Suling Emas Naga Siluman 5
Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo Bagian 5
"Plakk! Aughh....!"
Sim Tek mengeluh dan terdorong ke belakang. Pundak kiri-nya kena disambar jari tangan wanita itu dan dia merasa seolah-olah pundaknya lumpuh, sakitnya sampai menusuk ke ulu hati. Mukanya menjadi pucat, akan tetapi dia sudah siap untuk menerjang lagi. Kembali wanita itu menggerakkan kaki dan untuk kedua kalinya tubuh Siauw Goat dan Hong Bu terlempar, kini lebih jauh lagi.
"Huh, kalau aku menghendaki, apa kalian kira sekarang ini kalian masih bernapas? Tadi aku hanya hendak menguji, dan kiranya kalian adalah orang-orang tak berguna sama sekali. Hayo menggelinding pergi dan serahkan setan cilik itu kepadaku!"
A-ciu membentak dengan sikap angkuh, berdiri tegak dan bertolak pinggang.
"Kami adalah laki-laki sejati, tidak mungkin membiarkan seorang anak perempuan terancam tanpa melindunginya!"
Kata Sim Tek dengan sikap yang gagah. Pemburu yang sudah biasa menghadapi bahaya ini tidak takut mati, apalagi dia tahu bahwa empat orang wanita ini amat kejam dan agaknya akan membunuh anak perempuan itu, maka dia sebagai seorang gagah tentu saja tidak mungkin tinggal diam.
"Lebih baik mati daripada membiarkan dia kalian bunuh!"
Hong Bu juga membentak dan dengan nekat anak ini sudah menyerang lagi dengan busurnya. Sim Tek juga sudah menyerang lagi dengan pedangnya, menahan rasa nyeri di pundaknya.
"Hemm, kalian benar-benar bosan hidup!"
A-ciu membentak dan kini dia menyambut serangan itu dengan terjangan ke depan. Dua kali tangannya bergerak, dengan tepat dia menampar ke arah lengan tangan dua orang penyerangnya itu. Hong Bu dan Sim Tek berteriak kaget dan senjata busur dan pedang mereka terlempar.
"Mampuslah!"
A-ciu membentak dan menerjang tubuh dua orang yang sudah terhuyung itu.
"Hemm, sungguh ganas!"
Bentakan halus ini disusul berkelebatnya bayangan orang dan tiba-tiba tubuh A-ciu terdo-rong ke belakang. Wanita baju hijau ini terkejut dan memandang orang yang baru datang dan yang menangkis serangannya yang ditujukan kepada dua orang pemburu itu.
"Ah, kiranya engkau lagi!"
Bentaknya dengan marah bukan main ketika mengenal penangkis itu ternyata adalah pemuda sastrawan yang tampan, yang pernah melindungi anak perempuan bengal itu di depan restoran tempo hari!
"Sayang, aku terpaksa meninggalkan kalian karena tertarik jejak Yeti, kalau tidak, tak mungkin engkau sampai membunuhi para piauwsu itu,"
Kam Hong menarik napas panjang dan suaranya yang tenang itu terdengar bercampur nada marah.
"Kalian ini empat orang wanita sungguh kejam seperti iblis!"
"Apa?"
Siauw Goat menjerit.
"Kalian iblis-iblis betina telah membunuh semua Paman piauwsu?"
Anak perempuan ini menjadi marah sekali dan dengan nekat dia lalu meloncat ke depan. Pedang pinjaman tadi telah terlempar dan kini dia menyerang A-ciu dengan kedua tangan kosong saja, dengan penuh kenekatan karena sakit hati dan marah men-dengar betapa semua piauwsu telah tewas oleh empat orang wanita ini. Melihat dia diserang oleh Siauw Goat, tentu saja A-ciu juga marah.
"Huh, engkau setan cilik menjadi gara-gara! Mampuslah!"
Bentaknya dan dia memapaki serangan Siauw Goat ini dengan tamparan yang dilakukan dengan pengerahan tenaga sin-kang. Kalau tamparan ini mengenai tubuh Siauw Goat, tentu anak perempuan ini akan tewas seketika. Akan tetapi tiba-tiba A-ciu terbelalak.
"Huhh....?"
Dia terkejut karena tiba-tiba saja tangannya yang menampar itu terhenti di tengah-tengah, tak dapat digerakkan lagi!
"Plakk!"
Tangan Siauw Goat yang menamparnya telah tiba dan tamparan itu dengan kerasnya mengenai pipi kiri A-ciu! Melihat tamparannya berhasil, Siauw Goat menjadi girang. Kiranya "tidak seberapa"
Wanita iblis ini, pikirnya dan dia pun menyerang terus dengan pukulan kepalan tangannya ke arah perut orang. Melihat ini, A-ciu yang masih terkejut merasakan keanehan tadi, cepat menggerakkan kaki untuk mengelak dan dilanjutkan dengan tendangan. Akan tetapi kembali dia terpekik karena tiba-tiba saja kakinya tak dapat digerakkan, sedangkan pukulan Siauw Goat telah tiba.
"Ngekk!"
Perutnya kena dihantam dan biarpun tidak membahayakan,
Namun cukup membuat perutnya mulas karena ketika dia hendak mengerahkan tenaga sin-kang menyambut pukulan, ternyata seperti juga kaki tangannya, tiba-tiba saja dia tidak mampu! Seolah-olah pusat penggerak tenaga di dalam tubuhnya telah dilumpuhkan orang. Siauw Goat makin bersemangat, memukul, menendang, menampar sampai tubuh A-ciu terhuyung-huyung dihujani pukulan oleh dara cilik itu. Tiga orang perempuan lain yang melihat ini terbelalak, akan tetapi mereka segera tahu mengapa terjadi hal demikian anehnya ketika mereka melihat Kam Hong yang berdiri tegak itu menggerak-gerakkan tangannya ke arah A-ciu. Kiranya pemuda sastrawan itulah yang mempergunakan ilmu aneh, agaknya dengan kekuatan sin-kang jarak jauh yang amat dahsyat, membuat A-ciu tidak berdaya dan menjadi bulan-bulan penyerangan Siauw Goat!
"Desss!!"
Sebuah pukulan Siauw Goat tepat mengenai mulut A-ciu, merobek bibir sehingga bibir itu berdarah, akan tetapi Siauw Goat juga menyeringai kesakitan karena punggung tangannya bertemu dengan gigi A-ciu yang menjadi goyang, akan tetapi sedikit melukai kulit ini akan tewas seketika. Akan tetapi tiba-tiba A-ciu terbelalak.
"Cukuplah, Siauw Goat."
Kata Kam Hong sambil melangkah maju dan menarik lengan gadis cilik itu. Pada saat itu, tiga orang wanita lainnya sudah berloncatan mendekat. Wanita baju kuning, yang tertua dan tercantik, dan yang agaknya menjadi pimpinan mereka, sudah mencabut pedangnya, diikuti oleh dua orang temannya dan juga oleh A-ciu yang mukanya menjadi merah sekali, bukan hanya merah karena marah akan tetapi juga merah karena bekas pukulan-pukulan Siauw Goat tadi.
"A-kiauw, engkau di sebelah kanannya!"
Perintahnya dan wanita baju merah sekali meloncat sudah berada di sebelah kanan Kam Hong.
"A-bwee, engkau di sebelah kirinya!"
Perintahnya lagi dan wanita baju biru meloncat ke sebelah kiri Kam Hong.
"A-ciu, engkau di belakangnya! Kita membentuk Barisan Segi empat, kalian tahu apa yang harus dimainkan!"
Bentak lagi A-hui, wanita baju kuning yang menjadi pimpinan itu. Kam Hong hanya berdiri dengan tenang, tidak bergerak, agak menunduk dan lebih menggunakan ketajaman pendengarannya untuk mengikuti gerak-gerik mereka daripada menggunakan matanya. Suasana menjadi menegang-kan sekali. Sim Tek dan Sim Hong Bu memandang dengan mata terbelalak penuh perhatian, juga Siauw Goat amat tertarik. Anak ini mulai dapat menduga bahwa kalau tadi dia berhasil memukuli wanita baju hijau seenaknya dan semau hatinya, hal itu tentu karena bantuan sastrawan itu!
Dia adalah anak yang semenjak kecil mempelajari ilmu silat, maka dia dapat mengerti akan hal itu dan kini dia memandang penuh harap kepada Kam Hong ka-rena dia dapat menduga bahwa empat orang wanita itu memang lihai sekali. Apalagi kalau diingat betapa semua piauwsu telah tewas oleh mereka ini, hatinya menjadi sakit bukan main. Tiba-tiba terdengar lengking dahsyat dan A-ciu telah menyerang dengan tusukan pedangnya ke arah punggung Kam Hong, disusul lengkingan-lengkingan lain berturut-turut karena A-hui, A-kiauw, dan A-bwee juga sudah menggerakkan pedang mereka melakukan serangan kilat. Hebatnya, serangan mereka itu berbeda-beda sifat dan sasarannya. A-hui memutar pedang menyerang dari depan seperti gelombang mengamuk, A-kiauw menyerang dengan loncatan ke atas seperti petir menyambar-nyambar,
A-bwee menyerang dari bawah seperti serangan ular sakti, dan A-ciu menyerang dengan gerakan lurus dan bertubi-tubi ke arah tubuh bagian tengah. Tiba-tiba dengan gerakan cepat sekali dengan tangan kirinya walaupun seluruh tubuh masih nampak tenang sekali, Kam Hong telah mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Ketika tangan kirinya bergerak, seperti bermain sulap saja nampak sinar putih yang lebar berkelebat dan sinar ini digerakkan oleh tangan kirinya ke belakang, kiri, kanan dan depan. Dan gerakan-gerakan itu ternyata dapat menangkis semua serangan empat pedang lawan! Ketika empat orang wanita itu merasa betapa pedang mereka membalik oleh tenaga yang amat kuat, mereka melangkah mundur untuk mengatur posisi sambil memandang.
Kiranya sinar putih lebar tadi adalah gerakan sebuah kipas putih yang kini dipegang oleh tangan kiri Kam Hong dan dibeberkan lalu dipakai untuk mengipasi lehernya seolah-olah pemuda sastrawan ini merasa kegerahan! Padahal, berdiri tegak dengan kipas terpentang lalu dikipas-kipaskan di leher itu merupakan pasangan pembukaan dari ilmu silat kipas Lo-hai San-hoat (Ilmu Kipas Pengacau Lautan)! Ilmu ini merupakan satu di antara ilmu-ilmu warisan keluarga Suling Emas, satu di antara ilmu-ilmu yang amat diandalkan dan yang dahulu pernah mengangkat tinggi nama Pendekar Sakti Suling Emas! Ketika sejenak kipas itu berhenti mengebut, empat orang wanita yang kini bergerak melangkah perlahan mengelilinginya itu dapat membaca huruf-huruf indah yang tertuliS di permukaan kipas putih itu. :
"Hanya yang kosong dapat menerima tanpa meluap hanya yang lembut mampu menerobos yang kasar Yang merasa cukup adalah yang sesungguhnya kaya raya!"
Huruf-huruf indah yang membentuk kata-kata itu ditulis oleh Kam Hong dan kalimat-kalimat itu adalah kalimat yang sering dipergunakan oleh gurunya, yaitu Sai-cu Kai-ong, keturunan dari para to-koh Khong-sim Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Hati Kosong). Isinya membayangkan sifat dari perkumpulan pengemis itu dan mengandung pelajaran atau pesan bahwa untuk dapat belajar dan menerima pengertian-pengertian baru hati dan pikiran haruslah kosong. Mata dan telinga yang memandang atau mendengar secara kosong, yaitu tanpa adanya pendapat yang muncul dari pengetahuan-pengetahuan yang bertumpuk dalam pikiran, dapat melakukan penelitian dan penyelidikan, dapat waspada dan mempelajari sampai sedalam-dalamnya segala persoalan yang dihadapinya.
Orang yang merasa dirinya penuh dengan pengetahuan dan kepintaran adalah seperti katak dalam tempurung, seperti gentong kosong yang hanya nyaring suaranya saja. Demikian pula, kekasaran dan ketakutan mudah bertemu lawan, mudah patah dan menimbulkan kekerasan, sebaliknya kelembutan mampu menerobos segala sesuatu. Kalimat terakhir menggambarkan keadaan pengemis Khong-sim Kai-pang. Biarpun dinamakan pengemis, orang yang semiskin-miskinnya di antara semua tingkat kehidupan, namun karena tidak pernah mengeluh, tidak pernah membandingkan, tidak pernah merasa kurang maka tidak menimbulkan iri hati dan karena merasa cukup itulah maka dia tidak menginginkan apa-apa lagi dan orang beginilah yang patut disebut kaya raya. Sebaliknya, betapa pun kaya-rayanya seseorang, kalau dia itu masih selalu merasa tidak cukup, maka dia akan berusaha memperbesar kekayaannya itu tanpa mempedulikan jalan kotor apa yang ditempuhnya!
A-hui mengeluarkan bentakan nyaring secara tiba-tiba dan empat orang wanita yang tadinya berjalan mengelilingi Kam Hong itu tiba-tiba melakukan penyerangan. Serangan mereka cukup dahsyat dan teratur rapi, karena memang mereka mempergunakan Barisan Segi empat yang amat teratur. Pedang mereka gemerlapan dan menyambar-nyambar seperti halilintar, mengeluarkan suara berdesing dan angin serangan yang membuat rambut dan ujung pita rambut Kam Hong dan ujung kuncir Kam Hong berkibar itu membuktikan betapa kuatnya sin-kang dari empat orang wanita itu. Namun Kam Hong menghadapi mereka dengan tenang. Tubuhnya tidak banyak berloncatan, hanya berputaran ke sana-sini dengan langkah-langkah kaki yang amat tegap, kipasnya bergerak cepat, kadang-kadang menjadi sinar yang membentuk perisai atau benteng melindungi tubuhnya sehingga semua serangan pedang itu gagal tertangkis dan membalik.
Kadang-kadang kipas itu tertutup dan dipergunakan untuk membalas serangan lawan, dengan totokan-totokan ujung kipas ke arah jalan darah yang penting, kadang-kadang dibuka dan dalam keadaan terbuka ini pun dapat dipergunakan untuk mengebut ke arah muka lawan sehingga beberapa kali empat orang wanita itu gelagapan sukar bernapas karena tiupan angin keras dari kipas itu ke arah muka mereka! Pertempuran itu berlangsung dengan amat serunya dan gerakan empat orang wanita itu makin lama makin cepat, mereka bertukar-tukar tempat dan posisi sehingga seolah-olah mereka itu beterbangan mengelilingi Kam Hong yang masih bergerak dengan tenang. Menyaksikan pertandingan yang amat hebat ini, berkali-kali Sim Tek menarik napas panjang saking kagumnya.
"Paman, sastrawan itu hebat sekali, ya?"
Pamannya mengangguk tanpa melepaskan pandang matanya dari pertarungan itu.
"Bukan main lihainya, hanya dengan kipas.... dan empat orang wanita itu amat tangguhnya...."
"Mana lebih lihai antara dia dan Pendekar Siluman Kecil, Paman?"
Pamannya menggeleng-geleng kepala.
"Tidak tahu.... tidak tahu...."
Katanya penuh kagum karena kini gerakan kipas makin menghebat dan membuat empat orang wanita itu terdesak dan gerakan mereka terpaksa makin melebar.
"Siapa Siluman Kecil itu? Apa sih kehebatannya?"
Tiba-tiba Siauw Goat yang berdiri tidak jauh dari Hong Bu, bertanya sambil mendekat, akan tetapi seperti yang lain, dia juga masih terus menonton pertempuran itu. Sejenak Hong Bu menoleh kepada Siauw Goat, alisnya berkerut seperti orang marah mendengar betapa Siluman Kecil, pendekar yang dijunjung tinggi dan dikaguminya sejak kecil itu kini dipandang rendah orang.
"Pendekar Siluman Kecil adalah pendekar nomor satu di kolong langit, kepandaiannya tidak ada yang mampu melawannya!"
Demikian dia berkata dan kembali dia memandang ke arah pertempuran yang menjadi semakin seru itu.
"Tidak mungkin!"
Siauw Goat membantah.
"Pendekar nomor satu di kolong langit adalah mendiang Kong-kongku, kemudian nomor dua adalah dia itu!"
Dia menunjuk kepada bayangan Kam Hong, kemudian tiba-tiba dia mendapatkan suatu pikiran yang dianggapnya amat baik dan berteriaklah gadis cilik itu,
"Heii, Paman Kam, lekas selesaikan pertandingan itu agar engkau dapat diadu dengan Pendekar Siluman Kecil!"
Bukan hanya Kam Hong yang terkejut sekali mendengar kata-kata dan disebutnya nama Pendekar Siluman Kecil itu, bahkan empat orang lawannya yang sudah terdesak juga amat terkejut dan mereka itu berloncatan mundur.
"Tahan!"
Seru A-hui sambil melintangkan pedangnya di depan dada. Keringatnya bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, demikian pula dengan tiga orang temannya. Kam Hong berhenti bergerak dan pemuda sastrawan ini tidak kelihatan lelah sama sekali.
"Pernah apakah engkau dengan Pendekar Siluman Kecil?"
Kam Hong tersenyum dan menggeleng kepala.
"Bukan apa-apa."
"Tapi setan cilik itu tadi hendak mengadumu dengan Siluman Kecil. Apakah engkau musuhnya?"
"Hemm, perempuan kejam, jangan kau bicara sembarangan! Pendekar Siluman Kecil adalah seorang pendekar kenamaan yang budiman, mana mungkin aku memusuhinya? Sudahlah, kalian lekas pergi dan jangan mengganggu siapa pun. Kalau tidak, mengingat bahwa engkau telah membunuh banyak orang dalam rombongan piauwsu itu, kalian harus dihukum...."
(Lanjut ke Jilid 05)
Suling Emas & Naga Siluman (Seri ke 11 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 05
"Paman Kam, bunuh saja mereka iblis-iblis betina itu!"
Siauw Goat berteriak lagi. Empat orang wanita itu menjadi marah dan serentak mereka menyerang lagi.
"Katakan siapa engkau baru kami mau sudah!"
Teriak A-hui sambil menggerakkan pedang diikuti oleh tiga orang temannya.
"Pergilah....!"
Tiba-tiba Kam Hong membentak dan nampak sinar kuning keemasan yang berkeredepan menyilaukan mata, disusul bunyi nyaring empat kali dan empat orang wanita itu terjengkang ke belakang, pedang mereka terlepas dan terjatuh ke atas salju! Mereka terbelalak memandang kepada pemuda sastrawan itu yang kini berdiri dengan gagahnya, tangan kiri masih memegang sebatang kipas yang dikembangkan, dan tangan kanan tahu-tahu telah memegang sebatang suling terbuat daripada emas yang berkilauan.
"Suling Emas....?"
A-hui merangkak bangun dan memandang kepada suling di tangan sastrawan muda itu dengan mata terbelalak. Nama Pendekar Suling Emas pada waktu itu hanya sebagai dongeng pahlawan kuno belaka, dan biarpun pernah dihebohkan oleh dunia kang-ouw bahwa Pendekar Suling Emas meninggalkan pusaka-pusaka, namun karena tidak ada yang berhasil mencarinya maka lambat laun berita itu lenyap ditelan waktu. Dan kini muncul seorang sastrawan muda yang bersenjata suling dan kipas secara lihai sekali, mirip dengan tokoh pendekar kuno itu! Empat orang wanita itu kini sudah bangkit, menyeringai kesakitan dan mengambll pedang masing-masing, tidak berani banyak lagak lagi dan A-hui lalu menjura ke arah Kam Hong.
"Kepandaian Taihiap sungguh hebat, kami mengaku kalah. Kami adalah utusan-utusan dari Sam-thai-houw, kami dikenal sebagai Su Bi Mo-li (Empat Iblis Cantik). Agar kami dapat menyampaikan pelaporan kami kepada Sam-thai-houw (Ibu Suri ke Tiga), maka harap Taihiap sudi memberitahukan nama dan...."
"Kalian sudah melihat suling emas, nah, cukup dan pergilah!"
Kata Kam Hong dan sekali menggerakkan kedua tangannya, suling emas dan kipas sudah lenyap di balik bajunya.
"Suling Emas....?"
Kembali A-hui tergagap dan dia lalu memberi isyarat, mengajak teman-temannya pergi dari situ setelah menjura ke arah Kam Hong.
"Enaknya pergi begitu saja!"
Siauw Goat berteriak dan dia sudah mengepal salju dan dilontarkannya bola salju itu ke arah A-hui. A-hui menoleh, kebetulan dia bertemu pandang mata dengan Kam Hong dan dia tidak berani mengelak.
"Plokk!"
Bola salju mengenai mukanya sehingga berlepotan salju. Dia hanya mengusap salju itu dan membalikkan tubuh, pergi bersama teman-temannya dengan muka menunduk.
"Paman, kenapa engkau tidak membunuh mereka?"
Siauw Goat menegur Kam Hong. Akan tetapi Kam Hong tidak menjawab, melainkan balas bertanya,
"Apa maksudmu dengan menyebut-nyebut Pendekar Siluman Kecil tadi?"
"Aku tidak mengenalnya! Dia itulah yang menyombong, mengatakan bahwa di dunia ini Pendekar Siluman Kecil merupakan jagoan nomor satu! Panas perutku mendengarnya maka aku menantang Pendekar Siluman Kecil untuk diadu denganmu!"
Kam Hong memandang kepada Sim Hong Bu, pemuda cilik yang bermata tajam dan bertubuh kekar kuat itu. Melihat sinar mata yang demikian tajam penuh kejujuran dan keterbukaan, diam-diam Kam Hong merasa kagum dan suka.
"Saudara cilik, apakah engkau mengenal Pendekar Siluman Kecil?"
Sim Hong Bu mengangguk bangga.
"Dia adalah bintang penolong kami semua di daerah perbatasan Ho-nam."
Sim Tek yang maklum bahwa dia ber-hadapan dengan seorang pendekar besar, lalu melangkah maju dan memberi hormat.
"Harap Taihiap sudi memaafkan kami. Saya adalah Sim Tek dan ini keponakan saya Sim Hong Bu. Kalau dia memuji-muji Pendekar Siluman Kecil, bukan maksudnya untuk merendahkan Taihiap. Kalau tidak ada Taihiap datang menolong, tentu kami dan Nona cilik ini sudah mati di tangan mereka, oleh karena itu, terimalah hormat dan terima kasih kami, Taihiap."
Kam Hong menggerakkan tangan seperti menangkis sesuatu, seolah-olah pernyataan terima kasih orang membuat dia merasa terpukul dan tidak enak sekali,
"Sudahlah! Siauw Goat, mari kita memeriksa para piauwsu itu."
Mendengar ini, Siauw Goat teringat akan nasib para piauwsu, maka dia lalu mengangguk dan cepat Kam Hong menyambar dan memondongnya karena Siauw Goat sudah merasa lelah sekali dan sukar untuk menggerakkan tubuh saking lelah dan dingin dan juga laparnya. Dengan beberapa lompatan saja lenyaplah Kam Hong dari depan kedua orang pemburu itu yang memandang dengan melongo penuh kagum.
"Paman, dia itu lihai sekali. Entah siapa lebih lihai antara dia dan Pendekar Siluman Kecil."
Kata pula Sim Hong Bu penuh kagum. Pamannya menghela napas panjang.
"Hong Bu, lain kali harap jangan engkau lancang menyebutkan nama Pendekar Siluman Kecil. Untung bahwa pendekar sastrawan itu agaknya mengenal baik Pendekar Siluman Kecil. Kalau kita bertemu dengan seorang di antara musuh-musuhnya, tentu kita akan mendapatkan kesusahan."
Akan tetapi Hong Bu yang selalu merasa kagum kepada orang-orang yang berilmu tinggi, seperti tidak mendengar teguran pamannya, dan dia berkata dengan pandang mata melamun,
"Sayang kita tidak mengetahui nama dan julukannya."
"Melihat senjata suling yang luar biasa itu, sepatutnya dia dikenal dengan julukan Suling Emas. Buktinya wanita-wanita lihai itu pun terkejut melihat suling emas dari tangannya, sungguhpun kipasnya itu juga luar biasa sekali. Sudahlah, mari kita pergi dari tempat berbahaya ini. Kita pergi untuk menyelidiki tentang Yeti, bukan untuk mencari permusuhan dengan siapa pun."
Keduanya lalu pergi, melangkah lebar-lebar dan meninggalkan tapak kaki di atas tanah yang tertutup salju tebal. Sementara itu, Siauw Goat berdiri memandang dengan wajah pucat kepada mayat-mayat yang berserakan di tempat itu. Mayat-mayat para piauwsu. Akan tetapi dia dan Kam Hong tidak dapat menemukan mayat Lauw Sek sehingga mereka merasa heran sekali.
"Ke mana perginya Lauw-pek?"
Siauw Goat bertanya dengan suara khawatir.
"Aneh sekali.... tak mungkin dia dapat terhindar dari tangan maut iblis-iblis betina itu. Akan tetapi, jelas dia tidak terdapat di antara mayat-mayat ini. Biar kukubur mereka ini...."
Kam Hong lalu menggali lubang dan mengubur semua mayat itu dalam beberapa buah lubang yang dibuatnya di tempat itu. Setelah selesai, hari pun sudah menjelang senja dan dia mengajak Siauw Goat pergi dari situ.
"Ke mana kita hendak pergi, Paman Kam?"
"Hemm, aku sendiri tidak tahu. Aku pergi tanpa tujuan tertentu dan engkau.... ke manakah rombongan piauwsu itu hendak membawamu?"
"Menurut kata Lauw-pek, aku akan diantarkannya ke puncak Ginung Kongmaa La...."
"Hemm, ada keperluan apa pergi ke gunung itu?"
Gadis cilik itu memandang tajam, lalu menarik napas panjang.
"Lauw-pek tadinya memesan kepadaku agar tidak membicarakan hal ini kepada siapapun juga, akan tetapi aku percaya kepadamu, Paman. Aku hendak diajaknya ke sana untuk mencari orang tuaku, sesuai dengan pesanan mendiang Kong-kong kepada Lauw-piauwsu."
Diam-diam Kam Hong terkejut. Sungguh mengherankan mendengar bahwa orang tua gadis cilik ini berada di tempat seperti itu, di sebuah gunung yang amat sunyi dan berbahaya! Dan sikap mendiang Kakek Kun sungguh penuh rahasia.
"Siapakah nama orang tuamu, Siauw Goat?"
Suling Emas Dan Naga Siluman Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kembali sepasang mata yang bening itu menatap tajam, seperti orang yang meragu, akan tetapi akhirnya dia menjawab juga.
"Engkau sudah menceritakan nama dan rahasiamu kepadaku, Paman, biarlah aku menceritakan rahasiaku juga. Akan tetapi yang kuketahui hanya sedikit. Agaknya Lauw-piauwsu lebih tahu dari pada aku karena dialah yang menerima pesanan terakhir dari mendiang Kakekku. Semenjak aku dapat ingat, aku sudah hidup bersama Kong-kong, aku tidak ingat lagi bagaimana rupanya Ayah Bundaku. Kong-kong dan aku hidup di sebuah dusun kecil di Pegunungan Kao-li-kung-san sebagai petani. Kong-kong melatih ilmu baca tulis dan silat kepadaku. Pada suatu hari, datang dua orang kakek aneh yang kemudian berkelahi dengan kong-kong. Kong-kong berhasil mengusir mereka, akan tetapi ternyata Kong-kong menderita luka dalam yang hebat. Dengan tergesa-gesa Kong-kong pada hari itu juga mengajakku pergi, katanya hendak mencari orang tuaku di Gunung Kongmaa La di daerah Himalaya Aku tahu bahwa dia masih menderita luka hebat dan akhirnya...."
Gadis cilik itu berhenti, menunduk dan mengerutkan alisnya. Dua butir air mata berlinang turun, akan tetapi dia tidak terisak atau menangis sama sekali. Kam Hong juga mengerti, maka dia tidak mau bertanya lagi tentang kakek itu.
"Jangan khawatir, Siauw Goat. Karena engkau sekarang sebatang kara, juga aku melakukan perjalanan sendirian saja, biarlah aku yang menggantikan Lauw-piauwsu mengantarmu sampai di Kongmaa La mencari orang tuamu. Akan tetapi siapakah nama orang tuamu?"
Gadis cilik itu menggeleng kepala.
"Kong-kong tidak memberitahukan kepadaku. Kalau aku mendesaknya, dia hanya bilang bahwa kalau aku sudah bertemu dengan mereka aku akan mengerti dan mendengar semua itu. Aku hanya tahu bahwa Ayahku seorang she Bu...."
Gadis cilik itu memejamkan mata dan nampak berduka karena betapapun juga hatinya merasa perih bahwa dia tidak mengenal orang tuanya, baik nama lengkapnya maupun wajahnya.
"Hemm, kalau begitu engkau she Bu?"
"Ya, namaku sebenarnya adalah Bu Ci Sian! Aku disebut Goat oleh Kong-kong hanya untuk menggunakan nama sebutan palsu saja, kata Kong-kong wajahku mengingatkan dia akan bulan purnama, maka aku disebutnya Goat (Bulan)...."
"Ah, Kong-kongmu sungguh seorang yang amat aneh, dan engkau.... memang wajahmu seperti bulan purnama.... akan tetapi Kakekmu menyebut dirinya Kakek Kun, siapakah namanya yang lengkap?"
"Namanya.... biarlah kulanggar pantangannya karena dia sudah meninggal adalah Bu Thai Kun...."
"Ahhh! Kau maksudkan Kiu-bwe Sin-eng (Garuda Sakti Ekor Sembilan) Bu Thai Kun?"
Kam Hong bertanya dengan kaget karena dia pernah mendengar nama besar ini yang pernah menggemparkan dunia selatan.
"Hemm, kau mengenal Kakekku!"
Siauw Goat atau lebih tepat mulai sekarang kita sebut nama aselinya saja, Ci Sian, berseru girang dan bangga.
"Hanya mengenal nama julukannya saja, pantas dia lihai."
"Ayahku lebih lihai! Begitu kata mendiang Kong-kong. Biarpun dia tidak memberitahukan kepadaku, akan tetapi melihat betapa Kong-kong terluka oleh dua orang kakek aneh itu lalu mengajakku mencari Ayah Ibu, tentu agaknya Kong-kong hendak minta orang tuaku turun tangan menghajar dua orang kakek aneh itu."
Kam Hong teringat bahwa kakek itu pernah mengatakan kepadanya bahwa dia hendak pergi mencari musuhnya! Dia tidak dapat menduga siapa gerangan ayah dari anak ini, dan karena Ci Sian sendiri pun tidak tahu, maka dia bertanya apakah Ci Sian mengenal nama dua orang kakek aneh yang melukai kong-kongnya.
"Namanya? Aku tidak diberitahu oleh Kong-kong, akan tetapi ketika Kong-kong bertengkar dengan mereka, kudengar Kong-kong menyebut mereka itu Sam-ok dan Ngo-ok."
Bukan main kagetnya hati Kam Hong mendengar ini. Tentu saja dia tahu siapa itu Sam-ok dan Ngo-ok, dua orang di antara Im-kan Ngo-ok (Si Lima Jahat Dari Akhirat), lima orang yang terkenal sebagai datuk-datuk kaum sesat yang amat tinggi ilmu kepandaiannya! Kini dia dapat menduga bahwa tentu dua orang kakek jahat itu sengaja melukai kakek gadis cilik ini dan setelah dia merasa yakin bahwa Kiu-bwe Sin-eng telah menderita luka parah, mereka sengaja meninggalkannya agar kelak kakek itu pergi memanggil putera dan mantunya yang agaknya bersembunyi di Pegunungan Himalaya itu!
Ah, dia mulai dapat mengerti. Karena dia sendiri sudah melihat tingkat kepandaian Kiu-bwe Sin-eng dan agaknya kalau dibandingkan dengan Sam-ok dan Ngo-ok, apalagi kalau harus dikeroyok dua, betapa pun lihainya, Bu Thai Kun masih belum dapat menandingi mereka! Kalau dua orang datuk sesat itu menghendaki, tentu mereka dapat membunuhnya, tidak perlu pergi seperti yang dikatakan oleh Ci Sian tadi, yaitu terusir oleh kakeknya biarpun kakeknya menderita luka parah. Memang sudah pasti ada rahasia terselubung di balik semua ini yang tidak diketahui oleh Ci Sian. Akan tetapi, mendengar bahwa keluarga anak ini dimusuhi oleh Sam-ok dan Ngo-ok saja sudah cukup bagi Kam Hong untuk berfihak kepadanya dan melindunginya.
"Baiklah, Siauw.... eh, Ci Sian. Setelah kita saling mengenal keadaan masing-masing, marilah engkau kuantar mencari orang tuamu, aku juga ingin mencari jejak isteriku, kalau-kalau dapat kutemukan di daerah ini. Sekarang malam hampir tiba, kita sebaiknya beristirahat dan makan. Engkau nampak lelah dan lapar."
Ci Sian menurut saja dan mereka lalu menemukan sebuah guha di mana mereka melewatkan malam dan Ci Sian bersama Kam Hong makan roti kering yang mereka kumpulkan dari bekal para piauwsu yang banyak terdapat di tempat perkelahian itu dan yang mereka bawa sekadarnya untuk bekal. Sudah tiga hari tiga malam Kam Hong dan, Ci Sian melakukan perjalanan yang amat sukar, menempuh bukit-bukit salju dan jurang-jurang yang amat curam. Malam itu mereka telah tiba di dekat Kongmaa La, di Lembah Arun yang luas. Mereka melewatkan malam di dataran tinggi dan malam demikian indahnya sehingga Kam Hong terpesona, meninggalkan guha di mana dia membuat api unggun, keluar dan duduk di dataran tinggi sambil meniup suling.
Suara suling emas itu menembus kesunyian malam, melengking naik turun namun sama sekali tidak mengganggu keheningan. Bahkan sebaliknya, suara suling beralun naik turun itu bahkan membuat keheningan menjadi semakin syahdu, semakin terasa keheningan itu, semakin indah dan penuh rahasia. Setelah berhenti menyuling, Kam Hong menoleh. Dia sudah mendengar langkah kaki ringan dari Ci Sian. Gadis cilik ini sudah semakin akrab dengannya. Selama dalam perjalanan, Kam Hong merasakan benar kehadiran gadis cilik itu dan mengertilah dia mengapa Kakek Bu Thai Kun menyebut-nya Bulan! Memang dara cilik seperti bulan purnama selain cantik jelita juga mendatangkan kegembiraan dalam hati siapa pun karena dia lincah, gembira dan berseri-seri.
"Paman Kam, suara sulingmu indah sekali...."
Ci Sian berkata sambil duduk di dekat Kam Hong, di atas rumput.
"Ah, hanya untuk iseng saja, Ci Sian."
Kata Kam Hong sederhana, akan tetapi dia sendiri merasa heran mengapa pujian yang keluar dari mulut gadis cilik ini dapat membuat hatinya terasa begitu enak dan nyaman!
"Mainkan lagi, Paman...."
Ci Sian meminta dan gadis itu duduknya mendekat, bahkan bersandar ke bahu Kam Hong. Memang sudah biasa dia bersikap kadang-kadang manja seperti itu, dan tidak jarang pula Kam Hong menggandengnya kalau melewati tempat sukar, bahkan memondongnya kalau harus berloncatan lewat jurang-jurang yang curam. Oleh karena itu, gadis cilik ini seperti menganggap Kam Hong pamannya sendiri, dan dia tidak ragu-ragu untuk merangkul atau memegang lengan pemuda itu.
"Baik, kumainkan lagu yang paling kusukai, dengarlah baik-baik."
Kata Kam Hong dan pemuda itu lalu meniup lagi sulingnya. Ci Sian lalu merebahkan kepalanya di atas pangkuan Kam Hong yang duduk bersila. Suasana kembali menjadi penuh pesona yang mujijat dalam keheningan yang terisi suara suling yang merdu itu. Setelah Kam Hong akhirnya menghentikan tiupan sulingnya, seolah-olah suara suling itu masih bergema dan mengalun di udara.
"Paman, engkau pantas benar berjuluk Suling Emas, tidak hanya sulingmu merupakan senjata ampuh, akan tetapi juga dapat mengeluarkan bunyi yang demikian indahnya."
Kam Hong tidak menjawab, jantungnya berdebar tidak karuan, seluruh tubuhnya seperti kemasukan kilat yang membuatnya gemetar. Terjadi perang hebat di dalam batinnya, terdapat dorongan aneh yang membuat dia ingin merangkul gadis cilik itu, ingin memeluk dan mendekapnya, akan tetapi kesadarannya melawan dan menolak.
"Paman.... kau.... kau kenapa....?"
Ci Sian bangkit duduk dan memandang wajah yang matanya dipejamkan itu. Di bawah sinar bulan remang-remang wajah itu nampak putih pucat. Kam Hong sadar kembali, lalu meme-gang tangan Ci Sian dan menariknya bangkit berdiri.
"Tidak apa-apa, hayo kita mengaso, kembali ke guha."
Malam itu Kam Hong gelisah dan tidak dapat memejamkan mata. Alisnya berkerut dan berkali-kali bibirnya bergerak memanggil nama yang selalu menjadi kenangannya,
"Hwi-moi.... Hwi-moi...."
Pada keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan. Mereka kini mulai mendaki lereng Kongmaa La. Salju turun dengan cukup deras, membuat tanah penuh dengan salju tebal sehingga langkah-langkah kaki mereka amat berat dan meninggalkan tapak yang dalam. Tiba-tiba Kam Hong memegang tangan Ci Sian dan berhenti. Gadis cilik itu memandang dan bergidik. Di depan mereka terdapat mayat seorang laki-laki dalam keadaan mengerikan. Kaki tangannya terpisah, dan tubuh itu seperti dicabik-cabik. Darah berceceran di atas salju yang putih.
"Bukankah itu korban Yeti lagi, Paman....?"
Ci Sian bertanya dengan suara lirih dan agak gemetar. Tiba-tiba, seperti menjawab pertanyaan itu, dari atas sana, dari puncak yang bersalju itu terdengar lengkingan yang dahsyat sekali.
Lengkingan itu seperti menggetarkan seluruh lembah. Kam Hong menarik tangan Ci Sian untuk melanjutkan perjalanan. Gadis cilik itu merasa semakin dingin karena kengerian. Kedua tangannya yang sudah memakai sarung tangan tebal itu menutupkan kain bulu tebal untuk melindungi mukanya. Jalan semakin sukar dan tiba-tiba Kam Hong memondongnya. Pendekar ini lalu berloncatan ke depan, mendaki gunung itu dengan cepat sekali. Setelah melewati sebuah puncak kecil dan jalan agak menurun, kembali mereka berhenti dan kini Ci Sian memeluk pinggang Kam Hong, menggigil ketakutan. Apa yang mereka lihat memang amat mengerikan. Dataran puncak yang putih bersih itu dibasahi oleh genangan darah merah yang berceceran dari belasan mayat-mayat yang sudah tidak karuan lagi macamnya.
Bukan hanya bagian tubuh yang putus-putus dan robek-robek, juga usus-usus berhamburan keluar, seperti habis dikoyak-koyak! Kam Hong melihat di antara hujan salju itu sesosok bayangan berkelebatan di sebelah depan. Dia lalu menggandeng tangan Ci Sian dan melangkah maju terus dengan hati-hati. Angin semakin kencang dan salju beterbangan dan berhamburan memukul muka mereka, membuat mereka agak sukar bernapas. Tiba-tiba terdengar jeritan yang menyayat hati disertai geraman-geraman yang menggetarkan tanah yang mereka injak. Di sebelah depan nampak belasan orang berlari-lari turun dari puncak di depan. Belasan orang itu tentu orang-orang pandai, hal ini dapat dilihat dari gerakan mereka yang lincah dan ringan, akan tetapi ketika berpapasan dengan Kam Hong, jelas kelihatan mereka itu sedang dilanda ketakutan yang amat hebat.
Mereka itu lari tunggang langgang dan agaknya kepanikan membuat mereka sama sekali tidak peduli atau mungkin juga tidak melihat kepada Kam Hong dan Ci Sian. Ada di antara mereka yang luka-luka dan pakaian mereka itu merah oleh darah mereka. Kam Hong bersikap waspada. Dengan hati-hati dia menggandeng tangan Ci Sian, terus melangkah maju di antara pohon-pohon yang sudah tidak berdaun lagi, yang sudah menjadi pohon putih karena tertutup salju. Tiba-tiba terdengar lengkingan dahsyat seperti tadi dan ada angin menyambar, salju berhamburan dan tahu-tahu di depan mereka telah berdiri seekor mahluk yang amat menakutkan, Ci Sian menjerit dan gadis cilik yang biasanya tidak pernah mengenal takut itu sekali ini terhuyung ke belakang dan akhirnya dia menumbuk sebatang pohon,
Setengah lumpuh dia memeluk pohon itu sambil menengok dan memandang kepada mahluk itu dengan muka pucat ketakutan. Namun Kam Hong menghadapi mahluk itu dengan sikap tenang dan penuh perhatian. Dia melihat bahwa mahluk itu tinggi besar, tingginya tentu dua meter lebih, kedua lengan tangannya yang tertutup bulu itu besar-besar dan nampak amat kuatnya. Bulu-bulu yang menutupi tubuh itu pendek kasar, berwarna merah coklat kehitaman, dengan totol-totol putih di bagian dada. Rambut di kedua pundak paling tebal dan panjang. Mukanya tidak berambut seperti muka monyet atau muka biruang atau juga mirip muka manusia, hidungnya pesek, mulutnya lebar dengan gigi besar-besar. Kepalanya seperti kerucut agak meruncing ke atas. Kedua lengan yang amat kuat dan besar itu panjang sampai ke lutut. Dan mahluk ini tidak berekor.
Anehnya, pada paha kanannya nampak sebatang pedang yang menancap dan menembus, pedang yang berkilauan. Mahluk itu juga memandang Kam Hong dengan sepasang matanya yang mencorong. Mulutnya bergerak sedikit dan dari kerongkongannya keluarlah suara geraman yang dahsyat. Kedua tangannya bergerak-gerak, jari-jari tangan yang besar dengan kuku panjang kuat dan agak melengkung seperti kuku harimau itu juga bergerak-gerak seperti hendak mencengkeram. Kam Hong mengukur dengan pandang matanya. Dia tahu bahwa mahluk ini tentu memiliki kekuatan yang luar biasa dahsyatnya. Buktinya banyak sudah orang yang dibunuhnya dengan ganas, dicabik-cabik, dan bahkan orang-orang yang melarikan diri tadi dia lihat rata-rata memiliki gin-kang yang cukup tinggi,
Namun mereka itu lari ketakutan, tanda bahwa mereka tidak kuat menanggulangi amukan mahluk ini. Mahluk ini ganas sekali, lebih baik mendahuluinya daripada harus mempertahankan diri diserang oleh mahluk buas ini. Dia tahu bahwa serangan-serangan seorang ahli silat adalah teratur dan karenanya dapat dihadapinya dengan baik karena dia memiliki dasar ilmu silat tinggi, akan tetapi serangan mahluk buas seperti ini tentu ganas dan tidak teratur, mengandalkan kekuatan yang luar biasa dan naluri yang amat peka. Aku harus mendahuluinya, pikirnya dan tiba-tiba Kam Hong meloncat ke depan dengan cepatnya. Baju bulunya yang lebar itu berkibar dan dia sudah mengirim pukulan ke arah dada mahluk itu, dengan pengerahan tenaganya.
"Dukkk!"
Pukulan itu sedemikian kuatnya sehingga tubuh mahluk itu tergetar dan terdorong ke belakang, akan tetapi anehnya, mahluk itu tidak roboh terjengkang, sebaliknya Kam Hong merasa betapa pukulannya itu seperti bertemu dengan gunung baja yang amat kuat! Mahluk itu mengeluarkan gerengan dahsyat dan secepat kilat tangan kirinya menyambar ke arah muka Kam Hong!
Pemuda ini sejenak tadi tertegun, akan tetapi tidak kehilangan kecepatannya untuk menarik tubuh ke belakang sehingga tamparan kuku-kuku tajam itu hanya mengenai angin belaka. Diam-diam Kam Hong merasa terheran-heran. Kalau mahluk ini merupakan seekor binatang buas, tentu hanya memiliki tenaga otot kasar saja. Akan tetapi bagaimana mungkin dapat menahan pukulannya yang dilakukan dengan pengerahan sin-kang amat kuat yang akan membobolkan semua pertahanan tenaga kasar? Hanya lawan yang memiliki tenaga sin-kang kuat saja yang akan mampu bertahan. Apakah mahluk ini memiliki tenaga sakti pula? Akan tetapi lawannya tidak memberi banyak kesempatan kepadanya untuk banyak memikirkan hal aneh itu karena kini dengan gerengan-gerengan buas,
Agaknya marah, mahluk itu sudah menerjang lagi. Dan kembali Kam Hong yang berloncatan ke sana-sini untuk menghindarkan kuku-kuku tajam itu terkejut dan heran. Mahluk itu mampu bergerak dengan luar biasa ringannya! Ini hanya gerakan dari ilmu gin-kang yang sudah masak, pikirnya. Mungkinkah mahluk yang seperti binatang ini selain memiliki sin-kang yang kuat juga memiliki ilmu meringankan diri? Bergidik rasa hati Kam Hong saking ngerinya. Apakah dia bertemu siluman? Ataukah semacam mahluk sakti seperti Kauw Cee Thian atau Sun Go Kong itu raja kera di dalam dongeng See-yu? Jangan-jangan mahluk ini, seperti Sun Go Kong, dapat menghilang pula, pikirnya ngeri. Akan tetapi, hampir saja dadanya kena dicengkeram ketika Kam Hong dalam lamunannya menjadi agak kurang cepat mengelak.
"Brettt!"
Sedikit bajunya robek oleh cengkeraman itu! Cepat Kam Hong mencabut suling emasnya! Dia tidak mau mempergunakan kipasnya. Mahluk itu terlalu kuat untuk dihadapi dengan kipasnya, dan dia khawatir selain tidak ada gunanya juga kipasnya akan rusak. Maka kini dia membalas dengan totokan-totokan yang dilakukan dengan sulingnya. Akan tetapi mahluk itu pandai sekali mengelak. Nalurinya sedemikian tajamnya sehingga mengatasi semua kesigapan gerak seorang ahli silat mana pun. Setiap totokan suling itu dapat dielakkan, dan kalau sekali dua kali suling itu mengenai sasaran, maka kenanya itu meleset karena gerakan mahluk itu terlalu cepat,
Dan agaknya mahluk itu memiliki kekebalan luar biasa sehingga tusukan suling yang dapat menghancurkan batu karang itu baginya seperti tubuh yang dipijit tangan dengan jari halus saja! Sedikit pun tidak terasa agaknya! Kam Hong merasa penasaran. Dikerahkan seluruh tenaganya, dan dia mengeluarkan gerakan-gerakan yang terhebat dari ilmu-ilmu simpanannya. Bahkan ilmu-ilmu yang diwarisinya dari nenek moyangnya, keluarga Suling Emas, dimainkannya untuk menundukkan mahluk ini. Akan tetapi, mahluk itu benar-benar selain kebal kulitnya, juga memiliki tenaga dahsyat dan kecepatan yang membingungkan pendekar ini. Kaki mahluk itu sudah tertancap pedang, namun gerakan-gerakannya masih secepat itu. Suling di tangan Kam Hong sampai mengeluarkan suara seperti ditiup saja ketika dia mainkan dengan cepatnya, dan mahluk itu agaknya menjadi semakin marah,
"Singgg....!"
Suling Kam Hong bergerak meluncur ke arah mata mahluk itu. Mahluk yang dinamakan Yeti itu menundukkan kepala sehingga meluncur di atas kepalanya.
"Wuuuttt.... dessss!"
Tangan kiri Kam Hong dengan miring dan amat kerasnya memenggal ke arah leher. Akan tetapi tangan itu meleset dan mengenai pundak, dan mahluk itu hanya bergoyang sedikit saja!
Bahkan tangan kanannya meraih ke depan dan ketika Kam Hong menangkisnya dengan suling, dia terjengkang karena dorongan tenaga yang amat kuat! Kakinya menginjak salju yang longsor dan jatuhlah pemuda itu terjengkang di atas salju. Sambil menggereng mahluk itu me-nubruk dengan seluruh bobot tubuhnya yang berat, kedua tangan dan kedua kakinya ditekuk mencengkeram, agaknya hendak langsung mencengkeram dan merobek-robek tubuh lawan itu. Akan tetapi Kam Hong sudah menggulingkan tubuhnya cepat sekali ke kiri dan sulingnya bergerak ke depan, menusuk mata. Mahluk itu luput menubruk, akan tetapi masih dapat menggunakan lengannya yang panjang menyampok suling. Kam Hong meloncat dengan cepat sekali sebelum mahluk itu sempat bangun dan sulingnya diayun sekuat tenaga.
"Takkkk!!"
Suling itu menghantam kepala akan tetapi.... ternyata kepala itu pun terlindung kekebalan dan suling itu membalik seperti mengenai kepala baja, terpental dan Kam Hong merasakan telapak tangannya panas. Akan tetapi senjata suling emas itu adalah sebuah senjata pusaka yang ampuh, maka biarpun di luarnya tidak nampak bahwa pukulan itu mendatangkan akibat yang hebat bagi Yeti,
Namun ternyata mahluk itu terhuyung juga ke belakang. Hal ini agaknya membuat Yeti menjadi marah dan setelah dia dapat mengatur lagi keseimbangan tubuhnya, dia memandang Kam Hong dengan mata merah, kemudian dari mulutnya terdengar teriakan yang menggetarkan jantung, kemudian dia pun bergerak maju lebih cepat dan lebih dahsyat lagi, daripada tadi! Kam Hong menjadi semakin repot. Bukan hanya kecepatan dan kekuatan mahluk itu yang membuatnya kewalahan, akan tetapi juga hujan salju yang mendatangkan rasa dingin dan menghalangi pandangan matanya dan juga pernapasannya. Akan tetapi sebaliknya, mahluk itu nampaknya sama sekali tidak terganggu oleh salju, bahkan makin deras salju turun, membuat dia agaknya menjadi semakin lincah!
Terjangan dahsyat dari Yeti itu kini bukan merupakan cengkeraman seperti tadi akan tetapi merupakan hantaman dengan kedua tangannya yang besar dan lengan yang panjang itu menghantam seperti tongkat besar, menyambar dari kanan kiri. Bukan seperti gerakan silat akan tetapi karena didorong oleh tenaga yang amat besar maka berbahaya bukan main! Kam Hong meloncat ke belakang, akan tetapi Yeti menubruk lebih cepat lagi dan tangan kanannya menyambar dari sebelah kiri Kam Hong, sedangkan tangan kiri mahluk itu mencengkeram ke arah perut! Kam Hong tidak sempat mengelak lagi, maka dia lalu menangkis dengan sulingnya ke arah tangan kiri yang mencengkeram, sedangkan hantaman tangan kanan Yeti itu ditangkisnya dengan lengan kirinya yang diangkat ke atas.
"Dess! Dukkk!"
Akibat dari adu tenaga ini, tubuh Yeti terhuyung kembali ke belakang akan tetapi tubuh Kam Hong terpental dan terguling-guling! Ini saja sudah menjadi bukti bahwa Kam Hong benar-benar kalah kuat dalam hal tenaga. Celakanya, pada saat itu, kembali kaki Kam Hong menginjak tumpukan salju yang lunak sehingga dia tergelincir dan bergulingan jatuh dari lereng salju. Yeti itu menggeram dan meloncat begitu saja dari atas untuk mengejar Kam Hong yang masih bergulingan! Melihat ini, Ci Sian menjerit penuh kengerian dan dia pun menjadi nekat, berlari dan meloncat turun pula untuk mengejar Kam Hong dan kalau perlu membela pemuda itu! Akan tetapi, karena tempat itu tinggi sekali, maka dia tidak dapat mengatur keseimbangan tubuhnya dan gadis cilik ini pun jatuh dan terguling-guling di sepanjang lereng salju, seperti Kam Hong!
Yeti itu telah tiba lebih dulu dan cepat sekali dia menubruk dan tahu-tahu dia telah menggunakan kedua tangannya yang kuat untuk memegang kedua lengan Kam Hong! Pendekar ini merasa betapa pergelangan tangannya seperti dijepit oleh baja-baja yang amat kuat, dan betapa pun dia berusaha untuk melepaskan diri, namun sia-sia belaka. Sulingnya terlepas dan dia sudah hampir putus harapan. Dengan tenaganya yang dahsyat tentu Yeti itu akan mencabik-cabik tubuhnya pula. Kekalahan dan putus asa membuat Kam Hong tidak melawan lagi, hanya dia mengerahkan tenaga untuk menahan jika mahluk itu hendak menarik putus kedua lengannya. Tiba-tiba pada saat yang amat genting dan berbahaya bagi nyawa Kam Hong itu, angin bertiup kencang sekali dan terdengarlah suara bergemuruh dari atas.
Tanah bersalju yang berada di bawah kaki Kam Hong itu tergetar dan bergoyang-goyang. Yeti dan Kam Hong menoleh dan melihat ke arah Suara gemuruh itu. Tiba-tiba Yeti mengeluarkan suara melengking dahsyat dan dia melemparkan Kam Hong ke samping, kemudian dengan sikap amat ketakutan dia meloncat ke kanan, terus berloncatan dengan kecepatan seperti terbang meninggalkan tempat itu! Kam Hong terpelanting, akan tetapi dia tidak mempedulikan hal ini karena dia terus memandang ke arah puncak gunung penuh salju itu. Suara makin bergemuruh dan dengan mata terbelalak dia melihat betapa sebagian dari puncak itu longsor dan kini salju menimpa turun seperti air bah, diikuti batu-batu es yang amat besar menggelundung ke bawah, ke arah tempat itu!
"Ci Sian....!"
Teriaknya dan dia melihat gadis cilik itu merangkak-rangkak karena Ci Sian juga baru saja dapat mengatasi kepeningannya karena bergulingan dari atas tadi. Dengan jantung berdebar tegang dan tubuh agak gemetar karena cemas Kam Hong meloncat, menghampiri Ci Sian, menyambar tubuh gadis cilik itu,
Dipondongnya dan dia pun cepat meloncat ke kanan karena untuk lari sudah kekurangan waktu. Kedua kakinya berhasil mencapai lereng bukit, akan tetapi ketika kedua kakinya menginjak salju, yang diinjaknya runtuh ke bawah dan ternyata bukit itu pun ikut bergerak longsor terbawa dari atas! Kam Hong tak dapat menguasai dirinya. Dengan Ci Sian masih dipondongnya dia melayang turun bersama salju dan potongan-potongan es, merasa tubuhnya terpukul dari sana sini, dan dia masih mencoba untuk melindungi Ci Sian yang menjerit-jerit ketakutan itu dengan kedua lengan dan badannya. Mereka terbanting dan Kam Hong tidak ingat apa-apa lagi! Runtuhnya sebagian dari tumpukan es dan salju di puncak gunung itu selain mendatangkan suara gemuruh yang hiruk-pikuk seolah-olah dunia hendak kiamat,
Juga menimbulkan debu salju yang mengebul sampai tinggi dan turun seperti embun. Banyak batu-batu dan pohon-pohon gundul yang tertutup salju dilanda arus salju dan batu-batu es ke bawah kemudian memasuki dan me-menuhi jurang-jurang yang curam di bawah kaki gunung. Mati hidup manusia merupakan hal yang wajar. Dan seperti segala sesuatu di alam maya pada ini, di dalam kewajaran terkandung rahasia-rahasia kegaiban yang amat luar biasa dan mentakjubkan. Kegaiban yang sama sekali tak terselami oleh pikiran. Segala sesuatu yang terjadi di dalam alam raya ini, dari beraraknya awan, berputaran dunia, tumbuhnya pohon-pohon, kehidupan segala mahluk, semua adalah berjalan dengaan wajar dan karenanya mengandung ketertiban yang amat indah. Di dalam segala kewajaran yang penuh kegaiban itu termasuk juga kehidupan dan kematian.
Wajar, karenanya gaib. Menurut jalan pikiran, orang yang sudah terlanda berton-ton salju dan es yang runtuh ke bawah, seperti yang dialami oleh Kam Hong dan Ci Sian, tentu tidak mungkin dapat terluput dari kematian. Namun kenyataannya tidaklah demikian! Secara "kebetulan"
Mereka itu berada di lereng, bukan di dasar kaki gunung, sehingga salju yang longsor itu hanya lewat saja di atas mereka. Dan "kebetulan"
Pula Kam Hong dan Ci Sian lebih dulu teruruk oleh bukit kecil yang runtuh sehingga mereka seperti terlindung dan biarpun keduanya pingsan karena dilalui oleh longsoran salju dan balok-balok es sebesar itu, namun mereka tidak sampai tewas. Lebih "kebetulan"
Lagi bahwa kepala mereka tidak sampai terpendam salju, karena kalau hal ini terjadi, dalam keadaan pingsan itu tentu mereka takkan bernapas dan akan tewas juga.
Lama setelah salju yang longsor itu sudah lewat dan keadaan menjadi sunyi kembali, angin yang tadi bertiup kencang itu agaknya sudah lewat dan tidak ada sedikit pun angin bergerak, Kam Hong siuman dari pingsannya. Dia mendapatkan dirinya rebah miring, dari pinggang ke bawah terpendam salju. Ada bongkahan-bongkahan es sebesar kerbau bunting di sekitar tempat itu, dan dia merasa heran mengapa dia masih dapat hidup, padahal tertimpa satu saja di antara batu-batu es besar itu, tentu tubuhnya akan remuk. Kepalanya masih pening dan ketika dia membuka matanya, dia melihat sekelilingnya seperti berputaran. Akan tetapi dia dapat melihat Ci Sian menggeletak di dekatnya, telentang dan juga dalam keadaan pingsan. Muka yang manis itu kelihatan pucat, matanya terpejam dan kulit di antara kedua alisnya masih berkerut tanda bahwa dara itu mengalami ketakutan hebat.
Kam Hong melihat pakaiannya koyak-koyak dan tubuhnya luka-luka ringan, akan tetapi yang jelas, dia masih hidup! Hawanya dingin sekali. Mereka berdua terbujur di antara batu-batu es yang bening dan berkilauan amat aneh dan indahnya, memantulkan cahaya matahari tertutup halimun. Kalau dia membayangkan betapa dia telah hampir dikoyak-koyak Yeti, kemudian dijatuhi puncak yang longsor seperti itu dan kini masih hidup, juga Ci Sian masih hidup, sungguh hampir tak dapat dia mempercayainya. Sejenak seluruh perasaannya membubung ke atas atau ke mana saja di mana Tuhan berada dan batinnya membisikkan puji syukur yang mendalam. Kemudian ia membuka matanya dan menoleh ke arah Ci Sian.
Timbul kekhawatirannya. Jangan-jangan anak itu telah mati. Pikiran ini mendatangkan tenaga di tubuhnya yang terasa lemah dan dia menarik kedua kakinya dari urukan salju. Akan tetapi ketika dia bangkit, dia berteriak kesakitan dan terduduk kembali, tangannya memegangi paha kirinya. Dia memandang dan melihat celana kirinya robek, penuh darah. Ternyata kaki kirinya, di dekat pergelangan, telah patah tulangnya! Agaknya teriakan kesakitan dari Kam Hong tadi membantu Ci Sian memperoleh kembali kesadarannya. Gadis cilik ini membuka mata dan dia mengeluh kagum melihat betapa dunia di sekelilingnya sedemikian indahnya. Seperti dalam mimpi! Dia terpesona dan terheran-heran, mengucek kedua matanya dengan punggung tangannya di mana sarung tangannya robek.
Pandang matanya silau oleh kilatan balok-balok es di sekitar tempat itu. Sudah matikah aku? Inikah alam baka? Demikian hatinya berbisik karena dia teringat akan dongeng tentang alam baka. Memang melihat sekitarnya dikelilingi benda-benda yang berkilauan itu dia merasa seperti berada di alam lain. Akan tetapi suara keluhan membuat dia menengok dan barulah dia sadar ketika dia melihat Kam Hong duduk sambil memegangi kaki kirinya, wajahnya menyeringai kesakitan. Dia merangkak bangkit dan ternyata gadis cilik ini tidak terluka apa-apa, kecuali pakaiannya yang robek di sana-sini dan kulit tubuhnya ada yang lecet-lecet sedikit. Dia terhuyung menghampiri Kam Hong dan.... tiba-tiba dia menjerit, mukanya menjadi pucat sekali, matanya terbelalak lebar. Kam Hong terkejut, sedetik lupa akan rasa nyeri di kakinya.
"Eh, ada apakah, Ci Sian?"
Tanyanya khawatir. Gadis cilik itu tidak menjawab, mulutnya bergerak-gerak tanpa dapat mengeluarkan suara, hanya telunjuk kanannya yang menuding, telunjuk yang menggigil.
Kam Hong menoleh ke arah kirinya dan baru sekarang dia memandang ke kiri karena tadi Ci Sian berada di sebelah kanannya sehingga semua perhatiannya tertuju ke sebelah kanannya. Ketika dia menoleh dan melihat apa yang ditunjuk oleh gadis cilik itu, hampir saja dia pun menjerit seperti Ci Sian. Matanya terbelalak dan mulutnya ternganga. Tak jauh di sebelah kirinya, agak ke belakangnya di mana terdapat sebuah batu es, sebongkah balok es yang besarnya seperti gajah. Ternyata di sebelah dalam bongkahan batu es yang amat bening ini terdapat sesosok tubuh manusia yang masih utuh, lengkap dengan pakaiannya, nampaknya seperti sedang tidur saja di dalam bongkahan es itu, terbungkus es bening yang seolah-olah menjadi petinya!
"Jangan takut, dia.... dia.... hanya sepotong jenazah...."
Kata Kam Hong, namun biar mulutnya menghibur seperti itu, suaranya sendiri gemetar, setengah karena rasa nyeri di kakinya, setengah lagi karena memang dia sendiri merasa serem! Ci Sian menghampiri peti es itu. Dengan mata terbelalak dia memperhatikan tubuh manusia dalam es itu. Sungguh mengerikan. Wajah laki-laki setengah tua itu seperti masih hidup saja. Matanya setengah terbuka, bola matanya masih berkilau karena dilapisi es yang berkilauan. Mukanya masih agak kemerahan. Muka yang tampan dan gagah, akan tetapi mulutnya itu ditarik seperti orang yang merasa berduka. Pakaiannya aneh, dan Ci Sian teringat akan gambar-gambar manusia jaman dahulu. Pakaian yang amat kuno sekali, mungkin sudah ribuan tahun usianya!
Jodoh Rajawali Eps 3 Jodoh Rajawali Eps 24 Jodoh Rajawali Eps 46