Ceritasilat Novel Online

Sepasang Pedang Iblis 32


Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 32



"Hyaaahhh!"

   Tiba-tiba Keng In membentak, tubuhnya secara mendadak bergulingan dan pedangnya membabat secara bertubi-tubi ke arah kedua kaki Kwi Hong. Dara ini cepat meloncat-loncat dan menjauhkan diri, akan tetapi tiba-tiba lawannya bangkit dan memukul dengan tangan kiri terbuka. Serangkum dorongan telapak tangan ini menyambar ke arah dada Kwi Hong.

   "Aihhh!"

   Dara ini cepat melakukan gerak mendorong yang sama, dengan tangan kirinya, didorongkan ke arah tangan lawan sambil mengerahkan tenaga Inti Es yang dilatihnya di Pulau Es.

   "Wesss....!"

   Dua tenaga raksasa ber-temu di udara, di antara kedua telapak tangan yang terpisah dua kaki saja. Tenaga panas bertemu dengan dingin dan akibatnya Kwi Hong terjengkang ke belakang karena di saat tenaga itu bertemu kembali Keng In mengeluarkan gerengan yang menggetarkan jantung itu. Sebelum dia sempat meloncat, Keng In sudah menotok punnggungnya dan begitu lengan Kwi Hong lemas, cepat pedang Li-mo-kiam telah dirampas-nya! Biarpun tubuhnya sudah menjadi lemah dan lumpuh, Kwi Hong masih dapat menggunakan mulutnya untuk memaki-maki,

   "Pengecut! Curang engkau! Tak tahu malu! Pencuri busuk, hayo kembalikan pedangku dan kita bertanding secara bersih! Kau menggunakan ilmu siluman, keparat busuk!"

   "Ikat dia dan bungkam mulutnya!"

   Keng In berkata sambil membelakangi Kwi Hong, menyim-pan Li-mo-kiam disatukan dengan Lam-mo-kiam, disembunyikan di balik jubahnya. Dia berdiri dengan sikap sombong, menengok ke kanan-kiri, tersenyum mengejek sambil berkata, mengerahkan khi-kangnya sehingga suaranya terdengar sampai jauh.

   "Haiiii! Pendekar Siluman Si Kaki Buntung! Lihat, muridmu telah kutawan! Kalau kau memang seorang gagah, datanglah dan bebaskan muridmu!"

   Wajah para anak buah Pulau Neraka menjadi pucat mendengar tantangan yang keluar dari mulut Majikan Muda itu! Betapapun lihainya Tuan Muda mereka itu, namun tidak selayaknya menantang Pendekar Siluman seperti itu! Baru mendengar nama Pendekar Siluman saja, wajah mereka sudah menjadi pucat, apalagi ditantang oleh majikan mereka!

   "Kau berani membuka mulut besar karena kau tahu bahwa Pamanku tidak berada di sini! Kalau Pamanku berada di sini, tentu engkau tak berani bernapas! Jangankan dengan Paman, dengan aku pun kalau engkau tidak berlaku curang, menggunakan ilmu siluman, engkau takkan mampu menang. Pengecut busuk, manusia keparat tak tahu malu!"

   "Cepat bungkam mulutnya!"

   Keng In membentak tanpa menoleh. Seorang wanita anggauta Pulau Neraka yang bermuka biru muda, cepat menggunakan sehelai saputangan untuk menutup mulut Kwi Hong, diikatkan ke belakang leher, kemudian dia melanjutkan pekerjaan mengikat tangan Kwi Hong yang dibelenggu dan ditelikung ke belakang punggungnya. Dara itu dalam keadaan setengah lumpuh, tak dapat meronta, hanya membelalakkan mata memandang ke arah punggung Keng In penuh keben-cian dan kemarahan.

   "Cepat persiapkan orang-orang mengejar rombongan Thian-liong-pang! Puteri Ketua Thian-liong-pang itu harus dapat kutaklukkan!"

   Kata Wan Keng In kepada orang-orangnya.

   "Bagaimana dengan nona ini, Siauw-tocu....?"

   Wanita itu bertanya, matanya penuh ketakutan memandang ke arah lubang kuburan ke arah peti yang masih tertutup tanah, peti tempat datuk Pulau Neraka berlatih!"Bawa dia sebagai tawanan, kalau dia banyak rewel, seret dia! Jangan perbolehkan gadis galak ini banyak tingkah!"

   "Siauw-tocu.... akan tetapi.... dia.... dia...."

   "Banyak rewel kau!"

   Wan Keng In membentak, akan tetapi matanya terbelalak kaget melihat wanita yang tadi bicara dan membelenggu serta membungkam mulut Kwi Hong telah roboh terlentang dengan mata mendelik dan nyawa putus! Dan dia melihat Kwi Hong duduk bersila dengan mata dipejamkan dan alis berkerut, seperti orang yang sedang memperhatikan sesuatu. Dan memang pada saat itu, Kwi Hong sedang mendengarkan suara yang berbisik-bisik di dekat telinganya, suara gurunya, Bu-tek Siauw-jin seolah-olah bicara di dekatnya akan tetapi yang sama sekali tidak berada di situ. Ketika tadi dia melihat wanita Pulau Neraka itu tiba-tiba roboh terjengkang dan mendengar suara itu, tahulah ia bahwa gurunya telah turun tangan!

   "Bocah tolol, mana patut menjadi muridku kalau tertotok dan terbelenggu seperti itu saja tidak mampu melepaskan diri? Apa sudah lupa akan latihan membangkitkan kekuatan secara otomatis mengandalkan tenaga Inti Bumi yang baru saja kau dapatkan dan yang menjadi dasar dari semua tenaga yang ada?"

   Kwi Hong memejamkan mata dan mengerahkan semua perhatian akan petunjuk gurunya yang diberikan lewat bisikan-bisikan itu. Dia mentaati petunjuk itu dan.... tiba-tiba darahnya mengalir kembali dan totokan itu tertembus oleh hawa Inti Bumi dari dalam! Setelah totokan terbebas, sekali mengerahkan tenaga belenggunya yang hanya terbuat dari tali itu putus semua dan sekali renggut dia telah melepaskan saputangan yang menutupi mulutnya, kemudian meloncat berdiri! Wan Keng In memandang dengan mata terbelalak.

   Totokannya adalah totokan yang tidak lumrah, bukan totokan biasa melainkan totokan yang ia latih dari gurunya. Menurut gurunya, tidak ada orang di dunia ini yang akan dapat memulihkan orang yang terkena totokannya karena totokan itu mengandung rahasia tersendiri. Bahkan menurut gurunya, Pendekar Siluman sendiri pun belum tentu mampu membebaskan orang yang tertotok olehnya. Bagaimana sekarang gadis itu, tanpa bantuan, sanggup membebaskan? Kalau hanya memutuskan belenggu itu, dia tidak merasa heran, akan tetapi dapat membebaskan diri dari totokannya, benar-benar membuat dia menjadi ngeri! Tentu ada yang memberi petunjuk! Otomatis dia menoleh ke kanan-kiri dan hatinya menjadi kecut. Jangan-jangan Pendekar Siluman yang ditantangnya telah berada di sekitar situ dan memberi petunjuk kepada gadis itu lewat bisikan yang dikirim melalui tenaga khi-kang!

   "Pendekar Siluman! Kalau kau sudah datang, mari kita bertanding sampai selaksa jurus!"

   Dia menantang sambil meraba gagang pedang di balik jubah.

   "Tutup mulutmu yang sombong! Aku masih sanggup melawanmu!"

   Kwi Hong membentak dan tiba-tiba dia menubruk maju, memukul dengan dorongan kedua tangannya ke arah dada dan pusar. Pukulan yang hebat karena kalau tangan kirinya dia menggunakan tenaga Swat-im Sin-ciang yang dingin, tangan kanannya yang menghantam ke pusar dia isi dengan saluran tenaga Hwi-yang Sin-ciang yang panas. Melihat ini, Keng In meloncat ke belakang, akan tetapi tiba-tiba Kwi Hong yang kedua pukulannya luput itu telah jatuh ke atas tanah dengan terbalik, kemudian tanpa disangka-sangka kedua kakinya menendang ke belakang dan tepat mengenai paha dan perut Keng In. Tenaga tendangan model sepak kuda ini bukan main kuatnya sehingga biarpun Keng In sudah mengerahkan sin-kang, tetap saja terlempar sampai lima meter jauhnya!

   "Berhasil....!"

   Kwi Hong bersorak sambil meloncat bangun. Akan tetapi ia segera kecewa karena mendengar bisikan gurunya mengomel.

   "Apa artinya kalau hanya mampu membuat dia terlempar? Hayo lawan terus, pergunakan Tenaga Inti Bumi!"

   Kwi Hong melihat bahwa Keng In sudah meloncat turun dan biarpun sepasang mata pemuda itu terbelalak penuh keheranan terhadap ilmu tendangan yang aneh dan tidak patut itu, dia tidak terluka dan mukanya yang tampan membayangkan kemarahan.

   "Engkau sudah bosan hidup!"

   Bentaknya dan tiba-tiba tubuhnya sudah mencelat ke depan dan tampak sinar kilat berkelebat ketika tangannya mencabut keluar Li-mo-kiam. Sekali ini dia benar-benar mengambil keputusan untuk membunuh gadis itu dengan pedang gadis itu sendiri yang tadi dirampasnya.

   "Aahhh....!"

   Tiba-tiba Keng In berdiri tak bergerak, pedang yang diangkat ke atas kepala itu tidak jadi dilanjutkan gerak serangannya dan dia memandang ke depan dengan muka pucat. Di depannya telah berdiri Bu-tek Siauw-jin, Si Kakek Pendek yang tahu-tahu telah berada di depan pemuda itu dengan lengan kiri dilonjorkan, tangan terlentang terbuka seperti orang minta-minta!

   "Kembalikan pedang muridku itu!"

   Sejenak Keng In terbelalak bingung, masih belum dapat menerima ucapan itu. Gadis itu murid susioknya? Teringat dia akan anggauta Pulau Neraka yang tewas secara aneh. Kini mengertilah dia. Tentu Bu-tek Siauw-jin yang telah membunuh wanita yang membelenggu Kwi Hong, dan kakek ini pula yang membuat gadis itu mampu membebaskan diri daripada totokannya! Keng In adalah seorang pemuda yang tidak mengenal takut, akan tetapi menghadapi paman gurunya ini yang bahkan disegani oleh Cui-beng Koai-ong sendiri, dia tidak berani melawan. Hanya keraguannyalah yang membuat dia masih belum menyerahkan pedang yang diminta itu.

   "Akan tetapi.... Susiok...."

   "Masih berani membantah dan tidak berikan pedang itu kepadaku?"

   Cepat dan gugup Keng In menyerahkan pedang itu yang diterima oleh Bu-tek Siauw-jin dan dilemparkannya pedang itu kepada muridnya. Kwi Hong menyambut pedang itu dengan hati girang sekali.

   "Maaf, Susiok. Teecu tidak tahu bahwa dia murid Susiok...."

   "Hemmm, sekarang sudah tahu!"

   "Tapi.... dia adalah keponakan dan murid Pendekar Siluman!"

   
"Ha-ha-ha-ha-ha-heh-heh! Dan engkau sendiri siapa, anak siapa? Heh-heh, setidaknya Pendekar Siluman adalah Majikan yang tulen dari Pulau Es!"

   Mendengar ucapan ini, wajah Keng In menjadi merah sekali. Dia merasa terhina dan marah, akan tetapi terpaksa dia menahan kemarahannya. Dengan ucapan itu, paman gurunya yang ugal-ugalan itu hendak mengingatkan bahwa dia hanyalah putera dari seorang Majikan atau Ketua Boneka dari Pulau Neraka! Sama saja dengan mengatakan bahwa paman gurunya itu masih lebih baik daripada gurunya dalam hal menerima murid dan bahwa keponakannya atau murid dari Majikan Pulau Es masih lebih baik daripada putera dari Ketua Boneka Pulau Neraka!

   "Susiok....!"

   "Kau mau apa?" "Teecu tidak apa-apa, akan tetapi teecu akan menceritakan kepada Suhu tentang keanehan ini."

   "Hemmm, kalau engkau mengira akan dapat mempergunakan Gurumu sebagai perisai maka engkau adalah seorang pengecut dan seorang yang bodoh!"

   "Teecu tidak bermaksud mengadu.... hanya...., teecu rasa Susiok telah salah menerima murid...."

   "Desssss!"

   Tiba-tiba tubuh Keng In terpental sampai beberapa meter jauhnya. Tidak tampak kakek pendek itu menyerang, akan tetapi tahu-tahu pemuda itu terlempar! Keng In cepat meloncat berdiri lagi, diam-diam dia terkejut akan tetapi juga lega bahwa susioknya yang aneh itu tidak melukainya.

   "Engkau berani memberi kuliah kepadaku tentang bagaimana mengambil murid?"

   Bu-tek Siauw-jin membentak.

   "Maaf, teecu mohon diri....!"

   "Pergilah! Dan ingat, kelak muridku ini yang akan menandingimu!"

   Keng In menjura dan meloncat pergi, loncatannya jauh sekali seperti terbang sehingga mengagumkan hati Kwi Hong. Lebih terkejut lagi gadis ini ketika mendengar suara bisikan yang halus dan jelas dari jauh, suara pemuda itu.

   "Kita sama lihat saja apakah perempuan bodoh ini akan dapat menandingiku!"

   Bu-tek Siauw-jin mengerutkan alisnya dan menoleh kepada para anak buah Pulau Neraka yang kini sudah menjatuhkan diri berlutut semua.

   "Lekas kalian pergi dari sini, tinggalkan mayat-mayat itu biar dimakan burung gagak!"

   Anak buah Pulau Neraka itu menjura, kemudian bangkit dan pergi tanpa mengeluarkan kata-kata lagi. Bu-tek Siauw-jin lalu berkata kepada muridnya, suaranya singkat dan ketus, berbeda dengan biasanya yang suka berkelakar.

   "Mari kita pergi!"

   Kwi Hong menurut dan berjalan mengikuti kakek pendek itu keluar dari tanah kuburan, menuruni bukit kecil. Akan tetapi akhirnya dia tidak kuat menahan penasaran hatinya dan berkata,

   "Suhu, bagaimana engkau bersikap begitu kejam, membiarkan mayat anak buahmu terlantar di sana dan dimakan gagak?"

   Mulut kakek itu tidak kelihatan bergerak, akan tetapi terdengar suara ketawanya, seolah-olah suara itu keluar dari perut melalui lubang lain, bukan mulut!

   "Heh-heh-heh! Engkau merasa kasihan kepada mayat yang tidak bernyawa lagi, akan tetapi tidak kasihan kepada burung-burung gagak yang kelaparan!"

   Kwi Hong terbelalak.

   "Suhu! Biarpun sudah menjadi mayat yang tak bernyawa, akan tetapi itu adalah mayat-mayat manusia! Teecu tidak biasa bersikap kejam, sejak kecil diajar supaya berperikemanusiaan oleh paman atau guru teecu!"

   Tiba-tiba Bu-tek Siauw-jin menghentikan langkahnya dan memandang muridnya dengan mata lebar dan mulut menyeringai, kemudian dia tertawa bergelak,

   "Ha-ha-ha-ha! Semenjak kecil, manusia diajar segala macam kebaikan! Manusia mana yang sejak kecilnya tidak diajar dan dijejali segala macam pelajaran tentang kebaikan oleh ayah bunda atau guru-gurunya? Agama bermunculan dengan para pendetanya. Ahli-ahli kebatinan bermunculan saling bersaing, mereka semua berlumba untuk menjejalkan pelajaran tentang kebaikan kepada manusia-manusia, semenjak manusia masih kecil sampai menjadi kakek-kakek. Akan tetapi, adakah seorang saja manusia yang baik di dunia ini? Setiap orang manusia, menurut ajaran agama masing-masing, berlumba keras dalam teriakan anjuran agar mencinta sesama manusia, namun di dalam hati masing-masing menanam dan memupuk perasaan saling benci, bahkan yang pertama-tama membenci saingan masing-masing dalam menganjurkan cinta kasih antar manusia! Gilakah ini? Atau aku yang gila? Ha-ha-ha! Muridku, kalau engkau melakukan kebaikan karena ajaran-ajaran itu, bukanlah kebaikan sejati namanya melainkan melaksanakan perintah ajaran itu! Engkau ini manusia ataukah boneka yang hanya bergerak dalam hidup menurut ajaran-ajaran yang membusuk dan melapuk dalam gudang ingatanmu?"

   "Engkau sendiri dalam pertandingan, dengan enak saja membunuh manusia lain, sama sekali tidak merasa akan kekejaman perbuatanmu, akan tetapi baru melihat aku meninggalkan mayat agar membikin kenyang perut gagak yang kelaparan, kau katakan kejam! Ha-ha-ha, muridku. Pelajaran pertama bagi manusia umumnya, termasuk aku, adalah mengenal wajah sendiri yang cantik, akan tetapi juga mengenal isi hati dan pikiran kita sendiri yang busuk, jangan hanya mengagumi lekuk lengkung tubuh sendiri yang menggairahkan akan tetapi juga mengenal isi perut yang tidak menggairahkan!"

   Kwi Hong memandang gurunya dengan sinar mata bingung. Gurunya ini bukan manusia lumrah, bukan orang waras. Tentu agak miring otaknya. Sekali bicara tentang hidup, kacau balau tidak karuan. Maka dia diam saja, kemudian melanjutkan langkah kakinya ketika melihat gurunya sudah berjalan kembali dengan langkah pendek.

   "Kau tentu tidak dapat menangkan Keng In sebelum engkau mahir betul mempergunakan Ilmu Menghimpun Tenaga Inti Bumi. Bocah itu telah berhasil me-warisi kepandaian Suheng. Lihat saja warna mukanya tadi!"

   Kwi Hong cemberut dalam hatinya tidak senang dikatakan bahwa dia tidak akan menang menghadapi Keng In. Kini mendengar disebutnya warna muka muda itu dia mengingat-ingat.

   "Warna mukanya biasa saja. Mengapa, Suhu?"

   "Justru yang biasa itulah yang luar biasa!"

   Gurunya menjawab dan berjalan terus. Kwi Hong menoleh, terbelalak tidak mengerti.

   "Eh, apa maksudmu, Suhu?"

   "Begitu bodohkan engkau? Semua murid Pulau Neraka memiliki wajah yang berwarna, apakah engkau lupa? Bahkan Ketua Boneka, ibu bocah itu sendiri, mukanya berwarna putih seperti kapur! Itulah tanda orang yang memiliki tingkat tertinggi Pulau Neraka yang menjadi akibat himpunan sin-kang yang mengandung hawa beracun pulau itu! Bahkan mendiang Sute Ngo Bouw Ek pun mukanya masih berwarna kuning, berarti bahwa ibu bocah itu masih setingkat lebih tinggi dari padanya. Hanya aku dan Suheng Cui-beng Koai-ong saja yang tidak terikat oleh warna muka, bisa mengubah warna muka sesuka hati kami berdua. Hal itu menandakan bahwa kami berdua adalah dapat mengatasi pengaruh hawa beracun Pulau Neraka, dan tingkat kami sudah lebih tinggi. Kalau sekarang Wan Keng In sudah menjadi biasa warna kulit mukanya, hal itu berarti bahwa dia pun sudah terbebas dari pengaruh hawa beracun, berarti tingkatnya sudah lebih tinggi dari tingkat ibunya sendiri!"

   "Wah, hebat sekali kalau begitu!"

   Diam-diam Kwi Hong bergidik. Kalau benar-benar pemuda itu tingkatnya sudah melampaui tingkat kepandaian Majikan Pulau Neraka, benar-benar merupakan lawan yang berat!

   "Teecu menerima gemblengan Suhu, jangan-jangan muka teecu akan menjadi berwarna pula!"

   "Heh-heh-heh, jangan bicara gila! Kalau engkau berlatih di atas Pulau Neraka, tentu saja engkau akan mengalami keracunan dan mukamu berubah-ubah sesuai dengan tingkatmu sebelum engkau dapat mengatasi hawa beracun itu. Akan tetapi engkau kulatih di luar Pulau Neraka. Pula, engkau telah memiliki dasar sin-kang dari Pulau Es yang amat kuat, kiranya engkau hanya akan terpengaruh sedikit dan setidaknya kalau engkau berlatih di sana, engkau mendapatkan warna putih atau kuning. Sudahlah, mulai sekarang engkau harus benar-benar mencurahkan perhatian, berlatih dengan tekun. Melihat kemajuan dan tingkat bocah tadi, aku hanya akan menurunkan ilmu-ilmu yang paling tinggi saja kepadamu. Ini pun hanya akan dapat kau andalkan untuk memenangkan pertandingan melawan Keng In kalau engkau berlatih dengan sungguh-sungguh hati dan mati-matian."

   Mereka berjalan terus dan sampai lama keduanya tidak bicara. Tiba-tiba Kwi Hong bertanya,

   "Suhu, sebetulnya yang mempunyai kepentingan mengalahkan Wan Keng In itu siapakah? Teecu ataukah Suhu?"

   Kakek itu berhenti dan menengok kepada muridnya, memandang dengan mata terbelalak kemudian tertawa bergelak,

   "Ha-ha-ha, habis kau kira siapa?"

   "Teecu tidak mempuyai urusan pribadi dan tidak mempunyai permusuhan langsung dengan pemuda Pulau Neraka itu, sungguhpun teecu tidak suka kepadanya. Kalau tidak kebetulan bertemu dengannya, teecu tidak bertempur dengannya dan teecu juga tidak akan mencari-cari dia untuk diajak bertanding. Hal itu berarti bahwa kalau teecu mati-matian mempelajari ilmu sudah tentu bukan dengan tujuan untuk semata-mata kelak dipergunakan untuk menandingi orang itu."

   "Kalau begitu, mengapa tadi engkau sudah enak-enak di dalam peti, tahu-tahu engkau keluar dan menyerangnya?"

   "Karena teecu tidak ingin dia mencelakai dara itu."

   "Hemm, bocah puteri Ketua Thian-liong-pang itu! Mengapa engkau membantunya?"

   Kwi Hong tak dapat menjawab. Tadi ketika ia membuka peti matinya dan melihat Milana, ia segera mengenal dara itu sebagai Milana, puteri dari pamannya, puteri Pendekar Super Sakti dan Puteri Nirahai! Akan tetapi, begitu mendengar bahwa dara itu adalah puteri Ketua Thian-liong-pang, dia menjadi ragu-ragu, bahkan teringat bahwa yang hampir mencelakainya ketika dia mengintai di rumah penginapan rombongan Thian-liong-pang, yang menggunakan tali sutera hitam panjang, juga gadis itulah! Benarkah gadis itu Milana? Kalau benar Milana, mengapa disebut puteri Ketua Thian-liong-pang? Maka, kini pertanyaan gurunya tak dapat ia menjawabnya sebelum dia yakin benar apakah dara itu Milana atau bukan.

   "Teecu.... teecu tidak bisa diam saja melihat seorang gadis terancam bahaya."

   "Ha-ha-ha, cocok dengan semua pelajaran tentang kebaikan yang kau terima sejak kecil dari Pamanmu?"

   Disindir demikian, Kwi Hong diam saja, hanya cemberut. Kemudian dia mendapat kesempatan membalas.

   "Telah teecu katakan tadi bahwa teecu tidak mempunyai kepentingan mengalahkan Wan Keng In. Akan tetapi Suhu agaknya bersemangat benar untuk melihat teecu mengalahkan dia! Apakah bukan karena Suhu ingin bersaing dengan Supek Cui-beng Koai-ong?"

   Kakek itu melotot, kemudian menghela napas dan membanting-banting kakinya seperti sikap seorang anak-anak yang jengkel hatinya.

   "Sudahlah! Sudahlah! Engkau benar! Memang demikian adanya. Suheng telah melanggar sumpah, mengambil murid! Maka aku pun memilih engkau sebagai murid untuk kelak kupergunakan menandingi muridnya agar Suheng tahu akan kesalahannya! Nah, katakan bahwa engkau tidak mau membantu aku! Tidak usah berpura-pura!"

   Kwi Hong tersenyum. Suhunya ini benar-benar seorang yang amat aneh, luar biasa, agak sinting, sakti seperti bukan manusia lagi, akan tetapi sikapnya menyenangkan hatinya! Biarpun ugal-ugalan, akan tetapi entah bagaimana tidak menjadi benci, malah dia suka sekali.

   "Suhu, sebagai murid tentu saja teecu akan membantu Suhu karena sebagai seorang guru yang mencinta muridnya, tentu Suhu juga selalu ingin membantu muridnya seperti teecu, bukan?"

   "Wah-wah-wah, dalam satu kalimat saja, engkau mengulang-ulang sebutan guru dan murid beberapa kali sampai aku jadi bingung! Katakan saja, apa yang kau ingin kulakukan untuk membantumu agar kelak engkau pun akan suka membantuku?"

   Kwi Hong tersenyum lebar. Biarpun kelihatan sinting, gurunya ini ternyata cerdik sekali dan mudah menjenguk isi hatinya. Dia teringat akan urusan Gak Bun Beng, dan teringat akan niatnya meninggalkan pamannya. Dia berniat pergi ke kota raja, membantu Bun Beng menghadapi musuh-musuhnya yang berat, dan juga untuk merampas kembali pedang Hok-mo-kiam yang dahulu dicuri oleh Tan-siucai dan Maharya. Tanpa bantuan seorang sakti seperti gurunya ini, mana mungkin dia akan berhasil menghadapi orang-orang sakti seperti Koksu Negara Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun dan dua orang pembantunya yang hebat itu, sepasang pendeta Lama dari Tibet, Thian Tok Lama dan Thai Li Lama. Belum lagi kalau berhadapan dengan Tan-siucai dan gurunya yang sakti, Si Ahli Sihir Maharya!

   "Suhu, sebelum bertemu dengan Suhu, teecu telah lebih dulu menjadi keponakan dan murid Pendekar Super Sakti. Berarti, biarpun teecu berhutang kepada Suhu, akan tetapi teecu juga sudah berhutang budi kepada Pendekar Super Sakti yang belum teecu balas. Benarkah pendapat ini?"

   Betapa kaget hati Kwi Hong ketika melihat gurunya itu menggeleng kepala kuat-kuat!

   "Tidak benar! Tidak betul! Orang yang melibatkan diri dalam hutang-piutang budi, baik yang berhutang maupun sebagai yang menghutangkan adalah orang bodoh karena hidupnya tidak akan berarti lagi! Katakan saja apa yang akan kau lakukan dan apa yang dapat kubantu tanpa menyebut tentang hutang-piutang budi segala macam!"

   Kwi Hong menelan ludahnya sendiri. Sukar juga menentukan sikap menghadapi seorang sinting dan kukoai (ganjil) seperti gurunya ini! Akan tetapi dia teringat akan watak gurunya yang seperti kanak-kanak ketika mengadu jangkerik, yaitu gurunya tidak bisa menerima kekalahan! Gadis yang cerdik ini segara berkata,

   "Suhu, urusan mengalahkan Wan Keng In adalah urusan mudah saja. Asalkan Suhu mau mengajarkan teecu dengan sungguh-sungguh dan teecu akan berlatih dengan tekun, apa sih sukarnya mengalahkan bocah sombong itu? Akan tetapi teecu mempunyai beberapa orang musuh yang benar-benar amat sukar dikalahkan, amat sakti, jauh lebih sakti daripada sepuluh orang Wan Keng In. Bahkan, dengan bantuan Suhu sekalipun teecu masih ragu-ragu dan khawatir apa-kah akan dapat mengalahkan mereka....?"

   "Uuuuttt! Sialan kau! Aku sudah maju membantu masih khawatir kalah? Jangan main-main kau! Siapa musuh-musuhmu itu? Asal jangan tiga orang pengawal Tong Sam Cong saja, masa aku tidak mampu kalahkan?"

   Yang dimaksudkan oleh kakek itu dengan tiga orang pengawal Tong Sam Cong adalah tiga tokoh sakti dalam dongeng See-yu, yaitu tiga orang pengawal Pendeta muda Tong Sam Cong atau Tong Thai Cu yang melawat ke Negara Barat (India) untuk mencari kitab-kitab Agama Buddha. Mereka itu adalah Si Raja Monyet Sun Go Kong, Si Kepala Babi Ti Pat Kai dan See Ceng.

   "Biarpun tidak sesakti para pengawal Tong Thai Cu, akan tetapi teecu sungguh tidak berani memastikan apakah dengan bantuan Suhu sekalipun teecu akan dapat mengalahkan mereka. Mereka itu adalah Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun, Thian Tok Lama, Thai Li Lama dan Maharya!"

   Kwi Hong sengaja tidak menyebut nama Tan-siucai karena untuk menghadapi orang ini tidaklah terlalu berat. Kakek itu tiba-tiba menjadi bengong.

   "Kau.... bocah begini muda.... sudah menanam bibit permusuhan dengan orang-orang macam mereka itu?"

   "Harap Suhu tidak perlu mengalihkan persoalan. Kalau Suhu merasa jerih dan tidak berani membantu teecu menghadapi mereka teecu pun tidak dapat menyalahkan Suhu karena mereka memang amat sakti. Hanya Paman Suma Han saja kiranya yang akan dapat mengalahkan mereka."

   Kakek itu tersentuh kelemahannya. Mukanya menjadi merah sekali dan kedua lengannya digerak-gerakkan ke kanan-kiri. Terdengar suara keras dan empat batang pohon di kanan-kirinya tumbang dan roboh terkena pukulan kedua tangannya!

   "Siapa bilang aku jerih? Kalau Suma Han pamanmu yang buntung itu dapat menandingi mereka, mengapa aku tidak? Haiiii, bocah tolol, kau terlalu memandang rendah Gurumu! Lihat saja nanti, aku akan membikin empat orang tua bangka itu terkencing-kencing dan terkentut-kentut minta ampun kepadamu! Haiii! Mengapa kau bermusuh dengan mereka?"

   "Pendeta India yang bernama Maharya itu telah membunuh burung-burung garuda peliharaan dan kesayangan teecu di Pulau Es bahkan telah merampas pedang pusaka yang teecu amat sayang."

   "Hemm, aku akan hajar dia dan paksa dia mengembalikan pedang. Wah, kau mempunyai sebuah pedang pusaka lain lagi? Apakah Pedang Iblis macam yang kau bawa itu? Hati-hati, dengan segala macam pusaka seganas itu, jangan-jangan akan berubah menjadi iblis!"

   "Tidak, Suhu. Pedang pusaka itu adalah sebatang pedang pusaka sejati yang amat ampuh dan bersih."

   "Heh-heh-heh! Pedang dibuat untuk memenggal leher orang, menusuk tembus dada orang, merobek perut sampai ususnya keluar, mana bisa dibilang bersih?"

   "Adapun Bhong Ji Kun Si Koksu Tengik itu, bersama dua orang pembantunya Thian Tok Lama dan Thai Li Lama, mereka adalah orang-orang yang memimpin pasukan membakar Pulau Es. Karena itu mereka adalah musuh-musuh besar teecu dan teecu hanya dapat mengandalkan bantuan Suhu untuk dapat menghajar mereka."

   "Uuut! Bocah bodoh. Setelah engkau mempelajari ilmu dariku dengan tekun dan berhasil baik, apa sih artinya kele-dai-keledai tua beberapa ekor itu? Tidak usah kubantu, engkau sendiri sudah cukup, lebih dari cukup untuk mengalahkan mereka."

   "Akan tetapi, teecu tidak percaya dan tidak akan tenang kalau tidak ber-sama Suhu. Karena itu, marilah kita pergi ke kota raja mencari mereka, Suhu."

   "Tapi kau harus berlatih...."

   "Sambil melakukan perjalanan, teecu akan tekun berlatih."

   "Tapi aku harus mampir dulu ke kaki Gunung Yin-san, di dekat padang pasir."

   "Ihh, tempat itu tandus dan sunyi, mengapa Suhu hendak ke sana? Tentu di sana tidak ada orangnya."

   Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Memang tidak ada orangnya karena aku ke sana bukan untuk mencari orang."

   "Habis, mencari apa?"

   "Mencari kelabang!"

   "Ihhhh....!"

   "Kenapa ihhh? Engkau tidak tahu, kelabang di sana berwarna merah darah, panjangnya satu kaki, besarnya seibu jari kaki!"

   "Ihhhh....!"

   Kwi Hong mengkirik, makin geli dan jijik.

   "Eh, masih belum kagum? Racun kelabang raksasa merah itu tiada keduanya di dunia ini. Mengalahkan semua racun yang berada di Pulau Neraka!"

   Kwi Hong menahan rasa jijik dan gelinya agar tidak menyinggung hati gurunya yang kadang-kadang aneh dan pemarah itu, maka dia berkata mengangguk-angguk,

   "Wah, kalau begitu hebat. Akan tetapi, untuk apa Suhu mencari Kelabang Raksasa Raja Racun itu?"

   "Bulan ini adalah musim bertelur, aku hendak menangkap seekor kelabang betina yang akan bertelur. Sebelum telur-telur itu dikeluarkan, harus dapat kutangkap dia, karena telur-telur yang masih berada di dalam perutnya itu mengandung racun yang paling ampuh karena terendam di dalam sumber racun kelabang itu."

   "Hemm, menarik sekali,"

   Kata Kwi Hong memaksa diri.

   "Setelah ditangkap, lalu untuk apa, Suhu?"

   "Kupotong bagian perut yang penuh telur itu, kemudian kumasak dengan arak merah...."

   "Wah, dimasak dengan arak perut penuh telur beracun ganas itu?"

   Kwi Hong menelan ludah, bukan saking kepingin melainkan untuk menekan rasa muaknya.

   "Mengapa menyiksa betinanya yang sedang bertelur, Suhu? Bukankah kabarnya kelabang jantan lebih hebat racunnya?"

   "Memang demikian biasanya, akan tetapi setelah tiba masa kawin disusul masa bertelur, semua racun berkumpul di tempat telur. Kau tidak tahu, kelabang raksasa di tempat itu mempunyai kebiasaan aneh dan menarik sekali. Di musim kawin, si betina pada saat bersetubuh menggigit leher si jantan dan menghisap darah si jantan berikut racunnya sampai tubuh si jantan itu kering dan mati! Diulanginya perkawinan aneh ini sampai dia menghisap habis darah dan racun lima enam ekor jantan, barulah perutnya menggendut terisi telur. Nah, di tempat telur itulah berkumpulnya semua racun!"

   Cuping hidung Kwi Hong bergerak-gerak sedikit karena dia merasa makin muak.

   "Suhu mencari barang macam itu, memasaknya dengan arak, untuk Suhu makan?"

   Kakek itu menggeleng-geleng kepalanya perlahan.

   "Bukan....!"

   Kwi Hong memandang terbelalak.

   "Habis, untuk apa....?"

   Hatinya sudah tidak enak.

   "Untuk kau makan!"

   "Uuuukhhh!"

   Kwi Hong mencekik leher sendiri menahan agar jangan sampai muntah, matanya terbelalak memandang gurunya yang tertawa terkekeh-kekeh.

   "Bocah tolol! Jangan memikirkan jijiknya, akan tetapi pikirkan khasiatnya! Kalau engkau makan itu, segala macam racun di dunia ini tidak akan dapat mempengaruhi tubuhmu, baik racun yang masuk melalui darah atau melalui perutmu! Dan racun itu cocok sekali untuk membangkitkan tenaga Inti Bumi yang kau latih!"

   Kwi Hong tidak dapat membantah lagi, akan tetapi setiap kali teringat akan perut kelabang penuh telur beracun yang harus dimakannya, perutnya sendiri menjadi mual dan dia kepengin muntah!

   Hal ini agaknya amat menyenangkan kakek itu, sehingga di sepanjang jalan, Bu-tek Siauw-jin selalu mengulangi godaannya dengan menceritakan tentang segala macam kelabang dan binatang-binatang menjijikkan, hanya untuk membuat muridnya mual, jijik dan ingin muntah! Orang yang aneh luar biasa pula! Milana melarikan diri bersama sisa anak buahnya. Hatinya kacau dan berduka sekali ketika mereka berhenti di dalam sebuah hutan dan mengubur jenazah Si Lengan Buntung, Su Kak Liong dan lain-lain anak buahnya yang tewas dalam pertempuran melawan anak buah Pulau Neraka. Dia merasa penasaran sekali dan mukanya menjadi merah saking marah dan malu kalau teringat betapa dia dipermainkan oleh pemuda tampan, putera Majikan Pulau Neraka yang amat lihai itu. Dia harus melapor kepada ibunya dan minta pelajaran ilmu silat yang lebih tinggi lagi. Untung gadis tadi menolongnya, kalau tidak tentu dia telah menjadi tawanan.

   Milana bergidik kalau teringat akan hal itu tak dapat dia membayangkan apa yang akan terjadi kalau dia menjadi tawanan pemuda yang gila itu! Thian-liong-pang telah mengalami kekalahan dan penghinaan dari Pulau Neraka. Ibunya sendiri harus turun tangan menghajar orang-orang Pulau Neraka. Setelah selesai mengubur jenazah-jenazah itu, Milana mengajak sisa anak buahnya yang tinggal delapan orang itu untuk melanjutkan perjalanan malam itu juga. Rombongan ibunya berada di tempat yang tidak jauh lagi dari situ. Tinggal dua hari perjalanan paling lama. Dia tidak akan merasa aman sebelum bertemu dengan rombongan ibunya. Dua orang pembantu utamanya, Si Lengan Buntung dan Su Kak Liong, serta bebe-rapa orang lagi, telah tewas. Dengan munculnya orang-orang Pulau Neraka yang dipimpin pemuda lihai itu sebagai musuh, dia merasa kurang kuat.

   Akan tetapi, ketika rombongan terdiri sembilan orang ini memasuki sebuah hutan pada keesokan harinya, tiba-tiba tampak banyak orang berloncatan dan mereka telah dikurung oleh belasan orang! Milana terkejut, akan tetapi ketika melihat bahwa yang mengurung itu adalah orang-orang yang berpakaian seperti orang kang-ouw, dan bercampur dengan beberapa orang hwesio dan tosu, maklumlah dia bahwa yang mengurungnya bukan orang-orang Pulau Neraka seperti yang dikhawatirkannya, melainkan orang-orang kang-ouw! Milana cepat meloncat maju dan menghunus pedangnya. Tali suteranya telah putus dan ditinggalkan ketika dia hampir tertawan oleh Wan Keng In, maka kini satu-satunya senjata di tangannya hanyalah pedangnya. Melihat bahwa yang memimpin para pengurung itu adalah seorang hwesio tinggi besar bersenjata toya yang berjenggot pendek, dia cepat menghampiri dan berkata, suaranya nyaring.

   "Kami rombongan orang Thian-liong-pang sudah meninggalkan tempat yang dijadikan tempat pertemuan, hendak kembali ke tempat kami. Mengapa kalian masih menghadang di sini? Apa kehendak kalian dan siapakah kalian? Dari partai dan golongan apa?"

   "Kami adalah sisa rombongan yang telah dipaksa mundur oleh Thian-liong-pang, dan karena kami merasa bahwa perjuangan kami sama, maka kami bergabung dan mengambil keputusan untuk membasmi Thian-liong-pang yang banyak menimbulkan bencana terhadap perjuangan orang-orang gagah."

   Hwesio itu berkata sambil melintangkan toyanya.

   "Hemmm.... perjuangan orang-orang gagah apa? Perbuatan kacau para pem-berontak maksudmu?"

   Milana berkata dengan marah setelah kini dia mendapat kenyataan bahwa sebagian besar di antara orang-orang itu adalah benar anggauta rombongan partai-partai yang telah dikalahkan di tanah kuburan. Bahkan tiga orang hwesio itu adalah hwesio-hwesio Siauw-lim-pai!

   "Harap kalian suka tahu diri! Setelah kalian kalah dalam pertandingan mengadu ilmu di tanah kuburan, mengapa kalian tidak pulang dan melaporkan kepada Ketua masing-masing akan tetapi malah diam-diam bergabung dan bersekongkol dengan para pemberontak untuk menghadang kami?"

   "Orang-orang Thian-liong-pang penjilat pemerintah asing! Membunuh kalian bagi kami adalah kewajiban orang-orang gagah membunuh anjing-anjing penjilat yang kotor!"

   Seorang di antara mereka yang berpakaian seperti orang-orang kang-ouw, yang belum pernah dilihat Milana, membentak dan sudah menerjang dengan bacokan goloknya.

   Tentu mereka inilah pemberontak-pemberontak yang aseli, sedangkan para hwesio, tosu dan orang-orang partai hanyalah terbawa-bawa saja, Terhasut oleh kaum pemberontak yang tentu saja hendak melibatkan partai-partai besar untuk membantu gerakan mereka. Milana menangkis serangan golok itu dan segera ia dikeroyok oleh enam orang yang menghujankan serangan. Agaknya para pengeroyok itu sudah maklum bahwa dia adalah orang terlihai di antara rombongannya, maka kini yang bertugas mengeroyoknya adalah enam orang yang cukup lihai, bahkan mereka itu semua bersenjata golok besar dan gerakan mereka teratur sekali. Kiranya enam orang itu membentuk sebuah barisan golok yang cukup kuat! Delapan orang anak buahnya sudah lemah dan lelah, apalagi tiga di antara mereka masih belum sembuh dari luka-luka yang diderita dalam pertandingan yang lalu namun kini terpaksa mereka itu mengangkat senjata melakukan perlawanan.

   Milana sendiri sudah lelah dan kurang tidur, akan tetapi, permainan pedangnya membuat enam orang lawan yang membentuk barisan golok dan mengurungnya itu kewalahan. Maka majulah tiga orang hwesio Siauw-lim-pai yang lihai itu, ikut mengeroyok dengan senjata mereka. Setelah dikeroyok sembilan barulah Milana merasa sibuk juga. Dia masih ingat bahwa tiga orang hwesio hanya terbawa-bawa saja, maka dia tidak ingin membunuh. Justeru inilah yang membuat dia repot, karena sembilan orang pengeroyoknya itu sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya dan semua serangan mereka adalah serangan maut yang jelas membuktikan akan kebencian mereka kepadanya dan mereka bermaksud membunuhya! Pertandingan yang berjalan berat sebelah itu tidak berlangsung lama karena di antara delapan orang anak buah Thian-liong-pang, sudah roboh lima orang.

   Hanya tiga orang yang masih melawan mati-matian, sedangkan Milana sendiri yang dikeroyok sembilan orang, berhasil merobohkan tiga orang. Akan tetapi, tiga orang roboh, lima orang datang membantu sehingga dara itu terpaksa harus memutar pedangnya untuk melingkari diri dari hujan senjata sebelas orang yang menyambar-nya dari segala jurusan. Pada saat itu terdengar bunyi lengking yang nyaring dan menyeramkan sekali. Beberapa pengeroyok terhuyung begitu mendengar lengking itu dan dari atas pohon-pohon meluncur sinar-sinar kecil-kecil merah yang menyambar ke bawah, disusul meloncatnya bayangan orang berkerudung. Hanya delapan orang di antara sebelas orang pengeroyok Milana yang berhasil mengelak, sedangkan tiga orang lainnya roboh terkena jarum merah berbau harum yang dilepas oleh orang yang berkedok atau berkerudung itu.

   Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati semua orang kang-ouw ketika melihat bahwa yang muncul adalah wanita berkerudung yang menyeramkan, Ketua dari Thian-liong-pang! Tak lama kemudian, muncul pula enam orang wanita cantik yang menjadi pengawal atau pelayan Ketua itu, dipimpin oleh Tang Wi Siang! Orang-orang kang-ouw itu terkejut, akan tetapi mereka tidak takut biarpun maklum bahwa kini keselamatan mereka terancam bahaya maut dengan munculnya Ketua Thian-liong-pang bersama enam orang pelayan. Mereka menjadi nekat dan segera Ketua Thian-liong-pang dan puterinya dikeroyok. Terjadilah pertandingan yang kembali berat sebelah, akan tetapi merupakan kebalikan daripada tadi. Kini biarpun jumlahnya masih tetap lebih banyak,

   Rombongan orang kang-ouw itu yang terdesak hebat dan sebentar saja Ketua Thian-liong-pang yang hanya mengamuk dengan tangan kosong itu telah merobohkan enam orang pengeroyok dengan pukulan jarak jauh yang amat dahsyat! Berturut-turut para pengeroyok itu berkurang jumlahnya, bahkan dalam waktu singkat saja Milana dan ibunya telah berhasil merobohkan semua orang yang mengeroyok mereka! Kini yang masih terus melakukan perlawanan hanya tiga orang hwesio Siauw-lim-pai dan tiga orang kang-ouw, termasuk dua orang tosu Hoa-san-pai, yang ditandingi oleh Tang Wi Siang dan teman-temannya. Mereka ini pun sudah terdesak hebat dan agaknya tak lama kemudian akan roboh pula. Tiba-tiba terdengar bunyi suara melengking yang jauh lebih hebat daripada tadi, disusul suara orang yang berpengaruh dan membuat semua orang tergetar jantungnya.

   "Hentikan pertempuran....!"

   Ketua Thian-liong-pang terkejut, menghentikan serangan dan menoleh. Demikian pula tiga orang hwesio Siaw-lim-pai, dua orang tosu Hoa-san-pai, dan seorang kang-ouw meloncat mundur dan menoleh. Berdebar hati semua orang ketika melihat seorang laki-laki, entah kapan dan dari mana datangnya, tahu-tahu telah berada di tengah-tengah mereka, seorang laki-laki yang kaki kirinya buntung, berdiri tegak dengan tongkat kayu sederhana membantu kaki tunggalnya. Seorang laki-laki yang berwajah tampan sekali namun tampak diselimuti awan duka yang membuat go-resan mendalam di kulit wajahnya. Dia belum sangat tua, akan tetapi seluruh rambutnya yang dibiarkan berurai di sekeliling kepalanya sampai ke pundak dan punggung, semua telah berwarna putih seperti benang-benang sutera perak.

   "Pendekar Super Sakti....!"

   Seorang tosu Hoa-san-pai berbisik, biarpun bisikannya perlahan karena keluar dari hatinya dan tanpa disengaja, namun karena keadaan di saat itu amat sunyi, tidak ada yang bicara atau bergerak, maka suaranya terdengar jelas. Laki-laki itu memang Suma Han, atau Pendekar Super Sakti, juga dikenal sebagai Pendekar Siluman, Majikan Pulau Es. Setelah terdengar suara lirih tosu Hoa-san-pai menyebutkan nama julukan pria yang berwajah penuh duka itu, keadaan menjadi makin sunyi.

   "Han Han....!"

   Suara ini lebih lirih dan oleh telinga lain hanya terdengar seperti berkelisiknya angin di antara daun-daun pohon. Akan tetapi pendekar sakti itu kelihatan terkejut dan tersentak kaget, memandang ke kanan-kiri seperti orang mencari-cari kemudian bengong terlongong. Tidak salahkah telinganya menangkap suara lirih itu? Hanya ada beberapa orang saja yang memanggilnya dengan nama itu, nama kecilnya. Han Han! Dan suara lirih halus merdu itu amat dekat dengan hatinya, seperti suara yang tidak asing baginya, akan tetapi dia tidak yakin suara siapa yang menyebut nama kecilnya semerdu dan sehalus itu! Dia menjadi bingung, kemudian teringat akan orang-orang di sekitarnya. Dia menoleh ke arah wanita berkerudung dan berkata dengan suara keren penuh wibawa.

   "Sudah bertahun-tahun aku mendengar di dunia kang-ouw tentang keanehan Thian-liong-pang yang selalu membikin geger dunia kang-ouw, menculiki tokoh-tokoh kang-ouw, bahkan berita terakhir mengatakan bahwa Thian-liong-pang membunuhi banyak tokoh kang-ouw yang menentang pemerintah penjajah. Sekarang, kebetulan sekali Pangcu berada di sini dan kebetulan pula aku dapat menyelamatkan nyawa para sahabat ini dari ancaman maut, aku ingin bertanya, apakah maksud Thian-liong-pangcu sebenarnya dengan semua perbuatan itu?"

   Sunyi senyap menyambut ucapan pendekar yang ditakuti, dihormati, dan disegani itu. Bahkan Tang Wi Siang sendiri mukanya berubah pucat dan tidak berani mengangkat muka memandang, hanya menundukkan muka saja seolah-olah silau kalau memandang wajah yang mempunyai sepasang mata yang kabarnya dapat membunuh lawan hanya dengan sinar mata itu! Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara yang bengis dan ketus, suara yang mem-buat para pendengarnya meremang bulu tengkuknya, karena nadanya dingin melebihi salju, penuh tantangan dan seolah-olah mengandung kebencian yang amat mendalam,

   "Memang benar! Semua keributan di dunia kang-ouw itu akulah yang melakukannya! Akulah yang bertanggung jawab! Aku yang memerintahkan anak buahku! Habis, engkau mau apa? Dengarlah baik-baik! Semua perbuatanku itu memang kusengaja untuk menantangmu, agar engkau datang menyerbu ke tempatku. Kalau kau berani!"

   Semua orang terkejut mendengar ini. Akan tetapi terdengar suara isak tertahan sehingga semua orang menoleh ke arah Milana. Dara itulah yang tadi terisak seperti orang tersedak. Akan tetapi, dara itu kini menundukkan mukanya dan semua orang kembali memandang ke arah Pendekar Super Sakti dengan hati tegang, ingin mereka melihat apa yang akan terjadi selanjutnya antara dua orang hebat itu. Suma Han sendiri sama sekali tidak pernah menyangka bahwa ucapan Ketua Thian-liong-pang itu demikian ketus dan bengis terhadap dirinya, maka dia terkejut dan heran sekali.

   "Apa? Menantang dan mengundangku? Mengapa....?"

   "Sudah lama aku ingin mencincang hancur engkau! Engkau.... manusia yang tidak berjantung! Manusia tiada perasaan!"

   "Ehhh.... heiiii? Mengapa? Apa.... apa maksudmu?"

   "Tak perlu banyak cakap lagi kau!"

   Ketua Thian-liong-pang itu segera menyerang dengan hebat. Pedang yang telah dicabutnya, padahal tadi ketika pengeroyokan dia sama sekali tidak pernah mencabut pedangnya. Kini bergerak cepat sekali, berubah menjadi sinar putih yang bergulung-gulung menerjang ke arah tubuh Pendekar Super Sakti.

   Sejenak timbul niat di hati Suma Han untuk benar-benar mencoba dan menguji sampai di mana kehebatan ilmu kepandaian Ketua Thian-liong-pang yang penuh rahasia ini dan untuk mengenal sumber ilmu kepandaiannya. Akan tetapi dia menjadi bingung juga ketika melihat bahwa ilmu pedang yang dimainkan oleh wanita berkerudung itu adalah ilmu pedang campuran yang sukar diketahui atau dikenal lagi dasarnya. Segala macam ilmu pedang partai besar di dunia persilatan terdapat dalam gerakan ilmu pedang ini! Belum pernah selamanya dia menyaksikan ilmu pedang seperti itu, akan tetapi harus diakui bahwa gerakan wanita itu cepat sekali sedangkan desing suara angin yang terbelah oleh pedang itu sendiri menyatakan betapa kuatnya tenaga sin-kang yang dimiliki wanita itu!

   Terpaksa dia menangkis dengan tongkatnya dan balas menyerang, bukan menyerang sungguh-sungguh, hanya untuk memaksa lawan itu mengeluar-kan jurus simpanannya agar dia dapat mengenal dasar ilmu silatnya. Akan tetapi, wanita berkerudung itu benar-benar hebat sekali karena sampai belasan jurus, dalam serang-menyerang itu, tidak pernah dia memperlihatkan dasar kepandaiannya, melainkan mainkan jurus campuran dari pelbagai ilmu pedang yang sudah "dicurinya"

   Dari para tokoh yang pernah diculiknya. Memang Nirahai amat lihai dan cerdik. Dari ilmu-ilmu silat yang dilihatnya, dia dapat mengambil inti sarinya yang terpenting, kemudian menciptakan gabungan yang amat hebat, tentu saja dengan mendasarkan kepandaiannya sendiri sebagai unsur pokok yang terpenting.

   Karena itu, kini Suma Han tidak dapat mengenal dasar ilmu pedangnya! Suma Han memang tidak mempunyai niat untuk bertanding mati-matian. Enam orang kang-ouw masih berada di situ, yaitu tiga orang hwesio, dua orang tosu dan seorang kang-ouw yang tentu akan terancam keselamatan mereka kalau tidak ditolongnya. Pula, dia sendiri menghadapi banyak urusan besar. Mencari Pedang Hok-mo-kiam saja belum berhasil. Kalau dia harus melayani tantangan Ketua Thian-liong-pang yang galak dan entah mengapa selalu memusuhinya dan agaknya amat membencinya itu, berarti dia akan melibatkan diri dengan banyak urusan yang memusingkan kepala! Apalagi sekarang terdapat kenyataan bahwa Thian-liong-pang yang diketuai oleh wanita aneh ini, aneh dan amat lihai, telah mengabdi kepada pemerintah!

   Kalau dia melayani tantangannya, berarti akan menjadi berlarut-larut. Padahal tindakan terhadap Koksu dan kaki tangannya yang telah menghancurkan Pulau Es tanpa alasan sama sekali! Pertama, dia harus merampas kembali pedang Hok-mo-kiam. Ke dua, dia harus minta pertanggungan jawab terhadap mereka yang telah menghancurkan Pulau Es dan Pulau Neraka. Ke tiga, dia harus mencari ta-hu bagaimana dengan keadaan Lulu setelah Pulau Neraka dibakar! Ke empat, dia harus menyelidiki pula keadaan isterinya, Puteri Nirahai, yang tidak diketahuinya di mana. Dia sudah merasa amat rindu kepada mereka semua itu. Kepada Lulu, kepada Puteri Nirahai, kepada anaknya dan anak Nirahai yang pernah dilihatnya beberapa tahun yang lalu!

   "Para sahabat kang-ouw, harap lekas pergi dari tempat ini!"

   Tiba-tiba Suma Han berkata.

   "Tahan mereka! Jangan biarkan mereka pergi!"

   Ketua Thian-liong-pang berteriak pula dari balik kerudungnya dengan suara yang bengis dan nyaring.

   "Mengapa tidak biarkan mereka pergi saja....!"

   Terdengar Milana berkata perlahan. Dara ini semenjak tadi menangis secara diam-diam. Menangis tanpa berani mengeluarkan suara atau air mata, takut kalau ketahuan ibunya. Betapa dia tidak akan menangis, betapa dia tidak akan merasa seperti ditusuk-tusuk pisau jantungnya kalau melihat keadaan seperti itu? Dia tahu bahwa Pendekar Super Sakti itu adalah ayah kandungnya sendiri!

   Untung bahwa Pendekar Super Sakti tidak mengenalnya, tentu telah lupa karena tentu saja banyak terjadi perbedaan dan perubahan antara dia ketika masih kecil dengan dia sekarang yang telah menjadi seorang dara dewasa! Betapa tidak akan hancur hatinya melihat ibu kandungnya bertanding dan memusuhi bahkan membenci ayah kandungnya sendiri? Ingin sekali dia meloncat, ingin sekali dia terjun ke dalam gelanggang pertandingan itu, untuk memisah mereka, untuk membujuk ibunya. Akan tetapi dia tidak berani. Kalau dia melakukan hal itu, tentu ibunya akan marah bukan main. Dia tidak boleh membuka rahasia ibunya! Karena itulah dia merasa tertekan perasaannya, merasa berduka sekali dan menangis di dalam hatinya, kemudian, tanpa disadarinya, dia mencela ibunya mengapa tidak membiarkan mereka itu pergi saja?

   Bukan hanya mereka orang-orang kang-ouw itu, akan tetapi terutama sekali ayah kandungnya! Kalau memang ibunya tidak suka kepada ayah kandungnya, mengapa harus memusuhinya, tidak membiarkan saja pergi? Suma Han mendengar suara gadis itu dan diam-diam ia merasa heran. Tadi dia mendengar gadis itu terisak, biarpun isak yang ditahan, kini mendengar gadis itu berkata demikian. Bukankah gadis itu seorang anggauta Thian-liong-pang yang paling penting, bahkan kalau tidak salah pendengarannya tadi sebelum ia memperlihatkan diri, gadis itu adalah puteri Ketua Thian-liong-pang. Puteri wanita berkerudung yang kejam itu! Hemm, jalan satu-satunya untuk mengendalikan Thian-liong-pang adalah puterinya ini. Pikiran ini menyelinap di dalam otaknya dan tiba-tiba dia menggerakkan tongkatnya dengan pengera-han tenaga.

   "Trangggg!"

   Ketua Thian-liong-pang terkejut sekali karena tahu-tahu lawannya lenyap. Tentu saja dia mengenal Pendekar Super Sakti dan maklum pula bahwa pendekar itu telah menggunakan ilmunya yang mujijat, yaitu Gerak Kilat Soan-hong-lui-kun. Akan tetapi yang membuat dia terkejut adalah ketika melihat bayangan pendekar itu mencelat ke arah puterinya, Milana yang berdiri dengan muka tunduk. Nirahai mengeluarkan keluh perlahan dan otomatis menyimpan pedangnya, berdiri dengan kedua kaki gemetar! Milana sendiri kaget setengah mati ketika tiba-tiba tangan kanannya disambar dan dipegang oleh tangan kiri Pendekar Super Sakti, kemudian tampak sinar berkelebat ketika ujung tongkat itu telah menodong lehernya.

   "Tidak.... tidak.... jangan....!"

   Milana menjadi pucat, terbelalak memandang laki-laki itu dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia sama sekali bukan takut terbunuh melainkan merasa ngeri kalau sampai ayah kandungnya itu tidak mengenalnya dan kesalahan tangan membunuhnya. Sebagai seorang dara perkasa yang telah digembleng kegagahan sejak kecil, mati bukan apa-apa baginya, akan tetapi mati di tangan ayah kandungnya sendiri benar-benar merupakan hal mengerikan! Suma Han sendiri terbelalak kaget melihat wajah cantik jelita itu, yang tertimpa sinar matahari dan kelihatan pucat sekali. Betapa cantiknya dara ini! Tentu amat disayang oleh ibunya. Ketua Thian-liong-pang yang seperti iblis itu!

   "Thian-liong-pangcu, lekas kau bebaskan para sahabat kang-ouw itu, kalau tidak, terpaksa kubunuh anakmu di depan matamu!"

   Suma Han mengancam.

   "Kau....! Kau....!"

   Nirahai tergagap-gagap sehingga mengherankan hati semua orang.

   Juga Tang Wi Siang merasa heran sekali. Dialah seorang di antara mereka yang mengenal siapa adanya Ketuanya yang selalu berkerudung itu. Pada waktu Nirahai menguasai Thian-liong-pang, setelah mengalahkan semua tokohnya, pernah dia memperkenalkan diri sehingga Tang Wi Siang tahu bahwa Ketuanya adalah Puteri Nirahai, puteri Kaisar sendiri dan tahu bahwa Milana adalah
(Lanjut ke Jilid 31)
Sepasang Pedang Iblis (Serial 08 - Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 31
puterinya. Akan tetapi, dia tidak tahu siapa ayah Milana dan dia pun tidak berani bertanya, karena bertanya berarti memancing maut! Dia pun tidak berani ketika Nirahai membantu pemerintah membasmi para pemberontak. Akan tetapi mengapa kini sikap Nirahai demikian berubah? Mengapa kelihatan begitu ketakutan setelah puterinya diancam oleh Pendekar Siluman?

   "Pangcu, bolehkah saya suruh mereka pergi saja?"

   Tang Wi Siang mendekati ketuanya dan bertanya penuh hormat. Nirahai mengangguk.

   "Yaaah, suruh mereka pergi."

   "Kalian boleh pergi dari sini!"

   Tang Wi Siang berkata kepada tiga orang hwesio, dua orang tosu dan seorang kang-ouw yang berpakaian seperti guru silat itu. Mereka berenam segera menjura ke arah Pendekar Super Sakti untuk mengha-turkan terima kasih, akan tetapi Suma Han cepat berkata tanpa menghentikan dorongan tongkatnya dari tenggorokan Milana,

   "Harap Cu-wi segera pergi!"

   Enam orang itu lain membawa jenazah kawan masing-masing dan pergi dari situ dengan cepat. Setelah bayangan mereka lenyap, barulah Suma Han berkata,

   "Thian-liong-pangcu, terpaksa kulakukan hal ini...."

   "Kau.... laki-laki pengecut!"

   Suma Han menghela napas panjang.

   "Benar agaknya, akan tetapi ketahuilah bahwa aku melakukan ini bukan karena takut bertanding melawanmu, melainkan karena aku ingin mengambil jalan damai agar tidak jatuh korban-korhan lebih banyak lagi. Sekarang, terpaksa anakmu kubawa dulu, dan baru akan kulepaskan dia, kukembalikan kepadamu kalau Thian-liong-pang sudah menghentikan sepak terjangnya yang mengacaukan dunia kang-ouw!"

   "Keparat, kembalikan anakku!"

   Nirahai membentak.

   "Pangcu, selamat berpisah!"

   Suma Han menotok Milana, disambarnya tubuh dara itu dan dia bersuit keras. Burung rajawali hitam menjawab suitannya dari jauh dan terbang menghampiri.

   "Suma Han! Kembali kau!"

   Nirahai mengejar, akan tetapi tentu saja dia tidak dapat menyusul Suma Han yang berlompatan dengan ilmunya Soan-hong-lui-kun, kemudian bahkan meloncat ke atas punggung rajawali yang terbang rendah. Dapat dibayangkan betapa kaget dan heran hati Tang Wi Siang dan teman-temannya ketika mereka semua turut mengejar, mereka tidak melihat lagi Pendekar Siluman yang pergi membawa puteri Ketua mereka naik punggung rajawali dan melihat Ketua mereka mendeprok di atas tanah sambil menangis! Sejenak mereka hanya dapat saling pandang dengan bingung. Akhirnya Tang Wi Siang berlutut dan berkata,

   "Maaf, Pangcu. Kalau Pangcu menghendaki, kami seluruh anggauta dan pimpinan Thian-liong-pang sanggup untuk dikerahkan dan mencari serta merampas kembali Nona Milana dari tangan Pendekar Siluman!"

   Nirahai mengangkat mukanya yang berkerudung, menahan isak dan bangkit berdiri.

   Kedatangan anak buahnya membuat dia sadar kembali dan dapat menguasai hatinya. Dia terlalu marah kepada Suma Han. Butakah mata suaminya itu sehingga tidak mengenal anaknya lagi? Ataukah.... Suma Han memang sengaja berpura-pura tidak mengenal Milana dan sengaja membawa Milana pergi untuk mengendalikannya? Betapapun juga, dia menangis bukan karena mengkhawatirkan keselamatan anaknya. Sama sekali tidak! Dia sudah mengenal siapa adanya orang yang pernah menjadi suaminya itu! Andaikata benar-benar Suma Han lupa bahwa gadis itu anaknya sendiri sekalipun, dia tidak usah mengkhawatirkan keselamatan Milana. Suma Han adalah seorang pria yang boleh dipercaya sepenuhnya! Yang dia tangiskan adalah sikap Suma Han, orang yang dicintanya sepenuh jiwa raga, akan tetapi juga menimbulkan sakit hati dan bencinya!

   "Mari kita pulang,"

   Katanya kepada Tang Wi Siang.

   "Suruh anak buah mengubur semua jenazah itu."

   "Semua, Pangcu? Juga jenazah pihak musuh?"

   "Semua! Aku hendak pulang lebih dulu. Jangan melibatkan diri dalam pertempuran dengan siapapun juga. Kalau sudah selesai, cepat pulang menyusulku."

   "Baik, Pangcu."

   Akan tetapi belum habis jawaban Wi Siang, tubuh wanita berkerudung itu telah berkelebat dan lenyap dari situ. Tang Wi Siang menarik napas dalam. Dia kagum kepada Ketuanya itu, kagum dan penuh hormat, juga merasa setia dan sayang karena selama ini Nirahai telah bersikap baik sekali kepadanya bahkan memberinya beberapa ilmu silat yang tinggi. Akan tetapi, sam-pai sekarang belum juga dia dapat mengenal watak Ketuanya itu, apalagi tadi ketika Ketuanya itu berhadapan dengan Pendekar Siluman. Dia tahu bahwa Ketuanya amat sakti, semua tokoh kang-ouw dan partai-partai persilatan yang besar tidak ada yang mampu menandinginya. Dia ingin sekali menyaksikan, siapa yang lebih sakti antara Ketuanya dan Pendekar Siluman!

   

Pendekar Super Sakti Eps 10 Pendekar Super Sakti Eps 26 Pendekar Super Sakti Eps 18

Cari Blog Ini