Ceritasilat Novel Online

Pendekar Mata Keranjang 40


Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Bagian 40



"Tenanglah, Kui Hong, itu hanya permainan kanak-kanak!"

   Bisik Hay Hay. Padahal, di dalam hatinya, pemuda ini juga terkejut karena dia maklum bahwa dia berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kekuatan sihir yang cukup kuat. Bayangan-bayangan menyeramkan itu adalah jadi-jadian atau ujud yang muncul karena kekuatan sihir ilmu hitam! Hay Hay mengerahkan kekuatan batinnya, tangannya mengambil tanah di bawah rumput, kemudian menujukan pandang matanya ke arah lima sosok bayangan setan yang menyeramkan itu. Bayangan-bayangan itu masih mengeluarkan suara ketawa yang tidak seperti suara manusia.

   "Kalian datang dari tiada, kembalilah kepada tiada!"

   Serunya dan tangannya melontarkan tanah ke arah bayangan-bayangan itu. Tanah itu melayang berpencar lebar dan mengenai lima sosok bayangan. Terdengar pekik-pekik mengerikan dan lima sosok bayangan setan itu menghilang, berubah menjadi asap hitam dan kini lima gumpal asap itu menjadi satu, hitam dan tebal bergerak perlahan, membentuk sosok bayangan yang amat panjang dan ternyata berubah menjadi seekor naga hitam yang amat mengerikan!

   "Ihhh.!"

   Kui Hong menggigil ketakutan. Gadis ini adalah seorang pendekar wanita yang gagah perkasa, berilmu tinggi dan memiliki keberanian menghadapi lawan yang bagaimanapun juga. Akan tetapi, karena sebelumnya tadi ia sudah merasa ngeri ketika bicara tentang setan dengan Hay Hay, maka kini begitu muncul apa yang disangkanya setan benar-benar, ia kehilangan ketabahannya dan merasa takut bukan main. Ia menganggap bahwa semua ilmu silatnya tidak ada artinya sama sekali untuk melawan setan, dan kemunculan bentuk-bentuk yang menyeramkan itu menambah rasa takutnya. Apalagi tadi sudah dicobanya, ketika ia memukul, tangannya tembus saja tanpa mempengaruhi sedikit pun terhadap bayangan-bayangan itu. Kini rasa takut membuat wajahnya pucat, kepalanya pening dan tubuhnya lemas seolah-olah semua tenaganya lenyap meninggalkan tubuhnya.

   Melihat betapa Kui Hong ketakutan, Hay Hay menjadi mendongkol juga kepada lima orang yang sedang mengganggu mereka dengan ilmu hitam. Dia mengerahkan semua tenaganya karena kini lima orang itu, dengan mempersatukan kekuatan sihir mereka, telah membentuk bayangan seekor naga hitam. Seperti yang pernah dipelajarinya dari Pek-mau San-jin, kembali tangannya mencengkeram segenggam tanah, mulutnya membaca mantra yang artinya.

   "Ngo-heng (Lima Unsur Inti) menjadi senjataku, Im-yang (Positip Negatip) rnenjadi perisaiku, kekuasaan Tuhan menjadi peganganku, dan hancurlah semua anasir jahat!"

   Dia melontarkan tanah itu ke arah bayangan naga yang amat menyeramkan itu, yang kini agaknya hendak menerkam kedua orang muda itu, dengan mata yang bernyala, dengan mulut terbuka nampak gigi dan lidahya yang mengeluarkan asap dan suara geraman dahsyat.

   "Darrr..!"

   Terdengar bunyi ledakan dan bayangan naga hitam itu pun lenyap berubah menjadi asap hitam dan kini nampaklah lima orang laki-laki berpakaian pendeta dengan gambar bunga teratai di jubah bagian dada mereka. Lima orang itu nampak marah sekali dan dengan cepat mereka menerjang ke arah Hay Hay dengan gaya masing-masing.

   Ada yang menubruk seperti seekor harimau menubruk kambing, ada yang menghantamkan kedua tangan ke arah kepala Hay Hay, ada pula yang melakukan tendangan kilat, dan ada pula yang mempergunakan tenaga dalam untuk menghantamkan kedua telapak tangan ke arah pemuda itu. Gerakan mereka itu berbareng, dan agaknya memang disengaja agar pemuda itu tidak lagi mampu menghindarkan diri dari pengeroyokan itu. Akan tetapi mereka itu terlalu memandang rendah kepada pemuda sederhana ini. Pengalaman mereka tadi saja, ketika mereka menggabungkan kekuatan sihir dan dibikin hancur dengan mudah oleh Hay Hay, mestinya telah memperingatkan mereka bahwa mereka menghadapi seorang pemuda yang amat lihai.

   Akan tetapi agaknya mereka memang bandel dan belum mengaku kalah. Kui Hong masih ketakutan, seperti lemas dan hanya bersandar kepada Hay Hay. Ia masih bingung dan masih menganggap bahwa lima orang itu adalah setan-setan atau para siluman menyeramkan, yang tidak dapat dilawan dengan ilmu silat. Maka, melihat betapa mereka kini menerjang Hay Hay, ia pun hanya menonton saja dengan tubuh masih gemetar. Akan tetapi, melihat serangan mereka, Hay Hay yang waspada sudah dapat mengukur tenaga mereka, maka dia pun masih tetap saja duduk dan untuk menghadapi serangan mereka itu, dia menyambutnya dengan dorongan kedua tangannya, dengan telapak tangan menghadap ke depan.

   "Haiiittt..!"

   Pemuda itu membentak dan suaranya mengandung khi-kang amat kuat, sedangkan dari kedua telapak tangannya menyambar hawa Pukulan dahsyat menyambut serangan lima orang itu.

   Terdengar teriakan-teriakan keras dan tubuh lima orang itu terjengkang dan terbanting roboh! Mereka baru terkejut bukan main, baru menyadari bahwa mereka berhadapan dengan orang yang memiliki tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada mereka, maka tanpa dikomando lagi, lima orang itu pun lalu berloncatan dan lari menghilang di dalam kegelapan bayangan-bayangan pohon. Setelah lima orang pendeta Pek-lian-kauw itu pergi, baru Hay Hay memperhatikan keadaan Kui Hong. Gadis itu masih merangkulnya dan dengan tubuh lemas bersandar kepadanya, seperti orang kehabisan tenaga, dengan tubuh masih agak dingin gemetar, seperti seekor kelinci ketakutan yang baru saja terhindar dari terkaman harimau.

   "Tenanglah, Kui Hong, mereka sudah pergi."

   Kata Hay Hay dengan hati iba. Dia tahu bahwa Kui Hong bukan seorang pengecut atau penakut, akan tetapi pada saat itu gadis ini sedang dilanda rasa takut dan kengerian terhadap setan yang ia merasa takkan mampu melawannya. Mendengar ucapan Hay Hay itu, Kui Hong rnengeluh tanda lega hatinya, akan tetapi ketegangan hatinya masih belum lenyap dan ia pun masih menyandarkan kepalanya di pundak Hay Hay dan untuk melepaskan ketegangan hatinya, ia memejamkan kedua matanya.

   "Aku... aku tadi takut sekali."

   Desahnya. Hay Hay tersenyum dan menunduk. Dilihatnya wajah yang manis itu masih pucat, bahkan nampak lebih pucat karena sinar bulan yang memang membuat suasana nampak pucat itu.

   Rambut itu terurai dan nampak leher yang panjang, kulit leher yang demikian halusnya seperti lilin, putih mulus dan menantang. Hay Hay terbayang akan semua pengalamannya, pertama dengan Ji Sun Bi, kemudian dengan Kok Hui Lian dan tergeraklah hatinya, bernyalalah api gairah dalam dirinya dan bagaikan orang yang tak sadar, dia pun mendekatkan bibirnya dan di lain saat dengan lembut mulutnya sudah mencium leher Kui Hong. Leher itu menegang sesaat, akan tetapi lalu lemas kembali. Kui Hong tetap memejamkan kedua matanya dan napasnya terengah-engah, akan tetapi Hay Hay merasa betapa leher itu menjadi hangat dan lembut. Dia menjadi semakin lupa diri, tenggelam dalam perasaan mesra yang mendalam. Bibirnya mengecup kulit leher itu, ujung lidahnya menjilat-jilat dan Kui Hong mengeluarkan keluhan lirih, memanjang dan tubuhnya menggelinjang.

   Bibir Hay Hay menciumi leher itu dengan lembut, lalu ke atas, ke bawah dagu dan ke bawah daun telinga. Kui Hong mendesah tanpa membuka mata, bahkan ketika mulut Hay Hay bergerak lembut ke atas pipinya dan sampai ke ujung mulutnya, ia menengok, menyambut dan dua mulut itu saling bertemu dalam sebuah ciuman yang mesra. Rintihan halus terdengar dari leher Kui Hong, dan ketika Hay Hay merasa betapa mulut yang panas dan basah itu menyambutnya seperti bunga merekah, dia terkejut dan melepaskan ciuman dan rangkulannya. Napasnya terengah-engah, berpacu dengan napas Kui Hong yang juga memburu. Ketika Hay Hay melepaskan dekapannya, Kui Hong seperti baru sadar dan keduanya, seperti tersentak kaget, lalu saling menjauhi, Kui Hong terbelalak, mukanya sebentar pucat sebentar merah, sedangkan Hay Hay merasa menyesal bukan main bahwa dia tadi telah lupa diri.

   "Setan kau! Iblis kau! Berani menggodaku!"

   Bentak Hay Hay sambil memukul tanah tiga kali.

   "Hay Hay. apa. mengapa..?"

   Kui Hong berkata gagap karena hatinya masih terguncang hebat oleh peristiwa tadi, sejak munculnya setan-setan itu sampai pengalaman yang amat mengguncang hatinya, ketika kemesraan menenggelamkannya, pengalaman yang selama hidupnya baru sekali ini pernah dirasakannya dan yang membuatnya bingung. Hay Hay cepat menghadapi gadis itu.

   "Ah, Kui Hong, kau maafkanlah aku, kau ampunkanlah aku.. aku... aku telah tergoda setan! Benar-benar setan dan iblis sendiri yang telah menggodaku tadi, menggoda kita sehingga kita... kita lupa diri.."

   Kui Hong memandang dengan muka merah karena malu dan canggung, dengan sinar mata bingung tidak mengerti.

   "Akan tetapi... apa salahnya... kalau kita... kita saling mencinta... apa salahnya.?"

   Hay Hay merasa terharu dan juga terkejut. Terharu karena gadis ini sungguh polos dan jujur, masih bersih dan suci dan dia yang telah menodai kebersihan batin gadis itu! Dan dia terkejut mendengar ucapan Kui Hong yang jelas menyatakan gadis itu mencintanya! Pernyataan bahwa mereka saling mencinta itu saja sudah cukup jelas membuktikan bahwa gadis itu cinta padanya dan mengira bahwa dia pun cinta pada Kui Hong! Akan tetapi, dia tidak boleh berbohong, tidak boleh menipu gadis yang hebat seperti Kui Hong ini. Memang, alangkah mudahnya untuk menyatakan cinta kepada seorang gadis sehebat Kui Hong,

   Akan tetapi pernyataan itu hanya merupakan suatu kebohongan belaka. Di lubuk hatinya, dia tidak merasakan adanya cinta seperti yang dimaksudkan Kui Hong, cinta yang akan mendorong pria dan wanita untuk menjadi suami isteri dan hidup bersama untuk selamanya. Tidak, dia tidak menghendaki itu, dia tidak ingin, menjadi suami Kui Hong atau suami wanita manapun juga. Dia suka kepada Kui Hong, kagum dan mungkin mencintanya, akan tetapi bukan cinta untuk kemudian diikat menjadi suami! Bukan pula cinta nafsu karena bagaima.napun juga, biarpun dia kagum bukan main akan kecantikan gadis ini, dia masih dapat mengatasi kekuasaan nafsu berahinya. Tanpa berani memandang kepada Kui Hong, Hay Hay yang masih duduk di atas rumput itu menggeleng kepala dan menarik napas panjang.

   "Tidak, Kui Hong, aku menyesal sekali... akan tetapi aku... terus terang saja, aku tidak mencintamu seperti yang Kau maksudkan. Aku kagum padamu, aku suka padamu, bahkan aku cinta padamu, akan tetapi bukan cinta untuk kelak menjadi jodohmu, Kui Hong! Aku tidak ingin mencinta seperti itu, tidak ingin menjadi suami wanita mana pun, aku. aku."

   Kui Hong sudah meloncat berdiri. Mukanya pucat sekali, matanya terbelalak dan kini beberapa butir air mata mengalir keluar membasahi pipinya.

   "Kau.. Kau tidak cinta padaku akan tetapi tadi engkau berani menciumku! Aku cinta, padamu dan engkau hanya mempermainkan aku. Ahh... hu-hu-huhhh... aku benci padamu! Aku benci padamu."

   Kui Hong menyambar buntalan pakaiannya dan meloncat jauh dari tempat itu, membawa pergi isak tangisnya.

   "Kui Hong.."

   Hay Hay memanggil sambil berdiri, akan tetapi gadis itu tidak nampak lagi, hanya terdengar isaknya lapat-lapat dari jauh dan Hay Hay tidak mengejarnya. Dia menjatuhkan diri ke atas rumput, lalu menjambak-jambak rambutnya sendiri.

   "Kau goblok! Kau tolol, membiarkan setan menggodamu!"

   Dia memaki-maki diri sendiri, maklum bahwa dia telah menyinggung perasaan hati Kui Hong, bahkan telah menghancurkan cintanya, dan menumbuhkan kebencian dalam hati gadis yang dikaguminya itu. Akhirnya dia tidak peduli lagi dan tak lama kemudian, Hay Hay sudah tidur pulas di tempat itu, tanpa api unggun, di bawah sinar bulan dan di dalam hawa yang semakin dingin. Jauh dari situ, Kui Hong menjatuhkan diri di bawah pohon dan ia pun menangis sejadi-jadinya. Hatinya seperti ditusuk-tusuk rasanya, dan kesedihan menyelimuti seluruh dirinya. Ingin ia membunuh Hay Hay, akan tetapi dua hal tidak memungkinkan hal itu terjadi. Pertama, ia kalah jauh dan tidak akan mungkin dapat menangkan pertandingan melawan pemuda lihai itu.

   Ke dua, ia tidak akan tega membunuhnya, karena selain ia telah berhutang budi dan nyawa, juga ia sadar betul bahwa telah jatuh cinta kepada Hay Hay. Ia mencinta pemuda itu sepenuh hatinya. Semua gerak-gerik pemuda itu menyenangkan hatinya dan mendatangkan perasaan kagum. Betapa pemuda itu dapat menundukkan musuh-musuh yang lihai, bahkan setan yang mengganggu malam itu, secara jantan dan hebat. Betapa ia akan berbahagia berada di samping pemuda itu selama hidupnya. Akan tetapi, kenyataan pahit yang tak dapat ditolak lagi, pemuda itu dengan mulutnya sendiri menyatakan bahwa dia tidak cinta padanya! Padahal, kalau ia membayangkan apa yang baru saja terjadi, betapa mesranya pemuda itu membelainya dan menciumnya, ia hampir tidak mau percaya bahwa Hay Hay tidak cinta padanya.

   Akan tetapi kenyataannya, dengan mulutnya sendiri pemuda itu mengatakan bahwa dia tidak cinta padanya atau wanita lain. Cintanya bukan untuk berjodoh! Kui Hong menangis dan ingin ia mengamuk, bukan kepada Hay Hay, akan tetapi kepada siapa saja. Kalau saja pada saat itu ada musuh di depannya, tak peduli manusia atau setan, akan diamuknya. Biar setan-setan itu muncul kembali, ia tidak akan merasa takut sekarang. Akan diamuknya sampai membunuh mereka semua atau ia dibunuh mereka! Lebih baik lagi karena ia tidak akan menderita sakit hati seperti sekarang ini. Akhirnya, Kui Hong juga dapat tidur di bawah pohon itu, tidak peduli akan keselamatan dirinya lagi. Akan tetapi, seperti juga Hay Hay, tidurnya gelisah, kadang-kadang tersenyum penuh kebahagiaan kalau ia bermimpi tentang kemesraannya bersama Hay Hay, lalu terganti isak tangis.

   Pada keesokan harinya, ketika kicau burung dan kokok ayam hutan membangunkannya, Kui Hong segera meninggalkan tempat itu. Ia hendak pergi ke Pegunungan Yunan, bukan untuk membantu Hay Hay yang hendak menyelidiki ke sana, melainkan untuk mencari Ciang Ki Liong, murid murtad dari Pulau Teratai Merah itu. Dan inilah satu-satunya tujuan hidupnya saat ini. Menyeret Ciang Ki Liong, hidup atau mati, kembali ke Pulau Teratai Merah agar menerima hukuman dari kakek dan neneknya! Bukan watak Hay Hay untuk membiarkan diri tenggelam dalam duka. Dia memang merasa menyesal bukan main bahwa dia telah lupa diri dan membiarkan dirinya hanyut dalam kemesraan, bahkan menyeret Kui Hong sehingga gadis itu mengira bahwa dia mencintanya. Kemudian, karena dia tidak membohong atau menipu, biarpun pahit,

   Dia berterus terang dan tentu saja gadis itu tersinggung dan menjadi benci kepadanya. Hanya sehari dua hari saja dia kelihatan muram dan menyesal, akan tetapi beberapa hari kemudian, dia sudah melupakan pengalaman yang tidak enak itu. Dia sudah pulih kembali, menjadi seorang yang riang jenaka dan memandang dunia ini dari segi yang terang benderang. Senyumnya kembali lagi, tak pernah meninggalkan sudut bibirnya dan matanya kembali bersinar-sinar, wajahnya kembali berseri-seri. Biarlah yang lewat berlalu sudah, tak per lu dikenang lagi. Inilah pendiriannya sehingga Hay Hay tidak pernah mau menyimpan semua pengalaman yang lalu, maklum bahwa mengingat kembali hal-hal lalu hanya akan mendatangkan sesal dan duka, kecewa dan dendam. Dengan gembira dia melanjutkan perjalanan, menuju ke selatan, Pegunungan Yunan.

   Hay Hay tahu bahwa yang mengganggu dia dan Kui Hong semalam adalah lima orang pendeta Pek-lian-kauw (Agama Teratai Putih), yang selain memiliki ilmu silat yang cukup lihai, juga pandai ilmu sihir sehingga membikin takut kepada Kui Hong. Dia berhasil mengusir mereka tanpa perkelahian, hanya dengan mengalahkan ilmu sihir mereka dan menangkis serangan mereka dengan tenaga saktinya yang jauh lebih kuat daripada tenaga mereka. Disangkanya bahwa lima orang pendeta Pek-lian-kauw itu menjadi takut dan melarikan diri. Dia tidak tahu bahwa peristiwa semalam itu membuat orang-orang Pek-lian-kauw menjadi curiga dan waspada kepadanya sehingga perjalanannya selalu dibayangi dari jauh. Mereka melihat seorang lawan yang amat berbahaya dalam diri pemuda ini, apalagi ketika melihat bahwa pemuda itu melakukan perjalanan ke selatan!

   Kecurigaan mereka semakin besar ketika mereka tahu bahwa di dalam perjalanannya, Ketika melewati sebuah kota pemuda itu mencari keterangan kepada orang-orang di jalan tentang Pegunungan Yunan. Jelaslah bahwa pemuda itu hendak pergi ke Pegunungan Yunan. Walaupun pemuda itu tidak pernah mengatakan kepada siapa pun juga apa urusannya di Pegunungan Yunan, namun pihak Pek-lian-kauw sudah dapat menduga bahwa tentu pemuda ini hendak mencari sarang persekutuan mereka! Karena itulah, maka jauh sebelum Hay Hay tiba di perbatasan Pegunungan Yunan, para pimpinan persekutuan kaum sesat itu telah lebih dulu tahu akan keadaan dirinya. Dari keterangan yang diperolehnya di perjalanan, Hay Hay mendengar bahwa yang disebut Dataran Tinggi Yunan adalah daerah di bagian utara Propinsi Yunan yang berbatasan dengan Propinsi Secuan dan Kwei-couw.

   Di perbatasan itu terdapat Sungai Cin-sa, yang menjadi anak sungai besar Yang-ce-kiang. Menurut keterangan Menteri Yang Ting Hoo, sarang Lam-hai Giam-lo itu berada di lembah sungai itu, di antara kedua gunung besar atau Pegunungan Heng-tuan-san di barat dan Pegunungan Tatiang-san di timur, dan pegunungan atau dataran tinggi Yunan itu terapit oleh dua pegunungan ini. Hay Hay mengambil jalan melewati Propinsi Kwei-couw, dan pada suatu hari tibalah dia di kota Wei-ning. Kota ini terletak di dekat sebuah telaga besar yang disebut Cao-hai (Lautan Cao) atau juga Cao-hu (Telaga Cao). Sebuah telaga yang amat indah, terletak di lereng bawah Pegunungan Wu-meng-san, di dekat tapal batas sebelah barat dari Propinsi Kwei-couw, tak berapa jauh lagi dari daerah Yunan sebelah timur. Karena melihat telaga yang demikian indahnya di dekat kota Wei-ning,

   Hay Hay tidak dapat menahan hatinya untuk tidak berhenti di kota itu dan menikmati keindahan telaga itu selama beberapa hari. Sudah terlalu lama dia melakukan perjalanan melalui gunung-gunung yang tinggi, bukit-bukit yang luas, melalui dusun dan kota, akan tetapi baru sekali ini dia melihat sebuah telaga besar yang airnya kebiruan dan demikian luasnya. Pantaslah kalau Telaga Cao itu kadang-kadang disebut Lautan Cao, karena memang airnya biru saking dalamnya, seperti air laut. Apalagi dilihat dari ketinggian sebelum Hay Hay memasuki kota Wei-ning, telaga itu nampak amat indahnya. Banyak pohon tumbuh di sekelilingnya, dan di bagian selatan nampak sekelompok pohon cemara yang indah, tumbuh di lereng di tepi telaga. Rumah-rumah para penduduk kampung berada di sebelah barat dan utara, sedangkan di bagian timur telaga itu adalah daerah kota Wei-ning.

   Para penghuni rumah perkampungan di sekitar telaga itu pada umumnya adalah para petani dan nelayan karena telaga itu selain dapat mengairi sawah sehingga para petani dapat menanam bermacam padi-padian sepanjang tahun, juga telaga itu sendiri mengandung ikan yang seakan-akan tiada habisnya biarpun setiap hari dikail dan dijala oleh para nelayan. Burung camar nampak beterbangan di permukaan air telaga kadang-kadang menyambar turun dan ketika melayang naik lagi, paruh mereka telah menangkap seekor ikan. Riuh rendah suara mereka seperti sedang bekerja mencari nafkah dengan gembira dan bersendau-gurau di antara teman. Banyak pula nampak perahu nelayan dan perahu-perahu indah di mana orang-orang kota, baik dari Wei-ning maupun dari kota lain yang sengaja datang berkunjung dan bersenang-senang di telaga.

   Perahu para nelayan memilih bagian yang sepi, jauh di barat dan di tepi-tepi yang sunyi, karena akan sia-sia sajalah usaha mereka mencari ikan kalau berdekatan dengan perahu-perahu pelesiran yang selalu gaduh itu. Memang sebagian besar perahu-perahu pelesiran itu disediakan untuk para pria yang ingin bersenang-senang. Ada yang bermain kartu sambil minum arak, ada pula yang minum arak saja sampai mabok. Ada pula yang memanggil gadis-gadis penyanyi dan penari, dan banyak pula yang memanggil gadis panggilan atau pelacur-pelacur untuk menemani mereka minum arak atau menemani mereka tidur di bilik-bilik perahu besar itu. Ada pula pria-pria tua muda yang lebih suka menyendiri, menyewa perahu-perahu kecil dan mereka itu ada yang mencoba peruntungan mereka mengail ikan,

   Ada pula yang hanya duduk membaca buku, ada yang bermain musik sendirian, meniup suling atau bermain yangkim, ada yang melukis atau menulis sanjak sambil minum arak. Tak lama kemudian, perahu yang ditumpangi Hay Hay sudah menyelinap di antara ratusan buah perahu yang lain. Dia menyewa sebuah perahu kecil yang dicat merah, membawa bekal makanan dan minuman yang dibelinya di pantai tempat menyewa perahu, lalu mendayung perahu itu meluncur ke tengah telaga, bercampur dengan ratusan buah perahu lain. Hay Hay merasa lapar dan dia memilih tempat yang agak sunyi, jauh di tengah, lalu membuka buntalan daging ayam panggang, saus tomat semacam sayur hijau yang menjadi masakan, beberapa butir buah pir dan apel, juga seguci kecil arak dan seguci kecil air teh.

   Mulailah dia makan minum seorang diri dengan hati lapang. Sungguh lezat makan di atas perahu, di tengah telaga dengan hawa yang sejuk nyaman dan bersih. Ah, kalau saja ada Kui Hong di dalam perahunya, pikirnya dan ingin Hay Hay menampar kepalanya sendiri. Kenapa mendadak saja dia merasa kesepian dan teringat kepada Kui Hong? Gadis itu tentu akan marah-marah dan mungkin akan menyerangnya di atas perahu! Mengingat akan hal ini, Hay Hay tersenyum lucu. Tentu mereka keduanya akan tercebur ke dalam air telaga dan akan mengalami hal-hal aneh dan berbahaya lagi bersama-sama! Tidak, tak boleh dia mengharapkan kehadiran Kui Hong. Bagaimana kalau Bi Lian? Setelah pikirannya menolak kehadiran Kui Hong, Hay Hay teringat kepada Bi Lian.

   Cu Bi Lian yang berjuluk Tiat-sim Sian-li itu. Murid dari dua di antara Empat Setan, yaitu Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi. Bukan main gadis itu! Tidak kalah oleh Kui Hong dalam segala hal. Cantiknya, lincahnya, galaknya! Bahkan lebih galak di banding Kui Hong, walaupun belum tentu menang lihai. Akan tetapi Bi Lian juga lihai bukan main, dengan ilmu yang aneh-aneh. Tahi lalat di dagunya itu, bukan main manisnya! Tapi kemunculan Bi Lian tentu juga hanya akan mendatangkan keributan, karena bukankah gadis itu pernah mengancamnya bahwa kalau bertemu lagi, gadis itu tentu akan menyerangnya dan tidak akan memberi ampun? Dia tersenyum gembira teringat kepada Bi Lian. Seorang gadis yang hebat dan dia kagum dan suka sekali kepa.da gadis itu. Akan tetapi tidak, terlalu berbahaya kalau di tempat ini berjumpa dengan Bi Lian.

   Kalau sampai Bi Lian menggulingkan perahu! Memang benar, selama tinggal bersama suhunya yang ke dua, yaitu Ciu Sian Lokai yang menjadi majikan di Pulau Hiu, dia sering kali mandi di laut dan sudah pandai dan menguasai ilmu renang, akan tetapi ilmunya ini tidak cukup tinggi untuk dapat melindungi diri di dalam air kalau sampai dia diserang musuh. Tidak, lebih baik jauh dari Bi Lian kalau dia ingin bersantai di telaga itu. Begitu dia mengusir bayangan Bi Lian dengan tahi lalat di dagunya yang manis itu, tiba-tiba saja muncul bayangan Pek Eng! Hay Hay mengeluh. Ada apakah dengan dirinya hari ini? Kenapa perempuan melulu yang memenuhi benaknya? Bayangan gadis-gadis cantik saja yang teringat olehnya? Biarpun dia mencela diri sendiri, tetap saja kini nampak wajah Pek Eng yang lucu dan manis menarik itu.

   Hitam manis, mata sipit yang indah, hidung yang ujungnya agak menjungkat naik, bibir yang selalu merah membasah, dan lesung pipit di pipi kiri itu. Aihh, gadis remaja yang segar, dengan tubuh tinggi semampai yang menggairahkan.Lincah jenaka dan manja! Hay Hay tersenyum ketika teringat betapa Pek Eng pernah mencium pipinya, mengira bahwa dia adalah kakaknya yang bernama Pek Han Siong! Gadis yang amat menyenangkan, kalau saja berada di dalam perahunya, tentu akan diajaknya bersendau-gurau! Dan Pek Eng tidak akan membahayakan dirinya. Pek Eng sudah memaafkannya karena kesalahpahaman itu, ketika gadis itu marah-marah sebab menciumnya, mencium orang yang salah. Kembali Hay Hay tersenyum dan tanpa disadarinya, tangan kirinya mengusap pipi kiri yang pernah disentuh hidung dan bibir lembut Pek Eng.

   Tapi, aku tidak mencinta Pek Eng, juga tidak mencinta Bi Lian atau Kui Hong walaupun terhadap mereka ada rasa suka yang mendalam di lubuk hatinya. Dia tidak mencinta mereka dan sebaiknya kalau dia tidak dekat dengan mereka. Selalu timbul keributan kalau dia dekat dengan seorang gadis. Bagaimana kalau Hui Lian? Jantungnya berdebar kencang karena dia membayangkan apa yang pernah terjadi antara dia dengan Hui Lian, janda muda itu. Bau tubuhnya yang harum! Bagaimana dia dapat melupakan wanita itu? Takkan pernah dia mampu melupakan Hui Lian! Dengan Hui Lian, hampir saja dia tak dapat menguasai dirinya lagi, hampir saja terjadi pelanggaran antara mereka. Dan dia tidak pernah menyalahkan dirinya. Pria mana yang akan mampu bertahan kalau sudah bergaul demikian dekatnya dengan seorang wanita seperti Hui Lian? Baru keharuman tubuhnya saja sudah membuat pria menjadi mabok.

   Ah, kalau ada Hui Lian di situ, di dalam perahu bersamanya, tentu dia akan merasa semakin gembira. Tidak akan ada bahaya diserang Hui Lian, yang ada hanyalah diserang gairah nafsunya sendiri. Dan ini bahkan jauh lebih berbahaya daripada kalau dia diserang orang! Bagaimana dengan keadaan Hui Lian sekarang? Di mana ia berada dan apa saja yang dilakukannya? Tiba-tiba ia merasa rindu sekali kepada Hui Lian, apalagi karena dia pun yakin bahwa Hui Lian cinta kepadanya. Dia tahu bahwa andaikata dia menanggapi cinta itu, sudah pasti mereka berdua takkan pernah saling berpisah lagi. Ah, betapa akan senangnya kalau kini mereka berdua berperahu di telaga itu, makan bersama dan bersenda gurau bersama. Dia tidak membayangkan hal-hal yang mesra, hanya ingin dekat dan bercakap-cakap dengan wanita yang luar biasa itu!

   "Hay Hay..!"

   Hay Hay terlonjak kaget. Suara Hui Lian! Gila benar! Apakah lamunannya tentang wanita itu tadi membuat dia menjadi gila sehingga dia mendengar suaranya? Biarpun dia tidak percaya bahwa itu adalah suara Hui Lian yang sesungguhnya, namun dia menengok juga ke kanan dan... tak salah lagi!

   Yang memanggilnya tadi bukan lain adalah Kok Hui Lian! Wanita itu nampak semakin cantik, wajahnya segar berseri tidak seperti dahulu yang agak diliputi mendung kedukaan. Wanita itu duduk di dalam sebuah perahu yang sedang besarnya dan melambai kepadanya. Dapat dibayangkan betapa girangnya rasa hati Hay Hay. Baru saja dirindukan, dilamunkan dan kini benar-benar berada di situ, di atas perahu yang jaraknya hanya sekitar lima meter dari perahunya, Hui Lian yang cantik jelita, Hui Lian yang manis, Hui Lian yang harum! Saking gembiranya, Hay Hay bangkit berdiri dan sekali loncat, tubuhya sudah melayang ke arah perahu Hui Lian. Untung bahwa mereka berada di bagian yang sepi sehingga perbuatan Hay Hay itu tidaklah kelihatan orang lain yang tentu akan menimbulkan kekaguman dan perhatian.

   "Enci Hui Lian.!"

   Teriaknya.

   "Ah, Enci Hui Lian, betapa rindu aku padamu.!"

   "Hay Hay, tak kusangka akan berjumpa denganmu di sini!"

   Kata Hui Lian, juga dengan suara yang gembira sekali. Begitu kedua kakinya hinggap di atas perahu Hui Lian, Hay Hay lalu menghampiri dan memegang kedua tangan wanita itu sambil mengamati Hui Lian dari ujung rambut kepala sampai ke kaki.

   "Aih, engkau nampak segar dan semakin cantik saja, Enci Hui Lian!"

   "Hushhh."

   Engkau masih juga belum berubah, pemuda mata keranjang!"

   Kata Hui Lian sambil tertawa geli, akan tetapi kedua tangannya juga membalas remasan tangan Hay Hay, tanda bahwa ia girang dan gembira sekali bertemu dengan pemuda itu. Pada saat itu terdengar suara batuk-batuk dan seorang laki-laki muncul dari dalam bilik perahu itu. Hay Hay merasa terkejut dan heran, akan tetapi Hui Lian bersikap tenang dan biasa saja, bahkan ia belum melepaskan kedua tangan pemuda itu dari genggamannya, hanya menoleh dan memandang kepada pria yang baru muncul itu sambil tersenyum girang.

   "Suheng, inilah pemuda luar biasa yang pernah kuceritakan padamu itu, yang bernama Hay Hay!"

   Katanya gembira!"

   Hay Hay memandang kepada pria yang disebut suheng (kakak seperguruan) oleh Hui Lian dan diam-diam dia pun kagum. Seorang pria yang usianya tentu sudah lima puluh tahun lebih, lengan kirinya buntung sebatas siku, tubuhnya tinggi besar dan wajahnya membayangkan kejujuran, keterbukaan dan wibawa yang besar sehingga dia nampak gagah perkasa biarpun lengan kirinya buntung. Mengingat akan hebat dan tingginya ilmu kepandaian Hui Lian, dapat dia bayangkan bahwa tingkat suheng wanjta itu sudah tentu lebih hebat lagi.

   "Hay Hay, perkenalkanlah. Dia itu adalah Suheng Ciang Su Kiat. Dia Suhengku, juga Guruku, juga suamiku."

   "Ahhh.!"

   Mendengar kata "suamiku"

   Itu, cepat-cepat Hay Hay melepaskan kedua tangannya yang sejak tadi saling berpegangan dengan kedua tangan Hui Lian, dan mukanya berubah kemerahan, sikapnya menjadi kikuk sekali. Ciang Su Kiat memandang dengan sikap keren, sepasang alisnya yang tebal berkerut dan matanya mengamati wajah Hay Hay dengan tajam.

   "Hemm, kiranya inikah pemuda itu? Pantas! Dia tampan menarik dan pandai merayu, seorang pemuda lihai yang mata keranjang. Sumoi, kau sebut dia pendekar mata keranjang? Hai, orang muda, kenapa engkau melepaskan kedua tanganmu setelah mengetahui bahwa Hui Lian adalah isteriku? Itu adalah suatu sikap pengecut yang sama sekali tidak dapat kuhargai. Bukankah ia nampak segar dan makin cantik katamu tadi? Ataukah itu pun hanya sekedar rayuan belaka?"

   "Suheng.!"

   Hui Lian terbelalak memandang suaminya, terkejut karena belum pernah suaminya memperlihatkan sikap kurang senang seperti itu dan tahulah ia bahwa suaminya secara tiba-tiba dilanda cemburu!

   "Sumoi, aku meragukan ceritamu bahwa pemuda ini memiliki ilmu kepandaian tinggi. Sikapnya menunjukkan bahwa dia hanyalah seorang perayu yang mata keranjang, dan tidak mampu menguasai perasaan hatinya sendiri. Orang muda, mari kita bicara di pantai agar tidak nampak orang lain."

   "Tapi. baiklah!"

   Kata Hay Hay yang tadinya meragu akan tetapi melihat sinar mata demikian jujur dan gagah dari Si Lengan Buntung, juga melihat sikap Hui Lian yang meragu dan agaknya gelisah, dia mengambil keputusan untuk menghadapi persoalan ini sampai tuntas. Dia harus berani bertanggung jawab, untuk membela diri yang memang tidak mempunyai niat buruk, juga untuk mencuci nama baik Hui Lian dari kecurigaan suaminya. Apa pun yang akan terjadi, akan dihadapinya secara jantan! Maka, sekali melompat dia pun sudah melayang ke atas perarunya sendiri. Dia menanti sambil memegang dayung dan untuk sesaat lamanya, kedua orang pria itu saling pandang dari atas perahu masing-masing. Hay Hay mengangguk kepada Su Kiat, memberi tanda bahwa dia akan mengikutinya dan Su Kiat lalu mendayung perahunya menuju ke pantai yang sepi. Hay Hay mengikutinya dari belakang,

   Diam-diam mengagumi suami isteri itu karena selama mendayung perahu ke tepi, keduanya diam saja dan sama sekali tidak kelihatan mereka bertengkar. Sungguh sikap dua orang yang sudah matang dan tidak hanya menurutkan perasaan hati saja. Biarpun hatinya merasa tegang, namun diam-diam Hui Lian ingin sekali melihat apa yang akan terjadi antara suaminya dan Hay Hay. Diam-diam ia pun mendongkol sekali terhadap suaminya. Tidak tahukah suaminya bahwa cintanya hanya untuk suaminya, dan terhadap Hay Hay ia hanya merasa suka dan kagum, seperti seorang enci terhadap adiknya saja? Memang, tidak disangkal bahwa ia pernah tergila-gila kepada pemuda ini, terdorong oleh gairah nafsu berahinya, akan tetapi itu terjadi dahulu sebelum ia menjadi isteri suhengnya.

   Sekarang, tentu saja tidak ada lagi gairah nafsu terhadap pria lain karena ia telah mendapatkan segala-galanya dari suammya yang amat dicintanya. Biarlah, dia cemburu dan hendak kulihat apa yang akan dilakukan terhadap Hay Hay, pikirnya. Ia tidak merasa khawatir karena ia mengenal benar Hay Hay yang sudah pasti tidak akan mencelakakan suaminya dan dia pun tahu bahwa suaminya tidak akan dapat mencelakakan Hay Hay yang memiliki ilmu kepandaian tinggi itu. Pula, suaminya adalah seorang pendekar perkasa, tidak mungkin mau berbuat jahat terhadap orang lain hanya karena cemburu buta yang tidak beralasan sama sekali! Ketika suami isteri itu meloncat ke darat, Hay Hay juga sudah tiba di darat dan dia pun meloncat dengan sigapnya, menghadapi mereka dengan sikap tenang sekali.

   "Toa-ko, aku masih tidak tahu apa maksudmu mengundangku ke tepi. Kalau kau menganggap aku bersalah karena kegembiraanku bertemu dengan Enci Hui Lian yang belum kuketahui bahwa ia sekarang telah menjadi isterimu, maka harap engkau suka memaafkan aku. Sungguh, aku tidak mempunyai maksud buruk, aku hanya demikian gembira dan hanya luapan kegembiraanlah yang membuat aku tadi memegang kedua tangan isterimu."

   "Hemm, orang muda. Aku sudah mendengar tentang dirimu dari isteriku dan aku menghargai kejujuranmu. Melihat kemunculanmu dan engkau berpegang tangan dengan Sumoi Hui Lian, aku tidak apa-apa karena aku maklum bahwa tentu engkau bergembira bertemu dengannya, seperti juga isteriku bergembira bertemu denganmu. Akan tetapi, begitu mendengar bahwa aku suaminya, engkau segera melepaskan pegangan tanganmu. Hal ini kuanggap bahwa engkau tidak jujur, bahwa engkau tak lain hanyalah seorang laki-laki mata keranjang yang pandai merayu wanita. Timbul dugaanku bahwa kalau dulu engkau tidak sampai melanjutkan pelanggaran susila terhadap Sumoi, hanya karena engkau tidak berani menghadapi kelihaian Sumoi. Kalau engkau sekarang mampu memperlihatkan bahwa tingkat ilmu yang kau miliki lebih tinggi dari tingkat Sumoi atau tingkatku, barulah aku percaya bahwa engkau memang tidak mau melakukan pelanggaran susila, dan baru aku akan percaya kejujuranmu. Nah, bersiaplah untuk menandingiku, orang muda, dan kalau engkau tidak mampu mengalahkan aku, maka aku akan menghajarmu karena engkau tak lain hanyalah seorang laki-laki mata keranjang perayu wanita yang hina!"

   "Suheng!"

   Hui Lian berseru.

   "Jangan menuduh sedemikian keji terhadap Hay Hay! Dia bukanlah orang yang seperti kau duga itu, dan engkau takkan menang melawan dia, Suheng! Engkau dibikin buta oleh cemburu!"

   Ciang Su Kiat mengangguk-angguk akan tetapi tersenyum kepada isterinya, sama sekali dia tidak memperlihatkan sikap marah kepada isterinya yang amat dicintanya itu.

   "Memang benar, aku merasa cemburu, Sumoi. Belum pernah aku merasa cemburu seperti sekarang ini! Akan tetapi alasanku untuk merasa cemburu kuat sekali, bukan cemburu karena menyangka engkau tidak setia kepadaku. Sama sekali bukan. Dijauhkan Tuhan aku dari perasaan seperti itu kepadamu, Sumoi. Akan tetapi aku merasa cemburu oleh sikap pemuda ini dan sebelum dia menunjukkan bahwa persangkaanku terhadap dirinya tidak benar, yaitu dengan mengalahkan aku. Sebelum dia mengalahkan aku, hatiku akan selalu digoda cemburu dan prasangka buruk terhadap dirinya."

   "Tapi, sudah kuceritakan kepadamu betapa dia seorang yang kuat lahir batin, dan memang aku pernah tergila-gila kepadanya dan andaikata bukan dia yang kuat batinnya sehingga mengingatkan aku, tentu akan terjadi pelanggaran susila. Dialah yang mencegah terjadinya pelanggaran itu, Suheng. Semua itu telah kuceritakan kepadamu."

   "Aku percaya padamu, Sumoi. Akan tetapi aku tidak percaya padanya. Dia bukan dewa, dan tidak mungkin dia kuat menolak dirimu! Kalau dia melakukan hal itu, tentu karena dia takut akan akibatnya, takut akan kelihaianmu dan takut menghadapi kemarahanmu kemudian. Nah, orang muda, majulah dan kita akan melihat bukti kejujuranmu."

   "Suheng, engkau takkan menang."

   Kata pula Hui Lian.

   "Kalau begitu, baru hatiku puas dan aku akan minta maaf kepadanya, juga kepadamu, Sumoi. Marilah, orang muda."

   "Hay Hay, layani dia. Si Keras Hati ini memang harus diperlihatkan buktinya, kalau tidak, dia akan gelisah terus, tak enak makan tak enak tidur!"

   Akhirnya Hui Lian berkata. Hay Hay menarik napas panjang, lalu melangkah maju menghadapi Su Kiat sambil berkata,

   "Ciang-toako, aku tidak menyangkal bahwa aku suka akan keindahan, suka akan kecantikan wanita seperti aku suka akan tamasya alam indah, akan bunga-bunga. Aku suka akan keindahan dan kecantikan wanita merupakan suatu keindahan yang mengagumkan. Enci Hui Lian adalah seorang wanita yang luar biasa cantik jelitanya. Kuakui bahwa aku pernah tergila-gila kepadanya. Akan tetapi bukan berarti aku mencintanya. Demikian pula Enci Hui Lian, ia tidak cinta kepadaku. Kami saling tertarik karena saling mengagumi, karena dorongan gairah berahi yang wajar. Katakanlah aku mata keranjang, akan tetapi jangan mengira bahwa nafsu berahi akan mudah begitu saja mengalahkan aku sehingga aku menjadi mata gelap dan melakukan pelanggaran susila. Dan aku sama sekali bukan takut menghadapi ilmu kepandaian Enci Hui Lian, melainkan takut kalau sampai aku menodainya dan membuat hidupnya sengsara karena merasa ternoda kehormatannya. Sekarang, engkau tidak percaya kepadaku dan hendak mengujiku. Silakan Ciang-toako!"

   Ciang Su Kiat mengangguk-angguk.

   "Bagus, nah, kau terimalah seranganku ini!"

   Dan begitu orang yang buntung lengan kirinya ini menyerang, Hay Hay terkejut dan kagum.

   Dia sudah menyangka bahwa Si Lengan Kiri Buntung ini tentulah ahli gin-kang yang hebat, mengingat betapa dalam hal gin-kang, Hui Lian juga hebat bukan main. Dan dugaannya memang tepat. Biarpun tadinya Ciang Su Kiat tidak memasang kuda-kuda, hanya berdiri biasa saja, akan tetapi begitu kata-katanya habis, tubuhnya sudah menerjang dengan kecepatan yang akan mengaburkan pandang mata lawan saking cepatnya. Lengan kanannya bergerak menyambar dengan Pukulan ke arah dada Hay Hay, nampaknya perlahan saja, akan tetapi datangnya cepat sekali dan dari telapak tangannya menyambar hawa Pukulan yang dahsyat. Pukulan ini menjadi semakin berbahaya karena dibayangi sambaran ujung lengan baju kosong yang menotok ke arah pelipis kanan Hay Hay! Memang, Su Kiat yang ingin menguji kepandaian pemuda itu, tidak mau membuang banyak waktu dan begitu bergerak, dia telah mainkan Ilmu Silat Sian-eng Sin-kun,

   Ilmu silat sakti peninggalan kitab dari Sian-eng-cu The Kok, seorang di antara Delapan Dewa. Tentu saja hebat bukan main serangannya itu. Akan tetapi, yang diserangnya adalah seorang pemuda yang juga menjadi murid dua orang di antara Delapan Dewa, bahkan pemuda ini digembleng oleh dua orang sakti itu sendiri, tidak seperti Ciang Su Kiat yang hanya mempelajari dari peninggalan kitab. Oleh karena itu, kalau dibuat perbandingan, tentu saja Su Kiat masih kalah jauh dalam hal ilmu silat dibandingkan Hay Hay. Akan tetapi, untuk mengurangi jarak kekalahannya dalam pendidikan ilmu silat, si lengan kiri buntung ini telah memiliki tenaga yang luar biasa berkat makan jamur selama sepuluh tahun, jamur aneh yang hanya terdapat dalam sebuah guha di tebing yang terjal, maka kekalahannya itu dapat ditebus oleh kekuatan mujijat itu.

   Makan jamur selama sepuluh tahun ini membuat Su Kiat dan Hui Lian memiliki tenaga sin-kang dan gin-kang yang istimewa, dan pada Hui Lian bahkan akibatnya membuat wanita ini memiliki keringat yang harum baunya! Melihat datangnya serangan, Hay Hay melangkah ke belakang sambil mengibaskan kedua tangannya menangkis. Akan tetapi, dengan kecepatan yang luar biasa, Su Kiat telah menarik kedua lengannya dan sudah melangkah maju mendesak dan menyerang lagi dengan lebih ganas. Ujung lengan baju kiri itu kini tiba-tiba saja menegang dan menusuk seperti sebatang pedang ke arah muka Hay Hay, di antara kedua matanya, sedangkan tangan kanan sudah melakukan cengkeraman ke arah perut. Dua serangan ini datang secara bertubi dan yang berbahaya adalah karena kecepatannya,

   Dan ujung lengan baju tangan kiri itu juga tak boleh dipandang ringan karena setelah dialiri tenaga sin-kang, menjadi kaku seperti sebatang pedang dan kalau mengenai sasaran antara kedua mata Hay Hay, tentu amat berbahaya. Namun, dengan tenang dan mudah saja, Hay Hay kembali dapat menghindarkan diri dengan memutar tubuh dan mengibaskan kedua tangan menangkis. Dia masih belum mau membalas karena belum merasa perlu dan belum terdesak. Melihat betapa pemuda itu dengan mudahnya dapat menghindarkan diri, Ciang Su Kiat tidak mau memberi hati dan kini dia menyusulkan serangan bertubi-tubi, dengan ujung lengan baju kiri, dengan tangan kanan, bahkan dengan kedua kakinya yang dapat mengirim tendangan istimewa. Kini Hay Hay didesak terus dengan serangan yang datang bagaikan gelombang samudera, susul-menyusul dan tiada hentinya.

   Dibandingkan dengan Kok Hui Lian, tentu saja tingkat Ciang Su Kiat lebih tinggi, karena sebelum keduanya menemukan kitab-kitab peninggalan dua orang di antara Delapan Dewa, yaitu mendiang In Liong Nio-nio dan mendiang Sian-eng-cu The Kok, Su Kiat telah memiliki ilmu silat cukup kuat sebagai murid pilihan Cin-ling-pai sedangkan Hui Lian merupakan gadis cilik yang belum pernah belajar ilmu silat. Kini Hay Hay terkejut dan ia harus mengakui bahwa lawannya amat tangguh, dan kalau dia hanya main elak dan tangkis saja, akhirnya dia akan terancam bahaya besar. Maka, setelah membiarkan lawannya mendesaknya sampai belasan jurus, barulah Hay Hay mulai membalas dan karena dia maklum bahwa menghadapi seorang lawan tangguh seperti itu dia tidak boleh main-
(Lanjut ke Jilid 38)
Pendekar Mata Keranjang (Seri ke 09 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 38
main, begitu membalas dia sudah mengeluarkan ilmu simpanan Ciu-sian Cap-pek-ciang!

   Ilmu ini adalah ciptaan Ciu-sian Lo-kai, sudah hebat bukan main walaupun hanya terdiri dari delapan belas jurus. Akan tetapi setelah Hay Hay digembleng oleh kakek aneh setengah gila Song Lo-jin, semua ilmunya, termasuk Ciu-sian Cap-pek-ciang, menjadi hebat bukan main! Begitu Hay Hay mengelak dan menangkis lalu membalas dengan jurus ke tiga belas, disertai pengerahan sin-kang, Ciang Su Kiat yang mencoba untuk menangkis, merasa seperti dilanda badai dan betapa pun dia bertahan, tetap saja tubuhnya terlempar ke belakang seperti daun kering tertiup angin. Dia terhuyung dan akhirnya terpaksa merobohkan dirinya dan bergulingan agar jangan sampai terbanting. Melihat betapa suaminya terlempar dan terhuyung kemudian bergulingan, Hui Lian meloncat ke depan dan menyerang Hay Hay dengan tamparannya.

   "Engkau melukai suamiku.!"

   Bentaknya marah. Hay Hay terkejut, akan tetapi tidak mengelak dan menerima tamparan itu dengan pundaknya.

   "Plakk!"

   Dan tubuh Hay Hay terpelanting!

   "Sumoi, jangan.!"

   Ciang Su Kiat membentak.

   "Aih, Suheng, engkau tidak apa-apa?"

   Hui Lian membalik dan girang melihat suaminya sudah berada di belakangnya dan tidak kelihatan terluka parah.

   "Aku tidak apa-apa. Kenapa engkau menyerang dia, Sumoi?"

   "Kukira... kukira dia telah melukaimu, Suheng."

   Kata Hui Lian menyesal. Su Kiat menghampiri Hay Hay yang sudah bangkit berdiri. Ada sedikit darah di bibir Hay Hay. Tamparan tadi memang hebat, akan tetapi dia sengaja menerimanya. Dia tidak terluka, namun guncangan karena tamparan itu membuat dia muntahkan sedikit darah.

   "Saudara Hay Hay, engkau tidak apa-apa?"

   Tanya Su Kiat, suaranya ramah dan pandang matanya penuh kagum.

   "Maafkan isteriku."

   Hay Hay tersenyum.

   "Tidak mengapa, Toako. Aku tahu bahwa Enci Hui Lian memang galak dan tamparannya hebat sekali. Akan tetapi kini bertambah pengetahuanku bahwa ia amat mencintamu, Toako, dan tadi ia seperti seekor singa betina marah melihat jantannya diganggu!"

   
Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ah, Hay Hay, kau maafkan aku!"

   Kata Hui Lian yang menghampiri dan dengan menyesal ia meletakkan tangannya di atas pundak Hay Hay, untuk memeriksa pundak yang ditamparnya tadi. Su Kiat tersenyum melihat isterinya merangkul pundak pemuda itu, dan dia pun merangkul Hay Hay.

   "Sungguh, engkau seorang pemuda hebat, Hay Hay! Engkau memang patut mendapatkan perhatian dan kasih sayang setiap orang wanita. Engkau begini lihai, akan tetapi tidak mau mempergunakan ketampanan dan kelihaianmu untuk menghina wanita, bahkan engkau mengalah terhadap aku yang mencurigaimu. Maafkan aku."

   Hay Hay tertawa gembira dan dia pun merangkul kedua orang itu seperti dua orang sahabat baiknya. Dia menoleh ke kiri, ke arah Hui Lian.

   "Enci, pilihanmu yang terakhir ini sungguh tepat sekali. Engkau telah memperoleh seorang suami yang hebat, berkepandaian tinggi, berwatak jujur dan terbuka, gagah perkasa. Sungguh, dan engkau juga, Ciang-toako, engkau telah memperoleh seorang isteri yang tiada keduanya di dunia ini. Aku harus mengucapkan kionghi (selamat) kepada kalian!"

   Dia pun melepaskan rangkulannya dan memberi hormat kepada mereka yang dibalas oleh suami isteri itu yang tersipu-sipu, akan tetapi juga gembira sekali.

   "Nah, Hay Hay, mari kita lanjutkan percakapan kita dalam pertemuan yang tadi terganggu."

   Kata Hui Lian sambil melirik ke arah suaminya yang juga tersenyum.

   "Engkau datang darimana dan hendak ke mana?"

   Hay Hay mengangkat tangan dan mengamangkan telunjuknya kepada Hui Lian seperti orang menegur.

   "Ih, Enci Hui Lian, sudahlah jangan menyindir suamimu sendiri. Aku dalam perjalanan menuju ke Pegunungan Yunan.."

   "Ahhh.. Apa sekiranya ada hubungannya dengan persekutuan orang-orang dunia hitam?"

   Hui Lian memotong.

   "Benarkah engkau hendak menyelidiki persekutuan yang kabarnya dipimpin oleh Lam-hai Giam-lo itu?"

   Ciang Su Kiat juga bertanya. Kini Hay Hay memandang mereka dengan mata terbelalak.

   "Wah, kalian ini bukan saja suami isteri yang lihai ilmu silatnya, akan tetapi agaknya juga pandai meramal dan membaca isi hati orang. Bagaimana kalian bisa menduga bahwa aku hendak menyelidiki persekutuan itu dan kalian tahu pula bahwa persekutuan itu dipimpin Lam-hai Giam-lo?"

   "Tentu saja kami dapat menduga karena kami sendiri pun sedang menuju ke sana. Kami sudah mendengar akan persekutuan itu, akan tetapi kami tidak ada urusan dengan itu, yang penting aku harus mencari Lam-hai Giam-lo, musuh besar kami!"

   Kata Ciang Su Kiat.

   "Musuh besar kalian?"

   "Dialah yang membuat kami berdua terjatuh ke dalam jurang sehingga kami berdua terpaksa hidup selama sepuluh tahun di dalam jurang itu sebelum kami berhasil naik ke dunia ramai. Sudah lama kami mencarinya dan beberapa kali kami hampir berhasil membunuhnya, akan tetapi dia selalu dapat menghindarkan diri dan akhirnya selama bertahun-tahun ini kami kehilangan jejak. Entah di mana dia bersembunyi."

   Kata Hui Lian.

   "Baru beberapa bulan yang lalu kami mendengar bahwa dia kini memimpin sebuah persekutuan antara tokoh-tokoh sesat yang hendak menyusun kekuatan di pegunungan atau dataran tinggi Yunan, kabarnya hendak mengadakan pemberontakan. Kami tidak peduli akan hal itu. Yang penting, kami harus mencari Lam-hai Giam-lo untuk membalas kejahatannya yang dilakukan kepada kami belasan tahun yang lalu,"

   Sambung Su Kiat.

   "Dan engkau sendiri, apa yang mendorongmu untuk melakukan penyelidikan tentang persekutuan tokoh-tokoh sesat itu, Hay Hay?"

   Tanya Hui Lian. Hay Hay lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Menteri Yang Ting Hoo di rumah Jaksa Kwan.

   "Engkau tentu masih ingat, Enci Hui Lian, tentang mustika batu kemala milik Jaksa Kwan itu? Nah, aku pergi ke rumah Jaksa Kwan untuk mengembalikan batu mustika itu, akan tetapi Jaksa Kwan memberikan batu itu kepadaku dan di sana aku bertemu dengan Menteri Yang Ting Hoo. Mereka berdua menceritakan tentang Lam-hai Giam-lo yang memimpin persekutuan para tokoh sesat yang lihai. Di antara mereka terdapat banyak tokoh sesat yang berilmu tinggi seperti Lam-hai Siang-mo, suami isteri Guha Iblis Pantai Selatan Min-san Mo-ko, Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi, bahkan para pendeta Pek-lian-kauw juga bergabung dengan mereka. Menteri Yang minta bantuanku agar membantu para pendekar untuk menghadapi para tokoh sesat, sedangkan pasukan kaum pemberontak akan dihancurkan pasukan pemerintah kalau saatnya tiba. Aku pun lalu berangkat dan sampai di sini, tertarik oleh keindahan telaga, aku lalu berhenti dengan maksud untuk menikmati keindahan telaga selama beberapa hari sebelum melanjutkan perjalanan."

   "Hemm, kalau begitu, kami pun akan membantu para pendekar untuk menentang gerakan persekutuan itu!"

   Kata Su Kiat penuh semangat.

   "Kebetulan sekali engkau tertarik oleh telaga ini. Demikianpun kami, Hay Hay. Kami melihat telaga ini dari atas ketika akan memasuki kota Wei-ning dan kami juga tertarik dan singgah di sini. Sungguh kebetulan sekali sehingga kita dapat saling jumpa. Kalau begitu, sebaiknya kalau kita pergi bersama ke dataran tinggi Yunan, bersama-sama melakukan penyelidikan terhadap persekutuan itu!"

   Kata Hui Lian gembira.

   Akan tetapi Hay Hay menggeleng kepalanya dan tersenyum Dia maklum bahwa biarpun Su Kiat kelihatan tersenyum dan sinar matanya tidak lagi membayangkan keraguan dan kemarahan, namun pendekar itu tetap saja merupakan seorang laki-laki biasa dan tentu akan timbul kembali cemburunya kalau dia melakukan perjalanan bersama mereka dan kemudian nampak hubungan yang amat akrab antara dia dan Hui Lian. Tidak, dia tidak akan mengganggu ketenteraman dan kedamaian hubungan suami isteri yang saling mencinta itu.

   "Kurasa sebaiknya kalau kita melakukan tugas kita secara terpisah. Bukankah akan lebih mudah melakukan penyelidikan kalau kita berpencar? Kita tentu akan saling jumpa di sana dan dapat saling membantu."

   Katanya.

   Su Kiat mengangguk-angguk.

   "Apa yang dikatakan Hay Hay itu memang benar. Lam-hai Giam-lo sudah lihai, kalau dia dibantu oleh banyak tokoh sesat yang lihai, maka keadaan di sana itu amat berbahaya. Kita harus berhati-hati dan melakukan penyelidikan beramai-ramai tentu akan lebih mudah diketahui pihak musuh."

   Hui Lian nampak kecewa akan tetapi ia tidak mendesak karena naluri kewanitaannya yang halus juga memperingatkannya bahwa kebersamaannya dengan Hay Hay memang cukup berbahaya dan dapat menimbulkan salah sangka dan cemburu di pihak suaminya.

   "Kami sudah berada di sini tiga hari, hari ini kami harus melanjutkan perjalanan. Kami akan berangkat lebih dulu."

   Kata pula Su Kiat. Mereka lalu berpamit dari Hay Hay yang masih ingin pesiar di telaga itu. Hay Hay cepat menghapus ingatannya dari suami isteri itu dan kembali mendayung perahunya setelah suami isteri itu mengembalikan perahu yang mereka sewa. Akan tetapi sungguh mengherankan hati Hay Hay. Biarpun dia sudah berhasil mengusir bayangan suami isteri itu, terutama sekali bayangan Hui Lian, tetap saja dia sudah kehilangan kegembiraan dan kehilangan gairah. Dia merasa seolah-olah kesepian. Akhirnya dia pun mendayung perahunya ke tepi dan mengembalikan perahu sewaan itu, lalu dia menggendong buntalan pakaiannya dan berjalan-jalan di tepi telaga. Matahari telah naik tinggi dan sinarnya menyengat kulit.

   Hay Hay menjauhkan diri dari tempat ramai, berjalan-jalan di bagian tepi telaga, yang penuh dengan pohon-pohon rindang. Di situ sunyi dan dia terlindung dari sinar matahari yang terik. Tidak ada seorang pun di situ, juga perahu-perahu itu berada jauh dari bagian itu, merupakan perahu-perahu yang nampak kecil dan memenuhi permukaan telaga di sebelah sana dan di tengah telaga. Akan tetapi tidak sebanyak pagi tadi. Perahu-perahu yang tidak memakai bilik, yaitu perahu-perahu kecil yang terbuka, mulai berkurang. Tentu mereka yang mempergunakan perahu-perahu terbuka itu kepanasan dan sudah mulai meninggalkan telaga. Hanya perahu-perahu yang ada biliknya sajalah yang masih berseliweran, agaknya para penumpangnya asyik sendiri terutama mereka yang membawa gadis-gadis penghibur.

   Hay Hay sama sekali tidak tahu bahwa sejak pertemuannya dengan para pendeta Pek-lian-kauw di malam itu, para pendeta itu tidak pernah melepaskannya dari pengamatan dan pengintaian. Bahkan ketika dia bertanding melawan Ciang Su Kiat, banyak mata menonton dari jarak aman. Makin teganglah hati para pendeta Pek-lian-kauw melihat betapa pemuda yang mereka takuti itu, menghadapi lawan Si Lengan Buntung yang demikian lihai pun masih mampu menang! Sebagian dari mereka sudah lama memberi laporan kepada Lam-hai Giam-lo tentang munculnya pemuda lihai itu. Dan Lam-hai Giam-lo tentu saja menjadi curiga dan penasaran lalu dia mengutus dua orang pembantunya yang paling dipercaya, yaitu Min-san Mo-ko dan Tok-sim Mo-li Ji Sun Bi, untuk menyelidiki siapa pemuda itu dan kalau perlu membantu lima tokoh Pek-lian-kauw untuk menundukkan pemuda itu.

   "Kalau dia benar selihai seperti yang dilaporkan, kalau mungkin bujuklah agar dia dapat bekerja sama dengan kita, membantu gerakan kita."

   Lam-hai Giam-lo memesan kepada dua orang pembantunya itu.

   "Kukira Tok-sim Mo-li cukup tahu bagaimana untuk menundukkan hati seorang pemuda. Kalau kiranya tidak mungkin, daripada dia menjadi ancaman bagi kita, bunuh saja dia." Dengan penuh semangat, guru dan murid yang menjadi kekasih itu berangkat bersama pendeta Pek-lian-kauw yang melapor itu. Akan tetapi, ketika Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi melihat siapa adanya pemuda itu, tentu saja mereka terkejut bukan main.

   "Hay Hay..!"

   Desis Ji Sun Bi dari tempat ia mengintai.

   "Pemuda setan itu!"

   Kata pula Min-san Mo-ko dengan hati gentar. Mereka sudah pernah merasakan kelihaian pemuda itu, bukan hanya lihai ilmu silatnya, akan tetapi bahkan memiliki ilmu sihir yang pernah membuat guru dan murid ini tidak berdaya dan dipermainkan. Pantas saja lima orang pendeta Pek-lian-kauw yang ahli sihir itu tidak mampu menandinginya! Bahkan kini guru dan murid itu sendiri saling pandang dengan sikap ragu- ragu dan was-was karena mereka sangsi apakah dengan bantuan mereka yang bergabung dengan lima orang pendeta Pek-lian-kauw itu mereka akan mampu mengalahkan, Hay Hay.

   

Harta Karun Jenghis Khan Eps 4 Asmara Berdarah Eps 12 Asmara Berdarah Eps 3

Cari Blog Ini