Petualang Asmara 32
Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 32
Kim Seng Siocia tertawa.
"Hi-hi-hik, kasihan sekali engkau. Masih begitu muda sudah harus menjauhkan diri dari pria. Tentu saja boleh, Pek Nikouw, dan kalau benar di antara mereka terdapat jodohku, berarti doamu manjur sekali dan aku tentu akan memberi hadiah besar kepadamu."
Sesuai dengan perintah nona gendut itu, enam orang tawanan itu dihadapkan seorang demi seorang.
Betapa kecewa hati Kim Seng Siocia melihat laki-laki yang usianya sudah empat puluh tahun lebih dan yang hanya terdiri dari orang-orang kasar. Ketika dia menyuruh buka belenggu mereka seorang demi seorang dan memerintahkan Acui dan Amoi untuk menguji kepandaian mereka, tidak ada seorang pun di antara lima orang anak buah Marcus yang dapat bertahan melawan seorang di antara dua pelayan manis itu lebih dari sepuluh jurus! Dengan hati kecewa dan juga penasaran, Kim Seng Siocia menghadiahkan lima orang itu kepada anak buahnya dan terdangarlah sorak-sorai dan tawa ketika lima orang itu diseret-seret dan dijadikan perebutan di luar istana. Dari tempat sembunyinya di belakang tirai, Hong Ing hanya dapat mendangar lima orang itu berteriak-teriak di antara sorak-sorai itu dan dia bergidik. Kemudian dia melihat Marcus dihadapkan nona gendut.
"Siapa namamu?"
Tanya Kim Seng Siocia.
"Marcus,"
Jawab pemuda asing itu dengan suara aneh karena memang dia belum begitu pandai berbahasa pribumi. Kim Seng Siocia kelihatan tertarik dan dia menyuruh Amoi menguji kepandaian pemuda yang berkulit putih itu. Amoi maju dan tersenyum genit.
"Apa kau pandai main silat?"
Tanya Amoi. Marcus mengangguk.
"Sedikit-sedikit aku sudah mempelajari ilmu silat ketika aku menjadi anak buah tuan Legaspi Selado yang berilmu tinggi. Akan tetapi di negeriku aku terkenal sebagai seorang ahli tinju."
"Tinju?"
Amoi bertanya heran dan tidak mengerti. Marcus mengepal kedua tangannya.
"Ahli menggunakan ini untuk merobohkan lawan."
"Aha! Ilmu silat bangsamu? Bagus, coba kaurobohkan aku dengan itu!"
Marcus menjerutkan alisnya dan menggeleng kepala.
"Tidak pernah aku merobohkan wanita dangan tinju!"
Dia tertawa.
"Biasanya aku merobohkan wanita dengan cinta!"
Acui, Amoi dan para penjaga di situ tertawa dan Kim Seng Siocia sudah bangkit berdiri dari kursinya, melangkah maju dan mengamat-amati Marcus dari kepala sampai ke kaki.
"Marcus, jadi engkau ini ahli mencinta wanita?"
Tanyanya. Didekati oleh wanita gendut yang agaknya menjadi ketua gerombolan wanita itu, Marcus kelihatan gelisah. Kalau disuruh merayu Acui atau Amoi, atau beberapa orang di antara para anak buah yang muda dan cantik, tentu saja dia akan merasa suka sekali. Akan tetapi wanita ini sungguh berbeda dangan yang lain. Tubuhnya tinggi besar dan sikapnya begitu penuh wibawa. Dia tidek menjawab, hanya mengangguk.
"Heh-heh, kau menarik juga. Tentu saja aku tidak akan suka menjadi isteri orang asing yang berkulit putih bermata biru. Akan tetapi, kalau kau memenuhi seleraku, kalau kau menyenangkan dan mencocoki hatiku, kau akan menjadi selirku. Hi-hik!"
Marcus membelalakkan matanya.
"Apa? Selir? Selir bagaimana?"
Dia sudah pernah mendangar bahwa selir adalah seorang peliharaan, seorang isteri di luar pernikahan resmi. Akan tetapi biasanya adalah wanita yang menjadi selir pria, dan sekarang wanita gundul ini hendak mengambilnya sebagai selir!
"Bodoh!"
Amoi berkata tertawa.
"menjadi selir berarti menjadi kekasih Siocia."
Marcus mengerutkan alisnya dan memandang wanita gendut itu. Memang bukan seorang wanita tua dan wajahnya pun tidak terlalu buruk, hanya terlalu gendut. Dia adalah seorang laki-laki, seorang petualang, mana mungkin dia tunduk saja dijadikan "selir"
Seorang wanita? Biarpun wanita ini agaknya menjadi kepala di sini, namun menjadi selir amatlah rendah!
"Kalau aku menolak?"
Tantangnya.
"Bagaimana caramu untuk menolak?"
Kim Seng Siocia bertanya, matanya bersinar agak gembira, melihat bahwa pemuda asing ini lumayan juga, memiliki kejantanan.
"Dengan ini!"
Marcus memperlihatkan kepalan tinjunya yang besar.
"Biarpun aku tidak pernah menggunakan ini untuk menghadapi wanita, akan tetapi kalau aku dipaksa..."
"Heh-heh, bagus! Eh, Marcus, apakah kau lebih suka kuberikan kepada laba-laba?"
Marcus membelalakkan matanya yang biru.
"Laba-laba?"
Amoi tertawa.
"Hi-hik, laba-laba kecil yang banyak sekali lebih berbahaya dari laba-laba besar. Teman-temanmu yang lima orang kini sedang dikeroyok banyak laba-laba kecil!"
Marcus mendengarkan dan sayup-sayup dia masih mendengar suara cekikikan ketawa banyak wanita. Dia menjadi bingung dan kembali dia kelihatan gelisah.
"Begini saja,"
Kata Kim Seng Siocia.
"Kalau dalam waktu lima jurus aku belum dapat mengalahkan engkau, biarlah kau akan kuberi kebebasan. Akan tetapi kalau dalam waktu lima jurus kau roboh, bagaimana?"
"Tidak mungkin!!"
"Siocia bertanya, kau jawablah!"
Acui membentak, kelihatan marah sekali sehingga suaranya ketus dan nyaring. Marcus terkejut dan dia memandang wanita gendut itu penuh perhatian. Benarkah cerita teman-temannya yang lebih dahulu merantau ke tanah ini, bahwa di sini terdapat banyak orang sakti yang aneh, diantaranya ada pula wanita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi?
"Nona,"
Katanya sambil menjura.
"Aku akan menerima segala perintahmu, bahkan akan mengangkatmu sebagai guruku kalau benar-benar kau dapat mengalahkan aku dalam lima jurus!"
Kim Seng Siocia tertawa, kemudian berkata,
"Bersiaplah kau. Akan kuserang kau sampai lima jurus dan hendak kulihat apakah kau benar-benar dapat bertahan."
Marcus mulai menduga bahwa agaknya nona gendut ini memang memiliki kepandaian karena kalau tidak, tak mungkin berani bicara sesombong itu. Maka dia pun lalu memasang kuda-kuda, kedua tangan dikepal dan dia siap untuk menangkis segala serangan lawan. Dia masih merasa ragu untuk memukul wanita ini, maka dia mengambil keputusan asal dia dapat bertahan selama lima jurus cukuplah. Dan dia akan menangkis dengan pengerahan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri!
"Jurus pertama!"
Kim Seng Siocia berkata, tangan kirinya menyambar dengan sebuah tamparan ke arah kepala Marcus. Gerakannya cepat dan mendatangkan sambaran angin dahsyat sehingga Marcus terkejut sekali. Cepat dia mengangkat lengan kanan ke atas dan mengerahkan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri terkena tangkisannya. Akan tetapi lengannya hanya menangkis angin kosong belaka dan tahu-tahu tangan wanita itu menyambar, turun melalui bawah tangannya yang menangkis dan sudah "menowel"
Jalan darah di ketiaknya sehingga tiba-tiba lengannya lumpuh dan tubuhnya terhuyung! Selagi Marcus terheran-heran, nona gendut itu sudah tertawa dan berkata lagi.
"Jurus ke dua!"
Marcus cepat mempersiapkan diri lebih hati-hati daripada tadi. Kini kelihatan wanita itu menggerakkan kedua tangannya dari kanan kiri seperti hendak menyerangnya dangan dua tamparan, satu ke arah kepala dan yang ke dua ke arah pinggangnya. Marcus cepat mengikuti tangan itu dan begitu melihat berkelebatnya dua tangan dia cepat menyambar untuk menangkap. Girang hatinya ketika dia berhasil menangkap pergelangan kedua tangan Kinn Seng Siocia, akan tetapi tiba-tiba kedua kakinya dibabat oleh kaki lawan dan tubuhnya menjadi terguling roboh karena nona itu telah merenggutkan kedua lengannya terlepas.
"Bukkk!"
Marcus merayap bangun dan meringis karena pantatnya terasa nyeri ketika dia terbanting tadi. Mulai marahlah dia, juga malu sekali. Jelas bahwa dalam dua jurus tadi, dia sudah dua kali jatuh! Melihat laki-laki ini sudah memasang kuda-kuda lagi dengan mata menjadi agak kemerahan tanda marah, Kim Seng Siocia tertawa dan berkata,
"Kau keras kepala juga, ha-ha. Jaga ini jurus ke tiga!"
Kembali Kim Seng Siocia yang hanya ingin main-main, secara sembarangan menggerakkan tangan kirinya menampar, bahkan yang menampar bukan tangan melainkan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar. Sekali ini Marcus sudah tahu bahwa lawannya benar-benar lihai, maka dia menangkis dengan tangan kanan akan tetapi mendahului dengan tangan kirinya menghantam ke arah dagu wanita itu dangan sebuah pukulan "uppercut".
"Plak-plak... desss...!"
Cepat sekali gerak tangan wanita itu sehingga tidak terlihat oleh Marcus yang menjadi keheranan akan tetapi segera dia mengaduh-aduh karena tahu-tahu dia telah terbanting lebih keras daripada tadi! Dia hanya merasa betapa lengannya yang memukul tadi disambar bagian sikunya dari samping, kemudian tubuhnya terbanting tanpa dapat ditahannya lagi. Dia merasa penasaran bukan main. Benarkah dia, Marcus si jago tinju, sama sekali tidak berdaya menghadapi seorang wanita yang begini gendut? Benar-benar memalukan sekali! Dia mendengus, meloncat bangun dan memandang dengan mata merah, kedua tangannya terkepal dan dia sudah siap lagi menghadapi serangan.
"Hi-hi-hik, kau masih berani? Baik, masih ada dua jurus lagi dan awas, aku akan menggunakan dua jurus itu. Siap!"
Tubuh yang gendut itu bergerak maju. Marcus sudah siap. Dia tidek mau membiarkan wanita itu mendahuluinya karena kini dia mengerti bahwa betapa pun gendutpya wanita itu dapat menggerakkan kedua kaki tangan dangan cepat sekali. Maka dia tidak menanti sampai diserang, melainkan mendahuluinya menyerang dangan pukulan dahsyat ke arah perut yang gendut itu. Dapat dibayangkan betapa herannya melihat wanita itu sama sekali tidak menangkis, bahkan tidak mengelak.
"Crotttt!"
Marcus merasa betapa kepalannya bertemu dangan benda lunak dan kepalannya itu menancap sampai ke pergelangan tangannya. Celaka, pikirnya, aku telah membunuhnya ketika melihat kepalan tangannya "masuk"
Ke dalam perut gendut itu. Akan tetapi, Kim Seng Siocia tertawa dan Marcus yang kaget itu menarik kembali kepalannya. Namun sia-sia, kepalan tangannya yang menancap di perut itu tidak bisa dicabutnya kembali! Dia menjadi bingung, malu, marah, juga penasaran sekali. Tangan kirinya mencengkeram ke depan, ke arah muka wanita itu. Akan tetapi Kim Seng Siocia menangkap tangan kiri itu, kemudian berseru,
"Naiklah!"
Dan... tubuh Marcus telah dilontarkan ke atas. Markus memekik ngeri ketika tubuhnya meluncur seperti sebutir peluru pistol ke atas dan cepat dia merangkul balok melintang ketika tabuhnya menabrak itu. Dengan tubuh gemetar dia memandang ke bawah, melihat betapa Kim Seng Siocia tertawa dan berkata,
"Hayo turunlah! Apakah kau masih belum mengaku kalah?"
Kini maklumlah Marcus bahwa wanita itu benar-benar hebat sekali kepandaiannya. Kiranya belum tentu kalah oleh Legaspi Selado sendiri. Betapa bodohnya telah melawan wanita sepandai itu.
"Aku... aku mengaku kalah..."
Katanya dangan ngeri melihat betapa tingginya tempat dia berada.
"Dan kau mau menjadi selirku?"
"Ya... ya, aku mau..."
"Dan mau juga menjadi muridku?"
"Aku mau, aku suka sekali..."
"Kalau begitu lekaslah meloncat turun. Mau apa lama-lama di situ?"
Tubuh Marcus gemetar.
"Lon... loncat...? Kakiku bisa patah..."
"Haiii, manusia tolo!"
Amoi memaki sambil menudingkan telunjuknya ke atas.
"Kau bilang mau menjadi selir dan murid mengapa tidak mentaati perintah? Kalau Siocia bilang turun, turunlah!"
Marcus maklum akan kekeliruannya. Wanita gendut yang lihai hendak mengambilnya menjadi kekasih dan murid, tentu saja kalau dapat melontarkannya ke atas, dapat pula melindunginya kalau dia meloncat turun. Maka sambil memejamkan matanya, dengan nekat dia meloncat ke bawah! Ketika merasa bahwa tidak ada orang menyambutnya, Marcus membuka matanya dan dia berteriak ngeri melihat tubuhnya meluncur ke arah lantai marmer dangan kepala lebih dulu! Akan tetapi, ketika hidungnya yang panjang itu hampir menyentuh lantai, tiba-tiba tubuhnya terhenti dan, ternyata bahwa tangan kiri yang kuat dari Kim Seng Siocia telah mencengkeram baju di punggungnya, kemudian mendorongnya berdiri.
"Berlututlah, Marcus."
Mendengar perintah ini Marcus lalu menjatuhkan diri berlutut di depan wanita gendut itu. Kim Seng Siocia tersenyum lebar dan memberi isyarat dengan tangannya kepada para penjaga untuk mengundurkan diri, kemudian berkata kepada Amoi dan Acui,
"Sediakan air pencuci kaki lalu pergilah kalian keluar."
Amoi dan Acui mengangguk, cepat menyediakan sebuah bokor emas berisi air hangat berikut kain bulu yang halus, menaruhnya di dekat kursi yang seperti pembaringan itu, lalu sambil tersenyum-senyum dan melirik ke arah Marcus yang masih berlutut itu mereka keluar dari kamar, menutupkan daun pintu ruangan itu dari luar.
"Marcus, kaucucilah kakiku,"
Kata Kim Seng Siocia sambil merebahkan diri di atas kursi yang panjang dan lebar itu.
Marcus tidak merasa terhina lagi. Apa pun yang diperintahkan wanita ini, tidak ada orang lain yang menyaksikannya. Pula, dia sudah yakin bahwa wanita ini, betapapun anehnya, adalah seorang yang memiliki kesaktian hebat, menjadi kekasihnya dan juga muridnya merupakan hal yang amat menguntungkan baginya. Maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu mengambil bokor air hangat, menghampiri nona gendut itu, menggunakan kain bulu yang dicelup di air untuk membersihkan kaki nona ini. Bukan itu saja, bahkan pemuda yang cerdik ini mulai menggunakan "kepandaiannya"
Merayu wanita, sambil membersihkan dia memijati dan membelai kaki itu yang biarpun bentuknya besar namun cukup bersih, padat dan menggairahkan sehingga Kim Seng Siocia merasa nikmat dan merem melek di atas kursinya.
"Aih, Marcus... kau menyenangkan hatiku. Mari... marilah kau layani aku baik-baik, kau akan kuajari ilmu yang akan membuat kau benar-benar menjadi seorang jantan."
Wanita itu turun dari kursinya, menggandeng tangan Marcus diajak memasuki kamarnya yang mewah dan indah. Diam-diam Hong Ing yang mukanya menjadi merah saking jengah menyaksikan pemandangan tadi, menjadi lega hatinya melihat mereka memasuki kamar dan cepat keluar dari balik tirai dan pergi dari tempat itu.
Makin ngeri dia memikirkan keadaan Kim Seng Siocia dan anak buahhya, apalagi ketika mendengar betapa lima orang pria anak buah Marcus itu dikeroyok dan dipaksa bermain cinta oleh puluhan orang wanita yang sudah seperti gila itu! Dia bergidik, akan tetapi betapa pun muak hatinya, dia masih belum berani melarikan diri karena di situ terdapat Acui dan Amoi yang amat lihai. Hong Ing memasuki ruangan tempat duduk Kim Seng Siocia dangan hati berdebar. Entah mengapa hatinya merasa tidak enak ketika malam hari itu Kim Seng Siocia memanggilnya dan yang disuruh memanggil adalah Acui dan Amoi yang kini mengikutinya dari belakang. Ketika dia masuk ruangan dan melihat Marcus duduk di samping wanita gendut itu, Hong Ing menghentikan langkahnya. Akan tetapi Acui dan Amoi mendorongnya dari belakang. Hong Ing cepat menarik turun penutup kepalanya sehingga mukanya terlindung.
"Siocia memanggil pinni?"
Tanyanya sambil berdiri di depan wanita itu.
"Bukalah kerudungmu, perlihatkan mukamu"
Kata Kim Seng Siocia, suaranya berbeda dari biasanya, keren dan penuh wibawa.
"Tapi... tapi Siocia, ada seorang pria di sini,"
Hong Ing membantah.
"Marcus? Hi-hik, dia adalah orang sendiri, bukan orang luar. Hayo bukalah!"
Karena maklum bahwa menolak amat berbahaya, Hong Ing terpaksa membuka kerudungnya dengan harapan agar Marcus sudah lupa kepadanya. Akan tetapi begitu kerudung dibuka, terdangar suara Marcus,
"Benar dia! Nikouw cantik yang menolong Yap Kun Liong! Dia mata-mata!"
Tentu saja Hong Ing terkejut bukan main. Andaikata Marcus tidak menjadi kekasih Kim Seng Siocia, hal itu masih mending karena tidak ada hubungannya dangan wanita gendut itu.
"Siocia, cocok sekali ceritaku. Dialah sekutu Yap Kun Liong dan kalau dia berada di sini, tentu dia tahu di mana adanya Kun Liong. Kita harus dapat menangkapnya,"
Kata pula Marcus.
"Hemm, aku tidak begitu tertarik oleh ceritamu tentang bokor emas yang dapat menunjukkan tempat harta pusaka. Aku sudah mempunyai cukup harta,"
Kim Seng Siocia membantah.
"Tetapi, di samping harta, masih ada pusaka yang mengandung ilmu yang mujijat, begitu dikatakan orang, bahkan belum lama Tok-jiauw Lo-mo bersamaku berusaha menyelidiki."
"Siapa? Tok-jiauw Lo-mo murid Thian-ong Lo-mo?"
Wanita itu kelihatan kaget.
"Aihh, jadi Siocia mengenalnya?"
"Tidak, akan tetapi aku sudah mendengar akan nama Thian-ong Lo-mo di kaki pegunungan ini. Kalau kakek seperti dia juga memperebutkan bokor, agaknya memang patut diperhatikan."
"Tentu saja dia juga ikut memperebutkan. Bahkan dia telah bersekutu dangan Kwi-eng Niocu yang telah tewas di tangan Yap Kun Liong itu..."
"Apa? Demikian lihai Yap Kun Liong itu?"
"Lihai sekali, Siocia. Dia bahkan kabarnya mengalahkan banyak tokoh, biarpun dia tidak pernah bersungguh-sungguh. Bocah itu aneh dan kami sudah berhasil menangkapnya dengan jalan meracuninya, akan tetapi dia diselamatkan oleh nikouw cantik ini!"
Kim Seng Siocia kini memandang Hong Ing penuh perhatian.
"Benarkah ceritanya itu, Pek Nikouw?"
Hong Ing tak dapat membohong, maka dangan tenang dia menjawab,
"Pinni tidak tahu-menahu tentang bokor dan sebagainya, yang pinni ketahui hanyalah bahwa pinni memang telah menolong seorang pemuda yang menjadi tawanan, pemuda yang terkena racun..."
Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Di mana dia Yap Kun Liong itu?"
Marcus membentak. Tiba-tiba terdangar suara laki-laki yang nyaring sekali di luar istana, suara yang menggetar dan menggema di seluruh puncak.
"Apakah di sini tempat tinggal Go-bi Sin-kouw? Aku minta agar Sin-kouw suka keluar dan kita bicara tentang Pek Hong Ing..."
Semua orang terkejut. Orang yang bicara itu telah berada di depan istana! Mana mungkin ada orang datang tanpa diketahui oleh para penjaga? Akan tetapi yang paling terkejut adalah Hong Ing. Terkejut dan juga girang mendangar suara itu, suara Kun Liong!
"Kun Liong...!"
Dia berseru dan meloncat hendak keluar. Akan tetapi, Acui dan Amoi sudah menghadangnya dan dua orang pelayan yang lihai itu telah menggerakkan tangan untuk menangkapnya. Hong Ing sudah siap, ketika hendak meloncat tadi, dan karena maklum akan kelihaian dua orang itu, maka dia sudah mendahului, mengirim tendangan kilat dan menotok. Tendangan mengarah pusar Amoi sedangkan totokannya ditujukan ke arah pundak Acui. Gerakannya sungguh tidak terduga dan cepat sekali, maka Amoi hahya dapat miringkan tubuh dan pahanya masih kena tendangan, sedangkan jari tangan Hong Ing dapat menotok tepat di pundak Acui.
"Buukkk! Cuussss!"
Tubuh Amoi yang terkena tendangan itu hanya terhuyung sedikit, sedangkan Acui juga hanya melangkah mundur dan sama sekali tidak terpengaruh totokan yang hanya membuat tubuhnya tergetar. Namun detik ini sudah cukup bagi Hong Ing untuk meloncat dari tempat itu menuju keluar.
"Wuuuiiiit... brusss!"
Tubuh Hong Ing tergelimpang kena disambar oleh angin pukulan dahsyat dari samping yang dilancarkan oleh tangan Kim Seng Siocia! Hong Ing terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu, Acui dan Amoi sudah menubruk dan menangkapnya.
"Ikat dia!"
Kim Seng Siocia membentak dan Amoi segera mengikat kedua tangan Hong Ing ke belakang, menggunakan tali yang ulet itu, tali yang dapat mulur seperti karet.
"Kun Liong...!"
Hong Ing berseru nyaring, akan tetapi hanya satu kali itu karena lehernya sudah ditotok oleh jari tangan Acui yang lihai sehingga dia menjadi gagu!
"Hong Ing...! Di mana kau...?"
Kun Liong berteriak girang ketika mendangar suara dara yang dikhawatirkannya itu. Akan tetapi tiba-tiba tampak berkelebatnya bayangan banyak orang dan tahu-tahu dia sudah dikurung oleh puluhan orang gadis yang memegang bermacam-macam senjata! Kun Liong mencari akal, akan tetapi semua gadis itu tidak dikenalnya, bahkan Lauw Kim In yang disangkanya tentu akan muncul malah tidak nampak juga. Melihat sikap mereka yang penuh ancaman, dan mereka makin mengurung rapat, Kun Liong berseru,
"Haiiii! Kalian ini mau apa? Aku ingin berjumpa dengan Go-bi Sin-kouw untuk bicara tentang muridnya! Mundurlah kalian!"
Akan tetapi, para gadis itu tidak mundur bahkan kini makin banyak yang datang dan ada yang membawa obor sehingga keadaan di situ menjadi terang sekali. Acui dan Amoi muncul pula, diikuti oleh Marcus.
"Di sini tidak ada Go-bi Sin-kouw, yang ada hanya Siocia kami yang menantimu di dalam."
Kata Amoi sambil tersenyum manis.
"Hwesio muda yang tampan, kau menyerahlah untuk kami hadapkan kepada Siocia!"
"Amoi, hati-hati! Dia bukan hwesio dan dia lihai sekali!"
Kata Marcus. Ketika Kun Liong mengangkat muka memandang, dia mengenal Marcus dan dia tertawa.
"Ah, kiranya Tuan Marcus yang berdiri di balik ini semua. Dahulu engkau menggunakan tentara pemerintah, sekarang engkau menggunakan tentara wanita. Sungguh kau licik sekali, Marcus. Lebih baik kalian lekas bebaskan nona Pek Hong Ing yang suaranya kudengar tadi, dan kami berdua akan pergi dari sini dangan aman karena memang tidak ada permusuhan diantara kita."
"Tangkap dia! Tetapi jangan membunuhnya!"
Marcus berseru dan wanita-wanita itu yang maklum bahwa tentu perintah Marcus ini telah disetujui oleh Siocia, lalu mulai menyerbu ke depan. Apalagi yang disuruh tangkap adalah seorang pemuda tampan biarpun kepalanya gundul, maka mereka itu sudah menyarungkan senjata masing-masing, kemudian sambil terkekeh genit mereka menyerbu seperti berebut. Melihat tangan yang berjari halus runcing itu, lengan yang bulat dan padat demikian banyaknya hendak meraihnya, Kun Liong bergidik. Betapa pun bagusnya tangan dan lengan itu, kalau terlalu banyak menimbulkan jijik dan ngeri juga! Dia lalu meloneat ke sana-sini untuk menghindar sambil berteriak-teriak,
"Aku tidak sudi berkelahi dangan kalian! Aku tidak sudi berkelahi dangan wanita!"
Namun tentu saja teriakan-teriakannya tidak dihiraukan, bahkan kini para wanita itu makin penuh gairah mengejarnya ke manapun juga. Ditubruk sana sini, dirangkul dan dicengkeram sampai akhirnya ada beberapa jari tangan yang berhasil mengait bajunya dan baju itu robek di sana-sini.
"Kalian menjemukan! Pergilah!"
Kun Liong berseru dan mengisi kedua lengannya dangan tenaga sin-kang lalu mendorong ke kanan kiri, dan... robohlah enam orang wanita, terpelanting seperti dilanda angin badai yang kuat. Mereka menjerit kaget dan kini Acui dan Amoi baru percaya akan ucapan Marcus tadi bahwa pemuda gundul ini lihai.
"Aihh, kiranya kau mempunyai juga sedikit kepandaian!"
Kata Acui dan dara ini meloncat maju, tubuhnya melambung tinggi dan dari atas tubuhnya menukik ke bawah, kedua tangan dibentuk seperti cakar setan, yang kiri mencengkeram ubun-ubun kepala gundul itu, yang kanan menotok jalan darah di pundak.
"Hemmm, ganas kau!"
Kun Liong mencela dan cepat dia memutar lengannya ke atas sambil mengerahkan tenaga.
"Bruuukkk...!"
Tubuh Acui terlempar dan hanya berkat keringanan tubuhnya yang lihai saja membuat Acui tidak sampai terbanting. Tentu saja dara ini terkejut bukan main, lalu dia menerjang lagi dibantu oleh Amoi. Melihat dua orang ini maju, maka para anak buah mereka hanya mengurung dangan ketat sambil berteriak-teriak dan tertawa-tawa karena mereka semua kagum dan suka kepada pemuda gundul yang lihai ini. Kun Liong menjadi bingung dan gemas juga. Sebetulnya dia tidak senang harus menggunakan kekerasan, apalagi kalau disuruh berkelahi dangan wanita-wanita muda itu! Akan tetapi, melihat betapa pukulan dan cengkeraman dua orang gadis itu bukanlah serangan yang boleh dipandang ringan dan benar-benar berbahaya sekali, maka dia terpaksa mengelak dan kadang-kadang menangkis, bahkan di waktu menangkis,
Dia menggunakan tenaga sin-kang sehingga dua orang gadis itu berkali-kali terdorong mundur dan menjerit kesakitan ketika beradu lengan. Mereka makin kagum dan juga terkejut. Acui memberi isyarat dan keduanya mencelat ke belakang, Amoi di belakang dan Acui di depan pemuda itu. Keduanya sudah mengeluarkan tali hitam yang ulet dan paniang, dan di ujung tali-tali itu terdapat lingkaran lasso. Begitu kedua gadis itu menggerakkan tangan, terdangar bunyi bercuitan dan dua batang lasso itu meluncur seperti ular hidup menuju ke arah kepala Kun Liong! Kun Liong maklum bahwa dia hendak ditangkap dangan lasso, maka kedua tangannya siap. Ketika merasa betapa angin telah meniup kepalanya, tanda bahwa dua tali itu sudah menyambar turun, secepat kilat kedua tangannya menangkap lasso dan dangan gerakan tiba-tiba dia menarik sambil mengerahkan tenaga.
"Aiihhh...!"
Acui dan Amoi menjerit berbareng karena tubuh mereka sudah terbawa oleh tali yang mereka pegang erat-erat, terbawa oleh tarikan Kun Liong sehingga mereka melayang ke atas dan saling bertubrukan di atas. Baiknya keduanya lihai sekali, sambil melepaskan tali, mereka saling berpegang tangan, kemudian meminjam tenaga masing-masing, keduanya sudah melayang turun ke depan Kun Liong. Wajah mereka agak pucat dan Kun Liong tersenyum tenang menghadapi mereka, lalu berkata.
"Nona-nona harap sabar. Aku datang bukan untuk berkelahi, melainkan untuk minta kepada siapa pun yang menahan Nona Pek Hong Ing agar supaya membebaskannya."
"Pergunakan senjata!"
Acui yang merasa marah dan penasaran membentak.
"Sing-sing-sing! Wuuuttt!"
Di antara sinar obor, tampak kilatan banyak senjata yang tercabut.
"Jangan...! Jangan bunuh dia... tangkap saja...!"
Marcus berseru, akan tetapi agaknya seruannya tidak dihiraukan oleh Acui, Amoi, dan anak buah mereka. Selagi para pengurung itu bergerak dangan senjata di tangan, mengelilingi Kun Liong yang makin bingung dan siap untuk menyelamatkan diri, tiba-tiba pintu depan istana terbuka dan terdengar seruan halus,
"Tahan dan mundur semua!"
Suara ini berpengaruh sekali karena semua wanita itu serentak mundur dan membiarkan Kun Liong menghadapi orang yang baru datang, seorang wanita gemuk yang bermuka ramah dan tersenyum. Melihat wajah orang, Kun Liong menjadi lega dan cepat dia menjura.
"Aku Yap Kun Liong mohon agar dapat bertemu dangan Nona Pek Hong Ing..."
Akan tetapi wanita gemuk itu, yang bukan lain adalah Kim Seng Siocia, tidak menjawab, melainkan tetap tersenyum-senyum, matanya bersinar-sinar dan pandang matanya menjelajahi seluruh tubuh Kun Liong, dari sepatunya yang berdebu sampai kepalanya yang gundul kelimis dan berkeringat. Dipandang seperti itu, Kun Liong merasa malu dan hanya menunduk, akan tetapi matanya diangkat untuk melihat dan mengawasi setiap gerak-gerik orang ini.
"Engkau bukan hwesio?"
Tiba-tiba Kim Seng Siocia bertanya. Pertanyaan macam ini sudah terbiasa oleh Kun Liong, maka dia tidak banyak rewel dan menggelengkan kepalanya yang gundul mengkilap terkena sinar obor yang banyak itu.
"Mengapa kepalamu gundul?"
Kembali Kim Seng Siocia bertanya.
"Terkena penyakit!"
Jawab Kun Liong tak acuh dan jelas dia mulai kelihatan mendongkol karena kembali kepalanya yang dijadikan persoalan dan bahan percakapan pada saat yang genting itu. Kim Seng Siocia agaknya merasa bahwa pemuda itu marah, maka dia memperlebar senyumnya.
"Aku suka kepala gundul, bersih dan lain daripada yang lain!"
Biarpun ucapan ini dikeluarkan dangan kesungguhan hati, namun tetap saja menambah kemengkalan hati Kun Liong. Apakah tidak ada lain "acara"
Lagi selain bicara tentang kepalanya?
"Toanio siapakah?"
Dia bertanya untuk mengalihkan percakapan.
"Hishhh, jangan menyebutku Toanio (Nyonya Besar). Aku masih perawan..., eh, aku belum menikah, aku masih Siocia (Nona), hi-hik!"
Kun Liong mengkirik. Bulu tengkuknya meremang karena dia melihat sesuatu yang tidak wajar dan aneh dalam sikap dan kata-kata "nona"
Gemuk itu.
"Baiklah. Siapakah Siocia?"
"Aku? Aku disebut Kim Seng Siocia, dan kalau aku sudah kawin kelak, tentu saja sebutan nona harus diganti dangan nyonya besar."
"Sekali lagi aku mengharap agar Siocia tidak salah menduga tentang kedatanganku ke sini, sama sekali bukan untuk berkelahi apalagi mencari musuh. Aku datang untuk bertemu dangan Nona Pek Hohg Ing."
"Tidak ada Nona Pek Hong Ing di sini, yang ada hanya Pek Nikouw."
Berseri wajah Kun Liong. Kalau begitu tidak salah lagi. Hong Ing berada di sini!
"Benar, dialah yang kumaksudkan!"
Jawabnya penuh gairah dan penuh harapan. Akan tetapi dia terkejut melihat betapa wajah gemuk yang tadinya berseri dan ramah itu kini cemberut, mata yang lebar itu melotot dan suaranya nyaring mengandung kemarahan,
"Apamukah dia itu?"
"Bukan apa-apa, hanya sahabat biasa..."
"Apa dia kekasihmu?"
Kun Liong terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba yang seperti serangan mendadak ini,
"Tidak... tidak, dia seorang nikouw, tidakkah Siocia sudah tahu?"
"Hemm, dia nikouw atau tidak, apa bedanya? Dia tetap wanita dan kau laki-laki!"
Alis Kun Liong berkerut tak senang. Nona gendut ini sama saja danga Lauw Kim In, suci dari Hong Ing, pikirannya kotor penuh prasangka buruk!
"Sekali lagi aku menyatakan bahwa Nona Pek Hong Ing atau Pek Nikouw adalah sahabat baikku dan aku ingin bertemu dangannya. Terserah prasangka Siocia, yang penting aku minta bertemu dengan dia."
Kun Liong lalu memandang ke arah dalam istana dan berteriak nyaring.
"Hong Ing, keluarlah kau menemuiku! Aku Yap Kun Liong, sengaja datang mencarimu!"
Namun tidak ada jawaban dari dalam dan Kim Seng Siocia tertawa.
"Dia tidak akan menjawab sebelum aku menghendakinya. Eh, Kun Liong, apakah kau tidak mempunyai kekasih atau tunangan?"
Kun Liong terkejut dan memandang dangan bengong, mukanya berubah merah. Pertanyaan apakah ini? Akan tetapi melihat betapa pertanyaan itu diajukan dengan sikap sungguh-sungguh, dia menjawab juga,
"Tidak!"
Sambil menggelengkan kepalanya yang gundul.
"Jadi engkau belum kawin?"
Kun Liong makin bingung. Mengapa Siocia gendut ini demikian ugal-ugalan? Kembali dia menggelengkan kepala dan berkata,
"Belum!"
Setelah itu, dia melangkah maju dan berkata.
"Kim Seng Siocia, kalau kau tidak membolehkan Nona Pek Hong Ing keluar menemuiku, biarlah aku mencari sendiri ke dalam!"
Dia lalu meloncat ke depan.
"Bresss! Dukkk!"
Tubuh Kun Liong terguling karena kakinya dijegal (dikait) oleh kaki Kim Seng Siocia dan nona itu tertawa bergelak.
"Hi-hik, heh-heh-heh, tidak boleh. Kau harus melayaniku lebih dulu, hendak kuuji sampai di mana tingkat kepandaianmu. Melihat kau dikeroyok tadi, agaknya kau memiliki kepandaian lumayan. Siapa tahu engkaulah orangnya yang kutunggu-tunggu dan kini datang atas kekuatan doa Pek Nikouw. Hi-hik! Sambutlah ini!"
Kim Seng Siocia sudah menyerang Kun Liong dangan dahsyat sekali! Kun Liong tadi terguling karena dia sama sekali tidak mengira bahwa nona gendut itu mau menjegalnya. Maka dengan penasaran dia sudah meloncat bangun dan kini menghadapi serangan nona itu, dia benar-benar merasa kaget. Nona gendut itu ternyata dapat bergerak cepat bukan main, dan dari kedua lengan bajunya yang lebar itu menyambar angin pukulan yang amat kuat!
"Plak-plak-plak!"
Tiga kali Kun Liong menangkis dan terpaksa dia mengerahkan tenaga sin-kangnya agar tidak terluka oleh hawa pukulan yang dahsyat itu.
"Aihhh... hik-hik, benar saja, kau hebat!"
Kim Sim Siocia tertawa ketika tangkisan itu berhasil menggempur kuda kudanya dan membuat tubuhnya condong ke belakang, tanda bahwa dia masih tidak mampu menandingi kekuatan sin-kang pemuda itu! Akan tetapi dia menyerang terus, kini menggunakan ujung kedua lengan bajunya mengirim totokan-totokan ke arah jalan darah di seluruh tubuh Kun Liong dan gerakannya cepat bukan main, ilmu silatnya aneh, kadang-kadang malah kelihatan lamban dan lambat sekali seperti seekor gajah mencoba untuk mencari-nari! Namun Kun Liong kaget bukan main. Di luar persangkaannya, nona gemuk ini adalah seorang yang memiliki kepandaian luar biasa dan memiliki tenaga sin-kang amat kuat, serta gerakannya terlalu cepat dibanding dengan tubuhnya yang begitu gendut. Tentu saja Hong Ing bukanlah lawan wanita ini dan dia mulai khawatir karena mengira bahwa tentu Hong Ing menjadi seorang tawanan di tempat ini.
Pula dia kini mulai mengerti bahwa dia telah tersesat, bukan berada di tempat tinggal Go-bi Sin-kouw melainkan di tempat tinggal golongan lain yang dipimpin oleh nona gendut yang lihai ini, sungguhpun kesalahannya ini malah kebetulan karena ternyata Hong Ing berada di tempat asing ini! Dia tentu saja tidak ada niat untuk memukul atau melukai wanita gemuk ini, karena sama sekali tidak ada urusan dan tidak ada permusuhan dengannya, akan tetapi karena serangan-serangan wanita itu benar-benar luar biasa sekali dan amat berbahaya, terpaksa dia harus melindungi dirinya, maka dia lalu mainkan Im-yang Sin-kun dan menggunakan pukulan Pek-in-ciang untuk menghadapi serangan dahsyat lawannya. Melihat cara bersilat pemuda ini dan merasakan betapa lengannya beberapa kali tergetar hebat apabila bertemu dengan lengan lawan, Kim Seng Siocia berkali-kali mengeluarkan seruan kaget, heran, dan juga gembira sekali!
"Kau hebat... ah, kau hebat...!"
Dia berseru memuji dangan pandang mata penuh kagum dan girang. Agaknya nona gendut itu masih belum puas dan dia mengerahkan seluruh tenaganya, mengeluarkan semua ilmu sitatnya yang aneh-aneh.
Hampir Kun Liong kena diakali seperti Hong Ing melawan Amoi dan roboh oleh ilmu silat Amoi yang aneh. Apalagi Kim Seng Siocia yang menjadi "guru"
Amoi, bukan main aneh dan hebatnya ilmu silatnya. Ada kalanya Kim Seng Siocia mencekik leher sendiri sampai matanya mendelik dan lidahnya keluar, hal ini dilakukan di tengah pertandingan itu. Tentu saja Kun Liong terkejut dan cepat menubruk maju untuk mencegah nona yang kelihatannya seperti hendak membunuh diri itu! Akan tetapi betapa kagetnya ketika tiba-tiba dua tangan nona itu bergerak menotoknya, menotok dua jalan darahnya yang dapat membuat dia lumpuh! Namun, dangan hawa sakti yang timbul karena ilmunya Thi-khi-i-beng, totokan-totokan yang tepat mengenai jalan darah itu "hanyut"
Dan tidak membekas sehingga Kim Seng Siocia terkejut sekali.
"Hong Ing...!"
Kun Liong memanggil lagi sambil meninggalkan lawan meloncat ke dalam.
"Aduh mati aku...!"
Tiba-tiba nona gendut itu berteriak dan terguling! Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Kun Liong melihat tubuh gendut itu terguling dan dari mulut nona itu menyembur darah segar. Dia tidak merasa memukul, akan tetapi jelas nona itu muntah darah.
"Eiihh, kenapa kau, Siocia?"
Hatinya yang penuh kelembutan itu tidak tega dan dia meloncat kembali menghampiri Kim Seng Siocia. Tiba-tiba terdengar nona itu terkekeh dan tubuhnya sudah meloncat dangan sigapnya, mendahului Kun Liong memasuki istananya!
"Ihhh... penipu!"
Kun Liong berseru marah dan mengejar dangan khawatir. Tahulah dia bahwa nona gendut itu tadi sengaja menipunya dan entah bagaimana dapat muntahkan darah seperti itu, untuk mencegahnya memasuki istana lebih dulu. Kekhawatirannya terbukti ketika dia memasuki ruangan yang besar itu. Hong Ing dalam keadaan terikat kedua lengannya ke belakang, berdiri di dekat kursi besar sedangkan Kim Seng Siocia memegangi tali panjang sisa pengikatnya dan memegang tengkuk Hong Ing sambil tersenyum manis memandang Kun Liong yang melangkah masuk.
"Kun Liong...!"
Hong Ing berkata lemah setelah melihat pemuda itu. Totokan yang membuatnya gagu telah dibebaskan akan tetapi dia hanya dapat mengeluarkan suara lemah setelah sekian lamanya gagu.
"Hong Ing...!"
Kun Liong berseru penuh kemarahan. Akan tetapi hatinya lega melihat bahwa Hong Ing masih hidup. Dia berpaling kepada Kim Seng Siocia, dan berkata.
"Kim Seng Siocia, mengapa kau menawan Pek Hong Ing? Apakah kesalahannya maka engkau menawannya?"
"HI-hik, kesalahannya banyak, tapi tidak perlu dibicarakan. Yang penting sekarang adalah membicarakan urusan antara kita! Sahabatmu, Pek Nikouw ini telah berdoa agar aku lekas dapat jodoh dan ternyata doanya terkabul hari ini! Engkau datang dan engkau memenuhi semua syarat untuk menjadi suamiku."
Kun Liong melongo, matanya terbelalak dan mulutnya ternganga.
"A... apa...?"
"Hi-hik! Aku hanya mau menjadi isteri seorang pemuda tampan dan gagah yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dan kau ganteng, biar kepalamu gundul tapi kau tampan dan aku suka padamu, aku cinta padamu. Kau adalah calon suamiku!"
"Tidak!"
Kun Liong berseru marah, mukanya menjadi merah sekali.
"Aku tidak akan menjadi suami siapapun juga! Lebih baik kaulepaskan Hong Ing!"
Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Katanya pula mengancam.
"Eiiit-eiiittt... jangan bergerak! Kalau kau bergerak, aku akan lebih dulu membunuh Pek Nikouw!"
Jari-jari tangan wanita itu mengancam tengkuk Hong Ing dan lemaslah tubuh Kun Liong karena dia maklum bahwa sekali jari tangan itu bergerak, tentu akan tewaslah Hong Ing!
"Kim Seng Siocia, apakah kehendakmu?"
"Engkau harus menyerah dan menjadi suamiku. Kalau kau menyerah, barulah aku akan membebaskan Pek Nikouw. Betapapun juga, kalau kau menjadi suamiku, dia telah berjasa. Aku tidak akan mengganggunya, hi-hik. Tapi kalau kau melawan, dia akan mati lebih dulu!"
Kun Liong memutar otaknya. Betapa pun cepat dia bergerak, tak mungkin bisa mendahului tangan yang sudah menempel di tengkuk Hong Ing itu, maka dia sama sekali tidak berdaya.
"Baiklah, aku menyerah. Akan tetapi kau berjanjilah dulu tidak akan mengganggu dia dan akan membebaskannya."
"Tentu saja, aku berjanji. Acui dan Amoi, ikat dia dulu!"
Sambil tersenyum-senyum dua orang pelayan yang cantik dan lihai itu lalu menghampiri Kun Liong dan mengikat kedua lengan Kun Liong ke belakang tubuhnya.
"Kun Liong! Jangan mau tertipu...!"
Tiba-tiba Hong Ing berteriak, akan tetapi karena Kun Liong sudah dibelenggu, pemuda itu tidak dapat berbuat sesuatu, apalagi karena dia memang tidak berani bergerak, takut kalau Hong Ing dibunuh oleh Kim Seng Siocia yang aneh itu.
"Hi-hi-hik, nikouw lancang. Siapa mau menipunya? Aku mau mengambilnya sebagai suami, dan engkau adalah pendetanya yang akan memberkati dan berdoa untuk kami suami isteri, sepasang pengantin baru. Hi-hi-hik!"
Kim Seng Siocia tertawa-tawa dan sudah tidak "menodong"
Hong Ing lagi karena melihat bahwa Kun Liong sudah terbelenggu erat-erat.
"Kun Liong...!"
Hong Ing yang merasa tidak diancam lagi, melihat Kun Liong dibelenggu, lalu berlari menghampiri pemuda itu.
"Kun Liong, selagi masih ada kesempatan, larilah. Jangan kau hiraukan aku. Kau terjebak, di sini ada Marcus..."
Tiba-tiba terdengar suara ketawa bergelak dan Marcus muncul dari pintu samping. Kim Seng Siocia sudah mencelat dari tempat duduknya, dengan cepatnya dia menggunakan sisa tali pengikat Hong Ing yang masih panjang untuk dilibat-libatkan pada tubuh Kun Liong dan Hong Ing sehingga kedua orang ini sekarang diikat menjadi satu, saling membelakangi. Keadaan ini membuat mereka tak dapat berkutik lagi!
Kun Liong terkejut ketika melihat Marcus, akan tetapi dia bersikap tenang saja karena betapapun juga, dia harus mengalah untuk menyelamatkan Hong Ing yang tadi sudah terancam. Sekarang, dia berusaha melepaskan diri dari belenggu secara diam-diam, namun terkejutlah dia ketika mendapat kenyataan bahwa tali yang mengikat mereka itu tak mungkin dapat dipatahkan karena mulur dan ulet seperti karet. Maka dia tenang kembali dan ingin melihat perkembangan keadaan sambil menanti terbukanya kesempatan untuk menolong Hong Ing. Maka dia lalu berkata lirih dan jari tangannya menyentuh dan memberi isyarat kepada lengan dara itu yang menempel dengan lengannya sendiri.
"Tenanglah, Hong Ing. Aku yakin bahwa Kim Seng Siocia tidak berniat buruk terhadap kita berdua."
(Lanjut ke Jilid 32)
Petualang Asmara (Seri ke 02 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 32
"Tentu saja tidak, Kun Liong. Aku akan mengangkatmu menjadi suamiku, apakah itu niat buruk?"
Nona gendut itu berteriak.
"Bagus sekali! Aku mengucapkan selamat, Siocia. Memang dia pantas menjadi suamimu, tampan, gagah dan... berharga sekali! Dan Pek Nikouw itu hanya scorang nikouw palsu, dia gadis cantik dan... biarlah dia untuk aku saja."
Kata Marcus.
"Marcus, kubunuh kau kalau..."
Kun Liong membentak, kemudian menoleh kepada Kim Seng Siocia yang sudah duduk lagi di atas kursi besar itu.
"Siocia, kau sudah berjanji akan membebaskan Hong Ing! Kalau kau melanggar janji dan berani menyerahkan Nona Pek Hong Ing kepada babi putih itu, aku pun sampai mati tidak akan sudi menyerah kepadamu."
"Bocah gundul, kau masih banyak lagak, ya?"
Marcus melangkah maju, hendak memukul kepala Kun Liong.
"Marcus, apa kau sudah bosan hidup, berani hendak memukul calon suamiku? Hayo keluar kau dari sini!"
Kim Seng Siocia membentak dan pemuda berkulit putih itu segera meninggalkan ruangan sambil bersungut-sungut tidak puas. Setelah Marcus pergi, Kim Seng Siocia dengan muka ramah menuding kepada Kun Liong sambil berkata,
"Yap Kun Liong, apakah engkau benar-benar telah menyerah kepadaku?"
"Kim Seng Siocia, buktinya aku tidak melakukan perlawanan."
"Bagus, kalau begitu, akan kupersiapkan pesta untuk upacara pernikahan kita dan..."
"Apa?"
Kun Liong bergerak-gerak sehingga Hong Ing ikut terbawa. Keduanya terhuyung karena diikat menjadi satu seperti itu membuat kaki mereka sukar bergerak dan sedikit gerakan saja membuat mereka kehilangan keseimbangan tubuh.
"Kau bilang... pernikahan?"
"Hemm, Yap Kun Liong, seorang laki-laki sejati tidak akan menjilat kembali ludah yang sudah dikeluarkannya. Engkau bilang menyerah, tapi..."
"Siocia! Menyerah dan menikah tidaklah sama! Aku hanya menyerah dan tidak melawan seperti kukatakan tadi, dan aku berjanji akan membebaskan Hong Ing."
"Kalau begitu, kau tidak mau menjadi suamiku?"
Mulut lebar yang tadinya tersenyum ramah itu, kini mewek seperti mau menangis.
"Siocia, maafkan aku. Aku tidak ingin menikah, tidak ingin menjadi suami siapapun juga."
Sepasang mata wanita itu menyinarkan api kemarahan.
"Begitukah? Kalau begitu, Pek Nikouw akan kusiksa sampai mati di depan matamu!"
Dia meloncat dekat, menggunakan tali lain lagi untuk membelenggu kedua kaki Kun Liong, bahkan juga leher pemuda itu dikalungi tali dan tubuhnya dibelenggu erat-erat seperti seekor kerbau hendak disembelih, kemudian dibantu oleh Acui dan Amoi mereka bertiga memisahkan Hong Ing dan Kun Liong.
"Ambil cambukku!"
Bentaknya dengan marah dan Amoi segera berlari masuk, tak lama lagi keluar membawa sebatang cambuk hitam yang panjang. Cambuk itu kecil panjang mengerikan karena ujungnya dipasangi benda-benda kecil tajam meruncing!
"Tar-tar-tar!!"
Cambuk itu meledak-ledak ketika diayun di atas kepala Kim Seng Siocia. Hong Ing sudah memejamkan matanya, berdiri tegak dan siap menerima siksaan, siap pula menerima kematian. Dia tidak mau mendengar Kun Liong menerima menjadi suami wanita gendut itu. Lebih baik dia mati daripada Kun Liong berkorban seperti itu!
"Siocia, tahan dulu...!"
Kun Liong berteriak dengan mata terbelalak penuh kengerian membayangkan betapa kulit Hong Ing yang halus akan cabik-cabik digigit ujung cambuk mengerikan itu. Cambuk yang sudah diputar-putar itu turun dan Kim Seng Siocia memandang Kun Liong dengan senyum simpul.
"Kun Liong, tadi ketika aku bertanding denganmu, aku sengaja mengalah. Kalau aku menggunakan cambukku ini, senjata maut yang kuandalkan, kau takkan mampu menang. Akan tetapi mana aku tega melukaimu, kau calon suamiku?"
"Kim Seng Siocia, kaubebaskan Hong Ing dan aku menerima permintaanmu."
"Kun Liong, jangan!"
Hong Ing menjerit dan mukanya merah sekali, terasa panas karena kemarahannya.
"Biar aku dia bunuh, jangan kau penuhi permintaannya yang gila itu!"
Setelah mengeluarkan ucapan keras ini, diam-diam Hong Ing menjadi terheran-heran sendiri. Mengapa dia peduli amat apakah Kun Liong akan menjadi suami wanita itu atau tidak? Mengapa dia tidak rela melihat Kun Liong menjadi suami Kim Seng Siocia, bahkan dia lebih suka mati?
"Hong Ing, diamlah!"
Kun Liong berkata, hatinya gelisah sekali sehingga dia sendiri pun tidak ingat lagi akan keanehan sikap Hong Ing. Satu-satunya yang penting bagi Kun Liong hanya menyelamatkan Hong Ing, dengan tebusan apapun juga!
"Kau... kau mau menurut? Kau mau menjadi suamiku?"
Kun Liong menganggukkan kepalanya yang gundul ditambah kata-kata lirih,
"Asal engkau membebaskan Hong Ing."
"Horeee...! Kau mau menjadi suamiku? Ha-ha, yahuuu...!"
Kim Seng Siocia meloncat turun, menari-nari mengelilingi Kun Liong, lalu berhenti di depan pemuda itu, memegangi kepala Kun Liong, menariknya ke depan lalu...
"cuuuppp...!"
Kepala pemuda itu diciumnya sedemikian rupa sehingga Kun Liong merasa seolah-olah kepalanya dicap dengan besi panas!
"Terima kasih, calon suamiku! Acui, Amoi, persiapkan perta untuk..."
"Siocia, aku menerima hanya dengan satu syarat, kalau tidak, biar kau membunuh kami berdua, aku tidak peduli lagi!"
"Wah-wah, laki-laki kalau muda dan tampan, ada juga rewelnya, minta syarat segala macam. Anak bagus, syaratmu apakah? Tentu akan kupenuhi, jangan khawatir, Kim Seng Siocia adalah ratu di sini. Kau mau selir? Tinggal pilih! Acui ini yang cantik tenang, atau Amoi yang manis panas, atau kalau kau kehendaki, kau boleh ambil nikouw ini sebagai selirmu, seperti juga aku akan mengambil selir-selir yang kusukai. Mau harta benda? Sebut saja apa yang kauinginkan, tentu akan kupenuhi! Atau kau punya musuh? Akan kubantu kau sampai musuhmu hancur binasa. Kita suami isteri harus saling membantu, bukan?"
Kun Liong menjadi muak mendengar ini, akan tetapi dia bersikap tenang dan berkata sungguh-sungguh,
"Bukan itu semua. Syaratku yang terutama, nona Pek Hong Ing harus dibebaskan, dan ke dua, tidak perlu diadakan pesta dan pernikahan."
Kim Seng Siocia membelalakkan matanya.
"Waaah, lha ini... ini bagaimana?"
"Pendeknya, kau terima atau tidak, aku tidak mau tawar-menawar lagi."
Kim Seng Siocia memutar biji matanya, kemudian menarik napas panjang dan menggerakkan kedua pundaknya yang besar dan lebar.
"Apa boleh buat, asal engkau suka menjadi suamiku. Aku pun punya syarat dan kalau engkau adil, engkau harus menerima syarat ini."
"Apa itu?"
Kun Liong bertanya, hatinya tidak enak karena dia menduga bahwa di dalam sikapnya yang ketolol-tololan itu, wanita gendut ini agaknya cerdik sekali.
"Engkau harus membuktikan dulu kesanggupanmu menjadi suamiku, malam ini. Sementara itu, Pek Nikouw akan dijaga ketat oleh Acui dan Amoi. Kalau sedikit saja engkau bergerak melawan, sekali aku berteriak, mereka akan membunuh Pek Nikouw dan aku akan menempurmu mati-matian dengan cambukku. Akan tetapi kalau kau sudah benar-benar membuktikan kemauanmu menjadi suamiku yang baik dan yang tercinta, barulah pada besok pagi dia kubebaskan!"
Kun Liong mengerutkan alisnya. Benar saja dugaannya. Perempuan ini cerdik sekali dan agaknya sudah mencurigainya. Memang dia tadi mengandung niatan hati bahwa sekali Hong Ing sudah bebas, sampai mati pun dia tidak mau "diperkosa"
Atau dipaksa menjadi suami wanita ini diluar kehendak hatinya! Sekarang wanita itu telah menggunakan Hong Ing sebagai sandera! Terpaksa dia mengangguk dan berbisik,
"Baiklah, akan tetapi kau harus bersumpah tidak akan membohong besok pagi untuk membebaskan Hong Ing."
Sepasang mata itu melotot.
"Yap Kun Liong, kaukira aku orang macam apa? Aku adalah pewaris dari Go-bi Thai-houw sekali bicara tentu takkan kulanggar sendiri!"
"Kun Liong, jangan percaya kepadanya!"
Kembali Hong Ing berseru, hatinya panas sekali.
"Aku tidak takut mati, jangan kau korbankan diri untukku!"
"Cusss!"
Tangan Acui bergerak dan Hong Ing sudah menjadi gagu karena tertotok jalan darahnya di leher.
"Hi-hik, bagus, Acui. Nah, Kun Liong, kalau kau banyak rewel, akan kusuruh Acui turun tangan membunuh Pek Nikouw. Aku berjanji akan membebaskannya besok pagi kalau malam ini kew benar-benar dengan sukarela suka menjadi suamiku!"
Pucat wajah Kun Liong. Di dalam hatinya, tentu saja dia tidak sudi menjadi suami orang dengan paksaan seperti itu. Dia tidak sudi diperkosa wanita! Akan tetapi dia melihat jelas bahwa kalau dia menolak, tentu wanita gemuk yang aneh dan lihai ini tidak segan-segan untuk melaksanakan ancamannya, yaitu membunuh Hong Ing. Maka dengan muka muram dan tubuh lesu dia mengangguk,
"Baik, aku menyerah."
"Bawalah dia pergi dan siaplah kalian membunuhnya kalau Kun Liong main gila hendak melawan."
Acui dan Amoi mengangguk, kemudian membawa Hong Ing yang terikat kuat itu pergi meninggalkan ruangan, diikuti oleh suara ketawa Kim Sim Siocia yang kemudian turun dari kursinya, langsung dia melepaskan tali yang mengikat tubuh dan kedua lengan Kun Liong. Pemuda ini sudah tidak berdaya, tidak tahu harus bertindak bagaimana. Dia sudah dibebaskan dari belenggu, namun ada belenggu yang jauh lebih kuat daripada tali-tali itu, yaitu Hong Ing yang dijadikan sandera dan dia tidak tahu ke mana dara itu dibawa. Tentu saja dia dapat memberontak dan melawan setelah tali itu terlepas dari kedua lengannya, akan tetapi hal itu sama artinya dengan membunuh Hong Ing!
"Suamiku yang baik, marilah kita bicara di dalam kamarku, agar kita dapat saling mengenal lebih baik lagi."
Kim Seng Siocia tersenyum, menggandeng tangan Kun Liong dengan sikap mesra dan setengah menarik pemuda itu memasuki kamarnya yang megah dan mewah serta berbau harum. Kun Liong tidak berani membantah dan kedua kakinya menggigil karena dia merasa seolah-olah dia telah menjadi seekor domba yang digiring memasuki tempat jagal di mana dia akan disembelih!
"Duduklah, Koko..."
Kim Seng Siocia mempersilakan dengan suara merdu dan mengandung kemanjaan yang membuat Kun Liong merasa bulu tengkuknya meremang. Begitu mesranya wanita ini menyebutnya koko (kakanda)! Dia tidak menjawab, hanya mengangguk dan duduk di atas sebuah bangku menghadapi meja yang terukir indah. Kim Seng Siocia lalu membalikkan tubuhnya menghadapi pintu kamarnya, bertepuk tangan tiga kali. Muncullah dua orang wanita muda yang cantik, dua orang pelayan yang menggantikan Acui dan Amoi karena kedua orang pelayan kepala itu sedang membawa pergi Hong Ing.
"Sediakan makan minum yang paling istimewa untuk kami berdua. Cepat!"
Dua orang pelayan itu memberi hormat, meninggalkan kamar dan menutupkan daun pintu kamar perlahan-lahan dari luar.
"He-he-he, hatiku riang gembira bukan main, Koko. Inilah saat yang kunanti-nanti selama hidupku. Aku benar-benar bahagia sekali."
Dia menjatuhkan dirinya duduk di atas sebuah bangku dekat Kun Liong dan pemuda ini dengan hati ngeri mendengar suara bangku itu menjerit saking beratnya beban yang menghimpitnya.
"Koko yang baik, engkau dari manakah dan siapa orang tuamu? Kelak aku tentu ingin sekali bertemu dan menyampaikan hormatku kepada ayah dan ibu mertua."
Kun Liong bergidik. Aih, bagaimana akan sikap ayah bundanya andaikata mereka masih hidup dan melihat "anak mantunya"
Ini? Mukanya menjadi merah sekali dan dia berkata,
"Aku tidak mempunyai tempat tinggal dan ayah bundaku sudah meninggal dunia, Siocia."
"Emmm...!"
Kim Seng Siocia membanting-banting kedua kaki di lantai dan menggoyang-goyang tubuhnya dengan sikap kemanjaan seorang anak kecil yang "ngambek".
"Tidak mau ah kalau begitu! Aku sudah menyebutmu Koko, mengapa kau masih menyebutku Siocia? Suami isteri harus lebih mesra sebutannya!"
Aduh manjanya! Kun Liong bengong dan ingin menampar kepala gundulnya sendiri mengapa dia terpaksa harus melayani wanita seperti ini. Sudah tubuhnya seperti gajah, usianya tentu sudah tiga puluhan tahun, masih manja seperti seorang kanak-kanak, atau seperti seorang wanita cantik yang dipuja-puja seorang pria yang tergila-gila kepadanya! Bukan main! Akan tetapi karena khawatir kalau-kalau wanita ini menjadi marah benar-benar, dia cepat berkata,
"Baiklah, aku akan menurut, akan tetapi aku tidak tahu sebutan apa yang harus kupakai."
"Ihhh... hi-hik, suamiku masih bodoh! Eh, kau tentu masih perjaka tulen, ya? Hi-hik, kau sebut aku Moi-moi!"
Ampun! Demikian jerit hati Kun Liong. Pantas menjadi bibinya dan dia disuruh menyebut moi-moi (adinda)!
"Baiklah, Moi-moi!"
Kun Liong mengucapkan sebutan ini dengan suara sumbang karena baru pertama kali itulah dia menyebut wanita dengan sebutan adinda! Tiba-tiba Kim Seng Siocia menangis! Menangis terisak-isak dan memegang kedua tangan Kun Liong. Pemuda ini makin kaget dan heran, mengira bahwa dia tentu telah melakukan kesalahan lagi diluar pengetahuannya.
"Hu-huu-hukkk... sungguh kasihan engkau, Koko... hu-huuk, dan sungguh sial sekali aku... belum apa-apa sudah kematian ayah dan ibu mertuaku..."
Disinggung tentang kematian ayah bundanya, kalau dalam keadaan biasa tentu sedikitnya hati Kun Liong akan merasa terharu juga.
Akan tetapi sikap wanita ini keterlaluan, pakai menangis segala! Hanya anehnya, wanita ini menangis sungguh-sungguh, air matanya bercucuran, bukan dibuat-buat. Diam-diam Kun Liong merasa makin ngeri karena menduga bahwa tentu ada gejala-gejala tidak beres pada otak wanita ini. Karena Kun Liong memang tidak mau banyak bicara, akhirnya Kim Seng Siocia menceritakan semua riwayatnya sendiri kepada Kun Liong yang didengarkan oleh pemuda ini penuh perhatian. Penuturan wanita itu begitu menarik hatinya sehingga dia tidak mempedulikan dan tidak merasa lagi betapa tangan Kim Seng Siocia yang besar itu kadang-kadang membelai tangannya dengan mesra, bahkan kadang-kadang tangan yang berjari besar itu merayap naik dan mengelus kepalanya yang gundul!
Memang cerita wanita itu menarik hatinya. Dia sudah pernah mendengar penuturan ibunya tentang seorang datuk wanita yang berjuluk Go-bi Thai-houw, yang menurut ibunya memiliki ilmu kepandaian yang amat luar biasa, akan tetapi datuk ini adalah seorang yang miring otaknya. Ibunya bercerita betapa datuk wanita gila itu telah menimbulkan kekacauan besar, bahkan hampir saja berhasil merusak penghidupan ayah bundanya sendiri dan penghidupan Pendekar Sakti Cia Keng Hong dan isterinya, yaitu Sie Biauw Eng. Betapa kemudian, berkat kesaktian Cia Keng Hong, akhirnya datuk wanita yang merupakan nenek iblis itu telah dapat dibinasakan oleh Cia Keng Hong. Dan sekarang Kim Seng Siocia mengaku bahwa dia adalah bekas pelayan kecil dari Go-bi Thai-houw yang tersayang dan yang dijadikan ahli waris oleh nenek iblis itu!
Pedang Kayu Harum Eps 16 Pedang Kayu Harum Eps 28 Pusaka Pulau Es Eps 10