Darah Pendekar 17
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 17
"Habis, kalian mau apa?" Pangeran itu tersenyum dan seperti tadi, Pek Lian merasa seolah-olah ia melihat sebuah boneka tersenyum dan diam-diam ia bergidik ngeri.
"Nona, aku adalah Pangeran Akiyama, dan aku dapat melihat bahwa nona berdua tentulah sebangsa pendekar wanita. Karena kamipun merupakan orang-orang yang menghargai kegagahan, maka marilah kita selesaikan urusan ini dengan jalan yang gagah." Lian mengerutkan alisnya.
"Maksudmu?" Diam-diam ia dan Bwee Hong terkejut karena tidak mengira bahwa mereka berhadapan dengan seorang pangeran Bangsa Jepang.
"Kita mengadu ilmu silat, kalau nona berdua dapat mengalahkan kami, aku berjanji akan membebaskan nona dan akan menghabiskan urusan tabrakan perahu tadi."
"Kalau kami kalah?" Pek kian mendesak. Pangeran itu tersenyum.
"Terpaksa nona berdua harus menjadi tamuku. Aku ingin berkenalan lebih erat dengan nona berdua yang menarik hatiku."
"Bagus!" teriak Pek Lian marah.
"Sudah kuduga tentu ada pamrih busuk dibalik semua ini. Majulah!" Ia menantang sambil mencabut pedangnya. Bwee Hong juga mencabut pedangnya dan dua orang dara itu siap menghadapi segala kemungkinan. Pangeran itu tersenyum dan menoleh kepada empat orang pengawalnya, mengangguk dan berkata dalam bahasanya sendiri,
"Tangkap mereka ini!" Seorang jagoan samurai yang pakaiannya warna-warni, totol-totol dan mewah sekali melompat maju kedepan menghadapi Pek Lian.
Jagoan ini juga memiliki dahi yang amat lebar, bahkan seluruh permukaan kepalanya bagian atas telah dibotaki licin sehingga dahinya seolah-olah sedemikian lebarnya sampai dibagian belakang kepalanya. Sisa rambut bagian bawah digelung kecil dan dihias tusuk konde. Muka jagoan ini seperti monyet, akan tetapi harus diakui bahwa gerakannya sigap dan tubuhnya yang pendek itu nampak kuat bukan main. Bajunya rangkap empat, kedua lengannya dari pergelangan tangan sampai dekat siku dibelit-belit kain keemasan, pinggangnya juga dibelit-belit kain totol-totol merah dan sebatang pedang samurai terselip disitu. Kakinya memakai sandal yang banyak talinya. Jagoan ini berdiri didepan Pek Lian dan dengan sikap kaku membungkuk seperti pisau lipat, kemudian dia mengeluarkan seman keras dari dalam perut,
Kedua tangan bergerak dan tahu-tahu nampak sinar berkilat dan sebatang samurai telah dicabutnya dengan kedua tangan dan dipegangnya seperti orang memanggul cangkul. Pedang ini gagangnya dua kali lebih panjang dari pada pedang biasa dan jagoan itupun memegang pedang dengan kedua tangan. Kembali jagoan Jepang ini berteriak nyaring dan tiba-tiba dia sudah melakukan penyerangan. Tubuhnya bergerak dan pedang samurai yang dipegang dengan kedua tangan itu menyambar dari kanan kekiri mengarah tubuh Pek Lian. Dara ini cepat meloncat kebelakang sambil menangkis dengan pedangnya. Ia mengerahkan tenaga sinkang karena ia ingin menguji sampai dimana besarnya tenaga lawan. Karena tangkisannya itu, tak dapat dihindarkan lagi. pedangnya bertemu dengan pedang samurai yang dibabatkan dari kanan kekiri itu.
"Trakkkk!" Pek Lian mengeluarkan seruan kaget dan meloncat kebelakang menghindarkan babatan kedua kearah kakinya. Dara ini meloncat kepapan lantai perahu yang lebih tinggi, memandang kepada pedang yang tinggal gagangnya dan sepotong kecil saja ditangannya, matanya terbelalak. Tak disangkanya bahwa pedang samurai lawan itu sedemikian tajam dan kuatnya sehingga sekali beradu saja pedangnya telah patah! Akan tetapi ia melihat bahwa biarpun pedang samurai lawan itu amat ampuh, tajam dan kuat, gerakan lawan ini tidaklah terlalu gesit. Maka iapun membuang pedangnya dan berseru kepada Bwee Hong,
"Hati-hati, enci, jangan mengadu senjata!" Iapun lalu menerjang maju melawan jagoan yang masih mempergunakan samurainya untuk membacok dan membabat itu. Pek Lian mempergunakan kelincahannya dan memang ia jauh lebih lincah dari pada lawannya sehingga biarpun kini ia bertangan kosong, namun menghadapi samurai itu ia tidak terdesak. Tubuhnya berkelebat kesana-sini mengelak dari sambaran sinar pedang samurai, dan iapun membalas dengan tidak kalah hebatnya, menggunakan pukulan dan tendangan kaki.
"Buk!" Sebuah tendangan kaki kiri Pek Lian mengenai perut lawan dan jagoan ini terpental kebelakang sambil mengeluh dan memaki.
Akan tetapi ternyata dia memiliki kekebalan juga karena tendangan itu tidak merobohkannya, lalu dia maju lagi sambil memutar-mutar pedang samurainya dengan ganas sehingga terpaksa Pek Lian harus menggunakan kelincahan tubuhnya untuk berloncatan dan mengelak kesana-sini. Sementara itu, Bwee Hong juga sudah diserang oleh seorang jagoan samurai lain. Akan tetapi, karena Bwee Hong sudah melihat betapa samurai-samurai itu amat tajam dan kuatnya, dan mendengar peringatan Pek Lian, ia sama sekali tidak mau mengadu pedangnya, melainkan menggunakan kecepatan gerakannya untuk menghindarkan setiap bacokan lawan lalu membalas dengan cepat. Karena Bwee Hong memang memiliki ginkang yang amat hebat, maka dalam beberapa kali gebrakan saja, lawannya telah terdesak hebat dan terpaksa jagoan ketiga lalu mengeroyoknya!
Namun Bwee Hong tidak merasa jerih dan dara ini mengamuk terus, mengandalkan ginkangnya dan juga kecepatan gerakan pedangnya. Diam-diam sang pangeran mengikuti jalannya pertandingan itu dengan kagum. Melihat betapa seorang diantara jagoannya dalam belasan jurus saja terkena tendangan kaki Pek Lian, dia terkejut sekali. Apa lagi melihat betapa dara yang kedua itu bahkan memiliki kecepatan gerakan yang melebihi dara pertama sehingga pengeroyokan dua orang jagoannya tidak membuat terdesak, diam-diam dia menjadi kaget, kagum dan juga girang Betapa akan bangga hatinya kalau dia dapat berhasil menundukkan dua orang dara perkasa ini dan mengangkat mereka menjadi selir-selirnya! Selain sebagai selir yang patut dibanggakan, juga dapat menjadi pengawal pribadinya dalam arti yang paling mesra dan mendalam.
Pangeran Akiyama lalu memberi isyarat kepada jagoannya nomor empat, lalu memerintahkan jagoan yang melawan Pek Lian untuk membantu dua orang temannya yang sudah mengeroyok Bwee Hong. Kemudian dia sendiri, dengan tangan kosong, dibantu oleh jagoan barunya yang juga bertangan kosong, menerjang dan mengeroyok Pek Lian. Dan Pek Lian terkejut! Kiranya Pangeran Jepang inipun pandai ilmu silat tangan kosong, dengan pukulan-pukulan tangan miring yang cukup kuat, sedangkan pembantunya, jagoan samurai itu pandai ilmu semacam Ilmu Kim-na-jiauw, yaitu ilmu menggunakan jari-jari tangan untuk mencengkeram dan menangkap! Dikeroyok dua oleh dua, orang ahli yang memiliki ilmu yang berbeda ini, Pek Lian menjadi sibuk juga. Setelah melawan sampai belasan jurus, tahu-tahu pergelangan tangan kirinya sudah dicengkeram dan ditangkap oleh jagoan pembantu pangeran itu!
Untung sekali Pek Lian bersikap waspada dan bergerak cepat. Sebelum sang pangeran yang juga lihai itu sempat memperburuk keadaannya, kakinya sudah melayang kearah bawah pusar jagoan itu dan tangan kirinya menusuk dengan jari telunjuk kearah mata! Diserang dengan hebat seperti ini, jagoan samurai itu terkejut dan cepat membuang tubuh kebelakang dan tiba-tiba saja pundak kanannya tertotok oleh jari tangan Pek Lian. Seketika lengan kanannya seperti lumpuh dan cengkeramannya terlepas. Pada saat itu, Pangeran Akiyama telah menerjang lagi, akan tetapi Pek Lian sudah terbebas dari cengkeraman sehingga ia mampu bergerak mengelak dan balas menyerang. Si jagoan samurai hanya lumpuh sebentar saja. Dia sudah pulih kembali dan membantu sang pangeran, mengeroyok Pek Lian dengan lebih ganas.
Sekali ini Pek Lian benar-benar merasa kewalahan. Tingkat kepandaian pangeran itu sendiri sudah berimbang dengan tingkatnya, kini pangeran itu dibantu oleh jagoan samurai itu, tentu saja ia menjadi kewalahan. Keadaan Bwee Hong tidak lebih baik dari pada temannya. Pengeroyokan tiga orang Samurai yang kesemuanya bersenjatakan pedang samurai yang amat berbahaya, tajam dan kuat itu sungguh membuat ia kewalahan. Kalau melawan satu demi satu, atau katakanlah dikeroyok dua, ia masih sanggup untuk menang. Akan tetapi yang mengeroyoknya ada tiga orang! Perlahan-lahan dara inipun terdesak dan main mundur, mandi keringat seperti juga keadaan Pek Lian. Bagaimanapun juga, seperti juga Pek Lian, Bwee Hong pantang menyerah dan mengamuk terus sambil mengandalkan kecepatan gerakan tubuhnya.
Melihat keadaan ini, hati sang pangeran menjadi khawatir. Dia tidak menghendaki dua orang gadis itu terluka, apa lagi terbunuh. Dia ingin menundukkan dan menangkap mereka hidup-hidup. Akan tetapi mereka berdua itu sedemikian lihai nya sehingga tentu sukar untuk mengalahkan mereka tanpa merobohkannya. Diapun lalu memberi aba-aba dalam bahasanya dan kini belasan orang anak-buahnya datang membawa jala yang lebar. Mereka mengurung Bwee Hong dan tiba-tiba, dengan cepat sekali jala atau jaring itu mereka lemparkan dan karena ia sendiri terancam tiga batang samurai, Bwee Hong tidak mampu menghindar lagi dan tahu-tahu jaring itu telah menimpa tubuhnya! Tentu saja dara ini terkejut dan cepat menggunakan pedangnya untuk membabat tali jaring yang meringkusnya. Akan tetapi, tiba-tiba pedangnya bertemu dengan benda keras.
"Krakkkk!" Dan pedang itu, seperti pedang Pek Lian tadi, telah patah-patah bertemu dengan dua batang samurai yang menangkisnya dari luar jaring! Dan kini tiga orang jagoan itu menyimpan samurai mereka dan menubruk, meringkus Bwee Hong yang meronta-ronta didalam jaring seperti seekor ikan yang terjala. Karena tiga orang jagoan itu memang bertenaga besar dan Bwee Hong tak dapat banyak bergerak dalam jaring, akhirnya dara ini telah dibelenggu didalam jaring dan tidak mampu berkutik lagi.
Melihat ini, Pek Lian marah bukan main.
"Pangeran busuk, lepaskan sahabatku!" bentaknya dan iapun menyerang dengan dahsyat, memukul kearah kepala Pangeran Jepang itu dengan pengerahan tenaga. Pangeran itu melihat pukulan berbahaya, maka diapun cepat merendahkan dirinya dan mengangkat kedua lengan menangkis. Pembantunya, jagoan yang mengeroyok Pek Lian, melihat kesempatan baik. Ketika lengan Pek Lian bertemu dengan lengan pangeran, diapun mendorong dari samping kearah lambung gadis itu!
"Dukk!" Pangeran Akiyama terguling ketika beradu lengan dengan Pek Lian, akan tetapi gadis ini sendiri terkena dorongan jagoan samurai itu dan terlempar kekanan. Malang baginya, disebelah kanannya adalah tepi perahu itu dan tanpa dapat dicegah lagi, tubuhnya terlempar keluar.
"Byuuurrrr!" Tubuh gadis itu menimpa air. Pek Lian maklum bahwa kalau ia tertawan juga, habislah harapannya untuk menolong Bwee Hong dan juga dua orang pemuda yang tertawan, maka iapun cepat menyelam. Ketika para anak-buah pangeran itu menggunakan lampu untuk mencari kebawah, mereka tidak dapat menemukan gadis itu yang sudah bersembunyi dibalik perahu besar, dibagian yang gelap. Akan tetapi pada saat itu, nampak sinar terang dan ternyata perahu besar mewah milik Pangeran Jepang ini telah dikepung oleh delapan buah perahu yang malam tadi pernah dilihat oleh Pek Lian. Dari permukaan air dibalik perahu besar dimana ia bersembunyi, Pek Lian dapat melihat betapa tiga orang yang bergerak sigap sekali memimpin anak-buahnya dari delapan buah perahu itu menyerbu keperahu asing.
Terjadi pertempuran hebat, akan tetapi betapapun lihainya sang pangeran dari Jepang itu bersama para jagoan samurai dan anak-buahnya, namun pihaknya kalah banyak dan para bajak itu dipimpin oleh tiga orang yang tingkat kepandaian silatnya tidak kalah dibandingkan dengan para samurai. Maka akhirnya sang pangeran yang melihat bahwa melanjutkan perlawanan tiada guna, lalu menyerukan aba-aba kepada anak-buahnya untuk menyerah! Banyak diantara mereka yang tewas dan sisanya dijadikan tawanan. Para bajak bersorak-sorai penuh kegembiraan ketika mendapat kenyataan bahwa perahu yang mereka bajak itu adalah perahu seorang pangeran dan didalam perahu terdapat banyak sekali barang-barang berharga yang sedianya hendak dihadiahkan kepada Kaisar! Benar-benar merupakan hasil besar, mereka telah menangkap seekor kakap yang besar dan gemuk!
"Harap kalian orang-orang gagah suka dengar baik-baik!" Tiba-tiba Pangeran Jepang itu berteriak sambil mengangkat kedua tangannya keatas.
"Aku adalah Pangeran Akiyama, seorang bangsawan tinggi dari Jepang yang hendak menghadap Kaisar di Kotaraja Sian-yang! Aku adalah sahabat Kaisar, maka harap kalian jangan mengganggu kami dan suka membebaskan kami kembali. Untuk itu, kami tidak akan lupa dan akan memberi hadiah yang besar!" Akan tetapi, tiga orang yang memimpin pembajakan itu tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha, pangeran badut! Biar Kaisar sendiri yang berada didalam perahu, tetap saja akan kami bajak!"
Para bajak laut itu bersorak-sorak dan tertawa-tawa dan Sang pangeran Jepang terpaksa membungkam dan tidak berani bicara lagi, maklum bahwa dia terjatuh ketangan para bajak laut yang tidak mau mengakui kedaulatan siapapun kecuali kepala mereka. Dia hanya mengharapkan bahwa kepala bajak akan mau menerima tebusan dan tidak akan membunuhnya. Semua anak-buahnya ditawan, dan Bwee Hong juga termasuk menjadi tawanan. Bwee Hong tidak merasa takut akan nasib dirinya sendiri, akan tetapi ia merasa khawatir sekali ketika melihat Pek Lian tercebur kedalam lautan tadi. Ingin ia menangisi nasib kawannya itu dan kini setelah ia ditinggalkan Pek Lian, mungkin ditinggal mati, ia merasa betapa harapannya untuk dapat menolong kakaknya menjadi semakin menipis. Akan tetapi, berada ditangan lawan sebagai tawanan, ia pantang menangis!
Ketika pertempuran antara para bajak dan anak-buah Pangeran Jepang terjadi, Pek Lian masih bersembunyi dipermukaan air. Dia hanya melihat para bajak berlompatan keatas perahu mewah setelah menempelkan perahu-perahu mereka kepada perahu korban, dan perahu mewah itu terguncang-guncang selagi mereka bertempur. untung baginya, ada sebuah perahu sekoci kecil terlepas dari perahu mewah dalam keributan itu dan iapun cepat berenang dan berhasil memegang perahu itu. Sementara itu, pertempuran sudah berhenti dan perahu mewah itu lalu ditarik oleh perahu-perahu bajak laut yang meninggalkan tempat itu jauh lewat tengah malam. Pek Lian menggunakan dayung, sekuat tenaga ia mendayung dan melawan ombak untuk mengikuti kearah perginya perahu-perahu itu.
Hari telah hampir pagi dan cuaca mulai remang-remang ketika perahu-perahu para bajak itu tiba disekelompok pulau-pulau kecil yang bertebaran ditengah lautan. Perahu besar mewah yang dibajak itu, yang membawa tawanan, diseret kesebuah pulau terbesar yang berada ditengah kelompok pulau-pulau. Diatas beberapa pulau kecil nampak beberapa orang menyambut iring-iringan perahu itu dengan teriakan dan sorak-sorai gembira. Mereka itu tahu bahwa kawan-kawan mereka telah berhasil membajak sebuah perahu mewah yang kaya. Tidak seperti pulau-pulau kecil disekelilingnya yang berpantai pasir dan landai, pantai dari pulau dimana perahu bajakan itu diseret merupakan tebing karang yang tinggi. Ditepi tebing yang curam itulah para bajak menghentikan perahu-perahu mereka.
Sebuah pintu baja terbuka dan perahu-perahu itu memasuki pintu ini kedalam pulau. Pintu rahasia dan agaknya perahu luar tidak akan mungkin dapat masuk karena pintu karang itu menutup jalan masuk. Ho Pek Lian memutar perahu sekocinya dan akhirnya ia mendapatkan sebuah tempat pendaratan yang tersembunyi dan tidak begitu terjal. Ia menarik sekoci kecil itu kedarat, menyembunyikannya dalam guha batu karang, dan ia sendiri lalu mendaki tebing dengan hati-hati karena iapun maklum bahwa ia telah memasuki tempat berbahaya, sebuah pulau yang dihuni oleh gerombolan bajak laut yang ganas. Sementara itu, Bwee Hong yang masih berada didalam jaring dan diikat dari luar, tidak dapat bergerak. Selama terjadi pertempuran diatas perahu, ia hanya dapat rebah sambil menonton saja dan ketika iapun terbawa sebagai tawanan bersama Pangeran Akiyama dan anak-buahnya, iapun hanya diam saja.
Apa gunanya kalau ia berteriak memberi tahu bahwa ia biikan anak-buah pangeran itu? Yang menang itu jelas adalah gerombolan bajak laut yang tentu lebih ganas dan kejam dari pada gerombolan anak-buah pangeran itu. Ia merasa betapa baru saja terlepas dari mulut serigala ia kini terjatuh kemulut buaya! Semua tawanan dibawa kedalam sebuah bangunan besar yang dibangun seperti benteng dipulau itu. Mula-mula Sang Pangeran Jepang itu yang dihadapkan kepada pimpinan bajak. Diatas sebuah kursi besar, diruangan yang luas, duduklah pemimpin bajak itu yang memandang kepada semua tawanan yang dikumpulkan disitu dengan wajah dingin. Dia adalah seorang laki-laki yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, pakaiannya mewah, lebih pantas menjadi seorang bangsawan atau seorang hartawan besar dari pada seorang kepala bajak.
Wajahnya juga tidak membayangkan kekejaman atau kekerasan seperti wajah para anggauta bajak, walaupun wajah itu berkulit tebal kehitaman dan segala sesuatunya pada kepala bajak ini nampak tebal dan bulat! Wajahnya gemuk bulat, dengan mata yang lebar dan biji mata besar. Hidungnya juga besar dan bulat, bibirnya tebal. Akan tetapi wajah ini bukan wajah yang buruk atau menakutkan, melainkan membayangkan kemakmuran duniawi, sering nampak pada wajah orang-orang kaya atau bangsawan tinggi yang selalu hidup dalam kemewahan dan kesenangan. Tubuhnya gemuk dan perutnya gendut. Begitu si gemuk ini tadi muncul kedalam ruangan, semua anggautanya memberi hormat dengan menekuk sebelah lutut. Baru setelah ia duduk diatas kursi besar itu, semua bajak berdiri lagi, dan ada pula yang duduk. Ketika Sang Pangeran Jepang dihadapkan, pangeran ini mengambil sikap angkuh.
"Engkaukah pemilik perahu itu?" tanya si kepala bajak dengan suara tenang. Pangeran Akiyama lalu menggunakan kesempatan ini untuk memperkenalkan diri.
"Aku adalah Pangeran Akiyama, seorang bangsawan tinggi di Jepang dan masih kerabat dari Kaisar. Aku sedang melakukan perjalanan menuju kedaratan besar untuk menghadap Kaisar Cin Si Hong-te. karena tidak tahu, kami telah melanggar wilayah tuan, maka harap suka memberi maaf dan untuk itu kami sanggup untuk mengganti kerugian." Kepala bajak yang perutnya gendut itu tersenyum, akan tetapi senyumnya penuh ejekan.
"Kaum pedagang kaya raya dan bangsawan yang tinggi kedudukannya merupakan korban yang paling kami sukai. Pangeran, tanpa kau usulkan, karena engkau telah terjatuh ketangan kami, engkau baru akan kami bebaskan kalau keluargamu dapat menebus dengan sejumlah emas yang akan kami tetapkan kemudian. Masukkan dia kekamar tahanan dan perlakukan dengan baik!" Empat orang anak-buah bajak lalu menarik pangeran itu keluar dari ruangan. Pangeran Akiyama bersikap tenang seperti layaknya seorang pangeran. Bagaimanapun juga, keluarganya takkan membiarkan dia terancam oleh para bajak dan tentu uang tebusan akan dikirim. Setelah pangeran itu dibawa pergi, kepala bajak itu memandang kepada sisa anak-buah sang pangeran, lalu berkata kepada para pembantunya,
"Suruh mereka ini bekerja keras, kalau ada yang melarikan diri, bunuh saja!" Para tawanan itu lalu digusur pergi, dan diantara mereka itu terdapat Bwee Hong yang masih terikat dan terbungkus jaring.
"Tahan dulu, biarkan tawanan wanita ini tinggal disini! Aku mau memeriksanya!" kata si kepala bajak. Anak-buahnya yang tadi sudah menyeret wanita dalam jaring itu nampak kecewa. Biarpun berada dalam jaring, Bwee Hong masih dapat dilihat dengan mudah dan anak-buah bajak itu sudah merasa girang memperoleh seorang tawanan yang demikian muda dan cantiknya. Akan tetapi kini dia diperintahkan untuk meninggalkan tawanan ini maka tentu saja dia kecewa. Kini yang berada didalam ruangan itu tinggallah si kepala bajak dan tiga orang pembantunya, yaitu bajak laut lihai yang tadi memimpin penyerangan terhadap perahu asing itu.
"Siapakah engkau?" tanya kepala bajak itu sambil memandang kepada wanita tawanan itu yang rebah miring diatas lantai.
Bwee Hong yang merasa amat terhina itu tidak mau menjawab sama sekali. Ia sudah tertawan dari tangan orang Jepang itu ketangan bajak laut, dibelenggu dan terbungkus jaring, merasa seperti seekor harimau tertangkap, diseret dan dilempar begitu saja diatas lantai. Ingin ia menangis karena sakit hati, maka kini ia menimpakan kemarahan hatinya kepada kepala bajak ini. Ia sudah tertangkap, biar akan dibunuh sekalipun ia tidak akan sudi memperlihatkan sikap lunak atau tunduk! Melihat wanita itu diam saja, si kepala bajak mengerutkan alisnya. Dalam keadaan terbungkus jaring dan terikat seperti itu, tentu saja Bwee Hong tidak kelihatan terlalu cantik, bahkan sebagian dari mukanya tertutup rambutnya yang terlepas dari sanggul dan riap-riapan, dan bagian yang tidak tertutup itupun masih tidak dapat nampak jelas karena tertutup benang-benang jaring.
"Kenapa engkau terbungkus jaring dan dibelenggu seperti seekor binatang buas?" kembali si kepala bajak laut bertanya. Bwee Hong makin mendongkol dan tidak mau menjawab. Menjawab sama saja dengan menceritakan kekalahannya.
"Apakah engkau tuli? Ataukah gagu barangkali?" Kepala bajak itu mulai ragu-ragu. Semua tawanan tadi, biarpun tidak kelihatan ketakutan, setidaknya mentaatinya dan tidak memperlihatkan sikap melawan, sadar bahwa mereka sudah kalah dan tertawan. Agaknya tidak mungkin kalau wanita ini berani menentangnya dan sengaja tidak mau menjawab.
"Atau barangkali engkau tidak mengerti bahasa kami?" Lalu tiba-tiba kepala bajak itu mengajukan pertanyaan lagi dalam Bahasa Jepang! Mendengar ini, diam-diam hati Bwee Hong merasa geli, akan tetapi kemarahannya tidak mereda dan tiba-tiba iapun menjawab dengan suara lantang.
"Aku sudah tertawan, kalau mau bunuh, laksanakanlah. Siapa takut mati? Tak perlu banyak cerewet lagi!" Kepala bajak itu nampak terkejut sekali mendengar ucapan ini. Sungguh merupakan jawaban yang sama sekali tidak diduganya. Dan suara wanita ini sungguh merdu, nyaring dan penuh semangat, tidak mungkin suara seorang wanita biasa saja!
"Eh, siapakah sesungguhnya engkau? Bukankah engkau juga anak-buah Pangeran Jepang itu kepala bajak itu mendesak dengan penuh keinginan tahu.
"Bukan!" jawab Bwee Hong.
"Perahuku bertabrakan dengan perahunya, aku dikeroyok dan tertangkap."
"Ah, begitukah?" kepala bajak itu berseru heran dan kagum. Tahulah dia kini bahwa wanita itu adalah seorang wanita gagah, kalau tidak demikian, tak mungkin sampai dikeroyok.
"Lepaskan!" katanya kepada tiga orang pembantunya. Tiga orang pimpinan bajak itu lalu menggunakan golok untuk membikin putus tali yang mengikat kaki tangan dan tubuh Bwee Hong. Begitu terlepas dari ikatan, Bwee Hong meronta dan jaring itupun jebol dan iapun meloncat keluar, berdiri tegak dengan gagahnya didepan kepala bajak itu.
"Ahhh!" Kepala bajak yang perutnya gendut itu kini memandang dengan melongo, juga tiga orang pembantunya itu memandang kagum. Kiranya tawanan wanita itu adalah seorang dara yang luar biasa cantik jelitanya! Biarpun pakaiannya kusut dan rambutnya awut-awutan, mukanya kotor, namun jelas nampak betapa cantiknya gadis ini. Seketika jantung kepala bajak itu berdebar-debar dan diapun sudah jatuh hati kepada gadis itu. Dia sudah mempunyai seorang isteri dan beberapa orang selir, akan tetapi begitu melihat Bwee Hong, mau rasanya dia membuang semua isteri dan selirnya itu dan menggantikan tempat mereka dengan gadis ini!
"Aihh, nona yang cantik dan gagah perkasa. siapakah engkau? Siapa namamu?" Melihat perobahan sikap itu, senyum lebar yang disertai pandang mata penuh gairah, hati Bwee Hong sudah menjadi penasaran dan mendongkol. Ia menduga bahwa tentu si gendut inilah yang pernah dibicarakan oleh Pek Lian, yaitu kepala atau Raja penjahat yang menguasai lautan dan memimpin para bajak yang berjuluk Tung-hai-tiauw Si Rajawali Lautan Timur, seorang diantara Sam-ok yang sedang dicari-cari oleh dua orang rekannya, yaitu Si Harimau Gunung dan Si Buaya Sakti, atas perintah Raja Kelelawar! Ia tidak ingin berkenalan atau memperkenalkan diri kepada segala macam Raja penjahat!
"Namaku tidak ada sangkut-pautnya dengan kalian!" jawabnya kaku. Kepala penjahat itu tidak menjadi marah melihat sikap ini. Malah sikap itu nampak semakin menarik dan gagah baginya! Setiap pendapat itu selalu diwarnai oleh perasaan suka atau tidak suka, karenanya, pendapat itu selalu palsu adanya dan tidak dapat dijadikan ukuran untuk menilai keadaan sesungguhnya dari sesuatu.
"Nona, bagaimanapun juga, aku telah menyelamatkan nona dari pada malapetaka hebat. Kalau tidak ada aku yang menolongmu, bukankah engkau akan celaka sebagai tawanan pangeran asing itu?" katanya membujuk.
"Kalian menyerbu perahu pangeran itu untuk membajak, sama sekali bukan untuk menolongku," bantah Bwee Hong. Makin lama, kepala bajak itu menjadi semakin tertarik dan terpesona oleh kecantikan gadis ini.
"Kalau begitu, berilah kesempatan kepadaku untuk dapat menolongmu, nona. Agar aku dapat membuktikan bahwa aku sungguh ingin menolongmu dan mempunyai niat baik terhadap dirimu"
"Kalau engkau beriktikad baik, berilah aku sebuah perahu kecil agar aku dapat pergi mencari temanku yang terpisah dariku karena pengeroyokan orang-orang Jepang itu!"
"Ah, ada lagi seorang temanmu? Apakah diapun tertawan? Seorang pemuda ataukah sudah tua?"
"Sahabatku itu juga seorang gadis, ia terjatuh dari perahu" Bwee Hong mulai mau bercerita karena ia mengharapkan orang-orang ini akan dapat membantunya mencari dan menyelamatkan Pek Lian. Selain itu ia percaya bahwa kakaknya tentu sudah menjadi tawanan pula ditempat ini dan siapa tahu ia akan dapat membujuk agar kepala bajak ini mau membebaskan kakaknya pula.
"Nona, Lautan pohai ini begini luas dan engkau yang tidak berpengalaman, bagaimana dapat mencari seorang teman yang hilang hanya dengan menggunakan sebuah perahu kecil? Jadilah tamuku yang terhormat dan aku akan membantumu mencarikan sahabatmu itu. Akan kukerahkan semua anak-buahku. Engkau tentu lelah sekali, biarlah engkau mengaso dulu. Mari, nona, mari kuantar nona kekamar tamu dan nona akan menikmati kehidupan ditempat ini."
Kepala bajak itu lalu membawa sendiri Bwee Hong menuju keruangan sebelah dalam dan disitu, beberapa orang pelayan wanita menyambutnya. Bwee Hong diberi sebuah kamar yang indah. Karena mengharapkan bantuan untuk menemukan kembali Pek Lian, juga karena mengharapkan akan dapat membebaskan kakaknya yang ia kira tentu berada ditempat ini pula sebagai tawanan, Bwee Hong tidak menolak, walaupun ia tidak pernah kehilangan kewaspadaannya dan tidak mau bersikap manis kepada tuan rumah yang pandang matanya mengandung gairah itu.
Bagaimanapun juga, nona ini terkesan juga oleh sikap tuan rumah. Sama sekali tidak seperti sikap kepala bajak. Begitu halus dan sopan, dan ternyata disebelah dalam Istana itu, keadaannya seperti dalam Istana Raja-Raja saja. Juga para pelayan wanita terlatih baik dan bersikap amat halus! Para anak-buah bajak selama sehari semalam berpesta-pora merayakan hasil yang amat besar dimalam hari itu. Para tawanan, yaitu anak-buah pangeran, dijebloskan dalam tempat tawanan yang berada dibawah tanah. Hanya Pangeran Akiyama seorang yang dimasukkan dalam kamar tahanan lain dan diperlakukan dengan sikap baik. Anak-buah pangeran ini menjadi orang tahanan dan dipekerjakan secara berpencar untuk pembangunan dipulau itu.
Ho Pek Lian telah berhasil naik ketebing dan dengan berindap-indap ia menyelinap melalui bukit-bukit karang dan akhirnya ia berhasil memasuki bangunan megah seperti Istana itu. Ia melihat betapa tempat itu terjaga ketat seolah-olah tempat itu merupakan benteng dengan banyak bala tentaranya. Dan Istana itu, yang terletak ditengah-tengah kompleks bangunan benteng, sungguh megah. Aneh melihat sebuah Istana dibangun ditengah-tengah pulau kosong ini, diantara pulau-pulau kecil yang terpencil ditengah lautan. Untung bagi Pek Lian bahwa para anak-buah bajak sedang merayakan pesta kemenangan dengan hasil baik itu. Para penjaga ikut pula berpesta dan biarpun mereka masih tetap dalam tempat penjagaan masing-masing, namun mereka juga kebagian arak dan daging sehingga tentu saja penjagaan mereka menjadi kurang teliti dan lengah.
Kesempatan inilah yang dipergunakan oleh Pek Lian, dengan mengandalkan gerakannya yang gesit dan ginkangnya yang tinggi, untuk menyusup masuk kedalam Istana itu melalui pintu belakang didekat taman bunga batu karang. Hanya ada beberapa pohon bunga kecil yang hidup didalam pot-pot bunga, dengan tanah yang diambil dari daratan besar, sedangkan hiasan lain merupakan batu-batu karang yang dibentuk dengan nyeni, dicat dan diatur sedemikian rupa sehingga tempat itu merupakan sebuah taman yang aneh tapi indah. Bukan main girangnya hati Pek Lian ketika dalam usahanya menyelidik dan mencari Bwee Hong dalam Istana yang luas ini, ia tersesat masuk kedalam dapur! Memang perutnya sudah terasa lapar bukan main. Kalau menurut perasaan hatinya, ingin ia menyerbu dan merampas makanan dengan kekerasan.
Akan tetapi Pek Lian bukanlah seorang gadis sebodoh itu. Tidak, ia adalah seorang dara muda yang sudah banyak digembleng oleh keadaan, yang membuatnya menjadi cerdas, tenang dan juga berpemandangan luas. Ia melihat tiga orang tukang masak sedang sibuk didapur itu dan beberapa orang pelayan hilir-mudik mengangkuti masakan-masakan. Beberapa kali Pek Lian menelan ludah ketika bau masakan yang sedap memasuki hidungnya, membuat perutnya berkeruyuk seperti ayam jago sedang berlagak. Ia sampai terkejut sendiri dan menekan perut dengan tangan, khawatir kalau-kalau suara perutnya itu akan terdengar orang dan membuatnya ketahuan. Ia hanya menanti kesempatan baik untuk dapat mencuri makanan. Tiga orang koki itu sibuk masak dan kini, setelah para pelayan yang mengangkuti masakan-masakan itu pergi, mereka bercakap-cakap.
"Huh, kalau sedang begini, kitalah yang repot!" kata seorang diantara mereka yang matanya juling, agaknya karena bertahun-tahun bekerja didapur dan matanya terlalu sering terserang asap.
"Setiap orang-orang merayakan pesta dan bersenang-senang, kita sendiri yang repot disini setengah mati. Terlambat sedikit akan didamprat!" Dengan gerakan tangan yang sudah terlatih baik sehingga tidak perlu lagi menggunakan mata melihat, dia mencacah daging, agaknya hendak membuat bakso.
"Aih, A-pek, engkau ini mengomel saja!" kata koki kedua sambil melemparkan sepotong daging panggang yang banyak gajihnya kedalam mulutnya, lalu mengunyahnya sampai ada minyak gajih yang menetes dari ujung bibir. Melihat ini, kembali Pek Lian menelan ludah dan memandang dengan mata benci kepada koki yang perutnya amat gendut ini. Mungkin karena terlalu banyak makan, pikir Pek Lian iri.
"Sekali ini bukan hanya karena pesta. Untuk anak-buah itu, cukup masakan seadanya, asal sudah ada panggang daging dan arak bagi mereka sudah cukup. Akan tetapi apakah engkau tidak tahu bahwa ongya mempunyai dua orang tawanan istimewa?" Ucapan ini membuat Pek Lian melupakan laparnya dan mendengarkan penuh perhatian. Koki ketiga yang tubuhnya jangkung dan kurus seperti orang kurang makan, keadaan yang amat janggal mengingat akan pekerjaannya sebagai tukang masak, segera berkata,
"Tawanan pangeran itu?"
"Yang pertama adalah pangeran itu. Biarpun dia menjadi tawanan, akan tetapi dari keluarganya diharapkan uang tebusan yang besar, maka dia harus dijamu dan diperlakukan sebagai seorang tamu terhormat dan berharga," jawab si gendut dengan mulut masih bergerak-gerak mengunyah daging.
"Tapi yang paling istimewa adalah tamu kedua."
"Kau maksudkan gadis yang cantik dan gagah itu?" kata si juling.
"Kabarnya ia cantik sekali. Semua pelayan mengatakan bahwa belum pernah mereka melihat seorang gadis secantik tawanan itu, Aihhh, aku jadi ingin sekali menengoknya!" Si juling itu tersenyum-senyum dan sikapnya menjadi genit, tanda bahwa kalau temannya yang gendut itu lebih suka makan enak, dia sendiri agaknya lebih memperhatikan wanita cantik.
"Hushh! Apa kau sudah bosan hidup? kau tahu apa?" cela si gendut yang agaknya selain doyan makan enak juga paling tahu akan keadaan dalam Istana itu.
"Ongya agaknya jatuh cinta kepada gadis ini dan karena itulah kita sekarang harus masak semua bahan simpanan seperti mengadakan pesta besar. Semua ini untuk disuguhkan kepada gadis itu! Masak pauwhi, sarang burung, daging capit kepiting, sup kaki biruang, hemmm... hebat deh!" Tukang masak gendut ini mengusap air liurnya ketika menyebutkan nama masakan-masakan mewah ini dan diam-diam Pek Lian juga menelan ludahnya. Tentu Bwee Hong yang mereka bicarakan, pikirnya. Wah, Bwee Hong agaknya menjadi tamu terhormat dan disuguhi makanan lezat-lezat sedangkan ia sendiri harus bersembunyi-sembunyi setengah kelaparan!
Tiga orang koki itu kini sibuk memasak sayuran yang tadi disebutkan oleh si gendut dan Pek Lian semakin menderita karena bau masakan itu sungguh luar biasa sedapnya, apa lagi bagi seorang yang sedang kelaparan seperti dirinya. Ia tahu bahwa kalau masakan-masakan itu sudah selesai dan siap, tentu para koki itu akan menarik tali yang agaknya menjadi penyambung tanda rahasia bagi para pelayan bahwa masakan telah siap dan para pelayan itu akan datang mengangkut masakan-masakan tadi. Maka Pek Lian pun siap-siap. Ketika masakan-masakan itu sudah selesai dan dipindahkan dari tempat masak kedalam mangkok-mang-kok besar, tiba-tiba Pek Lian menggerakkan tangannya. Terdengarlah suara gedombrangan bising sekali dilain ruangan dapur itu, dimana disimpan mangkok piring dan panci-panci. mendengar ini, para koki itu terkejut.
"Wah, wah, jangan-jangan ada kucing lagi masuk kesana!" kata si gendut yang segera berlari ketempat itu disusul oleh dua orang temannya. Pek Lian cepat meloncat keluar dan dengan cekatan sekali ia bekerja. Tak lama kemudian ia sudah kembali ketempat persembunyiannya, membawa sebuah mangkok besar terisi nasi dengan lauk-pauknya, yaitu pauwhi, sarang burung, capit kepiting, dan sup cakar biruang. Lezat! Ia makan dengan lahapnya, dengan tangan saja karena dalam keadaan tergesa-gesa itu ia lupa menyambar sumpit. Hatinya girang dan geli ketika mendengar tiga orang itu kembali kedalam dapur sambil mengomel, akan tetapi agaknya mereka tidak tahu bahwa masakan-masakan itu telah berkurang.
Ketika akhirnya pelayan-pelayan datang mengangkut masakan-masakan, Pek Lian sudah selesai mengisi perutnya dan iapun menyelinap dan membayangi para pelayan yang membawanya ketempat dimana sahabatnya ditahan! dilain saat, Pek Lian telah bersembunyi diatas genteng kamar Bwee Hong dan mengintai kedalam. Dilihatnya Bwee Hong duduk menghadapi meja, dilayani oleh dua orang pelayan wanita dan benar saja, sahabatnya yang cantik itu diperlakukan sebagai seorang tamu kehormatan. Akan tetapi Bwee Hong tidak kelihatan gembira, bahkan sebaliknya, sahabatnya yang cantik itu kelihatan pucat dan agak kurus dan menghadapi hidangan lezat itu dengan wajah gelisah dan duka.
Karena agaknya kurang bernafsu, maka tidak lama Bwee Hong makan, lalu ia menyuruh para pelayan membersihkan meja. Tak lama kemudian, gadis itu nampak duduk termenung ditemani oleh dua orang pelayan yang agaknya juga bertugas untuk menjaga dan mengamatinya. Selagi Pek Lian berniat untuk meloncat masuk, tiba-tiba terdengar suara orang dan Pek Lian melihat seorang laki-laki setengah tua yang pakaiannya mewah dan perutnya gendut, yang memasuki kamar Bwee Hong itu diikuti oleh empat orang dayang muda-muda dan cantik-cantik. Melihat masuknya kepala bajak ini, Bwee Hong bangkit dari tempat duduknya dan memandang dengan sinar mata bertanya-tanya dan alis berkerut. Sudah sehari semalam ia ditahan disitu sebagai tamu terhormat dan ia masih menanti berita tentang Pek Lian, dan mencari kesempatan untuk bertanya tentang kakaknya.
"Bagaimana kabarnya dengan usaha mencari sahabatku itu?" Bwee Hong segera menyambutnya dengan pertanyaan ini. Kepala bajak yang gendut itu lalu memberi isyarat kepada para dayang dan pelayan yang segera meninggalkan kamar itu dan menutupkan daun pintunya dari luar, kemudian mereka duduk diluar bersama dengan tiga orang pembantu utama kepala bajak itu yang agaknya memang mengawal dan menanti diluar. Dari atas genteng Pek Lian dapat melihat bahwa selain tiga orang itu, terdapat pula belasan orang penjaga yang agaknya siap membantu kalau sampai pimpinan mereka membutuhkan tenaga mereka. Keadaan ini membuat Pek Lian menjadi waspada dan tidak berani turun tangan secara lancang. Iapun mengintai kedalam kamar dan memperhatikan pertemuan antara sahabatnya dan kepala bajak itu.
"Belum berhasil, nona. Kalau sahabatmu itu tidak mendapatkan perahu untuk menyelamatkan diri, setelah tercebur kedalam lautan, mana mungkin ia dapat diharapkan tinggal hidup? didaerah itu terdapat banyak ikan hiunya yang ganas. Jadi, hanya ada dua kemungkinan. Pertama, ia menemukan perahu dan berhasil menyelamatkan diri, atau kedua, yaaahh... nyawanya sukar tertolong"
"Ahhh...!" Bwee Hong mengeluh sambil menutupi mula dengan kedua tangannya. Hening sejenak, kemudian kepala bajak laut itu berkata, suaranya halus seperti juga sikapnya,
"Nona, engkau telah menjadi tamuku, dan aku akan tetap mencari sampai anak-buahku tahu dimana adanya sahabatmu itu. Akan tetapi sampai sekarang aku belum mengenal namamu" Agaknya Bwee Hong. merasa tidak enak juga kalau tidak memperkenalkan nama, karena memang sesungguhnya sikap kepala bajak ini amat baik selama ia menjadi tamu, bahkan baru sekarang kepala bajak ini datang menjenguknya.
"Namaku Chu Bwee Hong..."
"Nona Chu, sungguh aku merasa berbahagia sekali mendapatkan kesempatan bertemu dan berkenalan denganmu. Aku ingin sekali mendengar sendiri bagaimana jawabanmu terhadap usul yang kuajukan pagi tadi. Engkau tentu telah mendengarnya dari pelayan dan utusanku, bukan?" Sepasang mata yang jernih dan indah itu tiba-tiba mengeluarkan sinar berkilat dan Bwee Hong bangkit berdiri dengan sikap marah.
"Aku sudah mendengarnya dan justeru karena itulah aku akan menjawab dan menegurmu! Sudah kukatakan kemarin bahwa anak buahmu menyerang perahu Pangeran Jepang itu untuk membajak, bukan untuk menolongku! Kemudian, engkau memperlakukan aku dengan baik, sudah kuduga bahwa tentu ada pamrih sesuatu yang busuk. Ternyata benar, engkau hendak membujuk aku menjadi isterimu! Hemm, dengarlah. Aku tidak sudi menerimanya dan kalau sampai besok engkau tidak berhasil mendengar tentang sahabatku, aku akan pergi dari sini!" Kepala bajak itu menarik napas panjang.
"Aku dapat mengerti penolakanmu, nona. Engkau seorang dara yang cantik jelita dan berkepandaian tinggi. Akan tetapi, engkau belum tahu siapa adanya aku. Kalau engkau menjadi isteriku, nona Chu, berarti engkau akan mendapatkan kemuliaan, kedudukan tinggi dan juga menjadi kaya." Bwee Hong teringat akan kakaknya dan ia mengangkat mukanya memandang, lalu bertanya dengan suara ketus,
"Siapakah engkau?"
"Nona Chu, dengarlah. Aku adalah Raja dilautan sebelah selatan, aku hanya dikenal dengan sebutan lamsiauw-ong (Raja Muda Selatan).
"Ehh...?" Bwee Hong memotongnya dengan kaget dan juga dengan wajah mengandung kekecewaan.
"Jadi engkau bukan Tung-hai-tiauw?" Kepala bajak itu mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala. Hatinya kecewa pula karena nona yang dicintanya ini ternyata mengira dia orang lain, orang yang selama ini memang menjadi saingannya!
"Bukan! Tung-hai-tiauw itu adalah seorang diantara kami, diantara tiga Raja bajak dilautan ini, dan dia kebetulan pada saat ini sedang menduduki kursi pimpinan." Pek Lian yang ikut mendengarkan percakapan itu, juga sama kecewanya dengan Bwee Hong. Kalau orang ini bukan Si Rajawali Lautan Timur, berarti bahwa dua orang diantara Sam-ok itu tidak datang ketempat ini, dan dengan demikian mereka telah kehilangan jejak dari A-hai dan Seng Kun yang dibawa oleh kedua orang Raja penjahat itu.
Orang ini telah memiliki kedudukan tinggi dan kuat, kalau orang ini masih merupakan pembantu saja dari Rajawali Lautan, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya Raja penjahat itu sendiri. Bwee Hong tidak tahu banyak tentang dunia penjahat dan ia hanya tahu sedikit-sedikit karena mendengar cerita Pek Lian. Ia sudah mendengar dari sahabatnya itu bahwa Sam-ok adalah tiga Raja penjahat yang kini menjadi pembantu-pembantu dari Raja Kelelawar yang dianggap sebagai datuknya kaum sesat. Akan tetapi mengapa kini kepala bajak ini mengatakan bahwa Rajawali Lautan kini menduduki kursi pimpinan? Biarpun hatinya kecewa karena merasa seperti kehilangan jejak kakaknya, akan tetapi keinginan tahu membuatnya bertanya,
"Apa maksudmu mengatakan bahwa dia menduduki kursi pimpinan?"
"Duduklah, nona dan agaknya engkau belum mengenal kami. Baiklah, engkau perlu mengenal keadaanku lebih baik. Lautan disebelah timur ini dikuasai oleh kami bertiga dan kami masing-masing mempunyai anak-buah sendiri. Kami bertiga adalah Tung-hai-tiauw yang menguasai wilayah timur, yang kedua adalah Si Petani Lautan yang menguasai wilayah utara, sedangkan ketiga adalah aku sendiri yang menguasai wilayah selatan. Kami masing-masing tidak saling melanggar wilayah dan melakukan operasi dibatas wilayah masing-masing. Tempat kami menyerang perahu Jepang itu adalah batas wilayah kami."
"Jadi kalian bertiga adalah saingan-saingan yang saling bermusuhan?" tanya Bwee Hong yang tertarik juga hatinya. Kepala bajak ini biarpun seorang penjahat, namun sikapnya bukan seperti penjahat yang kasar.
"Pada mulanya kami memang saling bermusuhan sehingga terjatuh banyak korban diantara kami sendiri. Lalu kami bermufakat untuk bersatu dan yang paling lihai diantara kami berhak menduduki kursi pimpinan, menempati gedung Istana lautan yang kami bangun bersama. Nah, ternyata Rajawali Lautan yang berturut-turut menang dalam pemilihan dan menjadi Raja lautan. Setiap tiga tahun sekali kami mengadakan pertemuan dan mengadu ilmu. Tiga tahun telah lewat sejak pemilihan yang lalu dan didalam bulan ini juga, kurang beberapa hari lagi, kami akan mengadakan lagi pertemuan. Tiga hari lagi dan aku yakin akan dapat mengalahkan Si Rajawali Lautan karena selama ini aku telah berlatih dengan tekun. Tentu saja aku harus dapat pula mengalahkan Petani Lautan yang memperdalam ilmunya yang hebat, yaitu ilmunya Ban-seng-kun (Silat Selaksa Bintang) yang hebat. Dan engkau... kalau engkau menerima pinanganku, nona, engkau akan menjadi ratu lautan!"
Baik Bwee Hong maupun Pek Lian yang ikut mendengarkan, menjadi ngeri. Macam apakah Ilmu Silat Selaksa Bintang itu? Sampai dimana kehebatannya? Dan si gendut ini agaknya memiliki Ilmu yang tidak kalah tingginya, karena buktinya dia merasa yakin akan dapat menangkan Petani Lautan dan juga Rajawali Lautan! Betapa banyaknya terdapat orang-orang lihai didalam dunia kaum sesat.
"Engkau akan merasa ngeri kalau menyaksikan Ilmu Silat Selaksa Bintang itu, nona. Petani Lautan itu tidak pernah memakai baju karena tubuh atasnya selalu penuh dengan keringat yang keluar bagaikan sumbernya yang tidak pernah kering. Dia selalu membawa tempat air kemanapun dia pergi untuk minum setiap saat. Minumnya banyak sekali, melebihi kuda karena keringatnya luar biasa banyaknya. Didalam pertempuran, keringatnya itu memercik-mercik keluar dan kalau tertimpa sinar matahari atau lampu, dapat menimbulkan sinar berwarna-warni dan berkelap-kelip seperti selaksa bintang dilangit. Itulah sebabnya maka ilmunya dinamakan, Selaksa Bintang dan gerakannya demikian cepatnya seperti bintang beralih. Siapapun yang bertanding melawannya akan menjadi basah kuyup tersiram keringat-keringat itu, apa lagi kalau keringat itu menyerang kearah muka lawan, akan membuat mata menjadi silau dan gerakan Petani Lautan yang cepat itu akan sukar dapat diikuti lagi."
Bwee Hong mendengarkan cerita itu dengan alis berkerut dan diam-diam ia kurang begitu percaya akan cerita ini. Ilmu sesat macam itu tidak perlu ditakuti, pikirnya. Yang hebat hanya luarnya saja, akan tetapi pada hakekatnya, tidak mengandung inti yang kuat dan dalam. Akan tetapi, Pek Lian yang sudah sering menyaksikan betapa ganas dan jahatnya ilmu orang-orang dari dunia hitam, mendengarkan dengan hati ngeri dan jijik. Betapa menjijikkan kalau harus bertanding melawan Petani Lautan itu. Keringat orang itu akan menyiram seluruh tubuhnya, mukanya dan... ihh, betapa keras dan busuk baunya dan menjijikkan! Pek Lian bergidik.
"Akan tetapi, sehebat itu, dia masih kalah oleh Rajawali Lautan?" Bwee Hong bertanya, bukan hanya ingin tahu, akan tetapi juga untuk mengikat tuan ramah itu dalam membicarakan urusan lain agar urusan "pinangan" itu tidak diulang lagi.
"Nona Chu, agaknya engkau belum tahu siapa Rajawali Lautan itu. Dia amat lihai, dia malah orang pertama dari Sam-ok, Si Tiga Jahat didaratan besar. Bukan saja ilmu silatnya yang amat tinggi, akan tetapi sepuluh buah jarinya mempunyai kuku yang kuat seperti baja, dan juga dia memakai baju emas yang membuatnya kebal terhadap segala macam senjata."
"Hemm, jadi dia kebal?"
"Benar, dan kekebalan serta kuku-kuku jari tangannya itulah yang berbahaya."
"Kalau begitu, bagaimana engkau akan dapat menang menghadapinya?" Si gendut itu menarik napas panjang.
"Entahlah, akan tetapi pokoknya, aku harus menang dan aku telah memperdalam ilmu pedangku yang kuberi nama Hun-kin-kiam (Pedang Pemutus Urat), mudah-mudahan aku akan dapat mengalahkan mereka berdua."
"Mudah-mudahan."
"Dan engkau menjadi ratu"
"Sudahlah, jangan bicara soal itu. Aku tidak dapat menjadi isterimu."
"Kenapa tidak dapat? Kurang apakah aku ini?"
"Pokoknya aku tidak mau, aku belum mau menikah."
"Engkau harus!" Bwee Hong meloncat berdiri dan menegakkan kepalanya.
"Eh? Siapa yang mengharuskan? Aku tidak mau dan hendak kulihat engkau akan dapat berbuat apa terhadap diriku!" Bwee Hong menantang berani. Agaknya tidak ada jalan lain baginya kecuali menggunakan kekerasan. Kakaknya tidak berada disini dan agaknya sukar mengharapkan bantuan Pek Lian, maka jalan satu-satunya hanya menantang dan menggunakan kekerasan. Menang dan bebas, atau kalau kalah biarlah ia mati disitu dari pada harus menjadi isteri si perut gendut ini. lamsiauw-ong juga melompat dari tempat duduknya. Mukanya yang bulat itu menjadi merah, matanya yang lebar itu melotot semakin lebar dan kepalanya yang bundar itu mengangguk-angguk.
"Bagus, akupun ingin sekali melihat sampai dimana kelihaianmu agar dapat kupertimbangkan apakah engkau memang patut menjadi ratuku." Si gendut ini menepuk tangan dua kali dan tiga orang pembantunya yang lihai itupun bermunculan dari pintu, berdiri dengan sikap hormat.
"Nona Chu ingin memperlihatkan kepandaiannya. Coba kalian menangkapnya dan kalau berhasil, ikat kaki tangannya...!" Tanpa bertanya lagi, tiga orang pembantu setia ini maklum dan dapat menduga bahwa tentu nona ini menolak kehendak Raja mereka, maka setelah memberi hormat kepada lamsiauw-ong, mereka lalu menghampiri Bwee Hong dan mengurungnya dengan kedudukan segi tiga. Bwee Hong berdiri tegak dan siap untuk menghadapi pengeroyokan mereka. Bahkan ia tidak mau membuang waktu lagi karena maklum bahwa perkelahian yang akan dihadapi ini baginya bukan sekedar menguji kepandaian, melainkan perjuangan untuk mencapai kemenangan dan untuk meloloskan diri!
Begitu tiga orang lawan itu datang dekat, ia sudah mengeluarkan teriakan melengking nyaring dan tubuhnya sudah bergerak cepat sekali mengirim serangan kepada orang yang didepannya, sedangkan kakinya mencuat dalam tendangan kilat kearah lawan disebelah kanan. Dua orang lawan itu terkejut bukan main. Hampir mereka tidak melihat gerakan nona itu dan tahu-tahu orang yang berada dikanan itu telah kena tendangan pada pahanya! Dan orang yang berada didepannya itu hanya menggulingkan tubuh saja dapat terhindar. Dan Bwee Hong lalu mengamuk! Tiga orang itu berusaha untuk mengurungnya rapat, akan tetapi mereka itu bahkan menjadi bulan-bulanan pukulan dan tendangan Bwee Hong yang membuat mereka jatuh bangun! melihat ini, Lain-siauw-ong memandang dengan wajah berseri-seri dan tiada hentinya memuji.
"Bagus! Bagus! Ginkang yang sempurna! hebat! Pantas menjadi ratuku, lebih dari pada pantas!" Dia bertepuk tangan tiga kali dan muncullah lima orang pembantu lain yang dia perintahkan untuk membantu tiga orang pertama dan mengeroyok Bwee Hong.
"Keparat, curang tak tahu malu!" Bwee Hong memaki dan Pek Lian yang berada diatas juga merasa marah sekali menyaksikan kecurangan si gendut yang main keroyok itu. Akan tetapi ia tidak menurutkan hati, tidak mau turun tangan membantu sebelum melihat kesempatan baik agar ia dan sahabatnya itu dapat lolos dari pulau yang dihuni oleh para bajak itu. Andaikata ia turun membantu dan mereka menang sekalipun, masih amat sukar untuk dapat lolos dari pulau itu karena para penjahat itu tentu akan merintangi dan menghadapi mereka dilaut, sama saja dengan membunuh diri atau menyerahkan diri!
Tidak, ia harus menanti saat baik. Hanya kalau terpaksa saja, kalau melihat Bwee Hong menghadapi ancaman maut, baru ia akan turun tangan dengan nekat, kalau perlu mati bersama dengan sahabatnya itu. Biarpun dikeroyok delapan, namun Bwee Hong tetap mengamuk dan semua pengeroyoknya telah merasakan pukulan atau tendangannya. Semua perabot dan isi kamar menjadi porak-poranda ketika para pengeroyok itu terlempar kesana-sini. Akan tetapi, tiba-tiba lamsiauw-ong sendiri maju dan begitu dia menyerang, Bwee Hong terkejut sekali. Ternyata Raja penjahat ini benar-benar amat lihai! Bahkan melawan satu sama satu saja ia belum tentu dapat mengalahkan si gendut ini! Maka ia menjadi penasaran dan marah sekali. Memiliki kepandaian yang tinggi, namun si gendut ini masih mengerahkan anak-buahnya untuk mengeroyok!
Akan tetapi Pek Lian mengerti mengapa si gendut itu tadi tidak maju sendiri dan menyuruh orang-orangnya untuk mengeroyok. Tentu selain ingin menguji sampai dimana kelihaian Bwee Hong, juga si gendut ini ingin menangkap Bwee Hong tanpa melukainya, maka dia menggunakan tenaga banyak orang. Dan memang dugaannya ini tepat. Setelah dikeroyok sembilan orang, maka akhirnya lamsiauw-ong berhasil menotok pundak kiri Bwee Hong. Separuh tubuh dara itu menjadi lumpuh dan ketika si gendut memeluk dan meringkusnya, iapun tidak dapat berkutik dan dilain saat dara itu telah dibelenggu kaki tangannya! Pek Lian sudah mengepal tinju. Ia tentu akan nekat kalau melihat Bwee Hong hendak diperkosa, akan tetapi ternyata si gendut iba, biarpun kepala bajak, bukanlah seorang yang kasar. Dia sama sekali tidak memperkosa, bahkan menciumpun tidak!
Agaknya, didepan delapan orang anak-buahnya, si gendut ini menahan diri dan karena itulah maka dia dihormati sekali oleh para anak-buahnya. setidaknya, biarpun dia kepala bajak, namun julukannya adalah Raja Muda Selatan! Setelah tubuh Bwee Hong direbahkan diatas pembaringan, kedua kaki dibelenggu, kedua lengan diikat dibelakang tubuh dan mulutnya juga diikat saputangan agar jangan mengeluarkan teriakan atau makian, si gendut menyuruh semua anak-buahnya keluar lagi. Mereka keluar, ada yang terpincang-pincang, ada yang mengaduh memegangi perut, ada yang kepalanya benjol-benjol dan ada yang sebelah matanya menghitam. Kini tinggallah si gendut berdua dengan Bwee Hong dan kembali Pek Lian siap untuk menolong sahabatnya. Akan tetapi, lamsiauw-ong hanya mendekati pembaringan sambil berkata,
"Nona Chu, salahmu sendirilah sehingga terpaksa aku membelenggumu. Akan tetapi, engkau masih kuberi waktu untuk berpikir selama tiga hari ini. Setelah selesai menghadiri pertemuan antara pimpinan lautan, baru aku akan memaksa engkau mengambil keputusan, yaitu menjadi isteriku secara suka rela ataukah secara paksaan!"
Setelah berkata demikian, lamsiauw-ong meninggalkan kamar itu. Tak lama sesudah si gendut ini pergi, barulah Pek Lian cepat melayang turun kedalam kamar itu. Tadi, ketika mencari-cari didalam Istana, ia menemukan gudang senjata dan ia telah memilih sebatang pedang untuk dibawa berlindung diri. Melihat melayangnya sesosok tubuh kedalam kamarnya, Bwee Hong cepat memandang dan dapat dibayangkan betapa girangnya melihat bahwa yang melayang turun itu adalah Pek Lian yang tadinya dikhawatirkan telah terkubur diperut ikan hiu! Kalau saja mulutnya tidak diikat dengan kain, tentu ia sudah berteriak saking girangnya.
"Ssttt!" Pek Lian menaruh telunjuk kanan didepan mulut memberi isyarat kepada sahabatnya itu agar tidak bersuara. Kemudian dengan cekatan ia meloncat kedekat pembaringan, mencabut pedang curiannya dan membebaskan Bwee Hong dari belenggu. Setelah bebas dari belenggu, Bwee Hong merangkul sahabatnya itu. Sejenak mereka berangkulan tanpa ada sepatahpun kata keluar dari mulut mereka. Kata-kata tidak berarti lagi untuk menyatakan kebahagiaan hati mereka masing-masing pada saat itu, bahkan kata-kata dapat berbahaya karena dapat terdengar para penjaga diluar pintu.
Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mari kita pergi, melalui atas saja," bisik Pek Lian. Bwee Hong mengangguk dan dara ini telah mendapatkan kembali semangatnya setelah melihat sahabatnya ini. Seperti biasa, biarpun kepandaiannya masih kalah dibandingkan dengan Bwee Hong, namun Pek Lian mengambil sikap memimpin. Ia sudah mendahului meloncat keatas dan dengan selamat mereka berdua lolos dari kamar itu tanpa menimbulkan suara berisik dan keduanya dilain saat telah berdiri diatas genteng dan memandang kekanan kiri.
Naga Beracun Eps 2 Naga Beracun Eps 18 Naga Beracun Eps 7