Petualang Asmara 33
Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo Bagian 33
"Thai-houw amat sayang kepadaku, Koko. Semua pusaka warisannya disimpan di tempat rahasia dan hanya aku yang diberi tahu. Oleh karena itu, hanya akulah yang dapat mewarisi kepandaiannya dan aku menjadi pemimpin di bekas istananya ini. Akan tetapi... u-hu-huuu... dia dibunuh mati orang, Koko!"
Kembali Kim Seng Siocia menangis. Kun Liong makin tertarik.
"Jadi... apa yang kau kehendaki, Sio... eh, Moi-moi?"
"Apalagi? Tentu membalas dendam kematian Thai-houw! Aku mendapatkan semua ini dari Thai-houw dan dia dibunuh orang!"
"Kalau begitu, dengan kepandaianmu yang tinggi, mengapa kau tidak sejak dahulu membalas dendam, Moi-moi"
"Aku... aku takut..."
"Eh...?"
Kun Liong benar-benar terheran mengapa wanita aneh ini mempunyai rasa takut juga, maka dia melanjutkan pancingannya.
"Begitu lihaikah musuhmu yang telah membunuh Go-bi Thai-houw?"
"Aku tidak takut kepadanya! Hemm, biar dia memiliki Thi-khi-i-beng sekalipun! Dahulunya memang aku tidak berani mengingat akan ilmunya itu, akan tetapi setelah aku mempelajari kitab peninggalan Thai-houw, dengan menggunakan cambuk ini, aku dapat membuat Thi-khi-i-beng tidak ada artinya! Kaulihatlah, Koko!"
Setelah berkata demikian, wanita ini meloncat dari bangkunya, menyambar cambuknya dan menuding ke atas, ke arah dinding di mana terdapat dua ekor cecak yang sedang bercumbuan dan saling berkejaran.
"Lihat dua ekor cecak itu!"
Katanya pula dan tiba-tiba terdengar suara meledak-ledak beberapa kali bersama sinar hitam menyambar-nyambar dan ketika Kun Liong memandang, ternyata dua ekor cecak itu telah terpotong-potong tubuhnya menjadi empat dan jatuh ke atas meja, sedangkan di dinding itu tidak nampak sedikit pun darah! Diam-diam Kun Liong terkejut. Ternyata wanita ini tidak menyombong kosong tadi ketika mengatakan babwa dengan cambuknya dia amat lihai. Kalau dalam pertempuran tadi Kim Seng Siocia menggunakan cambuk seperti itu, dia tentu akan repot menghadapinya! Dan dia harus mengakui bahwa dengan senjata cambuk seperti itu, Thi-khi-i-beng tidak akan dapat dipergunakan karena tidak mungkin untuk menempel ujung cambuk dan menyedot sin-kang lawan melalui cambuk lemas yang panjang itu!
"Wah, kau hebat sekali, Moi-moi..."
Kun Liong menekan hatinya karena dia bergidik melihat bangkai dua ekor cecak yang telah menjadi masing-masing empat potong itu di atas meja.
"Dengan kepandaianmu itu, tentu engkau akan dapat menang melawan musuhmu, akan tetapi mengapa tidak juga kau lakukan?"
"Sudah kukatakan tadi, aku takut, aku takut gagal. Aku mau yakin akan kemenanganku, oleh karena itu... bertahun-tahun aku berdoa kepada Thian untuk mendapatkan jodoh seorang yang lihai dan yang akan dapat membantuku menghadapi musuhku yang sakti. Dan... hari ini aku telah mendapatkan jodoh yang kutunggu-tunggu itu, Koko yang tampan!"
Wanita itu hendak merangkulnya. Cepat-cepat Kun Liong mundur dan berkata,
"Moi-moi, belum kau katakan siapakah musuhmu itu, dia yang sanggup membunuh seorang lihai seperti Go-bi Thai-houw?"
"Dia? Dia adalah si keparat Cia Keng Hong, yang kabarnya sekarang menjadi Ketua Cin-ling-pai di Cin-ling-san! Kau tunggulah, si keparat Cia Keng Hong! Tunggulah saat kematianmu kalau Kim Seng Siocia dan suaminya Yap Kun Liong datang membalas dendam! Koko, dengan bantuanmu, aku yakin bahwa kita akan dapat membunuh Cia Keng Hong. Aku melihat gerakan-gerakanmu tadi hebat sekali. Orang seperti engkau inilah yang kutunggu-tunggu!"
Kembali Kim Seng Siocia hendak merangkul dan Kun Liong sudah bingung. Tiba-tiba datang pertolongan ketika pintu kamar terbuka dan dua orang pelayan tadi datang membawa hidangan yang masih panas dan serba mewah dan lezat. Dengan senyum manis dua orang pelayan itu menurunkan piring mangkok dan manci ke atas meja, juga seguci arak wangi.
"Harap singkirkan bangkai cecak ini..."
Kata Kun Liong kepada dua orang pelayan itu.
"Eihhh, mengapa? Dua ekor cecak itu merupakan lalap yang sedaaap!"
Kata Kim Seng Siocia yang mengusir kedua orang pelayannya dengan gerakan tangan. Mereka pergi dan kembali menutupkan pintu kamar. Kun Liong hampir muntah. Bangkai cecak dipakai lalap? Biasanya orang lalap dengan sayur segar dan mentah!
Akan tetapi dia tidak mencela karena dia mulai bersikap hati-hati sekali terhadap wanita ini setelah diketahuinya bahwa wanita ini adalah musuh besar Cia Keng Hong dan berniat menggunakan dia sebagai teman untuk membunuh pendekar sakti yang masih terhitung supeknya sendiri bahkan yang telah mengajarkan Thi-khi-i-beng kepadanya itu! Dengan menekan perasaannya, dia menemani wanita itu makan minum. Hanya dengan kekuatan luar biasa saja dia dapat bertahan ketika Kim Seng Siocia menggunakan sumpit menjepit bangkai cecak dan melalapnya dengan bunyi "kriuk! kriuk!"
Ketika giginya yang kuat mengunyah bangkai itu berikut tulang-tulangnya. Yang lebih menjijikkan lagi ketika Kim Seng Siocia menyumpit ekor cecak yang masih bergerak-gerak menggeliat itu, memasukkan benda yang masih hidup itu ke dalam mulut lalu mengunyahnya! Tahulah dia bahwa wanita ini benar-benar tidak waras otaknya!
Namun Kun Liong makan sampai kenyang tanpa bicara, hanya diam-diam dia mengasah otaknya mencari jalan keluar dari bahaya ini, Terutama sekali bagaimana dia akan dapat menolong Hong Ing yang keselamatannya terancam bahaya maut. Bukan hanya dari Kim Seng Siocia datangnya bahaya mengancam yang sewaktu-waktu dapat membunuh Hong Ing, melainkan juga dari Marcus yang jelas adalah seorang laki-laki yang tidak baik. Setelah selesai makan minum yang bagi Kim Seng Siocia amat menggembirakan itu, wanita ini bertepuk tangan dan dua orang pelayan itu cepat muncul. Mereka disuruh membersihkan meja dan pada waktu itu, hari telah mulai menjadi petang. Seorang di antara mereka menyalakan lampu untuk menerangi kamar yang sudah mulai gelap. Setelah dua orang pelayan itu selesai membersihkan meja, menyalakan lampu dan membereskan pembaringan, menyapu lantai kamar, Kim Seng Siocia sambil tersenyum-senyum berkata kepada mereka,
"Sekarang panggil Acui dan Amoi ke sini, sementara itu, Pek Nikouw harus dijaga oleh selosin orang penjaga yang siap turun tangan membunuhnya begitu ada tanda rahasia dariku."
Dua orang pelayan itu mengangguk, mengundurkan diri setelah mengerling dan tersenyum geli ke arah Kun Liong yang duduk seperti arca di atas bangunan. Kim Seng Siocia duduk kembali.
"Koko, hanya Acui dan Amoi itulah pelayan-pelayanku yang paling boleh kuandalkan dan kupercaya. Juga mereka yang menjadi pembantu, juga muridku. Mereka yang memandikan aku, menggantikan pakaian, pendeknya, hanya mereka yang kupercaya. Karena itu, pada malam pengantin ini... hi-hi-hik, aku pun hanya mau dilayani oleh mereka..."
Kun Liong hanya mengangguk-angguk, padahal dia tidak mengerti apa yang dikehendaki dan dimaksudkan oleh "isterinya"
Itu, isteri paksaan. Sementara itu, di bagian lain dari istana itu, Marcus sedang membujuk-bujuk kepada Acui dan Amoi.
"Kenapa kalian melindunginya? Serahkan dia kepadaku, sebentar saja dan aku akan bersikap manis kepadamu, Acui dan Amoi."
"Hushh! Pergilah! Kalau ketahuan Siocia, apakah kau masih dapat menyelamatkan kepalamu yang berambut kuning itu?"
Acui membentak sedangkan Amoi tersenyum-senyum genit kepada pemuda asing yang tampan itu.
"Eh, Marcus, apakah kau lupa kepada lima orang teman-temanmu? Apakah kau ingin pula dilempar kepada anak buah yang merupakan serigala-serigala kelaparan itu,"
Kata Amoi mengejek, akan tetapi di balik ejekannya itu, sinar matanya memandang ke arah tubuh yang tegap dan kuat itu dengan penuh gairah. Marcus merasa ngeri kalau mengingat kepada lima orang itu. Mereka telah mati konyol, mati dengan tubuh mengering kehabisan darah, seperti matinya lima ekor lalat yang sudah dihisap habis semua darahnya oleh laba-laba yang banyak itu! Akan tetapi dia cerdik dan tidak memperlihatkan kengeriannya, bahkan dia tertawa,
"Ahhh, seperti kalian tidak tahu saja! Siocia suka kepadaku dan memang kemarin aku tidak berani main gila dengan wanita lain, betapa pun rindu dan inginku kepada kalian berdua yang cantik jelita ini! Akan tetapi sekarang, Siocia telah mendapatkan seorang kekasih baru, tentu aku menjadi bebas pula untuk bermain cinta dengan siapa juga. Acui dan Amoi, nikouw ini tidak urung akan dibunuh juga, maka apa salahnya kalau membiarkan aku mempermainkannya sebentar?"
Amoi melangkah ke depan.
"Hemm, apa sih menariknya perempuan gundul ini? Eh Marcus, apakah kami berdua kalah cantik oleh nikouw gundul ini?"
Marcus tersenyum lebar.
"Tentu saja tidak, dan aku berjanji, kalau kalian suka memberikan nikouw itu kepadaku sebentar, setelah aku selesai dengan dia, aku akan menemui kalian berdua bersenang-senang. Bagaimana?"
"Huh! Kau temani kami dulu, baru kami berikan dia kepadamu."
"Baiklah, aku memang sudah lama rindu kepada kalian. Mari!"
"Enci Acui, kau bersenanglah dulu, biar aku yang menjaganya,"
Kata Amoi. Acui yang masih khawatir kalau-kalau Siocia akan marah, mengerutkan alisnya akan tetapi hatinya pun tertarik sekali. Sudah terlalu lama bagi dia dan Amoi tak pernah dirayu oleh seorang pria, apalagi pria semuda dan setampan Marcus yang memiliki ketampanan khas pula sebagai seorang berkulit putih.
"Engkau saja dulu, Amoi, biar aku yang menjaganya."
Amoi tersenyum genit dan mengangguk kepada Marcus yang tertawa-tawa dan merangkulnya dan hendak menariknya pergi dari tempat penjagaan rahasia itu. Akan tetapi pada saat itu, muncullah dua belas orang penjaga yang bersenjata lengkap, dipimpin oleh dua orang pelayan yang diperintah oleh Kim Seng Siocia tadi. Mereka berkata dengan suara nyaring bahwa Acui dan Amoi dipanggil oleh Kim Seng Siocia dan bahwa dua belas orang itu ditunjuk untuk menggantikan dua orang pelayan kepercayaan itu untuk menjaga tawanan. Amoi kelihatan kecewa, akan tetapi dia melepaskan Marcus sambil berkata,
"Kau tidak boleh di sini. Keluarlah dulu dan menunggu kami. Awas, sebelum kami kembali, kau tidak boleh menyentuhnya. Hai, para penjaga! Selama kami berdua pergi, jaga tawanan baik-baik dan jangan membolehkan siapapun juga, termasuk dia ini, menyentuh tawanan. Mengerti?"
Para penjaga itu menyatakan taat kepada Amoi yang menjadi kepercayaan majikan mereka dan Marcus yang kecewa juga tidak berani membantah lalu pergi keluar. Dia akan sabar menanti. Acui dan Amoi memasuki kamar majikan mereka dan keduanya terkekeh genit ketika melihat Kun Liong duduk seperti arca di atas bangkunya, sedangkan Siocia kelihatan begitu gembira, mukanya kemerahan tanda bahwa dia sudah banyak minum arak wangi.
"Acui... Amoi..., aihhh, aku menjadi gugup di malam pengantin ini. Kalian bantulah aku..."
Kata Kim Seng Siocia sambil tersenyum.
"Bagaimana sih baiknya? Sin-liang (pengantin pria) kelihatan malu-malu... ihhh, dia memang masih perjaka tulen..."
Acui dan Amoi cekikikan.
"Benarkah, Siocia? Ah, kalau begitu kau bahagia sekali, Siocia. Kionghi (selamat)!"
Kata Amoi. Keduanya lalu menghampiri Kun Liong dan berkata,
"Kongcu (Tuan Muda), mengapa Kongcu belum juga menanggalkan pakaian luar? Sudah waktunya sepasang pengantin tidur, maka harap Kongcu tidak malu-malu lagi, karena hal itu bisa mendatangkan kesalahpahaman bagi pengantin wanita, dapat dianggap bahwa pengantin pria menolak dan ini merupakan penghinaan besar,"
Kata Acui.
"Benar itu, Kongcu. Mari kami membantumu menanggalkan pakaian..."
Kata Amoi genit dan keduanya lalu menyerbu, menanggalkan pakaian luar Kun Liong sehingga pemuda ini menjadi bingung dan malu. Untuk melawan tentu saja dia dapat, akan tetapi teringat akan keselamatan Hong Ing, dia diam saja.
Akhirnya semua pakaian luarnya termasuk sepatu nya telah ditanggalkan dan dia dituntun setengah paksa duduk di tepi tempat tidur yang lebar panjang dan berbau harum itu. Kaki dan tubuh atasnya menjadi segundul kepalanya, dan hanya sebuah celana dalam panjang yang tipis saja yang masih menutup tubuhnya. Kini matanya terbelalak memandang ke depan di mana Kim Seng Siocia sedang dibantu oleh dua orang pelayannya itu menanggalkan pakaian luar. Agak sukar juga bagi wanita gendut itu untuk menanggalkan pakaian luarnya dan pekerjaan ini mereka lakukan bertiga sambil tertawa cekikikan. Setelah banyak sekali kancing yang ketat itu dilepaskan, mulailah pakaian luar itu diperosotkan dari atas dan mulailah tampak tubuh yang kini hanya dibungkus pakaian dalam yang tipis sekali itu.
Dengan pakaian luar menutupi tubuhnya, bentuk tubuh Kim Seng Siocia masih tertolong, masih terlindung oleh pakaian luar yang lebar, akan tetapi setelah kini pakaian luar itu merosot dari atas sedikit demi sedikit, mata Kun Liong juga menjadi makin lebar dan makin lebar, tubuhnya menggigil seperti orang diserang demam malaria, sampai kedua bibirnya pun ikut bergerak-gerak seperti orang kedinginan. Mulailah tampak tubuh Kim Seng Siocia, mula-mula lehernya, lalu pundaknya yang tampak di balik pakaian dalam yang amat tipis sehingga tembus pandangan itu, kemudian mulai tampak tonjolan dadanya yang... aduhai! Dua onggok daging yang bergumpal besar sekali, sebuah saja sudah sebesar dua kali kepala Kun Liong! Makin merosot ke bawah pakaian luar itu, makin ngerilah hati Kun Liong, matanya terbelalak, mulutnya celangap dan jari tangannya menahan bibirnya yang gemetaran keras.
Sambil cekikikan, akhirnya atas isyarat majikan mereka, Acui dan Amoi meninggalkan kamar dan menutupkan pintu kamar rapat-rapat. Kini sambil tersenyum Kim Seng Siocia melangkah perlahan menghampiri pembaringan dan setiap langkah terasa oleh Kun Liong seolah-olah seluruh kamar itu tergetar dan terjadi gempa bumi! Setelah kini tampak kedua buah kaki wanita itu, Kun Liong merasa serem bukan main. Kaki gajah! Kaki yang besarnya ada empat kali kakinya sendiri! Apalagi ketika kaki itu melangkah, selurub tubuh yang merupakan gumpalan-gumpalan daging yang bertumpuk menjadi satu itu bergoyang-goyang semua! Kun Liong hampir pingsan ketika wanita' itu akhirnya berdiri dekat sekali di depannya, dan hidungnya mencium bau minyak wangi yang terlalu keras sehingga membuat dia sukar bernapas.
"Hi-hik, Koko... jangan malu-malu, suamiku... aku cinta padamu..."
Cepat luar biasa, tidak sesuai dengan bentuk tubuhnya, Kim Seng Siocia sudah menubruk sehingga Kun Liong terjengkang dan terlentang di atas pembaringan, lenyap tertindih bukit daging itu! Kun Liong megap-megap tak dapat bernapas, hanya kedua kakinya yang kelihatan bergerak-gerak dan kedua lengannya yang terpentang.
"Eh... ohh... nanti dulu... eh, Siocia... eh, Moi-moi..."
Dia gelagapan ketika Kim Seng Siocia menutupi mukanya dengan ciuman-ciuman kasar sehingga hampir seluruh muka Kun Liong basah oleh ciumannya.
Ketika merasa betapa wanita itu menjadi makin ganas dan mulutnya yang besar itu menutupi separuh mukanya, Kun Liong cepat menggerakkan jari tangannya menotok pundak wanita itu, menotok jalan darah hong-hu-hiat-to untuk membuat wanita itu lemas. Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika merasakan jari tangannya menotok daging yang demikian tebalnya sehingga jari tangan itu tidak dapat mencapai jalan darah! Mengertilah dia bahwa wanita ini menjadi kebal bukan main karena jalan darah di tubuhnya terlindung oleh ketebalan dagingnya! Dia kaget, akan tetapi Kim Seng Siocia juga terkejut. Kesempatan ini dipergunakan oleh Kun Liong, dia menggigit bibir wanita itu untuk mencegahnya berteriak, dan mengerahkan Thi-khi-i-beng ketika wanita itu menggunakan kedua tangan mencengkeram pundaknya.
"Iiihhh... oooohhh...!"
Hanya keluhan ini yang keluar dari mulut Kim Seng Siocia yang bibirnya masih tergigit oleh Kun Liong ketika dia merasa betapa sin-kangnya memberobot keluar, membanjir melalui kedua telapak tangan, tersedot oleh hawa mujijat dari dalam tubuh pemuda itu. Memang kesempatan inilah yang dinanti-nanti Kun Liong, yang sejak tadi diasah dalam benaknya.
Dia maklum akan kelihaian wanita ini, dan kalau wanita itu berada dalam keadaan siap siaga, apalagi dengan cambuk sakti yang ditaruh di atas meja itu, dia tidak akan mampu menolong Hong Ing. Tidak akan mampu mengalahkan wanita ini dan membuatnya tak berdaya tanpa mampu berteriak. Tadinya, menurut rencana, dia akan menotoknya begitu wanita itu menerkamnya di tempat tidur. Akan tetapi ternyata totokannya gagal, maka terpaksa dia menggunakan Thi-khi-i-beng sambil "menahan"
Mulut Kim Seng Siocia agar jangan berteriak, dengan jalan mengigigit bibirnya! Makin lama makin pengap rasanya Kun Liong karena onggokan daging membukit itu makin menghimpitnya, makin panas rasa tubuhnya karena kemasukan sin-kang dan makin lemah pula tubuh Kim Seng Siocia! Kun Liong tidak bermaksud membunuhnya, maka begitu melihat bahwa wanita itu sudah tidak mampu meronta lagi karena sin-kangnya sudah hilang setengahnya lebih,
Dia lalu menggunakan ujung bantal untuk menyumpali mulut yang lebar itu, kemudian menggunakan alas tempat tidur untuk mengikat kaki tangannya. Dia maklum bahwa kalau wanita itu bertenaga sepenuhnya, tentu ikatan itu tidak ada artinya. Akan tetapi dalam keadaan sin-kangnya tersedot terlampau banyak, membuat wanita itu seperti tidur, atau setengah pingsan dan mendengkur keras seperti seekor babi, Kun Liong sudah merasa cukup. Dia lalu meloncat dari tempat tidur. Maksudnya hendak meloncat dan berpakaian, akan tetapi hampir dia menjerit ketika loncatannya itu membuat tubuhnya melayang ke atas! Dia lupa bahwa penambahan tenaga sin-kang di tubuhnya membuat tenaganya menjadi berlebihan dan tubuhnya terasa seperti bola karet yang penuh hawa, merasa seolah-olah tubuhnya menjadi sebesar tubuh Kim Seng Siocia!
"Dukkkk!"
Kepalanya yang gundul terbentur pada langit-langit kamar itu sehingga langit-langit itu ambrol dan pecah! Dia terkejut, baru teringat maka cepat dia mengatur tenaga yang liar menjelajahi seluruh tubuh itu sesuai dengan petunjuk Cia Keng Hong. Biarpun terasa masih sesak dadanya dan panas tubuhnya, namun dapat juga dia mengenakan pakaiannya.
Dia maklum bahwa tenpa mengurangi hawa yang disedotnya dari Kim Seng Siocia itu, dia seperti orang mabuk dan sukar menguasai tenaga yang berlebihan, maka dia lalu meloncat, menerobos melalui langit-langit yang jebol tadi, menggunakan gin-kangnya yang menjadi berlipat ganda itu berkelebat keluar dari istana. Dia memasuki hutan yang gelap dan setelah merasa yakin di situ tidak terdapat orang lain, mulailah dia menghamburkan tenaga kelebihan dari tubuhnya itu untuk memukul batu dan pohon besar. Dalam waktu singkat, lima buah batu besar hancur dan tujuh batang pohon besar tumbang! Barulah terasa enak tubuhnya, ringan dan tidak mabuk seperti tadi. Dia lalu melesat kembali menuju ke istana hendak menolong Hong Ing sebelum Kim Seng Siocia dapat melepaskan diri atau sebelum para pembantu wanita itu ada yang tahu.
Kalau dia mengenangkan pengalamannya dalam kamar Kim Seng Siocia tadi dia bergidik ngeri. Memang dia bukanlah perjaka lagi, dan dia sudah berenang di lautan cinta dengan Hwi Sian, akan tetapi hal itu dilakukan oleh keduanya atas dasar suka rela. Akan tetapi tadi? Bukan main ngerinya! Dan dia tidak dapat membayangkan apa akan jadinya dengan dirinya kalau saja dia tidak memiliki Thi-khi-i-beng! Dengan tergesa-gesa namun hati-hati sekali Kun Liong memeriksa seluruh bagian istana dan akhirnya dia dapat menemukan tempat rahasia di mana Hong Ing ditahan. Tempat itu merupakan bagian belakang istana, rapat terkurung dinding baja dan di bagian depan terjaga oleh belasan orang wanita. Dengan sigap dan cepat sekali Kun Liong meloncat tanpa diketahui mereka ke atas genteng tempat tahanan itu, kemudian membuka atap dan mengintai ke bawah.
Dilihatnya pemandangan yang mengherankan. Hong Ing masih seperti tadi, dibelenggu kaki tangannya dengan tali hitam, yang dapat mulur dan sukar dipatahkan itu, dijaga oleh Acui yang memegang pedang dan menodongkan pedang itu ke tubuh Hong Ing, siap sewaktu-waktu untuk menusuk tubuh tawanan itu apabila majikannya memberi tanda! Benar-benar amat berbahaya keadaan Hong Ing karena andaikata tadi Kim Seng Siocia sempat mengeluarkan jeritan mencurigakan sedikit saja tentu pedang di tangan Acui itu sudah menembus jantungnya! Selagi dia yang bersikap hati-hati itu mencari-cari di mana adanva Amoi, dia mendengar suara tertawa pelayan genit itu dan muncullah Amoi bersama Marcus bergandeng tangan dari sebuah kamar di samping tempat tahanan itu. Wajah Amoi berseri kemerahan dan rambutnya kusut
"Enci Acui, sekarang giliranmu. Biarlah aku menjaganya!"
Acui tersenyum, memberikan pedangnya kepada Amoi dan dia sendiri lalu dirangkul oleh Marcus dan keduanya memasuki kamar sebelah. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Kun Liong. Cepat dia menyambar turun sebelum Amoi yang nampak kelelahan itu sempat menodongkan pedangnya kepada Hong Ing. Amoi terkejut mendengar suara angin bertiup dari atas. Dia membalik namun terlambat karena tubuh Kun Liong yang menukik turun sudah menyambar, sekali tangannya bergerak pedang itu telah terampas olehnya dan sebuah tamparan perlahan ke pundak Amoi membuat gadis ini menjerit dan terguling. Mendengar jeritan ini, Acui bertanya dari dalam kamar,
"Amol, ada apakah?"
"Enci Acui, tolong...!"
Acui dan Marcus berloncatan kcluar dari kamar dalam keadaan setengah telanjang. Melihat betapa Kun Liong telah menyambar dan memondong tubuh Hong Ing, Acui cepat menubruk dan memukul.
Akan tetapi sekali ini Kun Liong tidak menaruh sungkan atau kasihan lagi karena keadaan Hong Ing terancam. Dia mendahului gadis itu dengan sebuah tendangan yang mencium lutut kiri gadis ini sehingga Acui terkejut, berteriak dan terjungkal. Kun Liong tidak mempedulikan lagi, lebih-lebih karena Acui dan Amoi sudah mulai berteriak-teriak memanggil kawan-kawannya. Dia memondong tubuh Hong Ing dan meloncat melalui atas atap. Baru saja tubuhnya muncul ke atas genteng, dia telah disambut oleh lima orang gadis penjaga yang bersenjata tombak. Lima buah mata tombak menusuknya dari lima penjuru. Namun tubuh Kun Liong sudah mencelat ke atas, menukik cepat sekali ke kiri dan menyambar sebatang tombak sebelum pemiliknya sempat melihat jelas apa yang terjadi.
"Krekkk!"
Ujung tombak yang runcing dipatahkan oleh Kun Liong, kemudian dengan jurus Ilmu Tongkat Siang-liong-pang, akan tetapi hanya mainkan sebatang tongkat saja karena lengan kirinya mengempit tubuh Hong Ing, dia menyerang. Terdengar empat kali suara nyaring dan empat batang tombak pengeroyoknya patah semua. Kun Liong membuang tongkatnya dan meloncat turun, bukan ke atas tanah di bawah di mana telah menanti puluhan orang gadis bersenjata lengkap,
Melainkan meloncat ke sebuah pohon dan dari situ, menggunakan gin-kangnya yang bertambah karena penyedotan sin-kang dari Kim Seng Siocia tadi, dia meloncat lagi ke atas pohon di depan, kemudian menghilang ke dalam gelap. Sampai lama sekali Kun Liong melarikan diri dengan hati-hati karena malam itu gelap sekali dan hanya diterangi oleh bintang-bintang di langit. Dia menuruni puncak dengan hati-hati, kadang-kadang harus meraba-raba dulu dengan kakinya, sampai dia jauh meninggalkan istana Kim Seng Siocia. Akan tetapi dia maklum bahwa anak buah Kim Seng Siocia terus melakukan pengejaran, maka dia tidak mau berhenti berjalan dan mulai menuruni puncak dengan hati-hati. Di tengah jalan dia melepaskan ikatan kaki tangan Hong Ing dan tiba-tiba dara itu berkata,
"Lepaskan aku! Aku bukan bayi yang harus dipondong. Aku bisa jalan sendiri!"
Kun Liong terkejut dan heran. Susah payah dia menolong gadis ini, bahkan melalui pengalaman yang mengerikan ketika dia dihimpit oleh gumpalan daging menggunung, dan sekarang begitu bisa bicara, Hong Ing mengeluarkan kata-kata yang keras! Akan tetapi dia menurunkan gadis itu dan mereka lalu bergerak perlahan melanjutkan perjalanan mereka menjauhi istana Kim Seng Siocia.
Makin bertambah keheranan hati Kun Liong ketika dia melihat betapa Hong Ing melakukan perjalanan dengan sikap diam, tak pernah bicara, dan kadang-kadang kalau dia dapat memandang wajah itu di bawah sinar bintang yang remang-remang, dia melihat wajah itu cemberut. Ingin sekali dia bertanya mengapa gadis itu menjadi tak senang hati, bahkan seperti orang marah, akan tetapi karena mereka sedang melarikan diri dari kejaran anak buah Kim Seng Siocia, dia pun tidak banyak bertanya. Ketika mereka dipaksa berhenti oleh keadaan jalan yang amat berbahaya, selain cuaca makin gelap karena halimun menutupi cahaya bintang yang hanya sedikit itu, dan banyak jurang melintang di depan menghadang perjalanan mereka, dan mereka telah berlindung di bawah sebuah bukit batu yang berlubang merupakan guha kecil dengan api unggun menghangatkan badan mereka, barulah Kun Liong bertanya.
"Hong Ing, kenapa kau kelihatan seperti orang berduka dan tidak senang hati?"
Sambil duduk membelakangi Kun Liong, kemudian malah merebahkan diri miring, Hong Ing menjawab dengan sikap acuh tak acuh dan suara yang datar,
"Mengapa aku harus tidak senang hati? Aku telah ditolong, bukan? Tidak, aku tidak apa-apa, hanya ingin tidur karena lelah."
Jawaban ini tentu saja tidak memuaskan hati Kun Liong, akan tetapi dia pun mengeraskan hatinya. Kalau tidak mau mengaku, sudahlah, bukan urusannya. Maka dia pun menjawab datar,
"Kalau begitu, kau tidurlah, biar aku yang menjaga di sini sampai pagi."
Mendongkol juga hati Kun Liong karena dara itu tidak menjawab, melainkan menggeser tubuhnya lebih dekat dengan api unggun agar hawa dingin tidak terlalu mengganggunya. Hemm, sikapnya begitu tidak acuh, begitu sombong! Sombongkah Hong Ing? Seingatnya tidak, tetapi mengapa sekarang...? Hemm, dan mengapa pula dia menjadi tidak enak hati, tidak senang melihat sikap dara itu tidak pedulian kepadanya?
Kun Liong duduk termenung. Malam telah tua. Sunyi sekali sekeliling itu, sesunyi hati Kun Liong. Akan tetapi pikirannya mulal mengaduk kesunyian dan dia mengingat-ingat semua pengalaman yang telah dialaminya. Terutama sekali hal-hal yang baru saja terjadi, yang amat berkesan di hatinya. Kematian ayah bundanya yang telah impas karena lima orang datuk kaum sesat yang membunuh mereka itu telah terbunuh semua. Usul ikatan jodoh antara dia dan Cia Giok Keng yang tidak disetujui oleh dara itu. Kematian Souw Li Hwa dan Yuan yang amat mengharukan hatinya dan yang mulai merubah pandangannya tentang cinta kasih antara pria dan wanita. Kemudian pengalamannya bersama Lim Hwi Sian yang tak mungkin dapat dia lupakan selama hidupnya.
Dan yang terakhir pengalaman mengerikan dengan Kim Seng Siocia sampai saat ini. Mengapa jalan hidupnya selalu melintasi persoalan cinta? Mengapa banyak benar gadis yang dijumpainya dan dikenalnya, dan yang menimbulkan rasa suka di hatinya? Akan tetapi, cintakah semua itu? Tidak, dia yakin itu bukan cinta seperti yang disebut-sebut orang! Dia suka kepada Yo Bi Kiok, kepada Souw Li Hwa, Cia Giok Keng, Lim Hwi Sian, Yuanita, karena mereka adalah dara-dara yang cantik jelita dan memiliki daya tarik masing-masing yang khas sehingga dia merasa suka dan tertarik. Akan tetapi itu bukan cinta! Bahkan apa yang dilakukannya bersama Hwi Sian malam itu, sama sekali bukan karena dorongan cinta bagi dia, melainkan karena rangsangan dan dorongan nafsu birahi. Entah bagi Hwi Sian.
Cintakah itu? Dan apa yang dilakukan Kim Seng Siocia terhadapnya itu, jelas bukan cinta karena Kim Seng Siocia memaksanya menjadi suami dengan tujuan untuk mengajaknya membantu dalam usahanya membalas dendam kepada Cia Keng Hong. Dan bagaimana perasaannya terhadap Hong Ing? Dia menundukkan muka memandang tubuh yang meringkuk membelakanginya itu. Cintakah dia kepada Hong Ing? Ah, tentu saja tidak. Kalau kepada yang lain dia tidak pernah mencinta, mengapa kepada Hong Ing ada kecualinya? Dia hanya suka kepada Hong Ing, suka dan merasa kasihan mendengar riwayat dara yang terpaksa menjadi nikouw untuk menghindarkan diri dari pernikahan paksaan ini. Mengapa benar dia harus jatuh cinta kepada Hong Ing? Kemudian terbayanglah peristiwa di atas kapal yang terbakar.
Terbayanglah dua orang mahluk muda yang dengan rela suka mati bersama. Yuan dan Li Hwa! Mereka saling berpelukan sampai pada saat terakhir, sampai kapal yang terbakar itu membawa mereka tenggelam. Itukah cinta? Agaknya itulah! Saling membela, siap untuk berkorban diri sampai mati! Itukah cinta? Kalau perlu membasmi siapa saja dengan kekerasan, membasmi mereka yang hendak menghalangi hasrat mereka untuk hidup bersama. Inikah cinta antara pria dan wanita? Membawa kekerasan, pertentangan, bahkan kematian yang begitu mengerikan? Agaknya itulah cinta yang disanjung-sanjung manusia, cinta antara pria dan wanita dan segala sesuatu yang tercakup di dalamnya. Cemburu, iri hati, nafsu birahi, kesenangan, kekecewaan, kepuasan, kemarahan, kedukaan dan kebencian. Semua ini tercakup di dalam perasaan yang disebut cinta!
"Hemmm, kalau begitu aku tidak mau jatuh cinta!"
Kun Liong mengepal tinjunya dan kembali pandang matanya menimpa punggung Hong Ing. Kalau bukan cinta, lalu apakah itu yang mendorong dia melakukan segala pengorbanan demi untuk menyelamatkan Hong Ing? Hanya karena kasihan begitu saja? Ataukah ada udang di balik batu, ada sesuatu di balik semua itu? Mengapa dia bersusah payah menyusul Hong Ing ke Go-bi-san sampai dia kesasar ke istana Kim Seng Siocia akan tetapi yang malah merupakan suatu kebetulan karena ternyata orang yang dicarinya, Pek Hong Ing, memang berada di situ? Bukankah itu cinta namanya?
"Tidak! Aku tidak mau jatuh...!"
Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya ini. Ternyata diluar kesadarannya, dia telah meneriakkan suara hatinya ini sehingga dia melihat Hong Ing bergerak, agaknya terbangun oleh kata-katanya tadi. Betapa tololnya dia! Dan dara ini kelihatan begini angkuh! Kalau dia memperlihatkan bahwa dia agaknya hampir jatuh cinta, tentu dara ini akan menjadi makin angkuh saja! Tidak, dia tidak akan merendahkan diri sedemikian rupa, hanya karena dia suka dan kasihan kepada dara ini! Karena merasa mengkal hatinya terhadap dirinya sendiri, Kun Liong melempar tubuhnya ke belakang, untuk rebah di dekat api unggun dan agar dia tidak dapat melihat lagi kepada Hong Ing.
"Dukkk!"
Hampir dia berteriak namun ditahannya, hanya jari-jari tangannya saja yang mengusap-usap kepala gundulnya yang tadi membentur batu ketika dia merebahkan diri terlentang. Kulit kepala itu berdenyut-denyut. Lumayan juga nyerinya!
Kun Liong membuka matanya, akan tetapi cepat menutupkannya kembali dan melindungi mata dengan tangan kiri dari sinar matahari yang amat menyilaukan dan menggunakan tangan kanan untuk menggaruki kepalanya yang terasa gatal-gatal. Kiranya matahari telah naik tinggi dan sinar matahari yang tepat sekali menimpa kepalanya itu menggigiti kulit kepalanya dan menyilaukan matanya. Setelah dia bangkit duduk dan terbebas dari sinar matahari yang tadi langsung menimpanya, dia baru berani membuka mata dan melihat Hong Ing sudah duduk di depannya dengan muka segar dan mulut tersenyum! Manisnya! Sepagi itu telah kelihatan segar dan jelas sekali bahwa dara ini tentu telah mandi, entah di mana!
"Tidurmu enak sekali, aku tidak tega membangunkanmu."
"Kau..."
Kun Liong menahan kata-katanya dan menelan kembali pujiannya ketika teringat betapa semalam gadis ini kelihatan marah-marah dan kini dia tidak ingin melihat wajah yang berseri itu kembali marah.
"kau... kelihatan segar sekali, Hong Ing."
Senyum itu melebar dan untuk kedua kalinya Kun Liong menjadi silau. Hanya bedanya, kalau yang pertama dia silau oleh sinar matahari yang menyakitkan mata, kini dia silau akan kemanisan wajah dengan deretan gigi seputih mutiara yang menyedapkan mata, membuat dia bengong sejenak dan baru sadar kembali ketika dara itu berkata dengan wajah berseri gembira.
"Aku sudah mandi. Segar dan sejuk sekali, Kun Liong. Di sana..."
Dia menuding ke timur.
"hanya setengah li dari sini terdapat mata air yang jernih. Aku sudah mandi dan ketika kembali ke sini, aku menangkap seekor kelinci gemuk."
"Kelinci...?"
Tiba-tiba cuping hidung Kun Liong bergerak-gerak seperti hidung kelinci karena dia mencium bau yang gurih dan sedap.
"Mana kelincinya?"
Melihat betapa lubang hidung pemuda itu presis hidung kelinci yang tadi ditangkapnya, Hong Ing terkekeh dan menutupi mulut dengan punggung tangan kirinya, gerakan kebebasan yang terselimut kesopanan tradisionil yang menjadi perpaduan harmonis sekali. Manis sekali.
"Hi-hik, kelincinya sudah tidak ada lagi, yang ada hanya daging kelinci panggang..."
"Sedaaap...!"
Kun Liong memuji dan tiba-tiba perutnya terasa lapar sekali.
"Mandi dulu, baru aku mau menghidangkan daging panggang. Hayo, pemalas benar kau!"
Hong Ing mengebut-ngebutkan seranting daun-daun basah sehingga airnya bepercikan ke muka Kun Liong, sambil tertawa-tawa. Senang benar rasa hati Kun Liong pagi itu. Semua perasaan pahit di hatinya terusir pergi oleh senyum di bibir dan seri di wajah dara itu. Dia berloncatan sambil berteriak-teriak,
"Ihhh... dingin... dingin!"
Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu dia lari menuju ke timur seperti yang tadi ditunjuk oleh Hong Ing.
Benar saja, dia mendapatkan sebuah mata air yang mengeluarkan air jernih sekali dan di bawah sumber air itu air telah tergenang, merupakan sebuah kolam air penuh dengan air kebiruan saking jernihnya. Rumput-rumput yang tumbuh di pinggir kolam itu kacau-balau, meninggalkan bekas Hong Ing mandi tadi. Dengan hati penuh kegembiraan, kegembiraan luar biasa yang belum pernah terasa olehnya sepanjang ingatannya, Kun Liong lalu menanggalkan semua pakaiannya. Ketika hanya tinggal celana dalamnya yang tinggal menempel di tubuhnya, tiba-tiba dia berhenti dan bergidik karena teringatlah dia akan pengalamannya di dalam kamar tidur Kim Seng Siocia. Terbayanglah betapa dia menggigil penuh kengerian dan tiba-tiba dia tertawa dan membuka celana itu lalu melempar tubuhnya yang telanjang bulat ke dalam air.
Daging kelinci panggang itu memang sedap sekali, gurih manis dan lunak, amat lezat terutama sekali bagi perut mereka yang lapar. Seolah-olah terasa oleh Kun Liong betapa sari makanan itu setelah memasuki perutnya memulihkan tenaganya yang diserap habis oleh kelelahan dan kelaparan. Setelah menyiram daging panggang dalam perut itu dengan air jernih sebagai minuman, Kun Liong mengelus perutnya, memandang kepada Hong Ing dan berkata,
"Kau pandai benar memanggang daging kelinci. Selama hidupku baru sekali makan daging panggang begitu lezatnya!"
"Kau masih ingin lagi? Nih, kau makan bagianku!"
Hong Ing mengulurkan tangan yang memegang daging paha kelinci ke depan mulut Kun Liong.
"Eih, mengapa engkau begini baik hati kepadaku, Hong Ing?"
Tanpa disengaja, tangan kanan Kun Liong menangkap lengan yang kecil itu dan sejenak mereka berpandangan. Hong Ing cepat menundukkan mukanya dan Kun Liong melepaskan pegangan tangannya.
"Kaumakanlah sendiri, aku sudah kenyang! Ah, enak sekali masakanmu!"
Sepasang pipi itu menjadi merah dan mata itu jernih sekali ketika diangkat memandang. Sejenak mereka saling pandang dan akhirnya Hong Ing menundukkan mukanya. Kun Liong terheran-heran. Mengapa pula ini? Hatinya menjadi berdebar dan terharu! Biasanya, melihat wajah cantik seorang dara, dia ingin mengusapnya, ingin mendekat, ingin memeluk menciumnya, ingin menggodanya. Akan tetapi mengapa sekarang lain lagi? Hatinya seperti tersentuh sesuatu yang halus yang membuat dia memandang Hong Ing dengan perasaan penuh hormat, penuh iba, penuh haru. Keadaan sunyi itu amat mengusik hati dan akhirnya Hong Ing tanpa mengangkat mukanya bertanya,
"Bagaimana engkau dapat muncul begitu tiba-tiba di istana Kim Seng Siocia?"
Lega hati Kun Liong mendengar suara ini. Inilah suara Hong Ing seperti biasanya, seperti sebelum peristiwa itu terjadi di istana, sebelum mereka saling berpisah dahulu itu dan suara ini mengusir semua suasana tegang dan aneh tadi.
"Tadinya aku hendak menyusulmu. Hatiku merasa tidak enak ketika aku melihat engkau pergi bersama sucimu itu, aku lalu menuju ke Go-bi-san dan bertanya-tanya. Akan tetapi tidak ada penduduk dusun yang dapat memberi tahu di mana tempat tinggal Go-bi Sin-kouw. Akhirnya aku tiba di lereng puncak tempat tinggal Kim Seng Siocia tanpa kusengaja. Karena mengira bahwa itu adalah tempat tinggal gurumu, maka aku menyelundup masuk dan..."
"Kau berteriak memanggil nama Subo (Ibu Guru). Hemm, mengapa kau jauh-jauh dan bersusah payah datang ke Go-bi-san untuk mencariku?"
"Aku tidak rela melihat kau dipaksa orang untuk menikah dengan pangeran yang tidak kau suka. Aku kasihan melihat engkau yang sudah mengorbankan diri menjadi nikouw untuk menghindar dari paksaan itu, tidak berdaya dan terpaksa ikut dengan sucimu, seolah-olah engkau seekor domba yang dituntun ke tempat penjagalan. Karena itu maka aku segera mencarimu."
"Kau baik sekali, Kun Liong."
"Ah, tidak. Aku melakukan itu bukan karena ingin baik, melainkan karena aku kasihan kepadamu, penasaran melihat urusanmu. Tidak kusengaja."
Keduanya terdiam sampai agak lama.
"Dan demi keselamatanku, kau mengorbankan dirimu, kau membiarkan dirimu ditawan oleh Kim Seng Siocia,"
Kata pula Hong Ing tanpa mengangkat muka dan jari-jari tangan yang kecil putih halus itu memainkan ujung rumput di depan kakinya.
"Tentu saja, Hong Ing! Masa setelah jauh-jauh mencarimu dan bertemu di situ, aku bisa membiarkan saja engkau dibunuhnya? Aku tidak berdaya, jalan satu-satunya hanya menyerah."
"Dan kau membiarkan dirimu menjadi... suaminya?"
"Hemm, permintaannya yang gila!"
Kun Liong kembali bergidik terbayang akan pengalamannya di kamar itu.
"Akan tetapi, melihat betapa ancamannya untuk membunuhmu amat bersungguh-sungguh, terpaksa pula aku menyerah. Keselamatanmu lebih penting pada waktu itu..."
Tiba-tiba Hong Ing mengangkat mukanya dan terkejutlah hati Kun Liong ketika dia melihat sepasang mata itu bersinar-sinar penuh kemarahan!
"Jadi kau anggap bahwa nyawaku lebih penting daripada kehormatanmu?"
"Kehormatan? Apa maksudmu?"
"Kau menyerahkan diri sebagai suami paksaan, bukankah itu berarti menginjak-injak kehormatan sendiri?"
Kun Liong menjadi bengong dan sejenak hanya dapat memandang dara itu.
"Begitu rendahkah kau? Mau saja menuruti nafsu menjijikkan seorang wanita gila seperti dia?"
Kun Liong menggeleng kepala.
"Jangan salah mengerti, Hong Ing. Aku tidak berdaya, kita tidak berdaya. Itu hanya satu-satunya jalan, bukan berarti bahwa aku menyerah betul-betul. Buktinya, akhirnya aku berhasil membebaskan diri dan membebaskan kau."
"Aku tidak minta kaubebaskan! Aku tidak minta kau merendahkan diri seperti itu hanya untuk menolongku! Atau kau memang senang melayaninya agaknya!"
"Apa maksudmu?"
"Kau memang mempunyai watak mata keranjang, maka penawaran Kim Seng Siocia itu malah menyenangkan hatimu."
"Aihh, bukan begitu!"
Kun Liong mengerutkan alisnya dan menggelengkan kepalanya yang gundul.
"Dia... dia... ihhh, menjijikkan dan mengerikan."
"Bagaimana kau dapat membebaskan diri? Dengan bujuk rayu?"
Kun Liong menggaruk-garuk kepalanya. Bagaimana dia harus menceritakan pengalamannya itu? Masih terasa betapa separuh mukanya basah oleh ciuman mulut lebar yang rakus itu!
"Aku... aku memang pura-pura menyerah, kemudian... ketika dia lengah... aku... eh, aku berhasil membuatnya tidak berdaya. Aku lalu lari dari kamarnya dan mencarimu. Untung belum terlambat... dan hatiku girang sekali melihat engkau selamat, Hong Ing."
Sepasang mata yang tadinya bersinar-sinar penuh kemarahan itu kini berubah menjadi sayu, agak terpejam memandang Kun Liong, kemudian kepala itu menunduk dan terdengar suaranya lirih,
"Aku... aku selalu menyusahkanmu... telah berkali-kali engkau menolong dan menyelamatkan aku, Kun Liong. Kenapa?"
Hong Ing mengangkat mukanya dengan tiba-tiba dan sepasang mata itu kini begitu tajam pandangnya, tajam penuh selidik seolah-olah hendak menjenguk isi hatinya.
(Lanjut ke Jilid 33)
Petualang Asmara (Seri ke 02 - Serial Pedang Kayu Harum)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 33
"Kenapa? Tentu saja aku menolongmu Hong Ing, menolong sedapatku dan hal itu sudah lumrah, bukan? Siapa pun tentu akan menolong setiap orang yang menderita dan terancam bahaya."
"Jadi bukan karena aku..."
"Maksudmu?"
Muka yang cantik itu kembali menunduk dan terdengar helaan napas panjang-panjang sebelum Hong Ing bersuara lagi,
"Jadi bagimu, siapa saja yang terancam bahaya, tentu akan kau tolong?"
"Tentu saja, sedapat mungkin. Mengapa kau bertanya demikian?"
Hong Ing kembah mengangkat wajahnya dan kini wajah itu kelihatan lesu, seperti orang kecewa. Kun Liong menjadi bingung dan terheran-heran.
"Tidak apa-apa, aku hanya bertanya... dan kau memang seorang pendekar budiman. Hal ini seharusnya kuketahui sejak dahulu."
"Aihh, jangan memuji, Hong Ing. Aku hanya orang biasa saja."
"Mungkin ilmu kepandaianmu tidak terlalu tinggi, akan tetapi keberanianmu menolong orang lain amat besar."
"Sudahlah, Hong Ing. Kepalaku bisa menjadi lebih besar lagi kalau kau melanjutkan pujian kosong itu. Lebih baik kau ceritakan bagaimana kau yang dibawa oleh sucimu itu bisa menjadi orang tawanan Kim Seng Siocia."
Hong Ing menghela napas lagi dan kini alisnya berkerut tanda bahwa hatinya benar-benar merasa tertekan dan berduka. Teringat akan sucinya, dia melupakan keadaan dirinya sendiri. Urusan sucinya sebenarnya merupakan urusan yang memalukan sekali dan seyogianya dirahasiakan dari siapapun juga. Akan tetapi entah mengapa, terhadap Kun Liong, semenjak pertemuan pertama, dia tidak bisa menyimpan rahasia, seolah-olah Kun Liong adalah seorang yang sudah dipercayanya benar-benar, seorang yang lebih dari sahabat biasa, lebih dari saudara!
"Suci... dia... dia seperti juga engkau, demi menolongku dia rela mengorbankan dirinya menjadi isteri manusia iblis Ouwyang Bow..."
"Hah...??"
Berita ini benar-benar mengejutkan hati Kun Liong. Lauw Kim In, dara yang manis dan dingin itu, menjadi isteri seorang manusia seganas Ouwyang Bouw yang berotak miring? "Bagaimana... bagaimana hal itu bisa terjadi?"
Hong Ing lalu menceritakan kesemuanya. Mula-mula dia menceritakan tentang sucinya yang patah hati karena tunangannya menyeleweng, berjina dengan isteri muda Thian-ong Lo-mo sehingga tunangan itu terbunuh oleh kakek ini. Hal itulah yang membuat sucinya menjadi dingin dan membenci atau memandang rendah pria. Kemudian diceritakannya betapa mereka berdua bertemu dengan Ouwyang Bouw yang amat lihai sehingga mereka berdua tertawan. Barulah mereka dibebaskan setelah sucinya menerima pinangan Ouwyang Bouw yang tergila-gila kepadanya.
"Aku tahu mengapa suci mengorbankan diri sedemikian rupa. Bukan semata-mata untuk menyelamatkan aku, juga untuk kepentingannya sendiri. Dia akan dapat mewarisi ilmu-ilmu tinggi dari Ouwyang Bouw sehingga terbuka kemungkinan baginya untuk membalas dendam, di samping menyelamatkan dirinya sendiri yang tentu akan ternoda dan mungkin tewas apabila menolak pinangan itu. Kasihan sekali Suci..."
Kun Liong menghela napas panjang.
"Seorang yang keadaan hidupnya sendiri amat sengsara namun melupakan keadaan sendiri dan mengingat serta menaruh kasihan kepada orang lain merupakan ciri seorang yang mempunyai hati mulia penuh welas asih. Aku kagum kepadamu, Hong Ing."
"Tidak perlu kau memuji, Kun Liong."
Jawab Hong Ing cepat-cepat sambil menekan debar jantungnya yang menjadi gembira mendengar pujian itu.
"Memang aku sudah melupakan diriku sendiri. Apa sih yang kuharapkan lagi?"
"Aahh, mengapa dilanda putus asa selagi hidup? Teruskan ceritamu, bagaimana kau sampai terjatuh ke tangan Kim Seng Siocia yang gila itu."
"Aku tersesat jalan karena mengambil jalan lain agar jangan sampai ketahuan oleh guruku. Tanpa kusengaja aku memasuki daerah kekuasaan Kim Seng Siocia dan aku ditawan. Kemudian wanita gila itu menyuruh aku bekerja di sana, yaitu berdoa untuknya, berdoa agar dia cepat membalas dendamnya kepada Pendekar Sakti Cia Keng Hong."
"Hemmm..."
"Tentu saja aku tidak berdoa apa-apa untuknya, akan tetapi aku pun tidak berani membantah karena hal itu berarti kematian. Dia amat lihai... dan untung sekali kau dapat lolos, Kun Liong. Aku masih heran bagaimana kau dapat lolos dari orang selihal itu. Tentu kau menggunakan akal bujuk rayu, bukan?"
Kun Liong menggelengkan kepalanya yang gundul. Dia tahu bahwa dara ini mengira bahwa ilmu kepandaiannya "biasa"
Saja dan dia pun tidak ingin membuka rahasianya.
"Memang aku telah menggunakan akal menyerah karena tidak berdaya, akan tetapi aku tidak biasa membujuk rayu siapapun juga, apalagi orang seperti dia. Aku berhasil membuatnya tidak berdaya. Eh, soal itu tidak penting, Hong Ing. Sekarang bagaimana? Hari telah terang, mari kita lekas melanjutkan perjalanan. Tentu Kim Seng Siocia akan melakukan pengejaran dan belum lagi bahayanya kalau sampai subomu ikut pula mencari."
Pucat wajah Hong Ing dan dia meloncat berdiri. Mendengar tentang subonya, dia menjadi takut sekali.
"Aihh, sampai lupa aku keenakan bicara di sini. Mari kita pergi cepat, kita masih berada di wilayah Go-bi-san."
"Sebaiknya kita pergi ke timur. Di tempat ramai seperti di timur, di mana banyak terdapat kota?kota besar, tentu lebih mudah bagi kita untuk melarikan diri."
Hong Ing mengangguk.
"Dan di sana banyak terdapat kuil?kuil Kwan-im-bio yang besar di mana aku dapat minta tolong dan bersembunyi."
Berangkatlah dua orang ini dengan tergesa-gesa, melanjutkan pelarian mereka menuju ke timur. Berhari-hari mereka melakukan perjalanan cepat, keluar masuk hutan di Pegunungan Go-bi-san, kemudian melintasi padang pasir. Mereka melakukan perjalanan dengan cepat, hanya berhenti kalau mau makan atau tidur saja dan beberapa hari kemudian mereka telah keluar dari daerah Go-bi-san dan tiba di tepi Sungai Huang-ho. Biarpun air Sungai Huang-ho tidak dapat dikatakan jernih, namun setelah melakukan perjalanan berhari-hari melintasi padang pasir yang panas, kedua orang itu dengan girang dan lega menuruni tepi sungai dan menggunakan air sungai itu untuk membasahi muka, leher, kedua tangan dan kaki mereka.
"Tangkap mereka!"
Kun Liong dan Hong Ing yang sedang bergembira karena bertemu dengan air yang dingin sejuk sehingga melupakan segala urusan mereka, terkejut bukan main dan keduanya cepat melompat ke darat. Dapat dibayangkan betapa kaget hati Hong Ing ketika melihat subonya, Go-bi Sin-kouw bersama Pangeran Han Wi Ong dengan sepasukan tentara yang jumlahnya ada lima puluhan orang!
"Nona Pek Hong Ing, mengapa engkau menjadi begini...? Dan dengan mati-matian kami telah mencarimu..."
Pangeran itu berkata dengan nada suara berduka sekali ketika melihat dara yang dicintanya itu telah menjadi seorang nikouw seperti itu.
"Pangeran Han Wi Ong, pinni sudah menjadi seorang nikouw, perlu apa dicari lagi?"
Hong Ing berkata.
"Hong Ing, murid durhaka!"
Tiba-tiba Go-bi Sin-kouw membentak dan mendengar bentakan gurunya ini, Hong Ing yang sejak kecil diasuh dan dididik nenek itu cepat menjatuhkan diri berlutut dan menangis terisak-isak. Kun Liong memandang penuh perhatian. Harus diakuinya bahwa Pangeran Han Wi Ong, sungguhpun sudah berusia empat puluh tahun, namun masih tampak muda dan tampan gagah, sesungguhnya tidak mengecewakan menjadi suami Hong Ing, apalagi mengingat bahwa Pangeran itu memiliki kedudukan tinggi.
Dicinta oleh seorang seperti itu dan menjadi isterinya, sebetulnya merupakan nasib baik bagi diri Hong Ing. Adapun nenek itu mendatangkan rasa gentar juga di hati Kun Liong. Nenek itu usianya tentu sudah enam puluhan tahun, punggungnya bungkuk, pakaiannya serba hitam, rambutnya digelung keatas dan muka penuh keriput itu membayangkan kehidupan yang sengsara dan membuat wajah itu nampak bengis. Tangan kiri nenek itu memegang sebatang tongkat butut berwarna hitam pula. Kelihatannya saja seorang nenek yang ringkih dan lemah, akan tetapi Kun Liong dapat menduga bahwa nenek ini tentulah memiliki kepandaian tinggi, maka dia bersikap waspada. Dia dan Hong Ing selain berhadapan dengan nenek dan Pangeran itu, juga telah dikurung rapat oleh lima puluh orang tentara anak buah pasukan yang mengawal Pangeran Han Wi Ong.
"Subo..."
Hong Ing berkata.
"Hong Ing, di mana sucimu?"
"Dia telah ikut dengan Ouwyang Bouw, Subo..."
Dengan suara berat Hong Ing menceritakan perihal sucinya. Sepasang mata nenek itu, yang sipit sekali mengeluarkan sinar kemarahan, mulutnya cemberut dan mukanya menjadi makin bengis.
"Setan! Semua gara-gara engkau yang murtad! Dan siapa laki-laki gundul ini?"
"Dia... dia sahabat teecu (murid), dia telah menolong teecu berkali-kali dari bahaya kematian..."
"Bohong! Dia tentu yang membujukmu melarikan diri dan menjadi nikouw. Hong Ing, sekarang juga engkau harus ikut denganku, membatalkan keadaanmu sebagai nikouw dan siap menghadapi pemikahanmu dengan Pangeran Han Wi Ong!"
"Subo..."
"Diam! Kau mau melawan gurumu?"
Hong Ing hanya menangis. Melihat ini, Kun Liong melangkah maju dan berkata dengan suara nyaring.
"Apakah saya berhadapan dengan Go-bi Sin-kouw?"
Nenek itu mendengus.
"Mau apa kau? Karena kau telah berani membujuk muridku, kau harus mampus!"
"Nanti dulu, Go-bi Sin-kouw. Mampus ya mampus, akan tetapi ingatlah bahwa perbuatanmu ini sungguh amat tidak patut! Memaksa murid sendiri untuk melakukan pernikahan yang tidak disukainya. Memaksa murid sendiri yang sudah menjadi nikouw untuk menikah. Mana ada guru ingin melihat murid sendiri menderita sengsara?"
"Heii, kau! Siapa kau berani mencampuri urusan kami?"
Tiba-tiba Pangeran Han Wi Ong melangkah maju.
"Tidak tahukah kau dengan siapa kau berhadapan? Aku Pangeran Han Wi Ong, putera Kaisar! Tahu engkau? Apakah kau hendak menjadi pemberontak yang dapat dihukum mati? Kau pergilah dan jangan mencampuri urusan Nona Pek Hong Ing dengan kami, maka aku masih akan mengampunimu. Kalau tidak, kau kuanggap pemberontak dan akan kutangkap."
Mendongkol juga hati Kun Liong. Dia dianggap begitu pengecut untuk mudah ditakut-takuti dan disuruh meninggalkan Hong Ing yang dihadapi orang-orang seperti harimau kelaparan itu!
"Maaf, Pangeran. Sebagai seorang berkedudukan tinggi dan terpelajar, tentu Pangeran juga maklum betapa tidak baiknya memaksa seorang gadis seperti Nona Pek Hong Ing yang sudah menjadi nikouw untuk menikah. Betapa rendahnya perbuatan seperti itu."
"Keparat! Pemberontak laknat! Hayo tangkap dia!"
Pangeran itu memerintahkan anak buahnya dan pasukan yang sudah siap itu lalu maju mengurung Kun Liong yang sudah bersiap pula untuk membela diri.
"Tahan dulu senjata!"
Bentakan ini demikian nyaring dan mengandung khi-kang amat kuat sehingga mengejutkan semua orang, bahkan pasukan yang sudah siap menyerbu dan mengeroyok Kun Liong menjadi ragu-ragu. Mereka membuka pengurungan dan membiarkan wanita gemuk yang baru berteriak tadi memasuki lapangan itu dan berhadapan dengan Go-bi Sin-kouw dan Pangeran Han Wi Ong. Kun Liong dan Hong Ing menjadi makin kaget. Celaka sekali! Kim Seng Siocia sudah muncul pula dan mereka maklum bahwa di belakang wanita gendut ini tentu terdapat pula banyak anak buahnya. Dugaan mereka benar karena kini bermunculan puluhan orang wanita anak buah Kim Seng Siocia, mereka sudah siap dengan senjata lengkap pula. Pasukan pemerintah pengawal Pangeran Han Wi Ong menjadi bingung melihat "pasukan"
Wanita yang cantik-cantik itu!
"Go-bi Sin-kouw, engkau orang tua harap tidak bertindak sembarangan!"
Kim Seng Siocia menegur sambil memandang nenek itu. Go-bi Sin-kouw mendengus marah.
"Siapa engkau?"
Bentaknya.
"Aku? Aku adalah Kim Seng Siocia, pewaris dari Go-bi Thai-houw."
Tentu saja Go-bi Sin-kouw terkejut mendengar nama ini dan dia memandang dengan penuh perhatian dan juga keheranan. Perempuan gendut ini pewaris Go-bi Thai-houw, yang kabarnya amat lihai itu? Betapapun juga, dia tidak berani sembarangan dan balas menegur
"Mengapa kau menuduh aku bertindak sembarangan?"
"Mengapa kau hendak membunuh orang ini?"
Kim Seng Siocia menudingkan telunjuknya yang besar ke arah Kun Liong.
Petualang Asmara Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hemm, dia telah membujuk muridku melarikan diri. Karena itu, dia harus mampus!"
"Enak saja bicara! Apakah muridmu dia itu?"
Dia menuding ke arah Hong Ing.
"Benar."
"Kalau begitu, kau ngawur! Laki-laki ini adalah suamiku dan dia lari karena terbujuk oleh Pek Hong Ing muridmu itu. Jadi sebetulnya, Pek Hong Ing itulah yang harus kubunuh dan aku datang untuk mengambil pulang suamiku."
Go-bi Sin-kouw makin bingung. Dia hendak mendapatkan kembali muridnya, memaksanya menjadi isteri Pangeran Han Wi Ong yang merupakan jalan baginya untuk memperoleh kemuliaan, dan membunuh pemuda gundul yang hanya menjadi penghalang itu. Sekarang Kim Seng Siocia muncul dengan niat yang berlawanan. Yaitu mengambil kembali pemuda gundul itu dan membunuh Pek Hong Ing!
"Mau membunuh muridku? Akan kulihat dulu sampai di mana kemampuan!"
Go-bi Sin-kouw membentak dan tongkatnya sudah meluncur ke depan merupakan sinar hitam yang berkelebat cepat sekali.
"Wuuuutttt... taarrr!"
Tongkat itu tertangkis oleh cambuk di tangan Kim Seng Siocia dan kedua orang itu mencelat mundur dengan kaget, maklum akan kehebatan tenaga lawan masing-masing. Mereka saling pandang dan sudah siap untuk bertanding mati-matian memperebutkan kebenaran.
"Harap. Ji-wi (Anda Berdua) bersabar dulu!"
Tiba-tiba Han Wi Ong berkata dengan suara penuh wibawa. Dua orang wanita itu melangkah mundur dan memandang kepada Han Wi Ong, Betapapun juga, laki-laki ini adalah seorang pangeran, baru pakaiannya saja sudah menimbulkan segan di hati orang.
Pedang Kayu Harum Eps 47 Pedang Kayu Harum Eps 34 Pusaka Pulau Es Eps 10