Ceritasilat Novel Online

Darah Pendekar 6


Darah Pendekar Karya Kho Ping Hoo Bagian 6




   Tiong Li sendiri masih lemah, tak mungkin dapat melawan musuh yang tangguh, maka Yang-ce Sam-lo selalu mendekatinya untuk siap melakukan perlindungan terhadap kokcu yang mereka kasihi itu. Kembali terdengar suara melengking tinggi itu, seperti suara suling ditiup dengan nada yang tertinggi, suara lengkingan itu berulang-ulang, makin lama makin nyaring seolah-olah suara itu makin dekat saja dengan kuil itu. Dan selagi mereka merasa tegang, tiba-tiba saja terdengar suara batuk-batuk, bukan batuk karena memang sakit batuk, melainkan semacam batuk buatan seperti biasa dilakukan orang untuk memberi isyarat kepada orang lain! Tentu saja tujuh orang itu terkejut bukan main. Suara batuk itu terdengar seperti dibelakang mereka dan ketika tujuh orang itu cepat sekali menoleh, ternyata dibelakang mereka tidak nampak seorangpun!

   Tentu saja mereka saling pandang dan merasa serem, seolah-olah yang batuk tadi adalah iblis yang tidak kelihatan. Akan tetapi perhatian mereka kembali tertuju keluar ketika Pek Lian memberi isyarat dengan tangannya karena dara ini yang lebih dahulu melibat bayangan itu. Bayangan seorang manusia yang bergerak cepat sekali menuju kekuil itu! Sungguh luar biasa sekali ilmu berlari cepat orang itu, seperti terbang saja dan tahu-tahu bayangan itu telah tiba dipekarangan kuil. Pek Lian merasa kagum bukan main. Lagi-lagi ia bertemu dengan orang sakti yang memiliki ginkang seperti itu hebatnya. Orang itu berdiri membelakangi kuil sehingga yang nampak hanya bagian belakang tubuhnya saja, perawakannya agak kecil dan pakaiannya serba hitam.

   Setelah tiba didepan kuil dan melihat sunyi saja, orang itu termangu-mangu, kemudian iapun berdongak lagi keatas memandang langit yang cerah karena matahari sudah mulai memancarkan sinarnya yang kemerahan. Kemudian! terdengar pula suara melengking yang amat nyaring itu, yang mendirikan bulu roma karena selain nyaring dan menggetarkan jantung, juga terdengar menyeramkan, bukan seperti suara manusia lagi. Dan tak lama kemudian dari bawah puncak Bukit Merak Putih itu terdengar suara geraman yang seperti meraungraung, menggetarkan jantung dari biarpun terdengar dari jauh, akan tetapi seperti menusuk anak telinga sehingga orang-orang yang berada didalam kuil itu cepat mengerahkan sinkang untuk melindungi jantung mereka, sedangkan Tiong Li yang masih lemah itu sudah menggunakan kedua tangan untuk menutupi daun telinganya.

   Biarpun demikian, tetap saja tubuhnya tergetar hebat. Setelah raungan itu berhenti, terdengar pula suara bersuit nyaring yang diikuti oleh suara anjing melolong-lolong pula! Pek Lian teringat akan orang-orang Tai-bong-pai. Bukankah orang-orang Tai-bong-pai yang memelihara anjing-anjing yang ganas dan terlatih? Kalau orang-orang Tai-bong-pai datang, tentu ada urusan penting dan ia dapat menduga bahwa suara-suara tadi tentu dikeluarkan oleh orang-orang yang sudah memiliki tingkat ilmu kepandaian yang luar biasa tingginya. Ada terjadi apakah didunia ini maka bermunculan orang-orang sakti yang biasanya hanya bersembunyi mengasingkan diri didalam guha-guha dipegunungan dan tempat-tempat yang terpencil dan jarang bertemu dengan orang lain?

   Sebentar saja setelah semua suara itu menghi-lang, nampaklah bayangan orang-orang berkelebatan cepat dari pelbagai jurusan menuju kekuil itu dan segera nampak betapa pekarangan yang luas didepan kuil itu kini telah penuh dengan manusia. Ada yang datang seorang diri, ada yang berdua, bertiga dan yang paling banyak adalah delapan orang. Pakaian mereka bermacam-macam, akan tetapi rata-rata mereka terdiri dari orang-orang yang aneh bentuknya, wajahnya, maupun pakaiannya. Dan dari sikap mereka, sinar mata mereka, mudah diduga bahwa mereka itu tentu bukanlah terdiri dari orang yang baik-baik, melainkan dari, golongan kaum sesat atau golongan hitam. Mereka semua tiba disitu dan berdiri diam tak bergerak seperti arca, seolah-olah mereka itu sedang menanti munculnya seseorang. Keadaan sungguh amat menyeramkan bagi tujuh orang yang bersembunyi didalam kuil.

   Mereka merasa seolah-olah menjadi saksi pertemuan para iblis, setan dan siluman! Begitu banyak orang berkumpul dipekarangan itu, namun tidak terdengar suara apapun, bahkan tidak nampak gerakan apapun! Ada seperempat jam keadaan diam-diam seperti ini sehingga suasana menjadi semakin menegangkan hati. Akhirnya, orang berpakaian serba hitam yang sejak tadi berada disitu karena merupakan pendatang pertama, nampaknya menjadi tidak sabar. Agaknya ia sudah bosan menunggu. Kembali ia menengadah dan terdengarlah lengkingannya yang menyeramkan tadi, sekali ini agak panjang dan gemanya terdengar dari lereng bukit. Setelah berhenti mengeluarkan suara lengkingan yang tidak lumrah suara manusia ini, maka terdengar ia bicara sambil menoleh dan memandang kepada sebatang pohon siong yang tumbuh disudut kanan depan kuil.

   "Eh, Ciong tua cebol, agaknya kita kena diakali orang! Orang yang menyombongkan diri mengundang kita untuk menjadi pemimpin golongan kita itu agaknya sudah ketakutan melihat kita, hi-hik! Lebih baik kita pulang saja dari pada membuang-buang waktu!"

   Pek Lian dan teman-temannya yang berada didalam kuil menjadi terkejut ketika mendengar suara itu. Baru mereka tahu bahwa orang berpakaian serba hitam ini adalah seorang wanita! Mereka menduga-duga siapa gerangan wanita yang mengeluarkan suara melengking seperti itu dan yang memiliki ginkang yang amat hebat tadi. Kini dari balik pohon siong itu muncul seorang laki-laki yang tubuhnya pendek cebol, akan tetapi kekar. Badannya tidak berbaju dan basah oleh keringat, penuh dengan otot-otot besar, nampak kokoh kuat sekali. Laki-laki ini nampak kuat dan perkasa, bukan hanya karena otot yang melingkar-lingkar diseluruh tubuh, akan tetapi juga lengan, dagu dan dadanya ditumbuhi bulu hitam yang lebat. Melihat orang ini, seorang diantara Yang-ce Sam-lo berbisik,

   "Ah, dia tentu perampok tunggal daerah selatan yang terkenal itu, she Ciong dan julukannya Tiat-ciang (Si Tangan Besi) karena lengannya seperti baja!" Orang she Ciong yang cebol ini terkekeh, dan suaranya parau besar.

   "Heh-heh, Siauw-kwi (Iblis Cantik), jangan sembarang membuka mulut kau! Orang yang sudah mengundang begini banyak orang tentu tidak berani main-main. Siapa tahu kalau-kalau dia itu benar keturunan dewa pelindung kita yang sudah tiada, mendiang yang mulia Bit-bo-ong (Raja Kelelawar)! Kalau salah omong, apa kau kira akan dapat dengan leluasa engkau menjadi Maling Cantik lagi?" Kim-suipoa yang mendengar ucapan ini, berbisik kaget,

   "Kiranya Si Maling Cantik. Wah, bisa ramai ini!"

   "Akan tetapi aku mendengar dari Jai-hwa Toat-beng-kwi (Iblis Pencabut Nyawa Pemetik Bunga) si manusia cabul itu bahwa Bit-bo-ong tidak mempunyai murid, tidak pernah mau menurunkan ilmunya dan... eh, kau disini?" Wanita itu menoleh dan memandang kepada seorang laki-laki yang tahu-tahu muncul pula disitu Laki-laki ini usianya tentu sudah tiga puluh tahun lebih, ganteng dan pesolek. Agaknya dia sedang melamun memandang kebawah puncak dimana terbentang pemandangan alam yang indah. Dia nampak kaget ketika mendengar ucapan wanita itu, maka diapun menoleh dan pipa huncwenya nampak berkilat, lalu mulutnya bersiul nyaring mengejutkan wanita cantik yang sedang bicara tadi.

   Dan kini mereka yang berada didalam kuil dapat melihat bahwa wanita yang disebut Iblis Cantik dan juga Maling Cantik itu memang benar-benar memiliki wajah yang cantik manis. Wanita ini sebenarnya berjuluk Pekpi Siauw-kwi (Iblis Cantik Berlengan Seratus). Tangan seratus itu menyindirkan kemahirannya mencuri dan mencopet dan biarpun kemahirannya mencuri dan mencopet dan kejam, maka ia disebut Siauw-kwi. Maling Cantik itu memandang kepada pria tampan itu dengan senyum mengejek yang mengandung penuh daya pikat, dan pria tampan yang selain kejam juga mempunyai watak buruk yaitu suka memperkosa wanita sehingga dijuluki Pemetik Bunga itu tersenyum pula.

   "Aha, kiranya engkau si maling yang cantik jelita!" Suaranya halus dan penuh rayuan.

   "Bukankah tadi engkau memanggilku? Nah disini aku, manis, kalau memang engkau merindukanku!" Biarpun dia mengeluarkan kata-kata merayu, namun Jai-hwa-cat (Penjahat Pemerkosa Wanita) ini tidak berani terlalu mendekati wanita itu. Dia tahu betapa lihainya si Maling Cantik. Telah beberapa kali dia bentrok dengan wanita ini dan selalu dia mengalah dan menghindarkan diri sehingga diantara mereka belum pernah secara sungguh-sungguh bertanding untuk membuktikan siapa yang lebih kuat.

   "Huh, rayuanmu tidak laku bagiku! Apa engkau ingin berkelahi lagi? Hayo, kulayani disini, bangsat cabul!" tantang wanita itu.

   "Hushh, jangan main-main kau! Bagaimana kalau benar-benar disini hadir keturunan yang mulia dewa pelindung kita?" Kini Jai-hwa-cat itu tidak bicara main-main dan kelihatan takut-takut. Mendengar ini, wajah Maling Cantik itupun agak pucat dan dia memandang kearah kanan kiri dengan matanya yang tajam, dan iapun tidak berani sembarangan membuka mulut lagi. Bit-bo-ong atau Raja Kelelawar memang amat ditakuti oleh setiap tokoh kaum sesat yang manapun juga. Biarpun sudah lama sekali dia dikabarkan mati, namun namanya masih ditakuti orang, sehingga Jai-hwa-cat dan Maling Cantik dua orang tokoh sesat dari selatan, juga Tiat-ciang si cebol dari selatan pula, membicarakan namanya saja sudah merasa gentar.

   Padahal, sudah bertahun-tahun dikabarkan bahwa datuk itu telah meninggal dunia. Memang, dahulu ketika masih hidup, Bit-bo-ong merajalela didalam dunia hitam, mengangkat diri sendiri menjadi "maha Raja" kaum sesat, berkuasa dengan menggunakan tangan besi. Siapa saja yang berani menantangnya tentu akan tewas dalam keadaan yang amat mengerikan. Dan karena Bit-bo-ong ini memiliki ginkang yang luar biasa hebatnya, bahkan kabarnya mengalahkan ahli ginkang Si Tabib Sakti sendiri, maka semua orang gentar kepadanya. Datang dan pergi seperti iblis yang pandai menghilang saja! Padahal, Sin-yok-ong atau Tabib Sakti juga dijuluki orang Bu-Eng (Tanpa Bayangan), namun menurut kabar didunia kang-ouw,

   Puluhan tahun yang lalu pernah Tabib Sakti itu bertanding ginkang dan dikalahkan oleh Raja Kelelawar, walaupun dalam hal ilmu silat, Raja Kelelawar masih belum mampu menandingi Tabib Sakti. Sebenarnya, bukan ginkang yang membuat Raja Kelelawar itu sedemikian cepat gerakannya melebihi Si Tabib Sakti, melainkan alat-alat ciptaannya sendiri yang dipasangnya pada sepatunya, lalu alat yang berupa sayap disembunyikan didalam jubahnya sehingga dia dapat meloncat dengan bantuan alat seperti per dalam sepatunya dan melayang dengan bantuan alat seperti sayap dibawah jubahnya. Pertengkaran mulut antara Jai-hwa-cat dan Maling Cantik itu terhenti, akan tetapi tiba-tiba dari atas genteng kuil yang sudah banyak rusak itu melayang turun seorang laki-laki yang bertubuh gemuk pendek. Biarpun dia tidak secebol Tiat-ciang, akan tetapi dia termasuk orang yang tubuhnya pendek.

   "Jangan ribut disini!" kata orang yang baru melayang turun dan kedua kakinya sengaja menginjak tanah sampai halaman itu tergetar.

   "Kalau mau adu ilmu, tunggu sampai pertemuan ini selesai!" Orang gemuk pendek itu mengayun-ayun sebatang tongkat besar pendek yang terbuat dari baja putih. Melihat orang ini, Kim-suipoa Tan Sun berbi-sik dengan nada suara gemas, tangannya dikepal,

   "Wah, si jahanam ini juga datang?" Tentu saja Kim-suipoa marah melihat orang ini. Orang gemuk pendek ini berjuluk Sin-go (Buaya Sakti) dan bernama Mo Kai Ci, seorang bajak tunggal yang luar biasa lihainya, yang malang-melintang disungai-sungai besar, bahkan dipantai-pantai selatan dan timur.

   Semua bajak takut kepadanya, dan menjadi buruan pemerintah yang selalu gagal menangkap atau menewaskannya. Bahkan Kim-suipoa sendiri pernah kehilangan perahu berisi dagangannya ketika dihadang oleh bajak ini dan dia sendiri mengalami luka-luka karena bajak ini menguasai ilmu dalam air yang luar biasa sekali. para nelayan dan pedagang yang sering mempergunakan perahu untuk mengangkut dagangannya, selalu gelisah kalau-kalau bajak yang tak pernah diketahui tempat tinggalnya yang tetap ini tiba-tiba muncul. Sin-go Mo Kai Ci memang malang-melintang tanpa tempat tertentu, mengacau dan membajak seenak perutnya sendiri, tanpa memperdulikan daerah kekuasaan para bajak lain. Pendeknya, dia merupakan seorang tokoh bajak tunggal yang ditakuti orang.

   Melihat munculnya orang ini, yang berada didekatnya otomatis surut beberapa langkah. Mendengar teguran orang ini, si Maling Cantik terkejut dan marah bukan main, akan tetapi iapun mengenal orang. Kalau saja yang berani mencelanya itu orang lain, tentu sudah dihajarnya sejak tadi. Akan tetapi ia mengenal betul siapa orang gemuk pendek bertongkat putih yang besar pendek pula itu, maklum bahwa betapapun lihainya, melawan bajak tunggal ini sungguh amat berbahaya. Ia tahu bahwa dikalangan liok-lim ada tiga orang yang kadang-kadang dinamakan Raja kejahatan dalam hal mencari nafkah. Mereka bertiga ini sering dinamakan orang Sam-ok (Tiga Jahat), dan mereka mempunyai daerah kekuasaan sendiri, walaupun kadang-kadang, maklum watak orang jahat, merekapun melakukan pelanggaran-pelanggaran wilayah.

   Orang pertama dari Sam-ok ini berjuluk Tung-hai-tiauw (Rajawali Laut Timur), seorang bajak laut yang lihai sekali, Raja dari sekalian bajak laut dan mempunyai banyak anak-buah. Dia sangat kaya raya, dan kapalnya mempunyai bendera bergambar burung Rajawali pada dasar hitam. Adapun orang kedua adalah Sin-go Mo Kai Ci itulah, seorang bajak sungai yang kadang-kadang suka melanggar wilayah Si Rajawali Lautan Timur, akan tetapi karena dia merupakan bajak tunggal, maka pelanggaran itu tidaklah terlalu menyolok. Orang ketiga adalah Sanhek-houw (Harimau Gunung Hitam), yang dianggapnya sebagai Raja perampok yang malang-melintang diseluruh daratan, ditakuti oleh kawanan perampok, maling, begal dan copet.

   Bahkan juga si Maling Cantik dan Tiat-ciang Ciong Lek perampok selatan itu tidak berani menentang Sanhek-houw yang dianggap Rajanya semua penjahat didaratan. Pendeknya, Sam-ok adalah tiga orang "raja" yang menguasai daerah masing-masing, yaitu seorang dilautan, orang kedua disungai-sungai dan orang ketiga didaratan. Itulah sebabnya mengapa Pekpi Siauw-kwi atau si Maling Cantik yang biasanya amat kejam dan memandang rendah lawan, kini tidak berani banyak lagak ketika ditegur oleh orang kedua dari Sam-ok. Ia sendiri termasuk orang yang berada dalam "lindungan" Sanhek-houw, dan kini ia hanya melirik sana-sini, dengan pandang matanya mencari-cari untuk melihat apakah pelindungnya itu berada disitu. Kalau disitu terdapat Sanhek-houw, tentu ia berani menentang Sin-go Mo Kai Ci,

   Karena kalau si jahat penguasa sungai-sungai itu berani mengganggunya, tentu pelindungnya itu akan turun tangan membantunya. Hatinya kecewa karena tidak melihat bayangan Sanhek-houw. Tidak mungkin kalau Rajanya penjahat daratan itu sampai tidak menerima undangan, sedangkan golongan yang lebih rendah tingkatnya saja menerimanya. Mereka yang berada didalam kuil, kini merasa tegang dan diam-diam juga merasa gelisah sekali. Tak disangkanya bahwa ditempat ini mereka tidak bertemu dengan para anak-buah Lembah Yang-ce, bahkan melihat pertemuan antara golongan-golongan kaum sesat. Tentu saja mereka merasa gelisah melihat hadirnya begitu banyak orang pandai dari golongan hitam itu, apa lagi hadirnya seorang diantara Sam-ok yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali.

   Bagaimanakah para penjahat itu kini berani terang-terangan mengadakan pertemuan, seolah-olah mereka itu "mendapat angin" dan menjadi berani? Dan siapakah yang mengundang mereka semua, yang katanya hendak menjadi pemimpin mereka, semacam "Bengcu" diantara golongan sesat, menjadi Raja dari dunia hitam? Dahulu, puluhan tahun yang lalu, memang terdapat Raja dunia hitam, yaitu Bit-bo-ong si Raja Kelelawar, dan setelah Raja itu meninggal dunia, semua golongan menjadi terpecah-pecah kembali, terutama yang sifat pekerjaan mereka berlainan. Mereka hidup sendiri-sendiri didaerah masing-masing dan tidak saling mengacuhkan, bahkan tidak jarang terjadi bentrokan diantara mereka. Hal ini tentu saja melemahkan dunia hitam sehingga mereka tidak mampu lagi menahan tentangan para pendekar atau pihak pemerintah.

   Inilah sebabnya maka muncul tokoh-tokoh yang berkuasa didalam bidang dan daerah masing-masing, seperti halnya ketiga Sam-ok itu. Dan kini, pada pagi hari ini, didepan kuil kuno di puncak Bukit Merak Putih itu berkumpul penjahat dari semua golongan, mengadakan pertemuan kembali untuk bersatu padu seperti ketika mereka mempunyai Raja dunia hitam, yaitu Raja Kelelawar dahulu. Mereka semua datang berkumpul karena diundang oleh seseorang yang mengaku menjadi keturunan Raja Kelelawar yang hendak memimpin mereka kembali. Benarkah demikian? Kalau memang benar, alangkah akan gegernya dunia kang-ouw dan hal ini merupakan peristiwa yang amat hebat dan mengancam, baik terhadap para pendekar maupun terhadap rakyat jelata dan juga pemerintah.

   Kwee Tiong Li yang biarpun masih muda akan tetapi telah menjadi kokcu atau ketua lembah, dan sebagai murid seorang yang terkenal sebagai seorang Bengcu, pemimpin para pendekar patriot, telah mempunyai pengetahuan luas sekali tentang keadaan didunia kang-ouw. Maka, ketika dia dalam pengintaiannya itu melihat keadaan para tokoh sesat yang mengadakan pertemuan disitu, sejak tadi dia mengerutkan alisnya dan hatinya merasa terguncang dan gelisah sekali. Bukan gelisah memikirkan nasib dia dan semua kawannya yang pada saat itu berada didalam kuil sedang diluar kuil berkumpul demikian banyak tokoh sesat yang pandai, melainkan prihatin memikirkan keadaan dunia kalau semua orang jahat itu benar-benar bersatu.

   Tentu akan terjadi kemelut didunia persilatan, pikirnya dan teringatlah dia akan penuturan gurunya. Menurut gurunya, diwaktu dahulu pada jamannya Raja Kelelawar menjadi datuk atau Raja kaum sesat, para pendekar merasa gelisah sekali dan juga berduka mendengar akan kejahatan yang merajalela didunia tanpa dapat berbuat sesuatu. Sukarlah dicari pendekar yang mampu menandingi Raja Kelelawar! Hanya ada empat orang saja didunia pada waktu itu yang mampu menandingi Raja Kelelawar. Mereka berempat itu adalah kedua orang datuk, yaitu Bu-Eng Sin-yok-ong datuk selatan dan Sin-kun butek datuk utara, dan dua orang datuk sesat yaitu Cui-beng Kui-ong pendiri Tai-bong-pai dan Kim-mo Sai-ong pendiri Soa-hu-pai.

   Akan tetapi, dua orang datuk putih dan dua orang datuk hitam ini sudah terlampau tinggi kedudukan mereka sehingga mereka tidak pernah mencampuri urusan dunia dengan turun tangan sendiri. Atau lebih tepat lagi, dua orang datuk golongan putih itu tidak mau mencampuri urusan dunia ramai sedangkan dua orang datuk golongan hitam tidak mengambil pusing dan tidak mau mencampuri urusan Raja Kelelawar walaupun hal ini bukan berarti mereka tidak berani. Sebaliknya, biarpun merajalela didunia dengan congkaknya, namun Raja Kelelawar selalu menghindarkan bentrokan dengan pihak empat orang datuk itu. Tentu saja karena empat orang datuk itu tidak mau mencampuri urusannya, Raja Kelelawar malang-melintang didunia kang-ouw dengan leluasa.

   Akan tetapi pada suatu hari, Raja Kelelawar melakukan suatu kesalahan besar sekali. Tanpa disengaja dia bentrok dengan seorang pemuda perkasa dan Raja Kelelawar membunuhnya. Barulah dia menyesal dan terkejut setengah mati ketika mendengar bahwa pemuda itu bukan lain orang adalah putera dari Sin-kun butek, datuk golongan putih dari utara itu. Sin-kun butek mendengar akan kematian puteranya, langsung keluar dari tempat pertapaannya, mencari Raja Kelelawar. Setelah keduanya saling jumpa, tidak dapat dicegah lagi terjadilah perkelahian yang amat hebat, sampai berlangsung semalam suntuk dan akhirnya, hanya karena selisih sedikit saja tingkat kepandaian mereka, Raja Kelelawar terluka parah dan beberapa bulan kemudian dia meninggal dunia dalam keadaan sengsara, tanpa ada seorangpun yang menjaganya.

   Demikianlah yang didengar oleh Kwee Tiong Li dari suhunya, oleh karena itu, melihat betapa kini ada orang mengundang semua tokoh penjahat dari tiga daerah kekuasaan itu, darat, sungai dan lautan itu berkumpul disitu dan orang itu mengaku sebagai keturunan Raja Kelelawar, tentu saja hati pendekar ini merasa gelisah sekali. Apa lagi peristiwa ini muncul pada saat pemerintah dipimpin oleh seorang Kaisar yang lalim seperti Kaisar Cin Si Hong-te! Sementara itu, keadaan diluar kuil itu menjadi semakin menegangkan. Jai-hwa Toat-beng-kwi dan Pekpi Siauw-kwi tidak berani membantah ketika Sin-go Mo Kai Ci menegur mereka dan melihat betapa si Maling Cantik itu kelihatan jerih kepadanya, Sin-go Mo Kai Ci yang merasa unggul itu menjadi bangga dan diapun tertawa menyeringai lalu berkata,

   "Maling cilik, apakah engkau ingin mengadu kepada Rajamu, si Harimau Hitam Ompong itu? ha-ha-ha!" Tentu saja ucapan ini sifatnya amat mengejek. Maling Cantik disebut Maling Cilik, dan Sanhek-houw si Harimau Gunung Hitam dinamakan Harimau Hitam Ompong.

   Biarpun jerih terhadap si gendut pendek itu, namun Pekpi Siauw-kwi bukanlah orang penakut. Penghinaan itu, yang didengarkan oleh banyak orang, apa lagi penghinaan terhadap pelindungnya, si Harimau Gunung, membuat mukanya yang cantik menjadi merah sekali. Ia mengeluarkan suara mendengus, lalu kembali ia melengking nyaring dan tubuhnya berkelebat cepat. Melihat gelagat ini, orang-orang lain sudah surut kebelakang. Wanita cantik itu lalu meloncat cepat dan tangan kanannya menampar kearah kepala Sin-go Mo Kai Ci si Buaya Sakti. Akan tetapi sambil menyeringai dan memanggul senjata penggadanya yang berat diatas pundak kanan, si Buaya Sakti mengangkat tangan kirinya dan dengan tangan terbuka didorongkan tangan kirinya kearah tubuh wanita yang sedang menerjangnya dari atas itu.

   "Ihhh...!" Maling Cantik menjerit, rambut dan bajunya berkibar tersambar angin pukulan itu dan ia sendiri terpaksa harus berjungkir balik tiga kali kesamping untuk menghindarkan diri dari pukulan jarak jauh yang amat kuat tadi.

   Semua orang berseru kagum akan kelihaian tenaga sinkang dari Buaya Sakti dan kelincahan tubuh Maling Cantik itu. Akan tetapi, segebrakan itu saja sudah cukup untuk dimengerti orang bahwa Maling Cantik akan kalah. Melihat ini, terpaksa Tiat-ciang Ciong Lek dan Jai-hwa Toat-beng-kwi serentak melompat kedepan. Tak mungkin mereka berdiam diri melihat Maling Cantik diancam oleh Buaya Sakti. Boleh jadi mereka berdua kadang-kadang saling gempur sendiri, namun betapapun juga, mereka adalah segolongan, yaitu golongan penjahat daratan. Kini melihat rekannya terancam oleh Raja bajak sungai tentu saja mereka tidak tinggal diam. Tiga orang tokoh sesat golongan darat ini sudah siap sedia untuk mengeroyok Buaya Sakti yang masih nampak tenang sambil tersenyum mengejek itu.

   "Ciiiittt... cuiitttt... plak-plak-plakk..." Suara ini terdengar secara tiba-tiba diangkasa. Semua orang terkejut sekali ketika berdongak dan melihat keangkasa. Seekor kelelawar raksasa hitam, dengan panjang sayapnya tidak kurang dari satu setengah meter, beterbangan diatas, berputar-putar diatas kuil! Semua orang yang hadir, baik yang berada diluar maupun yang bersembunyi didalam kuil, belum pernah ada yang bertemu dengan Raja Kelelawar.

   Akan tetapi mereka semua sudah mendengar akan ciri-ciri kebesaran datuk junjungan dunia sesat itu. Menurut keterangan yang mereka peroleh, dahulu Raja Kelelawar selalu berpakaian serba hitam dengan jubah kebesaran yang berwarna hitam pula, jubah hitam yang kabarnya dapat menahan segala macam senjata. Dipinggangnya terselip dua batang pisau panjang yang gagangnya berbentuk kepala kelelawar. Pisaunya berwarna kuning keemasan dan gagangnya dihias berpuluh permata berlian sehingga didalam gelap atau terang, gagang itu gemerlapan dan berpijar-pijar. Sepasang pisau panjang itu kabarnya mengandung racun yang tak dapat disembuhkan dengan sembarang obat, kecuali obat dari Kelelawar Hitam itu sendiri atau mungkin juga hanya Si Tabib Sakti sajalah yang tahu akan obat penawarnya.

   Dan ada kabar pula bahwa kemanapun Raja Kelelawar itu pergi, selalu ada seekor kelelawar raksasa yang mengikutinya dari atas. Tentu saja berita itu hampir merupakan dongeng dan mereka hanya percaya setengahnya saja. Akan tetapi, setelah kini muncul kelelawar raksasa itu, semua orang saling pandang dan bergidik, bulu roma mereka serentak meremang dan mulailah mereka menduga-duga dengan harap-harap cemas bahwa pengundang mereka itu benar-benar ada hubungannya dengan mendiang Raja Kelelawar Hitam! Hati semua tokoh dunia sesat yang berada disitu mengikuti gerakan kelelawar yang beterbangan diatas itu. Bermacam perasaan mengaduk dihati mereka. Ada rasa gembira karena kalau betul-betul ada keturunan Raja Kelelawar yang hebat seperti Raja Kelelawar itu sendiri,

   Maka berarti derajat mereka akan terangkat tinggi dan dunia hitam akan memperoleh kejayaannya lagi. Akan tetapi juga ada semacam rasa takut, karena mereka mendengar bahwa Raja Kelelawar berperangai aneh dan kejamnya tidak lumrah manusia lagi, melainkan seperti setan-setan penjaga neraka! Sin-go Mo Kai Ci, si Buaya Sakti, Raja dari sekalian orang jahat yang beroperasi disungai-sungai, merasa betapa jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya gemetar. Teringat dia akan pengalamannya sebulan yang lalu. Dia sedang berperahu diwaktu malam, diSungai Huang-ho. Kemudian, muncul sesosok tubuh manusia yang hanya nampak sebagai bayangan hitam ditepi sungai. Bayangan itu mengeluarkan kata-kata yang terdengar seperti bisikan didekat telinganya bahwa dia adalah keturunan Raja Kelelawar!

   Kemudian orang itu melemparkan sesuatu yang ternyata adalah sehelai gulungan surat undangan. Lemparan dilakukan dari tepi sungai dan yang dilemparkan hanya benda yang ringan saja. Akan tetapi surat itu dapat meluncur sedemikian cepatnya, merobek layar perahu dan menempel ditiang perahu! kepandaian seperti itu amatlah luar biasa, maka Buaya Sakti ini merasa yakin dan diapun datang ke puncak Merak Putih, memenuhi undangan. Dan kini, benar saja ada seekor kelelawar raksasa beterbangan ditempat itu. Semua mata mengikuti gerakan kelelawar itu, Biasanya, kelelawar tidak muncul dipagi hari setelah matahari bersinar terang, karena kabarnya binatang itu tidak dapat melihat diwaktu siang. Akan tetapi kelelawar itu beterbangan mengitari tempat itu sambil matanya yang mencorong ditujukan kebawah, kepada orang-orang yang memandang ketakutan itu.

   Kemudian binatang itu menukik kebawah dan memasuki kelebatan daun siong yang berdiri diujung depan kuil, lalu mencengkeram dahan dan bergantung ditempat itu. Dahan itu melengkung bergoyang-goyang saking beratnya kelelawar raksasa itu, telinganya yang panjang bergerak-gerak, juga kepalanya bergerak menoleh kekanan kiri dan kadang-kadang moncongnya memperdengarkan suara bercicitan nyaring. Tiba-tiba terdengar auman suara harimau! semua orang terkejut mendengar auman nyaring yang tiba-tiba ini, apa lagi karena baru saja hati mereka terguncang penuh kengerian oleh munculnya Kelelawar raksasa. Akan tetapi Sin-go Mo Kai Ci Buaya Sakti lalu tersenyum sendiri. Kenapa dia begitu bodoh? Dia tahu bahwa itu adalah pertanda munculnya tokoh saingannya yang berat, yaitu Sanhek-houw, Raja dunia hitam didarat.

   Ditidak perlu merasa takut karena dia maklum bahwa tingkat kepandaiannya seimbang dengan tingkat si Harimau Gunung itu. Apa lagi, baru saja dia mematangkan ilmunya dengan jalan bertapa sampai tiga bulan lamanya. Dia berdiri tenang dan meng ambil sikap seenaknya, seolah-olah dia memandang rendah dan bersiap menghadapi segala kemungkinan. Tak lama kemudian semua orang yang sudah menoleh kearah datangnya suara auman harimau tadi melihat munculnya bayangan seorang pria yang tinggi besar, mendaki puncak menuju kearah kuil. Dibelakang orang tinggi besar ini nampak sepasang harimau kumbang berlari-lari mengikuti, jinak seperti dua ekor anjing saja, padahal dua ekor binatang itu besar dan nampak kuat sekali. Bulunya yang berwarna hitam itu mengkilap karena peluh.

   Sebentar saja, orang tinggi besar itu telah berada ditengah-tengah halaman kuil. Orang-orang agak menjauh melihat dua ekor harimau itu yang melangkah tenang dikanan kiri majikannya, sepasang mata mereka mencorong dan kadang-kadang terdengar geraman lirih dari kerongkongan mereka diikuti bibir yang ditarik naik sehingga nampak taring yang meruncing. Dua ekor binatang itu nampak ganas dan buas, juga kuat sekali. Sanhek-houw yang usianya kurang lebih lima puluh tahun dan nampak gagah perkasa itu gelangkah mendekati Maling Cantik, Penjahat Cabul dan Si Tangan Besi yang tadi sudah siap mengeroyok Buaya Sakti itu. Mereka bertiga kelihatan pucat dan merasa ngeri berhadapan dengan Raja kaum penjahat didaratan ini, karena merekapun tahu betapa galaknya Raja mereka itu. Tiba-tiba kakek tinggi besar ini menggerakkan lengan kirinya, cepat sekali gerakannya dan tahu-tahu terdengar suara,

   "plakk!!" dan pipi Maling Cantik telah ditamparnya sampai tubuh wanita itu terhuyung dan hampir terpelanting. Pek Lian yang mengintai dari dalam, hampir saja berteriak marah menyaksikan kebiadaban si tinggi besar ini, yang tanpa alasan tahu-tahu menampar pipi seorang wanita didepan banyak orang. Sungguh tidak sopan dan keji sekali. Akan tetapi setelah ia teringat bahwa mereka semua itu adalah orang-orang dari dunia hitam yang tidak beradab, maka iapun menahan kemarahannya dan hanya mengintai dengan penuh perhatian.

   "Kau tadi berkata apa? Berani engkau bicara yang bukan-bukan tentang beliau? Apa lagi engkau, sedangkan aku sendiri saja tidak berani melawannya dan semua orang disini tidak ada yang dapat dibandingkan dengan beliau. Kepandaian kita semua tidak ada sekuku hitamnya. Engkau berani memamerkan ginkangmu? Huh... tidak ada sepersepuluh kepandaian beliau!" Si Maling Cantik tentu saja merasa malu dan marah sekali, akan tetapi dimarahi oleh Rajanya tentu saja ia tidak berani melawan, apalagi mendengar betapa Rajanya ini memuji-muji pengundang mereka yang mengaku keturunan Raja Kelelawar itu setinggi langit. Si Buaya Sakti, sebagai Raja dari golongan yang beroperasi disungai-sungai dan merasa menjadi saingan berat dari Sanhek-houw, diam-diam merasa girang dan juga untuk mengejek saingannya, diapun mencela,

   "Sudahlah, kaya anak kecil saja ribut-ribut untuk urusan sepele!" Si Harimau Gunung merasa tersinggung, matanya mendelik marah ketika dia memutar tubuhnya memandang kepada saingannya.

   "Kau bilang apa? Coba katakan sekali lagi!" Dia menantang sambil melangkah maju menghampiri. Ditantang didepan orang banyak oleh saingannya, tentu saja Si Buaya Sakti menjadi marah juga. Dia memanggul penggadanya, kakinya memasang kuda-kuda dan diapun mengejek,

   "Aku bilang bahwa engkau bukan harimau melainkan kucing! Nah, kau mau apa?" Tentu saja Sanhek-houw marah sekali dan semua orang yang hadir memandang dengan jantung berdebar dan hati penuh ketegangan. Tentu akan hebat sekali kalau dua "raja" ini berkelahi! Tiba-tiba Sanhek-houw mengeluarkan suara mengaum dari mulutnya, diikuti pula oleh dua ekor harimau kumbangnya itu.

   Tangan kanannya bergerak dan dari balik jubahnya yang terbuat dari Pada kulit harimau itu nampak keluar dan dipegang oleh tangannya sebatang rantai panjang yang ujungnya diberi mata tombak yang ada kaitannya dikedua ujungnya, seperti jangkar kecil. Sin-go Mo Kai Ci si Buaya Sakti juga siap siaga dengan senjata tongkat pendek besar itu tetap dipanggul diatas pundaknya, pandang matanya bersinar dan mulutnya mengejek. Dia tidak merasa gentar menghadapi musuh bebuyutan ini. Semua orang sudah memandang dengan hati tegang gembira, mengharapkan untuk dapat menyaksikan perkelahian yang bermutu dan seru. Akan tetapi, tiba-tiba saja terdengar suara melengking tinggi seperti suara wanita menjerit, mencicit menyakitkan gendang telinga, disambung teriakan penuh wibawa,

   "Tahan!!" Kedua orang tokoh jahat itu terkejut dan jantung mereka berdebar karena mereka mengenal suara itu sebagai ciri khas dari suara si Raja Kelelawar seperti dikabarkan orang dalam dongeng tentang datuk dunia hitam itu. Didunia kang-ouw terdapat kepercayaan bahwa suara si Raja Kelelawar itu menjadi kecil tinggi dan tajam seperti suara cicitan seekor kelelawar karena ilmunya. Selagi semua orang, juga kedua jagoan yang sudah berhadapan itu memandang kesana-sini untuk mencari suara tadi, terdengarlah suara itu melanjutkan kata-katanya yang melengking tinggi dan penuh wibawa,

   "Aku menghendaki agar kalian semua menjadi satu lagi seperti pada jaman kakekku dahulu, kenapa sekarang belum apa-apa sudah mau saling berhantam sendiri?" Suara mencicit ini terdengar marah dan aneh, menggetarkan jantung dan mendirikan bulu roma kedua orang tokoh Sam-ok itu. Dan semua orang juga merasa gentar dan bingung, karena suara itu seolah-olah datang dari segala penjuru dan sukar untuk menentukan dari jurusan mana datangnya.

   Inipun merupakan satu diantara ciri khas ilmu ajaib dari si Raja Kelelawar dijaman dahulu, yaitu ilmu sinkang tingkat tinggi yang disebut Pat-hong Sin-ciang (Tenaga Sakti Delapan Penjuru). Menurut dongeng tentang si Raja Kelelawar, Ilmu Pat-hong Sin-ciang ini amat ditakuti oleh orang-orang didunia persilatan, karena ilmu ini mengandung semacam tenaga sihir yang mujijat. Seorang lawan yang tidak memiliki sinkang yang amat kuat akan merasa terhimpit oleh suatu tenaga sakti yang datang dari delapan penjuru sehingga membuatnya sukar untuk dapat bergerak. Apa lagi bertemu pandang dengan sinar mata si Raja Kelelawar yang mencorong seperti mata burung hantu diwaktu malam itu, membuat semua anggauta tubuh terasa lemas dan kehilangan tenaga dan tentu saja lawan yang berada dalam keadaan seperti ini akan amat mudah dirobohkan.

   Ho Pek Lian dan kedua orang gurunya, juga Kwee Tiong Li dan ketiga Yang-ce Sam-lo, saling pandang dan bergidik mendengar suara itu. Sebagai orang-orang yang memiliki tingkat kepandaian tinggi, mereka maklum betapa hebatnya tenaga khikang yang mendorong suara itu. Suara itu seolah-olah dikeluarkan oleh mulut orang yang berada dekat sekali dengan mereka, akan tetapi entah didepan, dibelakang, atau disamping mereka. Selagi semua orang, baik yang bersembunyi didalam kuil maupun yang hadir diluar kuil, menengok kesana-sini dan mencari-cari dengan pandang mata mereka untuk menemukan orang yang bersuara tadi, terdengar lagi suara yang bernada tinggi itu, yang ditujukan kepada si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung.

   "Hayo kalian berdua simpan kembali senjata-senjata kalian itu! Ataukah kalian ingin aku membuangnya?" Sin-go Mo Kai Ci dan Sanhek-houw adalah dua diantara Sam-ok yang pada waktu itu menganggap diri mereka bertiga sebagai Raja-Raja dari para tokoh sesat didunia hitam. Kini, didepan sekian banyaknya orang, ada suara yang memerintah mereka, tentu saja kalau mereka mentaati begitu saja, hal ini sungguh membuat mereka kehilangan muka.

   Akan tetapi, hati merekapun sudah merasa jerih akan nama Raja Kelelawar yang walaupun belum pernah mereka lihat, namun sudah mereka kenal tanda-tanda dan ciri-ciri khasnya. Maka, keduanya merasa ragu-ragu, tangan memegang senjata masing-masing dengan kuat dan mata mereka jelilatan mencari-cari orang yang berani mengeluarkan perintah dan memandang rendah mereka itu. Dan tiba-tiba saja kedua orang tokoh sesat ini terbelalak memandang kedepan, sinar mata mereka tertumbuk dengan sinar mata dingin menyeramkan dari sesosok tubuh yang tiba-tiba saja sudah berdiri disamping si Maling Cantik Pekpi Siauw-kwi! Saking kagetnya, hampir saja senjata ditangan mereka itu terlepas karena tangan mereka tiba-tiba gemetar keras. Yang memiliki mata dingin menyeramkan itu bertubuh tinggi kurus dengan jubah dan pakaian hitam mengkilat dari sutera halus.

   Inilah gambar si Raja Kelelawar seperti yang pernah mereka dengar dari dongeng! Pekpi Siauw-kwi sendiri menjadi kaget setengah mati. Ia terkenal memiliki ginkang yang hebat, akan tetapi kini ia sama sekali tidak mengetahui akan kedatangan iblis ini, yang tahu-tahu berada disampingnya, seolah-olah kemunculannya itu menggunakan ilmu iblis dan pandai menghilang saja. Iblis berpakaian hitam ini berdiri dekat sekali disampingnya, antara ia dan Jai-hwa Toat-beng-kwi si cabul pesolek. Tadi ia mengira bahwa yang berdiri dekat sekali dengannya itu adalah si cabul, demikian pula dengan Jai-hwa-cat itu, yang mengira bahwa yang berdiri didekatnya adalah si Maling Cantik. Maka, setelah kini keduanya mengetahui bahwa si iblis itu yang datang dan berada dekat dengan mereka, keduanya mundur ketakutan dan cepat-cepat menjauh dengan jantung berdebar dan muka pucat.

   Dari dalam kuil, tujuh orang pendekar itu memandang dengan penuh perhatian dan mereka semua merasa betapa darah mereka berjalan kencang, jantung mereka berdebar keras. Dari tempat mereka bersembunyi, mereka dapat melihat jelas. Iblis itu memang mirip gambaran tentang si Raja iblis itu, pergi datang tanpa suara seperti pandai menghilang, saking tinggi ginkangnya. Mereka bertujuh sejak tadi selalu memperhatikan keadaan diluar kuil, namun merekapun tidak melihat datangnya Raja Kelelawar itu, tahu-tahu tokoh itu sudah muncul disitu. Sementara itu, melihat kekiri, kearah Pekpi Siauw-kwi yang mundur-mundur ketakutan, iblis berpakaian hitam itu tertawa. Suara ketawanya juga bernada tinggi, seperti suara ketawa wanita lalu terdengar suaranya yang berwibawa, memerintah,

   "Anak manis, kesinilah engkau!" Tangannya menggapai kearah maling wanita yang memang berwajah cantik manis itu. Pekpi Siauw-kwi adalah seorang wanita tokoh kaum sesat yang sudah lama malang-melintang didunia kejahatan sebagai maling tunggal dan ia tidak pernah takut terhadap siapapun juga. Akan tetapi sekali ini, seperti seorang anak kecil melihat sesuatu yang menakutkan, ia mundur-mundur dan menggeleng-geleng kepala sebagai tanda bahwa ia tidak mau mendekati iblis itu, matanya terbelalak dan mukanya agak pucat.

   Menghadapi penolakan si Maling Cantik, iblis itu mengerutkan alis dan sinar matanya berkilat, lalu dia menggerakkan lengannya kearah wanita itu dan biarpun kakinya tidak kelihatan melangkah, tahu-tahu dia telah berada dekat wanita itu. Pekpi Siauw-kwi mencoba untuk mengelak dan me. loncat untuk menghindarkan diri. Akan tetapi, tiba-tiba saja ia merasa ada tenaga aneh menghimpitnya dari semua penjuru, yang membuatnya sukar untuk bergerak. Ketika matanya yang ketakutan itu memandang dan bentrok dengan sinar mata iblis itu, tenaganya mendadak menjadi lemas dan tubuhnya terkulai. Dilain saat tubuhnya sudah dirangkul oleh si iblis yang menggunakan jari-jari tangannya untuk menggerayangi tubuh yang gempal padat itu tanpa si Maling Cantik dapat mencegah sama sekali. Ia hanya menangis ketakutan setengah mati.

   "Ha-ha, engkau boleh juga..., engkau tidak merusak tubuhmu... hemm, manis!" Si iblis mencium kulit yang putih itu dan si Maling Cantik menggigil, seluruh bulu tubuhnya meremang.

   Tiat-ciang Ciong Lek, perampok tunggal yang tubuhnya kekar dan tidak berbaju itu merasa panas isi perutnya melihat betapa rekannya dihina seperti itu. Tadinya dia sendiripun merasa takut dan jerih terhadap si iblis, akan tetapi melihat betapa rekannya mengalami penghinaan, hatinya terbakar dan sesaat dia lupa akan rasa takutnya. Dia mengeluarkan suara menggeram dan bagaikan seekor singa menerkam, dia sudah menggerakkan golok besarnya dan meloncat terus membacokkan golok besarnya itu kearah punggung iblis yang masih menggerayangi dan menciumi si Maling Cantik itu. Si iblis itu diam saja dan agaknya tidak melihat serangan ini, sedikitpun tidak mengelak atau menangkis, masih menciumi kulit leher yang lunak itu. Semua orang yang melihat serangan ini menahan napas.

   "Singgg... Dukkk!!"
(Lanjut ke Jilid 05)

   Darah Pendekar (Seri ke 01 - Serial Darah Pendekar)
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Bahan Cerita : Sriwidjono

   Jilid 05
Bacokan golok yang berdesing itu tepat mengenai punggung yang tertutup mantel hitam, membacok dengan kuat sekali, akan tetapi golok itu mental dan mantel itu sedikitpun tidak robek, apa lagi punggungnya. Agaknya terasapun tidak oleh si iblis itu. Tentu saja semua orang, termasuk mereka yang bersembunyi didalam kuil, terkejut, kagum dan gentar sekali menyaksikan kehebatan iblis itu. Kiranya, iblis inipun menggunakan mantel pusaka yang menurut dongeng memang kebal terhadap segala macam senjata. Kembali terbukti ciri khas dari si Raja Kelelawar! Setelah bacokan itu mental, barulah iblis itu menoleh dan melepaskan tubuh Maling Cantik yang tadi dipeluknya. Wanita cantik itu terhuyung dan kedua kakinya masih terasa lemas, akan tetapi semangatnya pulih kembali setelah ia dilepaskan dan ia hanya dapat memandang jerih.

   Kini Tiat-ciang Ciong Lek yang berdiri seperti terpesona memandang iblis itu dan dia bergidik melihat betapa sepasang mata yang mencorong itu dingin sekali terasa menusuk jantungnya. Biarpun iblis itu tidak membuka mulutnya, akan tetapi terdengar ada suara siulan dari bibirnya. Siulan ini dijawab oleh suara mencicit dan kelepak sayap. Ternyata binatang kelelawar raksasa yang tadi bergantung didahan pohon, sudah terbang keatas lalu menukik kebawah, kearah si perampok tunggal Ciong Lek! Perampok ini tentu saja cepat menggerakkan goloknya untuk melakukan perlawanan, akan tetapi tiba-tiba saja dia tidak mampu bergerak goloknya masih diangkatnya tinggi-tinggi dan tubuhnya seperti mendadak menjadi kaku. Kelelawar raksasa itu meluncur dan menyambar.

   "Plokk!" Kelelawar itu menerkam kearah leher si perampok tunggal, mencengkeram leher itu sebentar dan ketika binatang ini terbang lagi, nampak darah menyembur keluar dari urat nadi leher yang putus tergigit dan terhisap oleh kelelawar itu! Si perampok tunggal Tiat-ciang Ciong Lek terbelalak, lalu terdengar lehernya mengeluarkan pekik mengerikan dan tubuhnya terguling dan roboh atas tanah, berkelojotan sebentar lalu terdiam karena darahnya habis, sebagian terhisap kelelawar itu dan sebagian lagi membanjir keluar. Semua orang memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat. Kembali si iblis mengeluarkan suara ketawa yang menyeramkan, ketawanya mencicit seperti bunyi kelelawar atau bunyi tikus-tikus bercanda.

   "Masih ada lagi yang meragukan kemampuanku dan ingin melawanku?" terdengar dia bertanya sambil memandang kesekeliling.

   Tidak ada yang berani menjawab biarpun yang hadir adalah tokoh-tokoh dunia hitam yang biasanya sewenang-wenang dan tidak mengenal takut. Agaknya, nama Raja Kelelawar sudah sedemikian besar pengaruhnya, ditambah kekejaman iblis ini yang mengaku sebagai keturunan Raja Kelelawar, juga kelihaiannya membuat semua orang maklum bahwa mereka berhadapan dengan orang yang pandai sekali. Sin-go Mo Kai Ci si Buaya Sakti dan Sanhek-houw si Harimau Gunung adalah dua diantara Sam-ok yang dianggap merajai para anggauta liok-lim dibidang masing-masing. Selama ini, mereka bertigalah yang berdaulat penuh dan dita-kuti semua penjahat, balikan kalau diantara penjahat timbul pertikaian, mereka inilah yang dianggap berhak untuk mengadili dan menjatuhkan keputusan.

   Kini muncul si iblis yang mengerikan, dan tentu saja kalau iblis ini hendak mengangkat diri sendiri menjadi datuk kaum sesat, hal ini sama dengan merendahkan nama Sam-ok sebagai Raja-Raja kaum sesat. Akan tetapi, mereka berdua adalah orang-orang yang berilmu tinggi dan yang dapat melihat bahwa iblis yang baru muncul ini memang hebat bukan main. Si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung yang tadi hampir saja berhantam sendiri kini saling pandang dan dari pandang mata ini mereka sudah bersepakat untuk bersama-sama menghadapi pendatang baru yang mengancam kedudukan mereka ini. Sanhek-houw lalu melangkah maju dan rantai yang ujungnya bertombak itu telah diiilitkannya dipinggang. Dia membungkuk sebagai tanda penghormatan, lalu berkata, suaranya lantang agar terdengar oleh semua tokoh yang hadir.

   "Kami semua tentu saja mengenal nama mendiang yang mulia Bit-bo-ong dan menganggap beliau sebagai datuk atau Raja kami yang kami muliakan. Akan tetapi, terus-terang saja, kami semua belum pernah mendengar akan adanya murid atau keturunan beliau, dan bukan sekali-kali kami berani menentang keturunan beliau. Hanya kami mohon petunjuk apakah benar bahwa Lo-cianpwe adalah keturunan beliau. Kalau memang benar demikian dan kalau memang benar bahwa diantara kami semua tidak ada yang dapat mengatasi kepandaian Lo-cianpwe, tentu saja kami semua akan tunduk dan dengan suka hati mengangkat Lo-cianpwe sebagai keturunan beliau dan menjadi Raja baru kami."

   Semua orang mengeluarkan suara menggumam menyatakan persetujuan mereka. Si iblis hitam tertawa. Wajah yang nampak angker itu tidak bergerak kulitnya, tanda bahwa diluar kulit muka itu dia memakai topeng tipis sehingga mudah diduga bahwa wajah yang menyeramkan ini bukanlah wajah yang sesungguhnya yang berada dibalik topeng tipis.

   "Ha-ha-ha, omonganmu memang benar, Sanhek-houw. Dan untung engkau berpendapat demikian, karena kalau tidak, tentu ketiga Sam-ok akan kubunuh lebih dulu. Aku tahu bahwa Tung-hai-tiauw si Rajawali, Sin-go Mo Kai Ci si Buaya Sakti, dan engkau sendiri Sanhek-houw si Harimau Gunung, merupakan Sam-ok, tiga serangkai yang merajai bidang masing-masing diPegunungan, sungai-sungai, dan lautan. Karena kalian memandang kepadaku maka akupun suka mengangkat kalian meniadi pembantu-pembantuku Dan untuk membuktikan bahwa aku adalah keturunan dari Bit-bo-ong, biarlah kalian berdua maju menandingiku. Dengar baik-baik. Kalau dalam sepuluh jurus aku tidak mampu mengalahkan kalian berdua, biarlah aku menarik kembali omonganku dan aku tidak akan mencampuri dunia kalian. Akan tetapi kalau aku menang, siapapun yang berani membantah akan kubunuh. Mengerti? Nah, kalian majulah! Jangan takut, aku tidak akan Membunuh calon pembantu-pembantuku!"

   Ucapan ini sungguh tekebur bukan main. Sam-ok terkenal memiliki ilmu kepandaian tinggi, dan sekarang, dua orang diantara mereka ditantang oleh si iblis untuk dikalahkannya dalam waktu sepuluh jurus saja! Si Buaya Sakti dan si Harimau Gunung juga saling pandang dan muka mereka menjadi merah karena merasa marah dan penasaran sekali. Iblis ini sungguh sombong, dan lebih dari itu, kalau sampai mereka berdua yang mengeroyok seorang sampai kalah dalam sepuluh jurus sungguh hal ini akan membuat mereka merasa malu sekali.

   "Baiklah, Lo-cianpwe. Kami mohon petunjuk untuk meyakinkan hati kami semua!" kata si Hari-mau Gunung yang sudah melolos rantai dari pinggangnya sedangkan si Buaya Sakti juga sudah melangkah maju dengan melintangkan senjata tongkat bajanya didepan dada.

   "Bagus, majulah. Aku akan memberi kesempatan kepada kalian untuk masing-masing menyerangku selama lima jurus, baru kemudian aku membalas, dan kalau kalian dapat bertahan sampai tiga jurus saja sudah boleh dibilang bagus!" kata si iblis itu dan ini menambah kesombongannya.

   "Lihat serangan!" Si Buaya Sakti berteriak marah. Biasanya, dalam dunia hitam tidak berlaku segala macam aturan sopan-santun, bahkan biasanya mereka itu melakukan serangan secara menggelap, maka bentakan si Buaya Sakti ini merupakan suatu keanehan. Hal ini menunjukkan bahwa biarpun dia marah, pada hakekatnya si Buaya Sakti ini merasa jerih sekali maka dia mengeluarkan seruan yang dikalangan persilatan, terutama dikalangan para pendekar, sudah menjadi lajim, yaitu sebelum menyerang, memberi peringatan lebih dulu kepada yang diserang, sebagai tanda kegagahan.

   Senjata tongkat pendek besar dari baja putih itu amat berat dan kini digerakkan dengan cepat sekali, membuktikan besarnya tenaga si Buaya Sakti itu. Tongkatnya menjadi sinar putih yang besar menyambar kearah kepala si iblis berpakaian hitam, dan tangan kiri si Buaya Sakti masih menyusulkan cengkeraman kearah pusar. Serangan pertama ini sungguh merupakan serangan dahsyat sekali dan dapat mendatangkan maut. Sanhek-houw si Harimau Gunung lebih cerdik. Melihat rekannya sudah menyerang, dia menggunakan kesempatan ini untuk menggerakkan rantainya dan nampak sinar bergulung-gulung ketika rantainya itu membuat serangan dari kanan kekiri, dari bawah menyerang kaki lalu terus membubung keatas, merupakan serangan sinar berpusing yang berbahaya dan sukar sekali dielakkan lawan!

   "Satu jurus!" Terdengar suara melengking dari si iblis hitam, akan tetapi hanya suaranya saja yang terdengar oleh dua orang lawan dan oleh semua orang itu, karena dua orang lawan itu telah kehilangan orangnya! Kiranya, dengan menggunakan ginkang yang sukar dapat diikuti oleh mata saking cepatnya, begitu serangan menyambar, tubuh si iblis itu telah mencelat keatas sehingga serangan rantai itu tidak mengenai sasaran bahkan kehilangan sasaran dan tahu-tahu kaki si iblis itu telah berada diujung tongkat baja putih yang tadi dipergunakan oleh Buaya Sakti untuk menghantam kepalanya!

   Memang sukar dapat dipercaya kalau tidak dilihat sendiri betapa orang yang kepalanya dise-rang, tahu-tahu sudah berada diatas dan berdiri diatas tongkat yang tadi menghantam kearah kepala itu. Ketika si Buaya Sakti hendak menggerakkan tongkatnya, tiba-tiba saja tongkat yang diinjak kaki iblis itu menjadi berat dan hampir saja dia tidak kuat menahan lagi. Akan tetapi tiba-tiba iblis hitam itu telah meloncat turun lagi sambil tersenyum. Dua orang itu merasa penasaran sekali dan mereka lalu menubruk maju lagi dengan serangan berganda yang lebih dahsyat lagi. Kini rantai itu mengeluarkan suara meledak-ledak dan menghantam dari atas dengan lecutan yang membuat ujungnya berbentuk tombak berkait itu menyambar-nyambar kearah kepala si iblis hitam, sementara itu, tongkat pendek yang berat itupun sudah menyodok kearah perut.

   "Dua jurus!" kembali terdengar si iblis hitam berseru dan sekali ini dia tidak mendemonstrasikan kelincahan gerakannya melainkan ketangkasan kedua tangannya. Tangan kirinya bergerak keatas dan tangan kanan bergerak kebawah dan dengan tepat sekali kedua tangan terbuka itu telah menangkis dua senjata itu.

   "Plakk! Plaakkk!" Dua orang Raja para penjahat itu berseru kaget karena mereka merasa betapa tangan mereka menjadi panas dan nyeri sekali, sedangkan sebelah lengan yang memegang senjata terasa seperti lumpuh.

   Akan tetapi hal ini hanya sebentar saja dan lenyap setelah si iblis itu menarik kembali tangannya sambil tertawa dan dia sudah siap lagi menghadapi serangan kedua orang itu. Dua orang itu kini menggunakan kecepatan, memutar-mutar senjata mereka menjadi bentuk sinar bergulung-gulung lalu keduanya menyerang dengan cepat. Dan kembali si iblis memperlihatkan bahwa gerakannya jauh lebih cepat dari pada kedua senjata itu, tubuhnya lenyap berkelebatan seolah-olah dia dapat menyusup diantara gulungan sinar kedua senjata itu sambil terus menghitung jurus-jurus penyerangan lawan sampai lima kali dan kedua senjata itu tidak pernah dapat menyentuh ujung bajunya sekalipun! Setelah lewat lima jurus, tiba-tiba iblis hitam itu tertawa melengking disambung suaranya yang terwibawa,

   "Awas terhadap seranganku!" Dan tiba-tiba saja dua orang Raja penjahat itu menjadi bingung dan silau karena tubuh hitam itu berkelebat sedemikian cepatnya sehingga mereka tidak tahu kemana arah penyerangan lawan aneh ini.

   "Jurus pertama!" kata Raja iblis itu dan dua orang lawannya menggerakkan senjata mereka untuk menangkis dan melindungi diri. Akan tetapi tiba-tiba saja tangan yang memegang senjata terasa lumpuh dan mereka melihat sepasang mata, yang mencorong penuh wibawa, membuat mereka menjadi lemas seketika dan iblis hitam itu hanya sekali menggerakkan kaki, akan tetapi kaki itu sudah dua kali menendang dan tubuh kedua orang itu terlempar sampai tiga tombak kebelakang dan terbanting keras! Untung bahwa si iblis tidak mempergunakan tenaga sinkang ketika menendang sehingga dua orang itu tidak terluka parah, hanya babak bundas saja karena terbanting tadi.

   Mereka bangkit berdiri, hampir tidak percaya kalau tidak mengalami sendiri. Mereka telah dirobohkan dalam satu jurus saja! Akan tetapi mereka bukanlah orang-orang bodoh dan mereka sudah yakin kini bahwa orang berpakaian hitam didepan mereka itu memang memiliki ilmu kepandaian, yang muji-jat sekali dan sudah selayaknya kalau menjadi Raja mereka semua. Maka mereka berdua lalu menjatuhkan diri berlutut, menghadap iblis hitam itu! Melihat perbuatan dua orang yang selama ini mereka anggap sebagai Raja, tentu saja para tokoh liok-hm yang hadir disitu terkejut bukan main dan satu demi satu merekapun lalu menjatuhkan diri berlutut, termasuk si Maling Cantik Pekpi Siauw-kwi dan si penjahat cabul Jai-hwa Toat-beng-kwi!

   "Ha-ha-ha-ha! Bagus sekali kalau kalian sudah mengakui aku sebagai Raja kalian! Jangan khawatir, seperti yang telah dilakukan oleh kakekku dahulu, aku akan memimpin kalian dan dunia hitam kita akan menjadi jaya kembali!" Mendengar ini, semua penjahat yang berkumpul disitu bersorak gembira. Iblis hitam itu mengangkat lengan kanannya keatas dan suara berisik mereka itu tiba-tiba sirap dan berhenti sama. sekali.

   

Harta Karun Kerajaan Sung Eps 6 Naga Beracun Eps 6 Pendekar Tanpa Bayangan Eps 8

Cari Blog Ini