Ceritasilat Novel Online

Cinta Bernoda Darah 34


Cinta Bernoda Darah Karya Kho Ping Hoo Bagian 34



"Nona, kami sudah mendengar semua laporan dan mendengar pula ucapan Nona yang amat berbahaya. Ketahuilah, Nona. Kami hanya menjalankan tugas kami, taat kepada perintah raja besar kami. Lebih baik Nona menurut saja kami bawa menghadap raja dan percuma membujuk kami yang semenjak dahulu merupakan perajurit-perajurit setia sampai mati terhadap junjungan kami."

   Ucapan yang bersemangat dan gagah ini berhasil menggugah semangat para perajurit dan menghilangkan keraguan mereka. Lin Lin melihat hal ini menjadi gemas. Dengan sinar mata tajam ia menentang wajah Pek-bin-ciangkun dan berkata lantang.

   "Pek-bin-ciangkun. Melihat usiamu yang sudah lanjut, tentu kau dahulu pernah mengenal ibuku. Tahukah kau siapa mendiang ibuku?"

   Sambil menunduk hormat panglima itu menjawab.

   "Ibunda Nona yang mulia adalah mendiang Puteri Mahkota Tayami yang gagah perkasa."

   "Dan kau tentu tahu pula siapakah kakekku, ayah dari ibuku?"

   Kembali panglima itu membungkuk lebih hormat lagi,

   "Beliau adalah mendiang raja terbesar kami yang amat mulia, yaitu mendiang Kulukan yang besar"

   "Hemmm, agaknya ingatanmu masih baik. Dan kau tahu, rajamu yang sekarang itu, Raja Kubakan, dia itu terhitung apa dengan aku..?"

   "Dengan Nona, beliau terhitung paman tiri, karena sri baginda adalah putera mendiang Maha Raja Kulukan dari seorang selir."

   "Hemmm, paman tiri, namun masih ada hubungan darah, masih sama-sama keturunan kakek Raja Kulukan, sungguhpun ibuku puteri permaisuri dan dia hanya putera selir. Akan tetapi tahukah kalian semua apa maksud hati paman tiriku itu hendak menangkapku? Aku hendak dipaksanya menjadi isterinya. Bukankah amat gila ini? Tidakkah jelas menunjukkan betapa bejat moral Kubakan yang kini menjadi raja kalian, raja yang tak berhak?"

   "Kami tidak mau mencampuri urusan pribadi orang lain, apalagi urusan pribadi raja kami yang kami junjung tinggi,"

   Bantah Pek-bin-ciangkun sambil mengerutkan keningnya.

   "Bagus"

   Lin Lin berseru marah sambil melintangkan pedangnya.

   "Kau juga tidak memandang pedang pusaka ini?"

   Pek-bin-ciangkun menghela napas panjang.

   "Tentu saja, kami menaruh hormat kepada pedang pusaka yang sudah banyak berjasa terhadap bangsa kita itu. Akan tetapi, sebagai kepala pasukan pengawal raja, kami harus mentaati perintah yang diberikan atasan kami, yaitu yang terhormat Lo-ciangkun. Menyerahlah Nona, kami akan memperlakukanmu dengan hormat dan baik."

   Lin Lin mengedikkan kepalanya, matanya bersinar-sinar marah.

   "Kalau kalian tunduk dan menjadi kaki tangan Hek-giam-lo si iblis jahanam, biarlah sekarang mengeroyok dan membunuhku. Aku tidak takut"

   "Ah, Nona Muda. Sesungguhnya kami bukan tidak tahu bahwa kau adalah tuan puteri, keturunan langsung dari Yang Mulia Kulukan. Kami merasa sayang dan segan untuk memusuhimu. Akan tetapi apakah daya seorang anak perempuan muda seperti kau ini? Apakah artinya melawan dengan kekerasan? Siapa tidak tahu bahwa Lo-ciangkun memiliki kesaktian yang tak terlawan? Kuharap saja kau dapat menyadari hal ini dan mari ikut kami menghadap raja. Mungkin hubungan darah kekeluargaan akan menyelamatkan dirimu."

   "Aku tidak takut terhadap Hek-giam-lo si iblis, Aku tidak takut kepada si muka buruk Bayisan itu, seorang perwira yang berani menghina mendiang ibuku. Suruh dia datang, biar kami mengadu nyawa di sini"

   Teriaknya nekat.

   "Bayisan..? Apa maksudmu, Nona?"

   Tanya Pek-bin-ciangkun dengan suara kaget.

   "Siapa lagi kalau bukan Hek-giam-lo? Dia adalah Bayisan, apakah kalian masih pura-pura tidak tahu bahwa Hek-giam-lo adalah Bayisan, dahulu perwira kakek Raja Kulukan yang berani menghina ibuku?"

   "Aaahhh.."

   Jelas sekali kelihatan Pek-bin-ciangkun kaget bukan main, wajahnya yang putih itu mendadak menjadi merah dan matanya terbelalak tak percaya. Bukan panglima ini saja yang terkejut, juga semua perwira yang mengiringkannya kelihatan kaget dan para perajurit juga ribut mendengar ucapan Lin Lin itu. Suasana menjadi gaduh karena mereka kini saling bicara sendiri dan keadaan baru tenang kembali setelah Pek-bin-ciangkun membentak, menyuruh mereka diam. Kemudian panglima ini menghadapi Lin Lin dan bertanya.

   "Nona, semenjak kecil Nona terpisah dari lingkungan kami, bagaimana Nona bisa mengatakan bahwa lo-ciangkun adalah.. Bayisan?"

   Panglima yang sudah banyak pengalaman ini tidak mau percaya begitu saja.

   Sebaliknya, menyaksikan sikap mereka yang kaget dan mendengar pertanyaan Pek-bin-ciangkun yang demikian sungguh-sungguh, diam-diam Lin Lin menjadi heran tak mengerti. Mengapa mereka semua tidak tahu bahwa Hek-giam-lo adalah Bayisan seperti yang ia dengar dari iblis itu sendiri, dan mengapa pula hal itu membuat mereka kaget? Tentu ada rahasia yang hebat, yang ia tidak ketahui. Dengan hati berdebar penuh harapan Lin Lin bergantung kepada kesempatan ini, lalu ia bercerita dengan suara sungguh-sungguh.

   "Pek-bin-ciangkun, memang tadinya aku sendiri tidak tahu. Akan tetapi ketika aku menjadi tawanan Hek-giam-lo dan kutanya mengapa dia begitu membenciku, dia membuka kedok iblisnya, memperlihatkan muka yang lebih buruk mengerikan daripada kedoknya sendiri, muka yang rusak sama sekali. Hanya sebentar dia memperlihatkan mukanya yang rusak sambil mengaku bahwa namanya Bayisan, dan bahwa di waktu mudanya dahulu ia jatuh cinta kepada ibuku, akan tetapi ibu menolaknya. Menurut cerita dia, ibu malah menyiram mukanya dengan racun yang membuat mukanya menjadi terbakar dan rusak. Akan tetapi aku dapat menduga bahwa tentu ia bermaksud hendak kurang ajar terhadap ibu, maka ibuku melakukan hal itu kepadanya."

   Kembali suasana menjadi gaduh. Dan akhirnya Pek-bin-ciangkun berkata, suaranya berubah lunak dan panggilannya juga berubah,

   "Tuan Puteri Yalina, kami mohon maaf atas kekasaran kami tadi dan mulai saat ini, hamba dan sekalian anak buah hamba berdiri di belakang Paduka untuk menggempur pengkhianat Bayisan beserta raja paman tiri Paduka yang ternyata telah menipu kami semua, mempergunakan pengkhianat untuk membunuh ayah sendiri dan merampas tahta kerajaan."

   Setelah berkata demikian, Pek-bin-ciangkun menjatuhkan diri berlutut di depan Lin Lin. Para perwira lainnya juga ikut berlutut, sedangkan para perajurit sambil berteriak,

   "Hidup Tuan Puteri Yalina. Puteri Mahkota Khitan"

   Sejenak Lin Lin berdiri tegak. Pedang Besi Kuning di tangan kanan, tangan kiri bertolak pingang, kepala dikedikkan, dada dibusungkan dan matanya menyambar-nyambar ke kanan kiri penuh wibawa. Kemudian ia berkata lantang,

   "Harap kalian suka berdiri. Syukurlah bahwa kalian dapat memilih pihak yang benar untuk bersama menghancurkan pihak yang salah. Aku minta Pek-bin-ciangkun suka mengumpulkan para perwira untuk mengatur siasat bersamaku."

   Pek-bin-ciangkun bangkit berdiri, diturut oleh semua anak buahnya yang ternyata berjumlah seratus orang lebih. Kini mereka berkumpul dan berdiri di sekeliling tempat itu dengan harapan baru. Sudah terlalu lama mereka bekerja di bawah tekanan yang menakutkan dari Hek-giam-lo yang mempunyai kekuasaan tertinggi, agaknya malah lebih tinggi daripada raja sendiri. Pek-bin-ciangkun mengajak perwira yang semua ada enam belas orang untuk mengadakan perundingan dengan Lin Lin di bawah pohon-pohon yang rindang daunnya, setelah ia memperkenankan para anak buahnya untuk beristirahat sambil berjaga-jaga.

   "Ciangkun, terus terang saja, aku tidak tahu mengapa setelah Ciangkun dan semua saudara mendengar bahwa Hek-giam-lo adalah Bayisan, Ciangkun lalu tiba-tiba menyatakan mendukung aku? Ada rahasia apakah di balik semua ini?"

   Pek-bin-ciangkun menarik napas panjang.

   "Tuan Puteri tidak tahu, memang sepantasnya tidak tahu karena hal itu terjadi sewaktu Paduka masih amat kecil dan ibu Paduka belum meninggal dunia. Bayisan dahulunya adalah seorang Panglima Khitan yang terkenal gagah perkasa. Seperti telah ia akui di depan Paduka, dia tergila-gila kepada Puteri Mahkota Tayami, tetapi ditolaknya dan seperti kenyataannya, ibunda Paduka telah menikah dengan seorang perwita rendahan yang gagah perkasa. Nah, agaknya ia menaruh dendam, apalagi karena Maha Raja Kulukan sendiri tidak menyetujui niatnya mengawini Puteri Tayami. Diam-diam ia lalu melakukan pengkhianatan dan pada suatu malam, Sri Baginda Kulukan meninggal dunia dalam kamarnya.

   Oleh puteranya, Sri Baginda Kubakan yang sekarang, ketika itu masih seorang pangeran, dikabarkan bahwa sri baginda tua meninggal karena penyakit. Akan tetapi hamba dan para perwira yang tahu akan ilmu silat tinggi, mengerti bahwa meninggalnya sri baginda karena pukulan jarak jauh yang beracun. Kami sudah menduga bahwa hal itu tentu dilakukan oleh Bayisan, akan tetapi ketika kami mencarinya, ia telah lenyap tak meninggaikan jejak. Kiranya pada malam hari itu juga ia berani mati hendak mengganggu Puteri Tayami sehingga disiram racun pada mukanya. Karena itulah kami sekalian mengira bahwa dia pergi takkan kembali lagi, karena malu dan takut akan pembalasan kami."

   Lin Lin mendengarkan dengan penuh perhatian dan merasa tidak sabar ketika panglima itu berhenti sebentar untuk mengingat-ingat peristiwa yang telah puluhan tahun terjadi itu (baca ceritaSuling Emas).

   "Sementara itu, bangsa kita selalu mengadakan perang dengan Kerajaan Hou-han, dan yang menjadi calon ratu bukan lain adalah Puteri Mahkota Tayami. Akan tetapi, ibunda Paduka tewas di medan pertempuran secara aneh karena anak panah yang membunuhnya kami kenal sebagai anak panah yang biasa dipergunakan oleh Bayisan yang menghilang. Dan beberapa tahun kemudian, setelah paman tiri Paduka, Kubakan menjadi raja, muncullah Hek-giam-lo yang kami sebut lo-ciangkun, menjadi panglima tertinggi yang amat berkuasa. Karena dia sakti, dan raja amat percaya kepadanya, maka kami tidak berani bertanya-tanya siapa adanya Hek-giam-lo. Siapa kira, dia adalah Bayisan yang berkhianat"

   Pek-bin-ciangkun tampak marah sekali. Akan tetapi lebih hebat adalah kemarahan Lin Lin. Kiranya Hek-giam-lo adalah pembunuh ibunya"

   Makin besarlah hasrat hatinya hendak membasmi Hek-giam-lo dan merampas tahta Kerajaan Khitan,

   "Hemmm, bagus sekali. Kalau begitu mari kita serbu kerajaan dan bunuh Hek-giam-lo si pengkhianat"

   "Sabarlah, Tuan Puteri. Hek-giam-lo amat sakti. Bagaimana kita mampu melawannya?"

   "Jangan takut, percayalah kepadaku. Aku mampu menandinginya, dan andaikata aku kalah dan tewas, berarti aku sudah berjasa, mati untuk bangsaku dalam usaha membasmi pengkhianat"

   Jawab Lin Lin dengan gagah. Pada saat itu terdengar suara terompet dan gaduh. Ternyata muncul serombongan pasukan yang dipimpin oleh seorang pemuda yang bermuka putih, pemuda yang tampan dan gagah sekali. Begitu dekat, pemuda yang membawa golok besar ini dari atas kudanya berseru,

   "Hei, kaum pemberontak. Menyerahlah kalian sebelum aku terpaksa menggunakan kekerasan atas nama sri baginda"

   Semua orang terkejut, lebih-lebih Pek-bin-ciangkun yang melihat bahwa pemuda itu bukan lain adalah Kayabu, puteranya dan juga anak tunggalnya. Kayabu ini juga memakai nama bangsa Han, dan ia memilih nama Liao yang kelak menjadi nama Kerajaan Khitan. Liao Kayabu ini seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun, gagah perkasa dan tampan, ahli main golok dan anak panah, semenjak muda digembleng ayahnya, malah dalam perantauannya ia belajar ilmu silat tinggi dari para pertapa di sepanjang pegunungan utara.

   "Kayabu, apa artinya ini? Tak tahukah kau bahwa ayahmu berada di sini?"

   Bentak Pek-bin-ciangkun dengan suara lantang. Pemuda gagah itu sejenak memandang ayahnya, kemudian ia melompat turun dari atas kudanya, berlari menghampiri Pek-bin-ciangkun dan menjatuhkan diri berlutut.

   "Ayah, sebagai anakmu, aku menghormat dan menjunjung tinggi padamu. Sebagai anakmu, aku harap hendaknya Ayah suka sadar dan insyaf, bahwa Ayah telah terseret oleh bujukan orang untuk turun berkhianat. Ayah, semenjak kecil aku mendapat didikan Ayah yang terutama menekankan agar supaya aku menjadi seorang gagah yang selalu mencinta bangsa dan setia kepada rajanya. Pelajaran Ayah ini sudah berakar di dalam hatiku. Untuk membela bangsaku dan bersetia kepada bangsaku, aku siap menerima kematian, siap mengorbankan apa pun juga. Akan tetapi, hari ini aku mendengar laporan bahwa Ayah berkumpul dengan orang-orang yang hendak memberontak, yang berarti mengkhianati bangsa dan raja. Ayah, sekali lagi, sebagai puteramu, aku mohon Ayah suka sadar dan menarik diri keluar dari persekutuan jahat ini"

   Muka Pek-bin-ciangkun sebentar pucat sebentar merah, sedangkan Lin Lin memandang dengan hati tegang.

   "Kayabu, kau tidak mengerti. Ayahmu tetap seorang yang selalu setia terhadap bangsa dan kerajaan. Ketahuilah bahwa gerakan yang akan diadakan oleh ayahmu adalah justeru gerakan membasmi pengkhianat yang semenjak puluhan tahun merajalela dan baru sekarang diketahui dan akan diberantas. Ketahuilah, bahwa lo-ciangkun sebetulnya adalah si pengkhianat Bayisan, dan sri baginda yang sekarang ini malah mempergunakan tenaganya. Karena itu, tak dapat diragukan lagi bahwa kematian sri baginda tua maupun Puteri Tayami adalah hasil pengkhianatannya yang dibantu oleh Bayisan."

   Para perajurit dalam pasukan yang baru datang, menjadi gaduh mendengar ini, pasukan tak dapat diatur lagi dan mereka saling bicara sendiri dengan ramai. Liao Kayabu bangkit berdiri dan suaranya nyaring mengatasi suara gaduh lainnya.

   "Pek-bin-ciangkun, Aku sekarang bicara sebagai seorang hamba Kerajaan Khitan yang setia. Aku tidak tahu dan tidak ambil peduli akan dongeng tentang pengkhianatan jaman dahulu, akan tetapi kenyataannya sekarang, aku bekerja sebagai panglima di dalam Kerajaan Khitan, karena itu aku harus setia kepada raja dan bangsa. Siapapun juga yang mempunyai niat memberontak, dia adalah musuhku. Pemberontakan berarti pengkhianatan, baik terhadap raja maupun terhadap bangsa, karena itu, sudah menjadi kewajibanku untuk membasminya dengan taruhan nyawa"

   Dengan golok melintang di depan dada, Kayabu berdiri tegak menentang pandang mata ayahnya dan juga Lin Lin. Gadis ini diam-diam kagum sekali. Pemuda ini benar-benar gagah perkasa, pikirnya, dan kesetiaannya terhadap Kubakan bukanlah kesetiaan karena dorongan perasaan pribadi, bukan pula dengan pamrih mencari kemuliaan duniawi, melainkan kesetiaan yang jujur dan bersih dari seorang panglima yang gagah perkasa terhadap negara dan bangsanya. Akan tetapi, Pek-bin-ciangkun marah sekali.

   "Anak durhaka. Kau hendak melawan ayahmu sendiri?"

   Orang tua ini sudah melangkah maju dan mencabut pedangnya yang panjang.

   "Sejak kau kecil aku mendidik dan membangunmu, biarlah sekarang aku sendiri yang membasmimu"

   "Ciangkun, tahan dulu"

   Tiba-tiba Lin Lin berseru dan sekali tubuhnya berkelebat ia sudah melewati Panglima Muka Putih ini dan berkata.

   "Puteramu ini seorang panglima sejati yang gagah, harus dihadapi dengan kegagahan pula. Biarlah aku yang menghadapinya. Setujukah kau?"

   Pek-bin-ciangkun mengerutkan keningnya, akan tetapi karena ia menganggap Lin Lin sebagai junjungan baru calon ratu di Khitan, tentu saja ia merasa tidak enak kalau membantah. Ia menunduk dan menjawab,

   "Terserah kepada kebijaksanaan Tuan Puteri. Akan tetapi harap Paduka berhati-hati karena bocah ini kepandaiannya cukup tinggi sehingga hamba sendiri pun belum tentu dapat mengalahkannya."

   Biarpun dalam ucapan ini Pek-bin-ciangkun memberi peringatan agar junjungannya berhati-hati, namun mengandung pula kebanggaan seorang ayah terhadap puteranya. Lin Lin mengangguk,
(Lanjut ke Jilid 32)
Cinta Bernoda Darah (Seri ke 03 "

   Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 32 (Tamat)
tersenyum manis.

   "Aku mengerti."

   Kemudian ia membalikkan tubuhnya menghadapi Kayabu yang masih berdiri tegak dengan sikap menantang.

   "Kayabu, kau seorang panglima yang dipercaya dan setia kepada Sri Baginda Kubakan agaknya. Apakah ini berarti bahwa kau adalah kaki tangan Hek-giam-lo si iblis busuk?"

   "Aku seorang perajurit, seorang ksatria, tidak ada sangkut-pautnya dengan lo-ciangkun, melainkan mengabdi kepada negara dan bangsa"

   "Bagus. Karena kalau kau kaki tangan Hek-giam-lo, biarpun dengan hati menyesal karena kau putera Pek-bin-ciangkun, tentu kau akan kubunuh. Ketahuilah, aku adalah Puteri Mahkota Yalina, dan sri baginda yang sekarang adalah paman tiriku yang merampas tahta kerajaan dengan cara yang curang dan jahat. Akan tetapi kau tentu tidak peduli akan hal itu semua. Sekarang, sebagai musuh, melihat ayahmu berada di pihakku, apakah kau tidak mau menakluk?"

   "Aku seorang perajurit sejati. Sebelum kalah atau mati takkan menakluk"

   Lin Lin tersenyum.

   "Hemmm, bagaimana seandainya aku mengalahkan kau dan golokmu itu?"

   Pemuda itu nampak terkejut, lalu menggelengkan kepala.

   "Tak mungkin"

   Lalu ia menyambung.

   "Di antara kalian semua, kiranya hanya ayahku yang akan mampu menandingi aku. Nona, lebih baik kau pergilah jauh-jauh dari Khitan dan hentikan semua niat memberontak ini agar ayahku jangan terseret-seret."

   "Haiii.. Kayabu, kau benar-benar memandang rendah kepadaku. Majulah, kutanggung paling lama tiga belas jurus aku akan mampu mengalahkan kau"

   Terbelalak mata Kayabu dan ributlah semua perajurit mendengar ini. Kayabu terkenal sebagai seorang ahli golok yang pandai. Biarpun kepandaiannya tidak sehebat Hek-giam-lo, namun ia terhitung Panglima Khitan yang pilihan dan mengalahkan panglima ini dalam waktu tiga belas jurus sama sukarnya dengan merobohkan sebuah gunung agaknya. Diam-diam Pek-bin-ciangkun sendiri mengerutkan keningnya. Ia bersimpati kepada Puteri Yalina dan mau membantu karena ingin pula menumpas Bayisan yang menjadi Hek-giam-lo serta mengakhiri pengkhianatan Kubakan. Akan tetapi kalau yang ia bela adalah seorang puteri muda yang begini sombong, yang bersumbar akan mengalahkan puteranya dalam waktu tiga belas jurus, benar-benar keterlaluan dan kelak gadis ini tentu akan menjadi seorang ratu yang sembrono sekali.

   Melihat puteranya sambil tersenyum-senyum melangkah maju menghadapi Lin Lin dengan sikap hendak bersungguh-sungguh, panglima tua ini berseru.

   "Kayabu, jangan kurang ajar kau terhadap Sang Puteri Yalina"

   "Aku ditantang, dan memang musuhnya. Mengapa kurang ajar? Sudah semestinya musuh saling menantang dan siapa kalah harus tunduk. Nona, agaknya kaulah yang mengepalai pemberontakan ini, dan kau pula yang mempengaruhi ayahku dan teman-teman untuk memberontak. Setelah sekarang menantangku, hendak merobohkan aku dalam waktu tiga belas jurus, marilah kita membuat janji. Kalau betul kau mampu mengalahkan aku dalam waktu tiga belas jurus, aku akan menyerah tanpa syarat. Akan tetapi, bagaimana kalau dalam waktu itu kau tidak mampu mengalahkan aku?"

   "Kalau aku tidak manipu, akulah yang akan menyerah tanpa syarat dan akan menghentikan niatku membasmi Hek-giam-lo dan Kubakan"

   "Tuan Puteri.."

   Pek-bin-ciangkun berseru kaget, Hebat janji yang keluar dari mulut Lin Lin itu, karena sekali berjanji, kalau betul tidak mampu mengalahkan Kayabu dalam tiga belas jurus, akan hancurlah semua cita-cita tadi.

   "Kayabu mundur kau. Kalau kau lanjutkan, aku takkan mengakuimu sebagai anak lagi"

   Saking khawatirnya, Pek-bin-ciangkun berkata demikian.

   "Ciangkun, biarkanlah. Pula, kalau kau dan teman-teman yang lain tidak menyaksikan kepandaianku, mana kalian bisa percaya atas bimbinganku?"

   "Tidak, Tuan Puteri. Biarlah hamba yang menghadapi anak hamba yang durhaka ini. Kalau dia kalah, akan hamba bunuh, dan kalau hamba yang kalah, hamba rela mati dalam tangan anak kandung yang durhaka, Kayabu, hayo lawan bapakmu sendiri"

   Pek-bin-ciangkun sudah meloncat ke depan akan tetapi tiba-tiba, entah bagaimana, tubuhnya itu mundur sendiri seakan-akan ada tenaga tak tampak yang menariknya dari belakang. Ia menoleh dan melihat Lin Lin tersenyum. Kiranya gadis itu yang tadi menariknya dengan penggunaan tenaga jarak jauh yang amat hebat.

   "Ciangkun, tak tahukah kau bahwa majuku ini karena aku sayang kalau kalian ayah dan anak saling gempur? Anakmu seorang gagah perkasa, tidak semestinya dimusnahkan. Minggirlah"

   Mendengar kata-kata ini dan melihat bukti betapa lihainya Lin Lin yang mendemonstrasikan tenaga saktinya tadi, terpaksa Pek-bin-ciangkun mengundurkan diri dan menonton dari samping dengan hati cemas.

   "Kayabu, kau majulah dan hitunglah jurus-jurus yang kupergunakan. Awas seranganku"

   Lin Lin merasa yakin akan dapat mengalahkan lawannya dalam tiga belas jurus. Tentu saja yang ia maksudkan dengan tiga belas jurus itu adalah jurus-jurus sakti yang ia warisi dari Pat-jiu Sin-ong. Kalau ia mengandalkan ilmu silat biasa, tentu saja tiga belas jurus merupakan waktu yang terlampau sedikit untuk mengalahkan seorang panglima muda yang kelihatannya begitu gagah perkasa. Namun, ia amat percaya akan keampuhan tiga belas jurus sakti peninggaian Pat-jiu Sin-ong, maka ia sengaja menantang untuk memperlihatkan kelihaiannya sehingga para pengikutnya akan percaya kepadanya. Apalagi kalau diingat bahwa dia tadi sudah menyatakan sanggup menghancurkan Hek-giam-lo si iblis sakti, kalau ia tidak mendemonstrasikan kepandaian yang sakti, tentu mereka itu takkan mau percaya.

   "Aku sudah siap"

   Jawab Kayabu dengan suara lantang. Pemuda ini merasa penasaran dan juga marah. Kalau saja ia tidak menghadapi pemberontakan yang serius dan yang harus diberantasnya dengan segera, tentu ia tidak sudi menerima tantangan yang amat menghina ini. Dia, Liao Kayabu, seorang jagoan besar di Khitan, hanya di "hargai"

   Semahal tiga belas jurus saja oleh seorang gadis muda jelita? Benar-benar penghinaan yang amat hebat"

   Kali ini baginya juga merupakan ujian. Ia harus memperlihatkan kepandaiannya terhadap gadis yang amat cantik jelita ini, yang agaknya adalah puteri keponakan sri baginda sendiri yang baru muncul sekarang. Bukankah kalau ia sanggup bertahan sampai tiga belas jurus, pemberontakan itu sekaligus dapat dipadamkan tanpa pertumpahan darah lagi? Ia harus dapat bertahan, tidak saja bertahan sampai tiga belas jurus, bahkan ia harus berbalik dapat menangkap gadis cantik ini.

   "Awas serangan pertama.."

   Lin Lin berseru sambil menggerakkan Pedang Besi Kuning yang berubah menjadi gulungan sinar keemasan. Hampir saja Kayabu tertawa menyaksikan serangan jurus pertama itu. Itu sama sekali bukan merupakan serangan, mengapa dimasukkan sebagai jurus serangan? Ia melihat gadis itu menggerakkan pedang ke depan dada dan tangan kiri merangkap tangan kanan merupakan sembah di depan dada, kemudian kedua lengan dikembangkan ke atas kepala dengan pedang dibalik masuk ke belakang lengan kanan, seperti gerakan orang yang menengadah dan memohon berkah dari Thian Yang Maha Kuasa. Inikah jurus serangan? Akan tetapi sesunggqhnyalah, inilah jurus pertama atau jurus pembukaan dari tiga belas jurus ilmu sakti yang oleh Lin Lin disebut Co-sha Sin-kun.

   Tiba-tiba Kayabu berseru keras dan terkejut bukan main. Cepat-cepat ia mengubah kedudukan kakinya dan memasang kuda-kuda yang amat kuat karena dari arah Lin Lin datang hawa pukulan yang seperti angin gunung bertiup perlahan. Bukan merupakan serangan langsung, akan tetapi karena hawa pukulan atau angin ini timbul hanya karena gadis itu menggerakkan lengan ke atas, benar-benar mengejutkan sekali. Baru bergerak seperti itu saja sudah mengandung hawa pukulan yang terasa dalam jarak tiga meter, apalagi kalau dipergunakan untuk memukul. Kayabu sama sekali tidak tahu bahwa jurus pertama ini memang bukan jurus serangan, melainkan jurus untuk mengumpulkan hawa murni dan mengerahkan sin-kang.

   "Jurus ke dua.."

   Kembali Lin Lin berseru dan kembali Kayabu menjadi geli karena jurus ke dua ini dimainkan dengan amat lambat sehingga Pedang Besi Kuning itu jelas sekali bergerak menusuk ke arah pundak kirinya.

   Kayabu biarpun merasa geli menyaksikan jurus-jurus yang lucu dan tidak ada bahayanya sama sekali ini, tidak mau memandang rendah. Dia seorang pemuda yang cukup hati-hati dan banyak pengalamannya dalam pertandingan, maka menghadapi tusukan lambat ke arah pundaknya ini ia cepat menggerakkan golok besarnya. Tentu saja mudah baginya untuk mengelak. Akan tetapi menurut pengalamannya, biasanya serangan yang lambat itu hanyalah merupakan pancingan dan serangan sesungguhnya baru akan datang setelah yang diserang mengelak. Inilah sebabnya sengaja Kayabu tidak mau mengelak, melainkan ia menggerakkan goloknya untuk menangkis sambil mengerahkan seluruh tenaganya karena ia berniat mengakhiri pertempuran tak seimbang ini dengan memukul runtuh pedang gadis itu.

   "Cringgg.."

   Kayabu mengeluh dan meloncat ke belakang.

   Sabetan goloknya tadi keras sekali, akan tetapi ia merasa betapa telapak tangannya seperti dibeset kulitnya oleh gagang goloknya sendiri. Kiranya dengan sin-kang yang mujijat, gadis itu telah membuat Pedang Besi Kuning yang ditusukkan dengan lambat itu tergetar amat kuat dan halus sehingga tidak tampak. Maka begitu golok lawan membentur pedangnya, getaran kuat ini menjalar melalui golok dan sampai ke gagang, membuat telapak tangan lawan menjadi panas dan sakit-sakit. Makin keras Kayabu menangkis, makin keras pula telapak tangannya terkena getaran. Pemuda Khitan itu cepat mengatur keseimbangan tubuhnya dan siap-siap menghadapi serangan selanjutnya. Kini ia tidak berani memandang ringan sama sekali, bahkan timbul rasa ngeri dan khawatir di hatinya.

   "Awas jurus ke tiga.."

   Lin Lin berseru dan pandang mata Kayabu berkunang-kunang karena tiba-tiba gadis itu lenyap sama sekali, terbungkus oleh gulungan sinar pedang kuning yang mendatangkan angin berpusing-pusing. Gadis itu seakan-akan telah berubah menjadi angin puyuh yang berputar-putar makin mendekatinya. Kayabu tidak tahu bahwa Lin Lin telah mengeluarkan jurus yang amat hebat dari ilmu sakti Cap-sha Sin-kun, yaitu jurus yang disebut Soan-hong-ci-tian (Angin Puyuh Keluarkan Kilat). Karena tidak tahu harus bagaimana menghadapi gulungan sinar kuning yang berpusing itu, Kayabu lalu mengeluarkan seruan keras goloknya berkelebat membacok ke depan.

   "Wesss.. wesss.."

   Aneh sekali, sinar goloknya membabat gulungan sinar, seakan-akan membabat bayangan saja, tidak mengenai apa-apa. Dan tiba-tiba dari dalam gulungan sinar kuning itu menyambar ujung Pedang Besi Kuning seakan-akan kilat cepatnya.

   "Aiiihhhhh"

   Kayabu menjerit dan goloknya terlepas karena kulit tangannya tergores pedang dan sebelum ia tahu apa yang terjadi, lutut kakinya terkena totokan ujung sepatu Lin Lin dan tak tertahankan lagi ia roboh tertelungkup. Pek-bin-ciangkun dan para perwira lainnya memandang dengan bengong. Kejadian itu bagi mereka teramat aneh. Para perajurit yang merasa simpati kepada Lin Lin bersorak gemuruh, sedangkan Kayabu bangkit berdiri dengan muka merah.

   "Bagaimana, Kayabu? Sudah puaskah kau ataukah kau hendak melanjutkan percobaanmu?"

   "Aku bukanlah seorang yang buta dan nekat. Aku tahu bahwa kepandaian Nona amat tinggi dan aku bukan lawan Nona. Setelah aku kalah, silakan Nona gerakkan pedang itu membunuhku"

   "Tidak, Kayabu. Aku tidak akan membunuhmu, malah aku minta sukalah kau membantuku menumbangkan kedudukan paman tiriku yang dibantu oleh iblis Hek-giam-lo untuk melepaskan bangsa kita daripada penindasan si lalim."

   Sepasang mata pemuda itu seakan-akan mengeluarkan kilat.

   
Cinta Bernoda Darah Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Aku adalah seorang perajurit sejati, bagiku tidak ada pilihan lain, mati dalam perjuangan atau menang. Tak perlu kau membujukku, setelah kalah, mati bukan apa-apa bagiku"

   Sambil berkata demikian, pemuda ini menggerakkan goloknya ke arah lehernya sendiri.

   "Kayabu.."

   Pek-bin-ciangkun memekik penuh kekhawatiran.

   Sebagai seorang pendekar gagah, ia tidak khawatir atau ngeri melihat putera tunggalnya menghadapi maut, akan tetapi ia benar-benar akan merasa hancur hatinya kalau puteranya itu tewas membunuh diri, suatu perbuatan yang dianggap pengecut dan rendah. Sama sekali ia tidak menyangka puteranya akan melakukan perbuatan itu sehingga tidak ada kesempatan lagi bagi Pek-bin-ciangkun untuk mencegahnya. Akan tetapi, sinar kuning menyambar dari tangan Lin Lin, terdengar suara keras dan golok di tangan Kayabu patah-patah dan terlempar sampai jauh. Pemuda itu mencelat mundur dengan muka pucat. Pek-bin-ciangkun melangkah maju dan melayangkan tangannya menampar pipi puteranya dua kali sehingga pipi itu menjadi merah dan dari ujung bibirnya keluar sedikit darah.

   "Huh, anak durhaka. Apakah kau hendak meninggalkan aib pada ayahmu dengan cara pengecut? Membunuh diri? Ihhh, Kayabu, sampai hatikah kau melakukan hal itu di depan ayahmu?"

   Suara orang tua ini menjadi serak dan dari matanya yang melotot lebar itu keluar beberapa butir air mata. Kayabu menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaki ayahnya.

   "Ayah, ampunkan anakmu yang lupa dan gila karena kekecewaan. Bukan hanya kecewa karena anak tidak dapat memenuhi tugas sebagaimana mestinya, melainkan terutama melihat ayah sebagai junjungan dan pujaanku ternyata hendak menjadi pengkhianat dan membantu pemberontak. Ayah, di manakah kegagahan kita dan bagaimana kita kelak dapat mempertanggung-jawabkannya di depan nenek moyang kita?"

   Pek-bin-ciangkun memegang pundak anaknya dan ditariknya berdiri. Mereka berhadapan muka, ayah dan anak yang sama tingginya ini, saling bertentang pandang sampai beberapa lama, kemudian si ayah berkata,

   "Kau keliru, yang kau tuduhkan itu sesungguhnya kebalikan daripada kenyataan. Sekarang ini ayahmu bukan berdiri di pihak pemberontak atau pengkhianat, bahkan sebaliknya daripada itu. Ketahuilah, Kayabu, yang selama ini kita bela, sesungguhnya adalah pihak pengkhianat. Kita terpaksa membela pengkhianat karena dia yang berhak telah melenyapkan diri. Dan sekarang, Tuan Puteri Mahkota Yalina yang berhak akan tahta kerajaan, telah muncul kembali. Aku dahulu adalah panglima dari kakeknya, kemudian ibunya, setelah kedudukan terampas oleh paman tirinya dan dia sendiri lenyap, terpaksa aku membantu pengkhianat. Sekarang tiba waktunya untuk membasmi para pengkhianat."

   Selanjutnya panglima tua itu menceritakan puteranya tentang semua peristiwa yang terjadi belasan tahun yang lalu, juga tentang Hek-giam-lo yang sesungguhnya adalah Bayisan, panglima pengkhianat yang melarikan diri (baca ceritaSuling Emas).

   Terbukalah mata Kayabu. Mulai ia dapat melihat siapa sesungguhnya gadis cantik jelita yang berpakaian seperti gadis Han, yang memiliki kesaktian yang luar biasa itu. Tahulah ia sekarang mengapa Panglima Khitan yang paling dipercaya oleh raja, yang merupakan orang terkuat dan boleh dibilang paling berkuasa di Khitan, dijadikan pembantu oleh raja padahal orang itu terkenal sebagai seorang iblis yang jahat. Hek-giam-lo berlaku sewenang-wenang dan kejam terhadap bangsanya sendiri, akan tetapi maklum betapa saktinya Hek-giam-lo, dia tak dapat berbuat sesuatu selain mengadu kepada ayahnya yang hanya menggeleng kepala, bahkan melarangnya menentang Hek-giam-lo yang sakti dan jahat. Pemuda yang dapat berpikir panjang ini segera menjatuhkan diri berlutut di depan Lin Lin sambil berkata,

   "Maafkan hamba yang tidak mau melihat kenyataan dan telah bersikap tidak pantas terhadap Tuan Puteri.."

   "Awasss.."

   Tiba-tiba kaki Lin Lin menendang pundak Kayabu, membuat pemuda itu terlempar bergulingan sampai enam meter lebih jauhnya. Semua orang kaget sekali, terutama Kayabu sendiri dan juga Pek-bin-ciangkun. Mereka terkejut dan kecewa, mengira bahwa Lin Lin tiada bedanya dengan Hek-giam-lo, yang berwatak ganas dan kejam, tak dapat memberi ampun kepada orang lain. Akan tetapi, keraguan dan kekecewaan ini segera lenyap terganti kekaguman dan kegirangan ketika Lin Lin membungkuk dan memungut tiga batang benda hitam yang menancap di atas tanah, tepat di mana tadi Kayabu berlutut. Ternyata itu adalah tiga buah pisau hitam yang entah bagaimana tahu-tahu telah berada di situ tanpa terlihat orang lain, kecuali Lin Lin tentu saja, yang telah berhasil menyelamatkan Kayabu.

   "Kebetulan sekali, belum dicari sudah datang. Hek-giam-lo iblis busuk, keluarlah terima binasa"

   Teriak Lin Lin sambil melompat ke kiri dengan pedang di tangan dan tangan kirinya bergerak menyambitkan tiga batang pisau hitam tadi ke semak-semak. Akan tetapi tiga batang pisau itu lenyap ke dalam semak-semak tanpa mendatangkan akibat apa-apa. Hek-giam-lo memang hebat. Baru saja ia menyambitkan pisau-pisaunya dari semak-semak itu untuk membunuh Kayabu, tahu-tahu ia sudah lenyap dari situ dan tiba-tiba keadaan sebelah kanan menjadi ribut. Ketika Lin Lin meloncat ke bagian ini, wajahnya menjadi merah saking marahnya karena tanpa ada yang tahu apa yang menjadi sebab, dua belas orang perajurit telah menggeletak mati dengan muka hitam seluruhnya, tanda terkena racun yang amat jahat.

   "Keparat Hek-giam-lo, Pengecut kau. Hayo keluar dan bertanding seribu jurus melawanku"

   Akan tetapi terpaksa Lin Lin cepat memutar pedangnya ketika telinganya menangkap desir angin senjata rahasia dari arah belakang. Terdengar bunyi "ting-ting-ting"

   Ketika pedangnya berhasil menyampok pergi belasan batang jarum hitam, akan tetapi kembali ada enam orang perajurit terjungkal roboh dan mati seketika. Lin Lin makin marah. Gadis ini berkelebatan ke sana ke mari untuk mencari tempat persembunyian musuhnya, namun Hek-giam-lo benar-benar jahat dan licin. Agaknya iblis ini sengaja hendak mempermainkan Lin Lin dan para pengikutnya. Berturut-turut roboh para perajurit dan sebagian daripada para perwira. Setiap kali roboh tentu enam orang dan dalam waktu beberapa menit saja sudah tiga puluh enam orang roboh binasa dalam keadaan mengerikan.

   "Berpencar.., Masing-masing berlindung.."

   Kayabu berteriak nyaring dan bersama ayahnya yang banyak pengalaman dalam pertempuran, pemuda ini mengatur sisa orang-orangnya.

   Dalam sekejap mata saja para perajurit yang tadinya kebingungan dan kacau-balau kehilangan pimpinan itu, berserabutan dan lenyap dari pandangan mata, berlindung dan bersembunyi di balik pohon-pohon dan semak-semak. Tinggal Lin Lin seorang diri yang masih tinggal berdiri tegak di situ sambil memaki-maki dan menantang-nantang. Tiba-tiba dari arah depan terdengar deru angin senjata rahasia dan cepat gadis ini memutar pedangnya. Hujan senjata rahasia berupa pisau-pisau dan jarum-jarum beracun itu dengan gencar menyambar datang, namun semua dapat ditangkis oleh gulungan sinar kuning yang merupakan benteng sinar yang melindungi tubuh Lin Lin. Sambil menangkis, Lin Lin memaki-maki.

   "Hek-giam-lo iblis jahanam, Hayo keluarlah kau kalau memang laki-laki"

   Inilah anak tunggal Puteri Tayami. Aku Puteri Mahkota Yalina, hayo kau lawanlah kalau memang gagah. Jangan main sembunyi dan melepas senjata rahasia seperti seorang pengecut rendah"

   Akan tetapi tidak pernah ada jawaban dan hujan senjata rahasia pun berhenti. Tiba-tiba kesunyian itu terpecah oleh lengking tinggi dan kagetlah Lin Lin karena pendengarannya yang tajam menangkap suara angin pukulan. Desir angin pukulan seperti itu hanya dapat terdengar kalau ada tokoh-tokoh sakti mengadu kepandaian. Cepat gadis ini melompat dari tempat itu menuju ke arah suara. Benar saja dugaannya, tak jauh dari situ, terhalang oleh pohon-pohon rindang, tampak tiga orang tengah bertanding hebat. Dan Lin Lin kaget bukan main ketika mengenal mereka. Yang sedang bertanding hebat itu bukan lain adalah Hek-giam-lo yang dikeroyok oleh dua orang, Gan-lopek dan Lie Bok Liong.

   
Hek-giam-lo memang hebat sekali. Sebetulnya iblis ini masih belum sembuh dari lukanya yang hebat ketika ia bertanding menghadapi Suling Emas di puncak Thai-san. Luka akibat pukulan Suling Emas yang bagi lain orang tentu akan mengakibatkan maut itu, bagi Hek-giam-lo hanya mendatangkan luka sebelah dalam yang amat hebat dan membutuhkan pengobatan dan istirahat lama. Namun, keadaannya yang terluka hebat ini tidak mengurangi keganasannya sehingga ketika ia mendengar tentang maksud pemberontakan orang-orang Khitan yang dipimpin oleh Lin Lin, iblis ini segera keluar dan turun tangan, berhasil dengan jarum-jarum hitamnya membunuh sampai tiga puluh enam orang banyaknya.

   Bahkan ketika dia menghujankan senjata rahasia kepada Lin Lin dan tiba-tiba muncul Gan-lopek dan Lie Bok Liong yang menyerangnya, iblis ini masih sanggup untuk melakukan perlawanan yang hebat. Gan-lopek tokoh kang-ouw kawakan yang selalu bergembira dan lucu itu, sebagaimana diceritakan di bagian depan, berpisah dari Lin Lin ketika mereka tiba di pucak Thai-san karena Lin Lin membantu Suling Emas dan bertemu dengan saudara-saudaranya. Merasa bahwa dia adalah "orang luar", kakek ini menjauhkan diri. Akan tetapi kemudian ia berjumpa dengan muridnya, Lie Bok Liong, dan alangkah kecewa dan menyesal hatinya ketika melihat muridnya yang terkasih itu menderita batin. Apalagi ketika ia mendengar pengakuan Lie Bok Liong tentang penolakan kasih sayang Lin Lin, kakek ini tidak mau mengerti.

   "Ah, tak mungkin"

   Bantahnya.

   "Lin Lin suka kepadamu, ini aku tahu benar"

   "Suka tidak sama dengan cinta, Suhu.."

   "Apa bedanya? Dari suka menjadi cinta. Hayo, mana dia? Mana gadis liar itu?"

   "Teecu (murid) khawatir bahwa dia sudah berangkat ke Khitan, Lin-moi memiliki hasrat besar untuk menuntut kembali haknya atas mahkota Kerajaan Khitan."

   "Wah-wah, bocah lancang dia. Mana dia mampu menghadapi Hek-giam-lo dan orang-orang Khitan seorang diri? Dia bisa celaka. Hayo, Bok Liong, kita harus menyusulnya."

   Demikianlah, guru dan murid ini muncul di Khitan. Kebetulan sekali pada hari itu mereka menyaksikan Hek-giam-lo secara pengecut menyerang Lin Lin dari tempat sembunyi dengan senjata-senjata rahasia. Tanpa banyak cakap lagi Gan-lopek lalu menerjang iblis itu dengan senjatanya yang istimewa, yaitu Hek-pek-mou-pit (Pensil Bulu Hitam dan Putih).

   Terjadilah pertandingan hebat dan mati-matian antara dua orang sakti. Hek-giam-lo memang menderita luka dalam, namun ketika menyambut terjangan Gan-lopek, gerakannya masih hebat, senjatanya yang mengerikan, sabit tajam panjang itu, menyambar-nyambar seperti seekor naga siluman mengamuk di angkasa raya. Menyaksikan kehebatan iblis ini, Bok Liong tidak mau tinggal diam, lalu mencabut Gwat-kong-kiam dan menyerbu dengan hebat. Karena maklum akan keganasan dan kelihaian si iblis hitam, apalagi karena ia maklum pula akan isi hati Bok Liong yang tidak mau ketinggalan dalam usaha membantu dan menolong Lin Lin, maka Gan-lopek tidak melarangnya melakukan pengeroyokan terhadap Hek-giam-lo. Melihat Bok Liong, Lin Lin merasa tertusuk hatinya. Terharu sekali ia melihat pemuda ini, yang pernah secara terus terang menyatakan cinta kasihnya kepadanya, dan dengan tegas ia menolaknya.

   Entah berapa kali sudah pemuda gagah perkasa ini menolongnya, membelanya, membantunya tanpa menghiraukan keselamatannya sendiri. Betapa mulianya hati pemuda ini, betapa gagahnya sehingga tidak takut-takut menghadapi Hek-giam-lo dan anak buahnya untuk menolongnya, sungguhpun pemuda itu cukup maklum bahwa kepandaiannya tidak akan mampu dipakai menghadapi Hek-giam-lo. Cinta kasih murni yang amat mengharukan hatinya. Dan kini pemuda itu muncul lagi, membelanya lagi, malah bersama gurunya. Lin Lin berdiri terbelalak kagum. Tak tahu ia bagaimana ia harus berbuat. Ia maklum bahwa Gan-lopek adalah seorang tokoh sakti dan kini menghadapi Hek-giam-lo dengan bantuan muridnya sendiri. Apakah ia harus pula bantu mengeroyok?

   Pengalamannya selama merantau dan bergalang-gulung dengan para tokoh kang-ouw yang sakti mendatangkan pengertian bahwa membantu seorang tokoh sakti bertanding dapat diartikan menghinanya. Pertandingan itu hebat sekali. Hek-giam-lo agaknya mengerahkan seluruh tenaganya, terbukti dari bunyi lengking yang panjang bersambung-sambung dari kerongkongannya, sedangkan senjata sabitnya menyambar-nyambar cepat sekali dan mengeluarkan angin bercuitan. Akan tetapi permainan sepasang pena bulu di tangan Gan-lopek amat kokoh kuat dan tenang, sungguhpun sinar senjata sabit yang gilang-gemilang itu seakan-akan mengurung dan menyelimutinya, bahkan menekannya. Bok Liong juga mainkan pedangnya dengan sekuat tenaga dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Mengagumkan sekali betapa guru dan murid ini dapat main bersama.

   Gerakan mereka begitu mirip dan biarpun senjata mereka berbeda, namun kerja sama mereka amat baik, isi mengisi, bantu-membantu. Hek-giam-lo memang amat sakti. Andaikata ia tidak menderita luka dalam, apalagi kalau Bok Liong tidak membantu, agaknya Gan-lopek sendiri tak dapat bertahan melawannya. Kini, keadaannya yang terluka dan ditambah pengeroyokan Bok Liong yang sudah memiliki kepandaian tinggi, membuat pertandingan itu menjadi seimbang, malah boleh dikata Hek-giam-lo banyak tertekan sungguhpun sabitnya kelihatan garang dan amat berbahaya. Melihat ini, Lin Lin menjadi tidak sabar. Ia ingin terjun ke dalam gelanggang pertandingan, ingin ia dengan tangannya sendiri membunuh iblis yang dahulu pernah membunuh kakeknya, menghina ibunya dan mencemarkan nama baik bangsa Khitan. Akan tetapi sebelum ia sempat bergerak, tiba-tiba terdengar bunyi terompet dan disusul sorakan keras.

   "Basmi pemberontak, Hancurkan pemberontak"

   Dari arah utara muncullah banyak sekali pasukan Khitan dengan senjata di tangan menyerbu.

   "Pasukan siaaaaappp, Dengan darah dan jiwa kita bela Puteri Yalina, keturunan langsung Raja Besar Kulukan. Basmi pengkhianat Bayisan dan Kubakan"

   Demikian terdengar teriakan-teriakan keluar dari mulut Kayabu dan ayahnya, Pek-bin-ciangkun yang sudah mempersiapkan pasukannya pula. Terjadilah perang tanding hebat antara mereka. Melihat ini, Lin Lin tidak jadi membantu Gan-lopek, melainkan ia sendiri memimpin para pendukungnya menghadapi penyerbuan tentara pengawal kerajaan. Hebat sepak terjang gadis ini. Tubuhnya lenyap terbungkus sinar kuning emas dan ke manapun juga sinar ini menyambar, terdengar teriakan-teriakan dan senjata terlempar dari tangan disusul robohnya tentara musuh yang terluka tangan atau kakinya. Akan tetapi tak seorang pun yang tewas di tangan Lin Lin, karena gadis ini merasa tidak tega membunuhi tentara bangsanya sendiri.

   Jumlah pasukan pengawal yang berpihak Hek-giam-lo sebetulnya lebih besar. Maklum karena memang tadinya semua pasukan Khitan merupakan anak buah Hek-giam-lo, suka atau pun tidak. Akan tetapi ketika pasukan itu melihat bahwa "pemberontak"

   Itu dipimpin oleh Pek-bin-ciangkun dan Kayabu, dua orang tokoh yang mereka hormati, mereka menjadi ragu-ragu. Tak seorang pun diantara mereka yang suka kepada Hek-giam-lo, kecuali beberapa orang perwira dan pasukan yang memang dipergunakan oleh Hek-giam-lo dan yang mengenyam pula hasil kejahatan dan kekejaman iblis ini. Oleh karena itu, timbullah kekacauan yang hebat ketika sebagian dari tentara ini membalik dan malah membantu gerakan Pek-bin-ciangkun. Lebih-lebih setelah mereka menyaksikan sepak terjang Lin Lin yang mereka dengar adalah Puteri Mahkota Yalina yang sejak kecil lenyap dan disangka mati.

   Sepak terjang Lin Lin yang hebat itu selain mendatangkan rasa gentar juga mendatangkan rasa kagum dan suka karena ternyata bahwa tak seorang pun yang roboh di bawah tangan gadis ini tewas. Melihat keadaan berbalik untuk keuntungan pihaknya, Lin Lin segera teringat kepada Hek-giam-lo yang masih bertanding melawan pengeroyokan Gan-lopek dan Bok Liong. Hampir gadis ini menjerit ketika memandang ke arah pertempuran itu. Terjadi perubahan hebat dan pertandingan itu kini menjadi pergulatan mati-matian. Kiranya dengan gerakan yang hebat bukan main Hek-giam-lo yang cerdik itu telah mendesak Bok Liong, berniat merobohkan dulu lawan yang lebih lemah ini agar ia dapat memusatkan kepandaian dan tenaganya untuk mengalahkan Gan-lopek.

   Pada saat Bok Liong menangkis sebuah sambaran maut sabit, pedang pemuda yang bersinar kuning itu bertemu sabit dan.. terus menempel lekat tak dapat ditarik kembali. Bok Liong merasa tiba-tiba lengannya panas dan kejang. Terpaksa ia hendak melepaskan gagang pedangnya, namun alangkah kagetnya ketika ia mendapatkan kenyataan bahwa hal ini pun tidak mungkin. Telapak tangannya seakan-akan sudah lekat pula dengan gagang pedangnya, seakan-akan gagang pedang itu sudah "berakar"

   Ke dalam tangannya. Rasa panas dan sakit makin menghebat sehingga pemuda itu mengeluh.

   Melihat ini, Gan-lopek kaget sekali. Ia maklum bahwa iblis hitam itu lihai bukan main, memiliki hawa sakti yang telah dilatih dengan racun sehingga setiap serangannya kalau mengenai sasaran merupakan tangan maut. Ia maklum bahwa muridnya terancam bahaya maut dan terlambat sedikit saja usaha pertolongan, tentu takkan tertolong lagi. Oleh karena itu, sejenak ia melupakan Hek-giam-lo dan cepat ia memindahkan mouw-pit putih ke tangan kanan, tangan kirinya yang kosong memegang pangkal lengan muridnya sambil mengerahkan sin-kang untuk melawan penyaluran hawa serangan Hek-giam-lo, sedangkan tangan kanan yang memegang sepasang pena bulu itu ia hantamkan ke arah sabit.

   "Cringgggg.. Plakkk.."

   Peristiwa itu terjadi hanya beberapa detik saja.

   Dengan bantuan tenaga sin-kang suhunya, Bok Liong berhasil melepaskan gagang pedangnya dan terlepas dari bahaya maut. Adapun hantaman sepasang pena bulu itu tepat mengenai sabit, demikian hebatnya sehingga baik sepasang pena bulu maupun senjata sabit itu patah-patah. Akan tetapi agaknya Hek-giam-lo yang cerdik menggunakan saat yang tepat itu untuk menggerakkan tangan kirinya, mengerahkan tenaga yang mengandung penuh Hek-in-tok (Racun Uap Hitam) memukul punggung Gan-lopek dengan telapak tangan. Pada saat tepukan itu mengenai punggung, dari dalam lengan bajunya yang kiri melayang sebatang hui-to (pisau terbang) yang menancap sampai ke gagangnya di punggung Gan-lopek pula. Gan-lopek kelihatan terkejut, terhuyung dan memandang Hek-giam-lo, lalu tertawa bergelak dan roboh terguling.

   "Iblis keparat"

   Lin Lin menerjang maju, menyesal mengapa tidak sejak tadi ia turun tangan. Adapun Bok Liong yang menyaksikan gurunya roboh, cepat memungut pedangnya dan menerjang lagi dengan nekat.

   Biarpun ia telah berhasil merobohkan Gan-lopek, Hek-giam-lo harus menebusnya dengan mahal. Ia menderita luka dalam yang hebat, kini ia harus mengerahkan tenaga sin-kang dari dalam tubuhnya yang membutuhkan pengerahan sekuatnya, maka luka di dalam dadanya menjadi menghebat, membuat ia merasa darah naik ke dalam kerongkongannya dan tak tertahankan lagi ia muntah darah. Pada saat itu, Lin Lin datang menerjangnya. Karena Hek-giam-lo sudah bertangan kosong, cepat ia menggerakkan lengan kiri. Belasan batang hui-to atau pisau terbang menyambar ke depan, sebagian besar ke arah Lin Lin dan beberapa buah ke arah Bok Liong. Namun semua dapat dipukul runtuh oleh kedua orang muda itu. Sinar kuning bergulung-gulung menyambarnya. Hek-giam-lo yang sudah lemah dan berkunang-kunang matanya itu mengangkat lengan kanan menangkis.

   "Crakkk"

   Putuslah lengan itu dan darah menyembur dari pangkal lengan yang putus. Lin Lin mendesak terus. Kembali Hek-giam-lo menangkis dengan tangan kiri, dan sekali lagi putuslah lengan kirinya. Ia mendengus-dengus aneh, akan tetapi tak seorang pun tahu apa yang ia ucapkan karena pada saat itu gulungan sinar pedang kuning emas sudah membabatnya dan robohlah Hek-giam-lo dengan dua tusukan di dadanya dan sebuah babatan pada lehernya membuat leher itu hampir putus pula. Para perajurit yang dipimpin Pek-bin-ciangkun bersorak gembira. Adapun para perajurit yang menjadi anak buah Hek-giam-lo menjadi kecil hati dan melawan sambil mundur. Saat itulah dipergunakan Pek-bin-ciangkun untuk berseru lantang.

   "Orang-orang gagah bangsa Khitan, dengarlah baik-baik"

   Yang mampus itu, Hek-giam-lo si iblis kejam adalah pengkhianat yang puluhan tahun kita benci dan kita cari-cari, kita sangka sudah binasa. Dia adalah Bayisan. Bersama Kubakan, dia membunuh sri baginda tua Kulukan dan merampas kedudukan sebagai raja. Kalau kalian membelanya berarti kalian membela pengkhianat bangsa. Sudah semestinya kita membantu Puteri Mahkota Yalina untuk menumbangkan kekuasaan jahat membangun Kerajaan Khitan yang kuat dan besar, seperti dahulu"

   Ucapan yang nyaring ini ternyata besar sekali pengaruhnya. Banyak di antara para pasukan itu yang segera membuang senjata dan menggabungkan diri. Memang ada yang masih setia kepada Raja Kubakan, namun kekuatan mereka tidak ada artinya lagi dan pertempuran dilanjutkan dalam keadaan berat sebelah. Lin Lin untuk sejenak tidak mempedulikan semua itu. Bersama Bok Liong ia berlutut di dekat tubuh Gan-lopek yang sudah payah. Muka kakek ini perlahan-lahan sudah berubah kehitaman, akan tetapi kakek sakti ini masih dapat tersenyum-senyum. Bok Liong pendekar muda yang gagah itu kali ini tak dapat menahan diri menangisi gurunya karena ia maklum bahwa tak mungkin suhunya tertolong lagi. Dengan lengan kiri menyangga leher suhunya, ia hanya dapat berbisik-bisik menyebut nama suhunya dengan putus harapan.

   "Eh, mengapa kau menangis, muridku? Apa kau kira kelak kau sendiri takkan mati juga? Kalau kau menangisi orang mati, berarti kau menangisi dirimu sendiri. Eh, Lin Lin bocah nakal. Kau benar-benar tidak percuma hidup, sudah banyak menimbulkan geger. Sebelum aku mati, kau bilanglah dulu secara jujur, apakah kau suka dan sayang kepada muridku Bok Liong ini?"

   Lin Lin juga berlinang air mata. Mendengar pertanyaan ini, tanpa ragu-ragu ia menjawab,

   "Tentu saja aku sayang dan suka kepada Liong-twako"

   "Ha-ha-ha"

   Nah, apa kataku, Bok Liong? Dia suka padamu"

   Gan-lopek terbatuk-batuk karena ketika tertawa tadi dadanya terasa sesak sekali, kemudian ia menggigit bibir menahan rasa nyeri yang secara mendadak terasa di seluruh tubuhnya. Tadi ia dapat menahan rasa nyeri karena ia mengerahkan sin-kangnya, akan tetapi setelah bicara, ia lupa akan ini dan serentak pengaruh racun membuat ia kesakitan.

   "Tapi.. tapi.."

   Bok Liong kebingungan, sebagian karena kata-kata itu, sebagian pula karena melihat keadaan suhunya.

   "Heh.."

   Gan-lopek menghela napas.

   "Kau masih penasaran? Lin.. Lin.. Jawab lagi.., apakah.. apakah kau.. suka menjadi.. isteri muridku ini..?"

   Gan-lopek tak dapat bicara dengan baik lagi, sudah tersendat-sendat dan sukar.

   Bukan main kagetnya hati Lin Lin mendengar pertanyaan ini. Tak disangkanya sama sekali bahwa kakek ini akan bertanya tentang perjodohan. Tentu Bok Liong sudah bercerita kepada gurunya tentang penolakannya. Sebetulnya ia merasa tidak tega terhadap Gan-lopek yang sudah mendekati kematiannya ini, tidak tega mengecewakan hatinya. Akan tetapi, tidak mungkin ia dapat berbohong dalam menjawab tentang perjodohan, apalagi Bok Liong sendiri berada di situ. Pemuda itu menundukkan mukanya yang pucat seperti orang terdakwa menanti dijatuhkannya keputusan hukuman. Ia harus berterus terang sehingga urusan yang tidak menyenangkan ini segera selesai.

   "Tidak, Empek Gan, aku tidak suka menjadi isterinya karena kuanggap Liong-twako seperti kakakku sendiri."

   Bok Liong tidak heran mendengar ini, akan tetapi sepasang mata Gan-lopek yang tadinya sudah meram itu mendadak terbuka lagi dan memandang dengan melotot lebar.

   "Apa..? Kau.. kau tidak mau..? Kau nakal.. sebelum aku mati.. hayo bilang laki-laki mana yang kau harapkan menjadi suamimu..?"

   Sambil menundukkan mukanya Lin Lin menjawab, perlahan akan tetapi cukup jelas untuk Gan-lopek, bahkan merupakan halilintar menyambar ke dalam telinga Bok Liong,

   "Suling Emas.."

   "Suhu.. Suhu.."

   Bok Liong tiba-tiba memeluk gurunya yang sudah putus napasnya dengan mata masih terbelalak lebar. Lin Lin menahan isaknya, hatinya terharu dan penuh iba. Akan tetapi apakah yang dapat ia lakukan?

   "Liong-twako, dia sudah meninggal, biar kusuruh atur pemakamannya.."

   Katanya perlahan.

   Akan tetapi Bok Liong menggeleng-geleng kepala, membungkuk dan memondong jenazah gurunya, bangkit berdiri, memandang sejenak kepada Lin Lin dengan air mata bercucuran, kemudian ia membalikkan tubuh dan melangkah pergi. Gadis itu pun memandang dengan air mata berlinang akan tetapi ia menguatkan hati dan tidak menahan karena maklum bahwa inilah yang terbaik. Ia merasa kasihan sekali kepada Bok Liong dan berjanji dalam hatinya bahwa selamanya ia akan menganggap Bok Liong sebagai kakaknya sendiri. Ia hanya mengharapkan mudah-mudahan kelak akan tiba saat dan kesempatan baginya untuk membalas budi kebaikan Bok Liong terhadap dirinya. Sementara itu pertempuran sudah selesai. Sebagian besar pasukan istana menyerah dan takluk, sebagian pula melarikan diri. Lin Lin segera mengumpulkan pasukannya, kemudian memerintahkan kepada Pek-bin-ciangkun untuk melakukan penyerbuan ke istana.

   "Kalau Paman tiriku mau menyerah dengan baik-baik, jangan ganggu dia. Aku akan memberi kesempatan kepadanya untuk memilih, pergi dari Khitan atau menjadi seorang tahanan selamanya dengan perlakuan baik. Akan tetapi kalau dia melawan, kita gempur"

   Dengan sorak gemuruh pasukan pendukung Lin Lin berangkat menuju istana dan di sepanjang jalan, pasukan ini bertambah besar jumlahnya karena pasukan lain yang mendengar tentang pemberontakan ini dan tentang tewasnya Hek-giam-lo yang ternyata adalah pengkhianat Bayisan, ikut bergabung.

   

Tangan Geledek Eps 34 Suling Emas Eps 3 Bu Kek Siansu Eps 25

Cari Blog Ini