Ceritasilat Novel Online

Darah Pendekar 41


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 41




   "Ha-ha-ha, tepat dugaanku bahwa tentu tokoh besar Tai-bong-pai yang bermain-main dengan mayat-mayat itu. Kiranya malah ketuanya yang maju sendiri menolong kami. ha-ha, terimakasih, pai-cu!" Beberapa lamanya Kwa Eng Ki menatap wajah kakek sederhana itu lalu menarik napas panjang.

   "Kalau ada orang-orang mampu menawan seorang murid mendiang Bu-Eng Sin-yok-ong, dapat dibayangkan betapa lihainya orang-orang itu!" Kakek Kam menarik napas panjang.

   "Tidak aneh kalau yang menjadi lawan itu iblis macam Raja Kelelawar dan anak-buahnya yang terdiri dari datuk-datuk kaum sesat yang amat lihai."

   "Ayah, inilah dia tuan penolongku yang bernama Chu Seng Kun atau Bu Seng Kun, berdua dengan enci Bwee Hong dan mendiang suami-isteri Bu Kek Siang telah menyelamatkan selembar nyawaku yang tidak berharga, bahkan dengan pengorbanan nyawa suami-isteri Bu Kek Siang." Kakek yang berwajah mayat itu memandang kepada Seng Kun dengan sepasang mata tajam penuh selidik, kemudian diapun tidak segan-segan untuk menjatuhkan diri berlutut dan memberi hormat kepada Seng Kun!

   Tentu saja Seng Kun menjadi kaget dan cepat-cepat diapun membalas dengan menjatuhkan diri berlutut pula. Tiba-tiba terdengar bunyi terompet yang ditiup oleh Liu Pang. Kiranya pemimpin besar ini sudah berdiri ditempat tinggi sambil meniup terompetnya yang menjadi tanda bagi barisannya untuk memulai dengan penyerbuan mereka! Dan terjadilah geger dibenteng musuh. Sebelumnya memang pasukan yang berada didalam benteng sudah kacau-balau ketakutan oleh sepak terjang para mayat hidup. Baru saja mereka dikejutkan dan dibikin ngeri lagi ketika mayat-mayat hidup itu secara tiba-tiba saja, seperti kemunculan mereka tadi, berjatuhan dan mati kembali, seolah-olah tenaga penggerak mereka dicabut serentak dan mereka itu terpelanting semua tanpa nyawa lagi.

   Bukan hanya para perajurit yang menjadi panik. Bahkan para pimpinannya termasuk Kwa Sun Tek yang amat diandalkan oleh para pembesar itu menjadi ketakutan. Tentu saja pemuda ini mengenal ilmu yang menggerakkan mayat-mayat itu dan tahulah dia bahwa ayah dan ibunya juga datang ke benteng itu dan menjadi musuh! Tahulah dia bahwa dia tidak mempunyai harapan lagi untuk melaksanakan cita-citanya memperoleh kedudukan tinggi karena pihak yang dibelanya itu agaknya telah mendekati jurang kehancuran dan kegagalan. Maka diapun diam-diam berusaha meloloskan diri bersama anak-buahnya. Pada saat mereka diliputi kekhawatiran, tiba-tiba saja, dalam keadaan gelap gulita itu, pintu gerbang benteng didobrak dari depan.

   Terjadilah pertempuran hiruk-pikuk dan kacau-balau. Pasukan Liu Pang yang menyerbu mengenakan tanda ikat pinggang putih dipinggang mereka sehingga mereka dapat bergerak dengan leluasa, dapat membedakan mana kawan mana lawan. Sebaliknya, pasukan yang mempertahankan benteng yang sudah dicekam ketakutan dan dalam keadaan gugup tidak dapat membedakan lawan dan kawan, dihantam dan didesak, sebentar saja banyak anggauta pasukan mereka yang roboh dan benteng itupun jatuh. Semua perajurit pasukan asing dihancurkan dan terbunuh, karena semua perajurit Liu Pang menerima pesan khusus bahwa mereka harus membunuh semua perajurit asing dan boleh mengampuni dan menerima kalau ada perajurit para gubernur yang menakluk dan menyerahkan diri. Belum sampai pagi, pertempuran berhenti dan benteng itupun jatuh ketangan pasukan pemberontak.
(Lanjut ke Jilid 29)

   Darah Pendekar (Seri ke 01 - Serial Darah Pendekar)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Bahan Cerita : Sriwidjono

   Jilid 29
Beberapa orang gubernur yang ketakutan membunuh diri, ada pula yang ikut melawan dan tewas. Akan tetapi ada pula yang menakluk dan mereka ini bersama keluarga mereka diterima oleh para pimpinan pemberontak. Juga para perajurit yang menakluk diterima untuk dibentuk menjadi pasukan khusus yang masih berada dibawah pengawasan. Semua perajurit kini bertugas membersihkan benteng itu, menyingkirkan mayat-mayat dan merawat mereka yang terluka. Para tawanan yang tadinya ditahan dipenjara itu dibebaskan. Pada keesokan harinya, semua mayat dikuburkan dengan rapi dan sederhana, dan pada malam harinya, Liu Pang mengadakan pesta sederhana, sekedar untuk menghibur hati para anggauta pasukan, merayakan kemenangan itu. Pada waktu itu, Liu Pang dan barisannya telah menguasai hampir seluruh bagian negara.

   Bengcu atau pemimpin pemberontak itu kini tidak dianggap sebagai Bengcu lagi, melainkan sebagai seorang Raja baru! Hal ini tidak mengherankan. Perjuangannya berhasil dengan baiknya. Banyak kota jatuh ketangannya dan pasukannya menjadi semakin besar dan kedudukannya menjadi semakin kuat. Kini, Kotaraja sudah berada didepan mata. Liu Pang ingin membiarkan pasukannya memperoleh istirahat secukupnya untuk menyusun kekuatan sebaik-baiknya agar pasukan dalam keadaan segar ketika ia menggerakkannya untuk tujuan terakhir, yaitu menghantam Kotaraja, mendudukinya dan merampas singgasana Kaisar. Sambil makan-minum berpesta sekedarnya untuk merayakan kemenangan, Liu Pang duduk diatas kursi kepemimpinan, dikelilingi para perwira dan pembantunya yang kini telah mulai mengenakan pakaian seragam sesuai dengan pangkat yang diberikan oleh pemimpin itu kepada mereka.

   Diantara para perwira ini terdapat pula Yap Kim yang tampan dan gagah. Sambil bercakap-cakap membicarakan semua pengalaman pertempuran mereka, semua orang nampak bergembira. A-hai dan teman-temannya juga ikut berpesta, berkumpul dengan perwira-perwira muda. Karena A-hai, Seng Kun, Bwee Hong, Tiong Li, kakek Kam Song Ki dan suami-isteri Kwa merupakan tamu-tamu kehormatan, mereka mendapatkan sebuah meja kehormatan yang ditempatkan tak jauh dari tempat duduk Liu Pang dan para perwiranya. Sejak tadi, A-hai celingukan memandang kekanan kiri dan akhirnya dia berbisik kepada Bwee Hong yang duduk disebelah kirinya.

   "Sejak pagi tadi aku mencari-cari nona Ho Pek Lian, akan tetapi ia tidak kelihatan. Mengapa ia tidak menemui kita dan kemanakah perginya? Bukankah ia merupakan seorang tokoh penting dalam barisan ini, bahkan menjadi murid paling dipercaya dari Liu-Bengcu?"

   "Ah, engkau benar! Aku sampai lupa saking gembiraku melihat Kun-koko dalam keadaan selamat."

   "Biar kutanyakan kepada Liu-Bengcu" kata A-hai, akan tetapi seorang perwira muda yang duduk tidak berjauhan dengan mereka dan mendengar percakapan itu segera menoleh. Perwira muda ini dahulunya adalah seorang pendekar ternama didaerah pantai timur. Ketika dia menoleh dan melihat wajah Bwee Hong, dia seperti silau oleh kecantikan nona itu. Dengan sikap hormat diapun lalu berkata, ditujukan kepada A-hai karena dia kurang patut kalau bicara kepada seorang gadis yang belum dikenalnya.

   "Agaknya jiwa (anda berdua) adalah sahabat baik dari Ho-siocia. Memang saat ini ia tidak berada didalam-barisan ini. Ia mendapat tugas dari Liu-Bengcu untuk melakukan penyelidikan ke Kotaraja, ditemani oleh Yap-taihiap. Kita harus mengetahui dengan baik keadaan di Kotaraja sebelum melakukan penyerbuan, dan karena itulah benteng ini kita kuasai secepatnya agar kita dapat beristirahat dan mengumpulkan kekuatan. Kalau tidak ada halangan, menurut perhitungan, hari ini juga Ho-siocia akan kembali dari Kotaraja."

   "Terimakasih, ciangkun," kata A-hai girang.

   "Memang kami bersahabat baik dengan nona Ho. Kotaraja sudah dekat, hanya tiga empat jam perjalanan dari sini. Tentu ia akan kembali nanti. Kami akan menanti sampai ia pulang." Bwee Hong menarik napas panjang, hatinya terasa sedih. Bagaimanapun juga, sedikit banyak ada hubungan darah antara ia dan keluarga Kaisar.

   "Aahh, agaknya Kotaraja sudah benar-benar akan runtuh!" Perwira muda itu menggeleng kepala. Dia tidak perlu merahasiakan kepada tamu-tamu pemimpinnya ini, karena diapun sudah mendengar bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, bahkan kakek dan nenek yang bermuka seperti mayat itu sudah berjasa besar dalam penyerbuan ke benteng malam tadi.

   "Saya kira tidaklah begitu mudah, nona. Selain di Kotaraja masih ada Beng-tai-ciangkun yang pandai, juga kami masih mempunyai musuh besar, yaitu barisan yang dipimpin oleh pemberontak Chu Siang Yu yang kabarnya juga sudah menguasai hampir seluruh daerah utara dan barat."

   A-hai dan teman-temannya tidak melanjutkan percakapan mengenai perang karena sesungguhnya mereka tidak ingin terlibat. Kalau sampai selama ini mereka kadang-kadang terlibat adalah karena kebetulan saja dan bukan karena mereka memang ingin membantu suatu pihak tertentu. Seng Kun dan Bwee Hong memang pernah dekat dengan Kaisar yang telah meninggal dunia, akan tetapi pendekatan itupun hanya karena mereka bertemu dengan ayah kandung mereka yang menjadi orang penting di Istana saja, dan Seng Kun juga tidak terjun kedalam pertempuran, melainkan hanya bertugas menyelidiki hilangnya mendiang Menteri Ho Ki Liong, ayah Pek Lian. Didalam hatinya, pendekar inipun tidak suka akan peperangan, apa lagi perang antara bangsa sendiri yang merupakan perang saudara yang amat kejam. Tak lama kemudian terdengar orang-orang bersorak diluar benteng.

   Seorang pengawal melaporkan kepada Liu Pang dengan suara nyaring dan gembira bahwa rombongan Ho-siocia telah tiba kembali. Nampaklah Ho Pek Lian menunggang kuda, diiringkan oleh seorang pemuda yang berpakaian putih-putih dan nampak gagah perkasa penuh wibawa. Pemuda ini bukan lain adalah Yap Kiong Lee yang amat dihormati oleh para perajurit karena pemuda ini memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat dan walaupun Kiong Lee juga tidak mau terlibat secara resmi dalam barisan itu, namun dia terpaksa membantu karena sutenya menjadi orang penting disitu. Dibelakang kedua orang ini nampak perajurit-perajurit yang menyambut dan mengelu-elukan mereka dengan gembira. Kedua orang muda itu memang amat populer dikalangan mereka dan mereka amat menyayangi mereka berdua yang sudah banyak berjasa namun selalu bersikap ramah dan rendah hati.

   Dapat dibayangkan betapa gembiranya hati Pek Lian bertemu dengan kawan-kawannya ditempat itu. Pertemuan yang tak disangka-sangkanya. Apa lagi mendengar bahwa Seng Kun telah dapat ditemukan dalam keadaan selamat. Ia merangkul dan mencium pipi Bwee Hong dan Siok Eng, memberi hormat kepada suami-isteri Tai-bong-pai, bergembira menyambut penghormatan Seng Kun dan Tiong Li yang sudah dikenalnya sejak dahulu, dan disambutnya uluran tangan A-hai dengan hangat. Bagaimanapun juga, pemuda ini masih meninggalkan guratan istimewa didalam hati pendekar wanita muda ini. Kemudian, setelah meluapkan kegembiraannya didepan teman-teman lamanya, Pek Lian lalu melapor kepada pemimpin dan gurunya, dengan suara nyaring menceritakan hasil penyelidikannya sehingga dapat didengar oleh semua anggauta pimpinan pasukan yang berkumpul disitu.

   "Saya dan Yap-taihiap sudah berhasil menyelundup ke Kotaraja. Wah, kami menemui keadaan yang kacau-balau didalam Kotaraja. Penduduk kota sudah banyak yang lari mengungsi keluar kota, akan tetapi mereka itu tidak dapat membawa secuilpun harta kekayaan mereka karena dihalangi oleh para penjaga. Bagaimana Kotaraja tidak akan menjadi kacau-balau? Penjahat-penjahat besar, pencoleng, perampok dan maling-maling berkumpul disana. Datuk-datuk seperti Sanhek-houw, Sin-go Mo Kai Ci, Pekpi Siauw-kwi Si Maling Cantik, Jai-hwa Toat-beng-kwi Si penjahat Cabul, dan orang-orang sebangsa itu yang jahat dan kejam, yang menjadi anak-buah Raja Kelelawar, semua berkumpul disana dan mereka malah diberi kedudukan! Orang-orang macam itu diberi kedudukan dan kekuasaan! Bagaimana tidak akan kacau? Seolah-olah harimau ganas diberi tambahan sayap saja. Dan yang paling gila lagi, kini Kaisar baru mengangkat Raja Kelelawar menjadi Panglima Besar Kerajaan, menggantikan kedudukan Beng-goanswe!" Semua orang terkejut, dan Liu Pang mengerutkan alisnya.

   "Ah..., dia malah diangkat menjadi panglima besar? Lalu dimana adanya Jenderal Beng Tian?"

   "Sisa pasukan kerajaan dibawah pimpinan Jenderal Beng Tian telah dipukul mundur dan porak peranda oleh pasukan Chu Siang Yu kemarin dulu. Jenderal Beng pulang kekota untuk melapor ke Istana. Akan tetapi dia malah ditangkap dan dianggap bersalah karena kekalahan itu, dan kabarnya besok dia akan dihukum mati!"

   "Kaisar gila!!" Liu Pang bangkit berdiri dan mengepal tinju. Pemimpin ini mengenal betul orang macam apa adanya Jenderal Beng Tian. seorang panglima besar, seorang perajurit sejati yang amat setia dan pandai. Kekalahan yang dideritanya itu bukan kesalahannya, melainkan karena kelemahannya kerajaan. Jenderal itu sudah berusaha mati-matian untuk menghalau semua musuh negara. Akan tetapi dia bekerja sendiri, sama sekali tidak memperoleh dukungan dari pusat, bahkan tidak didukung rakyat yang sudah marah terhadap kelaliman Kaisar dan para pengikutnya. Akhirnya Liu Pang teringat akan keadaannya dan dia duduk kembali, memandang muridnya dan berkata,

   "Lalu bagaimana?" Pek Lian menarik napas panjang.

   "Pagi tadi pasukan Chu Siang Yu sudah mengepung Kotaraja. Kami melihat pasukannya yang amat besar dan kuat, bercampur dengan pasukan asing diluar tembok besar. Kami bergegas kembali kesini sesuai dengan rencana sehingga kami tidak tahu apa yang terjadi sekarang di Kotaraja." Liu Pang mengerutkan alisnya.

   "Benarkah semua keterangan itu, Yap-taihiap?" tanyanya kepada Kiong Lee. Kiong Lee mengangguk.

   "Benar semua, dan saya kira saat ini tentu sedang terjadi pertempuran dibenteng Kotaraja." Liu Pang menundukkan kepalanya.

   "Ahh, kita telah didahului oleh Chu Siang Yu. Tak kusangka dia akan lebih dulu sampai di Kotaraja dari pada kita. Hemm, kita harus bergerak, tidak boleh membiarkan dia mendahului kita."

   Selagi Liu Pang dan para pembantunya berbincang-bincang dengan sikap dan suara serius, diam-diam A-hai meninggalkan ruangan itu. Munculnya Pek Lian mendatangkan perasaan tidak karuan didalam hatinya. Teringat dia akan masa lalunya ketika dia masih berada dalam keadaan hilang ingatan. Mula-mula nona Ho Pek Lian itulah yang menggugah perasaannya. Harus diakuinya bahwa dalam keadaan hilang ingatan, dia pernah bergantung secara batiniah kepada Ho Pek Lian dan dalam pertemuan tadi, dia masih dapat menangkap sinar mata nona Ho itu kepadanya. Sinar mata yang mengandung rasa kasih sayang! Tak salah lagi, Pek Lian pernah jatuh cinta kepadanya. Setelah Pek Lian, lalu muncul Bwee Hong dalam hidupnya. Diapun dalam keadaan hilang ingatan pernah bergantung secara batiniah kepada Bwee Hong, apa lagi karena wajah Bwee Hong serupa benar dengan wajah isterinya!

   Kini, setelah dia mulai memperoleh kembali ingatannya, tentu saja dia harus menjauhkan perasaannya terhadap dua orang dara itu. Dia sudah mempunyai isteri, bahkan sudah mempunyai seorang anak. Kenyataan ini membuat A-hai merasa berdosa, walaupun tidak sengaja dia menggoda hati dua orang dara perkasa yang cantik jelita dan berbudi mulia itu. Betapa baiknya kedua orang dara itu terhadap dirinya! Dan dia hanya dapat membalas mereka dengan melukai hati mereka, pikirnya. Hal inilah yang membuat A-hai tidak betah tinggal lebih lama didalam ruangan itu dan diapun keluar berjalan-jalan. Malam itu amat cerah. Bulan sepotong naik tinggi dan A-hai sengaja mencari tempat yang sepi disudut benteng itu. Yang menjaga benteng hanyalah para petugas jaga diatas benteng dan semua perajurit lainnya menikmati istirahat setelah merayakan kemenangan mereka.

   Selagi A-hai berdiri termenung dibawah pohon yang membentuk bayangan gelap, tiba-tiba dia melihat berkelebatnya dua bayangan orang. Dua orang itu berhenti tidak jauh dari pohon itu dan heranlah dia ketika melihat bahwa mereka itu berpakaian tosu. Teringat dia bahwa memang ada dua orang tosu yang membantu perjuangan barisan Liu Pang dan kabarnya dua orang tosu itu lihai ilmu kepandaiannya. Agaknya dua orang tosu inilah orangnya, pikir A-hai. Akan tetapi, dari dalam gelap bermunculan beberapa orang berpakaian perajurit dan mereka bercakap-cakap dengan dua orang tosu itu dengan bahasa daerah utara! A-hai mendengarkan dan ternyata dia mampu menangkap dan mengerti bahasa itu! Dia sendiri merasa heran dan tidak ingat bahwa dia mengerti bahasa daerah utara, maka dengan gembira dia lalu mengintai dan mendengarkan.

   "Sudah tiba saatnya bagi kita untuk bergerak," terdengar seorang diantara dua tosu itu berkata. Tosu ini membawa sebatang tongkat, rambutnya digelung keatas dan memakai jubah kotak-kotak, sikapnya berwibawa,

   "Nanti tengah malam, kalian kumpulkan semua teman ditempat ini dan kami berdua akan keluar dari benteng dan langsung melapor akan keadaan barisan Liu Pang kepada Chu-taijin." Ucapan ini saja cukup bagi A-hai. Kiranya mereka adalah mata-mata musuh, anak-buah pemberontak Chu Siang Yu, karena yang disebut Chu-taijin tadi tentulah Chu Siang Yu.

   Dan pemberontak Chu Siang Yu merupakan musuh dan saingan Liu Pang. Kiranya mereka itu memang sengaja menyelundup kedalam barisan ini untuk mengamati gerak-geriknya dan kemudian memberi pelaporan kepada Chu Siang Yu sehingga tentu akan memudahkan fihak musuh untuk mengatur perangkap! Dengan hati-hati, menggunakan ilmu kepandaiannya yang tinggi, A-hai menyelinap pergi dan langsung dia memasuki ruangan dimana Liu Pang masih berbincang-bincang dengan para pembantunya. Seperti tidak disengaja, A-hai yang merupakan seorang diantara para tamu terhormat, mengambil tempat duduk agak dekat dibelakang Liu Pang. Kemudian, setelah dia mengingat kembali ilmunya, bibirnya bergerak-gerak perlahan dan terkejutlah Liu Pang ketika dengan jelas sekali dia mendengar suara A-hai disamping telinganya!

   "Dua orang tosu pembantu ternyata adalah dua orang mata-mata anak-buah Chu Siang Yu yang menyelundup. Tengah malam ini mereka akan mengadakan gerakan, harap Liu-Bengcu waspada dan siap siaga." Tentu saja Liu Pang terkejut bukan main mendengar suara A-hai ini. Dia maklum bahwa A-hai yang aneh itu memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat, dan tidak mengherankan kalau A-hai pandai mengirim suara dari jauh seperti itu. Yang mengejutkan hatinya adalah berita itu sendiri. Maka dia lalu mengusap mukanya yang sama sekali tidak memperlihatkan kekejutan hatinya dan mengatakan kepada semua pembantunya bahwa dia merasa lelah dan ingin beristirahat dulu.

   "Kita harus beristirahat dan besok pagi-pagi aku akan mengadakan rapat lagi," katanya. Rapat itu bubaran dan Liu Pang berkata kepada A-hai,

   "Saudara A-hai, aku ingin sekali mendengar ceritamu." Ketika mendengar penuturan A-hai tentang dua orang tosu yang ternyata mata-mata musuh yang menyelundup itu.

   "Biarlah saya menangkap dan menghajar mereka!" katanya. Liu Pang tersenyum.

   "Aku sendiri ingin menghadapi mereka. Engkau siapkan saja pasukanmu untuk menangkap anak-buah mereka." Pemimpin besar ini lalu mengatur siasat bersama Yap Kim dan A-hai untuk menghadapi dua orang mata-mata dan anak-buah mereka yang akan beraksi menjelang tengah malam nanti.

   Menjelang tengah malam itu keadaan semakin sunyi didalam benteng. Para perajurit yang tidak sedang tugas jaga sudah tidur mendengkur melepaskan lelah setelah pertempuran. Juga para perwira yang memperoleh kesempatan tidur itu memuaskan badan yang sudah kelelahan. Suasana amat sunyi. Tidak ada seorangpun yang tahu betapa dalam keadaan yang amat sunyi itu, pemimpin besar mereka sendiri sedang sibuk mengatur para pembantunya mengepung tempat yang akan dijadikan pertemuan para mata-mata itu! Untuk memudahkan gerakannya, Liu Pang menanggalkan pakaian kebesarannya dan hanya memakai pakaian biasa, pakaian petani seperti ketika dia masih memimpin barisannya melintasi gunung-gunung selama ini. Hanya sebatang pedang tergantung dipinggang sehingga dia lebih mirip seorang pendekar dari pada seorang pemimpin dan calon Kaisar!

   Tiba-tiba terdengar suara suitan-suitan lirih dan mulailah bermunculan beberapa orang. Ada dua orang berpakaian perwira, belasan orang berpakaian perajurit dan dua orang tosu itu. Hanya kini para perajurit itu mengenakan topi khas, topi ciri bahwa mereka itu adalah perajurit-perajurit asing dari utara! Kiranya mereka adalah pasukan istimewa dari barisan asing yang bersekutu dengan Chu Siang Yu dan yang dikirim untuk menyelundup kedalam barisan Liu Pang dan selain memata-matai juga mengatur siasat. Liu Pang sendiri, diikuti Yap Kim, menggunakan kepandaiannya untuk menyusup dekat sehingga mereka berdua selain mampu melihat gerak-gerik mereka, juga dapat mendengarkan percakapan mereka dengan jelas. Sedangkan anak-buah Yap Kim tetap berjaga ditempat pengepungan, siap menanti komando.

   "Petugas pembakaran!" tiba-tiba seorang diantara dua tosu itu berkata lirih namun tegas.

   "Siap!" Tujuh orang perajurit maju.

   "Kalian sudah tahu benar akan tugas kalian?" tanya si tosu yang menjadi pimpinan.

   "Kami akan berpencar, mempergunakan minyak yang sudah tersedia membakar gudang-gudang makanan dan perlengkapan," jawab seorang diantara mereka.

   "Bagus! Petugas racun!"

   "Siap!" Dua orang perajurit maju.

   "Bagaimana tugas kalian?"

   "Kami sudah mempersiapkan empat guci air beracun untuk dituang kedalam sumber dan simpanan air minum, juga kedalam guci-guci arak, akan dilakukan pada saat pembakaran terjadi."

   "Baik sekali. Kini regu panah!"

   "Siap!" Lima orang perajurit yang membawa busur maju.

   "Selagi terjadi kebakaran dan keributan, kami akan berbaris pendam menanti orang she Liu keluar untuk kami serang dengan anak panah dari tempat gelap. Mudah-mudahan usaha kami berhasil!"

   "Ya, mudah-mudahan semua kita berhasil. Ingat, kalau semua rencana ini berhasil baik, kalian akan menerima hadiah yang amat besar dan pangkat yang tinggi. Sesudah melaksanakan tugas masing-masing, kalian sudah tahu harus berkumpul diluar benteng, kami akan mendahului kalian untuk memberi pelaporan tentang kedudukan musuh kepada induk barisan yang berada dekat Kotaraja."

   "Baik!" Akan tetapi, sebelum mereka sempat bergerak, Liu Pang sudah melompat kedepan dengan pedang terhunus, lalu menudingkan telunjuknya kepada tosu pemimpin mata-mata itu.

   "'Bagus, kalian berdua telah membuat dua macam dosa tak berampun. Pertama, kalian memalsukan pendeta-pendeta dan kedua, kalian menjadi pengkhianat-pengkhianat dan mata-mata busuk!"

   "Serbu!" Tosu itu yang menjadi terkejut sekali berteriak. Anak-buahnya bergerak, akan tetapi pada saat itu, Yap Kim dan kawan-kawannya bermunculan! Liu Pang sendiri segera menerjang tosu pemimpin dengan pedangnya setelah merobohkan seorang perajurit mata-mata yang membawa sebuah bendera asing, agaknya untuk memberi semangat kawan-kawannya.

   "Tranggg!" Tosu itu menangkis dengan tongkat ditangan kirinya, dan dengan dahsyat tangan kanannya menghantam dengan jari-jari terbuka dan dimiringkan.

   "Dukkk!" Liu Pang menangkis dengan tangan kiri, dan pedangnya membabat lagi dengan gerakan yang amat cepat. Segera terjadi perkelahian yang amat seru diantara mereka berdua. Sementara itu, anak-buah mata-mata yang hendak mengamuk, ternyata menghadapi kepungan pasukan yang jauh lebih besar jumlahnya. Apa lagi disitu terdapat Yap Kim yang dibantu oleh perwira-perwira yang lihai ilmu silatnya sehingga sebentar saja, semua mata-mata roboh dan tewas kecuali dua orang tosu yang dihadapi oleh Liu Pang dan Yap Kim sendiri! Dua orang tosu itu terdesak hebat dan sudah luka-luka. Akan tetapi agaknya mereka tidak mau menyerah karena maklum bahwa bagaimanapun juga, mereka tidak mungkin dapat diampuni. Dari pada tertawan dalam keadaan hidup dan disiksa untuk mengaku, lebih baik melawan sampai mati, demikian pikir mereka.

   Dan memang Liu Pang dan Yap Kim tidak ingin membunuh mereka, hendak menangkap hidup-hidup agar dapat mengorek keterangan dari mulut mereka. Maka, Liu Pang dan Yap Kim berusaha sedapat mungkin untuk merobohkan lawan tanpa membunuh mereka. Akhirnya, pedang Liu Pang berhasil membacok kaki kanan lawannya sehingga orang itu terpelanting roboh dan pada saat yang hampir berbareng, Yap Kim juga sudah merobohkan lawannya dengan tendangan. Akan tetapi, begitu roboh, dua orang tosu itu menggerakkan tongkat mereka sendiri. Liu Pang dan pembantunya hendak mencegah namun terlambat karena dua orang tosu itu telah tewas dengan kepala pecah oleh hantaman tongkat sendiri. Mereka membunuh diri agar jangan tertawan musuh! Liu Pang memandang mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan menarik napas panjang.

   "Pantas Chu Siang Yu mampu mendahului kita ke Kotaraja. Kiranya dia dibantu oleh orang-orang pandai dan gagah seperti mereka ini!!" Karena penundaan rapat tadipun hanya dilakukan untuk menghadapi mata-mata ini, maka Liu Pang lalu memerintahkan agar semua pembantunya dipanggil, yang tidur digugah, untuk melanjutkan rapat mereka! Rapat dilanjutkan lewat tengah malam dengan penuh kesungguhan hati, karena semangat mereka bangkit oleh adanya peristiwa tadi.

   "Bagaimana kalau kita terus saja menyerbu Kotaraja pada besok pagi-pagi?" Yap Kim mengajukan usulnya. Setelah membantu perjuangan Liu Pang, kini Yap Kim mencurahkan seluruh perhatiannya terhadap perjuangan itu dan dia merupakan orang terpenting didalam barisan Liu Pang.

   "Saya kira tidak tepat waktunya," kata seorang perwira yang berpengalaman karena dia merupakan bekas perwira kerajaan yang sudah menakluk.

   "Pada saat ini, terdapat dua kekuatan besar, yaitu barisan kerajaan yang sedang bertempur melawan barisan Chu Siang Yu. Kalau saat ini kita menyerbu, bukan tidak mungkin mereka berdua itu berhenti perang dan keduanya malah menggencet kita. Kalau sudah demikian, alangkah berbahayanya."

   "Akan tetapi, kalau kita diamkan saja, barisan Chu itu akan mendahului kita merebut Kotaraja... Dan kita ketinggalan" Yap Kim membantah. Ucapan Yap Kim itu membuat semua orang mengerutkan alis dan hati mereka menjadi gelisah. Kalau kedahuluan musuh, berarti akan sia-sia gerakan mereka selama ini yang sudah mengorbankan banyak tenaga dan nyawa.

   "Pasukan kita selama tiga hari tidak pernah beristirahat. Kalau sekarang diharuskan bertempur lagi, hal itu sungguh berbahaya dan terlalu memeras tenaga, apa lagi kalau diingat betapa kuatnya fihak musuh" kata seorang pembantu lain. Banyaklah diantara mereka yang mengemukakan pendapatnya dan selama itu Liu Pang hanya mendengarkan tanpa membantah. Dia mendengarkan dan mempertimbangkan semua usul dan pendapat. Setelah semua orang mengajukan usulnya dan agaknya menemui jalan buntu, akhirnya Liu Pang bangkit berdiri.

   "Saudara sekalian. Sesungguhnya, memang saat inilah yang paling tepat untuk menyerbu Kotaraja, selagi dua kekuatan itu saling bertempur. Akan tetapi mengingat keadaan kita yang sudah lelah, besar bahayanya kalau kita menyerbu sekarang. Oleh karena itu, sebaiknya kita. membiarkan mereka saling gempur sehingga kedudukan mereka kedua pihak itu menjadi semakin lemah. Sementara itu, kita menyusun kekuatan dan beristirahat. Nah, setelah satu diantara mereka kalah, kita menyerbu dengan keadaan segar bugar!"

   "Akan tetapi, bagaimana kalau barisan Chu Siang Yu sudah lebih dahulu merebut Kotaraja sehingga keadaan mereka lebih baik, memiliki perlengkapan yang lebih kuat, dan posisi mereka menjadi semakin baik? Kita akan ketinggalan dan lebih sukar menyerang mereka yang sudah bertahan dibenteng Kotaraja."

   "Saya kira hal itu tidak perlu dikhawatirkan," tiba-tiba Yap Kiong Lee ikut bicara.

   "Bagaimanapun juga, kalau mereka sudah berhasil memasuki Kotaraja, tentu korban diantara mereka amat besar dan jumlah mereka menjadi kecil dan lemah. Selain itu, rnerekapun tentu dalam keadaan lemah, semangat tempur mereka menurun, apa lagi mereka tentu masih mabok kemenangan."

   "Bagus sekali! Pendapat Yap-taihiap tepat!" kata Liu Pang. Lalu diambil keputusan untuk membiarkan pasukan mereka beristirahat, akan tetapi mereka harus dapat mengikuti perkembangan dan terutama sekali dapat mengetahui besarnya kekuatan musuh. Untuk itu, mereka lalu mencari orang-orang yang dapat ditunjuk sebagai penyelidik. Memang banyak terdapat orang-orang lihai diantara mereka, akan tetapi tidak mudah untuk menunjuk siapa orangnya yang patut melakukan tugas berbahaya itu.

   Liu Pang sendiri dalam waktu itu tidak mungkin meninggalkan pasukannya. Kehadirannya amat diperlukan karena segala macam keputusan yang diambil pada saat itu dapat menjadi kunci sukses atau gagalnya gerakan mereka. Yap Kim harus membantunya, dan Ho Pek Lian bersama Yap Kiong Lee baru saja pulang. Ketua Tai-bong-pai dan anak isterinya tak mungkin mau menjadi penyelidik karena mereka adalah orang-orang "bebas" yang tidak mau melibatkan diri dengan perang. Demikian pula kakek Kam Song Ki dan muridnya, Kwee Tiong Li, walaupun pemuda ini sebelum menjadi murid kakek Kam juga seorang ketua lembah pemimpin para pemberontak yang menjadi anak-buah Chu Siang Yu akan tetapi semenjak menjadi murid kakek sakti itu juga menjadi orang "bebas."

   Masih ada orang-orang lihai lainnya seperti Seng Kun, Bwee Hong dan juga A-hai yang kadang-kadang masih meragukan kesehatan ingatannya. Akhirnya, tidak ada orang lain lagi yang lebih tepat, kakak-beradik Seng Kun dan Bwee Hong dipilih! Usulnya datang dari Pek Lian yang langsung disetujui oleh Liu Pang dan semua orang yang sudah mengenal baik kakak-beradik ini, mengenal kelihaian mereka dan juga mengenal watak mereka sebagai orang-orang gagah perkasa. Hanya satu hal yang meragukan, yaitu bahwa Seng Kun dan Bwee Hong juga tidak mau telibat dalam perang. Apa lagi mereka itu masih merupakan keluarga Kaisar, walaupun agak jauh, dan Seng Kun bahkan pernah menjadi utusan Kaisar tua yang sudah meninggal. Melihat semua orang memilih dia dan adiknya, Seng Kun menarik napas panjang.

   "Seperti saudara sekalian telah mengetahui, aku dan adikku tidak suka terlibat dalam perang, oleh karena itu sesungguhnya tidak tepatlah kalau anda sekalian memilih kami. Akan tetapi, kami telah lama mengenal barisan para pendekar ini dan tahu bahwa cita-cita kalian mulia. Selain itu, kami berduapun mempunyai kepentingan di Kotaraja. Kami ingin mencari ayah kandung kami, maka biarlah dengan senang hati kami menerima tugas untuk melakukan penyelidikan itu." Semua orang bersorak mendengar ucapan Seng Kun itu dan setelah sorakan itu mereda, terdengar A-hai berkata,

   "Akupun akan menemani kalian berdua!" Seng Kun dan Bwee Hong saling pandang, dan khawatir kalau-kalau kakak-beradik itu menolak, A-hai berkata cepat,

   "Tanpa kalian berdua, bagaimana aku akan dapat sembuh?" Sesungguhnyalah, pemuda sinting ini memang masih amat memerlukan pengobatan mereka dan kesembuhannya belum sempurna. Maka, keduanyapun tidak dapat menolak. Selain itu, dengan ilmu kepandaiannya yang amat luar biasa, A-hai dapat menjadi seorang pelindung yang amat baik dan boleh diandalkan. Persiapan diadakan dan malam itu A-hai mendapat perawatan tusukan jarum dari Seng Kun dan Bwee Hong. Pada keesokan harinya, sebelum fajar menyingsing, tiga orang muda itupun berangkatlah meninggalkan perkemahan mereka. Mereka memotong jalan, melalui sawah ladang dan kebun-kebun para penduduk dusun.

   Dimana-mana mereka bertemu dengan orang-orang yang pergi mengungsi menjauhi tempat pertempuran. Semua orang yang sedang bergegas mengungsikan keluarga dan harta milik mereka itu memandang dengan terheran-heran kepada tiga orang muda ini. Semua orang berbondong-bondong dan tergesa-gesa pergi menjauhi Kotaraja, akan tetapi tiga orang muda ini malah menuju kesana! Karena para pengungsi itu rata-rata tergesa-gesa ketakutan, tidak mudah bagi Seng Kun bertiga untuk mencari keterangan tentang keadaan di Kotaraja. Baru setelah mereka bertemu dengan serombongan pedagang yang juga melarikan diri dan mereka mengaso diluar hutan saking lelahnya, Seng Kun memperoleh kesempatan bercakap-cakap dengan seorang diantara mereka, seorang laki-laki setengah tua yang nampak gelisah.

   "Kalian bertiga hendak mencari keluarga di Kotaraja? Aih, orang-orang muda, kalau boleh kunasihati kalian, jangan mendekati Kotaraja. Tempat itu telah menjadi seperti neraka!" kata seorang diantara mereka.

   "Seperti neraka? Apa maksudmu?" Seng Kun bertanya.

   "Memang ada perang, akan tetapi yang perang adalah pasukan dan kita tidak ikut-ikut dengan mereka!"

   "Ahhh, enak saja engkau bicara karena belum melihat sendiri. Disekitar Kotaraja terjadi pertempuran yang amat hebat dan mengerikan. Ribuan, bahkan laksaan tentara bertempur disana dan pasukan pemberontak amat banyak dan pasukan kerajaan... hiiihh, amat mengerikan."

   "Kenapa?"

   "Mereka itu kejam sekali, seperti bukan manusia lagi, seperti iblis! Mereka itu lebih patut menjadi penjahat-penjahat keji, mereka suka makan daging dan minum darah! Apa lagi para komandan mereka, seperti bukan manusia lagi, seperti binatang... tidak, bahkan lebih pantas seperti iblis mereka itu. Mereka membunuh tidak memandang bulu, bukan hanya pihak perajurit musuh saja yang mereka bunuh, akan tetapi juga rakyat jelata yang mengungsi, kalau bertemu mereka tentu dibunuh dan dirampas barang-barangnya. Huh, sungguh menakutkan sekali sepak terjang mereka itu." Tiga orang muda itu sesungguhnya tidak terlalu heran mendengar berita ini. Mereka sudah mendengar bahwa Istana kini dibantu oleh para tokoh kaum sesat, bahkan dipimpin oleh datuk sesat Raja Kelelawar yang sakti itu. Akan tetapi Bwee Hong pura-pura bertanya kepada pedagang itu.

   "Sungguh aneh dan sukar dipercaya! Kenapa orang-orang jahat seperti iblis diangkat menjadi perajurit pemerintah, bahkan menjadi komandan?" Mendengar pertanyaan ini, rombongan pedagang itu makin percaya bahwa tiga orang muda ini tidak tahu apa-apa maka berani hendak pergi menuju ke Kotaraja.

   "Ah, mana kami mengerti? Sejak Kaisar baru naik tahta, bermunculan banyak perwira dan perajurit kejam, seperti itu, berkeliaran di Kotaraja. Maka, sebaiknya kalau kalian bertiga cepat-cepat pergi dari sini dan jangan mendekati Kotaraja."

   "Apakah pertempuran masih berlangsung disana?" A-hai bertanya sambil menunjuk kedepan.

   "Tentu saja masih! Makin hebat tentunya. Pertempuran dimulai malam tadi dan tentu kini masih berlangsung dengan hebatnya. Untung kami dapat segera melarikan diri, akan tetapi banyak teman kami yang terkurung di Kotaraja dan tidak sempat lagi melarikan diri. Entah bagaimana nasib mereka itu. Kalau mereka tidak kehilangan nyawa saja masih untung akan tetapi tidak mungkin dapat diharapkan mereka akan dapat mempertahankan barang dagangannya dan semua harta milik mereka."

   Setelah secara omong-omong sambil lalu, tiga orang muda itu berhasil memperoleh gambaran sekedarnya tentang keadaan di Kotaraja, mereka lalu meninggalkan tempat itu dan melanjutkan perjalanan menuju ke Kotaraja dengan cepat. makin dekat dengan Kotaraja, mulailah terdengar sayup sampai terbawa angin suara gemuruh dan riuh-rendah, tanda bahwa jauh didepan terjadi pertempuran hebat.

   Dan makin tinggi lagi, mulai nampaklah debu mengepul tinggi. Mereka bertiga cepat mendaki bukit yang berada diluar benteng Kotaraja. Kini nampak debu tebal dan asap api bertebaran, menghalangi pandangan mereka sehingga pertempuran itu tidak kelihatan jelas. Dari tempat sejauh itu, orang-orang yang bertempur hanya kelihatan kecil seperti semut yang bergerak dan berlarian kesana-sini. Nampak panji-panji, bendera-bendera bercampur baur dengan kereta perang, kuda dan manusia. Suara bising memenuhi udara. Teriakan manusia diseling bunyi terompet komando dan tambur. Dari atas bukit itu, sukar dikenal mana pasukan pemerintah dan mana pemberontak. Juga belum nampak tanda-tanda siapa yang berada dipihak unggul. Tiba-tiba A-hai berseru,

   "Lihat diluar pintu gerbang sebelah barat itu! Pertempuran disana sungguh luar biasa!" Pemuda ini menunjuk kedepan.

   Dua orang temannya cepat menengok dan memandang kearah yang ditunjuk. Dan nampaklah apa yang dimaksudkan oleh A-hai. Ada seorang penunggang kuda yang dari situ, hanya kelihatan sebesar lengan, membawa panji besar dan penunggang kuda ini dikepung oleh banyak sekali pasukan lawan, mungkin ada ratusan orang banyaknya. Para pengeroyok itu mengepungnya dan bahkan ada pasukan anak panah menghujaninya dengan serangan anak panah. Akan tetapi, jelas nampak oleh tiga orang muda diatas bukit itu betapa dengan benderanya yang besar, penunggang kuda itu mengebut runtuh semua anak panah yang menyambar kearah dirinya. Dan anehnya, pengepung yang jumlahnya demikian banyak itu tidak ada yang berani mendekatinya karena siapa berani agak terlalu dekat pasti roboh. Orang lihai ini tentu merupakan seorang tokoh besar yang amat lihai dari Kotaraja, mungkin seorang panglima.

   "Heii! Itu disana juga ada dua orang dikepung ratusan orang perajurit!" tiba-tiba Bwee Hong berseru sambil menuding kearah kiri. Yang dimaksudkan itu adalah dua orang yang berdiri membelakangi, dikepung dan dikeroyok oleh ratusan orang perajurit seperti keadaan penunggang kuda itu.

   "Dan itu disana! Dia sendirian... ah, ada dua ekor harimau, wah siapa lagi kalau bukan Sanhek-houw? Hemm, kiranya datuk-datuk sesat mereka itu dan kini mereka sedang menghadapi pengeroyokan pasukan anak-buah Chu Siang Yu!" kata Seng Kun.

   "Ah, benar!" kata Bwee Hong.

   "Para datuk sesat telah turun tangan menghadapi pasukan yang mengepung Kotaraja. Akan tetapi dimana pemimpin mereka yang kabarnya diangkat menjadi panglima kerajaan itu? dimana dia Raja Kelelawar?" Kini tiga orang muda itu mencari-cari dengan pandang mata mereka, mencari iblis itu diantara orang-orang yang sedang bertempur. Akan tetapi mereka tidak dapat menemukan Raja iblis itu.

   "Ha-ha, mana ada kelelawar muncul disiang hari? Kalau kalian ingin melihatnya, datang saja kembali kesini malam nanti. ha-ha, lihat betapa pasukan kerajaan mulai terdesak. Paling lama sore nanti mereka tentu akan dapat didesak mundur sampai kedalam benteng Kotaraja. Kalau sudah begitu, tentu Iblis Kelelawar itu akan muncul, tunggu saja malam nanti!"

   Tiga orang muda itu terkejut dan memandang kesana-sini mencari siapa orangnya yang tiba-tiba bicara kepada mereka itu. Suara itu seperti terdengar dari atas, akan tetapi mereka tidak dapat menemukan pembicara itu. Akhirnya mereka tidak perduli lagi karena keadaan jauh dibawah sana itu amat menarik hati mereka. Mereka bertugas melakukan penyelidikan dan kini mereka memperoleh tempat yang amat baik untuk dapat melihat jalannya pertempuran antara para pemberontak anak-buah Chu Siang Yu melawan pasukan pemerintah. Kini, setelah melihat jalannya pertempuran, mulailah mereka dapat membedakan mana pasukan pemerintah dan mana pasukan pemberontak.

   Dan memang tepat seperti yang dikatakan orang yang tak dapat mereka temukan tadi, kini pihak pemerintah terdesak hebat. Pada saat matahari terbenam, pihak pasukan pemerintah sudah terdesak semakin hebat dan akhirnya mereka itu meninggalkan teman-teman yang tewas, lari memasuki pintu gerbang yang segera mereka tutup dan pasukan anak panah menghujankan anak panah dari atas tembok benteng. Tentu saja pertempuran otomatis berhenti dan pihak pemberontak juga menarik pasukannya agar mengepung tembok benteng akan tetapi tidak terlalu dekat agar jangan menjadi korban anak panah yang turun bagaikan hujan. Pasukan pemberontak yang berhasil mendesak pasukan pemerintah itu kini memperkuat kedudukan dan membuat perkemahan dikaki bukit, mengepung tembok benteng Kotaraja.

   Karena pertempuran berhenti, Seng Kun bertiga lalu turun dari puncak untuk beristirahat pula dan mengisi perut. Mereka mengambil keputusan untuk kembali lagi malam nanti, sesuai dengan anjuran suara tanpa rupa tadi. Malam itu sunyi, akan tetapi bulan muncul dilangit yang bersih. A-hai mencari sepotong kayu cabang pohon untuk membantunya mendaki bukit sampai ke Puncak. Walaupun pendakian kepuncak itu merupakan jalan liar yang harus dicari sendiri, namun mereka bertiga dapat mendakinya dengan mudah, apa lagi ada sinar bulan menerangi permukaan puncak. Seng Kun dan Bwee Hong berjalan didepan, sedangkan A-hai yang memegang tongkat kasar dengan tangan kirinya, mengikuti dari belakang.

   Agaknya pasukan kedua pihak malam itu tidak melanjutkan pertempuran. Agaknya masing-masing pihak hendak menyimpan tenaga sambil mengatur siasat malam itu. Ketika tiga orang muda itu tiba di Puncak, mereka berhenti dan memandang kebawah pohon dimana berdiri seorang laiki-laki yang amat gagah! Pria itu berdiri dengan tegak, kedua tangan bersedekap dan tidak bergerak seperti sebuah arca. Jubahnya panjang berwarna putih terbuat dari sutera halus. Dipinggangnya tergantung sebatang pedang. Sepatunya mengkilap dan kuat, rambutnya digelung keatas, dihias dengan semacam hiasan berbentuk mahkota kecil. Wajahnya tampan dan sikapnya agung, menunjukkan bahwa pria ini adalah seorang bangsawan yang memiliki wibawa kuat. Dari tempat itu, Seng Kun bertiga dapat melihat perkemahan para pemberontak, dan lebih jauh lagi nampak benteng Kotaraja.

   "Selamat malam!" Orang berjubah putih itu menyambut mereka dengan sikap angkuh, tanpa menoleh dan melanjutkan pandang matanya yang sejak tadi memeriksa keadaan dibawah sana penuh perhatian. Seng Kun bertiga terkejut mendengar suara ini, suara yang segera mereka kenal baik sebagai suara orang yang tidak mau memperlihatkan dirinya siang tadi. Karena keadaan orang itu menimbulkan rasa hormat, merekapun membalas salam orang itu dan menghampirinya, lalu berdiri didekatnya sambil ikut pula memandang penuh perhatian kebawah puncak. Setelah dekat, nampaklah bahwa laki-laki ini berusia hampir empat puluh tahun dan wajahnya gagah dan tampan.

   "Kalian lihatlah!" Orang itu berkata seolah-olah mereka adalah kenalan lama.

   "Perkemahan itu demikian luas, tidak kurang dari seribu buah banyaknya, dan setiap kemah kecil itu menampung dua puluh lima orang perajurit, belum kemah yang besar. Kekuatan pemberontak Chu ini sungguh tidak kecil, bukan?" Seng Kun mengangguk-angguk membenarkan.

   "Kami juga menduga bahwa kekuatan pasukan pemerintah tidak akan dapat bertahan terlalu lama."

   "Bertahan terlalu lama? ha-ha, kau lihat saja, besok, sebelum matahari terbenam, benteng itu akan jatuh dan dapat dikuasai, Kotaraja akan dapat diduduki oleh pasukan-pasukan Chu yang hebat!" Tiga orang muda itu tertegun dan saling pandang. Diam-diam mereka menduga-duga. Siapakah gerangan orang ini? Dari golongan mana dan bagaimana orang ini dapat meramal dengan suara demikian penuh keyakinan?

   "Eh Lo-cianpwe siapakah?" A"hai yang sejak tadi sudah ingin tahu sekali tidak dapat menahan pertanyaannya. Pertanyaan itu membuat si jubah putih membalik dan menatap mereka dengan langsung. tiga orang muda itu kembali terkejut. Kini nampak jelas wajah yang gagah penuh wibawa itu, dan sepasang matanya tajam bersinar tanda bahwa dia memiliki kepandaian yang tinggi.

   "Kelak kalian akan tahu sendiri siapa aku. tidak layak aku memperkenalkan diri kepada orang-orang yang aku sendiri tidak mengenalnya dengan betul. Siapa tahu aku berhadapan dengan pihak musuh? Suasana begini kacau dan kita harus bersikap curiga dan hati-hati." A-hai mengerutkan alisnya. Orang ini bicara begini terus-terang tanpa menjaga perasaan orang lain sehingga kata-katanya terdengar kasar dan tidak enak, walaupun suaranya tetap halus dan sopan. Diapun sudah siap untuk membalas ucapan tidak enak itu, akan tetapi sebelum dia sempat membuka mulut, orang itu sudah mengangkat tangan mencegah mereka membuat berisik.

   "Sstt, harap perhatikan. Inilah saatnya Raja Kelelawar keluar dari sarangnya!" Tentu saja ucapan itu membuat mereka bertiga terkejut dan juga merasa serem sehingga tanpa dapat mereka cegah, mereka merasa betapa tengkuk mereka menjadi dingin. Mereka semua kini memandang penuh perhatian kebawah, kesegenap penjuru, terutama kearah benteng Kotaraja yang nampak sunyi itu. Tiba-tiba A-hai menyentuh lengan Seng Kun,

   "Lihat diatas tembok sebelah barat itu, didekat menara penjaga. Ada orang berlompatan disana hemm, ada lima orang banyaknya" Seng Kun dan Bwee Hong mengerahkan kekuatan pandang mata mereka kearah yang ditunjuk A-hai itu.

   Tentu saja keduanya menjadi terkejut dan heran. Dari puncak bukit itu, benteng Kotaraja hanya kelihatan kecil, seperti tembok rumah biasa saja, dan bangunan-bangunan dibagian dalamnya hanya sebesar kotak-kotak kertas. Bagaimanakah A-hai dapat melihat orang-orang yang tentu saja amat kecil, diwaktu malam lagi, hanya dengan penerangan bulan saja? Kalau waktu siang dan mereka mengerahkan sinkang, mungkin mereka masih akan mampu melihat orang-orang yang dimaksudkan oleh A-hai. Seng Kun dan Bwee Hong menoleh dan memandang kepada A-hai dan mereka berdua terkejut bukan main. sepasang mata A-hai mencorong seperti mata harimau didalam kegelapan. Bukan hanya kakak-beradik itu yang menjadi kagum, juga orang berjubah putih itu diam-diam terkejut bukan main. Pemuda ini memiliki ketajaman mata yang luar biasa, pikirnya sehingga dia sendiripun kalah kuat!

   "Pemuda ini bukan orang sembarangan dan memiliki tenaga sinkang yang sukar diukur kehebatannya," demikian dia berkata didalam hatinya dan sikapnya menjadi semakin waspada. Di dalam keheranan dan kekaguman mereka, kakak-beradik itu diam-diam merasa girang bukan main. Mereka tahu bahwa keadaan A-hai semakin membaik dan ternyatalah bahwa A-hai benar-benar seorang pemuda yang amat lihai. Sikap A-hai saja menunjukkan bahwa pemuda itu sudah mulai pulih kembali ingatannya, tidak lagi kelihatan ketololan. Hanya ada hal-hal yang belum diingatnya dan mungkin hal-hal yang teramat pentinglah yang dilupakannya itu, dan siapa tahu, hal-hal penting ini yang menjadi penyebab dia kehilangan ingatan. Kalau peristiwa penting ini teringat, bukan tidak boleh jadi kalau dia akan menjadi waras kembali. Seng Kun meraba tangan adiknya dan diajaknya minggir agak menjauhkan diri.

   "Hong-moi, aku tiba-tiba mendapat pikiran bahwa jalan satu-satunya untuk membuat dia sembuh sama sekali adalah memberinya guncangan batin hebat dengan jalan mempertemukannya dengan tempat dan orang yang membuat dia kehilangan ingatannya. Ingat, totokan tiga jari dipelipisnya itu. Kalau saja dia dapat berhadapan dengan orang yang menotoknya, aku berani bertaruh bahwa guncangan batin akan mampu menembus semua penghalang dan dia akan pulih kembali sama sekali."

   "Akan tetapi," Bwee Hong juga berbisik,

   "Bagaimana hal itu dapat dilaksanakan? Kita tidak tahu siapa yang melakukan perbuatan keji terhadapnya, bahkan diapun tidak ingat dimana tempat tinggalnya dahulu." Seng Kun menarik napas panjang.

   "Engkau benar. Kita hanya boleh mengharapkan terjadinya suatu keajaiban, yaitu musuhnya itulah yang datang mencarinya!"

   "Harapan itu bukan kosong belaka, koko. kalau musuhnya melihat bahwa dia masih hidup, tentu musuhnya itu akan datang untuk mencoba membunuhnya."

   "Betapa mengerikan! A-hai yang demikian saktinya saja sampai kalah dan dibuat tidak berdaya. Kalau musuh yang sedemikian saktinya muncul dan menyerangnya, bagaimana kita akan mampu menolongnya?" Pada saat itu, terdengar suara orang berjubah putih,

   "Nah, tepat dugaanku! Si Raja iblis Kelelawar itu keluar dari sarangnya. Dia menyeberangi parit yang mengelilingi tembok benteng!" Setelah berkata demikian, dia bertepuk tangan dan terkejutlah tiga orang muda itu ketika melihat munculnya beberapa orang dari tempat gelap dan melihat kecepatan gerakan mereka, mudah diketahui bahwa mereka terdiri dari orang-orang yang berilmu tinggi! Yang membuat Seng Kun dan Bwee Hong memandang dengan kaget adalah ketika mereka mengenal dua orang diantara mereka itu. Dua orang itu bukan lain adalah Kim I Ciangkun dan Gin I Ciangkun, dua orang panglima yang menjadi komandan pasukan pengawal Istana dan mereka adalah tangan kanan dari Pek-lui-kong Tong Ciak, jagoan di Istana kepercayaan Kaisar lama! Beberapa orang itu menghadap si jubah putih dan memberi hormat.

   "Si iblis sudah muncul, tepat seperti yang kita perhitungkan. Dia membawa empat orang teman yang berkepandaian tinggi. Beri tahu teman-teman dan jalankan siasat yang telah kita rencanakan!"

   "Akan hamba laksanakan perintah Ong-ya!" jawab seorang diantara mereka.

   "Ji-wi Tai-ciangkun, bagaimanakah ji-wi dapat berada disini selagi Kotaraja terancam oleh pasukan musuh? Mengapa dua orang ini malah berada disini dan agaknya menjadi pembantu orang asing ini?" Mendengar teguran si gadis, orang yang berjubah putih itu nampak terkejut. Tadinya dia memang sudah curiga dan menduga-duga siapa adanya tiga orang muda yang amat lihai itu dan ternyata gadis itu malah sudah mengenal dua orang pembantunya yang dipercaya!

   "Kalian mengenal mereka ini?" tanyanya kepada Kim I Ciangkun dan Gin I Ciangkun.

   Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Maaf, Ong-ya. Mereka berdua itu adalah keluarga Kaisar lama, masih keponakan Kaisar lama. Mereka adalah putera Bu Hong Seng-jin, ketua kuil Istana Thian-to-tang yang kini telah dipenjara oleh Kaisar baru itu."

   "Ayah dipenjara?" Kakak-beradik itu bertanya, hampir berbareng. Memang, hubungan antara mereka dan ayah kandung mereka tidaklah demikian erat karena sejak kecil mereka telah berpisah dari ayah kandung mereka, namun tentu saja mereka menjadi terkejut dan penasaran sekali mendengar betapa ayah kandung mereka yang tidak berdosa itu, yang hanya menjadi ketua kuil di Istana, kini ditangkap dan dijebloskan pula kedalam penjara.

   "Tai-ciangkun, dimana ayah ditahan dan mengapa?" Seng Kun mendesak. Akan tetapi orang yang berjubah putih dan disebut Ongya itu menggerakkan tangan menahan.

   "Hendaknya kalian berdua bersabar dan menunda pertanyaan kalian itu. Keadaan amat mendesak, Raja Kelelawar telah keluar dari sarangnya. Mari ikut kami, menyongsong Raja Kelelawar yang menjadi panglima dan mungkin pula penyebab ditangkapnya ayah kalian."

   Seng Kun dan Bwee Hong tidak dapat membantah lagi dan mereka, tentu saja diikuti pula oleh A-hai, mengikuti orang itu pergi dari puncak bukit. Mereka semua pergi dengan jalan menyebar, dan tiga orang muda itu mengikuti si jubah putih. Kiranya si jubah putih itu membawa mereka turun puncak menuju keperkemahan barisan pemberontak yang mengepung benteng Kotaraja! Mereka tiba ditempat penyimpanan kuda dan tiba-tiba dari tempat gelap muncul seorang berkulit hitam berkepala gundul. Kemunculannya amat mengejutkan. Kulitnya yang hitam membuat dia sukar darat dilihat didalam kegelapan malam. Akan tetapi orang ini menghadap si jubah putih sambil memberi hormat.

   "Ong-ya, semua kuda dalam keadaan baik dan terjaga kuat. Tidak akan ada musuh dapat lewat disini tanpa sepengetahuan kami," orang itu melapor. Si jubah putih mengangguk-angguk.

   "Bagus, akan tetapi hati-hatilah. Musuh yang akan menyusup kesini adalah Raja Iblis Kelelawar dan teman-temannya. Mereka itu memiliki kepandaian tinggi seperti iblis-iblis saja. Pergilah dan bersiaplah baik-baik!" Orang itu menjura dan sekali berkelebat diapun lenyap. A-hai yang kini sudah agak pulih ingatannya dan sudah menguasai sebagian besar kepandaiannya, memuji,

   "Wah, ginkang si hitam itu hebat juga." Mereka tiba digudang persediaan makanan dan tiga orang muda itu merasa kagum akan kerapian penjagaan dibagian ini. Juga seorang komandan maju memberi hormat dan melaporkan bahwa keadaan disitu aman dan bahwa mereka melakukan penjagaan dengan ketat. Setelah melewati bagian-bagian yang dijaga ketat, si jubah putih membawa tiga orang muda itu masuk kekompleks perkemahan. yang besar, terjaga kuat dan dihias dengan panji-panji dan bendera-bendera. Disitu nampak para komandan, diantaranya Kim I Ciangkun dan Gin I Ciangkun, dan mereka semua menghormati si jubah putih seperti orang-orang menghormati Raja mereka.

   Dan setelah tiga orang muda itu disuruh ikut masuk, barulah mereka sadar bahwa si jubah putih itu bukan lain adalah pemimpin besar barisan ini, dan dialah pemimpin barisan pemberontak, yaitu Chu Siung Yu yang terkenal sekali itu! Setelah tiba dibagian dalam, beberapa orang dayang mengiringkan seorang wanita cantik berusia tiga puluh tahun lebih yang menyambut kedatangan Chu Siang Yu dengan meriah. Kiranya wanita cantik itu adalah isteri pemimpin pemberontak Chu Siang Yu itu, seorang isteri yang amat setia dan mencinta suaminya, mengalami segala macam suka-duka selama suaminya memimpin pemberontakan dan sering kali hidup dalam keadaan amat sukar dan penuh dengan kekerasan dan bahaya.

   Setelah sadar bahwa si jubah putih itu adalah Chu Siang Yu si pemimpin pemberontak yang amat terkenal dan lihai, yang menjadi saingan besar dari Liu Pang, tentu saja tiga orang muda itu menjadi terkejut sekali dan mereka saling pandang dengan hati berdebar. Celaka, pikir Seng Kun. Mereka telah masuk ditengah-tengah kekuatan musuh! Mereka menduga-duga apakah pemimpin pemberontak ini sudah tahu bahwa mereka, biarpun tanpa ikatan, kini menjadi mata-mata pihak Liu Pang, berarti musuh pemberontak ini! Akan tetapi, agaknya Chu Siang Yu tidak memusuhi mereka dan agaknya belum tahu akan hubungan mereka dengan Liu Pang.

   "Isteriku, mari kuperkenalkan dengan tiga orang muda yang tentu akan sangat menarik hatimu. Mereka berdua ini adalah masih sanakku sendiri, karena mereka adalah putera-puteri dari paman Chu Sin, engkau tentu ingat, paman Pangeran Chu Sin yang kini menjadi Bu Hong Seng-jin, ketua kuil Istana Thian-to-tang. Dan pemuda yang seorang ini, jangan main-main, dia ini memiliki ilmu kepandaian yang mungkin tidak ada tandingannya diantara kita semua!" Mendengar ucapan ini, tiga orang muda itu terkejut bukan main. Tahulah kini mengapa Chu Siang Yu bersikap begitu baik.

   

Naga Beracun Eps 22 Naga Beracun Eps 6 Naga Beracun Eps 32

Cari Blog Ini