Ceritasilat Novel Online

Kumbang Penghisap Kembang 16


Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo Bagian 16



"Dasar mata keranjang kau!"

   Han Siong mengomel akan tetapi Hay Hay hanya tertawa saja, walaupun di dalam hatinya, dia harus mengakui bahwa tugasnya jauh lebih berat. Dia harus menyampaikan kenyataan yang amat tidak menyenangkan bagi Ci Goat, dan dia harus mencari akal yang jitu agar gadis itu dapat menerima berita yang disampaikannya dengan tabah.

   "Ci Goat, aku ingin bicara denganmu, bolehkah?"

   Gadis itu terkejut. Ia sedang termenung seorang diri di kebun belakang rumah barunya, rumah yang merupakan peninggalan dari suhengnya, yaitu mendiang Thio Ki.

   Ia sedang termenung dan terkenang akan percakapannya dengan Hay Hay yang pandai merayu, kemudian terkenang akan ucapan pemuda itu yang di depan Han Siong secara terus terang mengatakan keyakinannya bahwa ia mencinta Han Siong! Betapa malu rasa hatinya ketika itu, akan tetapi diam-diam iapun bersukur bahwa Hay Hay telah mengetahui akan isi hatinya dan mewakilinya menyampaikan hal itu kepada Han Siong! Kini ia tinggal menanti bagaimana reaksi dari Han Siong setelah mendengar bahwa ia mencintanya. Diam-diam ia merasa berterima kasih kepada Hay Hay yang perayu akan tetapi tidak kurang ajar itu. Ketika ada suara memanggilnya, Ia tersentak kaget dan menoleh. Kiranya Hay Hay yang memanggilnya. Kedua pipinya menjadi kemerahan, apalagi mendengar betapa pemuda ini menyebut namanya begitu saja, padahal biasanya menyebutnya nona!

   "Ah, kiranya Tang-Taihiap..."

   Katanya sambil bangkit berdiri dari atas bangku yang didudukinya tadi. Hay Hay tersenyum dan agaknya dia pandai membaca hati orang dengan melihat sikapnya.

   "Jangan kaget kalau aku menyebut namamu begitu saja, Ci Goat. Setelah kita menjadi kenalan dan sahabat baik, rasanya janggal kalau aku harus menyebutmu nona, apa lagi engkau menyebut Taihiap kepadaku, sebut saja toa-ko (kakak), bukankah engkau juga menyebut begitu kepada Han Siong?"

   Kedua pipi itu semakin merah sehingga nampak menggairahkan seperti buah tomat! Manisnya melebihi, madu!

   "Baiklah... toa-ko. Eh. tentu saja boleh bicara dengan aku. Silakan duduk..."

   Bangku itu terlalu pendek. Kalau dia harus duduk di situ bersama Ci Goat, tentu mereka harus duduk berdempetan. Tentu akan senang sekali duduk begitu dekat, akan tetapi Hay Hay maklum bahwa tentu gadis itu yang akan merasa risi dan rikuh. Maka diapun duduk saja di atas batu depan bangku itu, dalam jarak dua tiga meter.

   "Kau duduklah, Ci Goat. Aku ingin mengobrol denganmu karena sahabatku Han Siong lebih senang mengobrol dengan tiga orang pendeta Lama itu dari pada dengan aku atau engkau!"

   Ci Goat mengerutkan alisnya dan memandang kepada Hay Hay dengan sinar mata jelas membayangkan kekhawatiran.

   "Tang-Taihiap... eh, toa-ko, siapakah sebenarnya tiga orang pendeta itu dan apakah maksud mereka hendak menemui dan bicara dengan Pek-toa-ko? Kemunculan mereka yang tiba-tiba sungguh mencurigakan!"

   Sikap gadis ini yang mengkhawatirkan keadaan Han Siong menambah jelas bagi Hay Hay bahwa gadis ini memang telah jatuh cinta kepada Anak Ajaib itu. Dia tidak pernah dapat melupakan bahwa Pek Han Siong adalah Sin-tong (Anak ajaib) yang menurut pendapat para pendeta Lama di Tibet, Anak Ajaib adalah seorang anak yang sudah ditakdirkan dan dipilih menjadi seorang Dalai Lama!

   "Jangan khawatir, Ci Goat. Apapun yang menjadi maksud mereka, tiga orang pendeta Lama itu tidak akan mampu mencelakai Han Siong. Selain dia sendiri memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, masih ada aku di sini yang selalu siap untuk membantunya andaikata dia terancam bahaya."

   Jelas nampak betapa wajah yang tadinya diliputi kekhawatiran itu kini berseri tanda bahwa hatinya lega.

   "Oh, terima kasih, Taihiap... eh toa-ko."

   "Sudahlah, Ci Goat, jangan kita membicarakan orang lain. Aku mengajak engkau mengobrol tentang diri kita sendiri, tidak membicarakan orang lain."

   Kini Ci Goat dapat tersenyum. Ia sudah mulai mengenal watak pendekar yang ganteng ini. Watak yang perayu, mata keranjang akan tetapi tetap sopan dan tidak kurang ajar walaupun agak "berani"! Pemuda seperti ini tidak cocok kalau ditanggapi dengan serius, sebaiknya ia bersikap ramah dan main-main pula.

   "Tang-toa-ko, engkau ingin bicara tentang apakah?"

   "Tentang cinta!"

   Sepasang mata itu terbelalak dan Hay Hay terpesona. Gadis ini memang sudah cantik, dengan wajahnya yang putih mulus dan bulat seperti bulan purnama dan senyumnya yang memikat. Akan tetapi begitu sepasang mata itu terbelalak, muncul sepasang bintang yang amat indahnya!

   "Apa... apa maksudmu...?"

   Gadis itu bertanya dengan suara lirih dan muka berubah merah seketika. Hay Hay tertawa.

   "He-he, adik Ci Goat yang manis, kenapa engkau begitu tersipu dan terkejut mendengar kata cinta? Apa sih salahnya orang muda bicara tentang cinta?, Engkau sudah cukup dewasa, dan akupun bukan anak-anak. Tidak ada salahnya kalau orang-orang muda seperti kita bicara tentang cinta."

   "Tapi... tapi, apa maksudmu?"

   Senyum Hay Hay semakin melebar. Dia tahu mengapa gadis itu tersipu. Tentu disangkanya bahwa dia akan menyatakan cinta kepada gadis itu! Ah, betapa mudahnya mengaku cinta kepada gadis-gadis muda cantik, apalagi yang seperti Ci Goat ini. Akan tetapi, pengakuan cinta nya akan merupakan kebohongan besar kalau hal itu dia lakukan.

   Tidak, dia belum pernah jatuh cinta walaupun entah sudah berapa puluh kali dia tertarik dan suka sekali kepada gadis cantik jelita. Bahkan setiap orang gadis selalu menarik hatinya, menimbulkan rasa suka. Akan tetapi jatuh cinta? Rasanya belum pernah! Perasaannya terhadap wanita-wanita seperti Ji Sun Bi atau Siok Bi merupakan dorongan nafsu berahi yang dibangkitkan oleh sikap kedua orang wanita itu. Dan memang ada gadis-gadis yang amat dikaguminya, dan disukanya, seperti misalnya Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, akan tetapi diapun tidak tahu apakah dia mencinta seorang di antara mereka atau tidak. Dia ingin bebas, tidak terikat cinta dengan seorang wanita tertentu. Enak bebas, sehingga dia akan bebas pula mengagumi kecantikan setiap orang wanita yang dijumpainya tanpa merasa bahwa dia mengkhianati cintanya terhadap wanita tertentu itu!

   "Jangan khawatir, adik manis. Aku tidak bermaksud yang bukan-bukan, hanya aku ingin bicara tentang cinta itu sendiri denganmu, mengingat bahwa engkau adalah seorang wanita yang tentu berbeda pandanganmu tentang cinta, dibandingkan pendapat seorang pria seperti aku."

   "Aku masih tidak mengerti, toa-ko. Akan tetapi bicaralah, dan aku akan mencoba untuk mengerti apa yang kau maksudkan,"

   Kata gadis itu tabah karena iapun yakin bahwa pendekar ini tidak akan bicara yang bukan-bukan. Pendekar ini sendiri yang pernah menyatakan bahwa ia jatuh cinta kepada Pek Han Siong, maka tidak mungkin kalau kini dia akan begitu tega untuk menyatakan cinta kepadanya!

   "Begini, Ci Goat. Terus terang saja, sampai berusia dua puluh dua atau tiga tahun sekarang ini, aku belum pernah merasakan jatuh cinta. Aku tidak tahu apa cinta itu dan bagaimana rasanya orang jatuh cinta. Tentu saja aku hanya dapat mengirakan saja yang belum tentu benar. Sekarang aku ingin mendengar dari mulut seorang wanita, bagaimana sesungguhnya rasanya orang jatuh cinta?"

   Ci Goat tersenyum. Pemuda ini memang aneh luar biasa! Mengajak ia berbincan-bincang tentang cinta, bukan untuk mengaku cinta. Ia sendiripun baru sekali jatuh cinta yaitu sekarang ini jatuh cinta kepada Pek Han Siong dan ia lalu mengenangkan segala perasaan yang dirasakannya selama ia jatuh cinta ini. Ia ingin jujur kepada Hay Hay yang ketika mengajukan pertanyaan itu kelihatan demikian sungguh-sungguh, tidak berkelakar lagi.

   "Rasanya jatuh cinta? Hemm, aku sendiripun tidak yakin apakah pendapatku ini benar, koko. Akan tetapi... agaknya orang yang jatuh cinta itu selalu terkenang kepada orang yang dicintanya. Kalau siang jadi kenangan, kalau malam jadi impian. Ingin. selalu dekat, ingin selalu bersamanya, ingin melihat dia berbahagia, ingin memiliki dan dimiliki selamanya, ingin... ah, hanya itulah yang kuketahui."

   Hay Hay memandang dan ada rasa iba di dalam hatinya. Gadis ini jelas telah jatuh cinta kepada Han Siong, maka dapat mengatakan itu semua dan ketika mengatakan perasaan cinta itu, matanya melamun kosong dan jelas bahwa pada saat bicara perasaannya juga ikut bicara! Kasihan, gadis ini menjatuhkan benih cinta di atas tanah yang sudah ada tanamannya, sehingga benih itu akan sia-sia dan tidak dapat tumbuh!

   "Ah, bagus sekali! Hampir tidak ada bedanya dengan yang kubayangkan, Goat-moi, (adik Goat)! Aku setuju sekali dan agaknya memang demikianlah perasaan hati orang yang sedang jatuh cinta. Sekarang aku ingin sekali tahu bagaimana pendapatmu, seorang wanita, terhadap keadaan seorang pria yang gagal dalam cintanya."

   "Gagal dalam cintanya? Apa yang kau maksudkan, toa-ko?"

   "Begini, adikku. Ada seorang pemuda yang jatuh cinta kepada seorang gadis, jatuh cinta setengah mati! Akan tetapi kemudian dia mendapat kenyataan bahwa gadis yang dicintanya mati-matian itu ternyata telah mencinta seorang pemuda lain! Cintanya hanya bertepuk tangan sebelah! Lalu menurut pendapatmu, apa yang harus dilakukan oleh pemuda yang gagal dalam cintanya itu? Apakah dia harus bunuh diri di depan gadis itu? Ataukah dia harus membunuh kekasih gadis yang dicintanya itu?"

   Gadis itu mengerutkan alisnya dan sinar matanya berkilat seperti orang marah, tanda bahwa ia sama sekali tidak setuju dengan pendapat itu.

   "Ihhh! Kenapa harus membunuh diri atau membunuh kekasih gadis itu? Itu adalah perbuatan yang bodoh dan jahat!"

   Jawabnya hampir berteriak. Hay Hay menyembunyikan senyum dari mulut dan matanya. Dia memandang dengan sikap penasaran.

   "Lhoh! Kenapa bodoh dan jahat, Goat-moi? Bukankah pemuda itu menjadi sakit hati karena cintanya ditolak dan gadis itu memilih pemuda lain?"

   "Hati boleh sakit, akah tetapi pikiran harus tetap waras! Mana ada cinta yang dipaksakan oleh sepihak kalau pihak lawan tidak menyambutnya? Cinta harus timbul dalam hati kedua pihak, baru jadi! Kalau gadis itu menolak cintanya karena telah mencinta pemuda lain, maka gadis itu tidak bersalah dan tidak bersalah pula kekasihnya. Mengapa harus dibunuh? Dan pemuda yang putus cinta lalu membunuh diri adalah seorang yang bodoh dan totol!! Di dunia ini masih banyak sekali terdapat gadis-gadis yang mungkin lebih cantik dari pada yang dicintanya, yang siap untuk menyambut cintanya itu. Eh, toa-ko... apakah... apakah engkau pemuda itu? Maafkan aku..."

   Hay Hay tertawa dan dari suara ketawanya saja tahulah Ci Goat bahwa bukan Hay Hay pemuda itu, maka hatinya terasa lega.

   "Sukurlah kalau bukan engkau, Tang-toa-ko!"

   Sambungnya.

   "Kita hanya ngobrol saja tentang cinta dan liku-likunya, tidak menyinggung seseorang. Pendapatmu tadi memang tepat dan agaknya cocok sekali dengan pendapatku sendiri."

   "Tang-toa-ko, bagaimanapun juga... aku merasa kasihan sekali kepadanya. Aku tahu siapa yang kau maksudkan dan aku merasa kasihan sekali. Sungguh luar biasa sekali, bagaimana ada seorang gadis yang dapat menolak seorang seperti dia untuk menjadi suaminya...! Ah, betapa dia mencinta gadis itu, akan tetapi gadis bodoh itu menolak cintanya... apakah ia telah mencintai orang lain?"

   Melihat gadis itu seperti bicara kepada dirinya sendiri, Hay Hay mengerutkan alisnya dan memandang dengan penuh perhatian.

   "Heiii, Goat-moi, apa yang kau bicarakan itu? Siapa yang kau maksudkan dengan pemuda itu?"

   "Aih, engkau masih pura-pura tidak tahu, toa-ko? Sebagai seorang sahabat baiknya, engkau tentu sudah tahu bahwa yang kumaksudkan adalah toa-ko Pek Han Siong. Tunangannya itu menolak untuk menjadi istrinya."

   Tentu saja Hay Hay tidak tahu akan hal ini, akan tetapi dengan cerdik dia mengangguk.

   "Ah, benar, tentu saja aku tahu akan hal itu, hanya tak kusangka bahwa dia sudah bercerita tentang hal itu kepadamu, maka aku tadi tidak menyangka bahwa engkau maksudkan dia. Sekarang sebaiknya kita tidak membicarakan orang lain dan kita melanjutkan obrolan kita tentang cinta."

   Gadis itu tersenyum.

   "Bicaralah, toa-ko. Agaknya engkau memang seorang yang memperhatikan tentang cinta."

   "Tentu saja, adik manis. Apa artinya hidup tanpa cinta? Dan kalau kita pikir secara mendalam, tanpa adanya cinta, engkau dan aku tidak akan terlahir di dunia ini!"

   Hay Hay tertawa, dan biarpun mukanya berubah merah mendengar ucapan yang penuh arti itu, mau tidak mau Ci Goat juga tertawa.

   "Persoalan cinta apa lagi yang akan kau kemukakan, toa-ko?"

   Ia mulai tertarik oleh percakapan tentang cinta ini, hal yang tentu saja amat menjadi perhatiannya karena ia sendiripun sedang dilanda cinta."

   "Masih persoalan yang tadi, akan tetapi peranannya dibalik. Sekarang seorang wanita yang jatuh cinta kepada seorang pria, akan tetapi ternyata bahwa pria itu tidak dapat menerima cintanya, atau menolak cintanya karena pria itu telah mempunyai pilihan hati, telah mencinta seorang gadis lain. Nah, kalau demikian keadaanya, lalu apa yang harus dilakukan gadis itu?"

   Sejenak gadis itu memandang wajah Hay Hay dan pemuda inipun balas memandang. Dua pasang mata saling memandang dan Hay Hay melihat betapa sinar mata itu meredup, wajah itu memucat dan betapa bola mata yang bening itu menjadi basah. Biarpun mulut gadis itu masih tersenyum, namun senyum itu membuat dia merasa, jantungnya disayat, membuat dia ingin merangkul dan menghiburnya karena dia tahu bahwa gadis itu telah mengerti, bahwa gadis itu merasa betapa hatinya ditusuk-tusuk. Suaranya gemetar dan mata itu menunduk, bibir itu menggigil ketika akhirnya ia berkata.

   "Tang-toa-ko... tolonglah... tolong engkau saja yang mengatakan, apa yang harus dilakukan gadis itu dalam keadaan seperti itu? Bunuh diri? Atau mencukur gundul rambutnya, menjadi nikouw (pendeta wanita)? Katakanlah, toa-ko, dan aku akan mempertimbangkannya..."

   "Bunuh diri? Menjadi nikouw? Hanya gadis tolol dan bodoh yang akan melakukan hal itu, Goat-moi! Seperti kau katakan tadi. Cinta tidak mungkin hanya bertepuk sebelah tangan. Cinta tidak mungkin dapat dipaksakan! Kalau memang pemuda itu tidak dapat membalas cintanya karenanya telah mencinta gadis lain, berarti ia tidak berjodoh dengan pemuda itu! Jadi ia tidak perlu terlalu berduka atau putus asa. Dunia bukan sebesar buah apel! Di dunia ini masih ada jutaan pemuda yang mungkin lebih segala-galanya dari pada pemuda yang tak dapat membalas cintanya itu! Gadis itu harus dapat melupakan pemuda itu, hidup bebas dan mentertawakan saja kegagalan cintanya, menganggapnya sebagai suatu pengalaman hidup! Habis perkara!"

   Akan tetapi Hay Hay melihat betapa gadis itu menahan-nahan air matanya, betapa bibir itu gemetar dan suara itu, sukar sekali keluarnya seolah, lehernya tercekik ketika Ci Goat bertanya,

   "Toa-ko...apakah dia masih mencinta gadis yang telah menolaknya itu?"

   Sepasang mata itu kini seperti mata kelinci yang ketakutan, seperti mata yang penuh harap akan pertolongan, dan air yang tadi menggenang di pelupuk mata, kini mulai menetes turun, dua butir seperti mutiara perlahan menuruni kedua pipl yang agak pucat itu.

   Hay Hay merasa terharu sekali, merasa lehernya seperti dicekik dan dia tidak mampu mengeluarkan suara. Akan tetapi, walaupun dia tidak tahu benar akan hubungan Han Siong dengan gadis kekasihnya itu, dia mengambil keuntungan untuk berterus terang bahwa Han Siong tidak dapat menerima cinta Ci Goat, maka dia lalu mengangguk. Anggukan tanpa kata yang amat tajam membabat putus tali harapan Ci Goat dan menutup mukanya dengan kedua tangannya. Hay Hay memandang dengan hati seperti diremas. Melihat betapa gadis itu mengguguk dan air mata mengalir keluar melalui celah jari-jari kedua tangan yang menutupi muka, di luar kesadarannya dia lalu bangkit dan menghampiri Ci Goat, duduk di sampingnya di atas bangku, merangkul pundaknya dan berkata lembut.

   "Sudahlah, Ci Goat, kuatkan hatimu... tenangkan pikiranmu..."

   Sentuhan lembut dan kata-kata halus itu seperti membuka bendungan di hati Ci Goat. la menjerit dan merangkul, lalu menangis dengan tak terbendung lagi, sesenggukan di atas dada Hay Hay! Pemuda ini memeluk, membenamkan mukanya pada kepala yang penuh rambut halus itu, tangannya mengelus pundak dan kepala, penuh rasa sayang dan iba seperti menghibur seorang adiknya sendiri. Karena hatinya diliputi keharuan yang mendalam, Hay Hay kehilangan kewaspadaannya dan dia tidak tahu bahwa pada saat itu, tiga pasang mata mengamatinya dari jauh. Tiga pasang mata yang mencorong tajam dan penuh kekuatan sihir! Mata tiga orang pendeta Lama yang agaknya sudah selesai melakukan pembicaraan dengan Han Siong dan kini mereka meninggalkan rumah yang kini menjadi tempat tinggal Ouw Lok Khi.

   "Hemm, pasangan yang cocok. Wanitanya cantik, prianya tampan dan gagah!"

   Kata Pat Hoa Lama.

   "Omitohud!"

   Kata Janghau Lama.

   "Apakah engkau tergerak dan merasa iri melihat adegan itu, sute?"

   "Aih, ji-suheng (kakak seperguruan ke dua)! Bagaimana engkau dapat berkata seperti itu? Pinceng hanya mengatakan bahwa mereka itu pasangan yang cocok dan..."

   "Ssttt, jangan ribut dan jangan bertengkar."

   Gunga Lama mencela dua orang adik seperguruannya.

   "Kita tadi melihat betapa lihainya pemuda itu. Hemmm... suatu kesempatan baik sekali, dua orang pemuda itu harus dipisahkan dulu, baru kita dapat membawa Sin-tong tanpa halangan ke Tibet!"

   "Bagaimana caranya, toa-suheng (kakak seperguruan terbesar)?"

   Tanya kedua orang adik seperguruan itu.

   "Ssttt, serahkan pada pinceng. Mari kita cepat pergi dari sini!"

   Sementara itu, setelah menumpahkan segala kedukaan hatinya melalui tangis yang tidak terbendung lagi, sampai baju di bagian dada Hay Hay basah kuyup, bahkan air mata itu membasahi pula kulit dadanya, Ci Goat baru merasa lega. Tangisnya kini hanya tinggal isak saja. Kesempatan ini dipergunakan oleh Hay Hay untuk mengelus rambut kepalanya.

   "Nah, sudah habiskah air matamu, Goat-moi? Bagus, semua kesedihan kosong itu harus dilarutkan dengan banjir air mata, biar habis tak berbekas lagi. Lebih baik engkau menangis sepuasmu begitu dari pada engkau membunuh diri seperti gadis tolol, atau menjadi nikouw. Wah, kepalamu akan menjadi gundul, rambutmu yang indah ini akan lenyap dan tentu engkau akan kelihatan lucu sekali, lucu dan jelek!"

   Ucapan itu seperti mengusir sisa isak di dada Ci Goat. la segera melepaskan diri dan menarik tubuhnya ke belakang, memandang kepada pemuda itu dengan mata merah dan agak membengkak karena tangis. Akan tetapi mulutnya membentuk senyum pahit.

   "Terima, kasih, toa-ko, terima kasih. Sungguh engkau merupakan sahabat dan seperti seorang kakak yang baik hati. Katakanlah, apakah dia... Pek-toa-ko, tahu bahwa engkau datang menceritakan semua ini kepadaku?"

   Hay Hay mengangguk.

   "Dialah yang minta tolong kepadaku agar aku menyampaikan kepadamu bahwa tidak mungkin baginya untuk menerima dan membalas cintamu."

   "Ohhh..., tapi... kenapa dia tidak menyampaikannya sendiri kepadaku...?"

   "Dia tidak berani, dia tidak tega melihat engkau kecewa."

   Gadis itu mengangguk perlahan dan menarik napas panjang.

   "Pek-toa-ko memang seorang yang budiman, dan... engkau juga, toa-ko. Semoga kalian berdua, akan selalu mendapat berkah dari Tuhan dan kelak akan hidup berbahagia dengan isteri pilihan hati masing-masing."

   Hay Hay merasa gembira bukan main. Diraihnya pundak gadis itu, ditariknya dan diapun mengecup dahi yang halus itu dengan bibirnya, satu kali saja, namun dengan sepenuh hatinya, lalu dilepaskannya kembali rangkulannya dan diapun bangkit berdiri, sepasang matanya basah.

   "Engkau juga, Goat-moi. Engkau seorang gadis yang hebat! Dan aku merasa yakin bahwa seorang gadis seperti engkau ini kelak tentu akan mendapatkan seorang suami yang amat baik!"

   Tadinya, Ci Goat terkejut sekali ketika merasa betapa dirinya diraih dan ditarik oleh pemuda itu, akan tetapi ketika ia merasa betapa pemuda itu mencium dahinya dengan lembut, seperti ciuman seorang kakak, atau seorang sahabat baik, ciuman yang sama sekali tidak mengandung nafsu berahi, hatinya menjadi terharu dan iapun tadi memeluk pinggang pemuda itu. Kini mereka bangkit, keduanya melangkah mundur dan saling pandang.

   "Haii, adik manis, mana senyummu yang tadi? Hayo perlihatkan! Tidak baik kalau hari hujan melulu, sudah tiba saatnya hujan berhenti dan matahari muncul kembali berseri! Ingat, banyak duka menjadi lekas tua, sayang bukan kalau kulit mukamu yang putih mulus dan halus itu berubah berkerut keriput?"

   Mendengar ucapan ini, Ci Goat tersenyum. Mulutnya saja tersenyum, akan tetapi matanya masih mata yang penuh tangis walaupun air matanya sudah habis tertumpah.

   "Aku akan selalu tersenyum kalau ingat kepadamu, toa-ko. Setiap kali berduka, aku akan mengenangmu agar aku dapat tersenyum,"

   Katanya dan iapun membalikkan tubuhnya lalu pergi meninggalkan Hay Hay yang berdiri mengikuti lenggang yang lemah gemulai itu dengan bengong. Dia teringat kepada Han Siong. Apa yang terjadi dengan kawannya itu setelah mengadakan percakapan dengan tiga orang pendeta Lama? Apakah mereka belum selesai dengan percakapan mereka? Dia memang sudah menaruh kecurigaan, maka setelah Ci Goat meninggalkannya, diapun cepat keluar dari kebun itu menuju ke rumah. Tentu Han Siong mengajak tiga orang pendeta Lama itu untuk bercakap-cakap di ruangan belakang yang lebar. Dia melihat Ouw Lok Khi di ambang pintu samping dan memandang kepadanya sambil tersenyum ramah.

   "Tang Taihiap, kuharap saja engkau akan dapat menghibur hati Ci Goat. Kehancuran Pek-tiauw-pang membuat hatinya terbenam dalam kedukaan."

   Katanya. Hay Hay memandang kepadanya, hatinya bertanya-tanya. Mengapa orang ini berkata demikian?

   "Paman, agaknya paman belum mengenal benar watak puterimu sendiri. Ia seorang gadis yang berhati tabah dan aku yakin ia mampu menghadapi dan mengatasi segala kedukaannya. O.. ya, paman Ouw, bagaimana dengan tiga orang pendeta Lama tadi. Di manakah mereka sekarang? Apakah masih bercakap-cakap dengan Han Siong?" .

   "Mereka sudah pergi, percakapan dengan Pek-Taihiap itu berlangsung di ruangan belakang dan tidak terlalu lama. Mereka itu ramah dan baik sekali."

   "Hemm, di manakah Han Siong sekarang,paman?"

   "Di dalam kamarnya."

   Hay Hay lalu memasuki rumah dan langsung pergi ke kamar Han Siong yang berada di sebelah kamarnya. Rumah peninggalan Thio Ki itu mempunyai lima buah kamar sehingga Han Siong dan dia masing-masing mendapatkan sebuah kamar. Kamar besar paling depan dipakai Ouw Lok Khi, sedangkan kamar Ci Goat berada di ruangan belakang yang jendelanya menembus kebun.

   "Tok-tok-tok!"

   Hay Hay mengetuk daun pintu kamar yang tertutup itu.

   "Siapa?"

   Terdengar suara Han Siong.

   "Aku, bolehkah aku masuk?"

   Hening sejenak, lalu terdengar jawaban yang malas-malasan.

   "Masuklah, Hay Hay!"

   Hay Hay mendorong daun pintu yang tidak terkunci dari dalam. Dia memperhatikan kamar itu. Tidak ada sesuatu yang luar biasa akan tetapi Han Siong nampak rebah terlentang di atas pembaringannya, dan begitu dia masuk Han Siong bangkit duduk, nampaknya malas-malasan,

   "Heii, Han Siong apa yang telah terjadi?"

   "Tidak terjadi apa-apa..."

   Jawabnya, nampak tak bersemangat.

   "Eh? Kenapa engkau nampak malas dan tidak bersemangat? Han Siong, ceritakan apa yang telah terjadi antara engkau dan tiga orang pendeta Lama itu!"

   Hay Hay mendekatinya lalu membuka daun jendela agar kamar itu nampak lebih terang. Kemudian, dengan sinar matanya yang mencorong dia mengamati sahabatnya itu penuh selidik, untuk meneliti apakah sahabatnya itu memperlihatkan tanda-tanda yang tidak wajar apakah tidak. Siapa tahu, mungkin saja tiga orang pendeta Lama itu telah mempergunakan ilmu hitam yang amat kuat, yang mampu mematahkan pertahanan Han Siong. Akan tetapi tidak. Matanya tidak melihat tanda-tanda bahwa sahabatnya itu berada di bawah pengaruh sihir. Juga tidak menderita luka.

   "Sudahlah, Hay Hay. Sudah kukatakan bahwa aku tidak apa-apa. Hanya ada sesuatu yang membuat aku sejak tadi termenung, sesudah tiga orang pendeta Lama itu pergi. Aku menjadi ragu dan bingung..."

   Hay Hay menarik sebuah kursi dan duduk di atas kursi yang sudah didekatkan dengan pembaringan. Mereka saling pandang dan Han Siong berkata dengan suara sungguh-sungguh tidak berkelakar seperti biasa.

   "Dengar, Han Siong. Aku sudah melaksanakan permintaanmu, aku sudah bicara dengan. Ci Goat, sudah kujelaskan semua kepadanya bahwa engkau tidak mungkin menerima dan membalas cintanya karena engkau telah memiliki pilihan hati, seorang gadis lain."

   "Ahh... dan ia... ia bagaimana, Hay Hay?"

   Tanya Han Siong, pandang matanya penuh iba dan gelisah.

   "Ia seorang gadis tabah, Han Siong. Ia dapat menghadapi kenyataan yang bagaimanapun juga. Jangan khawatir, ia tidak akan membunuh diri, ia tidak akan menjadi nikouw, ia dapat melihat bahwa di dunia ini masih terdapat banyak sekali pemuda hebat yang akan dapat menyambut cintanya. Ia dapat mengatasi kedukaan dan patah hati, Han Siong."

   "Sukurlah! Terima kasih, Hay Hay, aku sungguh merasa kasihan kepadanya. Terima kasih."

   
Si Kumbang Merah Penghisap Kembang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku tidak butuh terima kasih darimu, Han Siong, melainkan butuh keterangan tentang tiga orang pendeta Lama tadi. Nah, setelah aku melaksanakan tugas yang berat darimu, sekarang kauceritakanlah apa saja yang kau bicarakan dengan tiga orang pendeta Lama itu."

   Han Siong tersenyum, akan tetapi Hay Hay melihat betapa wajah itu masih diliputi keraguan dan kehampaan.

   "Tiga orang pendeta Lama itu mengaku sebagai utusan Dalai Lama sendiri, Hay Hay. Kata mereka, tanpa disengaja mereka mendengar disebutnya amaku sebaga Sin-tong ketika engkau bertemu dengan aku dan menyebutnya secara main-main. Menurut mereka, sudah bertahun-tahun mereka di tugaskan untuk mencariku tanpa hasil sehingga mereka tidak berani kembali ke tibet. Setelah bertemu dengan aku, mereka mengatakan bahwa mereka tidak berani memaksaku kalau aku tidak mau pergi ke tibet bersama mereka untuk menghadap Dalai Lama. Mereka mohon kepadaku agar aku suka menolong mereka sehingga mereka akan berani berani pulang dan tidak takut akan hukuman dari Dalai lama."

   Sampai di sini Han Siong berhenti.

   "Pertolongan apa yang mereka harapkan darimu, Han Siong?"

   Tanya Hay Hay tak sabar lagi.

   "Mereka minta beberapa tetes darahku..."

   "Ahhh!!!!! Untuk apa? Jangan kau berikan!"

   "Mereka itu memohon kepadaku. Tadinya pun aku tidak mau dan aku bertanya untuk apa mereka minta darahku. Mereka mengatakan bahwa mereka akan membohongi Dalai Lama yang tak pernah berhenti berusaha untuk mendapatkan diriku. Mereka akan mengatakan bahwa aku tidak mau diajak ke Tibet sehingga terjadi perkelahin dan akhirnya aku tewas di tangan mereka. Sebagai bukti bahwa aku telah mati, mereka akan memperlihatkan beberapa tetes darahku kepada Dalai Lama."

   "Bohong itu! Kalau mereka tiba disana, darah beberapa tetes itu telah kering, dan pula, bagaimana mungkin Dalai Lama akan dapat mengenal darahmu?"

   "Akupun berkata presis sepert yang kau katakan itu, Hay Hay. Aku tetapi mereka menjawab bahwa
(Lanjut ke Jilid 15)
Ang Hong Cu (Seri ke 10 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 15
Biarpun darah itu mengering, akan tetapi dapat dikenal, karena darahku, biarpun sudah kering, berbeda dengan darah orang biasa, darah biasa merah, dan darahku... putih!"

   "Bohong! Omong kosong! Aku tidak percaya! kalau darahmu putih, tentu engkau akan nampak pucat seperti mayat yang menyeramkan!"

   "Akupun tadinya tjdak percaya, akan tetapi mereka dapat membuktikannya, Hay Hay!"

   "Membuktikan bahwa darahmu putih?"

   Han Siong mengangguk.

   "Mereka mengeluarkan sebotol air yang mereka namakan air suci dari Tibet, katanya air itu keluar dari satu sumber di sana. Kata mereka, air itulah yang akan menunjukkan keaslian darahku. Seorang dari mereka lalu menusuk telunjuk dengan jarum, mengeluarkan darahnya sendiri beberapa tetes. Ketika darah itu ditetesi air dari botol, warnanya tetap merah, bahkan semakin merah. Lalu aku diminta untuk mengeluarkan beberapa tetes darah dari telunjuk. Karena akupun ingtn tahu, kutusuk telunjukku, kukeluarkan beberapa tetes darah seperti yang dilakukan Pat Hoa Lama itu. Darahku yang beberapa tetes itu lalu ditetesi air dari botol dan... seketika berubah putih seperti kapur!"

   "Ihhh! Itu tentu sihir!"

   "Bukan, Hay Hay. Akupun menyangka demikian dan aku akan waspada. Kalau mereka menyihirku, tentu aku akan merasakan hal itu. Tidak ada pengaruh sihir sama sekali!"

   "Lalu bagaimana?"

   "Melihat bukti itu, dan merasa kasihan bahwa sudah belasan tahun mereka tidak berani pulang, apa lagi yang diminta hanyalah beberapa tetes darah, aku lalu mengeluarkan beberapa tetes lagi dari ujung telunjukku. Mereka menampungnya dan membawa darah itu."

   "Tapi mengapa bukan yang sudah dicampur air dan menjadi putih itu saja mereka bawa?"

   Han Siong tersenyum.

   "Aneh sekali, Hay Hay. Semua yang kau tanyakan itu sama benar dengan yang kutanyakan kepada mereka! Akupun bertanya demikian dan mereka mengatakan bahwa Dalai Lama harus diyakinkan dengan darah murni yang belum dicampuri air suci. Dalai Lama sendiri yang akan menguji bahwa darah itu adalah darahku agar dia percaya bahwa aku telah tewas dan dia tidak akan mencariku lagi. Sebetulnya, yang terakhir inilah yang mendorongku memenuhi permintaan mereka, Hay Hay. Aku ingin bebas dan tidak dikejar-kejar lagi. Pula, apa artinya beberapa tetes darah itu?"

   "Hemm... hemm..., aku sendiri belum tahu apakah beberapa tetes darahmu itu ada artinya. Akan tetapi siapa tahu? Orang-orang seperti mereka itu sungguh sukar dimengerti. Mereka orang aneh dan tidak lumrah manusia. Akan tetapi sudahlah. Engkau sudah memberikan sedikit darahmu, tak dapat ditarik kembali. Akan tetapi, kenapa sekarang engkau kelihatan termenung dan engkau tadi mengatakan bahwa engkau ragu dan bingung! Nah, apa lagi maksudmu?"

   "Tentang darahku itu, Hay Hay. Bukan, bukan darahku yang mereka bawa pergi, akan tetapi darahku putih! Benarkah itu? Hal itulah yang membuat aku termangu-mangu dan bingung. Benarkah darahku aselinya putih dan berbeda dengan manusia lain? Hal ini menggelisah hatiku..."

   Hay Hay tersenyum. Melihat bahwa memang tidak ada apa-apa yang perlu dikhawatirkan, kembali sudah wataknya yang jenaka dan suka bergurau.

   "Aih, biar putih atau biru atau hitam sekalipun, apa bedanya, Han Siong? Kulihat engkau juga seperti manusia biasa. Mungkin darah putihmu itulah yang membuat engkau disebut Sin-tong! Aku sendiri belum percaya benar kepada mereka itu. Kalau engkau yakin bahwa mereka bukan main-main dengan sihir, tentu yang mereka sebut air suci itu air yang mengandung obat tertentu. Akan tetapi andaikata mereka itu berbohong, apa pula maksud mereka? Yang jelas, mereka sudah pergi dan engkau tidak diganggu. Sudahlah, jangan memikirkan mereka lagi, hanya engkau jangan meninggalkan kewaspadaan. Dan kukira, tidak ada lagi urusan kita di rumah ini setelah kulaksanakan permintaanmu itu dengan hasil baik."

   Han Siong tetap saja merasa lesu.

   "Aku gembira sekali mendengar bahwa urusan itu telah kau selesaikan dengan baik, Hay Hay. Akan tetapi, sebaiknya kita tidak pergi sekarang. Pertama, aku merasa malas dan ingln beristirahat dulu, ke dua, kita sudah menerima undangan paman Ouw, tidak baik kalau pergi sekarang. Setidaknya, malam ini kita bermalam disini dan baru besok aku akan melanjutkan perjalananku."

   "Baiklah, aku juga belum mengobrol denganmu. Ingin ku ketahui pengalaman apa saja yang kau hadapi semenjak kita berpisah, dan mengapa pula engkau berada di sini, dari mana hendak kemana..."

   "Ah, lain kali sajalah, Hay Hay. Biarkan aku mengaso sekarang, aku ingin beristirahat. Biar besok pagi kita berjumpa lagi..."

   "Heiiiii! Benar yakinlah engkau bahwa terjadi sesuatu dengan dirimu?"

   Hay Hay masih bertanya ketika ia sudah melangkah ke ambang pintu.

   "Tidak, sungguh tidak apa-apa, Hay Hay!"

   Jawab Han Siong tegas. Hay Hay menggerakkan kedua pundaknya, lalu keluar dan menutupkan daun pintu kamar itu dari luar. Kalau saja Hay Hay tahu! kalau saja han Siong tahu. Dua orang pemuda sakti itu, sama sekali tidak tahu, bahwa tidak pernah menyangka bahwa pada saat itu, terjadi sesuatu yang amat membahayakan diri Han Siong! Tiga orang pendeta Lama itu berada di sebuah bangunan kuil tua yang sudah tidak dipergunakan lagi, yang terletak di lereng sebuah bukit kecil di luar kota Hok-lam. Hari telah mulai sore dan mereka duduk bersila di atas lantai dari ruangan dalam kuil tua itu yang sudah mereka bersihkan.

   "Mari kita mulai,"

   Kata Gunga Lama sambil mengeluarkan beberapa buah barang dari dalam saku jubahnya yang lebar. Ada tasbeh dari tulang manusia, sebuah tengkorak kecil, sebesar kepalan tangan, ada seikat gumpalan rambut dan tali hitam, ada pula batu kapur dan buntalan-buntalan kain kecil yang bertuliskan huruf-huruf kuno yang aneh, yaitu jimat-jimat. Semua ini dikeluarkannya satu demi satu dan ditaruhnya di atas lantai. Terakhir dia mengeluarkan sebuah buntalan yang terisi segumpal kapas yang putih. Akan tetapi merah oleh darah. Darah Han Siong! Darah itu telah dihisap dan "disimpan"

   Dalam kapas itu.

   "Toa-suheng (kakak seperguruan tertua), mengapa kita harus menggunakan cara bersusah-payah seperti ini? Ketika kita bertemu dengan dia, kalau kita langsung saja menyergapnya, apa sih sukarnya menangkap orang muda itu?"

   Tanya Pat Hoa Lama yang merasa tidak puas melihat cara yang dipergunakan Gunga Lama yang dianggapnya merepotkan dan tidak praktis.

   "Hemm, kalau hal itu kita lakukan, ada kemungkinan kita akan gagal, sute. Sin-tong itu memiliki ilmu kepandaian silat yang tinggi dan biarpun tentu saja kita bertiga tidak perlu takut menghadapinya, akan tetapi kalau kita tidak mengalahkannya kemudian terdengar oleh pemuda yang berpakaian biru itu, keadaan bisa berbahaya untuk kita. Pemuda itu memiliki ilmu silat yang lihai sekali."

   "Akan tetapi, suheng. Kita bisa mempergunakan kekuatan sihir untuk menundukkan Pek Han Siong!"

   Janghau Lama juga membantah.

   "Wah, seperti kalian tidak tahu saja! Pek Han Siong adalah Sin-tong. Hal itu saja menyulitkan kita untuk mempergunakan sihir, karena di dalam dirinya sudah ada kekuatan ajaib, ditambah lagi dia telah mempelajari ilmu sihir. Lihat saja sinar matanya. Dan pemuda yang bernama Tang Hay itu! Apakah kalian tidak melihat betapa dia mengusir tiga orang Pek-lian-kauw itu dengan kekuatan sihirnya yang ampuh? Menggunakan sihir secara berterang lebih berbahaya lagi. Sekarang kita tempuh jalan yang aman dan hasilnya pasti memuaskan. Kita harus membuat dua orang pemuda itu bermusuhan dan berpisah! Baru kita dapat turun tangan. Nah, cukup sudah kata-kata ini, bahkan terlalu banyak. Mari kita bekerja. Lihat, sinar matahari mulai suram, saat yang terbaik untuk mempergunakan tenaga kegelapan."

   Tiga orang pendeta itu duduk berjajar dan Gunga Lama mulai membuat coretan-coretan dengan batu kapur, di atas lantai. Ada beberapa macam guratan aneh, lingkaran lebar yang diisi lingkaran-lingkaran kecil lainnya, dan di beberapa sudut diberi gambar tengkorak. Tengkorak kecil diletakkan di tengah-tengah lingkaran, kemudian kapas dengan darah Han Siong diletakkan di atas tengkorak itu, pada ubun-ubunnya Beberapa batang lilin dinyalakan, dan dibakar pula dupa yang mengepul tebal. Tiga orang pendeta yang duduk bersila itu lalu mempergunakan tasbeh, membaca mantram dan doa dalam Bahasa Tibet kuno yang aneh. Gunga Lama yang duduk di tengah dan memimpin upacara sembahyang itu, beberapa kali menggerak-gerakkan kedua tangannya, dengan tasbeh digenggam, ke atas dupa berasap. Kemudian ditarikhya sejumput kapas dan dibakarnya kapas yang mengandung darah Han Siong itu ke atas dupa membara.

   Terdengar letupan kecil dan nyala api yang hanya sebentar saja menjilat ke atas. Sementara itu matahari sudah tenggelam ke barat dan tiga orang pendeta itu semakin dalam saja tenggelam di dalam kesibukan mereka. Han Siong yang rebah di atas pembaringan nampak gelisah. dia masih pulas, akan tetapi tubuhnya gelisah dan selalu bergerak miring ke kanan kiri, telentang atau menelungkup. Dia masih berpakaian lengkap, dan sejak ditinggalkan Hay Hay, dia tidak keluar lagi dari kamarnya. Bahkan dia mengunci daun pintu dari dalam dan ketika ditawari makan malam, dia menjawab bahwa dia masih kenyang dan tidak ingin makan. Diapun minta agar jangan diganggu karena malam itu dia hendak tidur dan mengaso. Menjelang tengah malam, tiba-tiba Han Siong bangkit duduk dan dia memijat-mijat kedua pelipisnya.

   Kepalanya terasa pening, akan tetapi sungguh aneh sekali, wajah Ci Goat terbayang di depan matanya, wajah yang bulat dan cantik manis, tersenyum-senyum kepadanya. Pandang mata gadis itu seperti memanggil-manggil, senyumnya menantang dan Han Siong menjadi bingung. Apa lagi ketika dia merasa betapa darahnya seperti bergolak oleh nafsu berahi yang menyesak dada. Dia sekilas sadar bahwa hal ini tidak sewajarnya, maka diapun cepat duduk bersila dan mengerahkan tenaga batinnya untuk melawan. Akan tetapi, dia malah merasa hanyut,. luluh oleh gairah nafsu sehingga dia tak berdaya, membiarkan pikirannya hanyut, mengingat dan mengenang segala kecantikan dan keindahan tubuh Ci Goat, teringat akan sikap Ci Goat terhadap dirinya yang amat memperhatikan dan baik,

   Bahkan teringat akan gadis itu yang mengaku cinta kepadanya! Makin hebat saja kenangan ini sampai tak tertahankan lagi. Dia harus bertemu dengan Ci Goat. Harus! Dia tidak boleh menyakiti hati Ci Goat. Dia mencinta Ci Goat. Dia sungguh cinta kepada gadis itu! Sayup-sayup ada kesadaran di balik semua ini, kesadaran yang mengatakan bahwa semua ini aneh dan tidak wajar. Akan tetapi, kesadaran itupun hanyut, bahkan menghilang. Han Siong turun dari pembaringan, agak terhuyung seperti orang mabok, menghampiri jendela dan di lain saat dia sudah keluar dari kamarnya melalui jendela yang ditutupkannya kembali. Han Siong bergerak seperti orang dalam mimpi. Bahkan dia menjadi demikian lengah sehingga dia tidak tahu bahwa bayangan Hay Hay berkelebat keluar dari kamarnya dan mengintainya!

   Hay Hay memang tidak pernah tidur sejak sore tadi. Dia masih merasa curiga melihat sikap Han Siong, apa lagi ketika pemuda itu sama sekali tidak keluar lagi dari dalam kamarnya, bahkan menolak ketika ditawari makan malam. Tentu ada apa-apanya, pikirnya! Sikap Han Siong itu sama sekali tidak wajar, walaupun dia belum pernah bergpul lama dengan Sin-tong (Anak Ajaib) itu, namun dia sudah dapat menilai wataknya. Maka, dia tidak tidur sejak sore, melainkan duduk bersila di atas pembaringannya dan selalu waspada. Suara sedikit saja di luar kamarnya tentu akan tertangkap oleh pendengarannya yang dipusatkan, memperhatikan ke arah kamar Han Siong di sebelahnya. Itulah sebabnya, ketika Han Siong turun dan membuka jendela kamar, dia mendengarnya dan cepat namun hati-hati, Hay Hay sudah keluar pula dari kamarnya dan mengintai, lalu membayangi Han Siong.

   Sudah dicurigainya, tentu "ada apa-apa"

   Pada diri Han Siong maka pemuda perkasa itu bersikap aneh. Entah apa pula yang akan dilakukannya sekarang! Dengan jantung berdebar penuh ketegangan dan penasaran Hay Hay membayangi dari jauh. Dia harus berhati-hati karena dia maklum betapa lihainya Han Siong. Kenyataan bahwa Han Siong tidak mengetahui bahwa dia dibayangi itu saja sudah merupakan suatu keanehan, dan membuktikan bahwa memang terjadi sesuatu yang aneh pada diri Han Siong. Han Siong menuju ke ruangan belakang. Tidak berindap-indap seperti maling, melainkan berjalan dengan tenang namun cepat menuju ke kamar Ci Goat, memutar ke belakang memasuki kebun dan tak lama kemudian dia sudah mengetuk pintu jendela kamar itu! Hay Hay mengintai dari belakang pohon di kebun itu dengan mata terbelalak!

   "Siapa...?"

   Dia mendengar suara Ci Goat dari dalam kamar.

   "Aku Han Siong. Bukalah jendela kamarmu, aku ingin bicara denganmu, Goat-moi!"

   Kata Han Siong lirih.

   "Siong-ko...!"

   Terdengar pula suara Ci Goat mengandung keheranan dan jendela itupun dibuka dari dalam. Bagaikan seekor kucing, Han Siong melompat ke dalam kamar itu melalui jendela dan daun jendela ditutup dari dalam! Gawat, pikir Hay Hay dan dia sudah siap siaga untuk menerjang ke dalam kalau terdengar jerit Ci Goat. Kalau Han Siong sampai melakukan perbuatan keji, memperkosa gadis itu, dia akan menentangnya dengan mati-matian! Akan tetapi, dia tidak mendengar jerit Ci Goat. Dia mendekat dan mendengar ucapan Han Siong yang terengah-engah.

   "Ci Goat...Goat-moi... aku... aku cinta padamu..."

   "Siong-koko..., benarkah itu? Benar-kah itu, koko...?"

   Hay Hay merasa penasaran dan dia-pun mengintai dari celah jendela. Di bawah sinar sebatang lilin yang kelap-kelip suram, dia melihat betapa kedua orang itu saling rangkul dan ketika Han Siong menciumi gadis itu seperti orang kesetanan, Ci Goat sama sekali tidak menolak, bahkan menyambutnya dengan mesra! Tidak ada kata-kata lagi terdengar dan dia masih melihat betapa Han Siong memondong tubuh Ci Goat, dibawa ke pembaringan dan sekali tiup, lilin di atas mejapun padam dan kamar itu gelap, tidak nampak apapun lagi!

   Hay Hay bengong, lalu menjauhi kamar. Mukanya merah sekali dan dia tertawa haha-hihi seperti orang sinting. Apakah yang harus dilakukan kalau sudah begitu? Tidak mungkin dia menerjang masuk! Betapa akan malunya mengganggu dua orang yang sedang bermain cinta dengan suka rela! Kalau keduanya sudah menghendaki, apa hubungannya dengan dia? Kalau dia ayah gadis itu, atau setidaknya saudaranya, tentu dia berhak untuk mencegah dan mengingatkan bahwa mereka berdua itu melakukan perbuatan yang tidak patut, melanggar ketentuan dan kesusilaan. Akan tetapi, dia bukan apa-apa, hanya orang luar. Apakah dia harus memberitahukan ayah gadis itu? Ah, apa gunanya? Kalau memang mereka berdua sudah saling mencinta, mau apa lagi? Tinggal menikah saja dan dia yang akan menjadi saksi. Bagaimanapun juga, Han Siong harus mempertanggungjawabkan perbuatannya malam itu. Setelah tiba di dalam kamarnya, dia tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, monyet benar Han Siong itu! Pura-pura alim, tidak tahunya... ha-ha, wah, kalah aku olehnya dalam hal ini! Sungguh dia melakukan gerak cepat!"

   Hay Hay tertawa geli seorang diri. Akan tetapi dia lalu termenung. Benarkah seperti itu watak Han Siong? Pura-pura menolak cinta seorang gadis lalu pada malam harinya menggerumut ke dalam kamar gadis itu? Sungguh sikap yang tidak sepatutnya dilakukan seorang pendekar seperti Han Siong! Jangan-jangan ada apa-apanya ini! Di lain saat Hay Hay telah keluar lagi dari dalam kamarnya. Ketika dia mendekati kamar Ci Goat, dia hanya mendengar bisik-bisik mesra yang membuat wajahnya terasa panas dan merah sekali, lalu cepat dia menjauhinya lagi.

   "Setan! Bikin aku kebakaran saja!"

   Gerutunya geli, diapun mengamati saja dari jauh. Dia harus melihat Han Siong keluar dari situ untuk ditegur dan dimintai pertanggunganjawabnya. Dia akan melihat bagaimana sikap Han Siong. Kalau pemuda itu hanya ingin mempermainkan Ci Goat, menggunakan kesempatan karena gadis itu jatuh cinta padanya, dan tidak mau bertanggung jawab, dia akan menghajarnya! Hemm, Han Siong boleh jadi lihai dan dia belum tentu menang, akan tetapi bagaimanapun juga, dia akan menentang dan menantangnya! Han Siong harus mempertanggungjawabkan perbuatannya malam ini. Waktu terasa merayap lambat bagi Hay Hay. Beberapa kali dia harus menggaruki kulit tubuhnya yang dikeroyok nyamuk.

   "Setan,"

   Gerutunya.

   "mereka enak-enak bersenang-senang, aku di sini dikeroyok nyamuk! Monyet Han Siong agaknya sudah lupa diri dan lupa daratan dan lupa waktu. Sudah hampir pagi masih enak-enak"

   Tiba-tiba dia melihat jendela kamar Ci Goat, terbuka dari dalam dan Han Siong melompat keluar. Nampak Ci Goat dengan senyum manis dan rambut awut-awutan menutupkan kembali daun jendela. Hay Hay cepat mendahului Han Siong yang berjalan kembali ke kamarnya seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu. Barulah Han Siong terkejut ketika tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu Hay Hay telah berada di depannya dengan sikap tidak ramah. Akan tetapi kekagetannya ini bukan lain karena kemunculan yang tiba-tiba dan tak tersangka-sangka itu.

   "Han Siong, bagus sekali, ya? Engkau sungguh seperti seekor harimau berbulu domba! Setelah apa yang kau lakukan terhadap Ci Goat, engkauharus mempertanggung jawabkannya dan mengawini gadis itu dengan resmi!" .

   "Engkau tidak berhak mencampuri urusanku! Apa pedulimu? Aku tidak akan mengawini gadis manapun!"

   Jawaban ini jelas bukan sikap Han Siong!

   "Hei, Han Siong, apa yang kau katakan ini? Engkau telah memasuki kamar seorang gadis, tidur dengannya selama semalam dan engkau tidak mau mengawininya?"

   Suara Hay Hay lirih karena dia tidak ingin terdengar oleh orang lain.

   "Heh engkau lancang mulut! Apa yang kulakukan adalah urusanku sendiri! Aku tidak akan mengawini siapapun dan engkau tidak boleh mencampuri urusanku. Hayo pergi atau terpaksa aku akan menghajar mulutmu yang lancang!"

   Hay Hay semakin heran dan dia memandang tajam, menggunakan kekuatan sihirnya. Akan tetapi dia tidak berhasil membuat Han Siong sadar dan dia berkata lagi,

   "Pek Han Siong, tidak tahukah engkau siapa aku? Aku Hay Hay, aku, Tang Hay Si Pendekar Mata Keranjang! Lupakah engkau?"

   "Aku tidak perduli engkau siapa!"

   Bentak Han Siong.

   "Aih, sungguh celaka! Jelas bahwa engkau telah bertindak di luar kesadaranmu. Celaka! Kenapa aku tidak menyadari hal ini? Engkau masuk ke kamar Ci Goat karena dituntun oleh kekuatan hitam! Engkau telah dicengkeram oleh ilmu hitam tiga orang pendeta Lama itu Han Siong! Sadarlah!"

   "Keparat, engkau memang layak dihajar!"

   Han Siong membentak dan tiba-tiba. dia sudah menyerang Hay Hay dengan tamparan tangannya yang ampuh. Akan tetapi Hay Hay cepat mengelak. Sampai empat kali dia mengelak, dan agar jangan sampai menarik perhatian orang lain diapun meloncat keluar dari rumah itu sambil berkata.

   "Kalau engkau memang jantan, mari kita selesaikan urusan ini di lua rumah agar tidak mengagetkan orang lain!"

   Tentu saja tantangannya ini diterima Han Siong yang cepat melakukan pengejaran ketika melihat lawannya melarikan diri keluar rumah. Setelah tiba di tempat sunyi, agak jauh dari rumah keluarga Ouw, Hay Hay berhenti dan menghadapi Han Siong. Dia mengeluarkan bentakan nyaring, penuh dengan sin-kang untuk membuyarkan semua kekuatan hitam.

   "Pek Han Siong, sadarlah! Semua kekuasaan dari kegelapan sudah lepas darimu! Sinar terang mengusir kegelapan dan mengembalikan kesadaranmu!"

   Hay Hay menggerakkan kedua tangannya ke arah Han Siong, Han Siong terhuyung ke belakang seperti terdorong oleh kekuatan luar biasa akan tetapi dia lalu meloncat dan kelihatan semakin marah.

   "Engkau sungguh manusia jahat dan layak dihajar!"

   Setelah berkata demikian, Han Siong sudah menerjang lagi dengan ganasnya. Hay Hay terkejut. Kekuasaan apakah yang telah mencengkeram Han Siong sehingga kekuatan sihir dalam diri Han Siong ditambah kekuatannya sendiri tidak mampu mengusir kekuasaan aneh itu? Dia tidak sempat banyak berpikir karena menghadapi serangan seorang lawan seperti Han Siong amatlah berbahaya. Diapun cepat mempergunakan kelincahannya dan mengelak sambil membalas untuk merobohkan Han Siong yang agaknya sudah tidak menguasai dirinya sendiri itu.

   Terjadilah pertandingan yang dahsyat di pagi hari itu, di tempat sunyi luar kota Hok-lam. Pek Han Siong adalah seorang pemuda perkasa yang menguasai banyak ilmu silat yang t:nggi. pari orang tuanya, yang turun temurun menjadi ketua perkumpulan Pek-sim-pang, dia telah mewarisi ilmu silat Pek-si-pang yang diringkas menjadi tiga belas jurus. Dari guru-gurunya, yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu diapun menerima gemblengan dan mewairisi ilmu-ilmu silat yang amat tinggi, baik dari aliran sesat karena kedua orang gurunya itu dahulunya berasal dari dunia sesat, maupun ilmu-ilmu kesaktian yang ditemukan kedua orang gurunya itu, ialah Kwan Im Sin-kun dan Kwan Im Kiam-sut, peninggalan seorang tokoh di antara Delapan Dewa.

   Selain itu, dia masih mendapat gemblengan dari Ban Hok Lo-jin, juga seorang di antara Delapan Dewa, menerima ilmu pukulan sakti Pek-hong Sin-ciang, bahkan dari kakek ini dia mendapat pelajaran ilmu sihir yang cukup kuat! Pek Han Siong merupakan seorang pendekar muda yang sukar dicari tandingannya, pandai ilmu silat, pandai ilmu sihir, dan memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat. Di lain pihak, Tang Hay atau Hay Hay adalah seorang pemuda gemblengan pula. Dia juga murid dari dua orang datuk sakti yang termasuk sebagai anggota Delapan Dewa, yaitu See-thian La-ma dan Ciu-sian Sin-kai. Ilmu-ilmu silatnya disempurnakan oleh kakek sakti Song Lojin, dan dia juga menerima pelajaran ilmu sihir tingkat tinggi dari Pek Mau Sianjin.

   Di antara ilmu-ilmu pilihan yang dikuasainya adalah Cap-pek-ciang(delapan belas Jurus Pukulan) dari Ciu-sian Sin-kai yang luar biasa ampuhnya, dan dari See-thian Lama dia memperoleh dua ilmu yang hebat sekali, yai tu Yan-cu Coan-in ilmu meringankan tubuh yang membuat dia seolah-olah pandai terbang atau menghilang saking cepatnya gerakannya, dan ilmu langkah ajaib Jiau-pouw-poan-san. Maka, dapat dibayangkan betapa hebatnya ketika dua orang pemuda sakti ini saling bertemu dalam sebuah pertandingan! Hay Hay tentu saja tidak memusuhi Han Siong yang dia tahu pasti dalam keadaan tidak wajar. Dia selalu mengalah, mengandalkan ilmunya Jiau-pouw-poan-san yang membuat semua serangan Han Siong tidak mengenai dirinya. Akan tetapi, Hay Hay merasa kewalahan juga karena kalau dia tidak bersungguh-sungguh,

   Sebaliknya Han Siong yang agaknya sudah tidak sadar lagi siapa dirinya, menyerangnya dengan hebat, mengerahkan semua tenaga dan kepandaiannya! Sambil menghindarkan semua serangan Han Siong dengan ilmu langkah ajaib Jiau-pouw-poan-san, Hay Hay memutar otaknya. Dia merasa yakin bahwa keadaan Han Siong tidak sewajarnya. Sudah pasti bahwa pemuda ini dicengkeram kekuasaan ilmu hitam yang amat jahat dan kuat. Melihat sikap pemuda itu, bukan mustahil bahwa sejak sore tadi kekuasaan itu mulai mempengaruhinya, belum hebat, akan tetapi sekarang kekuasaan itu telah menguasai Han Siong sepenuhnya! Bukan sihir biasa, dan agaknya mereka yang menyihirnya tidak berada di tempat itu. Tentu sihir ilmu hitam yang dilakukan dengan mempergunakan alat-alat dan jimat-jimat, dengan kekuatan mantram dan bantuan iblis.

   "Bukkk!"

   Tubuhnya hampir terjengkang dan cepat Hay Hay meloncat lalu menggerakkan kedua kakinya memainkan langkah ajaibnya. Setan, pikirnya, karena tadi melamun memikirkan keadaan Han Siong, hampir saja dia celaka. Sebuah pukulan ke arah dadanya hampir mengenai sasaran. Untung dia masih sempat miringkan tubuh dan menerima tonjokan keras itu dengan pangkal lengannya. Dan merasa betapa pukulan keras sekali, Hay Hay maklum bahwa Han Siong dalam keadaan tidak sadar itu benar-benar menganggap dia seorang musuh besar! Sungguh berbahaya sekali. Dia tidak boleh melamun harus mencurahkan seluruh kepandaian dan tenaganya kalau tidak ingin benar-benar dipukul roboh!

   Akan tetapi, dia sudah teringat sekarang. Tentu darah itu! Darah Han Siong, walaupun hanya beberapa tetes, telah diambil oleh tiga orang pendeta Lama dan tentu melalui darah itu mereka menyihir Han Siong! Dan dia tahu bahwa di dalam ilmu yang berasal dari kegelapan, dari iblis, terdapat ilmu menguasai semangat dan pikiran orang lain melalui potongan kuku, atau rambut. Akan tetapi yang paling ampuh adalah kalau dipergunakan darah orang itu! Pantas usahanya menyadarkan Han Siong dengan kekuatan sihir selalu gagal, dan tenaga atau kekuatan sihir dalam diri Han Siong sendiri tidak mampu menolak pengaruh jahat itu. Kini dia mengerti bahwa tentu Han Siong telah sejak sore tadi mulai dikuasai ilmu hitam dan pemuda itu memasuki kamar Ci Goat juga dalam keadaan tidak sadar, atau dikuasai sihir .

   Untuk merobohkan Han Siong bukan hal yang mudah. Tingkat kepandaian mereka tidak banyak selisihnya. Kalau dalam keadaan biasa, kekuatan sihirnya masih lebih kuat dari pada Han Siong, akan tetapi pada saat itu, ada kekuatan sihir yang dahsyat menguasai Han Siong sehingga sukar baginya untuk mengalahkan Han Siong metalui sihir. Kemudian dia teringat. Naluri dari watak yang bersih dan baik! Itulah yang paling kuat dan biarpun nampaknya tak berdaya karena orangnya dikuasai sihir, namun naluri itu masih ada dalam dirinya. Naluri ini datang dari kekuasaan Tuhan, dan tidak ada kekuasaan apapun di dunia ini yang mampu mengalahkan! Ketika Han Siong menyerang dengan sebuah tendangan, Hay Hay sengaja bergerak lambat dan menerima tendangan itu dengan perutnya yang telah dia lindungi dengan sin-kang agar isi perutnya tidak sampai rusak.

   "Desss!"

   Tubuhnya terjengkang dan diapun membiarkan tubuhnya berkelojotan dan menggeliat-geliat, mulutnya merintih-rintih.

   

Pendekar Mata Keranjang Eps 29 Pendekar Mata Keranjang Eps 12 Asmara Berdarah Eps 34

Cari Blog Ini