Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Bangau Putih 7


Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo Bagian 7



Keadaan gua ini tiada ubahnya keadaan dalam gedung istana! Terdapat banyak kamar, dan setiap ruangan di hias gambar-gambar dan tulisan-tulisan indah, setiap perabot rumahnya amat indah dan halus buatannya, dan keadaan di dalam gua itu luar biasa sekali. Sedemikian luasnya, dan sebagian atasnya berlubang dan terbuka sehingga nampak sinar matahari dandi tengah-tengah ruangan itu terdapat pula sebuah taman kecil penuh bunga! Tidak nampak pelayan wanita di situ dan agaknya kakek Ouwyang itu Hidup bersama tiga orang pelayan pria yang menyambut tadi saja. Mereka itulah yang memasak, membersihkan tempat tinggal yang mewah itu, dan melayani Nam-san Sian-jin serta melakukan pekerjaan lain. Setelah membiarkan tamunya mengagumi isi gua itu, Nam-san Sian-jin Lalu mempersilakan mereka memasuki sebuah ruangan yang paling luas, yang berada disebelah dalam.

   "Ruangan itu kujadikan sebagai ruangan tamu, juga ruangan duduk dan sekaligus ruangan untuk berlatih silat. Dan kadang-kadang, seperti sekarang ini, menjadi juga ruangan makan, walaupun baru sekarang aku menjamu seorang tamu."

   Siangkoan Lohan merasa terhormat sekali dan segera bermunculan tiga orang pelayan tadi yang datang membawa hidangan yang mereka atur di atas meja. Akan tetapi perhatian Siangkoan Lohan tertarik kepada hiasan aneh yang terdapat di dekat dinding, di sebelah rak senjata. Di situ terdapat sebuah rak panjang dengan tombak-tombak yang berdiri berjajar. Akan tetapi, di atas tombak itu tertancap masing-masing sebuah kepala manusia, ada belasan buah banyaknya! Yang mengerikan sekali, kepala manusia itu seperti dalam keadaanhidup, matanya terbuka dan hanya muka-nya yang nampak pucat, namun segalanya masih utuh seperti hidup.

   "Itu.... itu.... apa maksudnya?"

   Tanya Siangkoan Lohan sambil menuding dan Siangkoan Liong juga terkejut melihat kepala yang berjajar itu.

   "Aahhh, itu?"

   Kata tuan rumah sambil menarik napas panjang dan alisnya berkerut seolah-olah dia teringat akan hal yang tidak menyenangkan.

   "Itulah kepala beberapa orang yang memimpin penyerbu-an, mereka yang menyebabkan matinya semua anak isteriku. Aku berhasil mencari dan membunuh mereka, kepalanya kuawetkan dengan ramuan obat dan kupasang di sini agar mendinginkan hatiku setiap kali teringat kepada anak isteriku."

   Siangkoan Lohan diam-diam bergidik. Orang yang amat lihai ini ternyata Dapat berlaku amat sadis dalam pembalasan dendamnya. Dia tidak tahu sama Sekali bahwa memang dendam telah membuat Ouwyang Sianseng menjadi seperti gila, dan karena dia dianggap gila itulah maka dia dipecat dari kedudukannya dalam istana raja Birma! Dia dianggap berbahaya dan bahkan kemudian dia membunuh seorang menteri dan menjadi buronan pemerintah Birma. Sebaliknya dari ayahnya, Siangkoan Liong merasa kagum sekali kepada gurunya, yang dianggapnya telah menebus kematian yang membuat penasaran dari keluarganya dan telah membuktikan kesetiaannya kepada keluarganya. Setelah dijamu dengan masakan yang cukup lezat dan lengkap sehingga kelihatan aneh masakan seperti itu dapat dihidangkan di tempat itu,

   Siangkoan Lohan lalu meninggalkan puteranya disitu dan kembali ke perkampungan Tiat-liong-pang. Dia harus berjanji takkan memberitahukan kepada siapapun juga tentang tempat tinggal Ouwyang Sianseng atau Nam-san Sian-jin ini dan ternyata kemudian bahwa kakek inipun tidak pernah berhubungan dengan orang lain kecuali Siangkoan Lohan dan puteranya. Siangkoan Liong lalu menerima gemblengan di tempat rahasia itu oleh Kakek bekas penasihat Raja Birma sehingga dalam waktu dua tahun dia telah memperoleh kemajuan yang amat pesat. Setelah lewat dua tahun dan kembali kerumah orang tuanya, dia melihat betapa ayahnya kini telah mengadakan persekutuan dengan tokoh-tokoh lihai. Karena girang melihat puteranya telah tamat belajar dan memiliki kepandaian yang tinggi,

   Bahkan mungkin lebih tinggi dari tingkatnya sendiri, Siangkoan Lohan lalu mengadakan pesta, sekalian untuk merayakan hari ulang tahunnya yang ke enam puluh tahun. Dia mengundang tokoh-tokoh, baik dari golongan hitam maupun putih dan seperti kita ketahui, di dalam pesta itu terjadilah keributan. Siangkoan Liong maklum bahwa ayahnya sedang bersekutu dengan kekuatan-Kekuatan yang hendak menggulingkan pemerintah Mancu. Biarpun dia sendiri, dalam keangkuhannya, merasa diri jauh lebih tinggi, tidak suka bergaul dengan orang-orang kang-ouw itu, namun dia tidak menghalangi usaha ayahnya karena dia maklum bahwa usaha pemberontakan itu cocok dengan apa yang di cita-citakan oleh gurunya, yaitu mengguling-kan pemerintah Ceng dan dialah yang dicalonkan menjadi kaisar kalau usaha itu berhasil.

   Setelah menyelamatkan Ciok Kim Bouw, ketua Cin-sa-pang yang hampir saja tewas di tangan Sin-kiam Mo-li, dan mengobati luka beracun di tangan ketua itu, tanpa memperkenalkan diri lagi, Tan Sin Hong segera pergi dengan cepat. Dia tidak ingin terlibat dalam urusan orang lain dan dia juga tidak mengenal siapa orang yang nyaris tewas di tangan Sin-kiam Mo-li itu. Kalau dia turun tangan membantu orang itu hanyalah karena orang itu terancam maut di tangan Sin-kiam Mo-li yang sudah dia ketahui kejahatan-nya. Sin Hong melanjutkan perjalanannya dengan secepatnya menuju ke kota raja. Dia harus menemu-kan orang kaya yang disebut Lay Wangwe (Hartawan Lay) itu, karena agaknya hanya kalau dia menemu-kan Lay Wangwe, maka dia akan melanjutkan penyelidikannya tentang kematian ayahnya yang penuh rahasia itu. Dia percaya bahwa tidak akan sukar mencari orang itu karena ciri-cirinya.

   Pertama, nama keturunannya Lay, kaya raya dan kepalanya botak perutnya gendut. Tentu tidak banyak orang yang sekaligus memiliki ciri-ciri itu. Akan tetapi, setelah kurang lebih sepekan. dia melakukan penyelidikan dikota raja, dia tidak berhasil menemukan orang yang dicari-carinya. Ada hartawan Lay, bahkan ada beberapa orang di kotaraja yang kaya dan she Lay, akan tetapi kepalanya tidak botak walaupun ada yang gendut. Kalau ada yang kepalanya botak dan gendut, namanya bukan Lay, juga tidak kaya raya. Namun, tetap saja dia menyelidiki orang kaya yang she Lay, botak atau tidak dan tidak ada seorangpun di antara mereka yang pernah mengirim seratus kati emas dari Ban-goan keTuo-lun. Akhirnya Sin Hong meng-ambil kesimpulan bahwa nama Lay Wangwe itu mungkin sekali palsu, hanya untuk pancingan saja.

   Bahkan mungkin peti yang katanya berisi seratus tail emas itu pun bohong, dan sengaja dipergunakan untuk selain membunuh Tan-piauwsu, juga menyita perusahaannya untuk mengganti rugi! Dan siapa lagi yang membutuhkan kejatuhan Peng An Piauwkiok kecuali saingannya? Dan saingan terbesar dari Peng An Piauwkiok adalah Ban-goan Piauwkiok yang dikepalai Kwee Tay Seng! Selain saingan dalam urusan perusahaan, juga saingan dalam urusan wanita! Siapa tahu kalau Ciu-piauwsu memang benar dalam tuduhannya bahwa Kwee-piauwsu yang melakukan pembunuhan-pembunuhan itu, baik terhadap ayahnya maupun terhadapTang-piauwsu. Pertama karena dendam kekalahannya memperebutkan wanita, dan ke dua karena persaingan dalam urusan perusahaan. Memang kini, setelah penyelidikannya terhadap orang bernama Lay Wangwe gagal,

   Satu-satunya orang yang dapat dicurigai adalah Kwee-piauwsu. Maka dia pun memutuskan untuk segera kembali ke Ban-goan untuk melakukan penyelidikan terhadap Kwee-piauwsu dan menunda niatnya berkunjung kepada Kao Cin Liong, suhengnya yang tinggal di Pao-teng, sebelah selatan kota raja. Malam itu bulan purnama. Langit amat bersih, hanya ada awan putih tipis yang amat mengganggu sinar bulan sehingga cuaca amat bersih dan terang, suasana amat menggembirakan. Namun bersama dengan sinar bulan yang indah datang pula angin dingin yang memaksa orang-orang yang tadinya menikmati keindahan sinar bulan di luar rumah, memasuki rumah yang lebih hangat. Hawa yang amat dingin membuat orang sore-sore sudah memasuki kamar tidur dan menjelang tengah malam suasana di kota Ban-goan sudah amat sunyi.

   Sebagian besar penduduknya sudah tidur nyenyak. Ban-goan Piauwkiok juga nampak sunyi walaupun setiap malam ada saja anggauta piauwkiok yang melakukan penjagaan secara bergilir di dalam gardu penjagaan di sudut luar perusahaan itu berkantor di depan, sedangkan rumah tinggal Kwee-piauwsu berada di bagian belakang. Pekerjaan sebagai pimpinanpiauwkiok (perusahaan pengawal barang) tentu saja mempunyai banyak musuh yaitu para penjahat, para perampok yang suka mengganggu pengawalan barang. Oleh karena itu, maka semua pimpinan perusahaan piauwkiok selalu berhati-hati dan kantor bersama tempat tinggal mereka selalu dijaga oleh anak buah secara bergilir. Malam itu terlampau dingin bagi empat orang piauwsu yang bergilir jaga di dalam gardu penjagaan.

   Tadi mereka masih berusaha melewatkan waktu dengan bermain kartu, akan tetapi hawa dingin membuat mereka mengantuk sekali dan kini keempat orang itu duduk berhimpit di dalam gardu jaga, mengha-ngatkan tubuh dengan membuat unggundi luar gardu. Apalagi dalam keadaan kedinginan dan bersem-bunyi di dalam gardu, Andaikata mereka itu berada di luar gardu, berjaga dengan waspada sekalipun, tak mungkin mereka akan dapat melihat bayangan orang yang berkelebat dengan amat cepatnya, hanya nampak berkelebat seperti bayangan burung yang terbang di udara. Bayangan itu dengan kecepatan luar biasa telah melompati pagar tembok yang mengelilingi rumah besar itu dan telah menyelinap-nye-linap ke dalam taman di sebelah kanan rumah. Setelah melihat dengan teliti dan mendapat kenyataan bahwa tidak ada penjaga di situ,

   Juga di atas genteng nampak sunyi saja, bayangan itu lalu melayang naik ke atas genteng rumah. Bayangan itu adalah Tan Sin Hong yang sedang melakukan penyelidikan di rumah keluarga Kwee, tidak tahu dengan jelas apa yang akan dilakukan dan bagaimana harus memulai dengan penyelidikannya itu. Dia merasa yakin bahwa dalam hawa sedingin itu, tidak mungkin ada Orang berjaga di atas genteng dan menentang hembusan angin malam yang amat dinginnya. Bulan masih nampak cemerlang diatas, dan suasana sunyi sekali. Sejenak Sin Hong termenung. Dia mengingat kembali ketika Ciu-piauwsu mendatangi rumah ini dan menantang Kwee-piauwsu, teringat betapa gagah dan tenangnya Kwee-piauwsu dan betapa piauwsu itu menyangkal bahwa dia telah membunuh Tan-piauwsu, atau pun Tang-piauwsu. Dia menjadi ragu-ragu.

   Apa yang harus dicarinya dan bagaimana diaharus memulai penyelidikannya? Ah, siapa tahu, Tuhan akan membantunya dan mungkin saja dia akan melihat atau mendengar sesuatu yang akan dapat membantu penyelidikannya. Maka, setelah mempelajari keadaan dalam gedung itu dari atas, dia pun lalu melayang turun lagi, kini kesebelah dalam dan dia turun dekat lapangan terbuka, di antara deretan kamar dan lorong menuju ke ruangan besar.Dengan penuh keyakinan bahwa semua penghuni rumah itu telah pulas, dia pun melangkah dengan hati-hati memasuki ruangan yang nampak gelap karena tidak memperoleh sinar bulan, sedangkan dalam ruangan itu tidak ada lampunya. Akan tetapi, dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia melangkah masuk, tiba-tiba saja terdengar bentakan suara wanita,

   "Pencuri jahat, berani engkau mencuri ke sini?"

   Dan dari angin yang menyambar di tempat gelap, tahulah Sin Hong bahwa ada sebatang pedang menyambar ke arah dadanya! Cepat Dia meloncat keluar kembali dan dia membuka pintu kamar. Kalau dia mau meloncat dan melarikan diri pada saat itu, kiranya tidak akan terlambat. Akan Tetapi Sin Hong tidak melakukan hal ini. Dia maklum bahwa dia Telah ketahuan orang dan disangka pencuri.

   Kalau dia melarikan diri dan ketahuan Siapa dirinya, tentu hal ini amat tidak baik bagi namanya dan dia akan disangka Sebagai penjahat. Mengapa tidak menghadapi saja mereka dengan terang-terangan dan mengajak Kwee-piauwsu bicara tentang kematian ayahnya dan Tang-piauwsu? Dari sikap dan kata-kata Kwee-piauwsu dalam percakapan itu, dia akan dapat menduga apa sebenarnya peran piauwsu itu dalam urusan ini. Maka, dia pun tidak mau meloncat pergi, melainkan menanti saja di luar ruangan itu dan wajahnya dapat kelihatan jelas karena selain cahaya lentera dan lampu yang tergantung di situ menerangi wajahnya, juga sinar bulan membuat tempat itu cukup terang. Orang pertama yang melompat keluar dari dalam ruangan itu adalah seorang gadis berusia kurang lebih delapan belas tahun yang manis sekali.

   Gadis ini bertubuh sedang, dengan sepasang kaki nampak panjang, tubuh yang padat dan ranum, tubuh seorang dara yangmulai dewasa. Rambutnya hitam lebat dan panjang sekali, di kuncir menjadi dua di ikat dengan pita merah. Dua kuncir itu bergantungan sampai ke pinggulnya. Pinggangnya ramping ketika ia bergerak meloncat ke luar dengan pedang di tangan kanan dan sebuah lentera besar dan barusaja dinyalakan di tangan kiri. Dari cahaya lampu ini, nampak jelas oleh Sin Hong wajah gadis itu. Kulitnya agak hitam, akan tetapi manis bukan main, terutama sekali mulutnya. Sepasang bibirnya berbentuk indah seperti gendewa terpentang, dengan garis yang jelas dan bibir itu penuh dan merah basah, sedikit terbuka memperlihatkan kilauan gigi putih seperti mutiara dan sepasang matanya tajam memandang Sin Hong penuh selidik.

   Agaknya gadis itu tertegun dan agak heran melihat betapa "maling"

   Yang mampu mengelak dari serangannya tadi tidak melarikan diri melainkan berdiri disitu menanti dan tak disangkanya bahwa penjahat itu seorang laki-laki muda yang berpakaian serba putih, wajahnya biasa saja,akan tetapi sinar matanya demikian lembut dan mulutnya terhias senyum ramah dan menarik! Sama sekali bukan wajah seorang pencuri atau penjahat yang kejam dan ganas,melainkan wajah seorang pemuda yang ramah dan baik hati. Akan tetapi karena ia merasa curiga melihat munculnya pemuda tak di kenal, ditengah malam, memasuki ruangan gelap dimana ia tadi berlatih samadhi, iapun kini mendekati dan menodongkan pedangnya dengan sikap mengancam.

   "Menyerahlah sebelum pedangku yang bicara!"

   Pedangnya menodong dada dan lampu ditangannya di angkat menerangi muka Sin Hong.

   "Tahan, jangan serang dia!"

   Tiba-tiba Terdengar suara memerintah. Mendengar suara ayahnya, gadis itu melangkah mundur dan menurunkan pedangnya, namun sikapnya masih mengancam.

   "Ayah,dia telah memasuki ruangan lian-Bu (latihan silat) seperti seorang pencuri!"

   Bantahnya. KweeTay Seng atau Kwee-piauwsu tidak menjawab, hanya melangkah menghampiri Sin Hong. Sejak tadi dia menatap wajah itu dan kini Dia sudah berhadapan dengan Sin Hong, matanya masih terus mengamati wajah pemuda berpakaian putih yang berdiri di situ dengan sikap tenang dan juga sedang memandangnya.

   "Kau....kau seperti pernah melihatmu.... ah, engkau mirip sekali dengannya....! Bukankah engkau ini putera mendiang Tan-piauwsu."

   Sin Hong merasa heran mendengar ini, akan tetapi dia pun teringat akan hubungan pria yang gagah ini dengan mendiang ibunya, dan dia tahu bahwa wajahnya memang mirip dengan wajah ibunya.

   "Ayah, kalau dia benar putera Tan-piauwsu, jelas bahwa dia datang bukan dengan niat baik. Tadi dia meloncat turun dari atas genteng dan menyelinap masuk seperti pencuri. Aku yang berada di dalam ruangan gelap, dapat melihat dengan jelas. Begitu dia melangkah masuk, aku telah menyerangnya, akan tetapi dia meloncat keluar lagi."

   Kwee Ci Hwa, puteri Kwee-piauwsu itu, berkata lagi.

   "Orang muda, aku mengenal mendiang ayahmu sebagai seorang gagah, dan engkau tentu seorang pemuda yang gagah pula. Marilah kita bicara secara jantan dan terbuka, daripada engkau harus datang secara gelap begini. Silakan masuk dan mari kita bicara di dalam."

   Sin Hong merasa malu sendiri dan dia pun mengangguk, lalu mengikuti tuan rumah Memasuki ruangan tadi, diikuti oleh Ci Hwa yang membawa lampu. Ternyata ruangan itu luas dan bersih, hanya terdapat beberapa buah bangku di dekat dinding dan selanjutnya kosong karena ruangan itu adalah sebuah tempat berlatih silat. Ci Hwa menaruh lampu itu di atas meja kecil, dan dinyalakan lagi tiga buah lentera lain dan digantungkan di dinding sehingga kini ruangan itu menjadi terang. Kwee-piauwsu mempersilakan Sin Hong duduk di atas bangku, kemudian dia sendiri dan puterinya duduk menghadapinya.

   "Orang muda, katakanlah siapa engkau sebenarnya,"

   Kata Kwee-piauwsu.

   "Tidak salah dugaanmu tadi, Paman Kwee. Aku adalah Tan Sin Hong, dan yang menyebabkan aku malam ini datangmenyelundup seperti seorang pencuri adalah karena aku hendak menyelidiki tentang kematian ayahku dan kematian paman Tang Lun."

   "Sungguh aneh,"

   Kata Ci Hwa yang sejak tadi diam saja.

   "Menyelidiki kematian mereka, kenapa harus mencari disini? Apakah pembunuh mereka berada di sini?"

   Kwee-piauwsu mengeluh panjang dan pada saat itu, terdengar suara berisik dan ternyata ada beberapa orang anggauta piauwkiok yang meronda dan agaknya mereka merasa heran dan curiga melihat betapa ada suara orang bicara di lian-bu-thia yang juga nampak terang.

   "Ci Hwa, engkau keluarlah dan tenangkan mereka. Aku hendak bicara berdua dengan Tan Sin Hong."

   Biarpun gadis itu memandang kecewa karena ia pun ingin sekali mengetahui kelanjutan dari munculnya pemuda itu, namun ia tidak membantah ayahnya, dan ia pun segera keluar dan tak lama kemudian, para anggauta piauwkiok pergi meninggalkan tempat itu, melanjutkan perondaan.

   "Sin Hong, sudah dua kali ini orang mencurigai aku sebagai pembunuh ayahmu dan Tang-piauwsu. Padahal, aku sama sekali tidak tahu menahu tentang peristiwa itu. Ketahuilah, bahwa dahulu persaingan yang terjadi antara aku dan ayahmu adalah persaingan sehat dua orang yang memiliki perusahaan yang sama. Kami sama-sama bersaing untuk memperoleh kepercayaan langganan dengan pelayanan sebaiknya, bukan persaingan dengan saling menjatuhkan. Pernah Ciu Hok Kwi, piauwsu muda yang belum lama menjadi piauwsu itu pun menuduh aku yang membunuh Tang-piauwsu sehingga dia datang ke sini dan mendatangkan keributan. Dan sekarang engkau sendiri, putera Tan-piauwsu datang ke sini tentu mempunyai dugaan pula bahwa aku yang telah membunuh ayahmu dan Tang-piauwsu. Sungguh membuat aku merasa penasaran sekali!"

   Kakek itu mengeluh dan mengepal tinju.

   "Tidak kusangkal bahwa aku dan ayahmu bersaingan dalam memajukan perusahaan masing-masing, akan tetapi aku, Kwee Tay Seng, selama hidupku belumlah demikian rendah untuk menggunakan cara-cara kotor, apalagi sampai melakukan pembunuhan dengan curang!"

   Sejak tadi Sin Hong menatap wajah kakek itu dengan penuh perhatian dan melihat sikap dan suara Kwee-piauwsu, memang sukar dipercaya orang segagah ini melakukan kecurangan seperti itu, membunuh dengan sembunyi-sembunyi. Akan tetapi masih ada sesuatu yang membuat Sin Hong penasaran, maka dengan terus terang dia berkata,

   "Paman Kwee, selain persaingan dalam perusahaan, aku pernah mendengar dari Tang-piauwsu bahwa dahulu, antara mendiang ibuku dan engkau...."

   "Aihhhhh....!"

   Kwee Tay Seng menghela napas panjang dan meng-angguk-angguk, mukanya berubah lesu.

   "Inilah sebabnya mengapa aku menyuruh Ci Hwa pergi meninggalkan kita. Aku memang hendak membicarakan hal ini, karena aku sudah menduga bahwa tentu ini merupakan satu di antara sebab mengapa aku yang dicurigai. Tadi pun, ketika melihatmu, aku sudah dapat menduga bahwa engkau tentulah putera Bwee Hwa, wajahmu demikian mirip dengannya. Sin Hong, tidak perlu kusangkal lagi. Memang di waktu kami muda, terdapat pertalian cinta antara aku dan ibumu, akan tetapi sungguh sayang, orang tua kedua pihak tidak setuju sehingga kami terpaksa saling berpisah. Namun, kemudian aku melihat betapa ia, ibumu yang dulu pernah menjadi kekasihku itu, hidup dengan bahagia bersama Tan Hok, ayahmu. Aku cinta kepada ibumu, maka, lebih tak masuk di akal lagi kalau aku ingin membikin ia sengsara dengan membunuh suaminya! Aku belumlah gila, dan cintaku adalah cinta suci, bukan cinta nafsu belaka yang menimbulkan iri. Tidak, Sin Hong, aku tidak akan mengganggunya, seujung rambut pun, akan tetapi aku mendengar bahwa ketika menyusul suaminya ke utara, rombongannya dihadang perampok dan ia meninggal...."

   Sunyi sejenak dan Sin Hong termangu-mangu. Dia sedikit pun tidak meragukan kebenaran Kwee-piauwsu. Yang mencelakakan dia dan ibunya, yang melakukan penghadangan terhadap rombongan ibunya, juga orang-orang berkedok. Tidak mungkin Kwee-piauwsu yang memimpin penghadangan itu dan membikin celaka ibunya, wanita yang dicintanya. Keterangan dan perasaan hatinya itu melegakan hatinya, akan tetapi juga mendatangkan rasa kecewa dan penasaran. Hatinya lega karena dia yakin orang tua gagah ini bukan pembunuh ayahnya dan Tang-piauwsu, akan tetapi dia penasaran dan kecewa karena kini putuslah sudah jalur penyelidikannya. Setelah Kwee-piauwsu terlepas dari daftar orang yang dicurigai, maka tidak ada lagi orang yang dapat dicurigainya! Pada saat itu terdengar suara Ci Hwa dari luar.

   "Ayah, bolehkah aku masuk?"

   Gadis itu masih ingin melihat bagaimana kelanjutan dari urusan dengan pemuda she Tan itu. Karena cerita tentang Bwee Hwa, ibu Sin Hong, sudah mereka bicarakan dan tidak akan diulang lagi, maka Kwee Tay Seng lalu menjawab.

   "Masuklah, Ci Hwa."

   Gadis itu masuk dan duduk di dekat ayahnya.

   "Bagaimana urusannya dengan dia ini, Ayah?"

   Sin Hong memandang kepada gadis itu dan membungkuk.

   "Nona, akulah yang bersalah. Ayahmu tidak tahu apa-apa tentang kematian ayahku dan Paman Tang, karena itu maafkan aku. Paman Kwee, maafkan aku...."

   Melihat sikap pemuda itu yang nampak kecewa, Kwee-piauwsu berkata,

   "Sin Hong, aku dapat merasakan kekecewaanmu. Engkau kehilangan ayah ibu, tentu saja engkau ingin membalas dendam kepaca mereka yang telah membunuhnya."

   "Ibu, bukan dibunuh orang, melainkan meninggal karena badai di gurun pasir, Paman"

   Dengan singkat dia pun lalu menceritakan betapa rombongan ibunya yang dikawal oleh mendiang Tang-piauwsu diserang oleh orang-orang berkedok dan dia bersama ibunya menunggang onta melarikan diri memasuki gurun pasir sampai ibunya meninggal di gurun pasir. Sampai di sini dia menghentikan ceritanya karena dia tidak ingin bercerita tentang guru-gurunya hanya menyambung dengan kata-kata yang tegas.

   "Dan aku sama sekali tidak ditekan dendam Paman. Kalau aku mencari pembunuh-pembunuh itu, bukan terdorong dendam pribadi, melainkan karena perbuatan yang sedemikian jahatnya itu harus kuselidiki. Apa sebabnya ayah dibunuh, dan kalau pembunuhnya memang melakukannya karena kejahatan, maka kejahatan harus ditentang dan dihukum, Paman."

   Kwee-piauwsu mengangguk-angguk.

   "Akan tetapi, sampai sejauh mana penyelidikanmu? Aku.... aku ingin membantumu, orang muda, karena aku pun merasa penasaran sekarang, apalagi karena akulah yang dituduh melakukan perbuatan kejam itu."

   Suara Kwee-piauwsu terdengar penuh kesedihan dan memang dia merasa berduka sekali mendengar tentang kematian Bwee Hwa, bekas kekasihnya dan biarpun Bwee Hwa tidak mati dibunuh, namun sama saja, ada orang yang menyebabkan ia sampai lari ke gurun pasir dan menemui kematiannya di sana. Dengan singkat Sin Hong bercerita tentang penyelidikannya terhadap Lay-wangwe, orang yang dia curigai karena hartawan itulah yang mula-mula menemui ayahnya dan mengirim barang berharga itu.

   "Kurasa hanya dialah satu-satunya orang yang mengetahui persoalan ini, Paman, karena dia yang mengirim emas itu, dan dia pula yang menuntut ganti rugi sehingga perusahaan ayah berikut rumah dan seisinya disita. Akan tetapi, penyelidikanku gagal. Di kota raja tidak pernah ada seorang Lay-wangwe yang berkepala botak dan berperut gendut seperti itu."

   Kwee-piauwsu mengangguk-angguk.

   "Aku juga mendengar tentang penyitaan itu dan menurut anak buahku, kini Peng-an Piauwkiok telah menjadi perusahaan pengawal yang baru, dengan rumah dan kantornya sudah dibetulkan menjadi cukup megah. Dan kabarnya, Ciu-piauwsu yang kini menjadi pengurusnya."

   Sin Hong mengangguk.

   "Memang benar, Paman. Paman Ciu yang telah mencarikan seorang sahabat, atau keluarganya yang kaya untuk memberi pinjaman uang untuk membayar sebagian kerugian itu, dan kini karena perusahaan mundur dan tidak mampu bayar pinjaman, semua rumah dan kantor terjatuh ke tangan orang yang memberi pinjaman uang. Dan agaknya perusahaan itu diperbarui, dilanjutkan dan Ciu-piauwsu yang menjadi pemimpinnya, mengingat bahwa majikannya adalah keluarganya."

   "Orang yang kau sebutkan tadi, Lay-wangwe itu, pernah datang ke sini...."

   "Ah, benarkah, Paman? Harap Paman ceritakan....!"

   Sin Hong memotong, mendapatkan harapan baru.

   "Hal itu terjadi beberapa hari sebelum dia menyerahkan angkutan barang berharga yang harus dikawal ke Tuo-lun itu kepada ayahmu. Dia datang dan membawa peti besar yang tertutup rapat, minta kepadaku untuk mengawal ke Tuolun dengan janji upah besar. Aku menerimanya dengan syarat bahwa isi peti itu harus dibuka dan dihitung lebih dahulu. Dia menolak dan marah-marah karena aku dianggap tidak percaya kepadanya. Akhirnya aku mendengar dia mengirim barangnya itu melalui pengawalan Peng-An-piauwkiok."

   "Akan tetapi, apakah Paman mengetahui di mana dia tinggal?"

   Seperti yang telah dikhawatirkannya, piauwsu itu menggeleng kepala.

   "Kami semua tidak ada yang tahu, akan tetapi karena ada beberapa orang anak buahku pernah melihatnya, biarlah aku membantumu dengan menyebar mereka agar suka mencarinya. Seorang di antara mereka, baru dua hari yang lalu pernah mengatakan kepadaku bahwa si gendut botak itu nampak berkeliaran di kota ini."

   Sin Hong merasa girang sekali dan anak buah itu segera dipanggil.

   "Memang saya melihatnya dua hari yang lalu, ia gaknya masih seperti dulu, seperti seorang hartawan besar, dengan pakaian mewah dan royal dengan uangnya."

   "Sekarang juga, ajak teman-temanmu yang pernah melihatnya untuk melakukan pencarian secara berpencar dan kalau menemukannya, cepat memberi kabar ke sini!"

   Setelah orang itu pergi, Kwee Ci Hwa juga bangkit berdiri.

   "Aku dulu juga melihatnya biar aku membantu mencarinya!"

   Tanpa menanti jawaban, gadis itu lalu meloncat keluar. Sin Hong merasa tidak enak sekali.

   "Ah, aku ternyata selain membikin ribut di sini, juga membikin repot saja, Paman Kwee"

   "Jangan berkata begitu, Sin Hong. Sudah semestinya dalam hal seperti ini kita saling bantu."

   "Akan tetapi sampai nona....eh, adik Kwee sendiri ikut repot...."

   "Aku mengerti isi hatinya tentu ia merasa tidak enak karena tadinya aku yang disangka sehingga ia ingin sekali membantu untuk membersihkan nama ayahnya. Engkau tunggu saja di sini malam ini sampai ada berita dari mereka tentang hasil penyelidikan mereka."

   "Terima kasih, Paman. Akan tetapi aku tidak berani mengganggu lebih lama lagi malam ini. Biarlah besok pagi saja aku datang lagi untuk mendengar keterangan hasil penyelidikan itu. Sekarang saya lebih baik pergi saja dulu."

   "Tidak ada yang terganggu, Sin Hong. Setelah terjadinya peristiwa ini, aku pun tidak akan dapat tidur lagi. Biarlah kita bercakap-cakap di sini sambil menanti mereka. Karena kota ini kecil saja kiranya tidak akan lama mereka mencari."

   Karena ditahan-tahan, Sin Hong merasa tidak enak juga kalau tidak mau menerimanya dan ketika mereka bercakap-cakap,

   Dia mendengar kenyataan bahwa orang she Kwee ini memang memiliki sikap yang amat menyenangkan. Dia gagah dan jujur dan Sin Hong merasa tertarik sekali, juga semakin percaya karena orang seperti ini tidak mungkin melakukan kejahatan yang keji dan curang. Juga Kwee Tay Seng mempunyai pengalaman yang luas di dunia kang-ouw, mengenal tokoh-tokoh kang-ouw yang pandai. Dalam ilmu kepandaian, pernah dia melihat ketika Kwee-piauwsu menghadapi amukan Ciu Hok Kwi dan dia tahu bahwa dalam hal ilmu silat, agaknya sukar dicari orang di daerah Ban-goan yang akan mampu menandingi piauwsu ini. Karena mereka asyik bercakap-cakap, tak terasa waktu berlalu dengan cepatnya dan menjelang pagi, muncullah Kwee Ci Hwa dan dua orang anak buah piauwkiok.

   "Ayah, kami telah menemukan dia!"

   Kata gadis itu. Sin Hong merasa berterima kasih sekali, apalagi melihat betapa gadis itu nampak kedinginan dan lelah.

   "Ah, terima kasih! Dia berada di mana Nona?"

   "Sin Hong, anakku yang hanya satu ini bernama Kwee Ci Hwa, harap engkau jangan sungkan-sungkan dan menyebut nona kepadanya,"

   Kata Kwee-piauwsu yang diam-diam merasa suka kepada pemuda yang sederhana itu.

   "Maaf, adik Ci Hwa, akan tetapi aku ingin sekali tahu di mana adanya si gendut botak she Lay itu."

   "Dia .... dia... Gu-toako, engkau saja yang menerangkan,"

   Kata gadis itu dan mukanya berubah merah. Anak buah piauwkiok itu lalu menerangkan dengan jelas.

   "Orang she Lay yang gendut botak itu sudah beberapa hari berada di Ban-goan dan agaknya memang hanya kalau malam saja dia berkeliaran keluar, kalau siang entah bersembunyi di mana. Kami menemukan jejaknya dan kini dia berada di rumah pelesir di ujung timur kota. Selama beberapa hari ini memang dia langganan di situ dan menurut penyelidikan kami, dia amat royal dengan uangnya, dan di sana pun dia dipanggil Lay-wangwe (Hartawan Lay) yang royal memberi hadiah kepada para pelacur."

   Kini mengertilah Sin Hong mengapa gadis itu malu untuk menceritakan, dan dia sendiri sungguhpun kelahiran kota itu, namun tidak tahu di mana letaknya rumah pelesir atau rumah pelacuran itu.

   "Di manakah rumah itu? Ujung timur kota? Jauhkah dari jembatan merah?"

   "Tepat di sebelah timur jembatan itu,"

   Kata Kwee-piauwsu,

   "Hanya terhalang dua buah rumah. Rumah pelesir itu bercat merah, besar dan di depannya tumbuh sekelompok mawar."

   "Kalau begitu, aku akan pergi ke sana sekarang juga!"

   Kata Sin Hong sambil bangkit berdiri dan menjura kepada Kwee-piauwsu, puterinya dan beberapa orang piauwsu yang tadi mencari jejak Lay-wangwe.

   "Terima kasih atas segala kebaikan Paman, juga engkau adik Ci Hwa, dan para saudara piauwsu yang telah membantuku."

   "Nanti dulu, Sin Hong"

   Kata Kwee piauwsu.

   "Engkau.... apa yang hendak kau lakukan terhadap orang gendut botak itu?"

   "Akan kutangkap dia dan kupaksa mengaku tentang peristiwa yang terjadi."

   "Sin Hong, engkau tidak boleh memandang rendah mereka yang telah melakukan pembunuhan-pembunuhan terhadap ayahmu dan Tang-piauwsu itu. Mereka itu lihai dan berbahaya, dan siapa tahu kalau-kalau dugaanmu benar dan di belakang Lay-wangwe itu terdapat gerombolan jahat itu. Engkau harus berhati-hati...."

   "Biarlah aku yang menemaninya, Ayah! Tan-toako, mari kutunjukkan engkau tempatnya dan aku yang akan membantumu kalau muncul orang-orang jahat itu!"

   Kata Ci Hwa dengan gagah. Tentu saja Sin Hong merasa semakin tidak enak dan melihat keraguannya, Kwee-piauwsu berkata, dengan suara yang tegas.

   "Benar Ci Hwa, Sin Hong. Engkau boleh mengandalkan ia yang sudah memiliki ilmu silat cukup tinggi untuk membela diri dan juga membantumu. Nah, kalian pergilah, akan tetapi hati-hati dan jangan bertindak sembrono."

   Sin Hong tak dapat menolak lagi dan terpaksa dia bersama Ci Hwa lalu keluar dari rumah keluarga Kwee. Mereka berjalan berdampingan. Malam menjelang pagi itu dingin dan sunyi bukan main, juga agak gelap karena kini bulan sudah lenyap, tinggal bintang-bintang yang suram cahayanya.

   "Siauw-moi (adik kecil), sungguh aku hanya membikin repot engkau saja,"

   Karena merasa tidak enak oleh sikap gadis itu yang diam saja, Sin Hong bertanya.

   "Ah, tidak, Toako. Bagaimanapun juga, aku merasa berkewajiban untuk ikut membantumu menangkap penjahat itu, yang telah membunuh ayahmu dan Tang-piauwsu, karena aku harus membersihkan nama ayah yang tadinya ternoda oleh dugaan bahwa ayah yang melakukan kejahatan itu."

   Sin Hong tidak bicara lagi, diam-diam dia kagum kepada gadis ini. Seorang gadis yang tidak banyak bicara, akan tetapi memiliki semangat besar, keberanian dan kegagahan.

   
Kisah Si Bangau Putih Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Nah, itulah rumahnya,"

   Kata Ci Hwa menunjuk ke sebuah rumah yang cukup besar dan bercat merah, di halaman depan tumbuh bunga-bunga mawar. Semua daun pintu dan jendela rumah itu masih tertutup dan suasananya sunyi sekali.

   "Aku akan segera mengetuk pintu dan minta bicara dengan Lay-wangwe,"

   Kata Sin Hong sambil melangkah lebar untuk menghampiri pintu depan.

   "Nanti dulu, Toako. Kalau engkau datang begitu saja ingin menemuinya, tentu dia curiga dan kalau dia melarikan diri, engkau akan kehilangan dia dan akan sukar kalau harus mencari orang yang sembunyi-sembunyi. Sebaiknya kalau aku berjaga di bagian belakang agar dia tidak dapat melarikan diri. Kalau dia lari dari pintu belakang, aku akan menahannya."

   Sin Hong merasa semakin kagum. Dibandingkan gadis ini, dia kalah jauh dalam hal pengalaman dan kecerdikan.

   "Baiklah, Hwa-moi, engkau benar sekali."

   Gadis itu lalu berkelebat dan dengan cepat berlari memutari rumah itu untuk mengintai dan berjaga di belakang rumah. Setelah menunggu beberapa lamanya untuk memberi kesempatan kepada Ci Hwa tiba di belakang rumah dan mencari tempat pengintaian yang tepat, Sin Hong lalu menghampiri pintu depan. Dia tidak ingin menimbulkan keributan dengan masuk sebagai seorang pencuri. Dia mengetuk pintu depan beberapa kali. Tak lama kemudian daun pintu terbuka dan seorang kakek berusia enam puluh tahun muncul sambil menggosok-gosok mata dengan punggung tangan dan dia nampak masih mengantuk, juga ketika pintu terbuka, dia agak menggigil kedinginan oleh angin pagi yang menerpa masuk.

   "Ahhh, Kongcu, sungguh merupakan waktu yang aneh untuk mengunjungi rumah pelesiran!"

   Dia terkekeh.

   "Kongcu datang terlalu pagi atau terlalu malam. Anak-anak manis itu masih tidur pulas semua, nanti kurang lebih jam sepuluh mereka baru akan bangun. Apakah Kongcu menghendaki seorang di antara mereka? Dengan tambahan istimewa, kiranya ia mau dibangunkan pagi-pagi begini."

   Wajah Sin Hong berubah merah. Sialan, pikirnya, dia disangka ingin melacur! Dia menggeleng kepala dan berkata,

   "Tidak, Lopek. Aku bukan datang untuk pelesir, melainkan mencari seorang tamu, yaitu Lay-wangwe."

   Mendadak pandang mata orang itu berubah, penuh kecurigaan dan alisnya berkerut.

   "Tidak ada yang bernama Lay-wangwe di sini."

   Katanya ketus. Sin Hong tidak mau menggunakan kekerasan yang akan meributkan suasana dan membikin takut Lay-wangwe.

   "Lopek, aku tahu bahwa Lay-wangwe bermalam di sini. Ketahuilah, aku adalah seorang sahabat baiknya yang perlu sekali bicara dengan dia sekarang juga. Amat penting!"

   Sin Hong mengeluar-kan sepotong perak dan menyerahkannya kepada pelayan itu. Melihat berkilaunya perak, pandang mata kakek itu silau dan sikapnya berubah walaupun dia masih ragu-ragu.

   "Akan tetapi aku tidak mengenal siapa Kongcu, dan selain itu tamu yang sedang tidur nyenyak tentu akan marah sekali kalau kuganggu dan kuketuk pintunya. Apa yang harus kukatakan kalau dia terbangun dan marah-marah kepadaku karena gangguanku?"

   Uang itu telah diterima dan lenyap ke dalam saku baju pelayan itu. Sin Hong sudah merasa menang, akan tetapi dia pun harus berhati-hati dan jangan sampai menimbulkan kecurigaan. Dia tahu bahwa Lay-wangwe telah memesan kepada para pelayan di tempat itu untuk merahasiakan kehadirannya di rumah itu.

   "Kalau dia sudah terbangun dan marah-marah, katakan saja bahwa aku seorang sahabatnya datang untuk memberi tahu kepadanya bahwa ada bahaya mengancam dirinya, dan dia harus cepat pergi bersamaku kalau ingin selamat."

   Mendengar ini, pelayan itu ter-belalak.

   "Wah, kalau begitu gawat!"

   Katanya dan dia pun lari masuk ke dalam rumah besar itu setelah menutup kembali pintu depan. Sin Hong menanti sambil mendekatkan telinganya ke daun pintu agar dapat mendengar lebih baik. Dia siap untuk mempergunakan kekerasan kalau jalan halus ini gagal. Akan tetapi siasatnya tadi berhasil baik. Ketika pelayan itu mengetuk daun pintu kamar di mana Lay-wangwe masih tidur mengorok sambil merangkul dua orang wanita pelacur yang mengapitnya, dia terbangun dan tentu saja dia marah-marah karena merasa terganggu.

   "Lay-wangwe, ada keperluan penting sekali, harap bangun!"

   Demikian suara pelayan yang mengetuk pintu kamar itu. Dua orang pelacur terbangun lebih dahulu dan mereka segera menutupi tubuh mereka dengan selimut, sementara itu Lay-wangwe bangkit dan duduk dengan sukar karena perutnya amat gendut. Dia pun menutupi tubuhnya dengan selimut dan mengomel.

   "Keparat, siapa berani menggangguku?"

   Kepada seorang di antara dua orang pelacur itu dia memberi isyarat untuk membuka daun pintu. Ketika daun pintu terbuka dan dengan takut-takut pelayan tua itu terbungkuk-bungkuk masuk. Laywangwe membentak marah.

   "Apa kau sudah bosan hidup, berani mengganggu aku sepagi ini?"

   "Maafkan saya, Lay-wangwe, akan tetapi di luar telah datang seorang tamu yang mengaku sahabat baik Wangwe dan dia mengatakan bahwa ada bahaya mengancam diri Wangwe dan kalau Wangwe menghendaki agar selamat, Wangwe harus cepat-cepat pergi bersama dia sekarang juga."

   Laki-laki pendek gendut itu terbelalak, wajahnya berubah pucat dan cepat-cepat dia meraih pakaiannya secepat mungkin.

   "Bagaimana orangnya? Masih mudakah? Atau sudah tua? Dan siapa namanya?"

   Dia bertanya sambil mengenakan pakaiannya.

   "Dia belum sempat mengaku siapa namanya, akan tetapi orangnya masih muda dan orangnya ramah sekali, baik sekali, Lay-wangwe. Dan dia nampaknya bersungguh-sungguh...."
(Lanjut ke Jilid 07)

   Kisah Si Bangau Putih (Seri ke 14 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 07
"Kalau begitu aku harus cepat pergi dari sini!"

   Katanya sambil melemparkan beberapa potong uang perak kepada dua orang pelacur itu. Dia keluar dari kamar dan melihat betapa beberapa buah kamar yang berderet di situ juga nampak terbuka, agaknya ribut-ribut itu membangunkan tamu-tamu lain. Hal ini sebenarnya biasa saja, namun orang she Lay yang sudah ketakutan itu kini memandang penuh kecurigaan,

   Seolah-olah bahaya yang disebutkan tadi datang dari kamar-kamar itu. Dia pun cepat-cepat melangkah keluar, tidak tahu betapa beberapa buah kancing bajunya salah memasuki lubangnya dan kedua matanya kemerahan dan ujungnya dihias kotoran mata. Setelah membuka pintu depan dia berhadapan dengan Sin Hong! Sekali lihat saja tahulah Sin Hong bahwa dia berhadapan dengan orang yang dimaksudkan oleh Tang-piauwsu dan Ciu-piauwsu, orang gendut botak yang terkenal dengan nama Lay-wangwe, pengirim emas yang mengakibatkan tewasnya ayahnya dan membuat perkara menjadi berlarut-larut sampai kematian Tang-piauwsu itu. Akan tetapi, dia belum yakin benar bahwa si gendut ini hanya merupakan umpan untuk menjebak ayahnya. Bagaimana kalau dia ini benar-benar pengirim emas, sama sekali tidak bersalah?

   "Siapa... siapakah engkau....? Lay-wangwe bertanya dengan sangsi ketika melihat seorang pemuda yang sama sekali tidak pernah dikenalnya. Akan tetapi, Sin Hong melangkah maju.

   "Apakah engkau yang bernama Lay-wangwe?"

   Karena tidak mengenal pemuda itu, muncullah lagak Lay-wangwe yang meman-dang rendah orang lain, apalagi orang ini mengganggunya dan dia tidak melihat adanya gangguan dan dia tidak melihat adanya bahaya mengancam seperti yang dikatakan pelayan tadi.

   "Benar, akulah Lay-wangwe. Engkau siapa dan mau apa?"

   Kemudian dia menoleh ke kanan kiri dan menyambung,

   "Engkau bilang ada bahaya? Engkaulah yang mengatakan ada bahaya tadi, dan di mana bahaya itu?"

   Sin Hong tersenyum.

   "Lay-wangwe, di sinilah letaknya bahaya kalau engkau tidak mau bicara terus terang padaku. Ketahuilah, aku adalah putera dari mendiang Tan-piauwsu, pemimpin Peng-an Piauwkiok yang dahulu mengangkut emasmu ke Tuo-lun! Ingatkah engkau? Engkau datang kepada ayah, mengirim peti berisi emas ke Tuo-lun, kemudian di tengah jalan, ayah dibunuh orang dan engkau menuntut ganti kerugian dan menyita rumah dan perusahaan ayah. Kemudian, terjadi pembunuhan pula atas diri Tang-piauwsu belum lama ini. Nah, katakanlah, apa yang kau ketahui tentang semua pembunuhan itu?"

   Lay-wangwe terbelalak memandang kepada Sin Hong, kemudian dia tersenyum lebar, mengejek.

   "Orang muda, hanya untuk itu engkau berani mengganggu aku? Memang aku yang mengirim emas itu, dan karena hartaku hilang, aku menyita rumah dan perusahaan ayahmu. Aku telah menderita rugi besar dan engkau masih hendak menggangguku? Aku tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan itu!"

   Dan dia pun mem-balikkan tubuhnya hendak masuk lagi.

   "Tunggu dulu!"

   Sin Hong berseru dengan suara keras. Lay-wangwe membalik dan kini matanya menjadi semakin merah dan alisnya berkerut karena dia sudah marah sekali.

   "Engkau mengaku sebagai seorang hartawan di kota raja, akan tetapi ternyata engkau bukan hartawan kota raja karena di sana tidak ada seorang pun mengenalmu! Dan ketika engkau hendak mengirim peti berisi emas itu melalui Ban-goan Piauw-kok, engkau menolak ketika petinya hendak dibuka dan isinya diperiksa, bahkan engkau membatalkan pengiriman itu, lalu mengirimkannya tanpa membuka peti melalui ayahku. Siapakah engkau ini sebenarnya dan apa maksudmu memancing ayah dengan umpan kiriman emas itu untuk menjebaknya?"

   "Bocah kurang ajar! Berani engkau menyelidiki keadaanku? Engkau patut dihajar!"

   Dan tiba-tiba saja, orang yang gendut itu bergerak cepat sekali, menyerang Sin Hong dengan pukulan kedua tangannya dengan bertubi-tubi! Orang akan terkejut sekali melihat betapa "hartawan"

   Lay itu tiba-tiba saja menjadi seorang laki-laki yang ganas dan dapat melakukan penyerangan secepat dan sekuat itu padahal tubuhnya bulat dengan perutnya yang gendut. Sin Hong tentu saja tidak gugup, akan tetapi dia pun agak terkejut karena tidak mengira bahwa Lay-wangwe itu ternyata mampu menyerangnya, bukan hanya dengan cepat sekali, akan tetapi juga dia dapat melihat betapa pukulan-pukulannya mengandung tenaga yang cukup kuat! Kiranya si gendut ini bukan orang sembarangan dan tentu saja kecurigaannya semakin bertambah.

   "Hemmm, kiranya engkau seorang tukang pukul!"

   Katanya sambil miringkan tubuhnya dan ketika kedua tangannya melancarkan pukulan bertubi-tubi itu lewat, tangannya sendiri bergerak menotok dan robohlah tubuh yang berperut gendut itu, tidak mampu bangkit lagi karena tubuh itu terasa lemas oleh totokan Sin Hong! Kini muka orang itu nampak ketakutan karena baru dia tahu bahwa dia berhadapan dengan lawan yang luar biasa lihainya, yang dapat merobohkannya dalam satu gebrakan saja! Sulit untuk dipercaya, akan tetapi kenyataannya demikianlah dan dia mulai merasa ngeri dan takut.

   "Nah, sekarang ceritakan yang sebenarnya. Siapa yang mengatur pancingan dan jebakan itu, siapa yang telah membunuh ayahku dan Tang-piauwsu? Katakan sebetulnya kalau tidak ingin aku terpaksa menggu-nakan kekerasan memaksamu!"

   Sin Hong sengaja menekankan jari tangannya ke pundak orang gendut itu dan orang itu pun menyeringai kesakitan. Penekanan pada jalan darah di pundaknya itu membuat seluruh tubuh bagian atasnya demikian nyeri seperti ditusuki ribuan jarum dan keringat dingin mem-basahi muka dan lehernya.

   "Aku....aku tidak tahu siapa pembunuhnya....aku hanyalah anak buah saja...."

   Katanya dengan suara terputus-putus saking hebatnya rasa nyeri yang dideritanya. Sin Hong melepaskan jarinya.

   "Lalu siapa pemimpinmu? Siapa yang mengutusmu? Jawab!"

   "Tiat....Tiat-liong-pang....!"

   Tiba-tiba dia menjerit dan berkelojotan. Sin Hong terkejut bukan main karena pada saat orang itu tadi mulai membuat pengakuan, ada belasan jarum dan paku beracun menyambar ke arahnya dari depan. Dia cepat mengelak dengan loncatan ke samping dan tangannya mendorong sehingga sisa senjata rahasia itu terpukul angin dorongannya dan runtuh. Akan tetapi ketika dia meman-dang, dia melihat orang gendut itu sudah berkelojotan dengan muka membiru dan mata melotot. Dia melihat bayangan orang berkelebat lari ke dalam rumah itu. Terlambat untuk menyelamatkan si gendut dan dia pun cepat meloncat dan mengejar ke dalam rumah.

   Bayangan yang kelihatan berpakaian hitam itu ternyata memiliki gerakan yang amat cepat. Terdengar jeritan-jeritan wanita ketika Sin Hong berlari cepat memasuki rumah itu. Ternyata wanita-wanita pelacur yang keluar dari kamar masing-masing, terkejut dan ketakutan melihat kejar-kejaran itu, apalagi yang dikejar adalah seorang yang memakai pakaian hitam dan kedok hitam pula! Dengan penuh semangat Sin Hong melakukan pengejaran karena dia merasa yakin bahwa orang itulah yang menjadi kunci rahasia pembunuhan-pembunuhan itu, Setidaknya orang itu tentu yang telah membunuh Tang-piauwsu. Maka dia harus dapat menangkapnya! Orang itu menerjang pintu belakang dan terus melompat ke dalam kegelapan pagi yang masih remang-remang itu. Tiba-tiba ada orang menyambutnya dengan bentakan nyaring.

   "Berhenti!"

   Bentakan itu dibarengi munculnya Ci Hwa dengan pedang telanjang di tangan. Melihat betapa ada seorang gadis berpedang menghadang di depannya, orang itu tidak berhenti, bahkan menerjang dan menyerang Ci Hwa! Tentu saja Ci Hwa terkejut akan kenekatan orang itu dan ia pun menyambut dengan tusukan pedangnya! Akan tetapi, orang itu menangkis dengan tangan kiri dan tangan kanannya tetap saja mencengkeram ke arah dada Ci Hwa!

   "Plakkk!"

   Pedangnya tertangkis oleh tangan kosong itu begitu saja sampai hampir terlepas dari pegangannya dan dadanya terancam cengkeraman. Terpaksa Ci Hwa melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik, kemudian ia membalikkan tubuhnya. Terlambat! Orang yang ternyata luar biasa lihainya itu sudah menendang lututnya dan Ci Hwa terguling. Orang itu menubruk dengan hantaman tangan kanannya ke arah kepala Ci Hwa yang sudah tidak sempat untuk mengelak atau menangkis lagi!

   "Dukkk!"

   Pukulan hebat dari orang berkedok hitam itu tertangkis oleh tangan Sin Hong yang datang tepat pada saat nyawa Ci Hwa terancam bahaya itu. Orang itu mengeluarkan seruan kaget, lalu menye-rang dengan kedua tangan didorongkan ke arah dada Sin Hong. Pukulan jarak jauh! Ini membuktikan bahwa orang berkedok itu memang lihai bukan main. Sin Hong menyambut dengan dorongan penuh tenaga sin-kang dan orang itu terjengkang! Kembali dia mengeluarkan seruan kaget dan terus meloncat jauh dan menghilang ke dalam kegelapan pagi buta itu. Sin Hong tidak mengejar karena mengkhawatir-kan keselamatan Ci Hwa melihat kelihaian orang itu. Siapa tahu masih ada kawanan penjahat di situ yang akan mencelakai Ci Hwa.

   "Engkau terluka, Hwa-moi (adik Hwa)?"

   Tanyanya sambil memegang pundak gadis itu. Ci Hwa menggeleng kepala, lalu bangkit berdiri dan kakinya tidak terluka parah, hanya agak terpincang.

   "Mari kita kejar dia!"

   Kata Sin Hong dan sambil memegang tangan gadis itu, dia pun meloncat dan Ci Hwa merasa seolah-olah tubuhnya diangkat dan dibawa terbang! Sampai beberapa lamanya Sin Hong dan Ci Hwa mencari-cari, namun si kedok hitam itu sudah lenyap.

   "Sayang, dia telah pergi....!"

   Kata Sin Hong yang terpaksa menghentikan larinya. Gadis itu mengangkat muka memandangnya dengan sinar mata penuh kagum, kemudian ia merunduk dan merasa malu sekali untuk bertemu pandang dengan pemuda itu.

   "Hong-ko...."

   "Ya. Kenapa, Moi-moi, engkau tidak terluka parah, bukan?"

   Gadis itu menggeleng kepalanya.

   "Tidak, dan aku terbebas dari maut, berkat pertolonganmu, Hong-ko."

   "Aih, sudahlah, hal itu tidak perlu disebut-sebut lagi. Sayang jahanam itu dapat lolos. Dia tentu tahu banyak tentang rahasia pembunuhan-pembunuhan itu."

   "Siapakah orang berkedok yang lihai itu, Hong-ko?"

   "Aku tidak tahu. Aku berhasil bertemu dengan Lay-wangwe yang gendut itu dan ketika aku mulai mengancamnya untuk mengaku, tiba-tiba dia diserang senjata rahasia dan tewas. Penyerangnya adalah orang berkedok itu maka aku mengejarnya."

   "Ahhh....!"

   Tentu saja Ci Hwa terkejut mendengar bahwa orang she Lay itu tewas pula oleh orang berkedok tadi.

   "Sungguh aku merasa malu dan menyesal sekali, Hong-ko. Aku memandang rendah padamu, mengira engkau tidak sedemikian pandainya sehingga aku ikut membantumu, ternyata bahkan menghalangimu menangkap orang berkedok itu. Kiranya engkau memiliki ilmu kepandaian yang luar biasa tingginya."

   "Sudahlah, Hwa-moi, kalau tidak ada engkau yang menghadangnya, tentu aku tidak sempat bentrok dengannya dan dia sudah lebih dahulu menghilang. Mari kita pulang dan melaporkan hal ini kepada ayahmu karena aku memperoleh keterangan yang cukup penting dari Lay-wangwe. Menurut pengakuannya sebelum dia terbunuh dia hanya diperalat oleh Tiat-liong-pang."

   "Tiat-liong-pang? Perkumpulan apa itu dan di mana?"

   "Aku tidak tahu, sebaiknya kalau kita tanyakan hal itu kepada ayahmu, mungkin dia lebih tahu."

   Benar saja, ketika Kwee-piauwsu mendengar bahwa si gendut Lay itu diperalat oleh Tiat-liong-pang, dia terkejut bukan main.

   "Tiat-liong-pang? Perkumpulan besar di bawah pimpinan Siangkoan Lohan! Sungguh aneh sekali! Perkumpulan itu terkenal amat kuat, dan Siangkoan Lohan adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian amat tinggi. Perkumpulannya terkenal kuat pula dan dia memiliki hubungan dekat dengan istana, bahkan kabarnya dihadiahi puteri dari istana yang menjadi isterinya karena dia banyak berjasa terhadap kerajaan. Apa artinya ini? Mengapa perkumpulan besar seperti Tiat-liong-pang ada hubungannya dengan pembunuhan-pembunuhan ayahmu dan Tang-piauwsu, bahkan kini membunuh Lay-wangwe, kaki tangannya sendiri untuk menutup mulutnya? Apa yang dikehendaki perkumpulan macam Tiat-liong-pang di sini? Sungguh aneh dan sukar dipercaya keterangan orang she Lay itu!"

   "Bagaimanapun juga, keterangan itu mendatangkan jejak baru dan saya akan melakukan penyelidikan ke sana, paman Kwee. Sayang bahwa orang berkedok itu dapat lolos, karena dia pasti tahu akan semua peristiwa pembunuhan itu, bahkan mungkin sekali dialah yang melakukan pembunuhan terhadap ayah dan paman Tang."

   Kwee-piauwsu mengangguk-angguk.

   "Memang tidak ada jalan lain untuk melakukan penyelidikan setelah orang she Lay itu terbunuh. Akan tetapi berhati-hatilah, Sin Hong, karena Tiat-liong-pang adalah sebuah perkumpulan yang amat kuat dan berpengaruh, juga bukan perkumpulan penjahat."

   "Baik, Paman dan terima kasih atas semua nasihat dan bantuan Paman."

   Pada hari itu juga, Sin Hong meninggalkan rumah keluarga Kwee, dan setelah pemuda itu pergi, wajah Ci Hwa nampak murung dan sinar matanya suram. Ayahnya melihat hal ini dan diam-diam merasa heran, akan tetapi belum sempat dia bertanya, pada keesokan harinya pagi-pagi sekali dia mendapatkan bahwa puterinya itu telah pergi meninggalkan rumah tanpa pamit! Hanya terdapat surat di atas meja dalam kamarnya yang memberitahukan ayah ibunya bahwa ia pergi untuk membantu menyelidiki pembunuh Tan-piauwsu dan Tang-piauwsu, untuk mencuci nama ayahnya yang tadinya disangka menjadi pembunuh. Nyonya Kwee menangis dan merasa khawatir sekali, membujuk suaminya agar mencari dan mengajak kembali Ci Hwa. Akan tetapi suaminya menghiburnya.

   "Ia sudah dewasa dan sudah memiliki bekal kepandaian silat yang cukup kuat untuk menjaga diri sendiri. Biarlah ia mencari pengalaman selagi masih bebas."

   Demikian dia berkata kepada isterinya, akan tetapi diam-diam dia mengharapkan puterinya itu dapat bertemu dan bekerja sama dengan Sin Hong karena Kwee-piauwsu merasa suka sekali kepada Sin Hong yang mirip ibunya, wanita yang pernah dikasihinya itu, dia mengharapkan untuk menjodohkan puterinya dengan pemuda itu!. Sementara itu, setelah meninggalkan rumah keluarga Kwee, Sin Hong tidak langsung pergi ke luar kota untuk menyelidiki Tiat-liong-pang, melainkan singgah di bekas rumah orang tuanya. Dia melihat betapa bangunan itu, baik kantor piauwkiok maupun rumah tinggalnya, telah dibikin betul, kelihatan baru dan dicat baru pula. Hampir dia tidak mengenal lagi tempat di mana dia tinggal sejak lahir sampai berusia belasan tahun. Ciu-piauwsu menyambutnya dengan wajah gembira.

   "Tan Sin Hong, engkau baru datang? Bagaimana dengan hasil penyelidikanmu?"

   Tanyanya langsung setelah pemuda itu dipersilakan. Karena Ciu-piauwsu merupakan satu-satunya orang dari pihak ayahnya yang mengetahui akan semua urusannya itu Sin Hong lalu menceritakan dengan singkat tentang semua hasil usahanya. Betapa dia gagal menemukan Lay-wangwe di kota raja, betapa kemudian dia menyelidiki keluarga Kwee-piauwsu dan atas bantuan keluarga itu dia berhasil menemukan Lay-wangwe di Ban-goan dan kembali ada pembunuhan, yaitu terhadap diri si gendut itu, oleh seorang berkedok.

   "Sayang aku tidak dapat menangkap orang berkedok itu,"

   Dia mengakhiri ceritanya.

   "Akan tetapi Lay-wangwe telah meninggalkan suatu pengakuan yang dapat merupakan jejak baru dalam penyelidikanku, paman Ciu."

   "Ah, benarkah? Apa saja yang diakuinya?"

   Ciu-piauwsu mendesak.

   "Menurut pengakuan-nya sebelum dia tewas oleh senjata rahasia orang berkedok itu, dia hanya diperalat oleh Tiatliong-pang."

   "Ohhh....!"

   Wajah Ciu-piauwsu berubah dan matanya terbelalak, dia nampak terkejut bukan main.

   "Kenapa, Paman?"

   "Celaka, tentu orang gendut botak itu telah membohongimu. Mana mungkin Tiat-liong-pang mencampuri urusan ini? Tiat-liong-pang adalah sebuah perkumpulan besar dan kuat dipimpin oleh Siangkoan Lohan, seorang kakek yang gagah perkasa dan memiliki ilmu kepandaian tinggi. Mana mungkin melakukan kejahatan? Tentu si gendut itu membohongimu!"

   

Kisah Pendekar Pulau Es Eps 30 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 23 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 20

Cari Blog Ini