Istana Pulau Es 8
Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Bagian 8
"Hemm, sungguh mengherankan sekali sikap Suma goanswe itu. Bukankah beliau itu masih ada hubungan keluarga dengan Suhu?"
Tanya Tek San penasaran. Gurunya mengelus jenggot dan menghela napas panjang melihat betapa Han Ki juga memandangnya dengan sinar mata penuh pertanyaan.
"Memang begitulah, antara Suma Kiat dan aku terdapat pertalian keluarga. Ibunya bermama Kam Sian Eng dan ibunya itu adalah adik kandung Kam Bu Sin, ayah Han Ki ini. Mereka berdua adalah adik tiri ayahku, Kam Bu Song pendekar sakti Suling Emas. Memang ada hubungan keluarga, dan dia itu masih misanku sendiri. Namun menurut riwayat nenek moyang keluarga Suma memang selalu memusuhi keluarga Kami Sungguh menyedihkan kalau diingat."
"Habis bagaimana sekarang baiknya, Suhu?"
Menteri itu menggerakkan pundaknya.
"bagaimana baiknya? Kita menanti dan melihat saja bagaimana perkembangannya. Kota raja sudah dalam keadaan pesta karena perjodohan itu telah diumumkan, bahkan besok akan tiba utusan dari Raja Yucen, diikuti oleh panglima besar dan guru negara sendiri, yaitu utusan untuk meresmikan hari pernikahan. Engkau harus hadir pula, Tek San, untuk memperlihatkan kepada Kaisar bahwa engkau benar benar berdiri di pihak Kerajaan Sung. Dan kehadiranmu malah merupakan ujian bagi ketulusan sikap orang orang Yucen. Kalau memang mereka menghendaki hubungan baik, setelah Kaisar menyerahkan puterinya tentu mereka tidak akan berani bicara lagi tentang penyelundupan di Yucen. Kalau terjadi sebaliknya, berarti mereka itu masih mendendam dan tidak mempunnyai iktikad baik terhadap Kerajaan Sung. Dan engkau harus hadir pula dalam perjamuan menyambut para tamu agung itu, Han Ki, sebagai pengawalku."
Tek San dan Han Ki menyatakan persetujuan mereka, namun di dalam hatinya, Han Ki merasa makin berduka, Dia harus hadir dalam perjamuan menyambut utusan calon suami Hong Kwi! Bahkan tak salah lagi dia pun harus pula ikut minum arak untuk menghaturkan selamat kepada pengantin!
"Enci Maya, aku sudah minta perkenan Ayah,akan tetapi tetap tidak boleh! Katanya keramaian yang diadakan di istana untuk menyambut dan menghormati utusan Raja Yucen, yang hadir adalah Kaisar sendiri dan para menteri, para thaikam dan orang orang besar saja."
"Anak anak mana boleh turut?"
Khu Siauw Bwee berkata dengan muka kecewa kepada Maya yang membujuknya agar dia minta perkenan ayahnya diperbolehkan ikut menonton keramaian di istana.
Khu Siauw Bwee adalah puteri tunggal Khu Tek San, lebih muda satu dua tahun dari Maya. Dia seorang anak perempuan yang cantik mungil, dengan pandang mata lembut namun tajam sekali menandakan bahwa dia memiliki kecerdikan, sikapnya tidak manja karena memang ayah bundanya pandai mendidik. Seperti juga Maya, sejak kecil Siauw Bwee digembleng ilmu silat dan ilmu sastra oleh ayah bundanya. Berkat ketajaman otaknya, biarpun masih kecil, belum sepuluh tahun usianya, Siauw Bwee telah memiliki ketabahan dan kepandaian silat yang membuat tubuhnya lincah dan kuat. Maya tidak rasa kecewa hatinya ketika mendengar mereka tidak boleh ikut.
"Ahh, sayang sekali. Aku ingin melihat bagaimana sih rupanya Kaisar Sung dan puteri puterinya juga ingin sekali melihat utusan Yucen. Terutama sekali melihat puteri puteri istana yang kabarnya cantik cantik seperti bidadari."
"Ihhhh, seperti apa sih kecantikan mereka? Kulihat mereka itu tidak ada yang lebih cantik daripada engkau, Enci Maya. Engkau barulah boleh disebut seorang gadis yang cantik!"
Siauw Bwee berkata sungguh sungguh sambil memandang wajah Maya yang amat mengagumkan hatinya.
"Aihhh, sudahlah jangan menggoda, Adikku. Dahulu di istana orang tuaku, aku boleh melakukan apa saja, maka sekarang, melihat ayahmu melarang engkau padahal hanya ingin menonton keramaian sungguh sungguh aku merasa penasaran sekali. Apa sih buruk dan ruginya kalau kita ikut menonton? Hemm, aku ada akal baik, Moi moi. Kalau kau suka, kita akan dapat bergembira sekali dan....hemm, kaudengar baik baik....! Maya lalu berbisik bisik di dekat telinga Siauw Bwee. Wajah Siauw Bwee berubah dan matanya terbelalak.
"Ihh, Enci Maya! bagaimana kalau sampai ketahuan?"
Dengan ibu jari tangah kanannya, Maya menuding dadanya sendiri.
"Akulah yang akan bertanggung jawab,jangan engkau khawatir!"
Sambil tertawa terkekeh kekeh, kedua orang anak perempuan itu memasuki kamar mereka dan mengunci pintu. Terdengar mereka berdua masih tertawa-tawa, entah apa yang mereka lakukan dan bicarakan.
Apa yang menjadi dugaan Menteri Kam ketika ia menceritakan kepada Muridnya memang tepat. Peristiwa yangg menimpa diri Khu Tek San di Yucen, yaitu pecahnya rahasianya sebagai mata-mata kemudian tertangkapnya oleh rekan rekannya sendiri di perbatasan, adalah akibat perbuatan Siangkoan Lee yang memenuhi perintah gurunya, Suma Kiat. Memang Jenderal Suma Kiat ini tidak pernah dapat melupakan sakit hatinya dan kebenciannya terhadap keturunan Suling Emas. Ketika ia mendapat laporan dari Siangkoan Lee betapa usaha muridnya itu semua gagal oleh Mutiara Hitam, kemudian oleh Kam Han Ki, hatinya menjadi makin marah dan penasaran. Maka diaturnyalah siasat baru untuk memukul Han Ki dan Menteri Kam Liong yaitu membujuk Kaisar agar mengambil hati Raja Yucen dengan menyerahkan seorang di antara puteri selirnya.
"Puteri Paduka Sung Hong Kwi terkenal sebagai bunga istana, hal ini bahkan terkenal sampai ke Yucen. Kalau Paduka menghadiahkan puteri itu kepada Raja Yucen, Paduka akan memetik tiga keuntungan,"
Demikian antara lain bujukan yang diucapkan Suma Kiat yang didukung oleh para thaikam.
"Tiga keuntungan yang bagaimana engkau maksudkan?"
Kaisar bertanya.
"Pertama, puteri Paduka akan terangkat sebagai seorang Junjungan yang dihormati di Yucen dan mengingat akan keadaan Permaisuri Yucen yang lemah dan sakit-sakit, banyak harapan beliau akan dapat menjadi permaisuri. Ke dua, dengan menarik Raja Yucen sebagai mantu paduka, mantu yang rendah karena hanya menikah dengan puteri selir, berarti Paduka mengangkat kedudukan Paduka jauh lebih tinggi daripada Raja Yucen. Kemudian ke tiga, dengan ikatan jodoh itu, tentu saja Yucen tidak akan memusuhi Sung, bahkan setiap saat dapat diharapkan bantuan mereka."
Tentu saja Jenderal Suma Kiat tidak menyatakan rahasia hatinya bahwa kalau perjodohan itu dilakukan, terutama sekali karena ia ingin menghancurkan hati Kam Han Ki yang ia tahu dari para penyelidiknya mempunyai hubungan cinta kasih dengan puteri itu dan karenanya ingin pula ia menghantam Menteri Kam melalui Han Ki!
Demikianlah, secara cepat sekali, ikatan jodoh diadakan dan hari itu kota raja telah berpesta merayakan perjodohan itu. Penduduk yang tidak tahu apa apa hanya ikut merasa germbira bahwa Kaisar hendak mantu, apalagi yang akan mempersunting Puteri Sung Hong Kwi adalah Raja Yucen sehingga hal ini dapat diartikan bahwa kota raja terhindar dari satu di antara bahaya serbuan musuh musuhnya. Rombongan utusan Raja Yucen tiba dan mendapat sambutan meriah, bahkan malamnya istana mengadakan perjamuan meriah, untuk menghormati mereka. Sesuai pula dengan kebiasaan di Yucen, maka ruangan yang memang di istana diatur dengan bangku bangku kecil tanpa tempat duduk karena biasa mereka itu makan minum sambil duduk di lantai menghadapi bangku kecil terdapat makanan.
Mereka terdiri dari dua puluh orang lebih, dipimpin oleh guru negara dan panglima besar Yucen, duduk berjajar-jajar menghadapi bangku masing masing merupakan barisan keliling yang saling berhadapan. Juga Kaisar sendiri bersama menteri menteri yang berkedudukan tinggi, hadir dalam perjamuan itu, di antaranya tampak Menteri Kam Liong, Panglima Khu Tek San, Kam Han Ki pengawal pribadi Menteri Kam, Jenderal Suma Kiat, dan lain pembesar penting lagi. Kaisar sendiri menghadapi bangkunya di tempat yang lebih tinggi dan dilayani para thaikam dan pelayan. Panglima panglima yang pangkatnya belum cukup tinggi, hanya dipersilakan duduk di ruangan sebelah, di atas kursi-kursi berjajar, ada lima puluh kursi banyaknya.
Mereka yang memenuhi ruangan ini hanya ikut makan minum, ikut mendengarkan percakapan dan menonton pesta orang orang besar di ruangan dalam, akan tetapi tidak berhak ikut dalam percakapan. Selagi perjamuan itu mulai ramai dan gembira karena pihak tamu maupun dari pihak tuan rumah berkali kali diadakan penghormatan dengan mengisi cawan arak dan minum demi keselamatan masing-masing pihak, di sebelah luar, di pintu ruangan para panglima rendahan, terjadi sedikit keributan. Enam orang pengawal yang menjaga pintu sedang ribut mulut dengan seorang berpakaian panglima yang bertubuh tinggi kurus berwajah tampan sekali. Para pengawal tidak mengenal panglima muda ini, maka mereka menolaknya untuk memasuki ruangan itu. Si Panglima Muda marah marah dan memaki maki.
"Kalian ini serombongan pengawal berani menolak seorang panglima? Aku, adalah seorang panglima kerajaan, masa tidak boleh menonton keramaian menyambut utusan calon besan Kaisar? Apakah kalian ingin dipecat dan dihukum?"
Suara Panglima itu nyaring dan bening. Pemimpin pengawal menjadi gugup akan tetapi berusaha membantah,
"Maaf, Ciangkun, akan tetapi hamba.... tidak mengenal Ciangkun, bahkan belum permah melihat Ciangkun?"
"Goblok! Mana mungkin kallan dapat mengenal semua panglima yang amat banyaknya dan yang banyak bertugas di luar kota? Cukup kalau kalian mengenal pakaian dan tanda tanda pangkatnya yang kupakai! Awas, aku adalah panglima yang dipercaya oleh Menteri Kam!"
Mendengar disebutnya Menteri Kam, para pengawal mundur ketakutan dan terpaksa mempersilakan panglima muda itu memasuki ruangan yang disediakan bagi para panglima rendahan yang tidak diundang ke ruangan dalam ikut menyambut tamu tamu agung! Enam orang pengawal ini saling pandang, kemudian mereka berbisik bisik, membicarakan panglima muda itu dengan hati heran.
Panglima yang masih begitu muda yang tampan sekali, bertubuh jangkung dan galaknya bukan main! Kalau saja para pengawal itu berani mengikuti Si Panglima tampan ini, tentu keheranan mereka akan bertambah beberapa kali lipat melihat Si Panglima itu kini telah berubah menjadi dua orang bocah yang duduk di baris terdepan! Memang bukan orang lain, panglima itu sebenarnya adalah Maya dan Siauw Bwee! Akal bulus Maya membuat mereka dapat memasuki istana melalui beberapa tempat penjagaan dengan menyamar sebagai seorang panglima, menggunakan pakaian Khu Tek San! Dua orang gadis cilik ini sejak kecil digembleng limu silat, maka bukan merupakan hal yang aneh dan sukar bagi mereka untuk penyamaran itu.
Maya berdiri di atas pundak Siauw Bwee sehingga tubuh mereka yang bersambung ini setelah ditutup pakaian Khu Tek San berubah menjadi tubuh seorang panglima yang jangkung kurus dan berwajah tampan sekali, wajah Maya. Setelah berhasil mengelabuhi penjagaan terakhir di depan ruangan itu, Maya dan Siauw Bwee girang sekali. Pakaian luar panglima itu segera mereka copot. Maya meloncat turun dan kedua orang anak perempuan yang berani itu menyelinap dan memilih tempat duduk di bagian paling depan sehingga mereka dapat menonton ke ruangan dalam di mana Kaisar sedang menjamu tamu tamunya! Para panglima yang melihat munculnya dua orang gadis cilik dekat mereka, menjadi heran dan ada yang menegur. Maya mendahului Siauw Bwee yang sudah mulai agak gelisah.
"Dia adalah puteri Panglima Khu yang hadir di situ, dan aku adalah keponakan Menteri Kam yang hadir pula di situ. Kami ikut dengan mereka dan ditempatkan di sini. Apakah Cu wi Ciangkun berkeberatan?"
Memang hebat sekali, amat tabah dan cerdik. Sekecil itu dia sudah dapat "berdiplomasi"
Dan menggunakan kata kata yang menyudutkan para panglima itu. Tentu saja tidak ada scorang pun di antara mereka berani menyatakan keberatan menerima puteri Panglima Khu yang terkenal, apalagi keponakan Menteri Kam! Bahkan mereka tersenyum senyum gembira karena dua orang bocah itu biarpun masih keeil, merupakan "pemandangan"
Yang menarik dan memiliki kecantikan yang mengagumkan. Para utusan Kerajaan Yucen sudah mulai merah mukanya oleh pengaruh arak wangi dan percakapan mulai lebih bebas dan berani.
Menteri Kam yang duduk tak jauh dari Kaisar, bersikap tenang saja dan beberapa kali mengerling ke arah Jenderal Suma Kiat yang duduk dekat panglima besar dan Guru Negara Yucen. Sejak tadi Jenderal Suma ini bercakap-cakap dan tertawa-tawa dengan kedua orang tamu agung, bahkan sering kali berbisik bisik, kelihatannya akrab sekali. Han Ki yang berdiri di belakang Menteri Kam sebagai pengawal tidak bergerak seperti arca, akan tetapi sinar matanya kadang kadang layu kadang kadang berapi kalau memandang ke arah para utusan Raja Yucen. Khu Tek San juga duduk dengan tenang. Tiba tiba panglima besar Kerajaan Yucen yang bertubuh tinggi besar, bercambang bauk, matanya tajam dan sikapnya gagah sekali, berpakaian perang yang megah mewah, mengangkat tangan ke atas dan memberi hormat dengan berlutut sebelah kaki ke arah Kaisar, suaranya terdengar garang dan keren,
"Perkenankan hamba menghaturkan selamat kepada Kaisar yang ternyata memiliki banyak menteri dan jenderal yang pandai dan setia. Kalau tidak demikian, hamba rasa kegembiraan malam ini takkan kita rasakan bersama, akibat perbuatan seorang Menteri Sung yang tidak patut terhadap Kerajaan Yucen. Hamba sebagai utusan Sri Baginda di Yucen, sama sekali tidak menyalahkan Kerajaan Sung, karena hamba tahu bahwa yang menjadi biang keladi hanyalah seorang menteri yang bersikap lancang seolah-olah lebih berkuasa daripada kaisarnya sendiri!"
Semua yang hadir menahan napas, menghentikan percakapan dan makan, menanti dengan jantung berdebar karena utusan itu menginggung hal yang gawat. Semua orang mengerti siapa yang dimaksudkan oleh panglima besar Yucen itu. Menteri Kam dan Khu Tek San saling pandang sejenak, akan tetapi keduanya masih bersikap tenang tenang saja. Kaisar sendiri mengerutkan keningnya mendengar ucapan itu. Tak senang hatinya dan untuk menjawab, lidahnya terasa berat. Tiba tiba Jenderal Suma Kiat sudah membuka mulut berkata,
"Tai ciangkun dari Yucen benar benar seorang yang jujur dan berhati polos! Setelah Tai ciangkun tidak menyinggung atau menyalahkan Kaisar, sebaiknya menunjuk secara jujur menteri mana yang dimaksudkan agar tidak membikin hati para menteri di sini menjadi tidak enak."
"Ha ha ha, Suma goanswe pun menyukai sikap jujur seperti kami. Bagus sekali! Yang kami maksudkan adalah Menteri Kam Liong, yang telah melakukan perbuatan tidak patut sekali, mengirim muridnya dan menyelundupkannya menjadi panglima kerajaan kami untuk melakukan pekerjaan mata mata! Bukankah perbuatan itu amat busuk? Untung Sri Baginda Kerajaan Sung amat bijaksana, kalau tidak, bukankah perbuatan licik Menteri Kam itu cukup berbahaya untuk mencetuskan perang?"
Kembali keadaan di ruangan itu sunyi sekali dan hati semua orang makin bimbang dan tegang. Sri Baginda sendiri, yang tentu saja menyetujui akan penyelundupan Khu ciangkun ke Yucen, kini hanya dapat memandang kepada Menteri Kam Liong. Sebelum ada yang menjawab, tiba-tiba tampak seorang panglima bertubuh jangkung memasuki ruangan itu dan terdengar suaranya nyaring.
"Rombongan utusan Yucen ini datang membawa perdamaian ataukah mencari pertentangan? Menghina seorang menteri berarti menghina Kaisar dan kerajaan!"
Semua orang terkejut sekali melihat munculnya seorang panglima muda tinggi kurus yang tidak terkenal ini, dan seorang pengawal Yucen yang berdiri menjaga di belakang Sri Panglima Besar, sudah menghadang ke depan dan melintangkan tombaknya memandang panglima tinggikurus itu.
"Eh, eh, mau apa engkau?"
Panglima tinggi kurus itu membentak Si Pengawal Yucen sambil melangkah maju mendekat. Pengawal itu mengira bahwa Panglima Sung ini akan menyerang majikannya, maka cepat menggerakkan tombaknya menodong. Tiba tiba kedua tangan panglima yang kurus itu bergerak menyambar tombak dan semua orang memandang terbelalak ketika tiba tiba bagian perut panglima kurus itu bergerak ke depan seperti kaki tangan yang bertubi tubi mengirim tendangan dan pukulan.
"Buk buk....!"
Pukulan pukulan aneh yang keluar dari perut itu mengenai tubuh Si Pengawal yang sama sekali tidak menduga. Siapa akan menduga lawan memukul dengan perut yang bisa bergerak seperti kaki tangan itu? Biarpun pukulan pukulan itu tidak keras, namun Si Pengawal terhuyung mundur saking kagetnya dan tombaknya terlepas! Panglima besar Yocen dan guru negara marah sekali. Mereka sudah bangkit memandang panglima berdiri dan Koksu (Guru Negara) Yucen yang berjenggot panjang berambut putih berseru.
"Beginikah caranya menerma utusan kerajaan calon besan?"
Semua orang, termasuk Kaisar sendiri masih terlalu heran dan bingung menyaksikan munculnya panglima tinggi kurus yang aneh itu sehingga mereka tak dapat menjawab. Kaisar sendiri mulai marah dan sudah membuat gerakan memerintahkan pengawal menangkap panglima tinggi kurus itu ketika Menteri Kam tiba tiba meloncat dan menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.
"Mohon Paduka sudi mengampunkan hamba dan mengijinkan hamba untuk menyelesaikan urusan ini agar perdamaian tetap dipertahankan."
Kaisar mengangguk.
"Cu wi Ciangkun dan Taijin dari Yucen harap suka memaafkan karena dia ini hanyalah seorang anak kecil yang bertindak menurutkan perasaan dan sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kerajaan. Mengenai urusan yang diajukan oleh Tai ciangkun dari Yucen tadi, biarlah saya akan memberi penjelasan."
"Menteri Kam Liong! Apakah engkau hendak melindungi pula seorang panglima yang bersikap begitu
(Lanjut ke Jilid 08)
Istana Pulau Es (Seri ke 05 "
Serial Bu Kek Siansu)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Jilid 08
lancang dan membikin malu kerajaan?"
Tiba tiba Suma Kiat berkata marah.
"Pertanyaan yang tepat!"
Panglima Besar Yucen berseru.
"Dan siapa mau menerima alasan bahwa dia ini masih seorang anak kecil? Alasan yang dicari-cari untuk menyelamatkan diri!"
Menteri Kam Liong dengan sikap tenang lalu bangkit dan menghampiri panglima kurus yang masih berdiri tegak itu, tangannya meraih dan mulutnya menegur,
"Maya, jangan kurang ajar, hayo cepat minta ampun kepada Hong siang!"
Panglima kurus itu mencoba menghindar, namun terlambat dan jubahnya telah direnggut robek oleh tangan Menteri Kam Liong yang kuat. Berbareng dengar robeknya jubah, tampaklah penglihatan yang aneh dan membuat semua orang menjadi geli. Kiranya panglima tinggi kurus itu adalah dua orang anak perempuan, yang seorang berdiri di atas pundak temannya. Pantas saja tadi dari "perut"
Panglima itu keluar kaki tangan yang menyerang dari dalam jubah!
Maya, segera meloncat turun dari pundak Siauw Bwee. Tadi, sewaktu semua panglima menonton tegang, dia dan Siauw Bwee diam diam telah melakukan penyamaran mereka lagi, tentu saja atas desakan Maya yang ingin menolong Menteri Kam! Sebagai seorang puteri Kerajaan Khitan, tentu saja Maya mengerti akan tata-susila istana, dermikian pula Siauw Bwee yang menjadi puteri seorang panglima terkenal. Mereka berdua lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar dan dengan suara halus mohon ampun. Kam Han Ki tak dapat menahan ketawanya dan untung bahwa pada saat itu, Kaisar sendiri pun tertawa disusul oleh para pembesar yang hadir di situ. Memang amat lucu setelah melihat bahwa yang berbuat lancang kurang ajar itu ternyata hanyalah dua orang anak perempuan!
"Siauw Bwee....!"
Khu Tek San menegur dan biarpun Panglima ini hanya memanggil namanya, Siauw Bwee mengenal bahwa ayahnya amat marah dan dia menoleh ke arah ayahnya dengan muka pucat. Akan tetapi Maya cepat berkata lantang,
"Mohon Paman Khu, juga Sri Baginda dan semua orang tidak menyalahkan adik Siauw Bwee atau siapa saja karena semua ini sayalah yang bertanggung jawab!"
Bukan main kagum rasa hati Kaisar melihat sikap Maya. Bocah ini bukan anak sembarangan, pikirnya dan kepada Menteri Kam, Kaisar bertanya.
"Siapakah mereka ini?"
"Ampunkan mereka, karena mereka itu adalah anak anak yang tidak tahu apa apa. Hamba bersedia menerima hukumannya. Maya ini adalah anak keponakan hamba, sedangkan Khu Siauw Bwee adalah puteri Khu Tek San."
Kaisar mengangguk angguk. Pantas,pikirnya. Dia sudah tahu bahwa menterinya, Kam Liong, adalah seorang yang sakti, putera dari Pendekar Suling Emas, tidak aneh kalau kemenakannya sehebat bocah cantik itu. Dan gadis cilik yang seorang lagi memang pantas menjadi puteri Panglima Khu Tek San yang terkenal sebagai seorang panglima yang gagah perkasa dan setia, berkepandaian tinggi karena panglima itu adalah murid Menteri Kam Liong! Sambil tertawa Kaisar berkata.
"Dua orang bocah yang bersemangat, tabah dan lucu sekali. Kami memaafkan kenakalan mereka, Heii, kalian terimalah ini!"
Kaisar menyambar dua butir buah appel merah dan menyambitkan dua butir buah itu ke arah Siauw Bwee dan Maya. Bukan sambitan biasa melainkan sambitan untuk menguji. Dengan cekatan sekali, Siauw Bwee dan Maya berhasil menangkap buah appel yang menyambar ke arah mereka. Kemudian mereka menghaturkan terima kasih.
"Bagus! Mereka ini kelak akan menjadi pendekar pendekar wanita yang hebat!"
Kaisar berkata.
"Akan tetapi kalian sekarang harus pergi. Tidak boleh ada anak anak kecil hadir dalam pertermuan yang penting ini."
Bukan main gembiranya hati Menteri Kam Liong. Kiranya Kaisar dapat mengampunkan sedemikian mudahnya.
Maka ia cepat memerintahkan Han Ki untuk mengantar kedua orang bocah itu pergi meninggalkan ruangan. Keadaan menjadi tenteram dan kembali setelah Maya dan Siauw Bwee pergi, sungguhpun para panglima di ruangan luar masih terheran-heran, terutama sekali para pengawal yang tadi kena diakali oleh dua orang anak perempuan itu. Biarpun pihak Kaisar dan para pembesar Sung telah menjadi tenang dan lega, sebaliknya para utusan Yucen merasa terhina dan mendapat malu. Betapapun juga, telah disaksikan semua orang betapa seorang pengawal Yucen dengan mudah dapat dikalahkan oleh dua orang anak perempuan nakal! Juga Suma Kiat menjadi tidak senang, maka diam diam ia memberi tanda kedipan mata kepada Panglima Besar Yucen. Panglima ini maklum dan berkata dengan suara lantang.
"Kami utusan Kerajaan Yucen merasa makin kagum menyaksikan kebijaksanaan Kaisar yang besar! Dan kami bukanlah anak anak kecil yang merasa tersinggung oleh perbuatan dua orang bocah. Akan tetapi, kami yang menjunjung tinggi janji yang keluar dari mulut seorang gagah! Tadi kami mendengar akan kesanggupan Menteri Kam Liong yang akan membereskan persoalan. Terus terang saja, kami seluruh pembesar Yucen merasa penasaran kalau mengingat betapa Menteri Kam telah mempermainkan kami dengan mengirimkan muridnya sebagai penyelundup dan memata-matai kami!"
Kam Liong dengan sikapnya yang masih tetap tenang, menjawab.
"Tuduhan Tai ciangkun dari Kerajaan Yucen tidak dapat disangkal dan memanglah sesungguhnya saya mengaku bahwa saya telah mengutus murid saya dan Panglima Sung yang bermama Khu Tek San untuk menyelundup ke Yucen dan menjadl panglima di sana sambil mengawasi gerak-gerik dan mempelajari keadaan di Yucen untuk mengenal kerajaan itu. Akan tetapi, bukankah hal ini sudah wajar dan lumrah, Ciangkun? Setiap negara tentu akan mengirim penyelidik penyelidik untuk mengetahui keadaan negara tetangga, dan biarpun secara bersembunyi, saya tahu bahwa banyak pula penyelidik penyelidik dari Yucen yang menyelidiki dan bekerja sebagai mata mata di Kerajaan Sung. Muridku sedikit banyak berjasa bagi Yucen, dan tidak menimbulkan kerugian, hanya memang benar dia menyelidiki keadaan Yucen dan melaporkan kepada saya. Tanpa mengenal sedalam-dalamnya, bagaimana kami akan tahu tentang kerajaan lain terhadap kerajaan kami? Sekianlah jawaban saya."
Panglima Besar Yucen tertawa.
"Kiranya Kam taijin pandai bersilat lidah! Sejak dahulu, semua orang tahu siapakah Kerajaan Yucen, dan bagaimana macamnya, perlu apa mesti diselidiki dengan cara menyelundupkan seorang panglima! Keadaan di Yucen sudah pasti, kerajaannya sudah ada dan pemerintahannya berjalan terus, seperti ini. Perlu apa diselidiki lagi?"
Panglima Yucen itu mengeluarkan sebuah bola besi sebesar kepalan tangan dan menyambung.
"Bangsa kami terkenal sebagai bangsa besi yang sudah ada beratus tahun yang lalu, seperti senjata peluru besi ini. Apakah Kamtaijin juga akan menyelidiki bola besiku ini!"
Sambil tertawa Panglima Yucen itu melontarkan bola besi ke atas dan... semua orang memandang kaget, heran dan kagum melihat betapa bola besi itu berputaran cepat sekali dan menyambar ke kanan kiri seperti dikendalikan, kemudian menyambar ke arah Menteri Kam Liong!
Keahlian mempergunakan bola besi sebagai senjata itu membuktikan betapa kuatnya tenaga sin kang Panglima Besar Yucen ini dan semua ahli yang hadir di situ menjadi khawatir akan keselamatan Menteri Kam Liong. Hanya Khu Tek San seorang yang memandang dengan wajah t1dak berubah karena panglima gagah ini yakin bahwa permainan sin kang seperti itu hanya merupakan permainan kanakkanak bagi gurunya. Memang dermiklanlah Menteri Kam Liong bersikap tenang, tangan kanannya sudah tampak mermegang sebuah kipas dan sekali ia menggerakkan kipasnya dan mengebut, bola besi itu berputaran di atas kepalanya, dekat dengan kipas yang dikebut kebutkan seperti seekor kupu-kupu mendekati bunga, seolah olah ada daya tarik yang keluar dari gerakan kipas itu yang membuat bola besi ikut terputar putar. Sambil mempermainkan kipasnya menguasai bola besi, Kam Liong berkata,
"Tai ciangkun. Bola besi ini memang sebuah bola besi, akan tetapi siapakah yang tahu akan keadaan dalamnya tanpa memeriksanya lebih dulu? Apakah dalamnya kosong? Ataukah berisi? Serupa ataukah lain dengan keadaan luarnya? Saya kira Ciangkun sendiri tak dapat menjawab tepat, bukan? Memang sukar menjawab tepat tanpa melihat dalamnya. Marilah kita bersama melihat apa isi bola besi ini sesungguhnya!"
Setelah berkata demikian, kipas di tangan kanan Menteri Kam itu bergerak cepat sekali, menyambar tiga kali ke arah bola besi. Terdengar suara keras tiga kali dan... bola besi itu telah terbabat malang melintang tiga kali sehingga. terpotong menjadi delapan, seperti sebuah jeruk dipotong potong pisau tajam dan kini delapan potong besi itu diterima tangan kiri Menteri Kam Liong yang dengan tenang lalu meletakkan potongan potongan bola besi itu di atas meja depan panglima besar dari Yucen!
"Ah, ternyata isinya padat dan tetap besi, sama seperti di luarnya. Cocok sekali dengan keadaan Kerajaan Yucen, bukan? Akan tetapi baru diketahui setelah diselidiki dalamnya seperti yang telah kami lakukan dengan mengirimkan murid kami ke Yucen."
Wajah Panglima Yucen menjadi merah sekali, matanya terbelalak. Juga wajah Jenderal Suma Kiat menjadi pucat. Yang diperlihatkan oleh Menteri Kam tadi adalah kesaktian yang amat luar biasa, tenaga sin kang yang hebat dan keampuhan kipas pusaka yang keramat! Koksu Negara Yucen maklum akan hal ini maka dia lalu berkata.
"Hebat sekali kepandaian Kam taijin. Dan keterangannya cukup jelas. Menurut pendapat saya tidak perlu memperpanjang urusan kecil itu selagi urusan besar masih belurm dibicarakan selesai."
Ucapan ini melegakan hati setiap orang dan perundingan untuk menentukan hari pertemuan pengantin dilanjutkan sambil diseling makan minum dan hiburan tari nyanyi oleh seniwati seniwati istana.
Berkat sikap Menteri Kam yang bijaksana, pesta menyambut utusan Yucen itu berlangsung dengan tenteram dan lancar. Menteri Kam sendiri, kelihatan lega akan tetapi di dalarm hatinya, dia merasa amat khawatir karena dia telah mendengar dari Han Ki akan hubungan pemuda itu dengan Sung Hong Kwi, dan ia dapat menduga betapa hancur perasaan hati adik sepupunya Itu. Kalau ia, pikir-pikir dan kenangkan segala peristiwa yang terjadi akhir akhir ini, Menteri Kam merasa berduka sekall. Kerajaan Khitan hancur, adik tirinya tewas, dan kini Kam Han Ki kembali mengalami nasib buruk, kekasihnya direbut orang!
Kalau teringat akan itu sermua, hati Menteri Kam menjadi dingin, semangatnya mengendur dan timbul keinginannya untuk mengajak muridnya sekeluarga, Han Ki dan Maya pergi saja mengundurkan diri menjauhi keramaian kota raja bahkan sebaliknya menyusul ayahnya, Suling Emas yang bertapa dengan ibu tirinya, bekas Ratu Yalina. Makin menyesal lagi kalau ia memandang kepada Suma Kiat yang kini nampak makan minum dengan gembira melayani para tamu. Suma Kiat itu sebenarmya masih merupakan keluarga dekat dengannya. Tidak hanya keluarga. karena terikat hubungan antara ayahnya, Suling Emas, dan ibu Suma Kiat yaitu Kam Sian Eng yang menjadi adik Suling Emas. Juga dari pihak ibunya dan ayah Suma Kiat terdapat hubungan dekat, yaitu kakak beradik. lbunya, Suma Ceng, adalah adik kandung Suma Boan, ayah Suma Kiat. Dia dan Suma Kiat adalah keluarga dekat, namun Suma Kiat selalu membencinya dan selalu memusuhinya, sungguhpun tidak berani berterang.
"Susiok couw (Paman Kakek Guru), apakah perbuatan kami tadi akan menimbulkan bencana....?"
Dalam perjalanan pulang bersama Maya diantar oleh Han Ki, Siauw Bwee bertanya kepada pemuda itu.
"Aihhh! Kau benar benar terlalu sekali, Siauw Bwee! Masa Han Ki yang masih muda, patut menjadi kakak kita, kau sebut Susiok couw? Benar benar terlalu menyakitkan hati sebutan itu!"
Maya mencela.
"Habis bagaimana?"
Siauw Bwee membantah,
"Memang dia itu paman guru ayahku, tentu saja aku menyebutnya Susiok couw! Atau Susiok kong?"
"Wah, tidak patut! Tidak patut! Jangan mau disebut kakek, Han Ki!"
Maya berkata lagi. Mau tidak mau Han Ki tersenyum.
"Kalian berdua ini seperti langit dengan bumi, jauh bedanya akan tetapi sama anehnya! Maya terhitung masih keponakanku, menyebutku dengan nama begitu saja seperti kepada seorang kawan. Sebaliknya, Siauw Bwee terlalu memegang peraturan sehingga aku disebut kakek guru! Kalau benar kalian menganggap aku sebagai kakak, biarlah kalian menyebut kakak saja."
"Bagus kalau begitu! Aku menyebutmu Han Ki Koko."
Maya berseru girang.
"Koko, engkau kelihatan begini berduka, apakah kesalahan aku dan Enci Maya tadi tertalu hebat sehingga engkau khawatir kalau kalau ayahku dan Menteri Kam akan tertimpa bencana akibat perbuatan kami?"
Siauw Bwee mengulang pertanyaannya, kini ia menyebut koko (kakak). Han Ki menggeleng kepalanya.
"Kurasa tidak. Kakakku, Menteri Kam bukanlah seorang yang dapat dicelakakan begitu saja oleh lawan. Aku tidak khawatir...."
"Akan tetapi, mengapa wajahmu begini muram? Engkau kelihatan berduka sekali, tidak benarkah dugaanku, Enci Maya?"
Maya mengangguk.
"Memang hatinya hancur lebur, patah berkeping keping dan luka parah bermandi darah, siapa yang tidak tahu!"
Han Ki memandang Maya, alisnya berkerut dan ia membentak,
"Engkau tahu apa?"
Maya tersenyum.
"Tahu apa? Tahu akan rahasia hatimu yang remuk karena setangkai kembang itu akan dipetik orang lain!"
Han Ki terkejut sekali, menghentikan langkahnya dan menghardik.
"Maya! Dari mana kautahu??"
Istana Pulau Es Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siauw Bwee juga memandang dengan mata terbelalak, masih belum mengerti betul apa yang diartikan oleh Maya dan mengapa Han Ki kelihatan kaget dan marah.
"Dari mana aku tahu tidak menjadi soal penting"
Jawab Maya yang tidak mau berterus terang karena dia mendengar tentang hal itu dari percakapan antara ayah bunda Siauw Bwee yang ia dengar dari luar jendela kamar!
"Yang penting adalah sikapmu menghadapi urusan ini. Kenapa kau begini bodoh, menghadapi peristiwa ini dengan berduka dan meremas hancur perasaan hati sendiri tanpa mencari jalan keluar yang Menguntungkan? Mengapa kau begini lemah, Koko?"
Han Ki terbelalak.
"Bodoh? Lemah? Apa... apa maksudmu, Maya? Jangan kau kurang ajar dan mempermainkan aku!"
"Siapa mempermainkan siapa? Engkau adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, Koko, sungguhpun aku belum yakin benar akan hal itu. Kalau engkau memiliki kepandaian, apa sukarnya bagimu untuk pergi mengunjungi kekasihmu itu? Dan kalau benar dia itu mencintaimu seperti yang ku.... eh, kuduga, tentu dia akan lebih suka ikut minggat bersamamu daripada menerima nasib menjadi permainan Raja Yucen yang liar!"
Han Ki memandang Maya dengan mata terbelalak, terheran heran akan tetapi harus ia akui bahwa "nasihat"
Maya itu cocok benar dengan isi hatinya!
"Sudahlah jangan bicara lagi urusan itu. Mari kuantar pulang cepat cepat karena aku masih mempunyai banyak urusan lain."
Maya bertolak pinggang.
"Koko engkau memang orang yang kurang penerima! Kalau engkau setuju dengan omonganku, mengapa pakai pura pura segala? Kau langsung pergilah menemui kekasihmu sebelum terlambat. Adapun kami berdua, kami bukanlah anak anak kecil yang tidak bisa pulang sendiri. Tadi pun kami pergi berdua, masa untuk pulang harus kau temani? Pergilah, kami dapat pulang sendiri, bukan, Adik Siauw Bwee?"
Siauw Bwee mengangguk. Han Ki menarik napas panjang.
"Baiklah, kalian pulang berdua, akan tetapi harus langsung pulang dan jangan berkeliaran lagi. Siauw Bwee, jangan engkau selalu menuruti permintaan Maya. Bocah ini memang liar!"
Setelah berkata demikian, Han Ki cepat cepat meloncat pergi, tidak memberi kesempatan kepada Maya untuk membalas makiannya.
"Awas dia! Kalau bertemu lagi denganku!"
Maya membanting banting kaki dengan gemas.
"Dia... dia hebat sekali, ya Enci Maya?"
Siauw Bwee berkata lirih memandang ke arah lenyapnya bayangan Han Ki.
"Hebat apanya, manusia sombong itu!"
Maya mendengus marah.
"Mari kita pergi, Siauw Bwee."
Malam telah larut dan sunyi sekali di sepanjang jalan.
Semua rumah telah menutup daun pintu dan sebagian besar penghuni kota raja sudah tidur nyenyak. Ketika mereka tiba di jembatan Ayam Putih yang panjang menyeberangi air sungai yang menghubungkan kota raja dengan saluran besar ke selatan, mereka melihat seorang laki laki tua di tengah jembatan yang sunyi. Maya dan Siauw Bwee adalah seorang anak yang tabah sekali, akan tetapi ketika mereka melihat dan mengenal kakek yang menghadang itu, mereka menjadi terkejut juga. Kakek itu adalah kakek berambut putih berjenggot panjang yang hadir di istana, yaitu Koksu Negara, Kerajaan Yucen! Maya menggandeng tangan Siauw Bwee dan berjalan terus tanpa memandang seolah olah dia tidak mengenal kakek ltu. Akan tetapi kakek itu tertawa dan berkata,
"Anak anak setan kalian hendak ke mana? Hayo ikut bersama kami!"
Maya sudah menaruh curiga bahwa tentu kakek itu tidak mengandung niat baik, maka begitu kakek itu melangkah datang, ia sudah membalikkan tubuh dan mengirim pukulan ke arah lambungnya! Siauw Bwee juga memiliki reaksi yang cepat sekali karena tanpa berunding lebih dulu dia sudah dapat cepat menyusul gerakan Mayaq mengirim pukulan ke arah perut kakek itu.
"Buk! Bukk!"
Kakek itu sama sekali tidak mengelak dan membiarkan dua orang anak perempuan itu memukulnya.
Maya dan Siauw Bwee berseru kaget karena larmbung dan perut yang mereka pukul, itu seperti bola karet yang membuat pukulan mereka membalik. Sebelum mereka dapat mengelak, kakek itu telah mencengkeram pundak mereka, membuat mereka menjadi lemas. Kemudian Koksu dari Yucen itu sambil tertawa melemparkan tubuh Maya dan Siauw Bwee melalui langkan jerbatan melemparkannya ke sungai! Maya dan Siauw Bwee terkejut setengah mati. Tubuh mereka tak dapat digerakkan dan kini melayang menuju ke sungai yang armat dalam. Akan tetapi, tiba tiba tubuh mereka disambar tangan yang kuat dan kiranya di bawah jermbatan telah menanti dua orang laki laki diatas perahu. Mereka inilah yang menyambar tubuh mereka.
"Bawa mereka pergi sekarang juga!"
Terdengar Koksu Yucen berteriak dari atas jembatan kepada dua orang itu.
"Dia merupakan hadiah sumbanganku untuk Coa bengcu yang berulang tahun. Haha ha!"
Maya dan Siauw Bwee yang tadinya merasa girang karena mengira bahwa mereka tertolong, menjadi makin marah karena kini mereka tahu bahwa dua arang di perahu ini adalah pembantu-pembantu koksu itu!
Malam gelap, perahu gelap dan mereka, tidak dapat melihat muka. dua orang laki laki itu. Perahu digerakkan, meluncur ke selatan. Maya dan Siauw Bwee dibelenggu kaki tangannya sehingga setelah mereka terbebas dari totokan, mereka tetap saja tidak mampu bergerak, hanya rebah miring di atas perahu dengan hati penuh kemarahan. Setelah malam berganti pagi, barulah kedua orang anak perempuan itu dapat itu melihat wajah dua orang laki laki yang menawan mereka. Maya memperhatikan wajah kedua orang itu dan menurut penglihatannya, dua orang itu bukanlah orang jahat, maka timbullah harapannya.
"Eh, Paman yang baik. Kalian adalah orang baik baik, melihat wajah, pakaian dan sikap kalian. Mengapa kalian mau membantu koksu jahat yang menangkap kami dua orang anak perempuan yang tidak berdosa?"
Dua orang laki laki itu berusia kurang lebih empat puluh tahun, bersikap gagah dan golok besar tergantung di punggung mereka. Mendengar ucapan Maya, mereka saling pandang, kemudian seorang di antara mereka yang mempunyai tahi lalat di pipi kanan, berkata,
"Kami hanyalah pelaksana pelaksana tugas yang dibebankan kepada kami. Kami tidak tahu siapa kalian dan mengapa kalian ditawan, akan tetapi kami harus menaati perintah atasan."
Maya belum cukup dewasa, akan tetapi dia memiliki kecerdikan luar biasa dan ia dapat menangkap rasa tidak senang dan sungkan di balik ucapan laki-laki bertahi lalat itu. Maka ia menjadi makin berani dan berkata.
"Ah, kiranya Paman berdua juga menjadi anak buah Yucen?"
La berhenti sebentar, lalu mengirim serangan halus dengan kata kata,
"Heran sekali, bukankah Paman berdua ini orang orang Han? Mengapa kini mermbantu kerajaan asing?"
"Kau anak kecil tahu apa!!"
Tiba tiba orang ke dua yang mukanya kuning membentak. Ucapan ini sama benar dengan ucapan Han Ki yang pernah menjengkelkan hati Maya, akan tetapi sekali ini ia menangkap rasa sakit hati di balik kata kata itu, rasa hati yang tersinggung dan yang menyatakan betapa tepatnya ucapannya tadi.
"Biarpun aku anak kecil, akan tetapi aku tahu betapa seorang gagah selalu mengutamakan kegagahan, membela negara dan menentang yang lalim."
Maya melanjutkan. Si Tahi Lalat kini berkata
"Hemm, kulihat engkau bukan anak sembarangan. Ketahuilah bahwa kami berdua telah dibikin sakit hati oleh perbuatan anak buah Jenderal Suma Kiat sehingga keluarga kami terbasmi habis. Karena itu, apa perlunya kami mengabdi permerintah Sung? Pula, kami menjadi anak buah dari Koksu Negara Yucen yang memiliki ilmu kesaktian tinggi, sehingga tidaklah memalukan di dunia kang ouw karena kami mengabdi kepada seorang tokoh besar yang jarang ada bandingannya."
Biarpun tubuhnya masih terbelenggu dan ia rebah miring, Maya mengangguk-angguk dan berkata mengejek.
"Hemm... bicara tentang kesaktian dan kegagahan ya? Buktinya, koksu itu pengecut hanya berani melawan dua orang anak perempuan. Dan sukar bagiku untuk mengatakan kalian ini orang gagah macam apa, menawan dua orang anak perempuan kecil masih perlu membelenggu seperti ini! Apakah kalau kami tidak dibelenggu kalian takut kalau kalau kami akan membunuh kalian?"
Maya memang pandai sekali bicara dan amat cerdik. Kata katanya lebih runcing daripada pedang dan lebih tajam daripada golok, secara tepat menusuk perasaan dan kegagahan dua orang laki laki itu.
"Bocah, engkau benar benar bermulut lancang!"
Bentak yang bermuka kuning.
"Aku tentu tidak berani bicara kalau tidak ada kenyataannya. Coba, kalau berani membebaskan belenggu kami, barulah aku percaya bahwa kalian tidak takut kepada kami."
Si Tahi Lalat segera mencabut goloknya yang berkelebat empat kali, dan semua belenggu pada kaki tangan Maya dan Siauw Bwee menjadi putus.
"Nah, apakah kalian sekarang hendak menyerang kami?"
Tanyanya menyeringai. Maya dan Siauw Bwee bangun, duduk dan menggosok gosok pergelangan kaki tangan yang terasa nyeri.
"Terima kasih,"
Kata Maya.
"Kami tidak akan menyerang karena tak mungkin karmi dapat menang."
"Kami pun tidak suka, membelenggu kalian dua orang anak perempuan, akan tetapi disiplin di pasukan kami keras sekali. Kalau sampai kami tidak berhasil rmengantar kalian sampai di tempat yang ditentukan, tentu kami berdua harus menebus dengan nyawa karmi. Itulah sebabnya kami membelenggu kalian, tidak ada maksud lain!"
Maya mengangguk angguk.
"Ahh, sekarang aku percaya bahwa kalian adalah orang orang gagah yang terdesak oleh keadaan dan nasib buruk, seperti yang kami alami sekarang ini. Eh, Paman yang baik. Kami akan kaubawa ke manakah?"
"Nasib kalian tidaklah seburuk yang kalian khawatirkan,"
Kata Si Tahi Lalat.
"Entah apa sebabnya sampai kaliah dimusuhi oleh Koksu, akan tetapi tentu kalian telah melakukan hal hal yang amat tidak menyenangkan hatinya maka kalian ditangkap dan diserahkan kepada kami untuk membawa kalian pergi. Akan tetapi, kalian sekarang merupakan sumbangan sumbangan yang amat berharga karena kalian dijadikan surmbangan oleh Koksu, diberikan kepada seorang bengcu yang terkenal sakti dan berpengaruh di pantai Lautan Po hai."
"Sungguh lucu! Mengapa menyumbangkan dua orang anak perempuan? Apa maksudnya? Dan apa maksudmu mengatakan bahwa nasib kami tidak buruk? Apakah kalau kami diberikan sebagai sumbangan begitu saja merupakan nasib baik?"
Maya mendesak terus.
"Sudahlah, kalian akan mengerti sendiri kalau kita sudah tiba di istana"
Kata Si Tahi Lalat yang sikapnya segan menceritakan keadaan bengcu itu.
"Hanya aku dapat memastikan bahwa kalian tidak akan dibunuh dan bahkan akan hidup dengan senang dan terhormat. Percayalah dan harap saja jangan kalian mencoba untuk memberontak karena kalau sampai terpaksa kami berdua menggunakan kekerasan, hal itu sesungguhnya bukan kehendak kami."
"Kami tidak akan memberontak, kecuali kalau kami menghadapi bahaya. Bukankah begitu, Adik Siauw Bwee?"
Siaw Bwee mengangguk, kemudian anak yang lebih pendiam dibandingkan dengan Maya itu berkata,
"Agaknya kedua Paman tidak tahu siapa kami, ya? Kalau tahu, kukira kallan berdua tidak akan lancang menawan kami, biarpun kalian melakukannya atas perintah Koksu Yucen."
Dua orang laki laki itu kini memandang penuh perhatian.
"Siapakah kalian ini?"
"Aku sih hanya puteri Panglima Khu Tek San yang tidak ada, artinya, akan tetapi enciku ini adalah Puteri Khitan, puteri Raja Khitan!"
Siauw Bwee berkata tidak peduli akan tanda kedipan mata dari Maya yang hendak mencegahnya. Dua orang itu kelihatan kaget, sekali, saling pandang dan berkatalah Si Tahi Lalat.
"Kami hanya melakukan perintah!"
Dengan kata kata itu agaknya dia hendak membela diri, dan semenjak saat itu, kedua orang itu tidak banyak bicara lagi melainkan bergegas mempercepat gerakan dayung mereka sehingga perahu meluncur cepat. Perahu itu keluar dari Terusan Besar, membelok ke kiri, yaitu ke timur memasuki sungai yang mengalir ke arah Lautan Po hai. Tidak jauh dari pantai Lautan Po-hai, mereka mendarat dan mengajak Maya dan Siauw Bwee memasuki sebuah hutan besar. Setelah melalui daerah pegunungan yang penuh hutan liar, tibalah mereka di sebuah pedusunan besar yang pada waktu itu sedang menampung banyak tamu dari empat penjuru, tamu tamu penting karena mereka adalah tokoh tokoh kang ouw dan liok lim.
Tokoh tokoh golongan putih dan hitam, atau kaum bersih dan sesat, yang pada saat itu dapat berkumpul dan saling jumpa karena mereka itu kesemuanya menghormati ulang tahun seorang tokoh besar yang pada hari itu merayakannya di dusun itu. Tokoh besar ini lebih terkenal dengan sebutannya, yaitu Coa bengcu (Pemimpin she Coa), tokoh yang sudah lama dikenal sebagai seorang pemimpin rakyat dan tidak mengakui kedaulatan Kaisar dengan alasan bahwa Kaisar amat lemah dan tidak memperhatikan keadaan rakyat yang makin menderita keadaannya. Coa bengcu ini amat terkenal dan biarpun jarang ada tokoh kang ouw yang pernah menyaksikannya sendiri, namun menurut berita, ilmu kepandaian Coa bengcu ini hebat sekali, baik kepandaian ilmu silatnya. maupun ilmu perangnya.
Dan perjuangannya yang gigih untuk membela rakyat membuat namanya menjulang tinggi sehingga para pembesar setempat tidak berani mengganggunya, bahkan tokoh tokoh di seluruh dunia kang ouw dan liok lim menghormatinya. Demikianlah, ketika Bengcu ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke enam puluh, bukan hanya tokoh tokoh golongan bersih dan kaum sesat yang datang untuk memberi hormat dan memberi selamat, bahkan Koksu Negara Yucen sendiri sampai berkenan mengirim utusan memberi selamat dan mempersembahkan dua orang gadis cilik! Dan sudah terkenal pula bahwa Coa bengcu amat suka kepada orang orang muda, baik laki laki maupun perempuan, terutama yang tampan-tampan dan yang cantik cantik, untuk dididik menjadi murid murid atau seperti dikatakannya sendiri, sebagai anak anak angkatnya!
Siapakah sebenarnya Coa bengcu ini? Dia adalah seorang pelarian bekas tokoh Im yang kauw yang dahulu berpusat di perbatasan barat dan telah dihancurkan oleh pemerintah. Biarpun mengadakan perlawanan gigih, para tokoh Im yang-kauw terbasmi kocar kacir dan lenyaplah perkumpulan Im yang kauw, yang hanya namanya saja perkumpulan yang menentang permerintah pada waktu itu. Coa Sin Cu adalah seorang tokoh kelas dua dari Im yang kauw. Dia berhasil menyelamatkan diri dan lari ke timur, untuk belasan tahun ia menggembleng diri dan berguru kepada orang orang sakti sehingga kepandaiannya meningkat secara hebat. Setelah ilmu kepandaiannya meningkat tinggi, Coa Sin Cu mulai dengan gerakannya memimpin rakyat yang tertindas, menentang mereka yang mengandalkan kekuasaan memeras rakyat. Pengaruhnya makin besar, pengikutnya makin banyak sehingga akhinya terkenallah sebutannya Coa bengcu sampai ke seluruh pelosok.
Hanya tokoh-tokoh lama saja yang mengenal Coa bengcu ini sebagai Coa Sin Cu yang dulu menjadi tokoh Im vang kauw. Di tengah dusun yang terletak di pegunungan tak jauh dari pantai Lautan Po hai, terdapat sebuah bangunan yang tidak mewah, bahkan sederhana, namun kokoh kuat dan besar sekali. Mempunyai halaman yang armat luas dan yang terkurung dinding tembok tinggi seperti benteng atau asrama pasukan! Inilah tempat tinggal Coa bengcu dan di situ pula pada hari itu diadakan keramaian merayakan hari ulang tahun Coa bengcu. Tuan rumah Coa bengcu sendiri, telah berada di ruangan depan menyambut datangnya para utusan atau wakil berbagai partai, juga para tokoh kang ouw dan liok lim yang datang sendiri untuk memberi selamat dan sumbangan sumbangan.
Isteri Bengoi, seorang wanita yang usianya setengah dari usia suaminya, kurang lebih tiga puluh tahun, cantik dan sikapnya gagah pula karena nyonya Bengcu ini pun bukan orang sembarangan melainkan seorang murid Hoasan pai, duduk di samping suaminya sambil tersenyum senyum bangga menyaksikan pengaruh suaminya yang menarik datangnya semua orang gagah dari dua golongan itu. Adapun putera tunggal Coabengcu yang bermama Coa Kiong, seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun, anak tiri nyonya Bengcu, yang sudah ditinggal mati ibu kandungnya, sibuk menerima barang barang sumbangan yang ditumpuk di atas belasan buah meja besar di sudut ruangan. Tidak kurang dari lima puluh orang utusan pelbagai partai telah hadir dan duduk di atas kursi kursi yang telah disediakan, menerima hidangan yang dilayani oleh anak anak buah Coa bengcu, pemuda pemuda dan pemudipemudi yang tampan tampan dan cantik-cantik serta memiliki gerakan vang cekatan sekali.
Biarpun di antara para tamu itu terdapat banyak tokoh liok lim, golongan bajak, perampok dan orang orang yang biasa melakukan kejahatan, namun mereka tidak berani bersikap kurang ajar terhadap pelayan pelayan wanita yang cantik cantik itu karena sermua orang maklum belaka bahwa pelayan pelayan itu adalah anak buah atau murid murid Coa bengcu. Banyak sekali barang sumbangan yang serba indah, perhiasan perhiasan emas dan perak, ukiran naga dan burung hong terbuat dari batu batu kermala, sutera-sutera yang indah sekali warnanya, bahkan ada pula senjata senjata pusaka yang ampuh. Akan tetapi semua itu masih belum mengherankan karena ada pula orang orang yang menyumbangkan benda benda luar biasa anehnya. Seorang tamu yang baru tiba, bertubuh tinggi besar dan bercambang bauk, mukanya lebar, berseru dengan suara nyaring,
"Saya Kiang Bu adalah seorang miskin, karena itu selain ucapan selamat kepada Coa bengcu, tidak dapat menyumbangkan benda berharga kecuali barang hina tak berharga ini. Sudilah Bengcu menerimanya!"
Coa bengcu memandang orang itu lalu tertawa.
"Ha ha ha, Tho te kong (Malaikat Bumi) sungguh berlaku sungkan sekali. Terima kasih atas ucapan selamat dan sumbangan yang amat berharga, harap menyerahkan sumbangan itu kepada Puteraku."
Kiang Bu yang berjuluk Tho tee kong segera melangkah lebar dan menyerahkan sebuah bungkusan kepada Coa Kiong putera tuan rumah yang menerimanya dan meletakkannya di atas meja.
"Karena sumbanganku ini tidak berharga dan lain daripada yang lain, harap Siauw enghiong suka membukanya agar semua tamu dapat melihatnya,"
Kata pula Kiang Bu. Ketika memandang ayahnya dan melihat ayahnya mengangguk tanda setuju, barulah Coa Kiong berani membuka bungkusan kain itu. Tiba tiba wajahnya berubah dan matanya memandang Si Malaikat Bumi dengan marah, juga banyak tamu yang melihat isi bungkusan, mengeluarkan seruan tertahan. Siapa yang tidak akan menjadi kaget melihat bahwa bungkusan itu terisi sebuah kepala manusia yang masih belepotan darah?
"Apa.... apa maksudmu ini?"
Coa Kiong membentak dan tangan kanan pemuda ini sudah meraba gagang pedang, matanya terbelalak memandang kepala orang yang kini terletak di atas meja. Tiba tiba Coa bengcu tertawa girang,
"Ha ha ha! Barang hina tak berharga itu ternyata merupakan sumbangan yang tak ternilai harganya bagiku. Terima kasih, Tho tee kong. Aku telah mengenal kepala Bhe ciangkun dan memang sudah lama aku ingin melihat orang kejam dan penindas laknat itu kehilangan kepalanya! Kiong ji, suruh pelayan membuang kepala itu dan memberikan kepada anjing anjing agar digerogoti habis!"
Barulah semua orang termasuk Coa Kiong sendiri, tahu bahwa sumbangan itu benar benar amat berharga karena Si Malalkat Bumi telah membunuh orang yang dibenci Coa bengcu! Perwira She Bhe yang berkuasa di pantai Po hai memang terkenal ganas dan kejam kekuasaannya seolah olah melampaui kekuasaan Kaisar sendiri dan dia menjadi raja tanpa mahkota di daerah pantai Po hai! Dua orang yang membawa Maya dan Siauw Bwee tiba di tempat itu dan langsung mereka menghadap Coa bengcu, memberi hormat dan berkata,
"Kami berdua diutus oleh Koksu Kerajaan Yucen untuk menyampaikan ucapan selamat beliau kepada Bengcu, dan menyerahkan sumbangannya."
Sejenak kakek yang dihormati itu memandang kepada dua orang itu, akan tetapi pandang matanya segera terarah kepada Maya dan Siauw Bwee, seolah-olah melekat dan tidak menyembunyikan rasa kekagumannya. Isterinya yang melihat keadaan suami itu lalu berbisik,
"Mereka menanti jawaban!"
Barulah Coa bengcu sadar dan ia tertawa bergelak sambil merangkap kedua tangan didepan dada.
"Ha ha ha,sungguh Pek mau Seng jin mencurahkan kehormatan besar sekali kepada kami! Seorang koksu negara masih mau memperhatikan orang tiada harganya seperti aku benar-benar menunjukkan perbedaan antara Permerintah Yucen dan Permerintah Sung! Terima kasih, terima kasih. Tidak tahu, sumbangan apakah yang dikirim Pek mau Seng jin, Koksu Kerajaan Yucen itu yang akan membuat kami sekeluarga bahagia bukan main?"
"Sumbangan atau hadiah yang harus kami sampaikan kepada Bengcu adalah dua orang anak perempuan inilah!"
Kata Si Tahi Lalat. Semua tamu kembali menjadi terheran dan keadaan menjadi tegang karena mereka menganggap bahwa sumbangan ini sama sekali tidak dapat dianggap berharga. Melihat sikap para tamu itu, dua orang utusan itu menjadi tidak enak hati, maka Si Muka Kuning cepat menyambung keterangan temannya.
"Hendaknya Bengcu mengetahui bahwa dua. orang anak perempuan ini bukanlah anak sembarangan. Yang lebih besar ini bermama Maya, dia adalah puteri dari Raja dan Ratu Khtan, sedangkan yang lebih kecil bernama Khu Siauw Bwee, puteri Khu Tek San seorang panglima yang terkenal di Kerajaan Sung!"
Terdengar seruan seruan kaget di sana sini, dan wajah Coa bengcu yang tadinya memang sudah berseri gembira, kini menjadi makin berseri penuh kagum.
"Sungguh merupakan hadiah yang tak termilai harganya!"
Katanya kemudian seperti kepada diri sendiri ia berkata,
"Puteri Raja Khitan....? Puteri Panglima Khu....?"
Tiba tiba seorang tamu meloncat bangun sambil berseru keras.
"Mohon kebijaksanaan Bengcu agar saya boleh membunuh bocah she Khu itu untuk membalas anak buah saya yang dahulu dibasmi oleh Khu Tek San ayahnya!"
Yang bicara ini adalah bekas kepala rampok yang kenamaan di Lembah Huang ho perbatasan Propinsi Shan tung.
"Puteri Khitan itu patut dibunuh!"
Tiba tiba seorang lain meloncat dan berseru nyaring memandang ke arah Maya dengan mata terbelalak marah.
"Kalau dia puteri Raja Khitan, berarti dia itu cucu Suling Emas yang sudah banyak menimbulkan malapetaka di kalangan kamil"
Yang bicara kali ini adalah seorang pendeta berambut panjang yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, pakaiannya hitam dan kotor seperti tubuhnya. Akan tetapi dia adalah seorang tokoh dunia hitam yang tekenal dengan julukannya. saja, yaitu Pat jiu Sin kauw (Monyet Sakti Tangan Delapan). Dia amat terkenal dan ditakuti karena Pat-jiu Sin kauw ini adalah murid dari seorang datuk hitam yang amat terkenal, yaitu Thai lek Kauw ong, seorang di antara lima datuk besar golongan sesat puluhan tahun yang lalu.
"Benar! Puteri Khu Tek San harus dibunuh! Khu Tek San adalah murid Menteri Kam Liong dan siapakah menteri itu? Bukan lain putera Suling Emas pula!"
Teriak yang lain.
"Harap Bengcu serahkan saja puteri Khitan kepada saya!"
Teriak yang lain. Ributlah keadaan di ruangan itu karena banyak sekali tokoh dunia hitam yang ingin mendapatkan dua orang anak perempuan itu setelah mereka ketahui bahwa Maya adalah cucu Suling Emas sedangkan Siauw Bwee adalah cucu murid pendekar sakti itu. Coa bengcu bangkit berdiri dan mengangkat kedua lengannya, ke atas untuk minta para tamunya agar jangan membuat gaduh. Setelah suasana meredap terdengarlah suaranya lantang,
Mutiara Hitam Eps 6 Mutiara Hitam Eps 15 Mutiara Hitam Eps 31