Ceritasilat Novel Online

Suling Emas Naga Siluman 12


Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 12



Kadang-kadang pikiran membenarkan kebencian dengan berbagai dalih, kadang-kadang pula menyalahkan. Terjadilah konflik batin ini memboroskan enersi batin. Pemborosan enersi batin ini memupuk dan memberi kelangsungan kepada kebencianitu, karena pikiran bekerja terus mengingat-ingat dan menghidupkan segala hal yang terjadi, yang merugikan kita dan mendatangkan kebencian itu. Padahal kebencian itu adalah aku sendiri, kebencianadalah pikiran itulah! Pikiran menciptakan aku dan karena aku dirugikan, timbullah benci. Jadi benci dan aku tidaklah terpisah. Kalau pikiran tidak bekerja untuk menilai, kalau yang ada hanya pengamatan terhadap kebencian itu, berarti pikiran menjadi hening, pengamatan tanpa penilaian terhadap kebencian,

   Maka kebencian akan kehilangan daya gerak, akan kehilangan pupuk, kehilangan kelangsungan yang dihidupkan oleh pikiranyang menilai-nilai. Dan kalau sudah begitu, maka kemarahan, kebencian akan lenyap dengan sendirinya, seperti api yang kehabisan bahan bakar. Pikiran yang mengingat-ingat dan menilai-nilai itulah merupakan bahak bakar. Baik kebencian itu merupakan kebencian perorangan, kebencian demi suku, demi bangsa, dan sebagainya, pada hakekatnya adalah sama, karena di situ tentu terkandung si aku yang merasa dirugikan. Si aku dapat berkembang menjadi sukuku, bangsaku, agamaku, keluargaku, dan selanjutnya. Kembali See-thianCoa-ong tertawa mendengar gadis itu marah-marah.

   "Mengapa marah? Engkau muncul di antara ratusan ekor ular, tentu dua orang muda kembar itu mengira bahwa engkau adalah siluman ular!"

   "Ah, kalau begitu, Coa-ong, aku tidak sudi belajar ilmu ular!"

   Kata Ci Sian dan dia pun lalu menjatuhkan diri duduk diatas tanah sambil menggosok kedua matanya! Hatinya sakit sekali dimaki orang sebagai siluman ular tadi! See-thian Coa-ong tersenyum lebar.

   "Aih, Ci Sian, mengapa engkau mempedulikan amat segala pendapat orang lain? Disebut Raja Ular seperti aku, atau Siluman Ular, atau sebutan apa pun, apakah artinya? Itu hanya sebutan yang diucapkan oleh bibir saja, hanya kata-kata kosong. Yang penting adalah perbuatan kita dalam hidup. Apa artinya disebut dewa kalau tindakannya lebih jahat dari pada setan? Sebaliknya, apa salahnya dimaki orang sebagai iblis kalau hidupnya melalui jalan benar?"

   Seorang anak perempuan yang biasa dimanja seperti Ci Sian, mana dapat menangkap ucapan seperti itu?

   "Pula, kalau tidak ada sahabat-sahabat ular tadi yang membantu, apa kau kira empat orang wanita itu mau melarikan diri meninggalkan engkau?"

   Ci Sian sadar kembali dan dia dapat melihat betapa pentingnya kepandaian menguasai ular-ular itu yang sewaktu-waktu dapat dipakai membela diri dan melindungi keselamatannya dari gangguan orang-orang jahat! Maka dia berhenti menangis.

   "Su-biMo-li itu jahat sekali. Mereka pernah mengaku kepada Paman Kam bahwa mereka adalah utusan dari Sam-thaihouw. Entah siapa Sam-thaihouw itu."

   See-thianCoa-ong juga tidak mengerti dan mereka lalu melanjutkan perjalanan mereka. Ci Sian tidak dapat mengingat lagi jalan yang amat sukar dan berkeliling itu. Melalui celah-celah jurang yang amat curam, menuruni tebing dan mendaki bukit-bukit. Kalau bukan orang yang sudah benar-benar hafal akan jalan disitu, tidak akan mungkin dapat mengunjungi tempat ini. Agaknya See-thian Coa-ong sudah hafal akan jalan disitu dan beberapa hari kemudian, setelah mengelilingi sebuahgunung besar, barulah mereka tiba di perbatasan tempat yang hendak dikunjungi kakek itu.

   "Nah, inilah perbatasan yang berada di sebelah bawah Lembah Suling Emas. Di atas sana itulah lembah gunung itu, dan kalau tidak tahu jalan rahasia menuju ke sana, jangan harap dapat mengunjunginya. Kecuali menyeberangi jurang yang harus menggunakan jembatan tambang yang hanya dapat dipasang atas kehendak tuan rumah. Wanita yang menjadi lawanku itu tinggal di bawah sini. Hati-hati, jangan sembrono, kita sudah memasuki daerah kekuasaannya."

   "Daerah kekuasaan yang kau sebut Cui-bengSian-li?"

   Tanya Ci Sian berbisik dan kakek itu mengangguk. Mereka maju terus di sepanjang dinding gunung yang amat tinggi. Ketika mereka menikung, tiba-tiba mereka mendengar suara orang berkelahi. Dari jauh sudah nampak bahwa yang berkelahi itu adalah seorang gadis cantik jelita melawan seorang pemuda tanggung yang berpakaian pemburu, memegang busur dengan tangan kiri dan di punggungnya tergantung tempat anak panah. Biarpun pemuda tanggung itu kelihatan kuat dan mempergunakan senjata busur di tangan kiri untuk melawan, namun ternyata dia terdesak hebat oleh pukulan-pukulan wanita cantik itu yang menggunakan kedua tangannya yang dibuka dan dimiringkan, membacok-bacok seperti dua batang pedang atau golok.

   Dan See-thian Coa-ong terkejut bukan main melihat betapa sambaran tangan wanita cantik itu mengeluarkan suara bercuitan, tanda bahwa sin-kangnya telah kuat sekali! Sementara itu, setelah tiba dekat dan dapat melihat mereka dengan jelas, Ci Sian segera mengenal pemuda pemburu itu sebagai pemburu muda yang pernah menolongnya ketika dia hendak dibunuh oleh Su-bi Mo-li dahulu! Maka, tanpa di minta, dia sudah meloncat kedepan dan membentak sambil menyerang wanita cantik itu. Baru saja dia marah-marah kepada Su-bi Mo-li dan wanita itu pun cantik, usianya tentu sudah dua puluh lima tahun, biarpun jauh lebih cantik dibandingkan Su-bi Mo-li, akan tetapi ada persamaannya, yaitu seorang wanita dewasa. yang cantik.

   "Perempuan jahat, jangan kau ganggu sahabatku!"

   Sambil berteriak demikian Ci Sian sudah menerjang maju dan memukul wanita itu kalang-kabut. Tentu saja wanita itu menjadi terkejut, akan tetapi dia tersenyum mengejek melihat bahwa serangan Ci Sian itu biasa dan tidak berbahaya. Dengan mudahnya wanita cantik itu mengelak dan sebelum Ci Sian menyerang lagi, pemuda tanggung itu sudah berseru kepadanya sambil melompat keluar dari kalangan pertandingan.

   "Eh, Nona, harap jangan salah sangka! Kami hanya saling menguji kepandaian,bukan berkelahi!"

   Mendengar ini, tentu saja Ci Sian juga tidak melanjutkan serangannya dan dia memandang dengan heran.

   Siapakah dua orang itu dan mengapa mereka berada di tempat sunyi itu dan mengadu ilmu silat? Ci Sian tidak keliru mengenal orang. Memang pemuda tanggung itu adalah Sim Hong Bu, pemuda pemburu yang kini telah menjadi murid keluarga Cu di Lembah Suling Emas itu. Dan baru sekarang dia bertemu dengan wanita cantik yang mengadu ilmu silat dengan dia, dan belum dikenalnya benar sungguhpun tadi wanita itu telah memperkenalkan diri. Setelah tinggal di Lembah Suling Emas, mulailah Hong Bu berlatih ilmu silat, yaitu dasar-dasar ilmu silat tinggi keluarga itu di bawah pimpinan Cu Seng Bu dan Cu Kang Bu yang merupakan Ji-suhu dan Sam-suhu baginya, yaitu guru ke dua dan guru ke tiga. Akan tetapipemuda tanggung ini tidak pernah melupakan kesenangan memburu binatang yang telah menjadi pekerjaannya semenjak dia kecil,

   Maka di waktu terluang dia selalu membawa busur dan anak panah untuk memburu binatang disekitar lembah, dan hasil buruannya lalu diserahkan pekerja di dapur untuk dimasak dan untuk hidangan sekeluarga Cu. Pada pagihari itu, ketika dia berburu dan tiba diperbatasan lembah yang hanya dapat ditempuh melalui jalan rahasia yang hanya dikenal oleh orang-orang Lembah Suling Emas, dan yang telah diberitahukan kepadanya pula, tiba-tiba dia melihat wanita cantik itu! Keduanya terkejut. Hong Bu segera menjadi curiga karena menurut para gurunya, tidak boleh ada orang luar memasuki daerah Lembah Suling Emas. Pula, daerah itu merupakan daerah rahasia yang tidak dikenal orang luar, bagaimana tahu-tahu ada wanita cantik muncul di situ?"

   "Siapa engkau?"

   Tegurnya.

   "Berani benar engkau memasuki daerah Lembah Suling Emas tanpa ijin!"

   Wanita cantik itu juga kelihatan terkejut dan heran, apalagi melihat sikap pemuda tanggung itu seperti seorang pemburu, maka dia menduga bahwa pemuda itu tentulah seorang pemburu yang salah jalan. Yang membuat dia terheran-heran adalah teguran pemuda itu, seolah-olah pemuda itu berhak mengatur orang lain yang berada di tempat itu! Wanita itu tersenyum mengejek.

   "Eh, bocah lancang. Engkaulah yang lancang berani memasuki daerah terlarang ini. Siapa engkau?"

   Melihat sikap ini dan mendengar pertanyaan itu, Hong Bu menjadi ragu-ragu. Dia belum lama menjadi penghuni lembah itu dan belum mengenal betul semua anggauta keluarga majikan lembah. Siapa tahu kalau-kalau wanita cantik ini juga merupakan seorang anggauta keluarga, atau seorang murid, atau seorang pelayan! Maka dia pun bersikap halus dan cepat-cepat memperkenalkan diri.

   "Aku adalah murid dari majikanlembah ini."

   Wanita itu tersenyum lebar dan nampak cantik sekali, akan tetapi sikapnya memandang rendah.

   "Aih, kiranya engkau kah yang datang bersama Yeti itu? Subo telah bercerita tentang dirimu. Bukankah engkau yang bernama Sim Hong Bu itu?"

   "Benar...."

   Hong Bu menjadi semakin ragu karena dia yakin bahwa wanita ini tentu keluarga atau murid dari lembah itu.

   "Dan.... siapakah engkau, Cici?"

   "Aku? Engkau harus menyebut Suci (Kakak Seperguruan) kepadaku. Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu adalah Subo ku."

   Hong Bu terkejut mendengar ini, dan juga merasa heran. Twaso dari para gurunya yaitu, yang dia harus menyebut Supek-bo, adalah seorang wanita yang masih kelihatan muda dan cantik. Muridnya ini juga seorang wanita dewasa yang cantik, dan kalau Supek-bo itu usianya kurang lebih tiga puluh tahun muridnya ini tentu sudah ada dua puluh lima tahun. Pantasnya mereka itu adalah kakak beradik, bukan guru dan murid! Akan tetapi dia segera memberi hormat.

   "Ah, harap Suci maafkan, karena aku belum mengenal semua keluarga,maka aku tidak tahu bahwa Suci adalah murid dari Supek-bo."

   Wanita itu tertawa.

   "Tidak apa, Sute. Aku pun belum lama menjadi murid Subo. Engkau sungguh beruntung bisa menjadi murid Lembah Suling Emas, bahkan menurut Subo, engkau akan mewarisi pedang Koai-liong-pokiam. Entah bagaimana sih lihaimu maka engkau dipilih?Sute, kita adalah orang sendiri. Aku adalah Sucimu dan namaku adalah Yu Hwi. Jangan engkau sungkan, mari kita berlatih sebentar karena aku ingin sekali mengukur sampai dimana kepandaian silatmu."

   "Ah, aku belum belajar apa-apa, Suci...."

   Hong Bu berkata. Akan tetapi wanita itu mendesak dengan kata-kata yang tegas.

   "Sute, murid Lembah Suling Emas tidak boleh bersikap lemah. Apalagi aku hanya ingin mengujimu, apa salahnya? Hayo, kau sambut ini!"

   Dan wanita itu lalu menyerangnya. Hong Bu terkejut sekali karena gerakan wanita itu sungguh amat lihai. Maka dia cepat mengelak dan terpaksa dia melayani sucinya itu. Namun, biarpun dia menggunakan busurnya sebagai senjata, tetap saja dia terdesak hebat. Tentu saja, karena wanita itu adalah Yu Hwi, yang pernah menggemparkan dunia persilatan dengan julukan Ang-siocia!

   Para pembaca kisah JODOH SEPASANG RAJAWALI tentu masih mengenal wanita lihai ini. Yu Hwi adalah cucu dari Sai-cuKai-ong Yu Kong Tek yang semenjak kecil diculik dan diambil murid oleh Hek-sin Touw-ong, raja maling yang luar biasa lihainya itu. Seperti telah diceritakan dalam kisah Sepasang Jodoh Rajawali, dara cantik lincah Yu Hwi yang berjuluk Ang-siocia dan suka mengenakan pakaian merah muda ini, melarikan diri dari depan kakeknya ketika dia diberitahu dan diperkenalkan kepada tunangannya sejak kecil yang bukanlain adalah Kam Hong! Dia merasa malu, dan juga cinta kasihnya terhadap Pendekar Siluman Kecil membuat dia merasa kecewa, sungguhpun harus diakuinya bahwa Kam Hong tidak kalah tampan dan gagah dibandingkan dengan Pendekar Siluman Kecil.

   Dara yang keras hati ini melarikan diri dan tidak pernah kembali lagi. Seperti telah diceritakan di bagian depan dari cerita ini, perbuatannya itu membuat Kam Hong, calon suaminya yang telah dijodohkan dengan dia sejak mereka berdua masih kecil, merana dan pendekar ini mencari-carinya selama lima tahun tanpa hasil! Dan memang dugaan dan harapan Kam Hong itu tidak kosong belaka. Ramai-ramai orang kang-ouw yang menuju ke Himalaya memang menarik juga hati Yu Hwi. Yu Hwi adalah seorang dara murid Si Raja Maling, dan dalam hal permalingan memang dia lihai bukan main, maka mendengar bahwa ada orang mencuri pedang pusaka dari istana dan membawanya lari ke Himalaya, hatinya amat tertarik dan dia pun ikut pula melakukan pengejaran dan pencarian.

   Ingin dia melihat siapa malingnya yang demikian berani dan lihai, dan ingin dia menguji sampai di mana kepandaian maling itu! Juga, dia tertarik untuk memperebutkan pedang pusaka yang menggegerkan dunia kang-ouw dan yang telah menarik hati semua orang kang-ouw untuk ikut-ikutan memperebutkannya itu. Akhirnya, dalam perantauannya ke Himalaya di mana dia tidak pernah berjumpa dengan orang-orang yang mencarinya, yaitu tunangannya, Kam Hong, dan kakeknya, Sai-cu Kai-ong, dia malah tiba di perbatasan Lembah Suling Emas itu tanpa di sengaja dia memasuki daerah tempat tinggal Cui-beng Sian-li TangCun Ciu di kaki gunung, di bawah lembah itu! Di tempat ini bertemulah Yu Hwi dengan Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu. Ketika mendengar bahwa dara cilik itu adalah murid Hek-sin Touw-ong yang hendak mencari pencuri pedang pusaka, Cui-beng Sian-li tertarik dan menguji kepandaiannya.

   Yu Hwi tekejut bukan main, dan juga kagum karena ternyata kepandaian pencuri ini jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaiannya sendiri, bahkan masih lebih tinggi daripada ilmu kepandaian gurunya, Si Raja Maling! Maka tunduklah hati dara yang keras ini dan dia pun mengangkat guru kepada Cui-bengSian-li yang juga merasa suka kepada Yu Hwi. Demikianlah sedikit riwayat dari YuHwi yang kini bertemu sutenya, karena keduanya adalah para murid-murid dari para tokoh Lembah Suling Emas dan dalam kesempatan itu, Yu Hwi sengaja menguji kepandaian sutenya yang dilihat oleh Ci Sian sehingga gadis cilik ini turun tangan hendak membantu Hong Bu. Kini Yu Hwi yang berdiri di samping Hong Bu memandang kepada Ci Sian dan kepada See-thian Coa-ong dengan alis berkerut.

   "Sute, engkau kenal mereka? "tanyanya tanpa menoleh kepada Hong Bu.

   "Aku tidak mengenal kakek itu, Suci, dan Nona ini pernah kujumpai di pegunungan salju."

   Lega rasa hati Yu Hwi. Kiranya dua orang yang datang ini bukan keluarga atau sahabat sutenya. Maka setelah memandang penuh perhatian, dia dapat menduga bahwa kakek gundul botak yang datang bersama gadis cilik itu tentulah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Maka diapun menghadapi kakek itu dan berkata dengan suara tegas.

   "Kalian berdua telah memasuki daerah kami yang terlarang. Kalau hal itu kalian lakukan tanpa sengaja, harap kalian segera pergi lagi secepatnya meninggalkan tempat ini. Kalau disengaja, harap katakan apa keperluan kalian datang ke sini dan siapa adanya kalian berdua!"

   See-thian Coa-ong tersenyum ramah.

   "Memang kami sengaja mendatangi tempat ini. Aku adalah See-thian Coa-ong, hendak berjumpa dengan Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu."

   Terkejutlah Yu Hwi mendengar ini dan dia menjadi semakin curiga.

   "Sute, harap kau pulang dulu, tidak baik kalau sampai Subo melihatmu di sini."

   Hong Bu mengangguk.

   "Baiklah, aku pergi dulu, Suci."

   Dan dia pun lalu menoleh kepada Ci Sian. Sejenak mereka berpandangan. Kedua orang muda remaja ini semenjak bertemu memang merasa saling suka, bahkan begitu berjumpa mereka telah bekerja sama menghadapi Su-bi Mo-li, maka rasanya sekarang tidak enak dalam hati Hong Bu bahwa mereka bertemu lagi dalam waktu sesingkat itu, tanpa ada kesempatan untuk bicara panjang lebar.

   "Nona, kuharap keadaanmu akan baik selalu."

   Akhirnya Hong Bu berkata.

   "Terima kasih, kuharap engkau pun begitu pula."

   Jawab Ci Sian.

   "Sute, pergilah...."

   Desak Yu Hwi, mengingat akan pentingnya urusan yang dihadapinya. Kakek ini jelas bukan orang Han, melainkan seorang Nepal atau India, maka kini datang mencari subonya, tentu ada urusan yang amat gawat. Apalagi melihat keadaan kakek itu yang menunjukkan tanda-tanda seorang yang berilmu tinggi. Hong Bu mengangguk dan membalik-kan tubuhnya, akan tetapi teringat bahwa dia belum berkenalan dengan gadis cilik itu. Maka dia membalik lagi dan berkata cepat,

   "Namaku Sim Hong Bu.

   "

   Ci Sian tersenyum.

   "Dan namaku Bu Ci Sian."

   Kini Hong Bu membalikkan tubuhnya.

   "Sampai jumpa!"

   Katanya dan dia pun berlari cepat meninggalkan tempat itu, menghilang di balik batu-batu besar. Dia harus melalui jalan rahasia untuk kembali ke daerah Lembah Suling Emas di atas sana, jalan rahasia terowongan yang hanya diketahui oleh para penghuni Lembah Suling Emas saja. Sementara itu, Yu Hwi lalu berkata kepada See-thian Coa-ong.

   "Guruku tidak begitu mudah ditemui, dan dia tidak suka diganggu."

   "Aih, Nona, agaknya Nona belum berada di sini tiga tahun yang lalu maka tidak mengenalku. Aku dan Gurumu sudah berjanji untuk sewaktu-waktu bertemu di sini, maka harap kau beritahukan kepada Cui-beng Sian-li bahwa aku See-thian Coa-ong datang untuk memenuhi janji dan untuk menebak teka-tekinya."

   Tentu saja Yu Hwi yang belum pernah mendengar dari subonya tentang hal itu merasa heran sekali.

   "Menebak teka-teki....?"

   Selagi dia meragu, tiba-tiba terdengar suara bisikan halus terbawa angin memasuki telinga,

   "Yu Hwi, antarkan tamu-tamu itu ke dalam taman, aku menantidi sini!"

   "Baik, Subo."

   Kata Yu Hwi dan dia pun terkejut sendiri karena maklum bahwa suara gurunya itu dikirim melalui ilmu mengirim suara dari jauh dan yangmendengar bisikan itu adalah dia seorang. Namun suara itu sedemikian jelasnya sehingga seolah-olah gurunya itu berada di sampingnya dan bicara kepadanya! Demikian hebat kekuatan khi-kang dari subonya itu. Karena merasa malu bicara seperti kepada diri sendiri atau kepada bayangan yang tidak nampak, Yu Hwi cepat berkata kepada kakekitu.

   "Subo minta kepada kalian untuk menghadap kepadanya di taman. Silakan!

   "Dan Yu Hwi lalu membalikkan tubuhnya tanpa menanti jawaban, lalu melangkah pergi.

   "Hebat memang ilmu Coan-im-jip-bit dari Cui-beng Sian-li."

   Kata kakek itu dan kembali Yu Hwi terkejut dan menduga-duga apakah kakek itu juga dapat mendengar bisikan Subonya? Agaknya tidak mungkin karena sepanjang pengetahuannya, ilmu itu kalau dipergunakan hanya dapat didengar oleh orang yang ditujunya. Dia menoleh dan melihat kakek itu bersama gadis tanggung mengikutinya. Yang dimaksudkan taman oleh Cui-beng Sian-li dan muridnya itu adalah sebuah tempat terbuka yang memang indah sekali. Di situ penuh dengan pohon akan tetapi karena ketika itu musim dingin sedang hebat-hebatnya,

   Maka semua pohon kehilangan daunnya yang tinggal hanya batang dan cabang berikut rantingnya yang kini penuh dengan salju dan es yang menggantikan tempat daun dan bunga. Dan di sana-sini nampak batu-batu terselaput es yang aneh-aneh bentuknya. Semua itu berkilauan dan memantulkan cahaya yang beraneka warna sehingga memang benar-benar merupakan taman yang luar biasa aneh dan indahnya. Di tengah taman itu terdapat sebuah kupel, yaitu bangunan tak berdinding, di mana terdapat sebuah meja batu berikut bangku-bangkunya yang mengelilingi meja itu, juga terbuat dari batu-batu dan jumlahnya ada delapan buah, cocok dengan meja yang bentuknya segi delapan itu. Dan diatas sebuah diantara bangku-bangku itu nampak duduk seorang wanita cantik yang bukan lain adalah Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu.

   "Subo, teecu sudah mengantar tamu-tamu datang,"

   Kata Yu Hwi yang lalu berdiri di belakang subonya. Wanita cantik itu memutar tubuh dan memandang kepada See-thian Coa-ong, lalu memandang kepada Ci Sian. Wajah yang cantik itu nampak suram seolah-olah dibayangi kedukaan atau kepahitan hidup. Akan tetapi dia tersenyum ketika bertemu pandang dengan See-thian Coa-ong.

   "Duduklah, See-thian Coa-ong."

   Katanya lembut.

   "Terimakasih, Cui-beng Sian-li."

   Jawab kakek itu yang segera duduk menghadapi nyonya rumah, terhalang meja. Ci Sian yang tidak dipersilakan duduk tidak mau duduk dan hanya berdiri di belakang kakek itu, seperti yang dilakukan oleh Yu Hwi. Gadis cilik ini memperhatikan nyonya itu dengan kagum. Tak disangkanya bahwa di tempat sunyi seperti ini, tempat yang terpencil dari keramaian dunia, dia dapat bertemu dengan dua orang wanita cantik seperti guru dan murid ini. Dan sama sekali dia tidak pernah mengira bahwa yang menjadi musuh kakek itu, yang namanya begitu menyeramkan, ternyata adalah seorang wanita yang cantik jelita! Padahal tadinya dia membayangkan bahwa nama itu tentu dimiliki seorang wanita yang amat menyeramkan.

   "Engkau sungguh merupakan seorang kakek yang keras hati, Coa-ong. Tak kusangka bahwa kekalahanmu dahulu itu benar -benar kau tebus dengan mengasingkan diri sampai sekarang dalam guha itu.Tiga tahun lamanya! Bukan main!"

   "Hemm, Sian-li. Seandainya ketika itu engkau yang kalah, apakah engkau juga tidak akan menjalani hukuman seperti yang kita pertaruhkan bersama?"

   Wanita itu tersenyum pahit.

   "Aku ragu-ragu apakah aku akan setekun engkau memegang janji yang kita buat dalam keadaan marah itu, Coa-ong. Sudahlah, buktinya engkau kalah dan engkau baru tiga tahun bertapa di dalam guha itu. Masih kurang dua tahun lagi. Kenapa engkau sudah keluar dan mencariku?"

   "Karena sekarang aku sudah mendapat jawaban teka-tekimu!"

   "Ah, benarkah? Hemm.... tidak mungkin!"

   "Coba dengarlah, Cui-beng Sian-li.Akan tetapi apakah janji pertaruhan itu masih berlaku?"

   "Tentu saja."

   "Jadi, kalau jawabanku keliru, aku harus melanjutkan bertapa di dalam guha itu dua tahun lagi, dan kalau benar engkau tidak boleh keluar dari tempat ini selama dua tahun."

   "Ya, begitulah, karena yang lima tahun itu telah lewat tiga tahun."

   Kakek itu tertawa.

   "Ha-ha, menyenangkan sekali! Sekali tersesat di daerah Lembah Suling Emas, aku mengalami hal-hal yang amat menarik. Nah, dengarlah. Teka-tekimu dahulu itu merupakan pertanyaan begini : Apakah perbedaan pokok antara cinta seorang pria dan cinta seorang wanita? Bukankah begitu pertanyaanmu?"

   "Tepat sekali. Nah, kalau memang engkau tahu jawabannya, jawablah."

   Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu menantang.

   "Cui-beng Sian-li, perbedaannya adalah begini. Pria adalah Yang dan wanita adalah Im. Pria adalah kasar dan kuat, wanita adalah lembut dan lemah. Cinta seorang pria bersifat ingin mencinta, ingin menyenangkan, ingin memanjakan, ingin memiliki! Sebaliknya cinta wanita bersifat ingin dicinta, ingin dimanjakan, ingin disenangkan, ingin dimiliki! Yang lembut mengalahkan yang keras, yang lemah menundukkan yang kuat. Bukankah begitu jawabannya?"

   Wajah yang cantik itu tiba-tiba menjadi merah, lalu menjadi pucat, kemudiantiba-tiba saja dia menutupi mukanya dengan kedua tangan dan menangis! Melihat gurunya menangis demikian sedihnya, YuHwi terkejut dan marah. Cepat dia melompat dan menyerang kakek itu sambil membentak.

   "Kakek iblis, berani engkau membikin susah Guruku?"

   Serangan Yu Hwi tentu saja hebat bukan main. Biarpun baru beberapa bulan dia menjadi murid Cui-beng Sian-li danbaru menerima sedikit petunjuk, akan tetapi oleh karena sebelumnya memang kepandaiannya sudah tinggi, maka begitu dia menggerakkan Ilmu Kiam-toSin-ciang, terdengar suara bercuitan dan angin yang amat tajam menyambar kearah kakek tinggi kurus hitam itu! See-thian Coa-ong maklum akan kelihaian dara itu, maka dia pun sudah mencelat mundur dari bangkunya dan begitu Yu Hwi melancarkan pukulan maut bertubi-tubi dan kedua lengannya ituseperti berubah menjadi pedang tajam yang menyambar-nyambar, kakek ini hanya mengelak dan kadang-kadang saja menangkis dengan lengannya yang hitam panjang.

   "Hemm, beginikah sikap orang yang kalah taruhan?"

   See-thian Coa-ong mendengus dan tiba-tiba terdengar suara melengking keluar dari dada melalui kerongkongannya dan tak lama kemudian terdengar suara mendesis-desis dan datanglah ratusan ekor ular ketempat itu dari segenap jurusan! Yu Hwi merasa terkejut sekali akan tetapi tentu saja dia tidak takut. Sebelum dia turun tangan membunuh ular-ular itu, terdengar gurunya membentak.

   "Yu Hwi, jangan lancang kau. Mundurlah."

   Yu Hwi tidak berani membangkang dan dia menghentikan gerakannya, lalu meloncat ke belakang gurunya. Tang Cun Ciu sudah menghapus air matanya dengan saputangan sutera, kemudian berkata kepada kakek itu.

   "Coa-ong, maafkanlah muridku. Simpan kembali ular-ularmu yang menjijikkan itu."

   See-thian Coa-ong tertawa dan ratusan ekor ular itu tiba-tiba membalik dan merayap pergi dari situ. Sebentar saja tempat itu menjadi bersih dan hening, tidak terdengar suara mendesis seperti tadi dan bau amis dari ular-ular beracun telah lenyap pula.

   "Ha-ha, aku sudah terlalu tua untuk menggunakan kekerasan, maka terpaksa minta bantuan ular-ular yang menjadi sahabatku itu untuk menakut-nakuti."

   Kata kakek itu.

   "Hemm, siapa takut kepada ular-ularmu, Coa-ong? Dan kalau engkau melawan dengan ilmu silatmu, mana mungkin muridku mampu bertahan terhadapmu? Sudahlah, engkau datang bukan untuk mengadu ilmu silat, melainkan untuk menebak teka-teki dan ternyata engkau menang. Jawabanmu benar, Coa-ong. Akan tetapi, engkau seorang pria yang selalu tidak pernah berhubungan dengan wanita, bagaimana engkau mampu menjawab dengan begitu tepat?"

   Tanya Cui-beng Sian-li sambil mengusap kedua matanya yang agak merah.

   "Ha-ha, sungguh mati aku tadinya sama sekali tidak mampu menjawab dan jangankan harus bertapa dua tahun lagi,biar dua puluh tahun lagi aku pasti takkan mampu menjawab kalau tidak bertemu dengan muridku ini. Muridku ini, Bu Ci Sian, yang telah membantuku menjawab teka-tekimu."

   Tang Cun Ciu memandang tajam kepada gadis cilik itu yang juga menatapnya dengan pandang mata tidak kalah tajamnya.

   "Hemm, Coa-ong, muridmu itu sebenarnya masih terlalu kecil untuk dapat menyelami perasaan wanita jatuh cinta. Akan tetapi dia memiliki kecerdasan hebat."

   "Aku bukan murid See-thian Coa-ong! "tiba-tiba Ci Sian berseru nyaring. Tang Cun Ciu memandang dengan heran sekali. Dia melihat Ci Sian berdiri tegak dengan sepasang mata berapi dan tiba-tiba dia seperti melihat seorang lain dalam diri gadis cilik itu.

   "Kau.... kau she Bu? Ah, tidak salah lagi, engkau tentu anaknya!"

   Cui-beng Sian-li berkata lirih dan sepasang mataya terbelalak.

   "Engkau.... engkau tentu puteri Bu-taihiap!"

   Tiba-tiba dia meloncat ke depan, mukanya pucat sekali.

   "Engkau.... serupa benar dengan Ibumu dan karena itu engkau harus mampus!"

   
Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Wuuuuttt....!"Hebat bukan main tamparan yang dilakukan oleh Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu ke arah kepala Ci Sian itu. Angin pukulan yang dahsyatmenyambar dan agaknya nyawa gadis cilik itu takkan dapat tertolong lagi dari ancaman maut.

   "Syuuuut.... dessss!"

   Kedua orang sakti itu terhuyung ke belakang dan See-thianCoa-ong tersenyum pahit sambil berkata.

   "Cui-beng Sian-li, apakah kita harus mulai mengadu kepandaian lagi seperti tiga tahun yang lalu? Apakah engkau hendak menodai nama Lembah Suling Emas dengan membunuh seorang anak-anak yang tidak berdosa apa pun kepadamu?"

   Ucapan itu membuat Cui-beng Sian-li tersadar dan dia pun menarik napas panjang, lengan tangannya masih tergetar hebat oleh tangkisan kakek itu tadi,

   "Ahhh.... aku telah lupa diri....! Ah, akumenyesal, Coa-ong, dan sebagai hukumanku, aku akan menceritakan kepadamu segala peristiwa yang menimpa diriku dan mengapa aku bersedih mendengar jawaban teka-tekimu dan mengapa aku hendak membunuh Nona cilik ini."

   Tanpa mempedulikan bahwa yang mendengar ceritanya bukan hanya kakek itu seorang, melainkan juga Yu Hwi dan Ci Sian, Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu lalu menceritakan riwayatnya yang seharusnya merupakan rahasia bagi seorang wanita, akan tetapi kini dia ceritakan kepada orang lain tanpa malu-malu, seolah-olah hendak membuka rahasia kebusukannya sendiri! Memang aneh-aneh watak dari orang-orang dunia persilatan yang telah mencapai tingkat tinggi itu! Tang Cun Ciu adalah seorang wanita cantik yang sejak kecil telah memiliki ilmu kepandaian silat yang tinggi karena dia berguru kepada para pertapa di sepanjang perbatasan Tibet.

   Bahkan akhirnya di dalam usia tujuh belas tahun dia merupakan seorang gadis yang cantik dan lihai berjumpa dengan Cu San Bu, seorang pendekar dan tokoh besar dari keluarga Cu penghuni Lembah Suling Emas. Cu San Bu seketika jatuh cinta kepada dara yang cantik manis ini dan akhirnya mereka menikah. Kalau Cu San Bu tergila-gila karena kecantikan Cun Ciu, sebaliknya Tang Cun Ciu tertarik sekali kepada Cu San Bu karena kelihaian pendekar ini yang merupakan saudara tertua dari keluarga Cu. Padahal, usia mereka berselisih lima belas tahun! Kalau Tang Cun Ciu merupakan seorang dara remaja berusia tujuh belas tahun, adalah suaminya itu telah berusia tiga puluh dua tahun! Setelah menjadi isteri Cu San Bu, Tang Cun Ciu yang amat suka mempelajari ilmu silat itu memperoleh kemajuan hebat.

   Suaminya yang amat mencinta itu mengajarkan ilmunya kepada isterinya sehingga dalam waktu beberapa tahun saja ilmu kepandaian Tang Cun Ciu sudah sedemikian hebatnya sehingga tidak berselisih jauh sekali dari para kakak beradik Cu itu sehingga dia diterima sebagai seorang tokoh Lembah Suling Emas pula. Akan tetapi, mungkin karena perbedaan usia yang terlalu banyak, atau karena memang watak mereka pun berbeda, Cu San Bu adalah seorang pendekar yang lebih bayak menahan nafsu-nafsunya dan lebih banyak bersamadhi, sebaliknya Tang Cun Ciu adalah seorang wanita yang berdarah panas, maka dalam pernikahan itu Tang Cun Ciu merasa kecewadan banyak menderita tekanan batin! Suami itu terlalu "dingin"

   Baginya sehingga seringkali dia merasa tersiksa oleh gairah nafsunya sendiri yang tidak terpuaskan karena suaminya hanya amat jarang mau menggaulinya.

   Dan karena ketidakserasian ini agaknya maka biarpun sudah menikah bertahun-tahun mereka berdua tidak mendapatkan keturunan. Makin dewasa usia Tang Cun Ciu, makin tersiksalah dia karena suaminya menjadi semakin tua dan semakin dingin dalam hubungan jasmani. Ketika dia berusia sekitar dua puluh tujuh tahun dan bagaikan bunga sedang mekar-mekarnya dan sedang panas-panasnya gejolak berahinya, suaminyayang baru berusiaempat puluh dua tahun itu sudah jarang mau mendekatinya! Keadaan seperti ini agaknya tidakakan menimbulkan apa-apa dan lambat-laun Tang Cun Ciu tentu akan terbiasa dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan kalau saja tidak muncul sepasang suami isteri pendekar yang datang bertamu di Lembah Suling Emas. Mereka ini adalah sepasang pendekar yang berusia sekitar tiga puluhan tahun. Pendekar itu dikenal sebagai Bu-taihiap, dan isterinya seorang wanita yang cantik dan juga memiliki ilmu kepandaian tinggi.

   Bu-Taihiap sudah mengenal Cu San Bu, kakak tertua di antara saudara-saudara Cu itu yang memang merupakan satu-satunya orang yang sering kali keluar dari Lembah Suling Emas dan banyak merantau. Mereka, suami isteri itu, diterima sebagai seorang sahabat, bahkan mereka ditahan untuk tinggal di lembah itu selama mereka belum menemukan tempat yang baik untuk bertapa. Memang suami isteri itu datang ke Pegunungan Himalaya untuk bertapa dan mempelajari ilmu yang baru saja mereka dapatkan. Dan pada waktu itulah terjadi godaan yang amat hebat menggerogoti hati Tang Cun Ciu yang selalu kehausan cinta asmara itu! Wajah Bu-taihiap yang tampan, tubuhnya yang gagah, amat menarik hatinya dan mulailah terdapat sinar-sinar cinta asmara berkilatan dari pandang mata dan dari senyumnya terhadap sahabat suaminya itu!

   Dan Bu-taihiap biarpun dia merupakan seorang pendekar sakti yang selain berilmu tinggi juga berbatin kuat, tetap saja masih seorang manusia biasa, seorang manusia laki-laki yang masih muda dan akhirnya dia pun tidak kuat menghadapi godaan sinar-sinar cinta asmara yang dikobarkan oleh TangCun Ciu yang kehausan kasih sayang dan mendambakan belaian pria itu. Apa yang tak dapat dihindarkan lagi pun terjadilah. Terjadilah hubungan yang biasanya dinamakan perjinahan antara Tang Cun Ciudan Bu-taihiap! Setelah menderita tekanan batin selama bertahun-tahun di samping suaminya yang kurang memenuhi kebutuhan jasmani dan perasaannya, dan kini bertemu dengan seorang pria muda yang berdarah panas dan tidak kalah besar gelora berahinya dibandingkan dengan dirinya sendiri,

   Tentu saja Tang Cun Ciu bagaikan seorang yang telah lama kehausan bertemu dengan sumber air yang segar. Tak puas-puasnya dia meneguk air menyegarkan itu, tak peduli lagi bahwa yang diminumnya adalah air terlarang, Lupa dia bahwa dia menjadi isteri pria lain dan bahwa pria yang dipeluknya penuh kobaran api cinta asmara yang menggelora dan panas itu adalah suami dari seorang wanita lain! Dan tidak aneh pula kalau pada suatu hari mereka tertangkap basah! Semua orang di tempat itu, termasuk suami Tang Cun Ciu dan isteri Bu-taihiap, adalah orang-orang lihai yang berkepandaian tinggi, maka tentu tidak mudah dikelabuhi dan akhirnya perbuatan mereka berdua itu ketahuan! Namun, sebagai seorang pendekar besar yang tidak lagi dimabok berahi dan mudah dikuasai amarah, Cu San Bu tidak menimbulkan keributan.

   Bu-taihiap merasa malu sendiri. Kalau seandainya suami wanita itu marah-marah dan menyerangnya, dia tidak akan merasa demikian terpukul dan malu seperti sekarang ini. Sikap Cu San Bu yang diam seperti orang tidak marah itu lebih menyakitkan hati bagi Bu-taihiap, karena membuat dia kelihatan semakin rendah saja! Maka dia pun berpamit dan pergi meninggalkan Lembah Suling Emas bersama isterinya dan semenjak itu tidak pernah nampak lagi atau terdengar beritanya. Bercerita sampai disini, Tang Cun Ciu memejamkan kedua matanya dan diam sampai beberapalama. Ketika dia membuka lagi matanya, kedua mata yang jernih tajam itu agak basah. Dia menarik napas panjang. Dadanya yang masih membusung penuh itu naik turun.

   "Sampai sekarang pun aku tak pernah dapat melupakan dia! Aku mencinta mendiang suamiku, hatiku mencinta suamiku yang amat baik kepadaku, akan tetapi tubuhku rindu kepada Bu-taihiap."

   Diam-diam muridnya sendiri, Yu Hwi, menjadi merah mukanya mendengar cerita subonya dan mendengar pengakuan itu.

   Pengakuan yang terang-terangan dan yang menurut pendapat dan pandangan umum merupakan pengakuan tidak tahu malu dari seorang isteri! Wanita itu melanjutkan ceritanya. Biarpun pada lahirnya Cu San Bu diam saja seolah-olah perbuatan isterinya yang berjina dengan tamunya itu tidak melukai hatinya, namun sesungguhnya dia merasa tertikam batinnya. Dia amat mencinta isterinya, akan tetapi cintanya tidak terlalu condong kepada nafsu berahi. Dia tidak menyesal karena merasa dirugikan, hanya merasa menyesal mengapa isterinya melakukan perbuatan yang begitu rendah dan memalukan. Yang lebih memberatkan perasaan batin pendekar ini adalah sikap adik-adiknya. Cu San Bu adalah seorang anak angkat dari ayah ketiga orang saudara Cu. Biarpun dia sudah dianggap anak sendiri dan memakai she Cu, namun tiga orang adiknya itu tahu bahwa dia bukanlah darah daging keluarga Cu.

   Biasanya memang sikap Cu Han Bu, Cu Seng Bu dan Cu Kang Bu kepadanya biasa saja, tetap menganggapnya sebagai kakak sendiri, kakak terbesar yang selain paling lihai ilmunya, juga dapat mereka hormati karena sikap dan perbuatan Cu San Bu yang gagah perkasa dan baik, yang selalu menjunjung tinggi nama keluarga Cu. Akan tetapi, setelah peristiwa perjinaan antara Tang Cun Ciudan Bu-taihiap, sikap tiga orang pendekar itu berubah sama sekali! Tiga orang kakak beradik Cu itu diam-diam merasa terhina dan marah sekali oleh perbuatan twaso mereka. Menurut pendapat mereka, dosa twaso mereka itu terlampau besar dan biarpun twako mereka tidak menganggapnya sebagai dosa, akan tetapi mereka berpendapat bahwa twaso mereka itu telah menodai nama dan kehormatan keluarga Cu penghuni Lembah Suling Emas!

   Maka, sikap twako mereka yang mendiamkannya saja perbuatan hina dan rendah itu, membuat mereka diam-diam merasa penasaran dan membenci twako mereka! Inilah yang membuat Cu San Bu menderita tekanan batin dan akhirnya pendekar ini jatuh sakit! Penyakit yang sukar diobati karena bersumber dari batin yang tertekan. Akhirnya, pendekar ini meninggal dunia dalam usia baru empat puluh tahun lebih! Dan sebelum mati, dia sempat meninggalkan pesan atau permintaan terakhir kepada tiga orang adiknya itu agar mereka suka memaafkan Tang Cun Ciu dan agar wanita itu tetap diperlakukan sebagai twaso mereka, sebagai keluarga mereka. Permintaan yang amat berat bagi Cu Han Bu dan dua orang adiknya, akan tetapi karena merupakan pesan terakhir, mereka tidak tega untuk menentang atau menolaknya.

   "Mereka bertiga menerima pesan suamiku, dengan syarat bahwa aku harus tinggal di luar Lembah Suling Emas, dan demikianlah, aku memilih tempat ini, dikaki gunung dan di sebelah bawah dari lembah itu."

   Tang Cun Ciu mengakhiri ceritanya yang amat menarik perhatian tiga orang pendengarnya. Akan tetapi kakek berkulit hitam itu, yang biarpun selama hidupnya belum pernah terjerat oleh perangkap-perangkap cinta asmara namun pandangan-nya sudah sedemikian waspada sehingga cerita yang di dengarnya itu tidak menggerakkan hatinya karena dianggapnya wajar dan tidak aneh, lalu bertanya, nadanya penasaran,

   "Hemm, ceritamu mungkin menyedihkan, Cui-beng Sian-li, akan tetapi apa hubungannya itu dengan teka-tekimu?"

   "Tiga tahun yang lalu, aku mendapat tugas untuk menghadapimu, dan karena dalam ilmu silat kita seimbang dan sukar untuk menentukan siapa kalah siapa menang, maka timbul niatku untuk membuka perasaan hatiku yang penasaran terhadap adik-adik suamiku itu melalui teka-teki ini. Nah, itulah sebabnya maka aku mengajukan teka-teki kepadamu, dengan harapan selain engkau tidak akan mampu menebaknya, juga tiga orang adik suamiku itu agar memikirkan pula tentang sifat-sifat cinta pria dan wanita. Sebagai isteri mendiang suamiku yang sungguh kucinta karena kebaikannya, sebagai seorang wanita, aku membutuhkan kasih sayang yang diperlihatkan, butuh dimanjakan, butuh dicinta dengan mesra, dengan lembut, butuh disenangkan dan dipuja. Akan tetapi sikap suamiku yang dingin itu mendatangkan perasaan kepadaku seolah-olah aku tidak dibutuhkannya lagi, tidak di cinta lagi. Seorang wanita, dari yang muda sampai yang tua sekalipun, baru percaya akan cinta kasih seorang pria kalau pria itu memperlihatkannya dengan bukti dalam sikapnya. Dan wanita yang dilimpahi kemesraan baru akan percaya bahwa dia memang dicintai, maka anehkah kalau aku menyerahkan segala-galanya. Suamiku bersikap dingin, dan sebaliknya, Bu-taihiap bersikap mesra sekali kepadaku, maka anehkah kalau aku menyerahkan diri kepadanya untuk memuaskan kehausanku?"

   Makin lama makin merah dan jengah rasa hati Yu Hwi mendengarkan kata-kata gurunya itu. Sebagai seorang wanita dewasa, tentu saja dia mengerti semua yang dibicarakan. Sedangkan Ci Sian hanya mendengarkan dengan bengong, biarpun dia merasa kasihan, akan tetapi dia tidak begitu mengerti tentang urusan cinta-mencinta itu.

   "Akan tetapi, apa hubungannya orang she Bu itu dengan aku? "Tiba-tiba Ci Sian bertanya, suaranya lantang dan mengejutkan Cui-beng Sian-li yang tidak menyangka-nyangka akan datang pertanyaan dari bocah itu. Dia memandang wajah Ci Sian dan alisnya berkerut, pandangannya menjadi tajam dan tidak senang.

   "Mukamu sama benar dengan isteri Bu-taihiap! Dan engkau she Bu pula, maka aku menduga bahwa engkau tentulah puteri mereka!"

   Ci Sian adalah seorang yang cerdik. Dia tahu bahwa dugaan itu mungkin saja benar karena bukankah ayah bundanya juga berada di Himalaya seperti yang di ceritakan oleh kakeknya, dan bahwa ayah bundanya adalah orang-orang yang ber ilmu tinggi? Akan tetapi, karena tidak ada bukti dan semua itu hanya dugaan saja, lebih baik kalau dia tidak mengakui hal itu, karena mengakuinya berarti hanya akan menimbulkan permusuhan dari wanita yang lihai ini.

   "Hemm, biarpun aku she Bu, akan tetapi tidak ada bukti yang menyatakan bahwa aku adalah puteri mereka, karena itu, jangan engkau sembarangan saja menduga-duga dan secara sewenang-wenang hendak membunuhku."

   Kata Ci Sian,suaranya bernada teguran sehingga Tang Cun Ciu merasa terpukul dan malu. Untuk menutupi rasa malunya ditegur oleh anak-anak, dia lalu berkata kepada See-thian Coa-ong.

   "Eh, Coa-ong, engkau sekarang mempunyai seorang murid yang agaknya akan menjadi orang yang lihai,biarpun sekarang yang lihai hanya baru mulutnya saja! Pertandingan antara kita sudah selesai, maka marilah kita pertandingkan murid-murid kita dalam waktu lima tahun lagi. Engkau boleh menggembleng muridmu she Bu ini, dan aku akan membimbing muridku Yu Hwi, dan kita pertandingkan mereka...."

   "Yu Hwi....? "

   Tiba-tiba Ci Sian berseru dan dia kini mencurahkan perhatiannya kepada murid Cui-beng Sian-li itu, memandang tajam karena baru sekarang dia tertarik sedangkan sejak tadi perhatiannya di curahkan seluruhnya kepada Cui-beng Sian-li. Dia mulai melangkah maju mendekati Yu Hwi yang juga memandangnya penuh perhatian, diam-diam Ci Sian harus mengakui bahwa Yu Hwi memiliki wajah yang manis sekali, bentuk tubuh yang ramping padat, kulit yang putih kuning halus mulus. Pendeknya, wanita itu amat cantik menarik dan memang pantas sekali kalau menjadi isteri Pendekar Suling Emas Kam Hong.

   "Ada apakah dengan engkau?"

   Yu Hwi membentak ketika melihat Ci Sian memandangnya sedemikian rupa setelah tadi mengucapkan namanya.

   "Yu Hwi....? Mengapa engkau meninggalkan KamHong....?"

   Karena tiba-tiba timbul rasa iba kepada pendekar itu dan teringat akan cerita Kam Hong bahwa isteri pendekar itu yang bernama Yu Hwi telah lari meninggalkannya, maka kini Ci Sian mengucapkan kata-kata itu dengan nada suara menegur dan mencela. Mendengar ucapan ini, wajah Yu Hwi seketika berubah pucat dan matanya terbelalak memandang Ci Sian. Sejenak dia tidak mampu berkata-kata, kemudian setelah dia menekan perasaannya yang terguncang, dia berkata, suaranya terdengar seperti membentak marah.

   "Apa.... maksudmu....?"

   "Bukankah engkau yang bernama Yu Hwi, isteri yang telah meninggalkan suamimu yang bernama Kam Hong?"

   Kini wajah Yu Hwi berobah merah sekali.

   "Bocah setan bermulut lancang! Aku tidak pernah menikah dengan siapa pun juga! Pula, kau peduli apa dengan urusanku?"

   "Hemm, aku tidak tahu engkau sudah menikah atau belum. Akan tetapi agaknya engkau tentulah Yu Hwi yang dicari-cari oleh Paman Kam Hong. Tentu saja aku peduli karena Paman Kam Hong menderita sengsara karena mencari-carimu. Kiranya engkau menjadi murid Bibi Cui-beng Sian-li. Wah, memang cocok. Gurunya seorang wanita yang telah mengkhianati suami, sedangkan muridnya seorang wanita yang telah minggat dari suaminya. Keduanya telah menghancurkan hati dan kehidupan pria-pria yang mencintai mereka."

   "Keparat!"

   "Jahanam bermulut lancang!"

   Guru dan murid itu bergerak cepat, akan tetapi See-thian Coa-ong yang lebih dekat dengan Ci Sian sudah menyambar tubuh anak perempuan itu dan meloncat jauh dari tempat itu.

   "Cui-beng Sian-li, di antara kita sudah tidak terdapat urusan lagi, biarkan kami pergi dari sini!"

   Teriak kakek itu tanpa menghentikan loncatan-loncatannya dan ternyata wanita itu bersama muridnya pun tidak melakukan pengejaran. Setelah kakek itu pergi jauh, Cui-beng Sian-li memandang kepada muridnya dan dengan pandang mata tajam dia bertanya.

   "Yu Hwi, benarkah engkau minggat dari suamimu?"

   "Tidak Subo, bocah itu bicara yang bukan-bukan. Yang benar, aku melarikan diri karena hendak dijodohkan dengan seorang pemuda yang bukan pilihanku sendiri."

   "Dan pemuda itu bernama Hong?"

   Yu Hwi mengangguk, lalu dia menceritakan persoalannya dengan Kam Hong. Dia menceritakan dengan singkat akan tetapi juga terus terang, mengingat bahwa gurunya tadi pun telah bercerita dengan terus terang tanpa menyembunyikan perbuatan dan perasaan hatinya sendiri.

   "Sebetulnya, teecu jatuh cinta kepada seorang pendekar yang amat teecu kagumi, akan tetapi pendekar itu tidak membalas cinta teecu agaknya. Dan tanpa teecu ketahui, ternyata sejak kecil teecu telah ditunangkan dengan seorang pemuda lain. Setelah teecu memberitahu tentang pertunangan itu. Maka ketika dipertemukan dengan tunangan itu yang juga telah teecu kenal sebelumnya, teecu merasa malu, dan juga kecewa dan teecu pergi melarikan diri sampai sekarang. Sudah lima tahun lebih lamanya, dan siapa kira, pemuda itu ternyata masih mencari-cari teecu seperti yang dikatakan oleh bocah setan tadi."

   Hening sejenak setelah Yu Hwi menceritakan riwayatnya secara singkat. Kemudian, Cun Ciu menarik napas panjang.

   "Yaah, demikianlah nasib kita kaum wanita. Tidak suka dijodohkan dengan pria pilihan orang-orang tua, disalahkan. Lari untuk menentukan nasib sendiri pun disalahkan. Disia-siakan cintanya sehingga kehausan dan mencari hiburan pelepas dahaga dengan pria lain pun disalahkan. Coba yang melakukan semua itu kaum pria, tentu tidak akan ada yang menyalahkan karena hal itu sudah dianggap biasa saja. Betapa tidak adilnya dunia ini terhadap kaum wanita!"

   "Akan tetapi, sungguh Kam Hong itu tidak tahu diri!"

   Yu Hwi berkata.

   "Teecu tidak menyangka bahwa dia masih terus mencari teecu. Mau apa dia? Apakah hendak memaksa teecu menjadi isterinya berdasarkan ikatan jodoh yang dilakukan oleh orang-orang tua kami itu? Teecu harus pergi menemuinya dan menjelaskan bahwa teecu tidak suka menjadi isterinya!"

   "Ingat, Yu hwi. Gurumu ini telah kalah bertaruh dengan See-thian Coa-ong. Dia sendiri telah mengorbankan waktunya sampai tiga tahun bertapa dalam guha. Dan setelah dia dapat menebak teka-teki sehingga aku kalah, sudah sepantasnya kalau aku pun memenuhi janji. Aku harus tinggal di sini dua tahun dan sama sekali tidak boleh keluar meninggalkan tempat ini sebelum dua tahun. Dan engkau baru saja menjadi muridku. Engkau harus pula belajar menemaniku di sini sampai sedikitnya dua tahun."

   Yu Hwi tidak berani membantah dan dia pun lalu mengikuti subonya kembali ke pondok kecil mungil yang dibangun oleh keluarga Cu di tempat itu untuk twaso mereka. Biarpun Tang Cun Ciu tidak diperbolehkan lagi tinggal di Lembah Suling Emas, akan tetapi dia tetap diaku sebagai keluarga dan setiap waktu boleh saja mengunjungi lembah melalui jalan rahasia terowongan yang hanya dikenal oleh keluarga mereka.

   Kita tinggalkan dulu Yu Hwi yang tekun belajar di bawah bimbingan Cui-beng Sian-li yang lihai, dan membiarkan dulu Bu Ci Sian yang ikut bersama See-thian Coa-ong untuk mempelajari ilmu-ilmu yang tinggi pula. Marilah kita beralih ke bagian lain dari daratan Tiongkok, meninggalkan daerah Pegunungan Himalaya dan pergi ke sebelah timur meninggalkan daratan, menyeberang laut untuk melihat keadaan di sebuah pulau kecil yang hanya beberapa mil jauhnya dari daratan. Dengan mempergunakan sebuah perahu layar, kalau angin baik, dalam waktu seperempat jam saja orang sudah akan dapat sampai ke pulau itu. Pulau ini disebut Kim-coa-to (Pulau Ular Emas) karena menurut kabar di pulau kecil ini terdapat sejenis ular yang berwarna kuning keemasan dan sangat berbahaya karena gigitannya mengandung bisa yang mematikan.

   Akan tetapi bukan ular-ular kecil berwarna kuning emas inilah yang membuat para nelayan dan pelancong tidak berani mengunjungi Pulau Kim-coa-to itu. Pulau itu sudah belasan tahun terkenal sebagai pulau yang berbahaya karena pulau itu ditinggali oleh seorang wanita yang hidup sebagai seorang ratu di atas pulau kosong itu. Di atas pulau itu dibangun sebuah bangunan seperti istana kecil dan karena wanita yang hidup seperti ratu itu selain memiliki kecantikan luar biasa juga memiliki ilmu kepandaian silat yang hebat, maka tidak ada orang berani lancang mendekati pulau itu, kecuali kalau hendak berkunjung dengan keperluan yang penting. Pemilik pulau itu, wanita yang hidup seperti ratu, terkenal sekali dengan julukannya, yaitu Bu-eng-kwi (Iblis Tanpa Bayangan) dan semua orang kang-ouw tahu belaka bahwa Bu-eng-kwi ini adalah seorang wanita yang memiliki ilmu gin-kang yang amat luar biasa, tidak pernah ada yang mampu menandinginya.

   Karena ilmu gin-kangnya yang membuat tubuhnya seolah-olah dapat terbang atau menghilang itu, tentu saja dia merupakan lawan yang amat berbahaya. Bu-eng-kwi bernama Ouw Yan Hui, seorang wanita yang sesungguhnya sudah berusia empat puluh enam tahun atau lebih. Akan tetapi kalau orang bertemu dengan dia, tak mungkin mau percaya bahwa wanita cantik itu sudah berusia mendekati setengah abad! Wajahnya masih cantik manis, kulit mukanya masih halus tanpa keriput sedikit pun, pinggangnya masih ramping dan tubuhnya masih padat. Orang akan menaksir usianya tidak akan lebih dari tiga puluh dua tahun saja! Bu-eng-kwi Ouw Yan Hui ini adalah seorang janda. Karena suaminya menyeleweng, maka dibunuh-nya suaminya itu dan semenjak itu hatinya patah dan dia menjadi seorang wanita pembenci pria, atau setidaknya dia mempunyai kesan yang amat buruk terhadap pria di dalam hatinya.

   Dia tidak pernah menikah lagi dan bahkan tidak pernah lagi mendekati pria yang amat dibencinya. Hatinya menjadi keras dan kejam terhadap pria. Akan tetapi sebagai seorang manusia yang terbuat daripada darah daging dan memiliki hawa nafsu, maka tentu saja dia kadang-kadang terserang oleh gairah nafsu. Hal ini membuat dia mulai mendekati sesama kelamin dan mencari pelepasan nafsu berahinya dengan wanita lain! Dan untuk mencari teman atau lawan dalam kebutuhan ini, mudah saja baginya karena selain cantik, dia pun amat kaya raya sehingga mudah saja dia memilih di antara para pelayannya yang muda-muda dan cantik-cantik yang bertugas menemani dan melayani kebutuhan jasmaninya itu di waktu malam. Demikianlah, dari seorang wanita yang memiliki gairah berahi yang normal,

   Karena patah hati dan benci kepada pria yang pernah menyakitkan hatinya, Ouw Yan Hui berobah menjadi seorang wanita yang suka bermain cinta dengan wanita lain, atau yang kita biasa namakan wanita lesbian. Karena sikapnya yang benci kepada pria inilah yang membuat para pria tidak berani mendekatinya, biarpun dia, dalam usia tuanya, masih cantik menarik. Dan Pulau Ular Emas itu pun dijauhi orang karena dunia kang-ouw sudah tahu bahwa Bu-eng-kwi Ouw Yang Hwi adalah, seorang wanita pembenci pria yang amat berbahaya. Akan tetapi, semenjak kurang lebih lima tahun terakhir ini Pulau Kim-coa-to menjadi bahan percakapan orang dan mulailah orang-orang kang-ouw mendekatinya. Di situ terdapat suatu daya tarik yang amat luar biasa, yang terdapat dalam diri seorang dara yang luar biasa cantik jelita!

   Dara ini menjadi murid Bu-eng-kwi Ouw Yan Hui sejak enam tahun yang lalu, biarpun Bu-eng-kwi Ouw Yan Hui merupakan seorang wanita yang amat cantik, namun dibandingkan dengan muridnya ini, dia seolah-olah merupakan sebuah bintang yang mulai pudar karena jauhnya dibandingkan dengan bulan purnama yang gilang-gemilang! Memang kekuasaan Tuhan telah demikian bermurah hati kepada dara ini sehingga dia dikarunia kecantikan yang sukar dicari bandingnya di seluruh jagat! Wajahnya gemilang, rambutnya hitam gemuk dan panjang berombak, digelung seperti model sanggul puteri istana, dihias taburan permata yang berkilauan, semerbak harum oleh sari kembang. Sepasang matanya yang lebar itu amat jernih dan tajam, seolah-olah dapat mengeluarkan ribuan sinar yang menyaingi permata di atas kepalanya,

   Berkeredepan amat indahnya, dihias bulu mata yang panjang lentik dan lebat sehingga bulu mata itu membentuk garis hitam melingkari matanya, seperti dilukis saja. Sepasang alisnya yang aseli itu seperti lukisan pula, demikian indah, panjang melengkung dan kecil hitam, rambut alisnya halus dan rebah teratur dengan rapinya sehingga setiap helai bulu alis itu seperti memiliki kemanisannya sendiri. Hidungnya kecil mancung, cuping hidungnya tipis dan bentuknya patut, sesuai dengan mulutnya yang kecil namun dengan bibir yang penuh dan selalu kemerahan, merah aseli karena sehat, merah basah dan bentuknya seperti gendewa terpentang. Dagunya meruncing menambah manis. Luar biasa memang dara yang cantik jelita ini. Usianya sudah ada dua puluh enam tahun, akan tetapi dia lebih pantas dinamakan dara remaja berusia delapan belas tahun!

   Hanya sikapnya, caranya memandang dan caranya bicara, menghadapi orang, menunjukkan kematangannya sebagai seorang wanita yang telah dewasa. Demikian cantik jelita, demikian manis, anggun dan agung seperti seorang puteri istana! Dan memang sesungguhnyalah, murid dari Bu-eng-kwi Ouw Yan Hui ini adalah seorang puteri aseli, seorang puteri kerajaan. Dia adalah Syanti Dewi, puteri Kerajaan Bhutan! Di dalam ceritaKISAH SEPASANG RAJAWALI dan JODOH RAJAWALI sudah diceritakan dengan jelas tentang Puteri Bhutan ini. Sang Puteri ini mempunyai pertalian cinta kasih yang amat mendalam dengan pendekar muda perkasa yang berjuluk Si Jari Maut, yaitu Ang Tek Hoat atau lebih tepat kalau disebut Wan Tek Hoat karena pendekar ini adalah keturunan dari Wan Keng In, putera kandung dari Lulu yang kini menjadi isteri ke dua dari Pendekar Super Sakti Majikan Pulau Es.

   Cinta kasih antara mereka berdua mengalami lika-liku yang amat rumit dan perjodohan antara mereka berdua mengalami halangan-halangan yang amat hebat sehingga sampai beberapa kali mereka berdua itu saling terpisah. Sudah bertahun-tahun lamanya Sang Puteri ini mengalami kehidupan yang penuh bahaya dan sengsara demi kekasihnya, ketika dia mencari kekasihnya dan merantau di dunia yang penuh kekejaman ini seorang diri saja. Pada pertemuan antara mereka yang terakhir kalinya, kembali hati Sang Puteri ini tertusuk oleh sikap kekasihnya yang mencurigainya, yang menuduhnya sebagai seorang anak yang hendak memberontak dan berkhianat terhadap ayahnya sendiri, yaitu Sang Raja Bhutan. Padahal, yang melakukan perbuatan itu adalah seorang wanita lain yang dipergunakan oleh kaum pemberontak untuk menyamar sebagai dirinya.

   

Jodoh Rajawali Eps 3 Jodoh Rajawali Eps 46 Jodoh Rajawali Eps 46

Cari Blog Ini