Ceritasilat Novel Online

Tangan Geledek 34


Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo Bagian 34




   Sin Hong menggeleng kepala.

   "Tak mungkin. Kami sudah mengatur dan pulau ini sudah kami kurung dengan mengawasan teliti. Huang-ho Sian jin dan kedua orang puterinya sudah selalu mengelilingi pulau dengan perahu-perahu mereka. Tak mungkin Liok Kong Ji dapat lolos kali ini. Hanya aku belum menyapaikan terima kasihku kepadamu bahwa kau telah berhasil merampas Leng-ji dari tangan Liok Kong Ji yang jahat.?

   Tiang Bu merasa lega.

   "Syukurlah anak pek-pek sudah selamat. Sekarang dimana adik Leng Leng itu?"

   Sin Hong lalu menceritakan keadaannya. Sampai penat mengelilingi Pulau Pek houw-to belum juga mereka mendapatkan jejak Liok Kong Ji. Kemudian dua rombongan mereka sudah bertemu dan berkumpul kembali tanpa hasil. Hanya mereka menjadi amat kegirangan terutama sekali Wan Sin Hong dan isterinya ketika melihat Leng Leng sudah berada di situ dibawa oleh Pak Lian dan Ang Lian.

   Leng Leng segera didekap oleh ibunya, dan Wan Sin Hong dengan wajah berseri berkata kepada Pek Lian.

   "Pek Lian dan Ang Lian, kalian telah berjasa besar mengembalikan anakku. Tak tahu apa yang harus kulakukan untuk membalas budi kalian."

   Ang Lian yang kenes itu tertawa jenaka.

   "Hadiah untuk enci Pek Lian hanya satu macam, asal Wan taihiap suka menjodohkannya dengan Tiang Bu, cukuplah?.."

   "Ang Lian. tutup mulutmu!" Pek Lian membentak marah, akan tetapi mukanya menjadi merah "Wan-taihiap, harap jangan percaya mulut adikku yang lancang itu. Sebetulnya, kami enci adik mana becus merampas adik Leng dari tangan Liok Kong Ji yang lihai? Kami berdua hanya mengantarkannya saja ke sini, yang merampasnya dari tangan musuh adalah.......... Tiang Bu. Kami berdua berjumpa dengan dia dan dialah yang menyuruh kami membawa adik Leng ke sini sedangkan dia sendiri masih melanjutkan usahanya mencari jejak musuh-musuh kita."

   "Bersama seorang gadis cantik sekali akan tetapi lengannva buntung!" Ang Lian menyambung.

   "Bi Li..........!" Wan Sun berseru kaget mendengar ini.

   "Betul, nona itu adalah adik saudara Wan Sun ini," kata pula Ang Lian.

   Mendengar ini, Wan Sin Hong segera mengajak Wan Sun dan Bu Kek Siansu untuk menyusul ke daerah batu karang itu. Kawan-kawan yang lain disuruh menanti dan secara bergiliran meronda dengan perahu agar Liok Kong Ji tidak dapat malarikan diri minggat dari pulau. Demikianlah, setelah akhirnya rombongan tiga orang ini bertemu dengan Tiang Bu, ternyata Bi Li telah tewas dan potongan baju dikubur oleh Tiang Bu.

   Semua orang menjadi terharu sekali dan diam-diam tahu bahwa Tiang Bu benar-benar amat mecinta Bi Li. Wan Sin Hong merasa menyesal bukan main. Jodoh yang setimpal sekali, pikirnya. Tiang Bu dan Bi Li keduanya keturunan orang-orang jahat akan tetapi menjadi baik dalam asuhan orang-orang baik. Sayang Bi Li meninggal dalam keadaan begini menyedihkan......

   "Kalau begitu penjahat Liok Kong Ji tentu masih menyembunyikan diri." kata Bu Kek Siansu yang semenjak dahulu telah menjadi musuh Liok Kong Ji.

   "Lebih baik sekarang kita mengerahkan tenaga untuk mencarinya. Kali ini jangan sampai iblis itu bisa meloloskan diri dari tangan kita."

   "Benar apa yang totiang katakan," kata Sin Hong.

   "Tiang Bu, apakah kau hendak mencari jejak Liok Kong Ji bersama kami?"

   "Biarlah, pek-pek, siauwtit mencari sendiri. Ingin siauwtit berhadapan muka satu lawan satu dengan dia!" jawab Tiang Bu gemas.

   Sin Hong maklum akan perasaan hati pemuda yang mengejar-ngejar ayah sendiri ini dan maklum pula bahwa di antara semua yang berada di situ, kiranya hati Tiang Bu yang paling panas. Pula, ia percaya bahwa kepandaian Tiang Bu lebih dari cukup untuk melawan Liok Kong Ji.

   "Baiklah kalau begitu. Cuma pesanku, malam nanti kalau belum juga Liok Kong Ji kita temukan, kau pergilah ke pantai selatan di mana kami semua berkumpul. Kau tentu sudah ingin bertemu dengan yang lain-lain, terutamna sekali adikmu Lee Goat yang sudah amat rinda kepadamu."

   Tiang Bu mengangguk-angguk terharu sekali dan ia memandang kepada Wan Sun.

   "Adikku yang baik. Aku benar-benar merasa berbahagia sekali ketika mendengar bahwa Lee Goat menjadi isterimu. Dia itu adikku, kau juga adikku, benar-benar perjodohan yang amat menggirangkan hatiku." Wan Sun hanya bisa memegang pundak Tiang Bu dan memandang tajam. Di dalam lubuk hatinya, Wan Sun menangis sedih. Alangkah akan baiknya kalau Bi Li tidak meninggal dunia dan menjadi jodoh Tiang Bu. Mereka lalu berpisah dan tiga orang itu meninggalkan Tiang Bu yang masih merasa enggan meninggalkan makam kekasihnya.

   Liok Kong Ji pandai sekali menyembunyikan diri. Memang sebelum ia diserbu oleh musuh-musuhnya, Liok Kong Ji sudah mengadakan penyelidikan di Pulau Pek-houw-to dan sudah membuat persiapan terlebih dulu. Ia sudah membuat tempat rahasia yang sukar dilihat dari luar dan di dalam tempat persembunyian ini dia sudah menyediakan bahan makan yang cukup banyak. Orang seperti dia yang banyak musuhnya tentu saja sudah membuat persiapan kalau kalau ia terpaksa bersembunyi seperti sekarang ini. Tempat persembunyiannya itu, jangankan orang luar bahkan selir-selirnya sendiri sekalipun tidak ada yang tahu. Oleh karena itu tak seorangpun di antara selir-selir dan pelayannya dapat memberi tahu ke mana ia bersembunyi.

   Usaha Wan Sin Hong dan kawan-kawannya juga usaha Tiang Bu, belum juga berhasil. Tiing Bu sudah datang ke tempat berkumpulnya Wan Sin Hong dan rombongannya. Pertemuan yang amat menggembirakan, juga amat mengharukan, terutama sekali pertemuan antara Tiang Bu dan Coa Lee Goat,

   Berada di antara orang-orang gagah ini, Tiang Bu teringat akan semua pengalamannya ketika ia masih kecil dan di lubuk hatinya ia merasa kecewa sekali mengapa dia putera Liok Kong Ji yang terkenal jahat dan dimusuhi orang-orang gagah ini. Aku harus dapat membasmi Liok Kong Ji dengan kedua tanganku sendiri pikirnya, agar aku dapat mencuci noda yang didatangkan oleh orang yang mengaku ayahku itu. Juga pertemuannya dengan pasangan-pasangan seperti Wan Sin Hong dan Siok Li Hwa, Wan Sun dan Coa Lee Goat, membuat ia makin teringat kepada Bi Li dan membuat ia berduka. Sudah dua hari dua malam mereka berada di pulau itu dan setiap hari mencari jejak Liok Kong Ji, namun belum juga orang yang licin itu dapat mereka temukan.

   "Lebih baik kita pusatkan penjagaan pada pantai saja," Wan Sin Hong menyatakan pendapatnya.

   "Dan jangan kita mencari-cari lagi. Dengan sembunyi kita mengintai dan meronda di sepanjang pantai agar Liok Kong Ji mengira bahwa kita sudah pergi dari sini. Hanya dengan siasat ini kiranya ia akan keluar dari tempat sembunyinya"

   Semua orang menganggap pendapat ini baik sekali, maka tadak lagi diadakan usaha mencari ke dalam pulau, melainkan penjagaan pantai diperkuat. Hal ini tidak memuaskan hati Tiang Bu dan diam diam ia menemui Wan Sin Hong katanya,

   "Wan pek-pek, memang siasat pek-pek baik sekali. Akan tetapi, ijinkanlah siauwte seorang diri mencarinya dengan diam diam menanti sampai ia muncul untuk membekuknya. Mencari beramai-ramai memang amat berisik dan membuat ular itu tidak mau keluar dari sarangnya, akan tetapi kalau seorang saja yang mencari, kiraku tidak akan mengagetkan dia."

   Sin Hong tahu bahwa dengan kepandaiannya yang tinggi, Tiang Bu tentu saja merupakan pengecualian. Dengan kepandaiannya itu tentu saja Tiang Bu dapat mencari tanpa terlihat oleh musuh. Maka ia menyatakan persetujuannya dan pergilah Tiang Bu dari pantai, kembali ke pedalaman pulau untuk mencari lagi.

   Hal ini terdengar oleh Ciu Lee Tai dan membuat si dogol ini penasaran.?Mengapa dia diperbolehkan dan aku tidak?" katanya penasaran.?Biarpun boleh jadi Tiang Bu lihai, akan tetapi bukankah dia itu putera sajati dari Liok Kong Ji? jangan-jangan menyuruh dia mencari sama halnya dengan menyuruh dia memberi peringatan kepada Kong Ji ayahnya lebih berhati-hati dan jangan keluar dari tempat persembunyiannya.?

   Ucapan ini ia keluarkan di depan Ang Lian, karena sering kali dua orang muda ini bercakap, atau lebih tepat lagi. sering kali Lee Tai mencari kesempatan untuk mendekati Ang Lian pada waktu gadis ini berada seorang diri di tepi pantai.

   "Huh. omongan apa ini?? bentak Ang Lian cemberut marah.

   "Sekali lagi kau bicara seperti itu, aku selamanya tidak mau mendengar omonganmu yang busuk lagi. Dia adalah calon cihuku (kakak iparku), kau tahu? Dan kau berani menghinanya?"

   "Eh.......... , oh.......... begitukah..........? Jadi.......... enci Pek Lian........." sungguh menggelikan sikap Lee Tai ini. Belum apa apa ia sudah menyebut enci kepada Pek Lian, biarpun usianya lebih tua dari pada Pek Lian yang baru berusia dua puluh satu tahun.

   "Tutup mulut, jangan kaubicarakan hal ini kepada orang lain. Pendeknya kau tidak berhak memburukkan nama Tiang Bu. Dia itu seorang yang tinggi ilmunya, bahkan menurut Wan-bengcu, di dunia persilatan sekarang ini jarang ada orang yang dapat manandinginya. Kau ini siapa sih? Janjimu untuk menewaskan manusia iblis Liok Kong Ji juga hanya omong kosong belaka, syaratku itu masih berlaku, kau tahu? Kalau tak dapat mengalahkan Liok Kong Ji. jangan harap aku akan memperdulikanmu lagi!" Setelah berkata demikian dengan cemberut Ang Lian membalikkan tubuh dan meninggalkan Ciu Lee Tai seorang diri di atas batu-batu di pantai itu.

   "Adik Ang Lian......" Akan tetapi Ang Lian menengokpun tidak, terus pergi ke pondok di mana ia bermalam dengan Pek Lian. Rombongan ini memang membuat pondok-pondok darurat untuk melewatkan waktu malam.

   "Baik," kata Lee Tai yang menjadi panas hatinya.

   "kau kira aku tidak dapat berusaha seperti Tiang Bu? Kau kira aku tidak bisa pergi sendiri mencari Liok Kong Ji dan menantangnya bertanding sampai selaksa jurus Ang Lian.......... Ang Lian.......... kau belum kenal adanya Kang-thouw-ciang Ciu Lee Tai!" Pemuda ini bicara seorang diri sambil menepuk-nepuk dada dan goloknya. Kemudian ia berlari ke pedalaman pulau untuk mencari Liok Kong Ji.

   Ciu Lee Tai memang peenuda yang berhati keras dan bernyali besar. Dia keturunan orang gagah. Ayahnya Ciu Beng, adalah seorang piauwsu (pengawal barang) yang gagah dan terkenal di daerah Shan-tung. Juga ayahnya berwatak keras dan tak mau kalah, namun jujur den memiliki jiwa ksatria. Oleh karena wataknya yang keras, adil dan jujur inilah maka mereka banyak dimusuhi oleh penjahat-penjahat di dunia liok-lim. Biasanya, sebagian besar piauwsu mempergunakan cara-cara halus menghadapi para perampok, yaitu dengan jalan memberi "uang jalan" atau juga disebut uang sewa jalan, pendeknya semacam care menyuap agar perampok-perampok itu tidak mengganggu barang yang dikawalnya. Akan tetapi Ciu Beng tidak sudi melakukan cara ini. Dia mengawal mengandalkan kegagahannya, mengandalkan tajamnya golok.

   "Seorang piauwsu adalah seorang pengawal dan tugas seorang piauwsu adalah mengawal dan melindungi barang kiriman dengan taruhan nyawa. Ada perampok menghadang harus dibasmi, selain demi melindungi barang juga demi mengamankan kehidupan rakyat jelata. Ini baru gagah namanya!" Demikian Ciu Beng sering menyatakan pendapatnya.

   Wutaknya yang keras dan tidak mau berkompromi dengan para penjahat itu akhirnya mendatangkan malapetaka bagi rumah tangganya. Sekawanan perampok yang menaruh dendam, menyerbu rumahnya, membakar rumah itu dan di dalam pertempuran hebat Ciu Beng dan isterinya tewas terbunuh oleh orang-orang jahat, meninggalkan anak tunggal mereka yaitu Ciu Lee Tai yang baru berusia sepuluh tahun.

   Ciu Lee Tai mewarisi watak ayahnya. Sejak kecil ia sudah gemar akan ilmu silat dan sudah mewarisi dasar-dasar ilmu silat ayahnya. Setelah ia menjadi yatim piatu dan harta benda ayahnya habis terbakar, ia lalu menjadi seoring bocah gelandangan, tiada sanak kadang tiada penolong. Namun sejak berusia sepuluh tahun, ia sudah memperlihatkan keteguhan hati sebagai seorang calon pendekar. Ia tidak sudi melakukan perbuatan jahat seperti mencuri dan lain-lain, tidak sudi pula mangemis makanan biarpun perutnya sudah kelaparan. Sebaliknya ia bekerja apa saja yang orang mau mempergunakan tenaganya.

   Berkat kejujuran dan kerajinannya, ia dapat membawa diri, dapat memelihara diri sendiri sampai dewasa. Juga ia tidak melupaka kegemarannya akan ilmu silat. Terus ia melatih diri dan setiap kali ia mendengar akan adanya seorang guru silat yang pandai, biarpun tempatnya jauh, ia rela kehilangan pekerjaannya, meninggalkan tempatnya dan pergi ke kota tempat tinggal guru silat itu. Ia rela menjadi bujang atau penyapu lantai di rumah guru silat itu hanya untuk menerima pelajaran ilmu silat dengan cuma-cuma.

   Memang bagi orang bersemangat dan bersungguh-sungguh, terbentang jalan luas menuju ke pantai cita cita. Biarpun dengan susah payah, akhirnya Ciu Lee Tai berhasil juga memiliki ilmu silat yang lumayan, bahkan ia telah mempelajari ilmu golok yang dulu menjadi andalan ayahnya. Para orang gagah di dunia kang-ouw amat suka kepadanya karena selain jujur dan ringan tangan, juga Lee Tai amat rajin. Biarpun dalam urusan lain ia nampak dogol, namun dalam mempelajari ilmu silat ia termasuk golongan pandai dan cerdik, cepat mengerti. Ini pula yang menyebabkan Wan Sin Hong sampai menurunkan beberapa macam ilmu pukulan kepadanya.

   Sifat baik lain yang ada pada diri Lee Tai ada hubungannya dengan kematian ayah bundanya. Pemuda ini amat benci kepada perampok dan setiap kali ia mendengar ada perampok, ia lalu mercari dan tidak mau berhenti sebelum dapat membasmi perampok-perampok itu sampai ke akar-akarnya. Tadinya ia membabi-buta, akan tetapi pengalamannya dan pergaulannya dengan orang-orang gagah di dunia kang-ouw membuka matanya sehingga dia dapat mambedakan antara perampok-perampok yang memang benar jahat dan perampok-perampok yang sebetulnya menjadi pembela-pembela rakyat, karena yang dirampok oleh mereka itu hanya pembesar-pembesar korup dan bangsawan serta hartawan keji, kemudian hasil rampokan diberikan kepada rakyat miskin. Seperti halnya Huang-ho Sian-jin, kakek yang menjadi datuk bajak ini mendapat penghargaan tinggi di mata Lee Tai. Apa lagi karena Huang ho Sian-jin adalah ayah dari Ang Lian.

   Di Shantung, nama Cui Lee Tai sudah terkenal dari kegagahan serta kejujuran dikagumi orang, biarpun di samping kekaguman ini juga orang selalu tertawa kalau bicara tentang dia karena ia dianggap lucu.

   Demikianlah riwayat singkat dari Ciu Lee Tai yang sekarang pergi seorang diri ke dalam hutan di Pulau Pek-houw-to untuk mencari Liok Kong Ji. Hatinya masih panas karena ucapan-ucapan Ang Lian, gadis yang membetot hatinya itu. Karena panas ia menjadi marah dan dengan nekat ia berjalan terus memasuki hutan sambil berteriak-teriak!

   "Liok Kong Ji, keluarlah kalau kau jantan. Mari bertanding selaksa jurus dengan tuanmu Kang-thouw-ciang Ciu Lee Tai!"

   Sampai serak tenggorokannya dan sampai lelah kakinya, belum juga Liok Kong Ji muncul atau menjawab. Akhirnya ia menjadi marah kepada Tiang Bu ketika ia teringat akan kata-kata Ang Lian yang memuji-muji dia membela Tiang Bu sebaliknya mencelanya. Ia berteriak lagi, kini mencela nama Tiang Bu.

   "Tiang Bu, kau orang apa? Hanya anak bangsat Liok Kong Ji. Mana bisa lebih lihai dari aku? Anak srigala tak mungkin menjadi domba. Bapaknya jahat anaknya tentu jahat pula!"

   Makin diingat hatinya makin panas. Tiang Bu anak penjahat Liok Kong Ji bagaimana bisa diterima menjadi calon jodoh Pek Lian dan bahkan Ang Lian agaknya suka kepada Tiang Bu? Sedangkan dia keturunun orang gagah, selalu dicela oleh Ang Lian! Padahal apakah Tiang Bu itu? Mukanya tidak tampan, pendiam tak pandai bicara, agak angkuh.

   "Hei. Tiang Bu! Kalau kau betul gagah dan mau membela ayahmu, kau juga majulah bersama Liok Kong Ji. Kau kira aku orang she Ciu takut dikeroyok dua??" ia berteriak-teriak seperti orang kemasukan setan untuk mengumbar kemarahan dan kemendongkolan hatinya.

   Setelah keluar dari hutan itu, ia tiba lagi di pantai laut, di bagian yang penuh batu-batu karang tinggi dan aneh-aneh bentuknya. Ia lelah sekali dan mengaso, duduk di atas sebuah batu yang licin. Hatinya masih mengkal, akan tetapi juga agak bingung. Ia merasa amat lapar dan panas, untuk kembali di tempat rombongannya, ia tidak tahu jalan lagi.

   "Celaka." katanya keras-keras.

   "Gara Kong Ji dan Tiang Bu ayah anak keparat aku harus bersengsara!" Karena marah dan kesal tanpa disadarinya ia mendorong-dorong batu karang di sebelah kanannya sambil memaki-maki nama Kong-Ji.

   Tiba-tiba ia berteriak kaget karena batu karang besar itu tiba-tiba berbunyi dan sebuah pintu terbuka pada batu karang itu! Ternyata bahwa ia telah mendorong dan menyentuh alat rahasia tempat persembunyian Liok Kong Ji.

   Sebelum hilang kagetnya, tahu-tahu ia telah berhadapan dengan seorang laki-laki tinggi kurus setengah tua yang bermata tajam bukan main. Ciu Lee Tai sampai hampir terjengkang saking kagetnya.

   "Kau??. kau setankah..........?" tanyanya saking gugup melihat tahu-tahu ada orang di depannya.

   Liok Kong Ji tertawa. Ia tadi telah mendengar makian-makian orang ini dan ia yang cerdik dapat menduga bahwa ia berhadapan dengan seorang anggauta rombongan Wan Sin Hong, seorang muda yang dogol.

   "Aku lebih tinggi dari pada setan, akulah penunggu pulau ini. Kau siapakah dan apa maksud kedatanganmu?"

   Lee Tai kaget bukan main, ia setengah percaya setengah tidak. Penunggu pulau berarti sebangsa dewa atau iblis, bagaimana bisa muncul di tengah hari? Kalau mantissa biasa, mengapa tiba-tiba keluar dari dalam batu karang?

   "Aku........ aku Ciu Lee Tai, hendak mencari Liok Kong Ji untuk menangkapnya," katanya gagah.

   Liok Kong Ji tertawa geli.

   "Kau.....? Hendak menangkap Liok Kong Ji? Apa kau sudah tahu bahwa Liok Kong Ji itu kepandaiannya tinggi sekali. lebih tinggi dari pada kepandaian gurumu?"

   Lee Tai menepuk dadanya "Aku tidak takut! Tak mungkin orang semacam dia lebih lihai dari guruku padahal guruku yang terakhir adalah Wan bengcu."

   "Ha ha ha, orang dogol. Aku sendiri belum tentu dapat menangkan Liok Kong Ji. Hendak kulihat sampai di mana sih tingtat kepandaianmu maka kau berani menyombong berteiak menangkap Liok Kong Ji?" Tiba-tiba tangannya bergerak menampar ke depan.

   Ciu Lee Tai cepat menangkis sambil mengerahkan tenaganya untuk memamerkan Kong thouw ciang (Kepalan Baja). Akan tetapi ia menangkis angin dan tahu-tahu kakinya kedua-duanya terangkat membuat ia terengkang ke belakang dan bergulingan. Kepalanya sebelah kiri benjol sebesar telur ayam karena menumbuk batu.

   Ia melompat berdiri sambil memandang dengan mata "Eh, kau pakai ilmu siluman!"

   Kong Ji tersenyum mengeiek, penuh hinaan dan juga geli.

   "Bagaimana kau bilang aku pakai ilmu siluman?"

   "Kalau memang berkepandaian, adu tebalnya kulit kerasnya tulang, jangan main jegal-jegalan secara curang!" Tanpa menanti jawaban, Lee Tai menyerang lagi, kini ia memukul dengan tangan kanannya yang keras ke arah dada Kong Ji.

   "Blekkk!" Lee Tai merasakan kepalanya puyeng saking sakitnya kepalan tangan kanannya yang bertemu dengan dada Kong Ji. Mulutnya yang hendak menjerit kesakitan ia tahan-tahan, sampai ia menggigit bibirnya, pringisan seperti orang sakit mules. Tulang-tulang lengan kanannya seperti ditusuki jarum!

   "Kau...... kau bukan manusia.........."

   Kong Ji tersenyum.

   "Bocah bodoh, baru sekarang kau mau mengaku. Memang aku bukan manusia biasa, melainkan pertapa yang sudah ratusan tahun berada di sini. Kepandaian seperti kau miliki itu mana bisa untuk melawan Liok Kong Ji?"

   Akan tetapi Lee Tai berpikir lagi. Mungkinkah ia berjumps dengan setan? Ah, jangan-jangan ia ditipu,
(Lanjut ke Jilid 34)

   Tangan Geledek/Pek Lui Eng (Seri ke 03 -Serial Pendekar Budiman)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 34
jangan-jangan orang in menggunakan akal untuk menerima pukulannya tadi.

   "Barangkali kau memakai baju besi di balik bajumu itu!?

   Liok Kong Ji sudah mempunyai siasat untuk menggunakan si dogol ini, maka ia berlaku sabar sekali, tidak seperti biasanya. Kalau dalam keadaan biasa, ia tidak terjepit seperti sekarang, tentu dengan satu pukulan saja akan menghabiskan nyawa orang ini. Ia membuka bajunya, memperlihatkan dadanya yang tidak terlindung apa-apa.

   "Kau masih penasaran?" tanyanya. Lee Tai betul-betul merasa heran. Memang ia masih penasaran karena biasanya, tangannya ampuh sekali.

   "Kalaukau masih penasaran, boleh kau memukul atau menendangku tiga kali lagi tampa aku mengelak atau menengkis."

   Lee Tai membelalakkan matanya.

   "Betul betul kau tidak akan mengelak? Bagaimana kalau aku memukul atau menendang bagian tubuhmu yang berbahaya?"

   Kong Ji memang sedang berusaha menundukkan orang ini untuk dipakai pembantu menyembunyikan diri, maka ia mengangguk.

   "Boleh kaupukul atau tendang di mana saja. aku takkan mengelak atau menangkis. Kalau aku mengaduh sedikit saja, anggap aku kalah"

   "Orang tua, kau sendiri yang menantang, Jangan bilang aku Ciu Lee Tai seorang pemuda curang. Awas, aku akan menyerang bagian tubuhmu yang lemah, apa kau berani?"

   "Serang saja, serang sampai tiga kali!" kata Kong Ji tersenyum.

   Lee Tai lalu mengerahkan tenaganya dan mengirim pukulan dua kali dengan kedua kepalan tangannya. Tangan kanannya menghantam leher sedangkan tangan kirinya menjotos lambung. Pukulan -pukulun ini hebat sekali, apa lagi pukulan tangan kirinya yang menjotos lambung karena tangan kirinya masih belum terluka, tidak seperti tangan kanannya yang sudah merah membiru akibat pukulannya pertama tadi.

   "Bukk! Plak!" Berturut turut kedua kepalan tangannya mengenai sasaran dengan jitu.

   Akan tetapi, seperti juga tadi, Kong Ji tidak bergeming, sebaliknya Lee Tai tak dapat menahan lagi, mengaduh-aduh dan kedua tangannya digoyang-goyangkan ke kanan kiri karena terasa sakit-sakit, linu dan panas sekali.

   "Masih boleh satu kali lagi, orang muda," kata Kong Ji.

   Karena penasaran dan rasa sakit, Lee Tai menjadi marah. Kakinya menendang, tadinya hendak menendang ke arah anggauta yang paling lemah akan tetapi karena memang pada dasarnya Lee Tai bukan manusia curang ia merasa malu sendiri kalau mempergunaka kesempatan untuk membinasakan orang yang tidak berdosa, masa kakinya menyeleweng dan menendang perut.

   "Blekk!" Akibatnya hebat sekali, Lee Tai merasa kakinya seperti menendang bola baja sampai-sampai ia merasa tulang tulang kakinya merasa remuk. Sambil pringisan kesakitan ia berjingkrak-jingkrak, berloncatan dengan kaki kirinya dan mengaduh-aduh, akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut di depan Kong Ji. Pemuda dogol ini sekarang menjadi takluk benar-benar.

   "Selama hidup baru kali ini bertemu manusia sakti seperti locianpwe yang mulia Mohon diberi petunjuk agar teecu mempunyai kepandaian seperti locianpwe dan dapat mengalahkan Liok Kong Ji"

   "Ha, agaknya kau amat membenci orang she Liok itu. Ada permusuhun apakah antara kau dengan dia?" tanya Kong Ji.

   "Sebetulnya teecu tidak mempunyai urusan pribadi dengan dia, hanya kekasih teecu mengajukan syarat bahwa dia mau menerima pinangan teeecu kalau teecu dapat mengalahkan Liok Kong Ji" Lee Tai yang jujur kini sudah menaruh kepercayaan seribu prosen kepada "manusia sakti" ini, maka dengan jujur iapun mengutarakan isi hatinya.

   Kong Ji mengangguk angguk.

   "Aku suka kepadamu dan aku mau memberi pelajaran ilmu silat dan memberi sebuah kitab yang kalau kau sudah pelajari, seribu orang Liok Kong Ji kiranya takkan mampu melawanmu."

   Lee Tai girang sekali dan buru-buru ia mengangguk anggukkan kepalanya menghaturkan terima kasih.

   "Teeeu bersumpah akan mentaati perintah locianpwe."

   Kong Ji adalah seoring yang mempunyai tipu muslihat licik sekali. Satu kali bertemu ia sudah dapat mengenal watak Lee Tai, dan ia tahu bahwa betapapun dogolnya pemuda ini, namun kejujuran Lee Tai adalah aseli dan tentu pemuda ini menolak perintahnya untuk melakukan sesuatu yang berlawanan dengan suara hatinya sendiri. Oleh karena itu ia mengambil jalan lain dan berkata,

   "Permintaanku hanya satu, yaitu kau jangan bilang kepada siapapun juga tentang diriku di sini. Aku sudah puluhan tahun tidak bertemu dengan manusia, dan dengan kau aku suka memperlihatkan diri oleh karena kita berjodoh dengan aku. Maukah kau bersumpah takkan mengatakan kepada siapapun juga bahwa aku berada di sini dan takkan membuka mulut tentang pertemuan ini?"

   "Teecu bersumpah takkan bicara pada siapapun juga tentang lo-cianpwe."

   "Bagus, aku percaya kepadamu, karena kalau kau melanggar tentu aku akan datang mengambil nyawamu. Sekarang tentang hal lain. Tadi aku mendengar kau menyebut-nyebut nama Tiang Bu, apa kau tidak tahu bahwa Tiang Bu itu adalah anak Liok Kong Ji dan bahwa sekarang Tiang Bu membantu ayahnya itu untuk bersembunyi?"

   Mata Lee Tai terbelalak kaget.

   "Betulkah itu, locianpwe"

   "Aku selamanya tidak pernah membohong. Aku melihat sendiri betapa Tiang Bu bercakap-cakap dengan Liok Kong Ji dan sambil menangis di depan ayahnya, pemuda itu menyembunyikan Liok Kong Ji di suatu tempat yang tak mungkin didapatkan oleh orang lain. Kau tak perlusibuk, lebih baik kauberitahukan hal ini kepada Wan Sin Hong dan yang lain-lain agar Tiang Bu itu ditangkap dan dipaksa mengaku di mana adanya Liok Kong Ji. Tentu dia bisa memberi tahu."

   "Tentu saja! Tentu teecu akan memberitahukan kepada Wan bengcu dan yang lain-lain. Memang teecu sudah bercuriga. Mana ada srigala........"

   "Sst, cukup. Tak perlu memaki di depanku. Akan tetapi, karena kau sudah bersumpah takkan menyebut-nyebut namaku, kaupun harus menceritakan bahwa kau melihat dengan matamu sendirl pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji. Jangan kau menyebut-nyebut tentang aku."

   "Tentu teeeu mengerti, dan teeeu akan melaksanakan semua perintah locianpwe. Hanya teecu mohon pelajaran Ilmu silat untuk melawan Liok Kong Ji." Kong Ji mengeluarkan sejilid kitab kuno dari saku bajunya.

   "Kitab ini adalah pelajaran Ilmu Pedang Swat-lian-kiam-coan-si, kalau kau mempelajarinya, ilmu pedang ini dapat membuat kau menjadi seorang sakti. Akan tetapi jangan sampai kitab ini terlihat oleh orang lain, apa lagi oleh Tiang Bu sebelum pemuda itu tertangkap. Dia amat jahat dan tentu kitab ini akan dia rampas!"

   Bukan main girangnya hati Ciu Lee Tai. Ia percaya
seratus prosen bahwa dengan kitab itu tentu ia akan dapat menjadi seorang sakti, dapat melawan Liok Kong Ji sehingga ia dapat diterima dengan senyum manis oleh Ang Lian. Sekali saja ia membuka kitab itu, ia mengerti bahwa itu memang sebuah kitab ilmu silat yang hebat sekali. Memang, dalam hal-hal lain Lee Tai boleh jadi dogol dan bodoh, akan tetapi dalam ilmu silat otaknya memang encer dia dapat membedakan ilmu silat yang baik. Dengan girang Lee Tai menghatutkan terima kasih. Lalu timbul kekhawatirannya kalau-kalau orang sakti ini bertemu dengan Liok Kong Ji dan menggunakan kepandaian membunuh musuh besar itu, mendahuluinya. Moka ia cepat berkata,

   "Locianpwe, harap locianpwe jangan mengganggu Liok Kong Ji dulu, biar teecu mempelajari ilmu pedang ini dan teecu sendiri yang akan membekuknya!"

   Dapat dibayangkan betapa geli hati Liok Kong Ji setelah mempermainkan Lee Tai mendengar ucapan ini. Akan tetapi iapun tidak berani muncul terlalu lama. Saking gelinya ia tak dapat menahan gelak tawanya dan tiba-tiba ia berkelebat lenyap dari depan Lee Tai yang tentusaja menjadi makin kagum dan heran. Ah, benar-benar dia seorang dewa, pikirnya, dan cepat-cepat menyembunyikan kitab itu ke dalam bajunya.

   Lee Tai yang tadinya kegirangan itu medadak menjadi kaget dan gelisah ketika ia teringat bahwa ia berada di tengah pulau dan tidak tahu ke mana jalan untuk kembali ke tempat rombongannya! Ia sudah menjadi bingung dan tidak tahu lagi mana selatan mana utara, mana barat mana timur. Akhirnya ia mendapatkan akal juga. Rombongan itu berada di pantai pulau, kalau aku terus mengikuti sepanjang pantai masa tidak akan mendapatkan mereka?

   BerpikIr demikian, pemuda ini lalu cepat-cepat berjalan ke kanan, terus saja berjalan ke depan tidak membelok ke mana-mana lagi. Tentu saja akhirnya ia sampai juga ke partai. Girang hatinya melihat air laut membiru terbentang di depannya. Ia lalu berjalan megikuti pantai dengan laut di sebelah kirinya. Untuk menghilangkan kssalnya, ia kadang-kadang membuka lembaran kitab itu dan mulai mempelajari isinya. Jelek-jelek Lee Tai juga pandai membaca karena dahulu ia telah belajar pula membaca. Sayang kepandaiannya dalm hal membaca ini kurang sempurna sehingga sering kali ia harus mengasah otak untuk memecahkan arti sebuah huruf yang kelihatan asing baginya.

   Selagi ia enak berjalan, tiba tiba ia mendengar suara wanita tertawa. ia cepat menengok ke kiri dan..... Ang Lian dan Pek Lian mendayung perahu tak jauh dari pantai, melihat kepadanya dan tertawa-tawa.

   "Hee, Ciu twako! Kau sedang mencari Liok Kong Ji atau sedang berjalan-jalan makan angin laut?" tegur Pek Lian.

   Lee Tai cepat menyimpan kitabnya dan kelihatan senang bukan main, melambai-lambaikan kedua tangannya kepada dua orang gadis itu.

   "Enci Pek Lian dan adik Ang Lian..... Kebetulan sekali berjumpa dengan kalian di sini! Aku sedang bingung bagaimana bisa kembali ke tempat romboogan kita. Enci Pek Lian, kaubawalah aku pulang......"

   Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Pek Liao tersenyum, tidak menjawab, Ang Lian cemberut dan bertanya.

   "Apakah sudah bertemu dengan Liok Kong Ji?"

   Lee Tai menggeleng kepala.

   "Belum, akan tetapi aku mendengar hal penting sekali, tentang dia dan Tiang Bu!"

   Mendengar orang bicara tentang Tiang Bu, Pek Lian cepat mendayung perahu ke tepi dan meloncat ke darat, diikuti oleh Ang Lian yang menyeret perahu ke pinggir.

   "Mendengar hal penting apa? Lekas ceritakan. Ciu-twako." Pak Lien mendesak karena ia sudah ingin sekali mendengar tentang Tiang Bu yang pergi seorang diri mencari Liok Kong Ji.

   "Apa dia sudah berhasil merobohkan Liok Kong Ji?"

   Muka Lee Tai menjadi pucat dan ia nampak bingung. Ia tadi ketika melihat Ang Lian menjadi begitu girang sampai ia lupa akan pesan "dewa" itu. Sekarang ditanya oleh Pak Lian, ia tidak dapat segera menjawab. Bagaimana ia bisa menerangkan tanpa menyebut orang sakti itu? Untuk berbohong bahwa dia melihat sendiri pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji, ia tak sanggup. Selamanya Lee Tai memang tidak biasa membohong.

   "Aku mendengar dari orang lain." katanya jujur. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk mengaku saja mendengar dari orang lain tanpa menyinggung orang sakti itu.

   "Aku mendengar bahwa Tiang Bu sudah mengadakan pertemuan dengan Liok Kong Ji. Tiang Bu agaknya ingat kepada ayahnja yang sejati dan menghianati kita, ia bantu menyembunyikan Liok Kong Ji!"

   "Tak mungkin..........!" Pek Lien membentak keras sampai Lee Tai menjadi kaget.

   Ang Lian meloncat maju menghadapi Lee Tai. Sepasang mata gadis ini yang bening dan tajam menatap wajah Lee Tai penuh selidik dan pertanyaan, membuat hati pemuda itu berdebar-debar keras.

   "Kau bicara sembarangan apa lagi? Mana bisa Tiang Bu menyembunyikan iblis itu? Tiang Bu mencari-cari untuk membunuhnya."

   "Apa anehnya?" jawab Lee Tai.

   "Hal itu sudah sewajarnya. Bukankah Liok Kong Ji itu ayahnya?"

   "Apa kau melihat sendiri hal itu?" desak Ang Lian.

   Lee Tai menjadi bingung.

   "Tidak, aku aku mendengar dari orang lain."

   "Bodoh, mau percaya saja. Siapa orang yang bilang kepadamu?"

   Lee Tai makin bingung. Biarpun ia agak dogol, akan tetapi pemuda ini berhati keras dalam hal kejujuran dan kesetiaan. Biarpun terhadap Ang Lian ia mau dan rela melakukan apa saja, bahkan kalau perlu mengorbankan nyawanya, akan tetapi dalam hal melanggar janji apa lagi sumpah, ia pantang!

   "Aku mendengar dari orang lain dan.......... dan aku tidak bisa mengatakan siapa orang itu.......... Aku tidak mengenalnya."

   "Kau.......... kau bohong!" Pak Lian membentak marah.

   Lee Tai boleh jadi dogol den agak bodoh, akan tetapi ia tidak mau dihina.?Selamanya aku tidak membohong! Lebih baik aku mati dari pada membohong!" jawabnya tegas.

   Diam diam ada sinar girang dan kagum berpancar keluar dari mata Ang Lian, dan gadis ini berkata agak halus.

   "Boleh jadi kau tidak membohong, akan tetapi sudah pasti orang itu membohongimu. Mengapa kau tidak mau Mengapa kau tidak mau bilang siapa dia? Di dalam pulau ini mana ada orang lain?"

   "Adik Ang Lian, aku.......... aku tidak bisa mengatakan siapa dia."

   "Hemmm, kau agaknya melindungi dia,? Ang Lian berkata marah.

   "Hayo enci, kita pergi, jangan perdulikan si tolol ini." ia melompat ke dalam perahu, juga Pek Lian naik ke dalam perahu dan mereka mendayung perahu itu ke tengah.

   "Tunggu dulu! Aku ikut pulang!"

   "Orang sedogol kau lebih baik jalan kaki," Ang Lian berkata dan mendayung perahu makin cepat.

   "Ang Lian?? aku tidak tahu ke mana aku harus pergi untuk pulang ke tempat rombongan kita!" Lee Tai mengeluh. Ang Lian dan Pek Lian tidak menjawab.

   Lee Tai makin bingung. akan tetapi akhirnya timbul juga ingatannya bahwa tentu dua orang gadis itupun hendak pulang. Melihat perahu mereka itu menuju ke kanan, iapun melanjutkan perjalanannya karena yakin bahwa tantu di jurusan itu letaknya tempat rombongan mereka. Dalam hal ini memang ia berpikir tepat. Ternyata tempat berkumpulnya rombongan itu hanya lima belas li lebih dari tempat pertemuannya dengan dua orang gadis itu.

   Dari manakah dua orang gadis itu? Mereka ini bertugas untuk membawa perahu mengelilingi Pulau Pek-houw-to untuk menjaga dan mengawasi kalau-kalau Liok Kong Ji berusaha minggat dari pulau itu.

   Dua orang gadis inipun seperti Lee Tai menyimpan sebuah rahasia. Rahasia hati masing-masing. Diam-diam mereka sering kali bercakap-cakap tentang Tiang Bu dan Lee Tai. Setelah melthat watak dan gerak gerik Lee Tai, biarpun pemuda tampan itu bodoh namun amut jujur dan bernyali besar. Hal ini membuat Ang-Lian yang centil dan lincah itu tertarik hatinya dan ia mengaku terus terang kepada encinya. Sebaliknya, biarpun di hadapan orang lain tak pernah membuka mulut, terhadap adiknya, Pek Lian juga berterus terang bahwa ia jatuh hati kepada Tiang Bu yang gagah perkasa.

   Tentu saja berita yang di!erima oleh mereka dari Lee Tai itu amat menggelisahkan hati mereka. Pek Lian gelisah sekali karena kalau hal itu betul-betul, Tiang Bu tentu akan dimusuhi oleh Wan Sin Hong dan tokoh-tokoh lain sebagai seorang pengkhianat. Sebaliknya Ang Lian menjadi gelisah karena Lee Tai membawa berita buruk ini.

   Setelah tiba di tempat rombongan, Pek Lian dan Ang Lian menemui ayah mereka dan kepada kakek ini mereka bercerita tenting berita buruk yang mereka dengar dari Lee Tai.

   Huang-ho San jin terkejut dan kakek ini mengangguk-angguk.

   "Sungguh berita ini agak tak masuk di akal, akan tetapi Lee Tai itu boleh dipercaya omongannya. Baiknya bukan dia sendiri yang melihat pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji, sehingga masih banyak sekali kemungkinan ia mendengar berita bohong. Anehnya, siapakah orang di dalam pulau yang menyampaikan berita itu kepadanya?"

   "Mungkin seorang pelayan Liok Kong Ji yang masih berkeliaran dan belum tertangkap," kata Pek Lian.

   "Akan tetapi, semua selir dan pelayan sudah kita suruh keluar dari pulau ini dan kita membiarkan mereka membawa harta benda Liok Kong Ji. Andaikata ada seorang pelayan yang masih berkeliaran, mengapa kita tak pernah melihatnya? Padahal kita sudah mencari Liok Kong Ji di seluruh pulau," kata Ang Lian.

   Huang-ho Sian jin menepuk nepuk jidatnya.

   "Betul juga! Orang macam Liok Kong Ji mana kuat hidup menderta, seorang diri bersembunyi dari kejaran kita. Tentu ia sudah berhasil membawa seorang pelayan untuk melayaninya di dalam tempat persembunyian itu. Bagus sekali! Kalau begitu, Lee Tai tentu dapat membawa kita ke tempat persembunyian Liok Kong Ji.?

   "Akan tetapi, ayah. Agaknya si dogol itu tidak mau memberi tahu tentang orang yang menyampaikan berita itu kepadanya, lebih baik menanti sampai dia sendiri menyampaikan berita itu kepada Wan-bengcu. Nanti kita baru menyampaikan pandangan ayah ini."

   Huang-ho Sian-jin mengangguk-angguk. Kakek ini bermata awas dan sebagai seorang ayah yang sudah usia lanjut dan banyak pengalamannya, tentu saja ia dapat mengetahui hati anak-anaknya. Tanpa diberi tahu oleh siapapun juga, ia tahu babwa Pek Lian jatuh hati kepada Tiang Bu dan bahwa Ang Lian juga tertarik pada Lee Tai. Ia mengerti pula akan maksud ucapan Ang Lian tadi, yaitu agar supaya Ang Lian tidak dianggap mendahului Lee Tai dan melaporkan halnya kepada Wan Sin Hong. Terhadap kedua orang pemuda pilihan dua orang puterinya itu, memang Huan ho Sian-jin sudah penuju sekali, tinggal menanti perantara.

   Dengan bersungut sungut karena tidak dibawa oleh Pek Lian dan Ang Lian, Lee Tai tiba di tempat berkumpulnya rombongan itu. Kedatangannya disambut oleh senyuman Wan Sin Hong yang bertanya,

   "Bagaimana hasil penyelidikanmu, Lee Tai?" Merah muka Lee Tai.

   "Wan bengcu, biarpun teecu belum bertemu muka dengan Liok Kong Ji, namun teecu membawa berita yang amat penting sekali."

   Pek Lian, dan Ang Lian saling lirik dan Huang-ho Sian-jin menatap wajah pemuda pilihan Ang Lian ini dengan penuh perhatian untuk melihat apakah pemuda ini membohong atau tidak. Akan tetapi wajah yang tampan itu polos saja, sama sekali tidak membayangkan kebohonpan. Juga ketika berkata demikian Lee Tai melirik kepada Pek Lian dan Ang Lian. Ia girang juga bahwa ternyata dua orang gadis itu tidak mengadu sesustu di depan Wan Sin Hong.

   "Berita penting apa? Coba ceritakan. Apakah kau melihat jejak Liok Kong Ji?"

   "Tidak, Wan bengcu. Hanya aku mendengar dari orang yang tak kukenal bahwa Tian Bu telah mengadakan pertemuan dengan Liok Kong Ji. dan Tiang Bu telah membantu ayahnya bersembunyi. Kalau hendak mengetahui di mana adanya Liok Kong Ji, mudah saja, tanya kepada Tiang Bu dan dia tentu akan dapat memberi tahu, kalau dia tidak melindungi ayabnya!" Wajah Sin Hong berubah. Berita ini hebat. Saketika itu juga ia meragukan kebenaran berita ini.

   "Aku mendengar dari orang lain yang tidak kukenal dan tidak dapat kuceritakan kepada siapupun juga, Wan bungcu," jawab Lee Tai terus terang sambil menundukkan mukanya.

   "Lee Tai, kau jangan berlaku sembrono, dan pikirlah baik-baik. Beritamu ini merupakan dakwaan yang amat berat bagi Tiang Bu. Kalau kau melihat Tiang Bu benar mengadakan sekongkol dengan Kong Ji, melihat dengan mata sendiri, tentu aku percaya dan akan kutanyai Tiang Bu. Akan tetapi mendengar dari orang lain, ini masih meragukan. Apa lagi kau tidak mau menceritakan siapa adanya orang pembawa barita buruk itu. Kalau beritamu itu tidak betul, bukankah berarti k menanam permusuhan dengan Tiang Bu?"

   Lee Tai diam saja. Terbayang wajah orang sakti itu yang melihat sikap dan kesaktiannya tak mungkin membohong. Dengan berani maka ia lalu berkata:.

   "Berita itu tidak bohong. biarpun teecu tidak melihat dengan mata sendiri namun teecu menanggung kebenarannya!"

   Semua orang melengak, juga Wan Sin Hong. Pendekar ini sudah mengenal watak Lee Tai yang jujur sekali dan tidak pernah membohong, dan melihat sikap pemuda ini, benar-benar mencurigakan.

   "Lee Tai, kau kelihatan sudah amat percaya kepada orang itu dan kau melindungi dia, kau tidak mau menceritakan dia itu siapa, sedikitnya kau bisa mengatakan mengapa kau tidak berani mengaku siapa dia."

   "Hal itupun menyesal sekali teecu tidak dapat menceritakan. Yang terpenting adalah tentang Liok Kong Ji. Setelah kita mengetahui bahwa Tiang Bu mengerti tempat sembunyi mengapa kita tidak bertanya kepadanya?" Sin Hong diam saja, menjadi bingung. Isterinya Siok Li Hwa yang amat cerdik berkata,

   "Lee Tai tentu telah berjanji kapada orang itu untuk merahasiakan keadaannya. Kalau tidak demikian, tidak nanti Lee Tai bersikap seperti ini. Hemm, menarik sekali orang ini...."

   Mendengar ini, Lee Tai makin menundukkan mukanya dan menjawab.

   "Tepat sekali apa yang dikatakan oleh toanio. Dan bagi Lee Tai, memegang janji lebih berharga dari pada nyawa!"

   Huangho Sian-jin beasts keras.

   "Pertemuan Ciu sicu dengan orang yang membawa berita itu sungguh baik sekali. Menurut dugaanku, orang itu tentulah seorang pelayan dari Liok Kong Ji. Buktinya, ketika kita mengusir semua pelayan, di pulau sudah tidak ada siapa-siapa lagi dan ketika kita mencari-cari Liok Kong Ji, juga tidak melihat seorangpun manusia di pulau. Sekarang muncul orang ini, tentu dia itu pelayan yang dibawa bersembunyi oleh Liok Kong Ji dan sengaja menjual obrolan kosong. Kalau sekarang Ciu-sicu mau membawa kita menemui orang itu dan menangkapnya, tentu kita dapat menemukan Liok Kong Ji!"

   "Tidak........... tidak..........!" Lee Tai capat menjawab.

   "Tak mungkin dia itu pelayan Liok Kong Ji, tak mungkin! Dan lebih baik aku dipulkul dari pada harus membuka rahasia orang itu." Setelah berkata demikian, pemuda ini pergi dari situ, menuju ke tempat sunyi di tepi pantai dan duduk di atas batu karang.

   Peng Soan tojin, tosu gemuk dari Teng san pai adalah seorang yang suka akan kejujuran. Ia dapat memaklumi isi hati Lee Tai, maka ia berkata,

   "Betapapun juga, kira harus menghargai kejujuran Ciu-sicu. Kalau dia bermaksud jelek dengan sikapnya merahasiakan orang itu, tentu dia sama sekali tidak akan bercerita dan kita pun tidak akan tahu akan pertemuannya dengan orang itu. Juga kecurigaannya terhadap Tiang Bu, beralasan. Kita semua sudah mengenal Tiang Bu sebagai seorang pemuda gagah perkasa dan budiman. Bukan tak masuk pada akal apabila dalam pertemuannya dengan Liok Kong Ji hati pemuda itu menjadi lemah dan teringat akan hubungan antara anak dan ayah." Semua orang berdiam lagi, kata-kata inipun amat beralasan. Akhirnya Wan Sin Hong berkata tenang?,

   "Sukar sekali mengadakan dugaan-dugaan dari sebuah berita yang tidak dilihat sendiri oleh Lee Tai. Karena untuk memaksa Lee Tai juga tidak mungkin, lebih baik kita menanti kembalinya Tiang Bu dan aku sendiri yang akan bertanya kepadanya tentang berita ini."

   Menjelang senja, Tiang Bu datang. Semua orang keluar dari tempat istirahat masing-masing dan menyambutnya. Wajah pemuda ini tampak keruh dan muram. Ini tidak mengherankan karena ia masih selalu mengabungi kematian Bi Li dan lebih sedih lagi hatinya karena penyelidikannya sehari penuh itupun tidak membawa hasil. Karena kesedihan hatinya inilah maka ia tidak pandang mata penuh perhatian dari semua orang yang menyambut kedatangannya.

   "Tiang Bu, bagaimana hasil penyelidikanmu? Dapatkah kau menemukan jejak Liok Kong Ji?" tanya Sin Hong.

   Tiang Bu menggeleng kepala dengan lemah.

   "Belum berhasil, pek-pek. Akan tetapi aku akan berusaha terus, biar untuk itu aku harus tinggal selama hidup di pulau. Aku tidak akan berhenti mencari sebelum dapat menemukan iblis itu......."

   Tiang Bu masih belum insaf berapa semua mata memandang ke arahnya dengan penuh selidik dan penuh perhatian.

   "Tiang Bu, kau tentu tahu bahwa aku menganggap kau bukan orang lain. Ibumu kuanggap sebagai saudara sendiri, juga ayah angkatmu selalu menjadi saudara-saudaraku yang terkasih. Kau seperti keponakan atau anakku sendiri."

   Baru sekarang Tiang Bu merasa bahwa tentu ada sesuatu. Ia mendengar suara yang terdengar demikian sungguh-sungguh dan aneh. Ketika mengangkat muka, baru ia melihat betapa semua orang memandangnya dengan sinar mata penuh selidik.

   "Oleh karena itu, kuharap kau suka berterus-terang dan jangan menyembunyikan sesuatu dari aku. Apakah benar kau tidak bertemu dengan Liok Kong Ji dan tidak tahu tempat sembunyinya?" Tiang Bu yang tadinya duduk di atas batu karang, sekarang bangkit berdiri memandang kepada Wan Sin Hong dengan mata penuh pertanyaan.

   "Wan pek-pek, apa artinya pertanyaan itu? Kalau siauwtit bertemu dengan iblis itu, tentu dia atau siauwtit yang menggeletak tanpa nyawa lagi. Apakah pek pek mencurigai sesuatu kepadaku? Ada apakah?"

   "Tiang Bu, sebetulnya, kami di sini mendengar berita bahwa kau telah berjumpa dengan Liok Kong Ji......" Hening sejenak. Semua mata memandang Tiang Bu yang menjadi pucat mukanya. Kemudian dengan nada suara penasaran Tiang Bu bertanya.

   "Dan Wan-pek pek percaya akan berita itu?"

   "Belum, karenanya aku sengaja bertanya kepadamu sendiri!"

   "Kalau aku berjumpa dengan iblis itu mengapa aku diam saja? Ataukah orang mengira aku bersekongkol dengan dia sengaja menyembunyikan dia? Pek-pek, siapakah orangnya yang menyampaikan berita itu?"

   "Tak perlu kami terangkan, Tiang Bu. Kami tidak menduga sesuatu, hanya minta penjelasan darimu apakah betul kau bertemu dengan dia atau tidak," kata Sin Hong tegas.

   "Tidak, Wan-pek-pek. Aku heran......" Tiang Bu memandang ke sekeliling, menatap wajah tiap orang yang hadir di situ untuk sejenak.

   "mengapa orang menuduhku demikian....... mengapa!"

   Wan Sin Hong hanya menarik napas panjang, Juga yang lain-lain tidak mengeluarkan suara. Pek Lian menahan matanya yang menjadi panas hendak menitikkan air mata. Ia merasa amat kasihan melihat pemuda gagah yang telah merebut hatinya itu.

   "Wan-pek-pek, jawablah. Mengapa orang tidak menaruh kepercayaan kepadaku? Mengapa orang menuduh aku mengadakan pertemuan dengan Liok Kong Ji?"

   Sampai lama Sin Hong diam saja, akhirnya ia berkata dengan perlahan.

   "Agaknya karena kau putera Liok Kong Ji itulah. Umum menganggap sepantasnya kalau sekiranya kau membantu ayah kandungmu sendiri untuk menyelamatkan diri."

   Wajah Tiang Bu pucat sekali. Ia berdiri bengong sampai lama, kemudian ia menundukkan mukanya menyembunyikan dua titik air mata yang melompat ke luar. Kemudian ia mengangguk-angguk.

   "Memang.... memang aku anak Liok. Kong Ji... memang aku anak seorang jahat seperti iblis. Ayahnya jahat tentu anaknya jahat pula, seperti.......... Bi Li. Dia puteri Kwan Kok Sun yang jahat, maka ia tewas.......... akupun anak orang jahat, patut saja tidak dipercaya.... aku telah kotor dan cemar karena menjadi anaknya......... tidak seperti kalian..........!" Ia mengangkat mukanya dan menatap wajah orang-orang itu dengan mata berkilat.

   "Kalian anak orang baik-baik, keturunan orang-orang gagah, tentu saja patut dianggap orang gagah! Tak patut orang macam aku dekat dengan kalian, tak patut mendapat kepercayaan kalian! Betapapun juga kita sama lihat saja siapa yang akan mampu membasmi Liok Kong Ji. Biar aku tinggal dalam kerendahanku!" Setelah berkata demikian, ia melompat bangun dan berlari pergi.

   "Tiang Bu.....! Jangan salah paham..........!" teriak Sin Hong, akan tetapi Tiang Bu tidak perduli lagi dan berlari terus.

   Diam-diam Pek Lian juga berlari mengejar sambil menangis. Hati Pek Lian seperti diiris-iris melihat keadaan orang yang dikasihinya itu.

   Huang-ho Sian-jin terdengar batuk-batuk.

   "Hemm, semua ini gara-gara Ciu Lee Tai. Pemuda dogol itu terlalu percaya orang lain.....!"

   Mendengar ucapan ayahnya ini, Ang Lian bangkit berdiri dan berjalan pergi tanpa pamit. Hatinya tertusuk dan ia marah sekali kepada Lee Tai yang menjadi gara-gara semua keributan itu. Selain marah, juga ia penasaran mengapa ayahnya mencela Lee Tai.

   "Coa-taihiap, percayalah bahwa aku tidak menganggap kau sebagai orang jahat. Akulah yang tidak percaya sedikitpun juga bahwa Coa Tiang Bu yang kutahu seorang jantan sejati melakukan pengkhianatan. Harap saja kau suka memaafkan mereka itu karena sesungguhnya merekapun tidak percaya begitu saja akan berita yang terdengar oleh mereka." Kata-kata ini adalah ucapan hiburan yang dikeluarkan oleh Pek Lian kepada Tiang Bu.

   Tiang Bu duduk di atas batu karang. Kedua tangannya menutupi mukanya dan ia diam tidak bergerak seperti patung. Pek Lian berdiri d depannya dan gadis ini dengan suara gemetar menyampaikan isi hatinya, dalam usahanya menghibur hati pemuda yang sedang dirundung duka nestapa itu.

   Melihat betapa pemuda itu berdiam saja dan tak bergerak seperti patung. Pek Lian menjadi makin kasihan dan juga khawatir. Ia takut kalau-kalau saking sedihnya, pemuda ini mengambil keputusan pendek dan nekat. membunuh diri atau bagaimana! Hatinya seperti diremas-remas dan tanpa disadari tangannya bergerak dan jarinya menyentuh pundak Tiang Bu dengan halus.

   "Coa taihiap.......... harap kan jangan terlalu berduka......... orang lain di dunia ini boleh membencimu, akan tetapi aku tidak! Sampai mati aku takkan membencimu, takkan berubah pandanganku terhadapmu, kau seorang yang paling jantan di dunia ini. Taihiap.......... aku bersedia membantumu dalam segala hal.......... katakanlah, dapatkah aku membantumu........... menghiburmu......?"

   Tentu saja Tiang Bu yang sedang terbenam dalam kesedihan itu sejak tadi tahu akan kedatangan Pek Lian, akan tetapi ia tidak perduli, semua ucapan gadis itu tidak dapat mengobati luka di hatinya. Memang Tiang Bu berturut-turut menerima serangan hebat pada hatinya, pertama-tema karena Bi Li, kemudian sangkaan bahwa ia bersekongkol dengan ayahnya yang jahat. Setelah ia lari dari rombongan Wan Sin Hong ia tidak kuat berlari jauh, menjatuhkan diri di atas batu karang di tepi pantai dan menangis seperti anak kecil.

   "Bi Li......." bisiknya.

   "Bi Li....... hanya kau seorang yang percaya kepadaku, kau seorang yang menjadi kawanku sejati...... sekarang kau pergi meninggalkan aku pula??"

   Kemudian datang Pek Lian yang menghiburnya, maka Tiang Bu hanya menutupi mukanya dan semua ucapan Pek Lian tak dapat masuk perhatiannya. Akan tetapi, ucapan terakhir yang dikeluarkan dengan suara tergetar den mesra, dibarengi sentuhan pada pundaknya, mendatangkan getaran aneh dalam tubuhnya. Seakan-akan Bi Li hidup dan muncul lagi, seakan akan Bi Li yang bicara kepadanya. Hampir dia tidak dapat percaya bahwa ada lain gadis yang bicara kepadanya dengan suara seperti Bi Li. Penuh kasib sayang!

   Tak terasa ia mengangkat muka dan menurunkan kedua tangannya. Sinar mata itu seperti sinar mata Bi Li benar, penuh kemesraan dan penuh cinta! Mungkinkah ini?

   "Pek Lian cici, mengapa?? mengapa kau sebaik ini terhadap aku? Mengapa......" tanyanya lembut.

   "Karena..... bagiku engkaulah orang termulia di dunia ini, taihiap," jawab Pek Lian kedua pipinya merah sekali akan tetapi suaranya mengandung ketetapan hatinya.

   "Ya Tuhan.......... kau.......... kau suka kepadaku?"

   Pek Lian mengangguk.

   "Kalau saja kau tidak memandang hina kepadaku....."

   Tiba-tiba tubuh Tiang Bu bergerak dan tahu-tahu ia telah meloncat sejauh empat tombak lebih dari dekat Pek Lian.

   "Pek Lian cici...., jangan! Jangan kau menambah dosaku, jangan kau menambah beban hidupku! Aku takkan mau mengganggu hati orang lain lagi. Aku.... setelah selesai urusan di pulau ini..... aku akan bertapa, menjadi seorang pertapa dan selama hidup takkan mencampuri urusan dunia lagi. Aku akan bertapa untuk mencuci noda atas nama keluargaku, yang dikotori oleh manusia she Liok...! Maafkan aku. Pek Lian cici..... maafkan!" Dengan suara berubah menjadi isak tertahan, tubuh Tiang Bu berkelebat lenyap dari depan Pek Lian.

   Gadis ini berdiri mematung, mukanya pucat sekali. Kemudian ia tersenyum pahit dan menghadap ke arah menghilangnya Tiang Bu, berkata keras.

   "Tiang Bu, akupun bersumpah takkan menikah dengan orang lain dan mulai saat ini aku Pek Lian menjadi seorang pendeta!" ia mengeluarkan pedangnya dan??.. membabat habis rambut kepalanya yang hitam, halus dan panjang itu! Setelah itu. Pek Lian lari ke pinggir pantai di mana ia menaruh perahunya dan meloncat ke dalam perahu, terus mendayungnya perahu itu pergi dari Pulau Pek-houw-to.

   Ang Lian tampak berlari-lari di tepi pantai sambil bersungut-sungut.?Dasar tolol tetap tolol!? gerutunya berkali-kali. Tiba-tiba ia melihat perahu yang didayung pergi oleh Pek Lian,

   "Pek cici, kau kemanakah?" teriaknya heran melihat cicinya itu mendayung pergi menjauhi pulau.

   Pek Lian menengok dan kagetlah Ang Lian melihat cecinya itu kepalanya telah hampir gundul. Hanya tinggal sedikit rambutnya, pendek saja.

   "Ang-moi, aku hendak pergi dulu, sampaikan hormatku kepada ayah!" hanya demikian Pek Lian berseru dan sebentar saja perahunya jauh meninggalkan pulau.

   Tentusaja Ang Lian menjadi keheran-heran dan gelisah, Cepat ia berlari memberitahukan hal ini kepada ayahnya. Huang-ho Sian-jin mengerutkan kening. Menang semenjak kecil Pek Lian memiliki watak yang aneh. Baru pakaiannya saja selalu mengenakan pakaian pria, orangnya pendiam, hatinya sukar dijajaki. Tidak seperti Ang Lian yang genit, lincah dan jujur.

   "Kalau dia hendak pergi dulu, biarlah. Tentang dia mamotong rambut, hemm, kita lihat saja nanti, tentu ada sebabnya."

   Ang Lian termenuug mendengar ucapan ayahnya ini. Tentu ada hubungan dengan Tiang Bu pikirnya?. Mungkinkah cicinya menjadi korban asmara? Ia teringat akan keadaan diri sendiri dengan Lee Tai. Tadi sebelum melihat perahu Pek Lian, ia baru saja meninggalkan Lee Tai dengan marah dan gemas. Ia sengaja mencari Lee Tai untuk menegurnya tentang gara-gara yang ditimbulkan si dogol itu tentang Tiang Bu. Ia mendapatkan Lee Tai berada di dekat pantai seorang diri, sedang berlatih silat dengan goloknya. Akan tetapi gerakan goloknya itu lucu dan canggung, lebih menyerupai gerakan pedang, maka banyak gerakan menusuk dari pada membacok berlawanan dengan ilmu golok.

   Melihat Ang Lian datang, si dogol gembira dan menghentikan permainan, berkata senyum lebar di bibir.

   "Adik Ang Lian, kaulihat. Aku tekun berlatih silat untuk merobohkan si laknat Liok Kong Ji." Ang Lian menjebikan bibirnya yang merah.

   "Lee Tai, belum juga kau memenuhi syarat-syaratku mengalahkan Liok Kong Ji, kau sudah mengecewakan hatiku."

   "Aku mengecewakan kau? Lho, apa salahku. manis?"

   

Pedang Penakluk Iblis Eps 35 Pedang Penakluk Iblis Eps 30 Pendekar Budiman Eps 18

Cari Blog Ini