Ceritasilat Novel Online

Pendekar Bodoh 17


Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Bagian 17



Dengan seruan keras, sebelum burung itu menyambar, Ang I Niocu sudah mendahului melompat ke atas sambil menyambar dengan Pedangnya. Burung Kim-Tiauw itu kembali secara aneh dapat mengelak dan mumbul lagi ke atas, kemudian berkali-kali ia menyerang turun. Terjadilah pertempuran yang hebat dan indah dipandang antara Ang I Niocu di atas perahu dan burung Rajawali yang menyambar-nyambar dari atas. Beberapa kali Pedang Ang I Niocu yang hampir dapat memenggal leher burung itu, tiba-tiba dapat disampok dengan sayap atau cakar dengan kuku burung itu, hingga Ang I Niocu menjadi makin marah dan penasaran saja. Biarpun Ang I Niocu belum berhasil membunuh Kim-Tiauw, akan tetapi banyak bulu burung itu telah rontok ketika sayapnya menyampok Pedang, sedangkan burung itu sama sekali tidak mendapat kesempatan menyerang gadis perkasa itu.

   Sebenarnya kalau ia berada di atas tanah keras, tentu Ang I Niocu sudah berhasil membunuh Kim-Tiauw itu, akan tetapi ia berada di atas perahu yang bergerak-gerak hingga membuat gerakannya tidak leluasa sekali. Setelah berkali-kali gagal serangannya, bahkan hampir saja Pedang tajam menembus dadanya dan memenggal leher, akhirnya Kim-Tiauw itu agaknya mengakui kelihaian Ang I Niocu dan sambil mengibaskan sayapnya yang lebar dan kuat dan mengeluarkan bunyi seperti orang mengeluh panjang, ia lalu terbang pergi dengan cepat sekali hingga sebentar saja tubuhnya hanya merupakan titik kuning emas di langit biru. Ang I Niocu menyimpan kembali Pedangnya dan duduk dengan muka merengut, hatinya tidak puas sekali karena kegagalannya membunuh burung besar itu, akan tetapi Ceng To Tosu lalu berkata sambil menghela napas panjang,

   "Baiknya kau tidak membunuhnya Lihiap."

   "Eh, mengapa, kau berkata baik sedangkan hatiku kecewa sekali karena tidak berhasil membunuhnya?"

   Kata Ang I Niocu sambil memandang heran.

   "Burung itu adalah burung Kim-Sin-Tiauw atau Rajawali Sakti Berbulu Emas, dan burung itu di daerah ini terkenal burung pembawa rezeki dan kebahagiaan. Kita telah bertemu dengan dia dan memusuhi kita, hal ini tidak baik sekali, apalagi kalau kau tadi sampai salah tangan dan membunuhnya!"

   Diam-diam Cin Hai terkejut sekali mendengar ini, akan tetapi Ang I Niocu berkata,

   "Burung jahat itu mana bisa membawa kebahagiaan?"

   Biarpun Cin Hai tidak setuju mendengar ucapan gadis ini akan tetapi oleh karena ia telah maklum bahwa gadis ini tidak takut apa pun juga, ia diam saja dan tidak menyatakan kekuatirannya, hanya berkata memuji,

   "Kim-Sin-Tiauw itu lihai sekali dan gerakannya tangkas dan cepat."

   "Kalau di darat ada Harimau menjadi Raja dan di laut ada naga, maka di udara Kim-Sin-Tiauw boleh dibilang menjadi Raja udara!"

   Kata Ceng Tek Hwesio yang masih tersenyum-senyum seakan-akan kejadian tadi adalah hal yang menyenangkan hatinya! "Dan Raja udara itu hampir saja berpesta pora menikmati kelezatan dagingmu yang gemuk!"

   Kata Cin Hai dan semua orang tertawa geli, kecuali Ceng To Tosu yang agaknya selama hidup tak pernah tertawa, dan ia hanya mengutarakan kegelian hatinya dengan mewek makin menyedihkan!

   Kita tinggalkan dulu perahu kecil yang dinaiki empat orang yang sedang mencari Pulau Emas itu, pulau yang aneh dan mengandung rahasia dan yang pada waktu itu menjadikan sebab terjadinya hal-hal yang hebat oleh karena tiga bangsa sedang berusaha merampasnya! Kerajaan Turki di waktu itu yang telah mendengar tentang adanya Pulau Emas di laut Timur Negara Tiongkok telah mengirim dan menyebar para penyelidiknya, di antaranya Yousuf yang cerdik dan yang menjadi orang pertama mendapatkan pulau itu. Di samping menyebar mata-mata, Kerajaan Turki lalu mengirim sejumlah besar tentaranya untuk menyerbu ke daerah ini.

   Mereka tidak berani melalui daratan Tiongkok, oleh karena maklum bahwa apabila mereka melalui daratan pedalaman Tiongkok, mereka akan menghadapi rintangan-rintangan besar yang memungkinkan gagalnya usaha mereka, oleh karena Tiongkok selain mempunyai daerah luas yang berbahaya, juga memiliki banyak orang pandai yang tentu akan melawan tentara Turki yang menjelajah negaranya. Oleh karena ini, barisan Turki itu mengambil jalan memutar dari Utara, bergerak ke Timur melalui sepanjang perbatasan Negara Tiongkok dan masuk di daerah Mongol dan mereka ini pun tidak tinggal diam dan melawan barisan asing yang tanahnya. Akan tetapi oleh karena pada waktu itu bangsa Mongol masih belum kuat dan hidupnya berkelompok-kelompok ini dapat dihalau oleh barisan Turki yang kuat.

   Barisan Turki ini dipimpin oleh orang-orang pandai, bahkan di dalam barisan terdapat seorang Pemimpin aneh yang merupakan seorang Pendeta bertubuh besar sekali bagaikan seorang raksasa akan tetapi agak pendek. Pendeta ini berkepala botak, berjenggot hitam dan kaku bagaikan kawat dan yang menyongot ke sana ke mari tidak terawat. Tubuhnya yang gemuk besar itu mengenakan pakaian yang aneh pula, oleh karena pakaian ini terbuat dari banyak macam kain kembang yang ditambal-tambal. Dilihat dari keadaan pakaiannya, Pendeta ini lebih pantas disebut seorang pengemis jembel! Pendeta ini lihai dan sakti sekali dan ia menjadi jago nomor satu di seluruh Kerajaan Turki. Namanya di Turki terkenal sebagai Balutin,

   Sedangkan Pendeta yang telah seringkali merantau di pedalaman Tiongkok ini disebut dalam bahasa Tiongkok sebagai Pouw Lojin. Oleh karena sering masuk di daerah Tiongkok, maka Balutin pandai bicara dalam bahasa Tionghoa. Dengan adanya Pendeta ini, maka ekspedisi Turki ini tidak mengalami banyak rintangan, oleh karena setiap penghalang yang kuat selalu hancur apabila berhadapan dengan Balutin yang lihai. Selain ilmu silatnya yang tinggi, Balutin juga mahir dalam ilmu sihir, dan Lweekang serta Khikangnya sudah mencapai tingkat tinggi sekali. Oleh karena adanya gerakan tentara Turki inilah yang membuat bangsa Mongol gelisah sekali. Mereka ini merasa pun akhirnya dapat juga mencari tahu akan rahasia Kerajaan Turki dan dapat mengetahui bahwa bangsa Turki ini hendak mencari sebuah Pulau Emas di Laut Tiongkok.

   Maka, bangsa Mongol lalu menguasakan kepada Pangeran Vayami yang cerdik dan untuk menghubungi Kaisar Tiongkok. Ini pulalah sebabnya maka Hai Kong Hosiang diutus oleh Kaisar untuk mengundang Pangeran Vayami datang ke Istana Kaisar. Setelah Vayami bertemu dengan Kaisar secara cerdik sekali Vayami lalu menghasut dan memberi tahu bahwa tentara Turki bermaksud mengurung ibu Kota Tiongkok dan merampas sebuah pulau di Laut Tiongkok yang mengandung banyak emas! Secara cerdik sekali Pangeran Vayami menghasut dan hendak mengadu dombakan tentara Turki dan tentara Tiongkok, sedangkan diam-diam Pangeran yang cerdik dan licin ini telah mempersiapkan kaki tangannya untuk secara mendadak menyerbu pulau itu.

   Ia mengambil siasat "Membiarkan Dua Ekor Anjing Berebut Tulang"

   Dan kemudian diam-diam membawa tulang itu berlari sementara kedua anjing itu masih bergumul! Akan tetapi, Kaisar Tiongkok pun bukan seorang bodoh, dan seandainya ia sendiri bodoh, namun para penasehatnya adalah orang-orang cendekiawan yang berpemandangan luas. Oleh karena ini biarpun Kaisar telah masuk dalam perangkapnya dan mengirimkan barisan besar yang dikepalai oleh Beng Kong Hosiang dan beberapa orang Perwira tertinggi kepandaiannya bahkan kepala bayangkari, seorang Perwira kekasih Kaisar yang amat tinggi kepandaiannya dan bernama Lui Siok In, mendapat tugas khusus untuk memimpin barisan itu bersama-sama Beng Kong Hosiang dan lain-lain Perwira,

   Bergerak menuju ke pantai laut di sebelah Utara dekat tapal batas Tiongkok, di mana menurut keterangan Pangeran Vayami tentara Turki itu berkumpul. Sementara itu, Kaisar memerintahkan Hai Kong Hosiang untuk tetap menemani Pangeran Vayami dengan alasan melindungi keselamatan tamu agung itu dalam perjalanannya kembali ke negerinya, sedangkan sebetulnya Kaisar ini bukan hendak menjaga keselamatan orang, akan tetapi bahkan ingin mengawasi dan mengikuti gerak-geriknya, dan membatasi usaha-usaha kecurangan yang mungkin hendak dilakukan oleh Pangeran Vayami yang cerdik. Oleh karena ini, Hai Kong Hosiang mendapat tugas istimewa dan Hwesio ini pun lalu mengajak Supeknya, yaitu Kiam Ki Sianjin yang telah pikun dan gagu, akan tetapi masih lihai sekali itu.

   Pangeran Vayami lalu keluar dari Istana bersama Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin, dan Pangeran ini langsung menuju ke Utara pula dan memberi tahukan kepada Hai Kong Hosiang tentang adanya Pulau Emas itu. Hai Kong Hosiang walaupun seorang Pendeta, namun hatinya tertarik dan ingin sekali mendapatkan gunung emas itu, maka ia pun lalu menyetujui ajakan Pangeran Vayami untuk menyaksikan pulau itu dari dekat dan kalau mungkin mendarat di pulau itu. Hal ini menurut Hai Kong Hosiang tidak ada salahnya, oleh karena tugasnya yang didapat dari Kaisar hanya mengawasi dan menjaga agar Pangeran ini jangan melakukan sesuatu yang akan merugikan, pendeknya Kaisar mencurigai Pangeran Vayami dan Hai Kong Hosiang bertugas mengawasinya.

   Ketika tentara Turki yang dipimpin dan dilindungi oleh Balutin itu tiba di tepi pantai laut, mereka berhenti dan memasang kemah. Sementara itu, bagian perlengkapan lalu sibuk membuat perahu-perahu untuk keperluan menyeberang. Biarpun mereka telah lebih dulu menyediakan segala keperluan untuk membuat perahu-perahu ini, akan tetapi oleh karena jumlah tentara yang hendak diseberangkan ini tidak kurang dari seribu orang, maka pembuatan perahu itu makan waktu berhari-hari. Dan pada waktu mereka sedang sibuk membuat persiapan menyeberang, datanglah tentara Kerajaan Tiongkok yang dipimpin oleh Lui Siok In, Beng Kong Hosiang dan Perwira-Perwira lain! Tentara Tiogkok lebih banyak jumlahnya dan karena mereka datang di waktu hari telah menjadi gelap, maka tentara Tiongkok di bawah pimpinan Lui Siok In yang pandai, lalu diam-diam mengurung perkemahan tentara Turki.

   Kemudian, serentak tentara Tiongkok, yang sudah mengurung ini memasang obor hingga keadaan menjadi terang sekali bagaikan siang hari! Tentu saja, ketika tiba-tiba melihat ribuan obor menyala mengelilingi tempat mereka, tentara Turki menjadi panik. Akan tetapi, Balutin dengan senyumnya yang selalu menghias mukanya yang bulat dan gemuk, berhasil menyuruh anak buahnya berlaku tenang. Mereka diperintahkan untuk memasang dan memegang obor pula, kemudian ia lalu berdiri di depan barisannya menanti kedatangan musuh. Lui Siok In dengan tindakan gagah, Pedang di pinggang dan sayap garuda menghias topinya, tanda bahwa ia adalah seorang Perwira Sayap Garuda tingkat tertinggi, diikuti oleh Perwira-Perwira lain dan Beng Kong Hosiang, maju menghampiri Balutin dan berkata dengan suara lantang,

   "Hai, tentara Turki! Kalian telah melanggar wilayah kami dan karena sekarang kamu telah dikurung dan tak berdaya, maka lebih baik kamu menyerah saja agar menjadi orang-orang tawanan yang akan kami perlakukan dengan baik-baik!"

   Di bawah penerangan obor di sekeliling mereka yang dipegang oleh tentara kedua belah fihak, Balutin kelihatan seperti seorang raksasa pendek. Pendeta Turki ini lalu melangkah maju dan sambil tertawa ia menuding ke arah Lui Siok In dan berkata,

   "Hai, Perwira muda! Siapakah yang menjadi Pemimpin besar barisanmu ini? Suruhlah dia sendiri maju, dan jangan majukan segala Perwira hijau untuk bicara dengan aku!"

   Mendengar dirinya disebut "Perwira hijau"

   Oleh pengemis jembel yang gemuk sekali ini, tentu saja Lui Siok In menjadi marah.

   "Bangsat jembel, siapakah kamu?"

   Balutin tertawa bergelak sambil memegangi perutnya.

   "Kau mau tahu aku siapa? Akulah Pemimpin besar barisan Turki! Akulah Balutin atau boleh juga kau sebut Pouw Lojin! Anak muda, panggillah keluar Pemimpin besarmu agar dapat bicara dengan aku!"

   Lui Siok In terkejut mendengar bahwa yang berdiri di depannya seperti seorang pengemis jembel ini adalah Balutin sendiri, tokoh yang amat terkenal semenjak tentara Turki menyerbu melalui Mongol. Nama Balutin ini pernah disebut-sebut oleh Kaisar sendiri ketika memberi perintah kepadanya untuk memimpin barisan, oleh karena Kaisar pun telah mendengar dari Pangeran Vayami yang sangat memuji-muji Balutin sebagai orang gagah dan Pemimpin besar. Lui Siok In tidak sudi memperlihatkan kelemahan dan kejerihannya, maka sambil tertawa ia berkata,

   "Aha, tidak tahunya Pemimpin besar tentara Turki yang bernama Balutin dan yang disohorkan sangat gagah perkasa itu hanyalah seorang pengemis jembel yang terlantar. Ha-ha-ha! Ketahuilah, Jembel gemuk, akulah Pemimpin barisan ini dan namaku Lui Siok In. Lebih baik kau menyerah saja agar kau dapat diberi makan enak dan tak usah mampus di ujung senjata!"

   Balutin memandang heran dan hampir tak percaya bahwa Panglima besar tentara Tiongkok hanyalah seorang Perwira muda ini. Ia lalu berkata menghina,

   "Agaknya Tiongkok sudah kehabisan orang gagah, maka terpaksa memajukan kau sebagai Panglima. Mari, hendak kulihat sampai di mana kepandaianmu!"

   Sambil berkata demikian, Balutin menengok ke arah pohon yang tumbuh di dekat situ.

   Daun-daun pohon itu bergantungan di atasnya dan ia lalu menggerakkan kedua tangannya menampar ke arah daun-daun pohon itu. Angin besar keluar dari kedua lengannya yang dipenuhi tenaga Khikang itu dan beberapa helai dauh pohon itu lalu rontok dan melayang ke bawah! Balutin masih menggerak-gerakkan kedua tangannya dan daun-daun pohon yang melayang ke bawah itu bergerak-gerak di udara dan tak dapat melayang turun, seakan-akan tertahan oleh tiupan dari bawah dan kini bermain-main di udara bagaikan hidup! Lui Siok In terkejut sekali dan ia mengerti bahwa Balutin sedang mempergunakan kepandaian Khikang yang disebut Mempermainkan Daun

   (Lanjut ke Jilid 16)

   Pendekar Bodoh (Seri ke 03 - Serial Pendekar Sakti)

   Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 16

   Rontok! Ia maklum bahwa daun-daun ini biarpun ringan, akan tetapi dapat digerakkan dengan tenaga Khikang dan dapat dipakai menyerang lawan bagaikan senjata-senjata rahasia hebat!

   Di Tiongkok juga terdapat ilmu ini yang dipelajari sambil menggunakan tenaga Khikang dan angin gerakan tangan dapat diarahkan kepada daun-daun itu hingga daun-daun itu dapat digerakkan ke mana saja menurut kehendak orang. Benar saja sebagaimana dugaan Lui Siok In. Tiba-tiba Balutin lalu membuat gerakan dengan kedua telapak tangannya dan daun-daun itu dari atas lalu menyambar turun hendak menyerang tubuh Lui Siok In. Perwira muda ini bukan orang sembarangan dan ia juga memiliki kepandaian tinggi. Kalau ia tidak lihai, mana ia bisa diterima menjadi kepala pengawal pribadi Kaisar. Ia lalu berseru keras dan membuat gerakan dengan jari-jari tangannya pula yang ditelentangkan. Dari kedua telapak tangannya ini keluarlah tenaga Khikang yang hebat pula dan aneh. Daun-daun yang tadinya dari atas melayang naik kembali dan terapung-apung di tengah udara.

   Pertempuran hebat dan adu tenaga Khikang ini berlangsung lama dan menegangkan hingga semua tentara yang memegang obor dan menyaksikan pertandingan hebat ini menahan napas. Kedua Panglima itu berhadapan dengan mata saling pandang dan kedua tangan bergerak-gerak dan diulur ke depan seakan-akan dua orang pengemis sedang minta sedekah, sedangkan daun-daun itu melayang-layang di tengah udara, sebentar menyambar turun, sebentar melayang naik kembali. Akan tetapi, akhirnya ternyata bahwa Lui Siok In kalah tinggi kepandaiannya dan tenaga Khikangnya masih kalah setingkat oleh Balutin yang lihai itu. Beberapa kali kedua orang itu berseru mengerahkan tenaga, dan perlahan tapi tentu, kedua tangan Lui Siok In mulai gemetar, sedangkan pada mukanya yang pucat itu mengucur peluh membasahi jidat dan pipinya.

   Daun-daun yang bergerak-gerak di udara itu mulai mendesak turun dan makin mendekati kepala Lui Sok In. Perwira she Lui itu maklum bahwa apabila adu Khikang ini diteruskan, keadaannya akan berbahaya sekali. Maka secepat kilat ia lalu membuat gerakan Ikan Gabus Melompat Tinggi, menjatuhkan diri ke belakang sambil membuat gerakan berjungkir balik, lalu cepat menjatuhkan diri pula sambil bergulingan di atas tanah. Ia memang harus menggunakan gerakan ini, karena kalau tidak ia akan terpukul oleh tenaga Khikang yang telah menekan dan mendesaknya. Dengan cara bergulingan itu ia memulihkan aliran darahnya kembali dan membebaskan ia daripada serangan daun-daun itu yang lalu meluncur dan jatuh ke atas tanah. Balutin tertawa bekakakan sambil bertolak pinggang.

   "Ha-ha-ha! Hanya begitu saja kepandaianmu, Perwira muda! Dan kau berani bersombong hendak menawan aku? Ha-ha-ha!"

   "Balutin jembel busuk, jangan sombong!"

   Teriak Lui Siok In dengan marah sekali dan ia lalu mencabut Pedang dan menyerang Balutin dengan hebat. Balutin hanya tertawa dan ia memberi tanda ke belakang sambil mengelak ke samping. Seorang pembantunya segera melompat dan melemparkan sebatang tongkat yang panjang dan besar kepada Balutin.

   Setelah Balutin menerima senjatanya ini ternyata oleh Sui Siok In bahwa senjata itu adalah sebatang tongkat yang nampaknya berat sekali dan entah terbuat dari apa, karena kekuning-kuningan dan berkilau bagaikan emas. Maka keduanya lalu bertanding hebat sekali dan para tentara yang tadinya bersorak-sorak saja menyaksikan pertandingan ini, lalu bergerak maju makin mendekat! Perwira-Perwira kedua belah fihak telah melompat maju dan pertandingan semakin seru hingga akhirnya kedua barisan maju saling gempur menimbulkan suara hiruk-pikuk! Ujung Pedang, Golok dan lain-lain senjata berkelebat dan berkilauan di bawah sinar obor dan terdengarlah pekik jerit kemenangan tercampur keluh kesakitan. Darah mengucur keluar bersama peluh dan membasahi tanah yang terpaksa harus menerima segala kengerian yang dilakukan oleh manusia-manusia tu! Balutin benar-benar tangguh sekali.

   Baru bertempur beberapa puluh jurus saja maklumlah Lui Siok In bahwa ia takkan dapat mengalahkan Pendeta gemuk ini, maka ia lalu berteriak memberi perintah hingga beberapa orang Perwira maju mengeroyok. Juga Beng Kong Hosiang tidak ketinggalan mengeroyok Balutin. Kepandaian Beng Kong Hosiang setingkat dengan kepandaian Lui-Ciangkun, maka tentu saja ketika ia pun ikut menyerbu dengan Perwira-Perwira lain, Balutin mulai terdesak. Akan tetapi, dua orang Perwira Turki maju dengan ilmu silat mereka yang aneh dan cepat hingga kembali pihak Balutin dan kawan-kawannya yang mendesak hebat! Beng Kong Hosiang yang melihat betapa pihaknya terdesak hebat, menjadi marah sekali. Ia lalu memutar-mutar senjatanya yang istimewa, yaitu pacul yang bergagang bengkok itu dan menyerang Balutin dengan sepenuh tenaga.

   Memang semenjak tadi, yang diperhatikan oleh Balutin hanya Beng Kong Hosiang yang menyerangnya dengan ganas, maka ia cepat menangkis dan kedua orang ini bertempur seru sekali. Pada suatu saat, ketika Beng Kong Hosiang menyerampang kaki Balutin dengan paculnya, Balutin lalu menangkis sekuat tenaganya hingga terdengar bunyi keras sekali dan gagang pacul Beng Kong Hosiang telah patah! Akan tetapi, tongkat di tangan Balutin juga terlepas dari pegangan. Demikian hebat dan keras benturan tenaga itu! Melihat betapa senjatanya telah patah, Beng Kong Hosiang berseru keras dan ia menyambitkan sisa senjatanya ke arah Balutin yang mengelak cepat. Gagang pacul yang disambitkan itu meluncur cepat bagaikan sebatang anak panah terlepas dari busurnya dan dengan jitu menancap di dada seorang Turki yang bertempur di belakang Balutin!

   Beng Kong Hosiang masih marah dan bagaikan seekor banteng terluka, ia lalu menubruk maju ke arah Balutin dengan Eng-Jiauw-Kang atau Cengkeraman Kuku Garuda! Tangan kirinya mencengkeram ke arah dada dan tangan kanannya ke arah leher lawan! Serangan ini hebat sekali dan Balutin berseru keras, menundukkan kepala untuk menghindari serangan leher dan serangan tangan pada dadanya ia tangkis dengan tangan kiri. Akan tetapi, gerakan Beng Kong Hosiang cepat dan ganas sekali hingga ketika lengan kiri Balutin menangkis, maka tangan kirinya itu berhasil mencengkeram lengan tangan Balutin yang menangkis! Balutin berseru kesakitan dan tangan kanannya lalu memukul ke dada lawan.

   "Buk!"

   Terdengar suara keras ketika pukulan tangan ini dengan jitu menghantam dada Beng Kong Hosiang.

   Pukulan ini keras sekali datangnya hingga dari mulut Beng Kong Hosiang keluar darah segar dan tubuh Hwesio itu terpental ke belakang dalam keadaan tidak bernyawa lagi! Akan tetapi, cengkeraman tangannya pada lengan kiri Balutin masih belum terlepas hingga tubuh Balutin terbawa maju. Balutin cepat sekali menggunakan jarinya mengetuk sambungan siku lawannya yang telah mati itu. Urat lengan Beng Kong Hosiang yang telah kaku itu ketika kena totokan ini menjadi mengendur dan pegangan atau cengkeramannya terlepas hingga tubuhnya lalu menggelinding ke bawah. Balutin memandang ke arah lengan kirinya yang telah menjadi matang biru karena cengkeraman lawan tadi! Ia menggeleng-geleng kepala dan kagum akan ketangguhan Beng Kong Hosiang. Luka di lengan kirinya tidak berbahaya, maka ia lalu mengambil senjatanya lagi dan mengamuk hebat.

   Banyak Perwira roboh di bawah pukulan tongkatnya. Sementara itu, tentara Tiongkok yang kurang terlatih oleh karena Kaisar dan para Perwira hanya ingat bersenang-senang saja selama ini, tidak kuat pula menghadapi tentara musuh. Apalagi mereka baru habis melakukan perjalanan hingga keadaan mereka masih lelah sekali, sedangkan pihak musuh sudah berhari-hari beristirahat di situ, maka biarpun jumlah mereka lebih besar, namun korban yang jatuh di pihak mereka juga lebih banyak. Melihat kerugian yang diderita oleh pihaknya dan melihat kelihaian Balutin, Lui Siok In lalu memberi perintah mundur, sedangkan ia sendiri pun lalu melompat mundur. Tentara Tiongkok menarik diri dan mundur. Beberapa orang Perwira segera diutus untuk mencari bala bantuan! Tentara Turki tidak mau mengejar oleh karena mereka mempunyai tugas yang lebih penting,

   Yaitu menyelesaikan pembuatan perahu untuk dipakai menyeberang dan mengurus korban yang roboh di pihak mereka. Mereka hanya berjaga jaga saja kalau-kalau pihak musuh menyerbu lagi. Akan tetapi, oleh karena bala bantuan yang diharapkan masih jauh dan belum tentu akan dapat segera datang maka pihak Turki mendapat kesempatan untuk menyelesaikan pembuatan perahu dan mereka lalu beramai-ramai menurunkan perahu-perahu itu ke air dan mulai berlayar! Beberapa orang kawan Yousuf yang dulu bersama-sama pergi mendapatkan Pulau Emas itu, menjadi penunjuk jalan. Ketika bala bantuan yang diharapkan datang jauh letaknya dari tempat itu pihak tentara Kerajaan pun lalu mempergunakan perahu-perahu untuk mengejar hingga terjadi pengejaran ramai di atas laut. Akan tetapi perahu-perahu Tiongkok ini terlambat dua hari hingga tertinggal jauh.

   Dengan mempergunakan sebuah perahu besar dan mewah, Pangeran Vayami, Pangeran bangsa Mongol yang menjadi Pemimpin Agama Sakia Buddha itu berlayar ditemani oleh Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin. Di atas perahu besar ini telah disediakan dua buah perahu-perahu kecil untuk keperluan khusus dan perahu ini berlayar cepat ke tengah samodra. Ketika terjadi pertempuran di malam hari, Pangeran Vayami dan Hai Kong Hosiang melihat dari atas perahu mereka. Akan tetapi mereka hanya melihat obor menerangi seluruh tepi dan mendengar suara teriakan mereka yang berperang. Diam-diam Pangeran Vayami bersorak girang di dalam hatinya oleh karena tipu dayanya berhasil baik. Ia telah memberi perintah kepada anak buahnya, yaitu Pendeta-Pendeta Sakia Buddha untuk dengan diam-diam menuju ke Pulau Emas yang diperebutkan itu.

   Tipu daya Pangeran Vayami amat jahat dan licin. Ia memerintahkan para pengikutnya itu untuk mengangkut harta benda berupa emas yang berada di pulau itu, setelah berhasil mencari dan mengangkutnya ke perahu, para Pendeta itu diharuskan membakar sebuah telaga yang mengandung minyak bakar agar pulau itu terbakar habis! Sebetulnya, ketika mendengar akan adanya Pulau Emas itu, Pangeran Vayami pernah pergi menyelidiki dan ia mendapat kenyataan bahwa pada malam hari, pulau itu mengeluarkan cahaya berkilauan dan terang sekali seakan-akan gunung di pulau itu seluruhnya terbuat dari pada emas yang bersinar gemilang, Akan tetapi, ketika ia mendarat di pulau itu, ia tidak bisa mendapatkan di mana adanya emas yang bercahaya di waktu malam itu,

   Bahkan yang didapatkannya hanya sebuah telaga kecil yang airnya berkilauan dan berwarna kehitam-hitaman. Untuk penyelidikan, ia mengambil sebotol air dan ketika pada malam harinya ia membuat penerangan, hampir saja tangannya terbakar. Tangan yang masih basah terkena benda cair itu tercium api, lalu bernyala hebat! Ia tidak tahu bahwa pulau itu mengandung minyak tanah dan hanya menduga benda cair di telaga itu adalah air mujijat yang mudah terbakar. Ia lalu menyulut air di dalam botol itu yang berkobar dan terbakar dengan mudah sekali. Oleh karena inilah, ia menggunakan tipu daya untuk membakar telaga itu apabila emas sudah terdapat oleh kaki tangannya, agar semua orang yang berada di pulau itu dan hendak mencari emas, termakan habis oleh api yang membakar pulau dan anak buahnya dapat melarikan emas itu dengan aman!

   Tentu saja ia tidak memberitahukan kepada Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin tentang tipu dayanya ini, oleh karena ia pun maklum bahwa kedua orang tua luar biasa ini mendapat tugas untuk menjaga dirinya, dan ia dapat menduga pula bahwa Kaisar telah mencurigainya! Pangeran Vayami sengaja memutar-mutar perahunya dan tidak mau membawa Hai Kong Hosiang menuju ke pulau itu untuk memberi kesempatan kepada anak buahnya. Demikianlah, perahunya hanya berputaran melalui pulau-pulau yang banyak sekali itu, dan ketika rombongan perahu Turki menyeberang ke lautan, Pangeran Vayami merasa kuatir sekali. Anak buahnya belum kelihatan kembali dan sekarang perahu-perahu Turki telah menyeberang ke pulau itu! Ia menjadi gelisah sekali, terutama ketika melihat betapa rombongan perahu tentara Kerajaan mengejar pula.

   Celaka, pikirnya, pulau itu tentu akan penuh dengan tentara kedua pihak dan mungkin sekali akan terjadi perang hebat di pulau itu. Bagaimana anak buahnya akan dapat bekerja baik? Ia ingin sekali pergi ke pulau itu untuk memimpin sendiri pekerjaan anak buahnya, akan tetapi ia tidak berdaya oleh karena selalu ditemani oleh Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin. Tiba-tiba Pangeran Vayami yang cerdik ini mendapatkan akal baik. Ketika itu, Hai Kong Hosiang juga berdiri di kepala perahu dan melihat betapa perahu-perahu Turki telah mendahului berlayar dan kemudian dikejar oleh perahu-perahu tentara Kerajaan, dan Hwesio ini memandang dengan kuatir. Ia dapat menduga bahwa peperangan semalam tentu dimenangkan oleh pihak musuh, kalau tidak demikian tentu musuh tak akan dapat menyeberang!

   "Hai Kong Bengyu,"

   Kata Pangeran Vayami.

   "Apakah kau dapat menduga apa yang menjadikan kegelisahan hatiku?"

   Hai Kong Hosiang sebenarnya dapat menduga bahwa Pangeran Mongol ini tentu menjadi gelisah dan kuatir melihat pergerakan barisan Turki itu, akan tetapi ia pura-pura tidak tahu dan menggelengkan kepala.

   "Hai Kong Bengyu, tidakkah kau melihat betapa barisan Turki sudah mempergunakan perahu-perahu dan menyeberang ke pulau-pulau? Ini berarti bahwa barisan Kerajaanmu telah kalah perang! Dan apakah kau tega melihat hal itu terjadi begitu saja? Kurasa di pihak barisan Turki terdapat orang-orang pandai maka memang sebaiknya kau dan Supekmu tinggal saja di sini."

   Pangeran Vayami di samping mencela juga menyinggung-nyinggung hati Pendeta itu, akan tetapi Hai Kong Hosiang diam saja, seakan-akan tidak mengerti akan maksud sindiran Pangeran Vayami.

   "Untung sekali kau berada di sini, Hai Kong Bengyu, kalau kau ikut menyerbu tentu kau berada dalam bahaya. Aku mendengar bahwa Panglima Turki yang bernama Balutin atau Pouw Lojin, amat sakti dan lihai hingga kurasa tidak ada orang Han (Tionghoa) yang mampu mengalahkannya!"

   Hai Kong Hosiang tak dapat menahan sabarnya lagi dan ia memandang kepada Vayami dengan mata mendelik. Akan tetapi Vayami tidak mempedulikannya bahkan berlaku seakan-akan tidak melihat kemarahan Hai Kong Hosiang, dan ia menambah omongannya seperti berikut,

   "Celaka sekali. Aku mendengar bahwa Suhengmu yang bernama Beng Kong Hosiang juga ikut dalam barisan Kerajaan! Jangan-jangan Suhengmu terkena celaka, oleh karena aku merasa ragu-ragu apakah dia sanggup menghadapi Balutin yang sakti itu?"

   "Vayami! Kau sungguh-sungguh memandang rendah kekuatan kami! kau kira aku takut kepada segala macam orang seperti Balutin itu? Baik! Aku dan Suhuku akan menyusul dan menghancurkan mereka itu, anjing-anjing bangsa asing yang kurang ajar!"

   Dalam makian ini, otomatis Vayami terkena dimaki juga, karena bukankah ia pun di hadapan Hai Kong Hosiang merupakan orang asing pula? Hai Kong Hosiang lalu memberitahu kepada Supeknya yang gagu itu, dan Kiam Ki Sianjin mengangguk-angguk menyatakan setuju untuk menggempur barisan Turki. Hai Kong Hosiang lalu menurunkan sebuah daripada perahu kecil yang berada di situ, kemudian ia menghampiri Vayami dan berkata,

   "Pangeran Vayami, aku dan Supek akan pergi dulu, dan kau..."

   Setelah berkata demikian, secepat kilat Hai Kong Hosiang mengulurkan tangan menotok, Vayami terkejut sekali, akan tetapi terlambat, oleh karena jari tangan Hai Kong Hosiang telah menotok jalan darahnya dengan tepat hingga Pangeran itu roboh terduduk dengan tubuh lemas dan tak mampu bergerak lagi.

   "Maaf, Pangeran Vayami. Aku terpaksa melakukan ini untuk menjaga agar kau tidak bisa sembarangan bergerak."

   Hai Kong Hosiang lalu tertawa bergelak-gelak dengan girangnya dan Vayami terpaksa tak dapat berdaya sesuatu dan hanya memandang keberangkatan dua orang itu dengan hati gemas dan mendongkol sekali. Sambil tertawa-tawa puas melihat hasil kecerdikannya, Hai Kong Hosiang dan Kam Ki Sianjin mendayung perahu kecilnya menuju ke arah pulau di mana kedua barisan itu menuju. Di atas pulau itu telah terjadi pertempuran hebat lagi antara barisan Kerajaan yang telah mendapat bala bantuan. Akan tetapi, kembali Balutin mengamuk dan puluhan perajurit Kerajaan tewas dalam tangannya. Banyak Perwira mengeroyoknya, akan tetapi tak seorang pun yang dapat menandingi kelihaian Pendeta gemuk ini. Ketika tiba di tempat pertempuran, Hai Kong Hosiang mendengar tentang kematian Suhengnya di tangan Balutin, maka bukan kepalang marahnya. Sambil mencabut keluar tongkat ularnya, ia melompat dan menerjang Balutin sambil berteriak,

   "Balutin bangsat besar! Akulah lawanmu!"

   Ia lalu menyerang dengan hebat sekali. Balutin terkejut melihat sepak terjang Pendeta ini dan melawan dengan hati-hati. Mereka berdua ternyata merupakan tandingan yang setimpal dan seimbang, baik dalam kepandaian maupun dalam kehebatan tenaga mereka. Tak seorang Perwira dari kedua pihak berani maju mendekat oleh karena beberapa orang Perwira yang mencoba untuk membantu kawan, ternyata baru beberapa gebrakan saja telah roboh dan tewas oleh amukan kedua orang yang sedang bertempur sengit ini. Keduanya mengeluarkan seluruh kepandaian dan tenaganya. Adapun Kiam Ki Sianjin yang sudah tua itu memandang dan menonton dari pinggir saja, akan tetapi dengan penuh perhatian dan siap menolong apabila Hai Kong Hosiang berada dalam bahaya.

   Perahu besar Vayami yang ditinggal seorang diri terapung-apung di atas laut, terdampar ombak dan kebetulan sekali mendekati pulau itu. Tiba-tiba kelihatan perahu kecil yang cepat sekali majunya dan perahu ini bukan lain adalah perahu yang ditumpangi oleh Cin Hai, Ang I Niocu, Ceng Tek Hwesio dan Ceng To Tosu. Melihat perahu besar yang terombang-ambing seakan-akan tidak ada orangnya yang mengemudikannnya itu, Cin Hai dan Ang I Niocu lalu melompat ke atas perahu itu dan meninggalkan Tosu dan Hwesio itu di dalam perahu kecil. Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat Vayami duduk tak bergerak bagaikan patung batu. Juga Vayami terkejut sekali melihat kedua orang ini, akan tetapi ia hanya dapat duduk tanpa mengeluarkan suara apa-apa. Cin Hai maklum bahwa Pangeran ini berada di bawah pengaruh totokan, maka ia lalu mengulurkan tangan memulihkan totokan yang mempengaruhi tubuh Pangeran Vayami. Pangeran Vayami lalu berdiri menjura dengan hormat sekali kepada Cin Hai dan Ang I Niocu.

   "Terima kasih, Taihiap. Sukur engkau datang menolong, kalau tidak entah bagaimana dengan nasibku yang buruk ini."

   Sambil berkata demikian, ia mengerling kepada Ang I Niocu dengan bibir tersenyum, akan tetapi hatinya berdebar khawatir dan takut! Cin Hai dan Ang I Niocu merasa sebal dan benci melihat Pangeran ini, akan tetapi mereka berdua tertarik untuk mengetahui apakah yang sedang dilakukan oleh Pangeran aneh dan licin ini di atas perahu di dekat Pulau Emas itu.

   "Bagaimana kau bisa berada di sini seorang diri dan berada dalam keadaan tertotok orang? Siapakah yang melakukan itu dan apa pula maksudmu berada di sini?"

   Tanya Cin Hai tanpa memakai banyak peradatan lagi. Pangeran Vayami menghela napas dan ia mengebut-ngebutkan pakaiannya yang indah model bangsawan Han itu.

   "Dasar Hai Kong Hosiang yang jahat dan berhati palsu!"

   Cin Hai girang sekali mendengar nama itu disebut-sebut.

   "Eh, apakah bangsat Hai Kong Hosiang berada di sini? Katakanlah di mana dia!"

   Vayami menghela napas dan memutar otaknya yang licin dan cerdik. Ia maklum bahwa di antara Hai Kong dan anak muda ini tentu terdapat permusuhan besar sekali hingga pemuda ini selalu berusaha membunuhnya, dan ia teringat pula bahwa dulu Cin Hai di perahunya pernah memberitahu bahwa Hai Kong Hosiang adalah musuh besarnya. Maka ia lalu mengarang sebuah alasan untuk mengadu domba lagi demi keuntungannya sendiri.

   "Sebagaimana kau ketahui Hai Kong Hosiang membawaku untuk menemui Kaisar, akan tetapi Hwesio itu mendengar bahwa aku mengetahui tentang Pulau Emas di laut ini, lalu timbul hati jahatnya dan bersama Supeknya yang gila dan gagu itu, ia memaksa aku mengantarkan mereka berdua ke sini! Akan tetapi setelah sampai di sini dan mengetahui tempat itu dia lalu menotokku dan mencuri perahu kecilku dan bersama dengan Supeknya ia lalu menuju ke sana!"

   Mendengar tentang Pulau Emas ini tiba-tiba Ang I Niocu dan Cin Hai teringat kepada si Tosu dan si Hwesio yang tak kelihatan lagi, dan ketika mereka memandang ternyata perahu kecil itu telah bergerak maju dan telah jauh meninggalkan tempat itu!

   "Hai...!!"

   Ang I Niocu berteriak marah "Kembalilah kalian!!"

   Akan tetapi dari jauh kedua Pendeta hanya melambaikan tangan saja, si Hwesio tetap tertawa dan si Tosu tetap mewek! Ang I Niocu marah sekali dan hendak menggunakan perahu kecil yang berada di perahu besar Vayami itu untuk mengejar, akan tetapi Vayami mengangkat kedua tanganya dan berkata mencegah,

   "Lihiap janganlah mengejar, mereka akan pergi ke Kim-San-To, biarlah mereka ikut dibakar hidup-hidup!"

   Ang I Niocu dan Cin Hai terkejut dan memandang kepada Pangeran yang tersenyum-senyum girang itu dengan heran. Pada waktu itu, hari telah gelap dan angin bertiup kencang.

   "Pangeran Vayami, apa maksudmu dengan ucapan tadi?"

   Tanya Cin Hai dan Ang I Niocu tidak jadi mengejar kedua Pendeta itu oleh karena ia pun tidak mempunyai urusan dengan mereka. Tadi ia hendak mengejar hanya karena marah saja dan kini kedua Pendeta itu telah lenyap dan tak tampak lagi pula. Vayami tersenyum dan berkata,

   "Sebelum aku menceritakan kepada kalian, lebih dahulu bantulah aku memasang layar ini karena aku hendak memperlihatkan sebuah pemandangan indah kepada kalian!"

   Cin Hai lalu membantunya memasang layar dan sebentar perahu besar itu bergerak laju ke kanan. Ternyata Vayami yang juga pandai mengemudikan perahu, memutarkan perahunya mengelilingi Pulau Kim-San-To dan berada di belakang pulau setelah melakukan pelayaran lebih dari dua jam.

   "Nah, kalian lihat itu!"

   Kata Pangeran Vayami menunjuk ke pulau. Ang I Niocu dan Cin Hai cepat memandang dan mereka berdua menjadi tercengang sekali melihat pemandangan yang mereka lihat di depan mereka. Di atas Pulau Kim-San-To itu kelihatan sebuah bukit yang menjulang tinggi dan berujung runcing. Kini di dalam gelap senja, bukit itu nampak bercahaya dan seakan-akan mengeluarkan sinar yang berkilauan! Puncak bukit itu nampak nyata berwarna putih kuning kemerah-merahan bagaikan emas murni, dan di bawah bukit membentang pohon-pohon yang gelap dan hitam. Ang I Niocu berdiri di pinggir perahu dengan penuh takjub hingga gadis itu untuk beberapa lama berdiri tak bergerak bagaikan patung! Sementara itu Cin Hai yang dapat menekan perasaan heran dan kagetnya, segera minta keterangan dari Vayami!

   "Ketahuilah, Taihiap, inilah Bukit Emas yang dicari-cari oleh mereka semua! Tentu kau juga telah melihat bahwa tentara-tentara Turki dan tentara Kerajaan telah saling gempur dan sekarang ini pun saling bertempur mati-matian di atas pulau itu untuk memperebutkan Bukit Emas itu, semua orang yang berjumlah ribuan itu, mereka berebut mati-matian untuk memiliki Bukit Emas. Akan tetapi mereka tidak tahu bahwa mereka telah berada di tepi neraka, Ha, ha! Juga Hai Kong yang jahat itu sebentar lagi takkan dapat menyombongkan kepandaiannya karena ia pun akan mati terpanggang api, di pulau itu, ha, ha, ha!"

   Mendengar keterangan ini, Cin Hai merasa heran sekali dan ia lalu membentak,

   "Pangeran Vayami! Kau jelaskanlah semua ini kepadaku! Apakah maksudmu?"

   Setelah berusaha sekerasnya untuk menekan kegirangan dan kegelian hatinya yang hendak tertawa saja, Vayami lalu berkata lagi,

   "Dengarlah, Taihiap dan kau juga, Lihiap. Kami orang-orang Mongol tidaklah segoblok orang-orang Turki atau orang-orang dari Kaisarmu itu. Aku tidak sudi harus bersusah payah mengerahkan barisan tentara untuk memperebutkan pulau ini. Sebentar lagi, pulau ini akan menjadi lautan api dan semua emas akan berada di tanganku. Ya, semua emas akan berada di tangan Pangeran Vayami!"

   Cin Hai makin heran dan ia memandang Pangeran Pemuka Agama Sakya Buddha yang muda dan tampan ini. Ia melihat bahwa pakaiannya pemberian Kaisar sebagai hadiah dan tanda perhahabatan, akan tetapi tetap saja mukanya masih jelas bahwa ia adalah seorang Mongol.

   Cin Hai sama sekali tidak pernah menyangka bahwa Pangeran Vayami yang cerdik ini sengaja membawa perahunya ke tempat itu oleh karena memang ia telah berjanji kepada anak buahnya untuk menanti dengan perahu besar di tempat itu untuk menerima mereka setelah selesai mengerjakan tugas mereka. Pangeran Vayami memang mempunyai pikiran yang cerdik sekali. Ia maklum bahwa Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianli lihai sekali, maka setelah melihat munculnya Cin Hai dan Ang I Niocu, ia berniat menarik kedua orang ini untuk menjadi pembela-pembelanya dan untuk menghadapkan kedua orang gagah ini kepada Hai Kong Hosiang apabila Hwesio itu muncul untuk mengganggunya. Oleh karena ia menganggap bahwa kedua orang muda gagah ini tidak mempunyai hubungan sesuatu dengan Turki maupun dengan tentara Kerajaan, maka tanpa ragu-ragu lagi ia lalu melanjutkan ceriteranya dengan suara yang jelas menyatakan kebanggaan akan kecerdikannya.

   "Orang-orang Turki dan barisan Kerajaan Kaisar sedang memperebutkan harta di pulau itu, dan oleh karena mereka sedang bertempur mati-matian, mereka sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk mencari emas itu yang belum dapat diketahui pasti di mana tempatnya. Dan diam-diam aku telah menyuruh anak buahku yang tiga puluh enam orang banyaknya untuk mencarinya semenjak tiga hari sebelum tentara-tentara kedua pihak itu tiba dan telah memerintahkan apabila mereka telah dapat mengangkut harta itu, mereka segera harus membakar sebuah danau di pulau itu yang airnya dapat terbakar seperti minyak domba! Bahkan aku memerintahkan agar seluruh hutan di situ dibakar semua sampai habis, baru mereka mengangkat kaki dan mengangkut semua emas itu ke sini!"

   Cin Hai dan Ang I Niocu bergidik memikirkan kekejian orang ini, dan Cin Hai yang teringat kepada Lin Lin tiba-tiba menjadi pucat wajahnya dan saling pandang dengan Ang I Niocu. Juga Ang I Niocu teringat bahwa Lin Lin diduga pergi ke pulau itu, maka cepat bertanya,

   "Bilakah kiranya perintahmu yang kejam itu dilakukan?"

   Vayami memandang dengan muka berseri.

   "Malam ini, tepat tengah malam, jadi tak lama lagi!"

   Katanya sambil memandang ke arah pulau dan diam-diam Pangeran ini juga merasa kuatir sekali oleh karena orang-orangnya yang ditunggu-tunggu belum kelihatan muncul seorang pun. Ang I Niocu dan Cin Hai merasa makin terkejut.

   "Vayami, tahukah kau di mana adanya seorang Turki Yang bernama Yousuf?"

   Tanya Cin Hai yang teringat bahwa Lin Lin, Ma Hoa, dan Nelayan Cengeng berlayar dengan orang Turki ini dan nama ini ia dengar dari dua orang nelayan yang menceritakan pengalaman mereka dulu. Vayami berubah air mukanya mendengar nama ini. Ia pernah bertemu dengan Yousuf dan tahu akan kelihaian orang Turki ini yang sebenarnya menjadi penemu pertama dari Kim-San-To.

   "Kau mencari Setan itu? Ha, ha, ha! Tentu dia juga berada di pulau itu. Ya, Setan yang bernama Yousuf itu pun berada di atas pulau dan sebentar lagi ia pun akan musnah!"

   "Dan kawan-kawannya yang berlayar bersama dia?"

   Tanya pula Cin Hai dengan suara gemetar.

   "Kawan-kawannya?"

   Kata Vayami yang menyangka bahwa kawan-kawannya yang dimaksudkan oleh Cin Hai ini tentulah orang-orang Turki lainnya.

   "Ha, ha, ha! Semua kawan-kawan Yousuf juga akan terpanggang mampus di pulau itu."

   "Bangsat besar!"

   Tiba-tiba Cin Hai memaki dan ketika tangannya menampar, pipi Vayami kena ditampar hingga giginya rontok dan tubuhnya terguling ke atas papan perahu. Pangeran ini mengeluh dan merintih-rintih sambil memegang-megang pipinya yang menjadi matang biru dan memandang kepada Cin Hai dengan heran.

   "Niocu, jaga bangsat ini! Aku hendak menyusul Lin Lin!"

   
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Jangan Hai-ji! Pulau itu sebentar lagi akan terbakar dan siapa tahu, danau berminyak itu bisa meledak"!"

   Kata Ang I Niocu dengan wajah pucat.

   "Lin Lin berada di sana, bahaya besar apakah yang dapat mencegah aku pergi menolongnya?"

   Tanya Cin Hai dengan napas memburu dan ia lalu pergi ke perahu kecil dan hendak melemparnya ke air untuk dipakai menyusul ke Pulau Kim-San-To. Akan tetapi, pada saat itu, ia melihat bahwa perahu itu telah dikelilingi oleh banyak perahu-perahu kecil dan tiba-tiba dari perahu-perahu kecil itu berlompatan naik tubuh orang-orang tinggi besar yang berjubah merah.

   Ternyata orang-orang ini adalah anak buah Pangeran Vayami, Pendeta-Pendeta Sakia Buddha yang berilmu tinggi dan yang kini berlompatan ke atas perahu besar dengan senjata di tangan. Jumlah mereka banyak sekali hingga terpaksa Cin Hai melompat mundur ke dekat Ang I Niocu bersiap sedia menghadapi keroyokan. Pangeran Vayami ketika melihat bahwa tiba-tiba anak buahnya muncul, menjadi girang sekali dan ia lalu timbul pikiran jahat. Memang hatinya amat tertarik oleh kecantikan Ang I Niocu dan kalau saja kepandaiannya lebih tinggi dari Gadis Baju Merah yang cantik jelita itu, tentu ia telah memaksa Ang I Niocu untuk menjadi isterinya. Kini melihat datangnya semua anak buahnya yang ia percaya akan dapat menundukkan kedua anak muda itu dengan keroyokan, lalu ia memerintah,

   "Tangkap pemuda itu dan lempar dia ke laut! Tapi jangan ganggu gadis itu dan tawan dia."

   Bagaikan serombongan anjing pemburu yang terlatih dan mendengar perintah tuannya, tiga puluh enam orang Pendeta Sakia Buddha itu lalu menyerbu dengan mengeluarkan seruan-seruan menyeramkan. Cin Hai dan Ang I Niocu mencabut Pedang masing-masing dan melakukan perlawanan dengan gagah. Semua Pendeta itu adalah orang-orang pilihan yang sengaja dibawa oleh Vayami untuk melakukan tugas pekerjaan penting, maka mereka ini rata-rata memiliki kepandaian yang tidak rendah, bahkan ilmu silat mereka yang bercorak ragam itu membuat Ang I Niocu dan Cin Hai menjadi bingung juga. Akan tetapi, kedua orang muda ini memiliki ilmu kepandaian sempurna terutama Cin Hai, maka baru beberapa jurus mereka bertempur, dua orang pengeroyok telah dapat dirobohkan.

   Sungguhpun demikian, kesetiaan anak buah Pangeran Vayami terhadap Pangeran itu besar sekali. Mereka tidak mundur bahkan makin mendesak maju. Jangankan baru menghadapi dua orang anak muda yang lihai, biarpun harus menyerbu ke lautan api, mereka takkan segan-segan untuk mentaatinya asal keluar dari mulut Pangeran Vayami, oleh karena mereka menaruh kepercayaan penuh bahwa kesetiaan mereka ini akan diganjar hadiah Sorga ke tujuh oleh Pemimpin agama itu. Cin Hai dan Ang I Niocu menjadi serba salah. Untuk membinasakan semua pengeroyok ini bukanlah hal terlalu sukar bagi mereka berdua, akan tetapi mereka tidak tega untuk membunuh sekian banyak orang yang hanya menjalankan perintah. Dan keduanya masih merasa gelisah memikirkan nasib Lin Lin yang berada di pulau itu!

   Pada saat itu, terdengar bentakan-bentakan hebat dan tahu-tahu tiga bayangan orang melompat ke atas perahu dan mengamuk dengan hebat disertai suara tertawa menyeramkan! Ketika Cin Hai memandang, ternyata bahwa yang naik adalah Hek Mo-ko, Pek Mo-ko, dan Kwee An! Ia merasa girang sekali akan tetapi berbareng juga terkejut dan heran oleh karena bagaimana pemuda itu dapat datang bersama kedua iblis ini? Ketika melihat Pek Hek Mo-ko dan Kwee An mengamuk dan membabat semua Pendeta Sakia Buddha, Cin Hai lalu melompat ke pinggir perahu dengan maksud hendak menyusul Lin Lin. Akan tetapi, ketika ia memandang, ia menjadi terkejut sekali oleh karena di dalam kekalutan itu, Ang I Niocu telah mendahuluinya dan telah melempar perahu kecil yang tadi berada di atas perahu dan mendayungnya sekuat tenaga menuju ke pulau yang bukitnya bersinar-sinar itu!

   "Niocu, tunggu!"

   Teriak Cin Hai, akan tetapi Ang I Niocu melambaikan tangan kepadanya sambil menjawab,

   "Jangan, Hai-ji. Biarlah aku saja yang menyusul, jangan kita berdua terancam bahaya bersama. kau tunggulah saja, aku akan membawa Lin Lin kepadamu!"

   Setelah berkata demikian Ang I Niocu mendayung makin cepat! Cin Hai bingung sekali dan ia melihat ke bawah oleh karena teringat bahwa semua Pendeta Sakia Buddha tadi datang dengan perahu-perahu kecil.

   Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia mendapat kenyataan bahwa kini tak sebuah pun perahu kecil nampak di situ, dan perahu-perahu ini telah dipukul hancur dan tenggelam oleh Hek Pek Mo-ko dan Kwee An ketika ketiganya datang dan melompat ke atas! Dalam kebingungannya, dan karena keadaan di situ makin gelap hingga sukar mencari perahu kecil yang dapat membawanya ke Pulau Kim-San-To, Cin Hai lalu berlaku nekad dan mengayun dirinya ke laut! Ia mengambil keputusan hendak berenang ke arah pulau yang tak seberapa jauh itu! Ia tidak rela kalau sampai Ang I Niocu berkorban seorang diri dalam usaha menolong Lin Lin, sedangkan dia sendiri harus enak-enak menunggu! Sementara itu, dalam kegembiraan mereka mengamuk dan membasmi para Pendeta Sakia Buddha itu, Hek Mo-ko dan Pek Mo-ko tidak mempedulikan lagi hal-hal lain dan sama sekali tidak melihat Cin Hai dan Ang I Niocu.

   Sedangkan Kwee An yang melihat mereka, tidak mengerti maksud mereka itu dan ia pun sedang dikeroyok oleh banyak lawan hingga tak mendapat kesempatan bertanya lagi. Amukan Hek Mo-ko dan Pek Mo-ko hebat sekali, bagaikan sepasang Naga yang haus darah. Terutama sekali Pek Mo-ko yang masih menderita sedih karena kematian puterinya, kini mengamuk dan merupakan seorang iblis tulen! Baik Hek Mo-ko maupun Pek Mo-ko tidak mempunyai alasan untuk memusuhi Pendeta-Pendeta baju merah ini dan mereka bertempur hanya atas permintaan Kwee An yang melihat Cin Hai dan Ang I Niocu dikeroyok! Kedua iblis ini memang suka sekali bertempur, dan asal mereka bisa bertempur dan membunuh banyak orang, tidak peduli lagi apa alasannya, mereka sudah cukup merasa senang dan puas! Inilah sifat aneh yang membuat kedua orang ini disebut Iblis Putih dan Iblis Hitam!

   Sedangkan Kwee An yang juga tidak mengerti sebab-sebab pertempuran, hanya bertindak untuk menolong kedua orang kawannya itu. Kini melihat kedua orang itu lari ke laut, ia menjadi menyesal akan tetapi tidak berdaya untuk mencegah kedua iblis itu mengamuk dan melakukan pembunuhan besar-besaran. Tak lama kemudian, habislah ketiga puluh enam orang Pendeta Sakia Buddha ini berikut Pangeran Vayami terbunuh mati semua oleh Hek Mo-ko dan Pek Mo-ko! Sambil tertawa bergelak-gelak kedua iblis ini lalu menendangi mayat-mayat itu ke dalam laut. Pangeran Vayami yang bernasib malang itu sampai tidak mengetahui bagaimana hasil dari perintahnya kepada anak buahnya untuk mencari emas itu! Kalau ia tahu bahwa anak buahnya tidak mendapatkan emas sepotong pun, jika ia masih hidup pun tentu ia akan jatuh binasa karena kecewa dan menyesal!

   Anak buahnya ternyata tak berhasil mendapatkan sedikitpun emas di pulau itu, biarpun sudah berhari-hari mereka mencari-cari, karena di pulau itu tidak terdapat emas sepotong kecil pun! Akan tetapi, mereka mentaati perintah Pangeran Vayami dan ketika melihat peperangan hebat yang terjadi antara barisan Turki melawan barisan dari Kaisar, mereka lalu membakar minyak yang memenuhi danau kecil di atas bukit itu! Danau itu mulai terbakar dan bernyala-nyala hebat, akan tetapi hal ini masih belum diketahui oleh kedua fihak yang mabok perang! Cin Hai mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk berenang secepat mungkin, akan tetapi di dalam air ia tidak seleluasa seperti di darat di mana ia boleh mempergunakan Ginkangnya untuk bergerak cepat.

   Tidak saja kepandaian renangnya memang kurang sempurna, akan tetapi air laut itu berombak dan ia tidak kuat melawan ombak air hingga tubuhnya hanya maju perlahan saja dan sebentar juga perahu yang dinaiki Ang I Niocu telah jauh meninggalkannya. Keadaan di atas permukaan laut itu lebih gelap lagi dan penunjuk jalan satu-satunya bagi Cin Hai ialah cahaya terang yang memancar keluar dari Bukit Kim-San-To itu. Ia masih bergulat dengan ombak laut ketika Ang I Niocu sudah lama mendarat dan gadis ini tanpa mempedulikan mereka yang berperang mati-matian, lalu berlari naik ke atas bukit untuk mencari Lin Lin. Ketika ia naik makin tinggi, sungguh luar biasa, karena cahaya terang itu makin menghilang dan keadaan di atas bukit sunyi sekali! Bahkan di atas bukit itu tidak terlihat pohon sama sekali Ang i Niocu berseru keras memanggil,

   "Lin Lin""

   Suaranya yang dikerahkan dengan tenaga Khikang ini terdengar bergema keras sekali, bahkan terdengar lapat-lapat oleh Cin Hai yang masih berenang di laut!

   "Niocu...!"

   Cin Hai berseru memanggil karena ia mengenal suara Ang I Niocu. Hatinya bingung dan cemas sekali. Akan tetapi, biarpun ia mengerahkan Khikangnya, di dalam air itu suaranya tak terdengar jelas dan menjadi kacau oleh bunyi riak ombak yang menggelora.

   "Lin Lin...!"

   Terdengar lagi teriakan Ang I Niocu dan suara ini membangunkan semangat Cin Hai yang lalu mengerahkan tenaganya sehingga ia dapat maju lebih cepat.

   Ang I Niocu berlari terus ke atas sambil memanggil nama Lin Lin. Ia sudah berjanji kepada Cin Hai untuk menemukan gadis kekasih pemuda itu, maka ia bertekad takkan kembali sebelum mendapatkan Lin Lin. Ketika Ang I Niocu tiba di sebuah puncak yang tinggi, tiba-tiba ia memandang ke bawah dan kedua matanya terbelalak dan ia menggunakan kedua tangan untuk menutupi matanya oleh karena tiba-tiba matanya menjadi silau. Di bawah, tak jauh dari situ ia melihat pemandangan yang dahsyat dan menggetarkan sanubarinya. Di bawah puncak itu ia melihat api besar sekali berkobar-kobar dan bernyala-nyala seakan-akan neraka sendiri terbuka di hadapan kakinya! Inilah danau penuh minyak tanah yang dibakar oleh kaki tangan Pangeran Vayami! Dengan hati penuh kengerian dan cemas, Ang I Niocu berteriak lagi,

   "Lin Lin"! Lin Lin"! Di mana kau"??"

   Akan tetapi suara teriakannya yang keras ini seakan-akan hanya menambah besar berkobarnya api yang membakar seluruh danau itu! Ang I Niocu dengan mata terbelalak memandang ke arah api dan tiba-tiba ia melihat seakan-akan bayangan Pangeran Vayami berdiri di tengah-tengah api sambil tersenyum-senyum dan melambai-lambaikan tangan kepadanya! Ang I Niocu menggigil dengan penuh kengerian dan mukanya penuh keringat. Ia menggosok-gosok kedua matanya akan tetapi bayangan Pangeran Vayami makin jelas saja. Sambil berseru ngeri dan takut, Ang I Niocu berlari ke sana ke mari sambil memekik-mekik memanggil nama Lin Lin,

   "Lin Lin...! Lin Lin...! Keluarlah, Lin Lin. Hai-ji menunggu kau...!"

   Akan tetapi, sampai serak suaranya memanggil-manggil dengan kerasnya sambil berlari-lari menubruk sana menubruk sini, namun yang dipanggilnya tidak juga menjawab atau muncul. Nyala api di danau yang membesar dan membubung tinggi itu nampak juga oleh Hai Kong Hosiang dan Kiam Ki Sianjin. Maka Hai Kong Hosiang segera menyerang makin keras kepada Balutin sambil berteriak minta Supeknya membantu. Kiam Ki Sianjin lalu melompat maju dan menyerang Balutin dengan kebutan ujung lengan bajunya yang lebar.

   

Pendekar Sakti Eps 12 Dara Baju Merah Eps 8 Pendekar Sakti Eps 19

Cari Blog Ini