Ceritasilat Novel Online

Jaka Lola 21


Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 21



Setelah berkata demikian, Yo-Kongcu ang aneh ini melolos sehelai sabuk sutera putih dan sebatang Pedang yang kecil panjang. Merah sekali wajah Hwat Ki, juga dia menjadi makin marah.

   "Ucapanmu tidak karuan, orang she Yo! Siapa sudi melayani ucapan gila-gilaan itu? Hayo lekas kau memilih, mengundurkan diri dari wilayah ini dengan aman atau harus makan pedangku!"

   "Bagus, Tan Hwat Ki, kau majulah. Memang aku hendak menguji kepandaian-mu!"

   Tantang Ketua Hek-sin-pang (Perkumpulan Kipas Hitam) itu.

   "Suheng, biarkan aku maju menghadapi bajak ini!"

   Tiba-tiba Cui Kim meloncat maju dengan Pedang Hek-Kim-Kiam di tangan. Pemuda tampan baju putih itu tersenyum, membuat wajahnya menjadi ganteng sekali.

   "Aha, adik yang manis. Apakah kau juga hendak memasuki sayembara?"

   "Apa... apa maksudmu?"

   "Agaknya kau sama dengan adik perempuanku, mencari jodoh dengan menguji kepandaian pemuda yang disukainya. Kau hendak menguji kepandaianku?"

   Wajah Cui Kim menjadi merah sekali.

   "Setan kau...!!"

   "Sumoi, tunggu! Laki-laki ceriwis ini tak perlu kau layani, serahkan kepadaku. He, orang she Yo! Kalau kau memang laki-laki sejati, jangan mengganggu wanita dengan ucapan kotor. Hayo kau tandingi pedangku!"

   "Srattt!"

   Tampak sinar berkilauan ketika pemuda dari Lu-Liang-San ini mencabut pedang.

   Pedangnya pendek saja, akan tetapi Pedang ini mengeluarkan cahaya menyilaukan dan mengandung hawa dingin. Inilah Pedang yang terbuat dari logam putih yang sudah terpendam di dalam salju ribuan tahun lamanya, maka diberi nama Swat-cu-kiam (Pedang Mustika Salju). Karena logam putih itu tidak banyak terdapat, maka hanya dapat dibuat menjadi sebatang Pedang pendek saja. Logam putih itu didapatkan oleh Tan Sin Lee di puncak gunung yang selalu tertutup salju, dibuat menjadi Pedang pendek dan diberikan kepada puteranya. Pada saat itu, dari pintu samping melompat masuk seorang pemuda. Pemuda ini pendek tegap tubuhnya, kelihatan kuat sekali, mukanya agak hitam karena sering terbakar sinar matahari, pakaiannya ringkas dan kepalanya dicukur botak semodel dua orang Kakek yang duduk di situ, tangannya memegang Pedang Samurai dan matanya berkilat-kilat penuh kemarahan.

   "Yosiko... eh, Yo-Kongcu, tidak ada laki-laki yang cukup berharga menandingimu sebelum menangkan Shatoku!"

   Yo-Kongcu kelihatan kaget dan membentak,

   "Shatoku, mundur...!"

   "Maaf, dia harus mengalahkan aku lebih dulu!"

   Setelah berkata demikian, pemuda Jepang yang bernama Shatoku itu menerjang ke depan, ke arah Hwat Ki sambil memekik keras,

   "Haaaiiiiittt!"

   Pedang samurainya berkelebat bagaikan halilintar menyambar, kuat dan cepat bukan main, jauh lebih kuat dan lebih cepat daripada gerakan samurai di tangan Kamatari. Menyaksikan gerakan ini, Hwat Ki tidak berani memandang ringan. la dapat menduga apa yang terjadi. Tentu pemuda Jepang yang bernama Shatoku ini seorang yang mencinta atau tergila-gila kepada gadis adik Ketua Kipas Hitam dan kini menjadi cemburu. Diam-diam dia mendongkol sekali kepada orang she Yo itu, juga dia marah kepada pemuda Jepang ini yang datang-datang menerjangnya dengan mati-matian. la harus perlihatkan kepandaian. Cepat dia mempergunakan langkah-langkah Kim-Tiauw Sin-po (Langkah Ajaib Rajawali Emas) yang dia warisi dari Ayahnya.

   Begitu dia mainkan langkah-langkah ini, sinar samurai yang menyambar-nyambar bagaikan halilintar itu selalu mengenai tempat kosong. Pemuda Jepang Shatoku itu menjadi penasaran sekali. Dia seorang yang terkenal paling hebat di antara pemuda bangsanya yang menjadi anggota Kipas Hitam. Masa

   sekarang dia tidak mampu merobohkan seorang pemuda kurus yang kelihatan lemah? Samurainya diputar secepatnya dan kini serangannya mengeluarkan bunyi berdesingan di samping menciptakan gulungan sinar yang melibat-libat di sekitar tubuh Hwat Ki. Setelah mainkan Kim-Tiauw Sin-po sampai tiga puluh jurus sambil memperhatikan gerakan lawan, tahulah sekarang Hwat Ki rahasia dan kelemahan ilmu silat Pedang lawannya yang aneh itu. Ilmu Pedang itu hanya mengandalkan tenaga dan kecepatan tanpa ada variasi atau kembangan, juga tenaga yang diandalkannya hanya tenaga kasar.

   Memang harus diakui amat cepat dan andaikata dia tidak mempunyai Ilmu Kim-Tiauw Sin-po, agaknya serangan kalang-kabut seperti hujan badai itu sedikitnya akan membuat dia gugup dan kacau. Setelah mempelajari gerakan lawan, tiba-tiba Hwat Ki mengeluarkan seruan nyaring, tubuhnya berkelebat dan bagi pandangan Shatoku, tiba-tiba lawannya lenyap dari pandangan matanya. Kemudian dia mendengar angin di belakangnya, cepat samurainya dia kelebatkan ke belakang. Namun hanya mengenai angin belaka dan tahu-tahu, sebelum dia sempat menjaga karena tidak tahu lawan menyerang dari mana, Shatoku merasa betapa dadanya dimasuki sesuatu yang amat dingin sehingga membuat dia menggigil. Samurainya terlepas dari tangan, dia terhuyung-huyung lalu roboh miring. Dari dadanya mengucur keluar darah karena dada itu sudah ditebusi Pedang Swat-cu-kiam!

   "Yosiko..."

   Bibirnya berbisik sedangkan matanya yang sudah mulai pudar sinarnya itu ditujukan ke arah Ketua Kipas Hitam. Orang she Yo itu membuang muka dan berkata,

   "Salahmu sendiri, Shatoku. Kau tidak tahu diri, seperti si cebol merindukan bulan. Matilah dengan tenang, kau roboh di tangan seorang Pendekar gagah!"

   Mata Shatoku tertutup dan matilah pemuda Jepang itu. Atas isyarat Yo-Kongcu, empat orang laki-laki muncul dan membawa pergi jenazah itu, sedangkan para pelayan wanita cepat membersihkan sisa-sisa darah di lantai dengan kain dan air. Cepat pekerjaan ini dan sebentar saja keadaan sudah bersih kembali seperti semula.

   "Tan Hwat Ki, kepandaianmu cukup untuk menandingi aku. Hayo majulah!"

   Yo-Kongcu berseru, pedangnya tegak lurus ke atas di depan keningnya, sabuk sutera putih di tangan kiri digulung. Gaya kuda-kuda ini indah dipandang, akan tetapi juga aneh dan asing.

   "Orang she Yo, sekali lagi kunasihatkan supaya kau mundur dan menarik semua bajak dari daerah ini, kembali ke tempat asalmu. Contohnya orangmu tadi, terpaksa kurobohkan karena secara kurang ajar dia menyerangku tanpa sebab. Aku sungguh tidak ingin membunuh orang yang baru saja menjamu kami."

   "Tak perlu banyak cakap lagi, Tan Hwat Ki. Kalau kau dapat menangkan aku, kau akan menjadi jodoh adikku, kalau tidak, terpaksa kami memberi hukuman atas kelancanganmu membunuh banyak orang anggota Kipas Hitam."

   "Bagus, kau lihat baik-baik pedangku!"

   Hwat Ki segera menikam dengan jurus Kim-Tiauw-liak-sui (Rajawali Emas Sambar Air). Mula-mula jurus ini digerakkan dengan lambat, akan tetapi secara mendadak berubah cepat dan dahsyat sekali, yang dijadikan sasaran sekaligus adalah tiga tempat, yaitu tenggorokan, ulu hati dan pusar! Ujung Pedang tergetar menjadi tiga, biarpun menusuk secara berturut-turut, namun saking cepatnya seakan-akan merupakan tiga batang Pedang menusuk sekaligus.

   "Bagus!"

   Yo-Kongcu memuji dalam bahasa Jepang, dan sepasang kakinya dengan cekatan melangkah ke samping dan sekaligus terhindarlah dia dari Pedang lawan.

   "Ehhh...!!"

   Hwat Ki berseru kaget melihat cara lawannya menghindarkan diri dan cepat dia menerjang lagi bertubi-tubi dengan tiga jurus dirangkai sekaligus tanpa memberi kesempatan lawan balas menyerang. Pancingannya berhasil karena Yo-Kongcu melanjutkan langkah-langkahnya untuk menghindar. Lincah sekali gerakannya dan tiga jurus yang dilancarkan dengan cepat ini dapat dihindarkan dengan baik.

   "Tahan!"

   Teriak Hwat Ki yang tak dapat menahan keheranan hatinya lagi.

   "Orang she Yo, dari mana kau mencuri langkah-langkah ajaib dari Kim-Tiauw-kun?"

   Yo-Kongcu tertawa mengejek, mempermainkan sabuk sutera putih di tangan kirinya.

   "Tan Hwat Ki, apa kau kira hanya engkau sendiri yang mampu mainkan langkah Kim-Tiauw-kun? Ihhh..., kau terlampau memandang rendah kepadaku. Lihat seranganku!"

   Dengan cepat sekali sesosok sinar putih menyambar ke arah Hwat Ki. Pemuda ini mengenal sinar putih yang siang tadi telah merampas Pedang Hek-Kim-Kiam dari tangan sumoinya. la tidak menjadi gentar, lalu memutar tangan kirinya dan mendorong ke depan.

   "Plakkk!"

   Ujung sinar putih atau lebih tepat ujung sabuk sutera putih itu terpental kembali ketika bertemu dengan tangan kiri Hwat Ki yang ketika didorongkan mengeluarkan cahaya kehijauan itu.

   Kagetlah Yo-Kongcu. Pukulan tangan kiri Hwat Ki tadi jelas adalah pukulan jarak jauh yang luar biasa sekali. Memang sesungguhnya demikianlah. Hanya satu macam ilmu pukulan jarak jauh di dunia ini yang dilakukannya dengan cara memutar-mutar lengan kiri seperti itu, yaitu Ilmu Pukulan Ching-tok-ciang (Tangan Racun Hijau)! Ilmu Pukulan Ching-tok-ciang ini diwarisi oleh Hwat Ki dari Ayahnya, karena ilmu ini merupakan peninggalan neneknya, Ibu dari Tan Sin Lee. Karena ilmu yang sifatnya ganas dan liar, lebih tepat dipergunakan oleh golongan hitam, maka Tan Sin Lee tidak mengajarkannya kepada murid-muridnya yang lain kecuali kepada putera tunggalnya, dengan pesan agar ilmu ini jangan dipergunakan kalau tidak perlu.

   Biarpun ilmu ini merupakan ilmu ganas, namun karena merupakan peninggalan Ibunya, terpaksa dia wariskan kepada puteranya. Akan tetapi pemuda she Yo yang tangkas itu hanya sebentar saja terkejut karena selain dia segera dapat mengatasi kekagetannya, juga pedangnya kini sudah menerjang dengan gerakan yang amat ganas dan cepat. Jauh bedanya sifat gerakan pedangnya kalau dibandingkan dengan gerakan samurai di tangan Shatoku, pemuda Jepang tadi. Gerakan samurai itu cepat bertenaga, akan tetapi tenaganya adalah tenaga kasar sedangkan kecepatannya wajar, berbeda dengan ilmu silat Pedang yang lebih banyak mengandalkan kecepatan Ginkang, tenaga dalam dan gerak-gerak tipu dan pancingan-pancingan yang berbahaya. Hwat Ki menjadi heran dan kagum juga.

   Pemuda Jepang darah campuran ini ternyata memiliki ilmu Pedang yang hebat dan aneh sekali, karena gerakan-gerakannya biarpun masih jelas merupakan ilmu Pedang yang pilihan, juga tercampur gerakan silat Jepang. Ginkangnya cukup tinggi, tenaga Sinkangnya juga amat kuat, sedangkan Pedang di tangannya itu pun terbuat dari bahan baja pilihan karena setiap kali bertemu dengan Swat-cu-kiam di tangannya, mengeluarkan warna seperti perak dan mempunyai tenaga getaran tanda logam pusaka. Selain ini, pemuda peranakan Jepang itu benar-benar lincah sekali menggunakan langkah-langkah bersumber Kim-Tiauw-kun. la pernah mendengar dari Ayahnya bahwa Kim-Tiauw-kun merupakan sumber banyak macam ilmu langkah ajaib, di antaranya yang paling hebat adalah Si-Cap-It Sin-Po dan yang kedua adalah Ilmu Langkah Hui-thian-jip-te (Terbang di Langit Masuk ke Bumi).

   Berbeda dengan Si-Cap-It Sin-Po yang mempunyai empat puluh satu langkah, Hui-thian-jip-te mempunyai dua puluh empat langkah. Agaknya, pemuda she Yo ini menggunakan Hui-thian-jip-te karena langkah-langkahnya tidak terlalu banyak macamnya namun cukup untuk menghindarkan diri dari serangan-serangan berbahaya. Yang lebih berbahaya adalah sabuk sutera putih ini berkelebatan menjadi gulungan sinar putih yang menyilaukan mata, kadang-kadang bergulung-gulung menjadi lingkaran-lingkaran besar kecil yang selain dipergunakan untuk menotok jalan darah lawan, juga suka dipergunakan untuk berusaha melibat Pedang lawan dan merampasnya. Namun Tan Hwat Ki tidak selemah sumoinya, ilmu pedangnya mantap, gerakannya penuh tenaga dalam, sikapnya tenang dan pertahanannya Kokoh kuat.

   Sama sekali sabuk sutera putih itu tidak membuat hatinya gugup, malah perlahan-lahan dengan dorongan-dorongan Ching-tok-ciang serta tekanan Pedang Swat-cu-kiam di tangan kanan, dia mulai mendesak lawannya setelah pertandingan berlangsung seratus jurus lebih dengan amat serunya. Tiga orang tua yang masih duduk menghadapi meja, juga Bu Cui Kim, memandang penuh kekaguman. Diam-diam Cui Kim makin kagum terhadap pemuda Jepang yang tampan sekali itu. Tadinya ia menganggap bahwa di antara semua pemuda di dunia ini, sukarlah mencari tandingan Suhengnya yang memiliki kepandaian luar biasa. Siapa kira, kini pemuda peranakan Jepang yang tampan sekali itu mampu menandingi Hwat Ki sampai seratus jurus lebih dalam pertandingan yang seru dan seimbang. Hatinya makin kagum dan ia memandang penuh perhatian.

   Setelah melihat betapa perlahan-lahan pemuda peranakan Jepang itu mulai terdesak oleh lingkaran-lingkaran sinar Pedang Suhengnya, diam-diam ia menaruh kekhawatiran kalau-kalau kakak seperguruan itu akan menurunkan tangan besi dan membunuh si pemuda Jepang seperti yang dilakukannya terhadap Shatoku, pemuda Jepang tadi. Memang Hwat Ki tidak mau memberi kesempatan lagi kepada Yosiko. la pikir lebih baik melenyapkan Ketua Kipas Hitam ini karena kalau Ketuanya sudah tewas, tentu akan lebih mudah membasmi gerombolan bajak laut yang mengganggu keamanan wilayah Po-Hai. Maka dia makin hebat mendesak dengan jurus-jurus pilihan dari ilmu pedangnya. Adapun Yo-Kongcu yang terdesak itu, berkali-kali mengeluarkan seruan kagum atas ilmu kepandaian lawan. la tidak, kelihatan gelisah, biarpun terdesak dan tertekan, seruan-seruan kagum dari mulutnya mengandung kegembiraan.

   "Hebat, kau patut menjadi jodohnya..."

   Demikian berkali-kali dia berseru.

   "Ilmu pedangmu hebat!"

   "Tidak usah banyak cakap, bersiaplah untuk mampus!"

   Hwat Ki membentak dan pedangnya menyambar-nyambar seperti tangan maut mencari korban. Mendadak dia mendengar suara Cui Kim berseru keras,

   "Suheng, celaka... kita tertipu...!"

   Hwat Ki kaget dan menengok. Ternyata adik seperguruannya itu terhuyung-huyung lalu roboh pingsan di atas lantai! la tidak tahu apa yang terjadi atas diri sumoinya, cepat dia meloncat ke arah adik seperguruannya itu, akan tetapi mendadak dia merasakan kepalanya pening, pandang matanya berkunang-kunang. Tahulah dia sekarang. la, seperti juga sumoinya, terkena racun! Agaknya tadi karena dia bertanding dan mengerahkan Sinkang, racun itu tidak begitu terasa olehnya, apalagi memang Sinkang yang dimiliki sumoinya tidak sekuat Sinkangnya. Dengan penuh kemarahan Hwat Ki menengok. Dilihatnya Yosiko atau Yo-Kongcu (Tuan muda Yo) itu tersenyum, berdiri memandang kepadanya seperti orang mengejek.

   "Keparat! Kau... curang! Kau meracuni kami...!"

   Hwat Ki menguatkan diri dan memaki. Senyum itu melebar, akan tetapi kini pandangan mata Hwat Ki sudah remang-remang kurang jelas, hanya kelihatan gigi putih berkilat, kemudian terdengar suara pemuda Jepang kepala bajak itu berkata, terdengar oleh telinganya seperti suara yang datang dari jauh sekali,

   "Tan Hwat Ki, kau belum mengenal kelihaian Kipas Hitam. Kalau kau kalah bertanding denganku, kau dan adikmu tentu sudah mati sekarang. Akan tetapi kalau menang, kau dan adikmu harus menjadi tawananku. Jangan khawatir, kami takkan membunuh kalian, racun itu hanya beberapa menit saja membuat kalian pingsan..."

   Apa yang diucapkan selanjutnya, tak terdengar lagi oleh Hwat Ki yang sudah roboh pingsan di samping adik seperguruannya.

   "Siauw-Pangcu... (Ketua Muda), untuk apa menawan mereka? Lebih baik lekas bunuh saja agar tidak menimbulkan keruwetan di belakang hari,"

   Kata seorang di antara dua Kakek itu, yang bertubuh kurus kering.

   "Pauw-Lopek (uwa Pauw), mereka itu masih orang sendiri, tak mungkin aku membunuh mereka, kecuali... hemmm kecuali kalau mereka tidak mau menurut memihak kita,"

   Jawab Yosiko dengan suara tegas.

   "Bagus sekali! Kipas Hitam kiranya hanya perkumpulan bajak busuk yang dipimpin oleh seorang wanita curang"

   Tiba-tiba terdengar suara orang. Kaget bukan main hati Yosiko, serentak dia meloncat dan siap, demikian pula tiga orang tua itu. Entah dari mana datangnya, tahu-tahu di situ telah muncul seorang pemuda berpakaian serba putih yang sederhana, dengan wajah yang tenang dan penuh wibawa.

   Pemuda ini bukan lain adalah Yo Wan! Seperti kita ketahui, secara kebetulan sekali Yo Wan berada di rumah makan dalam dusun Leng-Si-Bun dan menyaksikan peristiwa yang terjadi antara muda-mudi Lu-Liang-San itu dengan orang-orang Kipas Hitam. Ketika muncul Yosiko yang mengaku she Yo dan memiliki gerakan yang hebat, dia kaget dan heran sekali, juga ingin tahu karena bagaimana Ketua Kipas Hitam itu memiliki she (nama keturunan) yang sama dengan dia? Diam-diam dia menyelinap pergi sambil meninggalkan uang pembayaran makan minum, kemudian membayangi si pemuda Ketua Kipas Hitam itu ke dusun Kui-bun di pantai Po-Hai. Dengan kepandaiannya yang luar biasa, Yo Wan berhasil membayangi terus sampai di gedung tempat kediaman Ketua Kipas Hitam itu dan bersembunyi.

   la dapat menduga bahwa muda-mudi yang dirampas pedangnya itu pasti akan menyusul ke Kui-bun, maka diam-diam dia bersembunyi sambil memasang mata, siap menolong muda-mudi itu apabila mereka terancam bahaya. Kalau muda-mudi itu bertentangan dengan golongan bajak laut yang mengganggu ketenteraman penghidupan para nelayan dan saudagar di tepi laut, pasti dia akan memihak mereka. Apalagi karena timbul dugaan di dalam hatinya bahwa muda-mudi itu sedikit banyak tentu mempunyai hubungan dengan Gurunya, Pendekar Buta. Ketika dugaannya terbukti dengan munculnya muda-mudi di ruangan besar gedung itu, dia mendapat kenyataan yang menggirangkan, juga mengherankan hatinya. Bahwa pemuda itu bernama Tan Hwat Ki putera Tan Sin Lee Ketua Lu-hang-pai. Kini tidaklah heran dia mengapa pemuda itu dan sumoinya demikian lihai dan memiliki gerakan langkah Kim-Tiauw-kun.

   Tentu saja dia girang dan niatnya menolong atau membantu mereka lebih mantap lagi. Akan tetapi, hal yang amat mengherankan hatinya adalah ketika dia melihat pula kenyataan bahwa pemuda baju putih yang disebut Yosiko atau Yo-Kongcu dan menjadi Ketua Kipas Hitam itu ternyata adalah seorang wanita! Pandang matanya yang tajam segera dapat membuka rahasia ini ketika Yosiko mulai bersilat melawan Hwat Ki. Ada gerakan-gerakan otomatis pada kaki dan lengan seorang wanita, yang amat berbeda dengan gerakan otomatis kaki tangan pria. Dalam menggerakkan lengannya, seorang wanita otomatis tidak mau membuka pangkal lengannya menjauhi dada, hal ini adalah sifat pembawaan tiap wanita. Tentu saja dalam mainkan ilmu silat, hal ini tidak mengikat benar, namun dalam ilmu silat pun tercampur dengan gerakan otomatis yang menjadi dasar menurut pembawaan masing-masing.

   Melihat gerak ini, kemudian melihat wajah yang terlalu tampan itu, kulit yang terlalu halus untuk pria, mudah saja Yo Wan menduga bahwa pemuda tampan itu adalah seorang gadis cantik yang menyamar pria! Keheranan ini belum seberapa kalau dibandingkan dengan keheranan ketika dia melihat betapa gadis peranakan Jepang ini menggerakkan kaki dalam langkah-langkah ajaib yang amat dikenalnya. Itulah inti ilmu langkah ajaib yang pernah dia pelajari dari Suhunya, Pendekar Buta! Hanya bedanya, yang dia pelajari adalah lebih lengkap berjumlah empat puluh satu jurus, sedangkan yang dikuasai gadis Jepang itu adalah dua puluh empat jurus Hui-thian-jip-te! Benar-benar amat luar biasa dan hal ini meragukan hatinya untuk memusuhi dan membasmi Ketua Kipas Hitam ini.

   Demikian, ketika dia melihat Hwat Ki sudah mendesak hebat, seperti juga Cui Kim, dia khawatir kalau-kalau Hwat Ki dalam kemarahannya membunuh Ketua Kipas Hitam itu, maka dia bersiap-siap untuk menghentikan pertandingan mati-matian itu. Akan tetapi, tiba-tiba dia melihat Cui Kim roboh pingsan, disusul oleh Hwat Ki dan mendengar ucapan Yosiko, dia mengerutkan kening. Gadis peranakan Jepang itu benar-benar lihai, berani, juga liar dan curang, maka sambil mengejek dia lalu menampakkan diri. Marahlah hati Yosiko ketika melihat munculnya seorang asing secara mendadak. la bertepuk tangan tiga kali dan muncullah enam orang pendek-pendek yang ternyata bukan lain adalah Kamatari dan lima orang temannya. Si Pedang Cakar Naga ini bersama lima orang temannya menjura dalam-dalam sampai jidat mereka hampir menyentuh tanah di depan Yosiko.

   "Apa yang dapat kami lakukan untuk Yo-Kongcu yang terhormat?"

   Tanyanya dalam bahasa Jepang.

   "Kalian ini sekelompok udang goblok, bagaimana dengan tugasmu menjaga sehingga orang dusun ini bisa masuk ke sini tanpa ijin?"

   Bentak Yosiko sambil menudingkan telunjuknya ke arah Yo Wan. Kamatari melirik dan tampak kaget ketika melihat Yo Wan.

   "Dia... dia adalah orang yang kelihatan di dalam rumah makan di Leng-Si-Bun!"

   Katanya gagap dan heran.

   "Goblok, seret dia keluar!"

   Bentak Yosiko. Diikuti lima orang temannya, Kamatari melangkah maju, lambat-lambat, selangkah demi selangkah, dengan gerak kaki menurutkan ilmu silatnya, kedua tangannya tergantung di kanan kiri, agak ditekuk sikunya dan jari-jari tangannya terbuka dan tertutup, sikapnya mengancam sekali! Lima orang temannya juga seperti itu gerakannya, malah dengan teratur mereka berenam membuat gerakan mengelilingi Yo Wan.

   "Eh, cakar nagamu ke mana? Apakah sudah Kau tukar dengan cakar ayam maka kau malu mengeluarkannya?"

   Yo Wan berkata sambil menghadapi Kamatari, karena di antara enam orang itu, Si Cakar Naga inilah yang paling kuat. Merah muka dan kepala yang botak itu, kemudian tiba-tiba Kamatari mengeluarkan pekik nyaring yang agaknya keluar dari dalam perutnya, disusul dengan gerakannya seperti katak melompat dan tahu-tahu Pedang samurainya telah menyambar ke arah Yo Wan. Dalam detik-detik berikutnya, lima orang temannya juga sudah menerjang dengan samurai terhunus sehingga dari enam penjuru menyambarlah kilatan enam sinar samu-rai yang amat tajam!

   "Cring-crang-cring!"

   Tampak bunga api berpijar menyilaukan mata ketika enam batang samurai itu saling bentur dalam kekacauan yang membingungkan.

   Tadinya Kamatari dan lima orang temannya merasa yakin bahwa samurai-samurai mereka pasti akan mencincang hancur tubuh si pemuda desa yang agaknya sudah tidak dapat mengelak ke mana-mana karena semua jalan keluar sudah tertutup enam buah samurai. Enam buah samurai itu menghantam ke satu titik, yaitu di mana Yo Wan berada. Akan tetapi, ternyata tepat tiba di sasaran, pemuda itu tidak tampak bayangannya lagi dan enam buah samurai itu saling bentur. Karuan saja enam orang itu terheran-heran dan terkejut sekali, dan sebelum mereka tahu apa yang terjadi, mereka merasa didorong dari belakang oleh tenaga mujijat dan... berturut-turut terdengar suara beradunya kepala sama kepala dan bergelimpanglah enam orang itu dengan tambahan benjol sebesar telor ayam pada botak kepala masing-masing. Mereka pingsan seketika.

   "Hek-San Pangcu (ketua Kipas Hitam), udang-udang busuk begini kau pergunakan untuk menakut-nakuti orang? Memalukan sekali"

   Kata Yo Wan, kedua tangannya bergerak dan enam orang itu terlempar keluar pintu depan satu demi satu seperti rumput-rumput kering ditiup angin saja. Sepasang alis Yosiko terangkat naik, lalu turun dan hampir bersambung. Marahlah dia, juga heran karena sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa "Orang desa"

   Ini ternyata lihai juga.

   "Hemmm, kau boleh juga, akan tetapi belum cukup berharga untuk bertanding denganku. Pouw-Lopek, harap wakili aku beri hajaran kepada bocah dusun ini!"

   Kakek tinggi kurus yang kulitnya sudah berkeriput semua, melangkah lebar.

   Kagetlah Yo Wan karena sekali melangkah saja Kakek itu sudah berada di depannya! Mana mungkin begini? Kalau Kakek itu melompat, dia tidak merasa heran, bahkan hal itu biasa saja. Akan tetapi Kakek itu sama sekali bukan melompat, melainkan melangkah. Betapapun panjang kakinya, tak mungkin dapat sekali melangkah sampai di depannya, padahal jaraknya kurang lebih lima tombak (kurang lebih sepuluh meter)! Ilmu apakah ini? Yo Wan memutar otak dan dapat menduga bahwa Kakek tinggi kurus ini tentu memiliki ilmu luar biasa yang mengandalkan kedua kakinya, dan hal ini mudah diduga bahwa ilmu itu tentulah ilmu tendangan. Apalagi yang dapat dipergunakan sepasang kaki dalam pertandingan untuk menyerang lawan kecuali menendang? Maka dia bersikap waspada dan mencurahkan sebagian besar perhatiannya kepada gerakan sepasang kaki calon lawannya.

   "Orang muda"

   Kata Kakek itu, suaranya jelas menyatakan bahwa dia seorang dari daerah pesisir Selatan.

   "Kau sungguh seorang yang tak tahu diri, tak mengenal luasnya lautan tingginya langit. Siapakah kau ini yang berani lancang memasuki gedung tempat tinggal Ketua Hek-San-Pang dan menjual lagak di sini? Dan apakah kehendakmu?"

   Mendengar ucapan ini dan melihat sikap yang berwibawa, Yo Wan dapat menduga bahwa Kakek ini tentu mempunyai kedudukan yang cukup tinggi dalam perkumpulan Hek-San-Pang, maka dia pun bersikap hormat. Setelah menjura dia menjawab,

   "Namaku Yo Wan dan secara kebetulan aku menyaksikan peristiwa di rumah makan. Karena tertarik mendengar bahwa Ketua kalian juga she Yo, apalagi ditambah sepak terjangnya merampas pedang, biarpun urusan itu dengan aku tidak ada sangkut-pautnya, namun memaksa aku untuk datang ke sini dan menonton. Kiranya Ketuanya seorang wanita yang begitu curang merobohkan dua orang muda ini dengan racun. Hal ini aku Yo Wan tak mungkin diam saja membiarkan kecurangan."

   Yosiko membentak marah,

   "Bocah dusun lancang. Kau sombong sekali. Apa maksudmu dengan kata-kata bahwa Hek-San-Pang dipimpin oleh seorang wanita?"

   "Seorang wanita curang kataku tadi,"

   Jawab Yo Wan sambil tersenyum kepada Ketua Hek-San-Pang itu.

   "Mata orang lain boleh kau kelabuhi, akan tetapi bagiku jelas bahwa kau seorang wanita, mengapa memakai sebutan Kongcu (Tuan muda) segala macam? Dan memang kau curang sekali, mengambil kemenangan menggunakan racun..."

   "Pouw-Lopek, hajar dia!"

   Bentak Yosiko, tak dapat menahan kemarahannya lagi. Orang tua tinggi kurus itu sebetulnya adalah seorang bajak laut tunggal di pantai Selatan yang bernama Pouw Beng, akhirnya dia ditarik oleh Kipas Hitam menjadi pembantu utama di samping dua orang lain yang selalu mendampingi Ketua Kipas Hitam. Ketika tadi menyaksikan gerak-gerik Yo Wan, Kakek yang bermata tajam ini maklum bahwa Yo Wan adalah seorang "Pemuda gunung" (istilah murid pertapa di gunung) yang tak boleh dipandang ringan, maka dia bersikap sabar dan bertanya lebih dulu. Kini mendengar kemarahan Yosiko yang mendesaknya, dia lalu memasang kuda-kuda, kedua kakinya dipentang lebar pada bagian lutut, akan tetapi mata kakinya saling bertemu.

   "Orang muda she Yo, lihat serangan!"

   Bentaknya mengguntur dan sekali meraba punggung, Kakek ini sudah mencabut keluar sebatang ruyung lemas (joan-pian) yang berwarna hitam lalu menerjang dengan senjata seperti pecut ini dengan gerakan yang dahsyat.

   "Wuuuttttt!"

   Angin pukulan joan-pian ini menyambar ke arah kepala ketika Yo Wan mengelak, namun dengan kelincahannya, mudah saja Yo Wan melompat lagi ke samping.

   Ketika joan-pian ini seperti seekor ular hidup mengejarnya terus dengan cepat, Yo Wan diam-diam menjadi kagum dan memuji kepandaian si Kakek mainkan joan-pian yang dapat terus-menerus melakukan serangan sambung-menyambung. la masih belum dapat melihat bahayanya ancaman joan-pian ini maka Yo Wan tetap saja mengelak ke sana kemari sambil tiada hentinya memperhatikan kedua kaki lawan. Benar saja dugaannya, gerakan joan-pian yang menyerang kalang kabut ini hanyalah usaha untuk membingungkan lawan, karena tiba-tiba kedua kaki Kakek itu bergerak menyambar, susul-menyusul dengan kecepatan yang tak terduga-duga dan dengan kekuatan yang luar biasa! Yo Wan kagum. Hal ini sudah diduganya, dan memang sesungguhnya tendangan-tendangan inilah yang merupakan inti dari penyerangan Kakek kurus itu.

   Seorang lawan yang kurang waspada pasti akan roboh oleh tipu muslihat ini, karena hanya tampaknya saja joan-pian yang mengancam, akan tetapi sesungguhnya bukan demikian, sehingga lawan yang terlalu mencurahkan perhatian terhadap serangan joan-pian yang bertubi-tubi, akan celaka oleh tendangan-tendangan tersembunyi ini. Yo Wan bukan seorang pemuda sombong dan dia tidak suka memamerkan kepandaiannya. Akan tetapi keadaan sekarang memaksa dia untuk mengeluarkan kepandaiannya. Pertama, karena dia berada di sarang harimau yang berbahaya, kedua untuk menolong muda-mudi putera Ketua Lu-liang-pai atau Cucu Raja Pedang itu, ketiga memang sudah menjadi tugasnya untuk membasmi bajak laut, apalagi setelah dia teringat akan ucapan penuh sindiran dari Ketua Siauw-Lim-Pai, yaitu Thian Seng Losu. Maka melihat datangnya tendangan, dia sengaja bersikap seakan-akan dia kurang waspada dan memberi kesempatan orang menendangnya! Karuan saja Pouw Beng girang bukan main,

   "Pergilah!"

   Bentaknya sambil mengerahkan tenaga pada tendangannya ketika lawan muda itu sibuk mengelak dari sambaran joan-pian.

   "Dukkk!"

   Bukan tubuh Yo Wan yang mencelat seperti yang telah dibayangkan si penendang dan teman-temannya, melainkan Kakek itu sendiri yang terpelanting dan bergulingan, tak mampu bangkit lagi karena tulang kakinya yang menendang tadi remuk sedangkan joan-pian di tangannya pun sudah mencelat entah ke mana! Kiranya tadi ketika kakinya sudah hampir mengenai sasaran, yaitu perut Yo Wan, pemuda ini secepat kilat menggunakan tangan kirinya menotok jalan darah lalu menggencet.

   Karena dia mempergunakan jurus ampuh Ilmu Silat Liong-Thouw-Kun yang dia warisi dari Kakek sakti Sin-Eng-Cu, seketika remuklah tulang kaki lawannya, sedangkan tangan kanan Yo Wan pada detik yang sama juga menghantam pergelangan lengan yang memegang joan-pian sehingga joan-pian itu terpental dan mencelat entah ke mana. Yosiko melongo. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa pemuda dusun itu demikian lihainya. Pouw Beng dirobohkan hanya dalam beberapa gebrakan saja! Tendangan maut itu diterima tangan kiri dan kaki Pouw Beng remuk! Mana mungkin ini? Apakah pemuda sederhana baju putih itu main sihir? Dia sendiri yang sudah mengenal kelihaian Pouw Beng, agaknya sebelum seratus jurus tak mungkin dapat mengalahkannya!

   "Paman Sakisoto, majulah!"

   Teriaknya karena dia masih merasa penasaran. Kalau terhadap Tan Hwat Ki, dia maju sendiri karena dia sudah yakin akan kelihaian pemuda Lu-liang-pai itu. Akan tetapi pemuda dusun yang tak ternama ini, yang kelihatan begitu lemah dan sederhana, mana berharga menghadapinya? Para pelayan mengangkat pergi tubuh Pouw Beng yang masih pingsan, sedangkan Kakek yang botak dan pendek sekali itu sudah melangkah maju menghampiri Yo Wan.

   Kakek tua yang pendek botak ini adalah seorang jagoan Jepang yang terkenal dengan ilmunya Yiu-yit-su. la seorang jago gulat yang jarang menemui tandingan di antara sekalian bajak laut, dan menjadi juara di kalangan Kipas Hitam. Kedudukannya tinggi, sejajar dengan kedudukan Pouw Beng dan dia menjadi tangan kanan Yosiko pula, terutama untuk urusan mengendalikan anak buah bajak laut Kipas Hitam. Semua anak buah bajak laut, terutama yang berasal dari Jepang, takut belaka kepada Sakisoto, demikian nama jagoan tua ini. Selain ahli dalam ilmu gulat dan ilmu tangkap Yiu-yit-su, dia pun termasuk seorang jago samurai yang ampuh. Kalau dibandingkan dengan Pouw Beng sukarlah untuk menilai karena keduanya memiliki keistimewaan masing-masing.

   "Bocah sombong, hayo lekas berlutut menyerahkan diri sebelum kubanting tubuhmu sampai remuk!"

   Bentak Sakisoto, karena bagaimanapun juga dia merasa malu, kalau harus melawan seorang pemuda tak ternama, apalagi kelihatannya kurus kering dan lemah begitu, maka dia memberi peringatan lebih dulu agar bocah itu menyerah saja. Yo Wan tentu saja sudah pernah mendengar tentang ilmu gulat dan ilmu"tangkap dari Jepang, tentu semacam Ilmu Silat Sauw-kin Na-jiu-hoat, pikirnya. la maklum akan kelihaian ilmu ini yang sama sekali tidak membolehkan anggota badan tertangkap. Akan tetapi menyaksikan gerakan Kakek ini, dia berbesar hati. Langkah Kakek ini sedikit banyak sudah membayangkan keadaan tenaga Lweekang yang dimilikinya dan dia merasa sanggup untuk menghadapinya.

   "Orang tua, kau tentulah seorang ahli membanting orang. Biarlah, aku ingin merasakan bantinganmu, kalau aku kalah tak usah kau suruh menyerah, tentu saja aku sudah tak berdaya lagi. Silakan!"

   La sengaja bicara dengan lambat agar Kakek Jepang itu dapat mengikuti kata-katanya karena tadi ketika bicara, orang Jepang ini juga lambat-lambat dan agak sukar.

   "Bocah sombong, kau cari mampus"

   Sakisoto berseru, lalu kedua kakinya yang pendek itu bergerak maju, kedua lengan-nya menyambar dengan gerakan kuat dan jari-jari tangan terbuka. Alangkah heran dan juga girangnya ketika dia melihat lawannya sama sekali tidak mengelak sehingga begitu dia menggerakkan kedua tangannya, Yo Wan sudah kena dicengkeram lengan kiri dan pundak kanannya! Dengan sepasang mata sipitnya berseri-seri saking gembiranya akan hasil ini, Sakisoto mengerahkan tenaga dari perut, disalurkan kepada jari-jari tangannya dengan maksud untuk meremas hancur pergelangan lengan kiri dan pundak kanan pemuda kurang ajar itu. Jari-jari tangannya mengeras, menggigil karena terisi getaran tenaga yang dahsyat, tenaga yang membuat jari-jari tangan itu mampu meremas hancur batu karang!

   
Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika jari-jari tangannya meremas kulit yang lunak dan licin seperti kulit belut, lunak akan tetapi ulet seperti karet sehingga tenaga remasan jari-jari tangannya lenyap tertelan atau tenggelam, sama sekali tidak ada hasilnya seperti orang meremas kapas? Dalam kagetnya jago tua Jepang yang sudah banyak pengalamannya itu dapat menduga bahwa pemuda ini memiliki tenaga dalam dari orang-orang daratan yang memang amat luar biasa, maka secepat kilat dia mengubah getaran tenaganya, kini jari-jarinya tidak mencengkeram untuk meremuk lagi melainkan mencengkeram erat-erat lalu dia mengerahkan tenaga perut untuk mendongkel dan melontarkan lawannya dengan gerak tipu dalam Ilmu Yiu-jit-su. Kakinya menjegal dan tangannya yang satu mendorong yang lain menyentak kuat. Namun, orang yang disentaknya tidak bergeming sama sekali.

   Hal ini tidak mengherankan oleh karena Yo Wan sudah pula mengganti tenaga dalamnya, kini dia mengerahkan tenaga Selaksa Kati yang disalurkan ke arah kedua kaki dan berdiri dengan kuda-kuda Siang-kak-jip-te (Sepasang Kaki Berakar di Tanah), Jangankan baru seorang Sakisoto, biar kedua kaki itu ditarik oleh lima ekor kuda kiranya belum tentu akan dapat terangkat! Mulut jago tua Jepang itu mengeluarkan suara ah...ah...uh...uh...uh, ketika dia beberapa kali mengganti kedudukan dan jurus untuk berusaha mengangkat kaki lawan untuk terus dilontarkan di atas pundak dan dibanting remuk. Keringatnya sudah memenuhi muka, otot-ototnya menonjol keluar, nafasnya terengah-engah, namun hasilnya sia-sia belaka. Pemuda yang kurus itu masih berdiri tegak dengan senyum manis, sedikit pun tidak kelihatan mengerahkan tenaga. Hal ini selain membuat Sakisoto merasa penasaran, juga membuatnya menjadi malu dan marah sekali.

   "Mampus kau!"

   Bentaknya dan secepat kilat kedua tangannya melepaskan cengkeraman pada lengan dan pundak, kini berganti dengan serangan memukul dengan telapak tangan dimiringkan. Tangan kanan memukul leher dan tangan kiri memukul lambung! Jangan dipandang ringan serangan ini karena kedua tangan itu sudah terlatih, ampuh sekali. Kepala orang bisa remuk terpukul oleh tangan miring ini, apalagi tempat-tempat gawat macam leher dan lambung. Sekali pukul tentu nyawa akan melayang! Mendengar menyambarnya hawa pukulan, Yo Wan maklum bahwa serangan ini cukup berbahaya. Cepat dia menyambar dengan kedua tangannya, jauh lebih cepat daripada datangnya pukulan.

   Tahu-tahu kedua pergelangan tangan jago tua itu sudah dia tangkap dan seketika bagaikan dilolosi semua urat syaraf dalam tubuh Sakisoto. Tiba-tiba Yo Wan berseru keras dan tubuh pendek tegap itu melayang ke atas dan terbang sampai sepuluh meter jauhnya. Namun, begitu dilepaskan, jago tua yang sudah berpengalaman ini dapat menggerakkan tubuhnya sehingga ketika terbanting ke bawah, dia dapat mendahulukan daging belakangnya, sehingga hanya terdengar suara berdebuk, tubuhnya membal ke atas dan dia turun lagi dalam keadaan berdiri dan mulutnya meringis karena daging tua di belakang pantatnya terasa kesemutan dan sakit! Kemarahannya memuncak dan dengan kerongkongan mengeluarkan gerengan seperti beruang, dia menubruk maju, didahului Pedang samurainya yang panjang dan besar.

   Yo Wan cepat miringkan tubuh, membiarkan sinar berkelebat Pedang panjang itu lewat, jari tangannya bekerja dan di lain saat sekali lagi tubuh Sakisoto terguling, kali ini jatuh tersungkur tak marnpu bangkit untuk beberapa menit lamanya karena jari-jari tangan Yo Wan telah berhasil menyentil sambungan tulang pundak kanan dan menotok jalan darah di punggung kiri! Jago tua Jepang itu hanya mampu mengulet dan merintih perlahan. Kalau tadi sepasang mata Yosiko berapi-api marah, kini mulai bersinar penuh kekaguman. Dua orang jagonya dirobohkap demikian mudahhya. Bukan main pemuda sederhana ini. Mungkinkah ada pemuda yang lebib pandai daripada jago tampan dari Lu-liang-pai? Diam-diam dia melirik ke arah Hwat Ki yang masih pingsan di dekat sumoinya, di sudut ruangan. Kemudian dia memberi tanda dan para pelayan datang membangunkan Sakisoto dan mengangkatnya keluar dari ruangan itu. Yo Wan tersenyum menghadap Yosiko.

   "Bagaimana? Cukupkah?"

   "Hemmm, setelah kau mampu merobohkan dua orang pembantuku kau mau apa?"

   "Tidak apa-apa, hanya minta supaya kau bebaskan kedua orang muda dari Lu-Liang-San itu, kemudian gulung tikar dan kembali ke Jepang, jangan lagi kau atau anak buahmu mengganggu pantai dan perairan Po-Hai."

   "Peduli apa dengan kau? Kau murid siapa? Dari partai apa?"

   "Heran sekali. Kau masih tanya peduli apa denganku? Tentu saja aku tidak bisa membiarkan kau mengganggu keamanan wilayah ini, mengacau ketenteraman hidup bangsaku. Soal aku murid siapa, tidak ada sangkut-pautnya denganmu dan aku tidak punyai partai. Nona, kulihat kepandaianmu lumayan, mengapa kau memilih jalan sesat? Mengapa kau mendirikan perkumpulan bajak laut Kipas Hitam? Sayang sekali, kau lihai dan sepatutnya kau menjadi seorang Pendekar wanita yang cantik, gagah, dan terhormat, berguna bagi bangsamu di Jepang..."

   "Tutup mulutmu yang lancang!"

   Yosiko berteriak nyaring dan kini penyamarannya gagal karena setelah ia marah-marah, sepasang pipinya menjadi kemerahan, merah jambu yang hanya dapat timbul pada pipi seorang gadis, dan teriakannya pun teriakan marah seorang gadis, tidak lagi suara berat pria seperti yang ia tirukan dalam percakapan biasa.

   "Kau begini sombong! Apa kau kira aku takut padamu? Kami belum kalah. Gak-Lopek, harap kau beri hajaran bocah sombong ini!

   Kakek ketiga yang gendut perutnya melompat maju. Gerakannya perlahan dan lambat saja, seakan-akan dia terlalu malas untuk bergerak, apalagi main silat, patutnya orang ini bertiduran di atas kursi malas sambil mengisap huncwe (pipa tembakau) dengan mata meram melek. Akan tetapi Yo Wan cukup waspada dan dia maklum bahwa di antara tiga orang Kakek tadi, si gendut inilah yang paling lihai. Wajahnya yang agak pucat kekuningan, kedua lengannya yang tidak kelihatan ada otot menonjol, langkahnya yang tenang dan kelihatan berat serta seakan-akan kakinya menempel dan lengket pada lantai yang diinjaknya, semua ini menandakan bahwa dia seorang ahli Iweekeh (ahli tenaga dalam) yang kuat.

   Diam-diam Yo Wan lalu mengumpulkan hawa murni di dalam pusarnya, lalu mendesaknya ke seluruh bagian tubuh, terutama pada kedua lengannya untuk berjaga-jaga. Pemuda ini mendapat gemblengan tenaga dalam dari dua orang sakti, yaitu Sin-Eng-Cu dan Bhewakala, apalagi latihan tenaga dalam ini dia sempurnakan dengan tekun di pertapaan Bhewakala, yaitu di Pegunungan Himalaya. Oleh Pendeta sakti ini, Yo Wan digembleng hebat, malah sudah mengalami gemblengan terakhir yang amat berat, bahkan yang dilakukan dengan taruhan nyawa, yaitu kalau tidak tahan dapat mati seketika. Latihan ini adalah latihan berSamadhi mengumpulkan Sinkang dan memutar-mutar hawa murni ke seluruh tubuh dengan cara bertapa telanjang bulat selama tujuh hari di bawah hujan salju di puncak gunung. Kalau dia tidak dapat menahan, dia akan mati dalam keadaan beku dan terbungkus es!

   "Orang muda, kau benar-benar lihai sekali! Akan tetapi, untuk dianggap berharga melayani Yo-Kongcu, kau harus dapat menandingi aku lebih dulu! Perkenalkan, aku bernama Gak Tong Sek!"

   Sambil berkata demikian, seperti seorang yang menghormat tamu, dia menjura dengan kedua tangan dirangkap didepan dada, selayaknya orang memperkenalkan diri.

   Tepat seperti dugaan Yo Wan, begitu Kakek gendut ahli Iweekeh ini mengangkat kedua lengan memberi hormat, dadanya terasa sesak karena terserang oleh hawa pukulan tersembunyi yang amat kuat, yang menyambar keluar dari gerakan kedua tangan yang dirangkapkan itu. Cepat Yo Wan menggerakkan

   (Lanjut ke Jilid 21)

   Jaka Lola (Seri ke 04 - Serial Raja Pedang)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 21

   kedua lengannya, diangkat ke atas sehagai pembalasan hormat sambil diam-diam mengerahkan Sinkang mendorong ke depan. Hawa pukulannya dan hal ini terasa benar oleh Gak Tong Sek karena wajahnya tiba-tiba berubah kaget dan jelas tampak dia mengerahkan tenaga untuk menahan dorongan lawan yang amat kuatnya itu. la merasa heran karena tidak mengira bahwa lawan yang demikian muda ini tidak saja dapat menahan dorongan pukulan jarak jauhnya, melainkan mengembalikan hawa pukulan itu dengan tambahan dorongan yang lebih kuat lagi.

   Tentu saja dia tidak mau menyerah kalah, merasa malu untuk pergi menghindar, maka sambil memasang kuda-kuda sekuatnya pada kedua kaki, dia menahan dorongan lawan. Yo Wan merasa betapa dorongannya tertahan dengan kuatnya, dia menambah tenaganya dan terus mendorong. Gak Tong Sek mempertahankan dengan amat kuatnya, namun yang mendorong lebih kuat lagi. Terdengar suara keras dan tubuh Kakek gendut itu terdorong mundur, akan tetapi sepasang kakinya tetap dalam keadaan memasang kuda-kuda, sedikit pun tidak terangkat dan dia tidak roboh terguling, melainkan terdorong ke belakang dengan kedua kaki menyeret lantai sehingga retak-retaklah lantai batu yang terseret kedua kakinya! Makin jauh Kakek ini terdorong, makin berkuranglah kekuatan dorongan Yo Wan, sehingga setelah terdorong tiga kaki jauhnya, Kakek ini berhenti. Wajahnya pucat dan keringat dua butir tampak di dahinya.

   "Orang tua, kau benar-benar amat lihai, aku yang muda merasa kagum sekali,"

   Kata Yo Wan tersenyum. Ucapannya ini sejujurnya saja karena memang dia merasa kagum akan daya tahan Kakek itu sehingga dia tidak mampu merobohkan malah membuatkakek itu mengangkat kaki pun tidak sanggup.

   Benar-benar seorang Kakek yang selain memiliki tenaga Lweekang tinggi, juga amat ulet dan tahan uji. Akan tetapi bagi Kakek Gak, ucapan ini dianggap sebagai ejekan, maka dia menjadi penasaran dan marah sekali. Biarpun dia maklum akan besarnya tenaga Sinkang pemuda itu, namun belum tentu dia akan kalah dalam ilmu pukulan yang telah dilatihnya puluhan tahun lamanya, yang agaknya telah dia miliki sebelum orang muda ini lahir. Selama ini, hanyalah Ketua Kipas Hitam saja orang muda yang mampu menandinginya dan hal ini tidak membuat dia kecil hati karena dia cukup maklum bahwa Pangcunya itu mewarisi ilmu kepandaian yang luar biasa dari orang Tuanya. Namun dia anggap bahwa di dunia ini tidak ada keduanya dicari orang muda, seperti Pangcu (ketua) dari Hek-San-Pang.

   "Bocah sombong, belum tentu aku kalah!"

   Bentaknya marah sambil mengayun kedua tangannya, melancarkan pukulan-pukulan maut dari jarak jauh. Terdengarlah suara angin menyambar bersiutan sehingga api penerangan di empat penjuru ruangan itu bergoyang-goyang hampir padam. Demikianlah hebatnya ilmu pukulan jarak jauh dari Kakek Gak Tong Sek yang dia sendiri namai Swan-hong-sin-ciang (Pukulan Sakti Angin Puyuh). Para pelayan yang tahu akan hebatnya ilmu pukulan ini, tanpa diperintah, lagi segera mundur dan menyelinap ke balik pintu. Hanya Yosiko yang masih berdiri tegak, pakaian dan penutup rambutnya berkibar-kibar oleh angin pukulan, namun dia sendiri tidak apa-apa karena ia pun telah mengerahkan Sinkang melindungi seluruh tubuhnya.

   "Bagus"

   Mau tak mau Yo Wan memuji kehebatan ilmu pukulan ini. Akan tetapi tidak sia-sia dia digembleng habis-habisan di puncak Himalaya.

   Dengan amat tenang, penuh kepercayaan akan diri sendiri, dia melangkah maju sambil memangku kedua lengan, sama sekali tidak mengelak atau menangkis. Pukulan-pukulan jarak jauh datang bagaikan hujan badai menimpa dirinya, namun hanya pakaian dan rambutnya saja yang berkibar-kibar, namun semua hawa pukulan itu terbentur dan membalik ketika bertemu dengan hawa Sinkang yang menyelubungi seluruh tubuhnya! Sudah penuh keringat muka dan leher Gak Tong Sek, namun semua pukulannya sia-sia belaka. Saking marah dan penasarannya, dia melompat maju, kini menggunakan kedua tangannya memukul dari jarak dekat dengan pengerahan tenaga Lweekang sepenuhnya. Tentu saja Yo Wan maklum bahwa pukulan ini terlalu berbihaya untuk diterima seperti dia menerima pukulan jarak jauh tadi. Cepat kedua tangannya bergerak.

   "Duk-duk!"

   Dua kali empat buah lengan itu bertemu dan tubuh Kakek Gak Tong Sek melayang keluar dari pintu ruangan, jatuh berdebuk di luar ruangan itu, tak dapat bangun lagi, hanya terdengar dia mengorok seperti kerbau disembelih.

   Di antara tiga orang Kakek yang melawan Yo Wan, Kakek Gak inilah yang paling berat lukanya. Hal ini adalah karena dia terpukul oleh tenaga Lweekangnya sendtri, sehingga biarpun tidak akan kehilangan nyawanya, namun sedikitnya tiga bulan dia harus berbaring! Kini lenyaplah sama sekali kemarahan dari wajah Yosiko, terganti bayangan kekaguman pada wajahnya yang tampan berseri. Sepasang matanya berkilauan dengan gerakan-gerakan cepat biji matanya yang bening menandakan kecerdikan otaknya, Bibirnya tersenyum-senyum ketika ia melangkah maju dengan senjata di tangan. Seperti tadi ketika menghadapi Hwat Ki, kini tangan kanannya memegang pedang, dan tangan kirinya memegang sabuk sutera putih. Dengan langkah cepat ia bertindak maju, sepasang matanya tak pernah mengalihkan pandangannya dari wajah Yo Wan.

   "Hebat... kau... kau lebih lihai daripada Tan Hwat Ki... kau hebat...!"

   Ketua Hek-San-Pang yang muda dan oleh Yo Wan dianggap wanita itu melangkah maju.

   "Tapi... kau harus dapat mengalahkan aku lebih dulu, baru dapat kunilai apakah kau lebih patut daripada dia..."

   "Hek-San Pangcu, kau bicara apa ini? Aku tidak ingin bermusuhan dengan engkau, akan tetapi kalau kau mendesakku, jangan menyesal kalau aku turun tangan besi dan membasmi gerombolan bajak yang kau pimpin. Jangan kau kira bahwa setelah kau mengerti Ilmu Langkah Kim-Tiauw-kun, kau mengira tidak akan ada yang dapat melawanmu. Justru karena kau mengenal Kim-Tiauw-kun, aku makin berkeras untuk melarangmu melakukan perbuatan jahat!"

   Berubah wajah Yosiko, akan tetapi sinar matanya makin berseri.

   "Kau... kau tahu tentang langkah-langkah ajaib?"

   "Tentu saja aku mengenal Hui-thian-jip-te. Orang yang menggunakan ilmu ini harus menjadi seorang pembela kebenaran dan keadilan, sama sekali tidak boleh menjadi penjahat!"

   Yosiko tersenyum.

   "Wah, kiranya kau pun bukan orang sembarangan, dapat mengenal Hui-thian-jip-te. Kau bilang tadi namamu Yo Wan? Kau murid siapakah? Apakah kau kenal dengan Tan Hwat Ki dan sumoinya dari Lu-liang-pai ini?"

   Dalam mengajukan pertanyaan ini, lenyaplah sikap bermusuhan, seakan-akan Yo Wan menghadapi seorang kenalan baru saja, Ketua Hek-san-pai itu demikian ramah. Akan tetapi Yo Wan tidak ingin memperkenalkan diri, apalagi membawa-bawa nama Pendekar Buta.

   "Namaku Yo Wan dan habis perkara, aku seorang yatim piatu, tak bersanak tak berkadang."

   "Dan belum menikah?"

   Merah wajah Yo Wan. Celaka orang ini benar-benar cerewet dan tak tahu malu. Karena sungkan dan jengah, dia tidak menjawab, hanya menggeleng kepala. Yosiko tersenyum lagi.

   "Wah, seorang Jaka Lola kalau begitu. Eh, Jaka Lola yang lihai, dengar baik-baik. Adikku mencari jodoh dan agaknya kau patut menjadi jodohnya karena agaknya kau lebih lihai daripada Tan Hwat Ki. Akan tetapi kau harus dapat mengalahkan aku untuk membuktikan kelihainmu."

   "Pangcu, harap kau jangan main-main. Aku tidak peduli adikmu itu akan menikah dengan siapapun juga, bukan urusanku. Aku pun sekali-kali tidak ingin membuktikan kelihaianku. Aku hanya minta kau bebaskan dua orang muda itu dan tarik mundur semua anak buahmu, jangan lagi mengganggu daerah Po-Hai. Kalau tidak, terpaksa aku akan membasmi Kipas Hitam!"

   Yosiko tersenyum lebar sehingga tampak deretan giginya yang putih berkilauan dan rapi.

   "Yo Wan, kalau kau bisa menangkan aku dan menikah dengan adikku, kau akan menjadi Ketua Kipas Hitam dan terserah apa yang hendak kau lakukan. Lihat senjata?"

   Secepat kilat Pedang di tangan Yosiko menyambar, menjadi sebuah tusukan sutera putih di tangan kirinya sudah bergerak pula menjadi lingkaran Bundar yang melayang dari atas mengarah kepala Yo Wan. Pedang itu sudah tentu saja amat berbahaya, akan tetapi sinar putih sabuk sutera itu kiranya tidak kalah bahayanya, karena ujung sabuk itu dapat menjadi alat menotok jalan darah yang sekali mengenai kepala akan merenggut nyawa! Mendongkol juga hati Yo Wah. la sebetulnya merasa sayang bahwa seorang muda seperti Yosiko, baik ia gadis se-perti dugaannya atau pun betul laki-laki, yang jelas adalah seorang peranakan Jepang, tak dapat dia sadarkan kembali ke jalan benar. Akan tetapi orang ini terlalu memandang rendah kepadanya, kalau tidak diberi hajaran tentu tidak kapok!

   "Kau menghendaki kekerasan? Baik!"

   Katanya dan cepat kakinya menggunakan langkah-langkah ajaib untuk menghindarkan serangan Pedang dan sabuk sutera.

   Malah dia segera balas menyerang dengan tangan kosong, menggunakan Ilmu Silat Long-thouw-kun yang amat lihai. la merasa sayang sekali bahwa dia kini sudah tidak memiliki senjata apa pun, karena dalam pertandingan mati-matian melawan Bhok Hwesio yang sakti, tiga buah senjatanya rusak semua. Liong-kut-pian (Cambuk Tulang Naga) pemberian mendiang Bhewakala sudah putus ketika dia berebutan dengan Bhok Hwesio, Pedang Pek-Giok-Kiam pemberian Subooya (ibu Gurunya) patah-patah menjadi tiga potong, sedangkan Pedang Siang-Bhok-Kiam (Pedang Kayu Wangi) yang dia buat di Himalaya hancur remuk, semua berkat kesaktian Bhok Hwesio, lawan yang paling hebat pernah dia tandingi di dunia ini! Kini dia bertangan kosong dan menghadapi lawan seperti Ketua Hek-San-Pang ini, sungguh tidak menguntungkan kalau hanya dengan tangan kosong.

   Terdengar Yosiko berseru kagum dan heran berkali-kali. Tentu saja dia merasa heran karena pemuda dusun lawannya ini ternyata mampu bermain langkah ajaib yang malah lebih hebat, lebih lengkap dan lebih lincah daripada kepandaiannya sendiri! Keheranannya membuat dia gugup dan pada saat sabuk sutera putihnya menyambar, ujung sabuk ini kena dicengkeram oleh Yo Wan yang cepat mengirim pukulan jarak jauh dengan pengerahan tenaga ke arah lengan kiri lawan. Hawa pukulan dahsyat menyambar dan Yosiko berteriak kaget, terpaksa melepaskan sabuk sutera putihnya sambil meloncat mundur sampai tiga meter jauhnya! Yo Wan berdiri sambil tersenyum, mempermainkan sabuk sutera putih yang halus dan berbau harum itu. Makin yakinlah hatinya bahwa Yosiko pastilah seorang gadis.

   "Bagaimana? Menyerahkah kau sekarang?"

   Ujarnya, nadanya mengejek. Sepasang pipi itu merah padam. Bukan main, pikirnya. Dalam waktu kurang dari sepuluh jurus saja, pemuda ini dengan tangan kosong sudah mampu merampas sabuk suteranya! Padahal tadi Hwat Ki dengan Pedang di tangan tak rnampu merobohkannya sampai puluhan jurus lamanya. Benar-benar pemuda aneh dah memiliki kepandaian yang luar biasa sekali. Bahkan ilmu langkah dari Hwat Ki sekalipun tidak seindah dan sehebat ilmu langkah pemuda yang sederhana ini. Jantungnya berdebar penuh kekaguman, namun ia masih penasaran dan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ia menerjang lagi, kini memutar pedangnya sehingga Pedang itu lenyap berganti gulungan sinar seperti payung di depan dadanya, langsung menerjang Yo Wan.

   "Tar-tar-tar-tar-tar!!"

   Nyaring sekali ledakan-ledakan kecil ini yang tercipta dari ujung sabuk sutera yang diledakkan seperti cambuk oleh Yo Wan. Bukan main kagetnya hati Yosiko ketika melihat betapa sabuk suteranya, yang biasanya amat ia andalkan sebagai senjata di samping pedangnya, kini di tangan pemuda itu berubah menjadi senjata yang lebih ampuh lagi. Sabuk suteranya itu kini berubah menjadi sinar putih yang panjang membentuk lingkaran-lingkaran aneh yang susul-menyusul dan telan-menelan, lingkaran kecil yang ditelan lingkaran lebih besar, berubah-ubah dan sukar diikuti perkembangannya, namun yang dibarengi ledakan-ledakan kecil mengancam semua jalan darah di tubuhnya secara bertubi-tubi!

   Tentu saja Yo Wan pandai memainkan sabuk sutera ini sebagai senjata karena memang inilah sebuah di antara ilmu-ilmunya yang sakti, yaitu Ilmu Cambuk Ngo-Sin Hoan-Kun yang merupakan gerakan daripada lingkaran sakti yang terbuat daripada ujung cambuk atau benda lemas panjang. Kalang kabutlah permainan Pedang Yosiko. Selama hidupnya, baru kali ini ia mengalami hal macam itu, baru kali ini ia menghadapi lawan yang begini lihainya. Saking kagetnya, ia sampai lupa akan ilmu pedangnya dan menjadi kacau-balau gerakannya. Mendadak ia menjerit dan pedangnya "Terbang"

   Meninggalkan tangan kanannya karena Pedang itu ternyata telah terlibat sabuk sutera dan terbetot tanpa dapat ia pertahankan lagi. Kemudian ujung sabuk itu seperti cemeti meledak-ledak dan mencambuknya.

   "Aduh...! Ihhh...! Aduhhh...!"

   Yosiko berteriak-teriak karena sabuk sutera itu tiap kali berbunyi pasti menghantam tubuhnya, membuat pakaiannya robek di tempat yang dicium ujung sabuk, dan kulitnya menjadi merah-merah dan matang biru, rasanya sepert ditampar atau dicubit keras! Yo Wan tidak tega untuk merobohkan Ketua Hek-San-Pang ini, akan tetapi dia memang hendak memberi hajaran. Mengingat bahwa Ketua itu adalah seorang wanita muda, maka dia hanya menggunakan sabuk sutera itu untuk mencambukinya agar kapok!

   

Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Jodoh Si Naga Langit Karya Kho Ping Hoo Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini