Ceritasilat Novel Online

Tangan Geledek 10


Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo Bagian 10




   Setelah melihat munculnya banyak orang, keheranannya bertambah dan hati Tiang Bu menjadi tidak enak, Tidak biasanya di lereng ini terdapat begitu banyak orang. Ia tidak kembali ke puncak, melainkan bersembunyi di dalam rumpun tebal sambil mengintai keluar. Dilihatnya dua orang gadis cilik yang tadi bertempur itu sudah saling menjauhi, gadis yang menyerangnya bersama pemuda tanggung tadi menengok ke arah seorang wanita yang datang seperti terbang cepatnya ke arah mereka. Adapun gadis yang wajahnya seperti Lee Goat juga menanti datangnya seorang laki-laki. Melihat orang laki-laki ini, Tiang Bu berdebar jantungnya. Laki-laki ini bukan laln adalah Wan Sin Hong!

   Bagaimana Sin Hong bisa sampai disitu dan siapakah mereka semua itu? Untuk mengetahui hal ini, mari kita ikuti pengalaman Wan Sin Hong dan Li Hwa. Seperti telah dituturkan, Sin Hong dan Li Hwa melanjutkan perjalanan mereka.

   "Sin Hong, sekarang kita ke mana?" tanya Li Hwa sambil mengerling ke wajah Sin Hong di sebelah kanannya.

   "Aku akan pergi ke Kim-bun-to. Harus kuberitakan tentang keadaan Tiang Bu kepada Hui Lian dan Hong Kin. Selain itu, aku sudah terlalu lama meninggalkan Luliangsan. Aku harus menengok tempat itu kalau-kalau ada orang mencari aku."

   Demikianlah, Sin Hong dan Li Hwa lalu menuju ke Luliangsan, tempat di mana Sin Hong tinggal selama ia menjadi bengcu. Ketika tiba di lereng Luliangsan, mereka melihat bahwa puncak Luliangsan telah kedatangan banyak tamu dari dunia kangouw. Mereka itu adalah tokoh-tokoh besar atau wakil-wakil partai besar yang dahulu telah rnemilih Sin Hong rnenjadi bengcu. Bu Kek Siansu, ketua Butongpai yang nampak paling tua di antara para tokoh itu, maju menyambut kedatangan Sin Hong sambil mernbungkuk. Sin Hong buru-buru memberi hormat dan berkata.

   "Ah, kiranya Bu Kek Siansu Locianpwe dan para Locianpwe yang terhormat. Sungguh menyesal sekali baru sekarang siauwte datang, membikin Cuwi sekalian terlalu lama menanti."

   "Kami baru sepekan menanti disini. Pinto sekarang mewakili kami semua karena Tai Wi Siansu sudah meninggal dunia setahun yang lalu," kata Bu kek Siansu. Sin Hong mengerutkan alisnya.

   "Sayang sekali belum sempat aku bertemu dengan Tai Wi Siansu Locianpwe di Kun lun san. Semoga arwahnya mendapat tempat yang mulia."

   Melihat sikap mereka yang dingin, Sln Hong diam-diam dapat menduga bahwa kedatangan mereka ini tentulah untuk urusan kedudukan bengcu. Tentu semua orang ini sudah mendengar bahwa dia adalah keturunan bangsa Kin dan karenanya mereka tidak sudi mempunyai bengcu keluarga Kaisar bangsa yang dianggap musuh! Akan tetapi ia berlaku tenang, lalu bertanya

   "Tidak tahu urusan penting apakah yang membawa Cuwi sekalian rnendaki Luliangsan? Apa kiranya
(Lanjut ke Jilid 10)
Tangan Geledek/Pek Lui Eng (Seri ke 03 -Serial Pendekar Budiman)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 10
yang dapat kulakukan untuk Cuwi sekalian?"

   "Wan-sicu, pinto mewakili semua saudara di sini untuk memberi penjelasan dan pinto akan bicara singkat saja," kata Bu Kek Siansu. Mendengar kakek ini menyebutnya Wansicu dan bukan Wanbengcu, Sin Hong tersenyum dingin. Tahulah ia karena sudah jelas sekali bahwa orang tidak memandangnya sebagai bengcu lagi.

   "Bicaralah, Bu Kek Siansu," katanya singkat.

   "Sebelum kamu datang ke sini, lebih dulu setahun yang lalu Tai Wi Siansu telah memimpin pertemuan. Dalam pertemuan itu dibicarakan tentang kedudukan Wansicu. Oleh karena sudah jelas bahwa Wansicu keturunan Wan Kan atau pangeran Wanyen Kan, maka terpaksa kami semua tidak dapat menerima kau menjadl bengcu kami. Akan tetapi, mengingat kau telah lama membantu kami, kami menghentikanmu dengan hormat, bahkan kami mengajak Wansicu untuk bersama kami membujuk calon bengcu yang hendak kami angkat." Sin Hong tersenyum lebar. Dadanya terasa lega, Kedudukan bengcu selama ini merepotkannya, membuat hidupnya terikat.

   "Bagus! Aku harus berterima kasih kepada Cuwi yang membebaskan aku dari tugas bengcu yang maha berat. Tentu saja aku bersedia membantu membujuknya. Siapakah calon bengcu itu gerangan?"

   "Dia adalah seorang dari kakek sakti di Omeisan," kata Bu Kek Siansu. Kening Sin Hong berkerut. Ia teringat akan sikap orang-orang gagah di dunia sebelah selatan yang amat kasar ketika mengunjunginya di Luliangsan beberapa tahun yang lalu.

   "Hemm, mengapa Cuwi memilih orang selatan?" tegurnya.

   "Kalau mereka yang dipilih, terserah. Akan tetapi aku tidak berani memastikan apakah aku akan ikut membujuk mereka yang sama sekali tidak kukenal. Betapapun juga, terima kasih atas pembebasan tugas bengcu.

   "Sebagai tanda bahwa aku sama sekali tidak kecil hati dibebaskan dari tugas bengcu, dan untuk menyatakan terima kasih, sekarang aku hendak mengumumkan secara terus terang bahwa biarpun aku memang benar keturunan bangsawan Wanyen, namun aku tidak dapat membela Kerajaan Kin! Untuk menyatakan bahwa di dalam tubuhku masih mengalir darah Han, aku hanya akan membela rakyat apabila terjadi perang yang datangnya dari utara."

   Mendengar kata-kata ini, sebagian besar orang gagah yang memang menaruh rasa hormat dan suka kepada Sin Hong bertepuk tangan gembira dan memuji Sin Hong sebagai orang gagah yang patut dlkagumi.

   "Cuwi sekalian!" kata pula Sin Hong dengan suara keras sehingga suara gaduh itu berhenti karena semua orang rnemperhatikannya.

   "Aku hendak mohon pertolongan Cuwi sekalian, terutama para Locianpwe yang terhormat. Oleh karena sekarang diriku tidak terikat lagi oleh tugas berat dan telah bebas, maka aku bermaksud melangsungkan ikatan jodoh dengan Hui eng Niocu Siok Li Hwa di tempat ini. Untuk keperluan itu, aku sangat mengharapkan bantuan para Locianpwe untuk menyelenggarakannya, sebagai wali-wali atau pengganti orang-orang tua, oleh karena baik aku maupun calon isteriku adalah orang-orang yatim piatu, bahkan guru-guru pun telah meninggal dunia. Tidak tahu apakah para Lociaripwe sudi menolong kami?" Kata-kata terakhir itu diucapkan oleh Sin Hong dengan suara terharu.

   Ketika Sin Hong bicara, semua orang mendengarkan dengan tak bersuara, akan tetapi begitu ia habis bicara, terdengar sorak-sorai gemuruh tanda bahwa orang-orang itu menyambut berita ini dengan gembira sekali. Para locianpwe juga maju untuk memberi selamat dan menyatakan bersedia untuk membantu dua orang muda itu mengesahkan perjodohan mereka.

   Para tokoh dunia kangouw berikut para anggauta yang ikut di puncak Luliangsan itu, jumlahnya ada lima puluh orang lebih. Mereka ini la!u sibuk mengatur ini itu, menghias gua tempat tinggal Sin Hong sebaik-baiknya, membangun pondok atau ruangan darurat untuk tempat berpesta. Ada pula yang turun gunung cepat-cepat untuk mencari bahan-bahan guna berpesta berikut tukang-tukang masaknya, arak, daging dan lain-lain.

   Dalam waktu tiga hari saja semua sudah siap dan pada pagi hari ke empatnya dilangsungkanlah pernikahan antara Sin Hong dan Li Hwa secara sederhana namun cukup meriah! Hanya sayangnya bagi Li Hwa, di antara para tamu tidak ada seorang pun tamu wanita! Setelah kedua pengantin diberi restu oleh para locianpwe, lalu diarak menuju makam Pak Kek Siansu dan Pak Hong Siansu di puncak untuk bersembahyang di depan kedua makam ini. Kemudian kedua mempelai dengan diantar oleh para locianpwe turun ke lereng gunung untuk bersembahyang di depan makam Luliang Samlojin.

   Setelah upacara ini selesai, berpestalah mereka di ruangan darurat di depan gua itu. Menjelang senja semua tamu minta diri dan rneninggalkan puncak Luliangsan, Sin Hong dan isterinya mengantar mereka sampai di tikungan sarnbil tiada hentinya menghaturkan terima kasih mereka. Kemudian sambil bergandengan tangan kedua mempelai ini dengan hati penuh kebahagiaan kembali ke puncak untuk beristirahat di dalam gua tempat tinggal Sin Hong yang sudah dihias seada-adanya oleh para tamu tadi. Ketika melangsungkan perjodohannya Sin Hong berusia tiga puluh tahun dan Li Hwa berusia lebih muda dua tahun. Sukar untuk melukiskan kegembiraan kedua mempelai ini, hanya mereka berdua yang mengalamilah yang dapat merasakan!

   Beberapa bulan kemudian Sin Hong mengajak isterinya pergi ke Pulau Kin bun to untuk memberi kabar kepada Hui Lian dan Hong Kin tentang Tiang Bu. Hong Kin dan Hui Lian menyambut kedatangan Sin Hong dengan gembira apalagi setelah diberi tahu bahwa Sin Hong telah menikah dengan Hui eng Niocu Siok Li Hwa yang gagah perkasa. Mereka segera mengucapkan selamat dan Hui Lian menegur.

   "Wan-susiok (Paman Guru Wan) mengapa tidak memberi kabar lebih dulu kepada kami? Kalau diberi tahu, biarpun jauh kami pasti akan datang untuk menghadiri pesta pernikahan itu!" Hui Lian menyebut Sin Hong paman guru karena memang Sin Hong masih terhitung paman gurunya sendiri. Ayahnya dahulu adalah murid Pak Kek Siansu, demikian pula Sin Hong.

   Sin Hong tersenyum.

   "Perjodohan kami dilangsungkan secara serentak dan mendadak, mana ada kesempatan memberi kabar!" Ia lalu menuturkan secara singkat tentang kedatangan orang-orang kangouw di puncak Luliangsan untuk membebaskannya dari tugas bengcu dan betapa dalam kesempatan itu ia lalu minta bantuan mereka untuk merayakan kelangsungan perjodohannya. Kemudian Sin Hong bercerita tentang Tiang Bu.

   "Anak itu memang aneh sekali nasibnya." katanya mengakhiri ceritanya.

   "Selalu berpindah ke dalam tangan orang-orang pandai, bahkan sekarang kurasa ia telah menjadi murid kakek sakti di Omeisan. Biarlah lain kali kita menengok ke sana." Hui Lian dan Hong Kin agak kecewa karena Tiang Bu tidak turut pulang akan tetapi mereka lega mendengar bahwa anak itu selamat, bahkan menjadi muid orang pandai.

   "Tadinya kami bermaksud untuk menyerahkan Tiang Bu kepada Susiok agar dididik dalam ilmu silat, akan tetapi sekarang dia telah menjadi murid Ji Omeisan biarlah kami menyerahkan anak kami saja agar diterima sebagai mund oleh Susiok berdua." kata Hui Lian yang segera nnemanggil anak peiempuannya yang berada di dalam. Tak lama kemudian muncullah seorang bocah perempuan berusia lima enam tahun, cantik manis, dan mungil sekali. Bocah ini memandang kepada Sin Hong dan Li Hwa dengan mata bening dan penuh pertanyaan karena ia tidak mengenal mereka.

   "Lee Goat, beri hormat kepada Suhu dan Subomu ini!" kata Hui Lian kepadanya sambil menuding ke arah Sin Hong dan Li Hwa. Untuk sesaat bocah itu memandang kepada Sin Hong dan Li Hwa penuh perhatian terutama sekali ke arah pedang yang tergantung di pinggang Sin Hong dan menempel di punggung Li Hwa. Kemudian ia maju dan berlutut sambil berkata hormat.

   "Suhu.....! Subo.....!"

   Sin Hong dan Li Hwa saling pandang sambil tersenyum. Sekali bertemu pandang saja suami isteri ini maklum bahwa masing-masing amat tertarik dan suka kepada bocah itu. Sin Hong tertawa dan mengangkat bangun bocah itu sambil berkata.

   "Anak baik, bangunlah!" Akan tetapi ia merasa betapa tubuh anak itu kaku seperti batu dan ketika ia mengangkatnya Lee Goat masih dalam keadaan berlutut, tubuhnya kaku dan keras! Sin Hong tertawa kagum sambil memandang kepada Hui Lian.

   Dengan muka merah akan tetapi mata bangga Hui Lian membentak anaknya.

   "Lee Goat, jangan kurang ajar! Hayo turun!" Setelah Lee Goat menarlk kembali "tenaganya" dan sudah diturunkan oleh Sin Hong, Hui Lian berkata lagi kepada Sin Hong.

   "Dia memang sudah mernpelajari sedikit ilmu silat dan. sedang berlatih Iweekang. Harap Susiok jangan mentertawai kami."

   "Mengapa mentertawai? Anak ini berbakat baik sekali, kecil-kecil sudah dapat menggunakan tenaga membikin keras tubuh, benar-benar mengagumkan!" kata Li Hwa mendahului suaminya sambil mengangkat Lee Goat dan menciumnya.

   Demikianlah, semenjak saat itu, Lee Goat menjadi murid Sin Hong. Rumah di Kim-bun-to anat besar maka Sin Hong dan isterinya merasa suka tinggal di situ. Tidak saja rumahnya cukup besar sehingga mereka leluasa, juga Lee Goat merupakan murid yang menggembirakan hati dan juga mereka dapat bergaul dengan rukun dan baik bersama Hui Lian dan suaminya. Seringkali Sin Hong bercakap-cakap atau bermain catur dengan Hong Kin sedangkan Li Hwa dan Hui Lian kalau sudah mengobrol di dalam kamar berdua sampai lupa waktu! Mereka benar-benar pasangan-pasangan yang amat rukun

   Cara hidup yang menyenangkan membuat orang lupa akan waktu yang melewat cepat sekali. Tanpa terasa lagi tahu-tahu Sin Hong dan Li Hwa sudah tinggal selama empat tahun di Kim bun to! Sebetulnya Sin Hong sudah kerasan dan senang tinggal di situ. Mengapa tidak? Hui Lian dan suaminya amat baik seperti saudara sendiri, juga Lee Goat merupakan murid yang pintar dan cepat maju. Akan tetapi ada suatu hal yang mengganggu hati Sin Hong dan kadang-kadang membuatnya sampai jauh malam tak dapat tidur, bercakap-cakap dengan suara duka dengan isterinya. Mengapa? Bukan lain karena sebegitu lama mereka berdua belum juga dikaruniai putera. Hal ini mengecewakan hati mereka dan melenyapkan semua kesenangan, membuat rnereka menjadi bosan tinggal di Kim bun to.

   Hui Lian dan suaminya terkejut juga ketika pada suatu pagi Sin Hong dan isterinya menyatakan bahwa mereka ingin pergi merantau dan hendak membawa Lee Gpat bersama.

   "Sudah terlalu lama kami menganggur saja sampai-sampai kami tidak tahu apa yang terjadi di luar. Selain itu, perlu sekali bagi Lee Goat untuk melihat dunia kangouw agar pengetahuannya bertambah. Kalian tahu sendiri betapa pentingnya ini bagi Lee Goat," kata Sin Hong.

   Hui Lian dan Hong Kin tentu saja tak dapat menahan mereka. Juga mereka merasa tidak enak untuk melarang Lee Goat, karena bukankah mereka sendiri yang menyerahkan Lee Goat menjadi murid Sin Horg. Dengan mengeraskan hati Hui Lian mengangguk dan menyetujui, bahkan cepat-cepat menyediakan pakaian-pakaian yang hendak dibawa oleh Lee Goat yang sudah kegirangan. Akan tetapi setelah Sin Hong dan Li Hwa berangkat bersama Lee Goat, naik perahu untuk menyeberang ke daratan, Hui Lian tak dapat menahan tangisnya! Hong Kin menghiburnya dan menyatakan bahwa di tangan Sin Hong dan isterinyaj pasti Lee Goat takkan menemui bahaya sesuatu. Suami Isteri Ini sama sekali tidak tahu bahwa baru beberapa ratus li Sin Hong dan rombongannya meninggalkan Kim bun to telah menghadapi bencana hebat.

   Sepekan setelah meninggalkan Kim bun to, Sin Hong dan isterinya serta muridnya tiba di kota Nanpo. Untuk menyenangkan hati Lee Goat yang baru pertama kali itu melakukan perjalanan jauh Sin Hong dan isterinya mengajak Lee Goat bertamasya di taman bunga yang dibuka untuk umum di kota itu. Waktu itu musim bunga telah lama lewat, akan tetapi di dalam taman masih penuh dengan tanaman bunga yang beraneka warna dan macam. Maka tempat itu amat ramai dikunjungi orang-orang dari dalam kota maupun dari luar daerah.

   Selagi suami isteri dan murid mereka ini menikmati keindahan taman sambil minum teh wangi yang dijual orang di dalam taman dan duduk di atas bangku-bangku kayu yang sederhana, tiba-tiba Sin Hong menoleh. Ia merasa ada orang memandangnya dan betul saja, begitu ia menoleh, diantara banyak orang ia melihat seorang laki-laki yang memandang kepadanya dengan tajam. Jantung Sin Hong serasa berhenti berdetak ketika ia mengenal siapa adanya laki-laki itu.

   Serentak ia bangkit berdiri dan dengan langkah lebar menghampiri tempat di mana orang itu berdiri. Akan tetapi orang itu menyelinap di antara orang banyak dan lenyap. Sin Hong mengejar sambil mendesak orang-orang itu. Dengan mudah saja kedua lengannya membuka jalan. Akan tetapi tiba-tiba lengannya bertemu dengan lengan tangan orang lain yang amat kuat sehingga terpaksa Sin Hong berhenti.

   Sin Hong mengangkat muka untuk memandang orang yang lengan tangannya keras dan kuat sekali itu dan ia bertemu pandang dengan seorang laki-laki tinggi besar seperti raksasa, bermuka brewok bermata lebar tajam. Usianya kurang lebih lima puluh tahun, akan tetapi kelihatan amat kuat dan gagah.

   "Hemm, di tempat yang begini penuh orang tak boleh tergesa-gesa mendocong orang ke kanan kiri," kata orang brewok itu sambil tersenyum sindir di balik kumis dan jenggotnya. Sin Hong melirik ke sana ke mari akan tetapi orang yang dicarinya telah lenyap, maka sambil tersenyum ia menjura dan menjawab.

   "Maaf, agaknya aku tadi telah melihat setan di siang hari." Setelah berkata demikian, ia lalu berjalan kembali ke tempat duduknya semula. Ia sengaja tidak mau berurusan lebih lanjut dengan orang yang sudah jelas memiliki kepandaian tinggi itu. Diam-diam ia merasa heran karena ia tidak kenal orang itu. Tentu seorang tokoh besar dari selatan pikirnya.

   "Kau tadi mencari siapakah?" tanya Li Hwa yang semenjak tadi memperhatikan gerak-gerik suaminya. Sin Hong menjawab perlahan.

   "Aku tadi telah rnelihat..... Liok Kong Ji.....!"

   Mendengar nama ini, wajah Li Hwa berubah dan alisnya berkerut, dadanya berdebar penuh kekhawatiran, Li Hwa cukup tahu bahwa di mana ada manusia siluman itu, pasti akan terjadi hal yang tidak menyenangkan.

   "Mana dia.....?" tanyanya lirih.

   "Dia sudah menyelinap pergi. Entah dia entah bukan, akan tetapi matanya..... hanya dialah orangnya yang mempunyai mata seperti itu. Mari kita pergi dari sini."

   Li Hwa maklum akan kekhawatiran suaminya. Kalau Sin Hong sendiri tentu saja tidak takut menghadapi Liok Kong Ji, akan tetapi di situ ada Li Hwa dan Lee Goat. Maka tanpa banyak cakap ia lalu menggandeng tangan Lee Goat dan mereka bertiga melanjutkan perjalanan keluar dari Nanpo melalui pintu sebelah barat. Setelah keluar dari kota dan tiba di jalan sunyi baru Sin Hong bercerita kepada isterinya tentang pertemuannya dengan orang tinggi besar brewok yang dapat menahan desakan lengannya.

   "Biarpun belum yakin benar, akan tetapi kurasa orang itu adalah kawan dari Kong Ji. Kalau kita ingat sepakterjang Kong Ji dahulu, sangat boleh jadi ia mempunyai banyak sekali kawan-kawan yang pandai. Akan tetapi, dia yang sudah bersembunyi di utara, ada keperluan apakah muncul di sini? Apakah aku yang salah lihat orang?"

   "Kita harus berhati-hati," kata Li Hwa.

   "Orang seperti dia itu tak dapat diduga lebih dulu apa yang terkandung dalam hati iblis itu."

   Sin Hong mengangguk-angguk.

   "Kuharap saja dia tidak mengulangi perbuatannya yang dulu-dulu ketika ia selalu memusuhiku. Kiraku dia ada keperluan lain karena dengan aku dia sudah tidak ada urusan apa-apa lagi. Akan tetapi....." tiba-tiba Sin Hong mengerutkan keningnya.

   "Kenapa?" Li Hwa bertanya.

   "Asal saja dia tidak menjadi alat dari orang-orang Mongol untuk mengkhianati bangsa sendiri," kata Sin Hong sambil menarik napas panjang.

   "Kalau kehinaan itu ia lakukan, ia tidak patut lagi menjadi manusia dan aku sendiri akan berusaha melenyapkan dari muka bumi!"

   Tiba-tiba Sin Hong memberi tanda supaya isterinya jangan melanjutkan langkah dan ia memandang ke arah kiri di mana terdapat segerombolan pohon yang gelap. Tepat dugaannya bahwa di sana terdapat orang karena setelah beberapa lama ia berhenti, dari dalam gerombolan pohon itu melompat keluar seorang lakilakl tinggi besar yang tadi telah beradu lengan dengannya di dalam taman bunga. Melihat sikap orang tinggi besar itu di tengah jalan menghadang perjalanan mereka dan sikapnya menantang sekali, Sin Hong berlaku tenang. Ia mengangkat kedua tangan memberi hormat sambil berkata.

   "Eh, kiranya Loenghiong sudah berada di sini. Alangkah cepatnya! Tidak tahu apakah sengaja Loenghiong menghadang perjalanan kami dan ada keperluan apakah gerangan?"

   Laki-laki tinggi besar brewokan itu kini tertawa bergelak sambil memegangi jenggotnya, lalu bertanya, suaranya kaku dan jelas terdengar logat utara dalam suaranya.

   "Kau Wan Sin Hong yang disebut Wan-bengcu?"

   Pertanyaan yang diucapkan dengan nada gaya memandang rendah ini dijawab oleh Sin Hfong hanya dengan anggukan kepala. Tiba-tiba Sin Hong cepat mendorong Lee Goat yang mencelat ke arah Li Hwa! Li Hwa menerima bocah itu dan melompat ke belakang.

   Ternyata bahwa laki-laki tinggi besar itu begitu melihat Sin Hong mengangguk sebagai pengakuan bahwa dia memang Wan-bengcu, tanpa banyak cakap lagi lalu mengirim pukulan yang hebat sekali ke arah Sin Hong, disusul dengan tendangan kaki yang seperti kilat menyambar. Sin Hong yang sejak tadi sudah berlaku waspada, cepat menyelamatkan dulu muridnya, kemudian dengan hati-hati dan cepat ia mengelak dari dua serangan dahsyat itu.

   "Sobat, kau siapakah dan mengapa kau menyerangku?" ia masih menyabarkan diri dan bertanya sambil memasang kuda-kuda. Melihat betapa Sin Hong dengan mudah mengelak dari serangan-serangannya, orang tinggi besar itu menjadi penasaran.

   "Sudah lama aku ingin mencoba kelihaian Wan-bengcu. Sambutlah!" Kembali kedua tangannya bergerak dan kini Sin Hong menghadapi serangan-serangan pukulan yang datangnya bertubi-tubi cepat sekali, datangnya dari tiga jurusan merupakan serangan yang sukar dijaga! Namun Sin Hong tidak gentar menghadapi serangan-serangan ini. Ilmu silatnya Pak-kek Sin-kun cukup kuat untuk menjaga diri dan kalau perlu membalas serangan lawan. Akan tetapi, sudah menjadi sifat seorang ahli silat apabila menghadapi lawan yang tidak terlalu mendesak dan tidak terlalu membahayakan keselamatannya, tentu lebih dulu ingin melihat bagaimana macamnya ilmu silatnya apalagi kalau ilmu silat itu asing.

   Oleh karena itulah maka Sin Hong hanya menjaga diri saja. Mengelak atau menangkis sambil memperhatikan ilmu silat lawan. Ilmu silat yang dimainkan oleh orang tinggi besar ini seperti Ilmu Silat Sha kak kun hoat (Ilmu Silat Segi Tiga) dari selatan, akan tetapi kedudukan kakinya lain lagi dan ketika lengan tangannya beradu dengan tangan lawan, orang itu selalu berusaha menangkap pergelangannya seperti ilmu gulat bangsa Mongol.

   Setelah puas melihat ilmu silat lawan, Sin Hong lalu mengeluarkan kepandaiannya dan sebentar saja ia dapat mendesak lawannya. Dalam hal tenaga, orang itu mungkin tidak kalah oleh Sin Hong. Akan tetapi kalau mau bicara tentang ilmu silat, ternyata kepandaian Sin Hong masih menang jauh. Sin Hong menanti sampai pukulan tangan kanan lawan yang cepat dan kuat sekali menyambar kepalanya itu datang dekat. Kemudian tiba-tiba ia menyodorkan tangan kiri ke atas dengan dua jari terbuka menotok urat di dekat siku lengan lawan yang memukulnya sambil merendahkan tubuh dan kepalan tangan kanan menghantam ke depan menuju dada lawan!

   Gerakan Sin Hong ini luar biasa sekali dan jarang ada lawan yang dapat menyelamatkan diri. Juga orang tinggi besar itu tak mungkin sekaligus menghindarkan diri dari serangan-serangan ini. Bahkan agaknya ia tidak menduga bahwa sambungan sikunya akan ditotok, maka ia cepat menangkis kepalan tangan Sin Hong yang memukul dadanya. Memang pukulan inilah yang lebih kentara dan mudah diduga, padahal yang berbahaya adalah tangan kiri yang menotok urat siku dengan jari itu.

   Sin Hong tidak mengenal orang tinggi besar itu, hanya menduga bahwa orang ini tentulah seorang tokoh dari utara seperti halnya Ang-jiu Moli. Oleh karena itu tidak merasa mempunyai permusuhan dengan orang ini, maka ia tidak mau melukainya. Kemudian ia melanjutkan totokannya menjadi cengkeraman dengan lima jari untuk menangkap lengan lawannya itu. Dengan cara begini pun la sudah membuktikan keunggulannya. Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika ia mencengkeram lengan yang besar dan kuat itu tiba-tiba orang itu memutar tubuh sambil menangkap jari-jari tangan Sin Hong yang mencengkeram lengan, lalu dengan gerakan kilat membungkuk dan membanting Sin Hong dari balik pundaknya! Kalau bukan Sin Hong yang diperlakukan demikian, tentu tubuhnya akan terbanting atau sedikitnya terlempar jauh. Akan tetapi Sin Hong cepat mengatur keseimbangan badannya dan ketika tubuhnya terlempar, ia melayang seperti seekor burung dan turun ke atas tanah dalam keadaan berdiri tegak!

   Orang tinggi besar itu mengeluarkan suara memuji ketika Sin Hong sekali lompatan kembali telah berdiri menghadapinya. Sebaliknya di lain fihak Sin Hong maklum bahwa lawannya selain memiliki tenaga besar dan ilmu silat lumayan, juga memiliki ilmu gulat bangsa Mongol yang lihai. Diam-diam ia menyalahkan diri sendiri karena kalau saja ia tidak berlaku sungkan tentu lawan ini sudah terkena totokannya dan ia berada di fihak menang.

   "Lo-enghiong hebat sekali!" ia memuji untuk merendahkan diri dan memuaskan hati lawannya.

   "Kau masih belum kalah!" Si Brewok itu menjawab dan cepat menyerang lagi dengan hebatnya.

   "Benar-benar tak tahu diri!" Sin Hong membentak marah ketika ia melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari serangan lawan. Kemudian ia membalas dan sekali lagi Sin Hong mendesak dan mengurung lawannya dengan hujan serangan.

   "Saudara-saudara, bantulah aku!" tiba-tiba orang brewokan itu berseru tanpa mengenal malu. Sebetulnya, kalau menurut tata susila dunia kangouw, dalam pertempuran orang pantang minta tolong apabila terdesak.

   Berturut-turut muncul tiga orang dari balik rumpun yang lebat dan melihat tiga orang yang bukan lain adalah Pak-kek Samkui ini, tahulah Sin Hong dengan siapa ia berhadapan. Tak salah lagi bahwa orang tinggi besar ini tentu seorang tokoh utara yang membantu pergerakan Temu Cin! Maka ia cepat mencabut pedangnya dan sebentar saja ia dikeroyok oleh empat orang lawan. Giam-loong Ciu Kui, Liokte Moko Ang Bouw, dan Sin-saikong Ang Louw adalah tiga orang yang tak boleh dipandang ringan kalau maju bersama, apalagi di situ masih ada seorang lawan yang kepandaiannya tidak rendah, bahkan lebih tinggi daripada tiga orang Setan Utara itu.

   Pada saat itu, muncul orang lain dari belakang pohon. Orang ini cepat sekali gerakannya dan ia menyambut Li Hwa yang sudah mencabut pedang dan hendak membantu suaminya. Baik Sin Hong mau pun Li Hwa terkejut sekali melihat orang ini.

   "Ha, ha, ha, ha, Wan Sin Hong! Masih kenalkah kau padaku? Hui eng Niocu Siok Li Hwa, jadi kamu sudah menjadi Nyonya Wan? Ha, ha, kau makin tua makin cantik saja!"

   "Kong Ji.....! Kau mau apa?" Sin Hong membentak sambil memutar pedangnya mendesak keempat pengeroyoknya.

   "Manusia iblis, tutup mulutmu yang kotor!" Li Hwa memaki marah dan pedang Cheng-liong-kiam di tangannya bergerak menyerang Kong Ji. Sambil tertawa mengejek Kong Ji mengelak cepat lalu mengirim pukulan menyerong dari samping yang mengejutkan hati Li Hwa karena dari pukulan ini keluar hawa yang mendorongnya amat kuat! Cepat ia melompat mundur dan siap menghadapi serangan lawan. Akan tetapi Kong Ji hanya tertawa dan berkata.

   "Hui eng Niocu, takkan ada artinya kau melawan. Kau akan kalah!"

   "Subo, serang saja dia!" tiba-tiba Lee, Goat yang marah melihat lagak sombong dari Liok Kong ji. Kemudian dia melompat dan memukul Kong Ji dengan tangannya.

   "Eh, eh, bocah ini gagah perkasa!" Kong Ji berseru kagum sambil menangkap tangan Lee Goat dan diangkatnya, ke atas.

   "Kong Ji jangan ganggu dia. Dia puteri dari Hui Lian. Sumoimu sendiri!" seru Sin Hong yang merasa khawatir kalau-kalau manusia iblis itu mencelakai Lee Goat. Biarpun dikeroyok empat, Sin Hong masih dapat membagi perhatiannya kepada Kong Ji, benar-benar luar biasa sekali kepandaian Sin Hong. Adapun Li Hwa lain lagi reaksinya. Melihat Lee Goat diangkat oleh Kong Ji yang tertawa-tawa dan memandahg kagum, ia cepat menggunakan pedangnya melakukan serangan hebat. Tubuhnya setengah melayang dan pedangnya menusuk ke arah lambung dengan gerak tipu Liongli-coan-ciam (Liong li Menusukkan Jarum).

   Sebuah serangan yang amat hebat dan dilakukan dalam keadaan marah ini mau tidak mau mengagetkan Kong ji juga. Biappun tingkat kepandaian Kong Ji jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Li Hwa, akan tetapi karena ketika itu Kong Ji sedang mengangkat tubuh Lee Goat, ia berada dalam keadaan berbahaya. Akan tetapi dengan enaknya sambil tertawa-tawa Kong Ji malah mengangkat tubuh Lee Goat untuk menerima tusukan pedang Li Hwa!

   "Celaka.....!!" Li Hwa menjerit katena ia tidak keburu lagi menahan tusukah pedangnya yang dilakukan dengan penuh kemarahan dan dengan pengerahan tenaga sekuatnya.

   "Traanggg,..." Pedang Li Hwa terpental dan wanita ini berjungkir balik untuk mengimbangi tubuhnya yang tiba-tiba terdorong hebat. Ternyata bahwa da!am keadaan berbahaya sekali bagi Lee Goat itu, Sin Hong telah dapat melompat cepat dan dapat menangkis pedang Li Hwa yang sudah mengenai baju Lee Goat! Sambil menangkis, Sin Hong merampas tubuh muridnya itu yang kini berada dalam kempitan lengan kirinya. Akan tetapi empat orang lawannya tadi sudah maju lagi mengeroyoknya. Adapun ketika ia mengangkat muka, ternyata isterinya telah tertawan oleh Kong ji.

   Kong Ji memang selamanya menjadi orang yang licik dan curang. juga ia cerdik bukan main. Ketika ia melakukan perjalanan ke selatan, ia telah berhasil menarik orang-orang selatan. Oleh karena ia mendengar bahwa di selatan masih ada tokoh-tokoh yang kiranya akan merupakan bahaya bagi penyerbuan tentara Mongol kelak, ia lalu mendatangkan bantuan. Maka datang menyusullah dari utara pembantunya yang lihai yaitu orang tinggi besar brewok itu yang bukan lain adalah Butek Sinciang Bouw Gun.

   "Ketika ia bertemu dengan Wan Sin Hong, ia segera mengatur siasat dan menyuruh Bouw Gun mencoba kekuatan Sin Hong. Kemudian ia mengeluarkan Pak-kek Sam-kui untuk membantu Bouw Gun. Melihat betapa empat orang sahabatnya itu tetap saja tak dapat mengalahkan Sin Hong, bahkan terdesak hebat, dia lalu muncul sendiri menghadapi Li Hwa. Kini ia melihat betapa Sin Hong masih tetap lihai seperti dulu, bahkan lebih lihai lagi. Kalau dia ikut menyerbu, kiranya biarpun dikeroyok lima, belum tentu Sin Hong akan dapat dikalahkan. Tadi ia hendak mencoba-coba menculik anak itu yang ia kira anak Sin Hong. Akan tetapi mendengar dari Sin Hong bahwa anak itu adalah anak dari Hui Lian, ia tidak mau menggunakan anak itu untuk mencapai kemenangan, sebaliknya ia cepat mengejar Li Hwa.

   Selagi Li Hwa masih kaget sekali karena tangkisan Sin Hong tadi ketika rnenolong Lee Goat, Kong Ji cepat melakukan totokan-totokan hebat. Li Hwa masih mencoba untuk mengelak, akan tetapi sebuah totokan mengenai jalan darah di pundaknya, membuat tubuhnya menjadi lemas dan kedua kakinya lumpuh. Di lain saat ia telah menangkap pergelangan tangan Li Hwa yang tidak berdaya lagi dan merampas pedang Cheng liong kiam!

   Melihat isterinya telah tertawan, Sin Hong menjadi marah bukan main. Tadi dia tidak bermaksud melukai para lawannya, akan tetapi kini pedang di tangan kanannya bergerak cepat bagaikan kilat menyambar-nyambar. Biarpun tangan kirinya memondong Lee Goat, namun kelihaiannya tidak berkurang karenanya. Dengan gerakan seperti burung terbang ke atas la!u menukik ke bawah, ia membuat gerakan jungkir balik dan pedangnya menyambar secara aneh dan tak terduga semula sehingga Liok te Moko Ang Bouw yang kurang cepat mengelak, mengeluarkan seruan kaget dan kalau saja Giam lo ong Ci Kui tidak lekas menendangnya sampai terlempar jauh, tentu tubuh Ang Bouw yang kurus kering itu akan terbabat menjadi dua!

   Pertolongan Ci Kui itu membuat Ang Bouw hanya tergurat sedikit pundaknya dan pantatya yang kena tendang jaga terasa sakit! Ia hendak menerjang Kong Ji, akan tetapi Ci Kui, Ang Louw, data Bouw Gun menghadang dan mengurungnya. Sin Hong yang sudah naik darah karena cemas melihat keadaan isterinya, kembali mengerjakan pedangnya dan Sin-sai-kong Ang Louw roboh terjungkal terkena tendangan kakinya.

   Melihat sepak terjang Sin Hong, Kong Ji menjadi gentar. Ia tahu bahwa dalam kemarahannya, Sin Hong tak dapat ditahan dan kawan-kawannya pasti akan roboh semua.

   "Sin Hong, tahan dan dengarkan kata-kataku, kalau kau ingin isterimu selamat!" Mendengar ini, Sin Hong melompat ke belakang dan melintangkan pedang di depan dada. Matanya memancarkan cahaya berapi, mukanya merah dan sikapnya seperti seekor harimau marah. Dengan sinar mata penuh ancaman melihat Kong Ji menodongkan ujung Cheng liong-kiam di leher Li Hwa.

   "Kong Ji, kalau kau ganggu dia......... aku bersumpah akan memenggal batang lehermu ""!" kata Sin Hong di balik giginya yang diadu saking marahnya. Kong Ji tersenyum lebar. Masih tampan dia karena makin tua dia makin banyak lagak.

   "Sin Hong. Kau lihat isterimu telah berada di ujung pedang. Jangan kau salah terima. Aku tidak bermaksud buruk asal saja kau mendengar omonganku, aku takkan mengganggu Hui-eng Niocu isterimu ini."

   Sin Hong sudab cukup mengenal kelicikan watak Kong Ji. Akan tetapi oleh karena pada saat itu isterinya memang berada di bawah kekuasaan lawan dan ia tak berdaya menolong tanpa membabayakan keselamatan isterinya apa boleh buat is harus mendengarkan syarat-syarat lawan!

   "Kong Ji, kaukatakan apa kehendakmu!" akbirnya ia bcrkata, Liok Kong Ji yang kini di utara terkenal dengan sebutan Thian-te Butek Taihiap tertawa bergelak penuh kemenangan.

   "Sin Hong, kalau kau hendak menerima kembali istcrimu dalam keadaan selamat, pergilah ke Omei-san."

   "Apa maksudmu? Apa yang barus kulakukan di Omei-san," tanya Sin Hong agak heran.

   Kembali Kong Ji tertawa.

   "Kau tentu masih ingat babwa aku dahulu telah diangkat menjadi Tung-nam Beng-cu (Ketua Timur dan Selatan) oleh karena kawan-kawan masih menghendaki aku me-megang kedudukan itu, kini ternyata dua orang kakek di Omei-san tidak mau mengakui kedudukanku dan tidak mau membantu. Oleh karena aku hendak mengunjungi mereka dan sekiranya aku membutuhkan bantuanmu ketika berhadapan dengan mereka, kau harus membantuku, Aku bersumpah kau akan menerima isterimu dalam keadaan selamat asal saja kausuka membantuku. Bulan depan pada pertengahan bulan kau harus berada sana. Aku bukan mengancam, akan tetapi kalau kau tidak dapat membantuku, akupun tidak menanggurg tentang keselamatan Hui-eng Niocu. Selain itu, akupun menghendaki keterangan dari pedamu. Di mana adanya puteriku?"

   Sin Hong memandang tajam.

   "Nanti dulu Kong Ji. Kita bicarakan soalnya satu demi satu. Kau hendak menjadikan isteriku sebagai tawanan sampai aku membantumu pada bulan depan di Omei-san. Bantuan apa yang kau kehendaki dari aku? Apa yang harus kulakukan terhadap dua orang kakek sakti di Omei san?"

   "Kami hendak membujuk mereka supaya mereka bekerja sama, dan........."

   "Ha......! Bekerja sama dengan balatentara Mongol, bukan?"

   "Sin Hong, jangan kau mengejek. Ingat, ini urusan mati hidupnya isterimu! Pendeknya, pada bulan depan kau harus berada di Omei.san dan terserah kepadamu kelak apakah kau menghendaki isterimu selamat dengan jalan membantu kami, ataukah kau ingin melihat isterimu tewas dalam tanganku. Dan kau tahu, kalau sekarang kau mengamuk, isterimu akan kubunun lebih dulu, kemudian kau akan kami keroyok. Kawan-kawanku ada belasan orang tokoh-tokoh kang-ouw di daerah setatan yang tak jauh dari sini menantiku. Kau tinggal pilih!.

   Sin Hong berpikir cepat. Memang, ia tidak usah takut dan sangat boleh jadi ia akan dapat membasmi mereka ini semua termasuk Kong Ji akan tetapi juga sudah dapat dipastikan babwa lebih dulu Li Hwa akin tewas di tangan Kong Ii! ia tidal tega membiarkan isterinya tewas. Waktu masih satu bulan dan kelak ia dapat melihat gelagat di puncak Omei-san. Kelau ada harapan menolong Li Hwa dan membasmi Kong Ji, mengapa harus targesa-gesa dan menurutkan nafsu hati? Mengapa harus mengorbankan nyawa isterinya yang tercinta?

   "Baik! Bulan depan kita bertemu lagi di Omei-san. Akan tetapi kau tentu tahu betul Kong Ji bahua adabila kau mengganggu isteriku, aku akan mencarimu biarpun kau bersembunyi di neraka. Bahkan sampai matipun arwahku akan selalu mencarimu untuk membalas dendam!" kita Sin Hong. suaranya penuh semangat dan tersungguh-sungguh sehingga diam-diam Kong Ji mcrasa ngeri juga.

   "Sekarang permintaanku yang kedua, Sin Hon?. Di mana adanya keturunanku? Adakah ia laki-laki atau perempuan dan di mana dia sekarang?" Mendengar suara ini mengandung keharuan, diam diam Sin Hong terheran. Manustu iblis seperti ini masih ingat akan keturunan!

   "Keturunanmu yang mana? Manusia macam kau ini mana mempunyai keturunan?" tanya Sin Hong, tetapi tiba-tiba hatinya menjadi perih karena teringatlah ia bahwa dialah orangnya yang tidak mempunyai keturunan biarpun sudah menikah hampir lima tahun lamanya.

   "Sin Hong, jangan kau pura-pura. Kau tahu dengan betul anak siapa yang ku maksudkan. Ataukah perlu hal itu kita bicarakan lagi? Kau tahu. bahwa dia telah melahirkan anak keturunanku. Di mana dia sekarang?" Kong Ji mendesak.

   Tiba-tiba Sin Hong mendapat akal. Dia tidak ingin memberitahukan bahwa enak Kong Ji yaitu Tiang Bu, berada di Omei san, bukan ia tidak ingin mempertemukan anak itu dengan ayahnya yang keji dan jahat ini. Akan tetapi untuk berbohong diapun tak sanggup.

   "Kong Ji, memang benar dia melahirkan anakmu, seorang anak laki-laki dan......

   "

   "Betulkah.........? Sudah kuduga! Aku mempunyai seorang putera!.. Ha, di manakah dia sekarang, Sin Hong? Namanya siapa?"

   Tangan Geledek Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Di mana adanya dia sekarang lebih baik kau bertanya kepada kawan-kawanmu Pak kek "Sam-kui itu! Merekalah yang menculik anakmu itu dari tanganku di Go-bi-san,"

   Kong Ji menjadi pucat mukanya.

   "Apa....?? Dia....?" Kong Ji lalu menoleh kepada Pak kek Sam kui dan membentak.

   "Mengapa tidak memberi tahu bahwa dia itu anakku?"

   Giam lo-ong Ci Kui menjawab, nampaknya ketakutan.

   "Maaf, Taihiap. Mana kami tahu bahwa anak itu putera Taihiap sendiri?"

   "Dimana dia sekarang? Hayo lekas bawa ke mari!"

   "Harap sudi memaafkan kami. Taihiap. Kalau kami tahu bahwa anak itu adalah putera Taihiap, tentu akan kami jaga dengan pertaruhan nyawa kami. Anak itu sudah lama sekali tidak berada dalam bimbingan kami lagi!. Semenjak di utara anak itu sudah dirampas oleh Thai Gu Cinjin dan sekarang entah dibawa ke mana."

   "Celaka......... Celaka......! Aku berhadapan dengan anak sendiri sampai tidak tahu.........!" Kong Ji membanting-banting kakinya. Saking marah dan kecewanya ia sampai lupa bertanya siapa nama puteranva itu.

   "Sudahlah, mencari Lama gila itu tidak berapa sukar. Kelak tentu anakku akan kembali kepadaku. Sin Hong, sampai jumpa pertengahan bulan depan di Omei-san. Aku tahu kau pasti datang," katanya sambil menarik lengan tangan Li Hwa yang masih lemas dan tak dapat bicara itu dan dengan suara tinggi ia memberi isyarat. Dari balik gerombolan pohon muncul beberapa orang membawa beberapa ekor kuda. Kong Ji mengangkat Li Hwa dan mendudukkannya ke atas kuda, scdangkan ia sendiri dan Pak-kek Sam-kui serta Bou Gun juga melompat ke atas kuda.

   "Awas kalau kau mengganggu dia, Kon Ji!" Hanya ini yang dapat dikatakan oleh Sin Hong yang memandang tsterinya dibawa pergi dengan hati gelisah. Biarpun Liok Kong Ji dan kawan-kawannya yang lihai itu tak dapat mengalahkan ilmu kepandaian Wan Sin Hong yang tinggi, namun manusia iblis ini dengan kecerdikan dan kecurangannya dapat menggunakan tipu muslihat dan membuat Sin Hong tunduk di bawah pengaruhnya.

   Setelah Li Hwa tertawan dan mati hidupnya berada di tangan Kong Ji, sudah tentu sekali Sin Hong menjadi seakan akan tak berdaya dan sedapat mungkin hendak menyelamatkan nyawa isterinya itu. Sin Hong mempunyai keyakinan bahwa Kong Ji tentu tidak akan berani mengganggu Li Hwa karena orang jahat itu sebetulnya merasa jerih kepadanya. Dengan keyakinan inilah maka Sin Hong menerima syarat Kong Ji untuk datang ke 0mnei-san.

   Demikianlah seperti telah dituturkan di bagian depan. Tiang Bu dari tempat persembunyiannya melihat Sin Hong berlari-lari menghampiri perempuan yang tadinya ia sangka adalah adiknya, Lee Goat. Siapakah anak perempran itu? Memang tidak salah sangkaan Tiang Bu tadi. Bocah itu bukan lain adalah Coa Lee Goat yang telah menjadi murid Sin Hong. Karena Sin Hong maklum bahwa keluarga muridnya. tetutama sekali kakek bocah itu, Hwa I Enghiong Go Ciang Le mempunyai banyak sekali musuh dan pada waktu itu dunia kang-ouw sedang kacau balau dan banyak terjadi kerusuhan, maka ia memesan kepada Lee Goat agar supaya menyembunyikan namanya dan jargan sekali-kali memperkenalkan diri kepada orang lain.

   Inilah yang menjadi sebab, mengapa Lee Goat diam saja tidak memengaku ketika Tiang Bu menyebut namanya, biarpun bocah perempuab ini terkejut bukan main mendengar orang yang sama sekali tidak dtkenalnya taru tahu telah menyebut namanya begitu saja. tentu saja sudah lupa lagi dan tidak mengenal Tian Bu karena ketika Tiang Bu pergi meninggalkan rumah, Lee Goat baru berusia dua tahun.

   Kedatangan Sin Hong di Omei-san memang terutama untuk menolong isterinya sebagaimana dijadikan syarat pemerasan oleh Kong Ji, akan tetapi juga ia sekalian hendak membuktikan apakah benar dugaannya tepat yaitu bahwa Tiang Bu dibawa oleh kakek sakti di Omei san. Ia merasa bertanggung jawab atas kehilangan bocah itu. Semenjak Li Hwa dibawa pergi Kong Lee Goat selalu kelihatan muram dan berduka. Kadang-kadang ia demikian gemas sehingga di depan gurunya ia berkata,

   "Kalau aku besar dan kuat, jahanam Kong Ji tentu akan kubelek dadanya, kucabut keluair jantungnya!" Sin Hong mengerutkan kening apabila melihat muridnya marah-marah seperti ini.

   "Hush, Lee Goat, jangan kau bicara sembarangan. Tak baik memperlihatkan isi hati yang meluap-luap dan tidak baik menanam kebencian kepada seseorang."

   "Suhu. teecu benci sekali kepada orang jahat itu. Kenapa suhu tidak membunuhnya saja? Bagaimana kalau subo sampai celaka di tangannya?"

   "Tidak, subomu akan selamat dan kita akan hertemu lagi dengan dia di puncak Omei-san. Lee Goat harus belajar tenang dan sahar. Jangan sekali -kali menurutkan nafsu hati dan tangan sekali kali kehilangan ketenanganmu betapapun hebat pengalaman yang kauhadapi. Kalau aku turun tangan pada saat subomu ditawan, itu bahkan akan mencelakakan subomu. Tenanglah,"

   Akan tetapi Lee Goat tak dapat dihibur dan dalam perjalanan menuju ke Omei-san ia bermuram durja dan nampak marah-marah dan berduka selalu. Setelah mereka tiba di kaki Gunung Omei-san, barulah nampak bocah itu agak gembira.

   "Suhu, di manakah adanya subo?" tanyanya sambit menudingkan telunjuknya ke arah puncak. Sin Hong mengangguk.

   "Mari kita lari, suhu. Teccu sudah ingin sekali melihat subo selamat di puncak sana kata Lee Goat yang mendahului gurunya berlari naik.

   "Hati-hati, Lee Goat. Jalan di sini sukar, jangan kau gergesa-gesa dan meninggalkan kewaspadaan!"

   "Baik, suhu! jawab Lee Goat, akan tetapi tetap saja gadis cilik ini berlari-lari mendahui suhunya. Karena maklum bahwa ginkan dari muridnya sudah cukup tinggi, Sin Hong tidak khawalir dan ia menyusul dari belakang pelahan-lahan. Waktunya masih dua hari lagi mengapa harus tergesa-gesu? Sambil tersenyum Sin Hong memandang muirdnya yang kini mencabut pedang membabati alang-alang dan pohon-pohon kecil yang merintangi jalan.

   "Bocah itu besar sekali semangatnya seperti Hui Lien di waktu muda," pikir Sin Hong.

   Setelah tiba di lereng gunung, tiba-tiba Sin Hong melihat berkelebatnya beberapa bayangan orang yang cepat naik ke gunung melalui jalan lain di sebelah kiri. Hatinya menjadi curiga juga tertarik. Cepat bagaikan bayangan burung terbang, Sin Hong melompat kekiri dau mengintai dari balik batang pohon ia melihat orang-oranganeh yang tak dikenalnya naik ke gunung dengan ilmu lari cepat yang mendadakan bahwa mereka adalah Orang-orang berilmu. Bahkan di lain bagian gunung itu terdapat pula orang orang naik ke puncak. Samar-samar Sin Hong melihat Le Thong Hosiang, Nam Kong Hosiang, Nam Siong Hosiang. dan Hengtuagan Lojin, empat orang hwesio yang pernah datang mengunjunginya di

   Luliang san beberapa tahun yang lalu. Tokoh-tokoh selatan pada naik ke Omei-san, ada apakah gerangan? Apa yang hendak dilakukan oleh Liok Kong Ji? Sin Hong menduga bahwa semua ini tentulah gara-gara Liok Kong Ji yang selalu pandai menimbulkan keonaran di mana-mana.

   Sementara itu, Lee Goat sudah berlari lari meninggalkan suhunya sampai di tempat Tiang Bu tertidur di bawah pohon. Pedangnya masih membabat-babat rumput dan pohon kecil yang melintang di jalan, seakan-akan ia jalan sedang berperang dengan tetumbuhan itu. Memang dalam hatinya Lee Goat mengumpamakan rumput dan pohon kecil itu seperti Liok Kong Ji yang sudah menculik subonya maka ia membabat dan membacok dengan penuh semangat!

   "Ular.....!" serunya geli dan ngeri melihat seekor ular hijau mengangkat kepala dan lidahnya mendesis-desis ketika Lee Goat membabat alang-alang yang tadinya menjadi tempat sembunyi ular itu. Akan tetapi ia sebentar Lee Goat terkejut. Secepat kilat pedangnya menyambar dan tubuh ular itu terbabat putus menjadi dua! Sambil menggerak-gerakkan kedua pundak kegelian Lee Goat menggunakan ujung pedangnya untuk mencokel potongan-potongan tubuh ular itu ke dalamsemak-semak.

   "Setan berhati jahat!" Tiba-tiba mendengar makian dari dalam semak-semakitu dan muncullah seorangbocah perempuan yang sebaya dengan Lee Goat. Bocah ini juga membawa pedang dan dengan marah sekali ia lalu menerjang Lee Goat dengan bacokan pedang. Tentu saja Lee Goat menjadi heran dan cepat menangkis sambil berkata.

   "Aku tidak sengaja melemparkan bangkai ular. Kalau kebetulan mengenaimu mengapa kau marah-marah? Apa kau mau bunuh orang?" Gadis cilik yang berwajah jelita itu dengan alis berkerut memakinya.

   "Orang dengan hati keji seperti kau harus dibunuh! Kenapa kau membacok ular yang tidak bersalah apa-apa? Kau benar kejam." Setelah berkata demikian, kembali ia menyerang Lee Goat dengan hebat. Lee Goat menjadi marah sekali. Membunuh ular dianggap kejam. Orang macam apa ini! Setelah menangkis serangan lawan, iapun membalas dengan bacokan-bacokan sehingga dua orang gadis cilik itu saling serang dengan ramai. Pedang yang mereka gunakan adalah pedang biasa yang kelihatan terlalu panjang bagi mereka, akan tetapi ternyata bahwa keduanya dapat memainkannya dengan baik, tanda bahwa mereka adalah murid-murid dari guru yang pandai dalam ilmu pedang. Bagi Lee Goat mainkan senjata pedang bukan hal yang aneh karena gurunya aalah Wan Sin Hong, seorang ahli pedang yang lihai sekali. Akan tetapi gadis cilik yang marah-marah karena ada ular dibunuh Lee Goat yang juga lihai sekali ilmu pedangnya, siapakah dia ini?

   Bocah perempuan yang lihai dan marah-marah melihat seekor ular dibunuh ini adalah Wan Bi Li yang datang ke tempat itu bersama Wan Sun kakaknya dan Ang jiu Mo-li gurunya. Seperti diketahui, Wan Sun dan Wan Bi Li menjadi murid Ang jiu Mo-li tokoh utara yang amat lihai itu dan kini Ang jiu Moli mengunjungi Omei-san membawa dua orang muridnya. Baik Sin Hong maupun Ang jiu Mo-li merasa heran melihat kehadiran masing masing di tempat ini. Ang-jiu Moli yang menegurnya lebih dulu.

   "Wan-bengcu, agaknya murid-murid kita saling mewakili gurunya untuk mencoba kepandaian masing-masing. Bi Li, apakah kau kalah oleh murid Wan-bengcu ini?" tanya Ang-jiu Mo-li kepada Bi Li. Gadis cilik itu menjebikan bibirnya yang manis.

   "Mana teecu bisa kalah oleh orang keji itu? Bertempur lagi sampai seribu jurus teecu masih berani!"

   Lee Goat memandang dengan mata tajam dan marah.

   "Sombong, kaukira aku takut menghadapimu?"

   Sin Hong tersenyum, lalu menegur muridnya dengan suara keren.

   "Lee Goat, jaagan mudah naik darah. Mengapa kau bertempur dengan orang lain?"

   "Teecu tidak apa-apa diserang oleh bocah gila itu, suhu," Lee Goat membela diri.

   "Tidak aps-apa katamu? Pandai membohong. Dia telah membunuh seekor ular yang tak berdosa!" kata Bi Li, sepasang matanya memancarkan sinar bercahaya yang mengejutkan hati Sin Hong. Bocah yang menjadi murid Ang-jiu Mo-li itu hebat sekali sinar matanya, pikir Sin Hong kagum, juga khawatir karena bocah seperti itu dapat menjadi seorang yang berbahaya kelak.

   "Wan-bengcu, kau lihat bahwa muridmu yang bersalah dan bahwa muridku memiliki sifat pendekar, suka menolong yang lemah." Ang jiu Mo-li menyindir sambil tersenyum mengejek.

   "Baik sekalu. Sayangnya yang ditolong adalah seekor ular yang jahat," jawab Sin Hong.

   "Betapapun juga, muridku telah salah karena berani melanggar pantanganku bertempur, Lee Goat. hayo kau minta maaf kepala Ang-jiu Mo-li dan dua muriidya!"

   Lee Goat mengerutkan alisnya dan ragu-ragu. Apalagi ketika ia mendengar Wan Sun mengomeli adiknya.

   "Seharusnya kau tidak datang.datang menyerang orang lain, Bi Li. Kau mencari gara gara saja!" Mendengar omelan Wan Sun ini, Lee Goat marasa dimenangkan dan ia merasa penasaran mendengar perintah suhunya agar supaya ia minta maaf. Akan tetapi ketika ia melirik dan melibat gurunya memandang kepadanya dengan sen)um penuh arti dan pandang mata harapan ia lalu mengangkat kedua tangan membungkuk dengan hormat ke arah Ang-jiu Mo-li bertiga murid-muridnya sambil berkata.

   "Harap maafkan semua kesalahanku!"

   Ang-jiu Mo li menjadi merah mukanya.

   "Wan-bengcu, benar-benar kau lebihpandai mendidik murid. Dan kebetulan sekali kita bertemu di sini. Ketahuilah, Wan-bengcu bahwa aku masih angin sekali mengukur sampai di mana kehehatan ilmu pedangmu yang begitu disohorkan orang. Setelah murid kira bermain-main, marilah kita mencoba-caba sebentar."

   Akan tetapi Sin Hong yang sedang menderita batin karena kehilangan isterinya, tidak ada nafsu untuk mengadu kepandaian. Ia menggeleng kepala dan menjawab,

   "Ang jiu Mo-li, bukan sekali-kali aku tidak menghargai ajakanmu. Akan tetapi sekarang bukanlah saatnya yang tepat untuk mencoba kepandaian. Ingatlah bahwa kita, berada di daerah orang lain dan menurut patut kita harus menghormati tuan rumah di 0mei-san dan jangan memamerkan kepandaian di sini. Nanti saja kalau urusanku di sini sudah beres, tentu aku takkan manolak ajakanmu itu." Kembali Ang-jiu Mo-li tersenyurn. Ia masih nampak manis sekali kalau tersenyum.

   "Agaknya kau juga segan terhadap kedua couwsu dari Omei-san! Baiklah, aku setuju dengan pendapatmu. Akan tetapi, kau datang di tempat ini ada urusan apakah?"

   Sin Hong merasa segan untuk mengaku terus terang. Kemudian ia teringat akan pemandangan di lereng bukit tadi di mana ia melihat banyak sekali orang kangouw mendaki gunung.

   "Aku tertarik karena melihat banyak orang gagah mendaki Gunung Omei.san. Hendak kulihat mereka itu akan berbuat apa. Dan mengapa pula kau jauh-jauh datang dari utara ke tempat ini, Ang jiu Mo-li?" Diam-diam Sin Hong terkejut sendiri ketika timbul dugaan di dalam hatinya apakah wanita lihai ini bukan sekutu Kong Ji pula? Kalau betul sekutu Kong Ji, ia benar-benar akan menghadapi lawan yang amat tangguh.

   Ang-jiu Mo li tersenyum, agaknya tidak percaya akan keterangan Sin Hong tadi.

   "Aku pun tadinya hanya ingin melancong saja. Kebetulan bertemu dengan kau di sini dan kalau benar banyak orang naik ke puncak Omei-san benar benar akan ada pesta hebat yang menggembirakan. Nah, sampai berternu kelak di kaki gunung ini, Wan-bengcu. Ataukah..... di puncak kita berjumpa

   "Kita sama lihat saja nanti. Ang-liu Mo-li," jawab Sin Hong.

   Sejak tadi Wan Sun memandang kepada Sin Hong dengan pandang mata penuh gairah. Beberapa kali ia menggerakkan bibir hendak mengeluarkan suara, akan tetapi ditahan-tahannya dan akhirnya ketika gurunya mengajak dia dan adiknya pergi, ia menurut saja tanpa mendapat kesempatan lagi untuk bicara dengan Sin Hong. Dapat dibayanglan betapa inginnya puteta pangeran ini bicara dengan Sin Hong setelah ketahui bahwa inilah Wa bengcu atau Wan Sin Hong yang masih terhitung pamannya sandiri.

   Sejak kecil ayahnya sudab sering kali menuturkan kepadanya tentang Wan Sin Hong yang gagah perkasa dan yang memiliki wajah serupa benar dengan ayahnya, Wanyen Ci Lun. Sekarang setelah berhadapan muka. tentu saja ia ingin sekali bicara dengan pamannya ini. Akan tetapi ia tidak berani oleh krena gurunya sudah memesan dengan keras agar supaya di dalam perantauan. dua orang muridnya ini jangan mengaku bahwa mereka adalah putera Pangeran Wanyen Ci Lun dari Kerajaan Kin.

   Juga Sin Hong meninggalkan lereng itu dan mengajak Lee Goat melarjutkan perjalanan menuju ke puncak gunung. Lee Goat menengok ke sana ke mari mencari-cari dengan matanya.

   "Kau mencari siapa?" tanya Sin Hong.

   "Suhu, tadi ketika teecu bertempur dengan anak.......... setan itu........."

   "Hush. jangan menggunakan kata-kata makian! Lee Goat, bukankah tadi kau sudah minta maaf? Baruk sekali watakmu."

   Lee Goat menjadi merah mukanya.

   "Ampun, suhu. Teecu tidak bermaksud memaki, karena di dalam hati teecu tidat ada kebencian terhadapnya."

   "Lanjutkan penuturanmu tadi."

   "Ketika tadi teecu bertempur, di antara kami berdua belum ada yang kalah atau menang. Biarpun teecu sudah menggunakan Ilmu Pedang Soan-bong-kiam-hoatt (Ilmu Pedang Angin Puyuh), namun teecu tak dapat mendesaknya. ilmu pedangnya juga istimewa sekali, akan tetapi teecu tak mau kalah dan kami berdua masih seimbang. Tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki yang usianya sebaya dengan kakak lawan teecu tadi, ia mendorongkan tongkatnya di tengah-tengah, di antara kami. Pedang teecu menghantam torgkat itu dan......... pedang kami berdua terlempar!"

   Sin Hong mengelus-elus dagunya yang mulai ditumbuhi jenggot. Hati kecilnya menduga-duga dan ia merasa heran apakah bocah yang dimaksudkan ini bukan Tiang Bu!

   "Bagaimana rupanya?" tanyanya.

   "Rupanya jelek, pakaiannya tambal-tambalan. Melihat rupanya, dia itu seperti anak kampung biasa saja, suhu. Akan terapi anehnya, begitu dia muncul dia llu menyebut nama teecu! Inilah yang membikin teecu bingung dan heran sekali." Berdebar hati Sin Hong. Tak salah lagi, tentu Tiang Bu yang mengenal wajah adiknya!

   

Pendekar Budiman Eps 13 Pedang Penakluk Iblis Eps 11 Pedang Penakluk Iblis Eps 7

Cari Blog Ini