Ceritasilat Novel Online

Kisah Pendekar Pulau Es 38


Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 38



Pendekar Kam Hong sejak pagi juga sudah bangun dan setelah berjalan-jalan ke atas puncak selama beberapa jam, kini dia duduk menikmati suasana pagi yang cerah itu di depan istana kuno seorang diri. Isterinya, Bu Ci Sian, sedang sibuk menyiapkan sarapan mereka di dapur.Gerakan dua bayangan orang itu sejak tadi sudah ditangkap oleh pandang mata pendekar Kam Hong dan diam-diam sambil duduk tenang menikmati burung-burung yang menyambut datangnya pagi dengan gembira, dia memperhatikan.

   Dia tidak tahu siapa adanya kedua orang itu, akan tetari melihat betapa mereka itu menyelinap dari pohon ke pohon, dan melihat pula gerakan mereka yang ringan dan cepat, Kam Hong sudah dapat menduga bahwa mereka berdua itu memiliki kepandaian tinggi dan tentu datang bukan dengan niat baik karena datangnya menyelinap seperti orang bersembunyi. Namun, dia tidak mau mengambil kesimpulan atau berprasangka, melainkan menanti dengan sikap tenang.

   Sejak kematian para pelayan tiga tahun yang lalu, dia tidak menggunakan tenaga pelayan lagi. Kini dia hidup bertiga saja bersama isterinya dan muridnya atau calon mantunya, cukup lihai untuk dapat melindungi dirinya sendiri. Dia tidak mau lagi membahayakan keselamatan orang lain dengan mempergunakan bantuan tenaga pelayan, karena dia tahu bahwa di sana banyak terdapat orang-orang dari golongan hitam yang memusuhinya dan memusuhi isterinya.

   Siapa tahu masih ada orang-orang yang mendendam kepada keluarganya dan kalau musuh datang selagi dia dan keluarganya tidak ada atau sedang lengah, tentu para pembantu atau pelayan yang akan tertimpa malapetaka. Dia tidak mau peristiwa menyedihkan itu terulang kembali. Oleh karena itulah maka melihat dua bayangan orang yang mencurigakan itu, dia bersikap tenang saja, diam-diam dia memperhatikan dan menduga-duga siapa gerangan mereka itu dan apa yang terkandung dalam hati mereka.

   Dua orang itu agaknya kini dapat melihat pula pendekar yang duduk seorang diri di depan istana kuno itu dan mereka muncul dari balik pohon-pohon dan langsung kini melangkah lebar menghampiri Kam Hong. Pendekar ini sekarang dapat melihat mereka, dua arang pria muda yang bersikap gagah. Kam Hong memandangpenuh perhatian, merasa pernah melihat mereka, atau setidaknya seorang di antara mereka yang bertubuh pendek tegap dan bermuka putih tampan.

   Dia memperhatikan wajah mereka. Yang bertubuh pendek tegap itu berusia kurang lebih tiga puluh tahun, pakaiannya pesolek atau setidaknya rapi sekali, wajahnya cerah dan terhias senyum, sepasang matanya membayangkan kecerdikan, langkahnya tegap dan membayangkan tenaga sin-kang yang kuat. Orang ke dua lebih muda, paling banyak dua puluh lima tahun usianya, pakaiannya sederhana berwarna hijau, sikapnya pendiam dan alisnya berkerut, wajahnya diliputi keraguan dan kebimbangan, tidak seperti kawannya yang nampak tabah.

   Kam Hong adalah seorang pendekar yang sudah mencapai tingkat tinggi. Biasanya, para datuk atau pendekar yang sudah tinggi tingkatnya, bersikap dingin dan memandang rendah kepada orang-orang muda. Akan tetapi Kam Hong adalah seorang sasterawan pula yang menjunjung tinggi kesusilaan dan sopan santun, maka begitu dua orang menghampirinya, dia bangkit berdiri dan menyambut mereka dengan sikap hormat.

   "Dua orang sobat yang muda dan gagah perkasa, siapakah, dari mana dan kabar baik apakah yang ji-wi bawa?!

   Melihat kegagahan dan keramahan orang yang berpakaian sasterawan ini si baju hijau cepat membalas dengan penghormatannya. Sikap Kam Hong ini saja sudah membuat hatinya terpukul dan dia menjadi kagum. Si baju hijau ini adalah Pouw Kui Lok, sedangkan si pendek tegap adalah Louw Tek Ciang. Seperti telah kita ketahui, kedua orang ini ditemukan oleh Cu Han Bu dan Cu Seng Bu di kuil Kun-lun-pai yang mengangkat keduanya menjadi murid-murid dan dibawa ke Lembah Naga Siluman. Selama tiga tahun mereka digembleng oleh dua orang tokoh barat itu dan kini mereka datang ke puncak Bukit Nelayan sebagai utusan para tokoh keluarga Cu untuk menebus kekalahan mereka terhadap Kam Hong!

   Begitu bertemu dengan Pendekar Suling Emas Kam Hond dan melihat sikapnya, Pouw Kui Lok segera merasa tunduk dan kagum, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang pendekar sakti yang rendah hati dan budiman. Biarpun dia maklum bahwa adalah menjadi tugas kewajibannya untuk menghadapi pendekar sakti ini sebagai lawan untuk berbakti kepada guru-gurunya, yaitu keluarga Cu sebagai balas budi mereka, namun dia sebagai seorang pendekar merasa ragu-ragu dan bimbang. Andaikata yang menjadi musuh guru-gurunya itu seorang penjahat, atau setidaknya seorang yang berwatak sombong, tentu tugasnya akan terasa ringan dan hatinya tidak diliputi keraguan lagi.

   Berbeda lagi dengan apa yang terasa di hati Louw Tek Ciang. Orang ini sama sekali tidak memiliki jiwa pendekar walaupun pada lahirnya dia pandai sekali membawa diri dan berlagak seperti seorang pendekar sejati. Di dalam hatinya, begitu melihat pendekar yang pernah merobohkan dia dan gurunya ini, timbul suatu kebencian dan dendam yang besar.

   Ingin sekali dia dapat membalas dan kalau mungkin membunuh pendekar itu, bukan demi membalas hudi keluarga Cu yang sudah menurunkan ilmu-ilmunya kepadanya, melainkan demi membalas dendamnya sendiri. Akan tetapi dia amat cerdik. Oleh Pouw Kui Lok yang kini menjadi sutenya karena mereka berdua sama-sama menjadi murid keluarga Cu, dia dikenal sebagai seorang yatim piatu yang berjiwa pendekar. Kui Lok tidak pernah dia ceritakan tentang keadaan dirinya, kecuali hanya bahwa dia adalah murid keturunan pendekar Pulau Es!

   Sama sekali dia tidak pernah bercerita bahwa dia menjadi murid Jai-hwa Siauw-ok dan bersekutu dengan Hek-i Mo-ong menyerbu ke Bukit Nelayan. Maka kini, melihat betapa Kam Hong tidak mengenalnya, diapun diam saja dan pura-pura belum pernah bertemu dengan Kam Hong. Bahkan dia membiarkan Kui Lok untuk menjawab pertanyaan tuan rumah itu.

   Karena suhengnya diam saja tidak menjawab, Pouw Kui Lok cepat membalas penghormatan tuan rumah dan dialah yang menjawab dengan suara lantang akan tetapi dengan sikap menghormat.

   "Apakah locianpwe yang bernama Kam Hong?!

   "Benar orang muda, aku yang bernama Kam Hong.!

   "Locianpwe, kami berdua adalah murid-murid dari Lembah Naga Siluman yang ditugaskan oleh para suhu Cu Han Bu dan Cu Seng Bu untuk menebus kekalahan mereka dan menandingi locianpwe!! Berkata demikian, Pouw Kui Lok mencabut pedangnya diikuti pula oleh Louw Tek Ciang yang merasa girang bahwa Kui Lok tidak memperkenalkan nama. Memang pemuda baju hijau ini tidak memperkenalkan nama karena mereka datang bukan karena urusan pribadi melainkan hanya mewakili guru-guru mereka.

   Dan pula, Pouw Kui Lok yang merasa lebih kuat kalau menggunakan pedang, telah mendahului mencabut pedang. Dia mendengar bahwa lawannya ini adalah Pendekar Suling Emas yang biasa mempergunakan suling sebagai senjata, maka dia mendahului mencabut pedangnya untuk memaksa lawan bertanding dengan senjata. Pemuda inipun cerdik karena kalau mereka bertanding dengan tangan kosong, dia dapat membayangkan bahwa dalam hal tenaga sin-kang dan ilmu silat tangan kosong, agaknya dia bukan tandingan pendekar sakti yann tentu sudah lebih banyak pengalamannya itu.

   Tek Ciang yang biasanya mengandalkan tangan kaki dan ilmu-ilmu silatnya yang banyak macamnya, kinipun mempergunakan senjata pedang karena di Lembah Naga Siluman dia mempereleh latihan yang mendalam dalam ilmu pedang. Diapun sudah mengenal baik kehebatan pendekar itu, maka dia juga bersikap hati-hati sekali.

   Kam Hong menarik napas panjang. Hatinya menyesal sekali mendengar bahwa dua orang muda yang gagah perkasa dan bersikap seperti pendekar-pendekar gagah ini ternyata datang sebagai musuh dan lawan. Apalagi mendengar bahwa mereka itu mewakili keluarga Cu di Lembah Naga Siluman, dia semakin menyesal. Bagaimanapun juga, antara keluarga Pendekar Suling Emas, nenek moyangnya, dengan keluarga Cu sebetulnya terdapat hubungan yang amat dekat, mengingat bahwa mereka berasal dari satu sumber.

   Dan diapun tahu bahwa permusuhan keluarga Cu terhadap Suling Emas yang diciptakan oleh nenek moyang keluarga Cu ternyata jatuh ke tangan keturunan keluarga Kam. Dia merasa menyesal mengapa keluarga Cu demikian picik pandangan, demikian lemah batinnya sehingga mudah dikuasai iri dan dendam hanya karena dikalahkannya. Padahal, selain iri, tidak ada urusan lain yang membuat mereka harus barhadapan sebagai musuh.

   "Aih, sobat-sobat muda yang baik. Sungguh merupakan kehormatan menerima kunjungan kalian dari tempat yang jauh, dan kehormatan itu akan disertai kegembiraan besar kalau sekiranya ji-wi datang sebagai sahabat-sahabat. Akan tetapi sayang, ji-wi datang dengan maksud mengajak bertanding. Mengapa keluarga Cu belum juga mau menghabiskan urusan kecil yang tidak ada artinya itu? Bagaimana kalau ji-wi pulang saja dan melaporkan kepada kedua orang locianpwe itu bahwa aku mengaku kalah dan menyampaikan permintaan maafku kepada mereka?!

   Mendengar ucapan ini, seketika hati Pouw Kui Lok jatuh dan andaikata dia seorang diri yang mewakili keluarga Cu, tentu dia akan mundur teratur dan dengan senang hati menyampaikan pesan yang amat bijaksana itu. Belum pernah dia bertemu dengan seorang pendekar yang begini rendah hati, padahal pendekar ini telah mengalahkan kedua orang gurunya, tokoh-tokoh Lembah Naga Siluman. Bukan main! Akan tetapi, selagi dia meragu dan bimbang, tidak tahu harus bersikap bagaimana, Tek Ciang sudah menjawab dengan suara lantang.

   "Tidak mungkin! Kami adalah utusan suhu dan sebagai murid-murid yang berbakti kami harus membalas budi kebaikan suhu dengan melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Hanya ada dua pilihan bagi kami, pertama, kalau kami kalah biarlah kami berdua tewas dalam melaksanakan tugas kami atau kalau locianpwe tidak mau melawan kami, locianpwe harus ikut dengan kami sebagai tawanan dan kami hadapkan kepada suhu kami untuk diambil keputusan.!

   Kam Hong mengangguk-angguk. Jawaban yang singkat dan gagah.

   "Sobat-sobat muda, ketahuilah bahwa sesungguhnya antara Lembah Naga Siluman dan keluargaku tidak ada permusuhan apa-apa, hanya kekerasan hati guru-gurumu yang tidak mau menerima kekalahan dalam pertandingan yang sudah wajar. Karena itu, tidak mungkin kalau aku harus menghadap ke sana sebagai tawanan. Dan pertentangan antara guru-gurumu dengan akupun bukan merupakan permusuhan yang haus darah dan nyawa. Maka, biarlah aku yang sudah mulai tua dan malas ini membuka mata melihat kemajuan para muda masa kini. Akan tetapi, harap ji-wi suka memberitahukan nama ji-wi agar perkenalan ini menjadi lebih akrab.!

   "Kami datang bukan untuk berkenalan, juga tidak membawa urusan pribadi, melainkan sebagai murid-murid Lembah Naga Siluman yang hendak menebus kekalahan. Karena itu, locianpwe tidak perlu mengetahui nama pribadi kami, cukup kalau mengetahui bahwa kami berdua adalah murid-murid dari suhu Cu Han Bu dan suhu Cu Seng Bu,! jawab Tek Ciang lagi mendahului sutenya.

   "Locianpwe, cabutlah suling emasmu itu dan ingin kami melihat sampai di mana kehebatan suling emas yang tersohor itu!! Sengaja Tek Ciang menambahkan untuk memanaskan hati pendekar itu dengan nada suara mengejek.

   Sepasang alis Kam Hong berkerut, akan tetapi dia masih tenang saja.

   "Kalau ji-wi memaksa, apa boleh buat. Akan tetapi biarlah sulingku kupakai untuk meniup lagu-lagu merdu saja, tidak perlu kupakai untuk bertanding.!

   Pada saat itu nampak berkelebat bayangan yang amat cepat dari dalam rumah dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang nyonya yang usianya sudah tiga puluh enam atau tujuh tahun, akan tetapi masih nampak jauh lebih muda daripada usianya. Nyonya ini sudah memegang sebatang suling emas kecil mungil dan mukanya nampak merah, matanya berkilat ketika ia memandang kepada dua orang laki-laki muda yang memandang kaget dan kagum akan kecepatan gerak wanita ini.

   "Dua orang bocah banyak lagak! Murid-murid Lembah Naga Siluman mana ada yang tidak sombong? Guru-gurunyapun orang-orang yang kukuh, keras kepala dan sombong. Apakah kalian mengira akan mampu mengalahkan kami?!

   "Nio-cu....!! Suaminya mencegah.

   Akan tetapi Bu Ci Sian, nyonya itu, yang tadi sudah mendengar percakapan antara suaminya dan dua orang pendatang itu, sudah marah.

   "Kalian minta agar suamiku menjadi tawanan dan kalian bawa menghadap ke Lembah Naga Siluman? Huh, hal itu baru bisa terjadi kalau melalui mayatku. Majulah kalian!! Nyonya itu menggerakkan suling emasnya di tangan kanan dan terdengarlah suara suling itu melengking-lengking seperti ditiup dengan mulut! Nyonya itu nampak gagah sekali dan bagaimanapun juga, dua orang muda itu memandang dengan bengong dan jerih! Apalagi Tek Ciang sudah mengenal kelihaian wanita itu.

   "Tidak....!! Tiba-tiba Kam Hong meloncat ke depan dan menghalangi isterinya.

   "Nio-cu, ingatlah, mereka ini hanyalah orang-orang muda yang menjadi utusan saja. Dan yang ditantang oleh keluarga Cu adalah aku seorang, maka kalau memang mereka ini hendak mengadu kepandaian, biarlah dengan aku, bukan engkau. Mundurlah dan mari kita lihat apakah dua sobat muda ini dapat menandingi aku.!

   Setelah berkata demikian, Kam Hong meloncat ke depan menghadapi Kui Lok dan Tek Ciang.

   "Ji-wi, silahkan maju dan mari kita main-main sebentar.! Akan tetapi melihat betapa tuan rumah tidak mengeluarkan suling emasnya yang amat ditakuti, diam-diam Tek Ciang merasa lega. Kalau dia dapat memancing agar pendekar itu tidak mempergunakan suling, sungguh menguntungkan apabila mereka maju berdua menandinginya. Yang amat ditakuti adalah sulingnya itu.

   "Sute, locianpwe ini tidak bersenjata, sebaiknya kalau kitapun tidak mempergunakan pedang kita,! kata Tek Ciang dan cepat diu menyarungkab pedangnya kembali. Bagi dia, bertangan kosong lebih lihai daripada berpedang, karena selama berada di lembah keluarga Cu, selain ilmu pedang, juga dia mempelajari ilmu-ilmu silat tangan kosong keluarga itu sehingga ilmu-ilmunya menjadi semakin banyak dan lengkap.

   "Baik, suheng, memang demikianlah seharusnya agar adil,! kata Pouw Kui Lok.

   "Bahkan tidak enaklah kalau kita maju bersama melakukan pengeroyokan.!

   Kam Hong kagum mendengar ucapan-ucapan mereka berdua yang menunjukkan kegagahan ini dan dia merasa semakin menyesal harus menghadapi dua orang gagah ini sebagai lawan.

   "Tidak apa, aku jauh lebih tua dan aku malu kalau harus menghadapi ji-wi satu demi satu. Majulah ji-wi bersama agar kita bertiga dapat main-main lebih gembira lagi.!

   "Locianpwe, awas serangan!! Tek Ciang sudah menerjang dengan cepat, tidak mau memberi kesempatan kepada sutenya untuk bersungkan-sungkan lagi. Melihat suhengnya sudah menerjang maju, dan maklum pula betapa lihainya tuan rumah, Kui Lok juga bergerak menerjang sambil membentak nyaring. Kam Hong sudah menantang mereka agar maju bersama, maka diapun tidak ragu-ragu lagi membantu suhengnya.

   Melihat gerakan dua orang muda itu yang cukup dahsyat, Kam Hong merasa kagum dan cepat dia mengelak dua kali untuk menghindarkan diri dari serangan mereka. Maklum bahwa kalau dua orang muda itu maju bersama maka kekuatan mereka akan dapat mengimbanginya, maka diapun tidak merasa sungkan lagi dan cepat membalas dengan tamparan kedua tangannya ke arah lawan.

   Angin pukulan yang dahsyat menyambar, dan dua orang muda itu terkejut, akan tetapi dapat menghindarkan diri dengan loncatan ke belakang. Terjadilah serang-menyerang dan mula-mula Kui Lok dan Tek Ciang bertahan dengan ilmu silat yang mereka pelajari di Lembah Naga Siluman. Dari Bu-eng-sian Cu Seng Bu mereka memperoleh latihan gin-kang yang membuat tubuh mereka dapat bergerak cepat dan ringan, sedangkan dari Cu Han Bu yang berjuluk Kim-kong-sian (Dewa Sinar Emas) mereka memperoleh ilmu-ilmu silat dan sin-kang.

   Akan tetapi, ternyata dengan ilmu slat yang mereka pelajari selama tiga tahun itu mereka sama sekali tidak mampu mendesak lawan, bahkan ketika Kam Hong membalas dengan ilmu silat Khong-sim Sin-ciang, mereka menjadi bingung dan kewalahan. Karena terdesak dan beberapa kali hampir terlanggar pukulan, tanpa disadarinya lagi, secara otomatis dua orang muda itu menggunakan gerakan-gerakan yang sudah mendarah daging pada diri mereka. Kui Lok segera mainkan jurus-jurus Kun-lun-pai yang sudah lebih lama dilatihnya sehingga lebih dikuasainya dibandingkan dengan ilmu silat baru yang dipelajarinya dari keluarga Cu.

   "Wuuuuttt.... plakk!! Kam Hong terpaksa menangkis karena terkejut melihat jurus lihai dari Kun-lun-pai dan dia meloncat mundur.

   "Eh, engkau murid Kun-lun-pai....?! tegurnya heran.

   "Dahulu sebelum menjadi murid keluarga Cu, saya adalah murid Kun-lun....! jawab Kui Lok sejujurnya. Akan tetapi Tek Ciang sudah menerjang lagi, tidak memberi kesempatan kepada mereka untuk bercakap-cakap. Dan tentu saja Kui Lok juga melanjutkan serangannya. Kam Hong mengelak dan menangkis.

   "Akan tetapi.... aku tidak mempunyai permusuhan dengan Kun-lun-pai, bahkan bersahabat....!

   "Tugas saya hanya menghadapi dan menandingi locianpwe tanpa membawa-bawa Kun-lun-pai, maka tentu saja saya menggunakan semua yang saya bisa untuk mencoba mengalahkan locianpwe,! kata Kui Lok sambil melanjutkan terjangannya.

   Kam Hong mengerutkan alisnya. Dia tidak senang kalau harus menghadapi ilmu Kun-lun-pai karena hal ini berbahaya, dapat menyeret Kun-lun-pai menjadi lawan pula. Dia sama sekali tidak tahu bahwa masuknya pemuda murid Kun-lun-pai ini menjadi murid keluarga Cu adalah atas persetujuan ketua Kun-lun-pai pula. Tiba-tiba Kam Hong mengeluarkan suara gerengan dahsyat dan kedua orang muda itu terhuyung ke belakang karena terjangan Kam Hong yang menggunakan jurus dari Lo-hai Kun-hoat (Ilmu Silat Mengacau Lautan) dibarengi dengan gerengan Sai-cu Ho-kang membuat tubuh kedua orang muda itu tergetar dan terhuyung.

   Kesempatan itu dipergunakan oleh Kam Hong untuk menubruk maju dan mengirim dorongan telapak tangan untuk menggulingkan kedua orang muda itu dan mengakhiri perkelahian. Akan tetapi tiba-tiba Louw Tek Ciang juga mendorongkan kedua tangannya menyambut, sedangkan Pouw Kui Lok menggunakan loncatan dari ilmu meringankan tubuh Kun-lun-pai, tubuhnya mencelat ke udara dan di situ dia berjungkir balik sampai lima kali, terhindar dari terjangan hebat tangan Kam Hong tadi.

   "Dess....!! Tangan Tek Ciang menahan dorongan Kam Hong dan akibatnya, keduanya terdorong mundur dan Kam Hong merasa betapa hawa dingin yang dahsyat menerjangnya dari kedua telapak tangan Tek Ciang.!Ihhh....! Ini.... ini.... ilmu dari Pulau Es....?! katanya dengan mata terbelalak.

   Tek Ciang tersenyum mengejek dan cepat dia menerjang ke depan, tubuhnya berjongkok rendah dan kedua tangannya mendorong ke depan. Tenaga dahsyat menyambar ke depan dan tercium bau amis dan dariperut pemuda itu keluar bunyi berkokok. Kam Hong terkejut sekali, akan tetapi dia adalah seorang pendekar sakti yang tangguh, maka menghadapi pukulan Hoa-mo-kang yang ampuh ini dia masih dapat menangkis sambil menghindar ke samping. Dia melanjutkan lompatannya ke belakang agak jauh dan mukanya berobah agak pucat.

   "Tahan dulu! Apa artinya semua ini? Kalian bukan lagi menggunakan ilmu-ilmu Lembah Naga Siluman, melainkan menggunakan ilmu Kun-lun-pai dan Pulau Es! Dan pukulan tadi.... pukulan keji.... bukankah itu pukulan dari golongan sesat?!

   "Harap locianpwe tidak banyak berbantah lagi. Kalau locianpwe takut, lebih baik menjadi tawanan dan kami bawa menghadap para suhu di Lembah Naga Siluman. Kalau berani, ilmu apapun yang kami pergunakan, adalah hak kami untuk dapat menandingi locianpwe,! kata Tek Ciang.

   "Memang tidak perlu berbantah, kalian ini bocah-bocah sombong harus dibasmi!! Bu Ci San meloncat ke depan dan memutar sulingnya. Akan tetapi kembali suaminya mencegahnya dan memegang tangannya.

   "Jangan mencampuri. Aku tadi hanya merasa heran mengenal pukulan-pukulan Kun-lun-pai dan Pulau Es. Sungguh aku tidak ingin bermusuhan dengan Kun-lun-pai, apalagi para pendekar Pulau Es. Sungguh mengherankan sekali bagaimana keluarga Cu dapat memperalat murid Kun-lun-pai dan murid keluarga Pulau Es. Aku menyesal sekali kalau harus bersalah paham dengan mereka. Dan mereka berdua ini masih muda, tidak enaklah bagi seorang tua seperti aku harus melawan yang muda....!

   "Suhu, mohon perkenan suhu. Biarlah teecu yang mewakili suhu!! Tiba-tiba muncul seorang pemuda yang bertubuh kekar dan berpakaian sederhana, berusia sembilan belas tahun akan tetapi karena tubuhnya yang kekar dan tinggi besar, nampak lebih tua. Dia adalah Sim Houw, putera tunggal Sim Hong Bu, yang telah dipertunangkan dengan Kam Bi Eng dan kini berada di Istana Khong-sim Kai-pang untuk belajar ilmu dari calon mertuanya. Dia masih menyebut suhu dan subo kepada calon ayah dan ibu mertuanya dan selama ini dia telah dapat menguasai Ilmu Pedang Kim-siauw Kiam-sut dengan baik, bahkan mulai dapat menggabung Kim-siauw Kiam-sut dengan Koai-liong Kiam-sut.

   Gurunya memandang murid atau calon mantu ini dengan alis berkerut.

   "Houw-ji, kenapa engkau hendak mencampuri urusan ini?! tanyanya, dalam keadaan seperti itu dia ingin menguji dan mengenal isi hati calon mantunya itu.

   "Suhu tadi mengatakan bahwa suhu merasa sungkan harus melawan orang muda yang tingkatnya adalah murid suhu. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah kalau suhu mewakilkan kepada teecu sebagai murid suhu untuk menghadapi mereka, mewakili suhu. Bukankan mereka itupun datang hanya sebagai wakil, murid-murid yang mewakili suhu mereka? Jadi sudah sepatutnya kalau di sini suhu juga mewakilkan kepada teecu untuk menghadapi mereka.!

   "Tidak, Houw-ji. Engkau tidak tahu. Mereka ini, yang seorang murid Kun-lun-pai dan seorang lagi murid keluarga para pendekar Pulau Es! Bagaimana mungkin aku akan menentang Kun-lun-pai dan keluarga Pulau Es?!

   Sim Houw biasanya berwatak pendiam, pemberani dan jujur. Akan tetapi sekali ini agaknya dia tidak mau diam lagi karena tidak setuju dengan pendapat suhunya dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi suhunya.

   "Maafkan teecu, suhu. Sekali ini terpaksa teecu menyatakan tidak dapat menyetujui pendapat suhu. Bukankah seorang pendekar tidak melihat asal-usul seseorang, melainkan melihat perbuatan dan sepak terjangnya?

   Biarpun murid Kun-lun-pai atau keluarga Pulau Es, kalau tindakannya tidak patut, sudah semestinya kita jadikan lawan, sebaliknya biar keturunan orang jahat, kalau tindakannya benar seyogianya kita jadikan kawan. Yang kita musuhi bukanlah perguruannya, melainkan perbuatan orang itu. Sebatang pohon belum tentu menghasilkan buah yang semuanya baik, tentu ada beberapa butir buah yang busuk. Baik buruknya seseorang mana bisa diukur dari perguruan atau keturunannya, suhu?!

   Diam-diam Kam Hong merasa girang akan pendirian calon mantunya ini. Tentu saja diapun seorang pendekar sejati dan dia membenarkan pendapat ini. Memang tepat. Kalau keluarga Cu yang iri hati kepadanya dan memusuhinya kini mengirimkan murid, sepatutnyalah kalau diapun mengajukan muridnya untuk menghadapi murid Lembah Naga Siluman itu. Dan muridnya ini, dia tahu cukup boleh diandalkan. Biarlah hitung-hitung menguji kepandaian murid atau calon mantunya ini, dan kebetulan yang datang adalah lawan yang tangguh. Hanya dia merasacuriga kepada lawan yang pendek tegap ini karena lawan ini tadi menggunakan ilmu pukulan sesat yang amat berbahaya.

   "Baiklah, kalau begitu coba kau hadapi murid Kun-lun-pai itu!! katanya dengan gembira karena dia ingin menguji kepandaian muridnya setelah tiga tahun memperdalam ilmu silatnya di situ.

   Pouw Kui Lok yang tidak ingin menderita kekalahan, apalagi dari murid pendekar itu sudah mencabut pedangnya. Dengan pedang di tangan dia merasa lebih aman, karena selain dia memiliki ilmu pedang dari mendiang gurunya yang pertama yaitu Yang I Cin-jin, juga dia telah mempelajari ilmu pedang Kun-lun-pai yang hebat, dan di Lembah Naga Siluman diapun digembleng oleh keluarga Cu dengan ilmu pedang yang khas dari keluarga itu.

   Melihat lawannya mencabut pedang, Sim Houw tersenyum girang. Memang itulah yang dikehendakinya. Dia ingin mencoba ilmu pedangnya yang kini sudah merupakan ilmu pedang gabungan antara Koai-liong Kiam-sut dan Kim-siauw Kiam-sut! Maka diapun melolos pedangnya. Pedangnya itu tentu saja tidak sehebat Koai-liong Po-kiam milik ayahnya, atau tidak sehebat Suling Emas milik suhunya, akan tetapi juga bukan pedang sembarangan dan karena dia telah mahir menggabung kedua ilmu itu, maka pedangnya itu merupakan senjata yang amat ampuh.

   "Silahkan!! tantangnya kepada Kui Lok sambil melintangkan pedangnya di depan dada.!Sambutlah seranganku!! teriak Kui Lok dan dia mengelebatkan pedangnya, selanjutnya pedang itu diputar dan berobahlah pedang di tangannya itu menjadi segulung sinar yang tebal dan panjang. Sim Houw menggerakkan pedangnya menangkis dan terdengar suara nyaring ketika sepasang pedang bertenu, diikuti muncratnya bunga api.

   Mereka menarik pedang masing-masing dan merasa lega ketika memeriksa dan melihat bahwa pedang masing-masing tidak rusak. Mulailah mereka saling serang dengan pedang masing-masing dan semakim lama gerakan mereka semakin cepat, yang nampak hanya dua gulungan sinar pedang yang membungkus bayangan kedua orang muda itu. Akan tetapi, di samping suara berdesingnya pedang, terdengar pula suara seperti tiupan suling dan ternyata pedang di tangan Sim Houw itulah yang mengeluarkan suara seperti itu!

   Louw Tek Ciang hanya berdiri menonton. Dia merasa serba salah. Tak disangkanya bahwa pihak lawan mempunyai seorang murid yang demikian tangguhnya. Seingatnya, tiga tahun lebih yang lalu, keluarga Kam hanya mempunyai seorang anak gadis yang cantik dan dia merasa yakin akan mampu mengalahkan gadis itu tanpa banyak kesukaran. Kini, murid pendekar Kam itu demikian tangguh dan kalau sampai Kui Lok tidak mampu mengalahkannya, bagaimana dia akan dapat menang menghadapi Kam Hong sendirian saja?

   Belum lagi diperhitungkan isteri pendekar itu yang juga memiliki kepandaian lihai sekali! Mulailah dia merasa khawatir dan menyesal mengapa dia begitu bodoh menerima tugas barat ini berdua dengan Pouw Kui Lok saja. Mereka berdua boleh jadi kini sudah memiliki tingkat kepandaian yang sukar dicari tandingannya, akan tetapi kalau dihadapkan dengan keluarga Kam, masih terlampau berat lawan itu.

   Pertandingan pedang antara Sim Houw dan Pouw Kui Lok masih berjalan seru. Akan tetapi sesungguhnya Kui Lok sudah terkejut bukan main karena setiap jurus serangannya dipatahkan oleh lawan dengan amat mudahnya, seolah-olah lawan sudah mengenal semua jurus serangannya. Dan memang kenyataannya juga demikian. Semua jurus ilmu pedangnya yang didapatkannya di Lembah Naga Siluman tidak asing bagi Sim Houw, bahkan pemuda ini adalah ahlinya dalam ilmu pedang Koai-liong Kiam-sut!

   Apalagi setelah dia mempelajari Kim-sauw Kiam-sut, maka ilmu pedang keluarga Cu yang berasal dari satu sumber, amat dikenal olehnya dan dengan demikian, selama Kui Lok mempergunakan ilmu pedang dari Lembah Naga Siluman, dia seperti menghadapi seorang guru atau setidaknya onang yang jauh lebih ahli ketimbang dia! Barulah kalau dia bersilat pedang dengan ilmu pedang dari Kun-lun-pai, pihak lawan tidak mengenal dan bersikap hati-hati dan dengan Ilmu Pedang Kun-lun Kiam-sut, baru dia dapat sedikit mengimbangi ilmu pedang lawan.

   Betapapun juga, ilmu pedang lawan itu sungguh amat aneh gerakannya dan kadang-kadang mengeluarkan bunyi melengking-lengking seperti suling ditiup dengan gerakan serangan yang luar biasa sekali. Hal ini membingungkan hatinya dan mulalah dia terdesak hebat. Dia kini hanya dapat memutar pedangnya melindungi dirinya saja, tanpa dapat membalas sedikitpun, hanya main mundur.

   Tiba-tiba, ketika Sim Houw menyerang lagi dengan tusukan kilat, tubuh Kui Lok mencelat ke atas dengan gaya yang amat indah. Sim Houw terkejut dan dia mengenal ilmu gin-kang dari keluarga Cu, atau dari tokoh ke dua, yaitu Cu Seng Bu yang berjuluk Bu-eng-sian (Dewa Tanpa Bayangan) yang juga merupakan paman kakeknya. Dia maklum akan kehebatan gin-kang ini yang dia sendiri belum mempelajarinya karena tidak diberi kesempatan, dan dia dapat menduga bahwa dari atas, tentu lawan akan menyerangnya dengan Ilmu Pedang Naga Siluman Mencakar Bumi, serangan yang paling tepat dilakukan dalam keadaan melompat dan menukik seperti itu. Dan serangan ini amat berbahaya.

   Benar saja, dari atas, tubuh Kui Lok menukik ke bawah dan kini dia menyerang bukan dengan jurus Kun-lun-pai, melainkan dengan jurus dari ilmu pedang yang dipelajarinya dari keluarga Cu. Pedangnya menusuk ke arah ubun-ubun dengan gerakan diputar-putar untuk membingungkan lawan. Akan tetapi Sim Houw sudah mengenal jurus ini, menangkis dengan pedangnya lalu menjatuhkan diri dan bergulingan sehingga serangan dahsyat itu dapat dihindarkan.

   Melihat sutenya kewalahan, Tek Ciang tiba-tiba meloncat ke depan, tangan kirinya meluncur dan mulutnya beseru.

   "Mundurlah, sute....!! Mulutnya berkata demikian dan tangannya sudah meluncur ke depan. Terdengar suara bercicit dan terdapat sinar menyambar ke arah tubuh Sim Houw yang sedang bergulingan itu. Tek Ciang memang curang sekali. Mulutnya menyuruh sutenya mundur seolah-olah dia bersikap jujur tidak main keroyok, akan tetapi karena pada saat itu pihak lawan sedang bergulingan menghindarkan serangan Kui Lok tadi maka sama saja dengan dikeroyok!

   Melihat serangan tangan kosong yang aneh ini, Sim Houw meloncat dan mengelak. Akan tetapi dia kurang cepat. Terdengar suara "brettt....!! dan baju di pundaknya robek oleh serangan aneh itu yang dilakukan oleh jari tangan Tek Ciang dari jarak jauh.

   "Ihhhh.... itu.... itu.... Kiam-ci (Jari Pedang), ilmu iblis dari mendiang Ji-ok!! tiba-tiba Bu Ci Sian berseru kaget.

   "Iblis itu tentu ada hubungannya dengan Ngo-ok!! Berkata demikian, Bu Ci Sian hendak menerjang, akan tetapi kembali suaminya mencegah dan memberi isyarat dengan mencabut suling emasnya. Melihat suaminya mencabut suling emas, Bu Ci Sian tidak melanjutkan serangannya.

   Sementara itu, hanya sebentar saja Sim Houw terkejut dan kini dia sudah menerjang maju melawan Tek Ciang yang juga sudah mencabut pedangnya. Tek Ciang lebih cerdik daripada Kui Lok. Tadi dia maklum bahwa tentu pemuda kekar ini sudah mengenal ilmu dari Lembah Naga Siluman sehingga semua serangan dari Kui Lok dapat dipatahkannya dengan mudah.

   Maka, diapun tidak mau mempergunaikan ilmu pedang yang baru dipelajarinya itu dan dia menghadapi lawan dengan Ilmu Pedang Siang-mo Kiam-hoat yang dimainkan dengan sebatang pedang sedangkan untuk mengimbanginya, tangan kirinya juga menyerang dengan Kiam-ci! Hebat bukan main permainan pedang yang diimbangi dengan Jari Pedang tangan kiri ini. Akan tetapi sekali ini dia menemukan lawan yang amat tangguh. Maklum akan kehebatan lawan, Sim Houw lalu mainkan ilmu pedang gabungan yang baru saja dipelajari dan sedang dimatangkan, dan ilmu pedang ini memang hebat sekali, mampu menandingi serangan lawan, babkan membalas dengan tidak kalah dahsyatnya.

   "Sute, lekas bantu aku!! berkali-kali Tek Ciang berseru. Kui Lok merasa serba salah. Kalau dia membantu berarti dia dan Tek Ciang mengeroyok seorang pemuda yang jauh lebih muda usianya, akan tetapi kalau mendiamkan saja Tek Ciang terancam bahaya sedangkan dia hanya berdiri menonton, sungguh amat tidak enak. Dia sudah menggerakkan pedangnya, akan tetapi masih ragu-ragu dan pada saat itu terdengarlah suara suling ditiup secara istimewa!

   Alunan suara suling yang halus merdu itu naik turun dengan halus akan tetapi di dalam kelembutan itu terkandung getaran suara yang menusuk telinga! Dan tak lama kemudian, suara itupun disusul oleh lengkingan suling lain yang lebih tinggi akan tetapi yang mengikuti lagu suling pertama.

   Dua orang muda penyerbu itu terkejut karena merasa betapa suara suling itu seperti menembus kulit daging dan menusuk jantung. Ketika mereka memandang, ternyata Pendekar Suling Emas Kam Hong dan isterinya sudah duduk bersila sambil meniup suling emas mereka. Tiba-tiba Sim Houw juga meloncat mundur ke dekat suhu dan subonya, duduk bersila dan pemuda inipun mengeluarkan suara bersenandung dengan mulutnya yang mengikuti pula nada dan irama kedua suling itu!

   Tek Ciang yang memang berwatak licik dan amat curang, melihat tiga orang itu asyik berlagu sambil duduk bersila, merasa memperoleh kesempatan baik sekali untuk melaksanakan niat busuknya. Dengan pedang di tangan dia meloncat dan menerjang, maksudnya hendak membunuh Kam Hong, dengan sekali tusukan.

   Akan tetapi tiba-tiba tubuhnya terjengkang dan jantungnya berdebar, seolah-olah suara suling yang halus itu mempunyai tenaga mujijat yang menolaknya dan kini dia sudah meloncat bangun lagi. Tanpa memperdulikan suara suling yang seperti menusuk telinga dan menembus jantungnya, dia berusaha untuk menyerang lagi. Akan tetapi begitu dia meloncat, diapun terbanting jatuh lagi.

   "Suheng, jangan....!! Kui Lok berseru kaget dan wajahnya sudah pucat sekali. Pemuda ini menderita hebat oleh suara suling yang halus itu, makin halus suara itu, makin sakit rasa telinga dan jantungnya.

   Akan tetapi Tek Ciang memang bandel. Dia bangkit lagi dan hendak menyerang lagi, akan tetapi sekali ini, begitu meloncat, tubuhnya seperti menubruk benteng baja dan dilontarkan ke belakang. Dia terbanting dan muntah darah, pedangnya terlepas dan pingsan! Kui Lok yang sejak tadi mengerahkan sin-kang untuk melawan suara itu, memungut pedang suhengnya, menyambar tubuh itu dan memanggulnya.

   !Locianpwe, maafkan kami....!! katanya terengah-engah dan diapun melarikan diri sambil memanggul tubuh Tek Ciang. Mukanya pucat sekali, keringatnya bercucuran dan kedua kakinya menggigil. Hampir dia tidak kuat menahan, dan dia memaksakan diri lari meninggalkan tempat itu, diiringkan dua suara suling dan suara senandung itu. Untung baginya suara itu menghilang, tidak mengejarnya lagi dan ketika tiba di sebuah lapangan rumput di kaki bukit, Kui Lok tidak kuat lagi, roboh bersama Tek Ciang yang dipanggulnya dan dia pingsan!

   Sementara itu, keluarga Kam dan murid mereka itu bangkit berdiri. Wajah Bu Ci Sian berwarna merah dan sepasang matanya berkilat.

   "Aku ingat sekarang! Pemuda pendek itu, bukankah dia yang dahulu datang menyerbu bersama Hek-i Mo-ong dan Jai-hwa Siauw-ok? Benar, dialah orangnya!!

   Kam Hong seperti diingatkan. Tadi dia sudah merasa bahwa wajah pemuda itu tidak asing baginya.

   "Ah, benar. Dia murid Jai-hwa Siauw-ok dan agaknya dia merupakan cucu murid Ngo-ok yang mewarisi ilmu-ilmu Lima Jahat itu. Akan tetapi, bagaimanakah cucu murid Ngo-ok dapat menguasai pula ilmu-ilmu dari Pulau Es semahir itu? Dan diapun jelas menguasai ilmu silat dari Lembah Naga Siluman! Bahkan kini datang mewakili keluarga Cu untuk menandingi kita.!

   Bu Ci Sian mengerutkan alisnya.

   "Jelaslah bahwa keluarga Cu telah mencari dua jago muda itu, yang seorang malah murid Kun-lun-pai, dua orang itu agaknya mereka didik untuk kemudian menjadi utusan mereka, mewakili mereka untuk menyerbu ke sini. Kita harus tangkap mereka!! Nyonya ini hendak melakukan pengejaran, akan tetapi suaminya mencegah.

   "Tidak perlu dikejar. Mereka itu hanya utusan yang diperintah untuk menandingi kita, untuk mengalahkan aku. Kini mereka kalah dan melarikan diri, tidak ada alasannya untuk dikejar lagi.!

   "Akan tetapi, mereka itu datang dari Lembah Naga Siluman dan aku khawatir sekali akan keadaan anak kita di sana. Bukankah Bi Eng berada di sana. Lalu apa yang terjadi dengan anak kita itu kalau keluarga Cu masih memusuhi kita?!

   Kam Hong menarik napas panjang.

   "Melihat bahwa tiga tahun yang lalu, dua orang locianpwe she Cu itu datang ke sini untuk mengajak pulang Houw-ji, kurasa Bi Eng tidak tinggal di sana. Tentu terjadi pertentangan antara saudara Sim Hong Bu dan keluarga Cu. Dan aku yakin bahwa saudara Sim tentu bertanggung jawab atas keselamatan anak kita. Bahkan sekarang waktu tiga tahun yang kita janjikan dengan dia sudah lewat, kurasa tidak lama lagi tentu dia akan datang memberi kabar.!

   Seperti biasa, Bu Ci Sian tunduk kepada keputusan suaminya dan walaupun hatinya mendongkol, namun ia bersabar dan mereka bertiga menanti berita dari Sim Hong Bu. Tentu saja mereka mempertajam kewaspadaan semenjak terjadi peristiwa itu agar pihak lawan yang berniat buruk tidak dapat mempergunakan kecurangan untuk mengganggu mereka.

   Tek Ciang dan Kui Lok tidak lama jatuh pingsan di lapangan rumput itu. Ketika sadar kembali, Tek Ciang yang menderita luka dalam cepat duduk bersila dan mengumpulkan hawa murni, mengobati dalam dadanya sendiri. Kui Lok bersila di sampingnya, memulihkan tenaganya. Setelah rasa nyeri dalam dadanya mereda, Tek Ciang menarik napas panjang dan menyeka darah yang mulai mengering di sudut bibirnya.

   "Keluarga iblis Kam yarg keparat!! dia memaki gemas.

   Kui Lok memandang kepada suhengnya dengan alis berkerut.

   "Suheng, tahanlah rasa penasaran dan kemarahanmu itu. Aku sendiri merasa malu sekali kepada keluarga Kam. Jelaslah betapa kita kelihatan jahat dan rendah dibandingkan dengan mereka. Kalau mereka menghendaki, betapa mudah bagi mereka untuk membunuh kita. Tadi, baru dengan suara suling saja mereka mampu mengusir kita dan membuat kita tidak berdaya sama sekali.!

   Tek Ciang mengepal tinju. Tentu saja hatinya semakin penasaran dan dendamnya menebal. Dulu, ketika dia menyerbu bersama Jai-hwa Siauw-ok, dia sudah kalah dan terluka oleh keluarga Kam. Sekarang, setelah tiga tahun dan digembleng ilmu oleh keluarga Cu, masih saja dia kalah dan kembali terluka. Sungguh memalukan dan menggemaskan.

   "Aku masih belum mau menerima kalah! Sute, kita telah menerima budi besar keluarga Cu selama tiga tahun. Kalau untuk membalas budi itu mereka hanya minta kita mengalahkan Kam Hong, kini sebelum hal itu terlaksana, mana kita ada muka untuk berjumpa dengan kedua orang suhu kita? Aku masih penasaran. Kalau kita mengeluarkan semua ilmu kita, belum tentu kita kalah. Kita tadi hanya kalah oleh suara suling mujijat itu.!

   "Jangan terlampau membesarkan kepandaian sendiri dan meremehkan kemampuan orang lain, suheng. Aku tahu bahwa kepandaian yang kau dapat dari pendekar keluarga Pulau Es amatlah hebat. Akan tetapi harus diakui bahwa keluarga Kam itupun memiliki ilmu silat tinggi yang sukar dikalahkan. Aku tadi heran, suheng. Ilmu silatmu banyak dan aneh-aneh, ini sudah kuketahui. Akan tetapi apa maksudnya ucapan isteri pendekar Kam itu? Ilmu pukulanmu dengan jari yang hebat itu.... benarkah seperti katanya tadi disebut Kiam-ci dan merupakan ilmu dari.... Ngo-ok? Benarkah engkau ada hubungan dengan tokoh-tokoh hitam yang terkenal seperti iblis itu?!

   Tek Ciang tersenyum.

   "Tidak kusangkal, sute. Memang ilmu itu namanya Kiam-ci dan kudapat dari keturunan Ngo-ok. Akan tetapi tidak berarti bahwa aku mempunyai hubungan dengan Ngo-ok yang sudah tiada. Memang aku suka sekali mempelajari segala macam ilmu silat, sute. Apa salahnya memperluas pengetahuan dengan mempelajari ilmu-ilmu yang tinggi, dari manapun datangnya? Sekali waktu akan berguna bagi kita. Kalau tadi mereka tidak menggunakan suara suling mujijat itu, belum tentu aku kalah.!

   Kui Lok menyangsikan kebenaran kalimat terakhir itu, akan tetapi dia enggan berbantah dengan suhengnya, apalagi setelah mereka berdua menderita kekalahan. Dia tidak mau menyinggung perasaan suhengnya.

   "Kurasa ilmu itulah yang oleh suhu Cu Han Bu disebut sebagai ilmu meniup suling Kim-kong Sim-in yang harus kita hadapi dengan waspada. Tak kusangka suara tiupan suling akan sehebat itu. Kita sudah digembleng oleh suhu untuk menghadapi suara itu. Kalau hanya menghadapi suara suling yang menyerang kita itu, cukup bagi kita mengerahkan sin-kang untuk bertahan. Akan tetapi apa artinya kalau kita hanya bertahan? Begitu kita menyerang, tenaga kita membalik dan memukul diri sendiri, seperti yang kau alami tadi, suheng.!

   Tek Ciang mengangguk-angguk, wajahnya muram, hatinya kesal.

   "Ah, kalau kita tidak dapat memperoleh ilmu untuk menandingi suara suling itu, habislah harapan kita untuk mengalahkan mereka, dan bagaimana kita mempunyai muka untuk menghadap suhu di Lembah Naga Siluman?!Kui Lok merasa kasihan melihat kemuraman wajah Tek Ciang. Dia tahu akan rahasia hati suhengnya ini.

   Dia tahu bahwa antara suhengnya ini dan su-ci (kakak perempuan seperguruan) mereka, yaitu Cu Pek In, puteri guru mereka Cu Han Bu, yang kabarnya sudah menjadi janda karena ditinggal pergi suaminya, terdapat suatu hubungan yang amat erat dan akrab, bahkan mesra sekali. Biarpun usia suci itu sudah hampir empat puluh tahun, akan tetapi suci mereka itu tetap cantik dan terutama sekali memiliki kepandaian yang cukup hebat. Diam-diam dia menduga bahwa telah terjalin hubungan asmara antara keduanya itu secara gelap.

   Walaupun dia merasa tidak cocok, namun karena bukan urusannya, dia pura-pura tidak tahu saja. Hanya dia merasa heran bagaimana suhengnya yang masih muda dan cukup tampan dan gagah itu dapat jatuh cinta kepada seorang wanita yang sepuluh tahun lebih tua. Kini dia tahu betapa resahnya hati suhengnya itu karena tugas yang hanya satu-satunya itu gagal. Suhengnya tidak hanya merasa malu terhadap suhu-suhu mereka, melainkan terutama sekali malu terhadap kekasihnya atas kegagalannya.

   "Suheng, aku sekarang teringat. Ketika masih belajar di Kun-lun-pai, suhu pernah bercerita tentang suatu ilmu yang mirip dengan suara suling dari keluarga Kam itu. Ilmu itu disebut Sin-liong Ho-kang (Ilmu Gerengan Naga Sakti). Akan tetapi ilmu itu dianggap sebagai ilmu yang berbahaya oleh para tokoh pimpinan Kun-lun-pai, dianggap sebagai ilmu yang kejam dan sesat sehingga tidak ada murid Kun-lun-pai yang diperbolehkan mempelajarinya.!

   "Ah, sungguh sayang sekali. Kalau begitu berarti ilmu itu telah lenyap dari perguruan Kun-lun-pai!! kata Tek Ciang menyesal.

   "Tidak, suheng. Sebetulnya tidaklah lenyap sama sekali. Ilmu itu masih disimpan baik-baik dalam ujud kitab, akan tetapi kitab itu selalu disimpan di dalam kamar pusaka dan tidak ada seorangpun murid yang boleh membuka atau membacanya. Dan biasanya, murid-murid Kun-lun-pai amat patuh karena sudah terikat oleh sumpah kami.!

   
Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ah, begitukah, sute? Jadi memang ada pelajaran itu, masih berupa kitab? Sute, maukah engkau bermurah hati kepadaku?!

   "Maksudmu bagaimana, suheng?!

   "Maukah engkau membawaku ke Kun-lun-pai dan minta ijin kepada ketua Kun-lun-pai agar mengijinkan aku mempelajari ilmu itu?!

   "Hemm, rasanya sukar, suheng....!

   "Sute, larangan itu hanya terbatas pada murid-murid Kun-lun-pai, bukan? Dan aku bukanlah murid Kun-lun-pai. Akan tetapi karena engkau seorang murid Kun-lun-pai tersayang dan kita sudah terikat persaudaraan, kalau kita menceritakan tentang kegagalan kita, dan mengingat pula hubungan baik antara gurumu dan para tokoh keluarga Cu di Lembah Naga Siluman, kurasa banyak harapan aku akan diperkenankan mempelajarinya. Bahkan untuk maksud keji, melainkan hanya untuk melawan suara suling keluarga Kam itu atau setidaknya mencari cara untuk mengatasinya.!

   Kui Lok mengerutkan alisnya lalu mengangguk-angguk.

   "Baiklah, akan kucoba. Kitab-kitab Kun-lun-pai aselinya memang berada di pusat Kun-lun-pai di pegunungan Kun-lun-san, amat jauh dari sini. Akan tetapi semua cabangnya mempunyai salinan-salinannya dan ada kulihat suhu memiliki juga salinan kitab ilmu Sin-Liong Ho-kang itu. Mari kita menghadap suhu dan mudah-mudahan saja permintaan kita akan dikabulkan.!

   Tek Ciang merangkul sutenya.

   "Ah, aku tahu bahwa memang engkau seorang saudara yang amat baik sekali, sute!!

   Berangkatlah mereka menuju ke kuil Kun-lun-pai yang letaknya tidak berapa jauh dari situ, hanya perjalanan dua hari saja.

   Seperti dapat dibuktikan dalam catatan sejarah, pemerintah Kaisar Kian Liong merupakan bagian yang paling gemilang dari masa Kerajaan Ceng, yaitu kerajaan penjajah Mancu atas seluruh Tiongkok. Harus diakui bahwa Kaisar Kian Liong adalah seorang kaisar yang sejak mudanya pandai dan bijaksana dalam mengendalikan pemerintahan. Bahkan dia berhasil menarik simpati para pemuka rakyat dengan cara melebur diri menjadi seperti orang Han, bukan seperti orang asing yang menjajah. Dia memerintahkan semua pejabat untuk mempelajari kebudayaan rakyat, bersikap baik terhadap rakyat, akan tetapi di samping itu, juga menyiapkan pasukan yang kuat untuk menjaga kewibawaan pemerintahannya. Dia mempergunakan tangan besi bersarung sutera.

   Akan tetapi, para pendekar bukanlah orang-orang yang bodoh semua. Di antara para pendekar ada yang tahu benar rahasia apa yang terjadi di balik semua kebaikan yang diperlihatkan kaisar itu. Pergolakan yang berkecamuk dalam hati para pendekar bukan hanya karena jiwa patriot yang memberontak melihat nusa bangsa dijajah oleh bangsa asing, melainkan juga disebabkan pula oleh ulah Kaisar Kian Liong sendiri.

   Memang harus diakui bahwa Kaisar Kian Liong, sejak mudanya, sejak masih pangeran, suka bergaul dengan rakyat jelata sehingga dia amat populer di kalangan rakyat. Bahkan sejak dia masih pangeran, para pendekar selalu melindungi dan menjaga keselamatan pangeran yang dianggap sebagai calon kaisar yang baik dan menguntungkan rakyat jelata ini.

   Akan tetapi di balik semua kebaikan yang memang harus diakui ada pada diri Kian Liong, dia memiliki suatu kelemahan, yaitu suka pelesir dan berhubungan dengan wanita-wanita cantik. Akan tetapi karena memang perangainya baik dan terdidik sebagai seorang sasterawan, dia tidak pernah mau mengganggu wanita baik-baik dengan kekerasan, tidak mau mempergunakan kedudukannya atau kekayaannya untuk memaksa wanita baik-baik menjadi kekasihnya.

   Dia lebih suka mengunjungi rumah-rumah pelacuran. Tentu saja banyak pula gadis-gadis dan wanita baik-baik yang tertarik kepada pangeran itu, baik karena kedudukannya maupun ketampanannya, yang menyerahkan diri tanpa paksaan. Maka tersiarlah berita bahwa Kaisar Kian Liong mempunyai banyak anak yang lahir dari wanita-wanita yang berhubungan dengan dia di waktu dia masih pangeran yang sempat berkelana dan bertualang itu.

   Sejak masih pangeran, Kian Liong mempunyai seorang kepercayaan yang memungkinkan dia sering pergi meninggalkan istana dan menyamar sebagai pemuda biasa dan kepercayaannya ini pula yang memungkinkan dia mengunjungi rumah-rumah pelacuran dan berhubungan dengan pelacur-pelacur paliing terkenal di kota raja dan kota-kota besar lainnya. Orang kepercayaannya ini adalah seorang thaikam (pelayan kebiri) yang amat cerdik, bernama Siauw Hok Cu.

   Ketika Kian Liong masih menjadi pangeran, di dalam istana sendiri terjadi suatu peristiwa yang kalau ketahuan orang luar atau kalangan istana sendiri tentu akan mendatangkan aib dan kehebohan. Akan tetapi, thaikam Siauw Hok Cu demikian pandai menjaga rahasia majikannya dan memang Pangeran Kian Liong sendiri amat cerdik sehingga peristiwa itu merupakan rahasia yang tidak pernah diketahui orang lain.

   Peristiwa itu dimulai dengan pertemuan antara Pangeran Kian Liong yang pada waktu itu baru berusia delapan belas tahun dengan nyonya Fu Heng, kakak iparnya sendiri karena nyonya ini adalah isteri seorang pangeran yang menjadi kakak tiri Kiang Liong terlahir dari selir. Bertemu dengan nyonya yang usianya kurang lebih tiga puluh tahun ini, Pangeran Kian Liong seketika jatuh cinta dan bahkan tergila-gila.

   Akan tetapi, karena nyonya itu adalah isteri kakak tirinya, tentu saja dia tidak berani bersikap kurang ajar dan hanya menyimpan kerinduan hatinya itu di dalam dada saja. Nyonya Fu Heng memang cantik jelita, kulitnya putih halus tanpa cacad, mukanya putih itu agak kemerahan tanpa alat kecantikan, mukanya bulat telur, sepasang matanya sipit akan tetapi lebar dan seperti sepasang bintang berkilauan, hidungnya kecil mancung dengan ujungnya agak naik seperti menantang, dan terutama sekali mulutnya amat mungil, dengan bibir yang selalu kemerahan dan selalu basah dan segar. Dalam usianya yang tiga puluh tahun dan belum mempunyai anak, tubuh wanita ini penuh dan matang, dengan gerak gerik lembut penuh daya pikat yang amat kuat.

   Hanya thaikam Siauw Hok Cu yang tahu akan penyakit rindu berahi yang menyerang majikannya, ketika Pangeran Kian Liong seringkali nampak termenung di dalam kamarnya atau di kebun bunga.

   "Pangeran, harap paduka jangan banyak termenung berduka. Seekor kumbang tidak akan kehabisan akal untuk dapat menghisap madu kembang yang disukai dan dipilihnya.! Thaikam gendut itu menghibur sambil mendekati majikannya yang sedang duduk termenung pada suatu malam dalam taman bunga.

   Pangeran Kian Liong mengangkat muka, memandang orang kepercayaannya itu dengan heran dan bertanya.

   "Hok Cu, apa maksudmu? Jangan kau main-main!! Karena hatinya sedang kesal, kata-kata yang belum dimengerti maksudnya itu dianggap mengganggu hatinya.Akan tetapi thaikam gendut itu tersenyum. Mukanya yang seperti muka anak-anak yang gendut dan sehat itu berseri, sepasang matanya menjadi semakin sipit sampai hampir terpejam.

   "Pangeran, hendaknya paduka ketahui bahwa nyonya Fu Heng adalah sahabat baik sekali dari Sang Puteri Kim.!

   Mendengar ini, Pangeran Kian Liong memandang dengan penuh perhatian. Dia kagum akan kecerdikan orangnya ini, yang agaknya sudah dapat menerka apa yang disusahkan. Puteri Kim adalah puteri istana yang juga menjadi saudara iparnya. Akan tetapi disebutnya nama nyonya Fu Heng jelas membuktikan bahwa orang kepercayaannya ini tahu akan isi hatinya.

   "Kau tahu....?!

   Thaikam itu mengangguk.

   "Jangan khawatir, hanya hamba seoranglah yang dapat mengetahuinya.!

   "Lalu, apa maksudmu mengatakan bahwa ia sahabat baik Puteri Kim?!

   "Pangeran, sudah beberapa kali nyonya Fu menjadi tamu Puteri Kim, bahkan sampai bermalam selama satu dua hari. Biasanya, nyonya itu berkunjung atas undangan sang puteri dan keduanya bersantai di Taman Musim Semi!!

   "Lalu, kalau begitu mengapa?! tanya sang pangeran yang masih belum mengerti apa yang dimaksudkan pelayan yang mukanya penuh senyum gembira itu.

   "Apa artinya Cang-cun-yuan (Taman Bahagia Musim Semi) itu bagiku?!

   "Pangeran tentu ingin sekali bertemu berdua saja dengan nyonya Fu Heng, bukan?!

   Wajah sang pangeran menjadi kemerahan. Bagaimanapun juga, memalukan sekali diketahui rahasia hatinya bahwa dia jatuh cinta kepada kakak iparnya sendiri! Akan tetapi orang ini adalah satu-satunya orang yang dipercayanya, maka diapun mengangguk.

   "Nah, kalau begitu hamba yang tanggung bahwa pada besok malam, paduka akan dapat menjumpainya seorang diri saja di taman itu.!

   "Di Cang-cun-yuan? Bagaimana caranya?!

   "Mudah saja, pangeran. Hamba akan membuat surat undangan atas nama Sang Puteri Kim, mengundang nyonya itu untuk berkunjung ke Taman Musim Semi. Nah, hamba akan menyogok para dayang di taman itu agar dapat diatur sebaiknya, mempersiapkan pertemuan antara paduka dan nyonya cantik jelita itu.!

   Wajah sang pangeran berseri gembira.

   "Ah, engkau cerdik sekali. Kau lakukanlah itu, Hok Cu, kau lakukan itu, akan tetapi hati-hati, jangan sampai bocor dan awas, jangan gagal, karena ini menyangkut nama baik keluarga istana, kau tahu?!

   "Tanggung beres, pangeran. Hamba jamin dengan nyawa hamba yang tidak berharga!!

   Demikianlah, thaikam Siauw Hok Cu yang cerdik itu lalu menjalankan siasatnya, membuat surat undangan atas nama Puteri Kim kepada Nyonya Fu Heng agar pada besok sore sudi datang berkunjung ke Cang-cun-yuan seperti biasanya dan mengirimkan undangan itu kepada nyona cantik itu. Menerima surat undangan ini, Nyonya Fu Heng tidak menaruh hati curiga sedikitpun, juga suaminya tidak menaruh curiga karena suami ini mengetahui betapa akrabnya hubungan antara isterinya dan adik tirinya. Bahkan isterinya boleh bermalam ditaman itu bersama adik tirinya selama beberapa malam tanpa harus minta ijin lagi darinya.

   Pada sore yang ditetapkan, berangkatlah Nyonya Fu Heng, seperti biasa melakukan perjalanan yang cukup melelahkan itu dari kota raja ke istana sebelah barat, di ujung barat kota. Perjalahan itu ditempuh dengan naik joli yang dipikul oleh empat orang yang dikawal beberapa orang pengawal saja. Kunjungannya ke taman itu disambut oleh beberapa orang dayang yang sudah dipersiapkan oleh thaikam Siauw Hok Cu! Para pemikul joli dan pengawal diperkenankan pulang dengan pesan agar besok sore dijemput karena nyonya itu akan bermalam di situ. Kemudian para dayang yang sudah dipengaruhi thaikam Siauw Hok Cu, mengantar nyonya cantik itu ke dalam pondok mewah dan dipersilahkan untuk mandi karena Puteri Kim akan datang, dalam waktu satu dua jam lagi.

   Nyonya Fu Heng baru saja melakukan perjalanan yang cukup melelahkan, maka ditawari mandi, ia menerimanya dengan gembira. Bangunan kecil di antara pohon-pohon bambu indah itu amat romantis dan mendatangkan rasa gembira di dalam hatinya. Nyonya itu lalu dibawa oleh para dayang ke dalam kamar mandi dan mandilah Nyonya Fu Heng, dibantu oleh para dayang. Setelah selesai mandi, para dayang memberikan sebuah kimono yang halus terbuat dari sutera yang tembus pandang dan meninggalkan nyonya itu di dalam sebuah kamar yang indah dan mewah. Nyonya Fu sudah mengenal baik kamar ini. Biasanya ia memang bermalam di dalam kamar ini bersama adik suaminya, yaitu Puteri Kim kalau ia berkunjung ke sini. Kini, sambil menanti datangnya adik itu, ia duduk menghadapi cermin besar, mengurai rambutnya yang hitam panjang itu dan mulai menyisiri rambutnya yang harum lembut.

   

Suling Emas Naga Siluman Eps 44 Suling Emas Naga Siluman Eps 42 Suling Emas Naga Siluman Eps 26

Cari Blog Ini