Ceritasilat Novel Online

Suling Naga 29


Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 29



"Tutup mulutmu yang kotor!"

   Siu Kwi membentak dan menyerang ke arah Thian Kek Seng-jin yang masih tertawa. Panas hatinya mendengar dirinya dihina di depan Yo Jin. Ketika tosu Pek-lian-kauw itu mengelak sambil memutar tongkatnya untuk balas menyerang, Siu Kwi sudah mencahut pedangnya dan menangkis. Ia tadi sudah mengambil senjata ini dan begitu menangkis, iapun menusuk dengan ganasnya.

   "Tranggg...." bunga api berpijar ketika pedangnya kini ditangkis dlari samping oleh Ok Cin Cu yang menggunakan tongkat ular hitamnya.

   Ketua cabang Pek-lian-kauw itupun menerjang dengan tongkat naga hitam, untuk membantu kawannya. Kembali terjadi pengeroyokan. Akan tetapi Siu Kwi mengamuk dengan hebat. Pedangnya lenyap berubah menjadi sinar bergulung-gulung yang menyelimuti tubuhnya. Yo Jin memandang bengong. Baru dia tahu bahwa wanita yang dicintanya itu sama sekali bukanlah seorang wanita lemah, melainkan seorang ahli silat yang amat lihai! Kini diapun sadar mengapa dalam perkelahian-perkelahiannya, dia selalu menang walaupun dikeroyok, dan kini terjawab pula keanehan ketika para pengeroyoknya mencabut belati akan tetapi tidak sempat mempergunakan senjata itu. Tentu Siu Kwi bukan siluman betina, melainkan seorang pendekar wanita yang berkepandaian tinggi!

   "Kwi Moi....!"

   Keluhnya dengan terharu.

   Seorang pendekar wanita telah bersikap demikian baik kepadanya! Kini dia menonton dengan hati yang tidak karuan rasanya. Ada rasa heran, bangga, akan tetapi juga kegelisahan besar melihat betapa kini kekasihnya itu dikeroyok oleh banyak orang. Para pengawal itu sudah mendengar bahwa banyak rekan mereka sore tadi dilukai oleh wanita ini. Maka, merekapun tidak tinggal diam dan ikut menyerang. Hasilnya sungguh celaka bagi mereka. Begitu ada para pengawal ikut menyerang, gulungan sinar pedang Siu Kwi semakin melebar dan setiap kali ada sinar mencuat dari gulungan cahaya itu, terdengar pekik disusul robohnya seorang pengawal. Dalam waktu sebentar saja, tidak kurang dari tujuh orang pengawal roboh dan terluka oleh ujung pedang di tangan Siu Kwi! Melihat ini, dua orang tosu itu menjadi marah.

   "Kalian semua mundur! Biarkan kami berdua yang menangkapnya!"

   Teriak Thian Kek Seng-jin. Mendengar teriakan ini, para pengawal itu mundur karena merekapun jerih melihat betapa dalam segebrakan saja, setiap orang rekannya yang berani menyerang pasti roboh terluka. Kini mereka mengepung sambil menonton dua orang tosu itu mengeroyok Siu Kwi! Seperti sore tadi, kembali Siu Kwi dikeroyok dua. Kali ini mereka berkelahi lebih mati-matian karena pedang di tangan Siu Kwi kini tidak sungkan-sungkan lagi, mengirim serangan maut yang amat berbahaya. Namun, seperti juga tadi. Siu Kwi belum cukup kuat untuk menghadapi pengeroyokan dua orang tosu yang amat lihai itu,

   Setelah lewat lima puluh jurus, gulungan sinar pedangnya makin menyempit dan iapun terdesak terus oleh dua batang tongkat panjang dan pendek itu. Apa lagi seperti tadi, Thian Kek Seng-jin mengeluarkan bentakan-bentakan yang mengandung kekuatan sihir untuk melemahkan lawan, maka Siu Kwi hamir tidak mampu balas menyerang lagi, melainkan hanya mengelak dan menangkis sambil mundur. Yo Jin tidak dapat mengikuti perkelahian itu dengan baik karena selain dia berdiri di belakang pintu jeruji yang sempit, juga jalannya perkelahian itu telampau cepat baginya sehingga ia tidak dapat mengikuti dengan andang matanya yang menjadi kabur. Dia hanya melihat gulungan sinar putih dari pedang Siu Kwi dikurung dua gulungan sinar hitam, dan kadang-kadang saja nampak tubuh tiga orang itu atau kaki mereka yang menginjak tanah. Namun, hatinya merasa khawatir sekali.

   "Bukkk....!"

   Sebuah pukulan tongkat Thian Kek Seng-jin mengenai punggung Siu Kwi dan sedikit darah keluar dari mulut wanita itu. Ia telah terluka. Maka iapun tahu bahwa sekali ini ia juga tidak berhasil. Diputarnya pedangnya dengan nekat sambil membalikkan tubuhnya. Para pengawal yang berada di belakangnya menjadi panik, apa lagi ketika ketika dua orang pengawal roboh. Terpaksa mereka mundur dan membuka kepungan. Siu Kwi menerobos keluar dan meloncat ke dalam kebun, terus meloncat naik ke atas tembok pagar dan melarikan diri. Seperti sore tadi, dua orang tosu itu tidak mengejarnya, melainkan tertawa mengejek. Terhuyung-huyung Siu Kwi lari memasuki hutan. Ketika tiba di tengah hutan, di bagian terbuka, iapun menjatuhkan diri di atas rumput, menelungkup dan menangis!

   Ia bukan menangis karena lukanya, melainkan menangis karena tidak mampu manyelamatkan Yo Jin. Kalau ia mengingat kembali betapa Yo Jin berdiri di belakang pintu jeruji dengan kaki tangan terbelenggu dan pucat, ia merasa kasihan sekali dan tangisnya makin mengguguk. Akan tetapi, wanita yang keras hati ini segera dapat menguasai dirinya. Tugasnya masih belum selesai. Yo Jin belum diselamatkan. Dan ia kembali terluka, sekali ini lebih parah karena pukulan dengan tenaga sin-kang itu telah mengakibatkan luka dalam, walaupun tidak amat berbahaya namun membutuhkan pengobatan dengan segera. Diusirnya bayangan Yo Jin yang melemahkan batinnya. Siu Kwi mengeluarkan obat dan menelan dua butir pil merah Kemudian iapun duduk bersila untuk mengumpulkan hawa murni, mengobati lukanya dan memulihkan tenaganya.

   Ia terus bersila sampai pagi, kesehatannya berangsur-angsur pulih, dan juga tenaganya mulai pulih kembali. Matahari mulai meneroboskan cahayanya melalui celah-celah ranting dan daun pohon, namun Siu Kwi masih bersamadhi dengan lelap. Demikian lelapnya sampai ia tidak tahu bahwa di dalam hutan itu muncul dun orang yang sejak tadi mengintainya. Baru setelah dua orang itu melangkah dekat menghampirinya, ia sadar dan cepat ia membuka mata. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika ia mengenal mereka sebagai Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin! Akan tetapi rasa kaget ini juga dibarengi kemarahan yang meluap-luap karena kedua orang inilah yang telah menggagalkan usahanya untuk membebaskan Yo Jin. Maka ia meloncat dan menghadapi dua orang tosu itu dengan sepasang mata bernyala ganas penuh kebencian.

   "Dua tosu jahanam, kalian masih hendak mendesakku? Baik, aku akan mengadu nyawa dengan kalian!"

   Bentaknya dan iapun sudah memasang kuda-kuda, siap untuk berkelahi mati-matian. Akan tetapi dua orang tosu itu sama sekali tidak memperlihatkan sikap bemusuh, bahkan tersenyum.

   "Bi-kwi...."

   "Namaku Ciong Siu Kwi dan aku tidak mau menggunakan julukan itu lagi!"

   Bentak Siu Kwi memotong kata-kata Ok Cin Cu. Kakek tinggi besar berperut gendut dengan rambut riap-riapan ini tertawa bergelak.

   "Ha-ha-ha, harimau hendak berganti bulu domba, ya? Baiklah, nona Ciong Siu Kwi, kami datang bukan untuk mendesakmu, melainkan untuk berdamai denganmu."

   Siu Kwi memandang dengan mata tajam penuh selidik. Tentu saja ia tidak dapat mempercaya begitu saja kepada orang-orang seperti tosu itu.

   "Apa kehendak kalian?"

   Tanyanya singkat, masih bersikap seperti seorang musuh.

   "Ha-ha, bukankah engkau menghendaki agar pemuda she Yo itu kami bebaskan?"

   Kini Thian Kek Seng-jin, ketua cabang Pek-lian-kauw bertanya. Mendengar pertanyaan ini, sepasang mata Siu Kwi berkilat. Tentu saja timbul gairahnya mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi ia seorang cerdik, dan cepat wajahnya nampak biasa seolah-olah pertanyaan itu bukan merupakan penawaran yang memikat hatinya.

   "Hal yang sudah jelas itu mengapa kau tanyakan lagi?"

   Ia balas bertanya. Kembali dua orang tosu itu tersenyum lebar.

   "Kita adalah orang-orang segolongan dalam dunia persilatan, karena itu, perlu apa kita harus saling bermusuhan? Sebaiknya kalau kita bekerja sama, saling bantu, bukankah hal itu akan lebih menguntungkan kita kedua pihak?"

   Kata pula Thian Kek Seng-jin yang lebih pandai bicara dibandingkan Ok Cin Cu.

   "Kau maksudkan, kalian akan membebaskan Yo Jin dan sebagai gantinya aku harus melakukan sesuatu untuk kalian?"

   "Ha-ha-ha, ia memang seorang wanita yang amat cerdik, toyu!"

   Ok Cin Cu tertawa girang dan Thian Kek Seng-jin mengangguk-angguk.

   "Tepat dugaanmu, nona Ciong. Engkau membutuhkan pembebasan Yo Jin, dan kami berdua juga mempunyai kebutuhan yang kami harapkan akan mendapat bantuanmu agar terlaksana."

   "Katakan, apa yang harus kulakukan untuk membantu kalian?"

   "Kami berdua mempunyai kebutuhan masing-masing, dan kami akan membebaskan Yo Jin kalau engkau suka memenuhi dua permintaan kami untuk kebutuhan kami itu. Bagaimana, nona Ciong?"

   Tanya pula Thian Kek Seng-jin.

   "Katakan, apa yang harus kulakukan."

   Jawab Siu Kwi dan di dalam batinnya, wanita ini tentu saja sudah menyetujui permintaan mereka. Apapun akan ia lakukan demi menyelamatkan Yo Jin, pria yang dicintanya itu. Thian Kek Seng-jin memandang kepada Ok Cin Cu, kemudian kepada Siu Kwi lagi sambil berkata.

   "Biarlah sahabat Ok Cin Cu akan menceritakan sendiri permintaannya. Adapun pinto ingin engkau membantu pinto menghadapi seorang musuh besar. Kami sudah maju berdua, namun belum dapat menandinginya. Kalau engkau maju membantu kami, aku yakin akan dapat mengalahkan musuh besar itu."

   Siu Kwi terkejut. Kalau dua orang seperti tosu Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw ini saja tidak mampu menandingi orang itu, tentu musuh besar Thian Kek Seng-jin itu seorang yang lihai bukan main. Akan tetapi ia hanya membantu mereka berdua, dan hal ini tentu saja tidak berat baginya. Hanya, ia sudah mengambil keputusan tidak melakukan perbuatan jahat, maka iapun ingin tahu lebih dahulu siapa orang yang akan mereka keroyok itu.

   "Siapakah orang itu?"

   "Dia adalah seorang keturunan pendekar Pulau Es."

   Siu Kwi terkejut dan mengerutkan alisnya. Keluarga Pulau Eslah yang telah menghancurkan semua cita-citanya, dan biarpun tadinya ia sudah tidak mau memikirkan hal itu dan tidak mau menanam persiapan dengan siapapun, akan tetapi sedikit banyak ada perasaan tidak suka terhadap keluarga Pulau Es dalam hatinya. Maka mendengar bahwa musuh besar ketua cabang Pek-lian-kauw ini adalah seorang ang-gauta keluarga Pulau Es, iapun tanpa berpikir panjang lagi lalu mengangguk.

   "Baiklah! Aku akan membantu kalian menghadapi musuh itu, dan kalian harus membebaskan Yo Jin."

   "Heh-heh, nanti dulu! Tiba-tiba Ok Cin Cu berkata sambil menyeringai sehingga nampak mulutnya yang tinggal mempunyai beberapa buah gigi yang besar-besar.

   "Itu adalah syarat yang diajukan sahabat Thian Kek Seng-jin, sedangkan syarat dari pinto masih belum. Kalau engkau membantu menghadapi musuh itu, berarti baru separuh dari syarat kami kau penuhi. Engkau tentu tidak ingin kami membebaskan separuh badan orang she Yo itu, bukan? Kau memilih dari pingang ke atas atau dari pinggang ke bawah yang harus dibebaskan?"

   Siu Kwi tidak mau menyambut kelakar ini. Tentu saja ia tidak mau mendapatkan setengah saja dari badan Yo Jin.

   "Katakanlah, apa syaratmu!"

   Katanya cepat dan ketus. Ok Cin Cu menyeringai dan Thian Kek Seng Jin mentertawakan temannya itu. Akan tetapi yang ditertawakan sama sekali tidak merasa malu, bahkan nampak gembir sekali ketika berkata,

   "Ciong Siu Kwi, sudah lama sekali pinto mendengar akan nama Bi-kwi yang selain lihai ilmu silatnya, juga lihai sekali dalam hal lain mengenai pria. Nah, ilmu silatmu sudah pinto lihat dan rasakan. Akan tetapi pinto ingin membuktikan sendiri kelihaianmu dalam hal yang lain itu. Pinto ingin agar engkau tidur bersama pinto satu malam dan melayani pinto. Baru pinto mau membebaskan Yo Jin seutuhnya!"

   Kalau lain wanita yang diajukan itu, tentu ia akan merasa malu dan tersinggung sekali. Akan tetapi, bagi Siu Kwi, hubungan dengan pria bukan merupakan hal yang aneh. Sejak remaja ia sudah melayani Sam Kwi, tiga orang gurunya yang juga sudah kakek-kakek,

   Dan selama ia bertualang sebagai Bi-kwi, entah sudah berapa banyak pria yang dipermainkannya uutuk melampiaskan napsunya. Permintaan terang-terangan dari Ok Cin Cu itu dianggapnya biasa saja, walaupun ia merasa terhina karena biasanya, ialah yang memilih laki-laki. Kecuali Sam Kwi, belum pernah ia melayani pria secara terpaksa. Akan tetapi, sekali ini, ia tidak berani marah, ia akan melakukan apa saja untuk pembebasan Yo Jin dan syarat yang diajukan oleh Ok Cin Cu itu, baginya adalah lebih berat dari pada syarat yang diajukan Thian Kek Seng-jin. Menyerahkan badannya bagi Siu Kwi tidak ada artinya, karena hatinya sudah ia serahkan sebulatnya kepada satu orang saja, yaitu Yo Jin! Dan ia melakukan itu bukan karena penyelewengan, bukan karena pemuasan nafsu, melainkan semata-mata untuk menyelamatkan Yo Jin!

   "Baik, kuterima syaratmu. Nah, sekarang kalian bebaskan Yo Jin, dan aku akan memenuhi syarat kalian!"

   "Ho-ho-ho, jangan tergesa-gesa, nona manis Thian Kek Seng-jin berseru.

   "Kami yang mengajukan syarat, maka kami harus melihat syarat-syarat itu terlaksana lebih dulu, baru kami akan membebaskan Yo Jin."

   Betapa mendongkolnya rasa hatinya, terpaksa Siu Kwi menurut. Pagi hari itu juga kedua orang tosu mengajak Siu Kwi untuk membantu mereka menghapi musuh besar Thian Kek Seng-jin.

   Hari telah siang ketika mereka bertiga tiba dilereng sebuah bukit tandus yang penuh dengan batu-batu besar dan guha-guha. Dan di sebuah di antara guha-guha itulah terdapat musuh besar yang dimaksudkan! Laki-laki itu sedang duduk bersila dimulut guha ketika Ok Cin Cu, Thian Kek Seng-jin dan Ciong Siu Kwi memandang penuh perhatian. Hatinya tertarik untuk melihat orang yang demikian lihainya sehingga dua orang tosu seperti Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin sampai tidak mampu menandinginya. Laki laki itu belum tua benar, paling banyak empat puluh tahun usianya. Mukanya bulat dengan kulit yang agak gelap, namun bentuk mukanya tampan dan gagah, juga terawat rapi. Rambutnya yang dikuncir mengkilap bersih dan halus karena minyak, wajahnya juga bersih, tidak ditumbuhi brewok karena agaknya dia rajin mencukur kumis dan jenggotnya.

   Pakaiannya juga baik dan bersih, bahkan agak mewah. Seorang pria yang pesolek, pikir Siu Kwi. Ia belum pernah bertemu dengan pria ini. Di punggung pria yang duduk bersila itu nampak sepasang pedang beronce biru dan sarungnya terukir indah. Pria yang gagah ini memang benar keluarga Pulau Es. Bahkan dia masih cucu dari mendiang Pendekar Super Sakti dari Pulau Es, karena dia adalah Suma Ciang Bun! Seperti kita ketahui, delapan tahun yang lalu, Suma Ciang Bun menyelamatkan nyawa Gu Hong Beng yang kemudian selama tujuh tahun digemblengnya di pegunungan. Setelah Hong Beng menjadi seorang pemuda yang lihai, Suma Ciang Bun mengutus muridnya itu untuk memperluas pengalam-an dan pengetahuan, pergi ke kota raja untuk melakukan penyelidikan terhadap pembesar Hou Seng. Dan seperti telah diceritakan di bagian depan,

   Akhirnya dengan bergabung bersama para pendekar sakti, Hong Beng membantu runtuhnya kekuasaan yang dibentuk oleh Hou Seng itu. Sementara itu Suma Ciang Bun sendiri menyepi ke gunung-gunung untuk bertapa. Seperti biasa di sepanjang perjalanannya, kalau melihat hal-hal yang tidak adil, dia pasti turun tangan sebagai seorang pendekar. Dan sudah beberapa pekan lamanya dia berada di pegunungan tandus itu, menanti kembalinya Hong Beng karena dia sudah berpesan kepada muridnya itu agar dua tahun kemudian datang mencarinya di pegunungan tandus itu. Kehadirannya di dalam guha di gunung itu diketahui oleh Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin. Dua orang tokoh besar Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw ini segera mengenal pendekar keturunan keluarga Pulau Es ini dan semenjak dahulu memang kedua aliran ini menganggap keluarga Pulau Es sebagai musuh besar.

   Semenjak jaman Pendekar Super Sakti masih muda, kedua aliran ini, terutama sekali Pek-lian-kauw, sudah memusuhi Pendekar Pulau Es. Melihat Suma Ciang Bun, tentu saja Thian Kek Seng-jin yang kebe-tulan berada di situ cepat turun tangan menyerang. Akan tetapi, dia tidak dapat menandingi kelihaian Suma Ciang Bun. Bahkan ketika Ok Cin Cu membantunya, dua orang tosu itu tetap saja kewalahan dan akhirnya mereka melarikan diri. Itulah sebabnya, melihat kelihaian Siu Kwi, Thian Kek Seng-jin lalu mempunyai akal untuk mengajak wanita itu membantunya dengan janji akan membebaskan Yo Jin dan seperti telah diperhitungkan-nya, Siu Kwi yang benar-benar jatuh cinta kepada Yo Jin, tak dapat menolak syaratnya. Dengan hati besar karena mereka kini datang bertiga, Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin tertawa melihat musuh besar itu masih duduk bersila.

   "Ha-ha-ha, Suma Ciang Bun! Kematianmu sudah berada di depan mata. Bangunlah dan terimalah kematianmu di tangan kami! Thian Kek Seng-jin berseru dengan nyaring sedangkan Ok Cin Cu hanya tertawa bergelak. Siu Kwi tidak bertanya, hanya memandang tajam dan mengamati gerak-gerik orang yang sedang duduk bersila itu. Tiba-tiba saja Siu Kwi berseru,

   "Awas jarum....!"

   Ketika Suma Ciang Bun menggerakkan tangan kirinya. Jarum-jarum halus sekali menyambar ke arah mereka bertiga. Dua orang tosu itu terkejut sekali dan merekapun cepat meloncat ke pinggir sambil mengebutkan lengan baju. Siu Kwi sendiri meloncat tinggi sehingga beberapa jarum yang menyambar kearahnya lewat di bawah kakinya. Hebat bukan main serangan jarum-jarum halus itu, dilakukan oleh Suma Ciang Bun yang masih duduk bersila sambil memejamkan kedua matanya.

   Pendekar itu menyerang mereka hanya mengandalkan pendengarannya saja. Ketika mereka bertiga sudah berdiri tegak kembali dan memandang, ternyata Suma Ciang Bun kini sudah bangkit, menghadapi mereka dengan alis berkerut. Siu Kwi agak gentar melihat sinar mata yang mencorong itu dan ia dapat menduga bahwa pendekar ini berwatak keras. Suma Ciang Bun tadi menyerang mereka dengan jarum-jarumnya karena pendekar ini merasa jengkel bahwa samadhinya di ganggu oleh dua orang tosu yang sudah pernah dikalahkannya itu. Akan tetapi dia mendengar seruan seorang wanita dan melihat betapa wanita itu dengan gerakan yang luar biasa ringannya telah meloncat ke atas ketika menghindarkan diri diri sambaran jarum-jarumnya. Tahulah dia bahwa dua orang tosu itu telah datang lagi membawa seorang teman yang amat lihai.

   "Siapakah engkau yang membantu Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw? Aku tidak pernah bermusuhan denganmu!"

   Suma Ciang Bun memandang tajam kepada wanita cantik pesolek itu. Sebelum Ciong Siu Kwi yang merasa bimbang itu menjawab, Thian Kek Seng-jin sudah mendahuluinya.

   "Ha-ha, engkau tidak mengenal Bi-kwi murid mendiang Sam Kwi yang tewas di tangan para pendekar Pulau Es?"

   Memang Thian Kek Seng-jin ini cerdik sekali. Dia sudah tahu akan keadaan Siu Kwi, maka dia segera menghadapkan wanita yang membantunya itu sebagai musuh besar Suma Ciang Bun. Mendengar bahwa wanita itu adalah murid Sam Kwi yang menjadi tokoh-tokoh besar dunia sesat, Ciang Bun tidak merasa heran kalau wanita itu kini membantu musuh-musuhnya.

   "Bagus!"

   Serunya marah.

   "Kalian memang harus dibasmi dan sekali ini aku tidak mau kepalang tanggung!"

   Berkata demikian, Suma Ciang Bun menggerakkan tangan mencabut sepasang pedangnya. Sepasang pedang yang mengeluarkan sinar berkilauan berada di kedua tangannya dan diapun sudah berdiri dengan tegak, sikapnya menantang. Ok Cin Cu sudah melintangkan tongkat ular hitamnya yang dimainkan sebagai pedang,

   Sedangkan Thian Kek Seng-jin menggerakkan tongkat naga hitam sebagai sebatang tongkat panjang yang ampuh. Melihat ini, teringat akan janjinya, Siu Kwi juga melolos pedangnya ikut mengepung pendekar itu. Ciang Bun sudah pernah bertanding melawan pengeroyokan dua orang tosu itu dan dia maklum bahwa tingkat kepandaian mereka itu hanya sedikit selisihnya dengan tingkatnya sendiri. Kalau dia mampu mengalahkan mereka kanyalah karena ilmu silatnya yang luar biasa sehingga dua orang kakek itu menjadi bingung dan kacau dibuatnya. Akan tetapi, tenaga mereka tidak lebih kecil dari pada tenaga sin-kangnya walaupun dia sudah menguasai dua macam tenaga sakti yang bertentangan dari Pulau Es, yaitu Hui-yang Sin-kang dan Swat-im Sin-kang. Sayang bahwa dia tidak pernah berhasil menguasai kedua sinkang itu sampai ke puncaknya.

   Biarpun tidak begitu mudah baginya mengalahkan pengeroyokan dua orang tosu itu, namun dia percaya bahwa sekali inipun dia akan mampu mengalahkan, bahkan mungkin merobohkan mereka, kalau saja di situ tidak ada si wanita yang memiliki gerakan demikian ringannya. Untuk menguji sampai di mana kehebatan wanita itu, dia lalu langsung menggerakkan tubuhmya menyerang Siu Kwi dengan pedang kanannya yang menusuk ke arah dada disambung dengan gerakan pedang kiri yang dari atas membacok ke arah kepala. Serangan ini cepat dan hebat karena merupakan bagian dari ilmu silat Siang-mo Kiam-sut (Ilmu Pedang Sepasang Iblis), jurus yang dinamakan Siang-mo jio-cu (Sepasang Iblis Berebut Mustika).

   Jurus ini dapat dikembangkan dengan serangan-serangan kanan kiri yang berlawanan atau berbeda arahnya dan sambung-menyambung menjadi serangkaian serangan yang amat berbahaya. Melihat betapa sepasang pedang itu menyerangnya dari depan dan atas, berarti hanya satu jurusan saja, Siu Kwi yang memiliki gerakan cepat itu karena ia telah mengerahkan gin-kang (ilmu meringankan tubuh), cepat membuang diri ke kiri untuk mengelak. Akan tetapi sambil mengelak, ia telah menusukkan pedangnya dari samping ke arah lambung lawan disusul tendangan kilat ke arah lutut. Karena maklum bahwa ia berhadapan dengan lawan tangguh, maka Siu Kwi bergerak cepat, begitu diserang, mengelak sambil membalas dengan tidak kalah hebatnya.

   "Cringgg....!"

   Ciang Bun terkejut melihat kehebatan wanita itu. Tepat dugaannya bahwa wanita itu lihai, buktinya, menghadapi serangannya tadi, dapat langsung saja membalas. Dia menangkis dengan pedang kirinya dan membabat kaki yang menendang dengan pedang kanan. Akan tetapi Siu Kwi sudah menarik kakinya dan meloncat ke belakang untuk mengatur kedudukannya.

   Pada saat itu Ok Cin Cu sudah menyerang dari samping, menusukkan tongkat ular hitam ke arah leher, sedangkan dari belakang, Thian Kek Seng-jin juga menyerang dengan babatan tongkat panjangnya ke arah kaki! Ciang Bnn cepat memutar tubuh, menangkis tongkat yang menusuk leher, kemudian dia meloncat ke atas membiarkan tongkat lewat di bawah kakinya, tubuhnya terus meluncur ke depan, masih menyerang Siu Kwi! Kini sepasang pedangnya itu bergerak dari kanan kiri dengan jurus Siang-mo Koan-bun (Sepasang Iblis Menutup Pintu). Gerakannya ini memang merupakan lingkaran sinar pedang yang menutup jalan keluar lawan. Lawan yang diserangnya tidak akan mempu mengelak ke kanan atau ke kiri lagi sehingga tidak ada kesempatan untuk balas menyerang. Namun, Siu Kwi mengenal serangan berhahaya.

   Ia mempergunakan kelincahan tubuhnya, sudah meloncat ke belakang sehingga kembali serangan Ciang Bun yang amat cepat itu luput dari sasaran! Hal ini membuat Ciang Bun penasaran dan pada saat itu, melihat betapa kedua orang tosu sudah menerjangnya lagi dari kanan kiri, dia memutar sepasang pedangnya menyambut. Berkali-kali terdengar bunyi nyaring dan nampak bunga api berpijar kalau pedang di tangan pendekar itu bertemu dengan tongkat lawan. Siu kwi yang melihat berapa pendekar itu agaknya berbalik hendak mendesak dua orang tosu, sudah cepat menerjang dengan serangan-serangan pedangnya yang sinarnya bergulung-gulung. Tentu saja serangan-serangan wanita ini tak dapat dipandang ringan dan memecah perhatian Ciang Bun yang terpaksa harus melayani tiga orang pengeroyoknya yang tangguh.

   Kalau ada yang menonton pertandingan ini, tentu orang akan merasa kagum bukan main, walaupun cepatnya gerakan mereka membuat mata biasa sukar untuk dapat mengikuti pertandingan, sukar melihat siapa yang terdesak dan siapa yang mendesak. Yang nampak hanya gulungan sinar senjata mereka, dan bayangan tubuh mereka terbungkus gulungan sinar itu, hanya kadang-kadang saja nampak bayangan mereka dan kaki mereka menyentuh tanah. Suma Ciang Bun adalah seorang keturunan langsung dari keluarga Pulau Es dan dia sudah menguasai ilmu-ilmu yang luar biasa tingginya. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa yang menjadi penentu terakhir mengenai tinggi rendahnya tingkat seorang ahli silat, adalah si orang itu sendiri, bukan ilmunya.

   Ilmu silat memang ada yang bagus ada yang buruk ada yang lambat ada yang cepat, ada yang praktis tanpa kembangan ada yang memakai banyak kembangan. Namun, setelah dikuasai seseorang, tentu saja sifat-sifat itu terseret oleh keadaan orang itu sendiri. Dan perlu diketahui bahwa sejak kecilnya, bakat ilmu silatnya tidaklah begitu menonjol dan kalah jauh kalau dibandingkan dengan keturunan keluarga Pulau Es yang lain. Ilmu-ilmu silat yang dikuasainya memang hebat bukan main, akan tetapi tidak mencapai tingkat yang terlalu tinggi sehingga menghadapi pengeroyokan tiga orang yang lihai ini, Suma Ciang Bun mulai terdesak hebat. Perhitungan Thian Kek Seng-jin memang tepat. Dia dan Ok Cin Cu tidak mampu menandingi Suma Ciang Bun dan hal ini membuat dia merasa penasaran bukan main.

   Dia tidak tahu siapa lagi yang dapat dimintai bantuannya. Ketika dia dan Ok Cin Cu bentrok dengan Siu Kwi dan melihat kelihaian wanita itu, terutama sekali kecepatan gerakannya, tahulah dia bahwa kalau wanita ini dapat membantunya, maka dia tentu akan mampu mengalahkan pendekar Pulau Es itu. Betapapun juga, ilmu-ilmu silat yang dimainkan Suma Ciang Bun memang hebat sekali sehingga walaupun tiga orang itu mampu mengepung ketat dan mendesak sampai seratus jurus lamanya belum juga mereka bertiga itu mampu mengalahkan Suma Ciang Bun yang masih melawan dengan gigih. Akan tetapi kini pendekar itu lebih banyak bertahan dan melindungi diri dari pada menyerang. Tiba tiba tongkat ular hitam di tangan Ok Cin Cu menusuk ke arah leher Ciang Bun dari kiri,

   Dibarengi dengan pukulan tongkat naga hitam ke arah pinggangnya dari kanan Ciang Bun tidak sempat mengelak lagi, terpaksa menggunakan sepasang pedangnya menangkis ke kanan kiri dengan jurus Siang-mo Khai-bun (Sepasang Iblis Membuka Pintu). Jurus ini bukan hanya menangkis, melainkan dilanjutkan dengan serangan balasan yang hebat. Akan tetapi pada saat dia menangkis, nampak sinar pedang meluncur ganas dari depan, yaitu pedang yang diserangkan oleh Siu Kwi ke arah dadanya. Serangannya sedemikian cepatnya sehingga Ciang Bun merasa terkejut. Dengan menggunakan pantulan tenaga ketika menangkis tongkat naga hitanm, pedang kanannya mental dan meluncur, memapaki sinar pedang Siu Kwi dari depan, sedangkan pedang kirinya dengan tenaga sin-kang masih menempel tongkat ular hitam.

   "Cringgg....!"

   Siu Kwi mengeluarkan seruan kaget karena pedangnya hampir terlepas dari pe-gangannya ketika bertemu dengan kerasnya dengan pedang lawan. Akan tetapi pada saat itu, tongkat naga hitam menyambar dari belakang dan tidak dapat dielakkan atau ditangkis oleh Ciang Bun lagi.

   "Bukkk....!"

   Tubuh Ciang Bun terlempar keras, terbanting dan terguling-guling. Dia menderita luka parah oleh pukulan tongkat yang mengenai punggungnya itu, maka ketika dia terguling-guling, dia sengaja bergulingan dengan cepat, kemudian meloncat dan melarikan diri. Pendekar ini maklum bahwa dia telah terluka dan kalau tidak melarikan diri, tentu tiga orang lawan itu akan membunuhnya.

   "Kejar dia....!"

   Thian Kek Seng-jin berseru marah ketika melihat lawan yang sudah terluka itu melarikan diri.

   "Kenapa mesti dikejar?"

   Siu Kwi membantah.

   "Dia sudah kalah dan lari."

   "Kejar! Kita harus membunuhnya!"

   Thian Kek Seng-jin berteriak dan diapun mengejar diikuti Ok Cin Cu, Siu Kwi terpaksa ikut mengejar.

   "Jangan mencari penyakit!"

   Kembali ia berkata sambil berlari di samping kakek itu.

   "Jangan mendesak terus. Bagaimana kalau muncul tokoh-tokoh Pulau Es lainnya? Dia hanya tokoh kecil saja! Aku sudah banyak bertemu dengan mereka, yang kepandaiannya jauh lebih tinggi dari dia!"

   Thiar Kek Seng-jin mencari-cari akan tetapi bayangan Suma Ciang Bun tak nampak lagi. Juga dia mulai jerih mendengar kata-kata Siu Kwi. Baru mengalahkan Suma Ciang Bun sekarang saja sudah demikian repotnya, apa lagi kalau muncul tokoh Pulau Es lain-nya yang lebih lihai. Pula, kalau wanita ini tidak mau membantunya, dia dan Ok Cin Cu juga tidak berdaya menghadapi tokoh yang mereka kejar-kejar itu. Maka, biarpun hatinya kurang puas karena dia tidak berhasil membunuh musuhnya, terpaksa dia memghentikan pengejarannya. Ketika Ok Cin Cu pada malam itu menuntut syaratnya, diam-diam Siu Kwi bergidik memandang ka-kek berusia hampir tujuh puluh tahun yang bertubuh tinggi besar dengan perut gendut dan rambut riap-riapan, tubuhnya yang kurang terjaga kebersihannya itu mengeluarkan bau busuk.

   Akan tetapi, dengan terpaksa Siu Kwi menyerahkan dirinya kepada tosu gendut itu ketika sang tosu membawa-nya ke sebuah pondok kecil di luar dusun. Ia menyerahkan diri sambil mematikan
(Lanjut ke Jilid 28)
Suling Naga (Seri ke 13 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 28
perasaannya dan dengan tingkat kepandaiannya, hal ini tidak sukar ia lakukan. Yang masuk ke dalam ingatannya hanyalah bahwa ia melakukan pengorbanan untuk pria yang dicintanya. Apapun akan ia lakukan demi keselamatan Yo Jin. Karena apa yang ia lakukan itu tanpa disertai perasaan sedikitpun, maka bagi Ok Cin Cu wanita ini tiada bedanya dengan sesosok mayat saja. Tentu saja hal ini membuat Ok Cin Cu merasa tidak puas dan kecewa, seperti bercinta dengan mayat atau patung dan diam-diam di pun marah sekali. Pada keesokan harinya, dua orang tosu itu berjanji bahwa malam berikutnya mereka akan membebaskan Yo Jin.

   "Engkau datanglah ke tempat tinggal Lui-thungcu pada tengah malam dan Yo Jin akan kami bebaskan dengan diam-diam agar dapat kaujemput. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati agar jangan sampai ketahuan oleh keluarga Lui. Biarlah mereka mengira bahwa engkau dan orang-orang lain yang datang membebaskan Yo jin. Kami akan pura-pura melakukan pengejaran dan mencari,"

   Kata Thian Kek Seng-jin dan tentu saja Siu Kwi menyetujui dengan hati penuh harapan.

   Malam itu cuaca gelap sekali. Bulan memang belum waktunya keluar dan sedikit bintang yang nampak kadang-kadang tertutup awan hitam yang lewat di bawahnya. Sebelum tengah malam, Siu Kwi telah berada di luar pagar tembok yang mengelilingi kompleks bangunan tempat tinggal keluarga Lurah Lui. Dengan hati berdebar penuh kegembiraan dan ketegangan ia menanti sambil merenungkan semua yang telah terjadi semenjak ia berjumpa dengan Yo Jin. Telah terjadi perubahan besar dalam hidupnya, dimu-lai sejak ia dan sekutunya kalah dan hancur oleh para pendekar. Akan tetapi perubahan besar baru benar terjadi setelah ia berjumpa dengan Yo Jin. Ia telah berkorban untuk Yo jin. Di luar kehendaknya ia telah membantu dua orang tosu itu memusuhi pendekar Suma Ciang Bun, keturunan keluarga Pulau Es.

   Bahkan di luar kehendaknya ia telah menyerahkan tubuhnya kepada Ok Cin Cu. Kedua hal itu terpaksa ia lakukan karena ia tidak melihat cara lain untuk menyelamatkan Yo Jin yang berada dalam cengkeraman dua orang tosu yang tangguh itu. Hatinya gembira. Betapa-pun juga, pengorbanan itu tidak berapa berat. Apa artinya menyerahkan badan tanpa perasaan dan hati? Dan ia hanya membantu untuk mengalahkan Suma Ciang Bun. Semua hal itu terlupa karena ia membayangkan betapa gembiranya sebentar lagi ia dapat menyelamatkan dan mengajak pergi Yo Jin. Ia akan hidup berbahagia bersama pria itu. Satu-satunya halangan, yaitu ayah Yo Jin, telah tewas pula. Sejak siang tadi ia sudah membayangkan hal ini dan sudah mengatur rencana. Ia hendak mengajak Yo jin pergi dan hidup di sebuah tempat yang baru di mana tak seorangpun akan menge-nalnya.

   Ia akan hidup sebagai manusia baru di tempat yang baru, bukan sebagai Bi-kwi murid Sam Kwi, melainkan sebagai isteri seorang pria sederhana seperti Yo Jin. Betapa akan berbahagianya mereka, merawat dan mendidik anak-anak mereka. Anak-anak! Ah, belum pernah sebelumnya ia membayangkan tentang rumah tangga, suami dan anak-anak. Suara berdenting ketika tanda waktu dipukul para penjaga, menciutkan hatinya dan membuatnya sadar dari lamunan. Tengah malam telah tiba! Iapun men-dekati pagar tembok dan setelah merasa yakin bahwa keadaan di situ sunyi saja, ia lalu meloncat ke atas pagar tembok, meneliti sebentar keadaan di sebelah dalam yang ternyata juga sunyi seperti keadaan di luar. Maka ia lalu melompat turun dan menyelinap di antara pohon-pohon dan semak-semak menuju ke bagian belakang.

   "Kwi-moi.... aku di sini....! Mendengar suara Yo Jin itu, bukan main girang rasa hati Siu Kwi.

   "Jin-koko....!"

   Serunya lirih dengan suara gemetar dan iapun berlari ke arah suara tadi. Agaknya pria yang dikasihinya itu berada di belakang pondok yang menjadi kandang kuda, menantinya. Betapapun gembira dan tegang rasa hatinya, Siu Kwi tidak pernah mengendurkan kewaspadaannya. Ia berurusan dengan dua orang tosu yang selain tangguh, juga cerdik dan mungkin saja suka bertindak curang, maka ia selalu siap siaga. Kewaspadaan inilah yang menyelamatkannya. Ketika ia sudah melihat bayangan Yo Jin yang berdiri di belakang kandang kuda, dan ia berlari di antara pohon-pohon di kanan kiri, tiba-tiba saja kakinya terlibat tali sehingga ia terguling. Ia meloncat dan kakinya masih terlibat banyak sekali tali yang agaknya ditarik orang. Karena memang sebelumnya sudah siap siaga,

   Hanya sebentar saja Siu Kwi terkejut dan secepat kilat ia telah mencabut pedangnya dan dengan beberapa kali bacokan saja, tambang-tambang itu sudah putus semua. Untung ia melakukan hal ini karena kalau tidak, tentu tubuhnya akan terlibat semua dan ia tentu tidak akan mampu melawan lagi! Tiba-tiba keadaan menjadi terang. Obor-obor di nyalakan dan ternyata tempat itu telah dikepung oleh puluhan orang penjaga yang dipimpin oleh Ok Cin Cu dan Thian Kek Seng-jin sendiri! Dan di kejauhan, ia melihat betapa Yo Jin dengan kaki tangan terikat, berdiri dan terikat pada sebatang pohon. Tahulah ia bahwa memang dua orang tosu itu bersikap curang sekali. Ia sengaja dipancing untuk ditangkap, bukan untuk disuruh menjemput Yo Jin seperti yang dijanjikan. Tentu saja ia menjadi marah sekali dan sepasang matanya mencorong seperti mengeluarkan api.

   "Tosu-tosu jahanam yang berwatak hina dan rendah!"

   Bentaknya dan iapun menerjang dengan pedangnya ke arah dua orang tosu itu.

   Akan tetapi, banyak sekali tombak panjang menyambutnya dan sebentar saja ia sudah dikepung dan dikeroyok oleh puluhan orang penjaga yang memegang tombak panjang. Dan kini dua orang tosu itupun menerjang maju sehingga tentu saja Siu Kwi menjadi repot sekali melayani mereka. Namun, ia mengamuk seperti seekor harimau betina terluka, pedangnya berkelebatan dan sudah ada beberapa orang penjaga yang roboh mandi darah. Pedang di tangan Siu Kwi sudah berlepotan darah. Akan tetapi, ia sendiri menerima tusukan tombak dan hantaman tongkat berkali-kali. Pundaknya dan paha kirinya terluka, kulitnya robek dan mengucurkan darah. Pipinya bengkak dan punggungnya juga dua kali menerima hantaman tongkat panjang naga hitam di tangan Thian Kek Seng-jin.

   "Kwi-moi...., larilah...., selamatkan dirimu....!"

   Teriakan melengking ini menyadarkan Siu Kwi. Itulah suara Yo Jin dan iapun sadar bahwa mengamuk terus berarti mencari mati. Dan kalau ia mati di situ, tentu tidak ada harapan lagi bagi Yo jin. Selain ia seorang, siapa lagi yang akan membela Yo Jin?

   Hatinya berdarah kalau ia membayangkan Yo Jin yang belum juga dapat diselamatkannya. Akan tetapi, ia akan terus berusaha, dan untuk itu, ia harus mampu keluar dari kepungan ini lebih dahulu. Maka, tiba-tiba ia menerjang ke belakang dan membalikkan tubuhnya. Karena yang berada di belakangnya hanya para penjaga, mereka itu menjadi panik ketika tiba-tiba dua orang di antara mereka roboh mandi darah. Terbukalah pengepungan mereka dan Siu Kwi lalu menerjang ke arah itu. Para pengepung mundur dan keadaan menjadi kacau balau. Dua orang tosu tidak dapat mendesak Siu Kwi karena terhalang oleh para penjaga yang lari ke kanan kiri. Kesempatan ini dipergunakan oleh Siu Kwi untuk melompat ke luar pagar tembok dan menghilang di dalam kegelapan malam.

   Siu Kwi menangis sesenggukan. Tangisnya lebih sedih dari pada tangisnya yang pertama kali sebelum ia berjumpa Jengan Yo jin. Selamanya ia tidak pernah menangis dan pertama kali menangis adalah ketika ia merasa kesepian, setelah persekutuannya hancur. Akan tetapi tangisnya sekarang ini sungguh keluar dari dasar hatinya. Ia menangis sampai terisak-isak dan tersedu-sedan, kadang-kadang menyebut nama Yo Jin. Ia merasa berduka, gelisah, dan menyesal sekali. Bagaimanapun juga, kalau diusut dari semula, ialah yang menjadi gara-gara sampai Yo Jin terpaksa menjadi orang tahanan, bahkan ayahnya tewas dibunuh orang. Kalau Yo Jin tidak berjumpa dengannya, tentu dia tidak akan mengalami semua malapetaka ini. Dan ia sendiri sekarang tidak berdaya sama sekali untuk menyelamatkan Yo Jin. Semua impiannya kemarin kini buyar dan hancur pula, seperti hancurnya semua cita-citanya.

   Karena kebingungan, tidak tahu apa yang harus dilakukannya, sedangkan ia sendiri sudah menderita luka-luka yang cukup parah, Siu Kwi hanya dapat menangis! Menangis seorang diri di dalam hutan yang sunyi itu. Pundak dan pahanya masih terluka menganga dan mengeluarkan darah, juga pipinya benjol, bekas pukulan tongkat di punggungnya juga mendatangkan rasa ngilu dan nyeri bukan main. Akan tetapi ia tidak memperdulikan semua itu, tidak perduli akan keadaan dirinya. Yang terpikir olehnya hanyalah Yo Jin! Dalam keadaan menangis ini, muncul-lah Siu Kwi sebagai seorang wanita sepenuhnya. Seorang wanita yang normal, mahluk yang lemah dan terbuai perasaan, dan mencari pelarian dari segala derita ke dalam tangis. Dulu sekali, tangis merupakan hal yang memalukan baginya, merupakan pantangan karena perbuatan ini dianggapnya memamerkan kelemahan dan cengeng.

   Akan tetapi sekarang, setelah merasa tidak berdaya dan bingung memikirkan keadaan pria yang dicintanya, yang tidak mampu ditolongnya, iapun tak dapat berbuat lain kecuali menangis! Dan tangisnya ini adalah pencurahan dari semua penderitaan batin yang sejak dahulu selalu ditekan dan ditahannya. Penderitaan batin ketika ia masih kecil kehilangan ayah ibu, ketika ia terpaksa melayani gairah nafsu tiga orang gurunya, Sam Kwi, yang diterimanya dengan pasrah namun sebenarnya di dasar hatinya timbul pemberontakan yang ditekannya. Semua himpitan batin itu dahulu ia imbangi dengan perbuatan-perbuatan sesat dan kejam, sebagai pelariannya. Akan tetapi sekarang, setelah ia melihat betapa kesesatannya tidak mendatangkan kebaikan bagi dirinya, setelah ia ingin merobah jalan hidupnya, satu-satunya pelarian hanyalah tangis kesedihan.

   "Suci....!"

   Tiba-tiba terdengar suara wanita menegurnya. Siu Kwi mengangkat mukanya yang tadi ditutupi dengan kedua tangannya.

   Sebuah muka yang membengkak, ujung bibir yang masih berdarah, muka yang basah air mata yang bercucuran dari sepasang mata yang kemerahan. Ketika ia melihat bahwa yang datang menegurnya adalah Bi Lan, Siu Kwi merasa jantungnya seperti ditusuk-tusuk dan iapun menangis semakin menjadi-jadi sampai mengguguk. Yang datang itu memang Bi Lan bersama Sim Houw. Seperti telah diceritakan di bagian depan, setelah berhasil menghancurkan komplotan kaki tangan pembesar Hou Seng, dibantu oleh para pendekar keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir, para pendekar bubaran dan Bi Lan pergi bersama Sim Houw. Kedua orang ini merasa saling tertarik dan terikat satu sama lain, merasa betapa mereka tak mungkin dapat saling berpisah lagi. Memang, selama melakukan perjalanan menuju ke utara, keduanya belum pernah saling mengaku cinta!

   Sim Houw yang sudah tahu bahwa dia kini mati-matian jatuh cinta kepada Bi Lan, merasa sungkan untnk mengakui cintanya. Dia jauh lebih tua dari pada Bi Lan. Usianya sudah hampir tiga puluh lima tahun, sedangkan Bi Lan belum ada dua puluh tahun! Gadis itu pantas menjadi keponakannya! Biarpun dia sungguh mencintanya, akan tetapi kalau dia mengaku akan hal itu, bukankah dia akan ditertawakan, bahkan disangka bahwa semua kebaikannya terhadap gadis ini berpamrih? Tidak, dia tidak berani mengaku cinta, walaupun hatinya sudah yakin akan hal itu. Di lain pihak, Bi Lan sendiri yang masih hijau dalam soal asmara, hanya melihat Sim Houw sebagai seorang pria yang amat baik kepadanya. Dan iapun merasa amat suka kepada Sim Houw, kagum dan juga bangga dapat mempunyai seorang sahabat seperti pendekar ini.

   Dan yang lebih dari segalanya, ia merasa aman tenteram penuh kedamaian kalau berada di samping Sim Houw. Dalam perjalanan mereka ke utara, mereka pada pagi hari ini memasuki hutan dan mereka merasa terheran-heran ketika mendengar isak tangis sampai ke telinga mereka, terbawa angin bersilir. Karena merasa heran dan curiga, menduga bahwa mungkin saja terjadi kejahatan. mereka lalu mempergunakan ilmu meringankan tubuh, berindap menghampiri tempat dari mana suara itu datang. Dan dapat dibayangkan betapa heran dan terkejut hati Bi Lan ketika melihat bahwa yang sedang menangis terisak-isak itu adalah Bi-kwi! Karena itu, segera ia memanggil dan kini, setelah sucinya itu memandang kepadanya, ia melihat keadaan sucinya yang luka-luka dan mukanya membengkak, dan kini sucinya menangis semakin menjadi-jadi.

   "Suci.... kau.... kau menangis....?"

   
Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bi Lan menghampiri dan menjadi semakin terheran-heran. Belum pernah ia melihat sucinya ini menangis, apa lagi menangis sampai sedemikian sedihnya.

   "Apakah yang telah terjadi, suci?"

   Bagaimana juga, di dalam hatinya, Bi Lan merasa kasihan kepada sucinya, orang yang sejak ia kecil melatihnya dan menemaninya, walaupan sikap Ciong Siu Kwi terhadapnya tak dapat dibilang manis. Juga ia teringat bahwa tanpa pertolongan sucinya, tentu dirinya telah ternoda oleh Sam Kwi. Mendengar pertanyaan ini, Siu Kwi menjadi semakin berduka. Akan tetapi, ia segera teringat, bahwa kalau sumoinya ini mau membantu, tentu ia akan dapat menyelamatkan Yo Jin! Timbul lagi harapannya, akan tetapi karena khawatir kalau-kalau Bi Lan menolak permintaan tolongnya, iapun menjadi semakin berduka.

   "Sumoi.... jangan dekati aku kalau kau tidak mau ketularan segala kesialan yang menimpa diriku.... ahhh, rasanya aku ingin mati saja, sumoi...."

   Katanya sambil mengusap air mata dari kedua pipinya dan iapun memandang ke arah Sim Houw yang berdiri tak jauh dari situ. Apa lagi kalau orang she Sim itu mau membantunya, sudah dapat dipastikan bahwa Yo Jin dapat diselamatkan!

   "Suci, sungguh aku merasa heran sekali melihat engkau dapat berduka cita seperti ini. Apakah yang sesungguhnya telah terjadi? Aku melihat engkau menderita luka-luka. Apakah engkau berkelahi?"

   Siu Kwi menarik napas panjang untuk menghentikan tangisnya.

   "Aku tidak tahu apakah kemunculanmu ini akan merupakan pertolongan bagiku atau tidak, sumoi. Akan tetapi, biarlah kuceritakan semua kepadamu...."

   Ia kembali menarik napas panjang. Bi Lan kini duduk di atas rumput, di dekatnya sedangkan Sim Houw duduk di atas batu. Agaknya pendekar itupun tertarik untuk mendengarkan ceritanya yang membuat ia sampai menangis sedemikian sedihnya.

   "Sumoi, setelah kau membiarkan aku pergi, baru aku merasa betapa sunyi dan merana hidupku, baru aku sadar betapa semua kesesatan yang telah memenuhi hidupku yang lalu tidak pernah mendatangkan kebahagiaan kepadaku. Engkau benar, sumoi, engkau tidak mau mengikuti jejak tiga orang suhu kita yang sesat. Aku ingin merobah hidupku, dan dalam kesadaranku itu, bertemulah aku dengan seorang pemuda petani yang bodoh dan sederhana dan lemah."

   Ia lalu menceritakan pertemuannya dengan Yo Jin, betapa kemudian muncul tiga orang pemuda berandalan yang hendak menganggunya, dan betapa Yo Jin, pemuda dusun yang lemah dan bodoh itu, membelanya mati-matian.

   "Bayangkan, sumoi! Dia yang lemah dan bodoh, rela dikeroyok dan dipukuli sampai babak-belur, hanya untuk membela aku yang tidak dikenalnya. Betapa gagahnya dia! Dan aku.... akupun jatuh cinta kepadanya, sumoi...."

   Kembali Siu Kwi menangis dan Bi Lan memandang sucinya dengan mata terbelalak. Aneh sekali mendengar cerita dan pengakuan sucinya ini. Biasanya, sucinya mempermainkan pria sesuka hatinya. Pria-pria itu dianggap boneka saja olehnya, atau binatang peliharaan yang dianggap sebagai penghibur. Akan tetapi kini, terang-terangan sucinya mengaku jatuh cinta kepada seorang pemuda dusun yang sederhana, bodoh dan lemah!

   "Dan semua pengorbanannya untuk diriku itu membawa akibat yang amat mencelakakan baginya. Ayahnya sampai terbunuh orang, dan dia sendiri sekarang menjadi tawanan...."

   Siu Kwi menceritakan semua hal yang telah terjadi dengan nada suara sedih sekali.

   "Aku telah berusaha untuk menyelamatkannya, untuk membebaskannya. Akan tetapi, dua orang tosu ketua cabang Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw itu terlalu tangguh bagiku. Bahkan mereka telah menipuku. Mereka berjanji membebaskan Yo Jin kalau aku mau bekerja sama. Thian Kek Seng-jin minta aku membantunya melawan dan mengalahkan pendekar Suma Ciang Bun, keturunan keluarga Pulau Es. Hal ini telah kulakukan dan pendekar itu dapat dikalahkan sampai melarikan diri. Kemudian akupun memenuhi permintaan Ok Cin Cu untuk melayaninya dan tidur bersamanya selama semalam. Semua ini kulakukan dengan pemaksaan diri, di luar kemampuanku demi untuk menolong Yo Jin. Akan tetapi, mereka berdua menipuku, tidak memenuhi janji, bahkan aku dikeroyok banyak orang malam tadi sampai nyaris tewas dan menderita luka-luka inilah, aku hampir putus asa, sumoi. Tidak mengapalah aku mati asal Yo Jin selamat...."

   Bi Lan saling pandang dengan Sim Houw. Hampir ia tidak dapat percaya akan cerita sucinya itu. Ia sudah terlalu mengenal sucinya sehingga cerita itu seperti tak masuk akal!

   "Suci, sekarang yang terpenting adalah mengobati luka-lukamu. Luka di pundak dan pahamu itu cukup lebar, dan kulihat engkau seperti menderita luka dalam pula. Biarlah kami membantu mengobatimu, suci."

   "Tidak! Tidak perlu aku diobati kecuali kalau.... ahh, mana mungkin kalian suka membantuku?"

   Dan tiba-tiba Siu Kwi menjatuhkan dirinya berlutut di depan sumoinya!

   "Sumoi, aku mohon padamu, kau bantulah aku menyelamatkan Yo Jin...."

   Tentu saja Bi Lan menjadi terkejut setengah mati dan cepat-cepat ia memegang kedua pundak sucinya, membangunkannya kembali.

   "Hal itu nanti kita bicarakan, suci. Sekarang biarlah kami mengobatimu dulu...."

   "Tidak, sumoi. Kalau engkau tidak mau berjanji untuk membantuku menghadapi dua tosu jahanam itu dan menyelamatkan Yo Jin, akupun tidak perlu diobati dan biarlah aku mati saja."

   Bi Lan kembali menoleh dan memandang kepada Sim Houw. Ia masih meragukan kebenaran ucapan sucinya ini, akan tetapi Sim Houw mengangguk. Pendekar itu dapat melihat bahwa tak mungkin Siu Kwi berbohong. Apa lagi mendengar bahwa kedua lawan Siu Kwi adalah tosu-tosu dari Pat-kwa-kauw dan Pek-lian-kauw, tentu saja hatinya condong untuk membantu bekas suci Bi Lan ini. Tentang benar tidaknya cerita Ciong Siu Kwi, hal itu dapat diselidiki nanti.

   "Baiklah, suci. Aku berjanji untuk membantumu, akan tetapi dengan syarat bahwa apa yang kau ceritakan semua tadi adalah benar."

   Siu Kwi menarik napas panjang dan mengangguk.

   "Aku mengerti dan tidak menyalahkan kalau engkau masih meragukan kejujuranku, sumoi, Akan tetapi engkaupun tentu belum yakin benar akan keputusanku untuk merobah cara hidupku. Aku telah bertemu dengan pria yang kucinta sepenuh jiwaku, dan aku melakukan apa saja demi untuk dia. Kalau ceritaku tidak benar, boleh engkau mengundurkan diri."

   "Sekarang, yang terpenting mengobati luka-lukamu, suci."

   Siu Kwi menurut dan tiba-tiba merintih. Baru sekarang ia merasa betapa seluruh tubuhnya nyeri, luka-luka itu, perih dan panas, di dalam dadanya juga terasa nyeri dan tenaganya hampir habis! Kini, setelah ia merasa mendapatkan bala bantuan, baru ia merasakan semua kenyerian ini. Bi Lan dan Sim Houw lalu merawat Siu Kwi. Dengan obat luka Siu Kwi sendiri yang amat manjur, luka di paha dan pundaknya dicuci oleh Bi Lan dan diobati lalu dibalut, sedangkan untuk menyembuhkan luka di dalam dada akibat guncangan pukulan tongkat pada punggungnya, ia dibantu oleh Sim Houw yang menempelkan telapak tangan di punggungnya. membantu wanita itu menghimpun tenaga dalam dan memulihkan kesehatannya.

   Menjelang senja, sembuhlah Siu Kwi. Tubuhnya yang terlatih memang kuat, ditambah lagi semangatnya yang besar dan menyala-nyala akibat timbulnya harapan dalam hatinya untuk menyelamatkan Yo Jin. Dan pada malam hari itu juga Siu Kwi mengajak Bi Lan dan Sim Houw untuk membantunya membebaskan Yo Jin. Bi Lan memang sudah berunding mengenai hal ini, maka Bi Lan lalu berkata kepada bekas sucinya itu. Suci, bukan hanya karena kurang penuh kepercayaan kami kepadamu, akan tetapi bagaimanapun juga, kami tidak mau bertindak secara sembrono dan melibatkan diri dalam permusuhan, pada hal kami tidak mempunyai urusan apa-apa. Oleh karena itu, kami mau kau ajak pergi ke dusun itu, Hanya saja tidak bertindak sebagai perampas tawanan, melainkan secara damai."

   "Maksudmu bagaimana? Apapun tindakan yang kalian ambil untuk membantuku, terserah. Bagiku yang terpenting adalah keselamatan Yo Jin."

   Diam-diam Bi Lan merasa terharu. Bukan main hebatnya cinta kasih sucinya ini terhadap pria yang bernama Yo Jin itu. Dan ia mulai percaya bahwa semua cerita sucinya itu tidak bohong.

   "Kami akan ikut bersamamu menemui lurah Lui dan dua orang tosu itu. Kita minta dengan baik-baik saja agar Yo Jin itu dibebaskan. Kemudian kita lihat bagaimana perkembangannya. Kalau perlu, tentu saja kami akan membantumu membebaskan dia dengan jalan kekerasan, tentu saja setelah kami pertimbangkan urusannya."

   Siu Kwi mengangguk-angguk.

   "Aku tidak menyalahkan kalian kalau meragukan kebenaran omonganku. Marilah kita berangkat dan kalian lihat sendiri."

   Mereka lalu berangkat menuju ke dusun timur itu, ke tempat lurah Lui di mana Yo Jin ditahan, di bawah pengawasan dua orang tosu yang tangguh. Tidak seperti malam kemarin, malam itu terdapat penjagaan yang ketat sehingga begitu mereka tiba di dusun itu saja, para penjaga sudah melihat dan segera mengenal Siu Kwi. Karena merasa jerih menghadapi wanita itu, para penjaga itu cepat berlari ke rumah lurah Lui dan melaporkan munculnya "siluman"

   Itu. Juga para penduduk dusun itu, yang sudah mendengar akan adanya siluman yang mengamuk di rumah lurah mereka,

   Kini menjadi ketakutan dan cepat-cepat mereka bersembunyi dan menutupkan semua jendela dan pintu rumah mereka ketika mendengar teriakan para penjaga yang berlarian bahwa siluman itu muncul kembali. Demikianlah, ketika Siu Kwi, Bi Lan dan Sim Houw tiba di depan pekarangan rumah lurah Lui, mereka sudah disambut oleh puluhan orang penjaga yang dipimpin oleh dua orang tosu itu. Banyak obor dinyalakan sehingga keadaan menjadi terang sekali. Ketika Thian Kek Seng-jin dan Ok Cin Cu melihat bahwa Siu Kwi datang bersama seorang gadis muda yang cantik sekali dan seorang laki-laki yang sikapnya sederhana, mereka berdua memandang rendah. Siu Kwi sudah terluka, pikir mereka dan dua orang temannya itu tak mungkin memiliki kelihaian melebihi Siu Kwi. Pula, di situ terdapat puluhan orang penjaga yang membantu.

   "Heh-heh, Bi-kwi, siluman jahat. Engkau berani muncul kembali, apakah engkau ingin menyerahkan nyawamu?"

   Thian Kek Seng-jin berkata sambil melintangkan tongkat naga hitamnya.

   "Ha-ha, barangkali engkau rindu pada pinto, nona manis?"

   Kata si gendut Ok Cin Cu. Siu Kwi menahan gejolak kemarahan yang memenuhi hatinya. Ia harus dapat meyakinkan sumoinya dan Sim Houw akan kebenaran ceritanya.

   "Thian Kek Seng-jin dan Ok Cin Cu, aku datang ke sini untuk bicara dengan kalian secara baik-baik. Mengapa kalian berkeras hendak menahan Yo Jin? Dia tidak mempunyai kesalahan apapun. Dia membelaku ketika Lui-kongcu hendak kurang ajar...."

   "Dia ditangkap karena berani kurang ajar memukul Lui-kongcu!"

   Kata Ok Cin Cu.

   "Akan tetapi Lui-kongcu yang kurang ajar dan lebih dulu menyerangnya. Urusan itu amat kecil, akan tetapi kalian sudah memukul ayahnya sampai tewas. Dan kalian masih belum puas. Kalian membujuk aku untuk membantu Thian Kek Seng-jin mengalahkan Suma Ciang Bun pendekar keluarga Pulau Es, kemu-dian Ok Cin Cu bahkan memaksa aku melayaninya selama satu malam, dan berjanji akan membebaskan Yo Jin. Aku telah memenuhi permintaan kalian, melakukan hal itu semua. Akan tetapi kalian melanggar janji, bukan membebaskan Yo Jin, bahkan menjebak dan hendak menangkap aku. Ji-wi totiang, sebagai pendeta, tosu dan tokoh-tokoh kang-ouw, apakah kalian tidak malu atas perbuatan kalian itu? Maka malam ini aku datang untuk minta dengan baik-baik agar Yo Jin dibebaskan, dan akupun tidak akan memperpanjang urusan ini."

   Dua orang tosu itu tertawa bergelak dan para penjaga juga ikut pula tertawa. Riuh rendah suara ketawa mereka dan barulah kebisingan itu berhenti setelah Thian Kek Seng-jin bicara.

   "Bi-kwi siluman jahat! Engkau adalah pecundang kami, masih berani datang untuk mengajukan tuntutan? Apakah karena engkau membawa dua orang temanmu ini? Kami tidak takut dan kalian bertiga tentu takkan dapat lolos dari pengepungan kami!"

   Lega rasa hati Siu Kwi karena ia sudah membeberkan semua persoalan dalam tuntutannya tadi dan iapun menoleh kepada Bi Lan dan Sim Houw,

   "Sumoi dan Sim-taihiap, kurasa sudah cukup aku bicara."

   Sim Houw melangkah maju menghadapi dua orang tosu itu.

   

Kisah Pendekar Pulau Es Eps 30 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 40 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 42

Cari Blog Ini