Ceritasilat Novel Online

Pedang Kayu Harum 13


Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Bagian 13



Empat orang laki-laki gagah dan dua wanita cantik itu sejenak memandang kepadanya dengan perasaan jerih, benci, marah dan juga heran. Kemudian mereka meloncat maju dan menelikung kedua tangan Keng Hong ke belakang. Seorang di antara mereka mempergunakan cambuk baja ilik Kok Cin Cu untuk mengikat kedua lengan pemuda itu ke belakang, kemudian mereka mengiring Keng hong sambil membawa lima jenazah itu. Mereka menuju ke sebuah dusun dan dengan bantuan penduduk di situ, kelima buah jenazah itu dikubur secara sederhana. Ketika enam orang murid Kong-thong-pai itu berlutut sambil menangis di depan gundukan kuburan itu, Keng Hong yang terbelenggu kedua lengannya ikut pula menjatuhkan diri berlutut di depan kuburan Kok Cin Cu dan berbisik lirih.

   "Totiang tentu mengerti bahwa bukan niatku membunuh Totiang berlima."

   Enam orang Kong-thong-pai itu menjadi heran melihat Keng Hong berlutut pula sabil berkemak-kemik di depan kuburan guru mereka,

   Akan tetapi mereka diam saja. Mereka membenci pemuda ini yang telah menewaskan guru mereka, akan tetapi mereka tidak berani bersikap kasar karena mereka tahu diri dan mengerti bahwa pemuda itu dapat mereka belenggu karena pemuda itu sengaja menyerahkan driri. Kewajiban mereka hanya menggiring pemuda ini ke Kong-thong-pai, menyerahkannya kepada para pimpinan Kong-thong-pai. Mereka tahu bahwa biarpun kedua lengannya dibelenggu, kalau pemuda itu memberontak, agaknya mereka berenam bukanlah lawannya. Dua orang wanita anak murid Kong-thong-pai itu, disamping rasa benci dan dendam karena kematian gurunya, ada perasaan lain yang amat mengganggu hati mereka dan yang sekaligus menghapus rasa benci dari hati mereka.

   Mereka berdua merasa saat kagum kepada Keng Hong. Kagum akan kelihaian pemuda itu, kagum akan sikapnya yang tenang, gagah, kagum pula akan ketampanan wajahnya dan kebagusan bentuk tubuhnya. Apalagi bagi Kiu Bwee Ceng, wanita cantik baju kuning yang sudah dua kali bertemu dengan Keng Hong, yaitu pertama kalinya ketika ia dan para saudara sepergurunnya dan murid-murid Siauw-liam-pai dan Hoa-san-pai menghadang pemuda ini, bahkan dia pernah mengalami tersedot sinkangnya oleh pemuda yang aneh ini. Dia kagum sekali akan kegagahan Keng Hong. Kiu Bwee Ceng ini adalah seorang janda muda, usianya mendekati tiga puluh tahun. Suaminya telah meninggal dunia dan dahulu suaminya adalah murid kepala dari Kok Cin Cu, maka tentu saja ilmu kepandaiaanya paling tinggi di antara para suheng-suhengnya.

   Setelah suaminya tewas dalam pertempuran melawan gerombolan penjahat, Bwee Ceng menjadi janda. Sukar baginya untuk menemukan seorang pria yang dapat menandingi suaminya. Bagaimana hatinya takkan menjadi tertarik? Apalagi karena ia dapat menduga bahwa dua orang gadis cantik jelita murid La-hai Sin-ni yang amat lihai itu agaknya tergila-gila pula kepada Keng Hong. Ketika tadi melihat betapa Keng Hong menbentak dan mengusir Song-bun Siu-li yang kelihaiannya terkenal sebagai seorang iblis betina yang mengerikan, ia menjadi makin tertarik. Adapun wanita ke dua yang berpakaian biru adalah Tang Swat Si, sumoinya. Wanita ini masih gadis sungguhpun usianya sudah dua puluh lima tahun. Swat Si memiliki wajah cantik dan bentuk tubuh yang indah sehingga banyak pria yang jatuh cinta kepadanya.

   Banyak pula datang lamaran, kan tetapi gadis ini selalu menolaknya karena tidak ada seorangpun di antara para pelamar itu yang menggerakkan hatinya. Kini bertemu dengan Keng Hong, tiba-tiba saja hatinya menjadi tidak karuan rasanya. Berkali-kali gadis ini mencuri pandang, mengerling ke arah tubuh belakang Keng Hong, melihat pinggulnya, punggung dan paha yan telanjang sebagian karena pakainnya robek-robek termakan oleh pecut baja Kok Cin Cu tadi. Mereka kulit putih halus yang membayangkan otot-otot yang kuat, karena dia tadi menyaksikan betapa di balik kulit putih halus itu tersembunyi tenaga sinkang yang saat hebat sehingga gurunya sendiri pun tidak kuat menghadapinya, hati gadis ini menjadi tegang, mukanya menjadi merah dan pipinya terasa panas, jantungnya berdebar tidak karuan.

   Bwee Ceng agaknya maklum akan gerak-gerik sumoinya. Sebagai seorang wanita yang pernah bersuami, dia lebih berpengalaman dan melihat gerak-gerik sumoinya, ia dapat menduga bahwa sumoinya terserang penyakit yang sama dengan dia sendiri. Diam-diam dia mendekatinya sumoinya sehingga mereka berjalan berendeng, agak jauh dari empat orang suheng mereka. Bwee Ceng menowel lengan sumoinya dan berbisik-bisik sambil kadang-kadang memandang ke arah tawanan mereka tiu. Kelihatan Swat Si terbelalak memandang sucinya, kemudian menundukkan muka dengan kedua matanya mengeriling tajam membayangkan rasa jengah dan malu-malu. Kemudian mereka berbisik-bisik dan tidak ada orang lain yang dapat mendengar mereka, kecuali Keng Hong! Pada saat itu, Keng Hong sedang berjalan sambil melamun, memikirkan Sie Biauw Eng. Kebenciannya dan penyesalan hatinya terhadap gadis itu makin menghebat.

   Ia mengerti bahwa gadis itu saat mencintainya, entah cinta hanya terdorong nafsu berahi belaka, seperti yang terbukti dari pengalamannya malam itu ketika Biauw Eng mendatanginya dan mencurahkan segala kemesraan terhadap dirinya, entah cinta yang lain lagi sifatnya karena buktinya secara diam-diam gadis itu selalu mengikutinya dan membantunya. Betapapun sifatnya, dua macam cinta kasih ini tentu saja dapat dia terima dengan hati senang dan puas, akan tetapi yang membuat dia menyesal dan membenci adalah bahwa setiap kali Biauw Eng turun tangan,tentu terjadi pembunuhan keji dan akibatnya dialah yang dimusuhi orang! Yang terakhir ini sudah keterlaluan. Kalau saja Biauw Eng tidak turun tangan, tak mungkin empat orang tokoh murid Kong-thong-pai tewas dan seorang tokoh di antara Kong-tong Ngo-Iojin tewas pula!

   Dan yang paling memanaskan hatinya karena kekejian gadis itu adalah kematian Sim Ciang BI, gadis Hoa-san-pai yang lemah lembut, yang sama sekali tidak berdosa. Hanya karena gadis Hoa-san-pai itu mencintainya lalu dibunuh secara keji oleh Biauw Eng. Hemmm.. demikian kejikah hati seorang wanita yang sudah mencinta? Apakah kalau melihat setiap orang wanita lain mencintanya, lalu turun tangan tangan membunuhnya? Ah, ingin dia melihatnya! Kalau betul demikian, dia harus dapat menangkap basah Biauw Eng, dan menyeretnya untuk menerima hukuman dari partai persilatan yang bersangkutan! Betapapun dia mempunyai perasaan sayang yang amat aneh di sudut hatinya terhadap Sie Biauw Eng, namun mengingat akan kekejian gadis itu, dia ingin menangkap basah Biauw Eng dan menyerahkannya kepada Hoa-san-pai atau Kong-thong-pai!

   Ketika dia termenung sampai di situ, tiba-tiba dia mendengar bisikan-bisikan dua orang wanita yang berjalan agak jauh di sebelah belakangnya. Pada saat itu, Keng Hong sedang termenung dan keadaan orang yang termenung hampir sama dengan keadaannya kalau sedang bersamadhi. Begitu telinganya dapat menangkap bisikan-bisikan itu, dia menghentikan renungannya dan mencurahkan perhatianya pada bisikan-bisikan tadi sehingga terdengar cukup jelas oleh Keng Hong yang memang memiliki sinkang yang amat kuat itu. Muka Keng Hong menjadi merah ketika dia menangkap bisikan-bisikan itu dan dia mengerling ke kanan kiri, ke arah empat orang murid pria Kong-thong-pai yang berjalan di kanan kirinya, akan tetapi hatinya lega melihat mereka ini tidak mendengar apa-apa.

   "Suci apa yang kau katakan ini? Jangan menuduh yang bukan-bukan.."

   Terdengar jelas oleh Keng Hong gadis baju biru, Tang Swat Si, berbisik.

   "Hi-hi-hik, tak perlu bepura-pura lagi, Sumoi. Aku pun amat tertarik kepadanya. Dia seorang jantan pilihan, dan kalau saja kita dapat menerima cintanya untuk semalam saja.. ah, selamanya kita tidak akan penasaran..."

   Balas Kiu Bwee Ceng sambil menghela napas.

   "Ihhh..! Suci, apa yang kau katakan ini? Sungguh memalukan.."

   "Memalukan apa? Sumoi, kita sama-sama wanita dan sama-sama jatuh hati kepadanya. Dia memiliki sinkang yang luar biasa. Siapa tahu, kalau.. satu kali saja dia suka melimpahkan cintanya kepada kita.., sinkangnya yang kuat itu akan menular kepada kita..."

   "Hina dan rendah sekali, Suci.."

   "Benarkah? Kurasa tidak demikian isi hatimu. Atau, kalau engkau tidak mau, biarlah aku yang mencobanya asal engkau dapat menutup rahasia. Kulihat matanya penuh gairah ketika memandang kita. Mata seperti itu hanya dimiliki oleh pria yang bersemangat dan yang selalu suka kepada wanita. Malam ini.... kalau ada kesempatan, kalau engkau mau, lebih baik lagi..., maukah engkau, Sumoi?"

   "Ihhhhh, aku... aku malu, Suci. Engkau lebih dulu..."

   "Baik, aku lebih dulu dan engkau menjaga. Kalau berhasil, akan kubujuk dia agar suka melayanimu."

   Keng Hong tersenyum dalam hatinya, tersenyum geli. Alangkah banyaknya wanita cantik seperti mereka itu di dunia ini. Seperti Cui Im! Bahkan Biauw Eng, yang tadinya dia sangka lain daripada yang lain, bukan penghamba nafsu berahi, kiranya juga sama saja! Ah, dia tidak peduli lagi.

   Kalau memang mereka menghendaki dia tidak akan menolak. Mereka itu manis-manis dan apakah kata gurunya? Uluran cinta kasih wanita merupakan anugerah nikmat yang tidak semestinya dibiarkan sia-sia, tentu saja kalau engkau sendiri tertarik kepadanya. Kalau tidak sekalipun, jangan menolak secara kasar karena hal itu akan menyakiti perasaannya yanghalus. Tidak ada sakit hati yang lebih parah bagi seorang wanita daripada di tolak cintanya oleh seorang pria. Dia akan melayani mereka bahkan akan membuka jalan. Hal ini bukan sekali-kali karena dia sudah tergila-gila kepada mereka atau sudah terlalu mendesak keinginnya untuk bermain cinta dengan mereka. Sama sekali bukan. Terutama sekali karena dia kini mendapat jalan untuk memancing Biauw Eng. Bukankah Biauw Eng membunuh Sim Ciang Bi karena gadis Hoa-san-pai itu memncintainya?

   Nah, biarlah dua orang murid wanita Kong-thong-pai ini bermain cinta dengannya agar Biauw Eng turun tangan pula membunuh mereka. Akan tetapi sekali ini dia akan waspada, tidak akan tertidur pulas dan akan selalu menjaga agar dia dapat menangkap Biauw Eng kalau gadis itu berusaha membunuh mereka, dan tentu saja dia akan berusaha mencegah pembunuhan atas diri ke dua orang murid Kong-thong-pai ini. Malam itu, rombongan murid Kong-thong-pai bermalam di sebuah dusun. Karena mereka tidak ingin mengganggu penduduk dusun itu, didalam dusun kecil itu tidak terdapat rumah penginapan, terpaksa mereka lalu berada dalam sebuah kuil tua yang sudah kosong. Hati para murid Kong-thong-pai itu sedang risau dan berduka berhubung dengan kematian guru mereka, dan Keng Hong merupakan seorang tawanan yang suka rela, tidak perlu di jaga lagi karena andaikata mau melarikan diri,

   Biar di jaga sekalipun akan percuma dan tetap akan dapat lari, maka empat orang murid pria dan dua orang murid wanita itu segera merebahkan diri mengaso di lantai kuil setelah mereka makan malam dan lantai itu disapu bersih oleh Bwee Ceng dan Swat Si. Tentu saja, seperti biasa, Bwee Ceng dan Swat Si memisahkan diri. Biarpun empat orang itu adalah suheng-suheng mereka, namun sebagai wanita tentu saja mereka merasa tidak leluasa untuk tidur dalam suatu ruangan dengan mereka, apa lagi di situ terdapat Keng Hong dan lebih-lebih lagi karena mereka berdua diam-diam mempunyai rencana rahasia! Malam itu, menjelang tengah malam, Bwee Ceng berindap memasuki ruangan belakang di mana Keng Hong tidur. Pemuda ini emang sengaja memilih ruangan terpisah untuk tidur. Dengan suara gemetar Bwee Ceng berbisik.

   "Keng Hong.."

   Keng Hong memang belum tidur, dia masih duduk bersandar tembok kuil.

   "Ah, engkaukah itu? Apakah kehendakmu?"

   "Aku... aku ingin membuka belenggumu. Amat tidak enak tidur dengan kedua tangan terbelenggu."

   Keng Hong tersenyum dan mengangkat kedua tangannya yang sudah bebas. Dia telah membuka sendiri belenggu tangannya yang dia taruh di atas lantai.

   "Aku sudah bebas dan siap menantimu, nona. Ataukah.. Perasaan cintamu yang kau bisikkan siang tadi sudah berubah?"

   Bwee ceng makin kaget.

   "Kau.. kau dapat mendengarkan percakapan itu...?"

   "Tentu saja, dan aku merasa girang sekali. Kalian adalah nona-nona yang cantik manis. Akan tetapi, kita harus keluar dari kuil ini. Tidak enak rasanya kalau kita bersenang-senang disini, dimana para suhengmu tidur. Dan ajak sumoimu. Kita bertiga berjalan-jalan di kebun belakang kuil. Bagaimana, maukah?"

   Dengan kedua pipi kemerahan Bwee Ceng hanya mengangguk-angguk, tanpa dapat mengeluarkan suara, kemudian tertawa kecil dan berlari-larian pergi untuk memanggil sumoinya. Keng Hong sudah melangkah keluar dari kuil menuju ke kebun bunga yang berada di belakang kuil. Seperti kuil itu sendiri, kebun itupun tidak terpelihara, namun masih banyak bunga-bunga liar tumbuh di situ dan ditumbuhi rumput tebal. Keng Hong yang hendak mempergunakan pertemuannya dengan dua orang murid wanita Kong-thong-pai ini sebagai "pancingan"

   Kepada Biauw Eng, memilih tempat terbuka dan duduklah dia di atas tanah yang bertilang rumput hijau tebal. Tak lama dia menanti dan tampaklah Bwee Ceng, janda muda ini yang begitu tiba di tempat itu, lalu menarik sumoinya duduk di dekat Keng Hong, kemudian sambil tersenyum ia merangkul Keng Hong yang balas memeluknya.

   "Ah, engkau begini tampan, begini gagah..."

   Bwee Ceng berbisik.

   Karena memang sudah memiliki dasar batin lemah terhadap godaan nafsu, biarpun tadinya sungkan dan malu, atas desakan Bwee Ceng dan keramahan Keng Hong, akhirnya Swat Si mulai berani pula membalas rangkulan Keng Hong. Pemuda ini melayani kedua orang murid Kong-thong-pai yang di mabuk nafsu itu dengan penuh kesediaan dan keramahan, akan tetapi dia hanya mencurahkan perhatiannya setengah saja untuk itu, karena sebagian perhatiannya lagi dia kerahkan untuk meneliti keadaan sekeliling kebun itu, dan untuk dapat "menangkap basah"

   Apabila Biauw Eng turun tangan melakukan serangan kejam terhadap dua orang nona dalam pelukannya. Menjelang fajar, Swat Si sudah tertidur kelelahan, dan Bwee Ceng masih membelai dan memeluk Keng Hong. Janda ini benar-benar tergila-gila kepada pemuda perkasa itu dan dia berbisik-bisik mesra,

   "Keng Hong, kekasihku.. Engkau jangan khawatir, kelak di depan para supekku, aku akan membelamu akan kuceritakan bahwa bukan engkau yang membunuh suhu dan empat orang suheng, melainkan Song-bun Siu-li. Aku akan bersumpah dan.. Dengan segala daya akan kubela engkau, kekasihku."

   Keng Hong menciumnya sambil tersenyum.

   "Engkau baik sekali, Bwee Ceng. Terima kasih."

   Pada saat itu, Keng Hong cepat melepaskan pelukan Bwee Ceng dan tubuhnya bergerak ke depan, menangkap dua benda yang mengeluarkan sinar putih dan yang menyambar cepat ke arah pelipis Bwee Ceng dan Swat Si. Tepat seperti dugaannya, Biauw Eng turun tangan menyerang dengan senjata rahasianya, yatiu bola-bola putih berduri!

   "Biauw Eng, perempuan keji...!"

   Keng Hong meloncat ke arah dari mana datangnya senjata-senjata rahasia itu, tidak peduli bahwa tubuhnya bertelanjang. Akan tetapi tak tampak bayangan seorang pun manusia. Keng Hong cepat-cepat kembali dan mengenakan pakaian, sedangkan dua orang wanita itu sudah cepat kembali ke dalam kuil. Karenan tidak berhasil menangkap Biauw Eng, Keng Hong dengan hati panas kembali ke ruangan belakang kuil, lalu tertidur sampai pagi.

   Pada keesokkan harinya, dengan wajah berseri dan kedua pipi kemerahan, Bwee Ceng dan Swat Si telah memasak makanan. Pagi-pagi benar mereka telah membeli beberapa ekor ayam dan gandum dari penduduk dusun, bahkan Bwee Ceng membawa pula seguci arak. Keng Hong yang melihat betapa wajah mereka berseri, diam-diam harus mengakui bahwa mereka itu cantik-cantik dan manis, maka hatinya menjadi makin girang. Apalagi melihat Swat Si yang menahan senyum dan dengan malu-malu kadang-kadang mengerling ke arahnya, dia mengakui gadis ini dan membandingkannya dengan Ciang Bi. Untung bahwa dia bersikap waspada, kalau tidak, tentu dua orang wanita cantik ini sekarang telah menjadi mayat, pelipis mereka pecah oleh dua bola putih berduri, korban keganasan Biauw Eng. Ia makin marah dan benci kepada Biauw Eng.

   "Wah, Ji-wi Siocia (Nona Berdua) sungguh rajin, sepagi ini sudah mendapatkan makanan pagi yang lengkap!"

   Keng Hong berseru gembira sambil mendekati seorang murid Kong-thong-pai minta dibukakan belenggunya. Murid Kong-thong-pai itu membuka belenggu tangannya untuk memberi kesempatan Keng Hong ikut makan pagi.

   "Eh, ada araknya pula. Dari mana Ji-wi bisa mendapatkan arak?"

   Swat Si tidak dapat mengeluarkan suara. Ia masih merasa malu dan jengah dan sehingga khawatir kalau-kalau suaranya akan gemetar. Bwee Ceng tersenyum dan menjawab,

   "Kebetulan sekali ada seorang wanita petani membawa hendak ditawarkan kepada kita. Aku lalu membelinya dan araknya baik sekali, wangi."

   Setelah masakan gandum dan ayam matang, makanlah Keng Hong bersama enam orang murid Kong-thong-pai itu dan kalau melihat keadaan mereka itu, Keng Hong sama sekali bukan seperti seorang tawanan, melainkan seorang sahabat baik.

   Bahkan empat orang murid laki-laki Kong-thong-pai kini sudah mulai mengajaknya bercakap-cakap dan berkelakar. Ketika Bwee Ceng membagikan arak dan menuangkan arak pada cawan masing-masing yang diambilnya dari bungkusan perbekalan mereka, tercium bau arak yang wangi dan sedap sekali. Mereka menjadi gembira dan segera mengangkat cawan arak dan minum arak yang ternyata manis dan enak sekali. Akan tetapi, tiba-tiba Keng Hong mengerutkan aslinya ketika arak itu melalui lidahnya. Mulutnya yang sudah amat kuat berada di dalam arak, racun yang sama sekali. Akan tetapi lidahnya begitu tersentuh racun itu sudah dapat merasai dan tahulah dia bahwa dia hendak di racun! Keng Hong tersenyum ketika dia mengerling ke arah Swat Si yang kebetulan mengerling ke arahnya pula dari balik cawannya.

   Hem, tentu cawan untuknya itu yang diberi racun. Diam-diam dia mengeluh hatinya. Agaknya kedua orang wanita itu, ataukah Bwee Ceng itu karena dia tidak percaya bahwa Swat Si yang begitu halus dan mesra akan suka meracuninya, sengaja hendak membunuhnya karena khawatir kalau-kalau peristiwa semalam akan terbongkar dan diketahui orang lain. Kalau Keng Hong mati, tentu rahasia itu takkan pernah dapat terbongkar lagi. Begini kejamkan wanita? Keng Hong hanya mengeluh dalam hati akan tetapi terus meneguk habis araknya karena baginya, racun itu tidak akan ada bahayanya. Tiba-tiba Keng Hong meloncat bangun ketika melihat perubahan pada wajah enam orang itu. Mendadak saja wajah enam orang itu. Mendadak saja wajah mereka yang tadinya duduk di atas lantai.

   "Aduhhh.... Keng Hong..!"

   Swat Si mengeluh dan hati Keng Hong penuh keharuan dan kekhawatiran. Ia cepat meloncat dekat dan merangkul leher gadis itu. Wajah gadis itu menjadi agak menghitam, tubuhnya berkelojotan, akan tetapi matanya memandang wajah Keng Hong, mulutnya agak tersenyum sungguhpun giginya yang kecil rata dan putih mengkilap itu menggigit bibir bawah menahan rasa nyeri yang menusuk-nusuk perut.

   "Swat Si... kenapa..."

   Keng Hong yang mendekapnya bertanya khawatir.

   "Keng Hong ... jangan lupakan aku.."

   Swat Si berbisik dan tubuhnya menjadi lemas, matanya mendelik. Tak salah lagi, tentu arak itu! Dan Bwee Ceng yang membelinya! Ia lepaskan tubuh Swat Si yang sudah sekarat lalu membalik menubruk Bwee Ceng, mengangkat tubuh itu yang lalu di rangkulnya. Seperti juga Swat Si, ketika memandangnya, Bwee Ceng berusaha untuk tersenyum.

   "Keng Hong... arak...itu... ada racun.. aku tidak penasaran... setelah semalam..."

   Ia tidak dapat melanjutkan karena tubuhnya berkelojotan dan matanya mendelik pula. Keng Hong melepaskan Bwee Ceng dan memeriksa ke empat orang murid pria Kong-thong-pai. Semua sama keadaannya, merela sekarat dan dalam perjalanan maut. Arak beracun! Seorang wanita petani menjual seguci arak kepada Bwee Ceng! Seperti kemasukan setan Keng Hong meloncat dan lari memasuki dusun. Hari masih pagi sekali akan tetapi seperti kebiasaan dusun-dusun, sepagi itu para penduduk telah bangun. Melihat Keng Hong berlari-lari, mereka semua terkejut dan heran. Bukankah pemuda ini yang kemarin menjadi tawanan enam orang gagah yang bermalam di dalam kuil? Pemuda tampan ini tentu seorang penjahat, maka menjadi tawanan enam orang pendekar itu.

   "Siapa yang telah menjual seguci arak kepada kami?"

   Keng Hong berteriak-teriak seperti orang gila. Seorang wanita setengah tua dengan muka pucat dan mata terbelalak melangkah maju dan berkata,

   "Saya yang menjual seguci arak kepada mereka tadi pagi. Ada apakah orang muda? Arakku hanya ada seguci itu, kalau mau tambah lagi harus pergi ke kota..!"

   Wanita itu menghentikan kata-katanya dan mengaduh-aduh karena Keng Hong sudah mencekeram lengannya. Tadinya pemuda ini mengira bahwa nenek yang telah meracuni mereka tentu memiliki kepandaian lihai, akan tetapi ketika memegang lengannya dan mendapat kenyataan bahwa wanita ini tidak bisa apa-apa dan amat lemah, dia lalu mengendurkan cengkeramannya dan membentak.

   "Lekas katakan! Dari mana engkau mendapat arak itu? Awas kalau membohong, ku bunuh kau!"

   Para penduduk dusun itu menjadi marah menyaksikan kekasaran KengHong terhadap seorang wanita. Mereka itu, yang laki-laki, telah menyerbu sambil memaki,

   "Orang gila! Mengapa datang-datang mengamuk ? Engkau adalah seorang tawanan, tentu seorang jahat! Melayanglah pukulan dan tendangan ke tubuh Keng Hong. Namun pemuda ini tidak memperdulikan mereka semua dan tetap memegangi lengan wanita setengah tua yang menggigil ketakutan. Terdengar suara bak-bik-buk ketika serangan itu mengenai tubuh Keng Hong, disusul teriakn-teriakan mengaduh-ngaduh para penyerang itu sendriri karena kaki tangan mereka bertemu dengan tubuh yang kerasnya seperti baja!

   "Dia setan....!"

   "Siluman.....!"

   Teriakan-teriakan mereka yang mengaduh-ngaduh ini membuat suasana di situ menjadi gaduh sekali.

   "Saudara-saudara jangan bertindak sembrono!"

   Keng Hong berteriak tentang arak kepada wanita ini "karena semua sahabatku yang meminum itu arak itu kini mati semua!"

   Mendengar ini, orang-orang dusun itu menjadi pucat mukanya dan otomatis mereka melangkah mundur memandang ke arah wanita dengan mata terbelalak. Wanita itu sendiri lalu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis.

   "Aku tidak tahu apa-apa.... Aku tidak tahu tentang arak dan tentang racun. Seguci arak itu ku terima dari seorang puteri dengan pesan agar ku berikan kepada rombongan yang menginap di kuil.... Dan.. karena niocu (nona) itu berbaik hati memberi hadiah uang......, tentu ku terima.."

   Keng Hong melepaskan cengkeraman tangannya dan mendorong tubuh wanita setengah tua itu yang terhuyung ke belakang sambil memegangi pergelangan tangan yang terasa nyeri, menangis dengan muka pucat.

   "Lekas katakan, seperti apa macamnya nona yang memberi arak kepadamu itu?"

   "Dia masih muda cantik sekali seperti dewi". pakaiannya serba putih, suaranya halus dan..."

   Akan tetapi Keng Hong sudah meloncat pergi dan sebentar saja lenyap dari depan para penduduk yang melongo leheranan. Keng Hong tidak menjadi heran mendengar keterangan wanita dusun itu karena memang sudah disangkanya..Tangan keji Biauw Eng lagi! Siapa lagi kalau bukan Biauw Eng yang menggunakan racun membunuh enam orang Kong-thong-pai itu? Pagi tadi, menyaksikan dua orang gadis Kong-thong-pai dilayani bercinta kasih oleh Keng Hong, dalam cemburunya gadis berwatak iblis itu menyerang dengan senjata rahasia. Kemudian, karena ada Keng Hong yang menghalangi niat kejinya, ia lalu menggunakan racun secara keji dan cerdik sekali. Tentu gadis itu tahu bahwa Keng Hong kebal akan racun, akan tetapi enam orang Kong-thong-pai tidak!

   "Biauw Eng, engkau sungguh jahat!"

   Keng Hong berkata dengan hati penuh duka dan penyesalan ketika dia tiba di dalam kuil dan berdiri memandang ke arah enam sosok mayat murid-murid Kong-thong-pai itu. Dengan perasaan berat Keng Hong lalu menggali lubang di pekarangan kuil dan mengubur mayat-mayat itu. Setelah selesai dia meninggalkan kuil dan baru mendapat kenyataan bahwa banyak penduduk menonton dari jauh dan secara sembunyi-sembunyi. Ketika dia melangkah dekat mereka itu melarikan diri dan terdengar suara mereka.

   "pembunuh". pembunuh keji.."

   Keng Hong menghela napas panjang. Murid-murid Kong-thong-pai dibunuh Biauw Eng semua, dan kembali dialah yang tertuduh. Dia tidak menyalahkan orang-orang dusun itu yag menuduhnya, dan dia merasa tidak ada gunanya untuk memberi penjelasan kepada mereka. Makin keras hasrat hatinya untuk cepat kembali ke Kiam-kok-san, di mana dia takkan berhubungan lagi dengan dunia ramai, takkan terlibat urusan manusia yang hanya membuat kegetiran-kegetiran dan permusuhan ia berjalan terus mendaki lereng Pegunungan Kun-lun-san. Keng Hong berhenti melangkahkan kakinya dan memandang ke kiri dengan kagum. Gadis itu, dia berani menduga bahwa bayangan tubuh lamping gesit itu tentu seorang gadis, berlari dengan cepat sekali.Tadinya jantung berdebar dan mukanya terasa panas karena mengira bahwa gadis itu Biauw Eng.

   Akan tetapi setelah agak dekat dan pakaian gadis itu hijau muda, tidak putih seperti pakaian Biauw Eng, dia menduga-duga. Jelas bukan Biauw Eng, bukan pula Cui Im, sungguhpun gerakan gadis itu menunjukkan ginkang yang sudah tinggi. Yang jelas berbeda dan tampak dari jauh adalah cara gadis ini menyanggul rambutnya, disanggul tinggi di atas kepala seperti sebuah menara yang bergoyang-goyang ketika dia berlari cepat. Di punggungnya tampak sebatang pedang dalam sarung pedang merah. Ketika gadis itu yang ternyata cantik manis dengan pandang mata tajam dan penuh gairah hidup tiba di dekat Keng Hong yang duduk di bawah pohon, gadis itu kelihatan kaget, akan tetapi dia bahkan langsung menghampiri Keng Hong. Sejenak gadis itu memandang tajam kemudian mengangkat kedua tangan ke depan dada sebagai penghormatan ketika dia bertanya.

   "Maafkan kalau aku yang sesat jalan menggangu Twako dengan pertanyaan."

   Keng Hong tersenyum. Senang hatinya menyaksikan sikap gadis yang membayangkan kegagahan ini ternyata amat peramah dan sopan santun. Ia cepat bangkit berdiri dan membalas penghormatannya, kemudian menjawab.

   "Sudah sewajarnya kalau dua orang yang saling jumpa di tempat sesunyi ini saling bertanya. Nona hendak bertanya tentang apakah?"

   Gadis itu kembali tertegun. Agaknya ia sama sekali tidak mengira bahwa pemuda tampan yang duduk mengaso di pohon itu adalah seorang yang demikian halus tutur sapanya, membayangkan seorang yang tahu akan kebudayaan dan sama sekali bukanlah seorang penduduk pegunungan yang buta huruf. Maka pandang matanya menjadi makin tajam dan penuh selidik.

   "Aku hendak bertanya jalan yang menuju ke Kiam-kok-san.."

   Kini Keng Hong yang merasa terkejut sekali. Akan tetapi hanya sebentar karena dia segera dapat menekan perasaannya dengan pengertian bahwa sekarang ini agaknya Kiam-kok-san menjadi mercusuar bagi orang-orang kang-ouw, menjadi seperti sebuah lampu yang menarik datangnya laron dan kupu-kupu. Ia menarik nafas panjang, kemudian mencari jalan untuk mengetahui siapakah gerangan nona muda ini yang ikut-ikutan memperebutakan pusaka Kiam-kok-san. Karena hanya orang yang ingin mendapatkan pusaka-pusaka suhunya sajalah yang bertanya-tanya tentang Kiam-kok-san!

   "Pertanyaanmu mengejutkan hati Nona. Kim-kok-san bukanlah sebuah tempat yang dikenal semua orang. Bolehkah aku mengetahui namamu dan keperluannya mencari tempat seperti itu? Perkenalkan, aku she Cia..."

   "Harap engkau suka berbaik hati menunjukkan jalan itu kalau kau mengetahuinya.. eh, Cia-twako. Namaku adalah Tan Hun Bwee dan tentang keperluanku dengan Kiam-kok-san adalah urusan pribadiku. Kalau engkau mengetahui tempat itu dan dapat menunjukkan jalan untukku, aku akan berterima kasih sekali. Kalau engkau mengetahui, biarlah aku pergi mencari sendiri, tidak perlu terlalu lama disini.."

   Keng Hong tersenyum.

   "Aku tahu pula mengapa Nona datang mencari Kiam-kok-san. Bukankah Nona puteri Ketua Hek-houw-piawkiok bernama Tan Kai Sek?"

   Nona itu terkejut sekali dan tangannya bergerak secara otomatis hendak meraba pedangnya sambil bertanya dengan suara nyaring,

   "Engkau siapakah?"

   Apakah engkau murid Kun-lun-pai dan hendak menghalangi aku mencari Kiam-kok-san?"

   Keng Hong tersenyum, lalu membalikkan tubuh membelakangi nona itu, menghampiri pohon dan duduk kembali di bawah pohon yang teduh. Setelah duduk menghadapi nona itu dia berkata,

   "Tenanglah, Nona dan tak perlu mencabut pedang itu. Aku bukan murid Kun-lun-pai dan juga tidak akan menghalangi orang. Marilah duduk di sini dan dengarlah dulu kata-kataku, baru ku tunjukkan padamu jalan ke Kiam-kok-san."

   Tan Hun Bwee, gadis itu, menjadi curiga, akan tetapi karena dia percaya akan kepandaiannya sendiri, dia tidak takut dan menghampiri lalu duduk agak jauh di atas sebuah batu, menghadapi pemuda yang ia dapat menduga tentu bukan orang sembarangan itu. Orang yang tahu akan adanya Kiam-kok-san kiranya bukan sembarangan orang.

   "Siapakah engkau dan bagaimana engkau dapat mengenal ayahku?"

   "Sudah kukatakan bahwa aku she Cia dan tentang ayahmu, pernah aku bertemu berkenalan. Aku tahu bahwa ayah dan ibu pernah mendatangi Kiam-kok-san untuk memusuhi Sin-jiu Kiam-ong akan tetapi gagal dan dikalahkan oleh kakek itu. Apakah kedatangan Nona ini ada hubungannya dengan urusan itu?"

   Kembali gadis itu terkejut dan terheran-heran. Bagaimana pemuda tampan dan halus tutur sapanya ini mengetahui akan hal itu? Ia tidak suka urusan pribadi orang tuanya dibicarakan orang lain, maka ia menjawab singkat.

   "Dendam besar antara keluarga kami dengan Sin-jiu Kiam-ong adalah urusan pribadi, tidak perlu aku membicarakannya dengan orang lain. Kalau engkau mengetahui jalan ke Kiam-kok-san dan suka menunjukkannya kepadaku, harap katakan sekarang juga."

   "Nanti dulu, Nona. Mengapa Nona berkeras hendak mendatangi Kiam-kok-san? Kakek berjuluk Sin-jiu Kiam-ong itu telah meninggal dunia, dengan demikiam maka urusan yang ada antara beliau dan orang tua sudah terhapus.."

   Sepasang alis menjelirit hitam itu bergerak-gerak, indah sekali dalam pandangan Keng Hong, bibir yang merah itu bergerak cepat,

   "Terhapus bagaimana? Enak saja! Dia seorang yang amat jahat, seorang manusia sombong dan keji, yang telah menghancurkan kebahagiaan keluarga ayahku!"

   "Ah, terlalu keras engkau menjatuhkan keputusan, Nona. Aku pun telah mengetahui akan urusan antara Sin-jiu Kiam-ong dan orang tuamu. Bukankah dahulu orang tuamu sebagai piauwsu dari Hek-houw-piauwkiok pernah dirampok oleh kakek itu dan dirampas benda-benda perhiasaan milik seorang pembesar tinggi?"

   "Bukan itu saja! Bahkan dia berani mengganggu puteri dari menteri..."

   "Hemmm, bukan menganggu, hanya karena keduanya sama suka. Puteri itu tadinya di tawan dengan maksud dimintakan uang tebusan dan Sin-jiu Kiam-ong melakukan hal ini sebagai pengajaran karena sang menteri adalah seorang pejabat tinggi yang selain korup juga menindas rakyat mengandalkan kekuasaan. Akan tetapi puteri itu jatuh cinta kepada Sin-jiu Kiam-ong sehingga terjadilah hubungan cinta kasih antara mereka. Urusan itu ada sangkut pautnya dengan orang tuamu?"

   "Piauwkiok ayahku menjadi tercemar namanya, dan menyeret pula nama besar ayahku. Pendeknya, aku tidak terima! Biarpun Sin-jiu Kiam-ong telah meninggal, dia masih berhutang kepada ayahku, dan aku harus mendapatkan kembali harta pusaka yang dia rampok karena itu menjadi hakku, di samping pusaka lainnya yang ditinggalkannya. Aku akan menggeledah Kiam-kok-san!"

   Keng Hong tersenyum lebar.

   "Nona, berpikirlah masak-masak. Dendam digerakkan oleh benci, dan siapa yang membenci orang lain berarti membenci diri sendiri. Sin-jiu Kiam-ong telah meninggal dunia, mengapa engkau masih menaruh denda? Padahal, engkau sendiri tidak mempunyai urusan dengan dia, mengenalpun tidak. Perlukah dendam dibawa sanpai menurun dari ayahmu kepadamu? Menurutkan dendam, berarti engkau mengikatkan dirimu dengan tali-temali karma yang amat ruwet, Nona. Bukankah dengan demikian engkau akan menyia-nyiakan waktu hidupmu? Perlukah engkau memenuhi permintaan orang tuamu yang begitu tega menyuruh seorang gadis muda seperti Nona menempuh bahaya besar, hendak mendatangi Kiam-kok-san yang tak dapat didatangi oleh orang-orang sakti di dunia kang-ouw? Orang tuamu benar-benar berpemandangan picik..."

   "Ayah ibuku telah meninggal dunia..!"

   "Ah, maaf..... aku tidak tahu..."

   "Mereka telah meninggal dunia, meninggalkan aku seorang diri. Mereka meninggal karena tekanan batin, karena tidak mampu membalas kepada musuh besar kami. Aku sebagai puterinya harus melanjutkannya, harus dapat merampas kembali benda-benda berharga yang dahulu dirampas Sin-jiu Kiam-ong. Aku akan..eh, engkau ini siapakah yang tahu akan segala hal?"

   "Tentu saja aku tahu, Sin-jiu Kiam-ong adalah mendiang guruku.."

   "Bagus..! Ada yang mewakili menerima pembalasan keluarga Tan...!"

   Sambil berkata demikian, gadis itu sudah meloncat ke belakang dan mencabut pedangnya. Gerakannya cepat sekali maka Keng Hong dapat menduga bahwa tentu gadis itu telah mewarisi ilmu kepandaian ayah bundanya. Ia dia saja, hanya duduk sambil memandangi gadis itu dengan wajah tenang.

   "Hayo bangkitlah engkau murid Sin-jiu Kiam-ong! Bangkitlah agar segala perhitungan lama dapat dibereskan saat ini!"

   Gadis itu menodongkan ujung pedangnya ke arah hidung Keng Hong yang masih duduk tenang tak bergerak dari tempatnya.

   "Mendiang guruku tidak pernah merasa menjadi musuh orang tuamu, apalagi musuhmu, Nona. Dan aku pun tidak pernah merasa menjadi musuh keluarga Tan piauw su, maka bagiku tidak ada perhitungan apa-apa yang harus di bereskan. Dan aku yakin bahwa seorang gadis perkasa seperti Nona tidak akan membunuh orang yan tidak mau melawannya, apalagi kalau orang itu selama hidupnya tidak pernah ada urusan dengan Nona maupun orang tua Nona. Akan tetapi kalau keliru dugaanku dan ternyata Nona bukan seorang wanita yang berhati keji dan haus darah, boleh saja Nona tusuk dada ini sampai tembus, aku pun tidak akan melawanmu!"

   Pedang di tangan gadis itu menggigil akan tetapi tidak turun dari depan hidung Keng Hong.

   "Aku mendengar penuturan orang tuaku bahwa Sin-jiu Kim-ong adalah seorang laki-laki yang bermulut tajam, pandai membujuk dan menipu. Siapa tahu kalu muridnya pun mewarisi kepandaian itu!"

   
Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Keng Hong bukanlah seorang bodoh yang membiarkan dirinya terancam maut begitu saja sehingga dia mengeluarkan ucapan tadi. Melihat sikap gadis itu, mendengar ucapan-ucapannya, dia merasa yakin bahwa gadis ini tidak ungkin mau membunuhnya begitu saja kalau dia tidak mau melawan, Kini dia tertawa dan menjawab.

   "Nona, biarpun kau buka dada ini, engkau takkan mendapatkan niat buruk dalam hatiku terhadapmu. Aku tidak membujuk, hanya bicara sesungguhnya bahwa aku tidak pernah memusuhiu dan tidak suka bermusuhan denganu karena memang tidak ada sebab yang mengharuskan kita salign berusuhan. Apalagi setelah sekarang suhu tidak ada, juga kedua orang tuamu tidak ada, mengapa kita harus melanjutkan sikap bermusuhan orang tuamu, percayalah bahwa kelak kalau aku berhasil menemukan simpanan suhu, tentu benda-benda itu akan ku kembalikan kepadau. Bukan hanya benda-benda dari orang tuamu, bahkan benda milik semua orang yang pernah diambil suhu akan ku kembalikan. Dengan jalan itu aku hendak menebus semua perbuatan suhu yang telah menimbulkan sikap bermusuhan dari orang-orang gagah terhadap suhu."

   Ujung pedang yang menodong itu menurun, perlahan-lahan. Lalu tubuh gadis yang menegang itu menjadi agak lemas ketika ia berkata perlahan, seperti mengeluh.

   "Ah, mengapa engkau tidak mau bangkit melawan saja? Agar terpenuhi kebaktianku kepada orangtuaku. Mengapa engkau tidak menjadi murid berbakti dari gurumu dan mempertahankan nama gurumu dengan menghadapi musuhnya?"

   Keng Hong menggelengkan kepala.

   "Engkau keliru dalam mengartikan sikap berbakti, Nona. Melanjutkan perbuatan orang tua baru dapat dikatkan berbakti kalau perbuatan itu sendiri benar. Akan tetapi kalau perbuatan itu tidak benar, maka kewajiban seorang berbakti adalah membetulkan perbuatan itu, tidak melanjutkannya. Mengerti engkau, Nona?"

   Gadis itu menunduk, perlahan-lahan menyimpan kembali pedangnya.

   "Biarpun aku tidak suka mengakui, namun aku percaya kepadamu."

   Tiba-tiba Keng Hong mengangkat muka memandang ke kanan dan terdengarlah suara.

   "Siancai..! Bocah keparat ini sama sekali tidak boleh dipercaya!"

   Tan Hun Bwee cepat memutar tubuh memandang ke arah suara itu dan tahu-tahu di situ muncul dua tosu yang usianya sekitar lima puluh tahun. Mereka ini bukan lain adalah Lian Ci Tojin dan Sian Ti Tojin, dua orang tokoh Kun-lun-pai untuk mencari dan menangkap Keng Hong yang menipu Kun-lun-pai dengan menyerahkan pedang Siang-bhok-kiam palsu. Melihat dua orang tosu ini, Keng Hong terkejut dan cepat dia maju, menjatuhkan diri berlutut.

   "Kiranya Ji-wi Totiang yang datang, harap menerima penghormatan teecu,"

   Katanya penuh hormat. Sejak kecil Keng Hong hidup di Kun-lun-pai dan tak pernah dia kehilangan rasa terima kasihnya dengan kepada Kun-lun-pai, terutama kepada Kiang Tojin yang telah menolong nyawanya dan telah memeliharanya. Dua orang tosu ini adalah adik seperguruan Kiang Tojin, tentu saja dia bersikap amat hormat.

   "Cia Keng Hong! Tahukah engkau akan dosamu terhadap Kun-lun-pai?"

   Bentak Sian Ti Tojin sambil menggerakkan ujung lengan nya yang panjang dan sikapnya keren.

   "Teecu telah banyak menerima budi kebaikan Kun-lun-pai dan belum sempat membalasnya. Hal itu sudah merupakan dosa."

   "Tak usah memutar lidah!"

   Bentak Lian Ci Tojin yangseperti suhengnya, amat marah kalau mengingat betapa Kun-lun-pai sampai bentrok antara saudara sendiri, dan betapa Kun-lun-pai didatangi banyak tokoh-tokoh kang-ouw yang menganggu. Apalagi kalau teringat akan penipuan pedang palsu.

   "Engkau telah menipu kami, menipu guru kami dengan menyerahkan pedang Siang-bhok-kiam palsu. Apakah kau hendak menyangkal dosa besar ini?"

   Keng Hong menundukkan mukanya dalam keadaan masih berlutut.

   "Teecu tidak menyangkal, dan memang hal itu benar telah teecu lakukan. Teecu bersedia untuk menghadap Kiang Tojin dan para locianpwe di Kun-lun-pai untuk mohon pengampunan atas perbuatan teecu yang tidak patut itu."

   "Enak saja kau bicara tentang minta ampun setelah kekacauan yang kau ciptakan di Kun-lun-pai!"

   Bentak Sian Ti Tojin sambil melangkah maju dan tangan kirinya menampar.

   "Plakk!"

   Pipi kanan Keng Hong ditamparnya keras sekali sehingga tubuh pemuda itu terguncang miring dan hampir roboh.

   "Kalau kami tidak menerima perintah untuk menangkapmu hidup-hidup dan menyeretmu ke depan kaki suhu, tentu sekarang juga pinto membunuhmu, bocah keparat!"

   Ucapan ini keluar dari mulut Lian Ci Tojin yang juga menggerakkan tangan ke depan, menampar pipi kiri Keng Hong.

   "Plakkk!"

   Tamparan ini lebih keras lagi, sesuai dengan watak Lian Ci Tojin yang berangasan, apalagi karena tosu ini amat benci kepada Kiang Tojin sehingga kemarahannya dia timpakan kepada anak yang dipungut dan ditolong oleh Kiang Tojin itu. Kembali tubuh Keng Hong terguncang dan dari kedua ujung bibirnya menitik darah.

   "Pendeta-pendeta berhati kejam!"

   Tiba-tiba Tan Hun Bwee memaki dan meloncat ke depan.

   "Kalian sungguh tak tahu malu, memukul orang yang sama sekali tidak mau melawan."

   Lian Ci Tojin dan suhengnya mengangkat muka memandang gadis itu. Lian Ci Tojin tersenyum dan mengejek.

   "Cia Keng Hong, apakah engkau sudah mewarisi watak mata keranjang suhumu dan gadis ini menjadi seorang di antara pacarmu?"

   "Lian Ci totiang harap jangan bicara sembarangan. Nona ini adalah seorang gadis terhormat adalah puteri Tan-piauwsu dan sama sekali bukan pacar teecu.."

   "Tosu bau, mulutmu busuk!"

   Tan Hun Hwee sudah tak dapat menahan kemarahannya dan pedangnya dia sudah dia cabut dan secepatnya kilat dia menyerang Lian Ci Tojin. Akan tetapi dengan mudah Lian Ci Tojin mengelak. Tosu ini adalah murid ke lima dari ketua Kun-lun-pai, tentu saja merupakan seorang di antara tokoh-tokoh Kun-lun-pai yang termasuk golongan atas.

   "Hemmm, kalau bukan pacar bocah keparat ini, setidaknya tentu mata-mata musuh yang hendak menyelidiki Kun-lun-pai. Mengakulah, mau apa kau datang ke wilayah Kun-lun-pai?"

   Bentak tosu itu.

   "Tosu keparat, tosu palsu, lihat pedang!"

   Tan Hun Bwee sudah menyerang lagi dan ternyata gadis ini memiliki ilmu pedang yang cukup lihai sehingga kembali Lian Ci Tojin terpaksa meloncat ke belakang mengelak sambil meraba punggungnya dan di lain saat pedangnya sudah berada di tangan.

   "Engkau hendak menggunakan kekerasan? Baik, majulah!"

   Ketika gadis itu menyerang lagi, Lian Ci Tojin sudah menggerakkan pula pedangnya menangkis dan mereka segera bertanding dengan hebat.

   "Sute, jangan membunuh orang!"

   Sian Ti Tojin memperingatkan sutenya.

   "Ha-ha-ha, menghadapi bocah seperti ini, masa perlu membunuhnya, Suheng? Dia harus ditangkap, mungkin dia mata-mata musuh yang berbahaya."

   Tan Hun Bwee boleh jadi lihai dan jarang terdapat seorang gadis muda memiliki keahlian bermain pedang seperti dia, akan tetapi berhadapan dengan seorang tokoh besar Kun-lun-pai seperti Lian Ci Tojin, ia masih kalah jauh. Setelah bertanding mati-matian selama tiga puluh jurus, dalam pertemuan pedang, Lian Ci Tojin mengerahkan tenaganya dan gadis itu berteriak kaget, pedangnya terlepas dari pegangan dan sempat ia mengelak, tangan kiri tosu itu telah menotok pundaknya, membuat ia roboh lemas tak dapat berkutik lagi!

   "Ha-ha-ha, bocah-bocah sekarang banyak yang tak tahu diri, seperti bocah keparat Keng Hong ini dan gadis galak ini. Suheng, keadaan gadis ini amat mencurigakan, dia datang bersama Keng Hong, siapa tahu di belakangnya ada orang-orang lain. Biar dia kubawa dulu menghadap suhu agar diselidiki. Harap Suheng mengantar Keng Hong ke atas, menyusul."

   Sian Ti Tojin hanya mengangguk sambil berkata kepada Keng Hong.,

   "Hayo berdiri dan ikut dengan pinto ke puncak Kun-lun-pai."

   Keng Hong tadi hanya menonton saja ketika nona Tan bertanding melawan Lian Ci Tojin. Hatinya gelisah tidak karuan, akan tetapi bagaimana dia dapat turun tangan melindungi nona itu atau mencegah Liaan Ci Tojin? Kalau dia melakukaan hal ini berarti bahwa dosanya terhadap Kun-lun-pai akan menjadi bertambah.

   Apalagi dia dapat melihat bahwa tosu itu tidak akan membunuh Tan Hun Bwee, Dan hanya akan menangkapnya dan membawanya ke Kun-lun-pai untuk diselidiki. Kalau memang gadis itu tidak bersalah, dan benar hanya ingin mencari pusaka di Kiam-kok-san, dia percaya akan kebijaksaan para pimpinan Kun-lun-pai yang tentu akan membebaskannya. Akan tetapi pada saat dia hendak bangkit memenuhi permintaan atau perintah Sian Ti Tojin dan mengerling ke arah Tan Hun Bwee yang sudah tertotok, dia melihat Lian Ci Tojin secara kasar dan sembarangan mengempit tubuh gadis itu dan dibawa pergi. Pada saat itu dia melihat sinar mata Lian Ci Tojin dan jantungnya berdebar tidak karuan. Ia berusaha menekan-nekan debar jantungnya, akan tetapi tidak berhasil sehingga ketika dia bangkit berdiri, kakinya gemetar dan mukanya menjadi berubah dan keningnya berkerut.

   Melihat ini, Sian Ti Tojin mengira bahwa pemuda ini hendak menbangkang. Ia sudah maklum akan kelihaian bocah ini yang memiliki ilmu aneh, pernah menggegerkan Kun-lun-pai. Tentu saja dia tidak takut dan merasa dapat mengatasi bocah ini karena dia tahu bahwa Keng Hong hanya memiliki tenaga sedot mujijat itu sedangkan dalam hal ilmu silat, pemuda ini masih rendah ilmunya. Adapun tentang ilmu sedot itu, setelah dahulu Keng Hong menggegerkan Kun-lun-pai, suhunya telah menberi penjelasan kepada para murid, dan kini sudah tahu bagaimana caranya menolong diri sendiri apabila dia kena "disedot". Betapapun juga, dia tidak menghendaki pemuda ini membangkang sehingga dia tidak usah menpergunakan kekerasan.

   "Cia Keng Kong, mengapa kau? Apakah kau hendak membangkang?"

   Keng Hong tadinya memandang ke arah bayangan Lian Ci Tojin yang membawa lari Hun Bwee dan kini bayangan itu telah lenyap di tikungan lereng. Ia menghela nafas panjang dan memutar tubuhnya mneghadapi Sian Ti Tojin adalah murid ke dua dari Thian Seng Cinjin ketua Kun-lun-pai, sehingga dalam hal ilmu silat, tosu ini hanya berada di bawah suhengnya yang tertua, yaitu Kiang Tojin.

   "Totiang, mengapa Totiang membiarkan Lian Ci Tojin membawa pergi nona Tan? Mengapa tidak bersama-sama saja?"

   "Hemmm, engkau lancang sekali. Ada sangkut pautnya apakah denganmu? Sute hendak membawa gadis itu lebih dulu karena menaruh curiga kepadanya. Sebetulnya apakah keperluannya berada di tempat ini bersamamu?"

   "Totiang, dia itu orang baik-baik, tidak ada kesalahan terhadap Kun-lun-pai. Dia sengaja datang ke sini untuk mencari Kim-kok-san."

   "Apa? Mengapa?"

   "Dia adalah puteri dari Tan-piauwsu yang dahulu pernah bermusuhan dengan mendiang suhu. Ada beberapa buah barang berharga dari ayah ibunya dirampas suhu dan dia hendak mencari barang-barang itu. Dia sama sekali tidak bermaksud buruk terhadap Kun-lun-pai. Mengapa ditangkap?"

   Sian Ti Tojin menggeleng kepala.

   "Tidak bermaksud buruk akan tetapi dia menyerang sute. Sudahlah, kalau memang dia tidak bersalah, tentu akan dibebaskan kembali. Mari kita naik menghadap suhu dan jangan banyak tingkah agar pinto tidak perlu menggunakan kekerasan terhadapmu."

   Keng Hong menghela napas panjang dan melangkah pergi diikuti kakek itu dari belakang. Akan tetapi baru beberapa ratus langkah, dia berhenti lagi.

   "Totiang...."

   "Kenapa kau berhenti? Hayo jalan terus."

   "Totiang, hati saya merasa tidak enak sekali. Amat berbahaya nona Tan dibawa pergi Lian Ci Tojin. Tidakkah Totiang dapat melihat betapa sinar mata Lian Ci Tojin berapi-api? Adakah patut dia mengempit tubuh seorang gadis? Lebih baik kita susul dia."

   "Ah, engkau benar-benar kurang ajar dan patut dipukul, Keng Hong. Berani benar engkau mengeluarkan fitnahan-fitnahan menghina sute. Kami adalah tosu-tosu yang menyucikan diri dan batin, masa terhadap seorang wanita akan timbul pikiran kotor seperti mendiang suhumu? Uhhh, sekali lagi kau mengeluarkan ucapan seperti itu, terpaksa akan pinto pukul sebagai hajaran."

   Kembali Keng Hong menghela napas lalu berjalan lagi. Ia menganggap bahwa alasan tosu tua ini benar. Masa Lian Ci Tojin akan melakukan hal yang amat rendah terhadap gadis itu? Bukankah para tosu Kun-lun-pai.

   Bukan sembarangan tosu melainkan tosu murid langsung Thian Seng Cinjin! Kembali sinar mata Lian Ci Tojin yang ditangkapnya ketika tosu itu mengempit tubuh Hun Bwee menggoda hatinya. Betapapun percaya dia akan alasan Sian Ti Tojin tadi, namun sinar mata itu! Seperti mata orang kehausan melihat air, mata orang melihat makanan, mata seekor anjing melihat daging, mata yang penuh memancarkan nafsu berahi! Kalau benar seperti yang dikhawatirkannya, celakalah nasib Hun Bwee di tangan tosu itu yang sudah begitu baik kepadanya, jelas tampak kebaikannya ketika gadis itu membelanya melihat dia dipukuli kedua orang tosu Kun-lun-pai. Betapa beraninya membelanya dari dua orang tosu yang lihai! Gadis yang berwatak pendekar, gagah perkasa. Dan kini terancam bahaya yang lebih hebat daripada maut bagi seorang gadis!

   "Totiang, terpakasa teecu harus menyusul non Tan..."

   "Cia Keng Hong, berhenti! Kalau tidak, terpaksa kupukul kau!"

   Namun Keng Hong sudah meloncat pergi hendak mengejar Lian Ci Tojin.

   "Keng Hong, kalau tidak berhenti, pinto memukulmu!"

   Kembali teriakan Sian Ti Tojin menggema dibelakangnya dan tosu itu telah mengejarnya. Keng Hong berpikir cepat. Kalau dia menggunakan ginkangnya, dia hanya akan menang sedikit karena para tosu Kun-lun-pai tentu saja memiliki ginkang yang hebat. Dan kalau dikejar-kejar, bagaimana dia dapat mencari Hun Bwee? Setelah berpikir, dia lalu berlari terus, sengaja memperlambat larinya.

   "Peringatan terakhir, Keng Hong. Berhentilah!"

   Keng Hong berlari terus.

   "Siancai! Pinto terpaksa memukulmu!"

   Angin pukulan dahsyat menyambar dari belakang. Keng Hong cepat membalikkan tubuhnya, mengerahkan sinkangnya ke lengan dan menangkis pukulan itu terus mendorong ke samping.

   "Dukk!!"

   Tubuh Sian Ti Tojin terpental ke belakang seperti disambar angin yang amat kuat sehingga dia berseru kaget. Untung bahwa dia telah memiliki lweekang yang amat kuat sehingga dia dapat mencegah tubuhnya terbanting, namun dia merasa betapa tenaga lweekang yang amat kuat sehingga dia dapat mencegah tubuhnya terbanting, naun dia merasa betapa tenaga lweekang dalam pukulannya tadi membalik dan membuat dadanya sesak. Ia tahu bahwa kalau dia mengerahkan tenaga lagi, dia akan terluka, maka cepat dia duduk bersila mengumpulkan hawa murni untuk memulihkan keadaanya dan tentu saja dia harus membiarkan pemuda yang luar biasa itu pergi.

   Keng Hong berlari terus secepatnya. Memang dia telah melakukan hal yang membuat hatinya menjadi makin tidak enak terhadap Kun-lun-pai akan tetapi karena dia hanya menangkis dan yang memukul adalah Sian Ti Tojin, dia menekan kekhawatirannya. Mengejar dan menolong Tan Hun Bwee lebih penting lagi. Ia tadi melihat bayangan Lian Ci Tojin yang membawa lari nona itu naik ke atas, maka kini diaapun mengejar, belum juga dia dapat menyusul. Hatinya menjadi penasaran dan gelisah. Dari sebuah puncak dia telah dapat mmelihat dinding tinggi dari Kun-lun-pai dan tidak tampak bayangan tosu itu. Kalau Lian Ci Tojin membawa Hun Bwee ke Kun-lun-pai, dia tidak usah khawatir.

   Akan tetapi dia merasa curiga dan menduga bahwa tentu nona itu tidak dibawa ke sana. Maka dia lalu membelok dan kembali menuruni puncak, lalu mencoba untuk mencari ke dalam sebuah sebuah hutan besar yang berada di lereng. Kalau tosu itu yang sinar matanya penuh nafsu berniat melakukan kekejian, tidak ada tempat yang lebih baik daripada dalam hutan itu. Setibanya di dalam hutan, dia mencari-cari. Keadaan dalam hutan sunyi senyap. Tiba-tiba keng Hong menghentikan langkahnya dan membungkuk, mengambil sehelai pita sutera hijau yang berbau harum. Agaknya pita rambut atau pita pelindung leher dan tak salah lagi, warna hijau muda ini menyatakan bahwa pita ini milik Tan Hun Bwee. Tentu orangnya berada tak jauh dari tempat ini. Hatinya makin tidak enak dan berdebar.

   "Tan-siocia (nona Tan)..!"

   Ia memanggil. Tiada jawaban. Ia meneliti dan akhirnya melihat tapak kaki di atas tanah yang agak basah.

   Namun cukup baginya. Kaki itu menuju ke arah serumpun alang-alang atau rumput tinggi di sebelah kirinya. Cepat dia menerobos semak-semak itu dan akhirnya dia melihat Tan Hun Bwee menggeletak di atas rumput, tersembunyi di balik semak-semak yang tebal. Gadis itu dalam keadaan pingsan, agaknya tertotok dan melihat keadaan pakaiannya, hati Keng Hong seperti di tusuk pisau. Gadis ini telah diperkosa! Dengan hati penuh iba, dia membereskan pakaian itu sedapat mungkin, kemudian dia mengurut tengkuk dan punggung Tan Hun Bwee. Gadis itu mengeluh, membuka matanya dan berteriak kaget sambil meloncat berdiri. Sepasang mata yang tajam itu sejenak menunduk, meneliti keadaan dirinya, kemudian wajah itu diangkat memandang Keng Hong, pucat sekali dan matanya liar.

   "Kau.... kau.. laki laki jahat.. apa yang telah kau perbuat atas diriku....?"

   Air mata deras mengalir di sepasang pipi yang makin pucat dan mata itu makin beringas.

   "Tenanglah, Nona. Aku mendapatkan Nona menggeletak di sini, dan....."

   "Bohong! Engkau telah melakukan kekejian kepadaku! Aihhhhh, engkau murid Sin-jiu Kiam-ong...., keparat busuk!"

   Hun Bwee tiba-tiba menerkam ke depan dan menyerang Keng Hong dengan pukulan ke arah dada pemuda itu. Saking kaget dan menyesal menyaksikan kesalahfahaan ini, Keng Hong sampai tidak sempat mengelak. Akan tetapi begitu dadanya terpukul, otomatis sinkang di tubuhnya bergerak.

   "Dukkkk...!"

   Dan tubuh gadis itu terjengkang roboh sendiri.

   "Aah, Nona, sungguh mati, aku tidak..."

   "Laki-laki jahanam! Pengecut hina dina! Sudah berani berbuat tidak berani bertangung jawab, malah menyangkal keparat!"

   Kembali Hun Bwee membuat gadis ini lemah, selain berduka dan malu, juga air matanya membuat kedua matanya sukar melihat. Serangan-serangannya ngawur dan asal pukul saja. Keng Hong merasa kasihan, akan tetapi juga bingung menghadapi gadis yang mengamuk tidak karuan itu. Akhirnya dia berhasil menangkap kedua pergelangan tangan gadis itu sehingga tak dapat bergerak lagi, lalu berkata.

   "Dengarlah Nona, aku tidak melakukan sesuatu kepadamu, kudapati engkau telah menggeletak pingsan disini.."

   "Bohong! Bohong...!"

   Gadis itu meronta-ronta sehingga terpaksa Keng Hong melepaskan pegangannya. Karena maklum bahwa terhadap pemuda ini dia tidak akan dapat menang, gadis itu lalu membalikkan tubuh dan lari-lari dari tempat itu sambil menangis terisak-isak, meninggalkan Keng Hong yang berdiri bengong. Setelah bayangan gadis itu lenyap, Kenghong menunduk, melihat ke tempat di mana seorang tosu Kun-lun-pai yang terhormat melakukan perbuatan biadab yang sama sekali tidak terhormat. Ia mengeluarkan pita hijau yang tadi dia masukkan saku, memandang pita itu dan berkata perlahan.

   "Lian Ci Tojin.... akan tiba saatnya engkau menyesali perbuatanmu yang terkutuk ini..."

   Tak lama kemudian dia mengantongi pita hijau itu kembali dan meninggalkan tempat itu, berjalan dengan kepala tunduk menuju ke Kun-lun-pai. Hatinya makin berduka karena kembali dia menjadi korban perbuatan jahat orang lain yang ditimpakan kepadanya. Berkali-kali Biauw Eng melakukan pembunuhan- pembunuhan keji dan selalu dialah yang menanggung akibatnya, dan kini dia merasa yakin bahwa Lian Ci Tojin telah memperkosa Tan Hun Bwee dalam keadaan pingsan dan akibatnya dia pula yang dituduh oleh gadis itu!

   "Suhu, mengapa nasib teecu tidak sebaik nasib suhu yang selalu mengalami kegembiraan? Apakah karena teecu masih terlalu bodoh dan perlu menyempurnakan ilmu peninggalan suhu?"

   

Pusaka Pulau Es Eps 3 Si Bangau Merah Eps 20 Pusaka Pulau Es Eps 7

Cari Blog Ini