Ceritasilat Novel Online

Pendekar Mata Keranjang 27


Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 27



"Brettt..!"

   Baju di bagian pundak Hay Hay terobek lebar, akan tetapi tangkisan itu membuat tangan Hay Hay meleset dan menyentuh dada Hui Lian. Dia hampir berteriak saking kagetnya ketika merasa gumpalan daging yang lembut di dada pemuda berpakaian putih itu! Hay Hay terbelalak memandang dan baru sekarang dia menginsyafi bahwa pemuda berpakaian putih di depannya itu adalah seorang wanita! Pantas saja wajahnya demikian tampan, kulitnya demikian halus! Dan kini keharuman yang luar biasa menyengat hidungnya. Wanita ini basah oleh keringat, dari dahi sampai lehernya penuh keringat, akan tetapi mengapa kini keharuman itu makin semerbak? Apakah keringatnya yang berbau harum itu? Hay Hay makin terbelalak, menatap wajah Hui Lian dengan penuh takjub.

   "Maaf... maafkan aku... tidak sengaja..."

   Katanya gagap teringat betapa tadi tanpa disengaja ia telah menyentuh payudara wanita itu!

   Wajah Hui Lian berubah kemerahan. Ia pun tahu bahwa pemuda itu tidak sengaja, akan tetapi bagaimanapun juga, kini rahasianya telah terbuka. Pemuda itu telah tahu bahwa ia adalah seorang wanita. Tadinya ia akan marah sekali dan ingin menyerang lagi karena pemuda itu berani menyentuh dadanya, akan tetapi, ia pun tahu diri, maklum bahwa kalau pemuda itu menghendaki, tentu sentuhan pada dadanya tadi akan dapat berubah menjadi totokan atau Pukulan yang mematikan! Ternyata sejak tadi, Hay Hay telah mengalah terhadap dirinya. Maka kemarahannya berubah menjadi perasaan malu dan tanpa banyak cakap lagi, setelah mereka saling pandang sejenak, Hui Lian membalikkan tubuhnya dan meloncat pergi, melarikan diri dengan amat cepatnya.

   "Toako... Ehh... Enci yang baik..!"

   Hay Hay berteriak, akan tetapi Hui Lian telah lari jauh dan Hay Hay tidak berani mengejar karena takut kalau-kalau gadis itu akan menjadi semakin marah. Dia pun berdiri termenung, kemudian tersenyum-senyum nakal sambil mencium tangan kanannya yang tadi menyentuh dada. Bukan main, pikirnya! Seorang gadis yang cantik jelita, gagah perkasa, menyamar sebagai pria. Dan keringatnya berbau harum! Dia pun segera melanjutkan perjalanan ke arah perginya gerombolan tadi karena dia mengambil keputusan untuk membayangi mereka dan melihat apa yang akan dilakukan oleh gerombolan kaum sesat yang lihai itu.

   Perahu itu besar, paling besar di antara perahu-perahu lain yang berada di Telaga Tung-ting. Memang perahu itu paling besar, karena pembesar setempat memang menyediakan perahu itu untuk keperluan Jaksa Kwan yang berlibur dan pelesir di telaga bersama keluarganya. Dan semua pejabat setempat tunduk dan takut kepada Jaksa Kwan, seorang pembesar yang keras dan memegang teguh hukum, tegas dan sama sekali tidak pernah mau disogok. Kwan-taijin (Pembesar Kwan) terkenal sekali sebagai seorang jaksa yang menentang kejahatan, dan bersikap keras sekali terhadap pelanggar hukum, terhadap kaum penjahat sehingga dia dibenci oleh golongan hitam, akan tetapi sebaliknya dia amat dikagumi dan dihormati oleh para pendekar yang menjunjung kebenaran dan keadilan. Pada waktu itu, jaranglah terdapat seorang pejabat pemerintah seperti Kwan-taijin.

   Hampir semua pejabat, dari yang paling kecil sampai yang paling besar, pada waktu itu merupakan koruptor-koruptor yang tidak segan-segan melakukan segala macam penindasan terhadap rakyat atau pencurian terhadap pemerintah untuk menggendutkan perut sendiri. Oleh karena itu, Jaksa Kwan merupakan seorang yang sukar ditemukan keduanya. Kejujuran dan keadilannya membuat dia ditakuti para penjahat dan disegani para pendekar, akan tetapi juga mendatangkan hal lain yang membahayakan, yaitu dia dibenci oleh golongan hitam! Akan tetapi, karena Kwan-taijin tidak pernah menyimpan sesuatu pamrih demi keuntungan pribadi atau dendam pribadi, karena dia bertindak tegas keras dan adil demi tegaknya hukum yang dipegangnya, maka, dia pun tidak pernah merasa takut atau terancam.

   Dan tidaklah aneh kalau seorang pejabat pada waktu itu yang tidak mau mengikuti jejak kawan-kawan dan rekan-rekannya, tidak mau berkorupsi, Kwan-taijin hidup sederhana walaupun tidak kekurangan karena sebagai seorang pejabat tinggi dia memperoleh gaji yang cukup besar. Namun dibandingkan dengan para pejabat lain yang lebih rendah tingkatnya daripada Kwan-taijin, yang biasa hidup berkelebihan dan bergelimang kemewahan, keluarga Kwan-taijin dapat dibilang hidup secara sederhana. Kini keluarga itu, pada waktu Jaksa Kwan mendapat cuti, mengadakan pelesir di Telaga Tung-ting yang indah. Keluarga pembesar lain kalau berpelesir di telaga ini, tentu akan berpesta pora dalam perahu besar, mengundang gadis-gadis penyanyi dan tukang-tukang musiknya, bahkan banyak pula yang membawa gadis-gadis pelacur.

   Akan tetapi Jaksa Kwan menikmati rnasa liburnya dengan memancing ikan di telaga, atau minum arak dan membuat sajak memuji keindahan tamasya alam di telaga itu. Pada sore hari itu, Jaksa Kwan duduk seorang diri di kepala perahu, menghadapi guci dan arak, juga kertas dan alat tulis karena dia sedang minum arak dan menulis sajak. Keluarganya yang tidak besar, hanya seorang isteri dan dua orang anak, mengaso di dalam bilik perahu besar. Seperti sebuah patung, Jaksa Kwan tidak bergerak, termenung dan menikmati keindahan dan kesunyian telaga yang amat luas itu. Dia seorang laki-laki yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, berpakaian longgar sederhana, kumis dan jenggotnya terpelihara baik -baik, sepasang mata yang lebar itu berwibawa, dan di lehernya tergantung sebuah batu giok yang warnanya belang-belang merah dan hijau, indah sekali.

   Dia menerima batu giok ini sebagai hadiah dari seorang tokoh pendekar yang merasa kagum kepadanya, dan batu giok ini merupakan sebuah pusaka yang amat langka. Kalau dipakai sebagai kalung, dapat menolak datangnya penyakit, dan batu giok itu pun dapat memunahkan segala macam racun yang bagaimana jahat pun, selain itu juga air yang merendam batu itu semalam suntuk, dapat merupakan obat kuat yang manjur. Beberapa buah perahu kecil berseliweran di permukaan telaga, ada pula beberapa buah yang bergerak di dekat perahu besar Kwan-taijin. Akan tetapi pembesar ini agaknya tidak memperhatikan perahu-perahu itu, dan sama sekali tidak tahu bahwa di antara perahu-perahu itu terdapat beberapa buah perahu yang ditumpangi penjahat-penjahat besar yang sejak tadi membayanginya!

   Sebuah perahu kecil yang ditumpangi tiga orang yang memegang joran pancing, meluncur dekat dan tiba-tiba dari atas perahu kecil itu melayang sesosok tubuh ke atas perahu besar. Tanpa menimbulkan guncangan, tubuh itu kini hinggap di atas dek perahu besar, di dekat Kwan-taijin yang masih duduk termenung dan sebelum Kwan-taijin sempat bergerak atau berteriak, tiba-tiba saja tubuhnya tertotok lemas dan di lain saat, tubuh pembesar itu telah dipondong oleh kakek kurus itu dan dibawa melompat ke atas perahu kecil di mana dua orang kawannya telah menanti. Seorang pengawal yang kebetulan melihat peristiwa itu berteriak dan gegerlah pasukan pengawal yang hanya terdiri dari selosin orang itu di atas perahu lain yang berada di belakang perahu besar. Akan tetapi, Min-san Mo-ko yang menawan Kwan-taijin tidak mempedulikan pengejaran para pengawal.

   Dua orang pembantunya sudah mendayung perahu kecil dengan cepatnya, meluncur pergi ke tengah telaga! Dan ketika perahu pengawal melakukan pengejaran, mereka itu dihadang oleh perahu-perahu kecil yang ditumpangi oleh Ji Sun Bi, Lam-hai Siang-mo, suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan, dan anak buah mereka. Terjadi pertempuran yang berat sebelah karena dua belas orang pengawal itu sama sekali bukan merupakan lawan berat bagi tokoh-tokoh sesat itu sehingga sebentar saja perahu kecil yang membawa Kwan-taijin lenyap tidak ada yang mengejar! Para pengawal itu pun satu demi satu terlempar ke dalam air dan melihat betapa Min-san Mo-ko berhasil melarikan Kwan-taijin, para penjahat itu pun cepat melarikan diri dengan perahu-perahu mereka, tidak mau menanti datangnya pasukan bala bantuan yang tentu akan tiba di tempat itu.

   Sementara itu, setelah merasa aman dari pengejaran para pengawal, Min-san Mo-ko dan dua orang anak buahnya mendarat di tepian yang sunyi. Akan tetapi, tiba-tiba saja sebuah perahu nelayan kecil meluncur dari samping, dan dari dalam perahu itu berkelebat bayangan orang yang meloncat naik pula ke darat, dan tahu-tahu seorang pemuda telah berdiri di depan Min-san Mo-ko. Pemuda ini bukan lain adalah Hay Hay! Ketika dia melakukan pengejaran dan tiba di tepi telaga, Hay Hay menyamar sebagai seorang nelayan karena dia melihat beberapa orang penjahat yang pernah dilihatnya menyerbu perkampungan suku Miao, nampak berkeliaran di situ, ada pula yang menunggang perahu!

   Dia dapat menduga bahwa tentu gerombolan itu sedang hendak melakukan sesuatu di tempat itu, entah apa dia tidak dapat menduga. Maka, dia pun menyamar sebagai nelayan dan menyewa sebuah perahu, mendayung perahunya berkeliling sampai akhirnya dia mengenal Min-san Mo-ko dan dua orang anak buahnya dalam sebuah perahu. Dia tertarik sekali dan membayangi, melindungi mukanya dengan caping lebar. Ketika dia melihat Min-san Mo-ko meloncat ke perahu besar dan menculik seorang laki-laki yang tidak dikenalnya, dan melihat betapa pasukan pengawal dihadapi anak buah Min-san Mo-ko, tahulah dia bahwa tentu pria yang diculiknya itu seorang pembesar penting. Dia pun cepat mengikuti dari jauh dengan perahunya dan ketika Min-san Mo-ko membawa Kwan-taijin melompat ke darat, dia pun cepat melompat dan kini berhadapan dengan Min-san Mo-ko sambil menyeringai.

   "Eh, kiranya Si Dukun Lepus Min-san Mo-ko yang kembali membuat ulah! Hayo lepaskan orang yang kau culik itu!"

   Bentak Hay Hay. Melihat munculnya pemuda yang kini amat lihai itu, yang bahkan pandai ilmu sihir sehingga dia tidak mungkin lagi menguasainya dengan sihir, Min-san Mo-ko terkejut bukan main.

   "Mundur engkau bocah setan!"

   Bentaknya.

   "Atau... akan kubunuh dulu Jaksa Kwan ini!"

   Dan dia pun menempelkan pedangnya pada leher Jaksa Kwan yang masih belum mampu bergerak karena tertotok.

   "Mundur dan jangan mengikuti kami!"

   Hay Hay yang cerdik maklum bahwa setelah susah payah menculik orang, tidak mungkin Min-san Mo-ko akan membunuhnya begitu saja. Dia tidak mau digertak, maka dia pun tertawa.

   "Ha-ha-ha, Min-san Mo-ko dukun cabul! Aku sama sekali tidak mengenal orang yang kau culik itu. Mau kau bunuh atau tidak, tidak ada hubungannya dengan aku, dan aku tidak akan rugi. Kalau engkau membunuhnya, silakan, akan tetapi jangan harap aku akan dapat melepaskan engkau lagi!"

   Gertakan dibalas dengan gertakan dan Min-san Mo-ko menjadi agak bingung. Hatinya sudah khawatir sekali bertemu dengan Hay Hay dan kini dia bahkan digertak oleh pemuda remaja yang lihai itu. Dia tidak tahu betapa diam-diam Hay Hay merasa tegang karena pemuda ini melihat berkelebatnya bayangan putih yang sudah dapat diduganya siapa orangnya.

   "Penjahat busuk terimalah kematianmu!"

   Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan seperti seekor garuda menyambar, Hui Lian telah meloncat dan menerkam ke arah tengkuk Min-san Mo-ko dengan totokan maut!

   "Ihhh...!"

   Min-san Mo-ko mengelak sambil membabatkan pedangnya ke belakang menyambut serangan Hui Lian. Kesempatan ini memang ditunggu-tunggu oleh Hay Hay. Dia menubruk ke depan dan di lain saat, tubuh Kwan-taijin sudah pindah ke dalam pondongannya! Min-san Mo-ko terkejut, apalagi ketika dua orang pembantunya yang maju hendak membantunya, dirobohkan oleh Hui Lian dengan sebuah tendangan dan tamparan! Dia pun meloncat jauh dan melarikan diri tanpa menoleh lagi! Menghadapi Hay Hay seorang saja dia merasa jerih, apalagi di situ masih muncul pemuda berpakaian putih yang juga sudah diketahui kelihaiannya.

   "Terima kasih... Kok-toako."

   Kata Hay Hay, tidak mau menyebut enci karena di situ terdapat Kwan-taijin dan dua orang anggauta gerombolan yang mengaduh-aduh dan memijit-mijit pundak dan kaki yang patah tulangnya. Hui Lian tidak menjawab, melainkan bertanya tentang Kwan-taijin.

   "Siapakah orang ini dan mengapa dia diculik?"

   Hay Hay membebaskan totokan Kwan-taijin dan pembesar ini setelah mampu bergerak lagi, segera mengangkat kedua tangan ke depan dada, memberi hormat kepada dua orang muda itu.

   "Saya adalah Jaksa Kwan dari kota Siang-tan. Banyak penjahat yang memusuhi saya, mungkin untuk membalaskan sakit hati rekan-rekan mereka yang saya tangkap dan tuntut sehingga terhukum berat. Terima kasih kepada Ji-wi Taihiap (Pendekar Besar Berdua) yang telah menyelamatkan saya sehingga saya tidak terbunuh, melainkan kehilangan pusaka saya."

   "Pusaka? Pusaka apa yang hilang?"tanya Hay Hay.

   "Pusaka batu giok penawar segala racun yang tadinya saya pakai sebagai kalung. Sayang sekali pusaka yang amat langka itu terjatuh ke tangan penjahat. Dia tadi merenggut kalung itu dan disimpannya dalam saku. Ahhh, kalau mereka pergunakan pusaka itu untuk kejahatan, sungguh sayang sekali."

   Hui Lian berkata kepada Hay Hay,

   "Hay-te, antarkan Kwan-taijin ini kembali kepada keluarganya, aku akan mengejar mereka!"

   Tanpa menanti jawaban, sekali berkelebat nampak bayangan putih dan lenyapnya tubuhnya, membuat Kwan-taijin menarik napas kagum.

   "Marilah, Taijin, saya antar kembali ke sana."

   Kata Hay Hay, girang bukan main mendengar suara Hui Lian tadi yang agaknya sudah tidak marah lagi kepadanya dan sebutan Hay-te (Adik Hay) tadi terdengar demikian akrab.

   Keluarga Kwan-taijin merasa gembira sekali melihat pembesar itu kembali dalam keadaan selamat. Kehilangan pusaka batu giok itu tidak begitu besar artinya bagi mereka dan setelah menghaturkan terima kasih kepada Hay Hay, keluarga itu cepat-cepat pulang ke Siang-tan diikuti para pengawal yang juga merasa terkejut dan cemas dengan adanya peristiwa tadi. Hay Hay cepat meninggalkan tempat itu, mempergunakan ilmu berlari cepat melakukan pengejaran pula ke arah larinya Min-san Mo-ko yang dikejar oleh Hui Lian tadi. Dia merasa khawatir akan keselamatan Hui Lian karena dia maklum betapa berbahayanya Min-san Mo-ko, apalagi ilmu sihirnya yang sukar dilawan oleh Hui Lian. Dia khawatir, lebih-lebih setelah kini dia tahu bahwa Hui Lian adalah seorang wanita! Seorang gadis yang cantik jelita dan... harum bau keringatnya!

   Kekhawatirannya berrtambah ketika dia tiba di luar sebuah hutan dan masih belum juga dapat menemukan jejak mereka, baik jejak Min-san Mo-ko dan teman-temannya maupun jejak Hui Lian. Dia teringat akan dua orang yang tadi terluka oleh Hui Lian, maka cepat dia berlari seperti terbang menuju ke tepi telaga yang tadi. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan mereka yang hanya dapat berjalan perlahan-lahan karena seorang di antara mereka menderita patah tulang kaki kirinya sehingga hanya dapat berjalan terpincang-pincang. Ketika melihat Hay Hay yang tiba-tiba muncul, mereka terkejut bukan main dan menggigil ketakutan! Hay Hay tidak mau membuang waktu. Segera dia mengerahkan ilmu sihirnya, memandang tajam dan berkata dengan suara yang amat berwibawa,

   "Aku ingin kalian mengatakan di mana sarang Min-san Mo-ko. Kalau kalian berbohong, awas! Lihat, aku dapat menjadi seekor raksasa yang akan mengganyang habis kalian!"

   Dua orang itu terbelalak dan muka mereka pucat, tubuh mereka menggigil dan mereka berdua jatuh berlutut ketika melihat betapa pemuda yang berada di depan mereka itu benar-benar telah berubah menjadi seorang raksasa yang mukanya mengerikan, mulutnya lebar terbuka dan penuh dengan taring yang runcing!

   "Ampun.. ampunkan kami.. Min-san Mo-ko berada di dalam kuil Pek-lian-kauw yang berada di dalam hutan.. di lereng bukit sana.."

   Tanpa menanti keterangan lebih lanjut karena sudah cukup baginya, Hay hay berkelebat lenyap dari depan kedua orang itu yang terjungkal pingsan saking takutnya. Kini Hay Hay berlari cepat menuju ke bukit itu dan ketika dia memasuki hutan yang berada di lereng bukit itu, sore telah larut dan cuaca di dalam hutan mulai remang-remang.

   Tiba-tiba dia mendengar suara beradunya senjata dari tengah hutan. Jantungnya berdebar tegang dan diapun cepat berlompatan ke arah datangnya suara berkelahi itu. tak lama kemudian tibalah dia didepan sebuah kuil tua dan disitu dia melihat Hui Lian yang memegang pedang sedang dikeroyok oleh banyak orang! dan tentu saja Hui Lian terdesak hebat karena pengeroyoknya adalah Min-san Mo-ko, kedua pasang suami isteri iblis, dan masih ada pula beberapa orang tosu Pek-lian-kauw yang lihai! Tidak nampak iblis betina Ji Sun Bi di situ. Diam-diam Hay Hay merasa lega bahwa Hui Lian belum terluka walaupun terdesak hebat. Agaknya gadis ini telah melindungi dirinya dengan sinkang dan khikang sehingga tidak akan mudah dipengaruhi sihir Min-san Mo-ko sehingga dengan gigih ia masih mampu membuat perlawanan.

   "Toako, aku datang membantumu!"

   Teriak Hay Hay dan dia pun mencabut sebuah suling dari pinggangnya, lalu terjun ke dalam perkelahian itu dengan suling di tangan.

   "Hay-te, cepat ke sini. kita saling melindungi!"

   Kata Hui Lian sambil memutar pedangnya.

   Hay Hay yang maklum betapa bahayanya musuh-musuh itu, segera membuka kepungan dengan putaran sulingnya. Terdengar suara senjata beradu dan dua orang anak buah gerombolan itu terjengkang. Hay Hay melompat masuk dan kini sudah berdiri beradu punggung dengan Hui Lian, memutar sulingnya dan menangkis senjata-senjata yang datang menyambar, juga dia menggunakan tangan kiri mendorong ke kanan kiri dan pihak lawan yang kurang kuat tentu terdorong mundur sehingga mereka merasa kaget dan jerih terhadap pemuda yang baru muncul ini. Legalah hati Hui Lian kini karena tadi ia sudah kewalahan dan kalau Hay Hay terlambat datang, bukan tidak mungkin ia akan segera roboh, tertawan atau tewas.

   Hatinya merasa gembira dan setiap kali pinggulnya menyentuh Hay Hay dalam gerakan mereka yang saling melindungi, jantungnya berdebar aneh. Mereka berdua mengamuk dan setelah banyak anak buah gerombolan roboh oleh pedang Hui Lian dan suling di tangan Hay Hay, mereka menjadi jerih dan kini yang masih mengeroyok hanyalah Min-san Mo-ko, dua pasang suami isteri dari selatan, ditambah lima orang tosu Pek-lian-kauw yang lihai dan bersenjata tongkat panjang. Beberapa kali tosu dan juga Min-san Mo-ko mencoba ilmu sihir mereka, namun berkat kekuatan sihir Hay Hay, semua serangan mereka tidak mempan. Juga Hay Hay tidak mau mencoba ilmu sihirnya, maklum bahwa dia tidak akan berhasil karena selain Min-san Mo-ko, di situ terdapat lima orang tosu yang kesemuanya memiliki ilmu sihir yang cukup kuat!

   Walaupun kedua orang muda itu dikeroyok sepuluh orang pandai, namun mereka sama sekali tidak gentar, dan juga tidak terdesak, walaupun bagi mereka berdua pun tidak mudah untuk dapat melukai para pengeroyok yang lihai itu. Selagi Hay Hay berniat untuk mengajak kawannya melarikan diri, tiba-tiba muncul dua orang di pihak para pengeroyok. Mereka itu bukan lain adalah Ji Sun Bi, wanita cabul itu, dan seorang pemuda yang tampan dan gagah sikapnya. Ji Sun Bi segera membantu para pengeroyok, menyerang Hui Lian, sedangkan pemuda gagah itu menggunakan sebatang pedang yang mengeluarkan sinar perak mengeroyok Hay Hay. Ketika menangkis sinar perak itu dengan sulingnya, dia kaget bukan main. Pemuda yang baru datang ini amat kuat sinkangnya, dan pedang itu pun berbahaya sekali karena ujung sulingnya terbabat putus!

   Kiranya pemuda itu seorang yang amat lihai dan memegang sebatang pedang pusaka yang ampuh. Diam-diam Hay Hay mengeluh. Dengan munculnya pemuda ini dan Ji Sun Bi, jelas bahwa kedudukan dia dan Hui Lian terhimpit dan berat sekali. Di lain pihak, dengan munculnya Ji Sun Bi yang meyerang dengan siang-kain (sepasang pedang), Hui Lian juga merasa berat dan repot. Wanita cabul itu memang lihai, lebih lihai di bandingkan suami isteri iblis atau para tosu Pek-lian-kauw. Maka kemunculannya membuat Hui Lian terdesak dan hanya mampu menangkis saja, sedikit sekali mendapatkan kesempatan untuk balas menyerang. Kini ia dan Hay Hay dikeroyok dua belas orang dan ketika ia memperhatikan dengan sudut matanya, ia melihat betapa pemuda yang datang bersama Ji Sun Bi itu pun lihai bukan main.

   "Toako, mari kita pergi!"

   Tiba-tiba terdengar Hay Hay berseru dan tiba-tiba saja Hay Hay tertawa bergelak. Suara tawanya sampai menimbulkan gema, demikian dalam penuh wibawa.

   Para pengeroyok terkejut dan tanpa mereka sadari, mereka pun kini tertawa semua, terseret oleh arus yang amat kuat dari getaran suara ketawa Hay Hay. Kesempatan ini di pergunakan oleh Hay Hay untuk menyambar lengan Hui Lian dan diajaknya meloncat keluar dari kepungan! Pada saat para lawan terpengaruh sihirnya dan tertawa, Hay Hay yang memegang lengan Hui Lian meloncat keluar, akan tetapi hanya sebentar saja Min-san Mo-ko terpengaruh, demikian pula lima orang tosu Pek-lian-kauw. Min-san Mo-ko sudah mebubruk ke depan dengan pedangnya yang menyambar ke arah leher belakang Hay Hay. Pemuda ini mengelak dan tubuhnya diputar. Dia melihat benda mencorong di dada Min-san Mo-ko. Bati giok milik Kwan-taijin! Hay Hay menusukkan suling ke arah mata Min-san Mo-ko, akan tetapi tangan kirinya menyambar dan dia berhasil merampas batu giok yang dikalungkan di leher Min-san Mo-ko.

   Pada saat itu, lima orang tosu Pek-lian-kauw sudah menubruknya! Hui Lian membantunya dengan putaran pedang sehingga tongkat para tosu dapat ditangkis. Akan tetapi pada saat itu, ada sinar hitam menyambar dan Hui Lian mengeluh dan terhuyung. Ia telah diserang dengan jarum beracun dari belakang oleh Tong Ci Ki yang berjuluk Si Jarum Sakti, iblis betina dari Guha Iblis Pantai Selatan. Tiga batang jarum kecil memasuki pinggul kanan tanpa dapat ditangkisnya sama sekali sehingga ia terhuyung dan sebelah kaki seperti lumpuh. Pada saat itu, Hay Hay cepat menyambar tubuh Hui Lian dengan tangan kiri, sedangkan sulingnya di putar cepat. Dua orang tosu Pek-lian-kauw terjungkal roboh, akan tetapi ujung pedang di tangan Min-san Mo-ko juga menyerempet dada Hay Hay, merobek baju dan juga kulit dan daging di dada kananya.

   "Kami tidak ada waktu melayani kalian. Kami pergi, kami menghilang dan kalian tak dapat melihat kami lagi!"

   Terdengar Hay Hay berseru, kini mengerahkan seluruh tenaga sihirnya dan sekali ini dia berhasil baik karena semua musuhnya tiba-tiba menjadi bingung ketika Hay Hay dan Hui Lian lenyap. Beberapa kali Min-san Mo-ko dan para tosu Pek-lian-kauw mengeluarkan bentakan-bentakan untuk memunahkan pengaruh sihir itu, dan akhirnya mereka berhasil juga menyingkirkan pengaruh itu. Akan tetapi semua orang sadar dan mengejar keluar ruangan depan, yang nampak hanya bayangan kedua orang musuh itu memasuki hutan yang sudah menjadi amat gelap. Mengingat akan lihainya dua orang itu, mereka tidak berani melakukan pengejaran di dalam gelap karena hal itu berbahaya sekali bagi mereka. Min-san Mo-ko membanting-banting kakinya.

   "Keparat jahanam! Mereka dapat lolos!"

   Dia mengutuk.

   "Jangan khawatir, Mo-ko,"

   Kata Si Jarum Sakti Tong Ci Ki.

   "Pemuda pakaian putih itu telah kuhadiahi tiga batang jarum beracunku, dia tentu takkan mampu berlari jauh dan akan mampus juga."

   "Dan aku melihat tadi pedangmu juga telah melukai dada Hay Hay,"

   Kata Ji Sun Bi kepada suhung dengan suara menghibur.

   "Tentu dia tidak akan terlepas dari maut karena pedangmu yang beracun."

   Akan tetapi, ucapan dua orang wanita itu agaknya bahkan menambah kejengkelan hati Min-san Mo-ko.

   "Semoga segala iblis mengutuk mereka!"

   Katanya dengan muka merah dan mata melotot.

   "Apa artinya luka-luka oleh jarum dan pedang beracun kalau mereka memiliki batu giok mustika itu?"

   "Apa? Jadi batu giok itu terampas oleh mereka?"

   "Hay Hay keparat itu yang merampasnya dari leherku. Besok setelah terang tanah kita harus melakukan pengejaran. Pemuda itu harus dibunuh, kalau tidak, kelak hanya akan mendatangkan gangguan saja bagi kita. Ahhh, bagaimana kita akan dapat menghadap Giam-lo kalau begini? Jaksa Kwan lolos, dan sekarang mustika batu giok juga terampas orang."

   Min-san Mo-ko kelihatan marah dan juga bingung, takut akan kemarahan Lam-hai Giam-lo yang menjadi pimpinan mereka. Kini pemuda tampan yang tadi muncul bersama Ji Sun Bi, melangkah maju dan berkata kepada Min-san Mo-ko,

   "Mo-ko, kenapa susah amat? Sungguh memalukan kalau kita yang begini banyak sampai tidak mampu membekuk bocah itu. Biarlah aku yang akan mencari dan membekuk mereka, atau setidaknya merampas kembali mustika batu giok itu."

   Min-san Mo-ko memandang kepada pemuda itu. Seorang pemuda yang usianya juga masih muda, sebaya dengan Hay Hay, dan pemuda ini pun memiliki ilmu kepandaian yang hebat! Dia sendiri sudah mengujinya dan memang pemuda ini patut menjadi sekutunya yang boleh diandalkan, walaupun pemuda ini tidak memiliki ilmu sihir. Dalam hal ilmu silat, agaknya dia sendiri pun belum tentu akan mampu mengalahkannya!

   "Kita mencari mereka beramai-ramai besok pagi!"

   Dia hanya dapat berkata demikian karena terhadap pemuda yang baru saja menjadi sekutu mereka ini, dia tidak berani bersikap kasar atau keras.

   "Tentang mustika batu giok itu, kiranya Giam-lo juga tidak akan terlalu menyesal karena sebagai gantinya, dia mendapatkan Sim-kongcu sebagai sahabat, dan Sim-kongcu sudah berjanji akan menghadiahkan sebuah benda mustika yang tidak kalah langkanya dibandingkan mustika batu giok itu kepada Lam-hai Giam-lo,"

   Kata Ji Sun Bi sambil menggandeng tangan pemuda itu dan mengerling dengan sikap manja. Pemuda yang disebut Sim-kongcu (Tuan Muda Sim) itu hanya tersenyum, kemudian berkata dengan suara yang jelas membayangkan kebanggaan dirinya.

   "Batu giok penawar racun seperti itu saja kiranya tidak perlu diperebutkan. Aku memiliki sebuah cawan arak yang dapat dipakai mengenal minuman atau makanan beracun. Cawan itu akan kuhadiahkan kepada Lam-hai Giam-lo sebagai tanda persahabatan, dan kini dapat dipakai sebagai pengganti mustika batu giok yang tak berhasil lita rampas itu. Mendengar janji ini, hati Min-san Mo-ko menjadi agak lega. Setidaknya, kemarahan Lam-hai Giam-lo akan berkurang kalau sebagai pengganti mustika batu giok,

   Dia memperoleh seorang pembantu selihai pemuda ini, apalagi ditambah sebuag cawan pusaka yang langka. Oleh karena itu, ketika pada keesokan harinya mereka tidak berhasil menemukan jejak Hay Hay dan Hui Lian, Min-san Mo-ko mengajak kawan-kawannya meninggalkan tempat itu dan menghadap Lam-hai Giam-lo memberi laporan. Siapakah pemuda lihai yang kini agaknya baru saja bersekutu dengan gerombolan itu? Dia bukan lain adalah Sim Ki Liong, atau tadinya memakai she Ciang ketika berguru kepada Pendekar Sadis dan isterinya di Pulau Teratai Merah. Seperti telah kita ketahui, dengan siasat yang amat cerdik, ketika berusia empat belas tahun, Sim Ki Liong berhasil menjadi murid Pendekar Sadis dan isterinya karena dia pandai membawa diri, memperlihatkan diri sebagai seorang pemuda yang sopan santun, berbakti dan juga amat berbakat,

   Suami isteri pendekar yang biasanya amat cerdik itu dapat dikelabuhi dan dia pun mendapat pelajaran ilmu silat yang hebat dari suami isteri itu selama enam tahun. Tidak pernah suami isteri itu melihat kelakuan buruk Ki Liong selama menjadi murid mereka dan tinggal di pulau itu, sampai kemudian datang puteri cucu perempuan mereka, yaitu Ceng Sui Cin dan Cia Kui Hong. Berkobarlah nafsu berahi dalam diri Ki Liong ketika dia melihat Kui Hong dan hampir tak tertahankan lagi sehingga dia pun bersikap ceriwis dan kurang ajar terhadap Kui Hong sehingga terjadi keributan. Agaknya karena memang sudah merasa pandai dan tidak betah lagi tinggal di pulau itu, setelah terjadi keributan dengan Kui Hong yang menolak keinginannya untuk bermesraan, Ki Liong lalu minggat dari Pulau Teratai Merah sambil membawa beberapa buah benda pusaka dan juga harta dari pulau itu, milik Pendekar Sadis dan isterinya!

   Di antara benda-benda pusaka itu, dia membawa pergi Gin-hwa-kiam milik Pendekar Sadis, dan juga sebuah cawan pusaka yang amat langka karena minuman atau makanan apa saja yang mengandung racun, kalau ditaruh di dalam cawan, lalu nampak tanda hijau pada cawan perak itu! Demikianlah, ketika meninggalkan pulau secara minggat, Ki Liong mencari ibunya yang tinggal di sebuah dusun. Hanya beberapa hari saja dia tinggal di situ. Setelah rasa rindu terhadap ibunya terobati, mulailah dia merantau untuk mencari musuh besarnya, pembunuh ayahnya. Menurut ibunya, pembunuh ayahnya itu bernama Siangkoan Ci Kang yang dahulu masih saudara seperguruan dengan ayahnya yang bernama Sim Thian Bu. Kata ibunya, Siangkoan Ci Kang adalah seorang laki-laki yang berkepandaian tinggi dan lengan kirinya buntung sebatas siku.

   Tidak sukar mencari orang yang buntung lengan kirinya, apalagi kalau orang itu seorang ahli silat yang lihai. Tentu akan mudah dia mencari keterangan di dunia kang-ouw, karena Si Lengan Buntung yang lihai itu tentu dikenal oleh banyak orang kang-ouw. Akan tetapi, ternyata harapannya itu sia-sia dan dugaannya meleset. Memang banyak orang mendengar nama Siangkoan Ci Kang, putera dari mendiang Siangkoang Lojin yang berjuluk Si Iblis Buta, akan tetapi semenjak belasan tahun sampai duapuluh tahun yang lalu, nama Siangkoan Ci Kang tidak pernah lagi muncul di dunia kang-ouw dan tidak ada seorang pun tokoh kang-ouw yang tahu di mana adanya jagoan itu. Hal ini tidaklah aneh karena memang Siangkoan Ci Kang bersama Toan Hui Cu.

   "bersembunyi"

   Di dalam kuil Siauw-lim-si, menjadi orang-orang hukuman sehingga mereka berdua itu seolah-oleh lenyap dari dunia kang-ouw, bahkan dunia ramai.

   Ki Liong tidak putus asa dan mencari terus sampai akhirnya dia tiba di daerah Propinsi Hu-nan dekat Telaga Tung-ting dimana dia berjumpa dengan Ji Sun Bi. Seperti kita ketahui, bersama teman-temannya, setelah tidak mampu mengalahkan Hay Hay dan Hui Lian, Ji Sun Bi juga melarikan diri dan seperti yang telah mereka rencanakan, mereka itu berkumpul di dalam kuil tua di mana terdapat para tosu Pek-lian-kauw yang untuk sementara menjadikan kuil itu sebagai tempat persembunyian mereka. Di antara para anggauta gerombolan itu dan Pek-lian-kauw memang sudah ada hubungan baik, apalagi kalau diingat bahwa Min-san Mo-ko sendiri adalah bekas seorang tokoh Pek-lian-kauw. Ji Sun Bi tidak betah tinggal di kuil tua yang buruk itu dan ia pun berkeliaran keluar kuil, dan mendaki bukit itu, keluar dari dalam hutan. Dan di puncak bukit inilah ia melihat seorang pemuda yang amat menarik hatinya.

   Seperti biasa, setiap kali bertemu dengan seorang pemuda yang tampan dan gagah, tergeraklah hati Ji Sun Bi dan gairahnya pun timbul. Melihat pemuda itu melangkah seorang diri dari atas puncak bukit menuju turun, Ji Sun Bi cepat mencubit pahanya sendiri sampai kain celananya robek dan kulit pahanya membiru, kemudian ia rebah di atas tanah di dekat jalan setapak sambil merintih-rintih. Ketika Ki Liong berjalan seenaknya menuruni bukit itu, tentu saja dia melihat seorang wanita yang rebah miring di atas tanah sambil merintih-rintih itu. dia terkejut sekali dan dengan beberapa lompatan saja dia sudah menghampiri wanita itu. Wanita itu amat cantik manis, mukanya bulat dan kulitnya putih mulus, tubuhnya padat dan menggairahkan. Sepasang pedang yang melintang di punggungnya menunjukkan bahwa wanita itu bukan wanita sembarangan.

   "Aduhh.. aughh.. aduuuhh."

   Ji Sun Bi merintih-rintih, pura-pura tidak melihat orang yang datang menghampirinya.

   "Toanio, siapakah engkau dan apakah yang telah terjadi?"

   Ki Liong bertanya kepada wanita yang dia takisr usianya tentu beberapa tahun lebih tua darinya walaupun masih cantik dan menarik sekali. Ji Sun Bi menoleh dan seolah-olah baru melihat Ki Liong, tiba-tiba saja ia bangkit duduk dan meloncat berdiri dengan kaki terpincang, memasang kuda-kuda dan memegang gagang pedangnya.

   "Engkau siapa.?"

   Bentaknya seperti orang yang khawatir menghadapi musuh dalam keadaan terluka. Ki Liong tersenyum dan Ji Sun Bi yang mata keranjang itu merasa jantungnya jungkir balik melihat betapa tampannya pemuda ini kalau tersenyum.

   "Toanio, jangan salah kira. Aku bukan musuhmu, aku hanya kebetulan saja melihat engkau rebah di sini dan merintih kesakitan. Apakah engkau sakit, Toanio? Barangkali aku dapat menolongmu...?"

   "Tidak! Engkau tentu seorang musuh!"

   Kata Ji Sun Bi dan tiba-tiba saja dia menyerang dengan kedua tangannya, menggunakan jurus Pukulan yang ampuh. Tangan kirinya menotok ke arah leher sedangkan tangan kanan mencengkeram ke arah lambung.

   Serangan hebat ini dilakukan Ji Sun Bi bukan untuk mencelakakan orang, melainkan untuk menguji apakah pemdua ini seorang yang memiliki kepandauan silat seperti yang diduganya, melihat cara pemuda itu tadi berlompatan menghampirinya. Kalau pemuda ini tidak pandai silat, atau tidak begitu pandai sehingga jurusnya ini terlalu berbahaya baginya, tentu ia akan menarik kembali tangannya. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Ji Sun Bi ketika melihat pemuda itu sama sekali tidak mengelak atau menangkis, melainkan membuat gerakan aneh dengan kedua tangannya dan tahu-tahu kedua pergelangan tangannya sudah dipegang oleh pemuda itu! Sepasang lengan pemuda itu tadi bergerak sedemikian cepatnya seperti dua ekor ular saja, mendahului serangannya. Serangannya disambut oleh serangan pula dan tahu-tahu kedua pergelangan tangannya sudah di pegang dan ia tidak berdaya! Ki Liong memperlebar senyumnya.

   "Aku bukan musuhmu! Aku tidak mungkin mau bermusuhan dengan orang secantik engkau, lebih suka kalau bersahabat denganmu, Toanio."

   Ki Liong melepaskan pegangannya dan Ji Sun Bi yang merasa terkejut, heran dan juga girang mendapat kenyataan bahwa pemuda ini lihai bukan main dan juga ingin bersahabat, lalu sengaja terhuyung dan terpincang lalu rebah pula, seolah-olah kaki kanannya menjadi lumpuh.

   "Aduuuh..!"

   Kembali Ki Liong sudah berlutut di dekatnya.

   "Engkau kenapakah, Toanio? Apanya yang sakit?"

   Ji Sun Bi berlagak menahan sakit, mengigit bibirnya kemudian berkata dengan alis berkerut.

   "Aku dan kawan-kawan. baru saja berkelahi dengan musuh, dan aku terluka.. pada paha kananku, aduuhh...!"

   Dan ia memijit paha kananya. Ki Liong merasa kasihan.

   "Bolehkah aku memeriksanya, Toanio? Mungkin aku dapat menolongmu karena aku membawa obat yang manjur sekali untuk menyembuhkan luka."

   Ji Sun Bi mengangguk dan Ki Liong lalu memeriksa paha kanan itu. Dia membuka kain celana yang terobek cukup lebar sehingga nampaklah paha yang mulus karena kulitnya putih mulus, akan tetapi ada nampak biru kemerahan bekas cubitan. Setelah memeriksa dengan teliti, Ki Liong hampir tertawa, akan tetapi dia cukup cerdik untuk menahannya. Paha itu tidak apa-apa, hanya kulit paha yang halus hangat itu saja yang membiru bekas cubitan. Akan tetapi, dia mengelus paha itu dan jantungnya berdebar penuh gairah. Wanita ini cantik sekali, tubuhnya padat dan pahanya demikian mulus!

   "Lukanya tidak parah, Toanio, akan segera sembuh setelah kuurut dan kupijit,"

   Kata Ki Liong sambil mengelus-elus kulit paha yang membiru itu. Diam-diam Ji Sun Bi merasa girang sekali. Jelas ada tanda-tanda bahwa pemuda ini menyambut dan suka kepadanya, seorang pemuda yang tampan dan gagah, bahkan ia menduga pemuda ini memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi! Ketika pahanya dielus seperti itu, ingin ia langsung saja merangkul pemuda itu, akan tetapi ditahannya karena ia tidak mau gagal, seperti yang pernah terjadi dengan Hay Hay.

   "Terima kasih, ahh. terasa nyaman sekarang.."

   Ki Liong tersenyum, elusan tangannya semakin berani.

   "Enak.?"

   "Enak sekali, terima kasih, nyerinya hampir hilang.. ah, sobat yang baik, engkau tadi demikian mudah menangkap kedua pergelangan tanganku. Engkau yang lihai dan baik hati ini, siapakah engkau?"

   Tanpa melepas jari-jari tangannya yang mengelus dan membelai, Ki Liong memandang wajah manis itu dan menjwab.

   "Namaku Sim Ki Long, aku seorang perantau yang kebetulan lewat di sini dan bertemu denganmu, Toanio."

   Dia memandang paha itu dan melihat kulit paha yang demikian putih mulus, demikian hangat terasa di tangannya, Ki Liong lalu menunduk dan mencium paha itu. Makin keras jantung Ji Sun Bi berdegup dan mukanya menjadi kemerahan, tanda bahwa nafsunya telah naik ke kepala. Sungguh beruntung, pikirnya, sekali ini ia menemukan seorang pemuda yang begini hebat dan menyenangkan!

   "Sim-kongcu.. engkau tentu seorang pemuda bangsawan atau hartawan, jangan menyebut Toanio kepadaku karena aku belum.. belum menikah, eh, namaku Sun Bi, Ji Sun Bi.."

   Suara Sun Bi sudah tidak karuan karena napasnya semakin memburu.

   "Baiklah, Enci Sun Bi. Wah, engkau cantik sekali.."

   Sun Bi tidak dapat menahan dirinya lagi dan tiba-tiba ia memeluk dan mencium pemuda itu. Makin gembira hati Sun Bi ketika pemuda itu membalas ciumannya,

   
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ia mendapat kenyataan betapa canggung pemuda ini melakukan hal itu, menandakan bahwa pemuda yang menarik hatinya ini adalah seorang pemuda yang sama sekali belum berpengalaman. Ia lalu menarik pemuda itu rebah di atas rumput dan kegembiraannya makin besar ketika ia mendapat kenyataan bahwa ia bertemu dengan seorang perjaka tulen! Dengan penuh gairah dan kesukaan hati ia pun lalu mengajar dan membimbing pemuda itu untuk memuaskan berahi dan gairah mereka. Dan dalam hal ini, tentu saja Sun Bi merupakan seorang guru yang amat pandai dan berpengalaman bagi Ki Liong! Tak lama kemudian, dengan hati yang girang sekali, seperti menemukan sebuah mustika yang hebat, Ji Sun Bi sudah menggandeng tangan Ki Liong dan diajaknya pemuda ini menemui Min-san Mo-ko dan yang lain-lain, memperkenalkan pemuda itu sebagai sahabat barunya, sebagai kekasihnya!

   "Suhu, Sim Ki Liong ini adalah sahabat baikku yang boleh dipercaya dan jangan pandang rendah, Suhu, dia amat lihai. Ilmu kepandaiannya tidak kalah dibandingkan dengan siapapun juga, dan andaikata dia membantu ketika kita menghadapi dua orang musuh itu, tentu pihak kita tidak akan kalah!"

   Ji Sun Bi adalah murid merangkap kekasih Min-san Mo-ko, akan tetapi Iblis dari Min-san ini tidak merasa cemburu melihat Sun Bi yang gila lelaki itu mendapatkan kekasih baru. Akan tetapi, diam-diam dia merasa tidak senang mendengar ucapan Sun Bi yang memuji-muji Ki Liong dan mengatakan bahwa pemuda ini tidak akan kalah dibandingkan dengan siapapun juga. Ucapan itu seperti merendahkan dirinya, seolah-olah dia sendiri pun tentu kalah oleh pemuda yang menjadi kekasih Sun Bi ini. Dia merasa penasaran dan ingin menguji sampai di mana kebenaran pujian Sun Bi.

   "Benarkah demikian? Kalau memang Sim-kongcu benar lihai dan dapat menahanku sampai sepuluh jurus, sungguh aku merasa girang sekali karena kita mendapatkan seorang sekutu baru yang boleh diandalkan."

   Ki Liong memang memiliki watak yang tinggi hati. Merasa bahwa dia adalah murid Pendekar Sadis dan isterinya, dia merasa seolah-olah kepandaian silatnya sudah paling tinggi dan tidak ada lawannya! Maka, kini dia pun memandang rendah kepada orang tua yang diperkenalkan oleh Sun Bi sebagai gurunya dan yang bernama Min-san Mo-ko itu. Kini semua orang telah berkumpul disitu, ingin sekali melihat pimpinan mereka menguji kepandaian pemuda yang baru tiba, juga anak buah gerombolan itu berkumpul di situ dengan hati tegang. Setelah memandang ke sekeliling, Ki Liong menghampiri Min-san Mo-ko dan dengan lantang berkata,

   "Mo-ko, aku pun ingin sekali melihat apakah engkau dapat mengalahkan aku dalam sepuluh jurus, karena kalau begitu halnya, engkau bukan hanya pantas menjadi pimpinan kelompok ini, bahkan pantas menjadi guruku!"

   "Bagus!"

   Min-san Mo-ko menggerakkan tubuhnya dan tahu-tahu dia sudah berdiri di depan Ki Liong.

   "Orang muda, sambutlah seranganku!"

   Dan dia pun sudah menyerang dengan amat ganasnya, menyambung suaranya yang melengking tadi. Tangannya bergerak cepat sekali mencengkeram ke arah kepala Ki Liong, disusul tendangan ke arah pusar.

   "Hemmm..!"

   Ki Liong tenang saja dan dengan amat mudah dia miringkan tubuh mengelak, sedangkan tendangan itu ditangkisnya dengan tangan terbuka.

   Tendangan itu mental dan kedua pihak kini maklum bahwa lawan memiliki tenaga yang amat kuat! Jurus pertama gagal, disusul jurus kedua dan makin lama, serangan Min-san Mo-ko menjadi semakin dahsyat dan berbahaya. Namun, bukan saja Ki Liong mampu mengelak dan menangkis, bahkan tiga kalidia mampu membalas dengan serangan yang tentu akan mencelakakan diri Min-san Mo-ko kalau saja Ki Liong tidak menahan dan menarik kembali serangannya sambil tersenyum. Jurus kesepuluh merupakan serangan paling hebat. Tubuh Min-san Mo-ko melayang ke depan, tangan kirinya dengan jari terbuka menotok ke arah pelipis kanan lawan, sedangkan tangan kanannya mencengkeram ke bawah pusar, kebagian tubuh yang paling lemah dan berbahaya bagi seorang pria.

   Ji Sun Bi sampai mengeluarkan jerit tertahan melihat kekasihnya terancam demikian hebatnya! Namun, Ki Liong masih tersenyum saja, kakinya bergeser dan lutut kirinya terangkat melindungi bawah pusar, tangan kanannya meluncur bagaikan ular mematuk menyambut totokan pelipisnya, dan tangan kirinya sudah menyelinap masuk dan tahu-tahu sudah menyentuh ulu hati di dada Min-san Mo-ko! Tentu saja Min-san Mo-ko terkejut bukan main dan dia pun sudah meloncat jauh ke belakang, mukanya agak pucat karena dia maklum bahwa kalau pemuda itu menghendaki, sekarang dia sudah menjadi mayat atau setidaknya akan terluka parah. Tak disangkanya bahwa bukan saja pemuda itu menahan sepuluh jurus serangannya, bahkan berkali-kali mampu membalas dan yang terakhir kalinya malah memperlihatkan keunggulannya! Dia pun mengangguk-angguk.

   "Sim-kongcu memang hebat! Sun Bi tidak salah memilih kawan dan kami merasa girang sekali mendapatkan seorang sekutu seperti Sim-kongcu. Lam-hai Giam-lo tentu akan girang pula menerimamu, Sim-kongcu."

   Tentu saja Ji Sun Bi girang dan bangga sekali dan di depan demikian banyaknya orang, wanita ini segera merangkul dan mencium mulut Ki Liong begitu saja! Tentu saja Ki Liong gelagapan dan mukanya menjadi merah, akan tetapi Sun Bi menarik tangannya diajak keluar dari kuil, diikuti suara ketawa para anggauta gerombolan itu. Seperti mendapatkan barang mainan baru yang amat menarik hatinya, Ji Sun Bi mengajak Ki Liong menjauhi kuil dan bersenang-senang sepuas hatinya dengan pemuda itu. Di lain pihak Ki Liong baru saja terjun ke dalam dunia yang baru ini, merasa senang sekali memperoleh seorang kawan, kekasih dan juga guru dalam permainan cinta yang demikian pandai dan berpengalaman seperti Ji Sun Bi.

   Baru ketika senja hari itu Hay Hay dan Hui Lian menyerbu kuil dan Hay Hay berhasil merampas mustika batu giok, Ji Sun Bi dan Ki Liong muncul dan mereka segera membantu sehingga dua orang lawan itu akhirnya melarikan diri. Ki Liong berjanji akan menghadiahkan cawan arak pusaka itu untuk diberikan kepada Lam-hai Giam-lo sebagai pengganti mustika batu giok yang telah lenyap dirampas lawan. Memang pemuda ini memiliki beberapa benda pusaka yang langka, yaitu yang dicurinya dari Pulau Teratai Merah. Dengan munculnya Sim Ki Liong maka pihak gerombolan kaum sesat yang dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo menjadi semakin kuat, dan hal ini merupakan ancaman bagi keamanan, juga bagi para pendekar. Sim Ki Liong sendiri mengharapkan untuk mendapatkan bantuan kawan-kawan barunya dalam mencari musuh besarnya, yaitu Siangkoan Ci Kang

   Guha itu lebar sekali, tidak kurang dari sepuluh tombak lebarnya dan empat tombak dalamnya, walaupun bagian depannya tertutup batu-batu besar dan jalan masuk ke dalam guha itu hanya sebesar tubuh orang saja, itu pun masih tertutup semak-semak sehingga jarang ada orang luar yang mengetahui bahwa di balik semak-semak itu terdapat sebuah guha yang demikian lebarnya. Juga guha itu tidak gelap karena bagian atasnya terdapat lubang besar dari mana sinar matahari dapat masuk. Tidak mengherankan apabila gerombolan Min-san Mo-ko tidak mampu menemukan dua orang buronan yang menyembunyikan diri di dalam guha itu.

   Sebelum kini terpaksa melarikan diri bersama Hui Lian, dalam perantauannya, secara kebetulan Hay Hay pernah menemukan guha ini, oleh karena itu ketika mereka melarikan diri membawa luka yang cukup parah karena mengandung racun, dia mengajak Hui Lian memasuki guha itu dan tersembunyi. Malam itu tentu saja di dalam guha amat gelapnya. Mereka tidak dapat saling memeriksa luka, dan begitu masuk ke dalam dan membetulkan lagi semak-semak dari sebelah dalam agar menutupi lubang guha, Hay Hay bertanya.

   "Bagaimana, Enci Hui Lian, parahkah luka yang kauderita?"

   Dalam suara Hay Hay terkandung kekhawatiran besar karena ketika melarikan diri tadi, wajah Hui Lian nampak pucat dan larinya kadang terhuyung. Di dalam kegelapan guha itu, Hui Lian meraba pinggul kanannya dan ia menahan rintihannya. Pinggul kanan itu membengkak dan rasanya panas, gatal dan sakit bukan main.

   "Pinggul kananku. agaknya terkena jarum-jarum berbisa,"

   Katanya, akan tetapi ia pun teringat akan keadaan Hay Hay sendiri yang juga terluka dadanya.

   "Dan bagaimana dengan luka di dadamu, Hay-te?"

   Hay Hay merasa betapa luka di dadanya juga amat parah, walaupun ujung pedang itu hanya menggores dan merobek kulit dan daging, tidak sampai memasuki rongga dada, namun karena ujung pedang itu mengandung racun, kini lukanya membengkak dan rasanya panas bukan main, sampai menembus ke seluruh tubuhnya! Akan tetapi, kawannya itu sedang terluka parah, tidak baik kalau dibuat khawatir pula.

   "Ah, hanya tergores sedikit kulit dadaku, tidak apa-apa, Enci Lian. Akan tetapi luka di pinggulmu itu... ah, apakah jarum-jarum itu sudah kaucabut?"

   "Mana bisa mencabutnya? Jarum-jarum itu masuk ke dalam!"

   Kata Hui Lian agak khawatir juga karena ketika meraba dengan jari-jari tangannya, ia tidak merasakan adanya gagang jarum di permukaan kulit pinggul.

   "Agaknya ada tiga batang yang menembus kulit.."

   "Ingatkah engkau siapa di antara mereka yang melepas jarum-jarum itu?"

   "Ketika aku membalik, kulihat perempuan bermuka mayat yang pakaiannya serba hitam itulah."

   "Celaka!"

   Seru Hay Hay.

   "Ia adalah Tong Ci Ki, Si Jarum Sakti! Jarum-jarumnya mengandung racun yang amat berbahaya, tidak kalah jahatnya dibandingkan jarum-jarum dari Ma Kim Li! Mari, Enci, aku harus membantumu mengeluarkan jarum-jarum itu!"

   "Tapi. begini gelap, biarlah kulawan dengan samadhi dan mengerahkan sinkang. Besok kalau sudah terang baru kita."

   "Besok bisa terlambat, Enci. Biar kubuat api unggun!"

   Kata Hay Hay lalu membuat api unggun dan tak lama kemudian, sinar api unggun mengusir kegelapan dalam guha dan mereka dapat saling pandang. Keduanya terkejut ketika melihat betapa wajah masing-masing pucat kehijauan tanda bahwa hawa beracun mulai menguasai mereka!

   "Bagaimana kalau mereka melihat api unggun dan datang menyerbu?"

   Tanya Hui Lian.

   "Mereka tidak akan melihatnya, sinar api tertutup sama sekali. Dan pula, tidak perlu kita memikirkan itu, yang penting sekarang harus mengeluarkan jarum-jarum itu."

   "Tapi. tapi.."

   Tentu saja Hui Lian merasa rikuh bukan main. Bagaimana mungkin ia dapat membiarkan pemuda ini mengeluarkan jarum-jarum dari pinggulnya? Mengeluarkannya sendiri, tentu saja tidak mungkin karena kedua tangannya hanya mampu menjangkau tempat itu, juga tangannya hanya mampu meraba-raba saja dan ia tidak dapat melihatnya. Kalau dibiarkan Hay Hay melakukannya, berarti membiarkan Hay Hay melihat pinggulnya! Bukan hanya melihat, bahkan meraba dan menyentuhnya! Bagaimana mungkin ini?

   "Kenapa engkau masih ragu-ragu, Enci? Bukankah berbahaya sekali kalau dibiarkan saja? Marilah, biarkan aku memeriksa luka itu!"

   Hay Hay mendekati Hui Lian yang duduk bersandar dinding guha dan dia pun berlutut, tangannya diulur ke arah pinggul.

   "Tidak.. Jangan...!"

   Hui Lian membentak dan terkejutlah Hay Hay mendengar kemarahan dalam bentakan ini. Ketika dia memandang, Hui Lian sedang memandang kepadanya dengan mata mencorong dan mendelik marah!

   "Eh, kenapa Enci Lian?"

   "Bagaimana.. bagaimana engkau berani kurang ajar kepadaku?"

   Hay Hay melongo.

   "Wah, kurang ajar? Apa maksudmu, Enci Lian? Aku tidak pernah kurang ajar kepadamu."

   "Engkau hendak melihat pinggulku, bahkan mungkin memeriksa dan merabanya, dan engkau bilang tidak kurang ajar?"

   Gadis itu kini marah sekali dan ingin ia menampar muka pemuda itu, kalau saja ia tidak melihat betapa wajah pemuda itu pun pucat dan nampak kesakitan. Hay Hay tersenyum karena tiba-tiba dia mengerti dan melihat kelucuan dalam keadaan mereka itu.

   "Wah, Enci Lian, pikirkan baik-baik sebelum engkau menuduh aku yang bukan-bukan. Pinggulmu terluka oleh jarum beracun, bukan? Nah, bagaimana aku tidak akan melihat pinggulmu kalau hendak menolongmu dan memeriksa pinggul itu? Dalam keadaan seperti ini, di waktu engkau terancam bahaya maut, mengapa memikirkan soal kecil itu, Enci? Baiklah, biarkan aku memeriksa dan mengobati pinggulmu, lupakan kekurangajaranku, dan nanti setelah aku berhasil mengeluarkan jarum-jaurm itu dan mengobati lukamu, engkau boleh menghukum aku karena kekurangajaranku. Aku tidak akan melawan. Bagaimana, akur?"

   Lega hati Hui Lian. Bagaimanapun juga, ia akan dapat membalas "kekurangajaran"

   Itu nanti.

   "Akur, akan tetapi engkau tidak boleh berbohong dan melanggar janji."

   "Aku tidak pernah berbohong."

   "Hemm, laki-laki paling pandai berjanji, akan tetapi paling pandai pula melanggar janji sendiri!"

   "Tapi aku tidak. Nanti boleh kau hukum aku sesuka hatimu, Enci Lian. Akan tetapi sekarang biarkan aku memeriksa lukamu."

   Dan kini Hui Lian rebah menelungkup, memejamkan mata dan menyembunyikan muka di atas kedua lengannya, membiarkan Hay Hay memeriksa lukanya. Seluruh bulu di tubuhnya meremang ketika ia merasa betapa Hay Hay menyentuh lembut pinggulnya di luar celana.

   "Enci Lian, celanamu harus dilepas.. eh, maksudku, harus diturunkan agar aku dapat memeriksa keadaan luka di pinggulmu."

   "Kurang ajar engkau..!"

   Hui Lian membantak dan ia merasa malu bukan main, akan tetapi jari tangannya melepaskan tali celana itu dan dengan hati-hati ia menurunkan bagian belakang celana itu agar pinggul yang terluka itu nampak. Ia menggigit bibir menahan rasa nyeri dan malu. Akan tetapi, pada saat itu, seluruh perhatian Hay Hay ditujukan untuk memeriksa keadaan luka. Dia melihat betapa pinggul kanan itu membengkak, merah kebiruan dan tiga titik hitam sejajar di situ. Dia meraba dengan hati-hati, akan tetapi jari-jari tangannya tidak merasakan adanya ujung gagang jarum, maka tahulah dia bahwa jarum-jarum itu terbenam ke dalam daging pinggul!

   "Enci Lian, tahankanlah, tentu agak sakit, akan tetapi satu-satunya jalan untuk mengeluarkan jarum hanya begini."

   Dan tiba-tiba tanpa memberi kesempatan kepada gadis itu untuk membantah karena Hay Hay tahu bahwa gadis itu tentu akan keberatan, dia cepat menundukkan mukanya dan menempelkan mulutnya di atas tiga titik hitam itu!

   "Aihh. kau.. kau... keparat..!"

   Hui Lian berseru, akan tetapi rasa sakit yang luar biasa kini menggantikan rasa malu ketika Hay Hay mengerahkan tenaga khikang untuk menyedot dengan mulutnya. Hui Lian mengaduh dan merintih, lupa akan rasa malu betapa mulut pemuda itu menempel dipinggulnya. Hay Hay melepaskan kecupannya dan meludahkan tiga batang jarum kecil hitam ke atas tanah.

   "Sudah keluar jarum-jarum itu, akan tetapi racunnya harus diketuarkan sampai bersih, Enci Lian."

   Katanya dan kembali dia menyedot dengan mulutnya melalui tiga lubang kecil bekas jarum. Nyeri bukan main rasanya bagi Hui Lian, akan tetapi rasa malu bersaing dengan rasa nyeri sehingga ia mampu menahan keduanya! Setelah berkali-kali menyedot dan meludahkan darah hitam, akhirnya Hay Hay melihat darah merah keluar dari lubang-lubang kecil itu dan dia pun menghentikan penyedotannya.

   "Semoga racunnya sudah keluar, Enci. Kini tinggal memberi obat luka."

   Dia mengambil obat luka berupa bubukan putih yang dibuatnya dari kulit pohon yang dikeringkan, dan menaburkan bubukan itu pada luka di pinggul, lalu memijit-mijitnya sehingga bubukan putih memasuki lubang dan menutupnya.

   "Nah, selesailah sudah, Enci Lian."

   Katanya. Ketika dia hendak membantu menaikkan celana itu, Hui Lian merenggutnya dan menaikannya sendiri, lalu mengikatkan kembali tali celana. Ia lalu bangkit duduk dan tiba-tiba saja tangannya menampar muka Hay Hay sampai tiga kali.

   "Plak! Plak! Plak!"

   Dua kali tangan kanan menampar pipi kiri dan satu kali tangan kirinya menampar pipi kanan pemuda itu. Demikian tiba-tiba dan keras sehingga terdengar suara nyaring dan tubuh Hay Hay terguncang ke kanan kiri, kemudian roboh! Hui Lian yang merasa malu dan marah, melihat wajah pemuda itu dan dia pun terkejut sekali. Pemuda ini seperti orang pingsan, atau setengah pingsan, nampak lemah sekali dan mukanya menjadi kehitaman, juga kedua ujung bibirnya
(Lanjut ke Jilid 26)
Pendekar Mata Keranjang (Seri ke 09 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 26
berdarah.

   "Hay-te...!"

   Hui Lian berseru memanggil dan mengguncang-guncang pundak pemuda itu, namun Hay Hay kelihatan semakin lemah. Hui Lian semakin terkejut dan gelisah. Apakah tamparannya tadi demikian kuatnya? Kalau bibir pemuda itu berdarah, hal ini tidak aneh, akan tetapi mengapa Hay Hay sampai pingsan?

   "Hay-te, maafkan aku... ah, engkau sadarlah..!"

   Katanya lagi dan kini ia cepat melakukan pemeriksaan. Denyut nadi pemuda itu lemah sekali, dan napasnya juga memburu! Ah, ingatlah dia bahwa pemuda ini pun terluka parah. Cepat Hui Lian merobek baju di bagian dada pemuda itu, dan nampak betapa di dada sebelah kanan terdapat luka yang cukup lebar dan luka itu melepuh, membengkak dan kehitaman! Racun yang jahat telah membuat luka itu menjadi parah dan berbahaya sekali! Ia harus cepat menolongnya. Dengan cekatan, jari-jari tangan Hui Lian membuka kancing-kancing baju itu, dengan maksud membuka baju agar lebih mudah ia berusaha mengobati. Ketika ia hendak menanggalkan baju itu, tiba-tiba ada sebuah benda terjatuh keluar dari saku baju dan kebetulan sekali benda itu terjatuh ke atas dada Hay Hay, tepat di atas luka di dadanya.

   

Pendekar Sadis Eps 40 Asmara Berdarah Eps 21 Harta Karun Jenghis Khan Eps 8

Cari Blog Ini