Ceritasilat Novel Online

Pedang Penakluk Iblis 26


Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 26




   Apa lagi Hui Lian yang baru pertama kali itu memasuki istana dan semenjak masuk di pintu gerbang pertama sudah bengong mengagumi keindahan bangunan dan perabot-perabot rumah, terkena juga pengaruh kebesaran kaisar dan bersama Hong Kin ia pun berlutut di atas lantai yang mengkilap dan bersih sekali itu.

   Yang tidak berlutut hanyalah See-thian Tok-ong. Tokoh ini datang dari India dan ia merasa diri-sendiri juga seorang raja, biarpun raja dalam dunia kang-ouw, yakni seperti juga orang menyebutnya, Raja Racun! See- thian Tok-ong memberi hormat seperti seorang beragama Buddha memberi hormat, merangkap kedua tangan di depan dada sambil menjura, kemudian karena tidak enak melihat semua orang berlutut, ia lalu duduk bersila di atas lantai!

   Kaisar duduk di atas kursi gading berukir emas yang berkilauan dan indah sekali, pakaian kebesarannya juga mentereng. Di kanan kirinya terdapat enam orang siuli yang cantik-cantik menjaga segala keperluannya sehingga Sang Kaisar tak perlu bersusah-payah kalau menghendaki sesuatu. Kegerahan? Ada tangan halus yang menggerak-gerakkan kipas bulu burung merak dari Tanah Selatan. Hendak minum? Sepasang lengan yang mungil menyangga baki terisi segala macam minuman dan buah-buahan, tinggal pilih. Kaki atau anggauta tubuh pegal-pegal? Ada jari-jari tangan yang halus lunak dan ahli memijit-mijit bagian yang pegal untuk menghilangkan rasa lelah.

   Agak jauh dari tempat duduk kaisar berbaris pengawal pribadi kaisar yang jumlahnya tiga puluh orang, lima belas kanan dan lima belas di kiri. Di jaman dahulu pengawal pribadi hanya berjumlah enam atau paling banyak dua belas orang saja yang hadir di ruangan pertemuan itu, sebagian besar hanya menjaga di luar siap sedia kalau ada sesuatu. Akan tetapi semenjak kota raja diperkuat, segala apa juga diperkuat sehingga kaisar dan sekeluarganya dapat tidur nyenyak. Para pengawal pribadi ini nampak kuat- kuat dan berkepandaian tinggi, dengan senjata tajam siap di tangan.

   Ada yang memegang tombak, toya, pedang, golok, ruyung dan penggada. Sikap mereka angker sekali dan berdirinya tegak dalam sikap menghormat. Di bagian luar ruangan, akan tetapi kelihatan dari situ, nampak sepasukan pengawal lain berdiri menjaga, jumlah mereka semua tidak kurang dari seratus orang. Ada pasukan panah, pasukan golok, pasukan pedang, dan pasukan tombak. Pakaian sama bentuknya, hanya berbeda warnanya. Semua ini menambah keangkeran Kaisar dan membuat orang yang mempunyai pikiran buruk hendak berkhianat menjadi kecil hatinya!

   Liok-te Mo-ong Wie It membuat laporan kepada Kaisar, menceritakan bahwa dia dan kawan-kawannya berhasil menawan Nona Go Hui Lian dan seorang pemuda yang mengawalnya bernama Coa Hong Kin. Semua ini berhasil berkat bantuan tiga orang gagah perkasa yang kini ikut menghadap yakni See-thian Tok-ong, isterinya Kwan Ji Nio dan puteranya Kwan Kok Sun.

   Kaisar nampak girang dan puas sekali mendengar laporan ini. Ia memandang ke arah Hui Lian dengan kening berkerut, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya yang dibebani mahkota berat seakan-akan menyayangkan seorang gadis remaja demikian cantik sampai tersesat menjadi pemberontak! Kepada Hong Kin ia hanya mengirim pandang mata selirikan saja. Kemudian ia memandang kepada See-thian Tok-ong bertiga dengan penuh perhatian.

   "Kalian bertiga telah berjasa dalam menangkap dua orang buronan ini, apakah sekarang kehendak kalian menghadap ke sini? Apakah hendak minta hadiah? Biarlah kami memberi hadiah seratus tail uang emas kepada kalian bertiga," kata Kaisar memperlthatkan kemurahan hatinya. See-thian Tok-ong yang tadinya besila dan meramkan mata seperti Sang Buddha bersamadhi, kini membuka matanya dan berkata dengan hormat akan tetapi tegas,

   "Hamba bertiga bukanlah segolongan orang yang gila harta seperti kebanyakan pegawai Paduka! Hamba datang selain untuk menghaturkan hormat, juga untuk mengajukan permohonan-permohonan."

   Kaisar mengangguk-angguk.

   "Memang banyak yang menampik harta akan tetapi mengharapkan hadiah lain. Katakan apa permohonanmu? Kalau pantas dan dapat dilaksanakan, tentu kami takkan merasa keberatan."

   "Permohonan hamba bertiga hanya ada dua macam. Pertama, putera hamba tergila-gila dan suka kepada Nona Go Hui Lian yang menjadi tawanan, karena itu hamba mohon Paduka suka mengijinkan Nona ini menjadi isteri putera hamba. Kedua, apabila Paduka membutuhkan dan mau menerima, hamba suka menjaga keamanan di dalam istana ini dan hamba bertiga sanggup membasmi semua musuh Paduka atau orang-orang yang mengancam keselamatan isi istana."

   Semua orang tercengang mendengar permintaan yang bukan-bukan ini. Memang permintaan itu, terutama yang ke dua, boleh saja diajukan akan tetapi bukan seperti itu cara mengajukannya, seakan-akan mengajukan permintaan kepada seorang kawan saja. Apalagi bahasa yang dipergunakan oleh kakek gundul kasar sekali bagi pendengaran orang-orang di situ yang biasa mendengar kata-kata halus penuh kesopanan yang diajukan orang terhadap Kaisar. Akan tetapi Kaisar tidak marah, hanya tersenyum agak masam. Kemudian Kaisar memandang kepada Hui Lian dan berkata,

   "He, kau, gadis cantik yang menjadi tawanan. Apakah kau suka diambil sebagai isteri oleh putera See thian Tok-ong yang namanya... eh, Wie It, siapa tadi namanya bocah gundul ini?"

   "Namanya Ban beng Sin-tong Kwan Kok Sun, Tuanku," jawab Liok-te Mo-ong Wie It.

   Kaisar tertawa.

   "Panjang benar. Tapi pantas bagi seorang yang mempunyai nyawa selaksa. Bagaimana, Go Hui Lian, sukakah, kau?" Hui Lian menoleh ke arah Kok Sun, memandang penuh kebencian, kemudian mengangkat muka menatap wajah Kaisar, penuh keberanian ketika ia menjawab lantang.

   "Hamba tidak sudi!"

   Kwan Kok Sun terkejut, lupa bahwa dia menghadap Kaisar.

   "Eh, calon isteriku yang manis, kekasihku sayang, mengapa kau menjawab begitu?"

   Kaisar mengangkat tangan dan kalau bukan Kok Sun yang membikin ribut, tentu sudah mendapat gaplokan dari para busu. Kaisar mengerutkan kening dan berkata.

   "Hai perjodohan ini biar kami pIkir-pikir dulu. Masukkan gadis ini dalam tahanan" perintahnya dan Hui Lian lalu digiring keluar dari tempat itu. Melihat Hui Lian dibawa pergi dari ruangan itu, Kwan Kok Sun hendak bangun berdiri dan hendak marah, akan tetapi tiba-tiba ayahnya membentak,

   "Kok Sun, jangan bergerak kau!"

   Kok Sun amat dimanja oleh orang tuanya, terutama oleh ibunya, akan tetapi terhadap ayahnya ia masih takut. Tahu bahwa bentakan ayahnya kali ini sungguh-sungguh dan ia tidak berani membangkang, lalu duduk lagi dan berlutut seperti tadi, biarpun matanya kadang-kadang melirik ke arah lorong kemana Hui Lian dibawa pergi.

   Kaisar memandang kepada Coa Hong Kin yang masih berlutut, lalu membentak marah.

   "Kau... mengapa kau berani membantu seorang pemberontak? Apakah kau ada niat memberontak terhadap kami?"

   Hong Kin menjawab dengan penuh hormat.

   "Tidak sekali-kali hamba berniat demikian jahat. Hamba hanya menerima perintah dari Pangeran Wanyen Siauw-ongya untuk mengantarkan Nona Go Hui Lian keluar dari kota raja. lnilah tanda hamba sebagai utusan Wanyen Siauw ongya." Coa Hong Kin mengeluarkan kancing emas pemberian Pangeran Wanyen.

   Kaisar mengelus-elus jenggotnya mengerutkan keningnya. Wanyen Ci Lun adalah keponakannya yang amat disayang dan sudah banyak jasanya terhadap negara dan amat pintar sehingga seringkali dalam menghadapi perkara-perkara besar, kaisar minta bertukar pikiran dengan Pangeran itu. Kini Wanyen Ci Lun menyuruh orang kepercayaannya mengantar gadis Go Hui Lian keluar kota raja, apalah artinya semua ini? Kaisar tidak mau segitu saja marah kepada keponakannya, apalagi menyangka yang bukan-bukan. Oleh karena itu ia lalu berkata kepada penjaga.

   "Masukkan dia dalam tahanan menanti pemeriksaan lebih lanjut!" Seperti Hui Lian, Hong Kin juga digiring keluar dari tempat itu untuk dimasukkan ke dalam kamar tahanan yang tentu saja terpisah dari tempat tahanan Hui Lian. Kaisar memandang lagi kepada See-thian Tok ong yang sabar menanti sambil tetap duduk bersila.

   "See than Tok-ong, kami ulangi, urusan perjodohan dapat dibicarakan kelak setelah urusan gadis itu diperiksa teliti. Sekarang tentu usulmu atau permintaanmu yang kedua. Kau menjanjikan bantuan untuk menjaga keselamat kami, apakah alasanmu?" Setelah berkata demikian, Kaisar menatap wajah See thian Tok-ong dengan tajam.

   "Pertama mengingat bahwa hamba yang berasal dan See-thian sekarang sudah bertempat tinggal di negara ini maka sudah sepatutnya kalau hamba menyumbang tenaga dan kepandaian untuk membalas budi kepada Paduka, kedua kalinya oleh karena hamba mendengar bahwa bangsa Mongol sudah mengancam keamanan di negeri ini sedangkan hamba mempunyai permusuhan dengan orang-orang Mongol maka hamba bersiap untuk membela kerajaan paduka dari serangan mereka itu."

   Kaisar menjadi girang dan tertarik.

   "Bagaimana kau seorang yang datang jauh dari barat dapat bermusuhan dengan orang Mongol yang tinggal jauh di utara?"

   Dengan suara tetap dan tenang See-thian Tok-ong menjawab.

   "Hamba pernah merantau sampai ke Mongolia dan di sana hamba menerima penghinaan dari mereka, bahkan hampir saja hamba terbunuh kalau saja hamba tidak berkepandaian." Kaisar mengangguk-angguk. Orang ini boleh dipakai, pikir Kaisar. Hanya yang masih meragukan, apakah benar-benar kepandaiannya tinggi dan sampai di mana kesetiaannya.

   "Wie-ciangkun, apakah kau sudah melihat bagaimana kepandaian dari See-thian Tok ong ini? Sampai di manan tingkatnya dan pangkat apakah pantasnya bagi seorang berkepandaian seperti dia?"

   Liok-te Mo-ong Wie It tidak saja sudah kenal baik nama besar See-thian Tok-ong seanak isteri yang sudah menggegerkan dunia kang-ouw dan bahkan sudah memhasmi partai besar dan disegani seperti Im-yang-bu-pai, akan tetapi juga sudah menyaksikan sendiri kehebatan ilmu kepandaiannya tiga orang aneh dari barat itu. Maka ia pun tahu bahwa di antara semua pengawal dt istana, tak seorang pun dapat menandingi kepandaian kakek gundul mi.

   "Menurut pendapat hamba yang bodoh, kalau ada pangkat yang tepat bagi See-than Tok-ong Locianpwe, maka pangkat itu hanya kepala seluruh pengawal."

   Kaisar kelihatan tercengang dan menoleh kepada See-than Tok-ong untuk memandang penuh perhatian. Pengangkatan kepala pengawal istana apalagi kepala seluruh pengawal bukanlah hal yang remeh dan tidak mungkin pangkat tertinggi bagi pengawal Kaisar diserahkan kepada sembarang orang begitu saja tanpa mengenaI baik-baik siapa orangnya. Pada saat itu terdengar seruan keras sekali,

   "Kaisar lalim mampuslah kau!"

   Seruan ini disusul oleh berkelebatnya lima bayangan orang yang gerakannya luar biasa cepatnya. Bayangan-bayangan orang ini masuk ke dalam ruangan dari pelbagai jurusan, yang tiga masuk dari atas dengan menerobos genteng, yang seorang dari jendela dan yang seorang lagi dari pintu. Benar-benar hal yang seperti tak masuk di akal kalau ada lima orang musuh gelap dapat memasuki istana begitu saja, bahkan dapat masuk ke dalam ruangan sidang Kaisar tanpa diketahui oleh para penjaga di luar yang berlapis-lapis dan amat kuat!

   See-than Tok-ong mengeluarkan gerengan marah dan tubuhnya yang tadi bersila, kini tiba-tiba melompat ke atas dan kedua tangannya sudah memegang sepasang senjatanya yang mengerikan, yakni Ngo-tok Mo-jiauw (Cakar Setan Lima Racun) dan secepat kilat ia menerjang dua orang lawan yang sudah mengeluarkan pedang masing-masing untuk menyerang Kaisar.

   Kwan Ji Nio mengeluarkan jeritan nyaring, tahu-tahu tubuhnya sudah melesat ke depan Kaisar, membelakangi kaisar dan tangan kirinya menyambar sebatang piauw yang tadinya melayang ke arah Kaisar, sedangkan tangan yang memegang ranting digerakkan cepat menyampok runtuh dua batang piauw lain. Kemudian ia menghadapi seorang penyerbu dan segera mereka bertempur sengit.

   Juga Kwan Kok Sun biarpun biasanya kelihatan tolol dan ayal-ayalan, kini nampak sekali bahwa dalam keadaan penting ia ternyata dapat bergerak luar biasa cepatnya. Entah dari mana mengambilnya tahu-tahu kedua tangannya sudah memegang ular kecil warna hitam putih dan ia menerjang seorang penyerbu yang datang dari jendela. Penyerbu ini mengeluarkan seruan kaget dan agaknya ngeri menyaksikan senjata aneh akan tetapi ilmu silatnya tinggi dan dapat menandingi Kwan Kok Sun.

   Adapun penyerbu yang seorang lagi yang datang dari pintu, sudah disambut oleh Liok-te Mo-ong Wie It yang dibantu oleh lima orang panglima pengawal. Mereka ini segera mengeroyok dan mengepung orang ke lima ini.

   Para pengawal yang tadinya berdiri tegak dan gagah di kanan kiri Kaisar secara otomatis kini sudah mengelilingi Kaisar dan merupakan pagar hidup yang kokoh kuat melindungi yang dipertuan. Akan tetapi Kaisar berteriak marah.

   "Yang di depanku jongkok! Aku ingin menonton pertempuran!"

   Para pengawal yang berada di depan Kaisar lalu memasang kuda-kuda sambil berjongkok, kaki kiri berjongkok kaki kanan dilonjorkan ke depan, senjata di tangan dan siap menghadapi segala kemungkinan. Setelah mereka ini berjongkok Kaisar nampak puas dan menonton pertempuran hebat yang terjadi di ruang ini" tangan kanannya otomatis meraba gagang pedangnya.

   Pertempuran ini memang hebat, See-thian Tok ong yang memegang sepasang Ngo-tok Mo-jiauw dikeroyok oleh dua orang yang amat lihai ilmu silatnya. Pengeroyoknya adalah dua orang tinggi kurus yang berjenggot panjang berpakala seperti petani dan nampaknya lemah. Akan tetapi ternyata ilmu pedangnya amat ringan dan gesit. Seorang di antara mereka hanya satu telinganya, yang kanan telah buntung. Yang seorang agak lebih muda berpakaian serba kuning. Melihat Si Telinga Buntung itu, Kaisar mengeluarkan seruan marah.

   "Penjahat she Siok! Kiranya engkau."

   Si Telinga Buntung itu mengeluarkan suara mengejek.

   "Kaisar buto (lalim), bagus sekali kau masih mengenaI aku. Mampuslah kau!" Tangan kirinya menyambitkan dua butir pelor baja melayang cepat ke arah Kaisar.

   Seorang di antara pengawal di depan Kaisar yang berjongkok, tiba-tiba meloncat dan dengan gerakan indah sekali berhasil menangkap dua buah pelor baja itu, lalu berlutut kembali seperti tak pernah ada kejadian sesuatu. Si Telinga Buntung nampak kaget. Tak disangkanya bahwa Kaisar ini dilindungi oleh orang-orang pandai, bahwa pengawal-penga yang kelihatannya tak berisi itu ternyata memiliki kepandaian yang lumayan tingginya. Kemudian ia terpaksa mengalihkan seluruh perhatiannya kepada See-thian Tok-ong yang bukan main-main itu.

   Si Telinga Buntung yang oleh Kaisar dikenal sebagai orang she Siok ini sebetulnya adalah Siok Hoat yang berjuluk Thian-sin (Malaikat Langit) dan dahulu menjadi kepala pengawal dari Kaisar. Kumudian datang Liok-te Mo-ong Wie It yang kepandaiannya tinggi dan setingkat dengan Siok Hoat. Karena Wie It menjadi kepercayaan Kaisar dan diangkat menjadi komandan Kim-i-wi, diam-diam antara Siok Hoat dan Wie It timbul persaingan. Siok Hoat telah beberapa lama mengadakan hubungan gelap dengan seorang siuli dan pada suatu hari ia ditangkap dan oleh Kaisar dijatuhi hukuman potong telinga dan diusir dari kota raja dengan dakwaan telah bermain gila dengan siuli dan karenanya berarti mengotori istana dan menghina Kaisar!

   Setelah Siok Hoat diusir, Liok-te Mo-ong Wie It diangkat menjadi kepala pengawal. Semenjak itu, sudah hampir sepuluh tahun yang lalu, orang tidak mendengar lagi tentang nasib Siok Hoat. Padahal diam-diam bekas komandan pengawal ini telah melatih diri dan mengadakan hubungan dengan orang-orang yang mempunyai perasaan anti Kaisar. Dan pada hari itu, dengan empat orang kawannya yang berkepandaian tinggi, ia berhasil memasuki istana secara diam-diam untuk melakukan percobaan membunuh kepada Kaisar. Sudah barang tentu ia mendapat bantuan dari para mata-mata yang menyelundup sebagai pengawal dan orang-orang penting di dalam istana, kalau tidak demikian, tak mungkin ia dan kawan-kawannya dapat memasuki istana tanpa diketahui para penjaga.

   Yang dihadapi See-thian Tok ong adalah Thian-sin Siok Hoat sendiri dan seorang kawannya, yakni seorang tosu (pendeta penganut aliran Too yang berambu panjang) bernama Swi Tok Sai-ong. Tosu ini adalah seorang pendeta perantau dari Pegunungan Go-bi-san dan ilmu silatnya juga berdasarkan Ilmu Silat Go-bo pai, hanya sudah banyak berubah karena sesungguhnya dia bukanlah murid aseli dan Go-bi-pai. Swi Tok Sai-ong adalah seorang tokoh dan golongan Mo-kau atau yang lajim disebut agama sesat oleh para tokoh agama lain seperti Agama Buddha, Agama To, dan para pemua Kwan lm dan lain-lain. Seperti Siok Hoat, tosu atau sai-kong ini pun seorang ahli bermain pedang dan bersama Thiansin Siok Hoat ia mencoba untuk mendesak See thian Tok-ong.

   Namun See-thian Tok-ong bukanlah manusia sembarangan. Ilmu silatnya sudah mencapai tingkat yang Iebih tinggi laripada ahli-ahli silat lainnya, bahkan dia memiliki beberapa keistimewaan yang sesuai dengan julukannya, yakni Tok-ong (Raja Rucun). Sepasang senjatanya saja, yakin Ngo-tok Mo-jiauw sudah mengerikan. Lima buah kuku panjang dan setiap jari tangan cakar setan ini terdiri dari lima warna dan mengandung lima macam racun yang amat berbahaya. Sekali saja terkena cakaran dan terluka sampai mengeluarkan darah oleh sebuah dt antara lima kuku ini, orang akan tewas.

   Setiap kuku mendatangkan maut yang berlainan akan tetapi sukar dikatakan mana yang paling mengerikan. Kuku ibu jari saja kalau melukai orang, korban itu akan berkelojotan, seluruh tubuh terasa panas-panas seperti terbakar dan dalam waktu paling lama sepeminuman teh orang itu akan tewas dengan tubuh menjadi hangus menghitam! Dan kuku kelingking sebaliknya yang terkena akan menggigil kedinginan dan dalam waktu yang sama akan tewas dalam keadaan tubuh membeku dan kaku, kulit menjadi biru menakutkan.

   Biarpun dikeroyok dua oleh ahli-ahli silat tinggi yang gerakannya kuat dan cepat, See-thian Tok-ong tidak gentar. Ia tidak terdesak, sebaliknya sepasang cakar setannya setiap saat mengincar nyawa kedua lawannya dan pertempuran itu berjalan mati-matian sampai lima puluh jurus lebih. See-thian Tok-ong tidak terdesak akan tetapi itu pun tidak berani terlalu sembrono dan terlalu bernafsu menghadapi dua lawan itu, karena dua batang pedang itu bergerak cepat sekali dan kalau ia terlengah sedikit saja bahaya mengancam nyawa. Oleh karena kedua pihak bertempur dengan amat hati-hati, maka pertempuran itu berjalan seru dan lama. Setelah menandingi Se thian Tok-ong, Siok Hwat dan Swi To Sai-ong terkejut setengah mati.

   Sebagai ahli-ahli berpengalaman, mencium bau yang keluar dari sepasang cakar setan itu maklumlah mereka bahwa mereka menghadapi senjata beracun yang hebat. Pula melihat ilmu silat See-thian Tok-ong yang tinggi, mereka mengeluh sendiri. Tak disangkanya sama sekali bahwa di dekat Kaisar terdapat manusia semacam ini! Mereka benar-benar merasa bertemu dengan batu keras.

   Memang kalau sekiranya mereka berlima ini hanya dihadapi oleh pengawal-pengawal yang tingkat kepandaiannya tidak melebihi Liok-te Mo-ong Wie It, biarpun mereka akan mati dikeroyok oleh banyak pengawal, akan tetapi kiranya mereka pun akan berhasil membunuh Kaisar. Akan tetapi kini di situ ada See-thian Tok-ong, dan masih ada dua orang lagi yang kini juga memperlihatkan ketangkasan dan kelihaiannya, yakni Kwan Ji Nio dan Kwan Kok Sun!

   Kwan Ji Nio yang tadi menangkis serangan tiga batang piauw yang menyambar ke arah Kaisar, bertempur sengit dengan penyambit piauw, seorang gemuk pendek yang gerakannya gesit sekali. Orang gemuk pendek, berusia empat puluh lima tahun, berkumis tipis dan berkulit muka halus ini adalah Liang Ti kepala rampok di daerah selatan. Di selatan dia terkenal sekali, apalagi senjatanya yang berupa pacul dan senjata gelapnya berupa piauw bersayap (Hui piauw). Dahulu di waktu mudanya. Liang Ti Ek ini adalah petani maka senjatanya pacul.

   Ketika keadaan negara kacau karena kelemahan Kaisar dan disana-sini orang-orang jahat merajalela, dusun tempat tinggal Liang Ti Ek menjadi korban serbuan perampok, Liang Ti Ek adalah seorang gagah dan berkepandaian tinggi. Seorang diri dengan paculnya, ia berhasil membasmi perampok-perampok ini sehingga akhirnya mereka takut dan mengangkatnya menjadi kepala. Melihat keadaan negara kacau dan para petugas negara tukang korup besar, Liang Ti Ek meninggalkan dunia sawah-ladangnya dan masuk ke dunia lok-lim, menjadi kepala rampok. Tadinya memang yang diganggunya hanya para pedagang dan pembesar yang lewat, akan tetapi lambat laun, watak anak buahnya yang kasar dan keji rupa-rupanya menular kepadanya dan dia menjadi kepala rampok tak pandang bulu dan kejam.

   Setelah Hwa I Enghiong Ciang Le tinggal di selatan, Liang Ti Ek ketakutan dan berpindah-pindah, bahkan ia membubarkan anak buahnya dan bekerja seorang diri menjadi perampok tunggal. Kemudian ia bertemu dengan Thian-sin Siok Hoat dan bersahabat. Demikianlah hari ini ia ikut membantu Siok Hoat untuk membunuh Kaisar.

   Akan tetapi, siapa kira, baru saja memperlihatkan keahliannya menyambit dengan tiga batang piauw sekaligus ke arah Kaisar, muncul seorang nenek perkasa yang dengan mudah meruntuhkan tiga batang piauwnya dan kini bahkan menyerangnya dengan hebat. Liang Ti Ek memutar paculnya mengerahkan tenaga lweekangnya untuk mendesak. Namun, alangkah terkejutnya ketika matanya matanya menjadi berkunang dan ia harus membuka mata lebar-lebar karena kalau tidak demikian, ia mungkin akan kehilangan lawannya dan tahu-tahu akan menerima pukulan maut.

   Demikian cepat gerakan lawannya dan alangkah ringan kakinya bergerak ke sana ke mari, tanda bahwa ia menghadapi seorang nenek tua yang memiliki ginkang luar biasa sekali. Maka cepat ia menggerakkan paculnya dan mainkan ilmu silat yang aneh gerakannya. Tidak sembarangan ahli silat dapat mainkan alat pertanian ini sebagai senjata. Kalau orang tidak memiliki dasar ilmu silat tinggi, maka senjata ini hanya membikin kaku gerakannya dan tak mungkin menjadi senjata yang ampuh. Akan tetapi, kalau yang mainkan itu sudah memiliki kepandaian tinggi, apalagi memang sudah berpuluh tahun Liang Ti Ek berlatih ilmu mainkan pacul, senjata aneh ini amat berbahaya dan merupakan senjata yang dapat mengimbangi kelihaian ranting di tangan Kwan Ji Nio.

   Pertempuran yang amat ramai dan paling mengerikan hati adalah pertempuran antara Pouw Bin dan Kwan Kok Sun. Kwan Kok Sun sebagaimana diketahui adalah seorang pemuda yang berkepala gundul dan kepandaiannya yang diwarisi dari ayah bundanya yang kosen, tentu saja amat hebat. Di lain pihak Pouw Bin yang menjadi lawannya adalah seorang bertubuh tinggi besar dan kepalanya di tengah-tengah botak kelimis menyaingi kepala Kwan Kok Su. Muka Pouw Bin menghitam dan mengkilap seperti pantat kwali digosok minyak. Ia berjuluk Thiat touw kang- jiu (Kepala Besi Tangan Baja) dan kepandaiannya tinggi karena sebetulnya dia adalah sute (adik seperguruan) dari Thian-sin Siok Hoat bekas kepala itu.

   Yang diandalkan adalah ilmu pukulan tangan kosong yang disebut Kang-san-jiu (Tangan Gunung Baja). Setiap jari tangannya merupakan senjata seperti batang baja yang kokoh kuat, yang sekali ditusukkan dapat melubangi tembok. Selain ini, juga julukannya Kepala Besi bukan tidak ada artinya. Kepalanya yang botak itu bukan karena penyakit juga bukan sengaja botak, melainkan akibat daripada latihan lweekang dengan kepalanya. Dari kulit kepalanya yang botak ini kalau dipergunakan keluar hawa pukulan yang dahsyat dan sudah banyak sekali lawan yang ia robohkan dengan benturan kepalanya yang lihai.

   Tadinya Pouw Bin memandang rendah kepada Kwan Kok Sun, akan tetapi setelah pertandingan berlangsung beberapa belas jurus, bukan main kagetnya melihat bahwa sepasang ular hijau di tangan pemuda gundul itu benar-benar amat berbahaya. Sepasang ular itu dimainkan oleh Kok Sun seperti orang mainkan senjata ruyung lemas (joan-pian) dan bahkan jauh melebihi joan-pian bahayanya. Kalau orang terkena pukulan joan-pian, asal memiliki tenaga lweekang dan pernah melatih diri dengan ilmu kebal, paling banyak hanya terluka. Akan tetapi, sekali saja kena sabetan ular hijau ini berarti terkena gigitan dan racunnya.

   Betapapun kebal seseorang, betapapun lihai lweekangnya asal darah sudah dimasuki racun ular ini, celakalah dia! Oleh karena itu Pouw Bin yang berlengan besi tidak berani mengadu lengannya dengan ular-ular itu, sebaliknya Kwan Kok Sun juga tidak berani mengadu ularnya dengan sepasang lengan yang demikian keras dan kuat. Melihat tangan yang mengeluarkan cahaya kehitaman itu saja maklumlah Kok Sun bahwa lawannya memiliki sepasang tangan rang sudah dilatih secara hebat.

   Adapun orang ke lima adalah Pouw Sin, berjuluk Siang-sin-to, atau Sepasang Golok Sakti. Orangnya kurus kecil, dia ini adik dari Pouw Bin, juga sute dari Siok Hoat. Sesuai dengan julukannya, sepasang goloknya jarang menemui tandingan. Tadi, ia disambut oleh Liok-te Mo-ong Wie It. Kalau saja Wie It maju seorang diri, kiranya ia takkan dapat menang melawan Siang-sin-to Pouw-Sin. Baiknya ia maju dengan bantuan Bu Tong busu tinggi besar itu dan empat orang busu lain. Dengan berenam ia mengeroyok Siang-sin-to Pouw Sin.

   Pouw Sin menggerakkan sepasang goloknya lihai sekali. Baru belasan jurus saja sudah ada dua orang busu yang terluka dan terpaksa mengundurkan diri dari kalangan pertempuran. Melihat ini, dua orang busu lain yang lebih lihai menggantikan mereka dan kini Liok-te Mo ong Wie It yang melihat cara lawan ini bersilat golok memberi aba-aba untuk mengeroyok dari jauh, mempergunakan serangan bertubi-tubi dan bergiliran secara teratur. Benar saja, Pouw Sin kewalahan sekali dan kini ia terdesak hebat.

   Tiba-tiba terdengar pekik mengerikan dan tubuh Kwan Kok Sun terlempar membentur dinding di belakangnya. Sebaliknya, lawannya Pouw Bin Si Kepala Baja terhuyung-huyung. Dialah yang memekik tadi dan mencoba dengan tangan kirinya untuk membetot seekor ular hijau yang menggigit pergelangan tangan kanannya. Akan tetapi sebelum ia berltasil membetot, racun ular itu telah menjalar ke dalam tubuh menyerang jantungnya dan ia roboh binasa, mukanya menjadi hijau sekalI.

   Bagaimana Kwan Kok Sun sampai terlempar jauh? Tadi ketika pemuda gundul ini menjadi gemas karena sudah tiga puluh jurus belum juga ia dapat mengalahkan lawannya, lalu menyimpan seekor ularnya di dalam saku dan sebaliknya mengeluarkan sebuah bungkusan kecil yang segera dimasukkan ke dalam mulutnya! Tak lama kemudian sambil mengeluarkan bentakan nyaring dari mulutnya menyambar uap hitam ke arah Pouw Bin. Inilah obat tadi yang dikeluarkan dengan saluran hawa lweekang. Kalau bukan Kok Sun putera Si Raja Racun, tentu saja tidak berani memasukkan bubuk racun hotam ke dalam mulutnya! Pouw Bin terkejut dan cepat sekali ia menggerakkan tubuh mengelak, akan tetapi hawa beracun itu masih menguasainya ketika hidungnya mencium bau racun itu, membuat pandangan matanya untuk sedetik berkunang.

   Ia cepat menyalurkan hawa murni untuk mengusir pengaruh ini, akan tetapi pada saat itu, Kok Sun tidak membuang kesempatan baik, menyerang dengan ularnya yang masih seekor berada di tangannya. Ular menyambar ke arah leher Pouw Bin. Tiat-thouw-kang-jiu Pouw Bin pada saat itu sudah sadar kembali dari pengaruh bau busuk racun hitam. Telinganya mendengar sambaran hawa pukulan kawan. Maklum bahwa tidak ada jalan lain untuk menangkan pertandingan itu selain mengadu nyawa, ia cepat mengulur tangan menangkap leher ular dan berbareng ia menggunakan kepalanya menyeruduk ke depan, ke arah perut Kwan Kok Sun.

   Akibatnya hebat! Kok Sun kena diseraduk sampai terpental jauh dan menubruk dinding. Dinding itu jebol dan Kok Sun roboh akan tetapi bocah gundul ini hanya kaget saja, di dalam perut dan dadanya tidak terluka! Sebaliknya, Pouw Bin tak dapat mengelak lagi ketika ular yang dipegang terlalu tengah itu membalikkan kepalanya dan menggigit pergelangan tangannya, mengakibatkan Si Kepala Besi Tangan Baja ini roboh binasa. Ular itu pun hancur perutnya karena cengkeraman tangan baja Pouw Bin, berberkelojotan dan tak lama kemudian mati bersama korbannya.

   Kematian Pouw Bin melemahkan hati kawan-kawannya, terutama sekali Liang Ti Ek yang sudah didesak mati-matian oleh Kwan Ji Nio. Sebaliknya Kwan Ji Nio dan juga See-thian Tok-ong merasa penasaran dan gemas sekali kepada lawannya karena Kwan Kok Sun tertawa-tawa sambil mengejek ayah bundanya.

   "Ha, ha, ha, Ayah dan Ibu sudah tua sekarang, Tidak bisa lekas merobohkan lawan. Ha, ha, ha!"

   Kwan Ji Nio memekik keras dan tiba-tiba tubuhnya mumbul di atas melalui kepala lawannya dan sebelum Liang Ti Ek hilang kagetnya, ranting di tangan nyonya kosen itu telah meluncur dari atas, bukan ditusukkan melainkan disambitkan. Inilah serangan paling lihai dari Kwan Ji Nio dan jarang ada yang dapat selamat dari serangan ini. Liang Ti Ek menjarit, paculnya melesat ke arah Kaisar! Seorang pengawal mengangkat toya dan memukul pacul itu runtuh di atas lantai, adapun Liang Ti Ek sendiri roboh binasa dengan kepala berlobang, di mana menancap ranting yang disambitkan oleh Kwan Ji Nio tadi!

   Melihat suaminya belum juga dapat merobohkan dua orang lawannya yang memang paling lihai di antara lima orang itu, Kwan Ji Nio mencabut ranting dari kepala lawannya, lalu sekali berkelebat ia telah membantu suaminya menghadapi Swi Tok Sai-ong. Terpaksa tosu dari Pegunungan Gobi ini meninggalkan See- thian Tok-ong menghadapi Kwan Ji Nio yang amat gesit gerakannya itu.

   Setelah See-thian Tok-ong menghadapi Thian-sin Siok Hoat seorang, Raja Racun dari Barat ini mengeluarkan seruan ketawa yang menyeramkan, sepasan Ngo-tok Mo-jiauw di tangannya bergerak makin cepat dan di lain gebrakan robohlah Siok Hoat tanpa bernapas lagi. Ngo-tok Mo-jiauw mendapat korban baru!

   Melihat ini, kuncup hati Swi Tok Sai-ong sehingga tanpa malu-malu lagi ia menjatuhkan diri berlutut sambil berseru keras minta-minta ampun kepada Kaisar. Akan tetapi dibarengi dengan suara ketawa nyaring dari Kwan Ji Nio, di lain saat ia terjengkang roboh tak bernyawa. Dadanya berlubang ditembus ranting di tangan nenek itu!

   Kini tinggal seorang lagi yang masih melawan dikeroyok oleh Liok-te Mo-ong Wie It dan kawan-kawannya. Keadaannya juga sudah amat terdesak dan melihat betapa empat orang kawannya sudah tewas, orang terakhir ini, yaitu Siang-sin-to Pouw Sin, menjadi gentar bukan main. Jalan keluar ke arah hidup sudah tidak ada lagi dan ia maklum bahwa ia pun sebentar lagi akan menerima nasib seperti empat orang kawannya. Timbul sifat pengecut dalam hatinya dan sambil melompat ke luar dari kalangan, Pouw Sin melempar golok menjatuhkan diri berlutut dan minta-minta ampun!

   Wie It yang sudah merasa gemas dan malu sejak tadi belum juga dapat merobohkan lawan yang dikeroyok, tidak mempedulikan permintaan ampun ini dan hendak membunuhnya dengan pedang. Tiba-tiba terdengar suara Kaisar.

   "Wie lt, jangan bunuh dia. Bawa dia ke sini!"

   Terpaksa Wie It mengurungkan niatnya membunuh Pouw Sin dan menyeret tawanan itu pada rambutnya kemudian membantingnya di depan kaki Kaisar yang kini sudah tidak dikurung lagi oleh para pengawal pribadinya. Pouw Sin tidak berani memandang muka Kaisar dan berlutut sambil membentur-benturkan jidatnya pada lantai.

   "Siapa namamu?" tanya Kaisar. Biar pun suara Kaisar halus dan tidak kasar seperti biasa suaranya pembesar tinggi yang memandang hina kepada kalangan rakyat kecil, namun suara ini amat berpengaruh dan membuat tubuh Pouw Sin yang berkepandaian tinggi menggigil.

   "Hamba yang rendah bernama Pouw Sin."

   "Apa alasanmu kau dan kawan-kawanmu datang dan berdaya untuk membunuh Kaisar?"

   "Hamba... hamba hanya disuruh...." jawab Pouw Sin gagap.

   "Hm, siapa dia yang menyuruhmu?"

   Muka Pouw Sin nampak kaget dan seakan-akan ia menyesal telah bicara terus terang. Akan tetapi ia dapat menetapkan hatinya dan menjawab.

   "Yang menyuruh dan mengajak hamba adalah Thian-sin Siok Hoat. Dialah yang mempunyai rencana pembunuhan ini. Hamba hanya ikut-ikutan saja, mohon Paduka sudi mengampuni hamba...."

   "Bohong"" Kaisar membentak. Kaisar bukanlah seorang bodoh dan ia tahu bahwa di dalam pengakuan ini terletak kebohongan. Tahu pula bahwa Pouw Sin agaknya takut akan sesuatu kalau membuat pengakuan sebenarnya.

   "Kau akuilah sejelasnya, baru kami mau memperhatikan ampunan untukmu. Kalau tidak mengaku kau akan dihukum siksa sampai mati" Pouw Sin makin ketakutan. Ia menoleh ke kanan kiri, kemudian terpaksa mengaku juga.
(Lanjut ke Jilid 26)

   Pedang Penakluk Iblis/Sin Kiam Hok Mo (Seri ke 02 - Serial Pendekar Budiman)
Karya: Asmaraman S. Kho Ping Hoo

   Jilid 26
"Sebetulnya hamba berlima... hamba berlima hanya menjalankan perintah...."

   "Perintah siapa"

   "Perintah dari... bengcu...." Kaisar nampak terkejut. Bengcu adalah kepala atau ketua perhimpunan besar, tentu yang dimaksud oleh Pouw Sin adalah ketua dari dunia kang-ouw. Akan tetapi sepanjang Kaisar mengetahui, pemilihan bengcu belum dilakukan, bagaimana sudah ada seorang bengcu baru?

   "Bengcu mu ini... ketua apakah?" tanya Kaisar.

   "Belum lama ini perkumpulan-perkumpulan besar persilatan, yakni Im-yang-bu-pai, Bu-cin-pang, Kwan-cin-pai, Shan-si-Kaipang, dan Twa-to-bu-pai telah memilih seorang bengcu di puncak Pegunungan Tai-hang. Bengcu baru inilah yang mengutus hamba berlima.... mohon ampun, Tuanku...."

   "Siapa bengcumu itu? Siapa namanya?"

   "Namanya adalah Li...." Tiba- tiba menyambar turun sinar putih ke arah Pouw Sin. See-thian Tok-ong dan Kwan-Ji Nio cepat menggerakkan tangan mengibas sinar ini. Empat sinar dapat di tangkis oleh See-thian Tok-ong, dua oleh Kwan Ji Nio. Akan tetapi yang sebuah lagi terlalu cepat sehingga tahu-tahu sudah menancap di leher Pouw Sin yang menjerit keras dan roboh berkelojotan kemudian mati! See-thian Tok-ong dan isterinya melompat memandang keluar dan melihat bayangan seorang busu muda yang tampan wajahnya melarikan diri cepat sekali.

   "Pembunuh. jangan lari!" teriak See-thian Tok-ong akan tetapi tanpa mengeluarkan suara, Kwan Ji Nio sudah mendahului suammya mengejar bayangan itu.

   Geger di ruangan persidangan. Kaisar memberi perintah supaya para mayat diurus, tempat itu supaya dibersihkan, kemudian mengundurkan diri, terlalu lelah menghadapi peristiwa-peristiwa yang menegangkan itu dan tidak beristirahat. Dia masuk diiringkan oleh para siuli dan semerbaklah bau harum ketika rombongan suili ini berjalan dengan lenggang-lenggok lemas dan ayu. Dapat dibayangkan betapa girangnya hati para siuli ini mendapat kesempatan mengundurkan diri karena tadi mereka sudah setengah mati takutnya menghadapi pertempuran dan pembunuhan yang mengerikan hati mereka yang lemah.

   Biarpun Kwan Ji Nio memiliki gingkang luar biasa, akan tetapi ternyata orang yang dikejarnya itu pun cepat sekali gerakannya. Kalau mereka berkejaran di tanah datar dan tempat terbuka, sudah dapat chpastikan Kwan Ji Nio akan dapat menyusulnya segera, karena jarang ada orang dapat menandingi kecepatan lari nyonya ini. Akan tetapi, orang yang berpakaian busu ini agaknya sudah hapal dan kenal baik jalan-jalan di lingkungan istana, sedangkan bagi Kwan Ji Nio tempat ani adalah tempat asing, maka enak saja busu yang dikejar itu membelok ke sana-sini membingungkan hati Kwan Ji Nio. See-thian Tok-ong yang dalam berlari cepat kalah oleh isterinya, tertinggal jauh.

   Setelah Kwan Ji Nio akhirnya dapat juga mcnyusul dan jarak antara dia dan orang yang dikejarnya tinggal beberapa tombak lagi, tiba-tiba orang itu membalikkan tubuh dan mengayun tangannya. Sinar putih berkeredepan menyambar ke arah Kwan Ji Nio. Jumlah senjata rahasia yang ternyata adalah gin ciam (jarum-jarum perak) itu ada tiga belas banyaknya, menyerang tiga betas jalan darah di tubuh Kwan Ji Nio, luar biasa bahayanya! Kwan Ji Nio sampai mengeluarkan suara keras saking kagetnya. Ia cepat mempergunakan ginkangnya untuk mengelak sambil menyampok jarum-jarum itu, akan tetapi tetap saja pundaknya terkena tusukan sebatang jarum yang mendatangkan rasa sakit dan gatal-gatal!

   Kwan Ji Nio kiranya tak patut menjadi isteri See-thian Tok-ong kalau ia tak tahu apa artinya ini! Sebagai isteri dari See-thian-Tok-ong Si Raja Rarun dari Barat tentu saja ia tahu seketika itu juga bahwa ia telah terkena jarum beracun yang jahat sekali. Terpaksa ia mengerahkan hawa dalam tubuh, berdiri tegak, mengambil obat penawar segala racun dari dalam saku bajunya. Pada saat itu, suaminya juga tiba di situ, maka suami ini lalu mengobati luka isterinya yang biarpun kecil saja namun amat berbahaya itu. Ia mencabut jarumnya dan menyimpan jarum itu di kantongnya, lalu diobatinya luka itu. tentu saja mereka tak melihat lagi bayangan orang yang mereka kejar.

   "Kau kenali dia?" tanya suaminya. Kwan Ji Nio mengerutkan alisnya.

   "Bentuk tubuhnya seperti Si Setan Kong Ji akan tetapi mukanya dirobah dengan abat bubuk, maka muka itu menjadi kedok. Siapa bisa mengenalinya?"

   See-thian Tok-ong mengangguk-angguk.

   "Memang mungkin sekali setan cilik itu. Kalau tidak, siapa pula orangnya yang dapat mempergunakan jarum-jarum macam ini?"

   "Kalau benar dia, mengapa dia melukai aku?" tanya Kwan Ji Nio penasaran

   "Dia orang cerdik, tentu tahu bahwa kau takkan mati oleh jarumnya. Akan tetapi kalau betul dia, aku mengerti...."

   "Sudahlah, dari dulu juga aku bilang tak perlu bekerja sama dengan setan cilik itu. Lebih baik kita bekerja sendiri, bukankah kita ada harapan memperoleh kedudukan tinggi di istana?" kata Kwan Ji Nio. Sementara itu para pengawal yang ikut mengejar sudah tiba di tempat itu. Kwan Ji Nio dan suaminya tentu saja tidak sudi menyatakan bahwa Kwan Ji Nio terluka, hanya menyatakan menyesal tak dapat menangkap orang itu.

   "Dia berpakaian busu dan agaknya kenal baik tempat ini. Dia membelok ke sana ke mari dan kami menjadi bingung ke mana harus mengejar," kata See-thian Tok-ong dan Kwan ji Nio. Beramai-ramai mereka lalu kembali ke dalam istana.

   "Menurut perintah Hongsiang, Jiwi locianpwe suarni isteri dan putera dipersilakan mengaso di dalam bangunan yang sudah disediakan untuk Sam-wi (Tuan Bertiga). Kelak Hongsiang akan memanggil Sam-wi menghadap, karena sekarang Hongsiang sendiri sedang mengaso setelah nienghadapi perastiwa-peristiwa yang hebat tadi," kata Liok-te Mo-ong Wie It kepada See-thian Tok-ong.

   Maka diantarlah ayah ibu dan anak yang kosen itu ke dalam sebuah bangunan di antara kompleks perumahan istana. Ternyata bangunan ini merupakan gedung kecil yang indah dan mewah sekali, lengkap dengan para pelayan laki-laki wanita! Tentu saja Kwan Ji Nio menjadi girang bukan main, demikian pula Kwan Kok Sun. Ibunya girang karena seperti wanita-wanita lain, ia senang tinggal di rumah yang indah dan lengkap, adapun Kok Sun girang melihat bahwa di antara para pelayan banyak terdapat gadis-gadis yang cantik. Di lain pihak, See-thian Tok-ong menghadapi semua ini dengan sikap acuh tak acuh. Memang dia seorang luar biasa dan aneh yang lain dari pada manusia biasa. Baginya tidur di dalam kamar indah atau di atas padang rumput, sama saja. Makan lima kali sehari atau lima hari sekali pun sama juga"

   "Wanyen Ci Lun, tentang pemuda bernama Coa Hong Kin itu oleh karena memang dia orang kepercayaanmu, tentu saja sekarang juga boleh dikeluarkan dan dibebaskan dari tahanan. Akan tetapi, sungguh aku tidak mengerti sama sekali mengapa kau membela seorang gadis seperti Go Hui Lian yang kau tahu adalah seorang pemberontak. Hm, kalau kau bukan keponakanku yang kupercaya penuh, tentu aku akan bercuriga kepadamu, Wanyen Ci Lun"

   Demikianlah kata-kata Kaisar kepada Pangeran Wanyen Ci Lun ketika dua orang ini mengadakan pertemuan dan bercakap-cakap di dalam kamar kaisar, hanya dijaga oleh beberapa orang selir kaisar yang dapat dipercaya penuh. Memang, begitu menerima kabar bahwa Hong Kin dan Hui Lian ditangkap, Wanyen Ci Lun terus saja mengunjungi kaisar antuk memintakan pembebasan bagi orang muda itu. Kini mendengar kata-kata kaisar, pangeran itu menjawab.

   "Bahwa Go Hui Lian seorang pemberontak ini hanyalah fitnahan belaka. Gadis itu datang ke kota raja untuk mencari Ayah Bundanya yang pergi merantau. Baru saja tiba di kota raja, ia diangkap. Apakah buktinya bahwa dia memberontak? Bahwa dia pernah bertemu dengan Temu Cin bukan alasan bahwa dia memberontak. Pada saat seperti sekarang ini, lebih baik menjadikan orang-orang gagah sebagai kawan daripada sebagai lawan. Go Hui Lian adalah seorang pendekar wanita gagah perkasa, apa pula Ayah Bundanya. Kalau kita membaiki Nona ini dan dengan perantaraan Nona ini kita dapat pula menarik tangan Ayah Bundanya, bukankah itu sama halnya dengan memperkuat kedudukan kita sendiri? Harap saja Hongsiang berpikir baik-baik sebelum menjatuhkan hukuman kepadanya."

   Kaisar mengangguk-angguk dan ia cepat mengerti akan maksud keponakannya yang terkenal cerdik sekali ini.

   "Akan tetapi dia diminta oleh Kwa Kok Sun dan gadis itu tidak mau, bukankah hal ini akan menimbulkan kerepotan saja?" tanya Kaisar.

   
Pedang Penakluk Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Wanyen Ci Lun mendengarkan kata-kata ini dengan hati kecut, akan tetapi ia tersenyum.

   "Hal ini adalah urusan pribadi, biarlah diselesaikan di antara mereka sendiri. Bagi kita pokoknya asal semua orang gagah membantu itulah yang terbaik. Hamba mendengar bahwa tak lama lagi di Puncak Ngo-heng-san akan diadakan pemilihan bengcu baru dari seluruh partai besar di dunia kang-ouw. Hal ini amat kebetulan dan tepat dengan rencana kita memperkuat kedudukan kerajaan dan untuk membuat persiapan menghadapi serbuan dan ancaman orang orang Mongol. Hongsiang dapat memberi tugas kepada See-thian Tok-ong bertiga untuk menarik kawan-kawan yang berkumpul di sana agar suka membantu memperkuat kota raja, dan alangkah baiknya kalau saja bengcu baru yang didapat kita tarik! Dengan adanya bantuan bengcu yang berarti seluruh orang gagah di dunia membantu kita, apalagi yang kita takuti? Biarkan bangsat- bangsat Mongol datang menyerbu, kita tak usah takut!" Girang hati Kaisar mendengar ini dan kembali mengangguk-angguk.

   "Ci Lun, kau hebat. Baiklah diatur seperti yang kau usulkan itu."

   "Di samping bertugas menarik kawan, juga See-thian Tok-ong sekalian bertugas mengawasi dan mengawal Nona Go Hui Lian dan Hong Kin di dalam perjalanan ke Ngo-heng-san," kata pula Pangeran Wanyen Ci Lun.

   Kaisar nampak tercengang.

   "Apa? Apakah kau hendak membebaskan Go Hui Lian dan mengirim ke Ngo-heng-san pula?"

   "Kalau Hongsiang memberi ijin, demikianlah. Akan hamba atur sebaiknya hingga Nona itu percaya kepada kita dan suka membantu, dan hamba akan membujuknya agar supaya dia berusaha menarik Ayah Bundanya pula untuk memperkuat barisan pertahanan kita. Siapa pula yang lebih cepat selain Nona Go Hui Lian untuk menarik bantuan Hwa l Enghiong Go Ciang Le dan isterinya?"

   "Bagaimana kalau dia berkhianat?"

   "Hamba yang menanggung, Pula, hamba juga memata-matainya, yakni dengan adanya Hong Kin yang mengawalnya." Setelah berhenti sebentar, pangeran itu berkata lagi, sinar matanya mengandung penuh rahasia.

   "Bahkan ada sebuah rahasia hamba yang hendaknya jangan sampai tersiar, hamba sendiri diam-diam akan mengunjungi Ngo-heng-san."

   Kaisar kaget dan memegang lengan keponakannya.

   "Ci Lun, apa kau gila? Perjalanan ke Ngo-heng-san jauh sekali. Dan pula kau tahu betapa banyak orang yang membenci kita, kalau mereka itu tahu bahwa kau Pangeran Wanyen Ci Lun, bukankah itu berarti kau akan menghadapi malapetaka besar?"

   "Harap Hong Siang jangan khawatir, Hamba menyamar sebagai rakyat biasa. Hamba perlu pergi sendiri untuk melihat keadaan dan juga untuk melihat apakah rencana kita berjalan baik."

   Akhirnya Kaisar setuju karena bukankah semua urusan itu dilakukan untuk menyelamatkan kerajaan? Demikianlah, di dalam kamar tahanan masing-masing ditempatkan berlainan akan tetapi pada waktu yang bersamaan, Hui Lian didatangi penjaga yang mengantarkan pedang dan buntalan pakaiannya demikian pun Coa Hong Kin. Keduanya tentu saja terheran-heran, akan tetapi penjaga hanya memberitahu bahwa mereka ditunggu di luar ruangan tahanan oleh penolong mereka.

   Ketika Hui Lian hendak keluar, tiba-tiba seorang laki-laki memasuki kamar tahanan itu dan ketika Hui Lian mengangkat muka, gadis ini hampir saja mengeluarkan seruan kaget dan hampir saja bibirnya berseru.

   "Wan Sin Hong!" Baiknya ia teringat bahwa yang dihadapinya, biarpun segalanya serupa benar dengan Sin Hong, namun mata Sin Hong tidak begitu tua birunya dan pula pakaian orang ini menunjukkan bahwa ia berhadapan dengan Pangeran Wanyen Ci Lun! Maka Hui Lian segera menjura dengan hormat, lalu berkata mendahului pangeran itu.

   "Kalau hamba tidak salah duga tentu kali ini pun Siauw-ongya yang menolong hamba." Dengan kedipan matanya, Wanyen Ci- Lun mengusir penjaga dari ruangan tahanan itu, kemudian ia menghadapi Hui Lian dengan senyum di bibir.

   "Ah, Nona. Kau terlalu sungkan. Kau seorang dara perkasa yang berhati bersih gagah, mana boleh dijadikan orang tahanan? Kau jangan berkecil hati. Kaisar melakukan hal ini hanya karena mendengar laporan busu saja dan juga para busu itu salah sangka terhadapmu, Nona."

   "Sesungguhnya Ongya seorang bijaksana di istana ini. Kalau tidak ada Ongya, tentu hamba mengalami banyak kesulitan," kata pula Hui Lian.

   Wanyen Ci Lun maju selangkah, lalu berkata dengan suara agak gemetar.

   "Nona Go Hui Lian, biarlah aku bicara empat mata denganmu dengan sejujurnya. Bicara dengan seorang gagah seperti engkau tak perlu menyembunyikan sesuatu, Nona. Ketahuilalt, terus terang aku mengaku bahwa aku amat kagum kepadamu. Baik melihat wajahrnu maupun melihat sikap atau watakmu, terutama sekali karena kepandaianmu yang tinggi. Aku kagum dan memujamu, Nona, dan karena aku suka main kartu terbuka, besar sekali hasratku untuk menarik diri-mu dalam istanaku dan menjadi teman hidupku untuk selamanya! Nah, aku sudah membuka isi hatiku, Nona. Harap kau tidak marah dan secara terus terang pula aku mengharapkan jawabanmul"

   Seketika pucat wajah Hui Lian mendengar ini. Benar-benar merupakan satu hal yang mengejutkan baginya, hal yang mendebarkan hati dan memalukan. Hanya sedetik mukanya pucat kemudian terganti warna merah sampai ke leher dan telinganya. Bukan main Pangeran ini. Bicara begitu terbuka tanpa tedeng aling aling, sedikit pun tidak malu atau sungkan-sungkan mengutarakan isi hati seperti itu.

   "Bagaimana, Nona? jawablah sebelum kita menemui Hong Kin." Wanyen Ci Lun mendesak sambil senyumnya masih ramah menarik.

   "Ini... ini". hamba tidak tahu... ah bagaimana harus hamba jawab? Hamba sedikit pun tak pernah berpikir tentang perjodohan, Siauw-ongya. Hamba... tak dapat menjawab."

   Wanyen Ci Lun maklum bahwa gadis ini merasa malu-malu dan memang sukarlah bagi seorang gadis baik-baik untuk menjawab pertanyaannya yang dipandang dari sudut kesopanan, boleh juga dianggap kurang ajar itu. Akan tetapi ia telah berterus terang, tak baik mengandung dendam asmara secara sembunyi-sembunyi.

   "Baiklah, kau boleh menjawab lain waktu, Nona. Sekarang mari kita menjumpai Hong Kin di luar."

   Akan tetapi baru saja mereka keluar dari kamar tahanan nu, Hong Kin telah berlutut di depan pintu kepada Pangeran Wanyen Ci Lun. Merah muka Hui Lian dan Pangeran itu memandang kepada Hong Kin yang berlutut dengan kening berkerut.

   "Hong Kin, kau... kau di sini?"

   "Hamba setelah dikeluarkan oleh penjaga mendengar suara Paduka lalu menghampiri ke sini, akan tetapi melihat Ongya sedang bercakap-cakap, hamba tidak berani mengganggu," jawab Hong Kin sambil melirik. Tanpa bertanya tahulah Pangeran itu dan Hui Lian bahwa Coa Hong Kin tentu saja mendengar percakapan mereka tadi. Mengingat akan hal ini, Pangeran itu menjadi merah mukanya.

   "Hm, berdirilah dan mari kita ke istanaku untuk berunding tentang hal yang amat penting bagi kalian."

   Berangkatlah tiga orang ini menuju ke gedung di mana Pangeran Wanyen Ci Lun tinggal. Mereka duduk di ruangan dalam dan pelayan segera keluar menghidangkan makanan dan minuman serba mewah. Sambli mempersilakan dua orang muda itu makan minum, Pangeran Wan-yen Ci Lun mulai membicarakan niatnya seperti yang tadi ia telah" rundingkan dengan Kaisar.

   Akan tetapi pangeran yang amat cerdik ini memutarbalikkan percakapan yang dirundingkan dengan Kaisar tadi atau lebih tepat tadi di depan Kaisar ia memutarbalikkan rencananya agar jangan sampai Kaisar mendapat kesan bahwa ia lebih mempercayai Hui Lian dan Hong Kin daripada See-thian Tok-ong seanak-isteri.

   "Hong Kin dan Go-lihiap," katanya kepada dua orang muda itu.

   "Kalian tentu belum mendengar bahwa baru tiga hari yang lalu hampir saja Kaisar dibunuh oleh lima orang penjahat." Dua orang muda itu terkejut. Pangeran Wanyen Ci Lun lalu menceritakan peristiwa itu.

   "Nah, karena sudah jelas See-thian Tok-ong dan anak isterinya berjasa telah menggagalkan mereka itu, Kaisar berkenan menerima See-thian Tok-ong bertiga menjadi pengawal di dalam istana, bahkan mengepalai semua pengawal kaisar."

   "See-thian Tok-ong bukan manusia baik-baik!" kata Hui Lian.

   "Dia berbahaya, apalagi anaknya, bocah gundul edan itu!" kata pula Hong Kin.

   Wanyen Ci Lun tersenyum.

   "Memang aku pun sudah berpikir demikian, akan tetapi setelah mereka memperlihatkan jasa tentu saja Kaisar mau menerima mereka. Dan sekarang, apakah kalian suka menolongku? Jangan kira bahwa aku minta balas jasa kalian, sama sekali bukan. Hanya ketahuilah bahwa tugas yang sekarang hendak kuserahkan kepada kalian, bukan semata-mata untuk menolongku, juga bukan semata-mata untuk menolong Kaisar, melainkan untuk menolong negara dari bahaya."

   "Harap Siauw-ongya sudi memberi penjelasan. Sudah tentu hamba suka menolong kalau saja tenaga mengijinkan," kata Hong Kin dan Hui Lian mengangguk tanda setuju akan kata-kata Hong Kin.

   "Seperti kalian ketahui, sekarang ini orang Mongol sedang bangkit hendak menggempur ke selatan." Melihat Hui Lian mengangkat muka dan sepasang mata gadis itu dengan tajam menatapnya. Pangeran Wanyen Ci Lun maklum dan disambungnya kata-katanya cepat.

   "Sudah tentu sekali banyak pula yang menaruh simpati kepada Temu Cin dan pasukan Mongolnya, mengIngat desas-desus betapa Kaisar kurang bijaksana dulu memegang tapuk pemerintahan." Kembali ia berhenti dan memperhatikan Hui Lian yang nampak sengaja mengangguk-anggukan kepalanya.

   "Memang hal ini aku harus akui. Biarpun Kaisar itu pamanku sendiri, namun beliau kurang memperhatikan urusan pemerintahan kurang memperhatikan kepentingan rakyat jelata. Akan tetapi hal ini dapat diperbaiki. Betapapun juga, lebih baik pemerintahan berada di tangan bangsa sendiri daripada terjatuh ke dalam tangan orang-orang asing!" Memang, bangsa Kin sesungguhnya masih bangsa Tiongkok juga, merupakan suku bangsa yang hidup di sebelah utara San-si dan dahulu sebelum mendirikan Kerajaan Kin, bangsa Kin disebut bangsa Yucen.

   "Nah, kalau kalian sependapat denganku maka sudah jelas bahwa negara diselamatkan, bukan saja terhadap bahaya serangan orang-orang Mongol yang belum begitu dekat. Melainkan harus diselamatkan dari orang-orang seperti See-thian Tok-ong dan lain-lain! Para penyerbu itu mengaku telah diperintah oleh seorang bengcu yang belum diketahui namanya, ini sudah merupakan ancaman dari satu pihak. Adanya See-thian Tok-ong didalam istana, juga merupakan ancaman yang amat berbahaya."

   "Siauw-ongya, tugas apakah yang harus kukerjakan?" tanya Hui Lian karena gadis ini tidak begitu mengambil pusing tentang politik pemerintahan keadaan kerajaan Kin.

   Wanyen Ci Lun tersenyum sabar.

   "Go-lihiap, kau tentu sudah mendengar bahwa kurang lebih dua bulan lagi, tiba masanya orang-orang gagah sedunia mengadakan pemilihan bengcu di puncak Ngo heng-san. Aku mendengar bahwa Kaisar menyuruh See-thian Tok-ong dan anak isterinya pergi ke Ngo-heng-san untuk menarik kawan-kawan dan pembantu. Hal ini tentu baik-baik saja ditinjau dari sudut maksud Kaisar, akan tetapi aku merasa khawatir kalau-kalau hal pergunakan oleh See-thian Tok-ong sebagai kesempatan mengajak orang-orang jahat memasuki istana! Oleh karena Go-lihiap, aku memohon pertolonganmu sudilah kiranya kau bersama Coa Hong Kin juga pergi ke Ngo-heng-san menghadiri pemilihan bengcu sambil melihat gerak-gerik See-thian Tok-ong. Selama ini, juga untuk menyelidiki siapa adanya bengcu yang telah menitah orang-orang untuk berusaha membunuh Kaisar."

   Berseri wajah Hui Lian. Dia memang sudah mendengar tentang hal pemilihan bengcu dan kalau ia tidak salah menduga, ayah-bundanya pasti takkan melewatkan peristiwa bersejarah di dunia persilatan ini tanpa menghadirinya.

   "Baiklah, Siauw-ongya, aku menerima tugas ini karena di sana aku pasti akan bertemu dengan Ayah-bundaku!" kata Hui Lian girang.

   "Hamba mentaati perintah Siauw-ong ya," kata Hong Kin cepat-cepat dan pada wajah pemuda ini nampak jelas bahwa ia amat gembira mendapat tugas "mengawani" Hui Lian dalam perjalanan. Akan tetapi dalam sekejap mata kegembiraannya lenyap terganti oleh kecemasan dan kedukaan kalau teringat akan percakapan yang ia dengar antara Hui Lian dan Wanyen Ci Lun, bahwa pangeran itu mencinta Hui Lian dan ia terpaksa harus mengundurkan diri. Terhadap pangeran ini Hong Kin memang memiliki kesetiaan yang luar biasa besarnya.

   

Pendekar Pedang Pelangi Eps 11 Pendekar Budiman Eps 5 Pendekar Budiman Eps 12

Cari Blog Ini