Ceritasilat Novel Online

Pedang Kayu Harum 8


Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Bagian 8



Ang-bin Kwi-bo menjadi marah sekali. Sudah menjadi kesukaan para tokoh sesat terutama Bu-tek Su-kwi empat datuk besar kaum sesat untuk melihat calon korban mereka merengek-rengek minta ampun dan merintih-rintih oleh siksaan, maka kini menyaksikan sikap Biauw Eng yang malah menantang dan wajah yang cantik itu tetap dingin dan senyumnya mengejek, nenek itu menjadi penasaran sekali dan merasa terhina. Alangkah akan malunya dan rendah namanya kalau ada yang melihat betapa Ang-bin Kwi-bo yang terkenal itu kini malah diejek oleh seorang tawanannya, seorang gadis muda! kalau begitu percuma saja ia menjadi seorang di antara empat iblis yang sepatutnya membuat semua orang yang mendengar namanya menggigil ketakutan. Bocah ini telah berada di ambang siksaan, akan dibuntungi kaki tangannya, bukannya takut malah mengejek dan menantang!

   "Heh-heh-heh, siapa takut terhadap Lam-hai Sin-ni? Suruh dia datang! Kalau aku sudah dapat memiliki kitab-kitab Sin-jiu Kiam-ong, biar ada sepuluh Lam-hai Sin-ni, aku tidak takut. Eh, kau tidak gentar dibuntungi kaki atau tanganmu? Apakah yang paling berharga bagimu? Wajahmu begini cantik..... hemmm, dahulu aku pun cantik sekali melebihimu, dan ribuan orang laki-laki jatuh bertekuk lutut di depan kakiku, mengagumi dan mencintaiku! Hi-hi-hik, apakah yang lebih berharga bagi wanita kecuali kecantikannya? Kata orang, kecantikan jasmani hanya setebal kulit, akan tetapi tanpa adanya kecantikan jasmani, mana mungkin hati pria dapat bangkit seleranya? Memang setebal kulit karena kalau kulit mukamu yang cantik ini, yang halus putih kemerahan dan hangat, kubuang, kukupas, apa yang tinggal? hanya tengkorak dengan daging membusuk! Ihhh, kau menjadi pucat? Bagus, ini tandanya kau mengenal takut, hi-hi-hik!"

   Nenek iblis itu terkekeh-kekeh, mulai senang hatinya karena ia mulai dapat menyiksa hati gadis itu. Biauw Eng mulai berdebar jantungnya karena ngeri. Dia tidak takut disiksa, tidak takut mati, akan tetapi bagaimanapun juga, dia adalah seorang gadis remaja, seorang gadis muda yang tentu saja sadar akan kecantikannya dan merasa ngeri mendengar ancaman ini. Namun ia memaksa diri tersenyum mengejek dan berkata.

   "Lakukanlah, Ang-bin- Kwi-bo! kupaslah kulit mukaku sampai menjadi seburuk-buruknya! Akhirnya toh aku mati dan setelah menjadi mayat, apa bedanya cantik atau tidak?"

   Ucapan ini keluar dari hatinya sehingga mengusir bayangan ngeri dari wajahnya. Hal ini membuat nenek ini mencak-mencak saking marahnya.

   "Baik, kalau begitu aku tidak akan membuatmu mati! Kalau dikupas semua kulit mukamu, tentu kau akan mampus. Terlalu enak buatmu! Aaahhhhh, aku pernah melihat seorang wanita yang menderita sakit kotor sehingga hilang hidungnya dan bibirnya. Hidungnya hanya merupakan sebuah lubang dan mulutnya juga sebuah lubang melompong. Lalat-lalat keluar masuk melalui lubang-lubang hidung dan mulut. Dan dia tidak mati! Hi-hi-hik, benar sekali. Kalau kupotong hidungmu yang kecil mancung ini, dan kukerat habis sepasang bibirmu yang begini penuh, halus kemerahan membuat hati laki-laki ingin sekali mencium menggigitnya, kau tentu akan menjadi seperti dia! Kalau hidung dan mulutnya sudah menjadi dua lubang yang dirubung lalat, biarpun bagian tubuhnya yang lain amat bagusnya, laki-laki mana yang akan tertarik? Mereka akan menjadi jijik sekali, melihat pun akan muntah! Hi-hi-hik, menangislah, berteriaklah, aku tetap akan melakukan hukuman ini, hi-hi-hik!"

   Iblis betina itu berjingkrak-jingkrak sambil terkekeh-kekeh karena kini Baiuw Eng menjadi pucat sekali dan dari sepasang matanya mengalir air mata! Belum pernah selama hidupnya Biauw Eng menangis karena ngeri dan takut, dan sekali ini ia benar-benar menjadi ketakutan karena tidak tahan mengingat ancaman yang amat mengerikan itu.

   "Heh-heh-heh! Biar kupandang mukamu sampai puas dulu agar aku nanti ingat betapa cantiknya engkau sebelumnya. Julukanmu Siu-li (Perawan Jelita), sungguh tepat! Cantik sekali kau! Sekarang, mana yang lebih dulu dipotong? Hidungmu atau bibirmu? Hudungmu saja agar bibirmu dapat menjerit-jerit, kemudian bibirmu. Wah, kuku tanganku sudah gatal-gatal, kini mendapat makanan empuk, hidung mancung bibir merah. Hi-hi-hik!"

   Nenek sudah mendekatkan tangan kirinya ke depan hidung Biauw Eng, dan gadis ini meramkan matanya, mukanya pucat, napasnya terengah-engah dan dadanya terisak menangis. Sudah tercium olehnya bau kuku-kuku tangan kiri nenek itu dan ia menahan napas, hampir pingsan ketika kuku-kuku itu sudah menyentuh cuping hidungnya. Agaknya nenek itu sengaja berlaku lambat agar lebih banyak ia dapat menikmati siksaan ini. Cui Im yang masih duduk dengan tubuh lemas memandang dengan muka pucat dan mata terbelalak.

   "Iblis kejam.....!!"

   Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring sekali dan Keng Hong telah meloncat tinggi dan dari atas ia mengirim serangan dorongan dengan kedua tangan ke arah punggung nenek itu.

   Tadi ia menjadi marah dan khawatir sekali menyaksikan keadaan Biauw Eng. Biarpun dia tadinya tak mampu bergerak karena totokan yang istimewa dari nenek itu membuat tubuhnya kaku, namun sinkang di tubuhnya yang hebat luar biasa itu terus mendesak-desak dan akhirnya, dalam saat terakhir bagi keselamatan Biauw Eng, dia berhasil membebaskan diri dari totokan itu dan serta merta dia meloncat dan menyerang. Dalam kemarahannya, dia langsung menggunakan jurus Siang-in-twi-san, yaitu jurus ke tiga dari ilmu silat tangan kosong satu-satunya yang dia kenal, San-in-kun-hoat. Serangannya hebat sekali karena kedua lengannya penuh dengan hawa sinkang yang amat kuat. Nenek yang sakti itu terkejut mendengar desir angin serangan yang demikian hebatnya, maka cepat ia menarik kedua tangannya dari Biauw Eng, tubuhnya membalik dan tangannya menangkis.

   "Plak-plakkk.....!!"

   "Aiiihhh.....!!"

   Ang-bin Kwi-bo menjerit kaget ketika tubuhnya tergetar dan ia dipaksa untuk mundur sampai tiga langkah ke belakang. Apalagi ketika ia melihat betapa pemuda yang menyerangnya itu hanya terhuyung sedikit oleh tangkisannya, sama sekali tidak terpengaruh oleh tangkisan kedua tangannya, benar-benar ia tercengang. Akan tetapi hatinya girang sekali karena hal ini hanya membuktikan betapa hebatnya ilmu kepandaian Sin-jiu Kiam-ong yang dalam waktu beberapa tahun saja dapat melatih muridnya selihai ini. Ia percaya bahwa kalau ia sampai berhasil menguasai kitab-kitab peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, pasti ia akan menemukan ilmu-ilmu yang hebat.

   "Heh-heh-heh, bocah hebat engkau! Bagaimana kau berhasil membebaskan totokanku?"

   Memang hal ini saja sudah menimbulkan keheranan dan kekaguman luar biasa bagi Ang-bin Kwi-bo. Jarang di dunia ini ada tokoh yang dapat membebaskan totokannya, kecuali orang-orang yang setingkat dengan dia seperti ketiga datuk hitam yang lain. Akan tetapi Keng Hong tidak memperhatikan nenek itu karena dia melihat betapa tubuh Biauw Eng menjadi limbung dan hampir roboh.

   Cepat dia melangkah maju dan berhasil memeluk pundak gadis itu sehingga Baiuw Eng tidak sampai roboh. Gadis ini merintih perlahan, terhimpit rasa ketegangan yang amat hebat sehingga setelah ia terbebas daripada ancaman yang lebih hebat daripada maut tadi, ia menjadi lemas sekali. Ketika ada orang memeluknya, ia merintih dan membuka matanya perlahan. Melihat bahwa yang memeluknya dan memandangnya penuh rasa iba itu adalah pemuda yang telah membebaskannya daripada siksaan hebat, ia balas memeluk dan membenamkan mukanya di dada Keng Hong. Sejenak keduanya berpelukan ketat, dan Keng Hong merasa betapa jantungnya berdebar. Sama sekali tidak bangkit nafsunya terhadap gadis ini seperti ketika dia memeluk Cui Im, yang ada hanya rasa kasihan dan sayang.

   ".... Terima kasih...."

   Ucapan ini perlahan sekali, merupakan bisikan yang hampir tak bersuara, namun mendatangkan rasa lega dan puas di hati Keng Hong dan dia tersenyum.

   "Hi-hi-hik! Presis Sin-jiu Kiam-ong! Gurunya pemogoran, muridnya hidung belang! Heh-heh-heh, setiap orang wanita tentu akan jatuh hati kepada bocah ini."

   Ucapan Ang-bin Kwi-bo menyadarkan Biauw Eng dan sekali renggut ia melepaskan dirinya dari pelukan Keng Hong, lalu mencelat ke belakang dengan muka pucat dan mata terbelalak. Ia tidak merasa malu, hanya merasa heran terhadap diri sendiri mengapa ia mempunyai perasaan seperti ini! Padahal selama hidupnya ia digembleng oleh ibunya agar jangan jatuh hati pada pria manapun. Dan selamanya ia tidak pernah memikirkan pria. Sekarang, tannpa disadari ia tadi telah memeluk pemuda itu dengan mesra, di depan mata orang-orang lain pula!

   "Ha-ha-ha, Sumoi, betul tidak kataku? Hati-hati terhadap dia, aku akan pulas dalam pelukannya yang nyaman......!"

   "Suci, tutup mulutmu.....!!"

   Bentakan ini mengandung kemarahan yang membuat Cui Im tak berani bersuara lagi, akan tetapi mulut wanita ini tersenyum dan pandang matanya terhadap Biauw Eng mengandung sesuatu yang aneh. Akan tetapi Ang-bin Kwi-bo kini sudah menghadapi Keng Hong dan sambil tertawa ia berkata,

   "Bocah, aku masih ingat kepadamu. Sejak kecil engkau sudah hebat, berani meniup suling mengacaukan pertandingan kami melawan Sin-jiu Kiam-ong."

   "Ang-bin Kwi-bo, aku pun masih ingat kepadamu ketika engkau dengan iblis-iblis lain secara tiak tahu malu mengeroyok mendiang suhu. Dan sekarang engkau hendak menyiksa seorang gadis muda. Benar-benar engkau keji dan jahat seperti iblis sendiri!"

   Nenek itu tertawa-tawa dengan hati girang. Maki-makian yang menunjukan betapa kejam dan jahatnya bagi telinganya merupakan puji-pujian yang membesarkan hati.

   "Hi-hi-hik, dan aku dapat lebih kejam lagi kalau kau tidak menurut kepadaku. Kau harus ikut aku dan membawaku ke tempat penyimpanan pusaka peninggalan gurumu."

   "Aku tidak sudi!"

   "Aku akan memaksamu, bocah keras kepala!"

   "Dipaksa juga aku tetap tidak dapat menunjukan tempat itu!"

   "Aku akan menyiksamu, membuat kau mati tidak hidup pun tidak, menjadi tiga perempat mati dan yang seperempat hanya kubiarkan hidup untuk mengalami derita yang hebat!"

   Nenek itu mengancam dengan suara marah.

   "Percuma, biar disiksa sampai mati pun tidak ada gunanya karena aku sendiri tidak tahu dimana tempat yang kau maksudkan itu."

   "Bohong.....!"

   "Sudahlah! Percaya atau tidak terserah, aku tidak ada waktu lebih lama lagi untuk melayani ocehanmu. Aku pergi!"

   Setelah berkata demikian, Keng Hong meloncat dan lari pergi dari situ. Akan tetapi tampak bayangan hitam berkelebat dan tahu-tahu nenek itu telah berdiri menghadang di depannya. Keng Hong kaget dan kagum. Ginkang dari nenek ini benar-benar mengejutkan, seperti terbang saja ketika mendahuluinya dan menghadang.

   "Kau mau apa?"

   Tanya Keng Hong.

   "Kau harus ikut bersamaku!"

   Keng Hong teringat akan pesan suhunya. Suhunya pernah menyatakan bahwa di dunia persilatan banyak sekali orang pandai yang takkan terlawan olehnya, terutama sekali orang-orang seperti Bu-tek Su-kwi yang berilmu tinggi. Hanya kalau dia sudah mempelajari kitab-kitab peninggalan suhunya, barulah dia akan cukup kuat untuk menghadapi mereka, demikian pesan suhunya. Dan sekarang dia berhadapan dengan seorang di antara mereka! Sayang pedang Siang-bhok-kiam tidak berada di tangannya. Kalau dia bersenjatakan pedang itu, ingin dia mencoba ilmu pedangnya Siang-bhok Kiam-sut melawan nenek yang lihai bermain silat dengan senjata rambut dan kuku-kukunya ini! Betapun juga, dia harus melawannya.

   "Aku tidak sudi."

   "Hi-hi-hik, kau kira aku tidak dapat memaksamu? Kau kira dengan sedikit kepandaianmu itu engkau akan dapat menentang Ang-bin Kwi-bo? Hi-hi-hik!"

   "Aku tidak dapat!"

   Bentak Keng Hong dan pemuda ini sudah menerjang maju, membuat gerakan melingkar dengan kedua tangan yang diputar dari atas kepala terus ke bawah, cepat sekali sehingga kedua lengannya merupakan gulungan sinar putih, kemudian dari gumpalan sinar ini menyambarlah kedua pukulannya bertubi-tubi. Ia telah memainkan jurus ke lima dari ilmu silatnya, yaitu jurus San-in-ci-tian (Awan Gunung Mengeluarkan Kilat). Angin pukulan kedua tangannya yang mengandung tenaga sinkang itu sampai mengeluarkan suara menderu dan rambut riap-riapan serta baju nenek itu berkibar-kibar disambar angin pukulan.

   "Pukulan yang aneh dan hebat.....!"

   Nenek itu berseru gembira sekali karena harus ia akui bahwa sebanyak itu ia mengenal ilmu silat pelbagai aliran, belum pernah ia menyaksikan jurus pukulan yang dipergunakan pemuda ini. Sebagai seorang hali, ia segera dapat menilai bahwa jurus ini hebat sekali, mengandung segi yang rumit dan dahsyat, akan tetapi hanya tenaga pemuda ini saja yang hebat luar biasa, namun gerakannya belum "matang". Oleh karena itu, dengan mudah ia menghindarkan diri sambil meloncat ke kanan, kemudian membalik ke kiri cepat sekali dan rambutnya sudah menyambar ke arah leher Keng Hong! Kalau diukur tentang ilmu silatnya, tentu saja Keng Hong kalah jauh, maka ketika serangannya itu selain gagal juga dia dibalas secara kontan, pemuda ini menjadi sibuk menangkis dengan kebutan tangannya. Hebat memang tenaganya, karena angin tangkisannya dapat membuat rambut nenek itu buyar, kemudian dia meloncat ke depan dan dari atas dia mengirim pukulan dengan jurun Siang-in-twi-san. Serangan ini pun hebat sekali dan nenek iblis itu makin gembira.

   Mula-mula yang akan dipelajarinya adalah jurus-jurus ini, pikirnya. Kalau dia sudah memahami jurus-jurus seperti ini, kemudian dia yang memainkannya tentu akan hebat sekali daya serangnya dan sukarlah tokoh-tokoh tandingannya akan mampu menangkisnya! Kini ia secara tiba-tiba menggulingkan tubuhnya dan selagi tubuh Keng Hong yang menyambar lewat itu meluncur di atas kepalanya, ia mengulur kedua tangan mencengkram ke arah kaki Keng Hong! Keng Hong terkejut sekali, lalu mengerahkan sinkangnya dan tubuhnya mencela ke atas. Gerakan ini bukan main cepatnya, digerakan oleh tenaga ginkang yang tinggi sehingga dia dapat menghindarkan kedua kakinya dari cengkraman. Akan tetapi begitu dia meloncat turun, kedua tangan nenek itu sudah menerjangnya dengan pukulan Ban-tok-sin-ciang!

   "Rebahlah!"

   Teriak si nenek yang ingin cepat-cepat merobohkan Keng Hong untuk dapat dibawa lari karena ia khawatir kalau-kalau kedua orang anak murid Lam-hai Sin-ni itu datang membantu, dan lebih khawatir lagi kalau-kalau ada datang tokoh-tokoh lain yang ia tahu juga berusaha mendapatkan pemuda murid Sin-jiu Kiam-ong ini. Keng Hong merasa betapa sebuah tenaga raksasa mendorongnya, didahului bau yang harum dan amis. Cepat dia menahan napasnya, mengerahkan sinkangnya dan menangkis dengan tangan digerakan dari samping.

   "Desssss!!"

   Sekali ini tubuh Keng Hong yang terhuyung-huyung ke belakang dan nenek itu yang merasa betapa kedua tangannya tergetar, cepat menggerakan kepalanya dan rambutnya yang riap-riapan itu terpecah menjadi tujuh buah pecut yang menyambar dan menotok tujuh jalan darah di bagian atas tubuh Keng Hong!

   Pemuda itu terkejut sekali karena tidak mungkin dia menghindarkan diri dari tujuh totokan sekaligus itu, dia cepat mengerahkan sinkang di tubuhnya dan menutup jalan-jalan darah yang tertotok. Ujung-ujung rambut itu mengenai sasaran dan membalik bertemu dengan tubuh Keng Hong, akan tetapi pemuda itu merasa tubuhnya seperti disambar petir dan dia terguling roboh. Baiknya dia terus bergulingan karena seandainya tidak, tentu dia kena totok oleh Ang-bin Kwi-bo yang sudah menubruknya. Keng Hong mencelat berdiri dan kepalanya terasa pening, dan biarpun dia tidak terpengaruh oleh totokan-totokan itu, namun tubuhnya terasa kesemutan dan kepalanya pening. Ia melihat wajah nenek yang tertawa-tawa itu berubah menjadi dua dalam pandang matanya yang berkunang.

   "Keng Hong, pergunakan ilmu tempelmu!"

   Tiba-tiba Cui Im berteriak. Gadis ini sudah terbebas daripada pengaruh pukulan beracun tadi, akan tetapi masih lemah. Adapun Biauw Eng sejak tadi hanya memandang dan wajahnya sudah membayangkan sikapnya yang dingin lagi. Hal ini adalah karena ia masih merasa terguncang oleh perasaan hatinya sendiri yang tak dapat ia sangkal bahwa ia mencinta pemuda itu! Mendengar teriakan Cui Im itu, Keng Hong yang masih pening dan belum dapat menggunakan pikirannya dengan baik itu segera menubruk maju, melakukan serangan dan kembali ia telah menggunakan jurus ke tiga, yaitu Sian-in-twi-san. Sekali ini, mendengar seruan Cui Im tadi, Ang-bin Kwi-bo sengaja memakai kedua tangan Keng Hong yang terbuka dan mendorongnya itu dengan kedua tangannya sendiri.

   "Plakkk......!!"

   Dua pasang telapak tangan itu bertemu di udara. Hebat bukan main tenaga sinkang Ang-bin Kwi-bo sehingga tubuh Keng Hong untuk beberapa detik lamanya tersangka di udara oleh sepasang tangannya. Setelah tubuh Keng Hong makin turun dan akhirnya kedua kakinya menyentuh tanah, barulah Ang-bin Kwi-bo mengeluarkan seruan keras.

   "Kau faham Thi-khi-i-beng....?"

   Seruan ini adalah seruan terheran-heran, juga seruan girang sekali. Cepat sekali wanita yang telapak tangannya sudah melekat dengan tangan Keng Hong dan mulai tersedot hawa sinkangnya itu, menggerakan kepalanya dan rambutnya terpecah menjadi dua bagian melakukan totokan ke arah kedua pergelangan tangan Keng Hong.

   Pemuda itu merasa betapa kedua tangannya tiba-tiba menjadi kesemutan sehingga daya sedotnya berkurang dan pada saat itulah Ang-bin Kwi-bo merenggut kedua tangannya terlepas, kemudian sekali lagi rambutnya mengirimkan totokan selagi Keng Hong masih belum siap-siap sehingga pemuda itu terkena totokan pada kedua pundaknya sehinga tiba-tiba dia menjadi lemas! Pada detik lain tubuhnya sudah disambar oleh Ang-bin Kwi-ong yang tertawa terkekeh-kekeh girang sekali. Dalam diri pemuda ini saja sudah terdapat ilmu-ilmu pukulan yang amat hebat ditambah dengan ilmu Thi-khi-i-beng yang kabarnya sudah lenyap dari dunia persilatan! Kalau dia bisa mendapatkan dua macam ilmu itu saja, dilatihnya sempurna, ia akan menjadi tokoh nomor satu di antara Empat Datuk!

   "Ang-bin Kwi-bo, dia tawananku, lepaskan!"

   Tiba-tiba Biauw Eng berseru nyaring dan gadis ini sudah menyerang dengan sabuk sutera putihnya. Ujung sabuk meluncur cepat dari atas dan bagaikan seekor ular panjang, sabuk itu kini "mematuk"

   Ke arah ubun-ubun kepala Ang-bin Kwi-bo. Inilah serangan yang amat berbahaya, serangan maut! Ang-bin Kwi-bo maklum akan bahayanya serangan ini, maka ia cepat menggunakan tangan kananya untuk mencengkram ke arah ujung cambuk, sedangkan lengan kirinya mengempit dan melingkari pinggang Keng Hong. Cengkraman itu luput karena sabuk sudah disendal oleh Biauw Eng, akan tetapi nenek itu melanjutkan tangan kanannya dengan serangan jarak jauh, mendorongkan tangannya itu dengan ilmu Ban-tok-sin-ciang ke arah Biauw Eng.

   Gadis ini yang sudah mengalami sendiri betapa hebatnya pukulan nenek itu, cepat mengelak ke samping dan kesempatan ini dipergunakan oleh Ang-bin Kwi-bo untuk meloncat pergi. Murid Sin-jiu Kiam-ong sudah berada ditangannya, dia tidak mau melayani puteri Lam-hai Sin-ni lebih lama lagi. Akan tetapi tiba-tiba tampak berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu seorang nenek berpakaian putih yang bertubuh tinggi kurus telah berdiri di depan Ang-bin Kwi-bo dengan sikap angkuh dan dingin. Nenek ini usianya sebaya dengan Ang-bin Kwi-bo, namun berbeda dengan Ang-bin Kwi-bo yang berwajah menyeramkan dan buruk, nenek ini jelas menunjukan bahwa dahulunya tentu mempunyai wajah yang cantik sekali. Tubuhnya yang tinggi kurus masih membayangkan bentuk tubuh yang ramping, dan gerak-geriknya halus.

   "Kwi-bo, sungguh tidak malu kau menghina orang-orang muda!"

   Wanita tua ini menegur dengan suara halus namun nadanya dingin sekali, kemudian nenek itu menggerakan tangan kanan sambil berkata lagi.

   "Kau ingin merasa Thi-khi-i-beng? Nah, terimalah ini!"

   Biarpun gerak-geriknya halus, akan tetapi tangan nenek itu cepat sekali gerakanya sampai tak dapat diikuti pandangan mata dan tahu-tahu telapak tangan nenek ini sudah mengancam muka Ang-bin Kwi-bo! Ang-bin Kwi-bo terkejut dan cepat ia mengangkat tangan kanan menangkis sambil mengerahkan tenaga Ban-tok-sin-ciang.

   "Plakkk!"

   Kedua tangan bertemu dan akibatnya membuat Ang-bin Kwi-bo menggereng marah karena tangannya sudah tertempel dan biarpun tenaga sedotnya tidak sehebat tenaga sedot yang keluar dari tubuh Keng Hong tadi,

   Akan tetapi kini mulai terasa betapa sinkangnya tersedot oleh nenek itu. Ang-bin Kwi-bo mengerti bahaya. Kalau dia tertempel dan tersedot oleh Keng Hong masih mudah baginya untuk membebasakan diri, akan tetapi nenek ini amat lihai sehingga dengan hanya sebelah tangan saja akan sukarlah baginya menyelamatkan diri. Cepat Ang-bin Kwi-bo melepaskan tubuh Keng Hong yang dikepit lengan kirinya, kemudian ia memutar tubuh dan menggunakan tangan kirinya yang dibuka jari-jarinya mencengkram ke arah dada lawan. Buka hanya tangan kirinya yang mencengkram, juga kepalanya sudah bergerak dan bagaikan ular-ular hitam yang banyak sekali, rambutnya meluncur ke depan. Menghadapi serangan yang ganas dan amat banyak ini nenek itu tetap tenang, mengunakan tangan kanannya untuk diputar membentuk lingkaran yang melindungi tubuh.

   Putaran tangannya ini mendatangkan hawa berputar di depan tubuhnya sehingga serangan rambut-rambut kepala Ang-bin Kwi-bo dapa digagalkan semua karena rambut-rambut itu menjadi buyar bertemu dengan hawa putaran tangan ini, sedangkan cengkraman itu sendiri dapat disampok oleh tangan kanan si nenek sakti. Akan tetapi karena sebagian tangannya dikerahkan untuk menghadapi serangan yang ganas itu, tenaga sedotnya berkurang dan sekali renggut Ang-bin Kwi-bo berhasil membebaskan diri lalu meloncat mundur dengan muka beringas. Sementara itu, Keng Hong sudah berhasil membebaskan diri dari totokan dan Cui Im sudah cepat-cepat menghampirinya, akan tetapi pemuda ini tidak mempedulikan sikap Cui Im yang memikat, karena pada saat itu perhatiannya ditujukan kepada nenek yang berhadapan dengan Ang-bin Kwi-bo.

   "Lam-hai Sin-ni! Baru saja aku telah mengampuni puterimu dan tentu dia kini sudah menjadi mayat kalau tidak melihat hubungan segolongan. Akan tetapi sekarang datang-datang kau menyerangku, sungguh engkau tidak mengenal persahabatan!"

   Teriak Ang-bin Kwi-bo dengan nada marah.

   "Dia bohong, Subo!"

   Cui Im berteriak.

   "Kalau tidak ada Keng Hong murid Sin-jiu Kiam-ong ini yang membantu, teecu dan sumoi tentu telah dibunuhnya! Dia telah menghina teecu berdua, juga telah menghina nama subo!"

   Nenek tinggi kurus yang ternyata adalah tokoh yang paling lihai dari Bu-tek Su-kwi dan bejuluk Lam-hai Sin-ni hanya memandang kepada Ang-bin Kwi-bo, kemudian berkata.

   "Ang-bin Kwi-bo, engkau di timur, Pak-san Kwi-ong di utara, Pat-jiu Sian-ong di barat dan aku di selatan, masing-masing tidak saling mengganggu selama puluhan tahun. Sungguhpun kini timbul urusan memperebutkan pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong, seharusnya dilakukan secara terbuka dan mengandalkan kepandaian. tidak semestinya engkau mengganggu anak-anak kecil. Kalau engkau hendak memamerkan Ban-tok-sin-ciang, majulah. Aku lawanmu!"

   Melihat sikap yang dingin ini, Ang-bin Kwi-bo menjadi gentar. Memang dia telah mengenal siapa adanya datuk hitam dari selatan ini, yang sejak dahulu amat terkenal kesaktiannya dan ia tidak mempunyai harapan untuk menang. Apalagi ia melihat betapa di situ terdapat Ang-kiam Tok-sian-li Cui Im, dan Song-bun Siu-li Biauw Eng yang kalau membantu lawan tentu membuat dia lebih berat menghadapinya, belum lagi pemuda aneh itu yang memiliki ilmu mujijat dan tentu saja akan membantu kedua orang gadis cantik itu. Ang-bin Kwi-bo buka seorang bodoh. Dia adalah seorang tokoh besar yang sudah matang pengalamannya. melihat keadaan tidak menguntungkan ini, ia lalu ketawa mengejek.

   "Hi-hi-hik, Lam-hai Sin-ni. Siapa sih takut menghadapimu? Kepandaian kita satu kati delapan tail (seimbang), dan terbukti tadi aku mampu melawan Thi-khi-i-beng yang kau miliki. Kau tunggu saja, akan tiba saatnya aku datang menantangmu dalam sebuah pertandingan yang menentukan. Sampai jumpa!!"

   Setelah berkata demikian, tubuh Ang-bin Kwi-bo berkelebat dan lenyap dari tempat itu. Dengan ucapan ini, biarpun ia melarikan diri, namun tidak karena kalah bertanding atau memperlihatkan rasa jerihnya.

   Lam-hai-Sin-ni bersikap dingin sekali dan kini mengertilah Keng Hong mengapa Biauw Eng yang cantik manis itu memiliki sikap dingin seperti es. Kiranya ibunya pun seperti manusia es, sehingga nona itu mewarisi sikap ibunya. pakaiannya serba putih seperti orang berkabung, sikapnya dingin, wajah tidak pernah menyinarkan perasaan hati. Benar-benar ibu dan anak ini mengerikan, lebih mengerikan daripada wajah Ang-bin Kwi-bo yang buruk dan wataknya yang kasar. Kini Lam-hai Sin-ni membalikan tubuhnya berlahan menghadapi Keng Hong. kalau tadi ketika menghadapi pandang mata penuh kekejaman dari Ang-bin Kwi-bo pemuda ini tidak merasa gentar, kini berhadapan dengan pandang mata itu, dia merasa bulu tengkuknya meremang. Pandang mata nenek ini seolah-olah terasa olehnya, merayap bagaikan seekor laba-laba di seluruh badan, dingin dan meggelikan.

   "Engkau murid Sin-jiu Kiam-ong?"

   Suara Lam-hai Sin-ni halus, namun mengandung tenaga yang mendorong dan memaksa orang harus menjawab sebenarnya karena pandang mata yang dingin itu penuh ancaman.

   "Benar, Locianpwe,"

   Jawab Keng Hong singkat sambil menentang padang mata yang dingin itu. Dengan sikap tetap dingin, gerakan tangan lemah lembut, dan suara halus nenek itu menggerakan tangan kanannya seperti orang minta sesuatu,

   "Berikan kepadaku pedang Siang-bhok-kiam."

   Keng Hong mengerutkan alisnya. Semua orang minta pedang itu dengan cara dan sikap mereka masing-masing, ada yang kasar, ada yang buas, ada pula yang halus seperti sikap nenek ini, namun baru sekarang Keng Hong merasa seram. Sikap nenek ini benar-benar mendatangkan rasa dingin di tengkuknya.

   "Siang-bhok-kiam tidak ada pada saya, Locianpwe."

   "Hemmm, di mana....?"

   "Pedang itu dirampas oleh para tosu Kun-lun-pai."

   "Bohong!"

   Tiba-tiba nenek itu menggerakan tangan kanan yang terulur tadi, telunjuknya menuding ke arah Keng Hong dan terdengarlah bunyi bercuitan ketika serangkum tenaga yang luar biasa menuju ke arah dada Keng Hong seperti sebatang pedang yang menusuk. Keng Hong terkejut sekali, cepat mengibas dengan tangannya sambil membanting tubuh ke kanan terus bergulingan.

   Tangannya tadi dapat menangkis hawa pukulan yang amat kuat seperti pedang akan tetapi tubuhnya terguling-guling dan akhirnya dia dapat meloncat bangun dengan keringat dingin membasahi lehernya. Bukan main, pikirnya. Selama hidupnya baru dua kali ini dia menyaksikan ilmu sehebat itu. Pertama-tama dia melihat betapa di Kun-lun-san, Kiang Tojin pernah melakukan totokan terhadap Cui Im dari jarak jauh, hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh nenek ini terhadap dirinya. Ia menjadi penasaran sekali karena dapat menduga bahwa serangan itu sesungguhnya adalah sebuah pukulan maut. Kiranya nenek yang halus bicaranya, halus pula gerak-geriknya, yang berwajah dingin ini tanpa sebab hendak membunuhnya begitu saja dengan darah dingin pula! Agaknya dalam hal kekejaman Lam-hai Sin-ni tidak mau kalah oleh para datuk hitam yang lain!

   "Hemmm, sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong engkau boleh juga, dapat mengelak dari seranganku. Akan tetapi engkau membohong, dan ini tidak patut karena gurumu itu selama hidup tidak pernah membohong! Hayo lekas serahkan pedang itu atau jangan harap kau akan dapat mengelak terus!"

   Hemmm, pikir Keng Hong. Mungkin dahulu suhu tidak pernah membohong, dan hal itu tentu saja dapat dilakukan karena suhunya sudah memiliki kepandaian amat tinggi. Bagi dia sendiri, kalau tidak mau membohong, bagaimana akan dapat menyelamatkan diri? Membohong tidak apa asal jangan menipu, membohong asal tidak merugikan lain orang, kadang-kadang malah amat perlu!

   "Saya tidak membawa pedang itu, Locianpwe, sudah diambil oleh Kiang Tojin dari Kun-lun-pai!"

   "Wuuutttt..... Wuuuttt.....!"

   Kedua tangan nenek itu melakukan gerakan mendorong dua kali ke arah Keng Hong. pemuda itu cepat mengelak dan mengibaskan tangan. Kembali hawa sinkang di tubuhnya berhasil menangkis angin pukulan nenek itu yang amat hebat, namun tetap saja dia terjengkang dan terguling-guling saking hebatnya tenaga dorongan angin pukulan Lam-hai Sin-ni.

   "Kau.... kau berani melawan.....?"

   Nenek itu menjadi marah dan baru sekarang ia melangkah maju, hendak menyerang dari jarak dekat karena dua kali serangannya dari jauh gagal.

   "Ibu! Dia tidak bohong, memang Siang-bhok-kiam telah diambil para tosu Kun-lun-pai!"

   Tiba-tiba Biauw Eng berkata.

   "Ah, kau bocah bodoh mana tahu? Bocah ini adalah murid Sin-jiu Kiam-ong, selain ugal-ugalan juga tentu amat menyayang pedang itu. Mana mungkin dia berikan kepada orang lain? Sin-jiu Kiam-ong sendiri, setelah menjadi tua bangka, masih juga tidak rela memberikan pedang itu kepada orang lain. Jangan ikut-ikut, bocah ini harus memberikan Siang-bhok-kiam kepadaku atau dia mati di tanganku sekarang juga. Heh, bocah keras kepala, masih belum mengaku di mana adanya Siang-bhok-kiam? Lekas katakan agar aku dapat mengambilnya."

   Keng Hong merasa panas perutnya. Nenek berwajah dingin ini benar-benar menjengkelkan sekali. Di waktu mudanya tentu merupakan seorang wanita cantik yang amat manja dan hendak membawa kehendak sendiri saja, mau menang sendiri. Ia memandang terbelalak penuh kemarahan dan berkata.

   "Sudah saya katakan, pedang itu berada di Kun-lun-pai, kalau Locianpwe menghendaki ambilah dari tangan mereka. Akan tetapi hati-hati, di sana banyak terdapat orang lihai....."

   Keng Hong terpaksa menghentikan kata-katanya karena nenek itu secara tiba-tiba sekali telah melompat ke depan dan tahu-tahu sudah berada dekat sekali dengannya, tangan kanan nenek ini menampar ke arah kepalanya! Keng Hong maklum betapa lihainya nenek ini. Mengelak takan keburu, maka dia berlaku nekat, mengangkat pula tangan kanannya dan menerima tamparan tangan terbuka itu dengan telapak tangannya sendiri.

   "Plakkk!!"

   Dua buah tangan itu bertemu di udara dan terus melekat karena dalam kemarahannya, Keng Hong yang menggerakan tenaga sinkang itu tanpa disengaja telah mengeluarkan daya sedotnya yang amat kuat. Ketika nenek itu merasa betapa tamparannya tertangkis bahkan tenaga sinkangnya tersedot, ia terkejut sekali dan cepet-cepat ia pun mengerahkan sinkangnya dan menggunakan ilmunya Thi-khi-i-beng untuk balas menyedot.

   Dua tenaga sinkang yang amat hebat saling sedot. Tenaga sedot sinkang Lam-hai Sin-ni adalah berkat latihan ilmu Thi-khi-i-beng yang kabarnya sudah lenyap dari dunia persilatan, bahkan nenek ini yang sudah berlatih puluhan tahun sekalipun hanya dapat mencapai sebagian kecil saja. Adapun tenaga sedot dari tangan Keng Hong timbul tanpa dia sengaja, tanpa dilatih dan tercipta karena dia kebanjiran sinkang yang dioperkan oleh gurunya sehingga merusak susunan di dalam tubuhnya yang mengakibatkan tenaga sedot mujijat itu. Dan dapat dibayangkan betapa kaget, heran dan penasaran hati Lam-hai Sin-ni ketika ia merasa betapa berlahan-lahan namun tentu, tenaga sedotnya terbetot dan kalah kuat sehingga mulailah sinkangnya membocor lagi memasuki tubuh pemuda itu lewat telapak tangan mereka!

   "Aihhhh.....!"

   Lam-hai Sin-ni berseru keras, tangan kirinya bergerak dan dengan kuku jari tangannya, ia menyentil ke arah pundak kanan Keng Hong. Seketika tubuh Keng Hong menjadi lemas dan untung pemuda ini masih ingat untuk cepat menarik tangannya sambil meloncat mundur, kalau tidak, tentu ia akan dipukul lagi dengan pukulan maut. Nenek itu cerdik luar biasa. Kalau tadi ia memukul begitu saja ke tubuh Keng Hong, pukulannya tentu akan ambalas pula ke dalam lautan sinkang yang memiliki daya sedot luar biasa itu. Maka ia menyentil dengan kuku jari, menotok jalan darah sehingga daya sedot itu tidak dapat menarik sinkangnya karena terhalang oleh kuku jari. Kini dengan marah Lam-hai Sin-ni sudah melangkah maju, kedua tangannya siap memberi pukulan maut. Tiba-tiba Cui Im meloncat dan sambil menjatuhkan diri berlutut ia berkata.

   "Subo.... subo.... harap tunggu dulu keterangan teecu..... teecu berani bersumpah bahwa pedang Siang-bhok-kiam memang dirampas oleh tosu-tosu bau dari Kun-lun-pai seperti diceritakan bocah ini. Teecu sendiri yang melihatnya dengan mata teecu."

   Nenek itu mengerutkan kening.

   "Ceritakan!"

   Katanya kepada muridnya itu dengan jelas Cui Im lalu bercerita, menceritakan betapa ia menyusup ke Kun-lun-pai dan tertawan, kemudian betapa ia melihat sendiri Keng Hong menyerahkan pedang kayu Siang-bhok-kiam kepada Kiang Tojin. Setelah mendengar cerita ini, nenek itu kembali menghadapi Keng Hong yang sudah bangkit duduk. Sejenak ia memandang tajam, kemudian berkata.

   "Bocah tidak setia! Baru saja turun dari Kiam-kok-san, sudah memberikan pedang kepada tosu Kun-lun-pai! Murid macam apa ini! Tanpa Siang-bhok-kiam, kau tidak ada gunanya dan lebih baik mati!"

   Setelah berkata demikian, kembali nenek itu menerjang maju hendak menyerang Keng Hong!

   "Ibu, tahan....!!"

   Tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan tahu-tahu Biauw Eng telah berdiri menghadap di depan ibunya, membelakangi Keng Hong yang sudah siap-siap membela diri sekuatnya.

   "Eng-ji, mau apa engkau? Minggir!"

   "Tidak, Ibu. Kau tidak boleh membunuh Cia Keng Hong."

   "Apa? Dia tiada gunanya, tidak membawa Siang-bhok-kiam, harus kubunuh!"

   "Jangan, Ibu. Dia telah menolongku dari kekejian Ang-bin Kwi-bo. Ibu tidak boleh membunuhnya."

   
Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sejenak ibu dan anak berdiri tegak berhadapan, bertentang pandang dan Keng Hong yang melihat ini merasa betapa bulu tengkuknya berdiri. Alangkah serupa benar orang ini. Hanya yang seorang nenek-nenek, yang ke dua gadis remaja. Akan tetapi keduanya sama-sama berwajah dingin dan memiliki pandangan mata yang membayangkan kekerasan hati seperti baja!

   "Pernah menolongmu bukan alasan untuk mencegah aku membunuhnya! Dia harus kubunuh karena dia, manusia tolol murid tidak setia ini, dia agaknya telah menerima pelajaran Thi-khi-i-beng dari Sin-jiu Kiam-ong setan tidak setia itu! Dia harus kubunuh. Minggirlah!"

   Akan tetapi sedikitpun Biauw Eng tidak mau minggir, bahkan ia menegakaan kepala, membusungkan dada dan memandang ibunya dengan sikap menantang.

   "Tidak!"

   Katanya dan untuk pertama kali terdengar suaranya dipengaruhi nafsu.

   "Ibu tidak boleh membunuhnya!"

   Lam-hai Sin-ni tertegun. Sejak kecil puterinya ini tidak pernah berani membantahnya. Dia yang menjadi semacam "ratu"

   Di daerah pantai laut selatan, yang ditakuti semua orang, kini terheran-heran menyaksikan puterinya sendiri hendak membantah dan melawannya!

   "Apa kaubilang? Mengapa tidak boleh?"

   "Karena aku cinta kepada Cia Keng Hong!"

   Sunyi sekali setelah ucapan yang nyaring itu diucapkan oleh Biauw Eng. Tiga pasang mata terbelalak, yaitu mata Keng Hong, Cui Im dan lam-hai Sin-ni sendiri.

   Keng Hong terbelalak dan jantungnya berdebar keras sampai tubuhnya menjadi gemetar. Biauw Eng
(Lanjut ke Jilid 08)
Pedang Kayu Harum (Seri ke 01- Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 08
cinta kepadanya? Sungguh hal yang sama sekali tak pernah dia duga! Kalau Cui Im yang mencintainya, hal itu tidak aneh, dia mengenal watak mata keranjang murid Lam-hai Sin-ni itu. Akan tetapi Biauw Eng? Sikapnya terhadapnya begitu dingin, begitu galak! Juga Cui Im terbelalak. Mendengar sumoinya secara terang-terangan mengaku cinta kepada seorang pemuda, benar-benar membuat ia seperti mimpi di siang hari! Padahal biasanya, sumoinya itu memandang rendah semua pria, bahkan menjadi marah-marah dan memaki-makinya kalau dia bicara tentang pria. Sumoinya seorang yang "alim"

   Dan agaknya mempunyai pantangan untuk segala macam bentuk cinta terhadap pria!

   "Kau.... kau gila....? kau.... kau mencita murid Sin-jiu Kiam-ong.....?"

   Lam-hai Sin-ni berbisik, seolah-olah tidak percaya kepada telingnya sendiri.

   "Kau..... heh-heh-heh.... kau mencinta dia.....?"

   Baru sekali ini Cui Im mendengar gurunya tertawa dan ia merinding penuh keseraman. suara ketawa itu lebih pantas disebut isak tangis.

   "Kau mencinta muridnya? Dia..... dia tentu mata keranjang, tidak setia seperti..... seperti....."

   "Seperti ayah, Ibu? Biarlah! Ibu membenci ayah, akan tetapi aku tidak membenci Sin-jiu Kiam-ong. Dan biarpun ibu pura-pura membenci, aku tahu bahwa ibu amat cinta kepadanya, buktinya ibu memberi she sie kepadaku, she dari Sin-jiu Kiam-ong Sie Cun Hong, ayahku. Aku cinta kepada Cia Keng Hong dan ibu tidak boleh membunuhnya!"

   Tiba-tiba Lam-hai Sin-ni mengeluarkan pekik mengerikan, kemudian wajahnya yang biasa dingin itu berubah beringas.

   "kau gila! Minggir! pengakuanmu ini malah mendorongku untuk membunuh si keparat! Minggir!"

   "Tidak, ibu!"

   Biauw Eng melolos sabuk suteranya dan berkata kepada Keng Hong dengan suara halus.

   "Keng Hong, kau pergilah. Kau pergilah setelah kau mendengar pengakuanku. Pergilah.....!"

   Wajah Keng Hong menjadi pucat. Jadi Biauw Eng ini adalah puteri gurunya! Kalau begitu...... antara gurunya dan Lam-hai Sin-ni pernah menjadi hubungan suami istri! Dan puteri gurunya ini mencintainya! Ia tidak tahan lagi, merasa kasihan mendengar suara mengetar dari Biauw Eng ketika menyuruh dia pergi. Sambil menghela napas, dia lalu membalikan tubuhnya dan meloncat pergi dari tempat itu.

   "Minggir.....!"

   Lam-hai Sin-ni berteriak sambil menerjang ke depan, hendak mengejar Keng Hong. Akan tetapi Biauw Eng juga menerjang maju menyambut ibunya dengan serangan sabuk sutera sambil berkata.

   "Ibu hanya dapat mengejarnya melalui mayatku!"

   Nenek itu mendorong anaknya supaya jangan menghalanginya, akan tetapi sabuk sutera putih Biauw Eng bergerak cepat mengirim totokan ke arah kedua lutut ibunya dengan kuat sekali. Lam-hai-Sin-ni menjadi makin marah karena totokan yang dilakukan puterinya itu kalau mengenai lututnya tentu akan membuat kedua kakinya tak dapat lari lagi, maka sambil mendengus ia menyambar ujung sabuk sutera itu dengan kedua tangannya, menrengutnya terlepas dari tangan Biauw Eng dan melemparkannya ke atas tanah. Hal ini terjadi tanpa dapat dicegah oleh Biauw Eng. Sementara itu bayangan Keng Hong sudah pergi jauh sekali dan Lam-hai Sin-ni cepat lari mengejar.

   Akan tetapi, kembali Biauw Eng menyerangnya. Kini dengan pukulan tangan yang amat dahsyat. Lam-hai Sin-ni terkejut, terheran-heran dan hampit tidak percaya akan pandang matanya sendiri. Puterinya sendiri menyerangnya seperti ini? Dengan pukulan maut?? Teringatlah nenek ini akan keadaan dirinya sendiri dahulu dan terdengar suara terisak dari dalam dadanya. Pukulan puterinya itu ia tangkis dengan keras sehingga Biauw Eng terpekik dan terbanting ke kiri sampai bergulingan. Gadis ini cepat menoleh ke arah larinya Keng Hong dan hatinya agak lega melihat bahwa pemuda itu tentu sudah lari jauh sekali karena tak tampak lagi bayangannya. Ketika ia menengok ke arah ibunya, ia terkejut dan terheran, kemudian ia bangkit berdiri dan lari menubruk ibunya yang ternyata sudah duduk bersila sambil meramkan mata,

   Mukanya pucat seperti mayat dan tubuhnya kaku! Ia maklum bahwa ibunya sedang berduka sekali dan bahwa di dalam dada ibunya sedang terjadi "perang"

   Antara membunuh Keng Hong dan memenuhi permintaan puterinya. Biauw Eng yang berlutut di depan ibunya, menyentuh kaki ibunya dan menangis. Cui Im terbelalak untuk kedua kalinya. Selama menjadi murid Lam-hai Sin-ni baru sekarang ini ia melihat keanehan yang terjadi pada diri sumoinya yang biasanya amat ia kagumi karena sumoinya itu biarpun lebih muda dari padanya, namun amat lihai dan memiliki sifat-sifat yang persis Lam-hai Sin-ni. Akan tetapi hari ini, gara-gara Keng Hong, ia melihat sumoinya menyatakan cinta kepada Keng Hong, dan kini, hal yang luar biasa ia lihat ketika sumoinya itu menangis! Timbul perasaan panas di hatinya.

   Dia sendiri tergila-gila kepada Keng Hong, tergila-gila akan ketampanannya dan terutama sekali akan ilmu kepandaiannya dan pusaka-pusaka yang mungkin sekali akan bisa ia dapatkan melalui pemuda itu. Kini mendengar pengakuan sumoinya, diam-diam ia menjadi iri hati, cemburu dan marah. Ibu dan anak itu sama sekali tidak tahu betapa Ang-kiam Tok-sian-li memandang ke arah Biauw Eng dengan sinar mata aneh, seolah-olah mengeluarkan api yang hendak membakar seluruh tubuh gadis baju putih itu. Tidak tahu pula betapa diam-diam Bhe Cui Im pergi meninggalkan tempat itu dengan sikap aneh dan berkali-kali melirik ke arah Biauw Eng dengan sinar mata penuh kebencian! Sesaaat kemudian, Lam-hai Sin-ni membuka matanya dan melihat puterinya menangis didepanya, ia menghela napas panjang dan berkata halus sambil mengelus rambut kepala puterinya.

   "Eng-ji, hukum karma selalu mengikuti kita....."

   Biauw Eng memeluk ibunya dan tangisnya makin memilukan. Sesungguhnya, gadis ini tidak mewarisi watak ibunya, tidaklah sedingin yang dia perlihatkan.

   Gadis ini perasa sekali, penuh semangat dan memandang dunia dengan sepasang mata yang penuh kegembiraan, dapat dengan mudah menangkap keindahan-keindahan pada setiap benda yang dipandangnya, yang didengarnya, yang diciumnya. Akan tetapi, oleh karena semenjak ia kecil ia sudah digembleng oleh Lam-hai Sin-ni untuk mengekang perasaan, untuk meniru sifatnya yang dingin seperti es, maka Song-bun Siu-li Sie Biauw Eng ini menjadi seorang gadis yang aneh dan dingin. Dingin paksaan, pada lahirnya saja, seperti sebuah gunung berapi yang diliputi salju. Inilah sebabnya mengapa sekali jatuh cinta, ia menjadi nekat dan berani mengaku secara terus terang dan bahkan berani membela kekasihnya dengan melawan ibunya! Biarpun diselimuti salju, kalau gunung es itu meletus, takan ada yang dapat menahannya!

   "Ibu....., kau ampunkan anakmu yang put-hauw (tak berbakti) ini...."

   Lam-hai Sin-ni kembali menghela napas.

   "Menanam bibit apel, memetik buah apel, menanam pohon korma, memetik buah korma. Aku menentang ayahku karena cinta, kini engkau menentang aku karena cinta. Semua ini sudah adil.....!"

   Biauw Eng mengangkat mukanya memandang muka ibunya dan baru sekali ini ia melihat betapa wajah ibunya membayangkan sesuatu, membayangkan kedukaan! Dan baru sekarang pula ia mendengar ibunya menyebut-nyebut keluarganya. Biasanya ibunya tidak pernah bercerita, hanya menyatakan bahwa ayahnya adalah Sin-jiu Kiam-ong Sie Cun Hong yang akhir-akhir ini menjadi terkenal sekali, bahkan pedang pusaka Siang-bhok-kiam ayahnya itu menjadi rebutan semua orang gagah di dunia Kang-ouw karena Pedang Kayu Harum itu menjadi kunci rahasia penyimpanan benda-benda pusaka yang dikumpulkan oleh ayahnya itu dengan jalan mencuri, merampas, atau diberi orang. Ketika ia pernah bertanya mengapa ayah dan ibunya berpisah, ibunya hanya menjawab dingin.

   "Dia seorang laki-laki yang tidak setia! Semua pria di dunia ini tidak ada yang setia! Karena itu, jangan kau mudah menjatuhkan cinta kasihmu kepada pria, Eng-ji! Sekali cinta kasihmu jatuh, engkau akan menderita!"

   Sekarang, ibunya menyebut-nyebut tentang ayah dari ibunya atau kakeknya, maka dengan ingin tahu sekali ia bertanya.

   "Ibu menentang kong-kong....?"

   "Tidak hanya menentang, bahkan aku.... membunuhnya...."

   "Ibu.....!!"

   "Ya! Aku telah membunuhnya! Membunuhnya karena cinta! Apakah engkau tadi juga tidak ingin membunuhku, Eng-ji?"

   "Ibu.....!"

   Dan Biauw Eng menangis lagi sambil merangkul ibunya.

   "Cinta memang membuat manusia, terutama wanita seperti kita, menjadi gila, eng-ji."

   Lam-hai Sin-ni menghelus-elus kepala puterinya.

   "Tadi aku amat marah kepadamu. Sakit hatiku melihat betapa engkau mencinta seorang pemuda sehingga rela kau melawanku, rela menyerangku untuk menyelamatkannya, menyerang untuk membunuh ibunya sendiri. Akan tetapi aku teringat akan keadaan diriku di waktu muda, dan aku dapat memaklumi perasaanmu, anakku. Aku tahu betapa cinta membuat mata kita seperti buta. Aku dahulu pun mencita, Sie Cun Hong. padahal aku seorang puteri terhormat, ayahku seorang yang amat berkuasa dan berpengaruh di selatan, seolah-olah menjadi seorang raja muda, dan..... dan Sie Cun Hong terkenal sebagai seorang pria mata keranjang yang mempunyai ratusan, bahkan ribuan orang kekasih! Akan tetapi aku nekat, bahkan ketika ayahku melarang aku melawannya. Aku sudah menerima beberapa macam ilmu pukulan sakti dari Sin-jiu Kiam-ong Sie Cun Hong, sehingga dalam pertempuran yang didorong oleh marah itu, aku kelepasan tangan, membunuh ayahku sendiri.....!"

   "Ah, Ibu....."

   Biauw Eng menjadi kasihan sekali kepada ibunya. Dalam keadaan seperti itu, ibu dan anak ini benar-benar amat berbeda dengan keadaan biasanya. Andaikata Cui Im tidak diam-diam pergi meninggalkan mereka, gadis itu tentu akan bengong terheran-heran menyaksikan ibu dan anak itu bercakap-cakap dengan penuh kemesraan dan keharuan seperti itu. Biasanya, ibu dan anak itu seperti dua buah arca es yang dapat bergerak!

   "Kemudian, Sie Cun Hong laki-laki tak setia itu tidak mau menikah denganku, seperti yang ia lakukan terhadap ribuan orang wanita lain. Sedangkan aku telah mengandung engkau, Eng-ji. Kami bertengkar, atau lebih tepat, aku memusuhinya, akan tetapi dia terlampau sakti. Sampai belasan tahun aku belajar ilmu, puluhan tahun aku menggembleng diri sehingga menjadi tokoh utama di selatan, namun tetap saja aku belum pernah dapat menangkan dia. Karena itu, aku ikut pula berusaha mendapatkan pusaka-pusakanya. Kini dia sudah mati, dan pusakanya itu seharusnya jatuh ketanganmu, karena engkau keturunannya, engkau puterinya. Itulah sebabnya aku hendak memaksa muridnya tadi menyerahkan Siang-bhok-kiam! Ketika mendengar pedang itu terjatuh ke tangan para tosu Kun-lun-pai, aku menjadi mendongkol dan marah, apalagi melihat bahwa Sie Cun Hong agaknya telah menurunkan Ilmu Thi-khi-i-beng kepadanya, padahal aku dahulu hanya menerima petunjuk sedikit saja.... aku menjadi benci kepada muridnya. Juga kulihat pandang mata dan gerak bibir bocah itu sama benar dengan keadaan Sie Cun Hong di waktu muda. Dia pun seorang laki-laki yang tidak setia. Akan tetapi.... kau.... kau jatuh cinta kepadanya!"

   Biauw Eng menarik napas panjang. Hebat riwayat ibunya itu.

   "Ibu, aku sendiri hanya menduga saja bahwa aku mencinta dia, karena perasaan hatiku aneh, aku ingin membelanya, aku tidak suka melihat dia terbunuh. Hal ini timbul dalam hatiku ketika dia menyelamatkan aku daripada ancaman Ang-bin Kwi-bo. Sejak detik itu aku..... aku suka kepadanya, aku tidak ingin terpisah darinya..... ah, benarkah ini cinta, Ibu?"

   "Hukum karma..... hukum karma.....! Aku sendiri dahulu pun mencinta Sie Cun Hong karena pertama-tama dia menolongku daripada perkosaan Tujuh Orang Setan Go-bi (Go-bi Jit-kwi)."

   "Ibu, kalau begitu aku benar-benar mencintainya. Perasaanku membisikkan bahwa dialah satu-satunya pria yang kucinta karena aku agaknya rela untuk mengorbankan nyawaku untuknya."

   Gadis itu berhenti sebentar dan pandang matanya jelas membayangkan cinta kasih besar ketika ia mengingat pemuda itu. Ibu, sekarang juga aku akan mengejarnya, aku harus berada didekatnya....."

   "Pergilah, akan tetapi jangan hanya mendapatkan dia, melainkan mendapatkan pula peninggalan pusaka ayahmu."

   Sepasang mata itu terbelalak penuh gembira, wajahnya menjadi kemerahan dan Biauw Eng yang kini bukan lagi seorang gadis berwajah dingin karena salju itu agaknya sudah mencair oleh panasnya api cinta, berkata.

   "Ibu, terima kasih. Aku pergi sekarang....!!"

   Lam-hai Sin-ni memegang tangan puterinya dan berkata,

   "Hanya satu hal yang kuminta agar engkau suka berjanji kepadaku, anakku."

   "Apakah itu, Ibu?"

   "Berjanjilah, bersumpahlah bahwa engkau tidak akan melakukan kesalahan yang sama dengan ibumu dulu. Engkau tidak akan menyerahkan dirimu kepada bocah itu di luar pernikahan! Kalian harus menjadi suami istri yang syah! Nah, kalau begitu, barulah ibumu akan memberi ijin dan doa restu. Kalau tidak, aku akan mengutukmu, Biauw Eng!"

   Gadis itu memeluk ibunya dan berbisik,

   "Aku bersumpah, Ibu."

   Kemudian ia melepaskan ibunya dan cepat melesat pergi setelah menyambar sabuk sutera putih yang tadi dirampas dan dilemparkan ibunya. Lam-hai Sin-ni, tokoh nomer satu dari Bu-tek Su-kwi.

   "ratu"

   Tak bermahkota dari daerah pantai laut selatan, masih duduk bersila,

   Tubuhnya tak bergerak, wajahnya tetap dingin, akan tetapi dari sepasang matanya keluar dua butir air mata yang perlahan-lahan menetes turun ke atas sepasang pipinya yang putih. Sementara itu, semenjak Kun-lun-pai menerima Siang-bho-kiam dari tangan Keng Hong, perkumpulan besar ini tidak pernah mengalami hari-hari aman tentram lagi. Baru beberapa hari semenjak Keng Hong meninggalkan Pedang Kayu Harum itu kun-lun-pai diserbu orang-orang Kang-ouw dari bermacam partai. Cara penyerbuan mereka pun berbeda-beda, tergantung daripada sifat perkumpulan atau partai mereka. Golongan bersih yang merasa "mengutangkan sesuatu"

   Kepada Sin-jiu Kiam-ong karenanya berkah untuk mendapatkan bagian dari pusaka peninggalan pendekar itu, menyerbu Kun-lun-pai secara berterang,

   Melalui pintu depan dan terang-terangan menyatakan "minta bagian"

   Karena dengan diserahkannya Siang-bhok-kiam kepada Kun-lun-pai, mereka ini menganggap bahwa Kun-lun-pai telah mewarisi semua pusaka peninggalan Sin-jiu Kiam-ong. Akan tetapi golongan sesat mempunyai cara yang lain lagi. Mereka ini datang dengan bermacam-macam cara, ada yang secara sembunyi-sembunyi seperti pencuri, ada pula yang datang dengan melontarkan tuduhan-tuduhan dan menantang pibu. Namun, partai persilatan Kun-lun-pai adalah sebuah partai besar yang memiliki tokoh-tokoh yang berilmu tinggi. Di samping ini, juga para tosu anak murid kun-lun-pai rata-rata memiliki kepandaian yang lihai, jumlahnya banyak pula sehingga semua usaha para tokoh kang-ouw yang hendak merampas Siang-bhok-kiam dapat digagalkan.

   Karena munculnya gangguan-gangguan ini, para tokoh Kun-lun-pai menjadi sibuk sekali dan tahulah mereka bahwa keputusan yang diambil oleh Kiang Tojin sebagai wakil suhunya, yaitu Thian Seng Cinjin ketua Kun-lun-pai, biarpun merupakan keputusan amat baik demi menjunjung tinggi kedaulatan dan nama besar Kun-lun-pai, namun merupakan keputusan yang amat berbahaya. Dengan mencegah Keng Hong membawa pergi Siang-bhok-kiam dan merampas pedang itu, menyimpannya di Kun-lun-pai, maka kini perhatian semua orang kang-ouw kepada Kun-lun-pai. Kalau dahulu para tokoh kang-ouw mengejar-ngejar Sin-jiu Kiam-ong, kini mereka menyerbu Kun-lun-pai untuk merampas pedang Siang-bhok-kiam!

   Biarpun fihak Kun-lun-pai selalu berhasil menghalau para penyerbu yang hendak merampas Siang-bhok-kiam, namun dalam pertandingan-prtandingan yang terjadi selama pedang itu berada di situ, telah jatuh korban di fihak mereka sebanyak empat orang murid yang tewas dalam pertempuran. Hal ini ditambah lagi dengan perasaan gelisah, selalu harus berjaga-jaga sehingga para tosu itu tak dapat tidur nyenyak. Mulailah timbul perasaan tak senang mereka terhadap keputusan Kiang Tojin yang mereka anggap tidak tepat dan hanya menyusahkan Kun-lun-pai saja. Murid-murid Thian Seng Cinjin yang lain mulai mengomel dan menyatakan ketidaksenangan mereka di depan ketua Kun-lun-pai itu sehingga kakek ini yang melihat adanya bahaya perpecahan, pada suatu pagi mengumpulkan murid-murid untuk diajak berunding mengenai pedang Siang-bhok-kiam!

   Jumlah murid-murid Thian Seng Cinjin ada tujuh orang. Kiang Tojin merupakan murid kepala, bahkan dialah merupakan calon ketua kelak kalau Thian Seng cinjin meninggal dunia atau mengundurkan diri. Segala urusan mengenai Kun-lun-pai juga telah banyak diserahkan kepadanya oleh kakek yang sudah amat tua itu. Karena Kiang Tojin adalah seorang yang luas pandangannya, berpengalaman dan berwatak teguh dan adil, disamping kelihaiannya yang hanya berada di bawah tingkat gurunya, maka segala urusan berjalan lancar apabila dia yang mengatur penyelesaiannya. Hal ini saja sudah membuat beberapa orang sutenya diam-diam merasa iri hati. Pagi hari itu, di dalam ruang yang diberi nama Ruangan Ketenangan yang letaknya di bagian belakang asrama Kun-lun-pai, ketua Kun-lun-pai itu duduk di atas lantai yang ditilami kasur bundar,

   Bersila dihadap oleh tujuh orang murid-muridnya yang juga duduk bersila dalam bentuk setengah lingkaran menghadap guru mereka. Suasana di ruangan itu memang amat hening, bersih dan nyaman. Angin pegunungan bersilir masuk karena ruangan itu memang tidak tertutup dinding sehingga dari situ dapat tampak tamasya pegunungan yang amat indah. Memang tepat sekali nama ruangan ini karena suasana di situ benar-benar tenang dan menimbulkan ketenangan di hati, cocok untuk bersamadhi atau untuk bertukar pikiran. Untuk kepentingan perundingan ini, Thian Seng Cinjin sengaja membawa serta pedang Siang-bhok-kiam yang dia letakan di depannya, di atas lantai. Kemudian, setelah sejenak delapan orang tosu ini mengeningkan cipta membersihkan pikiran, kakek itu menggeraka tangan menghelus jenggot panjangnya dan berkata dengan suara halus.

   "Sekarang kita telah berkumpul dengan pikiran jernih. Pinto tahu bahwa pedang peninggalan Sin-jiu Kiam-ong ini telah menimbulkan banyak keributan ysng biasanya aman tentram dan tenang. Akan tetapi, keributan itu ditimbulkan oleh orang-orang luar yang hendak merampas pedang dan sudah seharusnya kita mempertahankannya dan menghalau para penyerbu, hal itu tidaklah menyusahkan hati. Yang membuat pinto prihatin dan kini mengumpulkan kalian untuk berunding adalah karena pinto melihat adanya ketidaktenangan yang timbul di antara kita karena getaran bentrokan ketidakcocokan itu dan mencari jalan keluar dengan musyawarah. Keluarkan semua isi hati dan pendapat kalian untuk kita telaah dan pelajari."

   

Pusaka Pulau Es Eps 2 Pusaka Pulau Es Eps 11 Pusaka Pulau Es Eps 14

Cari Blog Ini