Suling Naga 39
Suling Naga Karya Kho Ping Hoo Bagian 39
Tiba-tiba kakek Kam Hong berkata dengan suaranya yang halus namun penuh wibawa sehingga semua orang menengok dan memandang kepada orang tua ini.
"Mungkin Ang I Lama yang merasa tidak berdosa, setelah dituduh menculik Kao Hong Li, lalu turun tangan sendiri mencari penculiknya, bertemu akan tetapi dia kalah dan tewas."
"Akan tetapi mengapa dia meninggalkan pesan, yaitu menyebut nama cihu Kao Cin Liong berdua, ayah."
Kam Bi Eng membantah pendapat ayahnya.
"Hal itu memang aneh, akan tetapi bisa juga dia bermaksud meninggalkan pesan untuk Kao Cin Liong berdua, tentang anak mereka itu, akan tetapi tidak sempat karena keburu tewas,"
Sambung Kam Hong. Kao Cin Liong mengangguk-angguk.
"Kemungkinan itu besar sekali, Kam-locianpwe. Akan tetapi tetap saja tidak dapat menemukan jejak pembunuh Ang I Lama dan penculik anak kami."
"Suheng, aku dan Sim-koko telah ditunjuk oleh suhu dan subo untuk menemukan kembali Hong Li, dan juga membikin terang perkara fitnah atas diri suheng mengenai kematian Ang I Lama."
Mendengar ini, Kao Cin Liong dan Suma Hui menatap wajah gadis itu dan wajah Sim Houw ber-gantian.
"Kalian....?"
Cin Liong berkata, seperti pada diri sendiri, penuh kesangsian apakah dua orang muda ini akan berhasil, sedangkan dia bersama isterinya telah gagal, bahkan Suma Ciang Bun dan muridnya juga gagal, dan tokoh-tokoh lainnya tidak tahu ke mana harus mencari Hong Li. Pesta ulang tahun itupun menjadi cara untuk mencari keterangan, sesuai dengan yang diusulkan Suma Ceng Liong.
"Suheng, kami berdua telah berjanji akan mencari Hong Li sampai dapat, kami tidak akan kembali sebelum berhasil, bahkan juga kami tidak akan menikah sebelum berhasil,"
Kata pula Bi Lan dan suaranya terdengar begitu tegas dan penuh keyakinan bahwa mereka berdua akan berhasil. Mendengar tekad ini, diam-diam Kam Hong dan isterinya, Bu Ci Sian, menjadi terharu. Juga Kao Cin Liong dan Suma Hui merasa bersukur dan berterima kasih mendengar dua orang itu rela mengorbankan diri sampai sedemikian besarnya untuk mencari puteri mereka yang hilang.
Kini pandang mereka terhadap Sim Houw dan Bi Lan berubah, menjadi ramah dan lenyaplah pra-sangka buruk dari hati mereka. Mereka yakin bahwa kalau orang tua mereka di Istana Gurun Pasir mempercayai dua orang muda ini, tidak ada alasan lagi bagi mereka untuk meragukan Sim Houw dan Bi Lan. Sebagai tuan rumah, Kao Cin Liong dan isterinya lalu membujuk agar Sim Houw dan Bi Lan suka tinggal di rumah itu sebelum pesta dimulai tiga hari lagi. Walaupun merasa agak sungkan dan tidak enak karena mereka berdua bukan keluarga, walaupun Sim Houw melihat suhu dan subonya juga tinggal di situ, namun untuk menolak mereka merasa tidak berani. Maka merekapun menerima dan mendaparkan dua buah kamar di sebelah belakang. Hong Beng merasa tidak puas sama sekali dengan kemunculan Sim Houw dan Bi Lan di ruangan tadi.
Dia menjadi gelisah di dalam kamarnya, tidak dapat mengaso pada malam hari itu. Hatinya masih panas dan penuh kemarahan kepada Sim Houw dan Bi Lan. Jelaslah bahwa Bi Lan telah melakukan penyelewengan, berpihak kepada wanita jalang dan jahat seperti Bi-kwi, dengan alasan apapun juga, dan sudah dua kali malah Bi Lan dan Sim Houw berkelahi melawan dia dan gurunya. Mereka berdua itu jelas bukan golongan sahabat, melainkan musuh. Akan tetapi mereka kini disambut sebagai tamu-tamu terhormat, bahkan diberi kamar. Yang lebih menyakitkan hatinya adalah pengakuan Bi Lan bahwa gadis itu telah bertunangan dengan Sim Houw! Nah, jelaslah bahwa apa yang dilihatnya tempo hari bukan hanya khayal belaka, pikirnya. Di antara mereka tentu terjalin tali perjinaan yang memalukan sekali!
Dan mereka itu mengaku bertunangan begitu saja. Kapan resminya dan siapa pula yang menjodohkan antara mereka? Hong Beng sudah tidak lagi mengharapkan balasan cinta dari Bi Lan, akan tetapi, melihat kenyataan betapa gadis yang menolak cintanya itu telah mendapatkan seorang kekasih, sedangkan dia masih menderita kesepian dan belum ada pengganti Bi Lan, membuat dia tanpa disadarinya merasa iri hati! Terlalu enak rasanya bagi gadis yang telah mengecewakan hatinya itu, yang selain menolak cintanya juga telah melakukan penyelewengan, jelas memihak Bi-kwi dan mewarisi watak jahat dari Sam Kwi, kini diterima secara terhormat seperti itu! Selagi dia gelisah, masuklah Suma Ciang Bun ke dalam kamarnya. Hong Beng cepat bangkit duduk dan memberi hormat kepada suhunya.
"Engkau belum tidur?"
Tanya Suma Ciang Bun sambil duduk di atas kursi, sedangkan muridnya sudah turun dari atas pembaringan dan duduk pula di depan gurunya.
"Belum, suhu. Hati teecu gelisah."
"Engkau gelisah memikirkan diri Can Bi Lan itu, bukan?"
Hong Beng terkejut, akan tetapi suhunya yang sudah seperti ayahnya sendiri ini boleh saja mengetahui semua isi hatinya.
"Benar, suhu. Teecu merasa penasaran sekali. Gadis yang melakukan penyelewengan itu, bersama Sim Houw yang sombong dan memusuhi kita, kenapa sekarang diterima dengan segala kehormatan di tempat terhormat ini? Apakah hal ini tidak akan membuat para tokoh sesat mentertawakan kita?"
Suma Ciang Bun tersenyum.
"Memang, keadaan mereka cukup aneh dan meragukan, apa lagi mengingat bahwa gadis itu murid Sam Kwi dan memihak Bi-kwi. Akan tetapi engkau sudah mendengarkan semua cerita mereka. Mereka mendapatkan kepercayaan dan tugas dari locianpwe Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, bahkan menjadi utusan locianpwe itu. Tentu saja Kao-cihu menerima mereka dengan baik. Hong Beng, engkau agaknya terlalu dibakar hati yang panas. Maklumlah, karena engkau pernah mencinta gadis itu dan ditolak, kemudian kini gadis itu muncul dan mengumumkan pertunangannya dengan Sim Houw! Aku tidak terlalu menyalahkan kalau engkau berpanas hati. Akan tetapi engkau harus bersikap gagah dan bijaksana. Lihat contohnya sikap Pendekar Suling Naga itu dan sikap nyonya Suma-Ceng Liong."
Hong Beng memandang wajah gurunya dengan heran.
"Apa maksud suhu? Ada apa dengan Sim Houw dan isteri susiok (paman guru) Suma Ceng Liong?"
"Persis seperti keadaanmu dengan nona Can Bi Lan itulah! Dahulu, isteri adikku Suma Ceng Liong bernama Kam Bi Eng dan ia oleh orang tuanya telah dijodohkan dengan Sim Houw! Mereka telah ditunangkan secara resmi atas pilihan dan kehendak orang tua. Akan tetapi, Kam Bi Eng kemudian menolak Sim Houw dan memilih Suma Ceng Liong! Dan lihat sikap mereka sekarang. Tidak ada apa-apa, bukan? Seharusnya demikian pula sikapmu terhadap Sim Houw dan Can Bi Lan. Jodoh hanya dapat ber-langsung melalui jembatan cinta kasih, dan cinta kasih haruslah datang dari kedua pihak. Tak mungkin bertepuk tangan sebelah, muridku, dan engkau sepatutnya bergembira bahwa orang
(Lanjut ke Jilid 37)
Suling Naga (Seri ke 13 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 37
yang kau cinta itu kini berjodoh dengan seorang yang berkepandaian tinggi."
Hong Beng termangu mendengarkan keterangan suhunya ini. Tak disangkanya bahwa Sim Houw pernah menderita kasih tak sampai seperti dia! Bahkan lebih hebat lagi karena Sim Houw telah ditunangkan dengan bibi gurunya itu, pertunangan yang diikat oleh guru Sim Houw sendiri. Namun kemudian dibatalkan karena bibi gurunya itu mencinta paman gurunya, Suma Ceng Liong!
"Akan tetapi, biarpun pandai, apa gunanya berilmu tinggi kalau melakukan penyelewengan, suhu?"
"Jangan tergesa menduga demikian, Hong Beng. Lihat saja, kalau memang Sim Houw menyeleweng ke jalan sesat, apakah gurunya, pendekar sakti Kam Hang locianpwe akan tinggal diam saja? Pula, kalau benar Bi Lan dan Sim Houw berkelakuan buruk, kukira seorang sakti seperti Kao-locianpwe di Istana Gurun Pasir takkan menaruh kepercayaan kepada mereka."
"Akan tetapi jelas bahwa mereka memihak dan membela siluman betina Bi-kwi sehingga menentang kita, suhu!"
Bantah Hong Beng penasaran.
"Menurut mereka, siluman betina itu kini telah bertaubat dan mereka membelanya karena ia sekarang telah kembali ke jalan benar."
"Ah, siapa dapat percaya keterangan itu suhu? Harap suhu bayangkan, seorang wanita yang sudah demikian bejat ahlaknya, sudah demikian jahatnya seperti Bi-kwi, yang sepak terjangnya mengerikan dan jauh lebih jahat dari pada Sam Kwi sendiri, mana mungkin iblis betina macam ia itu dapat kembali ke jalan benar? Alasan yang dicari-cari saja! Keterangan itu harus dibuktikan dulu sebelum kita menerimanya dan menelannya mentah-mentah begitu saja. Teecu tetap masih belum mau percaya!"
"Engkau percaya atau tidak itu hakmu, akan tetapi aku memperingatkan agar engkau tidak membuat gara-gara dengan panasnya hatimu itu di sini, Hong Beng! Tadi, ketika engkau memotong keterangan Bi Lan dan mengumumkan bahwa Bi Lan murid Sam Kwi, aku sudah merasa sangat malu. Engkau tidak boleh mencari keributan dengan mereka lagi, baik di sini ataupun di lain tempat!"
"Suhu....!"
Hong Beng terkejut dan menjatuhkan diri berlutut, menundukkan mukanya. Tak disangkanya bahwa kini gurunya marah kepadanya dan agaknya gurunya bahkan memihak Bi Lan! Melihat keadaan muridnya, Suma Ciang Bun menarik napas panjang. Dia merasa kasihan kepada muridnya ini. Semenjak kecil, muridnya ini telah bernasib malang. Ayah ibunya dibunuh orang dan hidup sebatangkara. Dia amat sayang kepada muridnya, seorang murid yang baik, patuh, rajin dan berbakat, bahkan muridnya telah membuktikan dirinya sebagai seorang pendekar yang gagah perkasa. Kini, dia tahu bahwa muridnya ini rusak batinnya karena cintanya yang gagal! Muridnya menjadi pendendam, iri hati, dan iba dirinya membengkak.
"Hong Beng, apakah engkau tidak dapat melupakan kegagalanmu dalam cinta? Masih banyak wanita di dunia ini yang bahkan lebih baik dari pada Bi Lan, yang kelak dapat menjadi jodohmu..."
"Suhu..!"
Dan pendekar itu kaget melihat betapa muridnya menitikkan air mata! Hong Beng, muridnya yang gagah perkasa itu, yang tidak gentar menghadapi ancaman maut, kini menangis!
"Hong Beng, ada apakah? Engkau.... me-nangis?"
Pertanyaan ini memperbanyak keluarnya air mata dari kedua mata Hong Beng. Pemuda ini cepat menekan perasaannya, menghapus semua air mata dari mata dan pipinya, menggunakan punggung tangan. Setelah semua air mata terhapus, diapun memberi hormat sambil berlutut.
"Ampunkan kelemahan hati teecu, suhu. Akan tetapi perkataan suhu tadi mengingatkan teecu bahwa teecu selamanya takkan mungkin dapat menikah... agaknya.... teecu.... akan terpaksa mengikuti jejak suhu, tidak akan menikah selamanya."
Wajah Suma Ciang Bun berubah dan alisnya berkerut, pandang matanya penuh selidik ditujukan kepada wajah muridnya. Selama menjadi muridnya, Hong Beng tidak pernah mendapat kesempatan umuk mengerti akan keadaan dirinya yang tidak normal. Dia telah berjaga diri, dan muridnya itu tidak pernah tahu bahwa dia tidak menikah bukan karena tidak ada wanita yang mau menjadi isterinya, melainkan dia sendiri yang tidak mau menikah karena dia tidak suka berdekatan dengan wanita! Ucapan Hong Beng itu tentu saja mengejutkan hatinya. Apakah Hong Beng kini tahu akan ketidakwajaran dirinya?
"Apa maksudmu, Hong Beng? Kenapa engkau terpaksa tidak akan menikah selamanya?"
Pancingnya dengan hati tegang.
"Karena cinta pertama teecu (murid) telah gagal, dan untuk menikah dengan wanita lain, tidak mungkin! Teecu telah terikat janji dengan seseorang bahwa teecu harus menikah dengan seorang gadis. Pada hal, perjodohan ini tidak akan mungkin terjadi, dan untuk melanggar janji kepada orang yang teecu hormati dan yang sudah tidak ada di dunia ini, teecu juga tidak berani."
Lega rasa hati Suma Ciang Bun, perasaan lega yang timbul karena dengan jawaban itu terbukti bahwa Hong Beng tidak tahu akan keadaan dirinya yang tidak wajar. Akan tetapi dia juga merasa heran sekali.
"Sungguh aneh! Kepada siapakah engkau berjanji, dan siapa pula gadis yang harus kau jadikan calon isteri itu dan kenapa pula hal itu tak mungkin terjadi?"
Hong Beng menundukkan mukanya, bingung karena dia tidak berani melanjutkan bicaranya. Gurunya menjadi semakin heran melihat muridnya yang hanya me-nundukkan muka dan tidak menjawab itu.
"Hong Beng, jawablah pertanyaanku tadi!"
Dia mendesak, penasaran.
"Teecu.... teecu tidak berani, suhu."
"Hong Beng, bukankah aku telah menjadi gurumu dan pengganti orang tuamu? Siapa lagi yang akan mengurus dan membela dirimu kalau bukan aku? Akulah yang akan melamarkan gadis yang kau pilih, dan akulah yang akan menikahkan engkau. Katakan, kepada siapa engkau berjanji dan siapa pula gadis itu!"
Hong Beng tadi tidak sengaja hendak membongkar rahasia hatinya itu. Dia tadi bicara karena dilanda duka, dan kini sudah terlanjur. Dia harus membuka rahasia itu kepada suhunya. Pula, kalau diingat benar, siapa lagi kalau bukan suhunya yang akan dapat membereskan persoalan itu?
"Harap suhu maafkan teecu. Sesungguhnya, teecu telah berjanji kepada.... mendiang locianpwe Teng Siang In."
"Bibi Teng Siang In? Ibu kandung Ceng Liong?"
Suma Ciang Bun berseru kaget.
"Dan siapa gadis yang akan kau jadikan jodohmu itu?"
"Teecu sudah berjanji kepada mendiang locianpwe itu untuk kelak.... menjadi suami nona Suma Lian...."
"Ehhh....?"
Suma Ciang Bun menjadi semakin heran dan memandang wajah muridnya dengan mata terbelalak. Dia tidak akan ragu akan kebenaran pengakuan muridnya karena selama menjadi muridnya, dia sudah mengenal benar watak Hong Beng yang tidak akan suka berbohong. Karena kepercayaan dan keyakinan inilah maka dia membela Hong Beng ketika bentrok dengan Bi Lan dan Sim Houw. Dia tidak dapat membayangkan muridnya itu berbohong dan membuat keterangan palsu.
"Bagaimana pula ini? Coba ceritakan, bagaimana asal mulanya maka engkau berjanji kepada mendiang bibi Teng Siang In untuk kelak berjodoh dengan Suma Lian."
Dengan panjang lebar dan jelas Hong Beng lalu bercerita kepada suhunya tentang pengalamannya ketika dia berkunjung ke dusun Hong-cun. untuk pertama kalinya, di mana dia melihat Suma Lian diculik oleh Sai-cu Lama yang berkelahi melawan nenek Teng Siang In. Betapa dia membantunya sampai Sai-cu Lama melarikan diri. Akan tetapi Suma Lian dibawa oleh Lama yang jahat itu, sedangkan nenek Teng Siang In menderita luka parah. Betapa kemudian Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng melakukan pengejaran terhadap penculik anak perempuan itu dan dia merawat nenek Teng Siang In yang terluka parah di pahanya oleh pedang Ban-tok-kiam, pedang yang dirampas dari tangan Bi Lan oleh Sai-cu Lama.
"Ketika itulah, suhu, locianpwe Teng Siang In yang siuman dan menghadapi kematian, minta kepada teecu untuk mencari nona Suma Lian dan minta teecu berjanji agar kelak teecu suka berjodoh dengan nona Suma Lian. Melihat keadaan locianpwe itu, yang dalam sekarat menghadapi maut, bagaimana teecu tega untuk menolak permintaannya yang terakhir itu? Sayang bahwa ketika itu, susiok Suma Ceng Liong dan isterinya tidak ada. Kalau mereka ada, tentu dengan mudah teecu menyerahkan persoalannya kepada mereka. Melihat betapa locianpwe itu menghadapi saat terakhir, terpaksa teecu penuhi permintaannya dan teecu mengucap janji itu. Baru kemudian teecu menyesal. Orang seperti teecu ini, mana mungkin menjadi jodoh nona Suma Lian? Teecu tidak berani...., memikirkanpun tidak berani, dan teecu juga tidak berani melanggar janji teecu sendiri, apa lagi janji terhadap seorang locianpwe yang sudah meninggal dunia...."
Suma Ciang Bun termenung, lalu mengangguk-angguk.
"Muridku, aku sendiri tidak tahu bagaimana sikap adikku Ceng Liong dan isterinya mengenai persoalan ini. Akan tetapi, menghadapi setiap masalah, kita harus bersikap jujur dan berani, dalam arti kata, berani menghadapi segala akibatnya. Diterima atau ditolaknya oleh mereka kalau urusan ini kita ajukan, hanya merupakan akibat saja dan andaikata ditolak, berarti bukan engkau yang melanggar janjimu terhadap bibi Teng Siang In, melainkan pesan itu tidak terlaksana karena pihak orang tua Suma Lian tidak setuju. Nah, terangkan hatimu. Setelah pesta ulang tahun cihu selesai, aku akan bicara dengan Ceng Liong dan isterinya tentang pesan terakhir bibi Teng Siang In itu."
"Akan tetapi, suhu, teecu takut...."
"Takut apa? Hong Beng, jangan engkau terlalu merendahkan diri. Engkau muridku, tahu? Engkau cukup gagah dan tampan, cukup berharga untuk menjadi jodoh gadis manapun juga, termasuk Suma Lian! Nah, sekarang mengasolah dan sedapat mungkin hapuskan rasa tidak sukamu kepada Bi Lan dan Sim Houw. Akupun ingin beristirahat. Ceritamu sungguh membuat hatiku menjadi tegang dan kaget tadi."
Setelah percakapan dengan gurunya ini, hati Hong Beng menjadi tenang kembali dan dia dapat tidur nyenyak. Juga perasaan tidak suka dalam hatinya terhadap Bi Lan dan Sim Houw seolah olah menjadi padam atau setidaknya berkurang banyak.
Semenjak membuka rahasia itu kepada gurunya, Hong Beng merasa lebih tenang dan selama beberapa hari ini, dia bahkan selalu menghindarkan pertemuan dengan Sim Houw dan Bi Lan, walaupun mereka tinggal serumah. Mereka hanya saling bertemu waktu tuan rumah dan para tamunya makan siang atau malam saja, dan dalam kesempatan itupun Hong Beng tidak pernah bicara dengan Sim Houw atau Bi Lan. Seperti telah diduga semula, banyak tamu datang membanjiri tempat pesta ketika hari yang ditentukan tiba. Nama besar Kao Cin Liong cukup terkenal, baik sebagai bekas panglima maupun sebagai pendekar, dan semua orang tahu bahwa selain pendekar ini putera tunggal Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, juga isterinya adalah keluarga Pulau Es.
Maka, banyaklah tokoh-tokoh kang-ouw datang membanjiri tempat pesta. Orang tua Kao Cin Liong sendiri tidak nampak. Memang Cin Liong tidak mengabari, tidak ingin membuat orang tuanya yang sudah tua sekali itu melakukan perjalanan yang demikian jauhnya. Pula, ulang tahunnya itu sendiri tidak penting, yang penting adalah maksud yang tersembunyi di balik pesta ulang tahun itu. Maka, Kao Cin Liong tidak mengharapkan kunjungan ayah ibunya. Di antara para tamu, terdapat pula tokoh-tokoh yang membawa bingkisan sebagai hadiah ulang tahun. Bungkusan-bungkusan besar kecil diterima oleh pihak tuan rumah dan diatur rapi di atas meja di tengah ruangan yang luas itu, di mana para tamu telah berkumpul. Setelah matahari naik tinggi, tidak kurang dari limaratus orang tamu hadir di tempat itu.
Mereka datang dari tempat-tempat yang jauh, mewakili daerah-daerah terpencil. Biarpun tokoh-tokoh sesat, asal tidak mempunyai permusuhan dengan keluarga Kao Cin Liong, memerlukan datang untuk menghormati tuan rumah, juga untuk mempergunakan ke-sempatan yang amat baik ini untuk bertemu dengan tokoh-tokoh dunia persilatan yang lain. Bahkan banyak pula pembesar-pembesar yang memiliki kedudukan penting, baik dari daerah manapun dari kota raja, memerlukan hadir dalam pesta ini. Tentu saja mereka bukan hanya mengingat bahwa Kao Cin Liong adalah bekas panglima yang sudah banyak jasanya terhadap kerajaan, melainkan juga diam-diam mengintai apa yang akan dilakukan bekas panglima ini dengan mengadakan pesta besar mengundang banyak tokoh kang-ouw.
Yang menarik perhatian banyak tamu, juga menggembirakan hati keluarga Pulau Es adalah hadirnya sepasang pendekar yang terkenal dengan julukan Beng-san Siang-eng (Sepasang Garuda dari Beng-san), yaitu Gak Jit Kong dan Gak Goat Kong sepasang saudara kembar, putera-putera dari pendekar sakti Gak Bun Beng yang kini berjuluk Bu-beng Lokai. Seperti kita ketahui, Gak Bun Beng adalah mantu pertama dari Pendekar Super Sakti, suami dari mendiang Puteri Milana. Seperti telah diceritakan di bagian depan, sepasang pendekar kembar yang usianya sudah hampir lima puluh tahun ini sekali-gus menjadi suami dari murid mereka sendiri yang bernama Souw Hui Lan, yang kini hadir pula. Souw Hui Lan merupakan seorang wanita muda berusia hampir tiga puluh tahun, yang cantik manis dan gagah, juga mencinta kedua orang suaminya yang baginya merupakan satu tokoh saja,
Walaupun memiliki dua tubuh. Setelah menjadi isteri dari saudara kembar ini selama tiga tahun, kini Souw Hui Lan telah mempunyai seorang anak laki-laki berusia dua tahun. Anak ini mereka ajak pula dan pertemuan antara keluarga Pulau Es itu mendatangkan kegembiraan besar. Sayang bahwa kakek Gak Bun Beng atau Bu-beng Lo-kai tidak hadir, pada hal Suma Ceng Liong dan isterinya sudah merasa rindu kepada puteri mereka, Suma Lian, yang dibawa pergi oleh paman mereka itu untuk digembleng dengan ilmu-ilmu yang tinggi. Sudah setahun mereka ditinggalkan puteri mereka yang ikut bersama kakeknya itu ke puncak Telaga Warna di Pegunungan Beng-san. Pihak tuan rumah sibuk menyambut tamu-tamu yang berdatangan dan setelah tidak ada lagi yang datang, tempat itu sudah hampir penuh.
Para pembantu sibuk mengeluarkan hidangan dan suasana di situ amat meriah. Keluarga tuan rumah berkelampok di bagian tengah ruangan itu, menghadap ke luar, sedangkan para tamu memilih teman sendiri-sendiri, berkelompok dengan kelompok masing-masing. Seperti biasa, para tamu yang datang tadi tentu mencari-cari teman yang cocok lalu dihampirinya, ada pula tamu yang terdahulu memanggil tamu yang baru tiba untuk bergabung satu meja dengan mereka. Kawan-kawan lama yang sudah lama tak pernah saling berjumpa, kini bertemu dalam pesta itu, maka suasana menjadi semakin riuh dan gembira. Ketika para tamu sudah disuguhi arak beberapa cawan, Kao Cin Liong lalu bangkit berdiri di atas panggung yang sudah disediakan, sehingga semua tamu dapat melihatnya dari tempat duduk masing-masing.
"Cu-wi (saudara sekalian), kami sekeluarga menghaturkan terima kasih atas kedatangan cu-wi, juga atas semua hadiah yang diberikan kepada saya. Semoga Thian membalas semua kebaikan cu-wi itu. Setelah cu-wi hadir di sini, kami ingin mohon bantuan cu-wi, membantu kami yang sedang prihatin menghadapi peristiwa yang membuat kami bingung. Hendaknya cuwi ketahui bahwa puteri kami yang bernama Kao Hong Li, anak tunggal kami, telah beberapa bulan yang lalu lenyap diculik orang...."
Suasana menjadi gaduh ketika para tamu mendengar pengumuman ini. Kao Cin Liong membiarkan keadaan gaduh itu berlangsung sebentar, lalu dia mengangkat kedua tangan memberi hormat dan minta agar suasana menjadi tenang kembali. Setelah para tamu diam, dia melanjutkan.
"Anak kami itu baru berusia dua belas tahun lebih, dan kami tidak tahu siapa penculiknya. Dan selagi kami kebingungan dan belum berhasil menemukan anak kami, kembali terjadi hal yang semakin membingungkan. Locianpwe Ang I Lama di Tibet telah dibunuh orang, dan kami suami isteri yang tidak berdosa dituduh sebagai pembunuhnya."
Kembali suasana menjadi gaduh dan setelah semua orang diam, Kao Cin Liong melanjutkan kata-katanya,
"Karena kami kebingungan, tidak menemukan jejak puteri kami, maka kami mohon dengan hormat kepada cuwi, apa bila ada yang mengetahui atau mendengar di mana adanya puteri kami, sukalah memberi kabar kepada kami. Atas kebaikan itu, sebelumnya kami menghaturkan banyak terima kasih kepada cuwi."
Setelah Cin Liong menyelesaikan pengumumannya, para tamu menjadi semakin gaduh, bercakap-cakap di antara kelompok sendiri, ada pula yang hanya diam termangu-mangu dan menduga-duga siapa adanya orang yang demikian nekat dan beraninya mengganggu keluarga Kao ini dengan menculik puterinya. Kao Cin Liong adalah seorang bekas panglima yang terkenal dan gagah perkasa, juga dia adalah putera tunggal Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir. Isterinya juga bukan orang sembarangan, melainkan cucu dari Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. Dan kini ada orang berani menculik puteri mereka, bahkan menjatuhkan fitnah kepada keluarga ini yang dituduh membunuh Ang I Lama.
Apakah peristiwa ini menjadi tanda bahwa nama besar Pulau Es dan Gurun Pasir akan berakhir atau menjadi suram? Pesta dilanjutkan dengan cukup meriah dan kini percakapan para tamu adalah tentang pengumuman tuan rumah. Mereka saling bertanya, akan tetapi agaknya tidak ada seorangpun di antara mereka yang tahu di mana adanya anak perempuan yang diculik itu. Selagi pihak tuan rnmah dan keluarganya melayani para tamu makan minum, tiba-tiba penjaga pintu memberi tahu kepada Kao Cin Liong bahwa telah datang lagi tamu baru, sepasang suami isteri she Yo. Karena tidak mengenal siapa suami isteri she Yo ini, Kao Cin Liong dan isterinya bangkit menyambut, sedangkan keluarganya ikut pula memandang dengan penuh perhatian untuk melihat siapa adanya tamu yang datang agak terlambat itu.
Ketika Bi Lan yang juga ikut menengok melihat bahwa yang muncul sebagai tamu terlambat itu adalah Bi-kwi dan Yo jin, jantungnya berdebar tegang penuh kegirangan, akan tetapi juga penuh kekhawatiran. Tak disangkanya bahwa sucinya itu berani datang pula ke pesta ulang tahun ini! Akan tetapi hal ini bahkan membuktikan bahwa sucinya memang benar telah mengubah cara hidupnya dan tentu sucinya datang karena menaruh perasaan hormat terhadap keluarga Kao yang gagah perkasa. Keluarga para pendekar Pulau Es dan Gurun Pasir yang berada di situ, banyak yang mengenal Bi-kwi dan mereka semua memandang dengan alis berkerut. Terutama sekali Gu Hong Beng dan Suma Ciang Bun yang pernah bertempur melawan wanita yang mereka anggap sebagai wanita iblis yang amat jahat itu.
Juga Kao Cin Liong sendiri dan isterinya, Suma Hui, ketika terjadi pertempuran antara para pendekar melawan Sai-cu Lama dan gerombolannya, telah mengenal Bi-kwi sebagai murid Sam Kwi. Demikian pula Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng. Mereka tidak mengira bahwa wanita ini berani muncul sebagai tamu, dan mereka teringat akan pembelaan Bi Lan terhadap sucinya yang pernah menjadi seorang wanita iblis itu. Bagaimanapun juga, mereka berdua itu datang sebagai tamu, apa lagi melihat sikap Yo Jin yang demikian sopan dan jujur, juga sikap Bi-kwi yang melihatkan sikap hormat terhadap pihak tuan rumah, Kao Cin Liong dan isterinya terpaksa menyambut. Mereka datang sebagai tamu, dan me-mang undangan itu ditujukan kepada semua tokoh persilatan tanpa memilih bulu, baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam.
Setelah memberi hormat dan menghaturkan selamat kepada tuan rumah, yang disambut oleh Kao Cin Liong dan isterinya dengan hormat pula, Bi-kwi dan Yo Jin yang menjadi suaminya, menyerahkan sebuah bingkisan yang berupa sebuah bungkusan kecil dari sutera merah. Bungkusan itu diterima oleh Suma Hui dan diletakkan di atas tumpukan barang-barang hadiah lain dalam bungkusan-bungkusan besar kecil. Kemudian mereka berdua dipersilahkan duduk, akan tetapi karena tempat duduk di bagian depan telah penuh tamu, Bi-kwi dan Yo Jin mencari tempat duduk kosong agak di sudut belakang. Ketika Bi-kwi melihat Bi Lan bersama Sim Houw, ia hanya mengangguk dan tersenyum, sedangkan Bi Lan dan Sim Houw juga tersenyum kepada mereka. Semua ini dilihat oleh Hong Beng dengan hati yang tidak puas.
Jelaslah bahwa ada hubungan baik antara kedua orang itu, pikirnya dan biarpun kini Bi-kwi datang untuk menghormati Kao Cin Liong dan datang sebagai tamu, namun ketika memandang wanita itu, sinar mata Hong Beng penuh rasa tidak senang. Juga Suma Ciang Bun yang pernah berkelahi melawan Bi-kwi, memandang dengan alis berkerut. Namun Bi-kwi yang tahu akan sikap mereka itu, pura-pura tidak tahu saja. Sebelum berangkat mengunjungi pesta perayaan itu, Bi-kwi memang sudah menduga bahwa di tempat pesta itu tentu akan menghadapi banyak orang yang mengambil sikap memusuhinya. Namun ia tidak peduli akan hal itu. Suaminya, Yo Jin yang sudah membuka kehidupan baru di dusun terpencil, tadinya merasa tidak setuju ketika Bi-kwi yang mendengar tentang undangan yang disebar Kao Cin Liong itu menyatakan hendak datang bertamu.
"Isteriku yang baik, apakah perlunya mengunjungi tempat ramai itu? Aku khawatir hanya akan mengundang datangnya urusan dan keributan belaka,"
Demikian antara lain suami yang jujur ini berkata.
"Tidak, suamiku, aku tahu benar bahwa urusan dan keributan hanya timbul karena diri sendiri. Dan aku telah berjanji kepada diri sendiri tidak akan mencari keributan, seperti telah kuputuskan untuk merobah cara hidupku. Bukankah selama berbulan-bulan ini kita hidup aman dan tenteram di sini tak pernah terjadi sesuatu seolah-olah aku hanyalah isterimu yang sederhana, seorang wanita tani yang tidak mengerti ilmu silat?"
"Kuharap engkau akan begini seterusnya, isteriku sayang. Akan tetapi kenapa engkau mengajak aku untuk pergi ke Pao-teng untuk menghadiri pesta ulang tahun seorang pendekar? Biarpun engkau tidak mencari keributan, bagaimana kalau orang lain yang mencari keributan terhadap dirimu? Engkau tahu aku tidak mempunyai kepandaian untuk melindungi dirimu."
Bi-kwi tersenyum, merangkul suaminya dan merebahkan kepalanya di dada suaminya yang bidang. Biarpun Yo Jin tidak pandai ilmu silat, namun suaminya mempunyai jiwa pendekar yang gagah perkasa dan ia selalu merasa aman tenteram hidup di samping suaminya.
"Jangan khawatir, suamiku. Bentrokan hanya mungkin terjadi kalau kedua pihak menghendakinya. Api tidak akan membakar sesuatu yang basah kuyup. Biarpun ada orang mencari gara-gara, kalau tidak kita layani, bagaikan api dia akan kehabisan bahan bakar dan akan padam sendiri. Aku ingin bertamu ke sana bukan untuk mencari perkara, melainkan untuk menghormati pendekar Kao Cin Liong yang merayakan hari ulang tahun. Dia mengundang para ahli silat pada umumnya tanpa pandang bulu, tanpa melihat golongan, dan aku ingin datang mengingat bahwa dia adalah putera Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, masih terhitung suheng dari adik Bi Lan. Bi Lan pasti datang dan hadir pula. Karena akupun sudah rindu kepadanya, dan ingin melihat perkembangan dunia sekarang. Sekali lagi jangan khawatir, bentrokan hanya dapat terjadi kalau kedua pihak maju, seperti sepasang tangan yang bertepuk. Tak mungkin sebelah tangan saja bertepuk menimbulkan panas dan bunyi kalau tidak menemukan lawan."
Demikianlah, akhirnya Yo Jin mengalah dan menemani isterinya melakukan perjalanan ke Pao-teng.
Mereka datang agak terlambat, setelah pesta dimulai sehingga kemunculan mereka menarik perhatian banyak orang. Akan tetapi ketika suami isteri ini memilih tempat duduk di sudut belakang dan tenggelam di antara para tamu yang memenuhi tempat itu, suasana menjadi meriah kembali. Banyak di antara para tamu mendekati dan merubung meja, agaknya ingin tahu sekali macamnya barang-barang sumbangan yang bertumpuk itu. Melihat ini, Suma Hui yang menjadi gembira karena belum pernah semenjak menikah ia mengadakan pesta dan ternyata pesta ulang tahun suaminya yang hanya diadakan untuk mengumpulkan orang dunia persilatan dan mengumumkan kehilangan anaknya itu dikunjungi demikian banyak orang dan menerima banyak sumbangan, segera mengusulkan kepada suaminya untuk membukai bungkusan-bangkusan itu di depan para tamu.
Suaminya setuju dan ketika mereka berdua, dibantu oleh para anggauta keluarga, mulai membukai bungkusan dan mengumumkan nama penyumbangnya sambil mengangkat tinggi setiap buah benda sumbangan, para tamu menjadi gembira sekali. Tiada hentinya para tamu menyatakan kekaguman mereka setiap kali melihat barang sumbangan yang amat berharga dan beraneka warna itu Memang bermacam-macam benda sumbangan para tamu, dan rata-rata merupakan benda berharga. Ada senjata yang baik, guci-guci berukir, cawan perak, perhiasan-perhiasan dan banyak lagi macamnya. Ketika tiba giliran bungkusan sutera merah kecil pemberian Bi-kwi dan Yo Jin tadi dibuka, pembukanya kebetulan adalah Suma Hui sendiri. Dan di antara para anggauta keluarga, yang paling memperhatikan ketika bungkusan ini dibuka adalah Gu Hong Beng dan gurunya, Suma Ciang Bun.
Mereka berdua yang masih merasa penasaran kepada Bi-kwi, ingin sekali melihat barang macam apa yang dibawa oleh tamu yang mereka anggap sebagai siluman betina yang amat jahat itu. Bungkusan itu kecil saja, entah apa isinya dan ketika jari-jari tangan Suma Hui membukanya, guru dan murid ini mendekat dan melihat dengan hati tegang. Suma Hui sendiri tadi tidak memperhatikan dari siapa pemberian sumbangan dalam bungkusan merah yang kecil ini, maka ketika ia membukanya, ia tersenyum dan tidak merasakan ketegangan seperti yang dirasakan adiknya dan murid adiknya itu. Ketika bungkusan itu dibuka dan Suma Hui mengamatinya, tiba-tiba wajahnya berubah pucat dan wanita perkasa ini menahan jeritnya, akan tetapi tetap saja masih terdengar seruannya.
"Aihhh....!"
Kao Cin Liong terkejut, cepat mendekati isterinya dan dengan kedua tangan gemetar Suma Hui memperlihatkan benda yang terbungkus sutera merah itu. Sebuah perhiasan rambut dari emas yang diikat dengan segumpal rambut hitam. Benda itu sendiri merupakan perhiasan rambut yang biasa saja bagi orang lain, akan tetapi suami isteri itu terbelalak memandang karena mereka mengenal perhiasan rambut yang biasanya menghias rambut Kao Hong Li, puteri mereka yang lenyap diculik orang. Dan rambut itu.... rambut siapa lagi kalau bukan rambut Hong Li?
"Enci Hui, ada apakah?"
Suma Ciang Bun yang melihat perubahan muka encinya dan kakak iparnya segera bertanya.
"Ini.... ini.... perhiasan rambut milik Hong Li...."
Suma Hui berkata dengan masih gemetar dan gugup.
"Hemmm, siapakah tadi pengirim sumbangan ini?"
Kao Cin Liong juga berkata dengan suara geram dan memandang ke sekeliling. Mendengar keterangan nyonya rumah bahwa isi bungkusan itu adalah perhiasan rambut yang biasa dipakai anak perempuan yang hilang diculik orang, tentu saja para tamu yang merubung meja sumbangan itu menjadi gempar. Mereka yang duduk di belakang segera mendengar dari mereka yang duduk di depan dan sebentar saja seluruh tamu mengetahui bahwa telah terjadi hal aneh, yaitu bahwa seorang di antara para tamu menyumbang perhiasan milik anak tuan rumah yang tadi dikabarkan hilang diculik orang. Tentu saja suasana menjadi gempar seketika.
"Iblis betina itulah yang tadi menyumbangkan bungkusan merah!"
Tiba-tiba Gu Hong Beng berseru dan diapun sudah melompat dan lari menghampiri Bi-kwi dan Yo jin yang masih ikut bingung dan bertanya-tanya mendengar peristiwa yang meributkan itu. Begitu berhadapan dengan Bi-kwi, Gu Hong Beng menudingkan telunjuknya ke arah muka Bi-kwi dan berkata dengan suara lantang,
"Iblis betina, sungguh engkau jahat dan keterlaluan sekali, berani menghina kami! Engkaulah yang menculik adik Kao Hong Li, kemudian engkau berani mati datang untuk membawa perhiasan dan rambut adik Hong Li sebagai barang sumbangan!"
"Apa.... apa maksudmu? Harap jangan menuduh sembarangan. Bukan kami yang memberi barang seperti itu. Kami menyumbangkan sebuah benda lain!"
Kata Bi-kwi dengan sikap masih sabar walaupun pemuda itu memandang dengan mata melotot dan sikap bengis, siap hendak menerjangnya.
"Iblis betina, siapa tidak mengenalmu? Bi-kwi terkenal sebagai seorang wanita iblis yang jahat dan keji. Kiranya engkau yang menculik adik Hong Li dan kini datang sengaja hendak membikin kacau!"
Berkata demikian, pemuda ini menyerang. Serangannya amat hebat sehingga Bi-kwi yang tidak ingin membalas, dan tidak ingin melayani, ketika mengelak ke kiri masih saja tersentuh pundaknya oleh serangan itu dan wanita inipun terhuyung menabrak meja sehingga semua mangkok dan panci di atas meja itu terlempar dan jatuh berantakan. Tentu saja para tamu cepat berloncatan menjauhi perkelahian itu. Melihat isterinya diserang, Yo Jin segera melangkah maju. Dengan sikap sabar dia menghadapi Hong Beng.
"Saudara yang gagah, harap bersabar dulu. Sesungguhnya, apa yang dikatakan isteriku tadi benar belaka. Kami datang dengan iktikad baik, demi penghormatan kami terhadap tuan rumah yang masih terhitung suheng dari adik Can Bi Lan, dan kami berdua tadi memang memberi bingkisan sutera merah, isinya sebuah bros dari emas permata. Aku sendiri yang memilihkan di antara perhiasan milik isteriku, maka harap saudara bersabar dan jangan salah sangka...."
Mendengar bahwa laki-laki ini suami Bi-kwi, tentu saja Hong Beng tidak mau menerima keterangannya. Seorang suami tentu saja membela isterinya, pikirnya dan diapun mendorong tubuh laki-laki itu ke samping sambil berkata,
"Minggirlah kau!"
Dorongan Hong Beng adalah dorongan seorang ahli silat yang memiliki ilmu kepandaian tinggi dan tenaga sin-kang yang hebat, maka tentu saja Yo Jin yang tidak pandai ilmu silat itu, sekali tersentuh dorongan itu, tubuhnya terlempar menabrak beberapa buah kursi kosong dan jatuh terbanting dengan kerasnya!
"Hong Beng, engkau sungguh keterlaluan! Apakah kau kira di dunia ini hanya engkau seorang saja yang gagah dan benar, sedangkan orang lain semua jahat dan bersalah?"
Tiba-tiba Bi Lan sudah berada di situ dan membentak dengan marahnya ketika ia melihat Hong Beng tadi memukul Bi-kwi yang sama sekali tidak melawan, bahkan pemuda itu mendorong roboh Yo Jin dengan keras. Tadinya Hong Beng terkejut sendiri melihat betapa dorongannya membuat laki-laki yang mengaku suami Bi-kwi itu terlempar dan terjatuh, bahkan khawatir kalau-kalau orang itu terluka parah. Dia tidak tahu bahwa laki-laki yang menjadi suami seorang iblis betina seperti Bi-kwi ternyata tidak pandai ilmu silat sama sekali sehingga roboh oleh dorongan begitu saja. Akan tetapi ketika melihat munculnya Bi Lan yang kembali membela Bi-kwi, kemarahannya berkobar lagi.
"Can Bi Lan, engkau kembali berani hendak melindungi orang yang demikian jahatnya? Benar-benar engkau telah tersesat! Ia adalah iblis betina yang telah menculik adik Hong Li, dan kini ia datang untuk membikin kacau, dan engkau masih membelanya? Kalau begitu, engkau benar-benar telah berubah jahat!"
"Manusia sombong, engkau sudah buta oleh kesombonganmu. Engkaulah yang jahat!"
Bi Lan membentak dan mereka berdua, seperti dikomando saja, tidak tahu siapa yang mulai, telah saling menyerang dengan marahnya.
Karena mereka berdua adalah orang yang berkepandaian tinggi, maka perkelahian itu hebat dan para tamu menjauhkan diri, diam-diam merasa girang karena mereka memperoleh kesempatan untuk menonton perkelahian yang bermutu. Para tamu itu adalah orang-orang dari dunia persilatan, baik dari golongan hitam maupun putih, maka tidaklah mengherankan kalau mereka suka sekali nonton adu ilmu silat, terutama kalau adu ilmu itu dilakukan oleh dua orang muda yang demikian lihainya. Suara angin pukulan mengaung-ngaung. dan menyambar-nyambar ganas, membuat para penonton menjadi kagum bukan main. Melihat kekasihnya sudah berkelahi dengan Hong Beng, Sim Houw cepat meloncat ke depan dengan maksud untuk melerai perkelahian itu. Akan tetapi, Suma Ciang Bun yang sejak tadi sudah mendekati tempat perkelahian,
Siap untuk membantu muridnya kalau muridnya terdesak, merasa curiga dan mengira bahwa majunya Sim Houw tentu untuk membantu Bi Lan. Maka, tanpa banyak cakap lagi diapun menyambut datangnya Sim Houw dengan serangan pukulannya yang ganas dan dahsyat karena dia menyerang dengan pengerahan tenaga Hui-yang Sin-kang yang amat panas. Demikian panasnya hawa serangan itu sehingga terasa oleh para tamu yang sudah menjauhkan diri. Para tamu menjadi semakin gembira melihat dua orang itu sudah saling terjang dengan dahsyatnya. Sim Houw seperti biasa, mengalah dan hanya menangkis atau mengelak, sedangkan hatinya merasa bingung dan gelisah sekali. Tak disangkanya bahwa kembali dia dan kekasihnya terlibat perkelahian dengan guru dan murid yang galak dan selalu memusuhi Bi Lan itu.
Suling Naga Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melihat betapa gara-gara ia dituduh menculik anak tuan rumah, kini sumoinya yang jelas membelanya telah berkelahi, juga Sim Houw berkelahi dengan Suma Ciang Bun, Bi-kwi menjadi bingung dan juga khawatir sekali. Ia meloncat maju untuk melerai perkelahian antara Bi Lan dan Hong Beng. Melihat, ini, Kao Cin Liong dan Suma Hui cepat lari menghampiri tempat perkelahian. Mereka tentu saja ingin menangkap Bi-kwi yang dituduh sebagai pembawa bingkisan yang berisi perhiasan dan rambut kepala anak mereka. Akan tetapi mereka kecelik kalau tadi mengira bahwa Bi-kwi hendak membantu Bi Lan. Ternyata Bi-kwi meloncat maju bukan untuk membela Bi Lan melainkan untuk melerai. Ia memegang lengan Bi Lan dan menariknya ke belakang sambil berkata,
"Sumoi, tahan dulu, sebaiknya kita bicara baik-baik!"
Perbuatan Bi-kwi ini dapat mencelakakan sumoinya karena ia menangkap lengan kiri Bi Lan dan menariknya ke belakang dan pada saat itu, Hong Beng yang juga mengira akan dikeroyok dua, sudah menerjang maju dan menyerang Bi Lan yang posisinya buruk karena sebelah lengannya diganduli Bi-kwi. Pada saat itu, Kao Cin Liong sudah menangkap pundak Hong Beng.
"Hong Beng, tahan dulu!"
Teriak Kao Cin Liong dan tentu saja Hong Beng tidak berani meronta setelah dia tahu siapa orangnya yang menahannya. Dengan muka masih merah karena marah, matanya bersinar-sinar memandang ke arah Bi Lan dan Bi-kwi, diapun menghentikan gerakannya dan melangkah mundur. Sementara itu, Suma Hui juga sudah melerai perkelahian antara Suma Ciang Bun dan Sim Houw. Lebih mudah melerai perkelahian ini karena memang Sim Houw tidak melawan. Suma Hui hanya menghadang di depan Suma Ciang Bun dan minta kepada adiknya itu untuk menghentikan serangan. Suma Ciang Bun menahan gerakannya, memandang marah kepada Sim Houw.
"Sudah jelas iblis betina Bi-kwi itulah penculik anakmu, enci Hui. Kalau mereka hendak membela, mari kita turun tangan membasmi mereka yang jahat itu!"
"Nanti dulu, Bun-te, kita bicara dulu dengan mereka, minta penjelasan,"
Kata Suma Hui. Kini Kao Cin Liong dan Suma Hui menghadapi Bi-kwi yang sudah menolong suaminya. Untung bahwa Yo Jin tidak terluka parah, hanya kulitnya yang lecet-lecet saja. Mereka kini berdiri berdam-pingan, di depan Kao Cin Liong dan Suma Hui yang melihat betapa sikap suami isteri itu sama sekali tidak kelihatan takut atau khawatir seperti orang yang berdosa. Mereka nampak tenang saja dan wajah mereka membayangkan rasa penasaran. Melihat ini, Kao Cin Liong tidak mau sembarangan menuduh. Dia mendahului isterinya, berkata kepada Bi-kwi,
"Nona Ciong,"
Katanya, tidak mau menyebut nama julukan Bi-kwi karena dia sudah mendengar penuturan Bi Lan tentang wanita ini.
"kami mengharap sukalah engkau memberi keterangan apa artinya engkau dan suamimu sebagai tamu kami memberi bingkisan seperti ini! Ini adalah hiasan rambut anak kami yang hilang diculik orang!"
Berkata demikian, Kao Cin Liong dan isterinya memandang tajam kepada wajah wanita itu penuh selidik. Bi-kwi menghela napas panjang, lalu menjura dengan hormat.
"Kao-taihiap berdua yang terhormat, kiranya akan sia-sia kalau orang seperti saya yang memberi keterangan karena tentu tidak akan dipercaya dan sayapun tidak menyalahkan mereka yang tidak percaya karena saya pernah menjadi seorang tokoh sesat yang hidup menyeleweng. Akan tetapi suami saya ini, Yo Jin, adalah seorang petani yang jujur dan selamanya hidup bersih. Biarlah dia yang memberi penjelasan."
Berkata demikian Bi-kwi memandang kepada suaminya dengan sinar mata penuh permohonan, dan Yo Jin pun maju dan memberi hormat kepada Kao Cin Liong dan isterinya.
"Semua yang diceritakan isteri saya tadi benar belaka. Ketika mendengar undangan umum untuk menghadiri hari ulang tahun Kao-taihiap, isteri saya menyatakan keinginan hatinya untuk pergi menghadiri pesta perayaan itu. Saya sudah ragu-ragu dan menyatakan keberatan karena saya takut kalau-kalau timbul urusan lagi dengan isteri saya yang banyak dimusuhi orang. Akan tetapi isteri saya memaksa dengan alasan menghormat Kao-taihiap yang dianggap suheng dari adik Bi Lan yang kami sayang dan hormati. Terpaksa saya setuju dan saya sendiri lalu memilih di antara kumpulan perhiasan isteri saya untuk dibawa sebagai barang bingkisan. Saya memilih sebuah hiasan bros emas permata berbentuk burung Hong. Inilah keterangan yang sesungguhnya dan saya berani bersumpah akan kebenarannya. Kalau sekarang bungkusan sutera merah itu berisi benda lain, bagaimana kami mengetahuinya?"
Kao Cin Liong saling pandang dengan isterinya, keduanya mengerutkan alisnya. Hong Beng yang sejak tadi mendengarkan, tiba-tiba berkata kepada Kao Cin Liong dengan suara lantang,
"Harap Kao-locianpwe dan bibi guru tidak mudah ditipu oleh Bi-kwi. Ia terlalu jahat dan saya mengenal kejahatan dan kepalsuannya semenjak Sam Kwi masih hidup. Saya merasa yakin bahwa kalau bukan ia yang telah menculik adik Hong Li, setidaknya ia tentu tahu tentang penculikan itu!"
Mendengar ucapan Hong Beng itu, Bi-kwi maju dan memberi hormat kepada tuan rumah.
"Kao-taihiap, tidak saya sangkal bahwa saya pernah mengambil jalan hidup yang sesat penuh dosa. Akan tetapi biarpun demikian, belum pernah saya menjadi seorang pengecut. Andaikata benar saya yang menculik puteri taihiap, dan saya telah berani datang ke sini mengembalikan hiasan rambutnya, lalu apa perlunya saya menyangkal mati-matian? Kalau saya sudah berani melakukan itu, dan berani pula datang ke sini menyumbangkan hiasan rambut, tentu saya berani pula menghadapi segala resiko dan akibatnya! Dan tentu saja tidak akan begitu bodoh dan gila untuk mengajak suami saya yang sedikitpun tidak tahu ilmu silat. Harap taihiap pertimbangkan, karena saya tahu bahwa menyangkal dan membela diri dengan kata-kata, tentu tidak akan dipercaya."
Kao Cin Liong kembali saling pandang dengan isterinya, bingung karena mereka sendiripun bimbang. Mereka percaya kepada tuduhan Hong Beng tadi, akan tetapi mereka juga dapat menerima alasan Bi-kwi.
"Kao-suheng, saya berani menanggung kebenaran ucapan suci Ciong Siu Kwi!"
Tiba-tiba Bi Lan berkata dengan sikap gagah dan matanya melirik ke arah Hong Beng.
"Saya yang mengenal betul keadaan hidup enci Ciong Siu Kwi sebelum ia sadar dan sekarang saya tahu betul bahwa ia telah merobah cara hidupnya. Saya yakin ia tidak bersalah sedikitpun juga dalam urusan kehilangan puteri suheng. Kalau saya menduga bahwa ia penculiknya, saya sendiri yang akan menentangnya, kalau perlu membunuhnya karena bukankah saya sudah berjanji kepada suhu dan subo, bahwa saya takkan menikah dan takkan kembali sebelum dapat menemukan puteri suheng? Tidak, suci Siu Kwi tidak bersalah, hal ini saya yakin benar!"
Melihat sikap dan pembelaan Bi Lan yang demikian penuh semangat, Bi-kwi merasa terharu sekali.
"Sumoi, jangan engkau terlalu membelaku. Sudah kulihat betapa karena engkau menolong aku yang kotor dengan air lumpur, maka engkau sendiri terpercik lumpur dan direndahkan orang lain."
"Tidak, suci. Aku tidak membela engkau atau seorang suci, melainkan membela kebenaran. Siapapun dia kalau berada di pihak benar, sudah sepatutnya kubela."
Mendengar percakapan antara suci dan sumoi itu, Kao Cin Liong dan Suma Hui menjadi semakin ragu-ragu akan kesalahan Bi-kwi.
"Nona Ciong, bagaimanapun juga, bingkisan ini tadi adalah pemberianmu, oleh karena itu, kami yang kehilangan anak perempuan kami, kalau tidak menuduhmu yang tadi memberi bingkisan ini, lalu harus menuduh siapakah?"
Kata Suma Hui, sambil memandang tajam kepada Bi-kwi. Wanita ini lalu melangkah maju.
"Saya merasa bertanggung jawab, oleh karena itu, saya mohon sukalah Kao-taihiap menyerahkan barang itu kepada saya untuk saya selidiki sebentar."
Tanpa ragu-ragu Kao Cin Liong menyerahkan bungkusan perhiasan rambut dan segumpal rambut itu kepada Bi-kwi, berikut bungkusnya, yaitu sutera merah. Bi-kwi menerimanya, lalu memeriksanya dengan teliti. Mula-mula ia memeriksa kain sutera pembungkusnya, kemudian isinya. Sinar matanya mencorong dan iapun memandang ke kanan kiri.
"Kao-taihiap, penculik anak taihiap itu berada di sini, di antara kita semua! Dia seorang di antara para tamu!"
Kao Cin Liong dan isterinya, juga para anggauta keluarga dan para tamu yang mendengar ucapan ini, terkejut dan suasanapun menjadi bising. Bi-kwi lalu berkata kepada tuan rumah,
"Kalau Kao-taihiap percaya kepada saya dan suka meluluskan permintaan Saya, marilah kita berunding di dalam saja."
Kao Cin Liong dan isterinya mengangguk, lalu minta kepada Hong Beng dan gurunya untuk mewakili pihak tuan rumah melayani para tamu, sedangkan dia bersama isterinya, juga diikuti oleh para keluarga, yaitu Kam Hong dan Bu Ci Sian, Suma Ceng Liong dan Kam Bi Eng, lalu Sim Houw dan Bi Lan juga diajak masuk bersama Bi-kwi dan Yo Jin. Setelah tiba di dalam, Bi-kwi lalu cepat memberi keterangan.
"Kao-locianpwe, jelaslah bahwa bingkisan kami tadi ada yang mengambil dan menukarnya dengan bingkisan ini. Hal itu tentu terjadi ketika orang-orang datang merubung meja tempat hadiah dan orang itu tentu pandai sekali sehingga tidak ada yang melihat perbuatannya. Karena kami datang terlambat dan bingkisan kami berada di atas, maka hal itu mudah dia lakukan."
"Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa bingkisanmu itu ditukar orang? Apa tandanya?"
Tanya Suma Hui.
"Sutera merah ini berbeda dengan sutera merah yang kami pakai untuk membungkus perhiasan bros itu. Dan pula, sebelum dibungkus sutera merah, kami membungkusnya dengan kertas kuning lebih dulu. Akan tetapi bungkusan ini tidak ada kertas kuningnya. Jelaslah, ada seorang yang sengaja memalsukannya.
"Akan tetapi, apa maksudnya?"
Tanya Kao Cin Liong.
"Hemm, kalau benar demikian, maksudnya sudah jelas!"
Kata Suma Ceng Liong.
"Pertama, untuk mengacaukan pesta, ke dua untuk mengadu domba. Kita cari dan tangkap dia selagi masih berada di sini!"
Pendekar ini bangkit.
"Nanti dulu!"
Tiba-tiba Sim Houw berkata.
"Saya harap cuwi tidak tergesa-gesa dalam hal ini. Sudah jelas bahwa di antara para tamu terdapat seorang atau lebih musuh yang bergerak secara rahasia. Di antara sekian banyaknya tamu, bagaimana kita dapat mengetahui yang mana orangnya? Tidak ada bukti apapun padanya dan dia yang menukar bingkisan tadi tentu tidak begitu bodoh untuk membiarkan bingkisan itu masih ada padanya kalau dilakukan penggeledahan. Kita akan gagal, bahkan mungkin sekali menyinggung perasaan para tokoh yang tidak berdosa. Juga berarti kita mengejutkan ular yang berada di dalam rumput dan semak-semak kalau kita menggebrak rumput dan semak-semak itu. Kalau hendak menangkap ular yang bersembunyi di dalam rumput, harus dengan hati-hati jangan sampai dia kaget dan siap siaga."
Suma Ceng Liong mengangguk-angguk.
"Pendapat ini memang tepat memang, akan tetapi aku tidak melihat lain jalan untuk dapat menangkap penculik Hong Li."
"Menangkap penculik itu adalah tugas kami berdua dan kami sudah menemukan jejak. Memang sebaiknya kalau orang yang membikin kacau pesta ini dibiarkan saja agar dia tidak membuat laporan kepada atasannya. Saya yakin bahwa yang datang menukar bingkisan itu hanyalah kaki tangan penculik itu, bukan si penculik sendiri karena kalau ia yang muncul, mungkin kami berdua dapat mengenalnya,"
Kata Bi Lan. Mendengar ini, Kao Cin Liong dan isterinya terkejut, juga girang.
"Sumoi, siapakah penculik jahanam itu?"
Tanya Kao Cin Liong.
"Suheng, kami memperoleh petunjuk ketika melakukan perjalanan dari Gurun Pasir, tentang seorang wanita berjuluk Sin-kiam Mo-li. Ia adalah anak angkat dari mendiang Kim Hwa Nio-nio, dan menurut pendengaran kami, ia selain amat lihai dalam ilmu silat, juga pandai ilmu sihir. Kami hendak menyelidik ke sana dan mudah-mudahan kami berhasil. Sebaiknya, urusan penukaran bingkisan ini tidak dibikin ribut agar penculik itu tidak menjadi terkejut dan siap siaga sehingga menyusahkan kita sendiri untuk mencarinya."
"Hemmm, kalau begitu, aku akan ikut membantumu, sumoi!"
Kata Bi-kwi.
"Urusan ini sekarang menjadi urusanku pula karena aku telah dilibatkan orang sehingga namaku dicemarkan dan aku yang dituduh menculik. Untuk membersihkan ini, tidak ada jalan lain kecuali aku bertindak menangkap si penculik."
Lalu ia berkata kepada Yo Jin,
"Suamiku, kuharap engkau pulang sendiri terlebih dulu, aku harus membantu sumoi dan Sim-taihiap untuk menangkap penculik."
Yo Jin mengerutkan alisnya, menarik napas panjang dan menggeleng kepala, lalu berkata,
"Sebenarnya hatiku amat berat melepas engkau pergi, isteriku, akan tetapi aku melihat bahwa memang fitnah itu membuat engkau terpaksa bertindak. Inilah jadinya kalau mendekati keramaian kota, ada saja urusan menyusahkan diri!"
Suma Ceng Liong yang mendengarkan sejak tadi, mengangguk-angguk.
"Mudah-mudahan saja dugaan semua itu benar. Memang jelaslah bahwa penculik itu sengaja hendak menyusahkan keluarga kita. Pertama dengan menculik Hong Li, kemudian berusaha mengadu domba dan mengacau pesta. Karena Hong Li merupakan keturunan dari Pulau Es dan Gurun Pasir, maka si penculik itu tentulah seorang yang memusuhi kedua keluarga itu, atau setidaknya satu di antaranya. Kalau yang disebut Sin-kiam Mo-li itu anak angkat mendiang Kim Hwa Nio-nio, memang kuat alasannya kalau ia memusuhi kita. Akan tetapi, sebaiknya kalau kita semua turun tangan menyerbu ke tempat tinggalnya."
"Saudara Suma Ceng Liong, saya kira hal itu tidak perlu karena kami baru menduga saja, belum ada bukti-bukti nyata bahwa Sin-kiam Mo-li penculiknya. Biarlah kami menyelidiki lebih dulu, kalau kami cukup kuat, kami akan merampas kem-bali nona Kao Hong Li, kalau kami melihat bahwa pihak musuh terlalu kuat, baru kami akan mohon bantuan cu-wi."
Kao Cin Liong mengangguk-angguk. Tentu saja sebagai ayah, dia menyetujui setiap usaha untuk menemukan kembali puterinya.
"Aku percaya kepada kalian berdua,"
Katanya kepada Sim Houw dan Bi Lan.
"dan kalau nona Ciong suka membantu, itu lebih baik lagi agar hati kami tidak ragu-ragu lagi terhadap namanya."
Suling Emas Naga Siluman Eps 45 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 29 Kisah Pendekar Pulau Es Eps 40