Ceritasilat Novel Online

Mestika Burung Hong Kemala 9


Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo Bagian 9



Akan tetapi Bouw Ki sudah mengerutkan alisnya dan memandang Kui Lan dengan alis berkerut dan penuh kecurigaan.

   "Siapakah engkau dan ada keperluan apa berkeliaran di sini? Hayo cepat jawab sejujurnya!"

   Tanya Bouw Ki yang diam-diam mengagumi kecantikan gadis yang berdiri di depannya itu. Jelas gadis gunung, bukan gadis dusun kenyataan ini menambah kecurigaannya.

   Akan tetapi diam-diam Kim Hong tidak senang dengan sikap dan pertanyaan kasar yang dilontarkan suhengnya kepada gadis itu. Akan tetapi ia diam saja dan hanya memandang.

   Mendengar pertanyaan orang yang nadanya memerintah dan memaksa itu. Kui Lan juga mengerutkan alisnya. Akan tetapi karena ia tidak biasa bersikap kasar, iapun hanya membuang muka, lalu berkata lembut namun cukup ketus.

   "Aku tidak ingin mengenal kalian dan tidak ingin memperkenalkan diri. Aku tidak mempunyai urusan dengan kalian!"

   Setelah berkata demikian, Kui Lan menggerakkan kakinya melangkah hendak melanjutkan perjalanan. Hampir Kim Hong tertawa geli melihat roman muka suhengnya.

   Rasakan kamu, pikirnya.

   Akan tetapi Bouw Ki meloncat turun dari atas pelana kudanya dan menghadang di depan Kui Lan.

   "Kurang ajar! Nona, apakah engkau tidak dapat memberi jawaban yang baiki Aku tanya kepada mu, siapa engkau dan apa urusanmu di tempat ini!"

   Kini mengertilah Kim Hong akan sikap suhengnya. Tentu suhengnya merasa curiga melihat seorang gadis di tempat ini, tempat penyimpanan pusaka itu! Dan ia tidak dapat terlalu menyalahkan suhengnya, karena memang kehadiran gadis itu di tempat ini menimbulkan kecurigaan kalau-kalau gadis itu mempunyai hubungan dengan benda pusaka kerajaan itu. Akan tetapi tentu saja Kui Lan tidak tahu tentang hal itu, dan hatinya mendongkol bukan main.

   "Aku melihat engkau seorang ciangkun,"

   Katanya, suaranya tetap lembut namun nadanya mencela,

   "kurasa engkau lebih tahu tentang peraturan dan sopan santun. Aku berada di tempat umum, apapun yang kulakukan, tidak ada sangkut pautnya sama sekali denganmu. Biarpun engkau seorang perwira, engkau tidak berhak."

   "Saat ini, daerah ini merupakan kekuasaan kami dan siapapun juga wajib melaporkan kepada kami apa yang dilakukannya di sini!"

   Kata Bouw Ki.

   "Kalau aku t idak mau memberi tahu?"

   "Terpaksa engkau kami Curigai dan kami tawan!"

   Sesabar-sabarnya, Kui Lan menjadi marah. Tiada hujan tidak angin, tanpa sebab tertentu, hanya karena ia kebetulan lewat di situ dan t idak mau memperkenalkan diri, ia hendak ditawan! Akan tetapi ia memang berwatak halus dan sabar, maka ia masih dapat menahan kemarahannya.

   "Baiklah, namaku Kui Lan , dan aku kebetulan lewat di sini.Salahkah itu?"

   Akan tetapi Bouw Ki sudah terlanjur marah dan curiga, juga dia merasa sayang kalau gadis secantik itu dibiarkan lolos begitu saja! Dia bukan seorang yang mata keranjang dan haus wanta, akan tetapi gadis secantik itu amat sukar didapat, biar di kota raja sekalipun!

   "Kami tidak percaya. Terpaksa engkau kami tawan dulu!"

   "Suheng, apa gunanya itu?"

   Tiba-tiba Kim Hong bertanya.

   "Sumoi, kita harus menahannya sampai selesai urusan kita, kalau ia memang tidak merupakan gangguan, kita lepaskan kembali,"

   Kata Bouw Ki dan kembali Kim Hong dapat mengerti maksud suhengnya.

   Memang gadis ini bagaimana pun juga, mencurigakan. Siapa tahu ia datang ada hubungannya dengan Mestika Burung Hong Kemala. Memang sebaiknya ditahan dulu dan kalau ternyata nanti bahwa mereka dapat menemukan pusaka itu dan gadis ini tidak ada hubungannya sama sekali, mudah dilepas kembali. Maka iapun mengangguk membenarkan.

   "Nona Kui Lan, menyerahlah. Kami tidak ingin menggunakan kekerasan, hanya ingin menawan nona untuk sementara. Lucuti nona ini dari senjatanya!"

   Perintah Bouw Ki kepada orang-orang yang berada di belakangnya.

   Dua orang perajurit berloncatan turun dari atas kuda mereka dan dengan penuh gairah mereka menghampiri Kui Lan sambil menyeringai kurang ajar seperti biasanya sikap laki-laki tidak sopan kalau berhadapan dengan gadis cantik.

   "Nona, serahkan pedang dan buntalanmu kepada kami, dan mari membonceng di kudaku bersamaku,"

   Kata yang tinggi kurus.

   "Membonceng saja di kudaku, nona, kudaku lebih kuat,"

   Kata yang pendek gemuk.

   Kui Lan mengerutkan alisnya, akan tetapi sebelum ia menjawab, terdengar suara tawa dan muncullah seorang pemuda yang pakaiannya kedodoran, kepalanya tertutup caping lebar. Pemuda itu pakaiannya sederhana, bahkan nyentrik dengan lengan baju digulung sampai siku, Wajahnya yang dilindungi caping itu bulat dan nampak periang, mulutnya selalu tersenyumdan matanya bersinar-sinar.

   "Ha-ha-ha, harap engkau jangan berat sebelah dan tidak adil, ciang-kun!"

   Kata pemuda yang bukan lain adalah Souw Hui San itu.

   Melihat kemunculan pemuda ini secara tiba-tiba dari balik sebatang pohon besar, semua orang memandang dan Bouw Ki menjadi semakin curiga, bahkan Kim Hong juga merasa curiga sekali.

   "Orang gila jangan bicara sembarangan!"

   Bouw Ki membentak.

   "Siapa engkau dan apa pula keperluanmu di sini?"

   Pemuda itu memandang ke kanan kiri, ke arah pohon-pohon besar dan sambil tersenyum lebar dia berkata, seperti kepada batang-batang pohon itu,

   "Ha ha, kalian dengar? Dia bertanya apa keperluanku di sini? Heii, kakek-kakek pohon, apa pula keperluan kalian berada di sini sampai ratusan tahun? Ciangkun, aku bernama Souw Hui San, dan aku seorang perantau, menjelajahi mana saja tanpa tujuan. Aku kebetulan saja berada di sini dan engkau tidak adil kalau mengundang nona itu untuk diajak makan sedangkan aku tidak diundang!"

   Dia menghampir Bouw Ki sambil tersenyum.

   "Berilah aku seekor kuda, boncengan juga boleh dan aku akan mengikut kalian, ikut pula makan minum gratis, heh-heh-heh!"

   "Hemm, orang sinting!"

   Bentak Bouw Ki, akan tetapi karena dia merasa curiga, tangannya menyambar dan tangan itu telah mencengkeram pundak Hui San. Pemuda itu berteriak kesakitan dan pedang serta buntalannya telah dirampas oleh Bouw Ki.

   "Sumoi, periksa ini buntalannya!"

   Kata Bouw Ki sambil melemparkan buntalan itu kepada Kim Hong. Gadis itu menerima buntalan dan melompat turun dari atas kudanya.

   Hui San yang sudah dilepas pundaknya, menyeringai dan mengaduh-aduh kesakitan sambil memandang kepada Kim Hong yang melepaskan ikatan buntalan pakaannya.

   "Aih, nona, awas jangan sampai jari-jari tanganmu terbakar!"

   Teriaknya dan teriakannya itu demikan bersungguh-sungguh sehingga mengejutkan banyak orang yang menyangka bahwa ada rahasia atau racunnya dalam buntalan itu.

   Akan tetapi Kim Hong adalah seorang yang waspada, ia hanya tersenyum mengejek dan tetap membuka buntalan itu.Tidak terjadi kebakaran atau bahaya apapun menimpa tangan gadis itu.

   Isinya hanya pakaian dan tempat makanan dan minuman,tidak ada apa-apanya yang aneh.

   "Hemm, kenapa kau tadi katakan jari-jari sumoiku dapat terbakar?"

   Bentak Bouw Ki marah.

   "Heh-heh, ada pakaianku, celana dan baju yang belum kucuci, bekas kupakai....., maka aku katakan agar jangan sampai tangan nona itu terbakar....... eh, maksudku kotor."

   Beberapa orang perajurit tertawa mendengar ini dan wajah Kim Hong berubah merah sekali mendengar bahwa baru saja ia memegang celana yang bekas dipakai dan belum di cuci, dapat dikatakan masih "hangat"

   Maka pemuda itu tadi memperingatkan agar tangannya jangan sampai terbakar, ia membuang buntalan itu ke arah pemiliknya.

   "Ihh, jorok!"

   Katanya.

   Akan tetapi ketika ia memandang wajah pemuda itu,kemarahannya lenyap bahkan ia menahan perasaan geli hatinya. Pemuda itu sama sekali tidak memilki tampang orang jahat, juga sinar matanya tidak menunjukkan bahwa dia sinting atau setengah gila, bahkan kelihatan cerdik sekali.

   Hal ini menimbulkan kecurigaannya. ia mengambil pedang pemuda itu dari tangan suhengnya dan mencabutnya.

   Semua orang berseru kagum melihat sinar terang menyilaukan mata ketika pedang itu tercabut dari sarungnya yang nampak butut.

   "Hem, pedang bagus!"

   Kata Bouw Ki.

   "Bagaimana pedang sebaik ini dapat berada di tangan orang tak percuma ini?"

   Kim Hong merasa curiga dan mengelebatkan pedangnya.

   Gerakannya cepat bukan main sehingga nampak sinar menyambar. Kui Lan terkejut dan hampir saja digerakkan tongkat di tangannya untuk melindungi pemuda itu.

   Akan tetapi ia menahan diri dan nampak pemuda itu berteriak ketakutan dan melindungi kepala dengan kedua tangannya.

   Sinar pedang itu membabat ujung bajunya sehingga terputus.

   "Aduhhhh...... celaka aduh, buntung.....!"

   Teriak Hui San yang berjingkrak seperti orang kesakitan.

   Gayanya demikian menyakinkan sehingga Kim Hong sendiri merasa terkejut,mengira bahwa sabetan pedangnya yang dilakukan untuk menguji kepandaian pemuda itu benar-benar telah melukainya.

   "Apanya yang buntung?"

   Bentak Bouw Ki.

   "Ini.... bajuku...."

   Kata Hui San dan kembali para perajurit tertawa. Beberapa orang di antara mereka mengatakan bahwa pemuda itu tentu miring otaknya.

   "Siapa bilang otakku miring?"

   Hui San yang mendengar ucapan itu menoleh, sikapnya marah.

   "Jangan sembarangan bicara, ya? Pedangku ini pemberian kakekku dan para pendekar besar di dunia ini adalah sahabat baiknya! Apa kalian tidak tahu siapa itu Pangeran Li Si Bin yang sakti?"

   Sikap Hui San demi kian congkak seolah-olah pangeran yang kemudian menjadi Kaisar Tang, yaitu Kaisar Tang Thai Cung pendiri Kerajaan Tang itu adalah kakeknya!

   "Dan apa kalian tidak tahu siapa itu guru besar Tat Mo Couw-su?"

   Semua orang terkejut mendengar pemuda itu menyebut-nyebut nama pangeran sakti itu dan pendeta Siauw-lim-pai yang juga amat terkenal sebagai pendiri pertama dari ilmu silat Siuaw-lim-pai yang amat terkenal, seolah pangeran sakti itu kakaknya dan pendeta sakti itu gurunya saja.

   Kim Hong juga terkejut. Apakah pemuda ini masih mempunyai darah bangsawan dari para kaisar Tang keturunan marga Li? Dan apakah pemuda ini seorang tokoh Siauw-limpai yang begitu berani menyebut-nyebut nama Tat Mo Coauwsu?

   "Hemm, memangnya siapa itu Pangeran Li Si Bin dan pendeta Tat Mo Couw-su? Apamu mereka itu?"

   Tanya Kim Hong ingin tahu sekali.

   "Aihh, nona! Engkau tidak tahu? Pangeran Li Si Bin adalah pendiri Kerajaan Tang yang kemudian menjadi kaisar ke dua berjuluk Tang Thai Sung, sedangkan Tat Mo Couwsu adalah pendiri aliran Siauw-lim-pai! Tentu saja mereka bukan apaapaku,aku hanya bertanya siapa mereka!"

   Semua perajurit tertawa. Lagak pemuda itu demikian congkak, dan ucapannya seperti yang sungguh-sungguh ternyata hanya berkelakar saja.

   "Sinting!"

   Bouw Ki memaki.

   "Tangkap dia!"

   "Suheng, untuk apa menawan orang sinting ini? Menjadi beban saja bahkan dia akan selalu menimbulkan keributan di jalan. Biarkan dia pergi,"

   Kata Kim Hong.

   Bouw Ki membenarkan pendapat sumoinya. Memang orang sinting ini tidak ada gunanya ditahan, tidak seperti nona cantik itu.

   "Nah, pergilah!"

   Bentaknya.

   Hui San memandang kepada pedang di tangan Kim Hong.

   "Apakah nona hendak merampas pedang pemberian kakekku? Aku akan kabarkan di seluruh penjuru dunia kangouw bahwa ada seorang nona muda yang cantik jelita, yang ada lesung pipit di pipi kirinya, dengan semena-mena telah merampas pedang pemberian kakekku, pedang keluarga yang turun temurun. Seorang nona yang cantik jelita dan gagah perkasa ternyata telah bertindak curang-tidak sesuai dengan watak para pendekar yang menjunjung tinggi kegagahan, pembela kebenaran dan keadilan."

   "Nih pedangmu! Siapa sih yang ingin merampok pedangmu? Menyebalkan !"

   Kata Kim Hong dan ia melemparkan pedang yang sudah berada dalam sarungnya itu kepada pemiliknya.

   "Tokk!"

   Oleh karena pemuda itu tidak mampu mengelak atau menyambut pedangnya, maka gagang pedang itu menimpa dahinya, mengeluarkan bunyi dan di dahi yang terketuk gagang pedang itu mendadak saja muncul sebutir telur ayam! Kembali para perajurit tertawa dan dengan bersungut-sungut Hui San meninggalkan tempat itu, membawa buntalan dan pedangnya.

   "Pendekar sinting!"

   Para perajurit berteriak mengejek.

   Hui San berhen melangkah, memutar tubuh dan mengamangkan tinju ke arah mereka.

   "Huh, orang gila itu tidak perlu dilayani!"

   Kata Bouw Ki.

   "Lucuti nona itu, cepat!"

   Dua orang perajurit yang tadi tercunda perbuatannya melucuti Kui Lan karena munculnya Hui San yang dianggap orang gila, kini melanjutkan lagak mereka.

   "Berikan buntalanmu, nona!"

   "Kesinikan pedangmu itu, nona!"

   Mereka berdua menjulurkan tangan hendak merampas buntalan dan pedang.

   "Pergilah!"

   Bentak Kui Lan dan sekali tongkatnya bergerak, entah bagaimana kedua orang perajurit itu terlempar jauh ke belakang dan jatuh berdebuk dengan keras, membuat mereka meringis kesakitan karena pinggul mereka menimpa tanah dengan kuatnya.

   Tentu saja semua orang terkejut. Para perajurit itu merupakan perajurit pilihan, dan rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh.

   Bagaimana mungkin ketika gadis jelita itu menggerakkan ranting di tangannya, kedua orang perajurit itu terlempar begitu saja? Melihat betapa gadis cantik itu ternyata lihai, kecurigaan Bouw Ki semakin meningkat. Kalau gadis ini seorang yang lihai, jelas ada hubungannya dengan pusaka kerajaan itu, pikirnya.

   "Kepung, tangkap gadis mata-mata ini!"

   Bentaknya sambil mencabut pedangnya. Para perajurit bergerak dan mengepung.

   "Sungguh tidak malu, begini banyaknya laki-laki mengeroyok seorang gadis!"

   Terdengar bentakan nyaring dan muncul seorang pemuda yang berpakaian seperti pengemis dan memegang sebatang tongkat butut.

   Melihat pemuda yang wajahnya tampan, sikapnya gagah dan mata nya mencorong ini, Kim Hong dapat menduga bahwa pemuda jembel yang pakaiannya tambal-tambalan ini pun seorang yang mencurigakan dan agaknya, tidak seperti pemuda sint ing tadi, pemuda jembel ini bukan orang sembarangan dan memiliki ilmu kepandaian yang tak boleh dipandang ringan, seperti gadis cantik itu.

   Dan iapun menduga bahwa tentu munculnya pemuda ini ada hubungannya dengan perebutan Mestika Burung Hong Kemala, maka sekali melompat ia sudah berada di depan pemuda itu.

   Kui Lan tentu saja mengenal suara kakaknya. Ketika ia menoleh, ia mengenal kakaknya walaupun kakaknya mengenakan pakaian tambal-tambalan. Tentu saja ia menjadi girang bukan main, akan tetapi ia bersikap pura-pura tidak mengenalnya karena ia maklum bahwa mereka harus merahasiakan keadaan keluarga mereka.

   Bouw Ki terkejut bukan main ketika dia menerjang maju dengan pedangnya. Gadis itu menggerakkan tongkatnya dan ketika pedangnya bertemu dengan tongkat, seperti ada getaran yang aneh dan amat kuat membuat telapak tangannya seperti lumpuh dan hampir saja pedangnya terlepas. Cepat dia menarik pedangnya, meloncat ke belakang dan membiarkan anak buahnya mengeroyok.

   Gadis itu memainkan ranting kayu secara dahsyat dan itulah Hong-in Sin-pang. yang disertai gin-kang yang membuat tubuh gadis itu seperti seekor burung walet beterbangan dengan amat gesitnya.

   
Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sementara itu, ketika Yang Cin Han dihadang oleh gadis cantik itu, dia mengira bahwa gadis itu hanya gadis biasa saja.

   Maka, ketika gadis itu menerjang maju, Cin Han sudah menggerakkan tongkat bututnya untuk menotok dan membuat gadis itu tidak berdaya. Tadinya, Cin Han hanya ingin membayangi rombongan itu, untuk membiarkan mereka menemukan Mestika Burung Hong Kemala, kemudian dia akan mencoba untuk merampasnya.

   Akan tetapi melihat betapa rombongan itu bertemu dengan seorang gadis yang ternyata adalah adiknya, Yang Kui Lan, tentu saja dia tidak dapat membiarkan adiknya diganggu mereka.

   Dia sudah mendengar dari Ji-wangwe bahwa Bouw-ciangkun membawa seorang gadis yang kabarnya memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Tentu gadis yang menghadangnya itu yang dimaksudkan, akan tetapidalamhatinya, Cin Han tidak yakin bahwa gadis yang cantik itu memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Karena itu, dia menggerakkan tongkatnya sekedar untuk menotok gadis itu tanpa menyakitinya agar gadis itu menjadi lumpuh dan menghentikan perlawanannya.

   "Wuuuut, plak-plak-plak.......!"

   Cin Han terkejut bukan main. Bukan saja gadis itu mampu menghindarkan diri dari totokan nya, bahkan tiga kali berturut-turut dia harus memutar tongkat menangkis ketika gadis itu, dengan gerakan aneh sekali, menyerang dengan tamparan bertubi-tubi dan setiap tamparan membawa angin pukulan yang amat dahsyat!

   Tentu saja kini Cin Han tidak berani memandang ringan.

   Dia lalu memutar tongkat bututnya dan memainkan Tai hongpang.

   Kini berbalk Kim Hong yang terkejut bukan main karena tongkat butut itu berubah menjadi sinar bergulung-gulung,seperti naga bermain di angkasa mengeluarkan angin badai yang amat dahsyat! Kim Hong menjadi kagum bukan main.

   Tak pernah disangkanya akan berhadapan dengan seorang lawan setangguh itu. Juga diakuinya bahwa melihat sepak terjang gadis cantik itu, ternyata gadis itupun lihai sekali.

   Suhengnya sama sekali bukan tandingan si gadis cantik, bahkan dikeroyok oleh demikian banyaknya lawan, gadis itu masih mampu membela diri dengan baik, walapun tentu saja ia terkurung rapat, ia sendiri harus mampu menandingi pemuda berpakaian pengemis itu kalau tidak ingin pihak rombongan suhengnya kalah.

   "Singg.....!"

   Nampak dua gulungan sinar berkelebat ketika ia mencabut sepasang senjatanya, yaitu sepasang pedang kecil bertali. Itulah Hui-siang-kiam (Sepasang pedang terbang) yang ia mainkan dengan hati-hati untuk mengimbangi permainan tongkat yang aneh dari lawannya.

   Cin Han terkejut dan kagum bukan main. Sepasang pedang kecil itu seperti hidup, menyambar-nyambar dahsyat seperti dua ekor burung rajawali beterbangan dan menyerangnya.

   Hanya dengan putaran tongkatnya seperti kitiran dia dapat melindungi dirinya. Kiranya benar apa yang dia dengar dari Jiwang we. Gadis itu memang lihai bukan main!

   Akan tetapi sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, Cin Han segera mendapat kenyataan bahwa seperti juga dia sendiri, lawannya itu tidak mempunyai niat untuk membunuhnya. Biarpun sepasang pedang itu menyambarnyambar dahsyat, akan tetapi yang menjadi sasaran utama adalah lengan tangannya yang memegang tongkat sehingga gadis itu agak nya hanya ingin membuat dia melepaskan tongkatnya, seperti juga dia selalu berusaha untuk menotok gadis itu, bukan untuk melukainya apa lagi membunuh nya.

   Entah mengapa, mendapatkan kenyataan ini, hatinya merasa girang bukan main.

   Dugaan Cin Han memang benar. Kim Hong sama sekali tidak bermaksud membunuhnya, apa lagi gadis yang lihai inipun dapat mengetahui bahwa pemuda bertongkat itu tidak berniat melukainya, hanya ingin membuat ia tak berdaya dengan totokan. Kim Hong tidak percaya bahwa pemuda tampan gagah ini seorang tokoh kangouw yang ingin memperebutkan Mestika Burung Hong Kemala untuk keuntungan dan kepentingan pribadi.

   Melihat pakaiannya,tentu dia seorang tokoh kaipang (perkumpulan pengemis) dan sangat boleh jadi pemuda ini seorang yang setia kepada Kerajaan Tang dan ingin merampas pusaka untuk dikembalikan kepada Kerajaan Tang. Kalau demikian halnya, maka pemuda ini merupakan orang segolongan dengannya, karena iapun menerima tugas dari suhunya untuk membantu Kerajaan Tang.

   Cin Han maklum bahwa kalau dia hanya dapat mengimbangi saja lawannya, sedangkan adiknya yang dikeroyok banyak orang itu nampak kewalahan juga dan dia tidak dapat membantunya, maka tiba-tiba dia meloncat jauh meninggalkan lawannya dan terjun ke dalam kepungan para pengeroyok. Kepungan itu membuyar dan Bouw Ki yang menyambut pemuda pengemis Itu terhuyung ketika ujung tongkat menotok pahanya.

   "Lan-moi, mari kita pergi!"

   Kata Cin Han.

   Adiknya maklum bahwa melawan terus tidak ada gunanya. Iapun sudah ingin sekali bertemu dan bercakap-cakap dengan kakaknya, maka iapun memutar ranting di tangannya sedemikian rupa sehingga empat orang pengeroyok terpaksa mundur. Di lain saat, kakak beradik itu sudah berlompatan jauh dan melarikan diri.

   "Kejar mereka!"

   Bentak Bouw Ki.

   "Tahan!"

   Kim Hong berseru dan para perajurit yang memang sudah gentar menghadapi dua orang yang lihai tadi, meragu.

   "Suheng , untuk apa mengejar mereka? Kita datang ke sini bukan untuk menangkap orang. Pula, mereka itu lihai sekali. Lebih baik kita melanjutkan perjalanan."

   Bouw Ki menyadari kebenaran ucapan sumoinya. Kalau tadi tidak ada sumoinya yang menahan pemuda berpakaian pengemis, agaknya dia dan anak buahnya akan menderita rugi besar. Tugas yang paling penting adalah mengambil benda pusaka itu. Dia lalu memberi aba-aba kepada pasukannya dan mereka melanjutkan pendakian.

   Setelah mereka t iba di depan tebing yang terdapat banyak guhanya, Bouw Ki lalu memerintahkan anak buahnya untuk membentuk penjagaan rapat di depan guha ke tujuh.

   Setelah melihat tidak ada tanda-tanda adanya orang lain di sekitar tempat itu, dia dan Kim Hong memasuki guha. Bouw Ki yang tergesa-gesa dan ingin sekali menemukan benda pusaka itu, langsung saja masuk ke dalam guha. Akan tetapi Kim Hong lebih waspada dan meneliti tempat itu. Karena itu, ia dapat melihat adanya beberapa buah bekas tapak kaki di lantai guha! Masih baru tapak kaki itu dan iapun tahu bahwa baru saja, paling lama kemarin atau kemarin dulu, ada orang lain memasuki guha ini!

   "Ini dia!"

   Terdengar suhengnya berseru girang. Suhengnya mengambil sebuah kotak hitam dari balik tumpukan batu-batu di sudut guha dan membawanya ke dekat sumoinya yang masih berada di mulut guha.

   "Hati-hati, suheng. Periksa dulu kalau-kalau benda itu mengandung alat rahasia atau racun!"

   Kim Hong mengingatkan. Mendengar ini, Bouw Ki terkejut dan meletakkan peti hitam itu ke atas lantai. Kim Hong segera mendekati nya dan memeriksa. Tak salah lagi tanda tapak kaki yang dilihatnya tadi. Ada orang yang mendahului mereka memasuki guha ini! Dan ketika ia memeriksa peti atau kotak hitam itu, terdapat bukti lain. Kalau kotak itu sudah lama disembunyikan orang di dalam guha itu, tentu kotak itu basah karena kelembaban guha, dan-tentu ada kotoran debu. Akan tetapi, kotak itu masih bersih sekali, dan inipun merupakan tanda bahwa kotak itu belum lama diletakkan orang di tempat itu.

   Akan tetapi, penemuannya ini tidak ia beritahukan kepada suhengnya. ia juga mempunyai kepentingan dalam urusan ini ia harus dapat menemukan benda pusaka itu untuk dikembalikan ke pada Kerajaan Tang.

   Dan melihat kenyataan betapa kotak ini baru saja diletakkan orang di tempat itu, pada hal menurut suhengnya, peta itu telah dibuat lama sebelum Menteri Yang Kok Tiong meninggal, maka ia hampir yakin bahwa semua ini merupakan tipuan belaka! Benda pusaka itu disangsi kan keaseliannya. Mungkin yang aseli tadinya berada di situ, akan tetapi jelas bahwa sebelum peta itu terjatuh ke tangan Bouw Koksu, telah ada orang lain yang mengetahui tempat bersembunyian benda itu dan mendahuluinya. ia bahkan meragukan apakah kotak hitam itu ada isinya!

   Dengan hati-hati, menggunakan u-jung pedangnya, Kim Hong mencokel kotak itu sehingga terbuka dan ternyata di dalamnya memang terdapat sebuah benda mengkilat.

   "Mestika Burung Hong Kemala....!"

   Kata Bouw Ki girang dan diapun mengeluarkan benda itu dari dalam kotak dan menelitinya. Sebuah benda yang amat indah, terbuat dari batu kemala dan di ukir seperti seekor burung Hong.

   "Suheng, kita telah berhasil,"

   Katanya hambar.

   Agaknya tidak mungkin kalau benda ini aseli, pikirnya. Dan iapun mencurigai gadis cantik dan pemuda tampan seperti pengemis yang amat lihai tadi, bahkan terbayang pula pemuda sinting dengan sikapnya yang aneh. Mengaku keturunan pendekar, membawa pedang yang baik, akan tetapi sama sekali tidak menguasailmu silat. Agaknya tidak mungkin! Siapakah di antara mereka yang telah mendahului suhengnya masuk ke dalam guha ini? Hanya dia yang telah mendahului mereka itu saja yang akan dapat menceritakan apakah benda pusaka itu benar palsu, dan di mana adanya mestika yang aselinya.

   "Sumoi, kita harus cepat membawa pusaka ini kepada ayah. Kita harus waspada, siapa tahu akan ada yang mengganggu kita,"

   Kata Bouw Ki dan diapun membawa kotak hitam itu yang dia sembunyikan di balik jubahnya.

   "Mari, suheng. Jangan khawatir, kukira tidak ada yang akan mengganggu kita dalam perjalanan purang."

   Rombongan itu segera meninggalkan pegunungan dan dengan hati gembira sekali Bouw Ki membawa benda pusaka itu dengan hati-hati. Dan memang benar dugaan Kim Hong. Tidak ada yang mengganggu mereka dalam perjalanan pulangtu.

   Rombongan itu sama sekali tidak tahu bahwa ada orang yang berdiri di puncak dan menertawakan mereka yang tergesa-gesa menuruni perbukitan. Orang itu adalah Souw Hui San. Pamannya memang seorang yang cerdik luar bisa, juga lucu. Mau rasanya dia tertawa terpingkal-pingkal membayangkan betapa Bouw Koksu tertipu, bersenang-senang dengan mestika yang palsu! Dia lalu memanjat pohon terbesar dari mana tadi dia meneliti sekeliling, dan mengambil kembali buntalan kuning terisi Mestika Burung Hong Kemala yang aseli, yang tadi dia simpan di pucuk pohon besar itu sebelum dia sengaja mengacaukan rombongan perajurit ketika mereka hendak menangkap Kui Lan.

   Setelah menyimpan benda pusaka itu ke dalam buntalan pakaiannya, Hui San lalu menuruni bukit dan kembali ke Tiang-an. Sekali ini dia tidak tergesa-gesa, karena dia tidak perlu lagi membayangi rombongan Bouw-ciangkun. Dia naik perahu dan per ahanlahan membiarkan perahunya hanyut di Yang-ce-kiang.

   "Han-ko......!"

   Kui Lan memegang kedua tangan kakaknya dengan wajah gembra sekali.

   "Lan-moi,"

   Cin Han merangkul adiknya, hatinya bangga.

   "Aku telah bertemu Kui Bi di Tiang-an dan ia telah menceritakan tentang pengalaman kalian. Sungguh aku ikut merasa gembira dan bangga bahwa kalian telah menjadi murid pendeta sakti Hong Hwi Hosiang, dan tadi aku sudah melihat kelihaianmu ket.ika dikeroyok banyak perajurit, Lan mo."

   "Engkau sendiri, ke mana saja se lama ini, Han-ko?"

   Tanya Kui Lan dan ia memandang pakaian kakaknya dengan hati terharu. Kakaknya, dahulu putera Menteri Utama yang dihormati semua orang, sekarang berpakaian seperti seorang pengemis! Melihat pandang mata adiknya yang memperhatikan pakaiannya, Cin Han tertawa geli.

   "Aih, jangan engkau mengira bahwa kakakmu ini sekarang telah menjadi seorang pengemis, Lan-moi. Ketahuilah, selama in aku menjadi murid Sin-tung Kai-ong yang pernah melatihmu ilmu pedang itu. Karena kebiasaan meranta dengan suhu, aku sudah terbiasa memakai pakaian seperti ini. Apa lagi aku memasuki kota raja, harus menyamar dan dengan pakaian seperti ini tidak akan ada yang mengenalku."

   Dia lalu menceritakan betapa dia telah bertemu dengan Kui Bi dan kini adiknya itu dia titipkan di rumah Ji-wangwe, seorang hartawan yang memimpin para pendukung Kerajaan Tang.

   "Dari Ji-wangwe aku mendapat keterangan bahwa Bouw Kongcu tadi memimpin pasukan untuk mengambil Mestika Burung Hong Kemala yang disembunyikan di dadam guha di tebing gunung ini."

   "Ah, kalau begitu sekarang mereka tentu sedang mengambilnya, dan kita harus mencegah hal itu, koko! Kita harus merampas pusaka itu untuk dikembalikan kepada Kerajaan Tang!"

   "Tenanglah, Lan-moi. Gadis itu lihai sekali. Kalau kita menyerang mereka, sukar bagi kita untuk dapat memperoleh kemenangan. Yang penting, kita ketahui di tangan siapa Mestika Burung Hong Kemala itu berada. Agaknya seperti yang diduga Ji-wangwe, Bouw Koksu mungkin sekali hendak memiliki sendiri pusaka itu, entah apa maksudnya. Dia tidak melaporkan penemuan pusaka itu kepada An Lu Shan."

   "Sekarang engkau hendak ke mana, koko?"

   "Tentu saja kembali ke kota raja. Adik Bi juga di sana.Bukankah engkau juga akan bersamaku ke Tiang-an?"

   Kui Lan menggeleng kepalanya.

   "Aku sudah membagi tugas dengan Bi-moi. ia membantu perjuangan menentang pemberontak di kota raja, sedangkan aku akan menyusul ayah yang mengawal Sribaginda ke barat. Ah, ya, bagaimana dengan keadaan rumah kita di kota raja, Han-ko? Dan apakah ibu juga..,,.....eh, kenapa, koko?"

   Kui Lan bertanya cepat melihat perubahan pada wajah kakaknya.

   Sukar bagi Cin Han untuk menerangkan. Ketika adiknya yang bungsu, Kui Bi, mendengar tentang kematian ayahnya setelah mengetahui kematian ibunya, adiknya itu pingsan.

   Bagaimana nanti jadinya dengan Kui Lan kalau sekaligus mendengar bahwa ayahnya dan ibunya telah tewas?

   "Lan-moi, aku percaya bahwa engkau adalah adikku yang tenang dan tabah, dapat memaklumi akan kekua saan Tuhan yang Maha Pencipta, juga Maha Menentukan segalanya.Segala peristiwa yang menimpa diri kita, bahkan nyawa kita sekalipun, berada dalam kekuasaan Nya untuk menentukan.Bukankah engkau masih tetap adikku yang tenang itu, bahkan sekarang, setelah menjadi seorang pendekar wanita yang lihai, tentu akan lebih mampu menguasai hati dan perasaan sendiri, bukan?"

   Kui Lan menangkap lengan kakaknya.

   "Han-ko, tidak perlu berputar-putar. Aku bukan anak kecil lagi. Katakan, apa yang telah terjadi dengan ibu?"

   "Ibu kita telah t iada, Lan-moi."

   "Ibuu......!!"

   Kui Lan menahan jeritnya dan memejamkan kedua matanya untuk mencegah tangisnya, akan tetapi kedua mata yang dipejamkan itu tidak mampu menahan air matanya yang bercucuran. Cin Han merangkul adiknya dan Kui Lan menangis di dada kakaknya. Setelah mereda tangisnya, ia melepaskan diri dengan lembut.

   "Koko, ceritakan, apa yang telah terjadi dengan ibu kita."

   Dengan hati-hati dan tenang Cin Han menceritakan betapa pemberontak menyerbu kota raja dan ada anggauta pemberontak yang menyerbu rumah mereka. Ibu mereka tidak ikut ayah mereka karena ingin menanti di rumah sampai mereka bertiga kembali. Karena terancam bahaya diperhina para pemberontak, ibu mereka mengambil jalan terhormat, membunuh diri.

   "Ah, kasihan ibu!"

   Bisik Kui Lan.

   "Kita patut bangga, Lan-moi. Ibu kita telah tewas sebagai wanita terhormat dan dengan tidak menyerah kepada pemberontak, berarti ia tewas sebagai seorang pahlawan. Rumah kita dikuasai pemberontak dan sekarang menjadi tempat tinggal Bouw Koksu, yaitu ayah dari Bouw-ciangkun yang memimpin pasukan tadi."

   Kui Lan sudah dapat menenangkan diri.

   "Engkau benar Han-ko. Ibu kita tewas tidak sia-sia, dan kita harus membantu bangkitnya kembali Kerajaan Tang. Dengan cara demikian, kita berarti sudah dapat membalaskan dendam penasaran hati mendiang ibu kita. Yang kusayangkan, ketika ayah mengawal Sri-bagiada Kaisar, kenapa ayah tidak memaksa ibu agar ikut saja? Aku ingin menyusul ayah, koko."

   "Kuatkan hatimu, adikku. Ayah kita juga sudah tiada......"

   "Ahh.....?"

   Wajah gadis itu berubah pucat, akan tetapi perasaannya tidak begitu tertikam pedih seperti ketika mendengar ibunya terkasih sudah tiada.

   "Apa yang terjadi? Bukankah ayah kita mengawal kaisar melarikan diri mengungsi ke barat?"

   Dengan singkat Cin Han lalu menceritakan tentang pembunuhan terhadap ayah mereka yang dilakukan oleh para perajurit pengawal yang merasa tidak puas dan menganggap ayah mereka menjadi biang keladi kehancuran Kerajaan Tang.

   "Juga bibi Yang Kui Hui tidak lepas dari hukuman, ia menggantung diri di depan kaisar dan semua pasukan pengawal."

   Kui Lan menghela napas panjang.

   "Sudah kita khawatirkan semua hal ini akan terjadi juga. Kedudukan ayah yang tidak semestinya, karena pengaruh bibi Yang Kui Hui. Ah, sungguh kita harus merasa prihatin dan menyesal sekali, koko."

   "Tidak ada yang perlu disesalkan, adikku. Bagaimanapun juga, ayah kita telah memperlihatkan kesetiaannya kepada Kerajaan Tang. Dan semua sikap yang tidak benar dari ayah dan bibi, dapat kita tebus dengan kesetiaan kita terhadap Kerajaan Tang. Kita bertiga telah mempelajari ilmu dan kita dapat menyumbangkan tenaga kita demi jayanya kembali Kerajaan Tang. Mari kita ke kota raja, adikku. Di sana kita bersama Bi-moi dapat lebih banyak bekerja menentang pemberontak dan mempersiapkan diri untuk membantu pasukan Tang kalau saatnya tiba."

   Kui Lan mengepal tangannya.

   "Aku sudah siap untuk siap membantumu, koko."

   Kemudian ia bertanya.

   "Koko, apakah yang dilakukan rombongan tadi ke sini? Dan gadis itu sungguh lihai bukan main."

   "Mereka adalah rombongan dari kota raja yang dipimpin oleh Panglima bernama Bouw Ki seorang bersuku bangsa Khitan, dan aku sendiri t idak tahu Siapa gadis itu, hanya mendengar bahwa ia memang membantu pasukan itu. Tak kusangka ia selihai itu."

   "Apa yang mereka lakukan di sini?"

   "Mereka akan mengambil tempat disembunyikannya Mestika Burung Hong Kemala."

   "Ahh! Bukankah mestika itu merupakan pusaka kerajaan?"

   "Benar, kabarnya pusaka itu lenyap dan menjadi rebutan. Terakhir kalinya, pusaka itu disimpan oleh mendiang ayah, entah bagaimana dapat terjatuh ketangan mereka. Aku membayangi mereka untuk melakukan penyelidikan, tidak mengira akan bertemu denganmu. Tentu saja bagiku lebih penting menolong dan menyelamatkanmu dari pada menyelidiki tentang pusaka itu."

   "Ah, kalau begitu, tentu mereka sudah mengambil pusaka itu, koko! Sebetulnya, kita harus merampasnya."

   "Agaknya tidak mungkin, Lan-moi. Mereka terlalu kuat, apa lagi gadis itu. Bagaimanapun juga, kita sudah mengetahui bahwa Mestika Burung Hong Kemala terjatuh ke tangan Bouw Koksu."

   "Siapa itu Bouw Koksu?"

   "Dia ayah dari panglima Bouw Ki tadi,"

   Dan Cin Han lalu menceritakan keadaan pemerintahan baru yang dibentuk An Lu Shan.

   "Dan tahukah engkau siapa pemuda sint ing tadi, koko? Apakah engkau melihatnya?"

   Cin Han mengangguk.

   "Aku melihat dia akan tetapi aku tidak mengenalnya. Dia memang amat mencurigakan. Nampa knya tolol dan lemah, akan tetapi dia membawa sebatang pedang yang amat baik. Aku masih menduga-duga siapa gerangan pemuda itu dan sudah kuingat wajahnya. Akan kutanyakan kepada kawan-kawan kita di sana, mungkin ada yang mengenalnya. Kalau dia merupakan seorang pejuang yang setia kepada Kerajaan Tang, tentu kawan-kawan kita mengenalnya. Kalau tidak ada yang mengenal berarti dia bukan apa-apa dan memang eorang yang sint ing."

   "Akan tetapi aku mempunyai perasaan bahwa perbuatannya tadi disengaja untuk menolongku, koko."

   "Mungkin saja. Nah, mari kita kembali ke kota raja. Kita bekerja sama dengan Kui-moi dan dengan para pejuang. Di kota raja kita dapat mengikuti semua perkembangan dan mempersiapkan diri untuk membantu kalau pasukan Kerajaan Tang datang untuk merampas kembali kerajaan yang terjatuh ke tangan pemberontak An Lu Shan."

   "Apakah ada harapan terjadi hal itu, koko?"

   "Tentu saja. Jaringan mata-mata para pejuang yang bergerak di kota raja mempunyai hubungan dengan rombongan Sribaginda yang melarikan diri ke Se-cuan dan sudah diperoleh berita bahwa Sribaginda yang dibantu oleh Panglima Kok Cu yang setia, sedang menyusun kekuatan di barat untuk merampas kembali tahta kerajaan.Mari kita pergi, Lan-moi."

   Kakak beradik itu lalu meninggalkan tempat itu, menuju ke kota raja.

   Souw Hui San mengelus-elus dahinya yang menjadi benjol sebesar telur ayam, tertimpa pedangnya sendiri yang tadi dilempar oleh Kim Hong.

   "Wah, gadis yang lihai, galak dan sadis!"

   Dia mengomel, lalu mengeluarkan seguci kecil arak dan menggosok-gosok benjolan di dahinya dengan arak. Tadi, ketika dia muncul dengan pura-pura menjadi seorang sinting, dia memang bermaksud untuk menolong gadis yang membuat jantungnya berdebar keras. Begitu melihat Kui Lan, seketika jantung di dalam dada Hui San jatuh bangun.

   Belum pernah selama hidupnya dia melihat seorang gadis seperti itu! Cantik jelita,lemah lembut, dan perkasa pula.

   "Ku iLan, namanya Kui Lan......."

   Dia bicara seorang diri dan kalau ada yang melihatnya saat itu, tentu akan menganggap dia benar-benar sinting, bukan pura-pura seperti tadi.

   "Agaknya ia she Kui dan bernama Lan, nama yang ndah,secantik orangnya. Akan tetapi, ia mengenal aku sebagai orang sinting....."

   Dia tersenyum pahit, lalu mengelus benjolan di dahinya sambil menyebut-nyebut nama gadis itu.

   "Ahhh...... Kui Lan....... Kui Lan......"

   Hui San melamun sebentar, wajah Kui Lan terbayang-bayang dan akhirnya dia menarik napas panjang, mengikatkan buntalan pakaiannya di punggung, lalu mendaki bukit itu. Setelah berada di puncak bukit, dia melihat dari atas ke segenap penjuru.

   Dia tersenyum ketika melihat rombongan Bouw Ki menuruni bukit, kembali dari tebing karang penuh guha. Senyumnya menjadi tawa geli membayangkan betapa rombongan itu, dengan rasa puas dan menang, kini kembali ke kota raja sambil membawa Mestika Burung Hong Kemala yang palsu!

   Setelah merasa yakin bahwa di sekitar situ tidak terdapat orang lain, barulah Hui San memanjat pohon besar di mana tadi dia menelit i ke empat penjuru dan dia mengambil benda pusaka Gi ok-hong-cu itu dari puncak pohon.

   Dia tadi memang menyembunyikan pusaka itu di sana. Kalau tidak demikian,tentu dia tidak akan berani muncul untuk menolong Kui Lan. Ketika buntalannya digeledah, diapun tenang-tenang saja karena pusaka itu telah lebih dulu dia amankan di puncakpohon.

   Andaikata rombongan itu tadi bertindak kasar hendak menawan atau membunuhnya, tentu dia akan melakukan perlawanan.

   Mestika Burung Hong Kemala Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia tadi mengintai dan kagum melihat munculnya seorang pemuda menolong Kui Lan , bahkan dia membayangi ketika kedua orang itu menyelamatkan diri. Karena maklum bahwa mereka itu lihai, dia hanya mengintai dari jauh sehingga tidak dapat mendengar percakapan mereka dengan jelas. Akan tetapi dia tahu bahwa pemuda itu ternyata kakak si gadis maka menguap dan lenyaplah perasaan tidak enak dan cemburu yang tadinya sudah mengusuk pe rasaannya. Setelah menyimpan Mestika Burung Hong Kemala yang aseli, diapun menurun bukit itu dan menuju kembali ke kota raja.

   Dia merasa gembira melihat betapa kakak beradik itupun menuju ke kota raja karena dia mengharapkan sekali untuk dapat bertemu kembali dengan Kui Lan , gadis yang telah menjatuhkan hatinya itu.

   Ji Siok atau Ji-wangwe (Hartawan Ji) membelalakkan matanya memandang ke pada gadis yang duduk di depannya.

   Baru saja Cin Han meninggalkan mereka dan gadis ini, Kui Bi, menyatakan suatu keinginan yang membuat dia terkejut setengah mati dan terbelalak.

   "Nona, keinginanmu itu tidak mungkin! Terlalu berbahaya itu!"

   "Paman J i,"

   Kata Kui Bi dengan sikapnya yang tenang.

   "Kenapa tidak mungkin? Bukankah paman juga mengetahui bahwa mendiang Bibi Yang Kui Hui dahulu pernah saling menjalin cinta dengan An Lu Shan? Dan paman tahu bahwa wajahku mirip mendiang Bibi Yang Kui Hui. Dengan sedikit hiasan, aku akan menjadi Yang Kui Hui muda dan aku yakin An Lu Shan seolah menemukan kembali kekasihnya."

   "Akan tetapi itu berbahaya sekali! Bagaimana mungkin nona dapat membunuhnya lalu meloloskan diri? No... akan ditangkap, dan andaikan berhasi. membunuhnyapun, nona akan dihukum dan dibunuh pula."

   "Paman, mana ada perjuangan yang tidak mengandung bahaya? Perang hanyalah menang atau kalah. Orang tuaku tewas karena ulah An Lu Shan, bahkan Kerajaan Tang jatuh oleh pengkhianat itu. Tidakkah sudah sepatutnya kalau aku membalas dendam? Dengan cara Itu, aku akan berhasil mendekatinya dan dapat membunuhnya. Kemudian, tentang aku akan berhasil meloloskan diri atau tidak merupakan masalah ke dua. Belum tentu aku tidak akan mampu meloloskan diri, paman!"

   "Tapi.... mengorbankan seorang gadis muda seperti nona...."

   Kata hartawan itu meragu.

   "Tidak ada kata pengorbanan bagi seorang pejuang, paman. Andaikata dianggap pengorbanan sekalipun, aku rela mengorbankan nyawa demi membalas kematian ayah ibuku dan demi Kerajaan Tang. Tidak perlu berpanjang kata, paman. Mau atau tidakkah paman membantuku agar aku dapat memasuki kalangan istana sehingga aku mendapat kesempatan untuk mendekati An Lu Shan?"

   Hartawan itu menghela napas panjang.

   "Sebaiknya kita menanti sampai kakakmu datang...."

   "Terlalu lama, paman. Dan Han-koko juga tidak akan dapat membantuku. Ini merupakan usaha pribadiku untuk bertindak.Kalau paman tidak mau membantu, biarlah aku mencari jalan lain."

   Menghadapi gadis yang bersikap keras itu, Ji-wangwe hanya menghela na pas dan mengangguk-angguk.

   "Baiklah,nona. Akan tetapi harus diatur sebaik mungkin. Kalau hendak mendekati An Lu Shan tanpa dicurigai, satu-satunya cara adalah menjadi seorang dayang istana. Dan kebetulan aku mempunyai hubungan dengan seorang thai-kam (sida-sida) yang menjadi kepala dayang. Kurasa dia akan dapat memasukkan nona ke istana sebagai dayang baru. Tentu saja kalau ada permintaan dayang baru dari istana."

   Ternyata secara kebetulan sekali, memang ada permintaan dari istana agar Gui-thaikam memasukkan lagi tujuh orang dayang baru untuk istana, atas permintaan permaisuri. Dengan sendirinya, tiga hari kemudian, Kui Bi telah berhasil diselundupkan sebagai seorang dayang baru.

   Ketika tujuh orang dayang baru itu dihadapkan kepada Kaisar An Lu Shan, di situ hadir pula Pangeran An Kong di samping permaisuri dan para selir kaisar.

   Juga ada beberapa orang panglima yang sedang menghadap untuk urusan tugas keamanan. Di antara para panglima itu terdapat Sia-ciangkun, yaitu Panglima Sia Su Beng yang pernah bertemu dengan Yang Kui Lan. Panglima inilah yang menjadi bengong dan jantungnya terasa berdebar-debar ketika ia ikut melihat masuknya tujuh orang calon dayang itu.

   Yang membuat dia terkejut bukan main adalah melihat dayang yang berjalan dalam urutan nomor tiga. Hampir dia berteriak memanggil.

   Bagaimana dia tidak akan terkejut melihat Kui Lan berada di antara tujuh orang dayang itu! Kui Lan,gadis perkasa yang katanya hendak menyusul ayahnya dalam rombongan Kaisar yang melarikan diri ke barat, gadis yang menjadi pejuang membela Kerajaan Tang, berada di sini sebagai calon dayang!

   Tentu saja ia merasa khawatir bukan main, maklum akan niat gadis itu. Gadis itu agaknya hendak nekat, hendak membunuh An Lu Shan dengan menyusup sebagai dayang! Dia harus mencegah ini, karena melakukan perbuatan itu sama saja dengan membunuh diri! Akan tetapi, apa yang dapat dia lakukan? Dia akan mencari jalan!

   Bukan hanya Sia Su Beng yang menjadi bengong ketika melihat Kui Bi yang disangkanya Kui Lan karena memang enci adik itu memiliki wajah yang mirip sekali. Juga An Lu Shan dan Pangeran An Kong memandang dengan mata yang tak pernah berkedip. An Lu Shan memandang dan jantungnya berdebar keras. Dia seperti melihat Yang Kui Hui hidup kembali, dalam tubuh yang jauh lebih muda.

   Namun tak salah lagi, wajah gadis dayang itu serupa benar dengan wajah mendiang Yang Kui Hui yang dahulu menjadi kekasihnya! Dia takkan pernah melupakan selir kaisar itu, karena harus diakuinya bahwa berkat bantuan Yang Kui Hui itulah dia mendapatkan kedudukan dan kepercayaan kaisar Kerajaan Tang dan akhirnya kini bahkan dapat merebut tahta Kerajaan Tang.

   Sementara itu, Pangeran An Kong yang terkenal mata keranjang, juga terpesona oleh kecantikan Kui Bi. Apa lagi ketika dengan sikap malu-malu, dengan kerling mata tajam dan senyum manis sekali Kui Bi yang melakukan penghormatan sambil berlutut kepada keluarga An Lu Shan,mengerling ke arah An Lu Shan dan Pangeran An Kong.

   Pangeran mata keranjang itu begitu tertarik oleh kerling mata dan senyuman Kui Bi sehingga dengan tak sabar dia lalu berkata kepada Permaisuri,

   "Ibunda, saya ingin agar calon dayang yang berbaju biru itu menjadi dayang saya!"

   Mendengar ucapan yang terang-terangan menunjukkan betapa pangeran itu terpikat oleh dayang itu, semua orang tersenyum, maklum akan watak mata keranjang pangeran itu.

   "Aih, engkau begitu tergesa-gesa! Akan tetapi bolehlah......"

   "Tidak!"

   Terdengar suara Kaisar menggeledek.

   Memang sudah timbul perasaan tidak senang antara ayah dan anak ini,pertama ketika mereka berdua saling memperebutkan seorang wanita istana Kerajaan Tang yang kemudian membunuh diri, kemudian sekali karena dengan dukungan banyak pejabat tinggi, Pangeran An Kong minta kepada ayahnya agar dia diangkat menjadi Pangeran Mahkota.

   "Engkau ini anak macam apa, An Kong! Para calon dayang ini dipesan Permaisuri atas perintahku dan begitu mereka muncul, enak saja engkau hendak memilih seorang di antara mereka? Akulah yang memutuskan, dan aku memerintahkan agar para calon ini menjadi dayang istana dan t idak boleh kau ambil begitu saja!"

   Wajah Pangeran An Kong menjadi merah sekali, matanya mencorong penuh kebencian kepada ayahnya. Hanya karena urusan seorang dayang saja, ayahnya tidak segan-segan menegurnya sedemikian kasarnya, di depan banyak orang pula. Ayahnya telah mempermalukan dia di depan orang banyak, seperti pernah dilakukannya ketika dia mohon diangkat menjadi pangeran mahkota. Kebencian menyesak dadanya, akan tetapi dia t idak berani banyak cakap lagi, hanya menundukkan mukanya, dengan hati panas seperti dibakar. Apa lagi ketika dia bertemu pandang dengan Bouw Koksu, yang memberi isyarat kepadanya dengan pandang mata, maka diapun tidak berani membantah lagi.

   Peristiwa kecil ini tidak luput dari pengamatan Kui Bi. Gadis yang cerdik ini segera dapat mengetahui bahwa terdapat ketegangan dan kebencian di qntara An Lu Shan dan An Kong, maka ia harus dapat memanfaatkan keadaan ini. Iapun mengerling ke arah pangeran itu yang kebetulan mengangkat muka memandang kepadanya dan sebuah kedipan halus diisyaratkan olehKui Bi kepada sang pangeran, disusul senyum manis sekali.

   Melihat keadaan yang tidak mengenakkan hati itu, sang permaisuri segera mengutus Gui-thaikam untuk menggiring tujuh orang dayang itu ke dalam istana.

   Semua yang terjadi itupun tidak luput dari perhatian mata Sia Su Beng.

   Bahkan dia melihat kedipan mata gadis yang disangkanya Kui Lan tadi. Dia merasa tidak enak sekali dan menduga-duga,apa yang akan dilakukan gadis itu. Kemudian dia teringat akan tekad Kui Lan untuk membantu Kerajaan Tang dan diapun mulai dapat menduga bahwa agaknya gadis pejuang itu sengaja menimbulkan ketegangan yang lebih hebat antara An Lu Shan dan An Kong, untuk mengacaukan istana melalui rusaknya hubunganl keluarga An Lu Shan. Dan dia merasa semakin tidak enak dan khawatir.

   Kui Bi menjadi dayang permaisuri dan ia pandai membawa diri, sehingga permaisuri merasa sayang kepadanya. Akan tetapi, diam-diam permaisuri juga khawatir kalau-kalau dayang baru ini akan dipilih suaminya untuk menjadi selir, ia tidak perduli kalau suaminya mengangkat selir baru berapa banyakpun akan tetapi ia tidak rela kalau An Lu Shan menarik Kui Bi sebagai selir, karena ia tahu bahwa puteranya, Pangeran An Kong, menghendaki gadis cantik ini.

   Maka,permaisuri sengaja memberi tugas pekerjaan kepada Kui Byang selalu menjauhkan dayang ini dari kaisar, bahkan sejak berada di istana, Kui Bi tidak pernah dapat bertemu dengan kaisar. Hal ini amat mengesalkan hatinya, karena kalau tidak dapat bertemu degan kaisar, tidak pernah dapat berdekatan, bagaimana mungkin ia mendapat kesempatan untuk membunuh An Lu Shan?

   Beberapa hari kemudian, setelah ia tidak mempunyai tugas apapun pada malam hari itu dari permaisuri sudah memasuki kamarnya, tidak membutuhkan tenaganya, Kui Bi menyelinap keluar dan memasuki taman istana yang luas dan indah.

   Wajahnya agak murung karena ia sama sekali tidak melihat kesempatan untuk melaksanakan niat hatinya, yaitu membunuh An Lu Shan.

   Untuk nekat saja mencari kamar kaisar baru itu dan mencoba membunuhnya, merupakan perbuatan yang nekat dan ia dapat mati konyol hasilnya belum tentu ada. ia teringat kepada Pangeran An Kong. Pangeran itu jelas tertarik kepadanya. Kalau saja ia dapat mendekati pangeran itu, mungkin akan terbuka jalan baginya untuk melaksanakan niatnya.

   Kui Bi melamun sambil berjalan-jalan di dalam taman yang hanya diterangi lampu-lampu gantung di sana sini. Malam itu langit gelap, dan penerangan seperti itu di taman membuat taman nampak semakin indah.

   Tiba-tiba pendengarannya menangkap gerakan orang, ia menahan langkah dan membalik ke kiri.

   "Siapa.....?"

   Tegurnya.

   "Sssttt....., siauw-moi..... ini aku, Sia Su Beng,"

   Terdengar suara pria lirih dan orangnya muncul dari baik semak.

   Sinar lampu yang lemah menerangi muka pemuda yang tampan gagah itu dan melihat pakaiannya, teringatlah Kui Bi akan seorang di antara para panglima yang hadir ketika ia dan para dayang lain dihadapkan kaisar dan keluarganya. Tentu saja ia terheran-heran mendengar suara yang nampak akrab itu, yang menyebutnya siauw-moi.

   "Kau.... siapakah dan ada apakah......?"

   Tanyanya gagap.

   "Aih, Lan-moi, lupakah engkau ke padaku? Aku Sia Su Beng dan kita pernah bertemu. Adik Kui Lan, sungguh aku amat mengkhawatirkan niatmu ini. Engkau hendak membunuh An Lu Shan, bukan? Jangan begitu gegabah, Lan-moi. Semua harus diperhitungkan baik-baik. Aku tidak ingin kehilangan engkau. Tunggulah saatnya sampai aku siap dengan pasukan ku. Aku sudah menghubungi para pejuang dan merekapun siap membantu. Kita akan serbu istana dan kita basmi keluarga An Lu Shan dan menguasai istana. Para pengikutnya akan kita buat tidak berdaya dengan kepungan pasukan.Percayalah, jangan sembarangan bertindak menyerangnya dan mengorbankan dirimu..."

   Kini mengertilah Kui Bi. Panglima ini juga seorang pembela Kerajaan Tang yang entah bagaimana telah berhasil menyusup menjadi seorang panglima pengikut An Lu Shan,dan agaknya panglima yang bernama Sia Su Beng ini telah bertemu dan berkenalan dengan Kui Lan, kakaknya! Panglima muda ini tentu mengira ia kakaknya. Sebetulnya, terdapat perbedaan antara wajah encinya dan wajahnya. Encinya, Kui Lan, yang wajahnya mirip sekali dengan mendiang Yang Kui Hui. Akan tetapi berkat usahanya untuk membuat wajahnya mirip Yang Kui Hui, maka dengan sendirinya kini wajah nya serupa dengan wajah encinya.

   "Maaf, ciangkun. Engkau keliru. Aku bukan Kui Lan......"

   Di bawah penerangan lampu yang suram, sepasang mata panglima itu terbelalak, akan tetapi dia tersenyum.

   "Aih, adik Kui Lan , harap jangan main-main. Ketika dihadapkan di depan keluarga kaisar, aku telah mengamatimu. Dan aku tahu pula bahwa engkau sengaja bermain mata dengan Pangeran An Kong. Tentu untuk mengadu antara ayah dan anak itu, bukan? Engkau harus berhati-hati, Lan-moi. Aku tetap yakin engkau Lan-moi, wajahmu, sinar matamu, suaramu, tidak dapat membohongaku. Jangan bermain api sendiri, Lan-moi, apa lagi terhadap Pangeran An Kong. Dia mempunyai pendukung yang amat kuat. Bouw Koksu dan banyak orang mendukungnya, banyak orang lihai di sekelilingnya. Agaknya dia sudah siap untuk menjatuhkan ayahnya sendiri dan merebut tahta."

   Kini Kui Bi tidak ragu-ragu lagii. Panglima ini bukan sedang menjebak nya, melainkan benar-benar seorang pejuang dan benar-benar telah mengenal aik encinya.

   "Kui Lan itu enciku, ciangkun. dan ia sedang pergi ke barat untuk menyusul rombongan Sribaginda Kaisar. Namaku Kui Bi dan aku ini adiknya."

   "Ahh......!Pantas saja kalau begitu. Lan-moi Silang bahwa ia hendak menyusul ayahnya yang ikut rombongan Sribaginda.Maka aku merasa terkejut dan heran sekali melihat engkau di antara tujuh dayang itu, heran mengapa Lan-moi yang pergi ke barat tiba-tiba muncul sebagai dayang di istana. Kiranya engkau adiknya?"

   "Aku senang sekali dapat bertemu denganmu, Siaciangkun....."

   "Adik Ku Bi, Kui Lan selalu menyebutku toako."

   "Baiklah, Sia-toako. Karena kita sepaham, maka aku merasa tenang dan tahu bahwa ada teman seperjuangan di dekatku. Aku tahu bahwa aku tidak boleh tergesa-gesa melaksanakan niatku. Aku harus menunggu kesempatan yang baik."

   "Bagus, Bi-moi. Aku akan selalu mengamati dan melindungimu. Jangan bergerak sebelum ada tanda dariku.Kalau semua telah dipersiapkan, barulah kita bergerak, dan engkau sebagai pelaksana dari dalam istana karena engkau yang paling mudah melaksanakannya. Akan tetapi.....eh, maaf, apakah engkau juga selihai encimu?"

   Kui Bi tersenyum, ia merasa suka sekali kepada panglima ini. Tampan, gagah dan tegas!

   "Jangan khawatir, toako. Enci Kui Lan itu juga kakak seperguruanku."

   "Bagus kalau begitu....."

   "Ssst......!"'

   Kui Bi memperingatkan dan Sia Su Beng cepat menyelinap di balik semak-semak tadi.

   Seorang thai-kam muda muncul dan tangannya membawa sebatang pedang. Dia termasuk thai-kam yang ditugaskan melakukan penjagaan dan dengan sendirinya dia bukanlah seorang yang lemah.

   "Hemm, kiranya engkau dayang baru itu! Di mana tadi pria yang bicara denganmu! "

   Bentak thaikam itu dengan nada bengs.

   "Pria? Apa yang kau maksudkan?"

   

Naga Beracun Karya Kho Ping Hoo Si Bangau Merah Karya Kho Ping Hoo Memburu Iblis Karya Sriwidjono

Cari Blog Ini