat, berusia tigapuluh tahun, tinggi besar dan galak bukan main, mukanya hitam karena penyakit kulit maka dia nampak makin menyeramkan. Akan tetapi dia memang lihai, sebagai murid utama Ang-sin-liong dia pandai mempergunakan sebatang golok besar.

   Pagi itu dia mengumpulkan seratus orang anggauta Nam"kiang-pang dan limapuluh orang anggauta Hoat-kauw di lapangan dan dia sendiri berdiri di atas panggung tinggi yang dibuat khusus untuk keperluan memberi perintah dan komando kepada para anak buah.

   "Orang-orang Nam-kiang-pang, dengar baik-baik perintahku ini. Kalian semua sudah tahu bahwa penjahat besar Ciu Kang Hin masih berkeliaran dan belum mampus. Selama dia masih berkeliaran, kita tidak akan aman. Pengkhianat itu harus dicari dan dapat ditangkap, mati atau hidup. Oleh karena itu, hari ini kita akan mencari dengan berpencar dan berkelompok kecil. Kalian berpencar menjadi sepuluh kelompok, masing-masing sepuluh orang dan ditemani oleh lima orang Hoat-kauw dan sepuluh kelompok dari limabelas orang itu mencari ke semua penjuru Mengertikah?"

   Seperti sekawanan burung orang-orang itu menjawab.

   "Kalau nanti di antara kalian ada yang melihat penjahat Ciu Kang Hin harus berseru dan memanggil kawan-kawan."

   Pada saat itu, nampak tiga sosok bayangan berloncatan naik ke atas panggung dan terdengar suara nyaring, terdengar oleh semua orang yang berada di bawah panggung.

   "Ciu Kang Hin berada di sini!"

   Semua orang yang berada di bawah panggung terkejut. Orang yang menjadi bahan pembicaraan itu kini telah berada di situ, di atas panggung. Kekagetan membuat mereka hanya melongo saja, tidak tahu harus berbuat apa. Juga Kauw-Lo terkejut dan melihat dengan mata terbelalak. Tiga orang yang muncul didepanya itu sama sekali tidak menakutkan apa lagi Mei Li yang cantik jelita, Han Lin yang tersenyum-senyum. Akan tetapi Kang Hin nampak marah dan menyeramkan, matanya seperti mengeluarkan bara api.

   "Ciu-twako serahkan si muka hitam ini kepadaku!"

   Kata Mei Li sambil tersenyum mengejek.

   Kang Hin setuju Orang muka hitam itu tidak penting Yang penting adalah seratus orang bekas anak buahnya yang berada di bawah, yang harus disadarkan.

   "Saudara-saudara anggauta Nam-kiang-pang! Perkumpulan kita telah dikuasai orang-orang Hoat-kauw! Tong Seng Gun adalah seorang penyelundup, dia musuh besar Nam-kiang"pang. Hayo kita serang orang-orang Hoat-kauw, jangan takut, ada aku di sini!"

   Mendengar ucapan itu, orang-orang Nam-kiang-pang bangkit semangatnya. Sejak semula mereka memang tidak percaya kalau Kang Hin jahat. Dan melihat sikap orang-orang Nam-kiang-pang, orang-orang Hoat-kauw menghardik.

   "Apa kah kalian berani melawan kami?"

   Kang Hin meloncat turun dari atas dan berseru.

   "Serbuuuu?"

   Maka bergeraklah seratus orang Nam-kiang-pang itu, menggerakkan senjata. masing-maing menyerang Hoat-kauw sehingga terjadilah pertempuran yang seru. Kang Hin mengamuk dan bagaikan orang membabat rumput saja dia merobohkan orang-orang Hoat-kauw.

   Kauw Lo marah sekali. Ketika dia hendak meloncat turun, dia dihadang oleh Mei Li. Melihat seorang gadis cantik berani menghadangnya, Kauw Lo memandang rendah dan membentak.

   "Engkau anak perempuan kecil, apakah sudah bosan hidup?"

   Mei Li sudah berusia hampir sembilanbelas tahun, sudah merasa dewasa sepenuhnya. Kini dimaki anak perempuan, tentu saja menganggap makian itu sebagai penghinaan dan mukanya menjadi merah. Akan tetapi karena ia memang lincah jenaka, maka ia tidak memperlihatkan kemarahannya melainkan menjawab dengan nada suara mengejek.

   "

   Eh, munyuk monyet muka hitam, engkaulah yang sudah bosan hidup dan nonamu yang akan menghabisi riwayatmu yang hitam!"

   Kauw Lo dalam keadaan biasa tentu akan mencoba untuk menguasai dan mendapatkan gadis itu karena diapun terhitung orang yang mata keranjang. Akan tetapi keadaan sekarang amat gawat dengan munculnya Kang Hin yang sudah dia dengar kelihaiannya, maka dia ingin menghalau penghalang itu walaupun merupakan seorang gadis yang amat cantik jelita.

   "Mampuslah!"

   Bentaknya dan golok besarnya mengeluarkan sinar berkilauan ketika menyambar ke arah leher Mei Li. Namun, mudah saja bagi Mei Li untuk menghindarkan diri dengan menundukkan kepala dan sinar pedang di tangan kirinya sudah mencuat ke arah perut penyerangnya yang menjadi terkejut setengah mati. Dengan gugup Kauw Lo melompat ke belakang akan tetapi pedang kanan Mei Li menyambar. Terpaksa Ia menggerakkan goloknya menangkis dan murid utama Ang-sing-liong ini segera dihujani sambaran pedang sehingga tidak mampu membalas sama sekali.

   Melihat bahwa lawan Mei Li tidak berbahaya, bahkan anak buah Nam-kiang-pang yang melawan mati-matian terhadap serangan orang-orang Hoat-kauw yang rata-rata lebih tangguh itu, Han Lin segera melayang turun untuk membantu mereka. Dia melihat betapa Kang Hin mengamuk, akan tetapi pemuda itu sama sekali tidak mau membunuh orang, hanya merobohkan saja orang-orang Hoat-kauw itu sehingga dia merasa semakin suka kepada Kang Hin yang dianggapnya berjiwa pendekar dan bukan pembunuh kejam.

   Oleh karena itu, diapun bergerak cepat merobohkan para anggauta Hoat"kauw untuk mencegah mereka membunuhi anak buah Nam"kiang-pang.

   Pertandingan antara Mei Li dan Kauw Lo tidak terjadi lama. Tingkat kepandaian dara perkasa itu sudah setara degan tingkat kepandaian guru Kauw Lo, yaitu Ang-sing-liong Yu Kiat orang pertama dari Bu-tek Ngo Sin-liong Maka tentu saja Kauw Lo merasa repot berat sekali menandingi dara itu. Apa lagi karena Mei Li tidak mau memberi hati sedikitpun juga dan terus menerus mendesak dengan sepasang pedang terbangnya. Belum sampai duapuluh jurus, pedang ditangan kiri Mei Li yang meluncur dengan cepat seperti kilat itu telah menyambar leher Kouw Lo yang roboh bermandikan darah dari lehernya yang seperti digorok!

   Mei Li tidak memperdulikan lagi tubuh yang berkelojotan sekarat itu iapun melayang ke bawah panggung ikut mengamuk. Para anggauta Hoat-kauw sudah kacau balau dan bercerai-berai menghadapi amukan Kang Hin dan Han Lin, kini ditambah dengan sepasang pedang terbang yang menyambar-nyambar, nyali mereka menjadi kecil dan mereka yang belum roboh segera menggerakkan kaki untuk melarikan diri. 'Hanya belasan orang saja yang mampu meloloskan diri, selebihnya roboh terluka atau tewas. Dan sebelum ada yang sempat mencegah mereka, para anggauta Nam-kiang-pang telah menghantami mereka yang luka sehingga tewaslah semua orang Hoat-kauw itu.

   "Di mana suhu?"

   Tanya Kang Hin ke pada seorang anggauta tua.

   "Pangcu ditahan di bawah tanah...

   Mendengar keterangan ini, Kang Hin segera lari diikuti Han Lin dan Mei Li. Dua orang Hoat-kauw yang bertugas jaga dan masih berada dr pintu lorong bawah tanah, menyambut dengan serangan golok. mereka, akan tetapi sekali menggerakkan kaki tangannya Kang Hin membuat mereka terjungkal dan tak dapat bangun kembali. Kang Hin berlari terus sampai tiba di kamar tahanan.

   "Suhu!!"

   Dia berseru sambil mematahkan rantai pintu dan berlari, menubruk suhunya yang duduk sandarkan dinding kamar tahanan. Tio Hui Po nampak lemah sekali dan ketika dia melihat Kang Hin, dia menangis tersedu-sedu, menggunakan tangannya untuk menggosok kedua matanya seperti anak kecil menangis.

   "Kang Hin.... Kang Hin hu-hu-huuuhh...."

   Dia mengguguk.

   "

   Suhu, suhu, apakah yang terjadi Ah, suhu, apa yang telah dilakukanan iblis itu kepadamu?"

   Kang Hin bertanya, memandang ke arah tangan kanan gurunya yang buntung. Dia lalu teringat Tio Ki Bhok, keponakan gurunya yang amat disayang gurunya.

   "Dan di mana sute Tio Ki Bhok, suhu?"

   Tio Hui Po dengan masih menangis meneogok ke kiri, di mana dahulu mayat telah disingkirkan oleh anak buah Hoat"kauw, dan mendengar pertanyaan itu dia menangis semakin sedih.

   "Kang Hin.... iihhh, maafkan aku, maafkan gurumu yang tolol ini... ah, semua salahku sendiri, Kang Hin. Iblis itu telah menipuku, dia telah menyiksa Ki Bhok dan terpaksa aku membunuhnya untuk menghentikan penderitaannya. Ya Tuhan, aku telah membunuhnya...membunuh.... puteraku sendiri..."

   "Suhu.........!"

   Kang Hin terkejut dan khawatir, mengira suhunya sudah berubah ingatan.

   "Tak perlu lagi aku menyembunyikan aib itu. Tio Ki Bhok puteraku, ibunya adalah Siang-cu Sian-li ketua Ang-Kiang "Pang yang juga sudah tewas oleh Seng Gun iblis busuk itu. Ahh, aku benar bodoh tertipu oleh iblis yang ternyata orang yang bersekutu dengan Hoat kaw untuk menguasai Nam"kiang-pang."

   Dan aku telah mengajarkan Thian-te Sin to kepadanya, dan aku telah mencurigai engkau! Dia menyiksa Ki Bhok, menjebak aku ke sini dan membuntungi tanganku..... ah, Kang Hin, aku layak begini,salahku sendiri....

   "

   Orang tua itu nampak sedih sekali dan makin lemah keadaan nya.

   "Suhu, tidak ada yang menyalahkan suhu, biar teecu mengobat! suhu, kemudian teecu yang akan menghajar murid murtad itu!"

   "Tidak ada gunanya lagi, Kang Hin Aku memang hanya menahan kematian untuk menunggumu. Sekarang aku mohon kepadamu, aku mohon.... bangunlah kembali Nam-kiang"pang.... dan bersihkan namanya"

   Tio Hui Po terkulai dan cepat Kang Hin memondong gurunya keluar dari tempat itu.

   Setibanya di luar, puluhan orang anak buah menyambut dengan terharu. Tio Hui Po minta diturunkan, lalu dia bangkit berdiri dengan susah payah, di papah oleh Kang Hin dan diikuti oleh Mei Lin dan Han Lin. Dia lalu mengerah kan tenaganya, bicara dengan suara lantang

   "Semua anggauta Nam-kiang-pang, dengarlah baik-baik. Aku, Tio Hui Po, ketua dan pemimpin kalian, saat ini menyatakan bahwa aku mengangkat Ciu Kang Hin menjadi ketua Nam-kiang-pang yang baru!"

   Hampir seratus orang itu menyambut dengan sorakan setuju.

   "Dan kedudukan Tong Seng Gun seba gai ketua telah kubatalkan!"

   "Bunuh si jahat Tong Seng Gun!"

   Anak buah itu berteriak"teriak.

   Akan tetapi mereka berhenti bersorak ketika melihat betapa tiba-tiba Tio Hui Po roboh terkulai dan dipapah oleh Kang Hin, melihat betapa pemuda itu menangis dan memangil-manggil gurunya. Kiranya, Tio Hui Po telah mengerahkan tenaga terakhir untuk bicara tadi.

   Hanya sebentar saja Kang Hin menangis karena terdengar suara Mei Li.

   "Ciu-toako, tidak ada gunanya lagi kematian Tio"pang-cu kautangisi "

   Ucapan itu berpengaruh besar sekali kepada Kang Hin dan diapun bangkit berdiri sambil mengusap air matanya.

   "Aku memang lemah dan tidak sepatutnya menangis seperti orang cengeng. Akan tetapi, nona. Suhu satu-satunya manusia di dunia ini yang berbuat segala kebaikan kepadaku, pengganti orang tuaku.

   "

   Untuk menghibur hati Kang Hin, Han Lin dan Mei Li tinggal di Nam-kiang-pang sampai jenazah ketua Tio di makamkan. Kang Hin sendiri lalu membenahi perkumpulan itu, mulai menggembleng semua anak buahnya, meningkatkan kepandaian mereka agar Nam-kiang-pang menjadi perkumpulan yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi atau dikuasai orang jahat.

   Sudah dua minggu Mei Li tinggal di Nam-kiang-pang. Besok pagi Han Lin akan mengajaknya pergi ke Bukit Harimau, melihat pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw. Selama dua minggu ini ia bergaul dengan akrab sekali dengan Kang Hin yang kini ia yakin memang seorang pria yang hebat, sopan dan gagah perkasa, Hatinya tertarik dan ia bimbang.

   Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sore itu ia duduk di taman belakang rumah induk perkumpulan itu ia mengenang dua orang pria, yaitu Sie Kwan Lee yang kini menjadi ketua Beng-kauw menggantikan ayahnya, dan Ciu Kang Hin yang juga menjadi ketua Nam"kiang-pang menggantikan gurunya. Hatinya tertarik oleh kedua orang pemuda itu. Keduanya mengagumkan hatinya dan mendatangkan kesan mendalam. Sie Kwan Lee biarpun putera seorang tokoh Beng-kauw yang aneh, bahkan tidak mengenal aturan dan pandangan hidupnya berbeda dengan manusia pada umumnya, namun Kwan Lee membuktikan bahwa dia seorang pria berjiwa pendekar yang gagah perkasa.

   Kulit mukanya yang coklat itu tampan dan jantan, juga memiliki kejujuran walaupun bicaranya lembut, tidak seperti mendiang ayahnya yang kasar namun juga jujur dan terbuka sekali. Dan Ciu Kang Hin? Pemuda tampan gagah inipun mengagumkan hatinya. Penyabar dan pendiam, tenang seperti air telaga. Dan sikap kedua pemuda itu kepadanya sungguh mendebarkan hatinya, Nalurinya sebagai wanita membisikkan kepadanya bahwa kedua pemuda yang menarik hatinya itu jelas jatuh hati kepadanya!.

   Tiba-tiba saja ia mengerutkan alisnya ketika sebuah wajah menyelinap di antara dua wajah pemuda itu. Wajah Sia Han Lin, kakak misannya! Dan ia tersenyum, dan kedua wajah pemuda itu menghilang. ia merasa berbahagia sekali bertemu dengan Sia Han Lin, kakak misannya itu dan dia juga kagum bukan main karena tahu bahwa kakak misannya itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Akan tetapi dia kakak misannya! Dia adalah keluarga sendiri. Entah mengapa, begitu ingat kepada Han Lin, gadis ini merasa gembira sekali. Kakaknya itu memang periang, jenaka, dan lincah, sungguh menggembirakan.

   "Nona Yang!"

   Mei Li terkejut. Karena melamun dan pikirannya me layang"layang, ia sam pai tidak tahu bahwa ada orang mengham pirinya dari belakang. la memutar tubuhnya dan ternyata Kang Hin sudah berdiri di depannya.

   "Ah, Ciu-pangcu.... silakan duduk,"

   Katanya sambil tersenyum gembira.

   Wajah Kang Hin menjadi kernerahan.

   "Nona, harap jangan sebut aku pangcu. Buikankah engkau biasa menyebut aku twa ko?"

   "Eh, baiklah, Ciu-toako. Memangnya engkau kini pangcu dari Nam-kiang-pang, apa salahnya menyebutmu pangcu? Nah, apakah engkau mencari aku?"

   Kang Hin duduk di atas bangku berhadapan dengan gadis itu. Beberapa kali, dia menghela napas panjang dan agaknya sukar sekali untuk mengeluarkan isi hatinya melalui kata-kata.

   "Eh, toako. Engkau hendak bicara apakah? Kenapa hanya menarik napas panjang saja dari tadi?"

   "Aku teringat suhu,"

   Kata Kang Hin.

   "Mendiang suhu menderita karena peraturan di Nam-kiang-pang yang dia buat sendiri."

   "Aturan apakah itu, toako?"

   "Aturan bahwa seorang ketua Nam-kiang-pang tidak boleh menikah. Peraturan itu menjegalnya sendiri ketika dia jatuh cinta dan berhubungan dengan ketua Ang-liang-pang. Rahasia itulah yang menjatuhkannya, karena Seng Gun mengaku sebagai keponakan ketua Ang-liang-pang sehingga memperoleh kepercayaan suhu. Kalau saja peraturah itu tidak ada dan suhu menikah dengan ketua Ang-liang-pang, tentu tidak akan begini nasib suhu.

   "

   Mei Li menarik napas panjang, lalu memandang kepada Kang Hin.

   "Ciu toa ko, bagaimana dengan pendapatmu sendiri tentang peraturan itu? Apakah engkau setuju?"

   Dengan langsung pemuda itu menggeleng kepala dan menjawab.

   "Tentu saja aku tidak setuju sama sekali!"

   "Kenapa, toako? Apakah karena eng Kau ingin menikah?"

   Wajah Kang Hin berubah merah. Baru dia teringat bahwa dialah ketua Nam-kiang-pang dan dia seoranglah yang terkena peraturan itu.

   "Aku seorang manusia biasa, nona. Tadinya tidak terpikirkan olehku tentang perjodohan sedikitpun juga, akan tetapi setelah..."

   Dan dia berhenti bicara. Matanya tajam menatap wajah Mei Li.

   "Kenapa, toako? Kenapa tidak kaulanjutkan? Akan tetapi setelah apa?"

   Tanya Mei Li, pura-pura tidak tahu pada hal dari pandang mata pemuda itu dia sudah menduga isi hatinya. Kini ia merasa jantungnya berdebar. Beginikah pemuda ini mengakui isi hatinya?

   "Setelah..,. setelah aku bertemu denganmu, nona Yang."

   Mau ticlak mau Mei Li menjadi tersipu. Akan tetapi gadis yang lincah clan tabah ini menclesak terus. Ehh? Setelah bertemu denganku pikiranmu lalu berubah, toako? Kenapa?"

   "Karena.... karena.... demi Tuhan kalau engkau ingin tahu, nona. Karena aku cinta padamu clan mengharapkan engkau menjadi isteriku!"

   Biarpun ia sudah mencluga akan isi hati pemucla itu, mendengar pernyataan yang demikian jujur, Mei Li terkejut juga.

   "Ah!" "Maafkan aku, nona. Tidak sepatutnya aku mengatakan demikian, karena aku tentu saja ticlak pantas untuk menjadi jodohmu"

   "Tidak ada yang perlu dimaafkan clan jangan terlalu merenclahkan diri, Ciu-toako. Aku hanya terkejut karena ticlak mengira engkau akan menyatakan perasaan hatimu itu. Akan tetapi, terus terang saja, kita belum lama berkenalan, clan aku.... seclikitpun aku belum berpikir tentang perjoclohan. karena itu, ticlak mungkin aku dapat memberi tanggapan atau jawaban."

   "Akan tetapi, engkau ticlak menolak clan ticlak marah, nona?"

   Mei Li tersenyum clan Kang Hin merasa hatinya hanvut dalam senyuman yang luar biasa manisnya itu.

   "Aku ticlak marah clan bagaimana mungkin menolak cinta kasih orang? Hanya aku ticlak clapat menjawabnya sekarang clan kuharap engkau ticlak menyinggung-nyinggung tentang hal itu lagi, toako."

   Kang Hin merasa girang sekali. Gadis itu memang belum menerima cintanya, namun ia ticlak marah clan ticlak menolak. Hal ini berarti memberi harapan kepaclanya! "Terima kasih, nona. Engkau ticlak marah, hal itu sudah menyenangkan sekali. Sekarang perkenankan aku mengundurkan diri clan ticlak mengganggumu lagi."

   Dia mengangkat tangan memberi hormat lalu pergi dari taman itu. Akan te tapi kegirangannya mendadak saja berubah menjadi kegelisahan ketika dia teringat akan peraturan gurunya bahwa seorang ketua tidak boleh menikah itu. Bagaimana mungkin dia dapat melanggar peraturan dari gurunya yang amat dipatuhi dan dihormatinya?

   Kang Hin masih termenung duduk di ruangan depan ketika Han Lin memasuki ruangan itu. Tadi, secara tidak disengaja Han Lin melihat Mei Li dan Kang Hin bercakap-cakap di taman. Hatinya tergetar melihat kedua orang muda itu bicara dengan begitu akrabnya. Dia tidak mencuri dengar maka segera meninggalkan tempat itu dan mencatat dalam hati bahwa mungkin sekali adik misannya itu saling jatuh cinta dengan Ciu Kang Hin. Seorang pemuda yang baik sekali, demikian pikirnya, tanpa memperdulikan perasaan hatinya yang merasakan suatu kegetiran aneh.

   Ketika dia lewat di ruangan depan dan melihat Kang Hin termenung dengan wajah murung, diam-diam dia merasa khawatir. Apakah Mei Li telah menolak cintanya? Rasanya tidak, karena mereka tadi bercakap-cakap dengan akrab.

   Kang Hin mengangkat muka dan segera dia bangkit berdiri ketika mengenal siapa yang datang.

   "Ah, Sia-ingkong (tuan penolong Sia), silakan duduk."

   

Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini