Ceritasilat Novel Online

Jodoh Rajawali 48


Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Bagian 48



"Ah, maafkan aku.... siapakah engkau?"

   Bun Beng bertanya.

   "Hemmm, orang kasar. Engkaulah yang harus lebih dulu memperkenalkan diri, baru aku akan mempertimbangkan apakah engkau pantas untuk kubawa kepada Jenderal Kao ataukah tidak."

   Menghadapi gadis yang ternyata berani mati ini, Bun Beng merasa tidak berdaya. Akan tetapi dia sudah amat tertarik, karena kalau gadis ini adalah pembantu Jenderal Kao, bahkan tadi menyatakan bahwa gadis ini sudah berani memasuki gua harimau dan naga, maka berarti bahwa gadis ini bukanlah kaki tangan dari musuh!

   "Namaku adalah Gak Bun Beng, Jenderal Kao tentu mengenalku."

   Sepasang mata yang jeli itu terbelalak.

   "Gak.... Gak-taihiap....?"

   Ang-siocia berseru dengan kaget sekali.

   "Ah, maafkan aku yang tidak mengenal Taihiap, mari kita cepat pergi dari sini, menemui suhu. Taihiap harus cepat me-nyamar, sesuai dengan rencana kami atas perintah Jenderal Kao,"

   Bisiknya dan tanpa ragu-ragu lagi Ang-siocia menggandeng tangan pendekar itu dan dibawanya pergi menyelinap melalui semak-semak dan memasuki pintu belakang sebuah pondok. Mereka tiba di dalam sebuah kamar dan di situ telah menanti seorang kakek yang mukanya hitam. Kakek itu segera menjura dan berkata,

   "Selamat datang, Gak-taihiap, kami sungguh lega dan girang sekali melihat Taihiap datang."

   Bun Beng memandang penuh perhatian akan tetapi dia tidak mengenal kakek dan gadis ini, walaupun kini dia dapat melihat wajah mereka dengan jelas. Gadis itu benar-benar seorang gadis muda yang cantik dan lincah, nampak gagah dan berani, sedangkan kakek itu biarpun mukanya hitam, namun memiliki sepasang mata yang tajam. Bun Beng segera menjura kepada mereka.

   "Agaknya Ji-wi telah mengenalku, akan tetapi maaf kalau aku tidak mengenal siapa Ji-wi dan apa hubungan Ji-wi dengan Jenderal Kao."

   Sebelum guru dan murid itu sempat menjawab, terdengar pintu depan diketuk orang! Guru dan murid itu kelihatan terkejut dan terdengar Touw-ong bertanya,

   "Siapa di luar?"

   "Touw-ong, apakah Ang-siocia di dalam?"

   Mendengar suara Ngo-ok, guru dan murid itu makin kaget dan Bun Beng dengan tenang dan waspada mengamati gerak-gerik mereka.

   "Aku di sini. Ada apakah, Siansu?"

   Tanya Ang-siocia.

   "Aku disuruh oleh koksu untuk memanggilmu, Ang-siocia. Ada urusan penting hendak dibicarakan. Sekarang juga!"

   Terdengar suara dari luar itu. Ang-siocia memandang gurunya yang mengangguk, dan gadis itu lalu melangkah menuju ke depan untuk membuka pintu depan.

   "Dia itu Ngo-ok Toat-beng Siansu, saya harus membayangi dan me-lindungi murid saya, harap Taihiap tunggu di sini!"

   Tentu saja Bun Beng belum percaya sepenuhnya kepada guru dan murid yang belum dikenalnya itu, maka dia berkata,

   "Biar aku yang membayangi."

   Touw-ong terkejut bukan main dan seperti yang dialami oleh muridnya tadi,

   Tiba-tiba saja dia merasa tubuhnya lemas karena tertotok! Sebetulnya, tingkat kepandaian Touw-ong sudah cukup tinggi dan kiranya tidaklah akan demikian mudah bagi Bun Beng untuk menotok kakek itu dengan sekali gerakan saja, akan tetapi gerakan Bun Beng tadi sama sekali tidak disangka-sangka oleh kakek itu sehingga dia hanya melihat tangan pendekar itu berkelebat dan tahu-tahu dia telah roboh lemas. Akan tetapi Si Raja Maling ini tidak menjadi heran karena dia sudah mendengar nama besar pendekar Gak Bun Beng ini sebagai seorang pendekar yang luar biasa tinggi ilmunya. Ang-siocia sudah membuka pintu dan mengikuti kakek tinggi seperti pohon bambu itu keluar dari pondok. Nona ini memang sengaja bersicepat agar Ngo-ok tidak melongok ke dalam di mana terdapat seorang asing.

   Dia tidak tahu betapa Bun Beng malah telah merobohkan gurunya dan kini bagaikan bayangan setan telah mengikutinya dengan diam-diam dari jarak tidak terlalu jauh, akan tetapi dengan amat hati-hati karena Gak Bun Beng sudah terkejut sekali ketika mendengar dari Si Raja Maling tadi bahwa si jangkung itu adalah Ngo-ok Toat-beng Sian-su. Tentu saja dia pernah mendengar nama Im-kan Ngo-ok dan tidak disangkanya sama sekali dia akan melihat seorang di antara mereka berada di tempat ini. Memang dia dan Milana belum mendengar bahwa Im-kan Ngo-ok berada di dalam benteng lembah, bahkan Kian Bu dan Hwee Li sendiri pun belum tahu maka kedua orang muda ini tidak menceritakan tentang adanya Im-kan Ngo-ok itu kepada Milana. Baru dari Ceng Ceng dan suaminya dia mendengar tentang mereka. Di tempat yang sunyi, tiba-tiba Ang-siocia berhenti dan menegur si jangkung yang berjalan di depannya,

   "Eh, kita mau ke mana?"

   "Ke sana! Koksu menanti di sana,"

   Jawab si jangkung menuding ke arah sebuah pondok.

   "Aneh, kenapa koksu tidak menanti di tempat tinggalnya sendiri?"

   Ang-siocia mengomel akan tetapi dia melangkah terus bersama si jangkung. Setelah mereka tiba di depan pondok yang sunyi itu, tiba-tiba si jangkung membuka pintu dan berkata,

   "Mari kita menemui koksu."

   Dia lalu memegang lengan gadis itu dan menariknya masuk, menutupkan kembali pintu itu, lalu dia menyeringai. Ang-siocia terkejut bukan main. Pondok itu kosong dan melihat sikap si jangkung itu, jelaslah apa kehendaknya.

   "Mau apa kau? Mana koksu? Biarkan aku keluar!"

   Teriaknya, akan tetapi tiba-tiba tangannya sudah disambar oleh tangan Ngo-ok.

   "Nona, sudah lama aku tergila-gila kepadamu!"

   "Eh, lepaskan aku!"

   Bentak Ang-siocia, akan tetapi tiba-tiba saja tubuhnya terangkat ke atas dan dipegang oleh sebelah tangan saja, dia tidak berdaya melepaskan diri sama sekali, sedangkan tangan yang lain dari si jangkung itu bergerak hendak merenggut pakaian Ang-siocia. Dara itu terkejut setengah mati, kakinya menendang ke depan, ke arah perut si jangkung itu.

   "Desss....! Hukkk....!"

   Ngo-ok melepaskan tubuh Ang-siocia dan tubuhnya terhuyung ke belakang, matanya terbelalak memandang ke arah gadis itu.

   Tak disangkanya bahwa tendangan nona itu sedemikian kuatnya sehingga perutnya seketika terasa mulas! Dia tidak tahu bahwa sebenarnya yang menghantam perutnya bukanlah kaki atau tendangan Ang-siocia melainkan sambaran angin pukulan yang dilakukan oleh Gak Bun Beng dari luar pondok. Pendekar ini mengintai dari jendela dan pada saat Ang-siocia menendang, dia telah membantunya dengan pukulan jarak jauh, tepat mengenai perut si jangkung yang amat lihai itu. Orang lain yang disambar angin pukulan jarak jauh dari Gak Bun Beng, tentu akan remuk isi perutnya, akan tetapi Ngo-ok hanya merasa mulas saja sebentar! Marahlah Ngo-ok dan kini dia memandang kepada Ang-siocia dengan mata disipitkan dan mukanya berubah menyeramkan.

   "Tunggu!"

   Ang-siocia yang cerdik cepat berseru.

   "Ingat, aku telah menerima janji dari Sam-ok atau koksu bahwa kalau perjuangan ini selesai, aku akan diambil selir olehnya. Kau sama sekali tidak boleh ganggu aku!"

   Mendengar ini, Ngo-ok terkejut, akan tetapi dia lalu menyeringai.

   "Kalau begitu, aku takkan membunuhmu, hanya mendahuluimu apa salahnya? Heh, tendanganmu boleh juga."

   Ang-siocia sudah merasa heran sendiri betapa tendangannya tadi dapat membuat terlepas pegangan kakek jangkung itu, bahkan membuatnya terhuyung. Akan tetapi kini melihat kakek itu melangkah maju, dia menjadi gentar.

   "Kalau kau memaksaku, aku akan menceritakan kepada koksu, hendak kulihat apakah dia tidak akan marah dan menghukummu!"

   Mendengar ini, Ngo-ok menjadi ragu-ragu. Dia kena digertak dan dia mulai melihat bahaya kalau dia memaksa.

   "Ah, Nona Manis, mari layani aku sebentar.... aku tidak akan menyakitimu...."

   Akan tetapi Ang-siocia sudah lari ke pintu.

   "Kalau kau tidak menyentuhku, aku tidak akan bicara apa-apa kepada koksu!"

   Katanya sehingga ketika Ngo-ok hendak mengejar, si jangkung ini kembali tertegun dan meragu. Ang-siocia terus berlari cepat dan teringat akan ini, Ngo-ok mengejar, akan tetapi begitu keluar dari pintu pondok, dia jatuh menelungkup! Dia cepat bangkit dan mencaci-maki ambang pintu, akan tetapi diam-diam dia merasa heran sekali bagaimana dia, seorang ahli berlari cepat dengan kaki yang panjang dan langkah yang tinggi, dapat tersandung pada ambang pintu sampai jatuh menelungkup?

   "Setan....!"

   Dia mengomel lalu pergi dari situ. Dia sama sekali tidak tahu bahwa yang membuatnya jatuh menelungkup tadi bukanlah ambang pintu melainkan Gak Bun Beng! Ang-siocia memasuki pondoknya dan dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia melihat gurunya rebah dalam keadaan tertotok. Selagi dia hendak menolong, tiba-tiba dari belakangnya, Gak Bun Beng sudah memegang lengannya dan pendekar ini bertanya,

   "Apa artinya janji koksu mengambilmu sebagai selir itu?"

   Ang-siocia menjadi terkejut bukan main dan seketika mukanya menjadi merah. Pendekar ini tadi telah membayanginya dan melihat segalanya! Teringatlah dia akan tendangannya yang ampuh tadi dan dia menduga bahwa tentu pendekar sakti inilah yang tadi telah membantunya. Bun Beng memandang tajam dan tidak peduli melihat nona itu marah, bahkan dia mengerahkan tenaga ketika Ang-siocia meronta untuk melepaskan tangannya sehingga pegangannya makin erat dan nona itu tidak berhasil melepaskan diri.

   "Benarkah engkau menjadi calon selir Koksu Nepal?"

   Tanyanya dengan suara mendesak, sinar matanya tajam penuh selidik. Kalau benar gadis ini, yang memang cantik dan lincah, menjadi calon selir koksu, maka gadis ini berarti kaki tangan musuh! Kalau menuruti hatinya, ingin Ang-siocia memaki dan mengejek, menyatakan kalau dia menjadi calon selir koksu, pendekar itu mau apa? Akan tetapi dia tahu akan gawatnya keadaan, apalagi melihat gurunya dalam keadaan tertotok tak berdaya, maka biarpun hatinya terasa panas sekali, dia menjawab juga dengan marah.

   "Kalau aku tidak menggertak Ngo-ok yang gila itu, mana aku bisa lolos? Siapa sih yang sudi menjadi selir manusia macam Koksu Nepal?"

   Dia berkata setengah berteriak saking marahnya karena dia dicurigai.

   "Sssttttt..... jangan keras-keras berteriak!"

   Bun Beng yang kini menjadi sibuk mendengar dara itu berteriak, karena kalau sampai terdengar orang tentu berbahaya.

   "Biar aku berteriak! Biar diketahui semua orang, aku tidak sudi menjadi selir koksu!"

   "Sudahlah, aku bersalah telah mencurigarmu, Nona,"

   Kata Gak Bun Beng sambil melepaskan pegangannya. Ang-siocia cemberut dan mengurut-urut lengannya yang terasa nyeri karena dipegang erat-erat tadi.

   "Habis Gak-taihiap terlalu tidak percaya kepada orang sih! Dan mengapa Suhu menjadi begini?"

   "Maaf, maaf.... sekarang aku baru percaya,"

   Kata Gak Bun Beng dan pendekar ini segera membebaskan totokannya yang membuat tubuh Si Raja Maling menjadi lumpuh itu. Touw-ong dapat bergerak lagi dan dia pun memandang kepada pendekar itu dengan alis berkerut.

   "Sungguh aneh sikap Taihiap yang terlalu tidak percaya kepada kami guru dan murid,"

   Katanya setengah menegur. Gak Bun Beng kembali minta maaf dan Ang-siocia yang tahu bahwa gurunya merasa tidak senang lalu cepat berkata,

   "Sudahlah, Suhu. Gak-taihiap merasa berada di benteng musuh, maka tentu saja dia terlalu berhati-hati. Tadi aku hampir celaka oleh Ngo-ok yang ternyata memancingku keluar dengan niat jahat. Untung ada Gak-taihiap yang diam-diam membantu, kalau tidak, tentu muridmu ini sudah celaka, Suhu."

   Ang-siocia lalu menceritakan tentang pengalamannya yang hendak diperkosa oleh Ngo-ok dan betapa Gak Bun Beng telah menolong dengan ilmunya yang tinggi. Mendengar ini, lenyaplah rasa mendongkol di dalam hati Touw-ong. Dia lalu menjura kepada Gak Bun Beng.

   "Ah, terima kasih saya haturkan kepada Gak-taihiap yang telah menyelamatkan murid saya...."

   Gak Bun Beng menggoyang tangannya dengan tidak sabar.

   "Sudahlah, kita adalah orang sendiri, menghadapi musuh yang sama, maka perlu apa banyak sungkan lagi? Lebih baik Ji-wi menceritakan kepada saya tentang keadaan di dalam benteng ini dan siapa-siapa saja yang, tertawan, siapa pula yang menjadi pembantu koksu, siapa di antara mereka yang lihai."

   "Sebelum kita bicara, kurasa lebih baik kalau Gak-taihiap menyamar pula, agar tidak sampai mudah ketahuan musuh. Gak-taihiap dapat mendengarkan kami bercerita sambil melakukan penyamaran yang akan dikerjakan oleh Suhu."

   Mendengar kata-kata muridnya yang cerdik ini, Touw-ong mengangguk.

   "Memang sebaiknya demikian. Bentuk tubuh Taihiap tidak banyak selisihnya dengan saya, dan saya cukup dikenal di sini, kalau Taihiap menyamar sebagai saya, tidak akan dapat diganggu dan Taihiap dapat bergerak dengan leluasa pula."

   Gak Bun Beng setuju dan Touw-ong mulai "mengerjakan"

   Muka dan pakaian Gak Bun Beng sehingga pendekar ini mulai dibentuk menjadi Touw-ong ke dua! Sambil mengerjakan penyamaran itu, Touw-ong dibantu oleh muridnya lalu menceritakan semua keadaan di dalam benteng yang didengarkan penuh perhatian oleh pendekar itu. Bun Beng mendengar betapa Puteri Syanti Dewi tadinya juga tertawan di situ kini telah lolos secara aneh, tanpa ada yang tahu siapa yang menculiknya. Kemudian dia mendengar betapa pemuda Ang Tek Hoat si Jari Maut juga berada di dalam benteng, betapa pemuda Itu telah tertipu dan mengira bahwa Syanti Dewi masih berada di situ sebagai tawanan.

   "Kami yang merias seorang dayang menyerupai Syanti Dewi"

   Kata Ang-siocia sambil tertawa.

   "Yang dikira Syanti Dewi itu adalah seorang perempuan Nepal dan Ang Tek Hoat percaya sepenuhnya."

   Gak Bun Beng mengerutkan alisnya,

   "Hemmm, bocah itu wataknya aneh, juga memiliki kepandaian yang amat lihai. Lebih baik biarkan saja dia begitu, biarkan dia tertipu yang akan membuat dia tenang. Kalau dia tahu bahwa dia tertipu tentu dia akan membuat geger dan hal ini bisa membocorkan rahasia kita."

   Kemudian guru dan murid itu bercerita tentang usaha mereka yang sudah berhasil menghubungi Jenderal Kao Liang.

   "Sungguh kasihan sekali jenderal yang gagah perkasa itu,"

   Kata Touw-ong,

   "Dia seperti seekor naga yang telah terjebak dalam kurungan. Seluruh keluarganya tertawan, maka mau tidak mau dia harus menuruti semua permintaan koksu. Akan tetapi, jenderal yang gagah perkasa itu tentu saja tidak mau tunduk begitu saja hanya untuk menyelamatkan keluarganya. Dia memiliki rencana yang amat hebat dan besar, dan hanya di dalam tangannya sajalah terletak siasat yang akan menghancurkan pemberontak ini, akan tetapi kepada kami pun dia tidak mau membuka rencana siasatnya itu."

   Touw-ong lalu melatih Bun Beng untuk bergaya dan bicara seperti dia agar penyamarannya menjadi sempurna. Kemudian pendekar sakti ini dibawa oleh Ang-siocia untuk menemui Jenderal Kao Liang. Ketika bertemu dengan Gak Bun Beng sepasang mata jenderal yang gagah perkasa itu menjadi basah. Dia tidak banyak bicara, hanya memegang tangan pendekar itu dan suaranya tergetar ketika dia berkata,

   "Girang bukan main rasa hatiku dapat bertemu dengan Gak-taihiap di sini. Sekarang makin yakinlah hatiku bahwa aku akan dapat menghancurkan mereka ini dan keluargaku akan dapat diselamatkan!"

   Gak Bun Beng menekan tangan jenderal itu.

   "Percayalah, Goanswe, saya akan membantu sampai keluargamu semua selamat."

   Mereka tidak berani terlalu lama bicara karena mereka tahu bahwa biarpun Jenderal Kao Liang, Touw-ong dan Ang-siocia bebas dalam benteng itu, namun mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang selalu diawasi secara diam-diam oleh koksu. Gak Bun Beng yang menyamar sebagai Touw-ong lalu berpamit dan pergi lagi kembali ke tempat tinggal Touw-ong bersama Ang-siocia.

   Bukan hanya Jenderal Kao yang berbesar hati dengan kehadiran Gak Bun Beng, juga Touw-ong dan muridnya merasa girang sekali dan mereka lalu mengadakan perundingan secara diam-diam untuk mengatur siasat kalau saat yang baik bagi mereka untuk bergerak sudah tiba. Koksu Nepal merasa girang bukan main melihat hasil baik dari pertahanan Jenderal Kao terhadap penyerbuan tentara kerajaan yang dipimpin oleh Milana. Berkali-kali serangan dari pasukan kerajaan itu dapat dihalau dan dipukul mundur. Dan pada malam itu, saking girangnya, Koksu Nepal bersama para saudaranya dalam gerombolan Im-kan Ngo-ok, mengadakan pesta kemenangan untuk menghormat dan menyenangkan hati Jen-deral Kao Liang. Pesta besar diadakan dan semua pembantu diundang.

   Gak Bun Beng yang menyamar sebagai Touw-ong menggantikan tempat Touw-ong yang juga tidak ketinggalan diundang, mendatangi tempat pesta bersama Ang-siocia. Dalam kesempatan ini Gak Bun Beng dapat melihat sendiri semua anggauta Im-kan Ngo-ok. Juga dia dapat memperhatikan pula Ang Tek Hoat, pemuda lihai yang berwatak aneh dan keras, keturunan dari Wan Keng In itu. Juga dia melihat Syanti Dewi palsu yang kelihatan sengaja di jauhkan dari para tamu lain oleh Koksu Nepal. Diam-diam Gak Bun Beng merasa kagum kepada Touw-ong dan muridnya karena harus diakuinya bahwa dia sendiri pun tidak akan menduga bahwa wanita itu adalah Syanti Dewi yang palsu! Juga di dalam pesta itu, Koksu Nepal memberi kesempatan kepada Jenderal Kao untuk bertemu dengan para keluarga jenderal itu yang diperbolehkan menghadiri pesta. Karena Koksu Nepal benar-benar merasa bersyukur dan gembira,

   Bahkan mulai percaya akan kejujuran Jenderal Kao mempertahankan benteng, maka dalam kesempatan itu sang jenderal diperbolehkan untuk beramah-tamah dengan keluarganya. Akan tetapi, pertemuan dalam pesta itu sungguh mengharukan hati Gak Bun Beng. Jenderal Kao Liang tidak dapat menahan keharuan hatinya. Di depan begitu banyaknya orang, yaitu tokoh-tokoh pembantu dari Koksu Nepal, juga di mana hadir pula Pangeran Bharuhendra atau Pangeran Liong Bian Cu, jenderal tua ini merangkul isterinya, kemudian anak-anaknya dan semua anggauta keluarganya seorang demi seorang. Ada beberapa tetes air mata menitik turun dari kedua matanya. Adegan yang mengharukan ini dipecahkan oleh suara Pangeran Liong Bian Cu.

   "Kao-goanswe, pekerjaanmu sungguh amat baik sekali. Dan kalau sampai kita memperoleh kemenangan, tentu engkau akan dapat segera pulang ke kampung bersama keluargamu. Akan tetapi sayang, kita sekarang agaknya terancam bahaya, kita telah dikepung musuh dan agaknya musuh hendak memperketat kepungan, membikin putus hubungan antara kita dengan dunia luar benteng."
Jenderal Kao Liang lalu meninggalkan keluarganya, menghadapi pangeran itu dan berkata,

   "Harap Pangeran tidak berkecil hati. Saya dapat menghadapi kepungan itu."

   "Ha-ha-ha, hal itu tidak perlu dikhawatirkan, Pangeran. Berkat siasat Jenderal Kao Liang yang sudah lama memperhitungkan kemungkinan bahaya ini, gudang-gudang kita telah penuh dengan ransum kering yang akan cukup untuk kita pakai selama satu tahun! Dan tidak mungkin musuh dapat bertahan mengepung kita selama itu dan sudah tentu Kao-goanswe telah memiliki siasat lain untuk menghadapi pengepungan musuh,"

   Kata Ban Hwa Sengjin atau Lakshapadma, koksu dari Nepal itu.

   "Kong-kong, kenapa Kong-kong menangis? Ayah dan lbu selalu bilang bahwa Kong-kong adalah seorang yang gagah perkasa, dan ayah ibu bilang bahwa seorang yang gagah pantang menangis. Mengapa Kong-kong menangis?"

   Tiba-tiba terdengar suara nyaring ini yang membuat semua orang memandang kepada Cin Liong, karena bocah itulah yang mengeluarkan suara nyaring ini. Jenderal Kao sendiri menoleh dan mukanya menjadi merah sekali ketika dia memandang kepada cucunya itu. Diam-diam Gak Bun Beng memandang kagum kepada anak itu. Dia dapat menduga bahwa tentu anak itulah yarg oleh Ang-siocia diceritakan sebagai anak dari Si Naga Sakti Gurun Pasir, putera dari Kao Kok Cu dan Ceng Ceng! Seorang bocah yang hebat, pikirnya. Dan dia dapat mengerti betapa perih perasaan hati seorang gagah seperti Jenderal Kao mendengar teguran seperti itu keluar dari mulut cucunya yang masih kecil!

   Melihat keadaan yang menegangkan yang ditimbulkan oleh kata-kata anak kecil itu, Koksu Nepal lalu mengambil tindakan halus. Dia lalu menyuruh pengawal mengantar kembali semua keluarga Kao, juga termasuk Syanti Dewi palsu, untuk kembali ke tempat mereka dan meninggalkan ruangan pesta itu. Ang Tek Hoat yang sejak tadi belum berhasil mendekati Syanti Dewi, merasa kecewa, akan tetapi dia tidak melakukan sesuatu. Bagi pemuda ini, sudah cukuplah kalau dia dapat melihat kekasihnya itu dalam keadaan sehat dan selamat. Pesta dilanjutkan sampai lewat tengah malam. Jenderal Kao minum sampai mabuk, dan melihat ini, Gak Bun Beng yang menyamar sebagai Touw-ong lalu bersama Ang-siocia merangkul Jenderal Kao dan membawanya kembali ke kamarnya.

   Dalam perjalanan mengantar Jenderal Kao ini sampai tiba di kamarnya, mereka berunding. Perundingan singkat itulah yang membuat Panglima Milana menemukan surat pemberitahuan Jenderal Kao ketika pada keesokan harinya kembali Milana mengerahkan pasukannya menyerbu. Anak panah mengandung surat itu adalah anak panah yang diluncurkan oleh Gak Bun Beng yang menyamar sebagai Touw-ong dan yang dalam perang anak panah itu ikut pula membantu "menahan"

   Musuh. Maka sudah terjadi permufakatan antara mereka berempat untuk membakar gudang-gudang ransum sesuai dengan rencanaa yang diatur oleh Jenderal Kao. Mereka diharuskan menanti tanda yang akan diberikan oleh jenderal itu.

   Ketika terjadi penyerbuan yang terakhir itu, Kao Kok Cu dan Ceng Ceng mempergunakan keadaan yang ribut untuk menyelundup masuk. Suami isteri ini adalah orang-orang yang berkepandaian tinggi, maka tidak sukar bagi mereka berdua untuk menyelundup masuk benteng lewat tembok tinggi di samping kiri agak jauh dari tempat penyerbuan pasukan kerajaan. Ang-siocia yang memang ditugaskan oleh Jenderal Kao untuk selalu meneliti tanda-tanda rahasia, menyambut datangnya kawan-kawan, dapat melihat kedatangan suami isteri ini yang tanpa mereka sadari telah menginjak alat-alat rahasia pribadi Jenderal Kao sehingga Ang-siocia dapat mengetahui kedatangan mereka dan menyambut. Maka terkejutlah suami isteri itu ketika mereka meloncat turun dan menyelinap di antara kegelapan bayangan pohon, tiba-tiba ada sesosok tubuh ramping berkelebat disusul suara Ang-siocia yang halus.

   "Kao-taihiap dan Lihiap, cepat ke sinilah...."

   Suami isteri itu memandang tajam, alis mata mereka berkerut penuh curiga. Melihat sinar mata pendekar itu mencorong, Ang-siocia bergidik dan cepat dia mendekati sambil berbisik,

   "Harap Tai-hiap jangan curiga, saya adalah utusan dari Jenderal Kao. Cepat, ke sinilah...."

   Kao Kok Cu dan Ceng Ceng lalu cepat mengikuti Ang-siocia, menuju ke sebuah kandang kuda dan mereka memasuki sebuah kamar sederhana di belakang kandang kuda itu.

   "Harap kalian bersembunyi dulu di sini sampai keributan dari perang di luar itu selesai, nanti Ji-wi akan dapat bertemu dengan suhu, yaitu Hek-sin Touw-ong, Gak Bun Beng taihiap, dan dengan Jenderal Kao sendiri."

   Mendengar ucapan itu, giranglah hati Kao Kok Cu dan isterinya. Akan tetapi Ceng Ceng yang sudah tidak sabar lagi menanti berkata,

   "Jadi engkau adalah murid Touw-ong dan engkau bekerja sama dengan ayah mertuaku?"

   Ang-siocia mengangguk.

   "Nama saya Kang Swi Hwa dan saya bersama suhu secara terpaksa menjadi pembantu-pembantu di sini."

   Lalu dengan singkat dia menceritakan betapa dia dan suhunya bertemu dengan Suma Kian Bu dan Kim Hwee Li, dan betapa mereka berdua membantu dua orang muda itu berusaha untuk membebaskan Syanti Dewi sehingga akhirnya mereka berdua tertawan.

   "Untuk menyelamatkan diri, terpaksa kami berdua pura-pura menakluk dan membantu Koksu Nepal. Akan tetapi diam-diam kami mengadakan hubungan dan membantu Jenderal Kao Liang."

   Hati Ceng Ceng girang sekali. Dia memegang tangan Ang-siocia dan berkata,

   "Adik yang baik, kalau begitu harap kau cepat membawaku bertemu dengan puteraku!"

   Ang-siocia mengangguk.

   "Harap kau suka bersabar, Enci. Dalam keadaan ribut seperti ini, koksu telah memerintahkan para pengawal untuk menjaga para tawanan dengan ketat. Sebaiknya nanti saja kalau keadaan sudah mereda, Enci tentu akan dapat bertemu dengan putera Enci yang gagah itu. Akan tetapi Enci harus menyamar, jangan khawatir, aku mempunyai akal untuk mengaturnya."

   Kao Kok Cu juga menasehati isterinya agar bersabar dan menanti saat baik,

   Karena sekali saja mereka itu gagal dan diketahui musuh, hal ini mungkin sekali akan membahayakan semua keluarga mereka. Seperti telah diceritakan di bagian depan, penyerangan tentara kerajaan di bawah pimpinan Puteri Milana kembali mengalami kegagalan dan setelah menerima surat yang dikirimkan oleh Jenderal Kao melalui anak panah yang dilancarkan diam-diam oleh Gak Bun Beng yang menyamar sebagai Touw-ong, Milana lalu menarik mundur pasukannya, lalu membagi-bagi pasukannya untuk melakukan pengepungan dengan ketat. Gak Bun Beng lalu dipanggil oleh Ang-siocia untuk menemui suami isteri itu. Mereka berunding dan Ceng Ceng lalu dirias oleh Ang-siocia, menyamar menjadi dia sendiri. Tak lama kemudian di ruangan itu telah ada dua orang Ang-siocia yang kembar segala-galanya!

   Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Sebaiknya Kao-taihiap bersembunyi saja di sini, menyamar sebagai pembantu penjaga kandang,"

   Kata Touw-ong dan Si Naga Sakti Gurun Pasir ini mengangguk karena dia pun tahu bahwa dia tidak mungkin dapat menyamar. Lengan kirinya yang buntung itu tidak memungkinkan dia menyamar sebagai orang lain. Jenderal Kao Liang sendiri merasa girang mendengar bahwa puteranya yang amat diandalkannya, yaitu Kok Cu, bersama isterinya, telah tiba di dalam benteng. Betapapun rindu rasa hatinya, namun dia tidak mau bertemu dengan putera atau mantunya. Amat berbahaya untuk membiarkan Kok Cu muncul di depan umum, karena puteranya itu pernah membikin geger di situ. Dia hanya memesan melalui Gak Bun Beng yang menyamar sebagai Touw-ong dan yang dapat mudah menghubunginya, memesan agar mereka semua jangan sekali-kali melakukan gerakan lebih dulu secara lancang.

   "Kalian harus menanti sampai terjadi pembakaran gudang-gudang ransum secara berhasil. Musnah-nya gudang ransum akan menghancurkan pertahanan mereka, dan setelah itu barulah aku akan memberi tanda kepada Puteri Milana untuk melakukan penyerbuan besar-besaran,"

   Demikian pesan Jenderal Kao Liang yang telah mengatur rencana. Anehnya, jenderal ini tidak pernah mau membuka siasatnya secara terperinci sehingga orang-orang gagah itu hanya dapat menduga-duga saja siasat apa yang akan dipergunakan oleh jenderal itu untuk menghancurkan pertahanan benteng yang sedemikian kuatnya itu di samping membakar gudang-gudang ransun. Puteri Milana mentaati pesan dari Jenderal Kao Liang.

   Dia mengatur pasukannya, mengepung benteng itu dengan ketat dan tidak melakukan penyerbuan lagi, hanya kadang-kadang saja dia membiarkan pasukan-pasukan itu mengacau benteng dengan hujan anak panah, kemudian mundur dan kembali menjaga dengan ketat sehingga fihak musuh di dalam benteng tidak akan mungkin dapat mengadakan hubungan dengan luar benteng. Namun, hati puteri perkasa itu makin tidak sabar setelah menanti sampai beberapa hari, belum juga terjadi kebakaran di dalam benteng dan belum juga ada tanda dari Jenderal Kao untuk membolehkan dia melakukan penyerbuan. Gak Bun Beng, Milana, Hek-sin Touw-ong, Ang-siocia, Kao Kok Cu, dan Ceng Ceng dapat menanti dengan sabar sampai Jenderal Kao Liang memberi isyarat, dan mereka semua itu percaya penuh akan kelihaian sang jenderal mengatur dan menjalankan siasatnya.

   Akan tetapi ada beberapa orang muda yang tidak tahu akan hal ini dan tidak dapat menanti! Malam itu terjadilah kegemparan besar di dalam benteng ketika empat orang muda menyelundup masuk dan membuat semua penjaga di dalam benteng menjadi geger! Mereka itu bukan lain adalah Suma Kian Lee dan Teng Siang In yang menyelundup masuk dari dinding timur, dan Suma Kian Bu bersama Kim Hwee Li yang menyelundup masuk dari dinding barat! Mula-mula terdengar teriakan-teriakan para penjaga di dekat dinding benteng sebelah timur karena ada tanda rahasia terpijak orang di atas tembok. Para penjaga menghujankan anak panah pada dua sosok bayangan orang yang bergerak cepat bukan main, namun semua anak panah itu luput dan dua sosok bayangan orang itu cepat lenyap dalam kegelapan malam di sebelah dalam benteng!

   Waktu itu sudah lewat tengah malam, sebagian besar penjaga sudah mengantuk, maka tentu saja mereka menjadi gempar ketika tiba-tiba terdengar tanda bahaya. Juga para tokoh lihai yang berada di dalam benteng itu serentak bangun dan melakukan pengejaran dan pencarian. Namun, dua sosok bayangan orang yang dikabarkan menyelundup ke dalam benteng itu telah lenyap. Selagi para tokoh dan penjaga mencari-cari, tiba-tiba terdengar tanda bahaya di sebelah barat, menandakan bahwa ada fihak musuh menyelundup masuk melalui dinding barat pula. Maka keadaan menjadi makin gempar, para penjaga lari ke sana-sini, para tokoh berkelebatan ke sana-sini mencari-cari karena dikabarkan bahwa dari dinding sebelah barat ini pun menyelundup masuk dua sosok bayangan manusia yang, memiliki gerakan luar biasa gesitnya. Gegerlah di seluruh benteng.

   Koksu sendiri sampai terbangun dari tidurnya dan dia sendiri bersama para saudaranya memimpin pengejaran dan pencarian terhadap empat orang penyelundup yang dikabarkan oleh para penjaga amat lihai itu. Tentu saja sukar bagi empat orang muda itu untuk dapat menyembunyikan diri terus-terusan di dalam benteng setelah para penjaga dan para tokoh yang berkepandaian tinggi itu mencari dengan penuh semangat. Beberapa kali mereka kepergok oleh para penjaga yang mencari-cari sehingga mereka terpaksa mempergunakan kepandaian dan lari lagi, dikejar-kejar dan lenyap lagi sehingga keadaan menjadi makin kacau-balau. Suma Kian Bu dan Kim Hwee Li melarikan diri ke sebelah dalam. Berkat adanya Hwee Li yang mengenal baik seluruh tempat di dalam benteng, maka mereka berdua lebih mudah untuk bersembunyi. Hwee Li hendak mengajak Kian Bu untuk pergi mencari dan menangkap Pangeran Liong Bian Cu.

   "Kita bekuk dia dan dengan dia menjadi sandera, kurasa kita akan dapat menaklukkan mereka semua,"

   Kata Hwee Li.

   "Kau tangkap dia dan betapapun lihat-nya, aku yakin engkau akan dapat menang dan membuat dia
(Lanjut ke Jilid 47)
Jodoh Rajawali (Seri ke 10 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 47
tidak berdaya, Kian Bu. Kemudian kita seret dia keluar dan ancam koksu dan yang lain agar suka membebaskan Jenderal Kao dan keluarganya."

   "Hemmm, mana mungkin begitu mudah? Kalau koksu menolak?"

   "Apa? Menolak? Kita ketuk kepala si hidung kakaktua itu sampai dia minta-minta ampun. Dia adalah seorang Pangeran Nepal, mustahil koksu tidak akan melindunginya dan mengalah. Kita kan hanya minta tukar orang?"

   "Hemmm, kau benar juga, tapi hati-hatilah, karena pangeran itu tentu terjaga kuat. Jangan kau bertindak ceroboh sehingga belum kita berhasil, engkau akan tertangkap lebih dulu."

   "Cerewet amat sih, kau ikut aku saja. Mari....!"

   "Tangkap penjahat....!"

   Tiba-tiba terdengar bentakan dan seorang perwira meloncat ke depan menyergap mereka, diikuti oleh enam orang perajurit. Teriakannya diikuti oleh teriakan-teriakan enam orang perajurit itu sehingga keadaan menjadi gaduh.

   "Sialan! Diam kau!"

   Hwee Li berseru, tubuhnya mencelat ke depan, ke arah perwira itu dan sebelum perwira itu sempat melindungi dirinya, Hwee Li sudah menampar. Telapak tangan kirinya yang berkulit halus dan hangat itu mengenai telinga kiri si perwira dan terasa olehnya bagaikan kilat menyambar, panas dan membuat matanya melihat seribu bintang runtuh. Dia terpelanting dan roboh tak sadarkan diri! Ketika Hwee Li membalikkan tubuh untuk menerjang enam orang perajurit itu, dia melihat betapa enam orang itu telah roboh semua oleh Kian Bu, padahal dia tadi tidak mendengar apa-apa. Entah apa yang dilakukan oleh Kian Bu kepada enam orang itu sehingga mereka roboh tanpa mengeluarkan suara dalam waktu secepat itu.

   "Kau boleh juga!"

   Hwee Li memuji.

   "Mari....!"

   Keduanya lalu meloncat dan menyusup di dalam kegelapan di antara bayang-bayang pohon dan rumah-rumah di dalam benteng. Tempat itu segera menjadi gempar ketika beberapa orang penjaga menemukan tujuh orang yang roboh pingsan itu, roboh tanpa terluka. Akan tetapi pemuda dan dara yang merobohkan mereka itu telah pergi jauh. Bukan pergi untuk menjauhkan diri dari bahaya, sebaliknya malah karena tiba-tiba saja muncul koksu sendiri di depan mereka. Koksu Nepal yang diiringkan oleh sepasukan pengawal pribadinya yang berjumlah dua losin orang! Bukan main marahnya koksu ketika melihat bahwa dua orang yang membikin kacau benteng itu bukan lain adalah Siluman Kecil dan Kim Hwee Li.

   "Kiranya kalian datang kembali mengantar nyawa?"

   Bentaknya.

   "Kian Bu, kau hadapi si botak menjemukan ini, biar aku menghajar pasukan tikus merah itu!"

   Para pengawal pribadi koksu memang memakai seragam merah, sesuai dengan si kakek botak yang juga memakai mantel merah. Kian Bu tidak sempat menjawab karena pendeta Lakshapadma atau Ban Hwa Sengjin itu memang sudah menerjang ke depan dan menggerakkan kedua lengannya yang amat panjang itu.

   "Hemmm....!"

   Kian Bu mendengus dan dia sudah menggerakkan tangan menyambut dengan pukulan saktinya. Namun, Koksu Nepal yang sudah pernah merasakan kelihaian pemuda ini, tidak mau mengadu tenaga, melainkan menggerakkan tubuhnya berpusing dan tubuh itu segera berubah menjadi tubuh yang berlengan banyak sekali karena dia berpusing seperti gasing.

   Semua tangan yang menjadi banyak itu menyerang dan mengirim pukulan, tamparan, dan totokan-totokan maut ke arah tubuh Kian Bu. Siluman Kecil maklum pula akan kehebatan lawan ini, maka dia tidak berani memandang rendah dan cepat dia pun mengerahkan ginkangnya yang istimewa, tubuhnya berkelebatan seperti cahaya kllat ke sana-sini, menghindarkan diri dari semua serangan dan membalas dengan pukulan-pukulan yang tidak kalah ampuhnya. Namun kakek botak yang lihai, orang ke tiga dari Im-kan Ngo-ok itu pun dapat menghindarkan diri dan kadang-kadang menangkis sehingga berkali kali terjadi pertemuan tenaga yang membuat keduanya terpental saking kuatnya tenaga sin-kang yang bersembunyi di kedua tangan masing-masing. Sementara itu, Hwee Li juga sudah dikeroyok oleh para pengawal yang banyak jumlahnya itu.

   Mereka adalah pengawal-pengawal pribadi koksu dalam upacara resmi, dalam kedudukannya sebagai koksu, maka tentu saja mereka merupakan orang-orang pilihan dari koksu sendiri, dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi. Dalam keadaan lain, pengawal pribadi dari koksu adalah Gitananda. Biarpun para pengawal pribadi itu tidak selihai Gitananda, namun mereka itu lebih lihai dari para pengawal biasa dan karena dikeroyok, setelah berhasil merobohkan lima enam orang, Hwee Li mulai terdesak dan terkepung dengan ketat. Kian Bu dapat melihat keadaan Hwee Li itu dan dia merasa khawatir sekali. Sekali ini, dia tidak dapat merobohkan koksu dengan cepat karena agaknya koksu kini berlaku hati-hati sekali, memusatkan seluruh kepandaiannya kepada penjagaan diri sehingga dia tidak sempat membantu Hwee Li. Maka dia lalu berseru,

   "Enci Hwee Li, cepat kau larilah!"

   Akan tetapi, Hwee Li sama sekali tidak mampu keluar dari kepungan ketat itu. Biarpun dengan amukannya dia telah merobohkan dua orang lagi, namun kini para pengepungnya memperlebar kepungan sehingga sukarlah bagi Hwee Li untuk merobohkan mereka dan juga sukar baginya untuk keluar dari kepungan belasan orang itu. Dara ini adalah seorang yang amat berani dan cerdik. Melihat keadaan dirinya, dia tidak putus harapan. Dia pun maklum bahwa pada saat itu Kian Bu tidak dapat membantunya, dan dia maklum pula bahwa kalau sampai datang lagi pasukan musuh, dia dan Kian Bu tentu akan celaka. Maka dia lalu menggunakan akal.

   "Tikus-tikus merah busuk! Kau tidak ingat siapa aku? Aku adalah tunangan pangeran! Beranikah kalian menyentuhku? Beranikah kalian menyerangku? Coba kalian bunuh aku, hendak kulihat hukuman apa yang akan kalian terima dari pangeran!"

   Para pengawal itu tentu saja menjadi terkejut.

   Mereka memang sudah tahu sejak tadi bahwa dara cantik ini adalah tunangan dan kekasih pangeran. Mereka hanya bergerak karena memandang kepada koksu, akan tetapi setelah kini dara itu mengingatkan mereka akan hal itu, mereka menjadi ragu-ragu karena mereka pun tahu bahwa kata-kata dara itu bukan merupakan gertakan kosong belaka. Memang mereka akan celaka dan dihukum berat oleh pangeran kalau mereka sampai melukai apalagi membunuh dara ini, selagi mereka itu ragu-ragu dan bingung, Hwe Li lalu meloncat dan menerjang keluar dari kepungan, sedangkan para pengawal yang mengepung itu tidak berani menggerakan senjata menyerangnya sehingga Hwee Li dapat dengan mudah keluar dan meloncat jauh.

   "Tangkap dia....!"

   Teriak koksu dan kakek ini lalu mengeluarkan suara melengking untuk memanggil para pembantunya. Mendengar lengking ini, Hwee Li terkejut dan dia meloncat makin jauh, lalu menengok dan berseru kepada Kian Bu untuk lari. Kian Bu memang tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Kalau dia menghendaki, biarpun dia tidak dapat dengan mudah merobohkan koksu, namun kalau hanya untuk melarikan diri dari musuh saja akan dapat dia lakukan dengan amat mudah. Dia tadi tidak mau melarikan diri karena dia tidak mau meninggalkan Hwee Li yang terdesak musuh.

   "Mari kita lari!"

   Serunya dan dia menggunakan kesempatan selagi koksu melengking tadi untuk menyerang dengan hebatnya, menggunakan kedua tangannya mendorong dengan pukulannya yang amat ampuh.

   "Ehhhhh....!"

   Koksu berseru keras karena terkejut melihat datangnya pukulan ini. Dia sudah tahu akan kehebatan pemuda ini, maka melihat pukulan yang gerakannya halus, mendatangkan sambaran angin halus sekali itu, dia tidak berani menerimanya, bahkan lalu cepat melempar tubuh ke belakang untuk menghindarkan diri.

   Ketika dia sudah berjungkir balik dan memandang, ternyata Kian Bu sudah tidak berada lagi di depannya. Akan tetapi pada saat itu, muncul Ngo-ok dan Su-ok diikuti oleh tiga puluhan orang penjaga. Melihat ini, Hwee Li cepat meloncat ke tempat gelap dan Kian Bu yang hendak mencegah orang-orang itu mengejar Hwee Li, menyambut mereka dengan terjangannya sehingga dalam waktu sangat singkat, belasan orang penjaga terpelanting ke kanan kiri. Setelah melihat Hwee Li lenyap, barulah Kian Bu juga melarikan diri dan sekali berkelebat dia pun meloncat jauh tinggi di atas genteng dan lenyap dalam gelap. Akan tetapi dia tidak dapat melihat Hwee Li lagi, tidak tahu ke mana perginya dara itu. Mereka berdua telah saling terpisah!

   Kalau Kian Bu dan Hwee Li menimbulkan kegemparan sehingga koksu sendiri sampai ikut turun tangan dan marah-marah karena melihat dua orang itu lenyap lagi, di lain bagian dari dalam benteng itu terjadi kegemparan lain karena ulah Suma Kian Lee dan Teng Siang In! Mereka pun berhasil menyelundup masuk ke dalam benteng dan mereka juga ketahuan oleh fihak penjaga, dihujani anak panah yang dengan mudah dapat mereka hindarkan. Akan tetapi mereka tidak dapat menghindarkan diri dari pengeroyokan setelah mereka berada di atas tanah di sebelah dalam tembok benteng. Dan celakanya mereka dikepung oleh banyak sekali orang, lebih dari lima puluh orang yang dipimpin oleh Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi sendiri!

   "Siang In, kau larilah biar aku menahan mereka!"

   Kian Lee berseru keras karena pemuda ini menghawatirkan keselamatan Siang In. Akan tetapi, tentu saja Siang In tidak mau lari meninggalkan Kian Lee menghadapi bahaya seorang diri saja.

   "Hi-hi-hik, kau kira aku takut mati? Mari kita lawan mereka itu!"

   Jawab Siang In sambi memutar payungnya dan merobohkan dua orang perajurit musuh yang berani mendekat. Terpaksa Kian Lee juga mengamuk, akan tetapi pemuda ini langsung menghadap Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi karena dia maklum betapa lihainya dua orang kakek iblis ini sehingga dia membiarkan Siang In hanya menghadapi pengeroyokan para penjaga saja. Mula-mula Siang In mengamuk dengan enaknya. Payungnya berubah menjadi bayangan hitam yang menutupi tubuhnya dan para pengeroyoknya roboh cerai-berai sehingga keadaan mereka menjadi kacau-balau. Akan tetapi, keributan itu segera menarik perhatian pasukan-pasukan lain dan berdatanganlah puluhan orang penjaga dan pengawal ke tempat itu sehingga Siang In merasa kewalahan juga.

   "Siang In, lari....!"

   "Kau juga tidak!"

   Jawab Siang In yang melihat dengan sudut matanya betapa pemuda itu dengan gagahnya menghadapi desakan dua orang kakek iblis yang masih dibantu oleh beberapa, orang perwira yang lihai.

   "Kau lari dulu, nanti aku menyusul!"

   Teriak Kian Lee yang merasa jengkel juga melihat kebandelan dara itu.

   "Lee-koko, tunggu aku menciptakan asap hitam, baru kita lari!"

   Dara itu berteriak nyaring dan tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking nyaring dan ketika dia mengebutkan saputangannya, nampaklah asap hitam mengebul dan memenuhi tempat itu. Dara ini telah mempergunakan ilmu sihirnya! Semua pengeroyok terkejut dan bingung, dan kesempatan itu dipergunakan oleh Siang In dan Kian Lee untuk melarikan diri. Akan tetapi terdengar suara gerengan Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi dan seketika asap hitam itu membuyar dan lenyap. Kembali dua orang muda itu dikeroyok dan mereka berdua terpaksa membela diri dan kini mereka terpisah sehingga ketika keduanya berhasil melarikan diri, mereka sudah tidak dapat saling melihat lagi.

   Kian Lee merasa gelisah dan dia berloncatan ke atas genteng mencari-cari Siang In, namun dara itu lenyap entah ke mana. Siang In juga tidak berhasil mencari Kian Lee karena dia terdesak oleh banyaknya perajurit musuh yang mengejarnya. Dia terpaksa melarikan diri karena tidak mungkin dia melawan pengeroyok yang demikian banyaknya, baik dengan menggunakan ilmu silat maupun ilmu sihirnya. Dia maklum bahwa kalau tokoh-tokoh lihai sampai bermunculan, dia tentu akan celaka, maka dia cepat melarikan diri menyelinap di antara pohon-pohon dan bangunan-bangunan sampai akhirnya dia tidak dikejar lagi. Dengan napas terengah-engah dan tubuh basah oleh peluh, dara ini berhenti berlari di belakang sebuah bangunan sunyi. Aku harus mengaso dulu, pikirnya dan tempat itu amat sunyi, baik untuk melepaskan lelah dan mengumpulkan kembali tenaganya.

   Sambil memanggul payungnya, dara ini melangkah ke tempat gelap di belakang bangunan, dengan maksud untuk beristirahat di tempat gelap itu. Dia meletakkan payungnya di atas lantai ruangan belakang rumah yang agaknya kosong itu, kemudian dia duduk bersila di atas lantai yang dingin. Enak sekali rasanya duduk di lantai dingin itu setelah mengerahkan banyak tenaga dalam pertempuran tadi, dan sungguh menyenangkan tempat sunyi ini setelah tadi dia dikeroyok banyak orang. Siang In menarik napas panjang, mulai mengatur pernapasan untuk memulihkan tenaga. Akan tetapi, hatinya tidak dapat tenang, pikirannya selalu membayangkan wajah Kian Bu dan Hwee Li dan setiap kali dia teringat kepada dua orang itu, jantungnya berdebar tegang dan hatinya merasa panas sekali. Panas oleh cemburu!

   Dia masih terheran-heran karena sama sekali tidak pernah menyangka bahwa Siluman Kecil itu ternyata adalah Suma Kian Bu, pemuda yang selama ini dicari-carinya, pemuda yang pernah menciumnya dan yang belum pernah dapat dia lupakan selama dia ikut dengan gurunya, yaitu See-thian Hoat-su! Dan dia malah pernah bertemu dengan Siluman Kecil! Sekarang, begitu bertamu dia melihat pemuda yang dicari-carinya itu berpacaran dengan seorang dara lain yang cantik jelita, galak dan rendah hati siapa takkan menjadi panas? Bayangan Kian Bu dengan Hwee Li selalu mengganggu pikirannya dan dia tidak dapat beristirahat dengan sempurna, berulang kali dia menghela napas panjang untuk melepas kemarahan hatinya.

   "Byar-byar-byarrr....!"

   Tiba-tiba tempat yang gelap itu menjadi terang sekali oleh sinar lampu yang dinyalakan orang dengan serentak, dan kesunyian dipecahkan suara orang-orang yang tahu-tahu sudah mengurung tempat itu! Siang In terkejut, menyambar payungnya dan meloncat berdiri. Kiranya di situ telah berdiri seorang tosu berwajah bengis, bertubuh tinggi kurus yang memegang sebatang pedang di tangan kanannya, diikuti oleh tujuh orang perajurit pengawal.

   Delapan orang ini sudah mengepung tempat itu! Tosu ini bukan lain adalah Hak Im Cu, seorang tosu yang berkepandalan tinggi, seorang di antara pembantu-pembantu Hw-i-kongcu Tang Hun yang kini bersekutu dengan Koksu Nepal. Ketika tosu ini juga ikut mencari orang-orang yang dikabarkan mengacau di dalam benteng, diikuti tujuh orang anggauta Liong-sim-pang yang kini sudah menjadi perajurit pengikut Koksu Nepal, dia melihat berkelebatnya tubuh dara cantik membawa payung itu. Tentu saja dia menjadi curiga karena sepanjang pengetahuannya, tidak ada seorang dara seperti itu di dalam benteng. Maka cepat dia mengurung tempat itu dan secara tiba-tiba dia menyalakan lampu-lampu bersama anak buahnya.

   "Hemmm, kiranya pengacau itu adalah seorang nona muda. Betapa berani mati sekali engkau. Hayo lekas menyerah sebelum kami menggunakan kekerasan untuk menangkapmu!"

   Hak Im Cu membentak marah. Siang In menuding dengan payung hitamnya, lalu berkata mengejek,

   "Kiranya para pemberontak dan orang-orang Nepal telah berhasil pula memikat hati segala macam tosu palsu untuk berkhianat kepada negara!"

   "Bocah bermulut lancang!"

   Tosu tinggi kurus berwajah bengis itu tiba-tiba bergerak ke depan dan Siang In mengeluarkan seruan kaget sambil meloncat ke samping dan payungnya bergerak untuk melindungi dirinya.

   Tak disangkanya bahwa tosu itu dapat bergerak sedemikian cepatnya, tahu-tahu tangan tosu itu sudah menyambar hendak mencengkeram pundaknya. Kalau dia tidak cepat menggerakkan payungnya, tentu pundaknya sudah kena dicengkeram. Tosu itu agaknya maklum akan kelihaian payung di tangan nona itu, maka dia menarik kembali tangannya, akan tetapi melanjutkan serangannya dengan tendangan kilat yang kembali hampir mengenai paha Siang In yang meloncat ke belakang. Melihat betapa dua kali serangannya gagal, Hak Im Cu menjadi marah. Bahkan dalam penyerangannya ke dua itu, bukan saja si nona cantik dapat menghindarkan diri dari tendangan, melainkan payung itu digerakkan secara aneh dan hampir saja ujung payung yang runcing menusuk perutnya.

   "Singgg....!"

   Hak Im Cu menyerang dengan pedangnya dan bersama tujuh orang anggauta Liong-sim-pang dia lalu menerjang dan mengeroyok Siang In.

   "Trang-trang-tranggg....!" Siang In memutar payungnya untuk menangkis banyak senjata tajam yang menyambar ke arahnya dari berbagai jurusan itu. Diam-diam Siang In mengeluh. Dari tangkisan itu tahulah dia bahwa selain tujuh orang pembantu tosu itu rata-rata memiliki kepandaian lumayan, juga tosu itu sendiri amat kuat dan merupakan lawan tangguh. Dia tidak melihat jalan untuk meloloskan diri kecuali menggunakan sihirnya.

   "Kalian adalah laki-laki semua bukan?"

   Tiba-tiba suara merdu Siang In terdengar di antara suara beradunya senjata mereka. Biarpun tidak ada di antara mereka yang menjawab, namun di dalam hati mereka, delapan orang membenarkan ucapan Siang In. Memang mereka adalah laki-laki, pria sejati!

   "Kalian delapan laki-laki yang suka makan makanan enak, mana mampu bertempur?"

   Delapan orang itu tertarik dan biarpun tangan kaki mereka masih bergerak mengeroyok dara itu, namun telinga mereka dipasang untuk mendengarkan. Siapa orangnya tidak suka makanan enak? Dan apa hubungannya makanan dengan bertempur?

   "Makanan enak membuat perut sakit. Perut kalian sakit.... aduhhh...., perutku sakit, mulas sekali....!"

   Tiba-tiba Siang In meloncat ke belakang, dan menggunakan tangan kiri menekan-nekan perutnya sendiri, dengan wajah membayangkan kenyerian hebat. Sungguh aneh bukan main. Delapan orang itu semua memandang wajah Siang In dan ketika mereka melihat wajah yang cantik manis itu membayangkan kenyerian, mendengar kata-kata Siang In itu, tiba-tiba saja mereka semua merasa betapa perut mereka juga sakit bukan main, mulas dan seperti diremas-remas rasanya!

   "Aduh.... perutku...."

   "Aduh mulas.... ahhh....!"

   "Tak tertahankan.... ingin buang air...!"

   Sungguh aneh dan lucu pemandangan pada waktu itu. Delapan orang itu kini tidak lagi mengeroyok Siang In melainkan menekan-nekan perut sendiri dengan muka membayangkan kesakitan hebat. Hak Im Cu sebagai seorang tokoh berkepandaian tinggi dari dunia kang-ouw, tentu saja melihat ketidakwajaran ini dan dia sudah menduga dengan terkejut sekali bahwa keadaan itu bukan semestinya dan tentu adalah pengaruh dari ilmu hitam atau ilmu sihir. Maka dia mengerahkan sinkangnya melawan rasa mulas di perutnya itu. Akan tetapi sebelum dia berhasil menolak pengaruh ilmu sihir yang dipergunakan oleh Siang In, dara ini yang bermata tajam melihat usaha dari tosu itu dan dia cepat menggerakkan payungnya, menghantam dari samping mengenai leher tosu yang sedang berusaha membebaskan diri dari pengaruh ilmu sihir.

   "Desss....!"

   Tubuh tosu itu terpelanting dan roboh pingsan! Tujuh orang lain yang masih tersiksa oleh sakit perut, kini tak dapat menahan lagi dan di antara mereka sudah ada yang melepas celana mereka, bertelanjang untuk buang air di situ juga! Melihat ini, tentu saja wajah Siang In menjadi merah sekali, dia membuang muka dan meludah.

   "Ihhh, sialan!"

   Dara itu berseru dan cepat melarikan diri dari tempat itu. Karena dia melarikan diri dan merasa jijik dan malu, maka otomatis pengaruh sihirnya lenyap dan tujuh orang itu sadar kembali, perut mereka sembuh seketika dan mereka baru tahu bahwa mereka tadi dipermainkan oleh dara itu. Marahlah mereka, apalagi melihat betapa tosu pimpinan mereka masih pingsan dan sambil berteriak-teriak mereka melakukan pengejaran. Siang In berlari makin cepat. Dia tidak takut menghadapi tujuh orang itu, akan tetapi dia takut terhadap teriakan-teriakan mereka karena teriakan-teriakan itu dapat memancing datangnya tokoh-tokoh dalam benteng dan akan celakalah dia kalau sampai mereka semua muncul.

   Di antara mereka banyak terdapat orang pandai yang memiliki ilmu silat jauh lebih tinggi daripada dia, bahkan ada pula yang memiliki ilmu sihir yang akan dapat melawan ilmunya sendiri. Maka dia lalu cepat menyusup di antara kegelapan bayangan-bayangan rumah dan menghilang dari kejaran tujuh orang itu. Siang In terengah-engah menghapus peluhnya dengan saputangan. Dia tiba di sudut sebuah rumah yang gelap, terhindar dari pengejaran semua orang. Celaka, pikirnya. Ke mana perginya Kian Lee? Baru saja dia dapat bernapas panjang melepaskan lelah, tiba-tiba terdengar hiruk-pikuk di belakangnya, suara se-pasukan tentara musuh yang mendatangi tempat itu, mencari-cari. Dia terkejut dan lari lagi menjauhi. Ketika dia membelok ke belakang sebuah bangunan besar, hampir dia bertabrakan dengan sesosok bayangan orang yang juga berlari cepat membelok di sudut bangunan itu.

   "Heeeiiittttt!"

   "Aihhhhh!"

   Keduanya sudah mendorong dengan lengan tangan dan karena dorongan ini. keduanya terlempar ke belakang. Mereka berjungkir balik, meloncat dan siap meng-hadapi musuh yang hampir ditabrak itu, berdiri saling pandang.

   "Kau....?"

   "Hemmm, kiranya engkau?"

   Dua orang dara yang sama-sama cantik jelita itu dan sama-sama kaget itu saling pandang. Kiranya orang yang hampir menubruk Siang In itu adalah Kim Hwee Li!

   "Kau perawan genit binal!". Siang In sudah memaki karena rasa cemburu sudah membakar hatinya begitu dia bertemu dengan dara yang dianggapnya sebagai pacar dari Siluman Kecil itu. Di lain fihak, Hwee Li juga marah sekali melihat dara yang dianggapnya merampas Kian Lee dari dia, maka dengan mata terbelalak melotot dia pun menudingkan telunjuknya, dengan marah.

   "Ah, engkau perempuan tak tahu malu!"

   "Engkau yang tak tahu malu!"

   "Engkau perampas laki-laki!"

   "Engkau yang pengeret hina!"

   Mereka saling maki dan akhirnya tak dapat dicegah lagi keduanya saling serang dan kembali seperti ketika mereka bertemu di luar tembok benteng, kini pedang dan payung itu sudah saling serang dengan seru dan hebatnya! Akan tetapi pertandingan mati-matian ini hanya berjalan belasan jurus saja karena tiba-tiba muncullah pasukan yang belasan orang banyaknya, dipimpin oleh Hwa-i-kongcu sendiri! Melihat Hwee Li, Hwai-kongcu tertawa.

   "Aha, kiranya puteri liar dari Hek-tiauw Lo-mo yang ikut mengacau di sini!"

   Pertempuran antara Hwee Li dan Siang In otomatis berhenti dan dua orang dara itu serentak lalu menyerang Hwa-i-kongcu yang menjadi kelabakan karena serangan dua orang dara itu sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Tidak berani dia memandang rendah, maka dia sudah mencabut pula pedangnya yang tipis, diputarnya cepat untuk melindungi tubuhnya sambil berseru kepada anak buahnya untuk bergerak menangkap dua orang dara itu. Maka dikeroyoklah Hwee Li dan Siang In yang kini mau tidak mau terpaksa harus bertempur bahu-membahu dan saling melindungi! Memang aneh sekali. Mereka itu saling benci dan saling marah satu sama lain, akan tetapi nyatanya mereka menghadapi musuh yang sama sekarang sehingga mereka menghadapi lawan bersama-sama.

   Hwee Li yang kini menimpakan kemarahannya kepada Hwa-i-kongcu Tang Hun, memutar pedangnya dengan nekat dan menerjang laki-laki muda pesolek itu dengan dahsyat, membuat Tang Hun mundur-mundur dan terus didesak oleh Hwee Li. Dara yang gagah perkasa dan tak mengenal rasa takut itu tidak tahu betapa ketua Liong-sim-pang yang cerdik ini memang sengaja memancingnya sehingga terpisah dari Siang In. Kini Siang In dikeroyok oleh belasan orang anak buah Liong-sim-pang sedangkan Hwee Li menghadapi Tang Hun seorang diri dalam pertandingan mati-matian yang amat seru. Siang In yang sudah merasa lelah itu tidak mau banyak membuang tenaga. Dia cepat mengerahkan tenaga batinnya dan mengeluarkan suara melengking nyaring disusul oleh kata-katanya yang merdu namun mengandung pengaruh luar biasa.

   "Ahhh, kalian ini segerombolan laki-laki yang gagah perkasa mengapa mengeroyok seorang dara yang lemah dan tak berdaya? Kalian merasa malu kalau harus mengeroyok seorang anak perempuan!"

   Memang luar biasa pengaruh kata-kata yang merdu dan lembut itu. Seketika para pengeroyok itu menahan senjata mereka, memandang kepada Siang In dengan muka merah karena malu, dan mereka ragu-ragu, tidak tahu harus berbuat apa. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Siang In yang sudah meloncat dengan cepatnya, lenyap dari situ, meninggalkan para pengeroyoknya yang bengong. Akan tetapi setelah Siang In lenyap, baru mereka sadar bahwa mereka telah membiarkan seorang musuh lolos, maka mereka menjadi sibuk dan kini mereka semua mengeroyok Hwee Li yang masih bertanding dengan serunya melawan Hwa-i-kongcu Tang Hun. Melihat ini, Tang Hun terkejut.

   

Kisah Sepasang Rajawali Eps 4 Sepasang Pedang Iblis Eps 51 Kisah Sepasang Rajawali Eps 25

Cari Blog Ini