Ceritasilat Novel Online

Harta Karun Jenghis Khan 6


Harta Karun Jenghis Khan Karya Kho Ping Hoo Bagian 6



Akan tetapi kakek iblis hitam itupun cerdik dan tidak mudah dibakar hatinya. Dia lalu menghampiri Kim Hong dan Kok Siang mengikuti gerakan kakek itu dengan jantung berdebar tegang dan khawatir. Dia tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri, akan tetapi dia tahu benar betapa berbahayanya bagi seorang gadis cantik seperti Kim Hong kalau terjatuh ke tangan orang-orang macam ini. Ada bahaya penghinaaan yang lebib hebat dari pada kematian bagi gadis itu. Akan tetapi, dia yang tentu saja tidak akan mampu melindungi Kim Hong dengan kekuatan badannya yang sudah tidak berdaya, merasa yakin bahwa dia akan mampu menyelamatkan Kim Hong dalam saat terakhir, karena dia masih memegang kunci rahasia yang amat penting, yaitu peta yang aseli! Dengan ini dia akan dapat menebus diri Kim Hong, kalau perlu.

   "Nona, engkau bernama Toan Kim Hong dan menjadi sahabat dan kekasih Pendekar Sadis, bukan? Hemm, kasihan Pendekar Sadis, tidak tahu bahwa kekasihnya main gila dengan setiap orang pemuda ganteng seperti Bu Siucai di luaran!"

   Pat-pi Mo-ko tersenyum menyeringai, agaknya girang sekali mendapat kenyataan bahwa kekasih Pendekar Sadis mempermainkan pendekar itu. Hal ini saja sudah dapat menimbulkan dugaan dalam hati Kim Hong dan Kok Siang bahwa penjahat ini agaknya membenci Thian Sin.

   Akan tetapi, tanpa diketahui oleh siapapun juga, diam-diam Kok Siang terkejut setengah mati mendengar disebutnya Pendekar Sadis. Diapun merasa seperti pernah mendengar nama Ceng Thian Sin ketika mereka saling berkenalan di rumah makan, akan tetapi sama sekali dia tidak pernah menduga bahwa pemuda itu adalah Pendekar Sadis yang pernah menggegerkan seluruh kota raja! Akan tetapi, dia dapat menyembunyikan keheranannya dan pura-pura tidak terpengaruh sama sekali oleh sebutan itu. Akan tetapi, Kim Hong sama sekali tidak mau memberi jawaban dan hanya memandang dengan senyum mengejek, dan pandang matanya menghina sekali. Melihat ini Tiat-ciang Lui Cai Ko yang bermata juling itu mendekat.

   "Twako, biarlah kusiksa dulu gadis ini biar mau bersikap lunak dan mau menjawab pertanyaanmu!"

   Agaknya sudah gatal-gatal rasa tangan penjahat ini untuk menyiksa Kim Hong. Jari-jari tangannya sudah terbuka dan siap mencengkeram. Akan tetapi Pat-pi Mo-ko tersenyum dan menggeleng kepalanya.

   "Sabarlah, Cai Ko. Belum tiba waktunya untuk itu."

   Dan kepala penjahat ini menghadapi Kim Hong lagi.

   "Nona, biarpun engkau tidak mengaku, kami sudah tahu bahwa engkau dan Pendekar Sadis datang sebagai utusan mendiang petani Ciang Gun, membawa kunci emas dan engkau tahu tentang rahasia harta karun Jenghis Khan itu. Marilah kita bicara secara terbuka saja karena kita sudah sama- sama tahu akan hal itu. Kami telah menggeledah dan tidak temukan kunci emas di tubuhmu atau pakaianmu. Nah, katakan. Di manakah adanya kunci emas itu? Apakah dibawa oleh Pendekar Sadis?"

   Diam-diam Kim Hong merasa mendongkol sekali. Kiranya dalam keadaan pingsan tadi tubuhnya telah digeledah, tentu saja digerayangi tangan-tangan yang kotor dan kurang ajar itu. Untung tidak terjadi sesuatu dengan dirinya. Hal ini tentu saja karena kepala penjahat ini masih membutuhkan keterangan-keterangannya, masih melihat manfaat pada dirinya. Akan tetapi kalau sekarang ia masih selamat, hal itu hanya soal waktu saja. Kalau ia sudah tidak dibutuhkan lagi, tentu ia akan dilempar kepada orang-orang kasar itu, untuk disiksa, diperkosa dan dipermainkan, seperti segumpal daging dilempar kepada anjing-anjing kelaparan. Atau mungkin Pat-pi Mo-ko ini sendiri yang akan mempeloporinya, melihat sinar mata yang juga penuh mengandung nafsu ketika memandangnya itu. Akan tetapi, ia sengaja tidak mau membuka mulut dan otaknya dikerjakan. Apa perlunya ia menjawab? Iblis ini tahu bahwa kunci emas masih berada di tangan Pendekar Sadis,

   Jadi iblis itu tidak akan dapat berbuat sesuatu dan kiranya tidak akan mengganggunya secara sangguh-sungguh sebelum kunci itu didapatnya. Mungkin ia akan dijadikan umpan untuk memancing datang Pendekar Sadis. Hampir Kim Hong tersenyum. Tanpa dipancing sekalipun, Thian Sin pasti akan datang untuk menolongnya. Hal ini ia yakin benar. Akan tetapi iapun merasa khawatir karena sekali ini mereka menghadapi penjahat-penjahat yang selain kejam, juga kuat dan curang sekali. Ia sendiri sudah amat berhati-hati dan kalau saja tidak ada pasukan pemerintah yang turun tangan, belum tentu ia akan begitu lengah sehingga dapat ditangkap begitu saja! Melihat gadis itu tinggal diam, Pat-pi Mo-ko tersenyum. Kalau lain orang, tentu sudah marah sekali. Akan tetapi iblis ini bukan penjahat sembarangan dan karena itu dia dijadikan semacam raja tanpa mahkota oleh para penjahat lain di kota raja. Dia cerdik sekali.

   "Nona, apa gunanya nona bersikap diam dan membisu? Biarpun Pendekar Sadis memegang kunci emas, apa gunanya kalau dia tidak memiliki peta rahasia itu! Dan petanya berada di tangan kami! Kini engkau sudah berada di dalam kekuasaan kami. Pendekar Sadis akhirnya tentu akan menyerahkan kunci itu kalau memang dia sayang kepadamu."

   Kim Hong hanya tersenyum mengejek saja, memandang dengan sinar mata menghina, bahkan lalu membuang muka. Sikapnya sungguh memandang rendah sekali. Pat-pi Mo-ko bangkit berdiri, mukanya agak merah walaupun dia masih belum memperlihatkan kekecewaan dan kemarahannya.

   "Baiklah, mari kita lihat siapa yang lebih keras hati di antara kita. Kami melihat bahwa engkau bermain cinta dengan sasterawan ganteng ini di taman. Nah, karena dia ini tidak ada gunanya bagi kami, maka biarlah engkau melihat ia tersiksa dan mampus di depan matamu. Hendak kulihat, apakah engkau akan tega melihat kekasih barumu ini tersiksa sampai mati dan tetap menutup mulut?"

   Kim Hong yang membuang muka tadi telah memandang ke arah Kok Siang. Dilihatnya pemuda itu berkedip memberi isyarat agar jangan mau tunduk, akan tetapi diam-diam hati Kim Hong merasa khawatir. Pemuda itu merupakan orang yang amat penting, terpenting malah karena pemuda itu menguasai peta aseli atau mengetahui tempat peta aseli itu.

   Tentu saja pemuda itu sekali-kali tidak boleh tewas begitu saja. Betapapun juga, ia tidak mau tunduk oleh gertakan dan hendak dilihatnya dulu apakah benar iblis ini seorang yang memenuhi kata-katanya, bukan hanya penjahat besar mulut yang suka main gertak belaka. Inipun perlu baginya untuk mengenal watak dan sifat Pat-pi Mo-ko yang merupakon seorang lawan tangguh dan licik sekali. Dan Pat-pi Mo-ko agaknyapun bukan orang yang suka bercakap. Tanpa menoleh kepada Kim Hong untuk melihat apa reaksi kata-katanya terhadap gadis itu, diapun sudah memberi isyarat kepada para pembantunya. Hai-pa-cu Can Hoa segera melangkah maju dan mulutnya menyeringai puas sekali. Inilah yang dinanti-nantinya. Kebenciannya kepada sesterawan muda itu kini akan terpuaskan, dendamnya akan terbalas.

   "Heh-heh-heh, semalam aku memang sudah mimpi melihat engkau terbakar hangus. Aku tidak mau memulai dengan siksaan-siksaan kecil, melainkan langsung saja membakarmu. Eh, kutu buku busuk, pernahkah engkau dipanggang hidup-hidup?"

   Kok Siang tentu saja tahu apa yang dihadapinya. Akan tetapi dia adalah seorang pendekar sejati yang tidak takut menghadapi apapun juga. Maka, melihat wajah yang menyeringai itu, diapun tersenyum lalu menjawab dengan suara lantang.

   "Pernah memang aku melihat, akan tetapi engkau yang dipanggang di api neraka, sehingga si Macan Tutul Laut berobah menjadi bangkai macan hangus, ha-ha-ha!"

   "Keparat!"

   Bentak Hai-pa-cu (Macan Tutul Laut) Can Hoa dan dengan tangan membentuk cakar dia hendak menyerang pemuda yang terbelenggu di atas dipan besi itu.

   "Can Hoa!"

   Terdengar Pat-pi Mo-ko membentak dan jagoan dari Yen-tai itu tidak melanjutkan serangannya melainkan menarik sebuah pipa besi mononjol di bawah dipan. Terdengar suara berkerotokan dan dari dalam lubang rahasia muncullah sebuah panci baja terisi minyak yang sudah bernyala, minyak bernyala itu berada tepat di bawah dipan dan sebentar saja Kok Siang sudah merasa betapa dipan yang ditidurinya berobah menjadi hangat, lalu panas, makin lama semakin panas.

   Dalam waktu beberapa menit saja, seluruh tubuhnya sudah menjadi basah, membasahi pakaiannya dan uap mengepul dari dipan itu. Akan tetapi, tidak terdengar sedikitpun keluhan dari mulut pemuda itu. Dia hanya memejamkan kedua matanya dan karena dia tidak mampu mengerahkan sin-kang, diapun hanya menyerahkan nasib kepada Tuhan saja. Akan tetapi, hawa panas itu ternyata menolongnya karena dia merasa betapa pengaruh totokan itu telah pudar dan bebas. Maka diapun mengumpulkan tenaga sin-kang dan mengerahkan hawa di tubuhnya untuk melawan rasa panas sehingga keadannya tidaklah sehebat tadi, penderitaannya berkurang, walaupun kalau dilanjutkan, akhirnya dia tentu akan terbakar hangus. Tiba-tiba terdengar suara Kim Hong lantang, akan tetapi nadanya masih mencemoohkan dan memandang rendah.

   "Huh, biar kau bakar dia, biar kau cincang dia, apa hubungannya dengan kami? Kalau dia kalian bunuh, aku akan menganggap dia mati karena aku, maka kalian berhutang nyawa kepadaku!"

   Mendengar ini, Pat-pi Mo-ko memberi isyarat dan dengan kecewa sekali Hai-pa-cu Can Hoa menyingkirkan panci minyak bernyala itu dengan menarik pipa besi. Panci bersama api bernyala itu lenyap dalam lubang rahasia. Dan Kok Siang bahkan makin tersiksa lagi. Setelah tadi mengerahkan sin-kang melawan panas yang luar biasa, kini tiba-tiba saja api itu disingkirkan dan diapun menggigil! Kim Hong melihat hal ini, akan tetapi tahu bahwa pemuda itu telah terhindar dari bencana. Diam-diam dicatatnya di dalam hati tentang perbuatan Hai-pa-cu Can Hoa ini. Pat-pi Mo-ko menghampiri Kim Hong.

   "Aku tidak ingin menanam kebencian di hatimu, nona. Nah, mari kita bicara dengan baik. Benarkah engkau dan Pendekar Sadis telah menemukan kunci emas itu? Hanya kunci emas saja? Tidak bersama petanya?"

   Kim Hong teringat akan pemberitahuan Kok Siang tentang peta palsu dan diam-diam iapun tertawa di dalam hati, mentertawakan iblis ini. Pertanyaan yang diajukan oleh iblis ini, tentang peta membuktikan kebenaran omongan Kok Siang dan agaknya iblis ini sudah tahu pula bahwa yang dikuasainya itu hanyalah peta palsu belaka! Su Tong Hak yang agaknya juga menaruh perhatian kepada seluruh peristiwa itu, tiba-tiba saja ikut bicara.

   "Nona, sebaiknya kalau kalian bekerja sama. Bouw-sicu. Kalian akan dapat ikut menikmati hasilnya. Kalau menentang, berarti akan membuang nyawa dengan sia-sia dan tidakkah sayang sekali seorang muda seperti nona mati konyol?"

   "Ha-ha-ha, ucapan berbau busuk!"

   Terdengar suara Kok Siang. Semua orang menoleh karena terkejut. Pemuda yang baru saja tersiksa itu sudah dapat tertawa dan mengejek lagi! "Mati muda dalam kebenaran adalah matinya seorang gagah, akan tetapi matinya seorang jahat dalam kehinaan sama dengan matinya seekor babi!"

   Kim Hong juga memandang kepada pedagang itu dan membentak.

   "Su Thong Hak! Engkau pengkhianat tak tahu malu, sudah mencelakakan keluarga kakakmu sendiri sampai Ciang Gun dan isterinya terbunuh, juga keponakanmu Ciang Kim Su terbunuh. Sekarang masih berani membuka mulut di depanku?"

   Bentakan dan ejekan Kim Hong dan Kok Siang sungguh mengejutkan hati orang she Su ini, apalagi bentakan Kim Hong yang mengingatkan dia akan perbuatannya yang kejam itu.

   "Tidak... tidak...!"

   Dia menggeleng kepala.

   "Aku tidak membunuh mereka... dan Kim Su tidak mati..."

   "Diam!"

   Pat-pi Mo-ko membentak dan orang itu surut ke belakang dengan mata terbelalak dan muka pucat. Tentu saja Kim Hong mencatat semua ini di dalam hatinya.

   "Nah, nona Toan, kami bemaksud baik dan berniat untuk kerja sama dengan engkau dan Pendekar Sadis. Maka, harap kau ceriterakan semua yang kalian ketahui tentang rahasia harta pusaka ini."

   Kim Hong maklum bahwa baginya tidak ada jalan lain kecuali menceritakannya, karena menceritakan hal itupun tidak ada salahnya. Akan tetapi ia tetap bersikap angkuh.

   "Hemm, Pat-pi Mo-ko, engkau tentu mengerti bahwa dunia kita berlainan, kita saling berselisih jalan, engkau berkecimpung dalam dunia sesat dan kami bukanlah orang-orang yang suka mengejar harta dengan kejahatan. Mana mungkin kita dapat bekerja sama?"

   Si tinggi besar itu menarik napas panjang dan berkata dengan suara bersungguh hati.

   "Nona Toan, engkau tentu maklum bahwa tidak ada orang di dunia ini mau menempuh jalan sesat yang penuh dengan bahaya kalau tidak terpaksa. Kalau kita berhasil memperoleh harta karun Jenghis Khan dan bagianku lebih dari cukup, untuk apa lagi aku mengambil jalan sesat? Aku akan mencuci tangan dan hidup makmur dan tenteram dengan harta itu."

   "Hemm, hal itu masih harus dibuktikan. Akan tetapi, engkau bicara tentang kerja sama. Apakah begini caramu bekerja sama, Pat-pi Mo-ko? Yang diajak kerja sama harus terlentang di dipan penyiksaan dengan kaki tangan terbelenggu dan tubuh tertotok?"

   "Maafkan dulu, nona. Engkau adalah seorang yang lihai dan dalam keadaan bebas akan mendatangkan banyak repot bagi kami. Aku harus yakin dulu bahwa engkau benar-benar mau bekerja sama, dan setelah aku yakin barulah kita akan bicara seperti antara sahabat dan rekan yang bekerja sama. Nah, sekarang ceritakanlah. Ceritamu akan menjadi pertimbangan apakah benar engkau mau bekerja sama denganku."

   Seorang penjahat yang matang dan cerdik sekali. Seorang lawan yang tangguh dan berbahaya, pikir Kim Hong.

   "Baiklah. Dengarkan. Kami berdua tidak sengaja mencampuri urusan harta karun Jenghis Khan ini. Di An-keng kami melihat kakek Ciang Gun dikejar-kejar dan diserang anak buah Liong-kut-pian Ban Lok. Kami turun tangan, akan tetapi tidak berhasil menyelamatkan kakek petani itu walaupun kami dapat membunuh Liong-kut-pian dan dari kakek itu kami menerima kunci emas dan kami ditugaskan untuk mencari puteranya, Ciang Kim Su, membantunya untuk mencari harta karun yang menjadi haknya. Sampai di sini, kami mendengar dari orang she Su ini bahwa peta itu dibagi dua antara dia dan Kim Su dan bahwa peta bagiannya hilang dan Kim Su pun lenyap entah ke mana. Nah, selanjutnya tentu engkau sudah tahu sampai aku terjebak olehmu waktu ini."

   Pat-pi Mo-ko mengerutkan alisnya yang tebal.

   "Kakek Ciang Gun itu tidak memberikan sebuah peta lain kepada kalian berdua?"

   Tanyanya sambil memandang tajam. Kim Hong maklum apa artinya pertanyaan ini. Kembali bukti kebenaran dan pemberitahuan Kok Siang tentang peta tulen. Penjahat ini bukan hanya mencari emas, melainkan juga peta aselinya! Ia menggeleng kepala dan berkata.

   "Kami justeru hendak mencari peta itu yang katanya hilang dan kami yakin bahwa engkaulah yang menguasai peta itu, bukan?"

   Pat-pi Mo-ko mengangguk.

   "Memang benar."

   "Akan tetapi peta itu tiada gunanya kalau engkau tidak memiliki kunci emasnya, bukankah begitu?"

   Kim Hong memancing karena kiranya tidak perlu disembunyikan lagi kenyataan bahwa mereka saling memperebutkan peta dan kunci emas. Kakek itu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah benda.

   "Sudah ada padaku."

   Kim Hong terkejut, bahkan Kok Siang mengeluarkan seruan heran melihat bahwa benda di tangan kakek itu adalah sebuah kunci emas! Kim Hong segera mengenal kunci emas palsu yang biasanya dibawa oleh Thian Sin! Tentu saja jantungnya berdebar tegang. Bagaimana mungkin kunci emas itu, kunci emas yang palsu dapat dikuasai oleh kakek ini.

   "Dari mana engkau memperoleh kunci emas itu?"

   Kakek itu tersenyum.

   "Tak perlu kau tahu, pokoknya kunci emasnya telah berada padaku."

   Hening sejenak dan dengan pandang matanya yang tajam Kim Hong menatap wajah orang. Ia dapat melihat bahwa di dalam mata kakek ini tidak ada sinar tanda kebanggaan atau kemenangan, maka hatinyapun lega. Entah bagaimana kunci itu dapat diambilnya, akan tetapi ia merasa yakin bahwa Thian Sin dalam keadaan selamat. Kalau kakek ini mampu merobohkan atau membunuh Thian Sin, tentu kakek ini akan merasa bangga sekali, akan membual di depannya atau setidaknya akan nampak dalam sinar matanya.

   "Hemm, Pat-pi Mo-ko, peta sudah ada padamu juga kunci emasnya sudah ada padamu. Kenapa pula engkau masih mengganggu dan menjebakku? Apa artinya perbuatanmu yang curang ini?"

   Kakek hitam tinggi besar itu nampak kecewa dan penasaran sekali. Dia menjatuhkan diri duduk di atas bangku dekat dipan dimana Kim Hong terbelenggu dan sambil menetap tajam wajah Kim Hong dia menggeleng kepala.

   "Peta yang dibagi dua antara Ciang Kim Su dan Su Tong Hak itu adalah peta palsu! Sudah kuselidiki menurut peta dan aku tidak dapat menemukan apa-apa."

   "Ha-ha-ha-ha!"

   Terdengar Kok Siang tertawa bergelak dan diam-diam Kim Hong merasa kaget dan khawatir sekali. Apakah pemuda itu tidak dapat melihat suasana sehingga berani tertawa, mentertawakan iblis yang sedang dilanda kekecewaan dan penasaran itu? Benar saja, Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng menoleh ke arah pemada itu dan mukanya yang hitam itu menjadi semakin hitam karena marah, matanya mengeluarkan sinar kilat dan Kim Hong takkan merasa heran kalau iblis itu segera turun tangan membunuh Kok Siang.

   "Orang she Bu, kenapa kau tertawa?"

   Suara iblis itu terdengar tenang saja, akan tetapi di balik ketenangan itu jelas terbayang kemarahan besar. Kok Siang yang sudah terbebas dari totokan oleh hawa panas tadi, masih tertawa geli, kemudian berkata.

   "Siapa tidak akan tertawa mendengar kelucuan itu? Harta karun Jenghis Khan, sudah mengorbankan banyak nyawa, tenaga dan pikiran, dan ternyata hanya merupakan lelucon dari Jenghis Khan! Ha-ha, raja itu memang hebat, pandai, kuat, gagah, keras, kejam dan juga seorang pelawak besar!"

   Pat-pi Mo-ko bangkit dari tempat duduknya, dan pada saat itu, Kim Hong yang melihat bahwa kemarahan iblis itu mungkin saja akan berarti tewasnya Kok Siang yang mengeluarkan ejeken bukan pada saat yang tepat itu, segera berkata.

   "Hemm, Pat-pi Mo-ko, ternyata engkau yang sudah menjadi seorang tokoh kawakan di dunia kang-ouw, mudah saja ditipu orang. Kiranya tidak sukar untuk menyelidiki di mana adanya peta yang tulen."

   Ucapan Kim Hong ini seporti sinar terang di antara kegelapan yang menyelubungi pikiran Pat-pi Mo-ko, juga membuat semua orang yang hadir di situ memandang ke arahnya. Tidak ketinggalan Kok Siang menoleh dan memandang kepada Kim Hong dengan alis berkerut dan pandang mata kaget. Pat-pi Mo-ko sudah sering mendengar akan kelihaian dan kecerdikan Pendekar Sadis. Dan karena wanita cantik ini adalah sahabat dan kekasih Pendekar Sadis, maka tentu bukan merupakan seorang wanita sembarangan. Timbullah harapan di dalim hatinya. Sudah berbulan-bulan dia tersiksa oleh rahasia harta karun Jenghis Khan ini. Ketika dia mula-mula dihubungi oleh Su Tong Hak, dia tidak percaya dan tidak begitu menaruh perhatian. Dia mengenal saudagar ini melalui Phang-taijin, jaksa di kota raja yang kini menjadi sahabat baik dan pelindungnya.

   Pat-pi Mo-ko adalah seorang yang berilmu tinggi dan baru dua tahun dia tinggal dl kota raja setelah meninggalkan guha pertapaannya di sebuah gunung di barat. Begitu terjun ke dunia kang-ouw, dia mengalahkan dan menundukkan semua tokoh sesat dan diapun akhirnya diakui sebagai raja tanpa mahkota di antara tokoh sesat di kota raja dan daerahnya. Banyak tokoh-tokoh dari luar kota yang merasa penasaran dan datang untuk menentang jagoan baru ini, akan tetapi satu demi satu roboh di tangan Pat-pi Mo-ko sehingga akhirnya tak seorangpun lagi yang berani menantangnya. Akan tetapi, kota raja bukaniah merupakan tempat di mana seorang tokoh sesat dapat bersimaharajalela seenaknya saja karena selain di kota raja terdapat banyak orang pandai dan pendekar-pendekar,

   Juga jagoan-jagoan istana banyak yang memiliki kepandaian tinggi, di samping adanya para penjaga keamanan yang amat kuat dan terlampau kuat bagi para penjahat. Oleh karena itu, Pat-pi Mo-ko juga tidak berani menonjolkan dirinya. Iblis tinggi besar berkulit hitam ini memang mempunyai seorang saudara, seorang adik yang kaya raya dan terkenal dengan sebutan Bouw wan-gwe (hartawan Bouw), yang tinggal di kota raja. Akan tetapi, adiknya ini sejak muda tidak suka kepada kakaknya yang mempunyai kebiasaan dan kesukaan yang lain dari pada dia. Kalau dia sejak kecil tekun berdagang dan mencari uang, kakaknya itu lebih suka berkeliaran, belajar ilmu silat, bergulang-gulung dengan orang-orang jahat.

   Maka Bouw wan-gwe inipun diam-diam merasa tidak suka kepada Pat-pi Mo-ko! Bouw Kim Seng, biarpun dengan terpaksa karena takut dia juga memberi uang dan bahkan membelikan rumah untuk kakaknya itu. Dan pada suatu hari, Bouw wan-gwe memperkenalkan kakaknya itu dengan Phang-taijin, jaksa di kota raja yang pada waktu itu membutuhkan bantuan seorang yang berkepandaian tinggi, yaitu untuk menyingkirkan beberapa orang musuhnya. Sebagai seorang jaksa, Phang-taijin mempunyai tiga orang musuh, dua di antaranya adalah sesama rekannya yang menentangnya karena persoalan sogokan orang yang terlibat dalam perkara dan dua orang itu mengancam untuk melaporkan kecurangannya dalam menangani perkara itu kepada atasan. Yang seorang lagi adalah seorang penjahat yang merasa dilakukan dad diadili secara sewenang-wenang oleh Phang-taijin.

   Melihat bahwa kedudukan jaksa Phang-taijin akan dapat melindunginya, maka dengan senang hati Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng memenuhi permintaan ini dan dengan mudah dia dapat membunuh tiga orang musuh yang membahayakan keselamatan Phang-taijin itu tanpa ada yang mengetahui dan menyangkanya. Mulai saat itulah Pat-pi Mo-ko menjadi orang kepercayaan Phang-taijin. Pat-pi Mo-ko melindungi pembesar itu dari para saingannya, sebaliknya pembesar itu melindungi si penjahat untuk bersembunyi di kejaksaan. Bahkan dengan mudahnya Pat-pi Mo-ko menghubungi para tokoh penjahat di ibu kota, menguasai mereka dan menekan mereka agar mereka semua melakukan operasi di luar kota raja. Dengan demikian, mereka tidak akan bentrok dengan kedudukan dan tugas Phang-taijin, sebaliknya pembesar inipun menutupkan matanya terhadap pembantunya yang menjadi raja tanpa mahkota diantara para tokoh penjahat di kota raja.

   Ketika Pat-pi Mo-ko berhubungan dengan Su Tong Hak, dia berhasil menguasai dua peta yang berada di tangan Su Tong Hak dan Ciang Kim Su dan dengan perjanjian akan bekerja sama dan memperoleh bagian masing-masing, mereka berdua lalu mencari tempat rahasia menurut petunjuk peta itu. Namun, hasilnya selalu nihil dan gagal! Sampai berbulan-bulan mereka mencari-cari, namun ternyata peta itu tidak membawa mereka ke tempat penyimpanan harta karun yang diidam-idamkan itu. Apa lagi kunci emas belum juga dapat ditemukan. Mereka mendengar tentang kunci emas ini baru belakangan ini dan ketika Pat-pi Mo-ko mengutus orangnya menuju ke dusun Cin-bun-tang di daerah An-keng, utusan itu kembali dengan tangan kosong mengatakan bahwa kakek petani itu dan isterinya telah tidak ada lagi di dusun.

   Isterinya terbunuh orang jahat dan kakek itu sendiri lenyap tanpa ada yang mengetahui ke mana perginya! Tentu saja Pat-pi Mo-ko menjadi penasaran, marah dan kecewa. Sampai akhirnya dia mendengar dari sisa anak buah Liong-kut-pian Ban Lok yang dilaporkan oleh para pembantunya bahwa Ban Lok dan kawan-kawannya yang telah membunuh suami isteri petani itu juga betapa Ban Lok terbunuh oleh seorang pemuda dan seorang gadis yang lihai sekali, juga bahwa diduga, kunci emas itu berada di tangan pemuda dan dara itu. Maka mulailah anak buahnya melakukan pengejaran dan pencarian, juga dia mengutus muridnya untuk mendekati mereka setelah dia mendengar bahwa pemuda itu adalah Pendekar Sadis!

   Setelah dia berhasil menerima kunci emas dari muridnya sebagai hasil bujuk rayu muridnya atau keponakannya yang cantik itu terhadap Pendekar Sadis, hatinya menjadi semakin kecewa dan penasaran lagi. Kunci emas sudah didapatkan, akan tetapi peta itu ternyata palsu dan tidak mampu membawanya ke tempat penyimpanan harta karun Jenghis Khan. Inilah yang membuat dia semakin kecewa dan penasaran. Kini, dalam keadaan hampir putus asa mendengar ucapan Kim Hong yang mengatakan bahwa tidak sukar untuk menyelidiki di mana adanya peta yang tulen, tentu saja semangatnya tergugah dan harapannya timbul kembali. Wajahnya berseri ketika dia mendekati dipan di mana Kim Hong terbelenggu.

   "Nona Toan, maukah engkau bekerja sama dengan kami?"

   Kim Hong mengerutkan alisnya, mengambil sikap seperti orang berpikir. Padahal, ia memang sengaja mencari kesempatan untuk membuat penjahat ini membutuhkannya.

   Melihat kunci emas itu telah berada di tangan penjahat ini, biarpun ia tidak melihat tanda-tanda bahwa kekasihnya mengalami bencana, namun hatinya merasa gelisah dan ragu. Bagaimanapun juga, kenyataan membuktikan bahwa kekasihnya telah menyerahkan kunci itu atau dipaksa menyerahkan dan tentu telah terjadi sesuatu dengan Thian Sin. Kalau hal ini benar, maka sebaiknyalah kalau ia mendekati dan berbaik dengan Pat-pi Mo-ko, bukan karena harta karun itu karena ia tahu bahwa kepala penjahat ini hanya memiliki peta dan kunci palsu belaka. Akan tetapi ia harus lebih dulu tahu bagaimana keadaan Thian Sin. Pula, ia harus pula melindungi Kok Siang yang masih terthwan, karena ia berkeyakinan bahwa pemuda inilah yang menguasai peta aselinya, sedangkan kunci emas yang aselinya ada pada ia dan Thian Sin.

   "Pat-pi Mo-ko, kita sama-sama adalah petualang-petualang dan di mana ada kesempatan memperoleh keuntungan besar, tentu saja kami mau bekerja sama denganmu. Akan tetapi, bekerja sama yang bagaimana maksudmu?"

   "Engkau membantuku dahulu mencari peta aseli dan menemukan harta karun Jenghis Khan."

   "Imbalannya?"

   "Engkau mendapatkan seperempat bagian."

   "Aku tidak mau menyerahkan sebagian dari hakku yang setengahnya atas harta karun itu kepadanya!"

   Tiba-tiba Su Tong Hak berkata.

   "Diam dan jangan mencampuri urusan kami!"

   Bouw Kim Seng membentak dan pedagang itu undur kembali dengan alis berkerut.

   "Pat-pi Mo-ko, engkau berkali-kali mengajak aku untuk bekerja sama, akan tetapi engkau memperlakukan aku sebagai tawanan. Mana mungkin ini?"

   "Maukah engkau? Berjanjilah lebih dahulu dan aku akan membebaskanmu."

   "Aku berjanji akan bekerja sama denganmu!"

   Kim Hong berkata dengan suara bersungguh-sungguh.

   "Toan Kim Hong!"

   Tiba-tiba Kok Siang berteriak dan nampak marah sekali "Kiranya sebegitu saja keteguhan hatimu! Setelah terjepit, nampak belangmu dan engkau mau saja bekerja sama dengan kaum sesat? Huh, kiranya engkau hanya petualang yang haus akan harta kekayaan!"

   "Bu Kok Siang! Tutup mulutmu dan jangan mencampuri urusanku!"

   Kim Hong juga membentak dengan marah.

   "Engkau tak tahu malu! Engkau pengecut, huh, kalau aku bebas, sebelum menggempur para penjahat ini, engkau akan kuhancurkan lebih dulu!"

   Kok Siang berteriak marah.

   "Kutu buku yang pura-pura menjadi orang gagah! Siapa takut akan ancamanmu? Engkau takkan lolos dari tempat ini dengan hidup!"

   Kim Hong memaki dan kedua orang itu saling mencela dan memaki. Melihat ini, Pat-pi Mo-ko diam-diam memandang dengan sinar mata berkilat dan wajah berseri. Lalu dia menghampiri Kim Hong dan dengan kedua tangannya sendiri dia melepaskan belenggu besi dari kaki dan tangan gadis itu dengan kunci, kemudian memulihkan jalan darah gadis itu yang masih tertotok. Kim Hong mengurut-urut pergelangan kaki dan tangannya yang terasa nyeri bekas belenggu besi. Pat-pi Mo-ko dan para pembantunya siap menghadapi kalau-kalau gadis itu akan melanggar janjinya dan mengamuk. Akan tetapi Kim Hong tidak mengamuk, membereskan pakaiannya, lalu memandang kepada Pat-pi Mo-ko sambil tersenyum.

   "Mana siang-kiamku, apakah tidak dikembalikan kepadaku setelah kita menjadi rekan?"

   "Nanti dulu, nona Toan, jangan tergesa-gesa. Pedang pasangan itu berada padaku dan kalau engkau membutuhkan, tentu akan kuberikan kepadamu. Sekarang katakan dulu, apa maksudmu tadi mengatakan bahwa tidak sukar untuk menyelidiki di mana adanya peta yang tulen?"

   Kim Hong duduk di atas dipan bekas tempat ia dibelenggu, melonjorkan kedua kakinya dan menarik otot-ototnya yang tegang sebelum menjawab. Ia menatap wajah penjahat besar itu dan tahu bahwa ia harus berhati-hati. Sikap Pat-pi Mo-ko dan para pembantunya jelas menaruh kecurigaan besar kepadanya. Ia harus berdaya upaya menarik kepercayaan mereka. Hanya dengan demikianlah ia akan dapat mencari kesempatan untuk meloloskan diri dari tempat itu, juga untuk menyelamatkan Kok Siang, dan kalau perlu menolong Thian Sin, kalau benar seperti yang dikhawatirkannya bahwa kekasihnya itu mungkin saja terjebak pula seperti ia dan Kok Siang.

   "Pat-pi Mo-ko, apa sih sukarnya menyelidiki hal itu? Pertama-tama, pembawa peta itu adalah Ciang Kim Su dan dialah orang pertama yang mungkin saja menyembunyikan peta aseli karena dia penemunya dan menggantikannya dengan peta palsu untuk melindungi yang tulen kalau terjadi sesuatu. Maka kepadanyalah harus ditanyakan di mana adanya peta yang tulen, yakni kalau dia masih hidup."

   Pat-pi Mo-ko mengangguk.

   "Sudah kami lakukan itu akan tetapi tanpa hasil."

   "Hemm, apa sukarnya menyiksanya sampai dia mengaku? Dia hanya seorang pemuda petani lemah, disiksa sedikit saja tentu akan mengaku."

   Kata pula Kim Hong dengan sikap kejam.

   "Aku tahu tentang beberapa cara penyiksaan yang akan membuat orang lemah mengaku. Misalnya, mencabuti kuku jari kaki dan tangan satu demi satu, menusukkan jerum ke bawah kuku jari tangan, merobek kulit pelipis melalui tarikan rambut pelipis ke atas. Biarkan aku yang menyiksanya, tentu dia mengaku."

   "Tidak, jangan siksa lagi dia! Dia sudah hampir... hampir mati..."

   "Plakk!"

   Tubuh pedagang itu terpelanting ketika terkena sambaran tangan Pat-pi Mo-ko yang menamparnya.

   "Sudah beberapa kali kuperingatkan. Jangan engkau lancang mulut dan mencampuri urusan ini! Sekali lagi melanggar, aku akan lupa diri dan akan membunuhmu pula!"

   Su Tong Hak yang tadinya merasa menjadi sekutu tokoh sesat itu, kini berdiri dengan muka pucat dan baru dia menyadari bahwa dia sendiri berada di dalam bahaya, bahwa nyawanya seperti telor di ujung tanduk. Mulailah dia merasa ketakutan dan bingung, hanya mengangguk-angguk dan mundur sampai ke sudut ruangan. Tentu saja semua ucapan dan sikap ini tidak terlepas dari pandang mata Kim Hong yang tajam.

   Ia menduga bahwa agaknya pemuda petani itu masih hidup, akan tetapi dalam keadaan parah karena disiksa. Mulailah ia dapat mengerti dan menggambarkan keadaan. Agaknya pemuda petani itu telah datang ke kota raja dan diantar oleh pamannya yang berhati busuk itu kepada Louw siucai. Dan siucai tua itu telah menterjemahkan peta, akan tetapi mungkin sekali siucai itu telah menukarnya dengan yang palsu. Peta itu setelah diterjemahkan lalu diterima oleh Kim Su dan dibagi dengan pamannya. Akan tetapi agaknya Su Tong Hak bersekongkol dengan Pat-pi Mo-ko dan pemuda petani yang sedang menuju pulang itu lalu dicidik dan dirampas bagian petanya. Kemudian, setelah gagal menemukan tempat rahasia harta karun melalui peta, Pat-pi Mo-ko baru sadar bahwa peta itu palsu dan mereka lalu menyiksa Ciang Kim Su yang mereka kira mengetahui di mana adanya peta yang aseli.

   "Nona Toan, perkiraanmu itupun telah menjadi perkiraan kami. Akan tetapi agaknya peta tulen tidak berada di tangan pemuda petani itu."

   "Kalau begitu, masih ada beberapa kemungkinan lain. Peta tulen itu bisa saja berada di tangan sasterawan yang menterjemahkan itu yang menukarnya dengan yang palsu. Akan tetapi, sasterawan itu kabarnya telah mati terbunuh, jadi tentu peta itu berada di tangan pembunuhnya."

   Berkata demikian, Kim Hong menanti dan memandang penuh perhatian.

   "Tidak! Tidak...!"

   Tiba-tiba Su Tong Hak berteriak ketika melihat betapa Pat-pi Mo-ko menoleh dan memandang kepadanya dengan sinar mata mencorong.

   "Kami sudah memeriksa dengan teliti dan tidak menemukan apa-apa di rumahnya. Tanya saja kepada Hai-pa-cu Can Hoa kalau tidak percaya!"

   "Sesungguhnyalah, kami berdua tidak menemukan apa-apa di sana."

   Kata Hai-pa-cu Can Hoa dengan suara tenang. Tentu saja jawaban kedua orang ini sudah menjelaskan kepada Kim Hong dan juga kepada Kok Siang siapa orangnya yang membunuh Louw siucai. Bukan lain adalah Su Tong Hak yang mungkin menjadi petunjuk jalan dan yang melaksanakan adalah Hai-pa-cu Can Hoa! Akan tetapi Kok Siang sama sekali tidak memperlihatkan reaksi apapun pada wajahnya yang masih memandang kepada Kim Hong dengan marah.

   
Harta Karun Jenghis Khan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hemm, dalam urusan ini banyak orang tersangkut dan kita tidak tahu siapa yang palsu. Akan tetapi, kalau kita bekerja sama, aku akan menemukan peta itu, Pat-pi Mo-ko! Aku berjanji akan menemukannya dan menemukan orangnya yang bertindak curang kepadamu!"

   Pat-pi Mo-ko tersenyum,

   "Bagaimanapun juga, engkau yang tadi masih menjadi musuh kami, mana mungkin dapat kupercaya kalau tidak ada bukti tentang kesetia kawananmu lebih dulu?"

   "Engkau hendak mencoba? Cobalah!"

   Kata Kim Hong.

   "Memang, kami harus menguji kesetiaanmu. Malam ini juga. Engkau harus membantu kami menundukkan saingan kita. Engkau sudah membunuh Liong-kut-pian Ban Lok. Nah, gerombolannya itulah saingan kita dan hampir saja mereka berhasil merampas kunci emas dari kakek Ciang Gun. Liong-kut-pian Ban Lok masih mempunyai seorang suheng yang jauh lebih lihai dari padanya, dan suhengnya itulah yang kini memimpin gerombolan mereka untuk menyaingi kita. Siapa tahu, mereka telah berhasil mendapatkan peta yang tulen! Maka, sebelum mereka bergerak mendapatkan kunci emasnya yang telah ada padaku, kita harus mendahului mereka dan menghancurkan mereka. Musuh-musuh yang akan mendatangkan kerepotan harus sampai ke akar-akarnya. Nah, sanggupkah engkou membantuku?"

   "Baik, aku akan membantumu, Mo-ko. Akan tetapi kutu buku itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan kita. Lebih baik tendang dia keluar saja!"

   Pat-pi Mo-ko memandang tajam.

   "Apakah engkau tidak ingin melihat dia tersiksa dan terbunuh dan menghendaki dia bebas, nona?"

   Kim Hong tersenyum mengejek.

   "Apa peduliku dengan dia? Kami bukan apa-apa, hanya secara kebetulan saja berkenalan!"

   "Kalau begitu, biarlah dia sementara menjadi tahanan kita di sini sampai selesai urusan ini. Kalau sekarang dia dibiarkan bebas, tentu dia hanya akan mendatangkan kerepotan saja. Dia telah berani menentangku, karena itu dia harus dihukum!"

   Pat-pi Mo-ko lalu memerintahkan anak buahnya untak menjaga baik-baik pemuda itu agar jangan sampai lolos, akan tetapi juga melarang pemuda itu diganggu atau dibunuh. Setelah itu, diapun mengajak Kim Hong pergi meninggalkan Kok Siang. Ketika Kim Hong melihat bahwa pasukan yang hendak dibawa oleh tokoh sesat itu sama sekali bukan anak buahnya atau orang-orang biasa, melainkan pasukan pemerintah, ia merasa heran sekali. Ditanyakannya hal ini kepada Bouw Kim Seng dan orang ini tertawa.

   "Memang sebaiknya kita berlindung di balik pasukan pemerintah yang hendak mengadakan pembersihan terhadap sarang penjahat, bukan? Ha-ha-ha, nona Toan. Orang harus mempergunakan kecerdikan otak, bukan hanya mengandalkan kekuatan otot belaka."

   "Di mana pedangku?"

   "Jangan khawatir, pedangmu sudah dibawa dan sewaktu-waktu kau membutuhkan tentu akan kuserahkan kepadamu."

   "Mo-ko, engkau masih tidak percaya kepadaku! Hemm, andaikata aku melanggar janjiku, sekarangpun aku dapat berbalik melawanmu, tidak perlu mempergunakan pedang!"

   Kata Kim Hong mendongkol. Kakek hitam itu tertawa.

   "Engkau takkan menentangku, nona. Engkau terlampau cerdik untuk melakukan kebodohan itu. Pertama, engkau sudah mengeluarkan janji membantuku. Ke dua, kalau engkau memberontak, engkau akan berhadapan langsung dengan aku dan pasukan pemerintah. Ke tiga, pemuda sasterawan itu akan kami bunuh lebih dulu. Ke empat, engkau tidak akan mendapatkan bagian harta karun Jenghis Khan. Ha-ha-ha, tidak, engkau tidak sebodoh itu."

   Kim Hong merasa lega. Setidaknya, ia merasa yakin bahwa untuk sementara waktu Kok Siang berada dalam keadaan aman. Ia tadi memang sengaja memperlihatkan sikap mengejek dan menghina kepada Kok Siang yang ditanggapi dengan baik sekali oleh pemuda sasterawan yang cerdas itu. Mereka memperlihatkan sikap yang saling mengejek dan bermusuhan sehingga dengan demikian pemuda itu dijauhkan dari prasangka buruk. Kalau sampai diketahui atau terduga oleh Mo-ko bahwa peta aselinya berada di tangan pemuda itu, tentu keselamatan Kok Siang takkan dapat dijamin lagi. Untuk sementara ini, ia harus berpura-pura menurut dan bekerja sama dengan iblis ini. Kalau tidak, selain nyawa Kok Siang terancam, juga ia sendiri dapat terancam bahaya besar. Ia harus menyelamatkan Kok Siang dulu, baru ia akan meloloskan diri sendiri dan hal ini agaknya tidak akan mudah, harus menanti saat yang baik.

   Penyerbuan ke sarang penjahat bekas pimpinan Liong-kut-pian Ban Lok berjalan dengan amat lancar. Anak buah penjahat yang jumlahnya hanya kurang lebih dua puluh lima orang itu tidak mampu mengadakan perlawanan yang berarti terhadap serbuan seratus orang pasukan keamanan. Mereka dirobohkan atau ditangkap dengan alasan melakukan kejahatan dan kekacauan di kota raja. Mereka tentu saja melakukan perlawanan, namun segera mereka itu tertangkap semua karena kalah banyak. Hanya seorang saja yang masih mengamuk dan dia ini adalah Sin-siang-to Tang Kin. Sesuai dengan julukannya, Sin-siang-to (Sepasang Golok Sakti) memutar sepasang goloknya dan tidak ada anggauta pasukan yang mampu mendekatinya, apa lagi menangkapnya.

   Sepasang goloknya membentuk sinar bergulung-gulung yang dahsyat dan setiap ada senjata perajurit yang mendekat, tentu terpental atau patah-patah. Tiba-tiba Pat-pi Mo-ko erteriak menyuruh komandan pasukan menarik mundur para perajurit yang mengeroyok Sin-siang-to Tang Kin. Dia sendiri bersama Kim Hong menghampiri kepala gerombolan itu. Kim Hong memandang dengan penuh perhatian. Kepala gerombolan itu adalah seorang kakek yang usianya sekitar lima puluh lima tahun, bertubuh tinggi kurus. Suheng dari mendiang Liong-kut-pian Ban Lok ini memang jauh lebih lihai dari pada sutenya. Dari permainan sepasang golok tadi Kim Hong sudah melihat betapa lihainya sepasang golok itu. Ia sendiri tadi membantu Mo-ko, dengan mudah merobohkan beberapa orang anak buah gerombolan musuh.

   Sin-siang-to Tang Kin melintangkan sepasang goloknya di depan dada dan memandang kepada Pat-pi Mo-ko dan Kim Hong dengan mata mendelik marah. Tadi dia sudah mendengar pelaporan anak buahnya sebelum mereka itu ditangkap semua bahwa penyerbuan pasukan pemerintah ini dipimpin oleh Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng, tokoh jahat di kota raja yang seolah-olah menjadi raja di antara para penjahat, akan tetapi yang selalu menyembunyikan diri itu. Dan diapun mendengar bahwa wanita cantik yang membunuh satenya juga datang bersama Pat-pi Mo-ko. Kini, biarpun dia belum pernah bertemu dengan mereka berdua, begitu berhadapan, dia tahu bahwa inilah dua orang itu.

   "Hemm, sekarang nampaklah belangmu, Pat-pi Mo-ko!"

   Katanya mengejek.

   "Kiranya engkau berlindung di bawah naungan pasukan pemerintah. Huh, tokoh kang-ouw macam apa engkau ini?"

   Pat-pi Mo-ko hanya tertawa dan tidak menjadi marah.

   "Sin-siang-to, sudah lama aku mendengar namamu yang menggempartan di pantai timur dan baru karena kebetulan kita saling bertemu di sini. Engkau melanjutkan gerakan sutemu, memimpin anak buah mengacau di kota raja. Kalau kami pasukan datang membasmi gorombolanmu, hal itu sudah jamak dan jangan kau menyalahkan aku. Aku menentang sutemu karena dia telah berani menyaingi aku. Sekarang, semua anak buahnya telah diringkus. Kalau engkau membantuku dan bekerja untukku, biarlah aku ampuni engkau dan kita bekerja sama!"

   "Lebih baik mampus! Siapa takut padamu?"

   Bentak Sin-siang-to sambil mengelebatkan goloknya.

   "Ha-ha, sudah kuduga bahwa engkau akan keras seperti itu, aku sengaja mengajak nona Toan ini untuk membunuhmu seperti yang telah dilakukannya kepada sutemu."

   Sin-siang-to Tang Kin kini memandang kepada Kim Hong. Sambil menudingkan golok kanannya ke arah muka Kim Hong, dia berkata,

   "Aku sudah mendengar bahwa suteku tewas di tanganmu. Hal ini kuanggap lumrah karena memang suteku bermain api. Akan tetapi, sekarang ternyata bahwa engkau hanyalah kaki tangan Pat-pi Mo-ko, maka marilah kita membuat perhitangan atas kematian sute!"

   Setelah berkata demikian, Sin-siang-to sudah menerjang ke depan dan dua sinar berkelebat menyambar dari kanan kiri, ke arah leher dan pinggang Kim Hong.
(Lanjut ke Jilid 07)

   Harta Karun Jenghis Khan (Seri ke 06 "

   Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 07
Kim Hong dapat menduga orang macam apa adanya ahli golok ini. Seorang tokoh sesat juga, maka iapun tidak ragu-ragu untuk menghadapinya. Menyingkirkan seorang seperti ini bukan hanya perlu untuk menumbuhkan kepercayaan Pat-pi Mo-ko kepadanya, akan tetapi juga berarti menyingkirkan sebuah sumber penyakit dari rakyat jelata. Karena ia mendapat kenyataan bahwa Pat-pi Mo-ko tidak juga memberikan sepasang pedangnya kepadanya, maka iapun bergerak cepat mengelak dari dua serangan yang cukup berbahaya itu. Gerakannya memang gesit sekali, karena gin-kang dari nona ini sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sehingga Sin-siang-to Tang Kin terkejut bukan main ketika tiba-tiba melihat nona itu menghilang!

   Akan tetapi dia dapat menangkap gerakan di sebelah belakangnya, maka dia cepat membalikkan tubuh dan kembali sepasang dari goloknya bersilang dan berkelebat dari atas dan bawah! Memang hebat permainan golok pasangan dari kakek ini sehingga Kim Hong terpaksa harus mempergunakan kecepatan gerakannya lagi untuk menghindarkm diri dari sambaran golok. Terjadilah perkelahian yang nampaknya berat sebelah karena kakek itu selalu menghujankan serangan sedangkan Kim Hong hanya mengelak ke sana sini dengan amat cepatnya. Hanya kadang-kadang saja kalau ada kesempatan membalas dengan tendangan atau pukulan tangannya. Akan tetapi, kesempatan itu sedikit sekali karena gerakan sepasang golok itu membentuk sinar bergulung-gulung yang amat cepat dan luas.

   Kim Hong adalah seorang wanita yang selain tinggi ilmu silatnya, juga amat cerdik. Ia sedang menanti kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan dan untuk dapat membebaskan Kok Siang. Dan untuk mendapatkan kepercayaan ia harus menyembunyikan kepandaian, agar iblis itu tidak merasa khawatir dan akan menganggapnya tidak berbahaya. Oleh karena itu, ia harus melayani Sin-siang-to ini dengan sedapat mungkin menyembunyikan kepandaian aselinya, hanya mengeluarkan ilmu yang sederhana saja. Akan tetapi, celakanya, Sin-siang-to Tang Kin bukanlah lawan sembarangan yang boleh dihadapi dengan ilmu yang rendah. Sepasang goloknya sedemikian lihainya sehingga kalau Kim Hong ingin selamat, ia harus mengerahkan gin-kangnya. Apa lagi untuk merobohkannya. Tentu ia harus menggunakan ilmunya yang tinggi. Hal ini membuat Kim Hong kerepotan juga.

   Di satu pihak ia ingin menyembunyikan kepandaiannya dari mata Mo-ko yang ia tahu membiarkan ia menghadapi Sin-siang-to untuk mencobanya, mencoba kepandaiannya dan mencoba kesetiaannya. Di lain pihak ia harus mengerahkan kepandaian untuk dapat mengimbangi kelihaian lawan ini. Maka ia menjadi serba salah dan ragu-ragu dan terdesak hebat! Pat-pi Mo-ko melihat perkelahian itu dengan penuh perhatian. Dia membiarkan gadis itu terdesak sampai puluhan jurus dan diam-diam dia mengagumi gin-kang yang hebat dari gadis itu, mengaku bahwa dia sendiripun kalau harus bertanding dalam hal gin-kang, tidak akan dapat menandingi gadis itu. Dari gerakannya saja dia dapat menduga bahwa kalau gadis itu memperoleh kembali sepasang pedangnya, tentu akan mampu menandingi Sin-siang-to walaupun belum tentu akan dapat menang. Ilmu sepasang golok dari Tang Kin memang istimewa dan lihai sekali.

   "Tahan...!"

   Bentaknya dan nampak dua gulungan sinar hitam ketika kakek tinggi besar ini menerjang ke depan.

   "Sin-siang-to, perlihatkan kepandaianmu kepadaku!"

   Dan sepasang pedang bersinar hitam di tangan Pat-pi Mo-ko Bouw Kim Seng sudah bergerak menyerang dengan gerakan dahsyat sekali. Kim Hong yang sudah meloncat ke belakang itu terkejut dan mendongkol. Ternyata yang dipergunakan oleh Pat-pi Mo-ko adalah sepasang pedang Hok-mo Siang-kiam, sepasang pedangnya yang dirampas ketika ia pingsan.

   Akan tetapi ia segera dapat mengusir rasa gemas ini dan diam-diam ia memperhatikan permainan pedang itu. Kiranya iblis inipun merupakan seorang ahli ilmu silat pedang pasangan! Din ia mendapat kenyataan betapa ganas dan dahsyatnya sepasang pedangnya itu ketika dimainkan oleh Pat-pi Mo-ko benar-benar merupakan seorang lawan yang amat tangguh, yang harus dihadapi dengan hati-hati. Agaknya tingkat kepandaian kakek iblis hitam ini tidak berada di bawah tingkat para datuk kaum sesat yang pernah dilawannya beberapa tahun yang lalu! Agaknya memang Pat-pi Mo-ko sengaja hendak memamerkan kepandaiannya. Dia mengeluarkan jurus-jurus terampuh dan menekan sepasang golok di tangan Sin-siang-to yang berusaba keras untuk menandingi sepasang pedang hitam itu.

   Namun semua hasilnya sia-sia belaka. Sinar goloknya menjadi semakin sempit terhimpit dan belum ada tiga puluh jurus semenjak ia melayani terjangan Pat-pi Mo-ko, tiba-tiba dia menjerit dan tubuhnya terjengkang, sepasang goloknya terlepas dan ada darah mancur dari tenggorokannya! Tubuh Sin-siang-to berkelojotan seperti ayam disembelih dan memang lehernya telah tertembus pedang sehingga dia mirip seekor ayam yang disembelih. Kini sambil tersenyum Pat-pi Mo-ko mengembalikan sepasang pedang hitam kepada pemiliknya sambil meloloskan sarung pedang itu yang tadinya disembunyikan di bawah jubahnya. Tanpa bicara Kim Hong menerima pedang itu dan menyarungkannya kembali, memasangnya di pinggang. Pat-pi Mo-ko mengeluarkan sepasang pedang lain, yang putih seperti perak dan berkata.

   "Pedang hitammu hebat, nona. Akan tetapi kalau tadi aku mempergunakan sepasang pek-kong siang-kiam (Sepasang Pedang Sinar Putih) milikku ini, aku pasti akan dapat merobohkan dalam waktu yang jauh lebih singkat."

   Kim Hong menjura dan berkata,

   "Ilmu pedangmu sungguh hebat, Pat-pi Mo-ko."

   Iblis hitam tinggi besar itu tertawa dan menjawab untuk merendahkan diri akan tetapi ada kebanggaan terkandung dalam suaranya,

   "Ah, ilmu silatmu juga luar biasa, nona. Engkau memang patut sekali menjadi pembantuku yang terutama!"

   "Jadi aku sudah lulus ujian?"

   Tanya Kim Hong tersenyum.

   "Belum, masih ada satu lagi ujian."

   "Hemm, apa itu?"

   "Mari kita pulang dan engkau akan tahu."

   Kakek itu lalu mengajaknya untuk melakukan penggeledahan bersama pasukan. Akan tetapi ternyata di sarang gerombolan itu mereka tidak menemukan apa yang dicari oleh Pat-pi Mo-ko, yaitu peta harta karun atau tanda-tanda tentang peta itu. Pat-pi Mo-ko memang tidak terlalu mengharapkan akan menemukan apa yang dicarinya di situ.

   Dia sudah merasa puas telah dapat membasmi saingan yang dianggapnya hanya mendatangkan kesulitan saja baginya itu dan diapun mengajak Kim Hong untuk kembali ke rumah Phang-taijin. Di kompleks perumahan pembesar Phang, jaksa kota raja ini, Pat-pi Mo-ko memperoleh kebebasan dan menempati bagian belakang di mana selain dipergunakan untuk kantor dan tempat tahanan, juga terpasang banyak kamar-kamar rahasia. Karena mereka tiba di gedung itu sudah malam, Bouw Kim Seng mempersilakan Kim Hong untuk beristirahat. Gadis itu memperoleh sebuah kamar tidur di bagian tengah dan Kim Hong Maklum bahwa semua gerak geriknya diawasi dan bahwa tempatnya mengaso itupun dijaga ketat sehingga tidak mungkin ia dapat meninggalkan kamar tanpa diketahui orang.

   Akan tetapi, gadis ini memang tidak berniat untuk meloloskan diri sebelum ia dapat membebaskan Kok Siang. Ia tidak tahu di mana pemuda itu ditahan, maka iapun bersabar menanti sampai besok karena tubuhnya juga terasa lelah dan ia perlu beristirahat mengumpulkan tenaga. Satu-satunya hal yang menggelisahkan hatinya adalah Thian Sin. Apa yang telah terjadi dengan kekasihnya itu dan bagaimana kunci emas palsu itu sampai dapat jatuh ke tangan Pat-pi Mo-ko? Ia tidak berani bertanya dengan terus terang kepada penjahat itu, khawatir kalau-kalau menimbulkan kecurigaan dan hal itu hanya akan menambah kewaspadaan pihak lawan saja. Pada sore hari berikutnya, barulah Pat-pi Mo-ko mengatakan apa adanya ujian ke dua itu.

   Kim Hong dibawa ke dalam ruangan yang luas, ruangan yang agaknya menjadi tempat berlatih silat atau juga mungkin menjadi tempat penyiksaan di kompleks perumahan kejaksaan bagian penjara itu. Dan di dalam ruangan yang tertutup oleh jendela-jendela besi baja dan pintu baja pula, yang terjaga ketat oleh pasukan penjaga dan para pembantu iblis itu. Kim Hong melihat Kok Siang duduk di atas bangku besi dengan kaki dirantai! Pemuda itu agak pucat, akan tetapi tersenyum mengejek ketika melihatnya masuk bersama Pat-pi Mo-ko. Di dalam ruangan itupun sudah hadir para pembantu iblis itu, yaitu keempat Siang-to Ngo-houw, Hai-pa-cu Can Hoa, Tiat-ciang Lui Cai Ko dan tidak ketinggalan terdapat pula Su Tong Hak yang wajahnya agak pucat dan sikapnya tidak segembira ketika Kim Hong melihatnya kemarin.

   "Nona Toan."

   Kata Pat-pi Mo-ko kepada Kim Hong yang sedang menduga-duga apa yang harus dilakukannya kali ini.

   "Engkau tahu sendiri bahwa Bu Kok Siang itu adalah seorang jagoan dari Thian-cin dan dia sudah berani menentangku. Lebih dari itu, dia berani menghinamu yang membantuku, berarti dia telah menghinaku juga. Untuk itu saja dia sudah pantas dibunuh! Akan tetapi, mengingat bahwa engkau yang paling dihinanya dengan makian-makiannya, maka aku serahkan dia kepadamu. Kalau dia bisa mengalahkan engkau, biarlah dia boleh pergi dengan bebas. Sebaliknya tentu saja aku percaya penuh bahwa engkau akan dapat merobohkannya dan biarpun tidak sampai membunuhnya, setidaknya memberi hajaran yang layak kepadanya."

   Tentu saja Kim Hong merasa terkejut sekali. Tak disangkanya bahwa ia akan diadu dengan Kok Siang! Dan ia bersama Kok Siang sudah terlanjur memperlihatkan sikap bermusuhan kemarin, maka alasan untuk menolak tidak ada sama sekali.

   Apa yang harus dilakukannya sekarang? Menolak tidak mungkin, dan tentu akan menimbulkan kecurigaan dan hal itu membahayakan ia dan juga Kok Siang. Sementara itu, diam-diam Kok Siang juga terkejut. Pat-pi Mo-ko memberi isyarat kepada Siang-to Ngo-houw yang tinggal empat orang itu dan mereka lalu membuka belenggu pada kaki Kok Siang, kemudian bersama Pat-pi Mo-ko, mereka semua itu cepat meninggalkan ruangan itu yang segera pintunya ditutup dari luar. Mereka semua menonton dari luar, seperti nonton adu ayam atau lebih tepat lagi mengadu dua ekor singa berbahaya sehingga para penonton berdiri di luar kerangkeng. Memang tadinya Kim Hong bermaksud untuk mengajak Kok Siang memberontak dan bersama-sama menerjang begitu kakinya dibebaskan. Akan tetapi, pemuda itu tidak memberi reaksi dan iapun mengeluh.

   Kalau Thian Sin yang menjadi Kok Siang pada saat itu, dengan pandang mata saja ia dapat memberi isyarat dan menerimanya pula. Akan tetapi Kok Siang agaknya tidak mengerti akan isyarat pandang matanya dan pemuda itu tentu akan terlambat kalau harus diteriakinya lebih dulu. Kalau sampai pemuda itu dirobohkan lebih dulu oleh mereka dan tertawan kembali, apa artinya ia memberontak? Saat yang baik belum tiba dan Kim Hong hanya dapat memandang dengan menyesal ketika melihat Pat-pi Mo-ko dan para pembantunya keluar dari ruangan itu dan berdiri di luar pintu, menonton dari balik jeruji pintu dan jendelia. Terpaksa ia lalu membalikkan tubuhnya menghadapi Kok Siang. Karena ia berdiri membelakangi mereka, ia berani mengedipkan mata kepada Kok Siang, tanda bahwa ia mengajak pemada itu untuk bersandiwara. Kok Siang tidak memperlihatkan tanda bahwa dia mengerti, tetapi dia tertawa mengejek.

   "Ha-ha-ha, pendekar wanita yang berobah menjadi penjahat wanita kaki tangan para iblis jahat kini datang untuk membunuh bekas teman sendiri! Bagus, majulah. Aku memang ingin memberi beberapa kali tamparan padamu. Kim Hong!"

   "Kok Siang manusia sombong! Siapa takut kepadamu? Lihat, aku akan menghadapimu dengan kedua tangan kosong saja!"

   Dengan sikap memandang rendah Kim Hong melepaskan sarung pedangnya dan melempar sarung berikut sepasang pedang hitamnya itu ke atas lantai, di sehelah dalam, jauh dari pintu dan jendela. Setelah membuat gerakan ini, tanpa menanti reaksi dari Kok Siang yang tidak mengerti maksudnya, ia sudah menerjang ke depan dan menyerang Kok Siang dengan pukulan cepat dan dahsyat.

   "Hemm...!"

   Kok Siang cepat mengelak. Kim Hong menyerang terus bertubi-tubi, sengaja mendesak pemuda itu sehingga Kok Siang terus berloncatan mundur menjauhi pintu. Agaknya pemuda inipun cerdik untuk melihat keinginan Kim Hong mendesaknya agar mereka dapat menjauhi mereka dan pada saat Kim Hong menyerang dengan tubuh membelakangi mereka, gadis itu berbisik lembut sekali sambil mengerahkan sin-kang sehingga gerakan kedua tangannya mendatangkan suara bersuitan menutupi suara bisikannya.

   "Aku mengalah, kau robohkan dengan totokan..."

   Tentu saja Kok Siang terkejut mendengar ini. Dia mengalahkan Toan Kim Hong? Tentu saja kalau hanya bersandiwara bisa saja dia menang, akan tetapi apa maksudnya? Apa baiknya kalau dia menang dan dapat menotok roboh gadis ini?

   "Kita siap memberontak..."

   Kim Hong menambahkan.

   "Totok kin-ceng-hiat..."

   Kim Hong mendesak lagi dan tidak mengeluarkan kata-kata karena tahu betapa bahayanya hal itu. Orang selihai Mo-ko akan dapat melihatnya atau menduganya, dan para pembantu iblis itupun bukan orang lemah. Akan tetapi ia merasa girang melihat pemuda itu akhirnya mengangguk ketika mengelak, tanda bahwa pemuda itu sudah maklum kini akan siasatnya.

   Kim Hong memang sengaja mengeluarkan ilmu silat Hok-mo-kun (Ilmu Silat Penakluk Iblis) untuk mendesak Kok Siang. Pemuda ini kagum bukan main dan diapun berusaha untuk menahan serangan-serangan itu dengan seluruh kepandaiannya. Namun sia-sia belaka karena memang tingkatnya kalah jauh, dia terdesak terus dan dua kali dia terpelanting oleh sapuan kaki dan dorongan tangan kiri Kim Hong. Terdengar suara memuji girang dari luar pintu ketika pemuda itu dua kali terpelanting. Memang hal ini disengaja oleh Kim Hong sehingga ketika Kok Siang mengambil sepasang senjata Siang-koan-pit yang memang telah dikembalikan kepadanya dan diletakkan di dekat dia duduk tadi, maka hal ini sudahlah sewajarnya. Kini Kok Siang mainkan senjatanya itu dengan dahsyat. Memang hebat sekali kim-pit dan gin-pit itu, dua batang alat tulis dari emas dan perak.

   

Pendekar Sadis Eps 16 Pendekar Sadis Eps 20 Pendekar Sadis Eps 20

Cari Blog Ini