Kisah Sepasang Rajawali 20
Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo Bagian 20
"Ngo-wi, awas....!"
Tiba-tiba dia berkata halus, kaki tangannya bergerak dengan cepat sekali dan berturut-turut ter-dengar lima orang itu memekik disusul robohnya tubuh mereka di atas lantai karena totokan jari-jari tangan dan tendangan kaki Sun Giam. Kembali terdengar sorak dan tepuk tangan memuji yang disambut oleh Sun Giam dengan membungkuk ke empat penjuru. Seperti dua orang yang sudah biasa berdemonstrasi dan menjual kepandaian di depan umum, kini Yauw Siu dan Sun Giam sudah berdiri mengangkat tangan ke atas, memberi kesempatan kepada lima orang pengawal itu mengundurkan diri dan setelah pujian agak mereda, terdengar Yauw Siu berkata dengan suaranya yang lantang.
"Sahabatku Sun Giam telah memperlihatkan kepandaian. Akan tetapi kami berdua masih belum puas karena apa yang kami perlihatkan tadi tidak ada harganya dan tentu belum memuaskan hati junjungan kami Pangeran Liong Bin Ong. Oleh karena itu kami mohon dengan hormat sudilah kiranya para tokoh besar yang hadir di sini suka turun tangan menguji kami. Lima orang pengawal tadi, biarpun kepandaiannya cukup hebat, namun masih jauh di bawah tingkat kami!"
Hening sampai lama setelah Si Muka Hitam ini bicara. Melihat bahwa tidak ada sambutan, Sun Giam membuka mulutnya,
"Kami berdua mendengar sebelum memasuki kota raja bahwa kota raja menjadi pusat orang pandai, menjadi pusat para pengawal yang berilmu tinggi. Sungguh kami tidak percaya kalau sekarang tidak ada yang berani menghadapi kami!"
Ucapan ini mulai memanaskan hati para tamu yang merasa memiliki ilmu kepandaian tinggi. Akan tetapi ketika Han Wi Kong yang mukanya menjadi merah karena marah hendak bangkit. Puteri Milana, isterinya yang duduk di sampingnya, mencegah dengan pandangan matanya.
Puteri ini masih kelihatan tenang-tenang saja karena dia sedang memutar otak mencari tahu atau menduga-duga apa gerangan yang tersembunyi di balik semua ini, yang dia yakin tentu diatur oleh Pangeran Liong Bin Ong. Dia tidak mau sampai terpancing oleh pangeran yang cerdik itu, maka dia menyabarkan suaminya yang mulai marah melihat sikap dan mendengar kata-kata kedua orang jagoan Pangeran Liong Bin Ong itu. Sebagian para pengawal yang hadir di tempat itu dalam melaksanakan tugas mengawal para pembesar militer dan sipil, biarpun merasa marah dan penasaran, namun mereka ini tidak berani lancang turun tangan di dalam perjamuan orang-orang besar seperti itu tanpa perintah dari junjungan masing-masing. Sedangkan para pembesar jarang pula yang berani memerintahkan pengawalnya untuk menghadapi dua orang jagoan itu.
Mereka yang memang terpengaruh oleh Pangeran Liong Bin Ong tentu saja tidak suka menentang, sedangkan mereka yang berpihak Kaisar dan diam-diam tidak suka kepada pangeran ini, juga tidak berani menyuruh pengawal mereka karena mereka merasa segan untuk menentang pangeran ini secara terang-terangan, mengingat akan pengaruh kedua orang pangeran di situ setelah Sun Giam membuka mulutnya setengah menantang para pengawal kota raja. Melihat betapa tidak ada sambutan sama sekali, Yauw Siu dan Sun Giam yang memang sudah menerima tugas dari Pangeran Liong Bin Ong untuk memanaskan suasana dan untuk menujukan tantangan kepada Puteri Milana secara halus, lalu saling pandang dan Yauw Siu bangkit berdiri, menghadap ruangan kehormatan dan berkata lantang,
"Kami berdua belum lama meninggalkan tempat pertapaan, saya meninggalkan pantai laut dan Sahabat Sun Giam meninggal-kan pegunungan. Namun, kami telah mendengar akan kehebatan ilmu kepandaian para tokoh di kota raja, maka kami sengaja datang ke kota raja untuk mencari pekerjaan agar kepandaian kami dapat dipergunakan demi kepentingan kerajaan! Apakah sekarang tidak ada orang gagah yang sudi menguji kami? Ataukah benar seperti dugaan Sahabat Sun Giam tadi bahwa orang-orang di kota raja agak.... penakut?"
"Manusia busuk....!"
Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan berkelebatlah bayangan orang, dan tahu-tahu di depan kedua orang jagoan itu telah berdiri seorang laki-laki berusia lima puluh tahun, bertubuh tinggi besar dan gagah, pakaiannya preman, jenggotnya panjang sekali dan wajahnya angker, mengandung wibawa.
"Di jaman kekacauan merajalela dan banyak manusia tak berbudi memberontak, muncul kalian yang bermulut besar! Ka-lau hanya menghadapi kalian berdua saja, tidak perlu orang-orang gagah di kota raja turun tangan. Aku Tan Siong Khi, cukuplah kiranya menghadapi orang-orang macam kalian yang bermulut besar!"
Orang ini memang Tan Siong Khi, pengawal Kaisar yang gagah perkasa, yang telah kita kenal karena dialah yang memimpin rombongan penjemput Puteri Raja Bhutan! Sebelum dua orang jagoan itu sempat membuka mulut, tiba-tiba Pangeran Liong Khi Ong bangkit berdiri dan menudingkan telunjuknya kepada Tan Siong Khi sambil berkata,
"Bukankah engkau Pengawal Tan Siong Khi yang telah gagal melaksanakan tugas mengawal Puteri Bhutan sehingga puteri itu lenyap tak diketahui ke mana perginya?"
"Keparat! Berani engkau muncul di sini setelah engkau melakukan dosa dan kelalaian besar itu? Kebodohan dan kelalaianmu menyebabkan Sang Puteri lenyap tidak diketahui masih hidup atau sudah mati. Dan kau berani malam ini datang ke sini dan berlagak menjadi jagoan? Kenapa kegagahanmu tidak kau perlihatkan ketika rombonganmu dihadang musuh? Mengapa Sang Puteri yang kau kawal sampai lenyap sedangkan kau masih hidup? Aku akan minta kepada Sri Baginda untuk menjatuhkan hukuman seberatnya kepadamu!"
Semua tamu memandang dengan hati tegang. Semua mengenal siapa adanya Tan Siong Khi, seorang pengawal kepercayaan Kaisar, bahkan menjadi pembantu dari Puteri Milana dalam mengamankan kota raja. Mereka semua telah mendengar pula akan kegagalan pengawal itu menjemput Puteri Bhutan, calon isteri Pangeran Liong Khi Ong. Maka sepantasnyalah kalau pangeran itu, yang urung menjadi pengantin, yang kehilangan calon isterinya marah-marah kepada pengawal ini.
"Mengapa kau berani datang ke sini? Hayo pergi....! Pergi kau....!"
Tan Siong Khi yang kelihatan tenang itu menoleh ke arah Perdana Menteri Su dan Putri Milana. Dia melihat kedua orang pembesar itu mengangguk kepadanya dan memberi isyarat agar supaya dia pergi. Sebetulnya munculnya Tan Siong Khi di tempat itu adalah karena dia ditugaskan oleh Kaisar untuk mengawal Perdana Menteri Su yang malam itu juga mewakili Kaisar, berarti dia menjadi pengawal utusan Kaisar. Akan tetapi, sebagai seorang pengawal setia yang telah berpengalaman dan berpemandangan luas, di tempat umum itu dia tidak mau membela diri dengan menyebut nama perdana menteri, karena dia tidak mau menjadi penyebab terjadinya keributan atau perasaan tidak enak. Setelah menerima isyarat, dia lalu menjura kepada Pangeran Liong Khi Ong dan berkata,
"Baik, hamba dengan langkah lebar meninggalkan tempat pesta melalui pintu gerbang depan."
Keadaan menjadi sunyi sekali setelah pengawal itu pergi. Peristiwa tadi menimbulkan ketegangan. Tiba-tiba suasana yang sunyi itu dipecahkan oleh suara tertawa dari Yauw Siu. Dia sudah bangkit berdiri dan berkata,
"Sungguh menyesal sekali bahwa Pengawal Tan Siong Khi tadi kiranya seorang yang telah melakukan dosa dan kelalaian besar dan sepatutnya dia dihukum. Kalau tidak agaknya dia memiliki sedikit kepandaian untuk diperlihatkan agar kami berdua dapat diuji. Harap Cu-wi yang merasa memiliki ilmu kepandaian sudi maju sebagai penggantinya. Kami maklum bahwa diantara Cu-wi banyak yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali, akan tetapi jangan khawatir bahwa kami akan celaka. Kami takkan mengecewakan Cu-wi. Selama kami me-rantau, kami belum pernah dikalahkan orang. Bahkan kami tadinya merencanakan untuk mencari Pulau Es...."
Tiba-tiba terdengar bentakan halus namun suara ini menembus semua kegaduhan dan memasuki telinga Yauw Siu seperti jarum-jarum menusuk.
"Mau apa kalian mencari Pulau Es?"
Yauw Siu terkejut sekali dan cepat menoleh ke arah Puteri Milana yang telah mengajukan pertanyaan itu. Melihat sepasang mata yang amat tajam itu, diam-diam dia menjadi gentar juga. Tentu saja Yauw Siu dan Sun Giam maklum siapa adanya puteri cantik dan agung itu. Mereka maklum bahwa puteri itu adalah puteri dari Majikan Pulau Es, Pendekar Super Sakti atau Pendekar Siluman, dan ibunya adalah bekas pangilma besar wanita Puteri Nirahai! Kalau saja mereka berdua tidak menjadi kaki tangan kedua orang Pangeran Liong, tentu mereka akan berpikir-pikir dulu untuk berani main-main di depan Puteri Milana.
Akan tetapi, justru tugas mereka adalah untuk memancing puteri itu agar bangkit kemarahannya dan membuat puteri itu menjadi serba salah. Maju menghadapi mereka berarti merendahkan derajatnya, kalau tidak berarti terhina karena ditantang tanpa menanggapi! "Kami hendak mencari Pulau Es karena kami tidak pernah bertemu tanding! Kami mendengar bahwa Majikan Pulau Es adalah seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi!"
Jawab Sun Giam.
"Akan tetapi, sebelum melihat sendiri, bagaimana kami dapat percaya?"
Sambung Yauw Siu.
"Hanya kabarnya, banyak pula muridnya berada di kota raja, maka apa salahnya kalau ada muridnya yang mau mencoba-coba dengan kami agar dari kepandaian muridnya kami dapat mengukur pula tingkat gurunya? Kami adalah dua orang baru yang tidak tahu apakah benar di kota raja ada murid Pendekar Super Sakti Majikan Pulau Es yang terkenal itu."
Tentu saja Yauw Siu cukup cerdik untuk melindungi diri mereka dengan dalih bahwa mereka tidak tahu menahu tentang Pendekar Super Sakti, tidak tahu bahwa puteri Pendekar Super Sakti berada di tempat perjamuan itu karena kalau demikian halnya, tentu Puteri Milana yang cerdik akan merasa curiga dan menduga akan adanya pancingan dan jebakan.
"Biar aku menghajar mereka!"
Panglima Han Wi Kong berkata dan isterinya mengangguk.
Tadi Puteri Milana telah menyaksikan gerakan kedua orang jagoan itu dan dia maklum bahwa mereka berdua itu hanyalah memiliki tingkat yang biasa saja sehingga dia merasa yakin bahwa suaminya akan dapat mengalahkan mereka. Mendengar dua orang jagoan kasar itu menyinggung nama ayahnya tanpa dia melakukan sesuatu, tentu akan mencemarkan nama dan kehormatannya. Akan tetapi kalau dia turun tangan sendiri juga merupakan hal yang tidak baik karena dia adalah seorang puteri cucu Kaisar dan puteri Pendekar Super Sakti, amat rendahlah untuk melayani dua orang jagoan kasar! Berbeda lagi kalau Han Wi Kong yang turun tangan karena suaminya itu juga bekas seorang pengawal kaisar yang kini turun tangan menghadapi mereka yang menantang-nantang semua orang gagah di kota raja!
"Manusia-manusia sombong! Biar akulah yang akan menghadapi kalian!"
Bentak Han Wi Kong yang sekali melancat sudah berada di depan kedua orang itu. Sun Giam dan Yauw Siu cepat menjura dengan hormat, kemudian Sun Giam menjura ke arah Pangeran Liong Bin Ong sambil berkata,
"Harap Paduka Pangeran sudi mengampunkan permohanan hamba berdua. Hamba berdua tentu tidak berani sembarangan mengangkat tangan menghadapi para tamu yang terdiri dari para pembesar dan bangsawan agung. Oleh karena itu, kami baru berani mengangkat tangan kalau yang datang ke gelanggang ini menganggap diri sendiri sebagai seorang kang-ouw, seorang ahli silat tanpa membawa-bawa kedudukannya."
Sebelum Pangeran Liong Bin Ong atau Liong Khi Ong sempat menjawab, Han Wi Kong sudah membentak,
"Aku tidak akan membawa kedudukanku karena aku pun bekas seorang pengawal! Aku maju karena ingin menyaksikan kepandaian kalian manusia sombong!"
Han Wi Kong cukup mengerti untuk tidak membawa-bawa nama ayah mertuanya, yaitu Pendekar Super Sakti, maka dia mengaku bahwa dia maju sebagai seorang bekas pengawal, jadi atas namanya sendiri.
"Bolehkah kami mengetahui nama besar paduka?"
Yauw Siu bertanya. Tentu saja dia tadinya sudah memperoleh keterangan bahwa laki-laki gagah ini adalah suami Puteri Milana, akan tetapi dia ingin memancing agar dari mulut laki-laki ini keluar sendiri pengakuannya. Akan tetapi Han Wi Kong sudah terlalu marah, dan menjawab dengan bentakan nyaring,
"Tidak perlu aku memperkenalkan nama kepada kalian! Semua yang hadir sudah tahu siapa aku! Hayo majulah kalian berdua!"
Sun Giam berseru,
"Ehh....! Maju berdua? Benarkah kami disuruh maju berdua?"
Han Wi Kong bukan seorang yang sombong atau sembrono. Kalau dia berani menantang agar mereka maju berdua secara berbareng adalah karena tadi dia sudah menyaksikan sepak-terjang mereka dan merasa yakin akan dapat mengalahkan mereka berdua, apalagi dia ingin cepat merobohkan mereka yang sombong ini, tidak usah mereka disuruh maju satu demi satu!
"Ya, majulah kalian berdua mengeroyokku. Aku ingin menguji kepandaian kalian yang sesungguhnya tidak patut menjadi pengawal seorang pangeran!"
"Bagus! Engkau yang menyuruh sendiri, Sobat. Kalau sampai kami kesalahan tangan membunuh, jangan persalahkan kami."
"Dalam pibu, membu-nuh atau terbunuh adalah soal biasa, mengapa kalian banyak cerewet lagi? Majulah!"
"Awas serangan. Hiaaaatttt....!"
Sun Giam sudah menyerang.
"Haiiittt....!"
Yauw Siu juga menyusul dengan pukulannya yang dahsyat.
"Hemmm....!"
Han Wi Kong menggeram dan cepat dia mengelak sambil memutar tubuh dan menangkis dengan kedua lengannya.
"Dukkk! Dukkk!"
Tubuh Han Wi Kong tergetar akan tetapi pukulan kedua orang lawannya juga terpental. Diam-diam Han Wi Kong terkejut. Tak disangkanya sama sekali bahwa kedua orang ini ternyata memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat! Mengapa tadi mereka tidak memperlihatkan tenaga sin-kang ini? Di dalam otaknya segera dia mencari dan mengerti bahwa kedua orang ini telah menjebaknya! Tadi mereka sengaja berpura-pura sebagai ahli-ahli silat biasa saja dan menyembunyikan kepandaian asli mereka dan dia sudah terjebak! Dua orang ini ternyata bukan orang sembarangan dan segera dia memperoleh kenyataan akan hal itu karena kini mereka telah mainkan ilmu silat yang amat aneh, cepat, dan kuat sekali!
Wajah Puteri Milana juga berubah agak pucat. Sebagai seorang ahli silat tinggi, dia pun dapat melihat perubahan yang terjadi pada kedua orang jagoan itu. Dan gerakan-gerakan mereka sekarang ini, jelas tampak olehnya bahwa mereka bukanlah jagoan-jagoan kasar seperti semula setelah melihat sepak-terjang mereka tadi. Kiranya mereka adalah ahli-ahli yang tangguh, yang menyembunyikan kepandaian mereka di balik sikap kasar dan ugal-ugalan tadi. Tentu untuk memancing! Puteri Milana menjadi serba salah. Memang, di dalam tahun-tahun pertama dari pernikahan mereka, dia telah menurunkan beberapa macam ilmu silat kepada suaminya dan ilmu kepandaian suaminya sudah meningkat dengan pesat kalau dibandingkan dengan dahulu sebelum menjadi suaminya. Namun, suaminya tidak memiliki dasar untuk menjadi seorang ahli ilmu silat tinggi dan tidak mungkin dapat melatih sin-kang dari Pulau Es.
Maka kini bertemu dengan dua orang jagoan itu, suaminya berada dalam keadaan terancam! Kalau maju seorang lawan seorang, mungkin suaminya masih dapat mengimbangi, akan tetapi dikeroyok dua! Memang demikianlah sebenarnya! Dua orang itu bukanlah orang sembarangan dan tadi memang mereka berpura-pura, mengeluarkan ilmu-ilmu kasar untuk memancing dan menjebak. Sebenarnya mereka adalah ahli-ahli silat yang memiliki kepandaian tinggi dan sudah lama menjadi tangan-tangan kanan dari Raja Muda Tambolon, yaitu raja muda kaum pemberontak di perbatasan barat yang sedang merongrong Kerajaan Bhutan. Karena kedua orang ini tidak pernah muncul di dunia kang-ouw maka mereka sama sekali tidak terkenal dan memang hal inilah yang dikehendaki oleh Pangeran Liong Bin Ong.
Tadinya, untuk keperluan memancing kemarahan Puteri Milana untuk menjatuhkan orangnya atau namanya ini, Pangeran Tua Liong Bin Ong hendak menggunakan tenaga Siang Lo-mo, sepasang kakek kembar yang amat lihai itu. Akan tetapi sungguh di luar dugaan dan perhitungannya bahwa Siang Lo-mo ketika tiba di kota raja telah bentrok dengan Milana di dalam rumah penginapan ketika Siang Lo-mo bertemu dengan Gak Bun Beng yang mereka kenal setama ini sebagai "orang sakit yang lihai". Karena peristiwa itu, maka Pangeran Liong Bin Ong tidak berani dan tidak jadi menggunakan kedua orang kakek itu, dan mencari penggantinya. Siang Lo-mo pula yang mengusulkan kepada Liong Bin Ong untuk mengundang Yauw Siu dan Sun Giam, dua orang diantara para pembantu Raja Tambolon.
Untuk menjaga nama keluarga isterinya, yaitu para penghuni Pulau Es, juga untuk menjaga nama isterinya dan dirinya sendiri, biarpun maklum bahwa kedua orang itu merupakan dua orang lawan yang terlalu tangguh baginya, namun Han Wi Kong tidak menjadi gentar dan dia sudah menerjang dengan pengerahan tenaga sekuatnya dan mengeluarkan jurus-jurusnya yang paling ampuh. Namun dua orang lawannya dapat mengelak dan menangkis dengan cepat, bahkan langsung membalas dengan serangan-serangan dahsyat yang kembali membuat Han Wi Kong terhuyung ke belakang ketika terpaksa menangkis dua serangan dari depan itu. Segera berlangsunglah pertandingan yang seru sekali antara tiga orang itu, disaksikan oleh banyak pasang mata dengan tegang.
Diam-diam suasana tegang itu ditimbulkan oleh perasaan bahwa di dalam pertandingan ini seolah-olah terjadi persaingan antara Pangeran Tua Liong Bin Ong dan pihak Milana serta Perdana Menteri Su! Semua tamu maklum belaka atau setidaknya sudah dapat menduga bahwa diantara kedua pihak itu memang terdapat permusuhan atau persaingan terpendam! Dan kini, seolah-olah kedua orang jagoan itu mewakili pihak Pangeran Liong Bin Ong, sedangkan Han Wi Kong tentu saja mewakili pihak isterinya, Puteri Milana dan Perdana Menteri Su. Tentu saja yang merasa paling tegang dan gelisah adalah Puteri Milana sendiri! Diam-diam dia merasa menyesal mengapa tadi dia membiarkan suaminya turun tangan dan memasuki jebakan pihak Pangeran Liong Bin Ong sehingga kini suaminya terancam.
Dia adalah seorang yang amat cerdas, maka setelah berpikir sejenak maklumlah dia bahwa sesungguhnya yang diserang adalah dia! Suaminya tidak mempunyai urusan apa-apa dengan Liong Bin Ong yang menjadi paman kakek tirinya itu, akan tetapi dia tentu saja dianggap musuh oleh pangeran tua itu. Maka pertandingan itu tentu dimaksudkan untuk memukul dia! Mulai merah kedua pipi puteri yang gagah perkasa ini dan setiap urat syaraf di tubuhnya menegang, siap untuk membela suaminya. Dia merasa kasihan sekali kepada suaminya, seorang pria yang amat baik dan gagah perkasa. Bertahun-tahun dia menjadi isteri Han Wi Kong hanya pada lahirnya saja, namun mereka sebetulnya hanyalah merupakan sahabat setelah keduanya maklum bahwa tidak ada cinta kasih antara pria dan wanita,
Antara suami dan isteri di dalam hati mereka, atau setidaknya, di dalam hati Milana. Han Wi Kong maklum akan hal ini, maka dia pun secara jantan dan bijaksana membebaskan isterinya dan hanya mengakui isterinya secara lahiriah saja untuk menjaga nama baik isterinya! Bukan isterinyalah yang menemaninya di dalam kamarnya, melainkan dua orang selir cantik yang setengah dipaksakan oleh Milana untuk melayani suaminya itu! Biarpun tidak ada hubungan kasih di dalam hatinya terhadap Han Wi Kong, namun Milana menganggapnya sebagai seorang sahabat yang paling baik di dunia ini, maka tentu saja dia merasa gelisah dan khawatir sekali menyaksikan keadaan suaminya dan dia sudah mengambil keputusan untuk melindungi suaminya dari bahaya.
"Yaaahhh!"
Tiba-tiba Han Wi Kong yang sudah terdesak terus-menerus itu mengeluarkan teriakan nyaring, tubuhnya menerjang dengan kecepatan kilat ke depan, kedua tangannya dikepal dan menghantam ke arah muka dan pusar Yauw Siu secara hebat sekali! Milana terkejut menyaksikan gerakan suaminya ini. Kalau suaminya terus memperkuat daya tahannya, biar terdesak kiranya masih tidak mudah bagi kedua orang pengeroyoknya untuk merobohkannya. Akan tetapi agaknya suaminya itu tidak mau didesak terus dan kini mengeluarkan jurus nekat yang ditujukan kepada seorang diantara dua orang pengeroyoknya. Agaknya Han Wi Kong sudah bertekad untuk merobohkan seorang lawan dengan resiko dia sendiri terpukul oleh lawan ke dua. Milana maklum akan isi hati suaminya, yaitu bahwa biarpun suaminya roboh, setidaknya telah dapat merobohkan seorang lawan pula, sehingga tidaklah akan terlalu memalukan.
"Heiiiittt....!"
Yauw Siu berteriak, kaget juga menyaksikan serangan hebat ini, dia mencelat mundur dan ketika lawan terus mengejar, dia juga melonjorkan kedua lengannya dan bertemulah kedua tangannya dengan kepalan tangan Han Wi Kong.
"Desss.... bukkk....!"
Yauw Siu kalah tenaga karena memang sedang mundur, begitu kedua ta-ngannya bertemu dengan tangan lawan, dia terlempar dan terjengkang, akan tetapi pada saat itu juga, Sun Giam sudah menerjang dari samping dan pukulannya yang amat keras dan ditujukan kepada leher Han Wi Kong, biarpun sudah dielakkan oleh Han Wi Kong dengan miringkan tubuh, tetap saja masih mengenai pundaknya, membuat bekas panglima pengawal ini roboh pula! Yauw Siu dan Sun Giam kini melompat ke depan, agaknya hendak mengirim pukulan maut kepada lawan yang sudah rebah miring dan belum sampai bangun itu, apalagi Yauw Su yang menjadi marah karena tubuhnya masih tergetar oleh pertemuan kedua tangannya tadi, dan pinggulnya masih panas dan nyeri karena dia terjengkang dan terbanting.
"Plakk! Plakk!"
Dua orang jagoan itu terkejut sekali dan terhuyung-huyung ke belakang. Mereka terbelalak memandang puteri cantik yang sudah berdiri di depan mereka yang tadi menangkis kedua tangan mereka yang sudah diayun untuk menghantam Han Wi Kong, tangan halus sekali yang ketika menangkis terasa dingin seperti es dan membuat mereka menggigil dan terhuyung ke belakang.
"Bedebah! Kalian manusia curang, setelah mengeroyok masih hendak membunuh orang yang terluka? Tunggulah sebentar!"
Kata Puteri Milana dengan nada suara dingin sekali, lalu dia memapah suaminya kembali ke kursinya. Setelah melihat bahwa luka suaminya tidaklah berat, hanya mengalami patah tulang pundak, dia lalu membalikkan tubuh hendak menandingi dua orang jagoan itu. Akan tetapi betapa heran hatinya ketika di tengah tempat pibu itu kini telah muncul dua orang pemuda remaja yang menghadapi Yauw Siu dan Sun Giam sambil tersenyum mengejek! Dan banyak tamu yang berbisik-bisik dan ada yang bertepuk tangan memuji karena ketika Milana sedang memapah suaminya tadi, dari tempat duduk para tamu di samping melayang dua sosok bayangan dan tahu-tahu dua orang pemuda itu telah berdiri di depan Sun Giam dan Yauw Siu. Gerakan meloncat yang indah inilah yang menarik perhatian para tamu.
"Siapakah mereka?"
"Dari mana mereka datang?"
Pangeran Liong Bin Ong sendiri terkejut dan bingung, akan tetapi melihat bahwa yang muncul hanyalah dua orang pemuda yang masih remaja, dia percaya bahwa dua orang jagoannya itu akan dapat mengatasi mereka. Sun Giam yang tinggi kurus bermuka kuning itu sudah meloncat ke depan dan matanya yang sipit menjadi makin sipit seperti terpejam ketika dia membentak marah,
"Bocah-bocah lancang mau apa kalian datang ke sini?"
Dua orang pemuda itu bukan lain adalah Kian Bu yang setengah memaksa kakaknya untuk muncul di gelanggang itu, dengan mendahului meloncat dan disusul oleh kakaknya.
Ketika tadi melihat Puteri Milana maju menyelamatkan laki-laki gagah yang maju menghadapi dua jagoan dan yang terkena pukulan, Kian Bu dan Kian Lee memandang penuh perhatian. Mereka berdua tidak tahu siapa adanya laki-laki itu. Mereka dahulu masih terlalu kecil ketika bertemu dengan Han Wi Kong sehingga mereka tidak ingat lagi. Akan tetapi tentu saja hati mereka berpihak kepada laki-laki ini ketika melihat betapa laki-laki gagah ini menghadapi dua orang jagoan yang menantang Pulau Es! Kalau tidak dicegah kakaknya, ketika mendengar tantangan tadi tentu dia sudah meloncat untuk menghajar Sun Giam dan Yauw Siu. Kini melihat kakaknya menolong laki-laki itu dan membawanya duduk kembali ke kursinya, Kian Bu berbisik kepada kakaknya,
"Lee-ko, dia itu adalah Ci-hu (Kakak Ipar)!"
"Ah, benar....! Ci-hu telah terpukul oleh mereka!"
Kata Kian Lee.
"Dan Enci Milana akan maju sendiri, hayo kita dului!"
Tanpa menanti jawaban Kian Lee, Kian Bu sudah meloncat dan terpaksa Kian Lee mengikuti adiknya sehingga mereka berdua kini berhadapan dengan Sun Giam dan Yauw Siu. Kian Bu tahu bahwa dia tidak bisa mengandalkan kakaknya untuk bicara, kakaknya yang pendiam itu, maka dia cepat mendahului kakaknya menjawab bentakan Sun Giam tadi.
"Siapa adanya kami bukan hal yang patut diributkan, akan tetapi yang penting adalah siapa adanya kalian berdua! Kalian berdua mengaku hendak melamar pekerjaan pengawal, akan tetapi kami tahu bahwa kalian tidak patut menjadi pengawal, karena kalian hanyalah dua orang badut yang tidak lucu!"
Dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya semua orang mendengar ucapan pemuda tampan yang suaranya lantang itu. Betapa beraninya bocah itu menghina dua orang jagoan yang demikian kosen, yang telah berhasil mengalahkan bekas Panglima Pengawal Han Wi Kong, suami Puteri Milana sendiri! Akan tetapi yang lebih heran dan juga amat marah adalah Sun Giam dan Yauw Siu. Yauw Siu melangkah maju.
"Setan cilik, apa kau sudah bosan hidup?"
"Setan gede, kalian yang sudah bosan hidup berani menjual lagak di sini. Apa kalian kira kami tidak tahu bahwa tadi kalian bermain curang. Kalau kalian tidak main curang, mana kalian mampu menang menghadapi orang gagah tadi? Manusia macam kalian ini, jangankan menjadi pengawal, menjadi jongos pun tidak patut,"
Kata Kian Bu.
"Wah, pantasnya menjadi apa, Adikku?"
Kian Lee bertanya membantu adiknya.
"Jadi apa, ya? Pantasnya mereka ini tukang-tukang pukul kampungan, atau pencopet-pencopet di pasar, menjadi penjahat besar pun tidak patut!"
Tentu saja makin bising keadaan di situ karena para tamu maklum bahwa dua orang pemuda yang masih remaja itu dengan sengaja hendak mencari perkara dan sengaja menghina dua orang jagoan tangguh itu. Hati mereka menjadi tegang dan bertanya-tanya siapa gerangan dua orang muda yang nekat itu. Yang paling marah adalah Sun Giam dan Yauw Siu. Mereka adalah dua orang yang kasar dan tak mengenal takut karena bertahun-tahun lamanya mereka menjadi orang-orang yang memiliki kekuasaan diantara gerombolan liar di bawah pimpinan Raja Tambolon, maka kini dimaki dan dihina oleh dua orang pemuda tanggung itu, hati mereka seperti dibakar rasanya.
Akan tetapi, di samping kekasaran mereka, dua orang ini pun cerdik dan mereka menahan kemarahan hati karena mengingat bahwa di tempat itu terdapat banyak orang pandai dan bahwa mereka berada di kota raja yang besar dan tidak boleh bertindak sembarangan. Kalau saja tidak berada di tempat itu, tentu mereka sudah sejak tadi turun tangan membunuh dua orang pemuda yang berani menghina mereka seperti itu. Mereka masih tidak tahu siapa dua orang pemuda ini. Siapa tahu, melihat sikap mereka yang begitu berani, dua orang pemuda ini adalah putera-putera pembesar yang berkedudukan tinggi di kota raja! Maka Sun Giam lalu memberi isyarat kepada kawannya agar menahan kemarahan, kemudian dia menoleh dan berlutut ke arah Pangeran Liong Bin Ong.
"Mohon paduka mengampuni hamba berdua!"
Katanya lantang.
"Tanpa perkenan atau perintah paduka, hamba tidak berani turun tangan sembarangan. Akan tetapi, dua orang pemuda ini telah menghina hamba berdua dan karena hamba adalah calon pengawal paduka, maka penghinaan yang dilakukan di sini berarti menghina paduka pula. Maka hamba ber-dua mohon perkenan untuk menghajar dua orang pemuda ini dengan perkenan paduka!"
Tadinya Liong Bin Ong juga terkejut dan marah, dan memang diam-diam dia merasa girang bahwa kedua orang jagoannya itu ternyata boleh diandalkan, berhasil melukai suami Milana dan mungkin akan berhasil membikin malu puteri yang menjadi musuhnya itu. Dia menduga bahwa kedua orang pemuda itu jelas merupakan pendukung puteri itu, maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu mengangguk! Tentu saja girang bukan main rasa hati Sun Giam dan Yauw Siu. Kalau tadi mereka masih terpaksa menelan kesabaran adalah karena mereka ragu-ragu karena tidak mengenal dua orang pemuda itu, takut kalau kesalahan tangan. Kini, setelah memperoleh perkenan Pangeran Liong Bin Ong, tentu saja hati mereka menjadi besar dan dengan muka beringas mereka menoleh kepada Kian Lee dan Kian Bu.
"Bocah-bocah lancang, hayo lekas beritahukan siapa kalian dan siapa orang tua kalian. Kami adalah orang-orang gagah yang tidak mau menghajar anak orang tanpa mengetahui siapa ayahnya!"
Kata Yauw Siu dengan lagak sombong karena dia kini tidak khawatir lagi terhadap ayah anak-anak ini setelah dilindungi oleh Pangeran Liong Bin Ong. Semua tamu termasuk Milana yang sudah duduk kembali karena dia dapat melihat sifat luar biasa kedua orang anak itu,
Memandang dan mendengarkan dengan penuh perhatian karena dia pun ingin sekali mendengarkan siapa gerangan dua orang pemuda remaja yang sudah begitu berani mengacaukan pesta Pangeran Liong Bin Ong! Akan tetapi, diantara semua tamu yang hadir, hanya Milana seoranglah yang berani mempersiapkan diri untuk melindungi kedua orang pemuda remaja itu kalau-kalau terancam bahaya maut di tangan dua orang jagoan itu. Puteri ini tentu saja tidak tega membiarkan mereka tewas karena membela dia, atau membela nama Pulau Es yang disebut-sebut dan ditantang oleh dua orang jagoan itu. Sementara itu, melihat lagak sombong dari Yauw Siu, Kian Lee yang pendiam hanya memandang dengan matanya yang lebar terbelalak, akan tetapi adiknya, Kian Bu sudah tertawa riang dan mendahului kakaknya menjawab,
"Kalian adalah she Yauw dan she Su, dan ketahuilah bahwa kakakku ini namanya Ta-yauw-eng (Pendekar Pemukul Orang she Yauw) dan namaku adalah Ta-sun-eng (Pendekar Pemukul Orang she Sun)! Nah, kalian tidak lekas berlutut minta ampun?"
Jawaban yang tak disangka-sangka orang ini selain menimbulkan kemarahan hebat di dalam hati dua orang jagoan itu, juga membuat geli hati mereka yang berpihak kepada suami Puteri Milana yang terluka tadi. Namun kegelisahan hati mereka bercampur dengan kekhawatiran karena mereka maklum betapa marahnya dua orang tukang pukul yang sudah memperoleh perkenan dari Pangeran Liong Bin Ong untuk menghajar dua orang pemuda remaja itu dan tentu mereka tidak akan bertindak kepalang tanggung. Mungkin akan dibunuhnya dua orang pemuda remaja yang tampan dan sedikit pun tidak mengenal takut itu.
"Bocah setan! Kau sudah bosan hidup!"
Sun Giam dan Yauw Siu membentak dan keduanya menerjang dan menyerang Kian Bu.
"Heeiiitt....! Eiiittt....!"
Kian Bu sudah berloncatan ke belakang dengan sikap mengejek dan mempermainkan, lalu menudingkan telunjuknya ke arah muka mereka bergantian.
"Kiranya kalian ini benar-benar hanyalah tukang-tukang pukul kampungan yang beraninya mengeroyok orang! Tadi kalau tidak mengeroyok dan curang, tentu kalian telah roboh oleh orang gagah itu. Apa sekarang kau hendak mengeroyok aku pula?"
Wajah kedua orang jagoan itu menjadi merah. Sudah banyak mereka menghadapi lawan tangguh, akan tetapi baru sekarang mereka merasa diperrnainkan oleh seorang anak-anak!
"Kalian juga berdua, majulah!"
Teriak Sun Giam menahan kemarahannya karena dia pun malu kalau dikatakan mengeroyok seorang bocah!
"Eh-eh, nanti dulu!"
Kian Bu mengangkat kedua tangan ke atas menahan mereka, juga sekaligus menahan kakaknya yang sudah bersiap hendak menerjang Yauw Siu.
"Katanya kalian adalah orang-orang gagah, maka sekarang di depan begini banyak tamu agung, perlihatkanlah kegagahanmu. Kalian merupakan dua jago tua dan kami adalah dua orang jago muda, mari kita bertanding satu-satu agar lebih sedap ditonton dan lebih dapat dinikmati bagaimana kalian menghajar kami satu-satu! Betul tidak?"
"Betul....!"
Otomatis Yauw Siu menjawab karena tertarik oleh cara Kian Bu bicara.
"Hushhh!"
Sun Giam membentak dan barulah Yauw Siu sadar bahwa dia telah terseret oleh kata-kata bocah itu dan menanggapinya! Terdengar suara tertawa diantara para tamu menyaksikan sikap
(Lanjut ke Jilid 20)
Kisah Sepasang Rajawali (Seri ke 09 - Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 20
dua orang jagoan itu. Yauw Siu yang menjadi malu sekali sudah melangkah maju.
"Baik, mari kita bertanding satu lawan satu!"
Bentaknya sambil membusungkan dadanya yang bidang dan kekar.
"Nanti dulu, kau tidak sabar amat!"
Kian Bu berkata sambil tersenyum.
"Lawanmu adalah kakakku, ingat? Kakakku adalah Ta-yauw-eng, jadi harus dia yang memukul engkau! Sedangkan aku adalah Ta-sun-eng, biarlah sekarang aku menghadapi Sun Giam lebih dulu, baru engkau."
Kisah Sepasang Rajawali Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Setan! Siapa pun diantara kalian boleh maju, kalau perlu boleh maju berdua kulawan sendiri!"
Teriak Yauw Siu yang hampir tak dapat menahan kemarahannya lagi.
"Heiit, sabar, sabar! Hanya mau mengalami hajaran saja mengapa tergesa-gesa amat? Hayo, engkau orang she Sun, kau hadapilah aku Tukang Pemukul Orang she Sun!"
Sun Giam lebih pendiam daripada kawannya, dan juga dia tidak kelihatan menyeramkan seperti Yauw Siu yang tinggi besar bermuka hitam itu. Akan tetapi, orang berusia empat puluh tahun yang bertubuh tinggi kurus, bermuka kuning dan matanya sipit ini sebetulnya memiliki keahlian yang lebih berbahaya dibandingkan dengan Yauw Siu.
Kalau Yauw Siu yang berjuluk Hek-bin-tiat-liong (Naga Besi Bermuka Hitam) itu adalah seorang yang bertenaga raksasa dan seorang ahli gwa-kang (tenaga otot), sebaliknya Sun Giam adalah seorang ahli lwee-keh (tenaga dalam) yang tangguh. Hal ini diketahui dengan baik oleh Milana ketika wanita sakti ini tadi menangkis pukulan mereka berdua. Tentu saja untuk dia pribadi, kepandaian mereka berdua itu tidak ada artinya, akan tetapi kini melihat betapa Sun Giam berhadapan dengan pemuda remaja yang usianya paling banyak enam belas tahun itu, tidak urung hati Milana menjadi tegang juga. Sun Giam orangnya pendiam, akan tetapi menyaksikan lagak dan mendengarkan ucapan pemuda tampan yang amat memandang rendah kepadanya itu, dia juga sudah tak dapat menahan kemarahannya.
"Baik, bocah kurang ajar. Engkau yang menantang dan semua tamu agung yang hadir menjadi saksi. Kalau kau terpukul mampus nyawamu jangan penasaran dan menyalahkan aku!"
Setelah berkata demikian, Sun Giam sudah menggulung kedua lengan bajunya sehingga tampaklah kedua lengannya yang kurus kecil dan panjang. Melihat ini, Kian Bu tertawa,
"He-he-he, kedua lenganmu kecil seperti kayu kering yang lapuk, perlu apa dipamerkan? Jangan-jangan untuk menyerangku menjadi patah-patah nanti!"
Kembali terdengar suara tertawa. Biarpun semua orang masih ragu-ragu apakah pemuda remaja yang tampan dan nakal jenaka itu dapat menandingi Sun Giam, namun setidaknya godaan-godaan itu cukup membuat hati mereka yang tidak suka kepada dua orang jagoan itu menjadi senang.
Akan tetapi suara ketawa itu terhenti dan semua mata memandang penuh ketegangan ketika mereka melihat Sun Giam menggerak-gerakkan kedua lengannya dengan jari tangan berbentuk cakar dan terdengarlah bunyi berkerotokan mengerikan dari tulang-tulang lengan dan tangannya! Juga tampak betapa kedua lengan itu berubah menjadi kehijauan dan mengeluarkan getaran hebat. Milana menggenggam tangan kanannya. Dia mengenal ilmu yang dimiliki oleh Sun Giam itu, semacam tok-ciang (tangan beracun) yang mengandung sin-kang kuat dan berbahaya karena beracun! Dia mengerti bahwa hantaman kedua tangannya itu selain amat kuat, juga dapat menembus kulit daging dan meracuni tulang dan otot di tubuh lawan. Dugaannya memang tidak salah, Sun Giam telah melatih semacam pukulan beracun dan kedua tangannya itu mahir dengan Ilmu Cheng-tok-ciang (Tangan Beracun Hijau) yang dahsyat!
"Wah-wah, kiranya engkau pandai main sulap. Tentu kau dahulu adalah seorang penjual obat yang suka main di pasar-pasar, bukan? Sayang permainanmu kurang menarik dan tidak kebetulan aku tidak membawa uang kecil!"
Kata Kian Bu sambil menyeringai. Tentu saja, sebagai putera Pulau Es, dia pun mengenal kedua tangan itu, akan tetapi dia memandang rendah.
"Bocah sombong, terimalah pukulan mautku!"
Sun Giam sudah menghardik sambil bergerak maju. Gerakannya cepat sekali, kedua kakinya maju tanpa diangkat, hanya bergeser mengeluarkan suara "syet-syet!"
Dan kedua lengannya sudah bergerak-gerak, setelah dekat dengan Kian Bu dia membentak keras,
"Huiii....! Wut-wut-wut-wut!"
Empat kali beruntun kedua tangannya menyambar dahsyat, dimulai dengan tangan kiri membacok dengan tangan terbuka ke leher, disusul tangan kanan mencengkeram iga, kemudian tangan kiri menusuk lambung dan diakhiri dengan tangan kanan mencengkeram ke arah bawah pusar. Setiap serangan merupakan cengkeraman maut yang dapat merenggut nyawa seketika.
"Aihh....! Wuusss.... plak-plak-plak....!"
Dengan gerakan lincah sekali Kian Bu mengelak lalu menang-kis tiga kali dengan tangannya, lagaknya seperti orang kerepotan akan tetapi semua tangkisannya tepat membuat kedua tangan lawan terpental.
"Sayang luput.... desss....!"
Kembali dia menangkis hantaman ke arah mukanya dengan tangan kiri, lalu tangan kanannya menampar ke depan.
"Plakk....! Aughhh....!"
Sun Giam terkejut setengah mati. Bukan hanya semua serangannya dapat dielakkan dan ditangkis, bahkan tahu-tahu pipi kirinya kena ditampar keras sekali sampai kepalanya mendadak menjadi puyeng dan matanya berkunang, pipi kirinya panas berdenyut-denyut! Dia terhuyung ke belakang sambil mengusap pipi kirinya.
"Wah, mukamu menjadi hitam sebelah!"
Kian Bu menggoda.
"Mari biar kutampar yang sebelah lagi agar tidak menjadi berat sebelah!"
Bisinglah keadaan para tamu ketika menyaksikan hal yang dianggapnya amat aneh ini. Pemuda nakal itu dalam segebrakan saja telah mampu menampar pipi Sun Giam! Dan dilakukan dengan cara semudah itu, seperti mempermainkan seorang anak kecil saja, malah diejek seolah-olah Sun Giam merupakan lawan yang sama sekali tidak mempunyai kepandaian apa-apa. Sun Giam mengeluarkan suara melengking dari kerongkongannya, lalu tubuhnya mencelat lagi ke depan, kini menggunakan jurus yang amat hebat, kedua lengannya sampai kelihatan menjadi amat banyak saking cepatnya kedua tangan itu bergerak mengirim pukulan-pukulan maut yang amat gencar bertubi-tubi dan saling susul-menyusul.
"Wuuut-tak-tak-tak-syuuuttt.... aih, lagi-lagi kena angin belaka!"
Kian Bu mengejek, tubuhnya berloncatan, berputaran, seperti menari-nari dan dengan gerakan aneh menyelinap ke sana-sini namun selalu dia dapat mengelak atau menangkis semua pukulan itu.
"Mampuslah!"
Sun Giam yang terus menyerang itu tiba-tiba berteriak, dan kaki kanannya melayang ke arah bawah pusar Kian Bu. Kalau tendangan maut ini mengenai sasaran bagian tubuh yang paling lemah dari seorang pria itu, tentu sukar dapat menyelamatkan nyawa. Semua orang yang ahli dalam ilmu silat diam-diam menahan napas menyaksikan serangan maut ini, kecuali Milana yang tampak tenang saja akan tetapi kini matanya mengeluarkan sinar aneh memandang pemuda remaja itu, duduknya enak dan sama sekali tidak bersiap-siap lagi untuk membantu.
"Wirrr....!"
Tendangan itu melayang dengan kecepatan yang sukar diikuti pandangan mata. Kian Bu seolah-olah tidak melihat ini, akan tetapi begitu kaki lawan mendekat, dia menggeser tubuh ke kiri, membiarkan kaki lewat di sebelah kanan tubuhnya, tangan kanannya menyambar dan merangkul pergelangan kaki, sedangkan tangan kirinya menyambar ke depan.
"Plakkk!"
Kembali Sun Giam terhuyung ke belakang dan mengeluh, otomatis tangan kanannya mengusap pipi kanannya yang kena ditampar.
"Nah, sekarang baru berimbang, mukamu menjadi kemerah-merahan seperti muka seorang dara cantik yang segar, he-he-heh!"
Kian Bu berkata sambil bertepuk tangan. Para tamu yang berpihak kepadanya juga tertawa dan bahkan ada yang bertepuk tangan pula. Sun Giam menjadi mata gelap saking marahnya. Dia tahu sekarang bahwa pemuda yang bengal ini ternyata memiliki ilmu kepandaian yang mujijat.
Bukan hanya dapat menangkis tangan beracunnya tanpa terluka sedikit pun, juga pemuda itu memiliki gerakan yang kelihatannya seenaknya dan sembarangan saja, namun selalu dengan tepat dapat menangkis semua pukulannya, dan setiap kali pukulannya tertangkis, Sun Giam merasa betapa seluruh lengannya dari ujung jari sampai ke ketiaknya, terasa tergetar hebat sekali tanda bahwa pemuda itu memiliki sin-kang yang amat luar biasa! Dia maklum, akan tetapi tentu saja dia tidak mau menyerah begitu saja. Dia tidak sudi menerima kenyataan bahwa dia kalah menghadapi seorang bocah bengal. Maka sambil mengeluarkan lengking dahsyat, kembali ia menubruk, dengan kedua lengan dikembangkan dan kedua tangan membentuk cakar harimau, lagaknya persis seekor harimau kelaparan yang menubruk kambing.
Kembali banyak orang terkejut karena melihat betapa pemuda itu enak-enak saja tertawa dan bertepuk tangan, seolah-olah terkaman itu tidak ada artinya sama sekali atau dia tidak tahu betapa dirinya terancam bahaya maut yang mengerikan. Dua lengan lawan itu bergerak-gerak dan sukar diduga ke arah mana akan menyerang dan sekali saja dirinya kena dicengkeram tentu akan hebat akibatnya. Namun tentu saja ini pendapat para penonton, tidak demikian dengan pendapat Kian Bu sendiri. Dia dapat melihat dengan jelas, dapat mengikuti gerakan kedua tangan lawan itu, maka dia enak-enak saja. Ketika jaraknya sudah dekat, tiba-tiba dia pun mengulur kedua lengannya dan kedua tangannya menyambut cengkeraman kedua tangan lawan dan berbareng dia mengangkat lutut kirinya "memasuki"
Perut lawan.
"Ngekk....!"
Biarpun Sun Giam sudah mengerahkan lwee-kangnya untuk membuat perutnya keras dan kebal, namun hantaman lutut yang dilakukan dengan kuat dan tiba-tiba itu tidak urung membuat perutnya mulas dan napasnya sesak, dan pada saat itu Kian Bu sudah menggerakkan tangan kanan yang saling berpegangan dengan tangan kiri lawan, menariknya tiba-tiba sehingga tubuh Sun Giam tertarik dan terbawa maju, lalu dengan gerakan yang luar biasa cepatnya Kian Bu menekuk lengan kanannya itu, sikunya menyambar ke depan.
"Croott....!"
Siku itu mencium muka Sun Giam, tepat mengenai hidungnya. Bagian ini sukar untuk diisi tenaga lwee-kang sekuatnya, maka biarpun batang hidung itu tidak remuk, akan tetapi getaran pukulan siku itu membuat darahnya muncrat keluar dari dalam!
"Aughhh....!"
Sun Giam mengeluh dan tubuhnya terhuyung ke belakang. Sibuklah kedua tangannya, yang satu mengelus perut yang mulas, yang satu lagi menutupi hidungnya yang berdarah.
"Bocah setan....!"
Tiba-tiba Yauw Siu memaki dan langsung dia menubruk ke arah Kian Bu.
"Heiii....! Eh, uh, luput! Eh, kau adalah lawan kakakku!"
Kian Bu mengelak ke sana ke mari dengan cekatan sekali sehingga setiap pukulan, setiap tubrukan mengenai tempat kosong.
Namun Yauw Siu yang marah sekali menyaksikan betapa temannya tadi dipermainkan, saking marahnya terus menerjang seperti seekor harimau, kedua lengannya yang besar panjang itu bergerak-gerak dan kedua tangannya menyambar-nyambar ganas. Mukanya yang hitam menjadi makin hitam dan matanya melotot lebar menyeramkan. Melihat betapa calon lawannya itu mengamuk dan menyerang adiknya, Kian Lee hanya berdiri tersenyum. Tentu saja dia tahu bahwa orang kasar itu sama sekali bukan tandingan adiknya, biar ada sepuluh orang seperti itu belum tentu akan dapat mengalahkan adiknya, maka dia tenang-tenang saja dan membiarkan adiknya yang jenaka itu bergembira memborong semua lawan!
"Wah.... eiiittt.... Koko, bagaimana ini?"
Kian Bu masih mengelak terus.
"Ambil saja untukmu, biar aku menonton saja!"
Jawab Kian Lee.
"Begitukah? Ha-ha, Yauw Siu, engkau masih untung! Kalau melawan kakakku, tentu kepalamu akan hancur. Aku masih mending, kau hanya akan mengalami benjut-benjut saja!"
"Keparat....!"
Yauw Siu sudah menubruk lagi, kedua kaki dan tangannya di-pentang lebar, agaknya tidak ada jalan keluar lagi bagi Kian Bu untuk mengelak. Dan pemuda ini pun sama sekali tidak mengelak lagi! Bahkan dia memapaki, menyambut terkaman itu, kedua tangannya didorongkan ke depan dan.... tubuh tinggi besar itu seperti daun ditiup angin, terlempar ke samping dan terbanting keras. Yauw Siu terkejut bukan main. Dia tidak tahu bagaimana dia tadi terbanting roboh, yang dirasakannya hanyalah ada angin menyambar dahsyat, angin yang terasa amat dingin.
Akan tetapi dia merasa penasaran, cepat dia meloncat berdiri dan menerjang lagi seperti angin puyuh, mengamuk membabi buta mengirim pukulan dan tendangan. Kian Bu mengeluarkan kepandaiannya. Dengan amat mudah dia mengelak dengan jalan meloncat ke belakang dan tahu-tahu lenyaplah dia dari depan Yauw Siu yang menjadi bingung dan terbelalak memandang, mencari ke kanan kiri. Terdengar gelak tawa para penonton karena mereka dapat melihat betapa tubuh pemuda lihai itu tadi mencelat dengan kecepatan yang sukar diikuti pandang mata, tahu-tahu telah berada di belakang Yauw Siu sambil tersenyum-senyum. Mendengar suara ketawa para penonton, Yauw Siu menjadi makin bingung dan matanya memandang liar. Tiba-tiba ada yang menyentuh pundaknya dari belakang. Dia membalik dan....
"Plak-plak!"
Kedua pipinya kena ditampar dan dia terhuyung-huyung ke belakang. Tepuk tangan menyambut "kemenangan"
Pemuda itu dan Pangeran Liong Bin Ong memandang pucat, memberi isyarat dengan pandang matanya kepada para pengawalnya. Yauw Siu terkejut dan makin marah. Biarpun dia kini juga maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang pemuda yang amat lihai, namun rasa malu dan marahnya membuat dia nekat.
"Srattt....!"
Dia telah mencabut sebatang ruyung lemas yang bergigi, yang tadi melingkar di pinggangnya.
"Singg.... wir-wir-wirrr....!"
Sun Giam kini juga sudah mengeluarkan senjatanya yang tadi melibat pinggangnya, yaitu sebuah senjata rantai baja dengan bola berduri di kedua ujungnya.
"Mundurlah, Bu-te!"
Kian Lee berkata dengan marah melihat betapa dua orang jagoan itu benar-benar tak tahu diri. Betapapun juga, dia amat sayang kepada adiknya dan melihat kenekatan dua orang itu yang telah mengeluarkan senjata, dia cepat melompat maju. Kian Bu meloncat ke belakang.
"Celakalah kalian sekarang,"
Katanya mengejek kepada dua orang jagoan itu. Akan tetapi dua orang jagoan yang sudah amat marah itu tidak mempedulikan ejekan Kian Bu. Melihat bahwa sekarang pemuda ke dua yang maju dengan tangan kosong saja, dengan sikap tenang sekali namun dengan wajah yang tampan itu membayangkan kemarahan dan mata yang tajam itu memandang tanpa berkedip, mereka sudah menerjang maju menggerakkan senjata masing-masing tanpa mempedulikan lagi teriakan-teriakan para tamu yang memaki mereka dan yang mengkhawatirkan keselamatan pemuda itu. Han Wi Kong yang pundaknya sudah dibalut dan sejak tadi memandang kagum, kini hendak bangkit dari tempat duduknya.
"Si keparat tak tahu malu!"
Desisnya. Akan tetapi tiba-tiba tangan Milana menyentuh lengannya.
"Biarkan saja...."
"Apa....? Kedua orang anak muda itu terancam...."
Milana menggeleng kepala, mulutnya tersenyum dan matanya bersinar, wajahnya berseri-seri.
"Apakah kau tidak dapat menduga siapa mereka? Apakah kau tidak mengenal Sin-coa-kun, kemudian loncatan Soan-hong-lui-kun dan dorongan pukulan Swat-im Sin-ciang yang dilakukan Kian Bu tadi?"
"Kian Bu.... ahh dan yang satu itu....?"
"Kian Lee, siapa lagi?"
Han Wi Kong memandang terbelalak dan dengan penuh kekaguman dia melihat betapa Kian Lee menghadapi dua orang lawan bersenjata itu dengan sikap tenang sekali. Dua gulungan sinar senjata itu menyambar-nyambar ke depan. Kian Lee berkelebat mengelak diantara dua gulungan sinar senjata itu, gerakannya cepat sekali sehingga tidak dapat dilihat lagi bentuk tubuhnya, hanya bayangannya saja berkelebatan dan tiba-tiba terdengar dua kali teriakan keras, dua batang senjata itu terlempar dan dua orang jagoan itu terlempar dan roboh terbanting! Kian Lee telah berdiri dengan sikap penuh wibawa, kedua kaki terpentang lebar, kedua tangan bersedakap dan dia menghardik,
"Kalian masih berani menjual lagak lagi di sini?"
Dua orang jagoan itu merangkak bangun, muka mereka menjadi pucat sekali, lalu mereka saling pandang dan membalikkan tubuhnya.
"Tunggu....!"
Klan Bu mencelat dari tempat dia berdiri, tahu-tahu telah berada di depan kedua orang itu.
"Tadi kalian melukai orang, terlalu enak kalau kalian dibiarkan pergi begitu saja tanpa dihukum!"
Kedua tangannya bergerak cepat menyambar ke depan. Kedua orang jagoan yang masih merasa nanar itu berusaha membela diri, akan tetapi mereka jauh kalah cepat.
"Krek-krek! Krek-krek!"
Dua orang itu jatuh berlutut, kedua tulang pundak mereka telah dipatahkan oleh jari tangan Kian Bu yang hendak membalaskan orang gagah yang tadi patah tulang pundaknya.
"Nah, pergilah kalian!"
Bentaknya. Dua orang itu mengeluh, menggigit bibir, memandang dengan mata melotot, kemudian bangkit berdiri dan pergi cepat meninggalkan tempat itu melalui pintu gerbang dengan gerak langkah yang amat lucu. Kaki mereka melangkah cepat setengah berlari, akan tetapi kedua lengan mereka tidak dapat berlenggang, hanya tergantung lumpuh di kanan kiri tubuh.
"Tangkap dua orang pengacau itu....!"
Tiba-tiba Pangeran Liong Bin Ong berteriak memerintah sambil menudingkan telunjuknya ke arah Kian Lee dan Kian Bu. Belasan orang pengawal bergerak maju mengepung dengan senjata di tangan.
"Eh, eh, kenapa kami hendak ditangkap?"
Kian Bu berseru heran sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Kaliah mengacau!"
Pangeran itu membentak pula karena dia pun melihat betapa banyak diantara para tamu menggelengkan kepala tidak setuju kalau dua orang muda itu ditangkap.
"Ah! Ah! Jadi kami yang mengacau?"
Kian Bu berteriak pula tanpa takut sedikit pun.
"Dua orang jagoan kampungan tadi telah mengeluarkan tantangan dan penghinaan terhadap Pulau Es, dan siapa pun tahu bahwa Majikan Pulau Es adalah Pendekar Super Sakti! Pendekar itu adalah mantu dari Yang Mulia Kaisar dan ayah dari Puteri Milana yang hadir di sini sebagai tamu kehormatan! Kami berdua maju menghajar orang yang menghina mantu Kaisar malah dituduh pengacau! Kalau begini, siapa yang mengacau?"
Mendengar ucapan ini, Liong Bin Ong menjadi merah mukanya. Apa yang diucapkan dua orang pemuda remaja itu terdengar oleh semua orang dan hampir semua orang mengangguk-angguk membenarkan.
"Siapa kalian?"
Bentaknya.
"Sebagai putera-putera Pendekar Super Sakti, tentu saja kami tidak membiarkan orang-orang macam mereka itu menghina Pulau Es."
"Kian Bu....! Kian Lee....!"
Milana tak dapat menahan lagi kegirangan hatinya. Dia sudah bangkit berdiri dan menghampiri dua orang pemuda itu yang serta merta berlutut di depan Milana.
"Enci Milana....!"
Mereka berkata hampir berbareng. Milana tertawa dan sekaligus mengusap air matanya, menyuruh bangun mereka dan memeluk mereka, menarik mereka ke ruangan tamu kehormatan dan memperkenalkan mereka kepada Pangeran Liong berdua dan para tamu.
"Mereka adalah adik-adikku Suma Kian Bu dan Suma Kian Lee dari Pulau Es!"
Melihat keluarga yang saling bertemu itu bergembira dan disambut oleh para tamu dengan girang, dua orang Pangeran Liong saling pandang dengan muka pucat.
Tentu saja mereka tidak dapat berbuat sesuatu terhadap adik-adik Puteri Milana, yaitu cucu Kaisar sendiri, apalagi karena semua tamu tadi jelas menyaksikan betapa dua orang pemuda itu mengalahkan dua orang jagoan yang dianggap menghina Pulau Es. Berbondong para tamu datang dan menghaturkan selamat kepada Puteri Milana yang telah bertemu dengan dua orang adiknya yang gagah perkasa. Dengan alasan kedatangan dua orang adiknya, Puteri Milana dan suaminya yang terluka pundaknya itu bergegas meninggalkan tempat pesta, pulang ke istana mereka sendiri. Setelah Han Wi Kong yang patah tulang pundaknya itu memperoleh perawatan dari seorang tabib dan mengundurkan diri untuk beristirahat di kamarnya sendiri, Milana mengajak dua orang adiknya bercakap-cakap sampai semalam suntuk.
Tidak ada habis-habisnya mereka saling menceritakan keadaan masing-masing, dan terutama sekali dengan penuh kerinduan hati Milana ingin mendengarkan segala hal mengenai Pulau Es. Ketika dia mendengar tentang Siang Lo-mo, dua orang kakek kembar yang pernah dilawannya di rumah penginapan itu ternyata pernah pula menyerbu Pulau Es dengan kawan-kawannya, puteri ini mengerutkan alisnya dan dengan penuh kekhawatiran dia dapat menduga bahwa Pangeran Liong ternyata dibantu oleh orang-orang pandai. Beberapa hari kemudian, setelah membawa dua orang adiknya menghadap kepada Kaisar, Milana lalu memberi tugas kepada kedua orang adiknya yang dia tahu memiliki kepandaian yang cukup tinggi untuk menjaga diri dan untuk menunaikan tugas rahasia itu. Dia menyuruh Kian Lee dan Kian Bu pergi ke utara, menemui Jenderal Kao Liang dan menceritakan semua keadaan di kota raja,
Mengajak Jenderal Kao yang amat setia dan yang menguasai sebagian besar pasukan itu untuk mengerahkan pasukan menumpas pemberontak-pemberontak tanpa menanti perintah Kaisar lagi karena Kaisar tentu saja terpengaruh oleh para pangeran yang menjadi saudaranya sendiri itu, dan tidak percaya bahwa mereka merencanakan pemberontakan. Pendeknya Milana mengajak Jenderal Kao untuk mendahului gerakan pemberontakan dan sekaligus membasmi pemberontak yang belum sempat bergerak itu. Tengah malam telah lewat. Udara amat dingin membuat para penjaga yang berkumpul di gardu benteng mengantuk dan mereka berusaha untuk melawan dingin dengan api unggun besar. Perang antara dinginnya hawa udara dan panasnya api unggun mendatangkan kehangatan yang membuat orang cepat mengantuk, apalagi setelah bertugas menjaga dan meronda sehari semalam menanti penggantian giliran besok pagi.
Sepasang Pedang Iblis Eps 9 Sepasang Pedang Iblis Eps 3 Sepasang Pedang Iblis Eps 7