Ceritasilat Novel Online

Kisah Pendekar Pulau Es 14


Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 14



Cin Liong tertawa.

   "Aku sudah tahu akan hal itu dan tak perlu dirisaukan, susiok. Eh, bagaimana dengan hasil penyelidikanmu tentang jai-hwa-cat itu?!

   Tek Ciang menggeleng kepala dan menarik napas panjang.

   "Agaknya aku masih terlalu bodoh, kepandaianku masih terlalu rendah untuk dapat menemukan jejaknya, walaupun beberapa kali aku melihat berkelebatnya bayangan orang yang cepat sekali di wuwungan rumah-rumah. Bahkan aku mendengar berita akan hilang terculiknya seorang gadis dari keluarga Ciong di ujung barat kota. Aku yakin bahwa ayah benar, yakni bahwa ada jai-hwa-cat berkeliaran di kota ini.!

   Cin Liong mengangguk.

   "Akupun sudah mendengar berita itu dari komandan kota. Karena kebetulan akn sendiri sedang berada di kota ini, biarlah aku akan melakukan penyelidikan malam ini.!

   "Aku juga akan melakukan penyelidikan sedapatku, taihiap. Pendeknya, aku takkan berhenti menyelidiki sebelum penjahat itu tertangkap atau terbunuh!! Tek Ciang berkata penuh semangat. Setelah makan selesai, Tek Ciang yang "tahu diri! lalu mundur dan memasuki kamarnya sendiri, membiarkan sepasang kekasih itu asyik berdua saja di kamar tamu.

   Dan memanglah, setiap kali mereka bertemu berdua saja, Cin Liong dan Suma Hui tentu menumpahkan rindu dan sayangnya melalui suasana yang akrab dan santai, romantis dan mesra. Mereka bercakap-cakap, bersendau-gurau, kadang-kadang berangkulan dan berciuman.

   "Hui-moi, kalau ayah bundaku sudah melamar, dan kalau orang tuamu setuju, aku ingin kita tidak lama-lama menunda pernikahan. Aku ingin segera menikah denganmu, tinggal di kota raja dan aku akan mengajukan permohonan kepada sri baginda kaisar agar ditugaskan di kota raja saja, agar tidak banyak berkeliaran meninggalkan rumah seperti sekarang. Dengan demikian, kita akan dapat setiap bari berjumpa dan berkumpul.!!Ihh, kenapa tergesa-gesa amat menikah?! Suma Hui menggoda sambil tersenyum dan kedua pipinya merah.

   Cin Liong mencubit dagunya.

   "Masa tidak mengerti? Aku aku sudah ingin.... eh, selalu di sampingmu, Hui-moi.!

   Sejenak mereka bermesraan. Tiba-tiba Suma Hui menarik napas panjang.

   "Bagaimana audaikata.... ayahku tidak setuju?!

   Cin Liong mengerutkan alisnya.

   "Kalau begitu.... tinggal terserah kepadamu. Tentu saja aku tidak berani menentang orang tuamu, Hui-moi, akan tetapi demi engkau, apapun juga akan kulakukan, kalau perlu menghadapi orang tuamu.!

   "Kalau aku.... jika ayah melarang dan menentang, aku akan pergi meninggalkan rumah ini, aku akan pergi bersamamu.... maukah engkau, Cin Liong?!

   "Tentu saja! Dan aku akan melindungimu, membelamu dengan nyawaku. Akan tetapi, mudah-mudahan tidak sampai sejauh itu, Hui-moi, aku percaya akan kebijaksanaan ayahmu sebagai seorang pendekar sakti yang berpemandangan luas.!

   Demikianlah, mereka bercakap-cakap, kadang-kadang gembira, kadang-kadang gelisah kalau membayangkan halangan besar yang mungkin timbul dalam hubungan mereka karena penentangan ayah gadis itu. Kemudian pemuda itu menyatakan bahwa sebaiknya kalau dia pergi dulu ke kota raja, selain untuk urusan tugas, juga untuk menanti datangnya ayah bundanya.

   Suma Hui terkejut mendengar kekasihnya akan pergi.

   "Apakah engkau tidak dapat menanti sampai pulangnya ayah dan ibu?! Gadis ini membayangkan betapa hidup akan terasa sunyi dan tidak menyenangkan kalau kekasihnya ini pergi dari Thian-cin.

   "Agaknya tidak baik kalau di waktu orang tuamu tidak ada di rumah, aku setiap hari datang mengunjungimu, Hui-moi. Apa akan kata orang nanti? Pula, orang tuaku sudah berjanji bahwa kalau mereka pergi ke Thian-cin, mereka akan singgah dulu di kota raja.!

   Biarpun hatinya terasa berat, namun Suma Hui tidak dapat membantah kekasihnya. Ia hanya bertanya muram.

   "Kapan engkau akan pergi?!

   "Sebaiknya besok atau lusa, Hui-moi. Sudah agak lama aku berada di sini.!

   Malam itu, ketika Cin Liong hendak meninggalkan Suma Hui, gadis itu merangkulnya dan suaranya penuh kesedihan ketika ia berkata.

   "Cin Liong, jangan terlalu lama meninggalkan aku.... aku akan merasa kesepian dan tidak betah di rumah ini....!

   Cin Liong merangkul dan menciumnya. Karena mereka berdua maklum bahwa besok mereka akan berpisah, maka rangkulan dan ciuman mereka lebih hangat dan mesra daripada biasanya. Cin Liong yang merasa betapa gairah berahi menyerangnya, cepat mendorong tuhuh Suma Hui dengan halus sambil berkata dan tersenyum.

   "Ah, Hui-moi. Kenapa engkau bersedih? Kita berpisah hanya untuk beberapa bulan saja. Bagaimanapun juga, engkau adalah calon isteriku, apapun yang akan terjadi, bukan? Engkau adalah punyaku....! Mereka berdekapan lagi.

   "Aku punyamu dan engkau milikku, Cin Liong.... hanya kematian yang akan memisahkan kita....!

   "Aku cinta padamu, Hui-moi.... aku cinta padamu....!

   Dengan kata-kata yang diucapkan suara tergetar ini masih terngiang di telinganya, Suma Hui mengantar kekasihnya yang meninggalkan rumahnya itu. Cin Liong juga merasa berat sekali meninggalkan Suma Hui, walaupun besok sebelum berangkat dia tentu akan singgah untuk berpamit dulu. Dia tidak langsung ke rumah penginapan karena teringat akan cerita yang didengarnya tentang gadis yang lenyap diculik penjahat. Kalau memang benar ada jai-hwa-cat berkeliaran di kota ini, sebelum dia pergi, dia harus dapat menangkapnya lebih dulu. Adanya seorang penjahat cabul di Thian-cin sama dengan memandang rendah kepada keluarga Suma! Maka diapun mulai melakukan penyelidikan pada malam hari itu.

   Malam itu Suma Hui tidak dapat tidur, gelisah saja di atas pembaringannya. Ia memerintahkan pelayan rumah untuk menutup semua pintu dan jendela setelah kekasihnya pergi dan setelah membersihkan diri, iapun memasuki kamarnya. Ia tahu bahwa suhengnya tidak ada, seperti katanya tadi ketika makan bersama, suhengnya itu akan melanjutkan usahanya mencari jejak jai-hwa-cat. Juga kekasihnya akan ikut membantu dalam pengusutan dan pencarian jejak penjahat itu. Akan tetapi ia sendiri tidak perduli. Hati dan pikirannya sudah penuh dengan masalahnya sendiri, penuh dengan kekhawatiran bahwa ayahnya akan menentang perjodohannya.

   Akhirnya pikiran yang sibuk itu membuatnya lelah dan mulailah dara itu terlelap. Lapat-lapat ia seperti mendengar suara suhengnya perlahan-lahan bicara dengan pelayan di belakang. Suhengnya sudah pulang agaknya, demikian pikirannya yang terakhir. Lalu ia mencium bau harum yang aneh. Sejenak ia terlena dan bau harum itu membuat ia sadar dan curiga akan bau harum ini. Cepat ia membnka mata dan bangkit. Akan tetapi alangkah terkejutnya ketika ia merasa kepalanya pening begitu ia membuka mata dan bangkit. Pada saat itu, sesosok bayangan yang amat ringan gerakannya meloncat masuk kamar melalui jendela yang dipaksanya terbuka dari luar.

   Biarpun kepalanya pening, akan tetapi kewaspadaan seorang pendekar silat masih ada pada Suma Hui, membuat dara ini cepat membalikkan tubuh dan siap menghadapi lawan. Akan tetapi orang itu ternyata lihai bukan main, sekali mengulur tangannya dia telah mengirim totokan-totokan secara beruntun. Suma Hui mencoba untuk mengelak dan menangkis, akan tetapi tetap saja pundaknya terkena totokan, disusul totokan pada lehernya yang membuat ia tiba-tiba menjadi lemas dan tak dapat mengeluarkan suara. Dalam keadaan lemas dan setengah terbius, juga dalam cuaca dalam kamar yang remang-remang, ia tidak mengenal orang ini, hanya melihat bentuk tubuh seorang pria yang bertubuh sedang dan tegap.

   "Cin.... Cin Liong....! Hatinya berbisik karena ia tidak mampu bersuara setelah urat gagunya tertotok. Karena ia kini direbahkan dengan muka menghadap ke dinding dalam keadaan miring, ia tidak melihat apa yang dilakukan oleh orang yang menotoknya itu. Hatinya penuh dengan keheranan dan juga kemarahan. Orang itu bentuk tubuhnya seperti Cin Liong dan melihat kelihaiannya, agaknya pantaslah kalau ia menduga orang itu kekasihnya. Akan tetapi, mungkinkah Cin Liong melakukan hal aneh ini? Ia tidak tahu bahwa orang itu berkelebat keluar dari lubang jendela.

   Waktu rasanya berjalan amat lambat bagi Suma Hui yang tidak mampu bergerak itu. Bau harum masih memasuki hidungnya dan kepalanya terasa semakin berat dan mengantuk, tubuhnya tak dapat digerakkan dalam keadaan lemas seperti orang tidur dan iapun tidak mampu membuka mulut. Asap harum yang mengandung obat bius itu makin menguasainya, membuat pandang matanya semakin suram.

   Tiba-tiba ia menjadi kaget setengah mati ketika merasa betapa sepasang lenganmemeluknya. Ia berusaha membuka mata melihat, akan tetapi cuaca terlalu gelap dan pandang matanya juga sudah kabur. Ia hanya merasa ada orang yang memeluknya ketat, lalu ada orang yang menciumi mukanya, menciumi bibirnya. Ia hanya mendengar desahnya napas memburu, lalu mendengar bisikan-bisikan lembut.

   "Hui-moi.... aku cinta padamu.... aku cinta padamu....!Cin Liong! Demikian hatinya berteriak. Akan tetapi ia merasa betapa pikirannya pusing, dunia seperti berputar dan kiamat rasanya ketika ia merasa betapa jari-jari tangan meraba dan membelainya, membuka pakaiannya.

   "Tidak....! Tidak....! Jangaaaannn....!! Hatinya menjerit-jerit akan tetapi tidak ada suara yang keluar. Ingin ia menjerit, ingin ia meronta dan mengamuk, ingin ia menangis. Akan tetapi hanya air matanya saja yang menetes-netes dalam tangis tanpa suara.

   "Hui-moi.... engkau calon isteriku....! demikian suara itu berbisik-bisik dan selanjutnya Suma Hui bergidik ngeri merasakan apa yang akan menimpa dirinya dan pada saat terakhir, iapun tidak ingat apa-apa lagi, tak sadarkan diri karena tidak dapat menahan guncangan batin yang terjadi melihat kenyataan bahwa dirinya diperkosa oleh orang yang dicintanya tanpa mampu mencegah, melawan atau bahkan berteriak.

   Ketika ia siuman kembali, Suma Hui masih belum mampu menggerakkan tubuhnya. Hancur luluh rasa hatinya, dunianya seperti kiamat. Ia dapat merasakan apa yang telah menimpa dirinya, malapetaka terbesar bagi seorang wanita, terutama bagi seorang gadis. Aib telah menimpa dirinya, aib yang hanya dapat ditebus dengan nyawa, dicuci dengan darah. Yang membuat ia merasa semakin sedih adalah kenyataan bahwa yang melakukan hal itu adalah Cin Liong, pria yang dikasihinya, yang dicintanya, calon suaminya, calon ayah dari anak-analnya! Cin Liong telah memperkosanya! Padahal, tanpa diperkosa sekalipun, kalau waktunya telah tiba, ia akan menyerahkan segala-galanya kepada pemuda itu. Akan tetapi, Cin Liong telah merusaknya, menghancurkan kebahagiaannya dengan perbuatannya yang keji dan hina!

   "Ya Tuhan....!! Dalam hatinya Suma Hui mengeluh dan merintih. Ia teringat kepada ayah ibunya dan kembali air matanya bercucuran. Gadis ini biasanya keras hati dan tidak mudah baginya mengucurkan air mata, akan tetapi sekali ini, dirinya telah tertimpa malapetaka yang amat hebat, yang lebih berat daripada kematian sendiri. Ia lalu teringat bahwa dalam keadaan tertotok, ia harus dapat menenteramkan batinnya agar dapat membuka jalan darah melalui kekuatan Swat-im Sin-kang.

   Dengan segala kekuatan dan kemauan yang ada, iapun lalu memejamkan matanya, mengheningkan cipta. Perlahan-lahan, setelah ia dapat melupakan segala peristiwa yang menimpanya, ia mulai merasakan gerakan hawa dalam tian-tan di pusarnya. Ia membiarkan hawa itu bergerak perlahan, makin lama makin cepat dan makin terasa kekuatannya, Dengan kemauannya yang membaja, akhirnya ia dapat menggerakkan hawa itu naik, membuka jalan darah yang masih dipengaruhi totokan.

   Dapat juga ia membebaskan diri dari totokan sebelum waktunya. Akan tetapi, karena pengaruh obat bius masih membuat kepalanya pening, iapun dengan hati-hati bangkit berdiri, turun dari pembaringan dan bersila di atas lantai dekat jendela yang dibukanya, lalu menghadap keluar dan membersihkan diri melalui pernapasan, mengumpulkan hawa pagi yang murni.

   Malam telah hampir terganti pagi ketika akhirnya ia sadar sama sekali dan bebas dari pengaruh obat bius. Mulailah dia meneliti dirinya dan ia mengepal tinju dengan kemarahan memuncak ketika melihat betapa sebagian pakaiannya bernoda darah. Tanpa melihat tanda inipun ia sudah tahu apa yang menimpa dirinya, yaitu bahwa ia telah diperkosa orang, atau lebih tepat lagi, diperkosa Cin Liong ketika ia tak sadar. Dengan menahan tangis ia lalu berganti pakaian, akan tetapi makin lama, kemarahan makin memuncak dan menusuk-nusuk hatinya seperti jarum beracun. Makin panaslah ia dan tanpa disadarinya ia lalu mengamuk! Meja kursi dipukuli dan ditendanginya, kasur dirobek dan diawut-awut dan mulutnya memaki-maki.

   "Jahanam! Keparat bedebah engkau! Manusia laknat, aku bersumpah untuk membunuhmu, memusuhimu sampai tujuh turunan!! Terdengar suara hiruk-pikuk yang mengejutkan dari dalam kamarnya, membuat pelayan dan Tek Ciang datang berlari-larian.

   "Brakkkk!! Kini daun pintu kamar itu pecah tertendang oleh Suma Hui, hampir saja menimpa Tek Ciang dan si pelayan yang sudah tiba di luar pintu. Untung Tek Ciang bergerak cepat, menarik tangan si pelayan dan meloncat ke belakang ketika daun pintu ambrol. Keduanya berdiri dengan mata terbelalak memandang kepada Snma Hui yang muncul dengan rambut awut-awutan, pakaian kusut dan mata beringas.

   "Nona....!! Pelayan itu menjerit kaget.

   "Sumoi....! Ada apakah, sumoi? Apakah yang telah terjadi....?! Louw Tek Ciang juga menegur sambil melangkah maju.

   "Ingatlah, sumoi, ingatlah. Apa yang telah terjadi denganmu, sumoi....?!

   Suma Hui yang seperti kesetanan itu, tiba-tiba terbelalak memandang Tek Ciang dan pelayannya. Mendengar suara Tek Ciang yang halus dan penuh perhatian itu, tiba-tiba saja ia memperoleh pelepasan dan gadis itu tidak dapat menahan lagi tangisnya.

   "Suheng.... ah, suheng.... hu-hu-huuuhhh....! Ia terhuyung dan Tek Ciang cepat memegang pundaknya. Karena Tek Ciang merupakan satu-satunya orang yang dekat dengannya, Suma Hui lalu menangis mengguguk dan menjatuhkan dirinya dalam pelukan pemuda itu, menangis sambil menyandarkan muka di dada Tek Ciang. Pemuda ini mehgelus kepala Suma Hui sambil menghiburnya dengan kata-kata yang tenang dan ramah.

   "Sumoi, segala hal dapat diurus dengan baik. Tidak ada masalah yang tidak dapat diatasi dengan ketenangan dan kebijaksanaan. Sumoi, apakah yang telah terjadi....!

   Akan tetapi, Suma Hui makin mengguguk dalam tangisnya sehingga Tek Ciang membiarkannya saja, malah berkata halus.

   "Menangislah, sumoi. Menangislah sepuasmu kalau tangis dapat meringankan hatimu, sumoi....!

   Dan memangtangis saja yang dapat meringankan hati yang sedang sesak oleh kedukaan bercampur kemarahan. Setelah menangis terisak-isak dan menumpahkan banyak air mata, Suma Hui dapat menguasai dirinya lagi. Tentu saja ia tidak mau menceritakan malapetaka apa yang menimpadirinya. Ia melepaskan diri dari pelukan Tek Ciang, memandang kepada suhengnya itu dengan berterima kasih.

   "Maafkan kelemahanku, suheng....!

   "Sumoi, engkau sungguh membuat aku terkejut dan khawatir sekali. Apakah yang telah terjadi? Kenapa engkau mengamuk?! Dia memandang ke dalam kamar yang kalang-kabut itu.

   "Nampaknya seperti ada perkelahian di dalam kamarmu. Engkau berkelahi dengan siapakah?!

   Suma Hui menggeleng kepalanya.

   "Aku sendiri tidak tahu dia siapa. Tapi, suheng, apakah semalam engkau tidak mendengar apa-apa dan tidak melihat orang memasuki rumah kita?!

   Tek Ciang menggeleng kepalanya dan alisnya berkerut.

   "Aku baru pulang menjelang pagi, bahkan belum dapat tidur ketika tiba-tiba mendengar suara ribut-ribut dari kamarmu. Semalam aku keliling kota melakukan penyelidikan dan kebetulan sekali aku melihat perkelahian yang amat hebat antara Kao-taihiap dan seorang yang tidak kukenal....!

   Seketika perhatian Suma Hui tertarik.

   "Dia....? Dia.... berkelahi? Di mana dan siapa lawannya? Bagaimana....?! Pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dengan gagap.

   "Aku sedang melakukan penyelidikan ke lorong-lorong gelap ketika aku melihat berkelebatnya bayangan orang yang meloncat ke atas genteng. Aku terkejut sekali dan menyelinap ke tempat gelap sambil mengintai. Tiba-tiba aku melihat Kao-taihiap juga meloncat ke atas sambil membentak. Mereka lalu berkelahi di atas genteng, bahkan lalu keduanya meloncat turun dan melanjutkan perkelahian di atas tanah. Orang itu lihai sekali dan agaknya menjadi tandingan yang seimbang dari Kao-taihiap.

   Keduanya berkelahi tanpa menggunakan senjata. Entah berapa lama dan siapa yang unggul aku tidak dapat mengikuti saking cepatnya mereka bergerak. Akan tetapi akhirnya, lawan Kao-taihiap melarikan diri dikejar oleh Kao-taihiap. Aku berusaha mengejar pula dan mencari-cari, akan tetapi mereka lari terlampau cepat dan aku kehilangan jejak mereka. Aku terus mencari sampai hampir pagi tanpa hasil, kemudian aku pulang.!Suma Hui mendengarkan semua itu dengan hati tertarik. Siapakah yang berkelahi melawan Cin Liong? Dan apakah sesudah berkelahi itu Cin Liong lalu memasuki kamarnya?

   "Apakah engkau tidak melihat bagaimana wajah lawannya itu, suheng? Bagaimana pula bentuk tubuhnya?!

   "Keadaannya amat gelap, sukar mengenal wajahnya. Akan tetapi pakaiannya mewah dan agaknya dia setengah tua, tubuhnya sedang....!

   "Ah, tentu dia Jai-hwa Siauw-ok!! Suma Hui berseru.

   "Mungkin, karena ketika mengejar, Kao-taihiap juga berseru begini : Jai-hwa-cat, jangan lari!!

   Suma Hui termenung.

   "Mengasolah, suheng. Akupun hendak istirahat....!

   "Tapi, sumoi.... apa yang terjadi di sini? Engkau belum menceritakan kepadaku.!

   Suma Hui menggeleng kepala.

   "Tidak apa-apa. Ada yang memasuki kamarku. Kami berkelahi, akan tetapi dia keburu pergi tanpa aku dapat mengenalinya. Sudahlah, suheng, aku lelah dan hendak istirahat.! Suma Hui memasuki kamarnya dan mengangkat pintu yang jebol itu, menutupkannya begitu saja.

   Sejenak Tek Ciang bengong di depan pintu, lalu mengangkat pundak dan memberi isyarat kepada pelayan yang juga ikut bengong itu untuk pergi dan membiarkan nona itu beristirahat dalam kamarnya yang awut-awutan.

   Suma Hui memandang sekeliling kamarnya. Meja kursi hancur berantakan oleh amukannya. Kasurnya robek awut-awutan. Akan tetapi ia tidak perduli dan ia menjatuhkan badannya ke atas pembaringan kayu yang kasurnya sudah robek-robek itu, memejamkan matanya dan menahan tangisnya. Tidak, tidak ada gunanya lagi menangis, pikir dara yang keras hati ini.

   Tidak ada lagi yang perlu ditangisi. Hidupnya sudah berakhir, kebahagiaannya sudah hancur. Ia harus menuntut kepada Cin Liong, ia akan minta pertanggungan jawabnya. Bagaimanapun juga, ia tidak mungkin dapat mencinta Cin Liong lagi setelah pemuda itu melakukan hal yang demikian kejinya terhadap dirinya. Cintanya sudah lenyap bersama dengan kehormatannya yang direnggut oleh pemuda pujaannya itu. Ah, benarkah bahwa cinta antara bibi dan keponakan seperti ia dan Cin Liong itu dikutuk oleh para leluhur, dikutuk oleh Thian sehingga menimbulkan malapetaka yang begini hebat atas dirinya?

   Siapa kalau bukan Cin Liong yang melakukan perbuatan keji itu? Suaranya tak dapat dilupakannya, dan kelihaian pemerkosa itupun menunjukkan bahwa Cin Liong orangnya. Akan tetapi, mengapa Cin Liong mempergunakan asap pembius? Apakah agar tidak dikenal? Tapi, ucapan pemuda itu jelas memperkenalkan dirinya! Apakah dasar dari perbuatan kekasihnya itu? Hanya karena dorongan nafsu berahi? Tak mungkin!

   Ketika mereka berpelukan semalam sebelum pemuda itu meninggalkannya, iapun dapat merasakan gairah berahi pada diri pemuda itu, namun Cin Liong cepat memisahkan diri. Cin Liong bukan seorang pemuda hamba nafsu. Ataukah.... Suma Hui membuka matanya ketika teringat akan hal itu, dan ia bangkit duduk, mengepal tinju, apakah pemuda itu melakukan perbuatan keji itu dengan maksud agar ayahnya terpaksa memenuhi tuntutan mereka untuk dapat saling berjodoh? Karena ia sudah dinodai maka ayahnya takkan dapat menolak pinangannya lagi karena aib yang menimpa dirinya takkan dapat tercuci?

   "Tidak!! Ia mendesis.

   "Aku tidak sudi! Lebih baik mati daripada menjadi isteri seorang yang berhati palsu! Noda ini hanya dapat ditebus dengan nyawa!!

   Kemarahannya membuat ia melotot, akan tetapi ia segera membayangkan wajah Cin Liong yang begitu tampan dan sikapnya yang begitu halus dan gagah, dan tak terasa lagi air matanya menetes turun. Sejenak ia membiarkan kekecewaan dan penyesalan menguasai dirinya, akan tetapi kekerasan hatinya segera timbul kembali. Ia bangkit berdiri dan membanting-banting kaki kirinya beberapa kali, kebiasaan yang tidak disadari kalau ia sedang marah.

   "Kao Cin Liong keparat busuk! Cintaku sudah hancur dan lenyap dan mulai malam tadi, engkau telah menjadi musuhku sampai tujuh turunan!! Dan iapun segera membereskan rambut dan pakaiannya, berdandan dengan ringkas, kemudian dengan hati panas seperti dibakar ia melangkah keluar, membawa sepasang pedangnya yang digantungkan di punggung. Hanya satu tujuan memenuhi batinnya, yaitu mencari Cin Liong di rumah penginapan dan membunuhnya kalau mungkin!

   "Sumoi....!!

   Louw Tek Ciang telah berdiri di depannya. Pemuda itu nampak pucat seperti orang kurang tidur atau orang yang gelisah, akan tetapi tidaklah sepucat Suma Hui dan pemuda itu memandang penuh kegelisahan ke arah punggung sumoinya di mana terdapat sepasang pedang bersilang. Tidak pernah sumoinya pergi meninggalkan rumah membawa-bawa pedang.

   "Sumoi, engkau hendak pergi ke manakah sepagi ini? Dan engkau membawa pedang.... mau apakah engkau....?!

   Suma Hui mengerutkan alisuya, merasa tidak senang dan terganggu, maka jawabnya dengan suara dingin.

   "Suheng, engkau jaga rumah baik-baik dan jangan mencampuri urusanku. Aku mempunyai keperluan dan tak seorangpun boleh mencampuri.! Setelah berkata demikian, ia membalik dan hendak melanjutkan perjalanannya.

   "Hui-moi....!!

   Suma Hui terperanjat seperti disambar petir, akan tetapi, kemarahannya memuncak mendengar suara Cin Liong dan dengan perlahan ia membalik dan menghadapi pemuda yang baru muncul itu. Melihat wajah pemuda itu juga lesu dan ada tanda-tanda kurang tidur, hati Suma Hui merasa semakin yakin akan kesalahan orang yang tadinya amat dicintanya itu.

   "Singggg....!! Nampak sinar berkelebat dan sepasang pedang telah berada di kedua tangan gadis itu.

   "Keparat jahanam Kao Cin Liong, rasakan perbalasanku!! bentaknya dan dengan kemarahan meluap-luap, Suma Hui sudah menyerang Cin Liong dengan sepasang pedangnya, langsung mempergunakan jurus Ilmu Pedang Siang-mo Kiam-sut yang amat hehat karena ia tahu bahwa yang diserangnya adalah orang yang amat lihai.

   "Heiiii....!! Terkejut sekali Cin Liong melihat serangan itu dan saking kaget dan herannya, terlambat dia mengelak.

   "Crottt....!! Pangkal lengan kirinya terkena serempetan pedang. Agaknya tadinya dia mengira bahwa gadis itu hanya main-main, maka barulah dia sadar bahwa sesungguhnya kekasihnya itu tidak main-main dan serangan yang ditujukan kepadanya tadi adalah serangan maut!

   "Hui-moi.... tahan dulu....! Apa dosaku? Apa salahku? Apa yang terjadi? Kenapa engkau menyerangku, memusuhiku....!

   "Penghinaan itu hanya dapat dicuci dengan darah dan ditebus dengan nyawamu, manusia hina-dina!! Dan kini Suma Hui sudah menyerang lagi dengan lebih hebat karena kemarahannya semakin memuncak, seolah-olah melihat darah yang membasahi baju pada pangkal lengan Cin Liong itu mengingatkan ia akan darahnya sendiri dan membuatnya sedih sekali.

   "Eh, Hui-moi, nanti dulu....!! Cin Liong menjadi bingung sekali.

   "Hyaaaattt.... sing-sing-singgg....!! Suma Hui menyerang bertubi-tubi, sepasang pedangnya itu menjadi dua sinar bergulung-gulung dan menyambar-nyambar mengarah bagian yang berbahaya dari tubuh Cin Liong. Karena panik dan bingung, hampir saja tubuh Cin Liong terbabat dan gerakannya menjadi kacau sehingga dia hanya mampu melempartubuh ke belakang, lalu bergulingan dengan cepat.

   "Hui-moi, aku menuntut penjelasan....!! teriaknya penasaran.

   "Apa salahku?! Dia sudah berhasil meloncat dan bangkit berdiri lagi.

   Akan tetapi, Suma Hui sudah tidak sudi bicara lagi. Pedangnya menyambar lagi dan ia menyerang dengan jurus-jurus pilihan Siang-mo Kiam-sut yang memang hebat bukan main. Biarpun Cin Liong memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi, namun menghadapi serangan ilmu pedang itu tanpa membalas, tentu saja amat berbahaya. Dia berloncatan dan menyelinap di antara gulungan sinar pedang, beberapa kali nyaris tubuhnya tercium ujung pedang, bahkan ada beberapa bagian ujung pakaiannya yang robek oleh sambaran pedang yang amat tajam itu.

   "Hui-moi, kita bicara dulu....!!

   "Engkau atau aku yang harus mampus!! bentak Suma Hui dan ia menyerang terus dengan hebat.

   "Sumoi.... sumoi.... sabarlah, sumoi....!! Berkali-kali Tek Ciang juga menasihati sumoinya, akan tetapi dia tidak berani melerai karena dia merasa tidak akan mampu menghadapi permainan pedang yang dahsyat itu.

   "Sing-singgg.... wuuutttt....!! Segumpal rambut kuncir dari Cin Liong terkena sabetan pedang dan rontoklah gumpalan rambutnya ke atas tanah. Pemuda ini terkejut sekali. Beberapa sentimeter lagi selisihnya, nyaris lehernya yang putus. Dia melihat bahwa kekasihnya itu sungguh-sungguh dan bahwa pada saat itu bukan waktunya untuk bicara.

   Tentu saja kalau dia mau, dia dapat merobohkan Suma Hui dan membuatnya tidak berdaya lalu mengajaknya bicara, akan tetapi dia mengenal watak keras dari kekasihnya itu sehingga kalau dia merobohkannya, hal itu tentu akan menambah gawatnya keadaan karena tentu gadis itu akan menjadi semakin marah. Jalan satu-satunya hanyalah menjauhkan diri dan membiarkan sampai hati gadis itu yang terbakar menjadi agak dingin dan marahnya mereda. Barulah dia akan datang bicara.

   "Ah, Hui-moi.... Hui-moi....! keluhnya dan cepat dia meloncat ke belakang, berjungkir balik beberapa kali lalu berlompatan jauh melarikan diri.

   "Jahanam jangan lari!! Suma Hui membentak akan tetapi Cin Liong sudah lari dengan cepatnya.

   "Sumoi, jangan kejar....!! Tek Ciang juga berlari mengejar gadis itu. Karena hari telah pagi dan banyak orang di jalan, tentu saja mereka merasa heran melihat orang-orang muda itu berlarian, apalagi dengan ilmu lari cepat. Suma Hui tidak memperdulikan seruan suhengnya dan ia terus mengejar menuju ke rumah penginapan di mana Cin Liong mondok. Akan tetapi ketika ia tiba di situ, ternyata Cin Liong sudah lama pergi membawa bekal pakaiannya. Terpaksa Suma Hui membanting-banting kakinya dan menahan tangis, lalu pulang. Di jalan ia bertemu dengan Tek Ciang yang mengejarnya.

   "Sumoi, percuma saja engkau mengejar. Kalau ada sesuatu, kalau engkau merasa penasaran kepada Kao-taihiap, laporkan saja kelak kepada suhu. Tentu suhu akan dapat turun tangan. Engkau sendiri kiranya takkan dapat melawan Kao-taihiap yang amat lihai itu.!

   Suma Hui hanya mengangguk dan berjalan pulang dengan cepat. Hatinya meradang, marah dan penasaran sekali. Jelas bahwa Cin Liong bersalah, kalau tidak, tentu tidak akan melarikan diri. Keparat itu! Hatinya terasa sakit sekali, lebih nyeri rasanya karena ia tahu benar bahwa ia masih tetap mencinta pemuda itu.

   Setelah tiba di rumah, Tek Ciang memberanikan diri bertanya.

   "Sumoi, sebenarnya apakah yang terjadi? Mengapa sumoi begitu marah dan hendak membunuh Kao-taihiap?!

   Suma Hui mengerutkan alisnya, memandang kepada suhengnya lalu berkata.

   "Louw-suheng, aku mengharap agar engkau tidak mengajukan pertanyaan itu lagi kepadaku dan tidak menceritakan semua yang terjadi tadi kepada siapapun juga. Kalau suheng melanggar pesanku ini, aku akan marah sekali!! Setelah berkata demikian, dara itu lalu pergi memasuki kamarnya, meninggalkan Tek Ciang yang memandang bengong.

   Semenjak hari itu, Suma Hui jarang bicara, baik terhadap Tek Ciang maupun terhadap pelayan rumah itu. Bahkan jarang ia menemani Tek Ciang makan, dan lebih sering duduk termenung di dalam kamarnya. Karena kurang makan dan kurang tidur, sebentar saja wajahnya menjadi pucat dan tubuhnya menjadi kurus. Sang pelayan dan Tek Ciang menjadi prihatin sekali akan tetapi mereka tidak berani bicara. Terpaksa Tek Ciang selalu berlatih sendirian saja karena gadis itu sama sekali tidak pernah mau menemaninya latihan lagi.

   Beberapa pekan kemudian, ketika Suma Kian Lee dan Kim Hwee Li pulang bersama Suma Ciang Bun, mereka terkejut bukan main melihat Suma Hui yang begitu kurus dan agak pucat. Akan tetapi, begitu melihat adiknya, Suma Hui merangkulnya sambil menangis.

   "Bun-te.... ah, Bun-te, syukur engkau selamat....!! katanya sambil merangkul Ciang Bun yang juga merasa terharu. Kim Hwee Li mengerutkan alisnya, bukan hanya karena khawatir melihat puterinya begitu kurus, akan tetapi juga jarang ia melihat puterinya yang tabah dan keras hati itu dapat terharu sampai menangis ketika bertemu adiknya kembali.

   "Hui-cici, kenapa engkau begini kurus?!

   "Engkau kenapakah, Hui-ji?! tanya pula ayahnya.

   "Dan mukamu agak pucat,! sambung ibunya.

   Dihujani pertanyaan oleh ayah ibu dan adiknya itu, Suma Hui menjawab singkat dan menyimpang.

   "Tidak apa-apa, ah, aku girang sekali melihat engkau selamat, Bun-te. Lekas kau ceritakan semua pengalamanmu sejak kita berpisah, sejak engkau terlempar ke lautan itu.!

   Suma Hui menggandeng tangan adiknya dan beramai-ramai mereka memasuki rumah. Di pintu depan muncul Tek Ciang yang cepat menjatuhkan diri berlutut memberi hormat kepada suhu dan subonya. Melihat penghormatan yang amat sopan ini, Suma Kian Lee memandang girang.

   
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Bangkitlah, Tek Ciang dan mari berkenalan dengan sutemu. Ciang Bun, inilah murid ayah yang bernama Louw Tek Ciang seperti yang kuceritakan itu.!

   "Eh, Tek Ciang, kenapa engkau memakai pakaian berkabung?! tiba-tiba Hwee Li yang waspada itu bertanya.

   Ditanya demikian, Tek Ciang yang masih berlutut itu lalu mengusap air matanya yang tiba-tiba membasahi kedua matanya.

   "Suhu, subo, teecu dilanda malapetaka besar dan mohon petunjuk suhu berdua....!

   "Apakah yang telah terjadi, Tek Ciang?!

   "Ayah.... ayah teecu terbunuh....!

   "Ehhh....? Terbunuh? Siapa yang membunuh ayahmu?! Suma Kian Lee terkejut sekali mendengar ucapan itu.

   Tek Ciang merasa tidak enak kepada Suma Hui dan melirik ke arah sumoinya, akan tetapi Suma Hui diam saja dan hanya memandang kepadanya dengan sinar mata kosong.

   "Mendiang ayah tewas ketika bertempur melawan.... melawan jai-hwa-cat yang berkeliaran di kota ini.!

   "Ihhh....!! Kim Hwee Li berseru kaget dan penasaran.

   "Penjahat cabul mana yang begitu berani mengacau di Thian-cin?!

   "Suheng, kenapa engkau tidak berterus terang saja? Ayah, Louw-kauwsu tewas ketika dia berkelahi melawan Kao Cin Liong....!

   "Heh, bagaimana pula ini?! Hwee Li berteriak.

   "Kao Cin Liong datang ke sini dan dia berkelahi dengan Louw kauwsu?! Ia memandang tajam kepada Tek Ciang.

   "Tek Ciang, ceritakan sejujurnya apa yang telah terjadi!!

   "Mari kita semua masuk dulu dan bicara di dalam rumah,! kata Suma Kian Lee yang dapat menguasai perasaannya dan sikapnya lebih tenang. Mereka lalu masuk ke dalam rumah dan mereka semua duduk di ruangan dalam. Dengan sikap ragu-ragu dan kadang-kadang mengerling ke arah Suma Hui, akan tetapi melihat gadis itu diam saja tidak memberi tanda atau memperlihatkan sikap sesuatu, akhirnya Tek Ciang lalu bercerita.

   "Menurut ayah, di kota ini ada jai-hwa-cat berkeliaran. Pada suatu malam, ayah bersama dua orang teman yang melakukan penyelidikan, bertemu dengan Kao-taihiap, dan ayah agaknya menyangka bahwa Kao-taihiap adalah jai-hwa-cat itu, maka lalu diserangnya. Tentu saja ayah dan dua orang temannya tidak dapat menang dan akhirnya ayah tewas....!

   Suma Hui hendak membuka mulut, akan tetapi membatalkan niatnya. Apa perlunya ia membela Cin Liong? Biarlah, biar ayah ibunya menyangka Cin Liong yang membunuh Louw-kauwsu, ia tidak perduli! Dan iapun tahu mengapa suhengnya tidak menceritakan bahwa ayahnya membunuh diri, bukan tewas dalam perkelahian itu. Tentu pemuda itu merasa malu karena membunuh diri, bukan tewas dalam perkelahian berarti pengecut.

   Suma Kian Lee yang sudah merasa tidak senang kepada Cin Liong karena pemuda itu berani jatuh cinta kepada Suma Hui yang terhitung bibi sendiri, mengerutkan alisnya dan mengepal tinju.

   "Sungguh tidak patut sekali perbuatan Cin Liong itu! Andaikata dia bukan jai-hwa-cat, mengapa dia harus membunuh Louw-kauwsu yang hanya bertindak untuk menentang kejahatan? Aku pasti akan menegurnya kalau sempat berjumpa kelak!!

   "Hemm, kurasa ada apa-apanya di balik peristiwa itu. Putera Naga Sakti Gurun Pasir itu adalah seorang panglima yang terkenal, dan seorang pendekar perkasa yang sudah membela Pulau Es secara mati-matian. Tak mungkin kiranya dia begitu sembrono membunuh orang yang tidak berdosa. Eh, Hui-ji, mustahil kalau engkau tidak tahu apa-apa tentang peristiwa itu. Sebenarnya, apakah yaug telah terjadi sehingga Cin Liong sampai berkelahi dan membunuh Louw-kauwsu?! Dengan sinar mata tajam penuh selidik, nyonya yang cerdik ini bertanya kepada puterinya.

   Namun Suma Hui tetap berkeras tidak sudi membela Cin Liong yang dibencinya.

   "Aku tidak tahu, ibu,! jawahnya singkat, lalu dipegangnya tangan Ciang Bun sambil berkata mendesak.

   "Bun-te, hayo ceritakan pengalamanmu sampai engkau dapat selamat dan dapat pulang bersama ayah dan ibu.!

   Tek Ciang masih berdebar rasa jantungnya karena khawatir kalau-kalau suhu dan subonya mendesak terus sehingga rahasia ayahnya terancam bahaya terbuka tabirnya, lalu bangkit dan menjura dengan hormat.

   "Sebaiknya teecu mohon diri dan mundur agar suhu, subo dan sute dapat beristirahat dan bercakap-cakap dengan leluasa.!

   Kian Lee mengangkat tangan dan memandang kepada muridnya itu dengan rasa iba dalam hatinya. Ayah pemuda itu adalah seorang duda, maka sepeninggal ayahnya, berarti pemuda ini yatim-piatu.

   "Duduklah saja, Tek Ciang. Engkau dapat dibilang anggauta keluarga kami sendiri, maka boleh engkau duduk dan ikut mendengarkan.!

   Tentu saja ucapan suhunya ini membesarkan hati Tek Ciang dan diapun duduk kembali namun masih mengambil sikap sungkan-sungkan.Ciang Bun lalu menceritakan pengalamannya, betapa dia diselamatkan dari lautan oleh kakak beradik Liu dengan kakek mereka sebagai penghuni Pulau Nelayan. Betapa dia kemudian tinggal di pulau itu bersama mereka bertiga, mempelajari ilmu dalam air. Tentu saja dia tidak menceritakan tentang hubungannya yang aneh dengan Liu Lee Siang dan Liu Lee Hiang, hanya menceritakan kebaikan-kebaikan kakak beradik dan kakek mereka itu.

   "Setelah merasa bosan tinggal di pulau itu dan sudah mempelajari semua dasar ilmu dalam air, aku lalu meninggalkan pulau itu dan ketika mendarat, aku bertemu dengan ayah dan ibu.! Demikian Ciang Bun menutup ceritanya.

   "Kebetulan kami bertemu dengan Ciang Bun,! sambung Kim Hwee Li.

   "Padahal kami berdua telah berhari-hari mencari-cari di sekitar pantai namun tidak pernah melihat jejaknya atau mendengar berita tentang dirinya. Siang hari itu, selagi kami berjalan-jalan di pantai dan hampir putus asa, bahkan sudah mengambil keputusan untuk menggunakan perahu melakukan penyeberangan ke Pulau Es untuk menyelidiki di lautan, muncullah perahu yang membawa Ciang Bun.!

   Keluarga yang telah berkumpul lagi dengan lengkap itu tentu saja merasa gembira. Akan tetapi Suma Hui seoranglah yang tidak pernah merasakan kegembiraan, walaupun ia berusaha untuk kelihatan gembira. Ibunya telah mendesaknya dan berkali-kali menanyakan sikapnya itu di dalam kamar dengan suara bisik-bisik. Akan tetapi, biarpun terhadap ibu kandungnya sendiri yang biasanya ia menceritakan segala hal yang rahasia sekalipun, sekali ini ia tidak dapat membuka rahasianya. Bagaimana mungkin ia dapat menceritakan bahwa dirinya telah dinodai, bahwa kehormatannya telah dicemarkan, bahwa ia telah diperkosa oleh Cin Liong?

   Sikap gadis itu membuat ayah dan ibunya sering kali membicarakannya dalam kamar mereka.

   "Pasti telah terjadi sesuatu yang dirahasiakan oleh Hui-ji,! demikian antara lain Hwee Li berbisik kepada suaminya pada malam hari setelah mereka pergi tidur.

   "Ia menderita sesuatu.!

   "Sungguh tdak baik hal itu dibiarkan saja. Tek Ciang telah kehilangan ayahnya, sebaiknya kalau perjodohan antara mereka itu dipercepat. Aku akan memanggil mereka berdua dan menyatakan terus terang bahwa antara aku dan ayah Tek Ciang telah ada persetujuan untuk menjodohkan mereka.!

   "Suamiku, kurasa kita tidak boleh terlalu tergesa-gesa bicara tentang itu dan memberitahu kepada Hui-ji. Aku yakin bahwa tentu terjadi sesuatu yang luar biasa antara Hui-ji dan Cin Liong. Hui-ji kelihatan demikian menderita tekanan atau guncangan batin yang hebat. Aku khawatir ia akan jatuh sakit. Hanya kekerasan hatinya saja yang masih mampu mencegah ia jatuh sakit. Maka, kuharap engkau suka bersabar dulu dan jangan sampaikan hal yang belum tentu disetujuinya itu dalam waktu sekarang.!

   Suma Kian Lee mengerutkan alisnya, akan tetapi diapun tidak dapat membantah isterinya. Dia tahu bahwa Suma Hui memiliki kekerasan hati yang sama dengan kekerasan hati isterinya.

   "Baiklah, dan aku akan segera mulai menurunkan ilmu-ilmu silat kepada Tek Ciang agar dia dapat cepat menyusul ketinggalannya dari Hui-ji.!

   Suma Hui sendiri tidak tahu bahwa pada malam harinya ketika terjadi penyerangannya terhadap Cin Liong, diam-diam Cin Liong mendatangi rumahnya dan dengan kepandaiannya yang tinggi, Cin Liong berhasil menemui Tek Ciang. Sebelum Tek Ciang mampu bersuara, Cin Liong telah menotok urat gagunya dan juga membuatnya lemas, lalu memanggul pemuda itu pergi dari rumah itu menuju ke tempat sunyi.

   Setelah tiba di tempat sunyi, Cin Liong membebaskan totokannya pada tubuh Tek Ciang dan diam-diam pendekar ini merasa heran dan juga kecewa melihat betapa pucat wajah pemuda itu dan tubuhnya menggigil ketakutan! Orang penakut begini diangkat menjadi murid pendekar sakti seperti Suma Kian Lee? Sungguh mengecewakan sekali. Akan tetapi pikiran itu hanya sekilas saja memasuki benaknya yang sudah sarat dengan masalahnya sendiri yang membuatnya bingung, penasaran dan berduka itu.

   "Maafkan aku; Louw-susiok. Terpaksa aku menggunakan jalan ini karena aku ingin sekali bicara denganmu tanpa diketahui oleh Hui-moi.!

   Tek Ciang menarik napas lega dan kentara sekali bahwa baru saja dia terlepas dari himpitan rasa takut yang hebat.

   "Aahhhh, taihiap, sungguh engkau membikin aku kaget setengah mati. Perkara apakah yang ingin kau bicarakan?!

   "Tidak lain hanya perkara Hui-moi. Engkau melihat sendiri pagi tadi bagaimana ia menyerangku dan serangan-serangannya itu sungguh-sungguh. Ia berniat keras untuk membunuhku dengan penuh kebencian. Louw-susiok yang baik, apakah artinya semua itu? Mengapa ia hendak membunuhku dan demikian membenciku? Apakah yang telah terjadi malam tadi?!

   Tek Ciang memandang bingung dan mengangkat pundaknya.

   "Bagaimana aku tahu, taihiap?!

   Cin Liong penasaran dan memandang tajam penuh selidik.

   "Louw-susiok, engkau tinggal serumah dengan Hui-moi, agaknya tidak mungkin kalau terjadi hal-hal yang hebat engkau tidak mengetahuinya.!

   "Malam tadi hampir semalam aku tidak berada di rumah, taihiap.!

   "Hemm, ke mana saja engkau pergi?!

   "Sudah kukatakan kepadamu kemarin sore bahwa aku hendak menyelidiki penjahat cabul yang menyebabkan ayahku tewas itu. Dan aku melihat ketika engkau berkelahi dengan penjahat itu! Ternyata memang benar ada penjahat yang berkeliaran, buktinya engkau menyerangnya dan berkelahi dengannya. Benarkah orang yang berkelahi denganmu itu penjahat cabul?!

   "Jadi engkau melihatnya? Benar, dia adalah penjahat cabul terbesar di dunia hitam. Lalu bagaimana?!

   "Aku bersembunyi dan nonton sampai penjahat itu lari dan kau kejar. Akupun lalu ikut mengejar, akan tetapi sebentar saja kalian berdua sudah lenyap. Aku terus mencari berputar-putar sampai hampir pagi. Karena tidak berhasil menemukan penjahat itu maupun engkau yang mengejarnya, aku lalu pulang dan langsung memasuki kamarku. Belum juga aku pulas, terdengar suara hiruk-pikuk dari kamar sumoi. Aku dan pelayan terkejut, lalu lari ke kamarnya. Di dalam kamar itu sumoi mengamuk, menghancurkan perabot-perabot kamarnya dan katanya ada penjahat memasuki kamarnya dan penjahat itu melarikan diri tanpa sumoi dapat mengenal wajahnya.!

   Cin Liong mendengarkan dengan alis berkerut.

   "Lalu apa katanya kepadamu setelah ia menyerangku pagi tadi?!

   Tek Ciang menggeleng kepalanya dan menarik napas panjang, kelihatan berduka sekali.

   "Ia tidak mau bicara apa-apa, taihiap. Bahkan ketika aku mencoba bertanya mengapa ia mengamuk dan menyerangmu, ia marah-marah dan minta kepadaku agar aku tidak lagi menanyakan hal ini atau bicara tentang itu dengan siapapun juga. Ah, aku khawatir sekali, taihiap. Sebaiknya kalau taihiap tidak memperlihatkan diri lebih dulu....!

   "Aku harus menemuinya dan minta keterangan tentang sikapnya itu!! Cin Liong berkata penasaran.

   "Ah, bijaksanakah itu, Kao-taihiap? Aku melihat sumoi sedang dalam keadaan tidak wajar, marah sekali dan juga amat berduka. Melihat keadaannya, aku yakin bahwa setiap kali taihiap muncul, tentu akan diserangnya tanpa banyak kata lagi. Watak sumoi keras sekali dan sementara waktu ini percuma saja kalau mengajaknya bicara. Kalau taihiap muncul, akibatnya hanya akan membuat ia semakin marah.!

   Cin Liong mengepal tinju dan alisnya berkerut.

   "Habis bagaimana baiknya? Bagaimana baiknya? Aih, kenapa ada urusan yang begini aneh?!

   "Kao-taihiap, kalau taihiap suka mendengar pendapatku, sebaiknya malah kalau sementara ini taihiap menjauhkan diri. Sejauh mungkin karena agaknya sumoi masih terus merasa penasaran dan hendak mencari taihiap untuk dibunuh. Susah payah aku membujuknya agar bersabar dan akhirnya baru ia mau berhenti setelah kuperingatkan bahwa segala urusan harus diselesaikan dengan tenang. Kalau taihiap menampakkan diri, tentu kemarahannya memuncak dan berkobar lagi. Biarlah sampai ia dingin dan tenang dulu, baru kelak taihiap boleh menemuiku, dua tiga bulan lagi, dan aku akan memberitahu taihiap kalau keadaan sudah mendingin.!

   Cin Liong tidak mengira bahwa pemuda ini sedemikian baiknya. Dia memegang pundak pemuda itu.

   "Louw-susiok, engkau sungguh seorang yang berhati mulia. Aku amat mengharapkan bantuanmu dalam urusanku dengan sumoimu ini.!

   Tek Ciang mengangguk.

   "Aku mengerti, taihiap, aku tahu bahwa ada hubungan batin antara kalian dan sekarang agaknya sedang terjadikesalahpahaman di pihak sumoi. Engkau sebagai laki-laki sepatutnya mengalah dan bersabar.!

   Cin Liong mengangguk-angguk.

   "Tapi, apa yang harus kulakukan sementara menanti ia bersabar itu? Sungguh aku binguug sekali dan baru sekarang dunia seolah-olah gelap bagiku, membuat aku tak berdaya.!

   "Taihiap, kurasa sudah pasti ada hubungannya antara perkelahianmu melawan penjahat malam itu dengan sikap sumoi ini....!

   "Si keparat Jai-hwa Siauw-ok!! Cin Liong mengepal tinjunya.

   "Nah, bagaimana taihiap pikir kalau taihiap mencari orang itu sampai dapat tertangkap dan taihiap menuntut keterangan dari dia?!

   "Ah, benar sekali! Andaikata jahanam itu tidak tahu apa-apa tentang Hui-moi, tetap saja dia harus ditangkap dan dihukum. Baiklah, susiok. Banyak terima kasih atas semua bantuan dan nasihatmu. Aku pergi dan harap engkau membantuku menyelidiki apa sebabnya Hui-moi marah-marah kepadaku dan bahkan hendak membunuhku. Dua tiga bukan lagi aku datang ke sini dan menemuimu sebelum aku mencoba menemuinya.!

   Tek Ciang mengangguk-angguk.

   "Jangan khawatir, aku akan membantumu, Kao-taihiap dan mudah-mndahan semuanya akan berjalan dengan lancar.!

   Demikianlah pertemuan rahasia antara Kao Cin Liong dan Louw Tek Ciang, yang tidak diketahui orang lain. Juga ada pertemuan lain lagi di malam berikutnya yang lebih dirahasiakan oleh Tek Ciang. Seorang diri dia pergi menganjungi makam ayahnya di luar kota pada malam hari itu. Setelah dia merasa yakin bahwa tidak ada orang lain melihatnya dia lalu melanjutkan perjalanannya di malam gelap itu menuju ke sebuah kuil tua yang letaknya terpencil di tempat sunyi. Seperti sikap seorang maling, pemuda itu menyelinap di tempat-tempat gelap, memandang ke kanan kiri dan setelah merasa yakin bahwa tidak ada orang lain melihatnya, barulah dia meloncat masuk ke dalam kuil tua.

   Sesosok bayangan orang yang gerakannya amat ringan dan cepat seperti setan menyambutnya. Orang itu Jai-hwa Siauw-ok Ouw Teng.

   "Bagus, bagus! Engkau amat hati-hati dan memang begitulah seharusnya, waspada dan hati-hati, begitulah sikap seorang jai-hwa-cat tulen!! Datuk sesat itu tertawa bergelak.

   Tek Ciang merasa betapa mukanya menjadi panas.

   "Tapi.... locianpwe.... aku.... bukan jai-hwa....!

   "Ha-ha-ha, memang belum, baru calon saja! Akan tetapi seorang calon yang amat baik dan kelak engkau bisa menggantikan aku kalau engkau suka belajar dengan tekun. Ha-ha-ha, sekarang ceritakan semua, bagaimana hasilnya siasat kita?!

   Tek Ciang tersenyum dan wajahnya berseri. Cuaca di dalam kuil itu remang-remang saja karena Jai-hwa Siauw-ok hanya menyalakan sebatang lilin kecil. Dia melihat betapa wajah yang masih ganteng dari kakek itu berseri-seri dan diam-diam dia kagum sekali. Memang kakek ini hebat. Selain ilmu kepandaiannya tinggi, juga memiliki kecerdikan seperti setan.

   "Semua berjalan dengan baik sekali, locianpwe. Terima kasih kepada locianpwe.!

   "Aha, setelah aku membuat dara itu tidak berdaya dengan asap bius dan totokan, melihat ia rebah tak berdaya seperti menantang itu, timbul seleraku, akan tetapi aku ingat kepadamu, orang muda. Bagaimana, berhasilkah engkau memperkosanya?!

   Pertanyaan itu diajukan dengan sikap wajar seperti orang menanyakan suatu hal yang lumrah saja. Akan tetapi bagi Tek Ciang merupakan hal yang membuatnya merasa jengah dan malu. Dia mengangguk tanpa menjawab.

   "Hemm, engkau menyesal setelah berhasil?!

   "Tidak, tidak, locianpwe. Sebaliknya, aku merasa girang sekali.!

   "Dan engkau sudah merasa puas?!

   Pemuda itu menggeleng kepala.

   "Belum, ia belum menjadi isteriku dan akupun belum mewarisi ilmu Pulau Es dan belum membalas dendam terhadap jenderal itu.!

   "Ha-ha-ha, tidak perlu tergesa-gesa. Yang penting, engkau telah berhasil memperkosanya dan ia tidak mengenalmu?!

   "Tidak. Tempatnya gelap dan ia berada dalam keadaan setengah sadar. Aku sudah sangat berhati-hati dalam menirukan suara Cin Liong.!

   "Bagus! Dan hasilnya?!

   "Hasilnya baik sekali. Ketika Cin Liong datang, dia diserang dan akan dibunuh oleh sumoi.! Pemuda itu lalu menceritakan semua yang telah terjadi sampai ketika dia diculik oleh Cin Liong untuk dimintai keterangan. Semua ini didengarkan oleh Jai-hwa Siauw-ok sambil tersenyum girang, hanya dia merasa agak khawatir mendengar pemuda itu diculik oieh Cin Liong.

   "Untung engkau cerdik. Jadi engkau berhasil memancingnya agar menjauhkan diri dulu dari gadis itu dan agar dia mencari aku? Baik sekali. Engkau telah menjalankan rencana siasatku dengan baik. Ha-ha-ha, kita berdua sudah mengecap hasilnya. Engkau telah menikmati tubuh dara itu dan aku.... ha-ha-ha, girang hatiku melihat permusuhan antara keluarga Suma dan keluarga Kao itu mulai tumbuh. Tentu kelak akan menjadi permusuhan keluarga yang hebat sekali. Akan tetapi engkau harus hati-hati, Tek Ciang. Engkau sebagai orang di belakang layar yang memainkan semua ini, jangan sekali-kali menonjolkan diri. Tahan dulu nafsumu kalau engkau ingin memiliki tubuh gadis itu sepenuhnya. Kita harus cerdik. Aku akan memancing agar Cin Liong makin menjauhi tempat ini.!

   "Baik, aku akan mentaati semua pesanmu, locianpwe.!

   "Kelak, sewaktu-waktu aku berada di daerah ini, engkau boleh menemui aku di sini untuk menerima beberapa macam ilmu dariku seperti yang telah kujanjikan padamu.!

   Dengan girang Tek Ciang menghaturkan terima kasih. Dia menganggap bahwa datuk sesat ini telah berjasa besar kepadanya. Mereka lalu berpisah dan meninggalkan kuil yang sunyi itu, kuil tua yang menyeramkan karena baru saja dijadikan tempat oleh para iblis dan setan untuk mengusik hati dua orang manusia yang tersesat

   Dua orang yang memasuki kota Thian-cin pada sore hari itu menarik perhatian orang. Mereka adalah sepasang pria dan wanita yang sudah berusia lima puluh tahun lebih, namun masih nampak gagah perkasa dan sehat, juga wajah mereka jauh lebih muda daripada usia mereka yang sebenarnya. Pria itu berpakaian sederhana namun berisi dan cukup rapi, rambutnya sudah bercampur sedikit uban, namun masih segar dan panjang, dikuncir tebal dan kepalanya terlindung sebuah caping lebar.

   Biarpun pria ini hanya berlengan satu karena lengan kirinya buntung di atas siku, namun sikapnya gagah dan langkahnya tegap dan tenang. Terutama sekali sepasang matanya amat mengejutkan orang karena mata itu, biarpun lembut dan tenang namun mengeluarkan sinar mencorong seperti sepasang mata seekor naga sakti!

   Yang wanita juga amat menarik perhatian. Usianya sudah lima puluh tahun, akan tetapi masih nampak jelas kecantikan membayang di wajahnya. Pakaiannya juga sederhana, namun bersih dan rapi. Di punggungnya nampak sepasang pisau belati bersilang, tertutup oleh jubahnya. Wajahnya selalu riang gembira, sinar matanya membayangkan semangat yang tak kunjung padam.

   Mereka adalah Sang Naga Sakti Gurun Pasir Kao Kok Cu dan isterinya yang bernama Wan Ceng. Suami isteri pendekar ini tinggal jauh di utara, di padang pasir, di dalam sebuah istana tua yang jarang kedatangan manusia lain. Hanya baberapa tahun sekali suami isteri ini suka berpesiar ke selatan, kadang-kadang sampai ke kota raja. Akan tetapi mereka selalu menjauhkan diri daripada segala keributan dan karena mereka tinggal di tempat jauh dan jarang menampakkan diri di dunia kang-ouw, maka jarang ada yang mengenal mereka ketika bertemu di jalan.

   Padahal, nama mereka sudah dikenal di seluruh dunia kang-ouw sebagai datuk yang berilmu tinggi. Naga Sakti Gurun Pasir mempunyainama yang sama tenarnya dengan keluarga Pulau Es. Dan sesungguhnya pendekar ini amat sakti. Dialah satu-satunya orang yang telah mewarisi semua ilmu kesaktian dari Dewa Bongkok dari Go-bi-san yang bernama Bu Beng Lojin. Biarpun lengan kirinya buntung, namun buntungnya sebelah lengan itu tidak mengurangi kelihaiannya, bahkan buntungnya lengan kiri ini membuat dia dapat menguasai Ilmu Sin-liong Hok-te yang amat lihai kalau dimainkan dengan satu lengan saja. Isterinya, Wan Ceng, juga bukan wanitasembarangan. Ia masih cucu dari nenek Lulu, isteri ke dua dari Pendekar Super Sakti dan wanita ini selain telah mempelajari banyak macam ilmu yang aneh-aneh, juga telah menerima bimbingan suaminya sehingga kelihaiannya juga meningkat.

   Suami isteri yang saling mencinta ini hanya mempunyai seorang anak, yaitu Kao Cin Liong. Sejak anak itu masih kecil, mereka berdua telah menggemblengnya dan karena Cin Liong seorang anak tunggal, tentu saja mereka amat menyayangnya. Hampir semua ilmu kepandaian mereka telah mereka turunkan kepada Cin Liong. Ketika pemuda itu menarik perhatian istana karena perbuatan-perbuatannya yang gagah perkasa dan kepadanya ditawarkan kedudukan dalam kemiliteran, terjadilah perbantahan antara suami isteri ini.

   "Menjadi tentara hanya menjadi alat pembunuh bagi kepentingan ambisi orang-orang atasan saja. Apa baiknya? Aku ingin puteraku menjadi seorang pendekar, tidak berfihak siapapun kecuali berfihak kepada mereka yang lemah tertindas dan menentang mereka yang menggunakan kekuasaan dan kekuatannya untuk menindas,! kata Wan Ceng penuh semangat.

   Suaminya menarik napas panjang.

   "Sudahlah, isteriku. Yang penting adalah perasaan Cin Liong sendiri. Biarkan dia yang menentukan pilihannya. Apakah engkau lupa bahwa kakeknya adalah seorang jenderal besar, seorang panglima dan pahlawan besar yang amat perkasa? Siapa tahu dia menuruni darah kakeknya itu. Pula, dia sudah kita beri gemblengan dasar dan dia dapat melihat mana yang benar dan mana yang tidak. Aku percaya bahwa dia berjiwa pendekar dan biarpun dia menjadi tentara, tentu dia tidak akan membuta mentaati perintah atasan kalau perintah itu melawan hati nuraninya sebagai pendekar.!

   Akhirnya Wan Ceng mengalah setelah melihat kenyataan, bahwa memang puteranya suka sekali menjadi perajurit. Kemudian ternyata bahwa Kao Cin Liong telah membuat kemajuan pesat dalam bidang kemiliteran ini. Jasa-jasanya menumpas para pemberontak di perbatasan dan daerah-daerah amat besar sehingga dalam usia muda dia sudah diangkat menjadi seorang jenderal, bahkan menjadi seorang kepercayaan Kaisar Kian Liong.

   Suami isteri ini sudah lama sekali mendambakan seorang mantu dan seorang cucu, akan tetapi selalu putera mereka menolaknya kalau mereka menganjurkan dia agar segera menikah. Cin Liong mengemukakan alasan bahwa belum ada wanita yang menarik hatinya. Tentu saja suami isteri itu maklum akan kegagalan puteranya dalam jalinan asmara bersama seorang gadis yang bernama Bu Ci Sian sehingga putera mereka itu menjadi patah hati dan sampai berusia tiga puluh tahun kurang sedikit masih juga belum mempunyai seorang isteri.

   Dan pada suatu hari, betapa girang hati mereka ketika putera mereka itu datang mengunjungi mereka dan menyatakan bahwa putera mereka itu telah memperoleh pilihan hati, saling mencinta dengan seorang gadis dan Cin Liong minta kepada mereka untuk mengajukan pinangan! Akan tetapi, dalam kegembiraan itu mereka merasa khawatir sekali ketika mendengar penjelasan Cin Liong siapa adanya gadis yang saling mencinta dengan putera mereka itu. Gadis itu puteri Suma Kian Lee!

   

Jodoh Rajawali Eps 62 Suling Emas Naga Siluman Eps 21 Suling Emas Naga Siluman Eps 18

Cari Blog Ini